• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007)"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PRODUSEN PSIKOTROPIKA MENURUT UU NO.5 TAHUN 1997 TENTANG

PSIKOTROPIKA

(Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan

Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana HUkum

Oleh :

NAMA : MEYRANDA LISTA PURBA NIM : 040200012

Jurusan Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PRODUSEN PSIKOTROPIKA MENURUT UU NO.5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No.

455K/PID,SUS/2007)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan

Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana HUkum

Oleh :

NAMA: MEYRANDA LISTA PURBA NIM : 040200012

Bagian : Hukum Pidana Program Kekhususan : Hkum Pidana

Disetujui Oleh:

KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

(H. ABUL KHAIR,S.H.M.HUM)

NIP: 131842854

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

(M.NUH,SH,M.Hum) (Dr.MARLINA, SH,M.Hum)

NIP.130810667 NIP.132300072

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

• M.Nuh, SH,M.Hum

• Dr. Marlina, SH,M.Hum

• Meyranda Lista Purba

(4)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Segala pujian, hormat, kemuliaan dan ucapan syukur, penulis ucapkan

kepada Tuhan Yesus kristus,atas kasih dan penyertaanNya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun tujuan penulisan skripsi ini

dilakukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk

memproleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

Judul skripsi ini adalah PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP

PRODUSEN PSIKOTROPIKA MENURUT UU NO.5 TAHUN 1997 TENTANG

PSIKOTROPIKA (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No.

256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007)

Pada kesempatan yang istimewa ini, dengan segala hormat dan kerendahan

hati, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

• Bapak Prof. Charuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

• Bapak Prof. Dr. Runtung SH, M.Hum, selaku Dekan Universitas

Sumatera Utara.

• Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.Hum, Bapak Syafrudin Hasibuan SH,

MH, DFM dan Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum, yang

masing-masing selaku Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II dan Pembantu

(5)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

• Bapak Abul Khair, SH, M.Hum selaku ketua Departemen Hukum

Pidana yang telah memberi bimbingan kepada penulis.

• Bapak M.Nuh, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I dalam

penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu untuk

membimbing, mengarahkan dan memeriksa skripsi ini agar menjadi

lebih baik.

• Ibu Dr. Marlina, SH. M.Hum selaku Dosen Pembimbing II dalam

penulisan skripsi ini, yang telah dengan sabar membimbing,

mengarahkan dan memeriksa skripsi ini agar dapat menjadi lebih baik.

• Ibu Zulfi Chairi, SH,M.Hum selaku Dosen Wali Penulis sejak pertama

penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, yang telah banyak membimbing dan memperhatikan

• Seluruh dosen-dosen di Fakultas hukum yang telah dengan penuh

kerelaan membagikan ilmunya kepada penulis sejak pertama kali

penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

• Orangtua tercinta, Ayahanda B. Purba dan Ibundan L. Br Tarigan, yang

dengan penuh cinta dan limpahan kasihsayang telah membesarkan

penulis, yang dengan segenap doa, air mata dan canda tawa

membimbing penulis dari kecil sampai menyelesaikan gelar

(6)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

terhebat yang pernah aku lihat, aku bangga menjadi anak bungsu di

keluarga kita.

• Abanghanda Baskami Purba dan Eda Br Tarigan dan ketiga

keponakanku yang menjadi penghibur hati penulis, my Angel Oktaria

Purba, Frisqila cristafany dan Bartheo emsuranta Purba

• Kakahanda tersayang Werdayani Purba, SH yang dengan penuh

kesabaran, kasih sayang, cinta, dan ketulusan hati membantu penulis

dan menjadi teman berdiskusi selama pengerjaan skripsi ini, dan

kepada kak Heniyarta Purba, SE, Amd dan Abang Ipar Jhon Henrik

M.Silalahi, ST.

• Seluruh teman-teman setambuk 2004, teristimewa group A yang keren

habiz dan adek-adek setambuk yang selalu ramah menyapa waktu

lewat di koridor.

Penulis telah berusahan mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki

dalam penulisan skripsi ini, akan tetapi Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak

luput dari segala kekurangan. Untuk itu Penulis tidak tertutup untuk segala bentuk

kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Besar harapan penulis, skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

pengetahuan ilmu hukum khususnya hukum pidana, bagi penulis sendiri dan bagi

para pembaca.

Medan, Juni 2008

(7)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

Meyranda Lista Purba

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

ABSTRAKSI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 3

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Keaslia Penulisan ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 5

1.Pengertian Psikotropika dan Perkembangannya ... 5

2.Pengertian Produsen Psikotropika ... 10

3.Pendapat Sarjana Tentang Pidana dan Pemidanaan ... 11

a. Pidana ... 11

1. Pengertian Pidana ... 11

2. Jenis-Jenis Pidana di Indonesia ... 12

b. Pemidanaan ... 23

1. Pengertian Pemidanaan ... 23

2. Teori-Teori Mengenai Tujuan Pemidanaan ... 25

F. Metode Penelitian ... 30

(8)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

BAB II KETENTUAN PIDANA TERHADAP PRODUSEN PSIKOTROPIKA MENURUT UU NO.5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA

A. Latar Belakang Lahirnya UU Psikotropika ... 33

B. Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika ... 41

C. Proses Hukum Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika ... 47

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TIMBULNYA PORODUSEN PSIKOTROPIKA DI INDONESIA ... 54

A. Faktor Hukum ... 54

1.Lemahnya Pengawasan Terhadap Penggunaan Visa Oleh WNA .. 54

2. Lemahnya Pengawasan Terhadap Berdirinya suatu Perusahaan .. 61

B. Faktor Diluar Hukum ... 62

1.Sebagai Perwujudan Gaya Hidup ... 62

2.Faktor Permintaan Yang Tinggi Terhadap Psikotropika ... 67

BAB IV ANALISA KASUS ... 72

A. Kronologis Kasus ... 72

B. Analisa Putusan Hakim ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

• Kesimpulan ... 113

(9)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya, saat ini

sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat semakin

maraknya pemakaian secara tidak sah bermacam-macam narkotika dan

psikotropika. Kekhawatiran ini semakin dipertajam akibat meluasnya peredaran

gelap narkotika dan psikotropika yang telah merebak di segala lapisan

masyarakat, termasuk di kalangan generasi muda. Hal ini akan sangat

berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara selanjutnya, karena generasi

muda adalah penerus cita-cita bangsa dan negara pada masa mendatang.

Peningkatan peredaran gelap narkotika dan psikotropika tidak terlepas dari

kegiatan organisasi-organisasi kejahatan transnasional yang beroperasi di berbagai

negara dalam suatu jaringan kejahatan internasional. Karena keuntungan yang

sangat besar, organisasi kejahatan tersebut berusaha dengan segala cara untuk

mempertahankan dan mengembangkan terus usaha peredaran gelap narkotika dan

psikotropika.

Saat ini Indonesia tidak lagi hanya sebagai Negara pemakai Psikotropika

(10)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

dengan banyaknya kasus-kasus produsen psikotropika yang telah terangkat ke

media masa dan telah diadili secara hukum positif Indonesia.Salah satu dari

sekian banyak produsen psikotropika yang terbongkar di Indonesia adalah kasus

yang penulis angkat yakni kasus yang terjadi di Surabaya, selain kasus yang

diangkat penulis, terbongkarnya kasus pabrik ekstasi terbesar ketiga di dunia

yang berlokasi di Cekande,Tangerang, Banten juga telah menunjukkan bahwa

bangsa ini telah memproduksi psikotropika dalam sekala besar. Anehnya dalam

kasus tersebut terdapat 7 warga negara asing yang pada dasarnya menjadi dalang

dari tindak pidana tersebut, karena ketujuh WNA ini adalah teknisi pabrik dan

peracik ekstasi. Persoalannya bagaimana seorang WNA bisa mendirikan sebuah

pabrik yang notabene adalah sulit. Pada saat ini warga negara asing di Indonesia

yang paling banyak terlibat kasus narkotika berasal dari Nigeria, di samping dari

negara lainnya seperti China, Belanda, Prancis, Australia dan beberapa negara

lain.

