• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekayasa proses ekstraksi minyak biji Kamandrah dengan pengempaan dan pengembangannya sebagai larvasida nabati pencegah penyakit Demam Berdarah Dengue

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rekayasa proses ekstraksi minyak biji Kamandrah dengan pengempaan dan pengembangannya sebagai larvasida nabati pencegah penyakit Demam Berdarah Dengue"

Copied!
218
0
0

Teks penuh

(1)

REKAYASA PROSES EKSTRAKSI MINYAK

BIJI KAMANDRAH (

Croton tiglium

L.) DENGAN

PENGEMPAAN DAN PENGEMBANGANNYA

SEBAGAI LARVASIDA NABATI PENCEGAH

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

NOOR ROUFIQ AHMADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENGAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul : “Rekayasa proses ekstraksi minyak biji kamandrah (Croton tiglium L.) dengan pengempaan dan pengembangannya sebagai larvasida nabati pencegah penyakit demam berdarah dengue”

merupakan karya saya dengan arahan dari gagasan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau di kutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

(3)

ABSTRACT

Noor Roufiq Ahmadi. Extraction Process Engineering Kamandrah (Croton tiglium L.) Seed Oil with Expression and Biolarvacide Development Of Dengue Fever Preventive. Under direction of DJUMALI MANGUNWIDJAJA, ONO SUPARNO, and DYAH ISWANTINI PRADONO.

Kamandrah (Croton triglium L.) is one of many medicinal plants found in the some parts of Indonesia. Kamandrah seeds produce oil that can be used as biolarvacide. The objectives of this research were to study larvacidal activity of the ingredients contained in the seed extract of kamandrah; to get optimum conditions of kamandrah seed extraction using pressing method; to provide processing technology of larvacide production; and to analyze the financial feasibility of the product. The results of proximate analysis of kamandrah seed oil showed that it contained 6.29% water, 3.6% ash, 53.73% fat, 11.98% protein, 8.25% crude fiber, and 16.15% carbohydrates (by difference). Kamandrah fruits harvested at the age of 42 days after flowering (fully brown rind colour) were the most effective as larvacide against A. aegepty larvae. The yield of oil was 20.42% and the LC50 value was as much as 132.67 ppm (24 hours) and 70.08 ppm (48

hours). The acid number of the oil was 8.76 mg KOH/g oil; free fatty acid level was 4.36 mg KOH/g oil; peroxide number was 3.59 meq O/100g; refractive index was 1.4783; specific gravity was 0.9466 g/ml and colour values were 73.03, 64.13, and 3.26 for L*, a* and b*, respectively. The two major unsaturated fatty acids components in kamandrah oil were oleic acid (42.33%) and linoleic acid (2.03%). The results of GC-MS analysis with NIST library search showed that the active ingredients predicted as insecticide were piperidine and 1,4-naphthoquinone while the result of identification with a library pest.l showed the the active ingredients were butacarboxim compound, 2,3,6-trichlorphenol, dnoc, and propamocarb. Based on optimization of kamandrah seed extraction process, the optimum conditions to obtain the optimum yield, LC50 and LC90 values using

canonical analysis were heating temperature of 85oC, pressure of 10.54 Pa, and heating time of 15 minutes. The response values for yield, LC50 and LC90 at this

optimum condition were 29%, 41,85 ppm, and 87,51 ppm, respectively. The results of product design for the plant-derived (vegetable) larvacide made from kamandrah oil showed that the best form was sustained released granules, which was non-irritating to eyes and skin, with LC50 values of 1,039 ppm (24 hours) and

718 ppm (48 hours). Financial analysis showed that the larvacide produced from oil extract of kamandrah seed was feasible to be developed and produced with NPV of Rp. 25.509.663.712, IRR of 32.9%, Net B/C ratio of 1.4 and PBP of 5.9 years.

(4)

RINGKASAN

NOOR ROUFIQ AHMADI. Rekayasa Proses Ekstraksi Minyak Biji Kamandrah (Croton tiglium L.) dengan Pengempaan dan Pengembangannya sebagai Larvasida Nabati Pencegah Penyakit Demam Berdarah Dengue. Dibimbing oleh DJUMALI MANGUNWIDJAJA, ONO SUPARNO, dan DYAH ISWANTINI PRADONO.

