• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di Desa Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di Desa Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGELOLAAN USAHATANI TEBU DENGAN

SISTEM TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI (TRI)

DI DESA BULU CINA KECAMATAN HAMPARAN PERAK

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

OLEH :

TARISA HANJANI 100304086 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANALISIS PENGELOLAAN USAHATANI TEBU DENGAN

SISTEM TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI (TRI)

DI DESA BULU CINA KECAMATAN HAMPARAN PERAK

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

OLEH: TARISA HANJANI

100304086 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Luhut Sihombing, M.P.) (Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si.) NIP. 196510081992031001 NIP. 196509261993031002

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ABSTRAK

Tarisa Hanjani (100304086) dengan judul skripsi “Analisis Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di Desa Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang”. Penelitian ini dilakukan pada bulan November – Desember 2014. Dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di daerah penelitian, untuk mengetahui besar perbedaan pendapatan masyarakat Sistem TRI Mitra dengan Sistem TRI Murni, untuk menentukan strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan Sistem TRI Mitra dan untuk menentukan strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan Sistem TRI Murni.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di daerah penelitian dilaksanakan dengan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi Mitra dan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi Murni dengan pola tanam yang sama yaitu pola tanam Plant Cane (PC) dan Ratoon dan hasil produksi usaha tani tebu petani TRI diolah menjadi gula dengan bantuan Pabrik Gula berupa hubungan bagi hasil antara petani dengan pabrik gula yaitu, 65% untuk petani dan 35% untuk Pabrik Gula. Perbedaan pendapatan masyarakat Sistem TRI Mitra dengan Sistem TRI Murni adalah sebesar Rp. 492.651.000 dimana pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Mitra lebih tinggi daripada pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Murni setelah diuji dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov Test. Strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan sistem TRI Mitra dapat diterapkan dengan strategi S-O (Strengths-Opportunities) yaitu menggunakan varietas tebu yang unggul untuk meningkatkan rendemen dan produksi tebu serta melibatkan kelompok tani untuk meningkatkan kerja sama dengan Pabrik Gula dalam mengolah tebu menjadi gula. Strategi pengembangan pengelolaan usaha tani tebu dengan sistem TRI Murni dapat diterapkan dengan strategi S-O (Strengths-Opportunities) yaitu memanfaatkan lahan milik sendiri secara optimal untuk memaksimalkan produksi sehingga meningkatkan penerimaan dari sistem bagi hasil yang menguntungkan.

(4)

RIWAYAT HIDUP

TARISA HANJANI lahir di Kota Medan pada tanggal 4 Februari 1992 anak dari

Bapak Azhari Ramli dan Ibu Sri Haryati, S.E. Penulis merupakan anak pertama

dari dua bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1998 masuk SD Percobaan Negeri Medan dan lulus pada tahun 2004.

2. Tahun 2004 masuk SMP Harapan 2 Medan dan lulus pada tahun 2007.

3. Tahun 2007 masuk SMA Sutomo 1 Medan dan lulus pada tahun 2010.

4. Tahun 2010 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SNMPTN).

Kegiatan yang pernah diikuti Penulis selama kuliah adalah :

1. Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Buluh Duri, Kecamatan

Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan Juli – Agustus 2013.

2. Melakukan penelitian skripsi di Desa Bulu Cina, Kecamatan Hamparan

Perak, Kabupaten Deli Serdang pada bulan November – Desember 2014.

3. Mengikuti organisasi kemahasiswaan IMASEP (Ikatan Mahasiswa Sosial

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Judul

skripsi ini adalah “Analisis Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem Tebu

Rakyat Intensifikasi (TRI) di Desa Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak

Kabupaten Deli Serdang” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat

menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana pada Program Studi

Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P. selaku ketua komisi pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, memberikan masukan

dan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang

telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada

penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S. dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. selaku

Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Agribisnis yang telah membekali ilmu

pengetahuan kepada penulis selama masa pendidikan di Fakultas Pertanian

(6)

5. Seluruh Staf Akademik dan Pegawai Tata Usaha Departemen Agribisnis,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah membantu seluruh

proses administrasi perkuliahan.

6. Bapak Heri Sucahyo S.Pd. selaku Kepala Desa Bulu Cina dan Bapak Wandi

selaku Ketua Kelompok Tani di Desa Bulu Cina yang telah membantu penulis

dalam memperoleh data dan informasi selama penyelesaian skripsi ini.

7. Ayahanda Azhari Ramli dan Ibunda Sri Haryati, S.E. serta Adinda Meutia

Jasmine yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan, dan motivasi

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Teman-teman khususnya Irsa Izriyani, Syilvi Haryanti, Sekar Suryani,

Constantin Panggabean, Richard Saragih, Kurnia Rinanda, Imelda Sebastiani,

Devina Marbun, Roni Sinaga, Samir Yasif dan Muhammad Khaliqi yang telah

memberikan bantuan, motivasi dan semangat kepada penulis selama

penyelesaian skripsi ini serta seluruh teman-teman agribisnis angkatan 2010

yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis

menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan

skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

kita semua. Terima Kasih

Medan, Agustus 2015

(7)

DAFTAR ISI

2.1.1 Tinjauan Sosial Ekonomi Tebu Nasional ... 11

2.1.2 Usahatani Tebu dengan Sistem TRI ... 12

2.2 Landasan Teori ... 14

2.3 Penelitian Terdahulu ... 20

2.4 Kerangka Pemikiran ... 21

2.5 Hipotesis Penelitian ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 25

3.2 Metode Pengambilan Sampel ... 25

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 26

3.4 Metode Analisis Data ... 27

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 30

3.5.1 Definisi ... 30

(8)

BAB 1V DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

5.1 Mekanisme Pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) ... 38

5.1.1 Pola Manajemen ... 38

5.3.1 Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra ... 52

5.3.2 Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Murni ... 61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

6.1 Kesimpulan ... 69

6.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan Hal

1 Luas Areal dan Produksi Gula Tebu di Indonesia Tahun 1930 –

November 1990 5

2 Luas Areal dan Produksi Gula Tebu di Indonesia Tahun 1994 – 2004 6

3 Matrik SWOT 29

4 Tata Guna Lahan Daerah Penelitian Tahun 2014 32

5 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian 34

6 Rekapitulasi Perbedaan TRI Mitra dengan TRI Murni 46

7 Komponen Biaya Tidak Tetap Usahatani Tebu dalam Sistem Tebu

Rakyat Intensifikasi (TRI) 47

8 Komponen Biaya Tetap Usahatani Tebu dalam Sistem Tebu Rakyat

Intensifikasi (TRI) 48

9 Biaya Total Usahatani Tebu dalam Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi

(TRI) 48

10 Produksi Gula Usahatani Tebu dalam Sistem Tebu Rakyat

Intensifikasi (TRI) 49

11 Pendapatan Usahatani Tebu dalam Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi

(TRI) 50

12 R/C Ratio Usahatani Tebu dalam Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi

(TRI) 52

13 Evaluasi Faktor Internal Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi Mitra 54

14 Evaluasi Faktor Eksternal Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi Mitra 55

15 Gabungan Matriks Faktor Strategi Internal dan Matriks Strategi Eksternal Pengembangan Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem

Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra 56

16 Matriks SWOT Pengembangan Pengelolaan Usahatani Tebu dengan

(10)

18 Evaluasi Faktor Eksternal Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi Murni 63

19 Gabungan Matriks Faktor Strategi Internal dan Matriks Strategi Eksternal Pengembangan Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem

Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Murni 64

20 Matriks SWOT Pengembangan Pengelolaan Usahatani Tebu dengan

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Hal

1 Kerangka Pemikiran 23

2 Matriks Posisi SWOT Pengembangan Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra 57

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Keterangan

1 Karakteristik Petani Tebu Rakyat Intensifikasi Mitra

2 Karakteristik Petani Tebu Rakyat Intensifikasi Murni

3 Biaya Sarana dan Produksi Tebu Rakyat Intensifikasi Mitra

4 Biaya Sarana dan Produksi Tebu Rakyat Intensifikasi Murni

5 Biaya Tenaga Kerja Usahatani Tebu dalam Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra

6 Biaya Tenaga Kerja Usahatani Tebu dalam Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Murni

7 Biaya Tebang Angkut Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra dan Murni

8 Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra

9 Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Murni

10 Biaya Sewa Lahan Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra

11 Produksi Gula Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra dan Murni

12 Penerimaan Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra dan Murni

13 Biaya Total Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra

14 Biaya Total Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Murni

15 Pendapatan Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra dan Murni

16 Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

(13)

18 Rating Faktor Internal Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra

19 Rating Faktor Eksternal Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra

20 Rating Faktor Internal Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Murni

(14)

ABSTRAK

Tarisa Hanjani (100304086) dengan judul skripsi “Analisis Pengelolaan Usahatani Tebu dengan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di Desa Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang”. Penelitian ini dilakukan pada bulan November – Desember 2014. Dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di daerah penelitian, untuk mengetahui besar perbedaan pendapatan masyarakat Sistem TRI Mitra dengan Sistem TRI Murni, untuk menentukan strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan Sistem TRI Mitra dan untuk menentukan strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan Sistem TRI Murni.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di daerah penelitian dilaksanakan dengan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi Mitra dan Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi Murni dengan pola tanam yang sama yaitu pola tanam Plant Cane (PC) dan Ratoon dan hasil produksi usaha tani tebu petani TRI diolah menjadi gula dengan bantuan Pabrik Gula berupa hubungan bagi hasil antara petani dengan pabrik gula yaitu, 65% untuk petani dan 35% untuk Pabrik Gula. Perbedaan pendapatan masyarakat Sistem TRI Mitra dengan Sistem TRI Murni adalah sebesar Rp. 492.651.000 dimana pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Mitra lebih tinggi daripada pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Murni setelah diuji dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov Test. Strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu dengan sistem TRI Mitra dapat diterapkan dengan strategi S-O (Strengths-Opportunities) yaitu menggunakan varietas tebu yang unggul untuk meningkatkan rendemen dan produksi tebu serta melibatkan kelompok tani untuk meningkatkan kerja sama dengan Pabrik Gula dalam mengolah tebu menjadi gula. Strategi pengembangan pengelolaan usaha tani tebu dengan sistem TRI Murni dapat diterapkan dengan strategi S-O (Strengths-Opportunities) yaitu memanfaatkan lahan milik sendiri secara optimal untuk memaksimalkan produksi sehingga meningkatkan penerimaan dari sistem bagi hasil yang menguntungkan.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk

dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki

luas wilayah yang begitu luas menjadikan Indonesia merupakan daerah yang

cocok untuk pengembangan tanaman perkebunan. Salah satu komoditas

perkebunan yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah tebu. Tanaman tebu

merupakan tanaman perkebunan semusim yang menghasilkan bahan pangan

pokok, yaitu gula. Gula diolah dari batang tebu hingga menjadi butiran gula pasir

yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula dan hanya

tumbuh di daerah tropis. Tebu memiliki usia panen kurang lebih satu tahun sejak

ditanam.

Awal mula penanaman tebu adalah pada Sistem Tanam Paksa, yang memberikan

keuntungan besar untuk kas Negara kolonial. Setelah Sistem Tanam Paksa

dihentikan, perkebunan tebu dilakukan oleh pengusaha-pengusaha swasta.

Perluasan perkebunan tebu tidak pernah melampaui Pulau Jawa. Jenis tanah dan

pola pertanian di Pulau Jawa lebih sesuai untuk penanaman tebu. Gairah

perekonomian kolonial sangat dipengaruhi oleh daya tarik dan keuntungan yang

diperoleh dari perkebunan tebu. Penanaman tebu mendorong pendirian pabrik

(16)

Daerah jantung perkebunan tebu yang tumbuh sejak tahun 1840-an dan

berkembang sampai abad berikutnya adalah daerah pesisir utara dari Cirebon

hingga Semarang, di sebelah selatan gunung Muria hingga Juwana, daerah

kerajaan (Vorstenlanden), Madiun, Kediri, Besuki, di sepanjang Probolinggo

hingga ke Malang melalui Pasuruan, dari Surabaya barat daya sampai ke

Jombang.

Saat Indonesia merdeka, tebu rakyat berkembang dengan sendirinya tanpa ada

campur tangan dari pemerintah. Namun, perkembangan kembali tebu rakyat juga

mengalami kendala. Modal yang cukup tinggi dibutuhkan dalam penanaman tebu

rakyat. Petani pun cukup kesulitan untuk memperoleh modal.

Perkembangan industri gula memberikan keuntungan yang besar untuk

pemiliknya dan memberikan pajak untuk pemerintah kolonial. Berkat keuntungan

dari perdagangan gula, beberapa kota di Pulau Jawa berkembang pesat, seperti

kota pelabuhan Semarang dan Surabaya, dan kota-kota lainnya. Industri gula

menyerap tenaga kerja yang banyak dari kalangan Eropa yang terampil dan

buruh-buruh pribumi. Melalui perkebunan tebu, masyarakat pulau Jawa mengenal upah

yang diberikan dalam bentuk alat pembayaran yang sah atau uang. Namun, arti

penting dari sumbangsih perkebunan dan pabrik gula adalah memberi contoh

tentang organisasi, kekuatan keuangan, kemajuan teknik, efisiensi dan laba yang

melahirkan kemajuan pesat dalam pertanian terhadap bidang usaha lainnya yang

kemudian berkembang pesat hingga melampaui perkembangan industri gula

(17)

Dari waktu ke waktu, industri gula selalu menghadapi berbagai masalah, sehingga

produksinya belum mampu mengimbangi besarnya permintaan masyarakat.

Meningkatnya konsumsi gula dari tahun ke tahun disebabkan oleh pertambahan

penduduk, peningkatan pendapatan penduduk, dan bertambahnya industri yang

memerlukan bahan baku berupa gula (Tim Penulis PS, 1994).

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan gula, selama ini negara kita

mengimpornya dari negara lain. Cara ini kurang tepat untuk memecahkan masalah

kekurangan gula. Cara terbaik untuk mengatasi hal ini adalah memantapkan

produksi gula dalam negeri. Upaya itu antara lain dengan pencanangan program

Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).

Pogram TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) merupakan program pemerintah untuk

mendorong kembali semangat petani tebu dalam meningkatkan produktivitas areal

tanam sehingga tercapai swasembada gula yang telah dicanangkan mulai tahun

2014. Program ini dilaksanakan untuk menjawab rendahnya produksi gula

nasional dibandingkan tingginya permintaan yang masih disiasati dengan impor

gula. Ketergantungan impor mengakibatkan Indonesia sebagai negara ke-3

pengimpor gula terbesar, setelah Rusia dan India. Padahal ketika tahun

1984-1985, Indonesia pernah mengalami masa swasembada gula. Waktu yang singkat

dan tidak berkelanjutan tersebut disebabkan karena Pabrik Gula (PG) tidak dapat

memenuhi kebutuhan penduduk yang terus meningkat, krisis ekonomi, dan

sebagainya (Wulanamigdala, 2013).

(18)

tanggal 22 April 1975 dikeluarkan Instruksi Presiden nomor 9 tahun 1975 (Inpres

9/1975) mengenai Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Yang dimaksud dengan

Intensifikasi Tebu Rakyat atau dikenal dengan TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi)

adalah pengertian menurut Inpres No 9 tahun 1975, yaitu “Langkah-langkah yang

bertujuan untuk mengalihkan pengusahaan tanaman tebu untuk produksi gula di

atas tanah sewa, ke arah tanaman tebu tanpa mengabaikan upaya peningkatan

tanaman tebu rakyat tersebut dilakukan sistem BIMAS secara bertahap”.

