ANALISIS PENGELOLAAN USAHATANI TEBU DENGAN
SISTEM TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI (TRI)
DI DESA BULU CINA KECAMATAN HAMPARAN PERAK
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
OLEH :
TARISA HANJANI 100304086 AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
ANALISIS PENGELOLAAN USAHATANI TEBU DENGAN
SISTEM TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI (TRI)
DI DESA BULU CINA KECAMATAN HAMPARAN PERAK
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
OLEH: TARISA HANJANI
100304086 AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Ir. Luhut Sihombing, M.P.) (Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si.) NIP. 196510081992031001 NIP. 196509261993031002
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
Tarisa Hanjani (100304086) dengan judul skripsi “Analisis Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di Desa Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang”. Penelitian ini dilakukan pada bulan November – Desember 2014. Dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di daerah penelitian, untuk mengetahui besar perbedaan pendapatan masyarakat Sistem TRI Mitra dengan Sistem TRI Murni, untuk menentukan strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan Sistem TRI Mitra dan untuk menentukan strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan Sistem TRI Murni.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di daerah penelitian dilaksanakan dengan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi Mitra dan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi Murni dengan pola tanam yang sama yaitu pola tanam Plant Cane (PC) dan Ratoon dan hasil produksi usaha tani tebu petani TRI diolah menjadi gula dengan bantuan Pabrik Gula berupa hubungan bagi hasil antara petani dengan pabrik gula yaitu, 65% untuk petani dan 35% untuk Pabrik Gula. Perbedaan pendapatan masyarakat Sistem TRI Mitra dengan Sistem TRI Murni adalah sebesar Rp. 492.651.000 dimana pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Mitra lebih tinggi daripada pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Murni setelah diuji dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov Test. Strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan sistem TRI Mitra dapat diterapkan dengan strategi S-O (Strengths-Opportunities) yaitu menggunakan varietas tebu yang unggul untuk meningkatkan rendemen dan produksi tebu serta melibatkan kelompok tani untuk meningkatkan kerja sama dengan Pabrik Gula dalam mengolah tebu menjadi gula. Strategi pengembangan pengelolaan usaha tani tebu dengan sistem TRI Murni dapat diterapkan dengan strategi S-O (Strengths-Opportunities) yaitu memanfaatkan lahan milik sendiri secara optimal untuk memaksimalkan produksi sehingga meningkatkan penerimaan dari sistem bagi hasil yang menguntungkan.
RIWAYAT HIDUP
TARISA HANJANI lahir di Kota Medan pada tanggal 4 Februari 1992 anak dari
Bapak Azhari Ramli dan Ibu Sri Haryati, S.E. Penulis merupakan anak pertama
dari dua bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
1. Tahun 1998 masuk SD Percobaan Negeri Medan dan lulus pada tahun 2004.
2. Tahun 2004 masuk SMP Harapan 2 Medan dan lulus pada tahun 2007.
3. Tahun 2007 masuk SMA Sutomo 1 Medan dan lulus pada tahun 2010.
4. Tahun 2010 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN).
Kegiatan yang pernah diikuti Penulis selama kuliah adalah :
1. Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Buluh Duri, Kecamatan
Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan Juli – Agustus 2013.
2. Melakukan penelitian skripsi di Desa Bulu Cina, Kecamatan Hamparan
Perak, Kabupaten Deli Serdang pada bulan November – Desember 2014.
3. Mengikuti organisasi kemahasiswaan IMASEP (Ikatan Mahasiswa Sosial
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Judul
skripsi ini adalah “Analisis Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem Tebu
Rakyat Intensifikasi (TRI) di Desa Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat
menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana pada Program Studi
Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P. selaku ketua komisi pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, memberikan masukan
dan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S. dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Agribisnis yang telah membekali ilmu
pengetahuan kepada penulis selama masa pendidikan di Fakultas Pertanian
5. Seluruh Staf Akademik dan Pegawai Tata Usaha Departemen Agribisnis,
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah membantu seluruh
proses administrasi perkuliahan.
6. Bapak Heri Sucahyo S.Pd. selaku Kepala Desa Bulu Cina dan Bapak Wandi
selaku Ketua Kelompok Tani di Desa Bulu Cina yang telah membantu penulis
dalam memperoleh data dan informasi selama penyelesaian skripsi ini.
7. Ayahanda Azhari Ramli dan Ibunda Sri Haryati, S.E. serta Adinda Meutia
Jasmine yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan, dan motivasi
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
8. Teman-teman khususnya Irsa Izriyani, Syilvi Haryanti, Sekar Suryani,
Constantin Panggabean, Richard Saragih, Kurnia Rinanda, Imelda Sebastiani,
Devina Marbun, Roni Sinaga, Samir Yasif dan Muhammad Khaliqi yang telah
memberikan bantuan, motivasi dan semangat kepada penulis selama
penyelesaian skripsi ini serta seluruh teman-teman agribisnis angkatan 2010
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan
skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Terima Kasih
Medan, Agustus 2015
DAFTAR ISI
2.1.1 Tinjauan Sosial Ekonomi Tebu Nasional ... 11
2.1.2 Usahatani Tebu dengan Sistem TRI ... 12
2.2 Landasan Teori ... 14
2.3 Penelitian Terdahulu ... 20
2.4 Kerangka Pemikiran ... 21
2.5 Hipotesis Penelitian ... 24
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 25
3.2 Metode Pengambilan Sampel ... 25
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 26
3.4 Metode Analisis Data ... 27
3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 30
3.5.1 Definisi ... 30
BAB 1V DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK
5.1 Mekanisme Pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) ... 38
5.1.1 Pola Manajemen ... 38
5.3.1 Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra ... 52
5.3.2 Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Murni ... 61
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
6.1 Kesimpulan ... 69
6.2 Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Keterangan Hal
1 Luas Areal dan Produksi Gula Tebu di Indonesia Tahun 1930 –
November 1990 5
2 Luas Areal dan Produksi Gula Tebu di Indonesia Tahun 1994 – 2004 6
3 Matrik SWOT 29
4 Tata Guna Lahan Daerah Penelitian Tahun 2014 32
5 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian 34
6 Rekapitulasi Perbedaan TRI Mitra dengan TRI Murni 46
7 Komponen Biaya Tidak Tetap Usahatani Tebu dalam Sistem Tebu
Rakyat Intensifikasi (TRI) 47
8 Komponen Biaya Tetap Usahatani Tebu dalam Sistem Tebu Rakyat
Intensifikasi (TRI) 48
9 Biaya Total Usahatani Tebu dalam Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi
(TRI) 48
10 Produksi Gula Usahatani Tebu dalam Sistem Tebu Rakyat
Intensifikasi (TRI) 49
11 Pendapatan Usahatani Tebu dalam Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi
(TRI) 50
12 R/C Ratio Usahatani Tebu dalam Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi
(TRI) 52
13 Evaluasi Faktor Internal Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi Mitra 54
14 Evaluasi Faktor Eksternal Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi Mitra 55
15 Gabungan Matriks Faktor Strategi Internal dan Matriks Strategi Eksternal Pengembangan Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem
Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra 56
16 Matriks SWOT Pengembangan Pengelolaan Usahatani Tebu dengan
18 Evaluasi Faktor Eksternal Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi Murni 63
19 Gabungan Matriks Faktor Strategi Internal dan Matriks Strategi Eksternal Pengembangan Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem
Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Murni 64
20 Matriks SWOT Pengembangan Pengelolaan Usahatani Tebu dengan
DAFTAR GAMBAR
Gambar Keterangan Hal
1 Kerangka Pemikiran 23
2 Matriks Posisi SWOT Pengembangan Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra 57
