• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan dan Karakterisasi Sel Surya Hibrid ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan dan Karakterisasi Sel Surya Hibrid ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SEL SURYA

HIBRID ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO

TAOFIK JASA LESMANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ Hybrid Solar Cell. Under Direction of AKHIRUDDIN MADDU and IRMANSYAH.

The ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO hybrid solar cells have been prepared. CdS and PANI is deposited onto indium-tin oxide (ITO) by chemical bath deposition (CBD) and casting method, respectively, followed by sandwiched of Chlorophyll between CdS and PANI layers. Chlorophyll used are complexes of copper with chlorophyll. The concentration of copper in chlorophyll are 50 ppm, 100 ppm and 150 ppm. PANI is doped with HCl. The various concentration of HCl are 1 M, 2 M and 3 M. The cell photovoltaic characteristic, especially current-voltage curve, suggest the presence of barrier Schottky at CdS/Chlorophyll interface. Various photovoltaic parameters of cells obtained by light illumination. The highest maximum open circuit voltage (Voc) is 0.494 mV. This Voc is owned by

ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO cell with 100 ppm copper concentration in chlorophyll and 3 M HCl concentration in PANI. The lowest maximum open circuit voltage (Voc) is 0.294 mV. This Voc is owned by

ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO cell with 150 ppm copper concentration in chlorophyll and 2 M HCl concentration in PANI. The measurement at nine cells, indicate that ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO cell with 150 ppm copper concentration in chlorophyll and 3 M HCl concentration in PANI having good performance showed by height ff value (0.27) and consistent data at all measurements. The overall results showed there are inconsistent donor concentration of PANI to open circuit voltage (Voc), especially for

ITO/CdS/Chlorophyll-100/PANI/ITO cell. The inconsistent presence is due to uncontrolled Chlorophyll layer between CdS and PANI.

(3)

Dan IRMANSYAH.

Klorofil dapat dijadikan bahan pembuatan sel surya organik. Selain sebagai antena penangkap cahaya, klorofil juga memiliki sifat semikonduktif terhadap listrik, sehingga klorofil digolongkan sebagai material semikonduktor organik. Pembawa mayoritas pada klorofil adalah hole, sehingga klorofil termasuk semikonduktor tipe-p. Dengan membuat persambungan (junction) antara klorofil dengan material semikonduktor tipe- n, dimungkinkan akan timbul beda potensial dan aliran arus yang dapat dimanfaatkan untuk aplikasi sel surya.

Klorofil sebagai bahan alami, sangat mudah terdegradasi dan teroksidasi oleh lingkungan. Adanya pengaruh ini dapat menurunkan kinerja dari sel surya. Oleh karena itu penelitian dalam meningkatkan ketahanan bahan organik khususnya klorofil untuk pembuatan sel surya sangat diperlukan.

Pengukuran tegangan dan arus listrik sel merupakan parameter penting dalam melihat apakah sel surya yang dibuat layak dipakai atau tidak. Parameter lain yang sangat penting dalam melihat kinerja sel surya adalah nilai fill factor (ff). Nilai ff ini merupakan perbandingan antara daya maksimum pada rangkaian luar terhadap daya tegangan (daya potensial).

Struktur sel surya yang dibuat terdiri dari lapisan ITO/CdS/ klorofil/ITO dan ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO. Klorofil yang dipakai merupakan hasil modifikasi, yaitu dengan mengganti lagam Mg pada pusat cincin porpirin dengan lagam Cu. Penggantian ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan dan kestabilan klorofil. Klorofil pada sel ini berfungsi sebagai donor elektron, sedangkan film CdS sebagai akseptor elektron. CdS merupakan semikonduktor tipe-n. Penambahan lapisan PANI (polyaniline) dengan konsentrasi doping (HCl) 1 M, 2 M dan 3M antara lapisan klorofil dengan ITO bertujuan untuk meningkatkan mobilitas muatan dan menurunkan energi penghalang antara lapisan klorofil dengan ITO.

(4)

H pada PANI, nilai rapat arus juga ditentukan oleh besarnya konsentrasi Cu yang menggantikan Mg pada klorofil. Semakin besar konsentrasi Cu yang di pakai, maka semakin besar pula nilai rapat arus sel.

(5)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

TAOFIK JASA LESMANA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

NIM : G751070081

Disetujui

Komisi Pembimbing

Diketahui Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M. Si

Ketua

Dr. Ir. Irmansyah, M.Si Anggota

Ketua Program Studi Biofisika

Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian:

(8)

pembuatan dan karakterisasi sel surya ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Akhiruddin Maddu dan Bapak Dr. Irmansyah selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Nurdin yang telah membantu penyediaan bahan. Disamping itu, penghargaan penulis juga samapaikan kepada Bapak Dr. Irzaman, Bapak Setyanto Tri Wahyudi, M.Si, Bapak Jajang Juansah, M.Si yang telah membantu dalam penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis samapaikan kepada ayah (Bapak Ende Sukandi), Ibu (Ibu Ida Hidayah), Adik (Dini Andini N) serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan kasih sayangnya sekaligus menjadi sumber inspirasi dan penyemangat bagi penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Apresiasi yang besar juga penulis sampaikan terutama kepada calon istri karena virtual motivation-nya, rekan S2 dan S1 seperjuangan yang telah menjadi motivator bagi penulis baik langsung atau pun tidak langsung.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009

(9)

ayah Ende Sukandi dan ibu Ida Hidayah. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor dan di tahun yang sama penulis masuk program magister sain dengan mayor Biofisika. Penulis masuk mayor Biofisika dengan bantuan beasiswa unggulan DIKTI.

(10)

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSATAKA Bahan Semikonduktor ... 3

Sel Surya ... 10

Sel Surya Organik ... 16

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

Alat dan Bahan ... 26

Metode Pembuatan dan Karakterisasi ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Optik dan Listrik Kompleks Klorofil-Cu ... 30

Karakteristik CdS ... 32

Karakteristik Listrik Sel ITO/CdS/Klorofil/ /ITO ... 37

Pengaruh Konsentrasi Donor H+ pada PANI Terhadap Sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO ... 40

Pengaruh Konsentrasi Cu di dalam Klorofil pada Sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO ... 54

SIMPULAN DAN SARAN ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(11)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SEL SURYA

HIBRID ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO

TAOFIK JASA LESMANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ Hybrid Solar Cell. Under Direction of AKHIRUDDIN MADDU and IRMANSYAH.

The ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO hybrid solar cells have been prepared. CdS and PANI is deposited onto indium-tin oxide (ITO) by chemical bath deposition (CBD) and casting method, respectively, followed by sandwiched of Chlorophyll between CdS and PANI layers. Chlorophyll used are complexes of copper with chlorophyll. The concentration of copper in chlorophyll are 50 ppm, 100 ppm and 150 ppm. PANI is doped with HCl. The various concentration of HCl are 1 M, 2 M and 3 M. The cell photovoltaic characteristic, especially current-voltage curve, suggest the presence of barrier Schottky at CdS/Chlorophyll interface. Various photovoltaic parameters of cells obtained by light illumination. The highest maximum open circuit voltage (Voc) is 0.494 mV. This Voc is owned by

ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO cell with 100 ppm copper concentration in chlorophyll and 3 M HCl concentration in PANI. The lowest maximum open circuit voltage (Voc) is 0.294 mV. This Voc is owned by

ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO cell with 150 ppm copper concentration in chlorophyll and 2 M HCl concentration in PANI. The measurement at nine cells, indicate that ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO cell with 150 ppm copper concentration in chlorophyll and 3 M HCl concentration in PANI having good performance showed by height ff value (0.27) and consistent data at all measurements. The overall results showed there are inconsistent donor concentration of PANI to open circuit voltage (Voc), especially for

ITO/CdS/Chlorophyll-100/PANI/ITO cell. The inconsistent presence is due to uncontrolled Chlorophyll layer between CdS and PANI.

(13)

Dan IRMANSYAH.

Klorofil dapat dijadikan bahan pembuatan sel surya organik. Selain sebagai antena penangkap cahaya, klorofil juga memiliki sifat semikonduktif terhadap listrik, sehingga klorofil digolongkan sebagai material semikonduktor organik. Pembawa mayoritas pada klorofil adalah hole, sehingga klorofil termasuk semikonduktor tipe-p. Dengan membuat persambungan (junction) antara klorofil dengan material semikonduktor tipe- n, dimungkinkan akan timbul beda potensial dan aliran arus yang dapat dimanfaatkan untuk aplikasi sel surya.

Klorofil sebagai bahan alami, sangat mudah terdegradasi dan teroksidasi oleh lingkungan. Adanya pengaruh ini dapat menurunkan kinerja dari sel surya. Oleh karena itu penelitian dalam meningkatkan ketahanan bahan organik khususnya klorofil untuk pembuatan sel surya sangat diperlukan.

Pengukuran tegangan dan arus listrik sel merupakan parameter penting dalam melihat apakah sel surya yang dibuat layak dipakai atau tidak. Parameter lain yang sangat penting dalam melihat kinerja sel surya adalah nilai fill factor (ff). Nilai ff ini merupakan perbandingan antara daya maksimum pada rangkaian luar terhadap daya tegangan (daya potensial).

Struktur sel surya yang dibuat terdiri dari lapisan ITO/CdS/ klorofil/ITO dan ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO. Klorofil yang dipakai merupakan hasil modifikasi, yaitu dengan mengganti lagam Mg pada pusat cincin porpirin dengan lagam Cu. Penggantian ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan dan kestabilan klorofil. Klorofil pada sel ini berfungsi sebagai donor elektron, sedangkan film CdS sebagai akseptor elektron. CdS merupakan semikonduktor tipe-n. Penambahan lapisan PANI (polyaniline) dengan konsentrasi doping (HCl) 1 M, 2 M dan 3M antara lapisan klorofil dengan ITO bertujuan untuk meningkatkan mobilitas muatan dan menurunkan energi penghalang antara lapisan klorofil dengan ITO.