Menurut Inpres No 9/1975 tersebut pada dasarnya maksud yang terkandung antara

lain :

1. Menghasilkan pengusahaan tanaman tebu dari sistem sewa tanah oleh Pabrik

Gula menjadi Tebu Rakyat yang diusahakan petani di atas lahan/tanah milik

sendiri.

2. Meningkatkan produksi gula nasional dan pendapatan petani tebu melalui pola

TRI.

3. Mengusahakan Pabrik gula dalam fungsinya dan peranan sebagai Pimpinan

Kerja Operasional Lapangan (PKOL) guna melaksanakan alih teknologi

budidaya tebu petani kepada petani.

4. Mengikutsertakan KUD dan dibimbing untuk mengkoordinasikan petani TRI

agar produksi gula dan pendapatannya meningkat (Asnur, 1999).

Setelah TRI berjalan, perkembangan tebu semakin pesat. Tahun 1975 – 1980 luas

lahan tebu dari 104.777 ha menjadi 188.772 ha. Pada periode yang sama, produksi

(19)

Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Gula Tebu di Indonesian Tahun 1930 – November 1990

Tahun Luas areal (Ha) Rendemen (%) Hablur (Ku/Ha) Jumlah

Pabrik Rakyat Pabrik Rakyat Pabrik Rakyat Hablur (ton)

1930 196.592,0 - 11,32 - 147,9 - 2.907.098

Program TRI dikelola dalam wadah koordinasi Bimas dengan melibatkan

lembaga-lembaga pelayanan seperti BRI, KUD, dan pabrik gula. Dalam program

ini, BRI berperan sebagai pemberi kredit dan KUD sebagai penyalur kredit. Tugas

pabrik gula dalam program TRI meliputi penyediaan bibit tebu, pimpinan kerja,

memberikan bimbingan teknis di lapangan bagi para petani, serta pengolah tebu

(20)

Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Gula Tebu di Indonesia Tahun 1994 –

Terlihat pada Tabel 2 bahwa produksi gula sempat menurun pada Tahun 1998 –

2003 dan meningkat kembali pada Tahun 2004. Namun, konsumsinya tetap

melebihi produksi yang dihasilkan. Ini menandakan masih belum cukupnya upaya

pemerintah dalam menggalakkan produksi gula.

Dalam pelaksanaannya, usahatani tebu memerlukan lahan yang luas. Untuk

memudahkan, maka dibentuklah kelompok-kelompok tani. Luas lahan setiap

kelompok biasanya antara 10 – 25 ha. Tiap kelompok merupakan gabungan

beberapa petani dengan luas antara 0,2 – 0,3 ha. Sekarang, kelompok-kelompok

tani tersebut tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI).

Ternyata program TRI yang diusahakan pemerintah belum dapat mencapai

sasaran secara mantap. Banyak masalah yang dihadapi, terutama dalam

(21)

lahan, biaya usaha tani, penerapan teknis budidayaa, tenaga kerja, sampai pada

masalah panen dan pasca panen (Tim Penulis PS, 1994).

Petani dengan lahan sempit dan pengairan yang baik, umumnya sangat berat

untuk merelakan lahannya ditanami tebu. Petani TRI kebanyakan memiliki modal

yang kecil dan lahan yang sempit sehingga mereka bertindak lebih selektif dalam

memilih pola usaha tani. Dalam membiayai usahatani tebu, pemerintah

memberikan kredit melalui BRI yang disalurkan lewat KUD setempat. Kredit

yang diharapkan dapat membantu petani dalam membiayai usahatani tebu ini

ternyata sukar dicairkan. Pihak KUD sendiri tidak sanggup mengatasi mengingat

terbatasnya dana yang ada. Masih berkaitan dengan masalah kredit, banyak petani

yang menyalahgunakan fasilitas kredit (Tim Penulis PS, 1994).

Penyuluhan dilakukan oleh mandor pabrik kepada ketua kelompok tani dan

selanjutnya meneruska kepada para petani. Namun, teknologi belum dapat diserap

secara sempurna oleh petani sehingga mengakibatkan rendahnya rendemen tebu.

Rendemen tebu yang tinggi menjadi idaman para petani tebu. Sebab, semakin

tinggi rendemen tebu, semakin tinggi pula pendapatan yang mereka peroleh. Pada

dasarnya, pendapatan petani tebu banyak ditentukan oleh tingkat produksi, harga

input, harga produksi dan sistem bagi hasil (Tim Penulis PS, 1994).

Dalam praktiknya, salah satu desa di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten

Deli Serdang yaitu Desa Bulu Cina, di desa ini usaha tani tebu dilakukan dengan

sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang terbagi atas TRI Mitra dan TRI

(22)

ini tidak ada lembaga-lembaga pelayanan seperti BRI, KUD ataupun penyuluh

yang membantu petani dalam mengelola usaha tani tebu dengan sistem TRI

kecuali Pabrik Gula sebagai jasa penggiling. Hal ini tidak sesuai dengan Program

TRI yang diusahakan pemerintah bahwa Program TRI dikelola dalam wadah

koordinasi Bimas dengan melibatkan lembaga-lembaga pelayanan seperti BRI,

KUD dan pabrik gula. Dari sini, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana

sebenarnya mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di desa

tersebut.

Untuk TRI Mitra dan TRI Murni, bibit dibeli dari PTPN II seharga Rp.

350/batang dengan kebutuhan per hektar 10.000 batang dan hasil panen digiling di

Pabrik Gula PTPN II Sei Semayang dengan pembagian hasil 35% untuk PTPN II

dan 65% untuk petani. Pendapatan petani per ton tebu bisa dihitung berdasarkan

jumlah gula yang dapat dihasilkan melalui penggilingan tebu dikali dengan harga

gula dan dipotong ongkos tebu angkut.

Hasil panen yang diperoleh TRI Mitra biasanya lebih tinggi dari TRI Murni

karena pada TRI Mitra hasil panen harus sesuai dengan ketentuan atau target yang

ditetapkan oleh pabrik. Jika tidak mencapai target, maka petani tidak diizinkan

lagi untuk menyewa lahan. Pada PC (Plant Cane) yaitu tanaman tebu sistem awal,

hasil TRI Mitra harus mencapai 65 ton/ha sedangkan hasil TRI Murni bergantung

pada perlakuan petani itu sendiri karena diusahakan di atas lahan sendiri dalam

pemeliharaan dan perawatannya. Biasanya hasil TRI Murni berkisar antara 50 –

60 ton/ha pada tanaman tebu sistem awal (Plant Cane). Dari hal ini, tentu ada

(23)

Mitra dan TRI Murni dan peneliti bermaksud untuk mengetahui berapa besar

perbedaan pendapatan masyarakat sistem TRI Mitra dengan sistem TRI Murni.

Saat ini, banyak petani tebu mulai enggan untuk menanam tebu dan beralih

menanam komoditi lain. Pendapatan yang rendah dibarengi dengan kewajiban

untuk membayar sewa lahan membuat petani merugi. Kondisi ini perlu dicari

jalan keluar dengan mengetahui apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang

serta ancaman untuk mempertahankan dan mengembangkan usaha tani tebu. Dari

hal tersebut, peneliti bermaksud untuk meneliti bagaimana strategi pengembangan

pengelolaan usaha tani tebu dengan sistem TRI Mitra dan sistem TRI Murni.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai analisis pengelolaan usaha tani tebu dengan

sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di Desa Bulu Cina dengan membahas

mekanisme pelaksanaan, besar pendapatan dan strategi pengembangan dari

pengelolaan usaha tani tebu tersebut.

1.2Identifikasi Masalah

1) Bagaimana mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di

daerah penelitian?

2) Berapa besar perbedaan pendapatan masyarakat Sistem TRI Mitra dengan

Sistem TRI Murni?

3) Bagaimana strategi pengembangan pengelolaan usaha tani tebu dengan

Sistem TRI Mitra?

(24)

1.3Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi

(TRI) di daerah penelitian.

