RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIKOMPOS DAN
INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL
SKRIPSI
OLEH:
RIZKI RINALDI DALIMUNTHE 080301018
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK VERMIOKOMPOS DAN
INTERVAL PENYIRAMAN PADA TANAH SUBSOIL
SKRIPSI
OLEH:
RIZKI RINALDI DALIMUNTHE 080301018
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul Penelitian : Respons pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.) terhadap pemberian pupuk organik vermikompos dan interval waktu penyiraman pada tanah subsoil.
Nama : Rizki Rinaldi Dalimunthe
Nim : 080301018
Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui Oleh :
Ir. Irsal, MP Ir. Meiriani, MP
Ketua Pembimbing Anggota Pembimbing
Mengetahui
ABSTRAK
RIZKI RINALDI DALIMUNTHE: Respons pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.) terhadap pemberian pupuk organik vermikompos dan interval waktu penyiraman air pada tanah Subsoil, dibimbing oleh IRSAL dan MEIRIANI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan bibit kakao terhadap pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air pada tanah subsoil. Penelitian dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Mei 2013 sampai bulan Agustus 2013. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu pemberian pupuk organik vermikompos (0, 10%, 20% dan 30% dari volume media tanam) dan interval penyiraman air (1, 3, 5 dan 7 hari sekali). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar, panjang akar dan efisiensi penggunaan air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik vermikompos berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 4-14 MST, diameter batang 4-14 MST, total luas daun, bobot basah akar, panjang akar dan efisiensi penggunaan air tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk, bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Perlakuan interval penyiramanair berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 10,12 dan 14 MST, diameter batang 8, 10, 12 dan 14 MST, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, total luas daun dan efisiensi penggunaan air tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 4, 6, dan 8 MST, diameter batang 4 dan 6 MST, bobot basah akar, bobot kering akar, dan panjang akar. Interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati.
.
ABSTRACT
RIZKI RINALDI DALIMUNTHE. Response of cacao (Theobroma cacao L.)
seedlings growth on application of organic fertilizer vermicompost and water use interval in The Subsoil, supervisied by IRSAL and MEIRIANI.
The research was conducted to determine response of cacao seedlings growth on application of organic fertilizer vermicompost and water interval in the subsoil. The research was conducted at the Faculty of Greenhouse Farming in Nort Sumatra University, Medan on May 2013 until August 2013 by using Randomized Block Design of two factors: vermicompost (0, 10%, 20%, 30% from the volume of growing media) and (1, 3, 5,and 7 days). The parameters observed were plant height, stem diameter, total of leaf area, plant fresh weight, plant dry weight, root fresh weight, root dry weight, root height and water use efficiency.
The results showed that vermicompost has significant effects to seedling height 4-14 WAP, stem diameter 4-14 WAP, leaf area, root wet weight, root height and water use efficiency but not significant to seedling wet weight, seedling dry weight and root dry weight. Water use interval has significant to seddling height 10, 12 and 14 WAP, stem diameter 8, 10, 12 and 14 MST, wet seddling weight, dry seedling weight, leaf area and water use efficiency but not significant to seedling height 4, 6 and 8 MST, stem diameter 4 and 6 WAP, root wet weight, root dry weight, and root height. Treatment interaction was not significant to all observation variable.
RIWAYAT HIDUP
Rizki Rinaldi Dalimunthe dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 10 November 1990 dari Ayahanda Firman Dalimunthe dan Ibunda Dewiyana Lubis.
Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara.
Adapun pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah SD Negeri
122340 Pematangsiantar lulus tahun 2002, SMP Yayasan Perguruan Keluarga
Pematangsiantar lulus tahun 2005, SMU Yayasan Perguruan Keluarga Pematang
Siantar lulus tahun 2008. Terdaftar sebagai mahasiswi Agronomi Departemen
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada tahun
2008.
Pada tahun 2011, melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) PTPN III
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Respons pertumbuhan bibit
kakao terhadap pemberian pupuk organic vermikompos dan interval penyiraman
air pada tanah subsoil” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih yang sebesarnya
kepada orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Irsal , MP dan Ibu
Ir. Meiriani, MP selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan
saran dalam penyelesaian skripsi ini.
Disamping itu juga penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman
di Departemen Budidaya Pertanian USU angkatan 2008 yang telah memberikan
bantuan maupun semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Juli 2014
DAFTAR ISI
Persiapan naungan ... 20
Persiapan media tanam ... 20
Pengecambahan benih ... 20
Penanaman kecambah ... 20
Pemeliharaan tanaman ... .21
Penyiraman ... 21
Pengendalian hama dan penyakit ... 21
Pengamatan Parameter ... 21
Tinggi tanaman (cm) ... 21
Efisiensi penggunaan air (%) ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efisiensi penggunaan air (%) ... 44
Pembahasan ... 44
Respons pertumbuhan bibit kakao terhadap Pemberian pupuk organik vermikompos ... 44
Respons pertumbuhan bibit kakao terhadap interval Penyiraman air ... 48
DAFTAR TABEL
Hal. 1. Tinggi tanaman 4, 6, 8, 10, 12, 14 MST (cm) pada perlakuan
pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air ... 25
2. Diameter batang 4, 6, 8, 10, 12, 14 MST (mm) pada perlakuan
pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air ... 29
3. Total luas daun (cm2) pada perlakuan pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air ... 32
4. Bobot basah tajuk (gram) pada perlakuan pemberian pupuk organik
vermikompos dan interval penyiraman air... 34
5. Bobot kering tajuk (gram) pada perlakuan pemberian pupuk organik
vermikompos dan interval penyiraman air... 36
6. Bobot basah akar (gram) pada perlakuan pemberian pupuk organik
vermikompos dan interval penyiraman air... 38
7. Bobot kering akar (gram) pada perlakuan pemberian pupuk organik
vermikompos dan interval penyiraman air... 39
8. Panjang akar (gram) pada perlakuan pemberian pupuk organik
vermikompos dan interval penyiraman ... 40
9. Efisiensi penggunaan air (%) pada perlakuan pemberian pupuk organik
DAFTAR GAMBAR
1. Hubungan tinggi tanaman umur 14 MST (cm) dengan berbagai
pemberian pupuk organik vermikompos ... 27
2. Hubungan tinggi tanaman umur 14 MST (cm) dengan berbagai
interval penyiraman air ... 27 3. Hubungan diameter batang tanaman umur 14 MST (cm) dengan
berbagai pemberian pupuk organik vermikompos ... 31 4. Hubungan diameter batang tanaman umur 14 MST (mm) dengan
berbagai interval penyiraman air ... 31 5. Hubungan total luas daun (cm²) tanaman dengan berbagai pemberian
pupuk organik vermikompos ... 33
6. Hubungan total luas daun (cm²) tanaman dengan berbagai interval
penyiraman air ... 33
7. Hubungan bobot basah tajuk (gram) tanaman dengan berbagai
perlakuan interval penyiraman air ... 35
8. Hubungan bobot kering tajuk (gram) tanaman dengan berbagai interval
penyiraman ... 37
9. Hubungan bobot basah akar (gram) tanaman dengan berbagai
pemberian pupuk organik vermikompos ... 38
10. Hubungan panjang akar (cm) tanaman dengan berbagai interval
penyiraman air ... 41
11. Hubungan efisiensi penggunaan air (%) dengan berbagai pemberian
pupuk organik vermikompos ... 42
12. Hubungan efisiensi penggunaan air (%) dengan berbagai interval penyiraman air ... 43
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
1. Deskripsi tanaman kakao ... 55
2. Bagan penelitian ... 56
3. Jadwal kegiatan penelitian ……….57
4. Analisis pupuk vermikompos ... 58
5. Analisis tanah subsoil Simalingkar ... 59
6. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm) ... 60
7. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 4 MST ... 60
8. Data pengamatan tinggi tanaman 6 MST (cm) ... 61
9. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ... 61
10. Data pengamatan tinggi tanaman 8 MST (cm) ... 62
11. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 8 MST ... 62
12. Data pengamatan tinggi tanaman 10 MST (cm) ... 63
13. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 10 MST ... 63
14. Data pengamatan tinggi tanaman 12 MST (cm) ... 64
15. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 12 MST ... 64
16. Data pengamatan tinggi tanaman 14 MST (cm) ... 65
17. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 14 MST ... 65
18. Data pengamatan diameter batang 4 MST (mm) ... 66
19. Daftar sidik ragam diameter batang 4 MST ... 66
20. Data pengamatan diameter batang 6 MST (mm) ... 67
21. Daftar sidik ragam diameter batang 6 MST ... 67
22. Data pengamatan diameter batang 8 MST (mm) ... 68
24. Data pengamatan diameter batang 10 MST (mm) ... 69
25. Daftar sidik ragam diameter batang 10 MST ... 69
26. Data pengamatan diameter batang 12 MST (mm) ... 70
27. Daftar sidik ragam diameter batang 12 MST ... 70
28. Data pengamatan diameter batang 14 MST (mm) ... 71
29. Daftar sidik ragam diameter batang 14 MST ... 71
30. Data pengamatan total luas daun (cm2) ... 72
31. Daftar sidik ragam total luas daun ... 72
32. Data pengamatan bobot basah tajuk (gram) ... 73
33. Daftar sidik ragam bobot basah tajuk ... 73
34. Data pengamatan bobot kering tajuk (gram) ... 74
35. Daftar sidik ragam bobot kering tajuk ... 74
36. Data pengamatan bobot basah akar (gram) ... 75
37. Daftar sidik ragam bobot basah akar ... 75
38. Data pengamatan bobot kering akar (gram) ... 76
39. Daftar sidik ragam bobot kering akar ... 76
40. Data pengamatan panjang akar (cm) ... 77
41. Daftar sidik ragam panjang akar ... 77
42. Data pengamatan efisiensi penggunaan air (%) ... 78
43. Daftar sidik ragam efisiensi penggunaan air ... 78
44. Foto penelitian... 79
ABSTRAK
RIZKI RINALDI DALIMUNTHE: Respons pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.) terhadap pemberian pupuk organik vermikompos dan interval waktu penyiraman air pada tanah Subsoil, dibimbing oleh IRSAL dan MEIRIANI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan bibit kakao terhadap pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air pada tanah subsoil. Penelitian dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Mei 2013 sampai bulan Agustus 2013. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu pemberian pupuk organik vermikompos (0, 10%, 20% dan 30% dari volume media tanam) dan interval penyiraman air (1, 3, 5 dan 7 hari sekali). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar, panjang akar dan efisiensi penggunaan air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik vermikompos berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 4-14 MST, diameter batang 4-14 MST, total luas daun, bobot basah akar, panjang akar dan efisiensi penggunaan air tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk, bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Perlakuan interval penyiramanair berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 10,12 dan 14 MST, diameter batang 8, 10, 12 dan 14 MST, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, total luas daun dan efisiensi penggunaan air tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 4, 6, dan 8 MST, diameter batang 4 dan 6 MST, bobot basah akar, bobot kering akar, dan panjang akar. Interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati.
.
ABSTRACT
RIZKI RINALDI DALIMUNTHE. Response of cacao (Theobroma cacao L.)
seedlings growth on application of organic fertilizer vermicompost and water use interval in The Subsoil, supervisied by IRSAL and MEIRIANI.
The research was conducted to determine response of cacao seedlings growth on application of organic fertilizer vermicompost and water interval in the subsoil. The research was conducted at the Faculty of Greenhouse Farming in Nort Sumatra University, Medan on May 2013 until August 2013 by using Randomized Block Design of two factors: vermicompost (0, 10%, 20%, 30% from the volume of growing media) and (1, 3, 5,and 7 days). The parameters observed were plant height, stem diameter, total of leaf area, plant fresh weight, plant dry weight, root fresh weight, root dry weight, root height and water use efficiency.
The results showed that vermicompost has significant effects to seedling height 4-14 WAP, stem diameter 4-14 WAP, leaf area, root wet weight, root height and water use efficiency but not significant to seedling wet weight, seedling dry weight and root dry weight. Water use interval has significant to seddling height 10, 12 and 14 WAP, stem diameter 8, 10, 12 and 14 MST, wet seddling weight, dry seedling weight, leaf area and water use efficiency but not significant to seedling height 4, 6 and 8 MST, stem diameter 4 and 6 WAP, root wet weight, root dry weight, and root height. Treatment interaction was not significant to all observation variable.
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat
berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber
pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao berasal dari
daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao
merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan tropis dan tumbuh
terlindung pohon-pohon yang besar (Widya, 2008).
Saat ini luas areal tanaman kakao di Indonesia mencapai 1.732.954 ha,
mengalami perluasan areal sebesar 0,02% dari tahun 2011 yaitu 1.732.954 ha.
Produksi kakao juga mengalami peningkatan sebesesar 31,46% dari jumlah
produksi 712.231 ton (2011) menjadi 936.266 ton (2012) sementara ekspor biji
kakao menurun dalam kurun waktu 3 tahun yaitu sebesar 163.501 ton tahun 2012,
menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar 210.067 ton dan sebesar 432.437 ton
tahun 2010. Saat ini Indonesia berada diurutan ketiga sebagai produsen biji kakao
dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan menyumbang devisa sebesar USD 1.053.446.947 (1,053 Milyar) dari ekspor biji kakao dan produk kakao olahan (Diektorat Jenderal Perkebunan, 2012).
Salah satu usaha yang dapat dikelola untuk meningkatkan kualitas maupun
kuantitas produksi kakao adalah dengan memperhatikan aspek dari budidaya
tanaman kakao itu sendiri. Diantaranya adalah pengelolaan tanah, pemupukan,
pemangkasan, pengendalian hama dan penyakit, serta pemberian zat pengatur
tumbuh. Yang juga tidak kalah pentingnya dalam budidaya tanaman kakao adalah
penyediaan bahan tanam dalam pembibitan, karena dari pembibitan inilah akan
akan menghasilkan bibit tanaman kakao yang mampu berproduksi secara
maksimal (Siregar dkk, 2010).
Pada pembibitan yang menggunakan polibag, kekurangan air merupakan
masalah yang sering dihadapi, dimana tanaman akan mempunyai respon
kekurangan air yang lebih besar dibanding tanaman yang ditanam di lapangan.
Kakao merupakan tanaman yang rentan terhadap kekurangan air. Tanaman yang
kekurangan air merupakan masalah yang paling utama pada tanaman yang masih
muda karena lebih peka dibanding tanaman tua. Kekurangan air akan segera
mengurangi kegiatan fotosintesis sehingga mengganggu produksi karbohidrat.
Bila keadaan ini terus berlanjut akan menyebabkan tanaman mati
(Mildaerizanti dan Meilin, 2006).
Air diperlukan sebagai media untuk aktivitas metabolisme dalam tubuh
tanaman dengan fungsi yang kompleks. Selain itu fungsi air di dalam tanah adalah
sabagai media pembawa hara dan oksigen sehingga dapat diserap oleh tanaman
dan mikroba yang ada di bahan organik. Ketersediaan air bagi semua tanaman
adalah mutlak. Jumlah air yang optimum adalah jumlah air yang dibutuhkan
tanaman dalam jumlah kapasitas lapang. Jika ketersediaannya berlebihan atau
kekurangan, air akan menjadi masalah bagi tanaman. Untuk menyediakan air pada
tingkat yang mencukupi, penyiraman pada pembibitan kakao memerlukan biaya
yang cukup besar dalam penyediaan air dan tenaga kerja. Oleh karena itu
diperlukan alternatif lain untuk mengefisiensikan pemberian air tanpa
menghambat pertumbuhan kakao di pembibitan. Penggunaan pupuk organik
organik vermikompos memiliki lubang pori yang cukup besar dalam menahan air
tanah (Taniwiryono, 2010).