Indonesia terkenal kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk jenis tumbuhan yang mengandung bahan aktif insektisida. Tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak terdapat di Kalimantan dan wilayah lain di Indonesia. Berdasarkan kearifan lokal di masyarakat biji C. tiglium L. banyak memanfaatkan sebagai obat pencahar, racun ikan, obat kembung dan pembunuh jentik nyamuk, daunnya sebagai obat penurun panas, sedangkan ranting/dahan dan batang sebagai pengusir nyamuk.

Kandungan biji kamandrah hasil analisis proksimat adalah kadar air 6,29%, kadar abu 3,6%, kadar lemak 53,73%, kadar protein 11,98%, serat kasar 8,25%, dan karbohidrat (by difference) 16,15%. Semakin tua umur buah kamandrah berdampak kepada peningkatan rendemen minyak dan kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam biji kamandrah akan semakin tinggi pula, ditunjukkan dengan penurunan nilai LC50 dan LC90 daripada pengamatan 24 jam

dan 48 jam pada buah muda ke buah tua, yaitu berturut-turut dari 385,480 ppm menjadi 132,669 dan dari 189,18 ppm menjadi 70,08 ppm.

Hasil analisis minyak kamandrah dengan GC menunjukkan 16 puncak, dari 16 puncak tersebut yang teridentifikasi sebagai asam lemak ada 6 puncak selebihnya tidak teridentifikasi. Dua komponen asam lemak tidak jenuh tertinggi adalah asam oleat 42,33% dan asam linolieat 2,03%, diikuti asam stearat 13,33%, asam miristat 5,02%, asam palmitat 3,81% dan asam laurat 1,02%.

Hasil analisis GC-MS dengan penelusuran Library Pest.1 pada minyak kamandrah menunjukan komponen utama yang diprediksi sebagai bahan aktif insektisida terlihat pada waktu retensi (RT) 10,043 dengan bobot molekul (BM) 190,077 adalah senyawa 3-(methyltio) butanone o-methyl-carbomoyloxime (Butacarboxim) dengan rumus molekul C7H14N2O2S dari golongan oxime

carbamate. Pada RT 10,043; 11,548 dan 12,924 dengan BM 216,004 adalah senyawa O,O-dimethylthioethyl phosphorothioate (I) dan O,O-dimethyl S-2-methylthioethyl phosphorothioate (II) (Demephion) dengan rumus molekul C5H13O3PS2 dari golongan aliphatic organothiophosphate. Pada RT 15,549;

15,617 dan 15,942 dengan BM 195,925 adalah senyawa 2,3,6-trichlorophenol dengan rumus melekul C6H3Cl3O dari golongan phenol. Pada RT 15,942 dengan

BM 198.027 adalah senyawa 4,6-dinitro-o-cresol atau 2-methyl 4,6-dinitrophenol (dnoc) dengan umus melekul C7H6N2O5 dari golongan dinitrophenol. Hasil

identifikasi dengan NIST menunjukkan komponen utama minyak kamandrah adalah 1,4-naphthoquinone yang terdeteksi pada RT 14,54, BM 292.058 dengan rumus molekul C10H6O2 sedangkan senyawa piperidine,

1-(1-oxo-3-phenyl-2-propynyl) muncul pada RT 11,83 dengan BM 213,115 dan rumus molekul C14H15NO.

(5)

pengempaan (X3) dengan respon yang diamati adalah rendemen minyak, nilai

LC50 dan LC90. Pencarian peubah optimum ini menggunakan Response Surface

Methodology (RSM). Nilai titik optimum yang diperoleh dari program DX 7.1.5 yang diperoleh dari hasil analisis kanonik adalah suhu pemanasan 85oC, tekanan pengempaan 10,54 MPa dan lama pemanasan 15 menit. Respon pada kondisi optimum ini adalah untuk rendemen sebesar 29%, nilai LC50 41,85 ppm, dan LC90

87,51 ppm.

