PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP HUBUNGAN CORPORATE GOVERNANCE DAN NILAI
PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA
TESIS
Oleh
Choms Gary Ganda Tua Sibarani 107017055/ Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP HUBUNGAN CORPORATE GOVERNANCE DAN NILAI
PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
Choms Gary Ganda Tua Sibarani 107017055/ Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY TERHADAP HUBUNGAN
CORPORATE GOVERNANCE DAN NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Nama Mahasiswa : Choms Gary Ganda Tua Sibarani
Nomor Pokok : 107017055
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui, Komisi Pembimbing :
(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Drs.Firman Syarif, M.Si,Ak)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur,
(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA, CPA) (Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc)
Tanggal:
PANITIA PENGUJI TESIS:
Ketua : Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA
Anggota : 1. Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak
2. Dr. HB.Tarmizi, SU
4. Drs. Rasdianto, MA, Ak
PERNYATAAN Judul Tesis
“PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP HUBUNGAN CORPORATE GOVERNANCE DAN NILAI
PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA”
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Akuntansi Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya
penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, penulis bersedia menaerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku
Medan, 20 Mei 2013 Penulis,
Choms Gary Ganda Tua Sibarani
Materai
PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP HUBUNGAN CORPORATE GOVERNANCE DAN NILAI
PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh corporate governance terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang listing di bursa efek indonesia, dan menguji dan menganalisis apakah variabel corporate social responsibility berpengaruh terhadap nilai perusahaan serta corporate social responsibility sebagai variabel moderating mempengaruhi hubungan variabel corporate governance terhadap harga nilai perusahaan. Populasi penelitian ini yaitu sebanyak yaitu 131 perusahaan yang merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2010-2011. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling berjumlah 63 perusahaan. Data diolah menggunakan metode uji statistic regresi linier berganda untuk hipotesis pertama, metode uji statistik regresi linier berganda untuk hipotesis kedua, dan uji nilai absolute selisih mutlak untuk hipotesis ketiga dengan menggunakan software SPSS. Hasil Penelitian ini membukt ikan pada hipotesis pertama bahwa corporate governance yang terdiri dari 4 indikator yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit dan komisaris independen beserta variabel control size dan leverage berpengaruh terhadap nilai perusahaan, dan pada hipotesis kedua corporate social responsibility yang berperan sebagai independen variabel dan variabel control berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Dan untuk yang ketiga variabel corporate social responsibility yang digunakan sebagai variabel moderating pada pengujian hipotesis ketiga, dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel corporate social responsibility berpengaruh namun tidak signifkan terhadap hubungan antara variabel corporate governance dan nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
THE EFFECT OF CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY ON THE RELATIONSHIP BETWEEN CORPORATE GOVERNANCE AND
FIRM VALUE AT MANUFACTURING COMPANY REGISTERED IN THE INDONESIAN
STOCK EXCHANGE
ABSTRACT
The purpose of this study was to test and analyze the influence of corporate governance on the value of company in the manufacturing companies registered in the Indonesia Stock Exchange, and to test and analyze whether or not be the variable of corporate social responsibility as moderating variable had influence on the relationship between the variable of corporate governance and the value of company. The population of this study was 131 manufacturing companies registered in Indonesia Stock Exchange from 2010 to 2011 and 63 of them were selected to be the samples for this study through purposive sampling technique. The first hypothesis of the data obtained was processed through multiple linear regression statistic tests, and for the second hypothesis was processed through multiple linear regression statistic tests too, and for the third hypothesis was processed through absolute different value test using SPSS program. The result of this study proved that, in the first hypothesis, corporate governance comprised 4 (four) indicators such as managerial ownership, institutional ownership, audit committee, independent commissioner with the variables of size control and leverage with influence on the value of company; in the second hypothesis, corporate social responsibility in its role as independent variable and control variable had influence on the value of company; and the variable of corporate social responsibility was used as moderating variable in testing the third hypothesis. The result of this study showed that the variable of corporate social responsibility had an insignificant influence on the relationship between the variable of corporate governance and the value of company in the manufacturing companies registered in the Indonesia Stock Exchange.
Keywords: Structure, Managerial Ownership, Institutional Ownership, Audit Committee, Independent Commissioner, Size Control, Leverage, Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, The value of Company.
Kata Pengantar
Puji dan syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
atas kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Thesis yang
berjudul “Pengaruh Corporate social responsibility dalam Hubungan corporate
governance dan Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang listing di
Bursa Efek Indonesia”. sebagai salah satu persyaratan pemenuhan untuk
memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Program Studi Akuntansi Sekolah
Pascasarjana Sumatera Utara.
Penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak dalam
penyusunan tesis ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr Syahril Pasaribu, DTH&H,M.Sc (CTM),Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof.Dr. Erman Munir, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasasrjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA,CPA, selaku Ketua Program
Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
sekaligus dosen pembanding utama penulis dalam meyusun tesis ini.
4. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA,CPA, selaku dosen pembimbing
utama yang telah banyak membantu dalam mengarahkan, membimbing dan
memberikan saran kepada penulis dalam menyusun tesis ini.
5. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku dosen pembimbing yang telah
6. Bapak Dr. HB. Tarmizi, SU dan Bapak Drs. Rasdianto, MA, AK, beserta Ibu
Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak selaku dosen pembanding yang telah
memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis dalam
penyempurnaan tesis ini.
7. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan Staf pada Program Magister Akuntansi Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
8. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Prof.Dr. Berlin Sibarani, M.Pd dan Ibu
Dr. Betty Marisi Turnip, M.Pd yang telah memberikan bantuan saran,
motivasi, dukungan, baik dukungan moril maupun dukungan materil yang
diberikan dengan tulus ikhlas.
9. Kak Dory, Kak yusna, Kak Juli, Bang Bang Erwin dan staf bagian
administrasi lainnya yang telah banyak membantu dalam pengurusan
administrasi untuk selesai dari Sekolah Pascasarjana ini.
10. Sahabat terbaik penulis Angela Surya Sigalingging dan Bayu Wulandari
terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan masukan dalam
menyelesaikan tesis ini.
11. Teman-teman seperjuangan menyusun tesis Rike Yolanda, Mesrawati, Kak
Nisa, Kak Mitha, Kak Devry, Enda, Lias, Duma, Kak Widy dan yang terakhir
Kak Togi terima kasih banyak atas segala bantuan dan supportnya.
12. Teman-teman sesama stambuk 2011 lainnya yang tidak mungkin disebutkan
13. Teman-teman seperjuangan stambuk 2008 Pendidikan Bahasa Inggris yang
telah banyak memberi dukungan dan doa, eka rezeki, haryanto, benny, dan
lainnya yang tak bias disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, mengingat
keterbatasan waktu, tenaga dan kemampuan, sehingga segala kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat diharapkan. Namun demikian besar harapan
penulis, tesis ini bermanfaat bagi para investor dalam memprediksi harga saham,
serta bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti pada bidang
yang sama.
