• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK

OPERASIONAL RAS DOBERMAN DI SUBDIT SATWA

POLRI DEPOK

FITRI PATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

FITRI PATMAWATI. Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan HERA MAHESHWARI.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran hematologi anjing pelacak ras Doberman tanpa perlakuan apapun. Penelitian ini menggunakan tujuh ekor Doberman. Pengambilan darah dilakukan pada pagi hari sebelum anjing pelacak ras Doberman melakukan aktivitas latihan rutinnya, pengambilan darah dilakukan sebanyak dua kali dengan jarak pengambilan tiga minggu. Gambaran hematologis yang diukur yaitu jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, nilai hematokrit (PCV), indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC), jumlah leukosit dan differensiasi leukosit meliputi neutrofil, limfosit, eosinofil, monosit dan basofil. Pengambilan darah dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada pagi hari sebelum jam 8.00 WIB pada tanggal 9 Februari 2006 (H-1) dan pada tanggal 16 Maret 2006 (H-2) di kennel Subdit Satwa POLRI-Depok dengan didampingi oleh dokter hewan setempat dan pawang dari anjing pelacak ras Doberman yang akan diambil sampel darahnya. Setelah semua sampel darah diperoleh, sampel darah langsung dibawa dengan menggunakan termos dingin ke laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi & Farmakologi FKH IPB untuk langsung dilakukan pengamatan. Dari data yang diperoleh, secara umum anjing pelacak ras Doberman di Subdit Satwa POLRI memiliki nilai-nilai darah yang masih berada dalam kisaran normal kecuali nilai MCV yang tinggi pada lebih dari 50% Doberman.

(3)

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK

OPERASIONAL RAS DOBERMAN DI SUBDIT SATWA

POLRI DEPOK

FITRI PATMAWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok

NAMA : Fitri Patmawati NRP : B04103100

Disetujui,

Dr. Drh. Aryani Sismin S, MSc. Dr. Drh. Hera Maheshwari, MSc Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui,

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Serang, Banten pada tanggal 8 juni 1986. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari bapak AKP.Parno dan ibu Ruwati.

Penulis memulai pendidikan di TK PGRI Serang pada tahun 1989 kemudian pada tahun 1991 penulis memulai pendidikan dasarnya di SD N Unyur Serang dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP N 07 Serang dan lulus pada tahun 2000. Pendidikan Menengah ditempuh di SMU N 01 Cipocok Jaya-Serang mulai tahun 2000 dan selesai pada tahun 2003.

(6)

PRAKATA

Bismillahirrohmanirrohim,

Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat kekuatan, ridha serta kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc selaku pembimbing I dan Dr. Drh. Hera Maheswari, MSc selaku dosen pembimbing II atas segala bimbingan, arahan serta dukungan yang telah diberikan, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang tak pernah lelah memberikan kasih sayang, semangat serta dukungan baik materi maupun spiritual, I truly love you Mom and Dad.

2. Adik-adik kecilku yang lucu yang dapat membuatku tersenyum saat lelah ataupun membuatku lelah ketika ku tersenyum.

3. Dr. drh. Sri Estuningsih, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing penulis selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

4. Dr. drh. Anita Esfandiari, MSi, sebagai dosen penguji atas saran yang diberikan.

5. AKP. Drh. Chaindra Prasto Saleh dan Bripda Wahyu atas bantuan, kerja sama dan kesabarannya selama tim penelitian GAGU (Gita, Ame, Galuh) berada di Subdit Satwa POLRI (thank you for the joy and the laugh we shared)

6. Staf Subdit Satwa POLRI-Kelapa Dua Depok dan pelatih/pawang anjing pelacak yang telah bersedia membantu dan bekerja sama.

7. Staf Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor atas kerja sama bantuannya.

8. Rekan penelitian GAGU (Gita dan Galuh) atas kebersamaan dalam keringat, perjuangan, tertawa dan kekonyolan yang kita lewati.

(7)

10.Teman-teman Cecedugz (Mamie, Galuh, Rani, Achi, Bebeq, Malta), AMKK (Wangs it dan Hani), Kabaret ‘40 (Bone dkk), Nola chan, Uwie, Aziz-kun, Brian dan Ndutz atas kebersamaannya selama ini.

11.Rekan-rekan VEC (Veterinary English Club), be proud for all our efforts to learn English better. Keep struggle and be humble!

12.Teman-teman Gymnolaemata 40, “Gambatte Ne”.

Penulis merasa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat sesuai dengan harapan penulis dan bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN... vi

PENDAHULUAN... 1

Latar belakang... 1

Tujuan penelitian... 2

Manfaat penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Definisi dan klasifikasi anjing... 3

Penggolongan anjing... 4

Kemampuan hidung anjing yang luar biasa………... 6

Doberman... 9

1. Sejarah ... 9

2. Tampilan Umum... 10

3. Standar dan Ciri-ciri Fisik... 11

4. Proporsi Tubuh... 12

5. Karakter... 12

6. Gaya Berjalan/Melangkah... 12

Darah... 13

Komposisi Darah... 14

Eritrosit... 15

1. Asal Eritrosit... 16

2. Komposisi Eritrosit... 16

3. Ukuran dan Isi Eritrosit... 17

4. Jumlah Eritrosit... 18

5. Jangka Hidup Eritrosit... 19

6. Antikoagulan... 20

Packed Cell Volume/Hematokrit... 21

(9)

BAHAN DAN METODE... 29

Waktu dan tempat penelitian... 29

Bahan dan alat... 29

Metode penelitian... 30

Pengambilan Sampel Darah……… 30

Penghitungan Jumlah Eritrosit……… 31

Penghitungan Jumlah Leukosit………... 32

Penghitungan Diferensiasi Leukosit………... 33

Penghitungan Nilai Hematokrit……….. 33

Penghitungan Kadar Hemoglobin………... 34

Penghitungan Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC)………... 34

HASIL DAN PEMBAHASAN……… 36

Eritrosit……….. 36

Hemoglobin……… 38

Hematokrit/Packed Cell Volume (PCV)……… 39

Mean Corpusclar Volume (MCV)………. 40

Mean Corpuscular Hemogobin (MCH)………. 41

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)………. 42

Leukosit……….. 43

Differensiasi leukosit... 45

Limfosit... 45

Neutrofil... 46

Monosit... 47

Eosinofil... 47

Basofil... 48

KESIMPULAN DAN SARAN... 49

Kesimpulan... 49

Saran... DAFTAR PUSTAKA... 50

(10)
(11)

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK

OPERASIONAL RAS DOBERMAN DI SUBDIT SATWA

POLRI DEPOK

FITRI PATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

FITRI PATMAWATI. Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan HERA MAHESHWARI.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran hematologi anjing pelacak ras Doberman tanpa perlakuan apapun. Penelitian ini menggunakan tujuh ekor Doberman. Pengambilan darah dilakukan pada pagi hari sebelum anjing pelacak ras Doberman melakukan aktivitas latihan rutinnya, pengambilan darah dilakukan sebanyak dua kali dengan jarak pengambilan tiga minggu. Gambaran hematologis yang diukur yaitu jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, nilai hematokrit (PCV), indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC), jumlah leukosit dan differensiasi leukosit meliputi neutrofil, limfosit, eosinofil, monosit dan basofil. Pengambilan darah dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada pagi hari sebelum jam 8.00 WIB pada tanggal 9 Februari 2006 (H-1) dan pada tanggal 16 Maret 2006 (H-2) di kennel Subdit Satwa POLRI-Depok dengan didampingi oleh dokter hewan setempat dan pawang dari anjing pelacak ras Doberman yang akan diambil sampel darahnya. Setelah semua sampel darah diperoleh, sampel darah langsung dibawa dengan menggunakan termos dingin ke laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi & Farmakologi FKH IPB untuk langsung dilakukan pengamatan. Dari data yang diperoleh, secara umum anjing pelacak ras Doberman di Subdit Satwa POLRI memiliki nilai-nilai darah yang masih berada dalam kisaran normal kecuali nilai MCV yang tinggi pada lebih dari 50% Doberman.

(13)

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK

OPERASIONAL RAS DOBERMAN DI SUBDIT SATWA

POLRI DEPOK

FITRI PATMAWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok

NAMA : Fitri Patmawati NRP : B04103100

Disetujui,

Dr. Drh. Aryani Sismin S, MSc. Dr. Drh. Hera Maheshwari, MSc Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui,

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Serang, Banten pada tanggal 8 juni 1986. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari bapak AKP.Parno dan ibu Ruwati.

Penulis memulai pendidikan di TK PGRI Serang pada tahun 1989 kemudian pada tahun 1991 penulis memulai pendidikan dasarnya di SD N Unyur Serang dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP N 07 Serang dan lulus pada tahun 2000. Pendidikan Menengah ditempuh di SMU N 01 Cipocok Jaya-Serang mulai tahun 2000 dan selesai pada tahun 2003.

(16)

PRAKATA

Bismillahirrohmanirrohim,

Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat kekuatan, ridha serta kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc selaku pembimbing I dan Dr. Drh. Hera Maheswari, MSc selaku dosen pembimbing II atas segala bimbingan, arahan serta dukungan yang telah diberikan, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang tak pernah lelah memberikan kasih sayang, semangat serta dukungan baik materi maupun spiritual, I truly love you Mom and Dad.