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Keterangan
1 Karakteristik Petani Tebu Rakyat Intensifikasi Mitra
2 Karakteristik Petani Tebu Rakyat Intensifikasi Murni
3 Biaya Sarana dan Produksi Tebu Rakyat Intensifikasi Mitra
4 Biaya Sarana dan Produksi Tebu Rakyat Intensifikasi Murni
5 Biaya Tenaga Kerja Usahatani Tebu dalam Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra
6 Biaya Tenaga Kerja Usahatani Tebu dalam Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Murni
7 Biaya Tebang Angkut Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra dan Murni
8 Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra
9 Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Murni
10 Biaya Sewa Lahan Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra
11 Produksi Gula Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra dan Murni
12 Penerimaan Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra dan Murni
13 Biaya Total Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra
14 Biaya Total Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Murni
15 Pendapatan Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra dan Murni
16 Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
18 Rating Faktor Internal Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra
19 Rating Faktor Eksternal Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra
20 Rating Faktor Internal Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Murni
ABSTRAK
Tarisa Hanjani (100304086) dengan judul skripsi “Analisis Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di Desa Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang”. Penelitian ini dilakukan pada bulan November – Desember 2014. Dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di daerah penelitian, untuk mengetahui besar perbedaan pendapatan masyarakat Sistem TRI Mitra dengan Sistem TRI Murni, untuk menentukan strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan Sistem TRI Mitra dan untuk menentukan strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan Sistem TRI Murni.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di daerah penelitian dilaksanakan dengan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi Mitra dan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi Murni dengan pola tanam yang sama yaitu pola tanam Plant Cane (PC) dan Ratoon dan hasil produksi usaha tani tebu petani TRI diolah menjadi gula dengan bantuan Pabrik Gula berupa hubungan bagi hasil antara petani dengan pabrik gula yaitu, 65% untuk petani dan 35% untuk Pabrik Gula. Perbedaan pendapatan masyarakat Sistem TRI Mitra dengan Sistem TRI Murni adalah sebesar Rp. 492.651.000 dimana pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Mitra lebih tinggi daripada pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Murni setelah diuji dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov Test. Strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan sistem TRI Mitra dapat diterapkan dengan strategi S-O (Strengths-Opportunities) yaitu menggunakan varietas tebu yang unggul untuk meningkatkan rendemen dan produksi tebu serta melibatkan kelompok tani untuk meningkatkan kerja sama dengan Pabrik Gula dalam mengolah tebu menjadi gula. Strategi pengembangan pengelolaan usaha tani tebu dengan sistem TRI Murni dapat diterapkan dengan strategi S-O (Strengths-Opportunities) yaitu memanfaatkan lahan milik sendiri secara optimal untuk memaksimalkan produksi sehingga meningkatkan penerimaan dari sistem bagi hasil yang menguntungkan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk
dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki
luas wilayah yang begitu luas menjadikan Indonesia merupakan daerah yang
cocok untuk pengembangan tanaman perkebunan. Salah satu komoditas
perkebunan yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah tebu. Tanaman tebu
merupakan tanaman perkebunan semusim yang menghasilkan bahan pangan
pokok, yaitu gula. Gula diolah dari batang tebu hingga menjadi butiran gula pasir
yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu
mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula dan hanya
tumbuh di daerah tropis. Tebu memiliki usia panen kurang lebih satu tahun sejak
ditanam.
Awal mula penanaman tebu adalah pada Sistem Tanam Paksa, yang memberikan
keuntungan besar untuk kas Negara kolonial. Setelah Sistem Tanam Paksa
dihentikan, perkebunan tebu dilakukan oleh pengusaha-pengusaha swasta.
Perluasan perkebunan tebu tidak pernah melampaui Pulau Jawa. Jenis tanah dan
pola pertanian di Pulau Jawa lebih sesuai untuk penanaman tebu. Gairah
perekonomian kolonial sangat dipengaruhi oleh daya tarik dan keuntungan yang
diperoleh dari perkebunan tebu. Penanaman tebu mendorong pendirian pabrik
Daerah jantung perkebunan tebu yang tumbuh sejak tahun 1840-an dan
berkembang sampai abad berikutnya adalah daerah pesisir utara dari Cirebon
hingga Semarang, di sebelah selatan gunung Muria hingga Juwana, daerah
kerajaan (Vorstenlanden), Madiun, Kediri, Besuki, di sepanjang Probolinggo
hingga ke Malang melalui Pasuruan, dari Surabaya barat daya sampai ke
Jombang.
Saat Indonesia merdeka, tebu rakyat berkembang dengan sendirinya tanpa ada
campur tangan dari pemerintah. Namun, perkembangan kembali tebu rakyat juga
mengalami kendala. Modal yang cukup tinggi dibutuhkan dalam penanaman tebu
rakyat. Petani pun cukup kesulitan untuk memperoleh modal.
Perkembangan industri gula memberikan keuntungan yang besar untuk
pemiliknya dan memberikan pajak untuk pemerintah kolonial. Berkat keuntungan
dari perdagangan gula, beberapa kota di Pulau Jawa berkembang pesat, seperti
kota pelabuhan Semarang dan Surabaya, dan kota-kota lainnya. Industri gula
menyerap tenaga kerja yang banyak dari kalangan Eropa yang terampil dan
buruh-buruh pribumi. Melalui perkebunan tebu, masyarakat pulau Jawa mengenal upah
yang diberikan dalam bentuk alat pembayaran yang sah atau uang. Namun, arti
penting dari sumbangsih perkebunan dan pabrik gula adalah memberi contoh
tentang organisasi, kekuatan keuangan, kemajuan teknik, efisiensi dan laba yang
melahirkan kemajuan pesat dalam pertanian terhadap bidang usaha lainnya yang
kemudian berkembang pesat hingga melampaui perkembangan industri gula
Dari waktu ke waktu, industri gula selalu menghadapi berbagai masalah, sehingga
produksinya belum mampu mengimbangi besarnya permintaan masyarakat.
Meningkatnya konsumsi gula dari tahun ke tahun disebabkan oleh pertambahan
penduduk, peningkatan pendapatan penduduk, dan bertambahnya industri yang
memerlukan bahan baku berupa gula (Tim Penulis PS, 1994).
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan gula, selama ini negara kita
mengimpornya dari negara lain. Cara ini kurang tepat untuk memecahkan masalah
kekurangan gula. Cara terbaik untuk mengatasi hal ini adalah memantapkan
produksi gula dalam negeri. Upaya itu antara lain dengan pencanangan program
Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).
Pogram TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) merupakan program pemerintah untuk
mendorong kembali semangat petani tebu dalam meningkatkan produktivitas areal
tanam sehingga tercapai swasembada gula yang telah dicanangkan mulai tahun
2014. Program ini dilaksanakan untuk menjawab rendahnya produksi gula
nasional dibandingkan tingginya permintaan yang masih disiasati dengan impor
gula. Ketergantungan impor mengakibatkan Indonesia sebagai negara ke-3
pengimpor gula terbesar, setelah Rusia dan India. Padahal ketika tahun
1984-1985, Indonesia pernah mengalami masa swasembada gula. Waktu yang singkat
dan tidak berkelanjutan tersebut disebabkan karena Pabrik Gula (PG) tidak dapat
memenuhi kebutuhan penduduk yang terus meningkat, krisis ekonomi, dan
sebagainya (Wulanamigdala, 2013).
tanggal 22 April 1975 dikeluarkan Instruksi Presiden nomor 9 tahun 1975 (Inpres
9/1975) mengenai Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Yang dimaksud dengan
Intensifikasi Tebu Rakyat atau dikenal dengan TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi)
adalah pengertian menurut Inpres No 9 tahun 1975, yaitu “Langkah-langkah yang
bertujuan untuk mengalihkan pengusahaan tanaman tebu untuk produksi gula di
atas tanah sewa, ke arah tanaman tebu tanpa mengabaikan upaya peningkatan
tanaman tebu rakyat tersebut dilakukan sistem BIMAS secara bertahap”.