2) Untuk mengetahui besar perbedaan pendapatan masyarakat Sistem TRI

Mitra dengan Sistem TRI Murni

3) Untuk menentukan strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu

dengan Sistem TRI Mitra

4) Untuk menentukan strategi pengembangan pengelolaan usahatani tebu

dengan Sistem TRI Murni

1.4Kegunaan Penelitian

1) Sebagai bahan informasi bagi petani tebu dalam mengembangkan usaha

taninya.

2) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dalam

membuat kebijakan untuk menangani permasalahan dan pengembangan

usahatani tebu.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Sosial Ekonomi Tebu Nasional

Tanaman Tebu dalam bahasa latin (saccharum officinarum L) merupakan salah

satu bahan dasar (raw material) pembuatan gula. Tanaman tebu dapat tumbuh

dengan baik di daerah tropika, sub-tropika dan beriklim sedang. Di Indonesia

khususnya di Jawa, tanaman tebu diusahakan sebagai tanaman rakyat dan

perkebunan PTP/PTPN (Setyohadi, 2012).

Indonesia merupakan salah satu penghasil tebu terbesar di dunia. Perkebunan tebu

di Indonesia terdapat di Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa

Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Sebagian besar perkebunan tebu di

Indonesia berupa perkebunan rakyat yang jumlahnya mencapai 50%, 30%

dikelola oleh swasta dan 20% lagi oleh perkebunan negara. Perkebunan tebu

negara dikelola oleh PT. Perkebunan Negara (PTPN) II, VII, IX, X, XI, XIV.

Masing-masing PTPN memiliki sejumlah pabrik gula yang mengolah tebu

menjadi gula untuk didistribusikan ke masyarakat.

Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peranan dan

posisi penting dalam sektor industri pengolahan di Indonesia. Tanaman tebu

merupakan bahan baku untuk industri gula, dan tidak hanya menghasilkan gula

untuk masyarakat, tetapi juga gula sebagai bahan baku industri

(26)

lain-ikutannya mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan mampu menyerap

tenaga kerja begitu besar (Zafrullah, 2013).

Tanaman tebu (Saccharum officinarum) terkategori tanaman berserat yang

memiliki kandungan polisakarida yang cukup tinggi dan kandungan lignin yang

relatif rendah sehingga pemanfaatan terbesar saat ini adalah untuk industri gula.

Budidaya tebu merupakan upaya manusia untuk mengoptimalkan kondisi tanaman

tebu agar memperoleh sumberdaya alam yang dibutuhkannya, sehingga diperoleh

hasil panen yang maksimal, baik dilihat dari sisi produktivitas maupun

dari sisi kualitas (Arda, 2009).

Saat ini pemerintah sedang menggalakkan penanaman tebu untuk mengatasi

rendahnya produksi gula di Indonesia. Usaha pemerintah sangat wajar dan tidak

berlebihan mengingat Indonesia pernah mengalami masa kejayaan sebagai

pengekspor gula (Suwarto dan Octavianty, 2010).

2.1.2 Usahatani Tebu Dengan Sistem TRI

Program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), merupakan kebijaksanaan pemerintah

di bidang perindustrian gula tertuang dalam Inpres No. 9 tahun 1975. Program

TRI awalnya berkembang di pulau Jawa sekitar tahun 1975, dan mulai diterapkan

di Sumatera Utara sekitar tahun 1986, yaitu: di kabupaten Langkat dan meluas ke

kabupaten Deli Serdang sekitar tahun 1988 (Elizabeth, 2002).

Dalam program ini, pemerintah mengalihkan sistem penyewaan lahan petani

menjadi pengusahaan sendiri oleh petani di bawah bimbingan pabrik gula (PG)

(27)

dari para petaninya merupakan faktor utama yang penting dalam pengusahaan

pertanaman tebu rakyat, dimana tenaga kerja merupakan faktor produksi utama

pula bagi seorang petani dalam berusaha di bidang manapun.

Secara historis, program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) merupakan salah satu

kebijakan pemerintah di masa “Orde Baru”, yang berhubungan dengan

pembangunan di bidang perindustrian gula. Sebagai salah satu kebijakan

pemerintah, program TRI tertuang dalam Inpres No.9 tahun 1975, yang

mengalihkan sistem penyewaan lahan petani menjadi pengusahaan sendiri oleh

petani dengan pola intensifikasi dibawah bimbingan pabrik gula (PG) dan bantuan

kredit dari BRI, serta BULOG yang berperan untuk membeli dan menampung

seluruh produksi gula (Majalah Gula Indonesia, 1986).

Program TRI merupakan salah satu usaha untuk peningkatan produksi gula,

sebagai salah satu komoditas komersil dunia, dan meningkatkan pendapatan

petani tebu di Sumatera Utara yang dilaksanakan berdasarkan SK Menteri

Pertanian tahun 1989 , tentang Program Intensifikasi Pertanian dan SK Gubernur

Kepala Daerah Tk. I Sumatera Utara No. 520 tahun 1990, tentang Program

Intensifikasi Pertanian di Sumatera Utara.

Program TRI sangat besar pengaruhnya, yang menyebabkan: perubahan sosial

ekonomi petani tebu; perubahan sistem produksi, pemasaran, alokasi sumberdaya

dan kodal; serta kelembagaan yang menunjang undustri pergulaan. Perubahan

(28)

1) Terjadinya pemisahan antara sistem produksi dan subsistem pengolahan,

dimana kegiatan PG sangat tergantung pada tersedianya bahan baku tebu dari

produksi usahatani petani;

2) Pengusahaan pertanaman tebu skala besar oleh PG, dengan pola TRI

merupakan akumulasi usahatani skala kecil oleh petani, sehingga sangat

bergantung pada pilihan petani untuk tetap mempertahankan usahatani

tebunya;

3) Melibatkan banyak lembaga penunjang, dimana keberhasilan industri gula

tergantung pada efisiensi lembaga penunjang tersebut;

4) Terjadi perubahan pasar input, output dan modal di pedesaan didasari Inpres

No.9 tahun 1975 tersebut (Malian, 2004).

2.2 Landasan Teori

Program Bimas Intensifikasi Tebu Rakyat (TRI) adalah salah satu program

nasional yang dilaksanakan berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 1975, dan

merupakan suatu program inovasi untuk menerapkan teknologi dengan tujuan

meningkatkan dan memantapkan produksi gula sekaligus meningkatkan

kesejahteraan para petani melalui peningkatan pendapatan.

Pelaksanaan TRI ditempuh melalui peningkatan mutu intensifikasi (penerapan

teknologi anjuran) dengan sistem Bimas, dan telah dikembangkan sejak MTT.

1975/1976 sampai sekarang. Dalam penyelenggaraan TRI ini terdapat 2 unsur

pelaku utama yaitu petani yang terhimpun dalam suatu kelompok tani dan pabrik

(29)

pabrik gula dan pabrik gula sebagai pimpinan kerja para petani, sumber teknologi,

pembimbing teknis dan pengolah tebu hasil TRI.

Untuk dapat melaksanakan fungsinya kedua unsur pelaku utama tersebut perIu

mendapat dukungan dari unsur pelayanan (KUD) dan Bank pemberi kredit serta

dorongan dari unsur pengaturan dan pembinaan. Pelaksanan pertanaman tebu

dilapangan untuk tiap-tiap pabrik gula telah diatur wilayah kerja dan binaannya

masing-masing yang disesuaikan dengan kapasitas pabriknya dengan jumlah hari

giling yaitu maksimun 180 hari, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih

antara satu pabrik dengan pabrik lainnya dalam hal penyedian bahan baku.

Waktu dan jumlah tebangan harus disesuaikan dengan kapasitas pabrik diatur

sedemikian rupa agar pada waktu ditebang berada dalam keadaan rendemen

optimal (matang dan siap untuk langsung diolah dipabrik gula). Agar siap diolah

dalam keadaan MBS maka peranan manajemen/ pengaturan penebangan, dan

angkutan tebu cukup penting agar keadaan tersebut diatas yaitu tebu yang telah

ditebang dapat tiba di pabrik tepat waktu dan tepat jumlah sesuai dengan aturan

yang telah ditetapkan demikian pula agar tebu yang diangkut tersebut dapat tiba

ketujuannya (Sukarman, 1998).