2. Adik-adik kecilku yang lucu yang dapat membuatku tersenyum saat lelah ataupun membuatku lelah ketika ku tersenyum.

3. Dr. drh. Sri Estuningsih, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing penulis selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

4. Dr. drh. Anita Esfandiari, MSi, sebagai dosen penguji atas saran yang diberikan.

5. AKP. Drh. Chaindra Prasto Saleh dan Bripda Wahyu atas bantuan, kerja sama dan kesabarannya selama tim penelitian GAGU (Gita, Ame, Galuh) berada di Subdit Satwa POLRI (thank you for the joy and the laugh we shared)

6. Staf Subdit Satwa POLRI-Kelapa Dua Depok dan pelatih/pawang anjing pelacak yang telah bersedia membantu dan bekerja sama.

7. Staf Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor atas kerja sama bantuannya.

8. Rekan penelitian GAGU (Gita dan Galuh) atas kebersamaan dalam keringat, perjuangan, tertawa dan kekonyolan yang kita lewati.

(17)

10.Teman-teman Cecedugz (Mamie, Galuh, Rani, Achi, Bebeq, Malta), AMKK (Wangs it dan Hani), Kabaret ‘40 (Bone dkk), Nola chan, Uwie, Aziz-kun, Brian dan Ndutz atas kebersamaannya selama ini.

11.Rekan-rekan VEC (Veterinary English Club), be proud for all our efforts to learn English better. Keep struggle and be humble!

12.Teman-teman Gymnolaemata 40, “Gambatte Ne”.

Penulis merasa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat sesuai dengan harapan penulis dan bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007

(18)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN... vi

PENDAHULUAN... 1

Latar belakang... 1

Tujuan penelitian... 2

Manfaat penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Definisi dan klasifikasi anjing... 3

Penggolongan anjing... 4

Kemampuan hidung anjing yang luar biasa………... 6

Doberman... 9

1. Sejarah ... 9

2. Tampilan Umum... 10

3. Standar dan Ciri-ciri Fisik... 11

4. Proporsi Tubuh... 12

5. Karakter... 12

6. Gaya Berjalan/Melangkah... 12

Darah... 13

Komposisi Darah... 14

Eritrosit... 15

1. Asal Eritrosit... 16

2. Komposisi Eritrosit... 16

3. Ukuran dan Isi Eritrosit... 17

4. Jumlah Eritrosit... 18

5. Jangka Hidup Eritrosit... 19

6. Antikoagulan... 20

Packed Cell Volume/Hematokrit... 21

(19)

BAHAN DAN METODE... 29

Waktu dan tempat penelitian... 29

Bahan dan alat... 29

Metode penelitian... 30

Pengambilan Sampel Darah……… 30

Penghitungan Jumlah Eritrosit……… 31

Penghitungan Jumlah Leukosit………... 32

Penghitungan Diferensiasi Leukosit………... 33

Penghitungan Nilai Hematokrit……….. 33

Penghitungan Kadar Hemoglobin………... 34

Penghitungan Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC)………... 34

HASIL DAN PEMBAHASAN……… 36

Eritrosit……….. 36

Hemoglobin……… 38

Hematokrit/Packed Cell Volume (PCV)……… 39

Mean Corpusclar Volume (MCV)………. 40

Mean Corpuscular Hemogobin (MCH)………. 41

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)………. 42

Leukosit……….. 43

Differensiasi leukosit... 45

Limfosit... 45

Neutrofil... 46

Monosit... 47

Eosinofil... 47

Basofil... 48

KESIMPULAN DAN SARAN... 49

Kesimpulan... 49

Saran... DAFTAR PUSTAKA... 50

(20)
(21)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Jumlah kandungan benda darah pada anjing normal... 13 2. Kisaran jumlah eritrosit pada berbagai hewan dan manusia... 18

3. Kandungan dari granul trombosit 23

4. Kisaran nilai eritrosit (BDM), Hemoglobin (Hb)

dan hematokrit (PCV) Doberman... 36 5. Kisaran indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC) Doberman... 40 6. Kisaran nilai leukosit/Butir Darah Putih(BDP)

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Tampilan umum labrador retriever... 5 2. Potongan sagital anatomi hidung anjing... 8 3. Tampilan umum seekor Doberman... 10 4. Pelatihan Doberman... 12 5. Pemisahan darah; serum dan sel darah... 15 6. Eritrosit normal pada anjing... 16 7. Eosinofil dengan granul besar pada anjing sehat, menggunakan

pewarnaan giemsa, pembesaran 100x... 26 8. Limfosit pada anjing sehat... 27 9. Basofil, monosit dan dua neutrofil dalam darah anjing

menggunakan pewarnaan giemsa, pembesaran 100x... 28 10. Pengambilan darah di vena cephalica antibrachii... 31 11. Kotak leukosit (empat kotak pinggir; A, B, C, D) ... 32 12. Grafik nilai eritrosit (BDM) anjing pelacak ras Doberman... 36 13. Grafik kadar hemoglobin (Hb) anjing pelacak ras Doberman... 38 14. Grafik nilai hematokrit/PCV anjing pelacak ras Doberman... 39 15. Grafik indeks eritrosit (MCV)

anjing pelacak ras Doberman... 41 16. Grafik indeks eritrosit (MCH)

anjing pelacak ras Doberman... 42 17. Grafik indeks eritrosit (MCHC)

anjing pelacak ras Doberman... 42 18. Grafik kisaran nilai leukosit/Butir Darah Putih(BDP)

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Stambum (akte kelahiran) salah satu anjing pelacak ras Dobermann di Subdit Satwa POLRI-Depok (halaman depan dan belakang)...53 2. Stambum (akte kelahiran) anjing pelacak ras Dobermann di

Subdit Satwa POLRI-Depok (halaman isi/utama)...54 3. Pengambilan darah pada anjing pelacak ras Doberman di

Subdit Satwa POLRI-Depok...55 4. Aktivitas rutin pelatihan anjing pelacak ras Doberman di

(24)

Bab I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing merupakan hewan kesayangan yang umum dipelihara oleh keluarga pecinta hewan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Selain memiliki tingkat intelegensi yang cukup tinggi di antara mamalia lain, anjing juga memiliki sifat sangat setia pada majikan. Sifat-sifat inilah yang menjadikan anjing merupakan hewan pilihan yang paling disukai untuk dijadikan hewan peliharaan atau bahkan dianggap sebagai anggota keluarga (Anonim 2002).

Namun, selain berfungsi sebagai hewan peliharaan, anjing juga dapat dilatih untuk melacak keberadaan bahan-bahan tertentu seperti bahan peledak dan narkoba. Sehubungan dengan hal ini pihak kepolisian RI (POLRI) mendirikan Subdirektorat Satwa yang khusus memfasilitasi pelatihan anjing pelacak. Ras-ras anjing yang biasa dilatih sebagai anjing pelacak di Subdit Satwa POLRI adalah Rotweiller, Golden Retriever, Labrador Retriever, German Sepherd dan Doberman. Salah satu alasan Doberman dapat diandalkan sebagai anjing pelacak adalah karena Doberman memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis anjing lain, yaitu dalam hal keberanian, keyakinan diri dan kemampuan bekerja yang baik serta sifat “alert”- nya yang tinggi terhadap lingkungan (Anonima 2006).

Status kesehatan anjing pelacak berhubungan erat dengan kemampuannya dilatih untuk melacak bahan-bahan tertentu dengan baik. Salah satu cara untuk mengetahui status kesehatan anjing tersebut dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah rutin yang meliputi jumlah BDM, jumlah trombosit, kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit total dan differensiasi butir darah putih.

(25)

berubah menjadi fibrin dan bagian plasma yang tidak membeku pada proses pembekuan yang berupa cair an kuning disebut serum (Ganong 1995).

Benda-benda darah terdiri atas keping-keping darah (trombosit), sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit). Trombosit berfungsi sebagai prekursor dalam proses pembekuan darah (Swenson 1984). Eritrosit berfungsi untuk membawa oksigen secara khusus dari paru-paru menuju jaringan serta membawa CO2 dalam jaringan ke paru-paru. Sedangkan leukosit merupakan unit

aktif dalam sistem pertahanan tubuh. Leukosit yang ikut dalam sirkulasi darah hanya sebagian kecil saja, sebagian besar lagi dijumpai pada organ-organ limfatik dan jaringan ikat. Leukosit dapat meninggalkan darah melalui dinding kapiler (melalui gerakan amoeboid) (Guyton dan Hall 1997).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran darah pada Doberman sebagai anjing pelacak operasional di Subdirektorat Satwa POLRI sehingga dapat dipakai sebagai acuan atau dasar apabila terdapat gangguan pada sistem homeostasis tubuh anjing tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran hematologi pada anjing pelacak operasional ras Doberman di Subdit Satwa POLRI yang meliputi jumlah eritrosit, jumlah leukosit total, kadar hemoglobin, hematokrit, MCV, MCH dan MCHC, serta differensiasi leukosit.