Menurut Inpres No 9/1975 tersebut pada dasarnya maksud yang terkandung antara
lain :
1. Menghasilkan pengusahaan tanaman tebu dari sistem sewa tanah oleh Pabrik
Gula menjadi Tebu Rakyat yang diusahakan petani di atas lahan/tanah milik
sendiri.
2. Meningkatkan produksi gula nasional dan pendapatan petani tebu melalui pola
TRI.
3. Mengusahakan Pabrik gula dalam fungsinya dan peranan sebagai Pimpinan
Kerja Operasional Lapangan (PKOL) guna melaksanakan alih teknologi
budidaya tebu petani kepada petani.
4. Mengikutsertakan KUD dan dibimbing untuk mengkoordinasikan petani TRI
agar produksi gula dan pendapatannya meningkat (Asnur, 1999).
Setelah TRI berjalan, perkembangan tebu semakin pesat. Tahun 1975 – 1980 luas
lahan tebu dari 104.777 ha menjadi 188.772 ha. Pada periode yang sama, produksi
Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Gula Tebu di Indonesian Tahun 1930 – November 1990
Tahun Luas areal (Ha) Rendemen (%) Hablur (Ku/Ha) Jumlah
Pabrik Rakyat Pabrik Rakyat Pabrik Rakyat Hablur (ton)
1930 196.592,0 - 11,32 - 147,9 - 2.907.098
Program TRI dikelola dalam wadah koordinasi Bimas dengan melibatkan
lembaga-lembaga pelayanan seperti BRI, KUD, dan pabrik gula. Dalam program
ini, BRI berperan sebagai pemberi kredit dan KUD sebagai penyalur kredit. Tugas
pabrik gula dalam program TRI meliputi penyediaan bibit tebu, pimpinan kerja,
memberikan bimbingan teknis di lapangan bagi para petani, serta pengolah tebu
Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Gula Tebu di Indonesia Tahun 1994 –
Terlihat pada Tabel 2 bahwa produksi gula sempat menurun pada Tahun 1998 –
2003 dan meningkat kembali pada Tahun 2004. Namun, konsumsinya tetap
melebihi produksi yang dihasilkan. Ini menandakan masih belum cukupnya upaya
pemerintah dalam menggalakkan produksi gula.
Dalam pelaksanaannya, usahatani tebu memerlukan lahan yang luas. Untuk
memudahkan, maka dibentuklah kelompok-kelompok tani. Luas lahan setiap
kelompok biasanya antara 10 – 25 ha. Tiap kelompok merupakan gabungan
beberapa petani dengan luas antara 0,2 – 0,3 ha. Sekarang, kelompok-kelompok
tani tersebut tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI).
Ternyata program TRI yang diusahakan pemerintah belum dapat mencapai
sasaran secara mantap. Banyak masalah yang dihadapi, terutama dalam
lahan, biaya usaha tani, penerapan teknis budidayaa, tenaga kerja, sampai pada
masalah panen dan pasca panen (Tim Penulis PS, 1994).
Petani dengan lahan sempit dan pengairan yang baik, umumnya sangat berat
untuk merelakan lahannya ditanami tebu. Petani TRI kebanyakan memiliki modal
yang kecil dan lahan yang sempit sehingga mereka bertindak lebih selektif dalam
memilih pola usaha tani. Dalam membiayai usahatani tebu, pemerintah
memberikan kredit melalui BRI yang disalurkan lewat KUD setempat. Kredit
yang diharapkan dapat membantu petani dalam membiayai usahatani tebu ini
ternyata sukar dicairkan. Pihak KUD sendiri tidak sanggup mengatasi mengingat
terbatasnya dana yang ada. Masih berkaitan dengan masalah kredit, banyak petani
yang menyalahgunakan fasilitas kredit (Tim Penulis PS, 1994).
Penyuluhan dilakukan oleh mandor pabrik kepada ketua kelompok tani dan
selanjutnya meneruska kepada para petani. Namun, teknologi belum dapat diserap
secara sempurna oleh petani sehingga mengakibatkan rendahnya rendemen tebu.
Rendemen tebu yang tinggi menjadi idaman para petani tebu. Sebab, semakin
tinggi rendemen tebu, semakin tinggi pula pendapatan yang mereka peroleh. Pada
dasarnya, pendapatan petani tebu banyak ditentukan oleh tingkat produksi, harga
input, harga produksi dan sistem bagi hasil (Tim Penulis PS, 1994).
Dalam praktiknya, salah satu desa di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten
Deli Serdang yaitu Desa Bulu Cina, di desa ini usaha tani tebu dilakukan dengan
sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang terbagi atas TRI Mitra dan TRI
ini tidak ada lembaga-lembaga pelayanan seperti BRI, KUD ataupun penyuluh
yang membantu petani dalam mengelola usaha tani tebu dengan sistem TRI
kecuali Pabrik Gula sebagai jasa penggiling. Hal ini tidak sesuai dengan Program
TRI yang diusahakan pemerintah bahwa Program TRI dikelola dalam wadah
koordinasi Bimas dengan melibatkan lembaga-lembaga pelayanan seperti BRI,
KUD dan pabrik gula. Dari sini, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana
sebenarnya mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di desa
tersebut.
Untuk TRI Mitra dan TRI Murni, bibit dibeli dari PTPN II seharga Rp.
350/batang dengan kebutuhan per hektar 10.000 batang dan hasil panen digiling di
Pabrik Gula PTPN II Sei Semayang dengan pembagian hasil 35% untuk PTPN II
dan 65% untuk petani. Pendapatan petani per ton tebu bisa dihitung berdasarkan
jumlah gula yang dapat dihasilkan melalui penggilingan tebu dikali dengan harga
gula dan dipotong ongkos tebu angkut.
Hasil panen yang diperoleh TRI Mitra biasanya lebih tinggi dari TRI Murni
karena pada TRI Mitra hasil panen harus sesuai dengan ketentuan atau target yang
ditetapkan oleh pabrik. Jika tidak mencapai target, maka petani tidak diizinkan
lagi untuk menyewa lahan. Pada PC (Plant Cane) yaitu tanaman tebu sistem awal,
hasil TRI Mitra harus mencapai 65 ton/ha sedangkan hasil TRI Murni bergantung
pada perlakuan petani itu sendiri karena diusahakan di atas lahan sendiri dalam
pemeliharaan dan perawatannya. Biasanya hasil TRI Murni berkisar antara 50 –
60 ton/ha pada tanaman tebu sistem awal (Plant Cane). Dari hal ini, tentu ada
Mitra dan TRI Murni dan peneliti bermaksud untuk mengetahui berapa besar
perbedaan pendapatan masyarakat sistem TRI Mitra dengan sistem TRI Murni.
Saat ini, banyak petani tebu mulai enggan untuk menanam tebu dan beralih
menanam komoditi lain. Pendapatan yang rendah dibarengi dengan kewajiban
untuk membayar sewa lahan membuat petani merugi. Kondisi ini perlu dicari
jalan keluar dengan mengetahui apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang
serta ancaman untuk mempertahankan dan mengembangkan usaha tani tebu. Dari
hal tersebut, peneliti bermaksud untuk meneliti bagaimana strategi pengembangan
pengelolaan usaha tani tebu dengan sistem TRI Mitra dan sistem TRI Murni.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai analisis pengelolaan usaha tani tebu dengan
sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di Desa Bulu Cina dengan membahas
mekanisme pelaksanaan, besar pendapatan dan strategi pengembangan dari
pengelolaan usaha tani tebu tersebut.