Penyalahgunaan psikotrpika dapat kita golongkan menjadi bagian dari

kejahatan, hal ini dapat kita lihat dari pengertian kejahatan yang dikemukakan

oleh Mr.W.A Bonger, yang menyatakan kejahatan adalah perbuatan yang sangat

anti social yang memproleh tantangan dengan sadar dari Negara berupa

pemberian penderitaan.1

1

Ridwan,H.M., Ediwarman, Azas-Azas Kriminologi, USU Press, Medan,1994, Hal.46

Demikian juga dengan penyalahgunaan psikotropika

yang merupakan suatu perbuatan yang anti sosial yang ketentuan pidananya telah

(11)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

Kejahatan psikotropika sudah dikenal lama dikancah internasional,

pesikotropika yang pada dasarnya adalah obat atau zat yang sanggat penting dan

berguna dalam pengobatan,telah disalahgunakan, penyalahguaan obat-obat

terlarang itu merupakan sumber dari kejahatan, artinya dengan mengonsumsinya

secara berlebihan bahkan sampai kecanduan akan membuat pemakainya tidak

sadar diri dan mungkin nekat melakukan kejahatan lain. Sehingga pemakaian

psikotropika yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dikenakan

sanksi yang cukup berat di Indonesia.

Beberapa upaya sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam

menanggulangi penyebaran psikotropika yang peredarannya tanpa izin. Salah

satunya adalah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang

Psikotropika yang bertujuan untuk mengatur dan menjamin ketersediaan

psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan,

mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan memberantas peredaran

gelap psikotropika

Setelah berlakunya Undang-Undang No.5 Tahun 1997 ternyata tidak

mampu untuk menghambat penyalahgunaan psikotropika, ha ini terbukti dengan

semakin meningkatnya kasus produsen psikotropika di Indonesia yang terungkap

dan yang telah terorganisasi secara internasional dan banyak melibatkan warga

negara asing. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya 2 (dua) pabrik ekstasi di

Tangerang pada awal April 2002,2

2

http:/

setelah itu terungkap lagi keberhasilan polisi

(12)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

menemukan pabrik ekstesi di Serang, Banten pada pertengahan Nopember 2005, 3

1. Bagaimana ketentuan pidana terhadap produsen psikotropika menurut

Undang-Undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

dan pada Tahun 2007 semakin banyak pabrik ekstasi yang terungkap di Indonesia

terutama di daerah Batam dan Jakarta.

Berdasarkan uraian diatas, penulis menganggap perlu meneliti

bagaimanakah ketentuan sanksi pidana dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997

terhadap orang perorangan maupun korporasi yang telah memproduksi

psikotropika tanpa izin atau secara illegal.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan maka yang menjadi

permasalahan adalah sebagai berikut:

2. Apa yang menjadi faktor penyebab timbulnya produsen psikotropika di

Indonesia.

3. Bagaimana penerapan hukum terhadap produsen psikotropika di

Indonesia.

1. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan pidana terhadap produsen

psikotropika menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1997 tentang

Psikotropika.

3

(13)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

2. Untuk mengetahui apa yang menjadi factor timbulnya produsen psikotropika

di Indonesia.

3. Serta bagaimana penerapan hukum terhadap produsen psikotropika di

Indonesia.

Dalam penelitian ini ada 2 (dua) manfaat, yaitu:

C. Manfaat Teoritis

D. Bagi penulis sebagai mahasiswa program pidana, untuk lebih

memperdalam ilmu khususnya pengetahuan pidana sesuai

dengan program yang diambil

E. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya

hukum pidana.

F. Manfaat Praktis

Diharapkan melalui penulisan skripsi ini dapat memberikan masukan bagi

aparat penegak hukum dalam menyelesaikan permasalahan khususnya mengenai

kejahatan produsen psikotropika yang semakin meningkat di Indonesia.

2. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini adalah asli dari ide, pemikiran, gagasan dan usaha

penulis sendiri tanpa adanya penjiplakan dari hasil karya orang lain yang dapat

merugikan pihak-pihak tertentu,namun apabila terdapat kesamaan maka untuk itu

penulis dapat bertanggungjawab atas keaslian penulisan sekripsi ini.

(14)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

1. Pengertian Psikotropika dan Perkembangannya

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis buka

narkotika, yang berkasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif dari susunan saraf

pusat yang menyebabkan prubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku.4

Pengertian tersebut menekankan adanya pembatasan ruang lingkup pengertian

psikotropika yang dipersempit, yaitu zat atau obat yang bukan narkotika, dengan

maksud agar tidak berbenturan dengan ruang lingkup narkotika.5

a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Pada dasarnya psikotropika adalah obat atau zat yang sanggat penting dan

berguna dalam pengobatan, akan tetapi pemakaian psikotropika yang berlangsung

lama tanpa pengawasan dan pembatasan kesehatan dapat menimbulkan dampak

yang lebih buruk, tidak hanya menyebabkan ketergantungan bahkan juga

menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik si pemakai,tidak

jarang juga menimbulkan kematian.

Psikotropika terbagi dalam empat golongan yaitu:

6

4

Pasal 1Undang-Undang No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotripika

5

Gatot Supramono, Hukum Narkotika Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2004, Hal.17

6

Pasal 2 ayat (dua) Penjelasan atas UU RI No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

(15)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

(PCE), Etriptamia, Katinona, (+)-Lisergida (LSD_25), MDMA, Meskalina, 4-metil-amomoreks, MMDA, N-etil MDA, N-Hidroksi MDA, Paraheksil, PMA, Psilosina,Psilotsin, Psilosibina, Rolisiklidina (PHP, PCPY), STP,DOM, Tenampetamina (MDA), Tenosiklinida (TCP), TMA.

b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.7

c. Psiktropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam trapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Adapun jenis-jenis Psikotropika golongan II adalah: Amfetamina, Deksamfetamina, Fenetelina, Fenmetrazina,Fensiklidina, Levamfetamina, Levomentamfetamina, Meklkualom, Metamfetamina, Metamfetamina Resemat, Metakualom, Metilfenidal, Sekobarbital, Zipepprol.

8

(16)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

pengobatan dan sangat luas digunakan dalam trapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai p;otensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.9

Psikotropika yang sekarang sedang populer dan banyak disalahgunakan adalah psikotropika Golongan I, diantaranya yang dikenal dengan Ekstasi dan psikotropika Golongan II yang dikenal dengan nama Shabu-shabu.Berikut ini penulis hanya kan membahas psikotopika yang paling banyak dikonsumsi, yaitu ekstasi yang sekaligus menjadi kasus yang penulis bahas.