(14)

H pada PANI, nilai rapat arus juga ditentukan oleh besarnya konsentrasi Cu yang menggantikan Mg pada klorofil. Semakin besar konsentrasi Cu yang di pakai, maka semakin besar pula nilai rapat arus sel.

(15)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(16)

TAOFIK JASA LESMANA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

NIM : G751070081

Disetujui

Komisi Pembimbing

Diketahui Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M. Si

Ketua

Dr. Ir. Irmansyah, M.Si Anggota

Ketua Program Studi Biofisika

Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian:

(18)

pembuatan dan karakterisasi sel surya ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Akhiruddin Maddu dan Bapak Dr. Irmansyah selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Nurdin yang telah membantu penyediaan bahan. Disamping itu, penghargaan penulis juga samapaikan kepada Bapak Dr. Irzaman, Bapak Setyanto Tri Wahyudi, M.Si, Bapak Jajang Juansah, M.Si yang telah membantu dalam penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis samapaikan kepada ayah (Bapak Ende Sukandi), Ibu (Ibu Ida Hidayah), Adik (Dini Andini N) serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan kasih sayangnya sekaligus menjadi sumber inspirasi dan penyemangat bagi penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Apresiasi yang besar juga penulis sampaikan terutama kepada calon istri karena virtual motivation-nya, rekan S2 dan S1 seperjuangan yang telah menjadi motivator bagi penulis baik langsung atau pun tidak langsung.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009

(19)

ayah Ende Sukandi dan ibu Ida Hidayah. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor dan di tahun yang sama penulis masuk program magister sain dengan mayor Biofisika. Penulis masuk mayor Biofisika dengan bantuan beasiswa unggulan DIKTI.

(20)

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSATAKA Bahan Semikonduktor ... 3

Sel Surya ... 10

Sel Surya Organik ... 16

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

Alat dan Bahan ... 26

Metode Pembuatan dan Karakterisasi ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Optik dan Listrik Kompleks Klorofil-Cu ... 30

Karakteristik CdS ... 32

Karakteristik Listrik Sel ITO/CdS/Klorofil/ /ITO ... 37

Pengaruh Konsentrasi Donor H+ pada PANI Terhadap Sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO ... 40

Pengaruh Konsentrasi Cu di dalam Klorofil pada Sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO ... 54

SIMPULAN DAN SARAN ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(21)

Halaman

1 Kode sampel sel ITO/CdS/Klorofil/ITO ... 29

2 Kode sampel sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO ... 29

3 Pergeseran panjang gelombang pita absorpsi kompleks klorofil-Cu ... 31

4 Konstanta waktu sel A1, A2 dan A3 ... 44

5 Konstanta waktu sel B1, B2 dan B3 ... 50

6 Konstanta waktu sel C1, C2 dan C3 ... 53

(22)

1 Kenaikan konsentrasi gas CO2 di atmosfer ... 1

2 Pita-pita energi logam, semikonduktor dan insulator ... 4 3 Pita energi semikonduktor... 4 4 Pita energi semikonduktor intrinsik ... 5 5 Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi

lima menggantikan posisi salah satu atom silikon dan struktur

pita energi semikonduktor tipe-n... 6 6 Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor

valensi tiga menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b) Struktur pita energi semikonduktor tipe-p... 7 7 Absorpsi film CdS (a) deposisi pada suhu ruang selama 24 jam,

(b) suhu 356 K selama 20 menit (c) pada suhu 537 K ... 9 8 (A) Pola XRD film CdS (a) deposisi suhu 300 K, (b) aneling suhu 523 K.

(B) Pita absorbsi film CdS (a) deposisi suhu 300 K

(b) aneling suhu 523 K ... 9 9 Proses pembentukan p-n junction, (-) ion akseptor, (○) hole.

(+) ion donor, (●) elektron ... 11 10 Pita energi saat keseimbangan termal ... 11 11 pita energi saat dibias maju dan pita energi saat dibias mundur ... 13 12 Aliran muatan pembawa persambungan p-n saat disinari

cahaya dalam rangkaian tertutup ... 13 13 Pita energi p-n junction saat disinari cahaya, short-circuited

dan open-circuited current... 14 14 Kurva karakteristik arus-tegangan saat gelap dan disinari cahaya... 15 15 Level energi molekul... 17 16 Level energi molekul konjugat-π (eksitasi elektron dari

(23)

21 Skema penambahan dan tanpa penambahan doping pada polianilin .... 21 22 Diagram tipe Schottky (homojunction) dan sel surya organik

heterojunction ... 22 23 Diagram pita energi donor-akseptor sel surya heterojunction dan

Pemisahan eksiton ... 22 24 Pembentukan dan pemisahan eksiton menjadi hole dan elektron ... 23 25 Kurva karakteristik arus-tegangan, Isc dan Voc ... 25

26 Absorpsi kompleks klorofil Cu-0, Cu-50, Cu-100 dan Cu-150 ... 30 27 Karakteristik arus-tegangan (I-V) ITO/Klorofil (klorofil)/Al ... 31 28 Pola XRD film CdS di atas ITO ... 32 29 Pola XRD bubuk CdS ... 33 30 Morfologi permukaan film CdS (tampak atas) ... 34 31 Morfologi film CdS (tampak samping) ... 35 32 Absorbans film CdS ... 35 33 Transmitansi film CdS ... 36 34 Celah energi CBD-CdS pada suhu 70 oC ... 36 35 Diagram energi sel ITO/CdS/Klorofil/ITO ... 37 36 Kurva karakteristik rapat arus (J)-tegangan (V) sel A21, A22, A23 .... 38 37 Karakteristik rapat arus – tegangan sel A21 (50 ppm Cu),

A22 (100 pm Cu) dan A23 (150 ppm Cu) dalam kondisi penyinaran .. 40 38 Diagram energi sel ITO/CdS/Klorofil/PANI//ITO ... 40 39 Karakteristik J-V sel A1, A2 dan A3 dalam kondisi gelap dan terang . 42 40 Kurva rapat arus tegangan Sel A1, A2 dan A3 (terang) ... 43 41 Pengaruh intensitas pada tegangan A1, A2 dan A3 ... 43 42 Pengaruh intensitas cahaya pada Isc ... 44

(24)

52 Kurva rapat arus tegangan Sel C1, C2 dan C3 (terang) ... 52 53 Pengaruh intensitas cahaya pada tegangan C1, C2 dan C3 ... 52 54 Pengaruh intensitas cahaya terhadap Isc ... 52

55 Respon dinamik dan kestabilan tegangan sel C1, C2 dan C3 ... 53 56 Kurva I-V sel C1, C2 dan C3 ... 53 57 Kurva rapat arus-tegangan Sel A1, B1 dan C1 (Gelap) ... 55 58 Pengaruh intensitas cahaya pada tegangan

(25)

Halaman

1 Diagram alir penelitian... 63 2 Cara perhitungan konstanta waktu (τ) ... 64 3 Konstanta waktu A1, A2 dan A3 ... 65 4 Konstanta waktu B1, B2 dan B3 ... 71 5 Konstanta waktu C1, C2 dan C3 ... 71 6 Perhitungan ff A1, A2 dan A3 ... 74 7 Perhitungan ff B1, B2 dan B3 ... 75 8 Perhitungan ff C1, C2 dan C3 ... 76 9 Set up metode chemical bath deposition (CBD) ... 77

(26)

Keterbatasan cadangan energi utama seperti minyak bumi dan batu bara memaksa kita untuk mencari pengganti sumber energi tersebut. Para peneliti telah memperkirakan sekitar 10 sampai 20 tahun ke depan produksi minyak global akan menurun, dengan demikian dibutuhkan energi terbarukan yang dapat diterima, baik dalam aspek ekonomi, sosial dan politik.

Alasan pergantian bahan bakar minyak dengan energi baru, didukung oleh harga minyak dunia yang akan terus meningkat. Alasan lain adalah semakin banyaknya gas CO2 yang terkandung di udara, akibat emisi yang ditimbulkan dari

hasil pembakaran bahan bakar minyak.

Sumber energi terbarukan dapat dibentuk dengan mengubah langsung energi matahari, energi air dan energi angin. Gambar 1 menunjukkan kenaikan konsentrasi CO2 dari awal tahun 1700 sampai 2000. Kenaikan secara signifikan

CO2 ini dimulai sejak revolusi industri di inggris.

Sel surya merupakan salah satu piranti konversi energi cahaya menjadi energi listrik yang mampu mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Keterbatasan dalam segi jumlah dan harga bahan baku sel surya, merupakan salah satu hambatan pengembangan piranti ini. Oleh karena itu dikembangkanlah sel surya berbahan dasar organik (alami) yang lebih banyak dari segi jumlah dan lebih murah dari segi harga dibandingkan dengan bahan dasar sel surya konvensional.

(27)

Sel surya berbahan dasar organik memiliki kestabilan yang lebih rendah dibandingkan dengan sel surya konvensional (Maity, et al. 2009). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan kestabilan sel surya berbahan dasar organik, yaitu dengan memodifikasi bahan organik penyusun sel surya supaya memiliki ketahanan dan kestabilan yang tinggi.