1.2Identifikasi Masalah
1) Bagaimana mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di
daerah penelitian?
2) Berapa besar perbedaan pendapatan masyarakat Sistem TRI Mitra dengan
Sistem TRI Murni?
3) Bagaimana strategi pengembangan pengelolaan usaha tani tebu dengan
Sistem TRI Mitra?
1.3Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi
(TRI) di daerah penelitian.
2) Untuk mengetahui besar perbedaan pendapatan masyarakat Sistem TRI
Mitra dengan Sistem TRI Murni
3) Untuk menentukan strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu
dengan Sistem TRI Mitra
4) Untuk menentukan strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu
dengan Sistem TRI Murni
1.4Kegunaan Penelitian
1) Sebagai bahan informasi bagi petani tebu dalam mengembangkan usaha
taninya.
2) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dalam
membuat kebijakan untuk menangani permasalahan dan pengembangan
usahatani tebu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Tinjauan Sosial Ekonomi Tebu Nasional
Tanaman Tebu dalam bahasa latin (saccharum officinarum L) merupakan salah
satu bahan dasar (raw material) pembuatan gula. Tanaman tebu dapat tumbuh
dengan baik di daerah tropika, sub-tropika dan beriklim sedang. Di Indonesia
khususnya di Jawa, tanaman tebu diusahakan sebagai tanaman rakyat dan
perkebunan PTP/PTPN (Setyohadi, 2012).
Indonesia merupakan salah satu penghasil tebu terbesar di dunia. Perkebunan tebu
di Indonesia terdapat di Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Sebagian besar perkebunan tebu di
Indonesia berupa perkebunan rakyat yang jumlahnya mencapai 50%, 30%
dikelola oleh swasta dan 20% lagi oleh perkebunan negara. Perkebunan tebu
negara dikelola oleh PT. Perkebunan Negara (PTPN) II, VII, IX, X, XI, XIV.
Masing-masing PTPN memiliki sejumlah pabrik gula yang mengolah tebu
menjadi gula untuk didistribusikan ke masyarakat.
Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peranan dan
posisi penting dalam sektor industri pengolahan di Indonesia. Tanaman tebu
merupakan bahan baku untuk industri gula, dan tidak hanya menghasilkan gula
untuk masyarakat, tetapi juga gula sebagai bahan baku industri
lain-ikutannya mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan mampu menyerap
tenaga kerja begitu besar (Zafrullah, 2013).
Tanaman tebu (Saccharum officinarum) terkategori tanaman berserat yang
memiliki kandungan polisakarida yang cukup tinggi dan kandungan lignin yang
relatif rendah sehingga pemanfaatan terbesar saat ini adalah untuk industri gula.
Budidaya tebu merupakan upaya manusia untuk mengoptimalkan kondisi tanaman
tebu agar memperoleh sumberdaya alam yang dibutuhkannya, sehingga diperoleh
hasil panen yang maksimal, baik dilihat dari sisi produktivitas maupun
dari sisi kualitas (Arda, 2009).
Saat ini pemerintah sedang menggalakkan penanaman tebu untuk mengatasi
rendahnya produksi gula di Indonesia. Usaha pemerintah sangat wajar dan tidak
berlebihan mengingat Indonesia pernah mengalami masa kejayaan sebagai
pengekspor gula (Suwarto dan Octavianty, 2010).
2.1.2 Usahatani Tebu Dengan Sistem TRI
Program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), merupakan kebijaksanaan pemerintah
di bidang perindustrian gula tertuang dalam Inpres No. 9 tahun 1975. Program
TRI awalnya berkembang di pulau Jawa sekitar tahun 1975, dan mulai diterapkan
di Sumatera Utara sekitar tahun 1986, yaitu: di kabupaten Langkat dan meluas ke
kabupaten Deli Serdang sekitar tahun 1988 (Elizabeth, 2002).
Dalam program ini, pemerintah mengalihkan sistem penyewaan lahan petani
menjadi pengusahaan sendiri oleh petani di bawah bimbingan pabrik gula (PG)
dari para petaninya merupakan faktor utama yang penting dalam pengusahaan
pertanaman tebu rakyat, dimana tenaga kerja merupakan faktor produksi utama
pula bagi seorang petani dalam berusaha di bidang manapun.
Secara historis, program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) merupakan salah satu
kebijakan pemerintah di masa “Orde Baru”, yang berhubungan dengan
pembangunan di bidang perindustrian gula. Sebagai salah satu kebijakan
pemerintah, program TRI tertuang dalam Inpres No.9 tahun 1975, yang
mengalihkan sistem penyewaan lahan petani menjadi pengusahaan sendiri oleh
petani dengan pola intensifikasi dibawah bimbingan pabrik gula (PG) dan bantuan
kredit dari BRI, serta BULOG yang berperan untuk membeli dan menampung
seluruh produksi gula (Majalah Gula Indonesia, 1986).
Program TRI merupakan salah satu usaha untuk peningkatan produksi gula,
sebagai salah satu komoditas komersil dunia, dan meningkatkan pendapatan
petani tebu di Sumatera Utara yang dilaksanakan berdasarkan SK Menteri
Pertanian tahun 1989 , tentang Program Intensifikasi Pertanian dan SK Gubernur
Kepala Daerah Tk. I Sumatera Utara No. 520 tahun 1990, tentang Program
Intensifikasi Pertanian di Sumatera Utara.
Program TRI sangat besar pengaruhnya, yang menyebabkan: perubahan sosial
ekonomi petani tebu; perubahan sistem produksi, pemasaran, alokasi sumberdaya
dan kodal; serta kelembagaan yang menunjang undustri pergulaan. Perubahan
1) Terjadinya pemisahan antara sistem produksi dan subsistem pengolahan,
dimana kegiatan PG sangat tergantung pada tersedianya bahan baku tebu dari
produksi usahatani petani;
2) Pengusahaan pertanaman tebu skala besar oleh PG, dengan pola TRI
merupakan akumulasi usahatani skala kecil oleh petani, sehingga sangat
bergantung pada pilihan petani untuk tetap mempertahankan usahatani
tebunya;
3) Melibatkan banyak lembaga penunjang, dimana keberhasilan industri gula
tergantung pada efisiensi lembaga penunjang tersebut;
4) Terjadi perubahan pasar input, output dan modal di pedesaan didasari Inpres
No.9 tahun 1975 tersebut (Malian, 2004).
2.2 Landasan Teori
Program Bimas Intensifikasi Tebu Rakyat (TRI) adalah salah satu program
nasional yang dilaksanakan berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 1975, dan
merupakan suatu program inovasi untuk menerapkan teknologi dengan tujuan
meningkatkan dan memantapkan produksi gula sekaligus meningkatkan
kesejahteraan para petani melalui peningkatan pendapatan.
Pelaksanaan TRI ditempuh melalui peningkatan mutu intensifikasi (penerapan
teknologi anjuran) dengan sistem Bimas, dan telah dikembangkan sejak MTT.
1975/1976 sampai sekarang. Dalam penyelenggaraan TRI ini terdapat 2 unsur
pelaku utama yaitu petani yang terhimpun dalam suatu kelompok tani dan pabrik
pabrik gula dan pabrik gula sebagai pimpinan kerja para petani, sumber teknologi,
pembimbing teknis dan pengolah tebu hasil TRI.
Untuk dapat melaksanakan fungsinya kedua unsur pelaku utama tersebut perIu
mendapat dukungan dari unsur pelayanan (KUD) dan Bank pemberi kredit serta
dorongan dari unsur pengaturan dan pembinaan. Pelaksanan pertanaman tebu
dilapangan untuk tiap-tiap pabrik gula telah diatur wilayah kerja dan binaannya
masing-masing yang disesuaikan dengan kapasitas pabriknya dengan jumlah hari
giling yaitu maksimun 180 hari, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih
antara satu pabrik dengan pabrik lainnya dalam hal penyedian bahan baku.