Medan, Mei 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN……….i
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI………..ii
HALAMAN PERNYATAAN………iii
ABSTRAK………..iv
KATA PENGANTAR………vi
DAFTAR ISI………...ix
DAFTAR TABEL………..xii
DAFTAR GAMBAR………xiv
DAFTAR LAMPIRAN………..xv
BAB IPENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
1.5 Originalitas ... 9
BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Landasan Teori ... 11
2.1.1 Corporate Governance ... 11
2.1.2 Teori dan Prinsip-prinsip Dasar Corporate Governance ... 13
2.1.3 Dewan Komisaris... 16
2.1.4 Komisaris Independen ... 17
2.1.4 Komite Audit ... 18
2.2 Struktur Kepemilikan ... 19
2.2.1 Struktur Kepemilikan Manajerial ... 21
2.2.2 Struktur Kepemilikan Institusional ... 22
2.3 Teori Corporate Social Responsibility... 23
2.3.1 Legitimacy Theory (Teori Legitimasi) ... 23
2.3.3 Corporate Social Responsibility ... 25
2.3.4 Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan ... 27
2.4 Nilai Perusahaan ... 28
2.5 Size Perusahaan ... 30
2.6 Leverage ... 31
2.6 Review Penelitian Terdahulu (Theoretical Mapping) ... 31
BAB IIIKERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS... 35
3.1 Kerangka Konseptual... 35
3.2 Pengaruh Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan ... 36
3.3 Pengaruh Corporate Social Responsibility dengan Nilai perusahaan ... 37
3.4 Pengaruh Corporate Governance terhadap Nilai perusahaan dengan Corporate Social Responsibility sebagai variabel moderating ... 38
3.5 Hipotesis penelitian ... 40
BAB IVMETODE PENELITIAN ... 42
4.1. Jenis Penelitian ... 42
4.2 Lokasi Penelitian ... 42
4.3. Populasi dan Sampel ... 43
4.4 Metode Pengumpulan Data ... 44
4.5 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 45
4.5.1. Variabel Penelitian ... 45
4.5.2 Definisi Operasional Variabel ... 45
4.6 Metode Analisis Data ... 50
4.6.1 Statistik Deskriptif ... 51
4.6.2. Uji Asumsi Klasik ... 51
4.6.3. Pengujian Hipotesis ... 53
BAB VHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58
5.1 Statistik Deskripsi ... 58
5.2 Uji Asumsi Klasik Hipotesis Pertama ... 61
5.2.1 Uji Normalitas... 61
5.2.3 Uji Multikolonieritas ... 64
5.2.5 Uji Heteroskedastisitas ... 66
5.3 Uji Asumsi Klasik Hipotesis Kedua ... 66
5.3.1 Uji Normalitas... 67
5.3.2 Uji Multikolinieritas ... 69
5.3.3 Uji Autokorelasi ... 70
5.3.4 Uji Heteroskedastisitas ... 71
5.4 Uji Asumsi Klasik Hipotesis Ketiga ... 71
5.4.1 Uji Normalitas... 71
5.4.2 Uji Multikolinieritas ... 74
5.4.3 Uji Autokorelasi ... 75
5.4.4 Uji Heteroskedastisitas ... 76
5.5 Hasil Analisis Data Hipotesis Pertama ... 76
5.5.1 Persamaaan Regresi ... 76
5.5.2 Pengujian Hipotesis ... 79
4.6 Hasil Analisis Data Hipotesis Kedua... 83
4.6.1 Persamaan Regresi ... 83
5.6.2 Pengujian Hipotesis ... 85
5.7 Hasil Analisis Data Hipotesis Ketiga ... 88
5.8 Pembahasan Hasil Penelitian ... 93
5.8.1 Pengaruh Corporate Governance terhadap Nilai perusahaan ... 93
5.8.2 Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai perusahaan . 94 5.8.3 Interaksi Corporate Social Responsibility dengan Corporate Governance dan pongaruhnya terhadap nilai perusahaan ... 95
BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN... 97
6.1 Kesimpulan ... 97
6.2 Keterbatasan Penelitian... 98
6.3 Saran ... 98
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu (TheoreticalMapping)………29
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian………...38
Tabel 3.2. Sampel Perusahaan Manufaktur Tahun 2010-2011………..35
Tabel 3.3. Daftar Sampel Perusahaan Manufaktur………36
Tabel 3.4. Defenisi Operasional Variabel………..46
Tabel 4.1 Deskriptif Data………...55
Tabel 4.2 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Test Hipotesis Pertama………...60
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolonieritas Setelah Transformasi…………...61
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokolerasi………...61
Tabel 4.5 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Test……….…...65
Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolonieritas………...……...66
Tabel 4.7 Hasil Uji Autokolerasi……… 66
Tabel 4.8 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Test………70
Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolonieritas ………..71
Tabel 4.10 Hasil Uji Autokolerasi………..71
Tabel 4.11 Hasil Analisis Regresi Hipotesis Pertama………73
Tabel 4.12 Hasil Regresi Uji F………75
Tabel 4.13 Hasil Regresi Uji t………76
Tabel 4.14 Koefisien Determinasi Hipotesis Pertama……….78
Tabel 4.15 Hasil Analisis Regresi Hipotesis Kedua………79
Tabel 4.16 Hasil Regresi Uji F………81
Tabel 4.17 Hasil Regresi Uji t……….82
Tabel 4.18 Koefisien Determinasi Hipotesis Kedua………...84
Tabel 4.19 Hasil Pengujian Interaksi (uji F) Corporate Governance, Size, Leverage dan Corporate Social Responsibility sebagai Moderating terhadap Nilai perusahaan……….85
Tabel 4.20 Hasil Pengujian Interaksi (uji t) Corporate Governance, Size,
Leverage dan Corporate Social Responsibility sebagai Moderating
terhadap Nilai perusahaan……….86
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual……….31
Gambar 4.1. Normal P-Plot ……….58
Gambar 4.2. Grafik Histogram ……….59
Gambar 4.3 Scaterplott Heteroskedastisitas ………62
Gambar 4.4. Normal P-Plot………...63
Gambar 4.5. Grafik Histogram ……….64
Gambar 4.6 Scaterplott Heteroskedastisitas ………67
Gambar 4.7. Normal P-Plot………...68
Gambar 4.7 Grafik Histogram ………..69
Gambar 4.8 Scaterplott Heteroskedastisitas ……….72
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul
1. Daftar Item-Item Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan….106
2. Daftar Populasi dan Sampel Manufaktur 2010-2011………111
3. Daftar Sampel Perusahaan Manufaktur 2010-2011...115
4. Daftar total pengungkapan sosial tahun 2010-2011 berdasarkan 7 kriteria………117
5. Data Sampel Kepemilikan Manajerial Manufaktur 2010-2011…………121
6. Data Sampel Kepemilikan Institusional Manufaktur 2010-2011………..123
7. Data Sampel Komite Audit Manufaktur 2010-2011……….125
8. Data Sampel Komisaris Independen Manufaktur 2010-2011………… 127
9. Data Sampel Size Manufaktur 2010-2011………130
10.Data Sampel Leverage Manufaktur 2010-2011………132
11.Data Sampel Corporate Social Responsibility 2010-2011………134
12.Data Sampel Nilai Perusahaan Manufaktur 2010-2011………137
13.Hasil Output SPSS………139
PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP HUBUNGAN CORPORATE GOVERNANCE DAN NILAI
PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh corporate governance terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang listing di bursa efek indonesia, dan menguji dan menganalisis apakah variabel corporate social responsibility berpengaruh terhadap nilai perusahaan serta corporate social responsibility sebagai variabel moderating mempengaruhi hubungan variabel corporate governance terhadap harga nilai perusahaan. Populasi penelitian ini yaitu sebanyak yaitu 131 perusahaan yang merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2010-2011. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling berjumlah 63 perusahaan. Data diolah menggunakan metode uji statistic regresi linier berganda untuk hipotesis pertama, metode uji statistik regresi linier berganda untuk hipotesis kedua, dan uji nilai absolute selisih mutlak untuk hipotesis ketiga dengan menggunakan software SPSS. Hasil Penelitian ini membukt ikan pada hipotesis pertama bahwa corporate governance yang terdiri dari 4 indikator yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit dan komisaris independen beserta variabel control size dan leverage berpengaruh terhadap nilai perusahaan, dan pada hipotesis kedua corporate social responsibility yang berperan sebagai independen variabel dan variabel control berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Dan untuk yang ketiga variabel corporate social responsibility yang digunakan sebagai variabel moderating pada pengujian hipotesis ketiga, dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel corporate social responsibility berpengaruh namun tidak signifkan terhadap hubungan antara variabel corporate governance dan nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