Ferforma sel surya organik dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kestabilan tegangan dan arus yang dihasilkan oleh sel. Kestabilan tegangan dapat ditingkatkan dengan menggunakan dua bahan semikonduktor yang berbeda, yaitu semikonduktor organik dan anorganik. Penggabungan kedua jenis semikonduktor ini akan menghasilkan sel surya hibrid organik-anorganik. Sel surya hibrid yang pernah dibuat adalah menggunakan CdS (semikonduktor anorganik) dan klorofil (semikonduktor organik) dengan struktur ITO/CdS/klorofil a/Ag. Perakitan sel ini cukup sulit karena pelapisan klorofil di atas CdS dan Ag di atas klorofil masing-masing dilakukan dengan cara elektrodeposisi dan evaporasi, oleh karena itu pada penelitian ini akan dibuat sel dengan struktur ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO yang lebih mudah dalam perakitan dan penambahan lapisan polianilin (PANI) yang diharapkan dapat memperkecil potensial penghalang antara klorofil dengan ITO sehingga dapat meningkatkan foto generasi muatan pada sel.

Perumusan Masalah

Sel surya berbahan dasar organik merupakan piranti konversi energi (energi cahaya menjadi listrik) yang cukup potensial untuk dikembangkan. Murahnya biaya produksi dan ramahnya terhadap lingkungan merupakan alasan utama semakin dikembangkannya penelitian tentang ini. Adanya ketidakstabilan dari sifat bahan organik, merupakan tantangan bagi para peneliti untuk memodifikasi bahan organik tersebut agar lebih stabil. Oleh karena itu pada penelitian ini telah dilakukan pengaruh bahan organik termodifikasi terhadap kinerja sel surya.

Tujuan

1. Mengamati pengaruh konsentrasi polianilin pada sel ITO/CdS/klorofil/PANI/ITO.

(28)

Bahan Semikonduktor

Berdasarkan sifat listriknya semua material dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: konduktor, semikonduktor dan isolator. Konduktor merupakan material yang memiliki banyak elektron bebas. Elektron tersebut tidak terikat di dalam material, sehingga bebas bergerak dan dapat mengalirkan arus. Isolator adalah material yang tidak memiliki elektron bebas, sehingga tidak mampu mengalirkan arus listrik. Semikonduktor merupakan material yang memiliki sifat listrik diantara konduktor dan isolator. Dalam kondisi tertentu semikonduktor dapat berprilaku seperti konduktor, dan pada kondisi lain seperti isolator (Nevile RC. 1995).

Setiap atom memiliki elektron. Elektron mengorbit di dalam atom dengan tingkatan energi tertentu. Kulit-kulit yang ada pada atom menunjukkan tingkatan energi elektron. Elektron pada atom tunggal menempati orbital atom. Orbital atom elektron akan membelah ketika atom-atom mengumpul saling berdekatan. Mengumpulnya atom-atom tersebut menyebabkan jumlah orbital atom menjadi besar dan perbedaan energi diantara orbital atom tersebut mengecil sehingga akan terbentuk pita energi.

Konsep pita energi sangat penting dalam mengelompokkan material sebagai konduktor, semikonduktor dan isolator. Besarnya lebar celah energi dapat menentukan apakah suatu material termasuk konduktor, semikonduktor atau isolator. Celah energi memisahkan pita valensi dengan pita konduksi. Elektron pada pita valensi dapat loncat menuju pita konduksi dengan cara menyerap sejumlah energi yang melebihi celah energi. Celah energi masing material ditunjukkan oleh Gambar 2.

(29)

dibandingkan dengan isolator. Diagram pita energi terakhir adalah pita energi konduktor. Pada konduktor, pita valensi saling bertumpang tindih dengan pita konduksi, sehingga terlihat tidak ada celah energi antara pita valensi dengan pita konduksi.

Gambar 3 menunjukkan pita energi di dalam semikonduktor. Pita bagian atas disebut pita konduksi karena elektron yang berada pada pita ini sangat mudah digerakan oleh medan listrik luar, sedangkan pita bagian bawah disebut pita valensi. Elektron pada pita ini terikat kuat pada atomnya dibandingkan elektron pada pita konduksi. Elektron pada pita valensi dapat melompat ke pita konduksi dengan menyerap energi yang lebih besar dari pada celah energi.

Berdasarkan sumber elektron dan hole yang dihasilkan, semikonduktor dibagi menjadi semikonduktor intrinsik dan semikonduktor ekstrinsik. semikonduktor intrinsik merupakan semikonduktor murni tanpa ada pengotor (impuritas). Jumlah muatan pembawa ditentukan oleh sifat material itu sendiri. Jumlah elektron (n) di pita konduksi pada semikonduktor intrinsik sama dengan jumlah hole di pita valensi pada kondisi suhu ruang. Pita energi pada semikonduktor intrinsik ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 2 Pita-pita energi logam, semikonduktor dan isolator.

Gambar 3 Pita energi semikonduktor (Würfel P. 2005).

Level valensi Level Fermi

Celah energi

Isolator Semikonduktor

Logam Energi elektron

Pita valensi Pita konduksi

(30)

dimasukkan impuritas. Elektron dan hole dihasilkan dari impuritas. Semikonduktor intrinsik dapat diubah menjadi semikonduktor ekstrinsik dengan menambahkan atom impuritas ke dalam semikonduktor intrinsik. Atom-atom yang dapat dijadikan impuritas berasal dari unsur golongan tiga dan lima pada tabel periodik. Penambahan impuritas dari golongan lima (atom pentavalen) ke dalam semikonduktor intrinsik akan menghasilkan semikonduktor tipe n. Semikonduktor tipe-n dapat dibuat dengan menambahkan sejumlah kecil atom pengotor pentavalen (antimoni, fosofor atau arsenik) pada silikon murni. Atom-atom pengotor (dopan) ini mempunyai lima elektron valensi sehingga secara efektif memiliki muatan sebesar +5q. Saat sebuah atom pentavalen menempati posisi atom silikon dalam kisi kristal, hanya empat elektron valensi yang dapat membentuk ikatan kovalen lengkap, dan tersisa sebuah elektron yang tidak berpasangan (Gambar 5a). Karena hasil penggabungan Si dengan atom pentavalen menghasilkan satu elektron yang tidak berpasangan, maka atom pentavalen disebut atom donor. Penambahan atom donor ini akan mengubah keadaan energi Fermi mendekat di bawah pita konduksi (Soga. 2006) (Gambar 5b).

(31)

Gambar 5 a) Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi lima menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b) Struktur pita energi semikonduktor tipe-n (Sze dan Kwok 2007).

(32)

Gambar 6 a) Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi tiga menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b) Struktur pita energi semikonduktor tipe-p (Sze dan Kwok 2007).

Selain silikon bahan semikonduktor yang sering digunakan untuk aplikasi sel surya adalah Cadmium sulphide (CdS). CdS merupakan bahan semikonduktor logam chalcogenide (II-VI) yang memliki celah energi sebesar 2,42 eV, indeks bias 2,5 dan termasuk semikonduktor tipe-n (Centinögü et al 2006). CdS sering digunakan sebagai pengganti elektroda Al pada sel surya karena tahan terhadap oksidasi. Sẽgue at al. telah memakai film CdS pada sel surya sebagai pengganti Al. Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa pemakaian Al sebagai elektroda pada sel surya dapat menimbulkan lapisan baru, yaitu lapisan Al2O3. Lapisan ini

dapat mengurangi karakteristik sel surya.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendeposisikan CdS pada substrat. Metode tersebut diantaranya adalah vacum evaporation, sputtering,

chemical vapor deposition, spray pyrolysis, electrodeposition, dip growth,

(33)

Metode CBD dapat menghasilkan film yang stabil, homogen dan kompak. Kualitas film yang ditumbuhkan dengan metode CBD ditentukan langsung oleh substrat dan kondisi reaksi (Zhaou et al. 2008). Reaksi pembentukan CdS dapat ditulis sebagai berikut:

Suhu deposisi dapat mempengaruhi film CdS yang terbentuk. Semakin tinggi suhu deposisi, maka semakin tebal pula CdS yang tumbuh di atas substrat. Gambar 7 menunjukkan spektrum absorpsi Film CdS. CdS yang dideposisikan pada suhu ruang selama 24 jam, tidak terdeteksi dengan jelas, sedangkan CdS yang dideposisikan pada suhu 573 K terlihat dengan jelas (Zhaou et al. 2008).

Suhu annaling dapat mempengaruhi ukuran kristal film CdS dan pita absorbsi cahaya. Pola XRD menunjukkan semakin tinggi suhu annaling, maka semakin tinggi juga ukuran kristal film. Hal ini terlihat dari intensitas puncak XRD milik CdS yang semakin tinggi pada bidang (001) (Gambar 8A). Besarnya suhu annaling film CdS juga dapat meningkatkan absorbansi. Semakin besar suhu annaling maka semakin besar pula aborbansinya (Gambar 8B) (Devi et al. 2008).

Meningkatnya kristalinitas akan menyebabkan ukuran butir film menjadi berubah. Terjadi kenaikan ukuran butir, ketika suhu annaling ditingkatkan. Devi

(34)

Gambar 7 Absorpsi film CdS (a) deposisi pada suhu ruang selama 24 jam, (b) suhu 356 K selama 20 menit (c) pada suhu 537 K (Zhaou et al. 2008).

Gambar 8 (A) Pola XRD film CdS (a) deposisi suhu 300 K, (b) annaling suhu 523 K. (B) Pita absorbsi film CdS (a) deposisi suhu 300 K (b) annaling suhu 523 K (Devi et al. 2008).