Manfaat Penelitian

(26)

Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Klasifikasi Anjing

Anjing adalah hewan sosial yang bersifat karnivor (pemakan daging) dan bila dirunut lebih jauh, anjing termasuk ke dalam keluarga Canidae dan memiliki hubungan saudara dengan serigala, rubah, serta anjing rakun. Ciri-ciri dari keluarga ini antara lain tubuh kecil memanjang, telinga dan moncong runcing. Selain memiliki indera penciuman yang tajam, anjing memiliki kemampuan untuk berlari lebih cepat dibandingkan binatang karnivor lain. Di samping itu, kemampuan berenangnya pun termasuk ciri khas dari semua anggota keluarga Canidae. Berikut adalah klasifikasi anjing:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Carnivora Famili : Canidae Genus : Canis Spesies : Canis lupus

Subspesies : Canis lupus familiaris (Anonima 2007)

(27)

Penggolongan Anjing

Penggolongan anjing adalah hal yang penting karena pada saat ini telah dikenal tidak kurang dari 400 jenis anjing. Standar penggolongan mereka kini sudah dibuat oleh FCI (Federation Cynologique Internationale) yang bermarkas besar di Brussels. Namun pada kali ini klasifikasi yang digunakan adalah sistem Inggris yang sudah dikenal banyak orang. Sistem pembagian berdasarkan tujuan pembiakan ini mengenal enam kelompok yaitu kelompok Hound, kelompok

Terrier, kelompok Gundog, kelompok Utility, kelompok Working, dan kelompok

Toy (Scanziani 1985). 1). Kelompok Hound

Dilihat dari asal-usulnya, kelompok hound berasal dari belahan bumi bagian selatan. Ukuran tubuh anjing-anjing ini umumnya sedang dan banyak yang berbulu pendek. Bentuk kepalanya sempit dan memanjang sehingga tidak banyak hembusan angin yang terhalang dan membuat tubuh tidak cepat panas. Telinga menjuntai, bentuk dan lipatan telinga mirip bentuk X klasik tipe hound saat ini. Hound terkenal sebagai kelompok anjing pemburu dan penjaga berkualitas tinggi. Ada dua jenis hound, yakni yang berburu dengan menggunakan penglihatan (Afghan Hound, Borzoi, Greyhound, Saluki, Scottish Deerhound, Irish Wolfhound) dan yang mencari mangsa dengan penciuman (Basset, Beagle, Bloodhound, Foxhound) (Scanziani 1985).

2). Kelompok Terrier

Bandogge diperkirakan sebagai cikal bakal kelompok Terrier. Disebut

(28)

3). Kelompok Gundog

Gundog diciptakan untuk dipekerjakan di lapangan. Anjing dari kelompok ini mempunyai stamina, daya tahan, dan kekuatan yang sangat tinggi. Anjing-anjing Gundog sudah menjadi kawan berburu, khusus untuk menangkap burung, jauh sebelum senapan dan pistol digunakan. Namun anjing dari kelompok

Gundog memang bukan anjing pemburu sepenuhnya. Anjing ini tidak begitu cocok untuk dijadikan sebagai anjing penjaga. Dapat dipastikan bahwa sebagian besar anjing dari kelompok Gundog memiliki hidung yang berwarna cokelat. Jika tidak seluruhnya, paling tidak ada bercak cokelat di alat penciuman tersebut. Ekornya tidak menjuntai ataupun menjungkit ke atas, tapi agak sejajar dengan tubuhnya dan ujung ekor ini agak runcing. Kelompok retriever (seperti Labrador dan Golden retriever) termasuk ke dalam kelompok Gundog. Anjing-anjing lain yang termasuk ke dalam kelompok Gundog: Irish water spaniel, Curly coated retriever, Weirmaraner, Cocker spaniel, Pointer, Gordonsetter, English setter (Scanziani 1985).

Gambar 1. Tampilan umum Labrador Retriever (Anonima 2007)

4). Kelompok Utility

(29)

kelompok utility antara lain: Bulldog, Toy pools, Boston terrier, miniaturepoodle, Standar poodle, Shih tzu, keeshound (Scanziani 1985).

5). Kelompok working and herding

Anggota kelompok working cocok untuk dipakai sebagai anjing penjaga. Jenis anjing dari kelompok working ini bersifat ganas, berani, cerdas, setia, serta taat melaksanakan tugas. Mereka juga terkenal dengan ketajaman penglihatannya, kecepatan, ketahanan dan stamina yang tinggi. Anjing yang termasuk kelompok ini memiliki kemampuan bertanggung jawab tinggi saat diberi tugas menjaga sesuatu dan hanya menyerang apabila diganggu. Pada zaman dahulu, kelompok

working atau anjing pekerja ini memiliki multifungsi, sebagai anjing penjaga, anjing penyerang dan anjing pemburu. Contoh paling tepat adalah Mastiff. Di zaman babilonia. Mastiff bahkan dimanfaatkan untuk berburu singa. Selain Mastiff dan turunannya, yang termasuk kelompok ini adalah German Sepherd, jenis Sheepdogs (seperti Belgian Sheepdogs, Bearded Colie, Shetland Sheepdog), kelompok Spitz (seperti Alaskan, Malamute, Samoyed, Boxer, Doberman) dan Rotweiler(Scanziani 1985).

6). Kelompok Toy

Umumnya bentuk fisik kelompok Toy kecil, seperti Chihuahua, Affenpinscher, Miniature Pinscher, Pekingese dan Pomeranian. Anjing-anjing pada kelompok toy sangat cocok dipelihara sebagai teman bermain karena sosoknya yang cantik dan unik, patuh serta dapat bergaul bersama anak kecil. Hal ini tidak aneh karena selain sebagai teman bermain mereka juga dapat berfungsi sebagai anjing penjaga. Anjing-anjing lain yang termasuk ke dalam kelompok

Toy adalah: Pug, Pappilon, English Toy Terrier, Japanese Chin, Maltese, Yorkshire Terrier (Scanziani 1985).

Kemampuan Hidung Anjing yang Luar Biasa

(30)

anjing merupakan binatang yang paling banyak dimanfaatkan oleh kepolisian untuk melacak sesuatu, dengan sebutan anjing pelacak(Anonimb 2006).

Hidung pada anjing memiliki rongga yang kaya akan pembuluh darah dan ujung- ujung syaraf yang berhubungan dengan pusat olfaktori yang paling berkembang di otak. Oleh sebab itu, hidung anjing jauh lebih sensitif dibandingkan dengan hidung manusia, bahkan mungkin jutaan kali lebih sensitif. Dengan daya penciuman yang luar biasa seperti ini, anjing tidak mudah ditipu. Hidung anjing tidak memiliki kelenjar keringat dan pada keadaan normal bersifat dingin, lembab tetapi tidak berkeringat (Yahya 2004).

Seekor anjing dapat membedakan jenis kelamin hewan, jenis diet, kesehatan, keadaan emosi, atau bahkan membedakan kawan dan lawan dari setetes urin, hanya dengan mengendusnya. Anjing pelacak mengikuti “jejak biokimia” dari runtuhan sel kulit mati, keringat, molekul bau dan gas. Bagi seekor anjing, partikel bau sama saja seperti “gambaran bau” dalam bentuk tiga dimensi (jauh lebih detail daripada sebuah fotografi bagi seorang manusia). Seperti yang telah dijelaskan Robert Burton dalam bukunya yang berjudul The Language of Smell, anjing memproses molekul bau lebih cepat karena ia memiliki satu set membran pencium bau yang jauh lebih besar dalam hidungnya. Anjing dapat melacak jenis bau dari salju, lumpur, air atau bahkan abu. Ahli biologi Debra Ann Fadool dari Florida State University juga telah menemukan rahasia dari daya cium anjing tersebut; anjing memiliki banyak zat di otaknya yang dinamakan Kvi.3. Zat ini sebenarnya dimiliki juga oleh manusia, tetapi tidak sebanyak seperti yang dimiliki oleh anjing (Woolf 2006).

Menurut laporan yang dipersiapkan oleh Insitute for Biological Detection System (IBDS)of Auburn University (Auburn, AL), anjing memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:

- Sensitivitas: batas simpan dari deteksi nervus olfaktori seekor anjing berkisar dari 10 bagian permilyar hingga 500 bagian pertrilyun.

(31)

- Menandai bau: ketika anjing dilatih untuk mendeteksi suatu substansi, anjing belajar siaga terhadap satu ataupun dua campuran/senya wa yang paling banyak terkandung dalam substansi tersebut (Anonimb 2006).

Gambar 2. Potongan sagital anatomi hidung anjing (Evans 1993)

Dengan membran olfaktori yang lebih besar yang dimiliki oleh seekor anjing, ia dapat melakukan hal- hal luar biasa. Seorang peneliti dari Duke University menemukan bahwa fox terrier yang telah diseleksi secara acak, mampu mendeteksi bau dari sidik jari pada sebuah permukaan gelas setelah tiga minggu saat dibandingkan dengan empat permukaan gelas lain yang bersih. Ketika peneliti menempatkan permukaan gelas di lingkungan luar terkena hujan dan debu selama 24 jam, anjing tersebut masih mampu mengenali permukaan gelas yang memiliki sidik jari (Rimmer 2006).

(32)

Doberman

1. Sejarah

Sejarah Doberman dimulai lebih dari seratus tahun lalu di desa Apolda, wilayah Thuringen, selatan Jerman oleh seseorang bernama Karl Frederic Louis Doberman (1823-1894). Banyak versi yang ditulis mengenai K.F.L Doberman, seperti tentang pekerjaan sehari- harinya yang dimulai sebagai penangkap anjing, penagih pajak, penjaga malam, hingga pengawas di rumah jagal setempat. Pada masa itu belum dikenal standarisasi dan pengklasifikasian anjing ras sehingga dalam membiakkan anjingnya K.F.L. Doberman lebih mementingkan karakter daripada bentuk fisik. Anjing biakkan K.F.L. Doberman memiliki banyak nama lain yaitu Gendarmen Hunden, Thurigian Pinschers, Bellings, dan lainnya. Namun karena K.F.L Doberman sering menyebut anjing manapun yang berwarna black & tan sebagai "anjingnya", maka orang-orang, terutama dari luar Apolda, sering menggunakan namanya (Doberman) untuk menyebut anjing-anjing tersebut (Anonima 2006).