Pelaksanaan TRI dilakukan berdasarkan fungsi kelembagaan yaitu terkait di

dalamnya: fungsi pelaksana meliputi petani TRI dan PG; fungsi pelayanan

meliputi KUD, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Balai Penyuluhan Pertanian

(BPP); fungsi pembinaan meliputi semua instansi yang terkait dalam koordinasi

(30)

Kepala Daerah Tingkat II/Ketua SATPEL BIMAS beserta para Kepala Wilayah

Pemerintahan bawahannya selaku ketua SATPEL BIMAS sampai dengan desa,

bertanggung jawab atas terlaksananya program TRI. Dalam hubungan ini para

Kepala Daerah/Kepala Wilayah harus mengusahakan: pengendalian pelaksanaan

sistim/tata tanam glebagan secara lebih mantap; mengembangkan KUD agar dapat

berfungsi dengan baik dalam pelaksanaan program TRI; terciptanya hubungan

kerjasama yang baik dan serasi antara PG, KUD, dan kelompok tani. Kepala

Daerah tingkat II/Ketua SATPEL BIMAS dengan memperhatikan pertimbangan

dari PG dan Kantor Departemen Koperasi menetapkan KUD mampu untuk

melaksanakan tugas penyediaan sarana produksi, penyaluran dan pengembalian

kredit TRI.

Pabrik Gula sebagai perusahaan pengelola mempunyai tanggung jawab

operasional dan bertindak sebagai pimpinan kerja pelaksana budidaya tanaman

tebu di wilayah kerjanya, serta bertanggung jawab dalam menyebarluaskan

informasi hasil penemuan baru (inovasi) yang berasal dari lembaga-lembaga

penelitian terutana dari BP3G, dibantu Cabang Dinas Perkebunan Daerah/Unit

Pelaksana Proyek (UPP) TRI serta wajib memberikan buku pedoman teknis

bercocok tanam tebu kepada semua kelompok tani di wilayah kerjanya. Sinder

Kebun Kepala/Sinder Kebun Wilayah wajib menyusun rencana kerja dan

pembiayaan pengelolaan kebun sesuai dengan buku kultur teknis di wilayahnya

sebagai pedoman bagi kelompok tani dalam mengusahakan tanaman tebunya.

Kelompok tani berdasarkan hamparan yang telah dibentuk dalam rangka sistim

(31)

tebu rakyat yang rasional. Masing-masing kelompok tani hamparan dipimpin oleh

seorang Ketua Kelompok Tani.

Koperasi Unit Desa (KUD) merupakan wadah kegiatan ekonomi yang melayani

masyarakat pedesaan sesuai dengan kemampuannya masing-masing,

melaksanakan fungsi penyediaan dan penyaluran sarana produksi seperti pupuk,

pestisida, dan lain-lain, fungsi penyaluran dan pengembalian kredit dari petani,

serta fungsi pemasaran hasil.

Pendapatan atau keuntungan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dan

semua biaya. Analisis pendapatan usaha tani dapat dipakai sebagai ukuran untuk

melihat apakah suatu usaha tani menguntungkan atau merugikan, sampai seberapa

besar keuntungan atau kerugian tersebut (Soekartawi, 2006).

Faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani adalah luas usahatani,

efisiensi kerja, dan efisiensi produksi. Luas usahatani yang sempit dapat

mengakibatkan produksi persatuan luas yang tinggi tidak dapat tercapai.

Sementara efisiensi kerja dan efisensi produksi yang tinggi meneyebabkan

pendapatan petani semakin tinggi (Makeham dan Malcolm, 1991).

Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara volume produksi yang diperoleh

dengan harga jual. Harga jual adalah harga transaksi antara petani (penghasil) dan

pembeli untuk setiap komoditas menurut satuan tempat. Satuan yang digunakan

seperti satuan yang lazim dipakai pembeli/penjual seperti partai besar, misalnya:

(32)

Pada dasarnya, pendapatan petani tebu banyak ditentukan oleh tingkat produksi,

harga input, harga produksi, dan sistem bagi hasil. Bila harga dan bagi hasil yang

telah ditentukan dapat menguntungkan petani tebu, maka tidak sia-sialah petani

yang telah mengorbankan banyak biaya dan tenaga. Adapun penentuan bagi hasil

dapat dilakukan berdasarkan pengukuran rendemen efektif (Tim Penulis PS,

1994).

Faktor produksi usahatani pada dasarnya adalah tanah dan alam sekitarnya, tenaga

kerja, modal, serta peralatan. Namun demikian, ada beberapa pendapat yang

memasukkan manajemen sebagai faktor produksi keempat walaupun tidak

langsung (Suratiyah, 2008).

Osburn dkk. (1978) menyatakan bahwa manajemen terdiri atas tiga hal yang

saling berkaitan, yaitu manajemen sebagai suatu pekerjaan, manajemen sebagai

sumber daya, dan manajemen sebagai prosedur. Jika manajemen sebagai suatu

pekerjaan maka petani harus dapat menjabarkan dan merealisasikan idea tau buah

pikirannya dalam mengelola usahataninya sehingga berhasil seperti yang dia

inginkan. Manajemen sebagai sumber daya juga sangat penting karena sangat

menentukan keberhasilan suatu usaha. Sebagai contoh, dua orang petani dengan

luas lahan dan kondisi yang sama, pada saat yang sama dapat diperoleh hasil yang

berbeda. Hal ini karena ditentukan oleh pengelolaan yang berbeda. Manajemen

atau pengelolaan yang baik dan benar akan memberikan hasil yang baik pula.

Proses kemasakan tebu merupakan proses yang berjalan dari ruas ke ruas. Tebu

yang sudah mencapai umur masak, keadaan kadar gula di sepanjang batang

(33)

dilakukan dengan cara ditebang. Usahakan agar tebu ditebang saat rendemen pada

posisi optimal, yaitu umur sekitar 10 bulan atau tergantung jenis tebu. Tebu yang

berumur 10 bulan akan mengandung saccharose 10%, sedangkan yang berumur

12 bulan bias mencapai 13% (Suwarto dan Octavianty, 2010).

Rendemen yang tinggi menjadi idaman setiap petani tebu. Hal itu berarti

pendapatan bersih mereka menjadi lebih tinggi. Rendemen tebu adalah kadar

kandungan gula di dalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Apabila

tanaman tebu memiliki rendemen 10%, berarti dari setiap 1 ku tebu atau 100 kg

tebu yang digiling akan dihasilkan gula seberat 10 kg. Perhitungan tersebut dapat

dirumuskan sebagai berikut.

Rendemen = Sejumlah gula yang dihasilkan x 100%

Sejumlah tebu yang digiling

Secara umum biaya merupakan pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen

dalam mengelola usaha taninya untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Menurut Makeham dan Malcolm (1991: 93), biaya produksi merupakan jumlah

dari dua komponen: (i) biaya tetap, yang tidak langsung berkaitan dengan jumlah

tanaman yang dihasilkan di atas lahan (biaya ini harus dibayar apakah

menghasilkan sesuatu atau tidak). Menurut Hernanto (1991: 179), biaya yang

tergolong dalam kelompok ini antara lain: pajak tanah, pajak air, penyusutan alat

dan bangunan pertanian, pemeliharaan kerbau, pemeliharaan pompa air, traktor

dan lain sebagainya. Total biaya produksi adalah total biaya tidak tetap ditambah

(34)

yang tergolong dalam kelompok ini antara lain: biaya untuk pupuk, bibit, obat

pembasmi hama dan penyakit, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya

pengolahan tanah baik yang merupakan kontrak maupun upah harian, dan sewa

tanah.

Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunity, Threats) adalah metode

perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (Strengths),

kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam

suatu proyek atau spekulasi bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang

spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan

eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.

Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai

hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam

gambar matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths)

mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang

ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah

keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, selanjutnya

bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada,

dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang

mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah

ancaman baru (http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT).

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai petani tebu yang melakukan kontrak dan yang

(35)

menyatakan bahwa biaya transaksi tertinggi berada pada petani yang tidak

memiliki kontrak dengan pihak pabrik gula.

Sutrisno (2009) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa penerimaan petani

tebu di PG Mojo, Sragen dipengaruhi oleh kultur teknik, varietas tebu, pupuk,

rendemen, dan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan usahatani tebu. Variabel

yang paling mempengaruhi penerimaan petani adalah rendemen tebu.

2.4 Kerangka Pemikiran

Program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) adalah salah satu program nasional yang

dilaksanakan berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 1975, yang merupakan salah

satu usaha untuk peningkatan produksi gula dan meningkatkan pendapatan petani

tebu. Pelaksanaan TRI dilakukan berdasarkan fungsi kelembagaan yaitu terkait di

dalamnya: fungsi pelaksana meliputi petani TRI dan PG; fungsi pelayanan

meliputi KUD, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Balai Penyuluhan Pertanian

(BPP). Namun, dalam praktiknya fungsi kelembagaan ini tidak berjalan

sebagaimana mestinya, tidak ada lembaga-lembaga pelayanan seperti BRI, KUD

ataupun penyuluh yang membantu petani dalam mengelola usaha tani tebu kecuali

Pabrik Gula sebagai jasa penggiling. Maka, dalam penelitian ini akan dilihat

bagaimana sebenarnya mekanisme pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).

Usaha tani tebu yang dilaksanakan dengan sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI)

terbagi atas TRI Mitra dan TRI Murni. TRI Mitra diusahakan di atas lahan PTPN

sedangkan TRI Murni diusahakan di atas lahan sendiri. Pada dasarnya,

(36)

berdasarkan pengukuran rendemen. Rendemen yang tinggi menjadi idaman setiap

petani tebu. Hal itu berarti pendapatan bersih mereka menjadi lebih tinggi. Dalam

praktiknya, tingkat produksi yang diperoleh TRI Mitra lebih tinggi dari TRI

Murni karena pada TRI Mitra hasil panen dan rendemen harus sesuai dengan

ketentuan atau target yang ditetapkan oleh pabrik sedangkan pada TRI Murni

bergantung pada perlakuan petani itu sendiri. Adanya perbedaan hasil usaha tani

tebu antara TRI Mitra dengan TRI Murni menghasilkan pendapatan yang berbeda.

Pendapatan dihitung dengan selisih antara penerimaan dan pengeluaran dimana

penerimaan diperoleh dari hasil perkalian penjualan dengan harga yang berlaku

dan pengeluaran merupakan total biaya.

Pendapatan yang rendah dibarengi dengan kewajiban untuk membayar sewa lahan

membuat petani merugi, begitu juga dengan perbedaan pendapatan yang terjadi.

Kondisi ini perlu dicari jalan keluar atau strategi dengan mengetahui apa yang

menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman untuk mempertahankan dan

(37)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

= menyatakan hubungan TRI

Mekanisme Pelaksanaan

TRI Murni TRI Mitra

Pendapatan Pendapatan

Besar Perbedaan Pendapatan

Analisis SWOT

Strategi

Tingkat Produksi Tingkat

Produksi

Rendemen Rendemen

Penerimaan Penerimaan

Harga Jual Harga Jual

Biaya Produksi Biaya

Produksi

(38)

2.5Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang dibuat, maka hipotesis penelitian ini dibuat

sebagai berikut:

1) Pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Mitra lebih tinggi daripada

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bulu Cina, Kecamatan Hamparan Perak,

Kabupaten Deli Serdang. Daerah penelitian ditetapkan secara purposive yaitu

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan

penelitian (Singarimbun, 1989). Adapun pertimbangan penetapannya adalah

daerah yang diteliti merupakan salah satu daerah yang mengelola usaha tani tebu

dengan sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di wilayah Sumatera Utara.

3.2 Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani Tebu Rakyat Intensifikasi di Desa

Bulu Cina yang berjumlah 159 Petani yang tergabung dalam 5 kelompok tani.

Populasi penelitian ini terbagi atas 2 komponen atau sub populasi yaitu populasi

petani TRI Mitra dan petani TRI Murni. Salah satu cara untuk menentukan

besarnya sampel dalam suatu penelitian agar data representatif adalah dengan

menggunakan tingkat kesalahan baku yang disesuaikan dengan tingkat

kemampuan tenaga dan waktu yang tersedia, dalam penelitian ini tingkat presisi

yang digunakan sebesar 10%, menurut Rakhmat (1998) untuk mengetahui jumlah

sampel yang akan diambil digunakan rumus sebagai berikut :

n = N N(d)2 + 1

(40)

Keterangan:

n = ukuran sampel

N = jumlah seluruh populasi d2 = tingkat presisi 10%

Dengan demikian jumlah sampel yang diambil adalah 60 petani

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Purposive Sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2011: 68). Adapun dalam penelitian ini sampel yang diambil

berdasarkan pertimbangan peneliti bahwa populasi terbagi atas petani TRI Mitra

dan petani TRI Murni. Maka dari jumlah sampel yang diambil sebanyak 60

petani, jumlah sampel untuk TRI Mitra sebanyak 30 petani dan jumlah sampel

untuk TRI Murni sebanyak 30 petani.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sumber primer dan sumber

sekunder. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petani

berdasarkan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disiapkan sebelumnya,

sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga terkait dengan

substansi penelitian, seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi lainnya yang

(41)

3.4 Metode Analisis Data

Untuk tujuan penelitian (1), yaitu mengetahui mekanisme pelaksanaan Tebu

Rakyat Intensifikasi (TRI) di daerah penelitian dianalisis secara deskriptif dengan

mengumpulkan informasi dan wawancara langsung dengan petani.

Untuk tujuan penelitian (2), yaitu mengetahui besar perbedaan pendapatan

masyarakat sistem TRI Mitra dengan sistem TRI Murni dianalisis dengan

menghitung selisih antara pendapatan petani TRI Mitra dengan pendapatan petani

TRI Murni. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan seluruh

biaya dengan rumus:

I = R – TC Keterangan:

I = Pendapatan R = Penerimaan (Rp) TC = Biaya Total (Rp)

(Soekartawi, 2006).

Penerimaan merupakan perkalian antara volume produksi yang diperoleh dengan

harga jual dihitung dengan rumus:

R = Y. Py Keterangan:

R = Penerimaan (Rp) Y = Jumlah Produksi (Kg) Py = Harga (Rp/Kg)

(Soekartawi, 2006).

Biaya Total dihitung dengan rumus:

(42)

Keterangan:

TC = Biaya Total (Rp) FC = Biaya Tetap (Rp)

VC = Baiaya Tidak Tetap (Rp)

(Sudarsono, 1995).

Selanjutnya untuk membandingkan pendapatan masyarakat sistem TRI Mitra

dengan sistem TRI Murni digunakan uji non parametris (Kolmogorov Smirnov

Test). Uji ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan

antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan. Jika ada perbedaan, apakah

perbedaan tersebut bermakna secara statistik atau tidak.

Kriteria pengujian sebagai berikut:

1) Apabila nilai signifikansi < taraf nyata (0,05) maka Ho ditolak, dan Ha

diterima artinya pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Mitra lebih

tinggi daripada pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Murni.

2) Apabila nilai signifikansi > taraf nyata (0,05) maka Ho diterima dan Ha

ditolak, artinya pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Mitra sama

dengan pendapatan rata-rata petani dengan sistem TRI Murni.

Untuk melihat tingkat kelayakan usaha tani tebu dengan sistem TRI Mitra dan

Murni ini maka digunakan Return Cost Ratio atau R/C ratio. R/C ratio yaitu

perbandingan antara penerimaan dengan total biaya per usahatani. Suatu usaha

tani dikatakan layak jika R/C >1 (Suratiyah, 2008).

