JERUK KEPROK SOE BERDASARKAN ZONA
AGROKLIMAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
DAMIANUS ADAR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
disertasi saya yang berjudul “KERAGAAN USAHATANI DAN EFISIENSI
PRODUKSI JERUK KEPROK SOE BERDASARKAN ZONA
AGROKLIMAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR” merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan pembimbingan komisi
Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini
belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di
perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Desember 2011
NRP. H361060011 Damianus Adar
DAMIANUS ADAR. Farm Performance and
Production
Efficiency of Keprok SoE Mandarin Based on Agroclimatic Zone
in East Nusa Tenggara Province (Arief Daryanto as a Chairman,
Kuntjoro and Nunung Kusnadi as Members of the Advisory
Committee).
Keprok SoE mandarin is a high economic value commodity. It is expected that the commodity is a driven commodity for dryland farmers’ economy in East Nusa Tenggara Province. However, the mandarin production and its productivity are low due to improper input used, agroclimatic factors, farm size, low managerial skill and capability of farmers. This research investigates farm level productivity and technical efficiency, and their determinants in a sample of 360 high- and low-land keprok SoE mandarin producing farms in 12 villages in six sub districts of South Central Timor district in East Nusa Tenggara Province. This study used a Translog functional form using technical inefficiency effect model of stochastic production function approach, simultaneously applied to cross sectional data. Results indicate that keprok SoE mandarin farmer’s income, productivity and technical efficiency are low. Factors affecting productivity of mandarin in highland area are number of productive tree, compost and vegetative seed. While factors determining productivity in lowland area are age of tree, family labour and vegetative seed. Mean technical efficiency in the highland area, 65%, is greater than lowland area, 61%. This suggests that keprok SoE mandarin farmers may increase the productivity by as much as 35% in highland and 39% in lowland through more efficient use of production inputs. Smaller farm size of < 1 ha indicates lower technical efficiency level than bigger farm size of ≥ 1 ha in highland area. Furthermore, in highland area, estimated coefficients in the technical inefficiency effect model indicate positive effect and significant on the technical efficiency of experience, contacted with agricultural field officer, farmer age, other sources of income, selling method and farmer group. While, education factor gives negative effect on technical efficiency. All factors determining efficiency level in lowland producing farms give negative effects and are not significant, except for experience factor. Based on these findings, it can be said that agroclimatic zones do not affect technical efficiency, but they affect productivity performance. It is suggested that by improving factors such as input used, farmer knowledge and managerial skills, farm size, postharvest technology and marketing, development strategies and agroecological factors; the productivity and technical efficiency of keprok SoE mandarin in high- and low-land areas should be increased.
RINGKASAN
DAMIANUS ADAR. Keragaan Usahatani dan Efisiensi Produksi Jeruk
Keprok SoE Berdasarkan Zona Agroklimat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Arief Daryanto sebagai Ketua, Kuntjoro dan Nunung Kusnadi sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Jeruk keprok SoE merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Masyarakat daerah lahan kering di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengharapkan bahwa jeruk kerpok SoE dapat menjadi penggerak ekonomi petani. Namun kenyataan menunjukkan bahwa produksi dan produktivitas tanaman ini adalah masih rendah. Produktivitas jeruk keprok di NTT adalah hanya 6 kg per pohon, masih berada di bawah produktivitas rata-rata Indonesia sebesar 95 kg per pohon; sedangkan produktivitas potensialnya sebesar 250 kg per pohon atau 69 ton/ha. Diasumsikan bahwa permasalahan rendahnya produktivitas jeruk keprok diduga karena rendahnya penggunaan input produksi, belum efisiennya proses produksi, kondisi lingkungan yang kurang mendukung dan kurang memadainnya kemampuan petani untuk mengelola usahatani jeruk keprok. Hal-hal ini mendorong perlu adanya kebutuhan analisis (1) bagaimana meningkatkan produktivitas usahatani jeruk keprok SoE, (2) bagaimana meningkatkan efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE, dan (3) upaya-upaya apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi teknis jeruk keprok SoE, pada zona agroklimat (daerah dataran tinggi dan dataran rendah) dan ukuran usahatani (kecil dan besar). Penelitian ini telah menginvestigasi keragaan usahatani dan faktor-faktor penentu produktivitas dan efisiensi teknis produksi usahatani jeruk keprok SoE dengan menggunakan 360 petani contoh dari dua belas desa di enam kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data yang digunakan adalah data cross section. Analisis data untuk masing-masing zona dan ukuran usahatani yang digunakan adalah pendekatan fungsi produksi stokastik frontier model efek inefisiensi teknis model translog.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik khas yang menonjol dari usahatani jeruk keprok SoE daerah lahan kering di Timor Tengah Selatan adalah usahatani kecil (kurang dari satu hektar) dengan jumlah kepemilikan tanaman yang sangat sedikit, umur tanaman sangat beragam, sistem pengelolaannya yang tradisional dan tidak mengikuti petunjuk teknis yang benar. Hal ini sangat berbeda dengan usahatani jeruk keprok di daerah atau negara lain di mana pola pengelolaanya sudah modern, umur tanaman yang seragam dan sistem perkebunan (plantation).
usahatani kecil. Pada ukuran usahatani yang lebih luas, semua faktor produksi berpengaruh pada produksi jeruk keprok SoE, kecuali tenaga kerja keluarga. Baik pada daerah dataran tinggi maupun dataran rendah, umur tanaman produktif, sebagai ciri khas fungsi produksi tanaman tahunan, merupakan input produksi yang paling penting.
Tingkat pencapaian efisiensi teknis baik pada daerah dataran tinggi maupun dataran rendah masih tergolong rendah dan berada di bawah kondisi yang efisien. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perbedaan kondisi efisiensi tersebut adalah perbedaan penggunaan input produksi, kondisi agroklimat, kemampuan manajerial petani jeruk dan skala operasi usahatani. Sedangkan, kondisi daerah dataran rendah yang ekstrim kering telah memberikan tingkat produksi yang rendah dan hanya petani yang berpengalaman saja yang dapat mengelola usahatani jeruknya. Pada daerah dataran tinggi, kemampuan manajerial petani seperti pengalaman, pengalokasian sumber penadapatan lainnya, pemilihan metode penjualan dan keanggotaan kelompok tani telah berkontribusi terhadap tingkat efisiensi teknis yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah dataran rendah. Dari hasil analisis diketahui bahwa zona agroklimat tidak berpengaruh pada efisiensi teknis usahatani jeruk keprok SoE. Namun, zona agroklimat berpengaruh pada produktivitas usahatani jeruk keprok SoE. Pada daerah dataran tinggi, skala operasi yang lebih besar dari atau minimal satu hektar adalah ukuran usahatani yang cukup efisien bila dibandingkan ukuran usahatani yang kurang dari satu hektar. Hal ini lebih menggairahkan semangat petani untuk mengelola usahataninya secara efisien. Model efek inefisiensi teknis menyarankan bahwa variabel-variabel pengalaman, kontak dengan petugas pertanian lapangan, sumber pendapatan lain, metode penjualan dan keanggotaan kelompok tani merupakan faktor-faktor penting yang mampu mereduksi inefisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE daerah lahan kering dataran tinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan skala operasi minimal satu hektar.
©Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
JERUK KEPROK SOE BERDASARKAN ZONA
AGROKLIMAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
DAMIANUS ADAR
DISERTASI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup:
Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS
Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Heny K. Daryanto, MEc
Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka:
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Kementerian Pertanian Prof. (Riset) Dr. Ir. I Wayan Rusastra, MS
Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Nama : Damianus Adar
NRP : H361060011
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua
Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc
Prof. Dr. Ir. Kuntjoro
Anggota Anggota
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Mengetahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Persembahan
Disertasi ini kupersembahkan untuk:
Ayah dan Ibu tercinta (Alm) yang dari kejauhan di dunia seberang selalu memberikan doa yang tidak pernah hentinya demi keberhasilan studi saya ini. Terima kasih banyak ayah....ibu...., atas segalanya yang tercurahkan kepadaku sampai dengan detik ini. Mohon maaf atas salah dan khilafku. Semoga kamu ayah dan ibu selalu berbahagia dalam kerajaan-Nya.
Isteriku, Theresia Urung Astiaty, atas kesabaran, pengorbanan dan pengertiannya selama studi saya ini.
Anak-anakku, Angela, Sofia, Edward, Maria dan Martha...papa minta maaf karena selama ini papa tak dapat memberikan waktu yang penuh bagi kehidupan kamu. Demikian juga Cucuku Adityio. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberikan berkat dan rahmat-Nya untuk kamu semua.