 

B

 

(35)

Sel Surya

Sel surya adalah suatu divais yang mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik (Soga T, editor. 2006). Pada umumnya sel surya dibuat dari bahan semikonduktor anorganik, seperti silikon mono kristalin atau multi kristalin (Petritsch 2000). Sel surya konvensional seperti ini dapat menyerap cahaya matahari lebih dari 24%. Efisiensi yang telah dicapai oleh sel surya berbahan dasar material anorganik sekitar 10-20% (Hoppe et al. 2004). Efisiensi sel surya anorganik dapat ditingkatkan lagi dengan membuat tiga persambungan bahan semikonduktor yang terdiri dari GaInP, GaAs, and Ge. Sel seperti dapat menghasilkan Voc sebesar 2.26 V dan efisiensi sebesar 29% pada skala

laboratorium (Hepp et al. 2005).

Sel surya konvensional pada umumnya tersusun dari persambungan semikonduktor tipe-p dan tipe-n (p-n junction). Hal terpenting pada sel surya p-n adalah adanya pemisahan muatan, yaitu hole dan elektron akibat penyinaran oleh cahaya. Adanya persambungan antara kedua tipe semikonduktor ini menyebabkan terbentuknya potensial pada persambungan dan difusi muatan. Difusi muatan terjadi karena adanya gradien konsentrasi muatan pembawa antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Difusi hole dari semikonduktor tipe-p menuju tipe-n, sedangkan elektron dari semikonduktor tipe-n menuju tipe-p.

Difusi hole dan elektron tidak terjadi terus menerus, karena ketika hole

(36)

 

Gambar 9 Proses pembentukan p-n junction, (-) ion akseptor, (○) hole. (+) ion donor, (●) elektron (Rio et al. 1999).

Gambar 10 Pita energi saat keseimbangan termal (Soga. 2006). Pada keadaan seimbang, di dalam hubungan p-n terbentuk

1. daerah tipe-p netral: daerah dengan jumlah hole sama dengan jumlah aseptor. 2. daerah muatan ruang tipe-p: daerah diionisasikannya aseptor negatif.

3. daerah muatan ruang tipe-n: daerah diionisasikannya donor positif

4. daerah tipe-n netral: daerah dengan jumlah donor sama dengan jumlah elektron.

Besarnya potensial internal pada daerah deplesi dapat dipengaruhi oleh tegangan eksternal yang dipasang pada sisi-p dan sisi-n. Pemasangan tegangan bias positif pada sisi tipe-p dan negatif pada sisi tipe-n akan menurunkan potensial internal pada daerah deplesi (Gambar 11a). Keadaan ini disebut bias maju (VF).

(37)

Pemasangan bias maju akan menurunkan arus drift, tetapi dapat menaikkan disfusi elektron dari tipe-n ke tipe-p dan difusi hole dari tipe-p ke tipe-n. Rapat arus total (J) yang mengalir pada saat persambungan p-n dibias maju adalah pertambahan rapat arus difusi pada sisi-n (Jn) dengan rapat arus difusi pada sisi-p (Jp).

adalah suhu mutlak.

Pemasangan bias negatif pada sisi-p dan positif pada sisi-n akan menaikkan potensial internal pada daerah deplesi (Gambar 11 b). Keadaan ini disebut bias mundur (VR). Rapat arus yang mengalir pada saat bias mundur adalah

Besarnya arus pembawa pada persambungan p-n dipengarui oleh penyinaran cahaya. Penyinaran cahaya pada persambungan p-n akan membentuk pasangan elektron-hole yang memiliki energi lebih besar dari pada celah energi. Pembentukan pasangan elektron-hole terjadi di daerah difusi dengan panjang Lp

untuk difusi hole dan Ln untuk difusi elektron. Pasangan elektron-hole ini akan

berkontribusi terhadap arus foto. Jumlah pasangan elektron-hole dipengaruhi intensitas cahaya yang datang. Pasangan elektron-hole akan berpisah karena medan listrik yang ada pada daerah deplesi. Adanya pemisahan muatan pada daerah deplesi, akan menghasilkan aliran arus dari sisi-n ke sisi-p ketika sisi-p dan sisi-n dihungkan dengan kawat luar (Gambar 12).

(38)

Gambar 11 (a) pita energi saat dibias maju, (b) pita energi saat dibias mundur (Soga. 2006).

Gambar 12 Aliran muatan pembawa persambungan p-n saat disinari cahaya dalam rangkaian tertutup (Soga. 2006).

(39)

Gambar 13 Pita energi p-n junction saat disinari cahaya, (a) short-circuited dan (b) open-circuited current (Soga. 2006).

Arus yang mengalir pada saat sisi-p dan sisi-n dihubung singkat disebut arus

short-circuit (Isc) yang nilainya sama dengan arus foto (IL) jika hambatan seri

(series resistance) sama dengan nol. Ketika sisi-p dan sisi-n diisolasi, elektron bergerak menuju sisi-n dan hole menuju sisi-p. Elektron dan hole akan berkumpul pada kedua sisi, sehingga menghasilkan tegangan. Tegangan tersebut dianamakan tegangan open-circuit (Voc). Kurva karakteritik arus-tegangan persambungan p-n

(40)

Gambar 14 Kurva karakteristik arus-tegangan saat gelap dan disinari cahaya (Soga 2006).

Arus yang mengalir pada persambungan p-n ketika disinari cahaya adalah:

sc

Ketika rangkaian terbuka I = 0, sehingga tegangannya adalah

⎟⎟

(41)

Sel Surya Organik

Pemakaian sel surya sebagai sumber energi semakin berkembang, tetapi di sisi lain terdapat beberapa hambatan dalam pengembangannya, terutama pada sel surya konvensional. Kelemahan dari sel surya konvensional adalah terbatasnya bahan baku dan mahalnya biaya produksi. Energi dan teknologi canggih banyak dibutuhkan dalam pembuatan sel surya konvensional, seperti tingginya suhu yang diperlukan, yaitu sekitar 400 – 1400 oC dan kondisi vakum yang tinggi (Petritsch 2000). Oleh karena itu diperlukan jenis sel surya baru yang dapat mengurangi permasalahan yang ada pada pembuatan sel surya konvensional.

Sel Surya Organik merupakan piranti yang diharapkan dapat mengurangi permasalahan yang ada pada sel surya konvensional. Penelitian awal tentang sel surya organik diilhami oleh proses fotosintesis, yaitu adanya penyerapan cahaya oleh klorofil, keluarga forfirin. Sruktur sel surya organik hampir sama dengan sel surya konvensional. Lapisan aktif sisi-n dan sisi-p pada sel surya konvensional, menjadi lapisan donor dan akseptor pada sel surya organik. Lapisan aktif pada sel surya organik terbuat dari bahan semikonduktor organik.

(42)

Gambar 15 Level energi molekul

Gambar 16 Level energi molekul konjugat-π (eksitasi elektron dari orbital

π ke π*) (Brütting W et al. 2005).

Bahan semikonduktor organik yang digunakan sebagai lapisan aktif sel surya dapat berbentuk molekul atau polimer konjugat. Semikonduktor molekul organik yang sering digunakan adalah klorofil. Klorofil merupakan pigmen penyerap cahaya pada tumbuhan. Tumbuhan tingkat tinggi memiliki dua jenis klorofil, yaitu klorofil a dan b. Struktur klorofil (Gambar 17) digambarkan oleh Willstatter dan Fischer dan ditetapkan oleh Woodward tahun 1960 (Davidov 1982). Struktur dasar penyusun klorofil adalah cincin planar dengan ion Mg berada dipusat koordinat. Ion Mg ini dikelilingi oleh atom nitrogen.

(43)

Gambar 17 Struktur klorofil a dan klorofil b (Best, B)

Spektrum penyerapan cahaya oleh kedua klorofil tersebut ditunjukkan oleh Gambar 18. Pita absopsi maksimum klorofil a berada pada panjang gelombang merah = 700 nm dan biru = 440 nm. Pita absorpsi maksimum klorofil b berada pada = 660 dan 460 nm. Intensitas maksimum cahaya matahari yang mencapai permukaan bumi berada pada rentang panjang gelombang 450-550 nm (ungu-hijau dan hijau), hal ini menunjukkan bahwa hanya pada daerah ini saja cahaya yang diserap klorofil minimum.

(44)

signal (tegangan open-circuit dan arus short-circuit), ketika dibentuk seperti dioda Schottky. Penelitian awal terhadap klorofil a menunjukkan bahwa klorofil a

memiliki efisiensi kuantum yang kecil tanpa perlakuan eksperimen khusus. Beberapa penelitian telah mengukur efisiensi klorofil a, yaitu sekitar 0,1% (Chen

et al. 1978). Gambar 19 menunjukkan kurva karakteristik arus-tegangan klorofil a. Elektroda negatif yang dapat digunakan adalah Al, dan Hg sebagai elektroda positif. Cahaya yang datang pada sisi Al menyebabkan muatan pembawa dihasilkan di daerah ruang muatan (space-charge) atau di dalam panjang difusi L film klorofil. Penghalang (barrier) merupakan tempat yang efisien untuk proses pengumpulan pembawa (carrier).

Mabrouki, et al. 2002 telah melihat efek fotovoltaik pada klorofil dengan mengelektrodeposisi klorofil a pada alumunium. Klorofil a yang dielektrodeposisi harus homogen dan memiliki perbandingan absorbansi pada panjang gelombang 745 nm (mikrokristalin klorofil a) dengan absorbansi pada panjang gelombang 660 nm (monomer klorofil a) lebih besar dari 5. Lapisan klorofil ditutup oleh elektroda Ag melalui evaporasi. Besar arus yang didapatkan pada penyinaran Al/klorofil a/Ag lebih besar dari pada arus tanpa penyinaran (Gambar 20). Efisiensi konversi yang dihasilkan tidak berbeda jauh dari hasil penelitian yang lain, yaitu sebesar 0,1 %.