Metode yang digunakan dalam pengembangan teknologi proses larvasida adalah metode sintesis proses. Dari hasil pemilihan proses ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut air, ekstraksi dengan pelarut etanol dan ekstraksi dengan metode pengempaan, menunjukkan metode pengempaan merupakan metode yang paling baik untuk dikembangkan, karena menghasilkan rendemen yang paling optimum dan berpotensi sebagai larvasida. Dari hasil perancangan proses diperoleh rancangan proses ekstraksi dengan pengempaan dan proses pengembangan produk akhir dalam bentuk granula. Aplikasi penggunaan produk akhir larvasida nabati dari minyak biji kamandrah dalam bentuk granula yang sustain released tidak menunjukkan perubahan warna dari air dan produk langsung mengendap pada dasar wadah, tidak bersifat iritasi pada kulit dan mata. Analisis finansial terhadap produk akhir yang dihasilkan menunjukkan bahwa produk akhir ekstrak minyak sebagai bahan larvasida nabati berbahan baku biji kamandrah dinyatakan layak dikembangkan dengan nilai NPV Rp. 25.509.663.712, IRR 32,9%, Net B/C ratio 1,4 dan PBP selama 5,9 tahun. Kata kunci : Croton tiglium L., umur panen, LC, RSM, pengempaan, sintesis

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan nama untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suatu masalah;

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

REKAYASA PROSES EKSTRAKSI MINYAK

BIJI KAMANDRAH (

Croton tiglium

L.) DENGAN

PENGEMPAAN DAN PENGEMBANGANNYA

SEBAGAI LARVASIDA NABATI PENCEGAH

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

NOOR ROUFIQ AHMADI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. drh. Upik Kusumawati Hadi, M.S. 2. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA

(9)
(10)

PRAKATA

Alhamdu lillahi rabbil alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan pertolongan dan rahmat-Nya maka disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bantuan berbagai pihak banyak penulis terima selama proses penyelesaian disertasi ini, karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA., selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T. dan Dr. Ir. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr. masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran serta keikhlasannya dalam membimbing dan memberikan arahan, masukan serta dorongan sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. 2. Bapak Dr. Ir. Machfud, MS., Bapak Prof. Dr. Ir. Irawadi Djamaran, Bapak Dr.

Eng. Taufik Djatna, S.TP., M.Si., Ibu Dr. Titi Candra Sunastri, S.TP., M.Si., dan Ibu. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Teknologi Industri Pertanian, SPs-IPB yang telah membantu selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Teknologi Industri Pertanian. 3. Dr. drh. Upik Kusumawati Hadi, MS dan Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku

penguji dalam ujian tertutup, serta Prof. Dr. Agus Kardinan, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Erliza Noor selaku penguji dalam ujian terbuka yang telah memberikan masukan dan saran dalam perbaikan disertasi ini.

4. Kepala Badan Litbang Pertanian Jakarta dan Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Samarinda atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan jenjang pendidikan S3.

(11)

6. Yayasan Toyota Astra dan Yayasan Supersemar atas bantuan biaya penelitian dalam rangka menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana.

7. Ayah Mertua Drs. H. M. Hadad EA., APU dan Ibu Mertua Hj. Maladewi dengan rasa hormat penulis persembahan ucapan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam atas segala do’a dan pengorbanan yang tiada tara baik materi dan moril untuk penyelesaian studi penulis.

8. Ayahhanda tercinta Haetami Rasyid (Alm) dan Ibunda Siti Djahirotun serta adikku Riqki Kurniawan, Ridwan Wahyudi dan Khiqmah Sulistiyowati atas do’a dan motivasinya yang diberikan selama ini.

9. Istri tercinta Hj. Floristina Howara, anakku Ariq Rabbani dan Firyal Nida Rabbani yang selalu sabar dan memberikan dukungan serta motivasi baik dalam suka dan duka.

10.Seluruh rekan kuliah di Program Studi Teknologi Industri Pertanian atas dukungan, kebersamaan dan semangat saling menguatkan untuk menyelesaikan pendidikan ini dengan sebaik-baiknya.