DAFTAR TABEL ……… xix
DAFTAR GAMBAR ………... xxiv
DAFTAR LAMPIRAN ……….... xxvii
I. PENDAHULUAN ………. 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ………. 9
1.3. Tujuan Penelitian ………. 21
1.4. Kegunaan Penelitian ……… 22
1.5. Novelties ……….. 25
1.6. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ……….. 26
II. TINJAUAN PUSTAKA ..………. 31
2.1. Keragaan Jeruk di Indonesia ... 31
2.2. Keragaan Usahatani Jeruk Keprok di Provinsi Nusa Tenggara Timur ………... 44
2.3. Kondisi Geografis dan Produksi Pertanian di Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 58
2.3.1. Kondisi Geografis Kabupaten Timor Tengah Selatan .. 58
2.3.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 58
2.3.1.2. Topografi dan Kelerengan Wilayah ... 60
2.3.1.3. Jenis Tanah dan Geologi ... 62
2.3.1.4. Penggunaan Lahan dan Kondisi Agroklimat Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 63
2.3.2. Kondisi Produksi Pertanian Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 68
2.3.2.1. Subsektor Tanaman Pangan ... 68
2.3.2.2. Subsektor Tanaman Hortikultura ... 71
2.3.2.3. Subsektor Perkebunan ... 83
xvi
2.3.2.5. Subsektor Perikanan ... 86
2.3.2.6. Subsektor Kehutanan ... 88
2.3.3. Komoditas Pertanian Unggulan Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 90
2.3.4. Peluang Investasi Beberapa Komoditas Peertanian Unggulan Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 92
2.3.5. Kelembagaan Usahatani ... 94
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 98
2.4.1. Penelitian Efisiensi dengan Stokastik Frontier ... 99
2.4.2. Penelitian Jeruk Keprok SoE ... 110
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 115
3.1. Kerangka Teori ………... 115
3.1.1. Teori Produksi ………... 115
3.1.2. Pengertian Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomis .... 119
3.1.3. Pengukuran Efisiensi Produksi ... 123
3.1.4. Fungsi Produksi Stokastik Frontier ... 130
3.1.4.1. Model Produksi Stokastik Frontier ... 130
3.1.4.2. Bentuk Fungsi Untuk Model Produksi Stokastik Frontier ………...……. 135
3.1.4.3. Pengukuran Efisiensi Teknis Model Produksi Stokastik Frontier …..………….... 138
3.1.4.4. Model Efek Inefisiensi Teknis Produksi Stokastik Frontier ...………... 141
3.1.4.5. Pengujian Hipotesis ………... 146
3.1.4.6. Elastisitas Produksi ………...…….. 148
3.2. Kerangka Pemikiran Analisis Efisiensi Jeruk Keprok SoE ... 148
3.2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 148
3.2.2. Hipotesis ... 160
IV. METODE PENELITIAN ... 161
4.1. Penentuan Lokasi Penelitian dan Metode Pengambilan Contoh 161 4.2. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data ... 166
xvii
Stokastik Frontier ... 169
4.3.3. Spesifikasi Model untuk Analisis Inefisiensi Teknis .... 173
4.3.4. Elastisitas Produksi Jeruk Keprok SoE ... 175
4.3.5. Pengujian Hipotesis ………... 176
4.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ... 178
V. KERAGAAN USAHATANI JERUK KEPROK SOE ... 187
5.1. Karakteristik Responden ... 187
5.2. Penggunaan Input Usahatani Jeruk Keprok SoE ... 191
5.2.1. Lahan dan Pola Penggunaannya …... 191
5.2.2. Bibit dan Jumlah Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE …... 193
5.2.3. Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga …... 201
5.3. Pemeliharaan Tanaman ... 203
5.4. Kegiatan Panen dan Pascapanen ... 207
5.5. Sistem Pemasaran Jeruk Keprok SoE ... 210
5.5.1. Pola Pemasaran Jeruk Keprok SoE …………... 210
5.5.2. Efisiensi Pemasaran Jeruk Keprok SoE …... 218
5.5.3. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Efisiensi Pemasaran Jeruk Keprok SoE di Daerah Penelitian ... 223
5.5.4. Teknologi dan Strategi Pemasaran Jeruk Keprok SoE .. 227
5.6. Produksi dan Produktivitas Usahatani Jeruk Keprok SoE ... 244
5.7. Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Jeruk Keprok SoE ... 249
VI. ANALISIS PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI JERUK KEPROK SOE DAERAH LAHAN KERING ... 257
6.1. Analisis Perbedaan Sistem Produksi antar Zona Agroklimat dan Ukuran Usahatani Jeruk Keprok SoE ... 257
6.2. Pengujian Hipotesis dan Penentuan Model Fungsi Produksi Stokastik Frontier Usahatani Jeruk Keprok SoE ... 259
xviii
6.3.1. Analisis Fungsi Produksi Stokastik Frontier Antar
Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Rendah ... 262
6.3.2. Analisis Fungsi Produksi Stokastik Frontier Antar Ukuran Usahatani pada Daerah Dataran Tinggi Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 278
6.4. Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE ... 284
6.4.1. Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE ……... 284
6.4.2. Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Dataran Rendah ... 292
6.4.3. Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Ukuran Usahatani Daerah Dataran Tinggi ... 304
VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ………….. 307
7.1. Kesimpulan ... 307
7.2. Rekomendasi Kebijakan …………... 309
DAFTAR PUSTAKA ………... 313
xix
1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jeruk di Indonesia, Tahun 2002-2008 ……….……….... 32
2. Produksi Buah-Buahan Menurut Jenis Tanaman, Tahun 2006-2008 …... 33
3. Tanaman Menghasilkan, Luas Panen, Hasil per Hektar, Hasil per Pohon dan Produksi Buah-Buahan di Indonesia, Tahun 2006 ………. 34
4. Varietas Jeruk Unggul yang telah Dilepas Pemerintah Indonesia …….... 36
5. Komposisi Produksi Jeruk Indonesia, Tahun 2001, 2006 dan 2008 …... 36
6. Nilai dan Volume Ekspor - Impor Buah-Buahan Indonesia, Tahun 2006. 37
7. Sasaran Produksi Jeruk untuk Memenuhi Kebutuhan dalam Negeri, Ekspor dan Pemenuhan Bahan Industri Pengolahan, Tahun 2010-2025 ..
40
8. Nilai Produk Domestik Bruto Buah-Buahan, Tahun 2005 ………... 42
9. Produksi Jeruk Menurut Provinsi di Indonesia, Tahun 2007-2008 ……... 44
10. Luas Lahan Pengembangan Baru Jeruk di Beberapa Provinsi di
Indonesia ………... 45
11. Produksi Buah-Buahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun
2005-2008 ………... 47
12. Luas Panen Buah-Buahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2005-2008 …..…... 49
13. Perkembangan Luas Panen Buah-Buahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2005-2008 ... 51
14. Luas Tanam dan Produksi Komoditi Buah-Buahan di Nusa Tenggara Timur, 2004-2008 ... 52
15. Keadaan Luas Panen Jeruk Keprok di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2002-2008 ... 54
16. Keadaan Produksi Jeruk Keprok di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2002-2008 …... 55
xx
18. Perkembangan Penggunaan Lahan, Tahun 2004-2008 ...
64 19. Sebaran Kondisi Agroklimat di Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Tahun 2008 ……… 66
20. Perkembangan Luas Panen Tanaman Pangan, Tahun 2005-2007 ……… 69
21. Perkembangan ProduksiTanaman Pangan, Tahun 2005-2007 ………….. 69
22. Perkembangan Luas Panen Tanaman Sayuran di Kabupaten Timor Tengah Selatan, 2003-2007 ... 71
23. Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran di Kabupaten Timor Tengah Selatan, tahun 2003-2007 ... 73
24. Luas Panen dan Produksi Komoditi Biofarmaka di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2008 ………... 74
25. Luas Panen dan Produksi Buah-Buahan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2002-2008 ………... 77
26. Keadaan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2002-2008………... 78
27. Sebaran Populasi Tanaman Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2008 ………... 79
28. Rata-Rata Jumlah Tanaman, Luas Panen dan Produksi Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2004-2008 ………….. 81