Pupuk organik vermikompos merupakan pupuk organik yang dihasilkan
dari tanah bekas pemeliharaan cacing. Vermikompos merupakan produk samping
dari budidaya cacing tanah berupa pupuk organik yang sangat cocok untuk
pertumbuhan tanaman karena dapat meningkatkan kesuburan tanah dan akan
menjaga produktivitas tanah. Vermikompos mengandung berbagai bahan yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yaitu hormon seperti giberelin, sitokinin,
dan auxin, mengandung unsur hara ( N, P, K, Mg, dan Ca) serta Azotobacter sp.
yang merupakan bakteri penambat N non - simbiotik yang akan membantu
memperkaya unsur N yang dibutuhkan oleh tanaman (Nuryati, 2004).
Pupuk vermikompos memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk
organik lainnya. Pupuk vermikompos memiliki kemampuan untuk mengikat air
dan unsur hara tanah lebih tinggi dibandingkan pupuk kompos lainnya, pupuk
vermikompos mengandung enzim yang membantu dalam proses sintesis nutrisi
dalam vermikompos, sehingga dapat langsung terserap oleh tanaman,
mengandung mikroba tanah yang berguna meningkatkan kesehatan tanah dan
tanaman, juga menjadi sumber nutrisi bagi mikroba tanah (Mashur, 2001).
Menurut Lakitan (1996), tanah yang digunakan untuk pemibitan kakao
adalah tanah topsoil. Sementara itu lahan subur yang banyak mengandung topsoil
sudah semakin sedikit sedangkan pertanaman kakao harus ditingkatkan. Dengan
demikian diusahakan untuk memanfaatkan lahan marjinal yang kekurangan unsur
hara seperti tanah subsoil. Dengan demikian berkurangnya tingkat kesuburan
berpotensi untuk menghasilkantelah digunakan untuk lahan pemukiman. Selain
itu terjadi pengikisan tanah lapisan topsoil yang banyak mengandung unsur hara
yang dibutuhkan tanaman pada tanah yang digunakan untuk pertanian semakin
memperparah kondisi ini. Sehingga untuk meningkatkan produktivitas tersebut
diperlukan alternative lain, yaitu sesuatu yang digunakan sebagai campuran media
yang dapat memberikan nutrisi bagi tanaman.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai pengaruh pemberian pupuk organik vermikompos dan
interval penyiraman air terhadap pertumbuhan vegetatif bibit kakao (Theobroma
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respons pertumbuhan bibit kakao
(Theobroma cacao L.) terhadap pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air pada tanah subsoil.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh pemberian pupuk organik vermikompos dan interval
penyiraman air serta interaksi antara kedua faktor terhadap pertumbuhan bibit
kakao (Theobroma cacaoL.) pada tanah subsoil.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data sebagai bahan
penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Kakao merupakan satu-satunya diantara 20 jenis marga Theobroma, suku
Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial. Adapun sistematika tanaman
kakao adalah sebagai berikut; kingdom : Plantae; divisio : Spermatophyta;
subdivisio : Angiospermae; kelas: Dycotyledoneae ; ordo : Dialypetalae; famili :
Malvales; genus : Theobroma; spesies : Theobroma cacao L. (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004)
Akar kakao adalah akar tunggang (radix primaria). Pertumbuhan akar
kakao bisa sampai 8 meter kearah samping dan 15 meter ke arah bawah.
Perkembangan akar sangat dipengaruhi struktur tanah, air tanah, dan aerasi di
dalam tanah. Pada tanah yang drainasenya buruk dan permukaan air tanahnya
tinggi, akar tunggang tidak dapat tumbuh lebih dari 45 cm. Hal yang sama juga
akan terjadi bila permukaan air tanah terlalu dalam (Siregar dkk, 2010).
Batang kakao bersifat dimorfisme, artinya memiliki dua macam tunas,
yaitu tunas ortotrop (chupon) dan tunas plagiotrop (fan). Anatomi kedua macam
tunas tersebut pada dasarnya adalah sama. Xilem primer batang terkumpul pada
bagian tepi empulur dan berdampingan dengan xilem sekunder yang tumbuh
setelahnya. Tanaman kakao yang berasal dari biji, setelah berumur sekitar 1 tahun
dan memiliki tinggi 0,9-1,5 m, petumbuhan vertikalnya akan berhenti kemudian
akan membentuk perempatan (jorket) (Wahyudi dkk, 2009).
Daun kakao terdiri atas tangkai daun dan helai daun. Panjang daun
permukaannya sutera. Setelah dewasa, warna daun akan berubah menjadi hijau
dan permukaannya kasar. Pada umumnya daun – daun yang terlindung lebih tua
warnanya bila dibandingkan dengan daun yang langsung terkena sinar matahari
(Siregar dkk, 2010).
Tanaman kakao bersifat kauliflori, artinya bunga tumbuh dan berkembang
dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan
bunga (cushion). Bunga kakao berwarna putih, ungu, atau kemerahan. Warna
yang kuat terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas
untuk setiap kultifar. Permukaan kulit buah ada yang halus dan ada yang kasar,
tetapi pada dasarnya kulit buah beralur 10 yang letaknya berselang-seling
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004)
Buah kakao akan masak setelah berumur 5-6 bulan, tergantung pada
elevasi tempat penanaman. Pada saat buah masak, ukuran buah yang terbentuk
cukup beragam dengan ukuran berkisar 10-30 cm, diameter 7-15 cm, tetapi
tergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama proses
perkembangan buah (Wahyudi dkk, 2009).
Biji kakao dilindungi oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih.
Ketebalan daging buah bervariasi, ada yang tebal dan ada yang tipis. Rasa buah
kakao cenderung asam-manis dan mengandung zat penghambat perkecambahan.
Disebelah dalam daging buah terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua
kotiledon dan embrio axis. Biji kakao bersifat rekalsitran dan tidak memiliki masa
terkadang biji bisa berkecambah, yakni pada buah yang terlambat dipanen daging
buahnya telah mengering (Siregar dkk, 2009).
Syarat Tumbuh Iklim
Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang cukup berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan keberhasilan budidaya tanaman, termasuk budidaya
kakao. Tanaman kakao dapat tumbuh pada garis lintang 10o LS-10o LU dan pada
ketinggian 0-600 m dpl (Wahyudi dkk, 2009).
Areal penanaman cokelat yang ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan
1.100-3.000 mm per tahun. Temperatur yang ideal bagi pertumbuhan cokelat
adalah 30oC - 32oC (maksimum) dan 18oC-21oC (minimum) (Siregar dkk, 2010).
Tanaman kakao menghendaki lingkungan yang kelembapannya tinggi
dan konstan, yakni diatas 80 %. Kelembapan tinggi dapat mengimbangi proses
evapotranspirasi tanaman dan mengompensasi curah hujan yang rendah.
Tanaman kakao tergolong jenis tanaman yang rentan terhadap dorongan angin
kencang. Angin dapat merusak daun, terutama daun-daun yang muda
(Wahyudi dkk, 2009).
Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan oleh ketersediaan air
sehingga kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di tempat yang jumlah
curah hujannya relatif sedikit tetapi merata sepanjang tahun. Areal penanaman
cokelat yang ideal adalah daerah – daerah bercurah hujan 1.100 – 3.000 mm per
Tanah
Tanaman kakao tumbuh baik pada tanah yang mempunyai tingkat
keasaman 6 - 7,5. Kadar bahan organik yang tinggi akan meningkatkan laju
pertumbuhan pada masa tanaman sebelum menghasilkan
(Direktorat Jendral Perkebunan, 2012).
Tanah yang cocok untuk tanaman kakao adalah yang bertekstur geluh
lempung (clay loam) yang merupakan perpaduan antara 50% pasir, 10 - 20%
debu, dan 30 - 40% lempung berpasir. Tekstur tanah ini dianggap memiliki
kemampuan menahan air yang tinggi dan memiliki sirkulasi udara yang baik
(Wahyudi dkk, 2009).