Sebagai trah "buatan" manusia, telah banyak usaha yang dilakukan untuk meneliti asal-usul Doberman. Dari sanalah lahir berbagai teori mengenai jenis-jenis anjing yang berperan dalam pembentukan Doberman. Banyak jenis-jenis anjing yang dianggap sebagai nenek moyang Doberman seperti Old German Shepherd dog, Shorthaired Gundog (nenek moyang weimaraner), Great Dane, Old German Pinscher, Butcher's dog (nenek moyang rottweiler), Manchester Terrier, Greyhound, dan Beauceronsering disebut-sebut sebagai trah yang berperan dalam pembentukan ras Doberman. Meskipun pada tahun 1933 klub Doberman pinscher Jerman telah menyatakan bahwa nenek moyang Doberman adalah Short-haired Old German Pinscher, namun teori tersebut tetap memiliki kelemahan dan belum dapat dipastikan kebenarannya. Di Eropa, hal ini berlanjut pada penghilangan kata pinscher di belakang nama Doberman, sehingga nama resmi trah ini ialah hanya Doberman dan bukan lagi Doberman pinscher (Anonima 2006).

(33)

Bahkan sekarang, secara lebih ekstensif Doberman digunakan dalam kesatuan polisi dan kemiliteran. Dalam peran ini, penampilan Doberman harus dapat menimbulkan rasa takut. Masalah yang berhubungan dengan hal tersebut adalah kesalahpahaman masyarakat umum terhadap peran mereka—karena anjing penjaga dilatih untuk menetralkan pengganggu yang tidak diinginkan, banyak orang salah sangka dan mempercaya i bahwa doberman adalah anjing ganas. Secara umum Doberman adalah anjing yang loyal, penyayang dan pintar. Meskipun temperamen Doberman bervariasi pada setiap individunya, biasanya Doberman hanya akan menyerang jika ia merasa terancam ataupun merasa bahwa keluarga (pemiliknya) berada dalam bahaya (Anonima 2006).

2.Tampilan Umum

Gambar 3. Tampilan umum seekor Doberman (Anonima 2006)

(34)

3. Standar dan Ciri-ciri Fisik Tinggi &Berat

Tinggi pada puncak pundak (withers):

Jantan = tinggi: 68 - 72 cm (26.77 - 28.35 inchi), berat: sekitar 40 - 45 kg. Betina = tinggi: 63 - 68 cm (24.80 - 26.77 inchi), berat: sekitar 32 - 34 kg. Warna

Warna kulit Doberman adalah hitam dan coklat, dengan marking

berwarna "merah karat" yang tegas, jelas batas-batasnya, dan bersih. Marking

tersebut terletak pada muzzle, sebagai titik pada kedua pipi dan di atas alis mata, pada leher, sebagai dua titik pada dada, pada pastern, hock, dan paw, pada paha bagian dalam, pada anus, dan sekitar pinggang

Kepala & Tengkorak

Kepala & tengkorak Doberman proporsional dengan tubuhnya. Bentuknya dapat terlihat dari atas ataupun dari samping yang menyerupai baji tumpul. Bagian atas kepala harus sedatar mungkin dan bebas dari kerutan.

Mata

Mata Doberman berbentuk seperti kacang almond (tidak bulat), iris yang berwarna seragam, berkisar dari coklat sedang hingga coklat tua pada anjing yang berkulit hitam.

Telinga

Telinga pada Doberman biasanya berada pada posisi tinggi dan memiliki ukuran sekecil mungkin, baik dalam keadaan berdiri ataupun jatuh/lunglai.

Mulut

Gigi Doberman tumbuh baik dengan ketajaman gigitan menyerupai ketajaman pisau. Taring pada rahang bawah menyentuh permukaan dalam dari taring rahang atas.

Leher

(35)

Kaki

Kaki pada Doberman berbentuk melengkung, padat dan menyerupai kaki kucing, tidak memutar baik ke dalam maupun ke luar (Miller 1971).

4.Proporsi

Tubuh Doberman terlihat hampir seperti bujur sangkar, terutama pada jantan. Panjang badan (dari tulang dada depan sampai os ischium) tidak melebihi tinggi badan pada pundak lebih dari 5% (jantan) dan 10% (betina) (Anonima 2006).

5. Karakter

Seekor Doberman memiliki sifat dasar bersahabat dan damai, sangat mengabdi pada keluarga dan menyukai anak-anak. Memiliki temperamen dan ketajaman tingkat sedang. Meskipun Doberman memiliki sifat penurut (Fuhrigkeit) dan gemar beraktivitas (Arbertsfreude) yang baik, kemampuannya untuk bekerja, keberanian, serta kekerasannya perlu pengawasan tersendiri (Ruben 2006).

6.Gaya Berjalan / Langkah

Gaya berjalan/ langkah Doberman sangat penting bagi kemampuan bekerja dan tampilan fisik nya. Gerakannya elastis, elegan, gesit, bebas, dan menguasai ruang dengan kaki depan berayun jauh ke depan. Bagian kaki belakang menjejak dan menekan, memberikan dorongan yang diperlukan. Kaki depan dan kaki belakang yang berlawanan bergerak sebagai pasangan. Gaya berjalan juga memperlihatkan kekokohan punggung, pertulangan dan sendi-sendi (Anonima 2006).

(36)

Darah

Darah berfungsi sebagai media transportasi, yaitu membawa nutrisi dari saluran pencernaan menuju jaringan, produk akhir metabolisme dari sel menuju organ ekskresi, oksigen dari paru-paru menuju jaringan, karbon dioksida dari jaringan menuju paru-paru, dan sekresi dari kelenjar endokrin ke seluruh tubuh. Darah juga berperan dalam mengatur suhu tubuh, menjaga konsentrasi konstan dari air dan elektrolit dalam sel, regulasi konsentrasi ion hidrogen tubuh dan pertahanan terhadap serangan mikroorganisme. Sel-sel darah dan bagian cairan dalam tubuh berperan dalam fungsi- fungsi tersebut. Leukosit berperan dalam pertahanan tubuh, sedangkan eritrosit mengandung hemoglobin yang mentransportasikan oksigen dan karbon dioksida. Unsur ekstraseluler darah termasuk air, elektrolit, protein, glukosa, enzim dan hormon terdapat dalam plasma. Pemeliharaan keseragaman dan stabilitas cairan ekstraseluler disebut homeostasis. Homeostasis dijaga oleh proses-proses fisiologis, seperti difusi, tekanan gradient, konsentrasi gradient dan transport aktif dan oleh mekanisme regulatori yang dikontrol oleh sistem saraf dan endokrin (Swenson 1984). Kandungan benda-benda darah pada anjing normal ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah kandungan benda darah pada anjing normal

No Benda darah Kandungan dalam darah

1. Eritrosit 6.2 juta/mm3

2. Trombosit 150-300 ribu/mm3

3. Leukosit: 8-18 ribu/mm3

Neutrofil 65-70% dari jumlah total leukosit Eosinofil 2-5 % dari jumlah total leukosit

(37)

Jika tubuh hewan mengalami gangguan fisiologis maupun patologis maka gambaran darah dapat mengalami perubahan. Perubahan gambaran darah dapat disebabkan faktor internal seperti pertambahan umur, status gizi, kesehatan, stress, siklus estrus dan suhu tubuh. Sedangkan faktor eksternal adalah infeksi kuman, perubahan suhu lingkungan, dan fraktura terbuka (Guyton dan Hall 1997).

Komposisi Darah

Darah terdiri dari bagian cair dan bagian padat. Bagian padatnya terdiri dari: eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan trombosit (platelet). Warna merah darah disebabkan oleh hemoglobin yang terkandung dalam eritrosit. Semua sel-sel ini bercampur dalam sebuah cairan yang disebut plasma (Swenson 1984).

Plasma berwarna kuning hingga tidak berwarna sama sekali, tergantung pada kuantitas, jenis hewan (spesies), dan diet hewan. Saat diperiksa dalam jumlah sedikit, plasma tidak memiliki warna. Pada sejumlah hewan seperti kucing, anjing, domba dan kambing plasma tidak berwarna dan hanya sedikit kekuningan pada jumlah besar; hanya pada bangsa sapi dan khususnya kuda, plasma berwarna lebih ge lap. Warna plasma yang berbeda terutama disebabkan oleh konsentrasi yang bermacam- macam dari pigmen yang disebut bilirubin, walaupun karoten dan pigmen yang lain juga merupakan faktor pendukung dari warna plasma (Swenson 1984).