29. Luas dan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2007 ...
83
30. Produksi Perikanan Menurut Subsektor, Tahun 2007 ………... 87
31. Luas Kawasan Hutan Menurut Pola Tata Guna, Tahun 2007 …………... 88
32. Produksi Hasil Hutan Menurut Jenisnya Tahun 2005-2007 ………. 89
33. Rangking dan Sentra Produksi KPJu Unggulan per Sektor Usaha di Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 90
34. Potensi dan Peluang Investasi Komoditas Pertanian Unggulan Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2009-2013 ...……….... 93
xxi
37. Beberapa Studi Frontier pada Tanaman Tahunan ... 103
38. Beberapa Karakteristik dari Empat Metode Pengukuran Efisiensi ... 129
39. Sebaran Responden Penelitian ……….. 166
40. Karakteristik Responden di Daerah Penelitian ……….. 188
41. Rata-Rata Kepemilikan Lahan Petani Responden Jeruk Keprok SoE ….. 192
42. Penangkar Benih Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2009 ... 194
43. Rata-Rata Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE Petani Responden.. 197
44. Rata-Rata Jumlah Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE Petani Responden Berdasarkan Umur Tanaman …………... 199
45. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Petani Responden ………. 201
46. Kegiatan Pemeliharaan Tanaman Jeruk Keprok SoE ………... 205
47 Masa Panen Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 208
48. Kegiatan Panen Jeruk Keprok SoE di Daerah Penelitian ...…………... 208
49. Kegiatan Pascapanen Jeruk Keprok SoE ……….. 209
50. Tingkat Efisiensi, Margin dan Profit Pemasaran Jeruk Keprok SoE Petani di Daerah Penelitian ………... 219
51. Pengkelasan Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Berat, Diameter dan Jumlah Buah per Kg ... 229
52. Sistem Penjualan Jeruk Keprok SoE: Berdasarkan Jumlah Responden ... 233
53. Rata-Rata Harga Jual Jeruk Keprok SoE di Tingkat Petani Berdasarkan Sistem Penjualan dan Kelas Mutu ………... 239
54. Persentase Banyaknya Petani Berdasarkan Tempat Penjualan Jeruk Keprok SoE ………... 243
xxii
56. Rata-Rata Produktivitas Jeruk Keprok SoE di Desa-Desa Contoh: Berdasarkan Umur Tanaman ………. 247
57. Rata-Rata Jumlah Penjualan Jeruk Keprok SoE: Berdasarkan Sistem Penjualan dan Kelas Mutu ………. 249
58. Rata-Rata Penerimaan Petani Berdasarkan Sistem Penjualan dan Kelas Mutu Jeruk Keprok SoE ……… 251
59. Biaya Usahatani Jeruk Keprok SoE di Daerah Penelitian Per Hektar………... 254
60. Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Jeruk Keprok SoE di Daerah Penelitian ……….. 255
61. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Dummy Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Rendah pada Usahatani Jeruk Keprok SoE Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2010 ... 258
62. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Dummy Ukuran Usahatani pada Usahatani Jeruk Keprok SoE Daerah Dataran Tinggi di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2010... 259
63. Pengujian Hipotesis untuk Parameter-Parameter Fungsi Produksi Stokastik Frontier Translog Usahatani Jeruk Keprok SoE ... 261
64. Ringkasan Statistik dari Variabel-Variabel yang Digunakan di dalam Model Stokastik Frontier Produksi Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Tinggi dan Rendah di Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 263
65. Estimasi Parameter dan t Rasio Model Fungsi Produksi Stokastik FrontierMenggunakan MLE di Dataran Tinggi dan Rendah .………... 265
66 Ringkasan Statistik dari Variabel-Variabel yang Digunakan di dalam Model Stokastik Frontier Produksi Jeruk Keprok SoE di Timor Tengah Selatan Antar Ukuran Usahatani ... 278
67. Estimasi Parameter dan t Rasio dari Model Fungsi Produksi Stokastik Frontierdengan Menggunakan MLE ………... 279
68. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Responden Berdasarkan Zona ………... 285
69. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Contoh Berdasarkan Ukuran Usahatani pada Daerah Dataran Tinggi ... 288
xxiii
Produksi Stokastik FrontierBerdasarkan Zona Agroklimat .………….... 293
xxiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Luas Panen dan Produksi Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2002-2009 ………... 11
2. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Jeruk di Indonesia, Tahun 1995-2008 ………... 32
3. Volume Impor Jeruk Indonesia, Tahun 1997-2008 ………. 38
4. Volume Ekspor Jeruk Indonesia, Tahun 1997-2007 ………... 39
5. Total Produksi Buah-Buahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2005-2008 ... 48
6. Persentase Produksi Terhadap Total Produksi Buah-Buahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2005-2008 ………... 48
7. Total Luas Panen Buah-Buahan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2005-2008 ... 50
8. Trend Total Produksi dan Luas Panen Buah-Buahan di Nusa Tenggara Timur, Tahun 2005-2008 ... 50
9. Total Luas Panen Jeruk Keprok per Kabupaten di Nusa Tenggara Timur, Tahun 2002-2008 ………... 55
10. Total Produksi Jeruk Keprok per Kabupaten di Nusa Tenggara Timur, Tahun 2002-2008 ………... 56
11. Tren Total Luas Panen dan Produksi Jeruk Keprok di Nusa Tenggara Timur, Tahun 2002-2008 ………... 57
12. Persentase Luas Wilayah Kecamatan Terhadap Luas Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2008 ………... 59
13. Tingkat Kekritisan Lahan dan Penyebaran Daerah Prioritas Penghijauan dan Konservasi Tanah dan Air, Tahun 2009-2013 ... 61
14. Persentase Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2008 ... 64
15. Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan Bulanan Di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2008 ... 66
2003-xxv
Pangan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (Rata-Rata Produksi
dan Luas Lahan, Tahun 2005-2007) ... 70
18. Rata-Rata Luas Panen dan Persentase Terhadap Total Luas Panen Sayuran di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2003-2007 ... 72
19. Rata-Rata Produksi dan Persentase Terhadap Produksi Total Tanaman Sayuran di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2003-2007 ... 73
20. Rangking Luas Panen dan Produksi Berdasarkan Jenis Tanaman Biofarmaka di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2007 ... 74
21. Rata-Rata Luas Panen Jeruk Keprok SoE per Kecamatan, Tahun 2004-2008 ………... 82
22. Rata-Rata Produksi Jeruk Keprok SoE per Kecamatan, Tahun 2004-2008 ………... 82
23. Rangking Luas Panen dan Produksi Beberapa Jenis Tanaman Perkebunan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2007 ... 84
24. Jumlah Ternak dan Persentase Terhadap Total di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2007 ... 85
25. Kuadran Posisi KPJu Unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2008 ... 92
26. Peta Sebaran Lembaga Swadaya Masyarakat yang Fokus pada Pengembangan Pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2002-2009 ………... 95
27. Pengukuran Efisiensi Farrell 1957 ... 122
28. Fungsi Produksi Stokastik Frontier ... 134
29. Kerangka Pemikiran Penelitian Produksi dan Efisiensi Jeruk Keprok SoE ………... 158
30. Peta Lokasi Penelitian: Kabupaten Timor Tengah Selatan ... 162
31. Peta Lokasi Kecamatan-Kecamatan dan Desa-Desa Contoh ... 162
xxvi
33. Kondisi Bibit Tanaman Jeruk Keprok SoE ... 195
34. Jumlah Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Umur Tanaman ... 199
35. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga Petani Contoh ……. 202
36. Rantai Pemasaran Jeruk Keprok SoE, Tahun 2010 ……….. 213
37. Tingkat Efisiensi Pemasaran Jeruk Keprok SoE Antar Zona Agroklimat ………... 220
38. Jeruk Keprok SoE, Produk Unggulan Nasional, Spesifik Lokasi Kabupaten Timor Tengah Serlatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur 229
39. Personal Selling : Memotivasi Pelanggan dengan Cara Memajangkan Produk Di Pinggir Jalan Raya ……….. 241
40. Persentase Petani Berdasarkan Tempat Penjualan Jeruk Keprok SoE …………... 243
41. Perbedaan Harga Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Tempat Penjualan ………... 244
42. Rata-Rata Produksi Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Umur Tanaman ………... 246
43. Rata-Rata Produktivitas Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Umur Tanaman ……... 247
44. Rata-Rata Luas Usahatani dan Mean Efisiensi Antar Zona Pengembangan Usahatani Jeruk Keprok SoE ………... 286
45. Sebaran Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE pada Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Rendah ………... 287
46. Sebaran Efisiensi Teknis Produksi Jeruk Keprok SoE Antar Ukuran Usahatani di Dataran Tinggi ...…………... 288
xxvii
1. Jumlah Tanaman, Luas Panen dan Produksi Jeruk Keprok SoE per Kecamatan di Kabuapten Timor Tengah Selatan Tahun 2004-2008... 328
2. Penelitian Terdahulu dengan Metode Stokastik Frontier di Bidang Pertanian, Berdasarkan Jenis Komoditas dan Tahun Penelitian ... 331
3. Perhitungan Efisiensi Pemasaran Jeruk Keprok SoE ... 335
4. Jumlah Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Umur Tanaman di Zona Dataran Tinggi... 336
5. Jumlah Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Umur Tanaman di Zona Dataran Rendah ... 337
6. Jumlah Produksi Berdasarkan Umur Tanaman Produktif di Zona Dataran Tinggi ... 338
7. Jumlah Produksi Berdasarkan Umur Tanaman Produktif di Zona Dataran Rendah ... 339
8. Jumlah Pohon, Produksi dan Produktivitas Jeruk Keprok SoE di Desa-Desa Contoh Berdasarkan Umur Tanaman ... 340
9. Prosedur Pengolahan Data dengan Menggunakan Software Frontier 4.1c ... 353
10. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Dummy Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Rendah pada Usahatani Jeruk Keprok SoE ... 355
11. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dengan Dummy Ukuran Usahatani pada Usahatani Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Tinggi ... 356
12. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dan Inefisiensi Teknis Usahatani Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Tinggi ... 357
13. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dan Inefisiensi Teknis Usahatani Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Rendah ... 361
14. Hasil Estimasi Fungsi Produksi dan Inefisiensi Teknis pada Ukuran Usahatani< 1 Ha di Daerah Dataran Tinggi ... 362
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jeruk adalah komoditas yang bernilai ekonomi tinggi (high economic
value commodity) dan merupakan salah satu buah yang cukup banyak digemari
masyarakat pada berbagai kalangan. Rasa dan kemudahan cara menyajikan dan
mengkonsumsi jeruk, harga buah yang relatif murah, daya simpan buah yang
cukup lama serta kandungan gizi yang tinggi mendorong minat masyarakat untuk
mengkonsumsi buah ini cukup tinggi.