11.Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan dalam penelitian hingga tersusunnya disertasi ini.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembangunan agroindustri di Indonesia dan pengembangan ilmu pengetahuan serta masyarakat luas.

Bogor, Januari 2012

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Daerah Istimewa Yogyakarta tanggal 30 Agustus 1974 sebagai anak pertama dari pasangan Haetami Rasyid, BA (Alm) dan Siti Djahiratun, S.Ag. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 118 Pontianak pada tahun 1986. Selanjutnya penulis mengikuti pendidikan menengah di SMP Negeri 10 Yogyakarta (lulus tahun 1989) dan Sekolah Menengah Teknologi Industri Yogyakarta (lulus tahun 1992). Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Stiper Yogyakarta, lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2001, penulis diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Program Pascasarjana UGM dan menamatkannya pada tahun 2004 atas Bea Siswa PAATP. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB diperoleh pada tahun 2006.

Penulis bekerja sebagai Peneliti Muda di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian sejak tahun 1999 dan di tempatkan di Samarinda. Bidang penelitian yang menjadi tanggungjawab peneliti ialah pascapanen.

Sejak mengikuti program S3, sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap aktivitas larvasida dan sifat fisiko-kimia minyak kamandrah (Croton tiglium L.) pada jurnal Littri 17(4):164-169, Desember 2011. Artikel lain berjudul Optimasi proses ekstrasi minyak biji kamandrah (Croton tiglium L.) dengan pengempaan dan identifikasi kandungan bahan aktifnya sebagai larvasida nabati pencegah penyakit deman berdarah dengue akan diterbitkan pada jurnal Teknologi Industri Pertanian pada tahun 2012. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

(13)
(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xviii

DAFTA TABEL ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv

1 PENDAHULUAN ... 1

2.7 Metode Permukaan Respon (Response Surface Methodology) ... 27

2.8 Pengembangan Teknologi Proses Produksi Larvasida ... 30

3 BAHAN DAN METODE ... 37

3.1 Waktu dan Tempat ... 37

3.2 Bahan dan Alat ... 37

3.3 Metode Penelitian ... 38

3.3.1 Isolasi dan Karakterisasi Larvasida dalam Minyak Biji Kamandrah ... 39

3.3.2 Optimasi Proses Ekstraksi Minyak Biji Kamandrah dengan Pengempaan ... 42

3.3.3 Perancangan Teknologi Proses Produk Larvasida dari Biji Kamandrah ... 45

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1. Isolasi dan Karakterisasi Larvasida dalam Minyak Biji Kamandrah ... 50

4.1.1 Penentuan Kandungan Proksimat Biji Kamandrah ... 50

4.1.2 Pengaruh Tingkat Kematangan Buah Terhadap Aktivitas Larvasida dan Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kamandrah ... 52

4.1.3 Identifikasi Komponen Asam Lemak Minyak Kamandrah denganGas Chromatography(GC) ... 56

(15)

Halaman

4.1.5 Identifikasi Gugus Fungsional Minyak Kamandrah

Dengan Spektrofotometer FTIR ... 67

4.2. Optimasi Proses Ekstraksi Minyak Biji Kamandrah dengan Pengempaan ... 69

4.2.1 Model yang Sesuai Untuk Respon Minyak Kamandrah ... 69

4.2.2 Model yang Sesuai Untuk Respon LC50 dan LC90 ... 74

4.3. Perancangan Teknologi Proses Produk Larvasida dari Biji Kamandrah ... 84

4.3.1 Proses Ekstraksi Senyawa Aktif dari Biji Kamandrah ... 85

4.3.2 Penentuan Produksi Akhir Ekstrak Minyak Biji Kamandrah ... 88

4.3.3 Perancangan Proses ... 92

4.3.4 Analisis Kelayakan Finansial Terhadap Produk ... 95

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

5.1. Kesimpulan ... 103

5.2. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Penggunaan tradisional dan efek farmakologi beberapa spesies Croton . 19 2 Rendemen minyak dari beberapa biji-bijian pada berbagai kondisi