Adapun jenis-jenis Psikotropika golongan IV adalah: Allobarbital, Alprazolam, Amferamona, Aminorex, Barbital, Benzfetamina, Bromazepam, Brotizolam, Butabarbital, Delorazepam, Seizepam, Astazolam, Etil Amfetamina, etil Loflazapate, etinamat, Eklorvinol, Fencamfamina, Fendimetrazina, Fenobarbital, Fenproporeks, fentermina, Fludiazepam, Flurazepam, Halazepam, Haloksazolam, Kamazepam, Katazolam, Klobazam, Kloksazolam, Klonozepam, Klorozapat, Klordiazepoksida, Klotiazepam, Lefetamina, Leprazolam, Lorazepam, Lormetazepam, Mazindol, Medazepam, Mefenoreks, Mefrobamat, Mesokarb, Metilfendobarbital, Metiprilon, Midazolam, Nimetazepam, Nitrazepam, Nordazepam, Oksazepam, Oksazepama, Oksazolam, Pemolina, Pinazepam, Pipradol, Pirovalerona, Prazepam, Sekbutabarbital, Temazepam, Sekbutabarbital, Temazepam, Tetrazepam, Triazolam, Vinilbital.

9

(17)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

Ekstasi, Rumus kimia XTC adalah 3-4-Methylene-Dioxy-Methil-Amphetamine (MDMA). Senyawa ini ditemukan dan mulai dibuat di penghujung

akhir abad lalu. Pada kurun waktu tahun 1950-an, industri militer Amerika Serikat mengalami kegagalan didalam percobaan penggunaan MDMA sebagai serum kebenaran. Setelah periode itu, MDMA dipakai oleh para dokter ahli jiwa. XTC mulai bereaksi setelah 20 sampai 60 menit diminum.

Efeknya berlangsung maksimum 1 jam. Seluruh tubuh akan terasa melayang. Kadang-kadang lengan, kaki dan rahang terasa kaku, serta mulut rasanya kering. Pupil mata membesar dan jantung berdegup lebih kencang. Mungkin pula akan timbul rasa mual. Bisa juga pada awalnya timbul kesulitan bernafas (untuk itu diperlukan sedikit udara segar). Jenis reaksi fisik tersebut biasanya tidak terlalu lama. Selebihnya akan timbul perasaan seolah-olah kita menjadi hebat dalam segala hal dan segala perasaan malu menjadi hilang. Kepala terasa kosong, rileks dan "asyik".

Saat keadaan seperti ini, pemakai merasa membutuhkan teman mengobrol, teman bercermin, dan juga untuk menceritakan hal-hal rahasia. Semua perasaan itu akan berangsur-angsur menghilang dalam waktu 4 sampai 6 jam. Setelah itu pemakai akan merasa sangat lelah dan tertekan.

Perkembangan penggunaan psikotropika saat ini semakin meningkat

karena tidak lagi hanya dipergunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan

kesehatan saja, tetapi sudah sampai pada penyalahgunaan obat-obat itu sendiri

yang bertujuan untuk memproleh keuntunggan yang besar bagi orang-orang

(18)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

penggedar ataupun produsen psikotropika yang memproduksi tanpa izin.

Penyalagunaan psikotropika mulai mendunia sejak awal dekade 90-an.

Sedangkan di Indonesia, ekstasi sebagai salah satu jenis psikotropika yang paling

digemari, baru dikenal di Indonesia pada pertengahan dekade 90-an.10

Saat ini Indonesia bukan hanya sebagai Negara transit ataupun Negara

tujuan bagi peredaran gelap psikotropika, namun sudah berkembang menjadi

salah satu Negara produsen psikotropika. Keadaan ini mulai dibuktikan dengan

ditemukannya 2 (dua) pabrik ekstasi di Tangerang pada awal April 2002.

Saat ini penyalahguaan psikotropika menjadi salah satu kejahatan yang

berkembang secara pesat hampir diseluruh Negara di dunia,karena kejahatan ini

sudah terorganisir rapi, bahkan peredarannya sudah lintas tranasional, hal ini tentu

sangat meresahkan.

11

Konsultan Ahli Badan Nasional Narkotika (BNN), Brigjen Polisi (purn)

Dra Noldy Ratta, mengemukakan hal itu saat mempresentasikan kebijakan

nasional, pemberantasan penyalagunaan dan peredaran gelar narkoba. Tersangka

narkoba dari kalangan WNA meningkat setiap tahun, hal itu mengindikasikan

sindikat peredaran gelap narkoba di Tanah Air digerakan oleh organisasi

internasional dengan dukungan dana yang tidak terbatas, sarana teknologi canggih

dan dijalankan oleh tenaga profesional dengan jaringan yang luas," katanya. Ia

tidak merinci peningkatan jumlah WNA tersangka narkoba di wilayah Indonesia

namun warga asing itu merupakan bagian dari 34.166 orang (29 persen)

10

Dani krisnawati, Eddy O. S. Hiariej, Marcus Priyo Gunarto, Sigit Riyanto, Supriyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006, Hal. 175

11

(19)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

narapidana/tahanan narkoba, selebihnya sekitar 64.286 orang (71 persen)

merupakan napi/tahanan non-narkoba dari 118.453 orang napi/tahanan.

Data di Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan, jumlah perkara

yang ditangani kepolisian pada tahun 2000 sebanyak 3.478 kasus, tahun 2001

sebanyak 3.617 kasus, tahun 2002 sebanyak 3.751, tahun 2003 sebanyak 7.140

kasus dan tahun 2004 sebanyak 8.410. Sedangkan jumlah pelaku pada tahun 2001

sebanyak 4.924 orang, tahun 2002 sebanyak 5.310 orang, tahun 2003 sebanyak

9.717 orang dan tahun 2004 sebanyak 11.323 orang. Baik kasus dan pelaku

mengalami kenaikan setiap tahun dan akan terus naik jika tidak ada upaya dari

kita semua untuk menghentikan penyalahgunaan narkoba.

Rata-rata pengungkapan kasus narkoba sebanyak 29 kasus per hari yang

melibatkan 44 tersangka per hari, baik warga asing maupun penduduk Indonesia.

Dari data versi Ditjen Pemasyarakatan Depkum dan HAM, posisi Pebruari 2007

itu, napi/tahanan narkoba didominasi oleh kelompok pemakai (74 persen), disusul

pengedar (24 persen) dan produsen (2 persen).

2. Pengertian Produsen Psikotropika

Sebelum penulis membahas pengertian produsen psikotropika kita perlu

melihat pengertian produksi yang dituangkan dalam Bab I pasal 1 ayat 3 UU

psikotropika yang menyatakan produksi adalah kegiatan atau proses penyiapan,

mengolah, membuat, menghasilkan, mengemas, dan/atau mengubah bentuk

psikotopika.