Pada tahun 2007, dengan total produksi jeruk 2 565 543ton (Departemen
Pertanian, 2008a), Indonesia telah masuk di jajaran 10 besar produsen jeruk dunia
(posisi ke sembilan). Produksi jeruk Indonesia pada tahun 2008 meningkat
menjadi 2 625 884 ton dan memposisikan Indonesia menjadi Negara produsen
terbesar ke enam di dunia setelah Brazil, USA, Mexico, India dan China (FAO,
2010). Pada tahun yang sama, untuk kelompok jeruk keprok Indonesia berada
pada posisi kedua setelah China. Hampir 97.3% pertanaman jeruk yang ada di
Indonesia merupakan jeruk Siam dan keprok dengan produktivitas yang rendah
dan mutu buah yang tidak seragam. Musim panen yang relatif bersamaan pada
bulan Mei, Juni dan Juli seringkali mengakibatkan harga rendah dan sangat
merugikan petani.
Pengembangan komoditas jeruk menyebar di seluruh wilayah di
Indonesia. Sifat tanaman jeruk yang relatif cepat berbuah, potensi produksi dan
produktivitas yang cukup tinggi, daya adaptasi yang luas, serapan pasar yang
cukup tinggi serta dukungan informasi dan teknologi perjerukan yang lebih maju
petani maupun pekebun buah untuk memilih jeruk sebagai tanaman yang
diusahakan. Nilai ekonomis jeruk tercermin dari tingkat kesejahteraan petani jeruk
dan keluarganya yang relatif baik. Komoditas jeruk dapat tumbuh dan diusahakan
petani di dataran rendah hingga dataran tinggi dengan varietas/spesies komersial
yang berbeda, dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat pada berbagai golongan
pendapatan.
Badan Internasional, Food and Agricultural Organisation (FAO),
menunjukkan bahwa konsumsi buah-buahan Indonesia hanya sebesar 34.06 kg
(2007) dan 40.09 kg (2008) per kapita per tahun; jauh lebih rendah bila
dibandingkan dengan Jepang dan AS yang masing-masing 120 kg dan 75 kg per
kapita per tahun. FAO merekomendasikan konsumsi buah-buahan sebanyak 65.75
kg per kapita per tahun (Departemen Pertanian, 2008b). Pada tahun 2003,
konsumsi jeruk dalam negeri baru mencapai 2.9 kg per kapita per tahun.
Sedangkan tahun 2005 adalah sebesar 3.5 kg per kapita per tahun. Angka-angka
ini masih berada di bawah rata-rata konsumsi jeruk di negara-negara berkembang
yaitu sekitar 6.9 kg per kapita per tahun, sedangkan pada negara maju dapat
mencapai 32.6 kg per kapita per tahun (Departemen Pertanian, 2007).
Diperkirakan, kecenderungan konsumsi jeruk dalam negeri akan meningkat
sebesar 10% setiap tahun. Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk
dan gaya hidup penduduk yang lebih mementingkan konsumsi buah-buahan
bermutu. Sampai dengan tahun 2006, peningkatan kebutuhan konsumsi jeruk
dalam negeri tidak dapat diimbangi dengan produksi domestik. Hal ini telah
menyebabkan banjirnya jeruk impor masuk ke Indonesia. Walaupun data yang
3
2001 jumlah impor jeruk segar sebesar 77 855 ton; pada tahun 2004 telah
mencapai 95 744 ton; tahun 2006 berjumlah 96 584 ton dan pada tahun 2008
berjumlah 143 600 ton (Departemen Pertanian, 2008b dan FAO, 2010). Namun
demikian, jeruk Indonesia juga telah mampu menembus pasar luar negeri
(ekspor) meskipun dalam volume yang relatif kecil. Volume ekspor jeruk
Indonesia lebih banyak berupa produk jeruk segar. Pada tahun 2003, volume
ekspor jeruk Indonesia mencapai 1 158 ton dan pada tahun 2006 menurun menjadi
470.76 ton. Hal ini tidak sejalan dengan meningkatnya luas panen dan produksi
jeruk Indonesia selama kurun waktu 2003-2006 sebesar masing-masing 17.90% dan 22.40%.
Potensi ekonomi jeruk secara nasional patut diperhitungkan sebagai salah
satu sumber pendapatan asli. Kontribusi jeruk terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) sektor pertanian pada tahun 2003 mencapai Rp. 2 339 milyar (atau lebih
dari 2.3 trilyun rupiah). Sedangkan pada tahun 2006 sebesar Rp. 6 129.08 milyar
(atau lebih dari 6.1 trilyun rupiah) (Departemen Pertanian, 2008b).
Produksi jeruk di Indonesia didominasi oleh jenis jeruk siam (60.6%),
disusul jeruk keprok (36.7%), jeruk besar (pamelo) (1.7%), jeruk manis (1.0%)
dan grape fruit (0.14%) (Departemen Pertanian, 2009a). Jeruk keprok (Citrus
reticulata Blanco) dipahami berasal dari daratan China bagian Tenggara sehingga
orang Eropa menyebutnya jeruk mandarin. Penyebarannya ke beberapa negara di
Eropa diduga melalui jalur perdagangan dengan China pada masa lalu; sedangkan
jeruk keprok di Indonesia diduga dibawa oleh orang Eropa selama masa
penjajahan. Jeruk Keprok merupakan salah satu jeruk harapan yang nantinya
jeruk Keprok varietas Grabag, Tawangmangu, Batu 55, Garut, SoE, serta varietas
introduksi seperti jeruk Freemont, Sunkist, Murcott dan Chokun.
Jeruk keprok telah diketahui secara luas oleh masyarakat Indonesia dan
merupakan jenis buah-buahan yang tergolong sedikit lebih mahal. Produksi jeruk
keprok di Indonesia berlokasi di berbagai daerah. Kebanyakan jeruk keprok
domestik yang ada di pasar-pasar di Indonesia diidentifikasi dengan “label
daerah”. Setiap daerah pada umumnya membudidayakan satu komoditi spesial
yang sesuai dengan kondisi iklim (angin, curah hujan dan suhu udara) dan kondisi
daerah yang bersangkutan. Komoditas tersebut berhubungan dengan daerah itu.
Sebagai contoh, keprok madura di pulau Madura, keprok Batu, keprok
Tawangmangu, keprok Garut, keprok Berasitepu di daerah Brastagi, Sipirok dari
Padang, keprok Siompu dari Sulawesi Tengah, keprok SoE di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) dan daerah lainnya di Indonesia (Departemen Pertanian,
2009b).
Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu dari antara
sembilan provinsi daerah sentra pengembangan jeruk keprok di Indonesia. Di
antara berbagai jenis buah-buahan yang diproduksi oleh para petani di provinsi
NTT, dari segi luas panen selama tahun 2004 hingga 2008, jeruk keprok
menduduki tempat ketiga setelah pisang dan Alpukat. Sedangkan dari segi jumlah
produksi selama periode tersebut, jeruk ini menempati urutan keempat setelah
pisang, mangga dan alpukat (Dinas Pertanian, 2010a).
Dari 20 Kabupaten/Kota daerah pengembangan jeruk keprok di NTT,
Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menyumbang sebesar 23% terhadap total
5
konsentrasi pengembangan jeruk varietas keprok SoE. Jeruk Keprok SoE
merupakan satu-satunya varietas yang dikembangkan di daerah TTS dan sejak
tahun 1998 telah dijadikan sebagai komoditas andalan baik tingkat Provinsi NTT
maupun Kabupaten TTS.