Tekstur tanah yang baik untuk tanman cokelat adalah lempung liat
berpasir dengan komposisi 30 – 40% fraksi liat, 50% pasir dan 10 – 20% debu.
Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi
tanah, Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan
gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah
tipe latosol yang memiliki fraksi liat yang tingginya ternyata sangat kurang
menguntungkan tanman cokelat, sedangkan tanah regosol dengan tekstur lempung
berliat walaupun mengandung kerikil masih baik bagi tanaman cokelat
(Siregar dkk, 2010).
Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu
di atas 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah,
biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorbsi) hara, dan daya simpan lengas
terhadap unsur – unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya melepaskannya untuk
diserap akar tanaman (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Subsoil dianggap merupakan horizon B pada tanah – tanah dengan profil
yang jelas, tetapi yang profilnya lemah, subsoil didefenisikan sebagai tanah yang
berada di bawah topsoil dimana perakaran tanaman dapat berkembang secara
normal (Mangoensoekarjo, 2007).
Lapisan tanah bawah (subsoil) akan muncul bila lapisan tanah atas
(topsoil) hilang. Selain karena bahan-bahan organik dengan sebagian mineral
telah hilang, juga karena mikroflora dan mikrofauna tidak ada. Sebagian dari zat
mineral yang tersisi hanyalah unsur-unsur tertentu yang belum bisa dimanfaatkan
oleh tanaman dan ketersedian masih terikat oleh koloid-koloid pembentuk tanah.
Subsoil sering dinyatakan sebagai lapisan tanah yang kurus dan masih mentah,
bahan-bahan organik (humus), sisa-sisa tanaman yang membusuk) tidak
dimilikinya. Urang suburnya tanah lapisan bawah (subsoil) disebabkan oleh tanah
lebih mampat, kadar bahan organik sangat rendah, hara tanah yang berasal dari
hasil penguraian seresah tanaman rendah, struktur tanah memiliki imbangan
porositas lebih buruk, dan sifat-sifat lain dengan daya dukung yang lebih rendah
terhadap pertumbuhna tanaman
(Pusat Penelitian Kelapa dan Kakao Indonesia, 2004).
Pupuk organik vermikompos
Vermikompos adalah kompos yang dihasilkan dari bahan organik dengan
bantuan cacing (vermis). Keuntungan vermikompos adalah prosesnya cepat dan
sementara komposiasi dengan cara konvensional membutuhkan waktu yang relatif
lama dengan kandungan unsur hara yang lebih rendah (Mashur, 2001).
Vermikompos merupakan bahan organik yang mengandung unsur hara
yang lengkap, baik unsur hara makro maupun mikro yang berguna bagi
pertumbuhan tanaman. Vermikompos mengandung partikel-partikel kecil dari
bahan organik yang dimakan cacing dan kemudian dikeluarkan lagi. Namun,
umumnya vermikompos mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman
seperti nitrogen, fosfor, mineral dan vitamin (Mulat, 2003).
Vermikompos merupakan partikel-partikel tanah yang berwarna
kehitam-hitaman-hitaman yang ukurannya lebih kecil dari partikel tanah biasa sehingga
lebih cocok untuk pertumbuhan tanaman. Vermikompos mengandung zat organik
yang akan menyesuaikan perubahan kimia secara alami. Jika dilihat kandungan
unsurnya, vermikompos jauh lebih baik daripada pupuk anorganik karena hampir
seluruh unsur hara yang dibutuhkan tanaman tersedia di dalamnya
(Nuryati, 2004).
Vermikompos mengandung nutrisi yang terdiri dari nitrogen (N) 0,63%,
fosfor (P) 0,35%, kalium (K) 0,20%, kalsium (Ca) 0,23%, magnesium (Mg)
0,26%, natrium (Na) 0,07%, tembaga (Cu) 17,58%, seng (Zn) 0,007%,
manganium (Mn) 0,03%, besi (Fe) 0,79%, boron (B) 0,21%, molibdenum (Mo)
14,48%, KTK 35,80 meg/100mg, kapasitas menyimpan air 41,23% dan asam
humus 13,88% (Taniwiryono, 2010).
1. Vermikompos merupakan sumber nutrisi bagi mikroba tanah. Mikroba
terus berkembang dengan adanya nutrisi tersebut sehingga bahan
organik dapat diuraikan dengan lebih cepat.
2. Vermikompos dapat memperbaiki kemampuan menahan air,
membantu menyediakan nutrisi bagi tanaman, memperbaiki struktur
tanah dan menetralkan pH tanah.
3. Vermikompos mempunyai kemampuan menahan air sebesar 40-60%.
Hal ini karena struktur vermikompos yang memiliki ruang-ruang yang
mampu menyerap dan menyimpan air, sehingga mampu
mempertahankan kelembaban.
4. Tanaman hanya dapat mengkonsumsi nutrisi dalam bentuk terlarut.
Cacing tanah berperan mengubah nutrisi yang tidak larut menjadi
bentuk terlarut yaitu dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat dalam
alat pencernaannya. Nutrisi tersebut terdapat di dalam vermikompos,
sehingga dapat diserap oleh akar tanaman untuk dibawa ke seluruh
bagian tanaman.
5. Vermikompos banyak mengandung humus yang berguna untuk
meningkatkan kesuburan tanah.
6. Vermikompos mempunyai struktur remah, sehingga dapat
mempertahankan kestabilan dan aerasi tanah.
7. Vermikompos dapat mengikat partikel-partikel tanah sehingga
membentuk agregat yang mantap.
mempunyai kemampuan menahan air yang besar, yakni sekitar 1,45 – 1,68 kali
berta vermikomposnya. Dengan demikian vermikompos dapat meningkatkan
penyimpanan air dalam tanah sehingga sangat penting untuk tanah berpasir agar
tidak cepat mengalami kekeringan (Mulat, 2003).
Cacing dapat mengeluarkan kapur dalam bentuk kalsium karbonat
(CaCO3) atau dolomit pada lapisan bawah permukaan tanah. Cacing juga dapat
menurunkan pH pada tanah yang berkadar garam tinggi. Selain perbaikan sifat
kimia dan biologi tanah. Cacing mampu menggali lubang disekitar permukaan
tanah sampai kedalaman dua meter dan aktivitasnnya meningkatkan kadar oksigen
tanah sampai 30%, memperbesar pori-pori tanah, memudahkan pergerakan akar
tanaman, serta meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap dan menyimpan
air. Zat-zat organik dan fraksi liat yang dihasilkan cacing bisa memperbaiki daya
ikat antar partikel tanah sehingga menekan terjadinya proses pengikisan/erosi
hingga 40% (Taniwiryono, 2010).
Bahan organik yang terkandung di dalam vermikompos dapat mengurangi
keracunan kation-kation seperti Al3+ dan Fe3+ pada tanah-tanah masam dan
bereaksi dengan ion-ion racun seperti Cd2+ dan Hg2+ serta kation-kation unsur
mikro lain yang berada pada konsentrasi tinggi dan mengurangi ketersediaannya,
juga menyerap banyak air 70-80%. Ini juga disebabkan karena pori mikro pada
agregat-agregat tanah menjadi lebih besar sehingga menambah kemampuan tanah
untuk mengikat air dan mendukung pertumbuhan akar tanaman (Mulat, 2003).
Vermikompos mempunyai kemampuan menahan air sebesar 40 - 60%. Hal
ini karena struktur vermikompos yang memiliki ruang-ruang yang mampu
Vermikompos berperan memperbaiki kemampuan menahan air, membantu
menyediakan nutrisi bagi tanaman, memperbaiki struktur tanah dan menetralkan
Ph tanah. Cacing tanah berperan mengubah nutrisi yang tidak terlarut menjadi
bentuk terlarut yaitu dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat dalam
pencernaannya. Nutrisi tersebut terdapat dalam vermikompos, sehingga dapat
diserap oleh akar tanaman untuk dibawa ke seluruh bagian tanaman
(Mashur, 2001).