(20)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

penyidiaan bahan-bahan untuk diolah menjadi psikotropika, sudah dapat

dikatakan melakukan kegiatan memproduksi psikotropika, karena sudah

melakukan proses persiapan walaupun bahan-bahannya belum diolah. Demikian

pula dengan membungkus obat-obatan yang tergolong psikotropika termasuk

perbuatan memproduksi psikotropika, walaupun pelakunya tidak mengolah atau

membuat psikotropika.12

3. Pendapat Sarjana Tentang Pidana dan Pemidanaan

Pasal 5 menyatakan bahwa pikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik

obat yang telah memiliki izin dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Didalam UU Nomor 5 Tahun 1997 tidak ada ada ketentuan yang

secara nyata dan jelas apa yang dimaksud dengan podusen psikotropika, namun

dari pasal-pasal yang ada kita dapat mengambil kesimpulan bahwa produsen

psiktropka adalah pabrik obat yang memiliki izin sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mengadakan kegiatan atau

proses menyiapkan,mengolah, membuat, menghasilkan,mengemas dan/atau

mengubah bentuk psikotropika.

a. Pidana

1.Pengertian Pidana

Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata pidana

12

(21)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

berarti hal yang di pidanakan yaitu yang oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan

kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal

yang tidak sehari-hari dilimpahkan. Tentunya ada alasan untuk melimpahkan

pidana ini dan alasan ini selayaknya ada hubungan dengan suatu keadaan, dalam

mana seorang oknum yang bersangkutan betindak kurang baik. Maka unsur

“hukuman” sebagai suatu pembalasan adalah tersira dalam kata “pidana.”13

Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa hukum pidana merupakan

hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh

undang-undang beseta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya kepada pelaku.14

Pada umumnya para sarjana menyebutkan hakekat dari pidana itu adalah

penderitaan atau nestapa, Demikian juga misalnya pendapat dari Bonger yang

menyatakan bahwa pidana adalah mengenakan suatu penderitaan, karena orang itu Untuk memberikan penjelasan tenang arti pidana secar lebih kongkrit

berikut penulis kutipkan beberapa pengertian pidana menurut para ahli,

diantaranya;

Mr.W.P.J. Pompe memberikan batasan yang dimaksud dengan hukum

pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai prbuatan-perbuatan

yang dapat dihukum dan aturan pidananya.

Prof. Sudarto,S.H. mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan pidana

adalah penderitaan yang disengaja dibebankan kepada orang yang melakukan

perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

13

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas hukum Pidana di Indonesia, PT.Eresco, Bandung, 1986, Hal.1

14

(22)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

telah melakukan suatu perbuatan yang meruikan masyarakat. Ini sama dengan

yang dikatakan oleh Roeslan Saleh bahwa pidana adalah reaksi atas delik, dan ini

berujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara pada pembuat

delik itu.15

Stelsel pidana merupakan bagian dari hukum penitensier yang berisi

tentang jenis-jenis pidana,batas-batas penjatuhan pidana,cara penjatuhan pidana,

cara dan di mana menjalankannya, begitu juga mengenai pengurangan,

penambahan,dan pengecualian penjatuhan pidana. Disamping itu hukum

panitensier juga berisi tentang system tindakan dalam usaha Negara menjalankan

ketertiban.

2. Jenis-Jenis Pidana atau Stelsel Pidana di Indonesia

16

Stelsel pidana Indonesia pada dasarnya diatur dalam Buku I KUHP dalam

bab ke-2 dari Pasal 10 sampai Pasal 43. KUHP sebagai induk atau sumber hukum

pidana telah merinci jenis-jenis pidana, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 10

KUHP. Menurut stelsel KUHP, pidana dibedakan menjadi dua kelompok, antara

pidana pokok dengan pidana tambahan. Adapun perbedaan antara jenis-jenis

Mencantumkan hukuman pada setiap larangan dalam hukum pidana,

disamping bertujuan untuk kepastian hukum dalam rangka membatasi kekuasaan

Negara juga bertujuan untuk mencegah orang yang berniat melanggar hukum

pidana, dan adanya stelsel hukum akan lebih menjamin kepastian hukum di

Indonesia.

15

16

(23)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

pidana pokok dengan pidana tambahan adalah sebagai berikut:

a) Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok bersifat keharusan(imperative),

sedangkan penjatuhan pidana tambahan sifatnya fakultatif

b) penjatuhan jenis pidana pokok tidak harus dengan demikian menjatuhkan

pidana tambahan(berdiri sendiri), tetapi menjatuhkan jenis pidana

tambahan tidak boleh tanpa dengan menjatuhkan jenis pidana pokok.

c) jenis pidana pokok yang dijatuhkan, bila tidak mempunyai kekuatan

hukum tetap (in kracht gewijsde zaak) diperlukan suatu tindakan

pelaksanaan(exeutie).17

Untuk memahami lebih mendalam mengenai jenis-jenis hukuman

berdasarkan pasal 10 KUHP, maka jenis-jenis hukuman tersebut akan diuraikan

secara mendalam satu persatu.

A. Hukuman-Hukuman Pokok

Pidana pokok adalah pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan

pidana denda, dimana apabila dalam persidangan, tindak pidana yang didakwakan

oleh jaksa penuntut umum menurut hakim telah terbukti secara sah dan

meyakinkan maka hakim harus menjatuhkan satu jenis pidana pokok, sesuai

dengan jenis dan batas maksimum khusus yang diancamkan pada tindak pidana

tersebut,diantaranya:

1. Hukuman Mati

17

(24)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

Pidana mati merupakan pidana yang terberat, karena pidana ini merupakan

penyerangan terhadap hak hidup bagi manusia, yang sesungguhnya hak ini hanya

berada di tangan Tuhan, maka tidak heran sejak dulu sampai sekarang

menimbulkan pendapat yang pro dan kontra, bergantung dari kepentingan dan

cara memandang pidana mati itu sendiri.

Selain itu kelemahan dari pidana mati ini adalah apabila telah dijatuhkan

atau dijalankan, maka tidak dapat memberi harapan lagi untuk perbaikan,baik

revisi atas jenis pidananya maupun perbaikan atas diri terpidananya apabila

kemudian hari ternyata penjatuhan pidana tersebut keliru, baik kekeliruan

terhadap orang atau pembuatnya, maupun kekeliruan tethadap tindak pidana yang

mengakibatkan pidana mati itu dijatuhkan dan dijalankan atau juga kekeliruan

atas kesalahan terpidana.18

Sebetulnya pembentuk UU menyadari akan sifat pidana mati sebagai mana

telah diuraikan diatas.Oleh karena itu, walaupu n pidana mati dicantumkan dalam

UU, namun harus dipandang sebagai tindakan darurat atau noodrech19

a) Kejahatan-kejahatan yang mengancam keamanan Negara

. Tiada lain

maksudnya agar pidana mati hanya dijatuhka pada keadaan-keadaan tertentu yang

khusus dipandang sangat mendesak saja. Oleh karena itu dalam KUHP,

kejahatan-kejahatan yang diancam dengan pidana mati hanyalah pada kejahatan-kejahatan-kejahatan-kejahatan

yang dipandang sangat berat saja, yang jumlahnya juga sangat terbatas, seperti:

b) Kejahatan-kejahatan pembunuhan terhadap orang tertentu dan atau

18

Ibid, Hal. 29

19

(25)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

dilakukan dengan factor-faktor pemberat, misalnya Pasal 140 (3) atau

Pasal 340

c) Kejahatan terhadap harta benda yang disertai dengan unsure-unsur yang

sangat memberatkan,contoh Pasal 365 ayat 4

d) Kejahatan-kejahatan pembajakan laut, sungai dan pantai.

Bagi hakim tidak harus selalu menjatuhkan pidana mati karena bagi setiap

kejahatan yang diancam dengan pidana mati, selalu diancam juga pidana

alternatifnya, yaitu pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara

waktu setinggi-tingginya 20 tahun.

2. Hukuman Penjara

Pidana penjara adalah pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari

seorang terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut didalam sebuah

lembaga permasyarakatan yang menyebabkan orang tersebut harus menaati semua

peraturan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar.20

a. Pidana seumur hidup,dan

Pidana penjara merupakan salah satu jenis pidana yang terdapat dalam

system hukum pidana di Indonesia, sebagai mana termaktub dalam Pasal 10

KUHP. Pidana penjara menurut Pasal 12 ayat (1) KUHP terdiri dari:

b. Pidana penjara selama waktu tertentu.