Hasil pengakajian Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Provinsi NTT menunjukkan bahwa secara agroekologi (keadaan iklim dan tanah),
jeruk keprok SoE layak untuk dikembangkan di TTS. Data produksi jeruk keprok
SoE di TTS menunjukkan tren yang meningkat dari tahun ke tahun, namun data
luas lahan berfluktuatif. Pada tahun 2005, luas panen jeruk keprok SoE adalah 1
445 ha dan meningkat menjadi 2 218 ha pada tahun 2006, tetapi menurun menjadi
1 218 ha pada tahun 2009. Pemerintah kabupaten merencanakan untuk
meningkatkan luas panen sebesar 7 050 ha sampai dengan tahun 2013. Dari segi
produktivitas, pada tahun 2004, produktivitas jeruk ini hanya 2.2 ton per hektar,
tahun 2005 meningkat menjadi 2.7 ton dan tahun 2006 sebesar 3.5 ton per hektar
(Dinas Pertanian, 2007a). Pada tahun 2009, produktivitas jeruk keprok SoE
meningkat menjadi 4.5 ton per hektar (Dinas Pertanian, 2010a), tetapi masih
berada di bawah produksi nasional 26.2 ton per hektar (BPS, 2010c). Sedangkan
secara potensial, produktivitas jeruk keprok adalah sebesar 69 ton per hektar.
Jeruk keprok SoE bukan saja telah menjadi primadona petani di NTT
tetapi juga bagi konsumen lainnya di Indonesia yang direfleksikan oleh hasil
survei konsumen di Surabaya dan Denpasar (Mason et al., 2002 dan Adar et al.,
2005). Keprok SoE memiliki warna campuran kuning keemasan dengan warna
hijau (beberapa mendekati 100% kuning-keemasan), rasanya manis, tekstur
telah membuat jeruk keprok SoE memiliki kualitas yang tidak tertandingi di
Indonesia (menjuarai perlombaan buah tingkat nasional dengan predikat pertama
selama tiga tahun berturut-turut yaitu tahun 2003, 2004 dan 2005).
Dalam era otonomi daerah setiap wilayah dituntut untuk mampu
mengembangkan potensi yang dimiliki, termasuk memilih jenis komoditas yang
akan dikembangkan di daerah tersebut. Di Kabupaten TTS komoditas jeruk
keprok SoE merupakan komoditas unggulan daerah yang dapat diharapkan
menjadi salah satu sumber pendapatan daerah dan petani. Kontribusi dari jeruk
keprok SoE terhadap pendapatan rumah tangga petani jeruk adalah sebesar
60-75% (Adar et al., 2005). Jeruk ini dibudidayakan hampir di setiap pekarangan
rumahtangga petani di TTS. Bahkan di beberapa kecamatan sentra
pengembangannya seperti di kecamatan Mollo Utara, Fatumnasi dan Mollo
Selatan, komoditas ini merupakan sumber utama pendapatan tunai petani. Hasil
penelitian Milla et al. (2002) menunjukkan bahwa dari segi ekonomi, jeruk keprok
SoE sangat layak untuk dikembangkan. Secara sosial, komoditas ini sudah
menjadi bagian dari kehidupan masyarakat TTS secara turun temurun dan sudah
lama diusahakan oleh mereka sejak tahun 1930-an. Jeruk keprok SoE merupakan
salah satu sarana yang penting dalam kehidupan sosial masyarakat.
Dukungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah provinsi NTT dan
Kabupaten TTS terhadap komoditas ini sangat tinggi. Hal ini terbukti dengan
adanya berbagai proyek pengembangan komoditas ini, baik yang dibiayai oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun melalui bantuan luar negeri. Jeruk
keprok SoE sudah dipromosikan dengan sangat baik oleh Pemerintah Provinsi
7
Tengah Selatan (SoE adalah ibu kota Kabupaten TTS). Balai Benih Induk (BBI)
milik Pemerintah Provinsi NTT didirikan secara khusus untuk menyediakan bibit
jeruk keprok SoE secara eksklusif kepada petani di dataran tinggi dan di dataran
rendah. Hal ini didukung pula dengan adanya larangan dari pemerintah terhadap
masuknya bibit jeruk lain dari luar daerah NTT.
Pemerintah Daerah NTT bekerjasama dengan Pemerintah Jepang melalui
Pemerintah Pusat, telah melaksanakan proyek pengembangan produksi dan pasca
panen jeruk keprok SoE sejak tahun 1998-2002 yang disebut dengan proyek
OECF (Overseas Economic Corporation Fund). Dalam kenyataannya,
pelaksanaan dan keberhasilan berbagai upaya tersebut pada usahatani jeruk
keprok SoE di kabupaten ini masih rendah. Hasil penelitian Adar et al. (2005)
menunjukkan bahwa produktivitas jeruk keprok SoE adalah 42 kg per pohon.
Tingkat produktivitas ini masih dikategorikan lebih rendah bila dibandingkan
dengan hasil uji coba lapangan di Balai Benih Induk milik Pemerintah Provinsi
NTT yang berlokasi di Oebubuk TTS pada tahun 2002 dan hasil penelitian Ditjen
Bina Produksi Hortikultura sebesar 50-250 kg/pohon/musim (Departemen
Pertanian, 2003).
Pengentasan kemiskinan bagi petani dan usahatani hortikultura
khususnya jeruk keprok SoE merupakan prioritas penelitian di Kabupaten TTS.
Selain tinggkat produktivitas jeruk keprok SoE per pohon yang masih rendah
(Dinas Pertanian, 2007c), dilaporkan juga bahwa masih terdapat ketidak-cukupan
permintaan pasar untuk varietas yang dihasilkan di TTS ini. Besarnya kontribusi
jeruk keprok SoE terhadap pendapatan petani jeruk, layaknya secara agroekologi
jeruk keprok ini merupakan indikator bahwa komoditas ini sangat penting dan
perlu diperhitungkan sebagai salah satu sumber perekonomian daerah NTT pada
umumnya dan Kabupaten Timor Tengah Selatan secara khusus.
Permasalahan rendahnya produksi, produktivitas dan kualitas jeruk
keprok SoE diduga karena belum efisiennya proses produksi dan kurang
memadainnya kemampuan petani untuk mengelola usahatani jeruk keprok.
Hal-hal ini mendorong perlu adanya kebutuhan akan analisis efisiensi teknis produksi
untuk membantu memformulasikan kebijakan pengembangan jeruk keprok SoE
terutama dalam hal peningkatan kemampuan pengelola usahatani dan
penghapusan kendala peningkatan produktivitasnya. Efisiensi merupakan suatu
hal yang penting bagi pertumbuhan produktivitas dan stabilisasi produksi jeruk
keprok SoE. Gambaran sejauhmana tingkat efisiensi teknis produksi usahatani
jeruk keprok SoE akan sangat membantu untuk mengambil keputusan apakah
memperbaiki efisiensi, ataukah mengembangkan teknologi baru untuk
meningkatkan produktivitas jeruk keprok SoE di NTT.
Dengan studi kasus pada jeruk keprok SoE di Kabupaten TTS di Pulau
Timor bagian barat, penelitian ini merupakan suatu usaha penghimpunan data
pelengkap bagi Pemerintah Indonesia umumnya dan NTT khususnya di bidang
pembangunan hortikultura di daerah lahan kering. Sembilan puluh delapan persen
(98%) (Adar et al., 2005) segmen pasar jeruk keprok SoE adalah di pulau Timor,
NTT dan sisanya (2%) dipasarkan di luar NTT. Kajian terhadap efisiensi teknis
usahatani jeruk keprok SoE spesifik daerah lahan kering dapat membantu
memperluas peluang peningkatan produktivitas, perbaikan kualitas dan
9
Dengan demikian, upaya peningkatan produksi, mutu dan daya saing produk
merupakan kegiatan prioritas yang perlu didukung dengan upaya peningkatan
kemampuan petani untuk mengelola usahatani dan mengembangkan pasar dan
promosi. Kegiatan-kegiatan tersebut akan berdampak positif pada pertumbuhan
ekonomi regional, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan
petani/pelaku usaha jeruk keprok SoE.
1.2. Perumusan Masalah
Permintaan akan komoditas-komoditas bernilai ekonomi tinggi (high
economic value commodities) seperti, untuk menyebutkan salah satunya, jeruk di
Indonesia senantiasa meningkat. Hal ini sejalan dengan bertambahnya jumlah
penduduk, meningkatnya pendapatan dan selera atau gaya hidup masyarakat dan
berkembangnya industri pengolahan bahan makanan/minuman dalam negeri.
Permasalahan umum usaha perjerukan di Indonesia diwarnai dengan tidak
terpenuhinya permintaan untuk konsumsi, bahan baku industri pengolahan dan
ekspor. Hal ini dikarenakan masih rendahnya produktivitas jeruk dalam negeri.
Dari segi kualitas dan kontinuitas pasokan yang sesuai dengan persyaratan pasar,
baik domestik maupun eskpor, belum memenuhi persyaratan yang memadai.
Persoalan ini secara umum disebabkan oleh: (1) sistem usahatani jeruk masih
bersifat tradisional, belum banyak menggunakan teknologi (produksi, panen dan
pasca panen) anjuran, (2) luas areal panen jeruk yang masih kecil dibandingkan
dengan luas areal yang masih tersedia (3) lemahnya permodalan dan kelembagaan
petani (4) masa panen yang seragam (bersifat musiman), (5) ketersediaan
belum memadai terutama dalam hal alokasi pendanaan, kemitraan, penyediaan
infrastruktur (perbenihan, pengairan, jalan usahatani), pasar dan promosi.