THE EFFECT OF CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY ON THE RELATIONSHIP BETWEEN CORPORATE GOVERNANCE AND
FIRM VALUE AT MANUFACTURING COMPANY REGISTERED IN THE INDONESIAN
STOCK EXCHANGE
ABSTRACT
The purpose of this study was to test and analyze the influence of corporate governance on the value of company in the manufacturing companies registered in the Indonesia Stock Exchange, and to test and analyze whether or not be the variable of corporate social responsibility as moderating variable had influence on the relationship between the variable of corporate governance and the value of company. The population of this study was 131 manufacturing companies registered in Indonesia Stock Exchange from 2010 to 2011 and 63 of them were selected to be the samples for this study through purposive sampling technique. The first hypothesis of the data obtained was processed through multiple linear regression statistic tests, and for the second hypothesis was processed through multiple linear regression statistic tests too, and for the third hypothesis was processed through absolute different value test using SPSS program. The result of this study proved that, in the first hypothesis, corporate governance comprised 4 (four) indicators such as managerial ownership, institutional ownership, audit committee, independent commissioner with the variables of size control and leverage with influence on the value of company; in the second hypothesis, corporate social responsibility in its role as independent variable and control variable had influence on the value of company; and the variable of corporate social responsibility was used as moderating variable in testing the third hypothesis. The result of this study showed that the variable of corporate social responsibility had an insignificant influence on the relationship between the variable of corporate governance and the value of company in the manufacturing companies registered in the Indonesia Stock Exchange.
Keywords: Structure, Managerial Ownership, Institutional Ownership, Audit Committee, Independent Commissioner, Size Control, Leverage, Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, The value of Company.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Secara mendasar, hubungan yang terjadi antara struktur kepemilikan dan
nilai ekonomi dan keuangan perusahaan telah menjadi isu utama dalam perspektif
corporate governance. (Kumar, 2000). Corporate governance fokus pada pada
konflik ketidakselarasan yang terjadi diantara para stakeholders, seperti pemilik,
karyawan dan manajer. Schleifer dan Vishny (1997) mengemukakan bahwa
Corporate governance merupakan suatu mekanisme yang digunakan untuk
memastikan bahwa pemegang saham (shareholder) dan kreditur (blockholders)
dari suatu perusahaan akan menerima keuntungan (return) yang seutuhnya dari
seluruh kegiatan yang dilakukan oleh para manajer. Untuk memastikan hal
tersebut maka pemegang saham (shareholder) harus selalu mengontrol kegiatan
yang dilakukan oleh manajer.
Berdasarkan teori keagenan (Agency theory), corporate governance
memiliki mekanisme dan kontrol yang berbeda-beda untuk mengawasi biaya
keagenan (agency cost) (Kesuma, 2005). Teori keagenan (Agency theory)
digunakan untuk menganalisis hubungan antara principal dan agents. Perlu ada
pemahaman yang lebih untuk memahami konflik setiap principal. Beberapa
bentuk perusahaan yang kepemilikannya terpisah antara pemilik (owners) dan
manajer memiliki cara yang berbeda untuk melakukan pengawasan terhadap para
manajernya dan pemilik memiliki hak untuk mengawasi keadaan pasar yang
nantinya akan menaikkan nilai perusahaan (Kumar, 2000).
Beberapa literatur terdahulu seperti yang dikemukakan oleh Zangina et.al
(2009) bahwa ada pengaruh positif Corporate governance terhadap nilai
perusahaan. Peneliti selanjutnya juga meyebutkan bahwa investor yang
menanamkan sahamnya dalam suatu perusahaan namun dengan perlindungan
yang minim akan membuat para investor tidak mendapatkan keuntungan
maksimal seperti yang mereka harapkan sebelumnya. (Pinkowitz et. Al, 2006).
Selanjutnya, Darnev dan Kim (2005) mengemukakan bahwa nilai perusahaan
memiliki hubungan yang negative terhadap perlindungan keamanan keuangan
para investor.
Dalam perspektif teori agensi, agen yang risk adverse akan lebih
mementingkan dirinya sendiri dan akan mengalokasikan resources dari investasi
yang tidak meningkatkan nilai perusahaan ke alternatif investasi yang lebih
menguntungkan para pemegang saham (shareholder). Herawaty (2008)
mengemukakan bahwa permasalahan agensi akan mengindikasikan bahwa nilai
perusahaan akan naik apabila pemilik perusahaan bisa mengendalikan perilaku
manajemen agar tidak menghamburkan resources perusahaan, baik dalam bentuk
investasi yang tidak layak maupun dalam bentuk shirking. Penelitian terdahulu
Black Jang dan Kim (2005) membuktikan bahwa membuktikan bahwa corporate
governance index secara keseluruhan merupakan hal penting dan menjadi salah
satu faktor penyebab yang dapat menjelaskan nilai pasar bagi
Dalam riset penelitian sebelumnya, juga telah dibahas hubungan struktur
kepemilikan (ownership structure) dengan nilai perusahaan. Morck et. Al (1988)
dan Mcconnell dan Servaes (1990) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
non-linier antara pemilik internal (managerial ownership) dengan nilai
perusahaan. Dengan demikian, kepemilikan internal mampu menaikkan nilai
perusahaan dengan menyesuaikan kepentingan pemegang saham yang berada
didalam dan luar perusahaan. Penelitian ini juga mendukung riset yang dilakukan
oleh Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa naiknya managerial
ownership dapat menyesuaikan kepentingan antara manajer dan pemegang saham
yang tentunya dapat menaikkan nilai perusahaan. Jensen dan Meckling (1976)
juga menjelaskan bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi dapat mengurangi
masalah keagenan dari arus kas.
Tujuan perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan secara
maksimal. Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar
Semakin tinggi nilai perusahaan maka akan menggambarkan semakin sejahtera
pemilik perusahaan tersebut. Nilai perusahaan tersebut akan tercermin dari harga
sahamnya yang beredar di pasar modal. Menurut Jensen and Meckling (1976)
menjelaskan bahwa untuk memaksimumkan nilai perusahaan tidak hanya nilai
ekuitas saja yang harus diperhatikan, tetapi juga semua klaim faktor keuangan
seperti jumlah kewajiban, Jumlah asset dan Jumlah profitabilitasnya.
Pelaksanaan manajemen keuangan yang baik juga merupakan salah satu
langkah untuk meningkatkan nilai pasar. Dimana satu keputusan keuangan yang
nilai perusahaan (Fama dan French, 1998). Keputusan-keputusan itu misalnya
seperti keputusan pendanaan, Keputusan investasi maupun kebijakan lain seperti
kebijakan dividen yang secara langsung mampu meningkatkan nilai perusahaan.