Hubungan air dengan tanaman
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat esensial bagi
sistem produksi pertanian. Air bagi pertanian tidak hanya berkaitan dengan aspek
prodiksi, melainkan juga sangat menentukan potensi perluasan areal tanam
(ekstensifikasi), luas area tanam, intensitas pertanaman (IP), serta kualitas
tanaman (Kurnia, 2004).
Berbagai fungsi air bagi tanaman menunjukkan pentingnya air bagi
tanaman, yakni :
1. Air merupakan bagian esensial bagi protoplasma dan membentuk 80-90%
berat segar jaringan tumbuh aktif.
2. Air adalah pelarut, di dalamnya terdapat gas-gas, garam-garam dan zat-zat
terlarut lainnya, yang bergerak keluar masuk sel, yang berperan dalam
proses transpirasi.
3. Air adalah pereaksi dalam fotosintesis dan pada berbagai proses hidrolisis.
4. Air adalah esensil untuk menjaga turgiditas diantaranya dalam pembesaran
Kapasitas penyimpanan air (KPA) adalah jumlah air maksimum yang
dapat disimpan oleh suatu tanah. Keadaan ini dapat dicapai jika kita memberi air
pada tanah sampai terjadi kelebihan air, setelah itu kelebihan airnya dibuang. Jika
pada keadaan ini semua rongga pori terisi air. Karena itu kandungan air volume
maksimum menggambarkan porositas total tanah. Setelah pori terisi air (tercapai
kapasitas penyimpanan air maksimum), pemberian air kita hentikan. Pada keadaan
ini tanah dalam keadaan kapasitas lapang (Islami dan Utomo, 1995).
Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada
kapasitas lapang dan titik layu permanen. Di atas kapasitas lapang air akan
meresap ke bawah atau menggenang sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh
tanaman. Di bawah titik layu permanen tanaman tidak mampu lagi menyerap air
karena daya adhesi air dengan butir tanah terlalu kuat dibandingkan denggan daya
serap tanaman. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan
suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun
dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman.
Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran,
dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996).
Kebutuhan air suatu tanaman dapat didefenisikan sebagai jumlah air yang
dibutuhkan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi (ET-
tanaman) tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan
kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan
kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan
tumbuh tertentu. Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air
faktor tersebut. Di lapangan, walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman
dapat mengalami cekaman kekeringan (kekurangan air). Hal ini terjadi jika
kecepatan absorbsi tidak cukup mengimbangi kehilangan air melalui transpirasi
(Haryati, 2003).
Kapasitas menahan air yang tinggi pada tanah sangat diperlukan agar
dapat menyimpan air yang tersedia dalam jumlah yang cukup guna mengimbangi
evapotranspirasi pada musim kemarau (Mangoensoekarjo, 2007).
Untuk mengetahui kebutuhan air yang dapat dipenuhi oleh ketersediaan air
yang ada, maka perlu adanya pengetahuan apakah suatu tanaman/lahan kelebihan
air (surplus) atau kekurangan air (defisit). Langkah ini ditempuh agar efisiensi
penggunaan air bagi tanaman dapat tepat dilakukan. Dengan demikian, efisiensi
penggunaan air adalah adanya penggunaan air yang sesuai dengan kebutuhan
tanaman. Di samping itu, kebutuhan air tanaman juga dipengaruhi berbagai faktor
yang mendukung efisiensi penggunaan air yaitu jenis dan umur tanaman, waktu
atau periode pertanaman, sifat-sifat fisik tanah, teknik pemberian air, jarak sumber
air, dan luas areal pertanaman. Efisiensi penggunaan air (water use efficiency)
merupakan perbandingan jumlah air yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu
BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan
laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2013.
Bahan dan alat
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao
varietas Lindak, pupuk organik vermikompos, air, media tanam tanah Subsoil
Ultisol yang diambil dari kedalaman ± 50 cm dari permukaan tanah, polibag
ukuran 25 cm x 35 cm.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor,
selang air, meteran, kalkulator, timbangan, gelas ukur, jangka sorong, pacak
sampel, Leaf Area Meter dan paranet 50 %.
Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
2 faktor perlakuan yaitu :
Faktor I yaitu Pemberian Pupuk Organik Vermikompos (M) dengan 4 taraf :
M0 = Tanpa pupuk organik vermikompos
M1 = 10 % dari volume media tanam
M2 = 20 % dari volume media tanam
M3 = 30 % dari volume media tanam
Faktor II : Interval penyiraman air dengan 4 taraf, yaitu :
T0 = Penyiraman 1 hari sekali (KL)
T2 = Penyiraman 5 hari sekali (KL)
T3 = Penyiraman 7 hari sekali (KL)
Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 16 kombinasi, yaitu :
M0T0 M1T0 M2T0 M3T0
M0T1 M1T1 M2T1 M3T1
M0T2 M1T2 M2T2 M3T2
M0T3 M1T3 M2T3 M3T3
Jumlah ulangan (Blok) : 3 ulangan
Jumlah plot : 48 plot
Ukuran plot : 100 cm x 100 cm
Jarak antar plot : 30 cm
Jarak antar blok : 50 cm
Jumlah sampel/plot : 3 tanaman
Jumlah tanaman per plot : 4 tanaman
Jumlah sampel seluruhnya : 144 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 192 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model
linier sebagai berikut:
Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + ε ijk
i = 1,2,3 j = 1,2,3,4 k =1,2,3,4
Dimana :
Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan perlakuan
µ = Nilai tengah.
ρi = Pengaruh blok ke-i.
αj = Pengaruh perlakuan pemberian vermikompos pada taraf ke-j.
βk = Pengaruh perlakuan interval penyiraman air pada taraf ke-k.
(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara perlakuan pemberian vermikompos pada
taraf ke-j dan perlakuan interval penyiraman air pada taraf ke-k.
εijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan pemberian
vermikompos pada taraf ke-j dan interval penyiraman air pada taraf
ke-k.
Uji lanjutan yang digunakan dalam menentukan notasi bagi perlakuan
yang berpengaruh nyata terhadap parameter yang diambil adalah uji jarak
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan areal
Areal penelitian dibersihkan. Rumah kaca diukur berapa yang dibutuhkan
untuk penelitian dan dilakukan pembuatan plot dengan menggunakan rak besi,
dengan ukuran 100 cm x 100 cm dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar
blok 50 cm.
Persiapan naungan
Untuk melindungi bibit dari sinar matahari secara langsung, maka diberi
naungan dengan paranet 50 %, naungan dipakai sampai umur bibit empat bulan
atau sampai penelitian selesai.
Persiapan media tanam
Dibuat dengan mencampurkan media tanam dengan tanah subsoil ultisol
Simalingkar yang diambil dengan kedalaman ±50 cm dari permukaan tanah yang
telah dikering anginkan dengan pupuk organik vermikompos sesuai dengan
perlakuan. Ukuran polibag yang digunakan adalah 25 x 35 cm, sebelum media
dimasukkan ke dalam polibag terlebih dahulu dibersihkan dari sampah atau
kotoran lainnya.
Pengecambahan benih
Media perkecambahan adalah pasir setebal ± 15 cm, dibuat arah
utara-selatan. Benih didederkan dengan mata embrio menghadap pusat bumi
dengan jarak antar benih 2 cm x 3 cm pada bedengan perkecambahan.
Penanaman kecambah
kecambah, dengan radikula menghadap kebawah. Polibag yang telah diisi
kecambah disusun rapi/teratur di rak besi yang sudah diberi paranet.