(38)

Gambar 5. Pemisahan darah; serum dan sel darah (Dunn 2007)

Pada hewan dewasa, plasma mengandung 91-92% air dan 8-9% padatan. Lebih dari 7% plasma terdiri dari protein seperti albumin, globulin dan fibrinogen, sedangkan protein lain dalam jumlah sangat kecil adalah antibodi, enzim-enzim dan beberapa hormon. Kandungan unsur organik plasma meliputi campuran nitrogen nonprotein (urea, asam urea, kreatin, kreatinin, asam amino, glutationin, xanthin, hipoxanthin), glucosa, lemak netral, fosfolipid, colesterol dan lain- lain. Unsur inorganic meliputi 1% dari plasma yang berupa mineral Ca, P, Mg, K, Na, Cl, S, I, Fe, Cu, Co, Mn, Zn, Se, Mo. Beberapa mineral tersebut berperan dalam pembentukan tulang dan beberapa mineral lainnya merupakan unsur dari protein dan lemak dalam otot, organ, sel darah, dan jaringan lainnya serta beberapa enzim (Swenson 1984).

Eritrosit

(39)

Gambar 6. Eritrosit normal pada anjing (Anonime2007)

Eritrosit bervariasi dalam diameter dan ketebalan, tergantung pada spesies dan status nutrisi hewan, tetapi mampu berubah bentuk saat menembus dinding kapiler. Eritrosit anjing terlihat jelas berbentuk bikonkaf sedangkan pada kucing dan kuda hampir konkaf. Kambing memiliki jumlah terbesar dari unit sel darah merah per volume dan sel terkecil dalam diameter dan volume kubik. Hewan-hewan yang termasuk dalam famili ruminan Camillidae, seperti alpaka, unta,

llama, dan vicuna memiliki eritrosit elips tanpa inti. Sel darah merah pada hewan berdarah dingin berbentuk elips dan memiliki inti (Swenson 1984).

1. Asal Eritrosit

Pada awal tahap pertumbuhan fetus, sel darah merah berinti diproduksi di dalam kuning telur dan pada tahap akhir pertumbuhan embrionik, hati, limpa dan limfonodus juga terlibat. Selama masa akhir kehamilan dan pasca lahir pembentukan sel darah merah (ertiropoeiesis) dalam sumsum tulang. Pada umur dewasa sumsum tulang panjang yang aktif dalam hematopoiesis pada hewan muda, digantikan dengan lemak. Sumsum dari tulang membranous (badan vertebarae, pelvis, rusuk dan sternum) mulai aktif pada hewan tua dan secara bertahap aktivitas sumsum menurun seiring dengan bertambahnya umur hewan (Swenson 1984).

2. Komposisi Eritrosit

(40)

netral; vitamin yang berfungsi sebagai enzim, glukosa sebagai energi; enzim seperti cholinesterase, fosfatase, karbonik anhydrase, peptidase, dan lain- lainnya yang berhubungan dengan glikolisis, klorin (principal intracelular anion), magnesium, potasium, dan sodium. Sodium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler sedangkan potasium adalah kation utama pada eritrosit dari kebanyakan spesies kecuali anjing dan kucing serta sapi, kambing dan domba (Swenson 1984).

3. Ukuran dan Isi Eritrosit

Diameter eritrosit telah diukur secara frekuen. Untuk mamalia domestik diameter eritrosit pada olesan kering bervariasi dari 4 µm pada kambing sampai 7 µm pada anjing. Anjing memiliki eritrosit dengan diameter terbesar (Reece 2006). Namun terdapat kekurangan pada pengukuran diameter eritrosit ini: (1) sel dalam olesan kering (atau pada keadaan lembab tetapi kehilangan cairan) lebih kecil (2) Sangat sedikit sel yang diukur dari sampel darah yang diambil, dan (3) kedalaman sel atau keadaan 3 dimensi tidak bisa dimasukkan dalam pengukuran. Karena semua alasan tersebut diameter eritrosit kurang penting dibandingkan volume kubik, yang sebaiknya digunakan untuk mengukur sel (Swenson 1984). Ada beberapa formula yang dapat digunakan untuk mendapatkan MCV (Mean Corpuscular Volume), hemoglobin, dan konsentrasi hemoglobin dalam eritrosit (Swenson 1984):

MCV dalam µ m3 atau fl (femtoliter)

= PCV X 10

Jumlah eritrosit per µ l darah (106) MCH dalam µµg atau pg (pikogram)

= hemoglobin dalam g/dl X 10 Jumlah eritrosit per µ l darah (106) MCHC dalam g/dl atau g %

(41)

Formula- formula tersebut bisa dijadikan bantuan untuk mendiagnosa berbagai keadaan anemia. Kekurangan zat besi pada semua jenis mamalia termasuk manusia menyebabkan anemia tipe mikrositik (sel yang sangat kecil). MCV memperlihatkan ukuran sel rata-rata dalam mikrometer kubik. Kebanyakan mamalia dilahirkan dengan eritrosit berukuran besar. MCH menyatakan berat rata-rata dari hemoglobin yang ada di dalam eritrosit, sedangkan MCHC memperlihatkan persentase rata-rata dari MCV dimana hemoglobin bekerja. Nilai tersebut bervariasi pada setiap spesies (Meyer et al. 1992).

4. Jumlah eritrosit

Jumlah eritrosit sangat bervariasi pada berbagai spesies, juga bervariasi di antara individu sesama spesies (karena sel tidak secara seragam didistribusikan dalam sistem vaskular darah). Karena plasma secara konstan berpindah menyeberangi dinding kapiler, jumlah sel darah (eritrosit) bervariasi antara sampel yang diambil dari vena dan sampel yang diambil dari arteri. Tabel 2 memperlihatkan kisaran eritrosit dalam darah pada hewan dan manusia.

Tabel 2. Kisaran jumlah eritrosit pada berbagai hewan dan manusia Hewan Juta per mm3 atau µl

Kuda ( kecil atau berdarah panas) 9-12

Kuda (besar atau berdarah dingin) 7-10

(42)

Faktor lain yang mempengaruhi unit eritrosit per volume darah tidak hanya jumlah eritrosit tetapi juga konsenterasi hemoglobin, PCV, dan konsentrasi dari unsur darah yang lain; terutama umur, jenis kelamin, olah raga, status nutrisi, laktasi, kebuntingan, produksi telur, emosi (gembira), volume darah, tahap siklus estrus, ras, suhu lingkungan, ketinggian, dan faktor klimatik yang lain. Darah pada kuda kecil seperti Thoroughbreds biasanya memiliki unit eritrosit per volume lebih banyak dibandingkan kuda-kuda besar, tetapi ia memiliki eritrosit dalam ukuran yang lebih kecil (Swenson 1984).

5. Jangka Hidup eritrosit

Jangka hidup eritrosit pada manusia adalah dari 90 sampai 140 hari. Untuk beberapa hewan laboratoris kecil, jangka hidup eritrosit ditemukan jauh lebih pendek; berturut-turut sekitar 45-50, 45-50, dan 20-30 hari pada kelinci, tikus, dan mencit dengan menggunakan eritrosit 59Fe-tagged. Jangka hidup eritrosit pada anjing sehat, dan rata-ratanya adalah 124 hari. Sedangkan jangka hidup eritrosit pada ayam betina, dimana sel darahnya merupakan sel berinti adalah 28 hari. Hal tersebut diduga karena tingginya suhu tubuh dan metabolisme yang cepat pada ayam. Eritrosit mati pada jumlah yang besar tiap harinya. Jumlah total eritrosit dalam tubuh dari seekor hewan berbobot 450 kg dengan volume darah 8% dari berat badannya adalah 300 trilyun. Jika jangka hidup rata-rata erirosit adalah 100 hari, maka 3 trilyun sel pasti mati (dan dibentuk) pada tiap harinya, atau sekitar 35 juta setiap detik (Swenson 1984).

(43)

Antikoagulan

Banyak antikoagulan yang dapat digunakan untuk memperoleh sampel darah yang bebas dari gumpalan dan untuk digunakan dalam analisis darah. Salah satu contohnya adalah heparin, polisakarida terkonjugasi yang merupakan antikoagulan alami yang diproduksi oleh basofil dalam darah dan oleh sel mast di seluruh tubuh. Sel mast merupakan bagian dari jaringan ikat yang melingkupi kapiler paru-paru dan organ lain. Dari jaringan ini, heparin dilepaskan dan lewat ke dalam kapiler-kapiler. Dengan konsentasi 0,2 mg heparin per mililiter darah sudah dapat digunakan sebagai antikoagulan. Walau bagaimanapun, 1 mg heparin dapat mencegah koagulasi dari 100-500 ml darah pada suhu 0o C dan 10-20 ml darah pada suhu ruang. Satu unit heparin adalah (mendekati) 0,01 mg sodium heparin (Swenson 1984).

(44)

Packed Cell Volume/Hematokrit

Volume sel yang berada dalam darah yang bersirkulasi biasanya lebih sedikit dibandingkan volume plasma. Tabung dan sentrifuse hematokrit digunakan untuk mendapatkan nilai PCV dengan cepat (dalam 5 menit). Lapisan yang dipenuhi leukosit berada di atas lapisan yang berisi eritrosit. Lapisan ini disebut juga dengan buffy coat. PCV menyatakan persen volume dari sel dalam darah setelah disentrifuge. Pada hewan normal PCV sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin (Widjajakusuma dan Sikar 1986).