Eksploitasi terhadap sumber-sumber daya alam dan juga perlindungan hak
dan kewajiban karyawan serta melindungi keseimbangan kehidupan di sekitar
perusahaan telah menjadi isu yang sangat penting seiring dengan bertambahnya
jumlah produksi yang ada di dalam perusahaan. (Tjia dan setiwati, 2010).
Besarnya proses produksi yang ada tentunyan akan merusak lingkungan dan
kehidupan manusia. Saat ini perusahaan tidak hanya bertanggung jawab terhadap
pemilik saham (shareholderds) ataupun pihak-pihak yang berkepentingan
(Stakholders) saja namun berpijak pada tiga landasan (triple bottom lines) utama
dari Corporate Social responsibility yaitu people, profit dan planet yang
didalamnya juga terdapat masalah sosial, lingkungan dan keuangan. Kepedulian
terhadap aspek sosial dan lingkungan untuk keberlangsungan (sustainability)
hidup perusahaan kedepannya. Komitmen terhadap Corporate social
responsibility menjadi salah satu indikator dan komitmen untuk menilai kinerja
perusahaan. (Soemanto, 2007). Program Corporate Social responsibility
merupakan penyeimbang bagi perusahaan dengan lingkungan sekitarnya yang
mampu memaksimalkan profit perusahaan. (Tjia dan setiwati, 2010).
Laporan keuangan tahunan merupakan penjembatan serta sumber
komunikasi yang sangat penting bagi perusahaan dengan masyarakat yang
membutuhkan informasi keuangan dan juga perkembangan perusahaan itu sendiri.
(Corporate Social Responsibility) terhadap seluruh aspek maka perusahaan go
public yang telah menyadari akan betapa pentingnya program tersebut sudah
menuangkan kegiatan-kegiatan tanggung jawab sosial mereka ke dalam laporan
tahunan sebagai tujuan akhir pembangunan keberlanjutan (Sustainable
Development). Yang dimaksud dengan pembangunan keberlanjutan sendiri adalah
suatu proses perubahan secara kualitatif, tidak hanya pada aspek ekonomi akan
tetapi juga aspek sosial dan lingkungan.
Perkembangan CSR Di Indonesia wacana mengenai CSR mulai
mengemuka pada tahun 2001, namun sebelum wacana ini mengemuka telah
banyak perusahaan yang menjalankan CSR dan sangat sedikit yang
mengungkapkannya dalam laporan tahunannya. (Rika Nurlela dan Islahuddin,
2008). Hal ini terjadi mungkin karena perusahaan belum mempunyai sarana
pendukung seperti: standar pelaporan, tenaga terampil (baik penyusun laporan
maupun auditornya). Rika Nurlela dan Islahuddin, 2008) juga menjelaskan bahwa
sektor pasar modal Indonesia juga kurang mendukung dengan belum adanya
penerapan indeks yang memasukkan kategori saham-saham perusahaan yang telah
mempraktikkan CSR. Sebagai contoh, New York Stock Exchange memiliki Dow
Jones Sustainability Index (DJSI) bagi saham-saham perusahaan yang
dikategorikan memiliki nilai corporate sustainability dengan salah satu
kriterianya adalah praktik CSR. Begitu pula London Stock Exchange yang
memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index.
Hackston dan Milne (1999) mengatakan bahwa perusahaan yang
pertanggungjawaban sosial karena hal ini akan meningkatkan image perusahaan
dan meningkatkan penjualan. Dan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Anggraini (2006) menemukan bahwa variabel prosentase kepemilikan
manajemen berpengaruh terhadap kebijakan perusahaan dalam mengungkapkan
informasi sosial dengan arah sesuai dengan yang diprediksi. Semakin besar
kepemilikan manajer di dalam perusahaan, manajer perusahaan akan semakin
banyak mengungkapkan informasi sosial dari kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan di dalam program CSR. Damsetz (1986) dalam Junaidi (2006)
berargumen bahwa kepemilikan oleh manajemen yang besar akan efektif
memonitoring aktivitas perusahaan dan dia menyimpulkan bahwa konsentrasi
kepemilikan akan meningkatkan nilai perusahaan. Dan seperti penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Machmud (2006) menemukan hasil bahwa
struktur kepemilikan asing (Institusional ownership) tidak berpengaruh secara
positif terhadap praktek Corporate Social Responsibility, hal ini sama artinya
bahwa kriteria sosial terkhusus dalam struktur kepemilikan asing belum menjadi
bahan pertimbangan yang penting dalam keputusan invetasi.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Rika Nurlela dan Islahudin (2008) yang mengatakan bahwa Corporate Social
Responsibility tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan untuk periode seluruh
perusahaan pada tahun 2008. Artinya bahwa Corporate Social Responsibility di
dalam perusahaan bukan merupakan faktor yang menentukan nilai perusahaan
atau sebaliknya. dan digunakannya kepemilikan manajemen sebagai variabel
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan sementara
bahwa ada hubungan Corporate governance dengan nilai perusahaan, dan
corporate social responsibility juga memiliki hubungan dengan nilai perusahaan.
Sehingga untuk membuktikan dugaan ini, perlu dilakukan pengujian secara
empiris. Berdasarkan alasan tersebut maka peneliti ingin melakukan penelitian
yang berjudul “Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Hubungan
Corporate Governance dan Nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang
listing di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah Corporate Governance yang terdiri dari (struktur kepemilikan
manajerial, struktur kepemilikan institusional, komite audit, komisaris
independen) berpengaruh terhadap nilai perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah Corporate Social Responsibility yang terdiri dari tujuh kriteria
berpengaruh terhadap nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia?
3. Apakah Corporate Governance yang terdiri dari (struktur kepemilikan
manajerial, struktur kepemilikan institusional, komite audit, komisaris
independen) berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang diperkuat dengan
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Untuk menguji dan menganalisis apakah Corporate Governance yang
terdiri (struktur kepemilikan manajerial, struktur kepemilikan institusional,
komite audit, komisaris independen) berpengaruh terhadap nilai
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk menguji dan menganalisis apakah Corporate Social Responsibility
yang terdiri dari tujuh kriteria berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia?.
3. Untuk menguji dan menganalisis Apakah Corporate Governance yang
terdiri dari (struktur kepemilikan manajerial, struktur kepemilikan
institusional, komite audit, komisaris independen) berpengaruh terhadap
nilai perusahaan yang diperkuat dengan adanya Corporate Social
Responsibility?
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Bagi Peneliti, menambah pemahaman mengenai pentingnya corporate
governance dan pertanggungjawaban sosial perusahaan yang diungkapkan
di dalam laporan yang disebut sustainibility reporting perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Bagi Investor, akan memberikan wacana baru dalam
mempertimbangkan aspek-aspek yang perlu diperhitungkan dalam
3. Para akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
literatur yang membantu di dalam perkembangan ilmu akuntansi dan
menambah wawasan tentang corporate governance.
1.5 Originalitas
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitan Nurlela dan Islahudin tahun
2008) berjudu l pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap nilai
perusahaan dengan prosentase kepemilikan manajemen sebagai variabel
moderating (studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek jakarta).