(45)

Gambar 20 Karakteristik I-V sel Al/klorofil a/Ag (a) terang, (b) gelap (Mabrouki

et al. 2002).

Semikonduktor polimer konjugat yang sering digunakan untuk aplikasi sel surya adalah polianilin (PANI). Polianilin (PANI) merupakan polimer organik yang bersifat konduktif (Quiñonens et al. 2003). Penambahan doping pada polianilin akan meningkatkan konduktivitas menjadi 10 kali dari semula (Quiñonens et al. 2003). Penambahan doping biasanya menggunakan HCl. Gambar 21 (a) menunjukkan skema penambahan doping HCl pada pembentukan polianilin, sedangkan Gambar 21 (b) pembentukan polianilin tanpa doping. Gambar 21 (b) menunjukkan bahwa tidak terdapat muatan bebas di dalam rantai, sedangkan pada Gambar 21 (a) terdapat dua polaron yang terdelokalisasi sepanjang rantai polimer.

Polianailin banyak digunakan untuk pelapisan elektroda. Lapisan polianilin pada elektroda akan meningkatan konduktivitas elektroda. Sulfonated polianilin (SPAN) merupakan bentuk polianilin yang sering dipakai untuk meningkatkan konduktivitas listrik elektroda. Lapisan SPAN di atas tin-oxide (TO) dapat meningkatkan pengumpulan muatan positif, selain itu juga dapat mengurangi energi barrier efektif untuk injeksi muatan positif dari TO (Valaski, et al. 2004).

(46)

Gambar 21 (a) Skema penambahan doping pada polianilin (b) tanpa penambahan doping (Quiñonens et al. 2003).

Jenis-jenis Struktur Sel Surya Organik

Rancangan sel surya organik pertama kali adalah dengan membentuk persambungan tipe Schottky atau disebut juga dengan sel surya organik

homojunction (Gambar 22.a). Susunan sel ini terdiri dari lapisan organik dengan dua elektroda yang mengapit lapisan organik. Struktur lapisannya terdiri dari logam/lapisan organik/logam. Sel yang disusun seperti ini kurang efisien, karena fotogenerasi muatan hanya terjadi pada lapisan tipis dekat permukaan logam/lapisan organik.

Rancangan sel surya organik yang lebih baik terdiri dari dua semikonduktor organik yang berbeda (organic heterojunction, Gambar 22b). Sel surya organik

heterojunction terdiri dari dua material semikonduktor aktif, yaitu material donor dan material akseptor elektron. Antara dua permukaan material ini terbentuk gaya elektrostatik yang dihasilkan oleh perbedaan afinitas elektron dan potensial ionisasi. Medan listrik antar dua permukaan akan timbul jika salah satu material memiliki afinitas elektron dan potensial ionisasi yang lebih besar dibandingkan dengan material lain. Medan listrik ini akan memisahkan pasangan elekton dan

hole (eksiton) (Gambar 23). Pemisahan eksiton pada sel surya organik

heterojunction lebih efisien dibandingkan dengan pemisahan eksiton pada organik

homojunction.

(47)

Gambar 22 (a) Diagram tipe Schottky (homojunction) dan (b) sel surya organik

heterojunction (Lane et al. 2005).

Gambar 23 (A) Diagram pita energi donor-akseptor sel surya heterojunction (B) Pemisahan eksiton (Kietzke 2007).

Kelamahan pada sel surya organik homojunction dan heterojunction adalah terbatasnya daerah foto generasi muatan. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan meningkatkan daerah photocarrier generation. Daerah photocarrier generation dapat ditingkatkan dengan membentuk daerah campuran antara pembawa elektron dan hole, sehingga sel membentuk bulk heterojunction (Gambar 24) (Lane et al. 2005).

Sel seperti ini dibuat dengan cara mencampurkan langsung material donor elektron dengan material penerima elektron. Jika panjang atau tebal lapisan campuran tersebut sama dengan panjang difusi eksiton, maka eksiton akan bergerak ke daerah persambungan (antar muka) antara material donor dengan material akseptor, kemudian akan terpisah. Hole akan bergerak ke katoda, sedangkan elektron bergerak ke anoda (Nelson 2002).

 

(48)

Gambar 24 Pembentukan dan pemisahan eksiton menjadi hole (○) dan elektron (●)(Yang et al. 2005).

Efisiensi bulk heterojunction (BHj) solar cell dapat ditingkatkan dengan mengatur pertumbuhan kristal organik di atas substrat. Pengaturan dilakukan dengan cara menentukan posisi dan orientasi material donor-acceptor memakai metode organic vopour-phase deposition (OVPD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa BHj yang dibuat dengan metode ini dapat menghasilkan efisiensi dari 1.4 ± 0.1 % (annealed BHj) menjadi (2.7 ± 0.1)% (controled bulk OVPD heterojuction) (Yang et al. 2005).

 

Sel Surya Hibrid Organik-Anorganik Heterojunction

Kajian tentang Surya Hibrid Organik-Anorganik Heterojunction diawali dengan fotovoltaik organik berbasis molekul-molekul kecil, kemudian diikuti oleh

sel fotovoltaik berbasis polimer. Penelitian tentang sel Surya Hibrid Organik-Anorganik Heterojunction telah dilakukan oleh (Sẽgue et al. 1991)

dengan menyambungkan film CdS (semikonduktor anorganik tipe-n) dengan klorofil a (Chl a) sebagai semikonduktor organik tipe-p. Penelitian ini diilhami oleh penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa, klorofil memiliki sifat semikonduktif. Pemakain CdS pada penelitian tersebut dimaksudkan untuk menggantikan Al (Al/Chl a/Ag), karena logam ini mudah mengalami oksidasi sehingga dapat menurunkan arus foto.

Perbedaan fungsi kerja yang besar antara klorofil a (Chl a) dengan CdS menyebabkan terbentuknya potensial penghalang antara klorofil dengan CdS. Gambar 25 menunjukkan kurva karakteristik arus-tegangan klorofil/CdS. Distribusi arus-tegangan yang tidak linier dan tidak simetris menunjukkan

(49)

terbentuknya potensial penghalang antara kedua permukaan material tersebut (Gambar 25 A).

Hasil penelitian Sẽgue et al. menunjukkan bahwa klorofil merupakan donor elektron sedangkan CdS sebagai akseptor elektron. Penyinaran pada panjang gelombang di atas 550 nm dimaksudkan untuk menghindari penyerapan cahaya oleh CdS. Efisinsi tertinggi yang dihasilkan oleh sel dengan struktur ITO/CdS/Chl

a/Ag sebesar 0.17% ketika disinari cahaya dengan panjang gelombang 740 nm. Nilai efisiensi ini masih kecil untuk skala industri, sehingga dibutuhkan penelitian lanjutan agar dapat meningkatkan nilai efisiensi tersebut.

Gambar 25 B dan 25 C menunjukkan kenaikan Isc dan Voc terhadap

kenaikan intensitas. Semakin besar intensitas semakin besar pula kenaikan Isc dan

Voc. Khusus untuk Voc, kenaikan intensitas tidak akan kontinu meningkatkan Voc,

hal ini disebabkan karena semakin tinggi intensitas, maka semakin besar pula konversi trapping state menjadi pusat rekombinasi (Sẽgue et al. 1991). Pusat rekombinasi akan menurunkan Voc, sehingga pada Gambar 25 C, nilai Voc pada

(50)

 

Gambar 25 (A) Kurva karakteristik arus-tegangan, (B) Isc pada panjang

gelombang sinar 560 nm (□), 680 nm (■) dan 740 nm (●), (C) Voc

terhadap intensitas cahaya datang (Isc), panjang gelombang sinar

560 nm (●), 740 nm (□). Luas aktif sel ITO/CdS/Chl a/Ag sebesar 0,45 cm2 (Sẽgue et al. 1991).

A B

(51)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 – Juni 2009 di Laboratorium Biofisika, Laboratorium Material dan Laboratorium Fisika lanjut Departemen Fisika IPB. Karakterisasi x-ray diffraction (XRD) dan scanning electron microscope (SEM) dilaksanakan di PPGL Bandung.

.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah neraca analitik,beaker glasss, statip, pengaduk,

crucible (cawan keramik), pipet mohr, magnetic strirrer, hotplate, furnace, pH meter digital, termometer digital, labu takar, tabung reaksi, ultrasonic bath dan gelas kimia. Bahan yang digunakan adalah kompleks klorofil-Cu, kaca TCO, HCl, etanol, acetyl aceton, Polietilenglikol 4000 (PEG), film alumunium, akuades, CdCl2 (cadmium sulfat), H2NCSNH2 (thiourea), TEA, C6H5NH2 (aniline) dan

(NH4)2S2O8 (Ammoniumperoxodisulfat), kertas saring wheatman.

Metode Pembuatan dan Karakterisasi

Karakterisasi Optik dan Listrik Kompleks Klorofil-Cu

Sebanyak 20 gram kompleks klorofil-Cu 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm dan 150 ppm dilarutkan di dalam 5 ml etanol. Larutan dihomogenkan dengan distirrer di atas magnetic strirrer, kemudian diukur absorpsinya dengan Ocean Optic Spectrophotometer.