Untuk tujuan penelitian (3) dan (4), yaitu menentukan strategi pengembangan

pengelolaan usaha tani tebu dengan sistem TRI Mitra dan sistem TRI Murni

(43)

berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Matriks ini

menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi usaha

tani disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimilikinya untuk

mendapatkan alternatif-alternatif strategi yang mungkin diterapkan. Melalui

Matriks SWOT akan dihasilkan empat tipe strategi yaitu Strategi SO

(menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal), Strategi

WO (memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal), Strategi

ST (menggunakan kekuatan organisasi untuk menghindari atau mengurangi

dampak ancaman eksternal), serta Strategi WT (mengurangi kelemahan internal

dan menghindari ancaman eksternal (David, 2002).

Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini

(44)

5. Mencocokkan kekuatan internal dan peluang eksternal dan mencatat hasilnya

dalam strategi SO

6. Mencocokkan kelemahan internal dan peluang eksternal mencatat hasilnya

dalam strategi WO

7. Mencocokkan kekuatan internal dan ancaman eksternal dan mencatat hasilnya

dalam strategi ST

8. Mencocokkan kelemahan internal dan ancaman eksternal dan mencatat

hasilnya dalam strategi WT

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghidari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran penelitian

ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Definisi

1) Petani adalah petani yang melakukan usaha tani tebu di Desa Bulu Cina.

2) Tebu Rakyat Intensifikasi adalah langkah-langkah yang bertujuan untuk

mengalihkan pengusahaan tanaman tebu untuk produksi gula di atas tanah

sewa, ke arah tanaman tebu tanpa mengabaikan upaya peningkatan tanaman

tebu rakyat tersebut.

3) TRI Mitra adalah usaha tani tebu di atas lahan sewa milik PTPN.

4) TRI Murni adalah usaha tani tebu di atas lahan sendiri.

5) Pendapatan adalah penerimaan dikurangi biaya total.

6) Penerimaan merupakan hasil produksi dikali harga jual.

7) Rendemen adalah kadar kandungan gula yang dihasilkan dari penggilingan

(45)

8) Biaya total adalah penjumlahan total biaya tetap dan biaya variabel.

9) SWOT merupakan salah satu alat analisis manajemen yang digunakan untuk

mensistematisasikan masalah dan menyusun pilihan-pilihan strategi.

10)Kekuatan (Strength) internal adalah segala kekuatan yang berhubungan

dengan proses pengembangan kegiatan usaha tani dan dapat dikontrol oleh

petani.

11)Kelemahan (Weakness) internal adalah segala kelemahan yang berhubungan

dengan proses pengembangan kegiatan usaha tani dan dapat dikontrol oleh

petani.

12)Peluang (Opportunity) eksternal adalah segala peluang yang berhubungan

dengan proses pengembangan kegiatan usaha tani dan tidak dapat dikontrol

oleh petani.

13)Ancaman (Threath) eksternal adalah segala ancaman yang berhubungan

dengan kegiatan usaha tani dan tidak dapat dikontrol oleh petani.

14)Strategi Pengembangan adalah tindakan atau langkah-langkah yang dapat

digunakan untuk mengelola dan mengembangakan usaha tani tebu secara

tepat.

3.5.2 Batasan Operasional

1) Penelitian ini dilakukan di Desa Bulu Cina, Kecamatan Hamparan Perak,

Kabupaten Deli Serdang.

2) Sampel dalam penelitian ini adalah petani TRI Mitra dan petani TRI Murni di

Desa Bulu Cina.

(46)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bulu Cina, Kecamatan Hamparan Perak,

Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Secara geografis, Bulu Cina tergolong

daerah yang terletak di kawasan pesisir timur sumatera dengan jarak hanya ± 25

km dari Pelabuhan Belawan dan ± 30 km dari pusat kota Medan. Luas Desa Bulu

Cina yaitu seluas 3.686 Ha dengan ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut.

Desa Bulu Cina terdiri dari 22 Dusun dengan jumlah penduduk sebanyak 13.456

jiwa yang terdiri dari 6.641 laki-laki dan 6.815 perempuan.

4.1.1 Tata Guna Lahan

Penggunaan lahan daerah penelitian menurut fungsinya terdiri dari perkebunan,

perumahan, pemakaman dan persawahan/pertanian. Secara rinci dapat dilihat pada

table berikut:

Tabel 4. Tata Guna Lahan Daerah Penelitian Tahun 2014

No. Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Perkebunan 2.937 79,68

2 Perumahan 72 1,95

3 Pemakaman 2 0,05

4 Persawahan/Pertanian 675 18,32

Jumlah 3.686 100

Sumber: Data Monografi Desa Bulu Cina 2014

Dari Tabel 4 dapat dikemukakan bahwa penggunaan lahan di daerah penelitian

(47)

sebesar 79,68%, untuk persawahan/pertanian seluas 675 Ha dengan persentase

18,32%, untuk perumahan seluas 72 Ha dengan persentase 1,95% dan untuk

pemakaman seluas 2 Ha dengan persentase 0,05%.

4.1.2 Kondisi Batas Wilayah

Desa Bulu Cina memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

• Sebelah Utara : Desa Kota Rantang dan Desa Kota Datar

• Sebelah Selatan : Desa Paya Bakung

• Sebelah Timur : Desa Sialang Muda dan Desa Klambir

• Sebelah Barat : Desa Tandem Hilir I dan Desa Tandem Hulu I

4.1.3 Rona Sosial Ekonomi dan Budaya

Wilayah Bulu Cina dahulunya merupakan wilayah perkebunan Tembakau sejak

masa kolonial Belanda dan resmi menjadi Desa Bulu Cina sekitar tahun 1949,

namun pada saat itu bukan menggunakan nama Desa Bulu Cina melainkan

Kampung Buluh Cina. Baru sekitar tahun 1972 mulai menggunakan nama Desa

Bulu Cina.

Sebesar 65,3% dari jumlah penduduk Desa Bulu Cina merupakan penduduk

angkatan kerja di Desa Bulu Cina dengan mata pencaharian yang cukup beragam

yaitu karyawan swasta, pegawai negeri, perawat kesehatan, wiraswasta, petani,

(48)

Tabel 5. Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase

1. Karyawan Swasta 4132 47 %

2. Pegawai Negeri 130 1,48 %

3. Perawat Kesehatan 10 0,11 %

4. Wiraswasta 45 0,51 %

5. Petani 365 4,15 %

6. Buruh Tani 176 2 %

7. Karyawan Musiman 3930 44,72 %

Jumlah 8788 100 %

Sumber: Data Desa Bulu Cina 2014

Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Bulu Cina bekerja

sebagai karyawan swasta dan karyawan musiman dengan persentase sebesar 47%

dan 44, 72%, selain itu mata pencaharian yang lain adalah petani sebesar 4,15%,

buruh tani sebesar 2%, pegawai negeri sebesar 1,48%, wiraswasta sebesar 0,51%

dan perawat kesehatan sebesar 0,11 %. Sebagian besar penduduk di Desa Bulu

Cina merupakan penduduk etnis Jawa dan Batak.

4.1.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang ada di Desa Bulu Cina tersedia cukup baik, seperti

prasarana pendidikan formal, prasarana kesehatan dan sarana ibadah. Prasarana

pendidikan formal yang terdiri dari Taman Kanak-Kanak (TK) sebanyak 3 unit,

Sekolah Dasar (SD) sebanyak 7 unit, Sekolah Menengah Pertama (SMP)

sebanyak 4 unit, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 2 unit dan Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 1 unit. Prasarana kesehatan terdiri dari

Klinik sebanyak 6 unit dan Puskesmas Pembantu sebanyak 1 unit. Sarana ibadah

(49)

sebanyak 2 unit. Namun kondisi jalan di Desa Bulu Cina ini masih kurang baik,

masih banyak jalan yang rusak dan belum diaspal karena sering dilewati oleh

truk-truk pengangkut.