Replikasi penelitian ini dilakukan karena pada penelitian Nurlela dan
Islahudin hanya melihat persentase kepemilikan manajemen sebagai variabel
moderatingnya dan menggunakan laporan tahunan periode 1 tahun sehingga
hasilnya kurang akurat.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Nurlela dan Islahudin (2008)
adalah:
1. Tahun penelitian, Nurlela dan Islahudin hanya menggunakan 1 tahun
pengamatan, sedangkan penelitian ini menggunakan 2 tahun pengamatan
2010 - 2011
2. Item-item pengungkapan social Corporate Social Responsibility pada
tahun penelitian sebelumnya masih belum penuh semua kriterianya hanya
32 item pengungkapan. Sedangkan pada penelitian ini sudah menggunakan
78 pengungkapan.
3. Penelitian ini melihat corporate social responsibility dengan 78
kuat lemahnya hubungan antara variabel independen yaitu Corporate
Governance dengan nilai perusahaan sebagai variabel dependen.
4. Pada penelitian Nurlela dan Islahudin menggunakan seluruh emiten yang
terdaftar di BEI, sedangkan pada penelitian ini lebih spesifik pada
perusahaan manufaktur yang melakukan corporate governance dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Corporate Governance
Struktur Corporate governance yang modern merupakan suatu entitas
bisnis yang terhubung dengan kontrak perjanjian formal dan informal yang
disetujui oleh seluruh stakeholders. (North, 1994) dalam (Lashgari, 2012). Hal ini
termasuk didalamnya tentang pola pemotongan untuk para pemasok modal seperti
stockholders dan lenders, insentif yang khusus bagi manajer perusahaan dan
struktur organisasi dalam menjaga keseimbangan harga pasar dari suatu
perusahaan. Lashgari (2012) juga menambahkan bahwa secara umum struktur
organisasi yang telah ada ini disebut sebagai biaya transaksi untuk tetap menjaga
dan menunjang kontrak perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.
Berbagai peristiwa baik yang terjadi didalam dan diluar perusahaan telah
menjadikan Corporate Governance sebagai isu yang sangat penting dikalangan
principal, organisasi-organisasi, konsultan suatu perusahaan, dan regulator
(pemerintahan) yang ada di berbagai belahan dunia. isu-isu yang terkait dengan
corporate governance seperti insider trading, transparency, accountability,
indepedency, business ethics dan corporate social responsibility telah menjadi
ungkapan-ungkapan yang lazim terdengar di kalangan para pelaku bisnis.
(Kesuma, 2005). Dan kini isu-isu tentang corporate governance tersebut telah
berkembang menjadi suatu prinsip yang berlaku tidak hanya diluar namun juga di
Penerapan prinsip Good Corporate Governance, yang didukung dengan
regulasi yang memadai, akan mencegah terjadinya bentuk overstated,
ketidakjujuran dalam financial disclosure yang dapat merugikan stakeholders,
misalnya karena ekspektasinya yang jauh melampaui kinerja perusahaan yang
sesungguhnya. (Kesuma, 2005). Seiring dengan perkembangan dunia usaha yang
semakin kompleks, Harjoto dan Jo (2011) mengemukakan bahwa ada dua
konsentrasi dalam corporate governance yaitu pihak internal yang terdiri dari
konsentrasi kepemilikan dan dewan komisaris dan pihak eksternal yang terdiri
dari kepemilikan institusional dan monitoring oleh security analyst.
Organisasi untuk kerjasama Ekonomi dan Pembangunan/ OECD (2004)
mendefinisikan corporate governance yaitu: “sebuah sistem yang ada didalam
perusahaan yang mengarahkan dan mengontrol usaha bisnis”. Struktur corporate
governance terdiri dari penyaluran hak dan tanggung jawab ke seluruh bagian
dalam suatu perusahaan. Seperti dewan direksi, manajer, pemegang saham, dan
investor serta pihak-pihak berkepentingan lainnya. Dan dengan merinci aturan dan
prosedur untuk membuat keputusan yang jujur bagi perusahaan. Dengan
melakukan hal ini, juga menyediakan struktur bagaimana sebuah perusahaan
2.1.2 Teori dan Prinsip-prinsip Dasar Corporate Governance
Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship
theory dan agency theory yang dikemukakan oleh (Donaldson dan Davis, 1991)
yaitu:
a. Stewardship Theory
Teori ini berdasar pada pertimbangan-pertimbangan yang terkait dengan
motivasi manajer. Seorang eksekutif manajer dalam teori ini dianggap bukan
sebagai pihak yang opportunistic, yang mana secara esensi mereka hanya
melakukan pekerjaan dengan baik untuk menjadi pengurus yang baik bagi seluruh
asset yang dimiliki perusahaan. Stewardship theory dibangun di atas asumsi
filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat
dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas
dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan yang
dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, stewardship theory
memandang manajemen sebagai dapat di percaya untuk bertindak dengan
sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder.
b. Agency theory
Teori ini telah lama dikembangkan oleh Jensen and Meckling (1976) yang
mengemukakan bahwa ada pemisahan kepemilikan (ownership structure) dengan
manajer (agent) dalam suatu perusahaan. Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan
dari kepemilikan perusahaan yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh
tenaga-tenaga profesional. Dalam menjalankan manajemen perusahaan Manajer
sadar sepenuhnya dengan kepentingannya sendiri akan perusahaan, bukan sebagai
pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Teori ini
secara mendasar merupakan teori yang dapat memunculkan biaya keaganen
(agency costs). Agency cost merupakan pengorbanan yang timbul dari hubungan
keagenan apapun, termasuk hubungan di dalam kontrak kerja antara pemegang
saham (sebagai prinsipal) dan corporate management (sebagai agen). Dalam
hubungan keagenan, bukan hanya prinsipal yang menanggung cost tersebut. agen
pun menanggungnya. Hal ini dapat dipahami dari jenis-jenis biaya keagenan yang
menurut Jensen dan Meckling (1976) (1) biaya monitoring, (2) biaya bonding, dan
(3) residual loss . Biaya monitoring adalah biaya yang ditanggung oleh prinsipal
untuk membatasi agen dari aktivitas yang menyimpang dari yang diinginkannya.
Biaya bonding, adalah biaya unt uk mengikat agen yang dapat berupa uang atau
selain uang. Adapun residual loss merupakan pengorbanan berupa berkurangnya
kemakmuran prinsipal sebagai akibat dari perbed aan antara keputusan agen dan
keputusan prinsipal.
Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respon lebih
luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai
pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada
agency theory di mana pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada
berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Menurut Organization for Economic Corporation and Development
(fairness), akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency ), dan
responsibilitas (responsibility). Prinsip-prinsip tersebut digunakan untuk
mengukur seberapa jauh Good Corporate Governance telah diterapkan dalam
perusahaan. Berdasarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia
yang dikemukakan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Good
Corporate Governance prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :
1. Transparansi (Transparency), Untuk menjaga obyektivitas dalam
menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang
material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami
oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif
untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk
pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas (Accountability), Perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.
Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas (Responsibility), Perusahaan harus mematuhi
terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good corporate citizen.
4. Independensi (Independency), Untuk melancarkan pelaksanaan asas
GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga
masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness), Dalam melaksanakan
kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
2.1.3 Dewan Komisaris
Dewan komisaris yang berperan sebagai supervisor atau yang melakukan
pengawasan, sementara dewan direksi bertanggung jawab atas kegiatan
operasional perusahaan. Keduanya memiliki tanggung jawab penuh dan juga
otoritas dalam mengambil keputusan dalam hal member perintah, mengontrol, dan
mengawasi sistem manajemen sumber daya yang berkaitan dengan tujuan
perusahaan. (Nugroho dan Eko, 2011).