Sifat listrik kompleks klorofil-Cu di uji dengan membentuk sel ITO/Klorofil/Al. Kaca TCO (kaca berlapis ITO) dibersihkan di dalam ultrasonic bath dengan akuades. Sebanyak 50 mg kompleks klorofil-Cu dilarutkan dengan 0.5 ml acetylaceton. Larutan dihomogenkan di dalam ultrasonic bathselama 10 menit. Sebanyak 0.2 ml larutan kompleks klorofil-Cu dicampur dengan 80 mg PEG, untuk menghasilkan gel klorofil kemudian dihomogenkan di dalam

ultrasonic bath selama 10 menit.

(52)

TCO dan dipanaskan pada suhu 60 C selama satu jam. Sel tersebut kemudian didinginkan sampai mengering. Sifat semikonduktif klorofil diukur dengan menggunakan Keithly 2400 Source Meter dengan memasangkan elektroda negatif pada kontak Al, dan elektroda positif pada kontak ITO. Tegangan bias yang diberikan dipindai dari -4 V hingga +4V, dengan kenaikan 0,2 volt/detik.

Pembuatan dan Karakterisasi Sel ITO/CdS/Klorofil/ITO

Film CdS dibuat dengan mendeposisikan larutan prekursor CdS pada kaca TCO (ITO) dengan metode chemical bath deposition (CBD). Kaca TCO dicuci dengan sabun khusus, dibilas dengan aquadest dan dibersikan di dalam ultrasonic bath selama 10 menit. Kaca TCO diangkat dan dikeringkan. Kaca TCO yang telah kering ditempelkan secara vertikal pada dinding gelas kimia berukuran 200 ml.

Larutan prekursor CdS dibuat dengan mencapur 30 ml Cadmium sulphate

[0.25], 30 ml Thiourea [0,25], 20 ml NH4OH 95%, dan 5 ml TEA. Larutan

dimasukan ke dalam gelas kimia berukuran 200 ml yang berisi kaca TCO. Gelas kimia 200 ml ditempatkan di dalam gelas kimia berukuran 1000 ml yang bersisi 100 ml air. Larutan diputar dengan kecepatan 500 rpm dan dipanaskan pada suhu 70 0C selama 4 jam.

Lapisan CdS pada kaca TCO hasil deposisi (film CdS) kemudian diangkat dan dibersihkan di dalam ultrasonic bath. Film CdS dipanaskan pada suhu 200 0C selama 30 menit. Sifat optik, struktur dan morfologi film dikarakterisasi dengan

Ocean Optic Spectrophotometer, XRD (x-ray diffraction) dan SEM (scanning electron microscope).

Sebanyak Empat sampai lima tetes Klorofil diteteskan di atas film CdS (9 mm x 10 mm) kemudian ditutup dengan kaca TCO. Film ITO/CdS/Klorofil/ITO dipanaskan pada suhu 60 0C selama satu jam, kemudian dikeringkan pada suhu ruang.

(53)

+4V, dengan kenaikan 0,2 volt/detik. Respon dinamik tegangan diukur dengan sensor tegangan yang dihubungkan dengan Interface Scientific Workshop 750 (PASCO). Data diambil dengan menggunakan software Data Studio. Kurva I-V diplot dari data arus dan tegangan yang diukur menggunakan multimeter digital.

Pembuatan dan Karakterisasi Sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO

Pembuatan sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO diawali dengan proses polimerisasi polianilin (PANI) dari aniline. Polimerisasi aniline dilakukan pada suhu ruang. Sebanyak 1 ml aniline dicampur dengan 200 ml akuades. Sebanyak satu gram (NH4)2S2O8 dicampur dengan 10 ml HCl [1], [2] dan [3].

Masing-masing larutan HCl-(NH4)2S2O8 dicampur dengan larutan aniline pada tiga gelas

kimia yang berbeda. Ketiga campuran aniline-HCl-(NH4)2S2O8 dengan kecepatan

500 rpm pada suhu ruang selama 1.5 jam. Ketiga larutan diaging selama 24 jam, kemudian disaring dengan kertas saring wheatman.

PANI dengan berbagai konsentrasi donor H+ (HCl) dideposisikan di atas kaca TCO dengan metode casting. Luas daerah pendeposisian sekitar 10 mm x 9 mm. Film PANI pada kaca TCO dipanaskan pada suhu 60 0C selama satu jam kemudian dibiarkan mengering pada suhu ruang.

Pembuatan struktur sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO dilakukan dengan meneteskan empat sampai lima tetes klorofil di atas film PANI/ITO. Lapisan klorofil kemudian dijepit dengan film ITO/CdS. Susunan sel yang akan terbentuk hasil pelapisan tersebut adalah ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO. Sel kemudian dipanaskan pada suhu 60 0C selama satu jam dan dikeringkan pada suhu ruang.

(54)

ITO/CdS/Klorofil/ITO ditunjukkan pada Tabel 1, sedangkan sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 1 Kode sampel sel ITO/CdS/Klorofil/ITO

Kode sel Struktur sel Konsentrasi Cu pada klorofil (ppm)

A21 ITO/CdS/Klorofil-50/ITO 50

A22 ITO/CdS/Klorofil-100/ITO 100

A23 ITO/CdS/Klorofil-150/ITO 150

Tabel 2 Kode sampel sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO

Kode Sel Struktur Sel Konsentrasi Cu di

dalam klorofil (ppm)

Konsentrasi PANI (M)

A1 ITO/CdS/Klorofil-50/PANI1/ITO 50 1

B1 ITO/CdS/Klorofil-100/PANI1/ITO 100

C1 ITO/CdS/Klorofil-150/PANI1/ITO 150

A2 ITO/CdS/Klorofil-50/PANI2/ITO 50 2

B2 ITO/CdS/Klorofil-100/PANI2/ITO 100

C2 ITO/CdS/Klorofil-150/PANI2/ITO 150

A3 ITO/CdS/Klorofil-50/PANI3/ITO 50 3

B3 ITO/CdS/Klorofil-100/PANI3/ITO 100

(55)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Optik dan Listrik Kompleks Klorofil-Cu

Klorofil merupakan pigmen penangkap cahaya pada tumbuhan. Cahaya yang ditangkap oleh klorofil spesifik pada panjang gelombang tertentu, yaitu pada daerah biru dan merah. Klorofil sebagai pigmen fotosintesis, memiliki cincin porfirin dengan logam Mg berada di pusat cincin. Sifat klorofil yang mudah menyerap logam berat, memungkinkan logam Mg dapat digantikan oleh logam Cu dan Zn membentuk kompleks klorofil-Cu dan Zn (Zvezdanović, et al. 2007).

Gambar 26 menunjukkan pita absorpsi klorofil murni dan pita absorpsi kompleks klorofil-Cu dengan berbagai konsentrasi Cu. Gambar tersebut memperlihatkan adanya perbedaan panjang gelombang puncak pita absorpsi untuk setiap konsentrasi Cu. Perbedaan panjang gelombang tersebut dilihat dari adanya pergeseran panjang gelombang pada daerah merah ke arah biru. Pergeseran ini menunjukkan bahwa, logam Mg telah digantikan oleh logam Cu. Semakin besar konsentrasi Cu yang digunakan, menyebabkan puncak absorpsi di daerah merah semakin bergeser ke arah biru. Pergeseran ini dikenal sebagai pergeseran

hypsochromic (blue) shift. Adanya pergeseran ke arah biru, menunjukkan adanya perubahan perbedaan level energi antara keadaan dasar dengan keadaan eksitasi pada klorofil.

380 430 480 530 580 630 680 730 780 830 880 930 980 (nm)

A (

OD)

Cu-0 Cu-150 Cu-50 Cu-100

(56)

No Klorofil Konsentrasi Cu (ppm) Panjang Gelombang Absorpsi (nm)

Gambar 27 Karakteristik arus-tegangan (I-V) ITO/Klorofil/Al.

Tabel 3 menunjukkan dengan jelas pergeseran panjang gelombang untuk kompleks klorofil-Cu. Klorofil yang menggunakan konsentrasi Cu yang paling banyak mengalami pergeseran panjang gelombang yang lebih besar dibandingkan dengan klorofil yang menggunakan konsentrasi Cu dalam jumlah yang lebih sedikit.

Gambar 27 menunjukkan karakteristik I-V sel ITO/Klorofil/Al. Distribusi arus-tegangan yang tidak linier dan tidak simetrik menunjukkan bahwa efek rektifikasi yang terbentuk pada sel cukup kuat. Al menjadi elektroda negatif terhadap ITO ketika tegangan bias maju diterapkan pada sel.

(57)

karena perbedaan fungsi kerjanya lebih kecil dari pada klorofil/Al (Chen et al. 1978). Potensial penghalang yang terbentuk pada permukaan persambungan Klorofil/Al bertanggung jawab pada munculnya sifat fotovoltaiksel.

Karakteristik CdS

Karakteristik Strukur Film dan Serbuk CdS

Kristalografi CdS dapat diamati dengan menggunakan teknik difraksi sinar-x. CdS hadir dalam dua bentuk fase kristal, yaitu heksagonal (wurtzite) dan kubik (zincblende). Fase CdS yang paling baik untuk aplikasi sel surya adalah heksagonal. Hal ini disebabkan karena CdS dalam fase heksagonal lebih stabil (Wenyi et al. 2005). Gambar 28 menunjukkan pola difraksi film CdS yang ditumbuhkan diatas ITO. Hadirnya CdS di atas ITO ditandai oleh puncak di 2θ = 26.76 o yang bersesuaian dengan bidang (002) heksagonal atau bidang (111) kubik (Wenyi, et al. 2005). Berdasarkan Gambar 28, film CBD-CdS memiliki empat puncak di 26.76o, 36.68o, 43.80o dan 51.16o yang bersesuaian dengan bidang (002), (102), (220) dan (200) (Rodriguez, et al. 2008 dan Niu et al. 2006), hal ini membuktikan bahwa pada ITO telah tumbuh filmCdS.