proses pengempaan ... 23

3 Rendemen minyak dari beberapa biji-bijian satu famili Euphorbiaceae pada berbagai kondisi proses pengempaan ... 24

4 Rendemen ekstrak biji Croton tiglium L. Pada berbagai perlakuan ekstraksi ... 27

5 Kondisi dan spesifikasi operasi alat GC-MS ... 41

6. Peubah bebas dan taraf yang digunakan pada proses ekstraksi biji kamandrah dengan pengempaan ... 43

7 Matrik Box-Behkan yang mengandung 17 percobaan dengan 3 peubah percobaan dalam kode unit ... 44

8 Hasil analisis proksimat biji kamandrah ... 50

9 Rendemen dan nilai LC50 dan LC90 pengamatan 24 dan 48 jam terhadap minyak kamandrah berbagai tingkatan kematang buah ... 53

10 Sifat fisiko-kimia minyak kamandrah berbagai tingkata kematangan buah ... 54

11 Komposisi asam lemak minyak biji kamandrah ... 57

12 Data hasil analisis GC-MS terhadap minyak kamandrah berdasarkan data base pert.1 ... 60

13 Data hasil analisis GC-MS terhadap minyak kamandrah berdasarkan data base NIST ... 64

14 Kriteria keputusan untuk penentuan produk akhir larvasida ... 90

15 Nilai calon produk untuk setiap kriteria ... 91

16 Beberapa parameter proses ekstraksi sebagai bahan larvasida ... 94

17 Kriteria kelayakan investasi pendirian industri larvasida nabati dari minyak kamandrah ... 100

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Jumlah kasus deman berdarah dengue (a) dan angka kesakitan

(insidens Rate = IR) (b) di Indonesia tahun 2011 ... 8

2 Nyamuk Aedes aegypti (kiri) dan Aedes albopictus (kanan) ... 10

3 Infeksi virus dengan melalui vektor nyamuk A aegypti ... 11

4 Siklus hidup nyamuk A aegypti ... 11

5 Profil tanaman kamandrah ... 18

6 Digram alir pelaksanaan penelitian ... 38

7 Diagram alir proses ekstrakasi minyak biji kamandrah dengen pengempaan... 44

8 Diagram alir proses ekstrakasi senyawa aktif dengan metode pengempaan ... 47

9 Penambakan (a) buah dan (b) biji Kamandrah ... 49

10 Buah Tanaman Kamandrah berbagai tingkat kematangan ... 52

11 Hasil kromatogram GC minyak biji kamandrah ... 57

12 Kromatogram GC dari minyak biji kamandrah metode 1 (a), metode II (b) dan motode (c) ... 59

13 Fragmentasi ion analisis dengan GC-MS dari minyak biji kamandrah berdasarkan database pest.1 ... 63

14 Struktur senyawa insektisida miyak biji kamandrah berdasarkan database Pest.1 ... 63

15 Fragmentasi ion analisis dengan GC-MS dari minyak biji kamandrah berdasarkan database NIST ... 66

16 Strukutur senyawa insektisida dari minyak biji kamandrah berdasarkan database NIST ... 66

17 Struktur senyawa piperidine, 1-[5-(1,3-benzodioxol-5-yl)-1-oxo-2,4-pentadienyl]-, (E,E) ... 66

18 Beberapa contoh senyawa piperidine ... 67

19 Spektrum infra merah minyak biji kamandrah ... 68

20 Plot residual uji kenormalan respon rendemen minyak kamandrah terhadap suhu pemanasan, lama pemanasan dan tekanan pengempaan ... 71

21 Respon permukaan rendemen minyak kamandrah pada lama pemanasan (a) 15 menit, (b) 30 menit, dan (c) 45 menit ... 72

(18)