Dalam perusahaan sering terjadi konflik kepentingan (Conflict of interests)
antara dewan komisaris dan dewan direksi. Dewan komisaris memegang otoritas
yang lebih tinggi, posisi yang lebih kuat daripada dewan direksi, namun memiliki
perusahaan. Sehingga salah satu solusi untuk menilai permasalahan ini yaitu
dengan melihat kinerja para dewan direksi.
Dalam riset Fama dan Jensen (1983) mengatakan bahwa dewan komisaris
merupakan elemen vital dalam menerapkan corporate governance, yang secara
esensi diterapkan untuk melindungi dan mengawasi asset para investor. Dan tidak
ada mekanisme pengawasan yang lebih efektif daripada pengawasan yang
dilakukan oleh para pihak pemangku kepentingan (stockholders). Klein (2002)
juga mengatakan bahwa direksi yang independen yang bukan berasal dari dewan
komisaris mampu manjadi alat pengawasan yang lebih efektif. Cornell et, al
(2008) menyatakan bahwa kinerja operasional dan keuntungan yang didapat akan
mampu menaikkan jumlah dewan komisaris independen. Dan riset Liu dan Lu
(2007) juga menyatakan bahwa struktur dewan tidak hanya mengawasi proses
laporan keuangan namun juga menghindari intervensi para pemegang saham
(shareholders) dari aktivitas yang dapat merugikan para stakeholders.
2.1.4 Komisaris Independen
Keberadaan dewan komisaris independen di Indonesia diatur dengan
Ketentuan Bapepam dan Peraturan Bursa Efek Indonesia No. 1-A tanggal 14 Juli
tahun 2004. Komisaris independen dapat melakukan aktivitas pengawasan dan
pengendalian terhadap pengungkapan CSR. Berdasarkan aturan tersebut, jumlah
dewan komisaris independen minimal adalah 30%. Ketentuan ini memberikan
pengaruh terhadap pengendalian dan pengawasan terhadap manajemen dalam
perusahaan. Aplikasi pengendalian dan pengawasan terhadap manajemen oleh
komisari independen adalah ketika ma najemen tidak melakukan
aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan capaian yang telah dite ntukan dan aktivitas-aktivitas lainnya
yang dapat memberikan dampak positif terhadap keberlangsungan perusahaan di
masa yang akan datang. Aktivitas yang dimaksud adalah pelaksanaan dan
pengungkapan aktivitas CSR. (Nurkhin, 2009).
Dalam suatu dewan komisaris terdapat jabatan komisaris independen yaitu
anggota dewan komisaris yang bukan merupakan pegawai atau orang yang
berurusan langsung dengan organisasi tersebut dan tidak mewakili pemegang
saham. Nugroho dan Eko (2011) mengemukakan bahwa komisaris independen
beserta para komite audit harus memiliki kontribusi terhadap corporate
governance dan semua dewan direksi yang telah ditunjuk secara sah oleh
pemegang saham juga bertanggung jawab atas governance perusahaan. Namun
dalam prakteknya, harus dibedakan antara para dewan direksi yang menempati
posisi manajemen perusahaan dan para komisaris yang mengawasi mereka
(oversight). (Kesuma, 2005).
2.1.4 Komite Audit
Sesuai dengan Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan
perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan
perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara
pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam
Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang
lebih besar, untuk mengerjakan pekerjaan terten tu untuk melakukan tugas-tugas
khusus. Di dalam perusahaan, komite ini sangat berguna untuk menangani
masalah-masalah yang membutuhkan integrasi dan koordinasi sehingga
dimungkinkan permasalahan-permasalahan yang signifikan atau penting dapat
segera teratasi (Kusumaning, 2004).
Komite audit bukan bersifat wajib (mandatory) dan tidak selalu ada pada
perusahaan kecil. Tanggung jawab komite audit meliputi: mengawasi laporan
keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian
internal (termasuk audit internal). Dari ketiga tanggung jawab tersebut,
pengawasan pada laporan keuangan dan pengawasan pada audit eksternal adalah
yang berkaitan dengan aktivitas manajemen laba. Pengawasan pada laporan
keuangan meliputi laporan keuangan dan kebijakan akuntansi. (Antonia, 2008).
2.2 Struktur Kepemilikan
Pengelolaan perusahaan yang semakin dipisahkan dari kepemilikan
perusahaan merupakan salah satu ciri perekonomian modern, hal ini sesuai dengan
agency theory yang menginginkan pemilik perusahaan (principal)
menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga professional (agent)
yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis. Tujuan dipisahkannya
pengelolaan dan kepemilikan perusahaan yaitu agar pemilik memperoleh
keuntungan maksimal dengan biaya yang efisien.
Wicaksono (2000) menjelaskan bahwa keberhasilan penerapan
Struktur kepemilikan tercermin baik melalui instrumen saham maupun
instrumen utang sehingga melalui struktur tersebut dapat ditelaah
kemungkinan bentuk masalah keagenan yang akan terjadi. Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam struktur kepemilikan, antara lain:
1. Kepemilikan sebagian kecil perusahaan oleh manajemen
mempengaruhi kecenderungan untuk memaksimalkan nilai pemegang
saham dibanding sekedar mencapai tujuan perusahaan semata.
2. Kepemilikan yang terkonsentrasi memberi insentif kepada pemegang
saham mayoritas untuk berpartisipasi secara aktif dalam perusahaan.
3. Identitas pemilik menentukan prioritas tujuan sosial perusahaan dan
maksimalisasi nilai pemegang saham, misalnya perusahaan milik
pemerintah cenderung untuk mengikuti tujuan politik dibanding tujuan
perusahaan.
Menurut Ittuiraga & Saz (1998) dalam Carolina (2007) masalah keagenan
timbul karena adanya benturan keinginan antara pemilik perusahaan
(pemegang saham mayoritas) dengan manajer pengelola. Karena itu, struktur
kepemilikan dianggap sebagai sebagai hal yang krusial untuk mengatasi
masalah keagenan karena dengan struktur kepemilikan yang baik terwujud suatu
nilai perusahaan yang layak karena manajer sebagai pihak yang berkompeten
dalam pengelolaan perusahaan mempunyai wewenang cukup untuk menjalankan
2.2.1 Struktur Kepemilikan Manajerial
Shleifer & Vishny (1986) menyatakan bahwa kepemilikan saham
yang besar dari segi ekonomi memiliki insentif untuk memonitor perilaku manajer
dalam perusahaan. Secara teoritis ketika kepemilikan manajerial rendah maka
insentif untuk memonitor terhadap kemungkinan terjadinya perilaku
opportunistik manajer akan meningkat. Kepemilikan manajer akan saham
perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan
antara pemegang saham diluar manajemen sehingga permasalahan keagenan
diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sebagai seorang
pemilik (Jensen & Meckling, 1976).