Pemeliharaan tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan sore hari. Dimana untuk menentukan banyaknya
jumlah air yang diberikan pada tanaman dilakukan dengan menyiramkan air
secara perlahan ke polibag yang sudah disediakan khusus di setiap blok untuk
patokan penyiraman hingga air menetas keluar polibag. Pada saat menetes
pertama kali itulah ditandai kondisi air tanah pada polibag dalam kapasitas lapang
100%. Dengan demikian air yang diberikan merupakan jumlah air untuk kondisi
kapasitas lapang. Angka volume inilah sebagai patokan untuk menentukan jumlah
air pada setiap dosis yang akan diaplikasikan ke setiap perlakuan.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang
tumbuh dalam polibag dan menggunakan cangkul untuk gulma yang tumbuh di
plot dan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Pengendalian hama dan penyakit
Tidak ada pengendalian hama dan penyakit pada penelitian ini di
karenakan tidak ada di temukan hama dan penyakit di tanaman kakao.
Pengamatan parameter Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar atau pangkal batang tanaman
tanaman berumur 4 MST hingga 14 MST dengan interval pengamatan dua
minggu sekali.
Diameter batang (mm)
Diameter batang diukur sejajar garis 1 cm di atas garis permukaan tanah
pada patok standar dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan
pada tiga bagian sisi batang yang diukur diameternya yang kemudian
dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 14 MST
dengan interval pengamatan dua minggu sekali.
Total luas daun (cm2)
Pengamatan luas daun dilakukan pada akhir penelitian (14 MST). Luas
daun diamati dengan mengambil daun kakao pada setiap sampel dan diukur
dengan menggunakan leaf area meter.
Bobot basah tajuk (gram)
Tajuk tanaman adalah bagian atas tanaman yang terdiri dari batang, serta
daun-daun pada tanaman kakao. Bobot basah tajuk diukur pada akhir penelitian
(14 MST). Bahan dibersihkan dan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik
segera setelah pemanenan berlangsung.
Bobot kering tajuk (gram)
Bobot kering tajuk diukur pada akhir penelitian (14 MST). Setelah
dibersihkan bahan kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang telah
dilubangi, kemudian dikeringkan pada suhu 75°C di dalam oven, selama 24 jam
Bobot basah akar (gram)
Bobot basah akar diukur pada akhir penelitian (14 MST). Bahan
dibersihkan dan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik segera setelah
pemanenan berlangsung.
Bobot kering akar (gram)
Bobot kering akar diukur pada akhir penelitian (14 MST). Setelah
dibersihkan bahan kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang telah
dilubangi, kemudian dikeringkan pada suhu 75°C di dalam oven, selama 24 jam
hingga bobot keringnya konstan saat penimbangan.
Panjang akar
Panjang akar dihitung pada akhir penelitian (14 MST), akar dibersihkan
dari sisa-sisa tanah yang menempel kemudian diukur panjang akar dengan
menggunakan meteran mulai dari pangkal akar hingga ujung akar.
Efisiensi penggunaan air (%)
Efisiensi penggunaan air adalah adanya penggunaan air yang sesuai
dengan kebutuhan tanaman. Efisiensi penggunaan air merupakan perbandingan
jumlah air yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu satuan berat bahan kering.
Efisiensi penggunaan air dapat diketahui dengan menggunakan rumus :
EPA = Bobot kering tanaman
Jumlah air yang digunakan selama pertumbuhan
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik
vermikompos berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan diameter batang 4
s/d 14 MST, total luas daun, bobot basah akar, panjang akar dan efisiensi
penggunaan air, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk, bobot
kering tajuk dan bobot kering akar.
Perlakuan interval penyiraman air berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman 10 s/d 14 MST, diameter batang 8 s/d 14 MST, bobot basah tajuk, bobot
kering tajuk, total luas daun dan efisiensi penggunaan air tetapi tidak berpengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman 4 s/d 8 MST, diameter batang 4 dan 6 MST, bobot
basah akar, bobot kering akar, dan panjang akar.
Interaksi antara perlakuan pemberian pupuk organik vermikompos dan
interval penyiraman air tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang
diamati.
Tinggi tanaman (cm)
Data pengamatan tinggi tanaman 4 s/d 14 MST dan sidik ragamnya
disajikan pada lampiran 6 s/d 17. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
pemberian pupuk organik vermikompos berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman 4 s/d 14 MST, interval penyiraman air berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman 10 s/d 14 MST, sedangkan interaksi antara kedua perlakuan tidak
Tinggi tanaman kakao pada umur 4 s/d 14 MST pada berbagai pemberian
pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tinggi tanaman kakao pada umur 4 s/d 14 MST padaberbagai pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air
Vermikompos Penyiraman Air Rataan
Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk organik
vermikompos berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 4 s/d14 MST dimana
tinggi tanaman pada umur 14 MST yang tertinggi terdapat pada perlakuan
pemberian vermikompos 30 % dari volume media (M3) yaitu 32,39 cm dan yang
terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian pupuk organik vermikompos
(M0) yaitu 26,03 cm.
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa tinggi tanaman tertinggi pada pemberian
pupuk organik vermikompos dari umur 4 s/d 10 MST di peroleh pada pemberian
pupuk organik vermikompos 30 % dari volume media (M3) yang berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya, sedangkan pada umur 12 MST dan 14 MST tinggi
tanaman tertinggi (M3) berbeda tidak nyata dengan perlakuan pemberian pupuk
oganik vermikompos 20 % dari volume media (M2).
Perlakuan interval penyiraman air juga berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman pada umur 10 s/d 14 MST dimana tinggi tanaman tertinggi pada umur 14
MST terdapat pada prlakuan interval penyiraman air 1 hari sekali (T0) yaitu 32,76
cm dan yang terendah terdapat pada perlakuan interval penyiraman air 7 hari
sekali (T3) yaitu 27,31 cm.
Dari uji beda rataan diketahui bahwa pada umur 10 MST tinggi tanaman
tertinggi terdapat pada perlakuan interval penyiraman air 1 hari sekali (T0) yang
berbeda tidak nyata dengan perlakuan interval penyiraman 3 hari sekali (T1)
tetapi berbeda nyata dengan perlakuan T2 dan T3, sedangkan pada umur 12 MST
dan 14 MST perlakuan interval penyiraman air 1 hari sekali (T0) berbeda nyata
Hubungan tinggi tanaman umur 14 MST dengan berbagai pemberian
pupuk organik vermikompos dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hubungan tinggi tanaman umur 14 MST dengan berbagai pemberian pupuk organik vermikompos
Dari gambar dapat dilihat bahwa hubungan antara pemberian pupuk
organik vermikompos dengan tinggi tanaman berbentuk linier positif dimana
dengan semakin tinggi dosis pemberian pupuk organik vermikompos maka tinggi
tanaman semakin meningkat.
Hubungan tinggi tanaman umur 14 MST dengan berbagai interval
penyiraman air dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Hubungan tinggi tanaman umur 14 MST dengan berbagai interval penyiraman air
Dari gambar dapat dilihat bahwa hubungan tinggi tanaman perlakuan
interval penyiraman air berbentuk linier negatif yang menunjukkan dengan
ŷ=26.32+ 0.219x
semakin lama interval penyiraman air maka akan semakin menurunkan tinggi
tanaman.
Diameter batang (mm)
Data pengamatan diameter batang 4 s/d 14 MST ditampilkan pada
lampiran 18, 20, 22, 24, 26, 28 sedangkan daftar sidik ragam nya disajikan pada
lampiran 19, 21, 23, 25, 27, 29. Daftar sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
pemberian pupuk organik vermikompos berpengaruh nyata terhadap diameter
batang 4 s/d 14 MST, perlakuan interval penyiraman air berpengaruh nyata
terhadap diameter batang 8 s/d 14 MST, tetapi interaksi antara kedua perlakuan
Tabel 2. Diameter batang kakao umur 4 s/d 14 MST (mm) pada berbagai pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air
Vermikompos Penyiraman Air Rataan
Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk organik
vermikompos berpengaruh nyata terhadap diameter batang pada umur 4 s/d 14
MST dimana diameter batang tertinggi pada umur 14 MST terdapat pada
perlakuan pemberian pupuk organik vermikompos 30 % dari volume media (M3)
yaitu 70,50 mm dan yang terendah terdapat pada perlakuan tanpa pemberian
pupuk organik vermikompos (M0) yaitu 54,50 mm.