Menurut P.A.F. Lamintang pidana penjara adalah suatu pidana berupa

pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan dengan

20

(26)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan

mewajibkan orang itu untuk menaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di

dalam lembaga pemasyarakatan, yang dikaitkan dngan sesuatu tindakan tata tertib

bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.21

a. Sebagai pidana alternatif dari pidana mati

Pidana penjara seumur hidup diancamkan pada kejahatan-kejahatan yang

sanggat berat, yakni:

b. Berdiri sendiri dalam arti tidak sebagai alternate pidana mati, tetapi

sebagai alternatifnya pidana penjara sementara setinggi-tingginya 20

Tahun. Misalnya Pasal 106 KUHP.

Pidana penjara seumur hidup di Indonesia dapat diubah (dikomutasi)

menjadi pidana sementara waktu. Berdasarkan pasal 9 Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 Tentang Remisi, dinyatakan bahwa:

a. Narapidana yang dikenakan pidana penjara seumur hidup dan telah

menjalani paling sedikit 5 (lima) tahun berturut-turut serta berkelakuan

baik, dapat diubah pidanaanya menjadi pidana penjara sementara, dengan

lama sisa pidana yang masih harus dijalani paling lama 15 (lima belas)

tahun.

b. Perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana sementara

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan

Presiden.

21

(27)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

c. Permohonan perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana

penjara sementara diajukan narapidana yang bersangkutan kepada

Presiden melalui Mentri Hukum dan Perundang-undangan.22

Pidana penjara sementara waktu paling rendah 1 hari dan paling tinggi 15

Tahun. Pidana penjara sementara dapat dijatuhi melebihi 15 Tahun secara

berturut-turut, yakni dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 12 ayat 3 KUHP.

Dalam menjalani pidana penjara dalam lembaga pemasyarakatan, narapidana

wajib menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang diwajibkan kepadanya menurut

ketentuan pelaksanaan yang terdapat dalam Pasal 29 KUHP.23

Sejak tahun 1964, istilah penjara bagi suatu tempat untuk menjalankan

pidana penjara sudah diganti dengan istilah Lembaga Pemasyarakatan, ini

merupakan gagasan dari Dr.Saharjo (Mentri Kehakiman pada waktu itu) untuk

menjadikan Lembaga Pemasyarakatan bukan sebagai suatu tempat yang

semata-mata dan menderitakan orang lain, akan tetapi suatu tempat untuk membina atau

mendidik orang-orang yang telahberkelakuan menyimpang (narapidana).24

Pidana kurungan dinyatakan hanya untuk kejahatan-kejahata kulpos yaitu

kejahatan-kejahatan karena kealpaan, dan sering secara alternative dengan pidana

penjara. Juga pada pelangaran-pelangaran berat.

3. Hukuman Kurungan

25

(28)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

penjara, akan tetapi pada pidana kurungan apabila putusan hakim dibacakan,

terpidana kurungan maupun terpidana penjara berada didalam tahanan sementara

sehingga putusan itu mempunyai kekuatan hukum tetap (inkarcht van gewijsde

zaak).

Menurut ketentuan pasal 33 (1) KUHP hakim berwenang untuk

memperhitungkan masa tahanan sementara sebagai bagian dari lamanya masa

pidana yang dijalankan, yang didalam praktek hukum selama ini selalu

diberlakukan karena dalam prakteknya masa tahanan sementara itu menjadi lama

berhubung penyelesaian perkara pada umumnya membutuhkan waktu yang cukup

lama.26

Terpidana yang dijatuhi pidana denda boleh segera menjalani pidana

kurunggan pengganti denda apabila pidana denda hanya alternative, namun

apabila terpida denda dijatuhi pidana denda dan telah membayar sejumlah uang

tersebut maka uang denda yang dibayar terpidana menjadi millik Negara, oleh

4. Hukuman Denda

Pidana denda diancam pada jenis pelanggaran baik secara alternative dari

pidana kurungan maupun berdiri sendiri. Begitu juga terhadap jenis-jenis

kejahatan ringan maupun kejahatan culpa, pidana denda sering diancamkan

sebagai alternative dari pidana kurungan. Sementara itu, bagi kejahatan-kejahatan

selebihnya jarang sekali diancamkan dengan pidana denda baik sebagai

alternative dari pidana penjara maupun berdiri sendiri.

26

(29)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

karena itu, kejaksaan setelah menerima dari terpidana maka unag tersebut harus

segera diserahkan kepada kas Negara.

5. Hukuman Tutupan

Pidana tutupan ini datambahkan pada pasal 10 KUHP, melalui UU No.20

Tahun 1946 yang maksudnya sebagaimana tertuang dalam pasal 2 ayat 1 yang

menyatakan bahwa dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan, yang

diancam dengan pidana penjara karena terdorong oleh maksud yang patut

dihrmati, hakimboleh menjatuhkan pidana tutupan. Pidana tutupan tidak

dijatuhkan apabila perbuatan yang merupakan kejahatan itu, cara melakukan

perbuatan itu atau akibat dari perbuatan itu adalah sedemikian rupa, sehingga

hakim berpendapat bahwa pidana penjara lebih tepat.27

Dalam praktek saat ini hampir tidak ada Putusan Hakim yang menjatuhkan

pidana tutupan. Sepanjang sejarah praktek hukum Indonesia, pernah terjadi sekali

hakim menjatuhkan Pidana Tutupan yaitu, Putusan Mahkamah Tentara Agung RI

pada tanggal 27 Mei 1948 dalam hal mengadili para pelaku kejahatan yang Tempat dan menjalani Pidana Tutupan diatur lebih lanjut didalam aturan

Pemerintah No. 8 Tahun 1948, yang dikenal dengan Peraturan Pemerintah tentang

Rumah Tutupan. Pidana Tutupan bukan jenis pidana yang berdiri sendiri

melainkan Pidana penjara juga perbedaannya hanyalah terletak pada orang yang

dapat dipidana tutupan hanya bagi orang yang melakukan tindak pidana karena

didorong oleh maksud yang dihormati.

27

(30)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

dikenal dengan sebutan pristiwa 3 Juli 1946.28

B. Hukuman-Hukuman Tambahan

Pidana tambahan adalah pidana tambahan dari pidana pokok, biasanya

fakultatif,jadi boleh pula tidak.Pidana tambahan hanya dapat ditambahkan pada

pidana pokok, tetapi ada juga pengecualianya, perampasan barang-barang tertentu

dapat dilakukan terhadap anak yang disrahkan kepada pemerintah tetapi hanya

mengenai barang-barang yang disita. Dalam hal ini ada pidana tambahan pada

suatu tindakan,dan bukan pada pidana pokok perkara.

1. Pencabutan Beberapa Hak Yang Tertentu

Undang-Undang hanya memberikan kepada Negara wewenang melakukan

pencabutan hak tertentu saja, yang menurut pasal 35 ayat 1 KUHP , Hak-hak yang

dapat dicabut tersebut adalah

a) Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu

b) Hak menjalankan jabatan dalam Angkatan Bersenjata/TNI

c) Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan

aturan-aturan umum.

d) Hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atau penempatan

pengadilan, hak menjadi ahli waris, wali pengawas, pengampu, atau

pengampu pengawas atas anak yang bukan anak sendiri

e) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau

pengampuan atas anak sendiri

f) Hak menjalankan mata pencarian

28

(31)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

Sifat hak-hak tertentu yang dicabut oleh hakim, tidak untuk

selama-lamanya melainkan dalam waktu tertentu saja, kecuali bila yang bersangkutan

dijatuhi pidana penjara seumur hidup atau pidana mati.29

Utrecht berpendapat bahwa barang tersebut harus menajdi milik terpidana

pada saat ia melakukan kejahatan. Pendapat ini didasarkan kepada alas an bersifat

praktis, yaitu bahwa jika beranggapan, barang tersebut menjadi milik terpidana

2. Perampasan Barang yang Tertentu

Perampasan barang sebagai suatu pidana hanya diperkenankan atas

barang-barang tertentu saja , tidak diperkenankan untuk semua barang.