Waktu dan jumlah tebangan harus disesuaikan dengan kapasitas pabrik diatur
sedemikian rupa agar pada waktu ditebang berada dalam keadaan rendemen
optimal (matang dan siap untuk langsung diolah dipabrik gula). Agar siap diolah
dalam keadaan MBS maka peranan manajemen/ pengaturan penebangan, dan
angkutan tebu cukup penting agar keadaan tersebut diatas yaitu tebu yang telah
ditebang dapat tiba di pabrik tepat waktu dan tepat jumlah sesuai dengan aturan
yang telah ditetapkan demikian pula agar tebu yang diangkut tersebut dapat tiba
ketujuannya (Sukarman, 1998).
Pelaksanaan TRI dilakukan berdasarkan fungsi kelembagaan yaitu terkait di
dalamnya: fungsi pelaksana meliputi petani TRI dan PG; fungsi pelayanan
meliputi KUD, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Balai Penyuluhan Pertanian
(BPP); fungsi pembinaan meliputi semua instansi yang terkait dalam koordinasi
Kepala Daerah Tingkat II/Ketua SATPEL BIMAS beserta para Kepala Wilayah
Pemerintahan bawahannya selaku ketua SATPEL BIMAS sampai dengan desa,
bertanggung jawab atas terlaksananya program TRI. Dalam hubungan ini para
Kepala Daerah/Kepala Wilayah harus mengusahakan: pengendalian pelaksanaan
sistim/tata tanam glebagan secara lebih mantap; mengembangkan KUD agar dapat
berfungsi dengan baik dalam pelaksanaan program TRI; terciptanya hubungan
kerjasama yang baik dan serasi antara PG, KUD, dan kelompok tani. Kepala
Daerah tingkat II/Ketua SATPEL BIMAS dengan memperhatikan pertimbangan
dari PG dan Kantor Departemen Koperasi menetapkan KUD mampu untuk
melaksanakan tugas penyediaan sarana produksi, penyaluran dan pengembalian
kredit TRI.
Pabrik Gula sebagai perusahaan pengelola mempunyai tanggung jawab
operasional dan bertindak sebagai pimpinan kerja pelaksana budidaya tanaman
tebu di wilayah kerjanya, serta bertanggung jawab dalam menyebarluaskan
informasi hasil penemuan baru (inovasi) yang berasal dari lembaga-lembaga
penelitian terutana dari BP3G, dibantu Cabang Dinas Perkebunan Daerah/Unit
Pelaksana Proyek (UPP) TRI serta wajib memberikan buku pedoman teknis
bercocok tanam tebu kepada semua kelompok tani di wilayah kerjanya. Sinder
Kebun Kepala/Sinder Kebun Wilayah wajib menyusun rencana kerja dan
pembiayaan pengelolaan kebun sesuai dengan buku kultur teknis di wilayahnya
sebagai pedoman bagi kelompok tani dalam mengusahakan tanaman tebunya.
Kelompok tani berdasarkan hamparan yang telah dibentuk dalam rangka sistim
tebu rakyat yang rasional. Masing-masing kelompok tani hamparan dipimpin oleh
seorang Ketua Kelompok Tani.
Koperasi Unit Desa (KUD) merupakan wadah kegiatan ekonomi yang melayani
masyarakat pedesaan sesuai dengan kemampuannya masing-masing,
melaksanakan fungsi penyediaan dan penyaluran sarana produksi seperti pupuk,
pestisida, dan lain-lain, fungsi penyaluran dan pengembalian kredit dari petani,
serta fungsi pemasaran hasil.
Pendapatan atau keuntungan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dan
semua biaya. Analisis pendapatan usaha tani dapat dipakai sebagai ukuran untuk
melihat apakah suatu usaha tani menguntungkan atau merugikan, sampai seberapa
besar keuntungan atau kerugian tersebut (Soekartawi, 2006).
Faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani adalah luas usahatani,
efisiensi kerja, dan efisiensi produksi. Luas usahatani yang sempit dapat
mengakibatkan produksi persatuan luas yang tinggi tidak dapat tercapai.
Sementara efisiensi kerja dan efisensi produksi yang tinggi meneyebabkan
pendapatan petani semakin tinggi (Makeham dan Malcolm, 1991).
Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara volume produksi yang diperoleh
dengan harga jual. Harga jual adalah harga transaksi antara petani (penghasil) dan
pembeli untuk setiap komoditas menurut satuan tempat. Satuan yang digunakan
seperti satuan yang lazim dipakai pembeli/penjual seperti partai besar, misalnya:
Pada dasarnya, pendapatan petani tebu banyak ditentukan oleh tingkat produksi,
harga input, harga produksi, dan sistem bagi hasil. Bila harga dan bagi hasil yang
telah ditentukan dapat menguntungkan petani tebu, maka tidak sia-sialah petani
yang telah mengorbankan banyak biaya dan tenaga. Adapun penentuan bagi hasil
dapat dilakukan berdasarkan pengukuran rendemen efektif (Tim Penulis PS,
1994).
Faktor produksi usahatani pada dasarnya adalah tanah dan alam sekitarnya, tenaga
kerja, modal, serta peralatan. Namun demikian, ada beberapa pendapat yang
memasukkan manajemen sebagai faktor produksi keempat walaupun tidak
langsung (Suratiyah, 2008).
Osburn dkk. (1978) menyatakan bahwa manajemen terdiri atas tiga hal yang
saling berkaitan, yaitu manajemen sebagai suatu pekerjaan, manajemen sebagai
sumber daya, dan manajemen sebagai prosedur. Jika manajemen sebagai suatu
pekerjaan maka petani harus dapat menjabarkan dan merealisasikan idea tau buah
pikirannya dalam mengelola usahataninya sehingga berhasil seperti yang dia
inginkan. Manajemen sebagai sumber daya juga sangat penting karena sangat
menentukan keberhasilan suatu usaha. Sebagai contoh, dua orang petani dengan
luas lahan dan kondisi yang sama, pada saat yang sama dapat diperoleh hasil yang
berbeda. Hal ini karena ditentukan oleh pengelolaan yang berbeda. Manajemen
atau pengelolaan yang baik dan benar akan memberikan hasil yang baik pula.
Proses kemasakan tebu merupakan proses yang berjalan dari ruas ke ruas. Tebu
yang sudah mencapai umur masak, keadaan kadar gula di sepanjang batang
dilakukan dengan cara ditebang. Usahakan agar tebu ditebang saat rendemen pada
posisi optimal, yaitu umur sekitar 10 bulan atau tergantung jenis tebu. Tebu yang
berumur 10 bulan akan mengandung saccharose 10%, sedangkan yang berumur
12 bulan bias mencapai 13% (Suwarto dan Octavianty, 2010).
Rendemen yang tinggi menjadi idaman setiap petani tebu. Hal itu berarti
pendapatan bersih mereka menjadi lebih tinggi. Rendemen tebu adalah kadar
kandungan gula di dalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Apabila
tanaman tebu memiliki rendemen 10%, berarti dari setiap 1 ku tebu atau 100 kg
tebu yang digiling akan dihasilkan gula seberat 10 kg. Perhitungan tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut.