(58)

CdO

Gambar 29 Pola XRD serbuk CdS.

Terdapat puncak milik ITO di 2θ = 30.60o, 35.46 dan 60.42 (Gambar 28). Hadirnya ITO dapat disebabkan permukaan lapisan CdS tidak merata dan terlalu tipis. Tidak meratanya lapisan CdS dapat diakibatkan oleh suhu deposisi rendah. Suhu yang rendah dapat mengurangi dispersi ion di dalam larutan. Hal ini dapat mengakibatkan permukaan film jadi kasar sehingga mengurangi kristalinitas (Wenyi et al. 2005).

Gambar 29 menunjukkan pola XRD untuk serbuk CdS. Intensitas puncak CdS yang ditampilkan pada Gambar tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Gambar 29, yaitu di 2θ = 26.7o, 36.82o, 43.96o, 51.35o. Perbedaan antara pola XRD film dengan bubuk CdS terletak pada puncak ITO dan CdO. Puncak CdO muncul pada bubuk CdS yang ditandai oleh puncak 2θ = 38.95o dan 55.32o (Grecu

et al. 2004). Hadirnya CdO disebabkan karena adanya oksidasi pada saat

annaling, yaitu oksigen menggantikan S.

Morfologi Film CdS

(59)

Kekosongan dan pinhole pada film CdS akan mempengaruhi karakteristik elektronik jika film CdS digunakan pada aplikasi sel surya heterojunction. Pinhole

akan menyebabkan short circuit pada sel (Wenyi et al. 2004). Terbentuknya pinhole dan kekosongan diakibatkan oleh rendahnya suhu deposisi dan kecepatan putar stirrer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar suhu deposisi maka permukaan film semakin homogen dan jumlah pinhole semakin berkurang (Wenyi et al. 2004).

Ukuran butir rata-rata sebesar 0.21 µm pada suhu deposisi 70 oC masih terlalu besar jika dibandingkan dengan literatur yang menunjukkan bahwa ukuran butir dengan suhu deposisi antara 65 – 75 oC adalah sebesar 0.18 – 0.16 µm (Wenyi et al. 2004).

(60)

Gambar 31 Morfologi film CdS (tampak samping).

Karakteristik Optik Film CdS

Gambar 32 dan 33 menunjukkan spektrum absorpsi dan transmitansi film CdS. Pita absorpsi CdS dengan suhu annaling 200 0C berada pada panjang gelombang 400 – 500 nm, hal ini sesuai dengan beberapa literatur yang memperlihatkan bahwa pita absorpsi CdS terjadi pada rentang panjang gelombang 350 – 550 nm (Devi et al. 2007). Gambar 33 menunjukkan bahwa film tersebut memiliki transmisi yang cukup tinggi (40-70%) di daerah cahaya tampak. Tepi pita absorpsi yang sedikit landai menunjukkan kristalinitas film rendah. Kristalinitas akan semakin meningkat dengan meningkatkan suhu deposisi dan

annaling.

Gambar 32 Absorbansi Film CdS.

 

(61)

Gambar 33 Transmitansi Film CdS. Celah Energi Film CdS

CdS merupakan material semikonduktor yang memiliki celah energi khas. Berdasarkan persamaan

celah energi CdS yang dideposisi dengan metode CBD pada suhu 70 oC sebesar 2.34 eV (Gambar 34). Celah energi CdS sangat mempengaruhi sifat konduktivitas listrik CdS. Semakin besar celah energi, maka akan semakin kecil konduktivitas listriknya. Celah energi CdS yang dihasilkan dari penelitian ini lebih kecil dari pada celah energi CdS rata-rata yaitu 2.4 eV.

0

1.25 1.75 2.25 2.75

Eg (eV)

Gambar 34 Celah Energi CBD-CdS pada suhu 70 oC.

(62)

Level vakum

Diagram energi sel dengan struktur ITO/CdS/Klorofil/ITO ditunjukkan oleh Gambar 35. Klorofil betindak sebagai donor elektron, sedangkan CdS sebagai akseptor elektron. Fungsi kerja (Φ) Klorofil lebih besar dibandingkan fungsi kerja CdS. Fungsi kerja Klorofil sekitar 4.8 eV, sedangkan CdS sekitar 4.0 eV. Adanya perbedaan fungsi kerja ini menyebabkan terbentuknya medan listrik yang dapat memisahkan pasangan elektron-hole.

Penyinaran sel dengan cahaya polikromatik memungkinkan CdS menyerap cahaya sehingga berkontribusi dalam generasi muatan. Muatan yang berkontribusi besar dalam menghasilkan arus adalah muatan yang terbentuk disekitar persambungan Klorofil/CdS. Hal ini disebabkan muatan yang dibentuk disekitar permukaan persambungan lebih mudah dipisahkan oleh medan listrik pada daerah persambungan, sehingga dapat menghasilkan arus foto.

Terdapat tiga buah sel ITO/CdS/Klorofil/ITO dengan konsentrasi Cu pada Klorofil 50 ppm (A21), 100 ppm (A22) dan 150 ppm (A23). Gambar 36 menunjukkan kurva karakteristik rapat arus-tegangan untuk sel A21, A22 dan A23. Karakteristik rapat arus–tegangan sangat diperlukan untuk mengetahui apakah sel yang dibuat bersifat fotovoltaik atau fotokonduktif.

Distribusi rapat arus (J)-tegangan (V) sel A21, A22 dan A23 pada Gambar 36 menunjukkan bahwa ketiga sel tersebut lebih bersifat fotovoltaik dibandingkan fotokonduktif. Hal ini terlihat dari kurva J-V (kondisi gelap) tidak liniear dan tidak simetri. Bentuk kurva yang tidak linier dan tidak simetri menunjukkan bahwa pada permukaan klorofil dengan CdS terbentuk potensial penghalang yang dapat menghambat aliran muatan.

Gambar 35 Diagram energi sel ITO/CdS/Klorofil/ITO.

Energi

Φ ITO Φ Klorofil e Φ CdS Φ ITO hv

hole

(63)

Pengukuran kurva J-V dilakukan dengan menghubungkan elektroda negatif alat ukur (Keithley 2400 Source meter) pada sisi ITO/CdS dan elektroda positif pada sisi Klorofil/ITO. Ketiga sel menunjukkan kenaikan rapat arus ketika diberikan potensial maju, hal ini terjadi karena pada saat tegangan bias mundur yang dipasang semakin mengecil (-4 ke 0 volt), maka potensial pengalang pada persambungan akan menurun. Penurunan potensial pengalang yang cukup besar akan menyebabkan pembawa mayoritas (majority carrier) melintasi persambungan. Pembawa-pembawa ini akan meningkatkan rapat arus maju dan menurunkan rapat arus reverse ketika tegangan mendekati nol (Gambar 36).

A21

(64)

diberikan, arus mayoritas semakin meningkat. Kenaikan arus mayoritas ini tejadi karena potensial penghalang semakin mengecil dengan meningkatnya tagangan bias maju. Adanya penyinaran oleh cahaya pada permuakaan sel, akan meningkatkan pasangan elektron-hole di daerah difusi dekat persambungan Klorofil/CdS. Pasangan elektron-hole akan terpisah oleh medan listrik yang kemudian akan berkontribusi terhadap peningkatan arus foto, sehingga dari Gambar 36 terlihat adanya peningkatan rapat arus ketika sel disinari dibandingkan dengan gelap.

Kenaikan rapat arus mayoritas, selain dipengaruhi oleh cahaya, juga dipengaruhi oleh jenis klorofil yang digunakan. Pengaruh jenis klorofil di dalam sel ITO/CdS/Klorofil/ITO dijelaskan pada sub bab berikutnya.

Pengaruh Konsentrasi Cu Terhadap Sifat Listrik Sel ITO/CdS/Klorofil/ITO

Gambar 37 memperlihatkan perbandingan karakteristik J-V sel (kondisi penyinaran) dengan variasi konsentrasi Cu pada klorofil. Sel A23 memiliki rapat arus yang lebih tinggi dibandingkan dengan sel A21 dan A22. Hal ini disebabkan karena klorofil yang dipakai sel A23, menggunakan konsentrasi Cu yang paling besar. Klorofil dengan konsentrasi Cu 150 ppm, memiliki kekuatan terhadap degradasi lingkungan yang lebih besar dibandingkan dengan yang lain, sehingga sifat semikonduktif bahannya pun akan semakin tahan lama.

(65)

-0.0015 -0.001 -0.0005 0 0.0005 0.001 0.0015

-4 -2 0 2 4

V (volt)

J (A/

cm

2 )

A23 A22 A21

Gambar 37 Karakteristik rapat arus – tegangan sel A21 (50 ppm Cu), A22 (100 pm Cu) dan A23 (150 ppm Cu) dalam kondisi penyinaran.

Pengaruh Konsentrasi Donor H+ pada PANI Terhadap Sel

ITO/CdS/ Klorofil/PANI/ITO

Karakteristik Listrik Sel ITO/CdS/Klorofil-50/PANI/ITO

Gambar 38 menunjukkan diagram energi sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO. Penambahan polianilin diantara lapisan ITO/Klorofil bertujuan untuk mengurangi barrier yang terjadi antara ITO/Klorofil, mengurangi kekasaran permukaan ITO dan meningkatkan difusi muatan antara ITO dan Klorofil. Fungsi kerja PANI sekitar 4.8 eV (Fehse et al. 2007). Fungsi kerja PANI tidak jauh berbeda dengan fungsi kerja Klorofil, sehingga kontak yang terjadi antara PANI/Klorofil adalah kontak ohmik.