4.1.5 Pola Penggunaan Lahan

Berdasarkan tata guna lahan, lahan di Desa Bulu Cina merupakan lahan dengan

pola perkebunan, pertanian lahan basah, dan pemukiman penduduk. Perkebunan

terbagi atas perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Pertanian lahan basah

menggunakan lahan dengan sumber air irigasi dan air hujan. Pemukiman

penduduk terdiri dari perumahan dengan berbagai sarana dan prasarana.

4.2 Karakteristik Petani Sampel

Petani sampel yang dimaksud adalah petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang

melakukan usaha tani tebu dengan menggunakan lahan sendiri (TRI Murni) dan

yang menyewa lahan perkebunan (TRI Mitra) yang ada di Desa Bulu Cina,

Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.

4.2.1 Karakteristik Sosial

Karakteristik sosial dari petani sampel yang dimaksud adalah petani sampel yang

merupakan petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), baik TRI Mitra dan TRI

Murni yang tergabung dalam kelompok tani di bawah naungan APTRI (Asosiasi

Petani Tebu Rakyat Indonesia). Petani TRI pada penelitian ini sebagian

merupakan penduduk etnis Jawa dan Batak. Rata-rata petani Tebu Rakyat

Intensifikasi (TRI) Murni menempuh pendidikan selama 9 tahun dengan range 6 –

(50)

Intensifikasi (TRI) Mitra juga menempuh pendidikan rata-rata selama 9 tahun

dengan range 6 – 13 tahun yaitu dari Sekolah Dasar sampai Diploma 1.

4.2.2 Kondisi Ekonomi

Kondisi Ekonomi pada petani sampel dalam penelitian ini tergolong rendah

hingga cukup karena kebanyakan mata pencaharian petani sampel selain sebagai

petani TRI adalah sebagai karyawan lepas, pensiunan karyawan, karyawan

perekebunan, pegawai BUMN, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan wiraswasta.

Rata-rata kepemilikan lahan, dominan pada lahan sewa daripada lahan pribadi karena

luas lahan sewa yang lebih besar daripada lahan pribadi.

4.2.3 Kondisi Rona Budaya

Petani sampel dalam penelitian ini merupakan penduduk etnis jawa dan batak

dimana asal usul dari berdirinya kampung bulu cina berhubungan dengan si Raja

Batak Sisingamangaraja. Diketahui bahwa sang pembuka lahan dan pendiri

Kampung Bulu Cina adalah salah satu keturunan Sisingamangaraja lebih tepatnya

generasi ke 6 dari Sisingamangaraja. Pada akhir abad 18 hingga awal abad 19,

wilayah Bulu Cina merupakan daerah perkebunan lada yang sangat terkenal.

Semenjak kekuasaan Deli ditaklukan oleh Belanda, Belanda mendirikan

perusahaan-perusahaan tembakau kecil di wilayah Bulu Cina. Hingga saat ini

aktifitas perkembunan tembakau masih terus berjalan, hanya saja kualitasnya

tidak sebaik pada zaman kolonial dahulu.

4.2.4 Karakteristik Usahatani Sampel

Karakteristik usahatani sampel yang dimaksud adalah usahatani tebu dengan

(51)

yang disebut TRI Murni dan diusahakan di atas lahan sewa yang disebut TRI

Mitra dengan produksi dari usahatani sampel adalah adalah produksi gula kristal

dari hasil panen tebu dengan produktivitas minimal 65 ton/ha untuk usahatani

tebu dengan sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) Mitra dan minimal 50 ton/ha

(52)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Mekanisme Pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI)

Sebelum adanya Program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), dahulunya pabrik gula

menyewa lahan milik petani untuk menanam tebu dan petani hanya mendapatkan

hasil penerimaan dari sewa lahan tanpa memperhitungkan hasil produksi yang

didapat dari lahan yang disewakannya. Tentunya hal ini membuat petani tebu

tidak berkembang dalam mengolah usahataninya. Berdasarkan hal tersebut, maka

diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 1975 yang kemudian melahirkan

sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang menempatkan petani sebagai

produsen tebu utama dan pabrik gula sebagai perusahaan pembimbing yang

sekaligus menjadi mitra usaha petani tebu.

Pelaksanaan TRI diatur dalam fungsi mekanisme yang ada pada SK Mentan No

08/1994 yaitu:

 Petani dan PG Gula dengan fungsi pelaksana

 KUD dengan dukungan Bank Pemberi Kredit dengan fungsi pelayanan dan

 Fungsi pengaturan dan Pembina dilakukan oleh instansi dan lembaga sektoral

yang berperan dalam pengaturan dan pembinaan program TRI.

5.1.1 Pola Manajemen

Sistem Tebu Rakyat Intensifikasi sudah dilaksanakan di daerah penelitian lebih

dari 20 tahun yaitu sejak berdirinya pabrik gula pada tahun 1982. Sistem Tebu

Rakyat Intensifikasi di daerah penelitian terdiri dari Sistem Tebu Rakyat

(53)

Hasil panen dari usaha tani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) diangkut ke pabrik

gula untuk diolah menjadi gula. Gula yang diterima petani merupakan hasil

perhitungan hubungan bagi hasil antara petani TRI dan pabrik gula, yaitu 65%

untuk petani dan 35% untuk panrik gula. Bagi hasil ini didasarkan pada rendemen

yang dicapai. Rendemen adalah kadar gula yang terkandung di dalam tebu.

Dengan porsi tersebut, semakin besar rendemen maka semakin besar pula gula

yang diperoleh petani maupun Pabrik Gula dari setiap ton tebu. Bagi hasil tersebut

dirumuskan sebagai berikut.

Produksi Gula = Rendemen x Produksi Tebu yang digiling 100

Pabrik Gula = 35% x Produksi Gula yang dihasilkan

Petani = 65% x Produksi Gula yang dihasilkan

5.1.2 Teknis Pelaksanaan

Dalam hal pembudidayaannya, umumnya pola tanam Tebu Rakyat Intensifikasi

Mitra dan Tebu Rakyat Intensifikasi Murni sama yaitu Pola tanam Plant Cane

(PC) dan Ratoon. Plant Cane (PC) adalah pelaksanaan budidaya tanaman tebu

giling yang dilakukan pada lahan bukaan baru. Ratoon adalah penumbuhan

kembali tebu sisa tebang setelah penebangan plant cane.

Penanaman plant cane dilakukan pada lahan yang baru dibuka dan lahan tebu

yang sudah dua kali ratoon atau tiga kali tebang. Satu petak lahan biasanya

dilakukan dua kali ratoon dalam tiga periode tebang dan satu kali plant cane.

Namun, pola ini bisa saja berubah tergantung pada kualitas tebu yang dihasilkan.

Gambar

Gambar
Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Gula Tebu di Indonesian Tahun 1930 – November 1990
Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Gula Tebu di Indonesia Tahun 1994 – 2004
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian maka H0 ditolak dan H1 tidak dapat ditolak yaitu “Terdapat perbedaan minat belajar yang siginifikan antara anak laki - laki dengan anak perempuan ditinjau

Diperoleh model dalam pengelolaan lahan mangrove dengan tambak dalam silvofishery oleh kelompok tani di Kabupaten Deli Serdang Kecamatan Hamparan Perak di Desa

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model terbaik pengelolaan hutan mangrove dengan tambak dalam sistem silvofishery di Desa Lama, Desa Paluh Manan, dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan model dan pengelolaan terbaik lahan mangrove dengan tambak yang berbasis silvofishery di Desa Lama, Desa Paloh

Dari penelitian dilapangan maka diperoleh biaya produksi antara program kemitraan PTPN II dengan biaya produksi petani Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang

Dalam setiap tahapan kegiatan, tim pelaksana PKM besama dengan Pemerintahan Desa Buluh Cina Kecamatan Hamparan Perak berperan bersama-sama untuk memperlancar pelaksanaan PKM penerapan