Rendemen = Sejumlah gula yang dihasilkan x 100%
Sejumlah tebu yang digiling
Secara umum biaya merupakan pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen
dalam mengelola usaha taninya untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Menurut Makeham dan Malcolm (1991: 93), biaya produksi merupakan jumlah
dari dua komponen: (i) biaya tetap, yang tidak langsung berkaitan dengan jumlah
tanaman yang dihasilkan di atas lahan (biaya ini harus dibayar apakah
menghasilkan sesuatu atau tidak). Menurut Hernanto (1991: 179), biaya yang
tergolong dalam kelompok ini antara lain: pajak tanah, pajak air, penyusutan alat
dan bangunan pertanian, pemeliharaan kerbau, pemeliharaan pompa air, traktor
dan lain sebagainya. Total biaya produksi adalah total biaya tidak tetap ditambah
yang tergolong dalam kelompok ini antara lain: biaya untuk pupuk, bibit, obat
pembasmi hama dan penyakit, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya
pengolahan tanah baik yang merupakan kontrak maupun upah harian, dan sewa
tanah.
Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunity, Threats) adalah metode
perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (Strengths),
kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam
suatu proyek atau spekulasi bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang
spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.
Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai
hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam
gambar matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths)
mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang
ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah
keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, selanjutnya
bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada,
dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang
mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah
ancaman baru (http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT).
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai petani tebu yang melakukan kontrak dan yang
menyatakan bahwa biaya transaksi tertinggi berada pada petani yang tidak
memiliki kontrak dengan pihak pabrik gula.
Sutrisno (2009) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa penerimaan petani
tebu di PG Mojo, Sragen dipengaruhi oleh kultur teknik, varietas tebu, pupuk,
rendemen, dan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan usahatani tebu. Variabel
yang paling mempengaruhi penerimaan petani adalah rendemen tebu.
2.4 Kerangka Pemikiran
Program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) adalah salah satu program nasional yang
dilaksanakan berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 1975, yang merupakan salah
satu usaha untuk peningkatan produksi gula dan meningkatkan pendapatan petani
tebu. Pelaksanaan TRI dilakukan berdasarkan fungsi kelembagaan yaitu terkait di
dalamnya: fungsi pelaksana meliputi petani TRI dan PG; fungsi pelayanan
meliputi KUD, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Balai Penyuluhan Pertanian
(BPP). Namun, dalam praktiknya fungsi kelembagaan ini tidak berjalan
sebagaimana mestinya, tidak ada lembaga-lembaga pelayanan seperti BRI, KUD
ataupun penyuluh yang membantu petani dalam mengelola usaha tani tebu kecuali
Pabrik Gula sebagai jasa penggiling. Maka, dalam penelitian ini akan dilihat
bagaimana sebenarnya mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).
Usaha tani tebu yang dilaksanakan dengan sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI)
terbagi atas TRI Mitra dan TRI Murni. TRI Mitra diusahakan di atas lahan PTPN
sedangkan TRI Murni diusahakan di atas lahan sendiri. Pada dasarnya,
berdasarkan pengukuran rendemen. Rendemen yang tinggi menjadi idaman setiap
petani tebu. Hal itu berarti pendapatan bersih mereka menjadi lebih tinggi. Dalam
praktiknya, tingkat produksi yang diperoleh TRI Mitra lebih tinggi dari TRI
Murni karena pada TRI Mitra hasil panen dan rendemen harus sesuai dengan
ketentuan atau target yang ditetapkan oleh pabrik sedangkan pada TRI Murni
bergantung pada perlakuan petani itu sendiri. Adanya perbedaan hasil usaha tani
tebu antara TRI Mitra dengan TRI Murni menghasilkan pendapatan yang berbeda.
Pendapatan dihitung dengan selisih antara penerimaan dan pengeluaran dimana
penerimaan diperoleh dari hasil perkalian penjualan dengan harga yang berlaku
dan pengeluaran merupakan total biaya.
Pendapatan yang rendah dibarengi dengan kewajiban untuk membayar sewa lahan
membuat petani merugi, begitu juga dengan perbedaan pendapatan yang terjadi.
Kondisi ini perlu dicari jalan keluar atau strategi dengan mengetahui apa yang
menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman untuk mempertahankan dan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
= menyatakan hubungan TRI
Mekanisme Pelaksanaan
TRI Murni TRI Mitra
Pendapatan Pendapatan
Besar Perbedaan Pendapatan
Analisis SWOT
Strategi
Tingkat Produksi Tingkat
Produksi
Rendemen Rendemen
Penerimaan Penerimaan
Harga Jual Harga Jual
Biaya Produksi Biaya
Produksi
2.5Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang dibuat, maka hipotesis penelitian ini dibuat
sebagai berikut:
1) Pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Mitra lebih tinggi daripada
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bulu Cina, Kecamatan Hamparan Perak,
Kabupaten Deli Serdang. Daerah penelitian ditetapkan secara purposive yaitu
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan
penelitian (Singarimbun, 1989). Adapun pertimbangan penetapannya adalah
daerah yang diteliti merupakan salah satu daerah yang mengelola usaha tani tebu
dengan sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di wilayah Sumatera Utara.
3.2 Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah petani Tebu Rakyat Intensifikasi di Desa
Bulu Cina yang berjumlah 159 Petani yang tergabung dalam 5 kelompok tani.
Populasi penelitian ini terbagi atas 2 komponen atau sub populasi yaitu populasi
petani TRI Mitra dan petani TRI Murni. Salah satu cara untuk menentukan
besarnya sampel dalam suatu penelitian agar data representatif adalah dengan
menggunakan tingkat kesalahan baku yang disesuaikan dengan tingkat
kemampuan tenaga dan waktu yang tersedia, dalam penelitian ini tingkat presisi
yang digunakan sebesar 10%, menurut Rakhmat (1998) untuk mengetahui jumlah
sampel yang akan diambil digunakan rumus sebagai berikut :
n = N N(d)2 + 1
Keterangan:
n = ukuran sampel
N = jumlah seluruh populasi d2 = tingkat presisi 10%
Dengan demikian jumlah sampel yang diambil adalah 60 petani
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Purposive Sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2011: 68). Adapun dalam penelitian ini sampel yang diambil
berdasarkan pertimbangan peneliti bahwa populasi terbagi atas petani TRI Mitra
dan petani TRI Murni. Maka dari jumlah sampel yang diambil sebanyak 60
petani, jumlah sampel untuk TRI Mitra sebanyak 30 petani dan jumlah sampel
untuk TRI Murni sebanyak 30 petani.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sumber primer dan sumber
sekunder. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petani
berdasarkan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disiapkan sebelumnya,
sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga terkait dengan
substansi penelitian, seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi lainnya yang
3.4 Metode Analisis Data
Untuk tujuan penelitian (1), yaitu mengetahui mekanisme pelaksanaan Tebu
Rakyat Intensifikasi (TRI) di daerah penelitian dianalisis secara deskriptif dengan
mengumpulkan informasi dan wawancara langsung dengan petani.
Untuk tujuan penelitian (2), yaitu mengetahui besar perbedaan pendapatan
masyarakat sistem TRI Mitra dengan sistem TRI Murni dianalisis dengan
menghitung selisih antara pendapatan petani TRI Mitra dengan pendapatan petani
TRI Murni. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan seluruh
biaya dengan rumus:
I = R – TC Keterangan:
I = Pendapatan R = Penerimaan (Rp) TC = Biaya Total (Rp)
(Soekartawi, 2006).
Penerimaan merupakan perkalian antara volume produksi yang diperoleh dengan
harga jual dihitung dengan rumus:
R = Y. Py Keterangan:
R = Penerimaan (Rp) Y = Jumlah Produksi (Kg) Py = Harga (Rp/Kg)
(Soekartawi, 2006).
Biaya Total dihitung dengan rumus:
Keterangan:
TC = Biaya Total (Rp) FC = Biaya Tetap (Rp)
VC = Baiaya Tidak Tetap (Rp)
(Sudarsono, 1995).