Arah pengembangan jeruk pada masa yang akan datang (Supriyanto,
2006 dan Departemen Pertanian, 2008d)) adalah untuk (1) mencukupi kebutuhan
konsumsi dalam negeri, (2) memenuhi bahan baku industri dalam negeri, (3)
mensubstitusi impor, dan (4) mengisi peluang pasar ekspor. Untuk mewujudkan
hal tersebut, maka pemerintah melakukan revitalisasi daerah sentra produksi jeruk
keprok yang sudah ada dan membangun areal pengembangan baru untuk jeruk
keprok. Salah satu daerah sentra pengembangan jeruk keprok di Idonesia yang
mendapatkan perhatian yang serius dari Pemerintah Pusat dan Daerah adalah
Provinsi NTT dengan fokus jeruk keprok SoE.
Jeruk keprok ini diharapkan dapat menjadi faktor penggerak ekonomi
petani di daerah-daerah pengembangannya. Jeruk keprok SoE merupakan sumber
pendapatan tunai utama (60-75% berkontribusi terhadap pendapatan
rumahtangga) bagi para petani jeruk di daerah sentra pengembangannya di
Kabupaten TTS. Dari berbagai jenis buah-buahan yang diusahakan oleh petani,
dari segi luas lahan garapan jeruk merupakan terbesar ketiga setelah mangga dan
pisang. Sedangkan dari segi produksi, jeruk keprok menempati urutan pertama,
namun produktivitasnya masih rendah yakni 4.5 ton/ha (Dinas Pertanian, 2010a).
Tren luas panen (ha) dan produksi (ton) jeruk keprok SoE di kabupaten TTS
adalah seperti tercantum pada Gambar 1.
Seperti terlihat pada gambar bahwa meningkatnya luas panen (14%) dan
produksi jeruk keprok (84%) selama tahun 2002-2009 menggambarkan
11
areal tanaman jeruk di Kabupaten TTS menjadi indikasi bahwa sebagian besar
petani jeruk di sana masih menggantungkan perekonomiannya pada usahatani
komoditas ini.
[image:34.595.115.510.168.402.2]Sumber: Dinas Pertanian, 2010a.
Gambar 1. Luas Panen dan Produksi Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2002-2009
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara finansial, jeruk keprok SoE layak untuk
dikembangkan di bagian selatan dan utara Kabupaten TTS. Jeruk keprok SoE
telah menjuarai lomba buah unggulan tingkat nasional selama tiga tahun
berturut-turut yakni tahun 2003-2005. Sedangkan hasil kajian agroekologi (Dinas
Pertanian, 2007a) merekomendasikan bahwa jeruk keprok SoE layak untuk
dikembangkan baik untuk dataran tinggi maupun untuk dataran rendah, dengan
modifikasi genetik sesuai petunjuk teknis. Oleh karena itu, berbagai upaya
pembangunan telah dilakukan baik oleh pemerintah, LSM maupun pelaku
usaha/bisnis terkait. Untuk menggairahkan kembali semangat petani jeruk keprok
sejak tahun 2000. Program ini ditujukan untuk (1) mengembalikan kemampuan
produksi jeruk keprok SoE dan meningkatkan produktivitas lahan kering, (2)
meningkatkan kesempatan kerja dan berusahatani, (3) meningkatkan pendapatan
petani, dan 4) mengembalikan potensi komoditas unggulan lokal. Untuk mencapai
target yang telah dicanangkan itu, maka pemerintah daerah telah merencanakan
perluasan areal sebesar 7 050 ha untuk pengembangan usahatani jeruk keprok SoE
sampai dengan tahun 2013 (Bappeda, 2010).
Semakin besarnya luas panen menunjukkan bahwa sebagian besar petani
jeruk menggantungkan perekonomian mereka pada komoditas ini. Namun di sisi
lain, produktivitas jeruk keprok SoE adalah masih rendah dan kuantitas pasokan
ke pasar masih sedikit. Hal ini erat kaitannya dengan adanya pengaruh
faktor-faktor eksternal (iklim, serangan organisme pengganggu tanaman, harga,
infrastruktur) dan rendahnya kemampuan manajerial petani jeruk keprok di dalam
pengalokasian sumberdaya yang mereka miliki. Atas dasar inilah pokok sentral
permasalahan penelitian ini adalah untuk mendalami secara empiris kondisi
produksi usahatani (on farm research) jeruk keprok SoE. Tujuannya adalah agar
dapat ditentukan strategi peningkatan kapasitas manajerial petani dan
pengembangan usahatani jeruk ini di masa depan, apakah berbasiskan pada
efisiensi (dengan teknologi yang sudah ada) atau perubahan teknologi (introduksi
teknologi baru).
Proses produksi yang benar dengan berpatokan pada aspek penggunaan
faktor-faktor produksi yang efisien dan optimal dalam rangka mencapai
kemampuan produksi yang best practice menjadi hal penting dalam
13
petani jeruk keprok tidak mampu mengalokasikan inputnya secara efisien
sehingga tidak mencapai kondisi yang best practice dan mengakibatkan
rendahnya produktivitas. Berkaitan dengan hal ini, maka persoalan pertama yang
akan dikaji di dalam penelitian ini adalah mengapa produksi dan produktivitas
jeruk keprok SoE rendah, baik pada basis ukuran usahatani (farm size) maupun
zona-zona agroklimat yang berbeda.
Ukuran usahatani adalah sangat penting di dalam menentukan efisiensi
khususnya yang berkaitan dengan kemampuan manajerial pengelola usahatani
untuk mengadopsi teknologi dan sumberdaya lainnya untuk menghasilkan
produksi yang efisien. Persoalannya adalah petani jeruk keprok SoE di daerah
TTS memiliki ukuran usahatani yang kecil dan terpencar-pencar, tidak merupakan
suatu hamparan yang kompak.
Sedangkan faktor-faktor agroklimat (suhu, curah hujan, angin,
kelembaban) sangat penting di dalam isu-isu yang berkaitan dengan sistem
pertanian yang berkelanjutan, produktivitas dan efisiensi produksi. Kondisi
agroklimat yang kurang mendukung usahatani jeruk keprok SoE merupakan suatu
variabel penting bagi efisiensi. Di daerah sentra pengembangan jeruk keprok di
TTS, jumlah bulan kering diantara 7-8 bulan dalam setahun yang dimulai sejak
bulan April. Musim berbunga jeruk keprok adalah bulan Agustus setiap tahun, di
mana merupakan puncak kekeringan dan angin kencang di daerah TTS, baik pada
dataran tinggi maupun dataran rendah. Akibatnya, bunga jeruk berguguran dan
produktivitas per pohon pasti rendah. Sejauh ini belum ada modifikasi teknologi
agronomis yang mensiasati kondisi agroklimat tersebut. Kondisi ini diperparah
Permasalahan kedua yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
faktor-faktor apa yang menentukan produktivitas jeruk keprok SoE, pada basis skala
usahatani dan zona agroklimat di daerah lahan kering. Persoalan produktivitas
menjadi hal penting dalam rangka memformulasikan kebijakan pengembangan
usahatani jeruk keprok SoE. Pemahaman akan perbedaan faktor-faktor penentu
produksi baik antara skala maupun zona agroklimat yang berbeda akan
memudahkan pengambil kebijakan untuk meningkatkan produktivitas. Produksi
aktual akan bervariasi antar petani sebagai akibat dari adanya variasi sistem
produksi, kondisi alam, manajemen usaha, ketersediaan dan aplikasi faktor-faktor
produksi dan kualitas tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi
tersebut.
Teknologi budidaya adalah primitif. Rendahnya adopsi teknologi yang
dianjurkan seperti pupuk, obat-obatan dan bibit yang berkualitas merupakan
faktor pengaruh rendahnya produktivitas usahatani jeruk keprok. Selain itu, petani
kurang memperhatikan perawatan tanaman jeruk. Banyak jeruk yang sudah tua
dengan ranting-rantingnya yang sudah berkering turut memperburuk tingkat
produktivitas lahan jeruk. Sistem tanam campur (seperti jeruk dan ubi-ubian) telah
merusak akar tanaman jeruk, akibatnya akar jeruk gampang terserang penyakit.
Penjarangan buah juga hampir tidak pernah dilakukan petani. Hal ini telah
menyebabkan buah jeruk yang dipanen sangat bervariasi dalam hal ukuran dan
tingkat kematangan.
Teknologi panen dan pasca panen kurang memadai. Ini berakibat pada
tingkat produktivitas yang rendah dan kehilangan hasil produk sampai dengan 40
15
per pohon atau per kebun, maka frekuensi panen jeruk sangat tergantung pada
kemauan pembeli. Sering terjadi bahwa panen jeruk dilakukan dua atau tiga kali.