Gambar 38 Diagram energi sel ITO/CdS/Klorofil/PANI//ITO.

Energi

Φ ITO Φ Klorofil Φ CdS Φ ITO

hv e

Φ PANI

Level vakum

hole

(66)

(Keithley 2400 Source Meter) pada sisi ITO/CdS sedangkan elektroda positif pada sisi PANI/ITO. Gambar 39 menunjukkan kurva karakteristik J-V untuk sel A1, A2 dan A3 pada kondisi gelap dan terang. Ketiga sel memiliki sifat fotovoltaikyang ditunjukkan oleh distribusi rapat arus dan tegangan tidak linier dan tidak simetris. Rapat arus sel A3 pada tegangan bias maju 4 volt (kondisi gelap) sebesar 0.0043 A/cm2, sedangkan sel A1 dan A2 masing-masing sebesar 0.0011 dan 0.0018 A/cm2. Tingginya rapat arus pada sel A3 disebabkan oleh konsentrasi donor H+ pada polianilin paling besar dibandingkan sel A1 dan A2.

Penambahan lapisan polianilin antara lapisan Klorofil dengan ITO dapat meningkatkan injeksi hole antara klorofil dengan ITO. Penambahan lapisan polianilin juga dapat menurunkan energi penghalang antara Klorofil dengan ITO, sehingga memudahkan mobilitas muatan antara PANI dengan ITO (Valaski, et al. 2004). Hal ini berbeda dengan sel A21, A22 dan A23 yang tidak menggunakan lapisan polianilin. Ketiga sel ini memiliki kenaikan rapat arus yang lebih rendah dibandingkan dengan sel A1, A2 dan A3 baik pada kondisi gelap ataupun kondisi terang.

Penyinaran dengan cahaya dapat meningkatkan rapat arus maju. Hal ini terjadi karena semakin banyak eksiton yang dibangkitkan pada lapisan donor (Klorofil). Eksiton akan dipisahkan menjadi elektron dan hole oleh medan listrik antara CdS dengan Klorofil. Masing-masing muatan ini akan bergerak menuju elektroda. Hole menuju anoda, sedangkan elektron menuju katoda. Akumulasi muatan antara kedua elektroda ini akan menimbulkan beda potensial, atau disebut dengan open-circuit voltage (Voc) ketika rangkaian terbuka. Pemasangan beban

(67)

A1

Gambar 39 Karakteristik J-V sel A1, A2 dan A3 dalam kondisi gelap dan terang.

-0.01

Gambar 40 Kurva rapat arus-tegangan Sel A1, A2 dan A3 (terang)

(68)

arus paling tinggi pada bias maju 4 volt dimiliki oleh sel A3 (0.0059 A/cm). Kenaikan rapat arus yang paling tinggi pada sel A3 menunjukkan bahwa sel A3 memiliki sensitivitas terhadap cahaya paling tinggi dibandingkan dengan sel A1 (0.0019 A/cm2) dan A2 (0.0025 A/cm2). Hal ini dapat disebabkan karena sel A3 memiliki konsentrasi donor H+ pada PANI yang paling besar. Kenaikan arus yang paling kecil dimiliki oleh sel A1, hal ini dapat terlihat lebih jelas pada Gambar 42. Gambar 41 menunjukkan tegangan (Voc) maksimum yang dihasilkan oleh sel A1,

A2 dan A3 masing-masing sebesar 95.0 mV, 94.6 mV dan 130.0 mV ketika disinari oleh cahaya dengan intensitas 1.5 µW/cm2.

Gambar 43 menunjukkan respon dinamik dan kestabilan tegangan sel ketika disinari oleh cahaya. Salah satu kelemahan dari sel surya organik adalah rendahnya kestabilan tegangan yang dimiliki. Penurunan tegangan yang cepat

0

Gambar 41 Pengaruh intensitas pada tegangan A1, A2 dan A3.

0

(69)

pada kondisi penyinaran merupakan salah satu kelamahan sel surya organik, tetapi pada penelitian ini semua sel memiliki kecepatan merespon cahaya dan tingkat kestabilan tegangan pada kondisi penyinaran yang sama, meskipun tegangan (Voc)

maksimum berbeda-beda. Tengangan (Voc) maksimum sel A1, A2 dan A3

masing-masing 0.374 mV, 0.392 mV dan 0.397 mV.

Gambar 43 juga menunjukkan ketika penyinaran sel dihentikan, tegangan menurun secara eksponensial. Hal ini mirip seperti kurva pengosongan kapasitor, sehingga dapat dikatakan bahwa sel memiliki kapasitansi yang bergantung pada sifat sel itu sendiri. Dengan menganalogikan sel sebagai kapasitor, konstanta waktu (τ) untuk sel dapat dilihat di Tabel 4.

Konstanta waktu sangat diperlukan untuk menjelaskan respon dinamik dan

recovery response sel terhadap cahaya. Sel dengan konstanta waktu kecil akan memiliki respon dinamik dan recovery response lebih besar dibandingkan sel dengan konstanta waktu yang besar. Hal ini dapat dilihat dari kecepatan naik dan turunnya tegangan ketika penyinaran diberikan dan dihentikan. Sel dengan konstanta waktu yang kecil akan memiliki kecepatan kenaikan tegangan yang tinggi ketika sel disinari dan penurunan tegangan yang tinggi pula ketika penyinaran dihentikan.

Terang

Gambar 43 Respon dinamik dan kestabilan tegangan sel A1, A2 dan A3.

Tabel 4 Konstanta waktu sel A1, A2 dan A3

No Sel τ = RC (sekon)

1 A1 17.09

2 A2 9.60

(70)

dinamik sel ketika penyinaran diberikan, tetapi hanya dapat digunakan untuk melihat recovery response sel ketika penyinaran dihentikan atau pada saat penurunan tegangan. Hal ini terjadi karena berdasarkan Gambar 42, ketiga sel ketika penyinaran dilakukan memiliki respon dinamik yang sama. Berdasarkan Tabel 4, sel A2 memiliki konstanta waktu yang paling rendah, sehingga akan memiliki recovery response yang paling tinggi atau dengan kata lain penurunan tegangan sel A1 ketika penyinaran dihentikan lebih cepat dibandingkan dengan sel A1 dan A3.

Tinggi rendahnya kualitas sel surya ditentukan oleh nilai ff (fill factor). Sel surya yang sempurna memiliki ff = 1 (100%). Dengan memasukan data tegangan dan arus yang ada pada Gambar 44 ke dalam persamaan 5, nilai ff untuk sel A1, A2 dan A3 masing-masing adalah 0.19, 0.18 dan 0.17. Nilai ff sel A3 lebih rendah dibandingkan dengan A1 dan A2, meskipun pengukuran parameter fotovoltaik yang lain menunjukkan bahwa sel A3 memiliki nilai yang lebih tinggi. Ketidak konsistenan ini tidak mutlak menunjukkan bahwa sel A3 memiliki kualitas yang buruk, karena dengan melihat kecilnya perbedaan nilai ff, ketidak konsistenan ini dapat disebabkan oleh tidak standarnya dalam pengambilan data. Perubahan tegangan yang cepat pada saat pengukuran dapat menjadi salah satu penyebab ketidak konsistenan data yang di dapat.

0 5 10 15 20 25 30

0 0.1 0.2 0.3 0.4

V (volt)

I (

A)

A1 A2 A3

 

Gambar

Gambar 5  a)  Struktur  kristal  silikon dengan  sebuah  atom  pengotor  valensi lima menggantikan posisi  salah  satu  atom  silikon dan b)  Struktur  pita energi semikonduktor tipe-n (Sze dan Kwok   2007)
Gambar 6  a)  Struktur  kristal  silikon dengan  sebuah  atom  pengotor  valensi tiga menggantikan posisi  salah  satu  atom  silikon dan b)  Struktur  pita energi semikonduktor tipe-p (Sze dan Kwok   2007)
Gambar 7 Absorpsi film CdS (a) deposisi pada suhu ruang selama 24 jam, (b) suhu 356 K selama 20 menit (c) pada suhu 537 K (Zhaou et al
Gambar 11 (a) pita energi saat dibias maju, (b) pita energi saat dibias mundur (Soga. 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kereta Api Indonesia adalah perusahaan yang berfokus untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan sehingga untuk menunjang keberlangsungan layanan yang bernilai

Pemberian kombinasi pakan Artemia sp + Tubifex sp dapat menghasilkan pertumbuhan berat serta pertumbuhan panjang yang baik, hal ini dikarenakan pakan yang

Masjid Al Fatih Al Anshar Makassar memiliki bentuk masjid yang unik yang menyerupai Kabbah yang berada pada tanah suci Makkah, yang merupakan karya arsitektur yang

Tujuan : Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam mengurangi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi, dan meningkatkan kekuatan otot pada pasien Subluksasi

Jika ketiga prasyarat tersebut kita penuhi, niscaya kita akan mengalami perjumpaan dengan Allah (Gabriel 1997:9). Tinggal dan bekerja seperti Yesus dimaksud bahwa

Pengaruh Manajemen Laba (Eamings Management) Terhadap Kinerja Operasi dan Return Saham di Sekitar IPO: Studi terhadap Perusahaan yang Listing di Bursa Efek

UKM bersama Kepala UPTD Puskesmas Sukamara dalam rangka pembahasan hasil monitoring, evaluasi  pelaksanaan kegiatan dan capaian program, dengan ini kami menghimbau

Tujuan dilakukan pengujian antar variabel adalah untuk mengetahui apakah terdapat masalah antara hubungan setiap variabel sehingga dilakukan uji korelasi Syarat