Kebanyakan spesies dari hewan domestik memiliki nilai PCV dari 38 hingga 45% dengan rata-rata 40%. Kuda berdarah dingin biasanya memiliki nilai PCV dari 35 sampai 45 persen; sapi yang sedang menyusui 32-35%; dan ayam 30-38. ayam jantan dewasa dapat mencapai nilai 35-40%. Hemokonsenterasi berhubungan dengan dehidrasi, asfixia, atau rasa gembira yang menyebabkan dilepaskannya eritrosit yang berpusat di limpa yang mengakibatkan tingginya nilai PCV yang abnormal. Reece dan Walthstrom menemukan bahwa kegembiraan pada anjing menyebabkan 9-13 persen kenaikan PCV dengan nilai yang berubah dari 42 sampai 53 persen. Dalam keadaan gembira, epinefrin mengakibatkan limpa mengalami kontraksi. PCV mendekati 3 kali lipat konsentrasi hemoglobin dalam g/dl (Swenson 1984).

Hemoglobin

(45)

Dalam sintesis hemoglobin, asam amino glisin dari kolam asam amino dan suksinil koenzim A dari siklus asam sitric membentuk asam d-aminolevulinic (ALA) dengan bantuan dari ALA sinthetase. Dengan adanya ALA dehydrase maka prophobilinogen dibentuk. Struktur pyrole terdapat dalam molekul porphyrin. Empat unit porphobilinogen bersatu membentuk urophyrinogen. Enzim uroporphyrinogen III cosyntetase dan uroporphyrinogen I syntetase membentuk isomer tipe III yang dibutuhkan dalam sintesis heme. Protoporphyrin IX bersama Fe dengan bantuan Cu dan ferrochelatase (synthetase) memproduksi struktur heme. Empat molekul heme bersatu bersama empat globin membentuk molekul hemoglobin. Heme berkombinasi dengan protein-protein spesifik untuk membentuk beberapa protein lain seperti myoglobin dan bermacam enzim lainnya (Swenson 1984).

Trombosit/Platelet

(46)

Tabel 3. Kandungan dari granul trombosit

Granul padat a-granul Lisosom Peroksisom

ADP Trombosit faktor 4 Acid hydrolases Katalase ATP ? -tromboglobulin Cathespins D. E

Kalsium Platelet-derived growth factor

Serotonin

Pyrophosphate Faktor permeabilitas Antiplasmin Faktor kemotaksis

Faktor bakterisidal Trombospondin (TSP)

Fibrinogen Faktor V

Faktor VIII R:Ag Fibrinectin Albumin (Sumber: Williams 1987)

(47)

Leukosit

Leukosit atau sel darah putih memiliki jumlah yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit yang bersirkulasi dalam tubuh. Terdapat enam jenis sel darah putih yang normal terdapat dalam darah; neutrofil polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, basofil polimorfonuklear, monosit, limfosit, dan sel plasma. Limfosit dan monosit dibentuk di jaringan limfatik dan limfonodus, tonsil, limpa, timus, dan mukosa usus. Granulosit dibentuk di sumsum tulang merah. Jangka hidup dari leukosit belum diketahui secara pasti, namun sekitar 3-12 hari untuk leukosit granular dan sedikit lebih lama untuk limfosit (Williams DF 1987). Leukemia adalah produksi leukosit berlebihan (atau kurangnya pembuangan/penghancuran) dari leukosit yang dapat mengganggu produksi eritrosit dan platelet (Tuttle and Schottelius 1965). Selain itu terdapat trombosit dalam jumlah besar yang merupakan fragmen jenis ke-7 dari sel darah putih yang ditemukan dalam sumsum tulang, megakariosit. Tiga jenis sel polimorfonuklear memiliki penampilan granular, oleh sebab itu mereka dinamakan granulosit, atau dalam terminologi klinik mereka sering dinamakan “polys” (Lichtman 1980).

Jumlah jenis sel darah putih tertentu dapat meningkat oleh beberapa sebab seperti pada infeksi bakterial, jumlah leukosit khususnya neutrofil meningkat tajam, sebaliknya pada infeksi viral jumlah neutrofil menurun tajam (leukopenia) leukopenia dapat juga ditemui bersama dengan endotoksin bakteri, septicemia dan toxemia. Sedangkan pada kasus tumor (neoplasma) yang melibatkan sistem limpatik, jumlah limfosit dalam aliran darah meningkat dengan perubahan rasio dari eritrosit dengan leukosit (Swenson 1984).

Neutrofil

Neutrofil merupakan jenis leukosit yang memiliki jumlah terbanyak pada kebanyakan hewan, hampir 55% dari jumlah total leukosit (Tuttle and Schottelius 1965). Neutrofil dibentuk di sumsum tulang dari neutrophilic myelocytes

(48)

atau benda asing seperti bakteri, virus dan partikel kecil lainnya. Neutrofil muncul dalam jumlah besar pada daerah inflamasi. Granul pada neutrofil mengandung lisosom yang mensuplai enzim untuk mencerna materi yang masuk seperti bakteri, virus dan sisa-sisa selular. Namun enzim proteolitik yang sangat kuat dan radikal superoksida yang menghancurkan organisme yang telah difagosit dapat juga lepas dan mengakibatkan kerusakan jaringan (Meyer et al. 1992).

Pada saat “onset” infeksi, neutrosil memproduksi pyrogen yang mengakibatkan pusat regulasi suhu di otak menaikkan suhu tubuh (demam). Kenaikan suhu ini membantu sel darah putih melawan infeksi dan memperlambat reproduksi bakteri dan virus (Swenson 1984).

Eosinofil

(49)

Gambar 7. Eosinofil dengan granul besar pada anjing sehat, menggunakan pewarnaan giemsa, pembesaran 100x.

(Anonimc 2006)

Basofil

Basofil dalam darah berjumlah sangat sedikit dan memiliki granul sitoplasmik yang larut air dan terwarnai dengan pewarna alkalin. Basofil hanya sedikit mempunyai kekuatan fagositik atau bahkan tidak punya sama sekali. Diproduksi di sumsum tulang dan memiliki hubungan erat dengan sel mast jaringan. Secara histologi penampakan basofil menyerupai sel mast. Di daerah inflamasi baik basofil maupun sel mast memproduksi heparin, histamin bradykinin, serotonin, and enzim-enzim lysosomal (Allison et al.1978). Swenson (1984) mengungkapkan bahwa basofil dan sel mast memiliki reseptor untuk immunoglobulin E (IgE) yang diproduksi pada reaksi alergi. Pada saat terstimulasi, basofil akan mensintesis dan melepaskan leukotriens dan mungkin

platelet-activating factor. Meyer et al. (1992) menjelaskan bahwa mediator-mediator tersebut mengaktivasi trombosit, mengundang datangnya eosinofil, mengakibatkan kontraksi otot halus, menginisiasi pembentukan oedema dan dapat menyebabkan koagulasi.

Limfosit

(50)

Ketika sel tubuh berkontak dengan virus, interferon diproduksi untuk dapat menghambat reproduksi virus. Replikasi DNA dan RNA virus dihambat, dengan demikian penyebaran dan keganasan virus menjadi berkurang dalam tubuh. Selama virus menimbulkan respon limfosit, interferon diproduksi dan bersirkulasi ke seluruh tubuh untuk melindungi sel tubuh yang lain dari serangan virus (Swenson 1984). Meyer et al. (1992) mengungkapkan bahwa limfosit diproduksi selama masa fetal di sumsum tulang dan dipengaruhi oleh beberapa fungsi baik oleh kelenjar thymus untuk limfosit T maupun ”bursal equivalent” untuk limfosit B. Pada akhir masa fetal dan postnatal kebanyakan limfosit diproduksi di limpa, limfonodus dan usus yang berhubungan dengan jaringan limfoid. Limfopoiesis pada organ limfoid sekunder bergantung pada stimulasi antigenik.

Gambar 8. Limfosit pada anjing sehat (Anonim 2004)

Monosit

(51)

dalam pemprosesan dan pembuangan senescent cell dan debris serta filtrasi

bakteri dan racun dari darah portal (Meyer et al. 1992).

Gambar 8. Basofil (tengah), monosit (bawah kanan) dan dua neutrofil (atas dan bawah kiri) dalam darah anjing, menggunakan pewarnaan giemsa, pembesaran100x.

(52)

Bab III

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 8 minggu di Laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi & Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan-IPB dan Kennel Subdit Satwa POLRI-Depok.

Bahan dan Alat

Objek Penelitian

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah anjing pelacak operasional ras Doberman sebanyak tujuh ekor (empat ekor jantan dan tiga ekor betina yang berumur lebih dari tiga tahun) yang ada di Subdit Satwa POLRI sebelum melakukan aktivitas rutin pelatihan anjing pelacak. Anjing-anjing tersebut merupakan anjing keturunan import yang telah didomestikasi.

Bahan Kimia

Bahan-bahan hematologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Larutan fisiologis NaCl 0.9%, Alkohol 70%, crestoseal, larutan HCl 0.1 N, larutan Pengencer Hayem, larutan pengencer Turk, aquabidest dan pewarna Giemsa.

Alat

(53)

Metode Penelitian

Pengambilan darah dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada pagi hari sebelum jam 8.00 WIB pada tanggal 9 Februari 2006 (H-1) dan pada tanggal 16 Maret 2006 (H-2) di kennel Subdit Satwa POLRI-Depok dengan didampingi oleh dokter hewan setempat dan pawang dari anjing pelacak ras Doberman yang akan diambil sampel darahnya. Setelah semua sampel darah diperoleh, sampel darah langsung dibawa dengan menggunakan termos dingin ke laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi & Farmakologi FKH IPB untuk langsung dilakukan pengamatan. Lama perjalanan dari Kennel Subdit Satwa POLRI sampai Laboratorium Fisiologi FKH IPB adalah 2-3 jam.