Terkadang pembeli borongan sering meninggalkan buah jeruk yang berukuran
kecil pada pohon bahkan sampai dengan musim berbunga tiba. Akibatnya proses
pembungaan terhambat dan jeruk tidak serempak berbunga. Hal ini akan
berpengaruh pada tingkat produksi tahun berikutnya. Untuk jeruk, sekitar 95
persen para petani tidak menggunakan teknologi pemasaran/pembungkusan yang
benar. Grading, labeling dan perlakuan produk lainnya sebelum/selama/sesudah
penjualan belum dilakukan. Sedangkan teknik/perlakuan pasca panen yang
terdapat pada tingkat para pedagang sangat terbatas dan belum berkembang.
Demikian juga industri pengolahan baik industri rumah tangga maupun industri
berskala menengah ataupun besar belum tersedia. Standar keamanan produk (food
safety) yang merupakan persyaratan mutu yang dikehendaki konsumen belum
dijalankan baik oleh petani maupun pedagang.
Pembiayaan usahatani juga merupakan salah satu permasalahan terkait
dengan pengelolaan usahatani jeruk keprok SoE. Rumahtangga petani pada
umumnya kekurangan modal untuk mengelola usahatani mereka sebelum jeruk
keprok SoE dipanen. Pengalaman-pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa
kredit-kredit untuk petani kebanyakan tidak berhasil karena para petani
memperlakukan kredit sebagai hibah dan tidak memiliki harapan untuk
mengembalikan kredit tersebut. Pengkajian akan sebab-sebab terbentuknya
kondisi ini sangat penting. Kekurangan biaya juga menghambat para petani untuk
menginvestasikan pada input-input produksi dan pemasaran yang sangat
produk, yang kesemuanya merupakan basis untuk membangun hubungan yang
berkelanjutan dengan para konsumen. Petani sering kekurangan uang tunai pada
saat buah jeruk masih hijau (belum siap dipanen). Untuk menutupi berbagai
kebutuhan uang tunai seperti untuk biaya pendidikan, kesehatan dan kebutuhan
konsumsi, petani sering melakukan sistem penjualan jeruk per pohon atau per kg
sebelum musim panen tiba (forward sale). Metode penjualan ini sangat merugikan
petani karena harga jeruk sangat rendah bila dibandingkan dengan harga jual pada
saat panen. Persoalan kekurangan modal tunai petani ini merupakan hal penting
untuk disimak lebih lanjut melalui penelitian ini.
Permasalahan infrastruktur seperti jalan dan transportasi yang kurang
mendukung efisiensi usahatani jeruk juga merupakan hal yang penting untuk
dikaji. Hal ini sangat terkait dengan besar-kecilnya biaya produksi dan pemasaran
hasil jeruk. Harga-harga faktor produksi yang tidak dapat dijangkau oleh petani
selain karena mereka kekurangan modal, juga karena tingginya biaya
pengangkutan sampai ke tingkat usahatani. Secara geografis, daerah TTS
berkarakteristik berbukit dan bergunung, dan infrastrukturnya kurang memadai.
Konsekuensinya adalah biaya transportasi tinggi khususnya yang berkaitan
dengan distribusi produk-produk dari tingkat usahatani dan distribusi input-input
ke usahatani. Teknik kontainer dingin di bidang hortikultura tidak tersedia.
Penggangkutan jeruk dengan menggunakan kendaraan umum yang tidak
menjamin kualitas jeruk di pasar. Persoalan-persoalan itu dapat berdampak buruk
pada tingkat efisiensi usahatani jeruk keprok.
Dengan melakukan analisis pada faktor-faktor produksi tersebut di atas
17
penelitian ketiga yakni apakah produksi jeruk keprok SoE baik pada basis zona
agroklimat maupun ukuran usahatani sudah efisien atau belum.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi performansi usahatani jeruk
keprok SoE di TTS adalah faktor sosial ekonomi petani. Usahatani jeruk keprok
SoE sudah lama dipraktekkan oleh petani di daerah TTS, namun masih dikelola
secara sederhana sehingga produktivitasnya masih rendah yakni hanya sebesar 42
kg/pohon (Adar et al., 2004) dan 16 kg per pohon pada tahun 2008 (BPS, 2009b).
Hal ini diduga karena adanya inefisiensi di dalam penggunaan sumberdaya
usahatani dan rendahnya kemampuan manjerial petani. Dengan demikian,
permasalahan keempat yang akan dikaji di dalam penelitian ini adalah
faktor-faktor apa yang menentukan efisiensi produksi dan bagaimana keterkaitan antar
faktor-faktor tersebut pada sistem usahatani jeruk keprok SoE dan zona
agroklimat di daerah lahan kering. Pemahaman atas sumber-sumber inefisiensi
menjadi aspek penting dalam rangka mengembangkan usahatani jeruk di masa
depan.
Tingkat keterampilan manajerial petani sangat tergantung kepada
variabel tingkat pendidikan (formal dan non formal), umur dan pengalaman
berusahatani. Petani belum memiliki pengetahuan dan keterampilan produksi dan
pengolahan jeruk yang memadai. Masalah keengganan pemuda untuk bertani
yang dialami oleh hampir semua daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur
merupakan hal penting untuk diperhatikan dalam pembangunan pertanian daerah
lahan kering. Umur petani menjadi faktor penting dalam kaitannya dengan
efisiensi produksi karena persoalan regenerasi pengelola dan produktivitas tenaga
Walaupun kontribusi jeruk keprok terhadap pendapatan rumahtangga
petani cukup tinggi (60-75%) namun secara magnitut petani jeruk masih
menerima pendapatan yang rendah karena produksi yang rendah. Pendapatan di
luar usahatani jeruk juga merupakan hal yang berpengaruh pada inefisiensi.
Sistem penjualan jeruk yang didominasi oleh penjualan borongan per pohon pada
saat panen sebesar 79 persen (Adar et al., 2004) dan sistem penjualan lainnya
seperti sistem ijon, borongan per kebun dan penjualan per kilogram merupakan
beberapa variabel yang menentukan efisien-tidaknya sistem usahatani jeruk
keprok SoE. Mayoritas petani melakukan penjualan secara individu. Hal ini
menyebabkan lemahnya posisi tawar mereka di dalam melakukan penjualan jeruk
keprok. Akibat selanjutnya adalah harga yang diterima petani jauh lebih rendah
(34%) dibandingkan dengan yang diterima pedagang (66%) (Adar et al., 2005).
Pola pemasaran kontrak (contract farming) juga belum dipraktekkan petani di
Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Yang sangat penting adalah para pelaku usahatani jeruk keprok SoE
berskala kecil, berketerampilan manajerial yang belum memadai, lemahnya
kelembagaan petani dan berkekurangan teknologi dan strategi agribisnis yang
sistematik untuk produk mereka. Hal ini termasuk kekurangan informasi pasar
seperti data pada tingkat harga pada berbagai level pemasaran, daya beli
konsumen, pola konsumsi, tingkat pertumbuhan pasar dan preferensi pasar untuk
produk-produk mereka (Wei et al., 2002; Woods et al., 2002 dan Adar et al.,
2005). Penentuan harga jeruk didominasi oleh para pedagang baik di pedagang
desa, kecamatan maupun pedagang kabupaten atau provinsi. Petani juga tidak
19
pasar untuk para petani merupakan faktor-faktor penarik bagi mereka untuk bisa
mengerti bahwa pengelolaan pada tingkat usahatani dan pasca panen merupakan
kesuksesan di pasar. Salah satu sarana untuk memperoleh informasi pasar adalah
melalui mitra, misalnya dengan membuat langganan dengan pedagang atau mitra
bisnis lainnya. Namun hal ini sulit dilakukan karena kendala sosial seperti
perbedaan pendidikan, status sosial dan ekonomi di antara petani dan pedagang.
Masalah-masalah tersebut di atas menyebar hampir merata pada semua
rumah tangga petani di mana 78% dari total penduduk TTS adalah petani. Sejak
tahun 1997 sampai tahun 2009, daerah ini termasuk di dalam program
pengentasan kemiskinan nasional. Program ini berfokus pada perbaikan produksi
pertanian. Target-targetnya adalah peningkatan produksi dan nilai tambah
komoditi pertanian sehingga dapat berkompetisi secara efisien baik di pasar
regional, nasional maupu n internasional. Nilai tambah dari komoditi hortikultura
merupakan hal yang sangat penting mengingat kondisi geografis NTT yang
berbukit/bergunung dan biaya transportasi yang tinggi.