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk organik
vermikompos 30 % dari volume media (M3) pada umur 4 s/d 10 MST berbeda
nyata dengan semua perlakuan lainnya sedangkan pada umur 12 MST perlakuan
pemberian pupuk organik vermikompos 30 % dari volume media (M3) berbeda
tidak nyata dengan perlakuan M2 dan M1 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan
M0. Pada umur 14 MST perlakuan M3 berbeda tidak nyata dengan perlakuan M2
tetapi berbeda nyata dengan perlakuan M0 dan M1.
Dari Tabel 2 juga juga dapat dilihat bahwa interval penyiraman air
berpengaruh nyata terhadap diameter batang 8 s/d 14 MST dimana diameter
batang tereber pada umur 14 MST terdapat pada perlakuan interval penyiraman
air 1 hari sekali (T0) yaitu 69,30 mm dan yang terendah terdapat pada perlakuan
interval penyiraman air 7 hari sekali (T3) yaitu 55,00 mm.
Pada umur 8 s/d 12 MST umur tanaman terbesar diperoleh pada interval
penyiraman 1 hari sekali (T0) yang berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya
tetapi pada umur 14 MST diameter batang berbeda tidak nyata dengan perlakuan
Hubungan diameter batang tanaman umur 14 MST dengan berbagai
pemberian pupuk organik vermikompos dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hubungan diameter batang tanaman umur 14 MST dengan berbagai pemberian pupuk organik vermikompos
Dari Gambar 3 diketahui bahwa hubungan antara diameter batang tanaman
umur 14 MST denga pemberian pupuk organik vermikompos berbentuk linier
positif, ditunjukkan dengan meningkatnya diameter batang sejalan dengan
meningkatnya takaran pemberian vermikompos pada tanaman kakao.
Hubungan diameter batang tanaman umur 14 MST dengan berbagai
interval penyiraman air dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan diameter batang tanaman umur 14 MST dengan berbagai interval penyiraman air
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa gambar hubungan antara diameter
batang tanaman umur 14 MST dengan interval penyiraman air berbentuk linier
ŷ= 57.43+0.498x
negatif, dimana dengan semakin lama waktu interval penyiraman air maka akan
semakin menurunkan diameter batang tanaman.
Total luas daun (cm2)
Data pengamatan total luas daun (cm2) dapat dilihat pada Lampiran 30 dan
daftar sidik ragam nya disajikan pada Lampiran 31. Dari sidik ragam dapat dilihat
bahwa perlakuan pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman
air berpengaruh nyata terhadap total luas daun tanaman kakao, tetapi interaksi
antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap total luas daun tanaman
kakao.
Total luas daun (cm2) tanaman pada berbagai pemberian pupuk organik
vermikompos dan interval penyiraman air dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Total luas daun (cm2) tanaman pada berbagai pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air
Vermikompos
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%
Tabel 3 memperlihatkan daun tanaman terluas diperoleh pada pemberian
pupuk organik vermikompos 30 % volume media (M3) yaitu 2321,35 cm² yang
berbeda nyata dengan M2, M1, dan M0. Total luas daun tanaman kakao tersempit
terdapat pada perlakuan tanpa pemberian pupuk organik vermikompos (M0) yaitu
T1, T2 dan T3. Daun tanaman kakao terkecil terdapat pada perlakuan interval
penyiraman air 7 hari sekali (T0) yaitu 2000,27 cm².
Hubungan total luas daun (cm²) tanaman dengan berbagai pemberian
pupuk organik vermikompos dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan total luas daun tanaman dengan berbagai pemberian pupukorganik vermikompos
Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa gambar hubungan antara total luas daun
tanaman dengan berbagai pemberian pupuk organik vermikompos berbentuk
linier positif, yaitu total luas daun akan semakin meningkat dengan
meninngkatnya dosis pemberian vermikompos.
Hubungan total luas daun (cm²) tanaman dengan berbagai interval
penyiraman air dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Hubungan total luas daun tanaman dengan berbagai interval penyiraman air
Dari Gambar 6 diketahui bahwa hubungan antara total luas daun tanaman
kakao dengan interval penyiraman air berbentuk linier negatif yang menunjukkan
bahwa semakin lama waktu interval penyiraman air maka akan semakin
menurunkan total luas daun pada tanaman kakao.
Bobot basah tajuk (gram)
Data pengamatan bobot basah tajuk tanaman kakao ditampilkan pada
Lampiran 32 sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 33.
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian vermikompos dan
interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah
tajuk, sedangkan perlakuan interval penyiraman air berpengaruh nyata terhadap
bobot basah tajuk.
Bobot basah tajuk (gram) pada perlakuan pemberian pupuk organik
vermikompos dan interval penyiraman air dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Bobot basah tajuk (gram) tanaman kakao pada berbagai pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air
Vermikompos
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%
perlakuan pemberian pupuk organik vermikompos 30% dari volume media (M3)
yaitu 12,28 gram yang berbeda tidak nyata dengan M2, M1 dan M0.
Pada perlakuan interval penyiraman air, bobot basah tajuk tertinggi
terdapat pada perlakuan penyiraman air 1 hari sekali (T0) yaitu 12,88 gram yang
berbeda nyata dengan T1, T2 dan T3
Hubungan bobot basah tajuk (gram) tanaman dengan berbagai perlakuan
interval penyiraman air dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Hubungan bobot basah tajuk tanaman dengan berbagai perlakuan interval penyiraman air
Dari gambar 7 diketahui bahwa hubungan antara bobot basah tajuk dengan
interval penyiraman air berbentuk linier negatif, dimana bobot basah tajuk akan
menurun dengan semakin lamanya waktu interval penyiraman air.
Bobot kering tajuk (gram)
Data pengamatan bobot kering tajuk (gram) tanman kakao dapat dilihat
pada Lampiran 34 dan analisis sidik ragamnya ditampilkan pada Lampiran 35.
Daftar sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik vermikompos
dan interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot
kering tajuk, tetapi interval penyiraman air berpengaruh nyata terhadap bobot
kering tajuk tanaman kakao.
Bobot kering tajuk (gram) tanaman pada berbagai pemberian pupuk
organik vermikompos dan interval penyiraman air dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Bobot kering tajuk (gram) tanaman pada berbagai pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air
Vermikompos
Penyiraman
Air Rataan
T0:1xsehari T1:3xsehari T2:5xsehari T3:7xsehari
M0:tanpa vermi 5.09 4.84 4.74 4.27 4.74
M1:10% vermi 5.30 4.97 4.51 4.29 4.77
M2:20% vermi 5.01 4.88 5.09 4.78 4.94
M3:30% vermi 5.12 5.07 4.79 4.89 4.97
Rataan 5.13 a 4.94 b 4.78 b 4.56 b
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%
Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk organik
vermikompos dengan bobot kering tajuk (gram) tertinggi terdapat pada perlakuan
pemberian pupuk organik vermikompos 30% dari volume media (M3) yaitu 4,97
gram yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan M2, M1 dan M0.
Pada perlakuan interval penyiraman air, rataan bobot kering tertinggi
terdapat pada perlakuan T0 (interval penyiraman air 1 hari sekali) yaitu 5,13 gram
Hubungan interval penyiraman air dengan bobot kering tajuk (gram) dapat
dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Hubungan interval penyiraman air dengan bobot kering tajuk
Dari Gambar dapat dilihat bahwa hubungan antara interval penyiraman air
dengan bobot kering tajuk (gram) berbentuk linier negatif, dimana dengan
semakin lama waktu interval penyiraman air maka akan semakin menurunkan
bobot kering tajuk tanaman kakao.