Pengambilan Sampel Darah

Untuk pengambilan darah pada anjing umumnya darah dapat diambil melalui beberapa tempat yaitu vena cephalica antibrachii lateralis sebanyak + 2 ml setelah dilakukan pemeriksan klinis terhadap anjing tersebut terlebih dahulu. Pada anjing yang jinak dan mudah di handle biasanya pengambilan darah dilakukan melalui vena cephalica anti brachii lateralis sedangkan pada anjing yang galak pengambilan darah dilakukan melalui vena femoralis karena letaknya di bagian kaudal hewan sehingga operator pengambilan darah dapat menghindar dari resiko gigitan anjing. Darah yang keluar dari vena terlebih dahulu diteteskan ke atas gelas objek untuk membuat preparat ulas darah untuk dilakukan pengamatan differensiasi leukosit, setelah itu darah yang ada dalam spoit segera dimasukkan ke dalam tabung venojact yang telah berisi anti koagulan (heparin) untuk dilakukan pemeriksaan aspek hematologis lainnya (jumlah eritrosit, jumlah leukosit, trombosit, hematokrit, dan hemoglobin). Jadwal pengambilan darah dilakukan pada pagi hari sebelum anjing pelacak melakukan aktivitas maupun

(54)

Gambar 9. Pengambilan darah di vena cephalica antibrachii

(Dunn 2007)

Penghitungan Jumlah Eritrosit

(55)

eritrosit serta luas kotak eritrosit yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kotak leukosit. Setelah jumlah butir eritrosit didapatkan maka jumlahnya dikalikan dengan 104 untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam 1 mm3 darah (Anonim 2001).

Keterangan : a) Jumlah eritrosit hasil penghitungan dalam hemositometer

Penghitungan Jumlah Leukosit

Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet leukosit hingga tanda tera 0.5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissu, lalu larutan pengencer Turk yang memiliki kandungan berupa asam asetat glasial dan pewarna Gentian Violet dihisap sampai tanda 11. Kemudian pipet diputar dengan membentuk angka 8 selama 3 menit, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet pada kertas tissu. Setelah itu teteskan satu tetes ke dalam hemositometer, diusahakan jangan sampai ada udara yang masuk, dibiarkan selama beberapa saat hingga cairan mengendap lalu penghitungan dapat dimulai. Agar tidak terjadi penghitungan yang dobel maka sebaiknya menggunakan alat bantu hand counter di bawah mikroskop dengan pembesaran 45x10. Untuk menghitung leukosit dalam hemositometer, digunakan kotak leukosit.

Gambar 10. Kotak leukosit (empat kotak pinggir; A, B, C, D) Kotak eritrosit (empat kotak tengah; 1, 2, 3, 4, 5)

(Haen 1995)

(56)

Jumlah leukosit yang didapat dari hasil perhitungan dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah leukosit setiap 1 mm3 darah (Anonim 2001).

Jumlah Total Leukosit = c x 50/mm3

Keterangan: c) Jumlah leukosit hasil penghitungan dalam hemositometer

Penghitungan Differensiasi Leukosit

Darah yang telah disiapkan diteteskan ke atas object glass/gelas objek, kemudian ditempelkan ujung gelas objek yang lain dengan membentuk sudut kurang lebih 450, setelah itu gelas objek didorong dengan kecepatan konstan sehingga didapatkan ulasan yang tidak terlalu tebal. Setelah itu, ulasan yang didapat dikeringkan di udara selama beberapa menit, setelah kering dilakukan fiksasi ulasan dalam methanol selama 5-10 menit. Setelah itu ulasan dicelupkan ke dalam pewarna giemsa selama kurang lebih 30 menit. Setelah 30 menit ulasan diangkat dan dicuci menggunakan air yang mengalir sampai air bilasan tidak membawa warna giemsa. Kemudian dikeringkan dengan menggunakan tissu. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan mikroskop pembesaran 100x10 dengan minyak emersi, differensiasi leukosit dihitung dari satu lapang pandang ke lapang pandang yang lain hingga diperoleh 100 sel differensiasi. Untuk menghindari kesalahan dalam me nghitung dapat digunakan alat Bantu hitung differensiasi leukosit (Anonim 2001).

Penghitungan Nilai Hematokrit

(57)

plasma yang jernih di bagian atas, kemudian lapisan putih abu-abu (trombosit dan leukosit) dan lapisan merah yang terdiri atas eritrosit. Nilai hematokrit atau yang disebut juga dengan Packed Cell Volume (PCV) dapat dibaca menggunakan

hematokrit reader (Anonim 2001).

Penghitungan Kadar Hemoglobin

Metode yang digunakan untuk uji kadar hemoglobin dalam penelitian ini adalah metode Sahli. Larutan HCl 0.1 N diteteskan pada tabung sahli sampai tanda tera 1.0 atau garis bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet sahli sehingga mencapai tanda tera atas (2.0 ml). Sampel darah segera dimasukkan ke dalam tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga berubah warna menjadi coklat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematid. Setelah itu larutan ditambah dengan aquadest, teteskan sedikit demi sedikit sambil diaduk. Larutan aquadest ditambahkan hingga warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat di kolom gram% yang tertera pada tabung hemoglobin (Anonim 2001).

Penghitungan Indeks Eritrosit (MCV, MCH dan MCHC)

Menurut Meyer et al (1992), MCV menunjukkan volume atau ukuran rata-rata eritrosit dalam femtoliter (fL), fL = 10-15/L. Dihitung dengan membagi volume eritrosit per liter oleh jumlah butir eritrosit per liter, menggunakan rumus (Swenson 1984):

MCV dalam µ m3 atau fl (femtoliter)

= PCV X 10

Jumlah eritrosit per µ l darah (106)

dimana faktor 10 adalah untuk mengkonversi pembacaan hematokrit (dalam %) dari volume PCV per desiliter ke volume per liter (= 1000 mL).

MCH didasarkan pada perkiraan kuantitas/berat hemoglobin dalam rata-rata eritrosit. MCH dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

MCH dalam µµg atau pg (pikoliter)

(58)

Sedangkan MCHC menunjukkan rata-rata konsenterasi hemoglobin per unit volume PCV, dengan satuan gram per desiliter. Dapat dihitung dari hemoglobin dan nilai hematokrit dengan menggunakan rumus berikut:

MCHC dalam g/dl atau g %

(59)

Bab IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum keberadaan benda darah dalam tubuh dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu 1) faktor eksogen yang terdiri dari agen penyebab infeksi dan perubahan lingkungan dan 2) faktor endogen yang terdiri dari pertambahan umur, status gizi, kesehatan, stres, siklus estrus dan suhu tubuh (Guyton dan Hall 1997). Hasil pengamatan gambaran darah anjing pelacak ras Doberman di Subdit Satwa POLRI-Depok dapat dilihat pada tabel 4, 5 dan 6.

Tabel 4. Data kisaran jumlah eritrosit (BDM), Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (PCV) anjing pelacak ras Doberman

No Nama BDM (juta/mm3) Hb (g%) PCV (%)

Eritrosit (butir darah merah/BDM) adalah sel darah yang memiliki fungsi untuk mengikat oksigen dan mengedarkannya ke seluruh jaringan tubuh (Ganong 1995). Eritrosit dalam darah yang bersirkulasi pada mamalia adalah tidak berinti dan bersifat non motil. Produksi eritrosit diregulasi oleh erithropoietin, hormon yang disekresi oleh ginjal (Meyer et al. 1992). Jumlah eritrosit/mm3 memberikan pengukuran/estimasi tak langsung dari kandungan hemoglobin darah (Nordenson 2006).

(60)

0 Doberman yang memiliki kisaran nilai eritrosit yang rendah yaitu Helena/D1 (5.2 ± 0.99 jt/mm3). Rendahnya jumlah eritrosit pada anjing dapat disebabkan oleh hilangnya darah secara berlebihan (hemorhagi) atau penghancuran eritrosit (hemolisis) ataupun rendahnya produksi eritrosit, dimana semua kondisi ini digolongkan ke dalam gejala yang disebut dengan anemia (Meyer et al. 1992). Anemia adalah suatu keadaan dimana hewan mengalami defisiensi jumlah sel darah merah dan atau jumlah hemoglobin (Tuttle dan Schottelius 1965). Anemia selain disebabkan oleh penyakit-penyakit tertentu, juga dapat diakibatkan oleh manajemen pemeliharaan yang kurang baik antara lain gizi dalam diet yang tidak mencukupi (defisiensi vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan kegagalan eritropoiesis karena vitamin B12 dan asam folat berperan dalam pematangan eritrosit, hal ini mengakibatkan jumlah eritrosit dalam darah rendah (Guyton dan Hall 1997) dan kelelahan akibat terlalu banyak aktivitas serta kurang istirahat.

Selain adanya beberapa Doberman yang memiliki jumlah eritrosit sangat rendah, tidak ada satup un Doberman yang memiliki jumlah eritrosit sangat tinggi. Tingginya jumlah eritrosit pada anjing dapat disebabkan karena excitement atau rasa senang yang menyebabkan dilepaskannya epinefrin dari medula adrenal sehingga limpa berkontraksi dan meningkatkan jumlah eritrosit per unit dari volume dan ukuran eritrosit yang dihasilkan menjadi lebih kecil (Swenson 1984). Peningkatan absolut dari sel darah merah yang beredar dalam aliran darah umumnya merupakan fenomena yang jarang terjadi pada hewan domestika (Coles 1980).