Kepemilikan saham manajerial adalah proporsi saham biasa yang dimiliki
oleh para manajemen, yang dapat diukur dari presentase saham biasa yang
dimiliki oleh pihak manajemen yang secara aktif terlibat dalam pengambilan
keputusan perusahaan. Menurut Bagnani et, al (1996) struktur kepemilikan
saham manajerial diukur sebagai presentase saham biasa dana atau opsi
saham yang dimiliki direktur dan officer. Dan menurut Setiyono (2000)
struktur kepemilikan saham manajerial diukur sebagai persentase saham
biasa yang dimiliki oleh Board of Management, didalamnya terdapat direktur
dan komisaris. Itturiaga & Sanz (2000) berpendapat bahwa struktur
kepemilikan manajerial dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu
melalui pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan
ketidakseimbangan (asymmetric information approach). Pendekatan keagenan
untuk mengurangi konflik keagenan diantara beberapa klaim (claim holder)
terhadap perusahaan. Pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang
mekanisme struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu cara untuk
mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsider melalui
pengungkapan informasi didalam pasar modal.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) dengan hipotesis pemusatan
kemungkinan (convergence of interest hypothesis) menyatakan bahwa
kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara
pemegang saham dan manajer. Semakin meningkatnya proporsi kepemilikan
saham manajerial maka nilai perusahaan juga semakin baik. Dengan
meningkatkan kepemilikan saham manajerial akan mensejajarkan kedudukan
manajer dengan pemegang saham sehingga manajer temotivasi untuk
meningkatkan nilai perusahaan. Kebangkrutan perusahaan bukan hanya
menjadi tanggungan pemilik utama, namun manajer juga ikut menanggungnya.
2.2.2 Struktur Kepemilikan Institusional
Husnan (2001) menyatakan bahwa ada dua jenis ownership dalam
perusahaan Indonesia yaitu perusahaan dengan kepemilikan sangat menyebar dan
perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi. Dalam tipe perusahaan
dengan kepemilikan sangat menyebar, masalah keagenan yang sering timbul
adalah antara pihak manajemen (agent) dengan pemegang saham (shareholders).
Perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang
lebih besar kepada pihak manajemen dibandingkan dengan perusahaan yang
Jenis kepemilikan perusahaan yang kedua adalah perusahaan dengan
kepemilikan terkonsentrasi atau kepemilikan institusional. Dalam tipe
perusahaan seperti ini, timbul dua kelompok pemegang saham yaitu
controlling dan minority shareholders (Asian Development Bank, 2000
dikutip dalam Husnan, 2001). Pemegang saham pengendali atau pemegang
saham mayoritas (controlling shareholders) dapat bertindak sama dengan
kepentingan pemegang saham atau bertentangan dengan kepentingan
pemegang saham. Dan menurut Jensen dan Meckling (1976) bahwa kepemilikan
institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik
keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaaan investor
institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam
setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Disamping itu juga mempunyai
informasi yang lebih lengkap daripada pemegang saham minoritas, dan hal ini
akan mempengaruhi perilaku perusahaan (The Business Roundtable, 1997).
2.3 Teori Corporate Social Responsibility 2.3.1 Teori Legitimasi (Legitimacy Theory)
Dengan melakukan social disclosure, perusahaan merasa keberadaan
dan aktivitasnya terlegitimasi. Dalam perspektif ini, perusahaan akan
menghindarkan adanya peregulasian suatu aspek, yang dirasakan akan lebih
berat dari sisi cost karena mereka melakukan secara sukarela.
Sayekti dan Wondabio (2007) mengemukakan Legitimacy theory bahwa
usahanya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan
menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan
perusahaan. Corporate social responsibility disclosure dalam laporan keuangan
tahunan diharapkan mampu membantu perusahaan untuk memperoleh
legitimasi sosial dan memaksimalkan keuangannya dalam jangka panjang,
serta terjadi keseimbangan antara sistem nilai perusahaan dengan nilai
masyarakat, karena apabila terjadi ketidakseimbangan maka perusahaan akan
kehilangan legitimasinya dan akan mengancam keberlangsungan perusahaan
tersebut
2.3.2 Teori Stakeholder (Stakeholders Theory)
Teori Stakeholders ini dikemukakan oleh Ullmann (1985) dan Roberts,
R.W. (1992) dalam Gray et, al (1995) yang mengasumsikan bahwa eksistensi
perusahaan ditentukan oleh para stakeholders. Perusahaan berusaha mencari
pembenaran dari para stakeholders dalam menjalankan operasi
perusahaannya. Semakin kuat posisi stakeholders, semakin besar pula
kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan para
stakeholdersnya.
Januarti dan Apriyanti (2005) mengemukakan bahwa terdapat
beberapa alasan yang mendorong perusahaan perlu memperhatikan
kepentingan stakeholders, yaitu : (1) Isu lingkungan melibatkan kepentingan
berbagai kelompok dalam masyarakat yang dapat mengganggu kualitas
diperdagangkan harus bersahabat dengan lingkungan; (3) Para investor dalam
menanamkan modalnya cenderung untuk memilih perusahaan yang memiliki dan
mengembangkan kebijakan dan program lingkungan; (4) LSM dan pecinta
lingkungan semakin vokal dalam melakukan kritik terhadap
perusahaan-perusahaan yang kurang peduli terhadap lingkungan
2.3.3 Corporate Social Responsibility
Konsep Corporate Social Responsibility pertama kali dikemukakan oleh
Howard R. Bowen pada tahun 1953 dan sejak itu hingga sekarang telah
mengalami ‘pengayaan’ konsep. Perkembangan konsep corporate social
responsibility yang terjadi selama kurun waktu lima puluh tahun tersebut, tak
pelak lagi telah banyak mengubah orientasi corporate social responsibility.
(Ardianto dan Machfudz, 2011). Bila pada awalnya aktivitas corporate social
responsibility lebih dilandasi oleh kegiatan yang bersifat ‘filantropi’, maka saat ini
kita melihat bahwa corporate social responsibility telah dijadikan sebagai salah
satu strategi perusahaan untuk meningkatkan ‘citra perusahaan’ yang akan turut
mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.
Penerapan corporate social responsibility di perusahaan menjadi semakin
penting dengan munculnya konsep Sustainable Development oleh The World
Business Council for Sustainable Development (WBCSD). Seiring dengan itu
maka konsep corporate social responsibility mengalami penyesuaian dan
dikembangkan dalam bingkai sustainable development. Hal ini tercermin dari
defenisi yang diberikan oleh WBCSD yakni Corporate Social Responsibility
perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi
karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun
masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang
bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan.
Menurut Hasibuan (2001) Corporate Social Responsibility adalah
mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan
perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya
dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang
hukum. Dengan konsep ini, kendati secara moral tujuan perusahaan untuk
mengejar keuntungan adalah sesuatu yang baik, tetapi tidak dengan sendirinya
perusahaan dibenarkan untuk mencapai keuntungan itu dengan mengorbankan
kepentingan pihak-pihak lain.
Konsep Corporate Social Responsibility melibatkan tanggung jawab
kemitraan antara pemerintah, lembaga sumberdaya masyarakat, serta komunitas
setempat (lokal). Kemitraan ini tidaklah bersifat pasif dan statis. Kemitraan ini
merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antara stakeholders.
Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang
disebut Sustainibility Reporting. Sustainibility Reporting adalah pelaporan
mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja
organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan
(sustainable development). Sustainibility Reporting harus menjadi dokumen
strategis yang berleval tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang
Sustainibility Development yang membawanya menuju kepada core business dan
2.3.4 Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan
Hendriksen (1991:203) mendefinisikan pengungkapan (disclosure)
sebagai penyajian sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian
secara optimal pasar modal yang efisien. Pengungkapan ada yang bersifat wajib
(mandatory) yaitu pengungkapan informasi wajib dilakukan oleh perusahaan yang
didasarkan pada peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela
(voluntary) yang merupakan pengungkapan informasi melebihi persyaratan
minimum dari paraturan yang berlaku.