Undang-undang tidak mengenal permapasan untuk semua kekayaan.ada dua jenis barang

yang dapat dirampas memalui putusan hakim pidana, yaitu barang-barang yang

berasal dari suatu kejahatan (bukan dari pelanggaan), yang disebut dengan

Corpora Delictie, misalnya uang palsu dari kejahatan pemalsuan uang, dan

barang-barang yang diunakan dalam melakukan kejahatan, yang disebut dengan

Instrumental delictie, misalnya pisau yang digunakan dalam kejahan

pembunuhan.

Berdasaran pasal 39 ayat 1, timbul suatu permasalahan dimana dinyatakan

barang milik terpidana (bukan tersangka atau terdakwa) barang itu menjadi milik

terpidana saat pidana dijatuhkan. Maka timbul persoalan pada saat manakah

barang-barang yang dirampas itu harus menjadi milik terpidana? Apakah pada

saat kejahatan dilakukan atau pada saat pidana dijatuhkan oleh Hakim.

29

(32)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

pada saaat pidana dijatuhkan , namun bukanlah selama jangka waktu antara

sewaktu kejahatan dilakukan sampai saat hakim mejatuhkan putusan,

tersangka/terdakwa mempunyai kesempatan yang cukup untuk mengalihkan hak

miliknya atas barang itu. Jika demikian, barang tersebut menjadi tidak dapat lagi

dirampas.30

Maksud dari Pengumuman Putusan Hakim yang demikian ini adalah

sebagai usaha preventif, mencegah bagi orang-orang tertentu agar tidak

melakukan tindak pidana yang sering dilakukan orang. Maksud yang lain adalah

3. Pengumuman keputusan Hakim

Pidana pengumuman putusan hakim ini, hanya dapt dijatuhkan dalam

hal-hal yang telah ditentukan dalam Undang-undang. SetiapPutusan Hakim memang

harus diucapkan dalama Persidangan Yang Terbuka Untuk Umum, bila tidak

putusan itu batal demi hukum. Tetapi pengumuman Putusan Hakim sebagai

sesuatu pidana bukanlah seperti disebutkan diatas, pidana pengumumna putusan

hakim merupakan suatu publikasi ekstra dari suatu putusan pemidanaan, sesorang

dari pengadilan pidana.

Dalam pidana pengumuman ptusan hakim ini, hakim bebas menentukan

perihal cara melaksanakan pengumuman itu, hal tersebut dapat dilakukan melalui

surat kabar, plakat yang ditempelkan apda papan pengumuman, mlalui media

radio maupun televise, yang pembiayaannya dibebankan kepada terpidana.

30

(33)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

memberitahukan kepada masyarakat umum, agar berhatihati dalam bergaul dan

berhubungan dengan orang-orang yang dapat disangka tidak jujur, sehingga tidak

menjadi korban dari kejahatan.

b. Pemidanaan

1. Pengertian Pemidanaan

Cara kerja hukum pidana dengan melakukan pemidanaan atau pemberian

pidana mempunyai pengertian yang luas. Pemidanaan atau pemberian pidana

mempunyai pengertian yang luas dalam arti bisa dibedakan menjadi dua

pengertian, yakni (1) pemidanaan dalam arti abstrak (pemidanaan in abstracto),

dan (2) pemidanaan dalam arti kongkrit (pemidanaan in concreto).

Hukum pidana menciptakan tata tertib di dalam masyarakat melalui

pemberian pidana secara abstrak, artinya dengan ditetapkannya di dalam

undang-undang perbuatan-perbuatan tertentu sebagai perbuatan yang dilarang disertai

ancaman pidana, atau dengan ditetapkannya perbuatan-perbuatan tertentu sebagai

tindak pidana di dalam undang-undang, maka diharapkan warga masyarakat akan

mengerti dan menyesuaikan diri sehingga tidak melakukan perbuatan-perbuatan

yang telah dilarang dan diancam pidana itu. Dengan demikian, dengan

diberlakukannya suatu undang-undang pidana yang baru di dalam masyarakat,

diharapkan akan tercipta ketertiban di dalam masyarakat.

Hukum pidana menciptakan tata tertib atau ketertiban melalui pemidanaan

dalam arti kongkrit, yakni bilamana setelah suatu undang-undang pidana dibuat

dan diberlakukan ternyata ada orang yang melanggarnya, maka melalui proses

(34)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

Pemidanaan adalah suatu rangkaian cara untuk memberikan kepada

seseorang yang telah melakukan Tindak Pidana, wujud dari penderitaan yang

dapat dijatuhkan Negara, cara menjatuhkannya, dimana, dan bagaimana cara

menjalankan pidana tersebut.Negaralah yang berhak menjatuhkan pidana melalui

alat-alat pemerintah Negara yang memegang Subjectief strafrecht (jus puniendi)

yang dapat menjatuhkan pidana terhadap pengertian pidana objectief strafrecht

(jus punale).31

Teori-teori pemidanaan (dalam banyak literature hukum disebut dengan Pemerintah yang mengendalikan hukum tersebut, karena pemerintah

berhak memidana. Hak menjatuhkan pidana merupakan pelengkapan Negara,

hanya yang mempunyai wewenang yang dapat memaksakan berlakunya kehendak

untuk memidana.

Tujuan penjatuhan pidana atau pemberian pidana itu sendiri

bermacam-macam bergantung pada teori-teori yang dianut di dalam sistem hukum pidana di

suatu masa. Kendati demikian, tujuan akhir dari penjatuhan pidana atau

pemberian pidana itu tetap di dalam koridor atau kerangka untuk mewujudkan

tujuan hukum pidana. Ini berarti bahwa penjatuhan pidana atau pemberian pidana

sebenarnya merupakan sarana untuk mencapai tujuan hukum pidana. Kerangka

berpikir seperti di atas, juga berlaku dalam konteks UU No. 5 Tahun 1997.

2. Teori-Teori Mengenai Tujuan Pemidanaan

31

(35)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

teori hukum pidana/ strafrecht-theorien) adalah berhubungan langsung dengan

pengetian hukum pidana subyektif, teori-teori ini adalah mencari dan

menerangkan tentang dasar dari hak Negara dalam menjatuhkan dan menjalankan

pidana tersebut32

Dasar pijakan dari teori ini ialah “Pembalasan”, inilah dasar pembenar dari

penjatuhan penderitaan berup pidana itu kepada penjahat. Negara berhak

menjatuhkan pidana ialah Karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan

atau perkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau

negara)yang telah dilindungi. .

Hukum pidana dalam usahanya mencapai tujuan-tujuannya tidak

semata-mata menjatuhkan pidana, tetapi ada juga kalanya mengunakan tindakan-tindakan.