(61)

Hemoglobin

Karasteristik dan komponen yang paling penting dari sel darah adalah protein berwarna yang disebut dengan hemoglobin. Hemoglobin membentuk sekitar sepertiga dari sel darah. Hemoglobin dibawa dalam sebuah membran sel darah merah untuk mencegah material ini (hemoglobin) dari kerusakan ataupun hancurnya hemoglobin di dalam plasma. Fungsi hemoglobin adalah mentransportasikan O2 dari paru-paru ke jaringan tubuh dan sebaliknya membawa

CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru untuk kemudian dieliminasi. Transport dan

penghantaran O2 ke jaringan-jaringan tergantung pada pelepasan, kombinasi

reversibel dari Hb dengan oksigen. Oleh karena fungsi ini, Hb disebut juga sebagai protein respirasi (Tuttle dan Schottelius 1965). Hemoglobin dapat ditemukan dalam darah pada semua mamalia dan hewan yang lain. Selain adanya variasi hemoglobin antara individual (tipe fetus dan tipe dewasa) juga terdapat variasi di antara spesies.

(62)

0 5 10 15 20

D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7

(gr%) Hb

Jumlah hemoglobin dalam darah dinyatakan dalam g/dl atau g/mm3. Kuantitasnya dapat bervariasi dalam batasan normal tertentu. Sabagai acuan, pada kebanyakan mamalia nilai hemoglobin normal:12-18 g/dl. Sering didapatkan nilai hemoglobin lebih dari 15 g/dl pada beberapa jenis hewan. Rasa senang atau

excitement dapat meningkatkan tidak hanya konsentrasi hemoglobin tetapi juga PCV atau jumlah eritrosit per unit volume. Perubahan-perubahan ini terjadi dengan mekanisme yang sama seperti terhadap hemoglobin.

Grafik 2. Hemoglobin (Hb) anjing pelacak ras Doberman

Hematokrit/Packed Cell Volume (PCV)

Packed Cell Volume (PCV) atau yang disebut juga dengan hematokrit adalah persentase dari massa eritrosit dengan volume darah (Nordenson 2006). PCV merupakan gambaran darah yang berguna untuk mencirikan kondisi abnormal tubuh (Reece 2006). Berdasarkan Tabel 4 dan Grafik 3 terlihat bahwa hanya 1 ekor Doberman yang memiliki nilai PCV dibawah kisaran PCV normal anjing yaitu Dessy/D6 (35.8 ± 4.95%) dan itupun tidak secara signifikan (kisaran normal nilai PCV pada anjing : 37.0-55.0%, Swenson 1984). Kebanyakan spesies hewan domestik memiliki nilai PCV dari 38% sampai 45% dengan rata-rata 40%. Hemokonsentrasi dalam kaitannya dengan dehidrasi, asphiksia, atau rasa senang menyebabkan pelepasan eritrosit terkonsentrasi dalam limpa yang mengakibatkan tingginya nilai PCV.

(63)

0

mendekati 3 kali lipat konsenterasi hemoglobin dalam g/dl (Swenson 1984). Sel darah merah, hemoglobin dan PCV adalah sebanding (Widjajakusuma dan Sikar 1986) PCV merupakan indikator dari jumlah sel darah merah. Apabila terdapat jumlah sel darah merah yang rendah tetapi nilai hemoglobin tetap tinggi maka kemungkinan ada sel-sel darah yang mengalami hemolisis.

Grafik 3. Hematokrit (PCV) anjing pelacak ras Doberman

Tabel 5. Data kisaran indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC) anjing pelacak ras Doberman

Mean Corpuscular Volume (MCV)

(64)

0 20 40 60 80

D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7

(fl) MCV

Berdasarkan Tabel 5 dan Grafik 4, dapat dilihat bahwa rata-rata sebanyak ±55% Doberman memiliki nilai MCV yang tinggi (kisaran normal nilai MCV pada anjing: 59-69 fl, Swenson 1984). Nilai MCV yang tinggi menunjukkan bahwa eritrosit yang dimiliki oleh anjing tersebut berukuran besar atau makrositik., sedangkan nilai MCV yang rendah menunjukkan bahwa eritrosit berukuran kecil. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan nilai MCV meningkat, diantaranya adalah defisiensi asam folat (diet yang buruk, malabsorbsi, dan kebuntingan) dan defisiensi vitamin B12 (anemia pernisius, malabsorbsi) (Nordenson 2006). Sedangkan kondisi yang dapat menyebabkan nilai MCV rendah adalah kekurangan zat besi (anemia tipe mik rositik). Pengukuran MCV dapat memperlihatkan efek dari ukuran eritrosit rata-rata pada hematokrit, jika ukuran eritrosit besar maka pembacaan nilai hematokrit menjadi tinggi, begitu juga sebaliknya jika ukuran eritrosit kecil maka pembacan nilai hematokrit pun menjadi rendah (Swenson 1984).

Grafik 4. Nilai MCV anjing pelacak ras Doberman

Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)

(65)

0 5 10 15 20 25 30

D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7

(pg) MCH

bergantung pada jumlah hemoglobin dalam hubungannya dengan ukuran sel— sebuah sel hipokromik memiliki berat hemoglobin yang lebih kecil dibandingkan dengan sel normokromik dari ukuran yang sama. Secara umum, MCH meningkat dalam keadaan makrositosis dan menurun dalam keadaan mikrositosis dan hipokromia, tetapi bisa terdapat adanya variasi karena dua faktor; ukuran sel dan konsentrasi hemoglobin yang saling mempengaruhi (Nordenson 2006).

Grafik 5. Nilai MCH anjing pelacak ras Doberman

Mean Corpus cular Hemoglobin Concentration (MCHC)

(66)

0

Grafik 6. Nilai MCHC pada Doberman

Tabel 6. Data kisaran jumlah total leukosit/Butir Darah Putih(BDP) dan differensiasi leukosit anjing pelacak ras Doberman

N o

Nama BDP (rb/mm3 )

Differensiasi leukosit/BDP (rb/mm3)

L N M E B

(67)

Askobar/D5 (5.6±2.83 rb/mm3) dan Dessy/D6 (5.3 rb/mm3). Rendahnya leukosit dalam peredaran darah tepi atau yang disebut juga leukopenia dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit viral tertentu. Leukopenia juga dapat ditemukan bersamaan dengan endotoksin bakterial, keadaan septisemia dan toksemia (Swenson 1984). Selain rendahnya jumlah leukosit yang dimiliki oleh beberapa anjing pelacak ras Doberman ini, tidak ditemukan adanya Doberman yang memiliki jumlah leukosit yang tinggi/berada di atas kisaran normal. Leukosit dapat meningkat disebabkan oleh stres akut yang dapat berupa latihan fisik yang keras, keadaan stress/emosional tertentu seperti kegembiraan, dan rasa sakit. Peningkatan jumlah leukosit seperti ini, diketahui sebagai fisiologis atau aktivitas—leukositosis, hanya kenaikan yang tidak begitu nyata; ini disebabkan oleh pengeluaran leukosit dari kolam stagnan ke dalam sirkulasi aktif (Anonimc 2006).

(68)

0

Grafik 7. Kisaran jumlah total leukosit/Butir Darah Putih(BDP) dan Differensiasi leukosit anjing pelacak ras Doberman (ribu/mm3)

Keterangan: BDP= butir darah putih, L = Limfosit, N = Neutrofil, M = Monosit,

E = Eosinofil, dan B = Basofil

Differensiasi Leukosit

Limfosit

Gambar

Gambar 1. Tampilan umum Labrador Retriever
Gambar 2. Potongan sagital anatomi hidung anjing         (Evans 1993)
Gambar 3. Tampilan umum seekor Doberman a
Tabel 1. Jumlah kandungan benda darah pada anjing normal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagian atas menara dilengkapi dengan Demister yang berfungsi untuk menangkap butir-butir larutan asam sulfat yang terikut dalam aliran udara.. Udara yang keluar dari Drying

Sistem Informasi Sistem Pendukung Operasi Sistem Pendukung Manajemen Sistem Pemrosesan Transaksi Sistem Pengendalian Proses Sistem Kerja sama Perusahaan Sistem

(4) Moralitas individu, efektivitas sistem pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, dan kesesuaian tugas berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan

4.1 Menyajikan data tentang objek dan permasalahan biologi pada berbagai tingkatan organisasi kehidupan sesuai dengan metode ilmiah dan memperhatikan aspek

Penyelenggara Diklat adalah lembaga diklat yang mempunyai kewenangan dan tanggungjawab serta terakreditasi oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) untuk menyelenggarakan

Data di analisis statistik chikuadat perolehan hasil penelitian Prestasi belajar siswa yang diajarkan dengan metode kooperatif model group investigasi lebih baik dari pada

Perusahaan berada di daerah Lembang yang memiliki cuaca yang dingin sangat menguntungkan bagi perusahaan karena dapat mempertahankan bahan baku sayuran dalam menjaga

Hubungan unjuk kerja model pendingin dengan temperatur evaporator untuk semua variasi jumlah metanol, jumlah karbon aktif, konstruksi tabung generator dan kondisi awal