Halaman

23 Plot residual uji kenormalan respon LC50 minyak kamandrah

terhadap suhu pemanasan, lama pemanasan dan tekanan

pengempaan ... 76 24 Respon permukaan nilai LC50 minyak kamandrah pada tekanan

pengempaan (a) 7,9 MPa, (b) 9,22 MPa, dan (c) 10,54 MPa ... 77 25 Plot kontur respon LC50 minyak kamandrah pada tekanan

pengempaan (a) 7,9 MPa, (b) 9,22 MPa, dan (c) 10,54 MPa ... 79 26 Plot residual uji kenormalan respon LC90 minyak kamandrah

terhadap suhu pemanasan, lama pemanasan dan tekanan

pengempaan ... 80 27 Respon permukaan nilai LC90 minyak kamandrah pada tekanan

pengempaan (a) 7,9 MPa, (b) 9,22 MPa, dan (c) 10,54 MPa ... 81 28 Plot kontur respon LC90 minyak kamandrah pada tekanan

pengempaan (a) 7,9 MPa, (b) 9,22 MPa, dan (c) 10,54 MPa ... 83 29 Teknologi proses untuk peningkatan nilai tambah hasil pertanian ... 85 30 Diagram alir proses ekstraksi senyawa aktif biji kamandrah dengan

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Prosedur analisis proksimat minyak biji kamandrah ... 115 2 Prosedur analisis sifat fisik dan kimia minyak biji kamandrah ... 118 3 Prosedur uji larvasida ... 122 4 Rendemen dan sifat fisiko-kimia minyak biji kamandrah pada berbagai

tingkat kematangan buah kamandrah ... 123 5 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap

rendemen minyak biji kamandrah (%) ... 124 6 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap bilangan

asam minyak biji kamandrah (mg KOH/g) ... 125 7 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap kadar

asam lemak bebas minyak biji kamandrah (mg KOH/g) ... 126 8 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap inseks

bias minyak biji kamandrah ... 127 9 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap bobot

jenis minyak biji kamandrah (g/ml) ... 128 10 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap bilangan

peroksida minyak biji kamandrah (meq O/mg minyak) ... 129 11 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap nilai L*

(derajat kecerahan) minyak biji kamandrah ... 130 12 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap nilai a*

(derajat kemerahan) minyak biji kamandrah ... 131 13 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap nilai b*

(derajat kekuningan) minyak biji kamandrah ... 132 14 Analisis probit pengaruh tingkat kematangan buah kamandrah umur

panen 22 HSP (warna kulit hijau kecoklatan) pengamatan 24 jam ... 133 15 Analisis probit pengaruh tingkat kematangan buah kamandrah umur

panen 22 HSP (warna kulit hijau kecoklatan) pengamatan 48 jam ... 133 16 Analisis probit pengaruh tingkat kematangan buah kamandrah umur

panen 33 HSP (warna kulit coklat kehijauan) pengamatan 24 jam... 137 17 Analisis probit pengaruh tingkat kematangan buah kamandrah umur

panen 33 HSP (warna kulit coklat kehijauan) pengamatan 48 jam... 149 18 Analisis probit pengaruh tingkat kematangan buah kamandrah umur

panen 42 HSP (warna kulit coklat penuh) pengamatan 24 jam ... 141 19 Analisis probit pengaruh tingkat kematangan buah kamandrah umur

(20)

Halaman

20 Data RSM pengaruh suhu pemanasan, lama pemanasan dan tekanan

respon terhadap rendemen, LC50 dan LC90 minyak biji kamandrah ... 145

21 Uraian jumlah kuadrat dari urutan model respon rendemen minyak biji kamandrah ... 145 22 Ringkasan model secara statistik untuk respon rendemen minyak biji

kamandrah ... 146 23 Analisis keragaman respon rendemen minyak biji kamandrah ... 146 24 Uraian jumlah kuadrat dari urutan model respon LC50 minyak biji

kamandrah ... 147 25 Ringkasan model secara statistik untuk respon LC50 minyak biji

kamandrah ... 147 26 Analisis keragaman respon LC50 minyak biji kamandrah ... 148

27 Uraian jumlah kuadrat dari urutan model respon LC90 minyak biji

kamandrah ... 148 28 Ringkasan model secara statistik untuk respon LC90 minyak biji

kamandrah ... 149 29 Analisis keragaman respon LC90 minyak biji kamandrah ... 149