Penjatuhan pidana ini juga memiliki tujuan-tujuan demi keadilan baik bagi koban

atau masyarakat luas juga untuk membentuk pribadi yang lebih baik dari pelaku

kejahatan

Inilah yang dimaksud dengan teori-teori pemidanaan yaitu maksud atau

tujuan dilakukannya pemidanaan kepada pelaku kejahatan demi keadilan dan

kebaikan bagi diri pelaku sendiri dan masyarakat. Terdapat berbagai teori yang

membahas alasan-alasan yang membenarkan(justification) penjatuhan

hukum.Diantaranya adalah :

a. Teori Absolut

33

Maka oleh karena itu ia harus diberi pidana yang setimpal dengan

32

Adami Chazawi, Op. cit. Hal. 153

33

(36)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

perbuatan yang dilakukannya. Penjatuhan pidana yang pada dasarnya penderitaan

pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang

lain. Setiap kejahatan tidak boleh tidak harus diikuti oleh pidana bagi

pembuatnya.

Tidak dilihat akibat-akibat apa yang bisa timbul dari penjatuhan pidana itu,

tidak memperhatikan masa kedepan baik terhadap diri penjahat maupun

masyarakat. menjatuhkan pidana tidak dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang

praktis, tetapi bermaksud satu-satunya penderitaan bagi penjahat.

Tindakan pembalasan didalam penjatuhan pidana mempunyai dua arah yaitu

1. Ditujukan kepada penjahatnya (sudut subjektif dari pembalasan)

2. Ditujukan untuk memenuhi kepuasan dari perasaan dendam dikalangan

masyarakat (Sudut objektif dari pembalasan)

Pembalasan oleh banyak orang dikemukakan sebagai alas an untuk

mempidana suatu kejahatan, kepuasan itulah yang dikejar.Apabila ada seorang

oknum yang langsung kena dan menderita karena kejahatan itu, maka kepuasan

hati itu terutama ada pada si oknum tersebut. Dalam hal pembunuhan kepuasan

hati ada pada keluarga si korban khususnya, dan pada masyarakat umumnya.

Dengan meluasnya kepuasan hati ini pada sekumpulan orang, maka mudah

juga meluasnya sasaran dari embalasan pada orang orang lain dari pada si

penjahat, yaitu pada para sanak-keluarga atau kawan-kawan karib. Maka unsur

pembalasan, meskipun dapat dimengerti tidak selalu dapat menjadi ukuran untuk

menetapkan suatu pidana.

(37)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

Menurut teori ini suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu

pidana. Untuk itu tidaklah cukup adanya suatu kejahatan melainkan harus

dipersoalkan pula apa manfaatnya suatu pidana bagi masyarakat, atau bagi si

penjahat itu sendiri. Tidak saja dilihat pada masa lampau, melainkan juga pada

masa depan. Maka harus ada tujuan lebih jauh daripada hanya menjatuhkan

pidana saja.Dengan demikian teori ini juga dinamakan teori tujuan.

Teori relatif atau teori tujuan berpokok pangkal bahwa pidana adalah alat

untuk menegakkan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pidana ialah tata tertib

masyarakat, dan untuk menegakkan tata tertib itu diperlukan pidana.34

1. Bersifat menakut-nakuti (Afschrikking)

Untuk mencapai ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu mempunyai

tiga sifat yaitu:

2. Bersifat memperbaiki (Verbeterribg/reclasering)

3. Bersifat membinasakan (onsschdelijk maken)

Menurut teori ini pidana dimaksudkan sebagai alat pencegahan baik yang

bersifat khusus, (special prevention ) maupun yang bersifat umum (General

Prevention)

Teori ini melihat punishment sebagai cara untuk mencegah atau

mengurangi kejahatan. Premisenya adalah bahwa pemidanaan sebagai tindakan

yang menyebabkan derita bagi terpidana, hanya dianggap sah apabila terbukti

bahwa dijatuhkannya pidana itu memang menimbulkan akibat lebih baik daripada

34

(38)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

tidak dijatuhkan pidana pihak-pihak yang terlibat35

c. Teori Gabungan

.

Karena titik tekan teori ini pada aspek kemanfaatn meemperbaiki pelaku

dan mencegah orang lain melakukan kejahatan,teori relative melihat pada usaha

untuk dengan menjatuhkan pidana dapat memperbaiki si penjahat agar menjadi

orang baik, yang tidak akan melakukan kejahatan lagi.

Apabila ada dua pendapat yang diametraal berhadapan satu sama lain,

biasanya ada suatu pendapat ketiga yang berada di tengah-tengah.di samping teori

absolute dan teori relative tentang hukum pidana, kemudian muncul teori ketiga,

yang disatu pihak mengakui adanya unsur pembalasan dalam hukum pidana,

tetapi lain pihak mengakui pula unsur memperbaiki penjahat yang melekat pada

tiap pidana.

Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas

pertahan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan ini adalah menjadi

dasar dari penjatuhan pidana. Teori-teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi

dua golongan, yaitu:

1. Teori Gabungan Pertama

Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu

tidak boleh melampui batas dari apa yang perlu dan cukup dan dapatnya

dipertahankannya tata tertib masyarakat. Pendukung teori gabungan yang menitik

beratkan pada pembalasan ini didukung oleh POMPE, yang berpandangan bahwa

35

(39)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

pidana tiada lain adalah pembalasan kepada penjahat, teteapi juga bertujuan untuk

mempertahankan tata tertib hukum agar supaya kepentingan umum dapat

diselamatkan dan terjamin dari kejahatan.

Pakar hukum pendukung teori gabungan pertama ini ialah Ze venbergen

yang berpendapat bahwa makna setiap pidana adalah suatu pembalasan, tetapi

mempunyai maksud melindungi tata tertib hukum sebab pidana itu ialah

mengembalikan dan memepertahankan ketaatan pada hukum dan pemerintahan.

2. Teori Gabungan yang Kedua

Menurut Thomas Aquino, bahwa yang menjadi dasar pidana itu ialah

kesejahteraan umum. Untuk adanya pidana maka harus adanya kesalahan pada

pelaku perbuatan, dan kesalahan itu hanya terdapat pada perbuatan-perbuatan

yang dilakukan dengan sukarela.

Pidana yang dijatuhkan pada orang yang melakukan perbuatan yang

dilakukan dengan sukarela inilah yang tiada lain bersifat pembalasan. Sifat

membalas dari pidana adalah merupakan sifat umum dari pidana, tetapi bukan

tujuan dari pidana, sebab tujuan pidana pada hakekatnya adalah pertahanan dan

perlindungan tata tertib masyarakat.36

4. Metode Penelitian

Dalam penulisa skripsi ini, penulis mengunakan metode penelitian berupa:

1. Jenis Penelitian

36

(40)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

Penelitian ini merupakan hukum normatif (yuridis normatif) yang dilakukan

dan ditujukan pada ketentuan pidana yang mengatur tentang produsen

psikotropika dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan

dalam skripsi serta menganalisa putusan pengadilan

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil putusan Pengadilan Negeri di

Surabaya, Pengadilan Tinggi Surabaya dan Makamah Agung yang sesuai

dengan permasalahan dalam skripsi ini untuk dianalisa.

3. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data sekunder.

Adapun data sekunder yang dimaksudkan oleh penulis adalah sebagai berikut:

G. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang

mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang, yakni

berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintahan sebagainya.

H. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang

merupakan informasi atau hasil kajian tentang tindak pidana

produsen psikotopika seperti seminar hukum, majalah, karya

tulis ilmiah yang berkaitan dengan tindak pidana psikotropika

dan beberapa sumber dari situs internet yang berkaitandengan

persoalan diatas.

I. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang berisi

konsep-konsep yang mendukung bahan hukum primer dan

(41)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

4. Manfaat Pengumpulan Data

Dalam penulisan skeripsi ini, maka metode yang digunakan penulis adalh

metode kepustakaan (library research). Yakni metode dengan menggunakan

data sekunder yang tertulis sebagai pedoman. Dan selain buku ilmiah, maka

penulis juga mengumpulkan data-data dari bahan-bahan referensi yang

berasal dari mass media, seperti surat kabar dan juga bahan-bahan dari

internet.

5. Analisa Data

Data sekunder yang telah diperoleh kemudian dianalisa secara kualitatif yaitu

apa yang diperoleh dipenelitian di lapanggan dan dipelajari secara utuh dan

menyeluruh untuk memperoleh jawaban permasalahan dalam skripsi ini.

5. Sistematika Penulisan

Sistem penyusunan skripsi ini oleh penulis dimasudkan untuk memberi

perincian secara garis besar isi dari skripsi ini. Dalam penyusunannya sekripsi ini

akan dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan susunan sebagai berikut:

BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan tentang

latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II : Bab ini akan membahas tentang ketentuan pidana terhadap produsen

psikotropika menurut ketentuan undang-undan nomor 5 Tahun 1997

(42)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

belakang lahirnya undang-undang psikotropika, sanksi pidana

terhadap produsen psikotropika dan proses hukum terhadap produsen

psikotropika menurut ketetuan UU No.5 Tahun 1997 tentang

Psikotropika.

BAB III : Dalam bab ini akan diuraikan tentan faktor-faktor yang menyebabkan

timbulnya produsen psikotropika di Indonesia, yang dilihat dari 2

(dua) faktor, yaitu faktor hukum dan faktor diluar hukum.

BAB IV : Dalam bab ini diuraikan tentang analisis sebuah kasus yang telah

melewati 3 (tiga) tingkatan putusan yaitu berdasarkan putusan PN

Surabaya, PT Surabaya dan Mahkamah Agung yang diuraikan dalam

2 (dua) bagian yaitu, kronologis kasus dan analisa putusan hakim.

(43)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

BAB II

KETENTUAN PIDANA TERHADAP PRODUSEN

PSIKOTROPIKA MENURUT UU NO.5 TAHUN

1997 TENTANG PSIKOTROPIKA

A. Latar Belakang Lahirnya UU Psikotropika

Selama beberapa dasawarsa terakhir ini masyarakat internasional dan

nasional dihadapkan pada berbagai masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap

psikotropika, kemudian muncul danpak negatif yang semakin luas dan bahkan

berdimensi internasional. Hal ini berpengaruh buruk tidak saja terhadap

pertumbuhan generasi muda, tetapi juga dapat melemahkan ketahanan nasional.

Psikotropika sangat bermanfaat dan diperlukan dalam pelayanan

kesehatan, yang penggunaannya harus dilakukan di bawah pengawasan tenaga

kesehatan yang memiliki keahlian dan wewenang untuk itu. Disamping itu, juga

diperlukan untuk ilmu pengetahuan dalam kegiatan riset. Dilain pihak

(44)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

pengawasan tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan wewenang untuk itu,

dapat merugikan kesehatan individu pengguna, yang pada akhirnya dapat

menurunkan derajat kesehatan masyarakat.

Sebelum kelahiran UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika tidak ada

ketegasan dari segi hukum pidana mengenai tindak pidana psikotropika. Pada

waktu itu utusan-putusan badan pradilan terhadap kasus-kasus psikotropika

(ekstasi) berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan dianggap kurang kuat, sebagai

dasar hukum dari sisi hukum pidana.37

Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

tidak dapat dilepaskan dari adanya konvensi Psikotropika 1971 yang telah

diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan

Convention on Psychotropic Substances 1971 dan Konvensi Perserikatan Bangsa

Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988

yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang

Pengesahan United Nations Convention Agains Illicit Traffic in Narcotic Drugs

and Psychotripic Subsstances.38

Pada tanggal 7 Nopember 1996, Presiden Republik Indonesia telah

mengesahkan Konvensi Internasional 1971 melalui Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1996,ini membuktikan secara otomatis Indonesia menjadi pihak pada

1. Konvensi Psikotropika Substansi Tahun 1971

37

Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Jakarta, Cv. Mandar Maju, 2003, Hlm. 123.

38

(45)

Meyranda Lista Purba : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Produsen Psikotropika Menurut UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika (Study Kasus Reg. No.3142/Pid B/2006/PN.SBY, No. 256/Pid/2007/PT.SBY, No. 455K/PID,SUS/2007), 2008.

USU Repository © 2009

konvensi, yang memberikan landasan hukum yang kukuh dalam rangka mencegah

dan menaggulangi penyalahgunaan serta memerangi peredaran gelap psikotropika

dalam tatanan kerjasama internasional. Dengan demikian Indonesia dapat lebih

menkonsolidasikan upaya mencegah, dan melindungi kepentingan masyarakat

terutama generasi muda terhadap akibat buruknya psikotropika.

Konvensi ini merupakan suatu perangkat hukum internasional, sebagai

resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB No.1474, 24 Maret 1970, yang

diselenggarakan di Wina, Australia. Konvensi tersebut mulai berlaku sejak 16

Agustus 1976, dan sampai Desember 1995 tercatat 140 negara menjadi pihak

dengan menandatangani konvensi, tetapi pada saat itu Indonesia belum ikut

menandatanggani konvensi tersebut.

Pengaturan itu mendorong terciptanya suatu sistem untuk mengawasi

setiap kegiatan, yang berhubungan dengan psikotropika secara internasional, yang

didasarkan pada kepentingan kelangsungan untuk mempertahankan hidup dan

kehidupan umat manusia dalam bermasyarakat dan benegara secara wajar.

Konvensi mengatur kerjasama internasional dalam pengadilan dan

pengawasan produksi, peredaran dan penggunaan serta pencengahan,

pemberantasan terhadap penyalahgunaan psikotropika dengan membatasi

penggunaannya hanya bagi kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan.

Permasalahan penyalahgunaan psikotropika berdasarkan mukadimah

konvensi psikotropika ialah akan memberikan dampak kepada masalah kesehatan

dan kesejahteraan umat manusia serta permasalahan social lainnya. Dengan

Referensi

Dokumen terkait

Analisis investasi yaitu Merupakan penanaman modal atau dana dalam suatu penanaman modal piutang dan lainnya dengan harapan akan memperoleh kembali dana yang ditanamkan

Payback Periods bukan merupakan kriteria kelayakan, namun Payback Periods diartikan sebagai jangka waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan, melalui

Keempat-empat informan secara umum menyatakan dalam menangani child trafficking antara kegiatan yang dilakukan ialah advokasi dan menekankan undang-undang secara

JUDUL : JAMUR PENUNJANG HARAPAN HIDUP PASIEN KANKER HATI. MEDIA : HARIAN JOGJA TANGGAL : 29

Dibuat Untuk Syarat Dalam Penyelesaian Pendidikan Diploma III Pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Listrik.. Oleh : Erfin Saputra 0612

Tujuan disusunnya penelitian ini untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian pembiayaan berdasarkan UU nomor 21 Tahun 2008

Data-data yang diperoleh dari penelitian baik melalui pengamatan (observasi), wawancara, tes, atau dengan menggunakan metode yang lain kemudian diolah dengan analisis

Kemudian nilai yang ada pada variabel hslkrng ini dikurangi dengan bilangan 100, jika status carry flag-nya sama dengan low maka program akan lompat ke modul label2.. jika