Bobot basah akar (gram)
Data pengamatan bobot basah akar ditampilkan pada Lampiran 36
sedangkan analisis sidik ragam nya disajikan pada Lampiran 37 yang
menunjukkan bahwa pemberian vermikompos berpengaruh nyata terhadap bobot
basah akar, tetapi interval penyiraman air dan interaksi antara kedua perlakuan
tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah akar.
Bobot basah akar (gram) tanaman kakao pada berbagai pemberian pupuk
organik vermikompos dan interval penyiraman air dapat dilihat pada Tabel 6.
ŷ = 5.226-0.093x
Tabel 6. Bobot basah akar (gram) tanaman kakao pada berbagai pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air
Vermikompos
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%
Dari Tabel 6 diketahui bahwa bobot basah akar tertinggi pada pemberian
pupuk organik vermikompos terdapat pada perlakuan pemberian pupuk organik
vermikompos 30% dari volume media (M3) yaitu 2,68 gram yang berbeda tidak
nyata dengan M2 dan M1 tetapi berbeda nyata dengan M0.
Pada perlakuan interval penyiraman air, rataan bobot basah akar tertinggi
cenderung terdapat pada perlakuan interval penyiraman air 7 hari sekali (T3) yaitu
2,44 gram yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Hubungan bobot basah akar (gram) tanaman dengan berbagai pemberian
pupuk organik vermikompos dengan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Hubungan bobot basah akar tanaman dengan berbagai pemberian pupuk organik vermikompos
Gambar 9 menunjukkan bahwa gambar hubungan pemberian pupuk
rataan bobot basah akar akan semakin meningkat jika dosis pemberian pupuk
orbganik vermikompos pada tanaman kakao juga ditingkatkan.
Bobot kering akar (gram)
Data pengamatan bobot kering akar (gram) tanaman kakao dapat dilihat
pada Lampiran 38 dan daftar sidik ragam nya ditampilkan pada Lampiran 39.
Daftar sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk organik
vermikompos dan interval penyiraman air serta interaksi antara kedua perlakuan
tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar tanaman kakao.
Bobot kering akar (gram) tanaman kakao pada berbagai pemberian pupuk
organik vermikompos dan interval penyiraman air dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Bobot kering akar (gram) tanaman kakao pada berbagai pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air.
Vermikompos
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan bobot kering akar tertinggi pada
perlakuan pemberian vermikompos terdapat pada perlakuan pemberian pupuk
organik vermikompos 30% dari media volume (M3) yaitu 0,59 gram yang berbeda
tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Begitu juga dengan bobot kering akar pada perlakuan interval penyiraman
air, tertinggi ditunjukkan pada perlakuan T3 dan T2 yaitu 0,55 gram dan terendah
Panjang akar (cm)
Data pengamatan panjang akar (cm) tanaman kakao dapat dilihat pada
Lampiran 40 dan daftar sidik ragam nya ditampilkan pada Lampiran 41. Daftar
sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk organik
vermikompos dan interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata
terhadap panjang akar tanaman kakao tetapi perlakuan interval penyiraman air
berpengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman kakao.
Panjang akar (cm) tanaman kakao pada berbagai pemberian pupuk organik
vermikompos dan interval penyiraman air dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Panjang akar (cm) tanaman kakao pada berbagai pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air
Vermikompos
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%
Tabel 8 menunjukkan bahwa akar (cm) tanaman terpanjang cenderung
diperoleh pada pemberian pupuk organik vermikompos 30% dari volume media
(M3) yaitu 21,11 cm yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Tabel 8 juga menunjukkan bahwa panjang akar (cm) tanaman tepanjang
pada perlakuan interval penyiraman air terdapat pada interval penyiraman air 7
Hubungan panjang akar (cm) tanaman dengan berbagai interval
penyiraman air dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Hubungan panjang akar tanaman dengan interval penyiraman air
Gambar 10 menunjukkan hubungan antara panjang akar dengan interval
penyiraman air berbentuk linier positif, yang menunjukkan semakin lama interval
penyiraman air maka akan semakin meningkatkan panjang akar tanaman kakao.
Efisiensi penggunaan air / EPA (%)
Data pengamatan EPA dapat dilihat pada Lampiran 42 dan daftar sidik
ragamnya ditampilkan pada Lampiran 43. Daftar sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian pupuk organik vermikompos dan perlakuan interval
penyiraman air berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan air, tetapi
interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi
penggunaan air.
Efisiensi penggunaan air (%) tanaman kakao pada berbagai pemberian
pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air dapat dilihat pada Tabel 9.
ŷ = 11.1+3.536x
Tabel 9. Efisiensi penggunaan air (%) tanaman kakao pada barbagai pemberian pupuk organik vermikompos dan interval penyiraman air
Vermikompos Penyiraman Air Rataan
T0:1xsehari T1:3xsehari T2:5xsehari T3:7xsehari
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%
Tabel 9 menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan air tertinggi pada
perlakuan pemberian pupuk organik vermikompos terdapat pada pemberian pupuk
organik vermikompos 30% dari volume media (M3) yaitu 0,11% yang berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya.
Efisiensi penggunaan air tertinggi pada perlakuan interval penyiraman air
terdapat pada interval penyiraman air 5 hari sekali (T2) yaitu 0,11% yang berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya.
Hubungan pemberian pupuk organik vermikompos dengan efisiensi
penggunaan air dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 menunjukkan hubungan antara pemberian pupuk organik
vermikompos dengan efisiensi penggunaan air adalah linier positif yaitu dengan
semakin tinggi penambahan takaran pemberian vermikompos akan semakin
meningkatkan efisiensi penggunaan air.
Hubungan interval penyiraman air dengan efisiensi penggunaan air dapat
dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Hubungan interval penyiraman air dengan efisiensi penggunaan air
Gambar 12 menunjukkan hubungan interval pemberian air dengan
efisiensi penggunaan air adalah kuadratik, ditunjukkan dengan hasil yang tertinggi
yaitu pada perlakuan interval penyiraman air 5 hari sekali (T2) sebesar 0,11% dan
yang terendah terdapat pada perlakuan T0 dan T1 yang memperoleh hasil yang
sama yaitu 0,7%. Dari grafik dapat diketahui bahwa interval pemberian air 5 hari
sekali memberikan perlakuan yang terbaik pada efisiensi penggunaan air
dibandingkan perlakuan yang lebih rendah yaitu interval penyiraman air 1 hari
sekali dan interval penyiraman air 3 hari sekali. Begitu pula bila interval
penyiraman air dinaikkan menjadi 7 hari sekali, efisiensi penggunaan air justru
akan menurun.
Pembahasan
Respons Pertumbuhan Bibit Kakao Terhadap Pemberian Pupuk Organik Vermikompos.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, perlakuan pemberian pupuk
organik vermikompos berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 4 s/d 14 MST,
diameter batang 4 s/d 14 MST, total luas daun, bobot basah akar, panjang akar dan
efisiensi penggunaan air tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah
tajuk, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tinggi tanaman tepanjang
dihasilkan oleh perlakuan pemberian dosis pupuk organik vermikompos 30% dari
volume media (M3) yang berbeda nyata dengan perlakuan M0 dan M1 tetapi
berbeda tidak nyata dengan perlakuan M2, sedangkan yang tidak diberikan pupuk
organik vermikompos menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman paling
pendek.
Hal ini diduga dengan pemberian pupuk organik vermikompos akan
sangat berpengaruh terhadap kesuburan tanah apalagi dengan menggunakan tanah
subsoil yang miskin unsur hara, selain itu kandungan unsur hara pada
vermikompos sangat membantu dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
sehingga pertumbuhan tanaman lebih baik dan cepat. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Susanto (2002) yang mengatakan, pupuk organik mengandung unsur
makro dan mikro dalam jumlah sedikit, meskipun demikian pupuk organik lebih
unggul dibandingkan dengan pupuk anorganik, karena mempunyai fungsi
memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap unsur N yang