Selanjutnya untuk membandingkan pendapatan masyarakat sistem TRI Mitra
dengan sistem TRI Murni digunakan uji non parametris (Kolmogorov Smirnov
Test). Uji ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan
antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan. Jika ada perbedaan, apakah
perbedaan tersebut bermakna secara statistik atau tidak.
Kriteria pengujian sebagai berikut:
1) Apabila nilai signifikansi < taraf nyata (0,05) maka Ho ditolak, dan Ha
diterima artinya pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Mitra lebih
tinggi daripada pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Murni.
2) Apabila nilai signifikansi > taraf nyata (0,05) maka Ho diterima dan Ha
ditolak, artinya pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Mitra sama
dengan pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Murni.
Untuk melihat tingkat kelayakan usaha tani tebu dengan sistem TRI Mitra dan
Murni ini maka digunakan Return Cost Ratio atau R/C ratio. R/C ratio yaitu
perbandingan antara penerimaan dengan total biaya per usahatani. Suatu usaha
tani dikatakan layak jika R/C >1 (Suratiyah, 2008).
Untuk tujuan penelitian (3) dan (4), yaitu menentukan strategi pengembangan
pengelolaan usaha tani tebu dengan sistem TRI Mitra dan sistem TRI Murni
berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Matriks ini
menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi usaha
tani disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimilikinya untuk
mendapatkan alternatif-alternatif strategi yang mungkin diterapkan. Melalui
Matriks SWOT akan dihasilkan empat tipe strategi yaitu Strategi SO
(menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal), Strategi
WO (memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal), Strategi
ST (menggunakan kekuatan organisasi untuk menghindari atau mengurangi
dampak ancaman eksternal), serta Strategi WT (mengurangi kelemahan internal
dan menghindari ancaman eksternal (David, 2002).
Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini
5. Mencocokkan kekuatan internal dan peluang eksternal dan mencatat hasilnya
dalam strategi SO
6. Mencocokkan kelemahan internal dan peluang eksternal mencatat hasilnya
dalam strategi WO
7. Mencocokkan kekuatan internal dan ancaman eksternal dan mencatat hasilnya
dalam strategi ST
8. Mencocokkan kelemahan internal dan ancaman eksternal dan mencatat
hasilnya dalam strategi WT
3.5 Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghidari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran penelitian
ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:
3.5.1 Definisi
1) Petani adalah petani yang melakukan usaha tani tebu di Desa Bulu Cina.
2) Tebu Rakyat Intensifikasi adalah langkah-langkah yang bertujuan untuk
mengalihkan pengusahaan tanaman tebu untuk produksi gula di atas tanah
sewa, ke arah tanaman tebu tanpa mengabaikan upaya peningkatan tanaman
tebu rakyat tersebut.
3) TRI Mitra adalah usaha tani tebu di atas lahan sewa milik PTPN.
4) TRI Murni adalah usaha tani tebu di atas lahan sendiri.
5) Pendapatan adalah penerimaan dikurangi biaya total.
6) Penerimaan merupakan hasil produksi dikali harga jual.
7) Rendemen adalah kadar kandungan gula yang dihasilkan dari penggilingan
8) Biaya total adalah penjumlahan total biaya tetap dan biaya variabel.
9) SWOT merupakan salah satu alat analisis manajemen yang digunakan untuk
mensistematisasikan masalah dan menyusun pilihan-pilihan strategi.
10)Kekuatan (Strength) internal adalah segala kekuatan yang berhubungan
dengan proses pengembangan kegiatan usaha tani dan dapat dikontrol oleh
petani.
11)Kelemahan (Weakness) internal adalah segala kelemahan yang berhubungan
dengan proses pengembangan kegiatan usaha tani dan dapat dikontrol oleh
petani.
12)Peluang (Opportunity) eksternal adalah segala peluang yang berhubungan
dengan proses pengembangan kegiatan usaha tani dan tidak dapat dikontrol
oleh petani.
13)Ancaman (Threath) eksternal adalah segala ancaman yang berhubungan
dengan kegiatan usaha tani dan tidak dapat dikontrol oleh petani.
14)Strategi Pengembangan adalah tindakan atau langkah-langkah yang dapat
digunakan untuk mengelola dan mengembangakan usaha tani tebu secara
tepat.
3.5.2 Batasan Operasional
1) Penelitian ini dilakukan di Desa Bulu Cina, Kecamatan Hamparan Perak,
Kabupaten Deli Serdang.
2) Sampel dalam penelitian ini adalah petani TRI Mitra dan petani TRI Murni di
Desa Bulu Cina.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bulu Cina, Kecamatan Hamparan Perak,
Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Secara geografis, Bulu Cina tergolong
daerah yang terletak di kawasan pesisir timur sumatera dengan jarak hanya ± 25
km dari Pelabuhan Belawan dan ± 30 km dari pusat kota Medan. Luas Desa Bulu
Cina yaitu seluas 3.686 Ha dengan ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut.
Desa Bulu Cina terdiri dari 22 Dusun dengan jumlah penduduk sebanyak 13.456
jiwa yang terdiri dari 6.641 laki-laki dan 6.815 perempuan.
4.1.1 Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan daerah penelitian menurut fungsinya terdiri dari perkebunan,
perumahan, pemakaman dan persawahan/pertanian. Secara rinci dapat dilihat pada
table berikut:
Tabel 4. Tata Guna Lahan Daerah Penelitian Tahun 2014
No. Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Perkebunan 2.937 79,68
2 Perumahan 72 1,95
3 Pemakaman 2 0,05
4 Persawahan/Pertanian 675 18,32
Jumlah 3.686 100
Sumber: Data Monografi Desa Bulu Cina 2014
Dari Tabel 4 dapat dikemukakan bahwa penggunaan lahan di daerah penelitian
sebesar 79,68%, untuk persawahan/pertanian seluas 675 Ha dengan persentase
18,32%, untuk perumahan seluas 72 Ha dengan persentase 1,95% dan untuk
pemakaman seluas 2 Ha dengan persentase 0,05%.
4.1.2 Kondisi Batas Wilayah
Desa Bulu Cina memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah Utara : Desa Kota Rantang dan Desa Kota Datar
• Sebelah Selatan : Desa Paya Bakung
• Sebelah Timur : Desa Sialang Muda dan Desa Klambir
• Sebelah Barat : Desa Tandem Hilir I dan Desa Tandem Hulu I
4.1.3 Rona Sosial Ekonomi dan Budaya
Wilayah Bulu Cina dahulunya merupakan wilayah perkebunan Tembakau sejak
masa kolonial Belanda dan resmi menjadi Desa Bulu Cina sekitar tahun 1949,
namun pada saat itu bukan menggunakan nama Desa Bulu Cina melainkan
Kampung Buluh Cina. Baru sekitar tahun 1972 mulai menggunakan nama Desa
Bulu Cina.
Sebesar 65,3% dari jumlah penduduk Desa Bulu Cina merupakan penduduk
angkatan kerja di Desa Bulu Cina dengan mata pencaharian yang cukup beragam
yaitu karyawan swasta, pegawai negeri, perawat kesehatan, wiraswasta, petani,
Tabel 5. Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian
No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase
1. Karyawan Swasta 4132 47 %
2. Pegawai Negeri 130 1,48 %
3. Perawat Kesehatan 10 0,11 %
4. Wiraswasta 45 0,51 %
5. Petani 365 4,15 %
6. Buruh Tani 176 2 %
7. Karyawan Musiman 3930 44,72 %
Jumlah 8788 100 %
Sumber: Data Desa Bulu Cina 2014
Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Bulu Cina bekerja
sebagai karyawan swasta dan karyawan musiman dengan persentase sebesar 47%
dan 44, 72%, selain itu mata pencaharian yang lain adalah petani sebesar 4,15%,
buruh tani sebesar 2%, pegawai negeri sebesar 1,48%, wiraswasta sebesar 0,51%
dan perawat kesehatan sebesar 0,11 %. Sebagian besar penduduk di Desa Bulu
Cina merupakan penduduk etnis Jawa dan Batak.