Setiap unit/pelaku ekonomi selain berusaha untuk kepentingan pemegang
saham dan mengkonsentrasikan diri pada pencapaian laba juga mempunyai
tanggung jawab sosial, dan hal itu perlu diungkapkan dalam laporan tahunan.
Nurlela dan Islahudin (2008) mengungkapkan bahwa corporate social
responsibility yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat sukarela
(voluntary), belum diaudit (unaudited), dan tidak dipengaruhi oleh peraturan
tertentu (unregulated).
Corporate Social Responsibility (CSR) disclosure merupakan
pengungkapan yang dilakukan perusahaanberkaitan dengan aktivitas
lingkungan dan sosial di dalam laporan tahunan perusahaan (Rakhiemah dan
Agustia, 2009 dalam Djuitaningsih dan Ristiawati, 2011). Pengukuran CSR
Disclosure padapenelitian ini menggunakan indeks, dimana instrumen
pengukuran checklist yang digunakan mengacu pada instrumen yang telah
ditetapkan oleh Global Reporting Initiative (GRI) dalam Sustainability
Reporting Guidelines (SRG). Instrumen ini mengelompokkan informasi CSR
kedalam 7 kategori, yakni lingkungan, energi, keselamatan tenaga kerja,
lain-lain tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat, dan umum. Pengukuran ini
2008), serta (Rakiemah dan Agustia, 2009). Kategori ini terbagi dalam 90 item
pengungkapan. Berdasarkan peraturan Bapepam No. VIII G.2, tentang laporan
tahunan, maka dilakukan penyesuaian atas item-item tersebut untuk dapat
diaplikasikan di Indonesia, sehingga tersisa 78 item pengungkapan. Jumlah
ini kemudian disesuaikan kembali dengan masing-masing sektor industri.
Pendekatan untuk mengukur CSRDI pada dasarnya menggunakan pendekatan
dikotomi, yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1
jika diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan. Skor dari tiap item
kemudian, dijumlahkan untuk mendapatkan keseluruhan skor untuk setiap
perusahaan. Sehingga menghasilkan suatu rasio nilai corporate social
responsibility.
2.4 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dapat didefinisikan sebagai nilai wajar perusahaan yang
menggambarkan persepsi investor terhadap emiten bersangkutan. Nilai
perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar. Nurlela dan
Islahudin (2008) Karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran
pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat.
Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham.
Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan
pengelolaannya kepada para profesional. Para profesional diposisikan sebagai
manajer ataupun komisaris.
Samuel (2000) dalam Nurlela dan Islahuddin (2008) menjelaskan
perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator
bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan Wahyudi (2005)
dalam Nurlela dan Islahuddin (2008) menyebutkan bahwa nilai perusahaan
merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli andai perusahaan
tersebut di jual.
Dalam penilaian perusahaan terkandung unsur proyeksi, asuransi,
perkiraan, dan judgment. Ada beberapa konsep dasar penilaian yaitu : nilai
ditentukan untuk suatu waktu atau periode tertentu; nilai harus ditentukan
pada harga yang wajar; penilaian tidak dipengaruhi oleh kelompok pembeli
tertentu. Secara umum banyak metode dan teknik yang telah dikembangkan
dalam penilaian perusahaan, di antaranya adalah : a) pendekatan laba antara
lain metode rasio tingkat laba atau price earning ratio, metode kapitalisasi
proyeksi laba; b) pendekatan arus kas antara lain metode diskonto arus kas; c)
pendekatan dividen antara lain metode pertumbuhan dividen; d) pendekatan
aktiva antara lain metode penilaian aktiva; e) pendekatan harga saham; f)
pendekatan economic value added (Suharli, 2002) dalam Kusumadilaga (2010).
Morck dkk (1998), Mc Connell dan Servaes (1990), Steiner (1996), Cho
(1998), Itturiaga dan Sanz (1998), Mark dan Li (2000) dalam Suranta dan
Machfoedz (2003) menyatakan bahwa hubungan struktur kepemilikan manajerial
dan nilai perusahaan merupakan hubungan monotonik. Hubungan
non-monotonik antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan di sebabkan
adanya insentif yang dimiliki oleh manajer dan mereka cenderung berusaha untuk
meningkatkan kepemilikan saham mereka jika nilai perusahaan yang berasal dari
investasi meningkat. Wennerfield dkk (1988) di dalam Suranta dan Machfoedz
(2003) menyimpulkan bahwa tobin’s Q dapat digunakan sebagai alat ukur dalam
menentukan nilai perusahaan.
2.5Size Perusahaan
Suatu perusahaan besar yang sudah mapan akan memiliki akses yang
mudah menuju pasar modal, sementara perusahaan yang baru dan yang
masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk memiliki akses ke pasar
modal. Karena kemudahan akses ke pasar modal cukup berarti untuk fleksibilitas
dan kemampuannya untuk memperoleh dana yang lebih besar, sehingga
perusahaan mampu memiliki rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada
perusahaan kecil.
Menurut Zulkifli (dalam Purba, 2011) ukuran untuk menentukan firm size
adalah dengan log natural dari total aktiva. Ukuran perusahaan (firm size)
mencerminkan bahwa perusahaan yang mapan dan besar akan memiliki akses
yang lebih mudah ke pasar modal, dibandingkan dengan perusahaan yang masih
baru ataupun perusahaan yang kecil. Perusahaan yang masih baru ataupun
perusahaan yang kecil karena keterbatasan aksesnya ke pasar modal sehingga
kemampuannya untuk mendapatkan modal dan memperoleh pinjaman dari pasar
modal juga terbatas. Oleh karena itu, maka mereka cenderung untuk menahan
labanya guna membiayai operasinya dan ini berarti dividen yang akan diterima
(firm size) maka dividen yang dibagikan juga akan semakin besar, begitu juga
sebaliknya.
2.6 Leverage
Menurut Van Horn (1997) Financial Leverage merupakan penggunaan
sumber dana yang memiliki beban tetap, dengan harapan akan memberikan
tambahan keuntungan yang lebih besar dari pada beban tetapnya, sehingga
keuntungan pemegang saham bertambah. Alasan yang kuat menggunakan beban
tetap adalah untuk meningkatkan pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham.
Leverage juga merupakan sarana untuk mendorong peningkatan keuntungan atau
pengembalian hasil / nilai tanpa menambah investasi. Rawi (2008) juga
mengemukakan bahwa Perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi
berusaha menyampaikan lebih banyak informasi sebagai instrumen untuk
mengurangi monitoring costs bagi investor. Mereka memberikan informasi yang
lebih detail dalam laporan tahunan untuk memenuhi kebutuhan tersebut
dibandingkan dengan perusahaan yang leveragenya lebih rendah.
2.6Review Penelitian Terdahulu (Theoretical Mapping)
Beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan dasar dalam
melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Penelitian oleh Nurlela dan Islahudin (2008) dengan judul penelitian
“Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap nilai perusahaan dengan
Prosentase Kepemilikan Manajerial sebagai variabel moderating”. Dengan
manajemen, serta interaksi antara Corporate Social Responsibility dengan
prosentase kepemilikan manajemen secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan.
Penelitian oleh Herawaty (2008) dengan judul “Peran Praktek Corporate
Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management
Terhadap Nilai Perusahaan”. Dengan kesimpulan bahwa Secara parsial earnings
management berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Dan
Secara simultan earnings management dengan corporate governance sebagai
moderating berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan.
Penelitian oleh Raharja (2012) dengan judul “Pengaruh Good corporate
governance dan