Analisis terhadap efisiensi produksi merupakan suatu faktor penting
terhadap pertumbuhan produktivitas, penguatan kapasitas/kemampuan manajerial
dan kelembagaan petani serta stabilisasi produksi jeruk keprok SoE khususnya di
dalam pengembangan ekonomi rumahtangga petani. Berkaitan dengan hal-hal ini,
maka permasalahan kelima yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah
upaya-upaya apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan
efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE di masa datang dan untuk
mengembangkan model produksi stokastik frontier yang khas tanaman tahunan
Pemahaman terhadap sejauhmana kondisi efisien-tidaknya produksi jeruk keprok
SoE dapat membantu petani untuk memutuskan apakah mereka perlu
memperbaiki efisiensi produksi atau mengembangkan teknologi baru untuk
meningkatkan produktivitasnya.
Walaupun sudah banyak studi efisiensi yang dilakukan oleh para peneliti
di bidang pertanian, namun lebih banyak ditujukan pada tanaman semusim atau
produk peternakan dengan menggunakan data panel dan pendekatan primal, dan
masih sangat sedikit analisis yang dilakukan terhadap tingkat efisiensi jeruk (salah
satu tanaman tahunan), dan lebih khusus lagi di daerah dengan karakteristik khas
lahan kering. Estimasi yang menggambarkan tingkat efisiensi teknis produksi
tanaman tahunan, antar skala usahatani dan antar zona agroklimat dengan data
cross-section dan pendekatan fungsi produksi stokastik frontier, mungkin dapat
melengkapi literatur produksi stokastik frontier dan membantu para petani kecil
dan stakeholders terkait lainnya di NTT untuk meningkatkan produktivitas,
kapasitas, memperkuat kelembagaan petani, memperluas jangkauan pemasaran
dan meningkatkan pendapatan rumah tangga mereka di masa datang.
Daerah dataran tinggi (dengan ketinggian tempat berada pada > 500 m
dpl dan jumlah bulan kering ≤ 7 bulan setahun) dan dataran rendah (dengan
ketinggian tempat berada pada ≤ 500 m dpl dan jumlah bulan kering > 7 bulan
setahun) memiliki karaketeristik usahatani yang khas. Hal ini membutuhkan
pendekatan pembangunan pertanian yang spesifik pula. Namun kenyataanya, pola
pendekatan pengembangan usahatani jeruk keprok SoE adalah sama untuk kedua
daerah dengan karakteristik yang berbeda tersebut. Sejauh pengetahuan peneliti
21
keprok SoE kurang memperhatikan kecocokan dan kekhasan zona agroklimat
masing-masing. Yang pasti, faktor-faktor yang menentukan tinggi-rendahnya
produksi dan efisiensi jeruk keprok SoE pada masing-masing zona tersebut adalah
berbeda. Hasil penelitian yang berbasiskan pada masing-masing zona
pengembangan jeruk keprok ini dapat merekomendasikan pendekatan
pembangunannya yang khas zona di masa datang.
Dari gambaran yang telah diuraikan di atas, secara ringkas dirumuskan
beberapa permasalahan pokok studi yakni untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
mengapa adanya kesenjangan (gap) pada tataran empiris khususnya kesenjangan
produktivitas aktual dan potensial usahatani JKS, fenomena penurunan luas areal
panen usahatani JKS, pilihan wilayah pengemabngan usahatani JKS yang
menghasilkan produktivitas dan efisiensi produksi yang tinggi, dan pada tataran
teori efisiensi berbasiskan tanaman tahunan. Secara detail
permasalahan-permasalahan penelitian ini adalah:
1. Bagaimana meningkatkan produktivitas usahatani jeruk keprok SoE, baik
pada daerah dataran tinggi maupun dataran rendah?
2. Bagaimana meningkatkan efisiensi teknis usahatani jeruk keprok SoE, baik
pada daerah dataran tinggi maupun dataran rendah?
3. Upaya-upaya apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas
dan efisiensi teknis usahatani jeruk keprok SoE, baik pada daerah dataran
tinggi maupun dataran rendah?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang sudah diuraikan di atas,
produktivitas dan efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE berdasarkan zona
agroklimat (dataran tinggi dan rendah) dan ukuran usahatani (kecil dan besar)
dengan pendekatan fungsi produksi stokastik frontier dan data cross section di
daerah lahan kering di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara khusus, tujuan
penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi dan menjelaskan faktor-faktor penentu produktivitas
usahatani jeruk keprok SoE berdasarkan zona agroklimat dan ukuran
usahatani.
2. Menelaah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi dan inefisiensi
teknis usahatani jeruk keprok SoE berdasarkan zona agroklimat dan ukuran
usahatani.
3. Merumuskan upaya-upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi teknis
usahatani jeruk keprok SoE berdasarkan zona agroklimat dan ukuran
usahatani.
1.4. Kegunaan Penelitian
Usahatani jeruk keprok SoE memiliki kesempatan yang cukup luas
untuk meningkatkan produktivitasnya melalui penyediaan input usahatani dan
teknologi serta strategi pascapanen yang lebih baik yang bisa menjamin kualitas
jeruk keprok SoE yang tinggi. Usahatani di Provinsi Nusa Tenggara Timur
mempunyai potensi jeruk keprok SoE yang cukup besar tetapi keragaannya masih
jauh dari standar yang memuaskan terutama di dalam hal produktivtas, efisiensi,
dan pengembangan teknologi produksinya. Dengan ditelaahnya tingkat
produktivitas dan efisiensi produksi usahatani lahan kering, maka lahan potensial
23
pengembangan jeruk keprok SoE dapat didayagunakan sebagai sumber
pendapatan yang dapat menjamin kesejahteraan hidup petani lahan kering.
Penelitian ini akan memberikan kegunaan langsung bagi para petani di
daerah lahan kering, pelaku usaha dan instansi terkait dengan usahatani jeruk
keprok SoE di Provinsi NTT. Diharapkan bahwa hasil pengkajian terhadap tingkat
produktivitas dan efisiensi produksi serta faktor-faktor penentunya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam mengelola usahatani jeruk sehingga lebih
efisien, produktif dan berdayasaing. Diantisipasikan pula bahwa dengan
menelaah beberapa penyebab dari masalah-masalah pertanian lahan kering di TTS
dan dengan adanya pengertian yang lebih baik tentang kebutuhan-kebutuhan
teknologi produksi dan pascapanen jeruk di daerah lahan kering, maka penelitian
ini akan merupakan sumber informasi yang sangat berharga bagi agenda
penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan yang diprogramkan
pemerintah.
Bagi para pengambil keputusan kebijakan di bidang pembangunan
pertanian, hasil studi ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang berharga.
Identifikasi terhadap berbagai faktor pengaruh, terutama sumber-sumber
produktivitas dan efisiensi teknis produksi dapat dijadikan bahan masukan
maupun rekomendasi bagi penentu kebijakan dalam merencanakan dan
mengembangkan jeruk keprok SoE di waktu mendatang, pada basis zona
agroklimat dan ukuran usahatani. Rekomendasi telah diarahkan seberapa besar
tingkat produksi dan efisiensi serta teknologi pascapanen yang perlu diperbaiki
dalam rangka meningkatkan produktivitas usahatani jeruk keprok SoE bagi petani
kering dan ukuran-ukuran usahatani tertentu, serta strategi apa yang perlu
dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan petani/pelaku usaha jeruk kerpok
SoE di Kabupaten TTS. Informasi yang serupa bisa saja diaplikasikan di
kabupaten lain di NTT terutama untuk pengembangan jeruk keprok varietas lain
seperti jeruk keprok Ende di Kabupaten Ende dan keprok Manggarai di
Kabupaten Manggarai (keduanya di pulau Flores) dan jeruk keprok Sumba di
pulau Sumba.
Dengan adanya perbaikan tingkat produktivitas dan efisiensi produksi
usahatani jeruk keprok SoE diharapkan bahwa suplai jeruk produksi dalam negeri
khususnya varietas keprok dapat meningkat sehingga jumlah impor dapat
dikurangi dalam tataran skala tertentu. Dalam jangka panjang, perbaikan tingkat
produktivitas dan efisiensi usahatani dapat menstabilkan pendapatan petani dan
meningkatkan produktivitas lahan kering dan bahkan dapat dijadikan sebagai
sumber bagi pertumbuhan ekonomi regional, penyediaan lapangan kerja dan
sumber devisa negara Indonesia. Di masa datang, kedekatan secara geografis
dengan negara Timor Leste dan Australia merupakan suatu potensi pasar ekspor
yang besar bagi jeruk keprok di NTT.
Hasil pengkajian ini, kiranya juga dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan bidang penelitian produktivitas dan efisiensi produksi terhadap satu
atau beberapa teori ekonomi produksi di bidang hortikultura terutama tanaman
tahunan, khususnya komoditas jeruk keprok di daerah lahan kering. Untuk
mengisi dan menambah kekayaan literatur efisiensi produksi tanaman tahunan,
penelitian ini mungkin berkontribusi terhadap pengembangan model fungsi
25
pendekatan fungsi produksi dan data cross-section, antar ukuran usahatani