4.1.4 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang ada di Desa Bulu Cina tersedia cukup baik, seperti
prasarana pendidikan formal, prasarana kesehatan dan sarana ibadah. Prasarana
pendidikan formal yang terdiri dari Taman Kanak-Kanak (TK) sebanyak 3 unit,
Sekolah Dasar (SD) sebanyak 7 unit, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
sebanyak 4 unit, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 2 unit dan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 1 unit. Prasarana kesehatan terdiri dari
Klinik sebanyak 6 unit dan Puskesmas Pembantu sebanyak 1 unit. Sarana ibadah
sebanyak 2 unit. Namun kondisi jalan di Desa Bulu Cina ini masih kurang baik,
masih banyak jalan yang rusak dan belum diaspal karena sering dilewati oleh
truk-truk pengangkut.
4.1.5 Pola Penggunaan Lahan
Berdasarkan tata guna lahan, lahan di Desa Bulu Cina merupakan lahan dengan
pola perkebunan, pertanian lahan basah, dan pemukiman penduduk. Perkebunan
terbagi atas perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Pertanian lahan basah
menggunakan lahan dengan sumber air irigasi dan air hujan. Pemukiman
penduduk terdiri dari perumahan dengan berbagai sarana dan prasarana.
4.2 Karakteristik Petani Sampel
Petani sampel yang dimaksud adalah petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang
melakukan usaha tani tebu dengan menggunakan lahan sendiri (TRI Murni) dan
yang menyewa lahan perkebunan (TRI Mitra) yang ada di Desa Bulu Cina,
Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.
4.2.1 Karakteristik Sosial
Karakteristik sosial dari petani sampel yang dimaksud adalah petani sampel yang
merupakan petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), baik TRI Mitra dan TRI
Murni yang tergabung dalam kelompok tani di bawah naungan APTRI (Asosiasi
Petani Tebu Rakyat Indonesia). Petani TRI pada penelitian ini sebagian
merupakan penduduk etnis Jawa dan Batak. Rata-rata petani Tebu Rakyat
Intensifikasi (TRI) Murni menempuh pendidikan selama 9 tahun dengan range 6 –
Intensifikasi (TRI) Mitra juga menempuh pendidikan rata-rata selama 9 tahun
dengan range 6 – 13 tahun yaitu dari Sekolah Dasar sampai Diploma 1.
4.2.2 Kondisi Ekonomi
Kondisi Ekonomi pada petani sampel dalam penelitian ini tergolong rendah
hingga cukup karena kebanyakan mata pencaharian petani sampel selain sebagai
petani TRI adalah sebagai karyawan lepas, pensiunan karyawan, karyawan
perekebunan, pegawai BUMN, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan wiraswasta.
Rata-rata kepemilikan lahan, dominan pada lahan sewa daripada lahan pribadi karena
luas lahan sewa yang lebih besar daripada lahan pribadi.
4.2.3 Kondisi Rona Budaya
Petani sampel dalam penelitian ini merupakan penduduk etnis jawa dan batak
dimana asal usul dari berdirinya kampung bulu cina berhubungan dengan si Raja
Batak Sisingamangaraja. Diketahui bahwa sang pembuka lahan dan pendiri
Kampung Bulu Cina adalah salah satu keturunan Sisingamangaraja lebih tepatnya
generasi ke 6 dari Sisingamangaraja. Pada akhir abad 18 hingga awal abad 19,
wilayah Bulu Cina merupakan daerah perkebunan lada yang sangat terkenal.
Semenjak kekuasaan Deli ditaklukan oleh Belanda, Belanda mendirikan
perusahaan-perusahaan tembakau kecil di wilayah Bulu Cina. Hingga saat ini
aktifitas perkembunan tembakau masih terus berjalan, hanya saja kualitasnya
tidak sebaik pada zaman kolonial dahulu.
4.2.4 Karakteristik Usahatani Sampel
Karakteristik usahatani sampel yang dimaksud adalah usahatani tebu dengan
yang disebut TRI Murni dan diusahakan di atas lahan sewa yang disebut TRI
Mitra dengan produksi dari usahatani sampel adalah adalah produksi gula kristal
dari hasil panen tebu dengan produktivitas minimal 65 ton/ha untuk usahatani
tebu dengan sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra dan minimal 50 ton/ha
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Mekanisme Pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI)
Sebelum adanya Program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), dahulunya pabrik gula
menyewa lahan milik petani untuk menanam tebu dan petani hanya mendapatkan
hasil penerimaan dari sewa lahan tanpa memperhitungkan hasil produksi yang
didapat dari lahan yang disewakannya. Tentunya hal ini membuat petani tebu
tidak berkembang dalam mengolah usahataninya. Berdasarkan hal tersebut, maka
diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 1975 yang kemudian melahirkan
sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang menempatkan petani sebagai
produsen tebu utama dan pabrik gula sebagai perusahaan pembimbing yang
sekaligus menjadi mitra usaha petani tebu.
Pelaksanaan TRI diatur dalam fungsi mekanisme yang ada pada SK Mentan No
08/1994 yaitu:
Petani dan PG Gula dengan fungsi pelaksana
KUD dengan dukungan Bank Pemberi Kredit dengan fungsi pelayanan dan
Fungsi pengaturan dan Pembina dilakukan oleh instansi dan lembaga sektoral
yang berperan dalam pengaturan dan pembinaan program TRI.
5.1.1 Pola Manajemen
Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi sudah dilaksanakan di daerah penelitian lebih
dari 20 tahun yaitu sejak berdirinya pabrik gula pada tahun 1982. Sistem Tebu
Rakyat Intensifikasi di daerah penelitian terdiri dari Sistem Tebu Rakyat
Hasil panen dari usaha tani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) diangkut ke pabrik
gula untuk diolah menjadi gula. Gula yang diterima petani merupakan hasil
perhitungan hubungan bagi hasil antara petani TRI dan pabrik gula, yaitu 65%
untuk petani dan 35% untuk panrik gula. Bagi hasil ini didasarkan pada rendemen
yang dicapai. Rendemen adalah kadar gula yang terkandung di dalam tebu.
Dengan porsi tersebut, semakin besar rendemen maka semakin besar pula gula
yang diperoleh petani maupun Pabrik Gula dari setiap ton tebu. Bagi hasil tersebut
dirumuskan sebagai berikut.
Produksi Gula = Rendemen x Produksi Tebu yang digiling 100
Pabrik Gula = 35% x Produksi Gula yang dihasilkan
Petani = 65% x Produksi Gula yang dihasilkan
5.1.2 Teknis Pelaksanaan
Dalam hal pembudidayaannya, umumnya pola tanam Tebu Rakyat Intensifikasi
Mitra dan Tebu Rakyat Intensifikasi Murni sama yaitu Pola tanam Plant Cane
(PC) dan Ratoon. Plant Cane (PC) adalah pelaksanaan budidaya tanaman tebu
giling yang dilakukan pada lahan bukaan baru. Ratoon adalah penumbuhan
kembali tebu sisa tebang setelah penebangan plant cane.
Penanaman plant cane dilakukan pada lahan yang baru dibuka dan lahan tebu
yang sudah dua kali ratoon atau tiga kali tebang. Satu petak lahan biasanya
dilakukan dua kali ratoon dalam tiga periode tebang dan satu kali plant cane.
Namun, pola ini bisa saja berubah tergantung pada kualitas tebu yang dihasilkan.