30 Hasil spektrum infra merah minyak biji kamandrah ... 150 31 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database pert 1 metode I ... 151 32 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database pert 1 metode II ... 153 33 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database pert 1 metode III ... 153 34 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database NIST metode I ... 154 35 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database NIST metode II ... 156 36 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database NIST metode III ... 158 37 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database Wilay metode I ... 159 38 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database Wilay metode II ... 162 39 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database Wilay metode III ... 166 40 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

(21)

Halaman

41 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database Drug metode II ... 170

42 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji kamandrah database Drug metode III ... 172

43 Diagram alir neraca masa proses ekstraksi minyak biji kamandrah dengan pengempaan dan formulasi larvasida nabati ... 173

44 Diagram alir rancangan proses produksi larvasida nabati dari minyak biji kamandrah ... 174

45 Perkiraan biaya investasi industri larvasida nabati ... 175

46 Perhitungan penyusutan bangunan, mesin dan peralatan, fasilitas dan kendaran ... 177

47 Rincian biaya lain-lain ... 180

48 Rincian biaya administrasi ... 180

49 Rincian biaya tetap ... 181

50 Rincian biaya tidak tetap ... 181

51 Rincian biaya tenaga kerja ... 182

52 Rincian total nilai buku dan penyusutan ... 183

53 Harga pokok produksi ... 183

54 Proyeksi penjualan produk ... 184

55 Proyeksi arus kas ... 184

56 Perkiraan rugi laba ... 185

57 Kriteria investasi ... 186

58 Perhitungan break event point (BEP) ... 187

59 Penerimaan proyek untuk penurunan harga jual 10% ... 188

60 Perkiraan rugi laba untuk penurunan harga jual 10% ... 189

61 Perkiraan arus kas untuk penurunan harga jual 10% ... 190

62 Kriteria investasi untuk penurunan harga jual 10% ... 191

63 Penerimaan proyek untuk kenaikan bahan baku, input, dan utilitas sebesar 10% ... 192

64 Perkiraan rugi laba untuk kenaikan bahan baku, input, dan utilitas sebesar 10% ... 193

65 Perkiraan arus kas untuk kenaikan bahan baku, input, dan utilitas sebesar 10% ... 194

(22)

Halaman

67 Perkiraan rugi laba untuk kenaikan bahan baku, input, dan utilitas

sebesar 15% ... 196 68 Perkiraan arus kas untuk kenaikan bahan baku, input, dan utilitas

sebesar 15% ... 197 69 Kriteria investasi untuk kenaikan bahan baku, input, dan utilitas

(23)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara tropis yang paling besar di dunia. Iklim tropis menyebabkan adanya penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk, seperti malaria, filariasis, chikungunya, dan deman berdarah dengue (DBD) sering terjangkit di masyarakat. Penyebab utama munculnya epidemi berbagai penyakit tropis tersebut adalah perkembangbiakan dan penyebaran nyamuk sebagai vektor penyakit yang tidak terkendali. Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Gubler 1998).

Di Indonesia penyakit DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968 dengan jumlah penderita 58 orang; 24 di antaranya meninggal (42,3%). Pada tahun 2011, tercatat kasus penyakit deman berdarah yang terjadi di seluruh Indonesia berjumlah 49.868 kasus (IR 21 per 100.000 penduduk), menurun cukup jauh (66,43%) jika dibandingkan dengan kejadian pada tahun 2010 di mana terdapat 148.560 kasus (IR 62.5 per 100.000 penduduk). Sementara untuk angka kematian (CFR) akibat penyakit DBD hanya terdapat sedikit penurunan, yaitu di tahun 2010 sebesar 0,87% dan di tahun 2011 sebesar 0,80% (Kemeskes 2012).

(24)

relatif aman bagi manusia. Selain itu insektisida/larvasida nabati juga bersifat selektif (Moehammadi 2005).

Indonesia terkenal kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk jenis tumbuhan yang mengandung bahan aktif insektisida. Namun, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat-obatan dan insektisida hanya 10% dari 300.000 jenis tumbuhan yang ada (Heyne 1987). Kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan tanaman obat yang banyak ditemukan di daerah Kalimantan dan daerah lain di Indonesia. Berdasarkan kearifan lokal masyarakat banyak memanfaatkan biji C. tiglium L. sebagai obat pencahar (Siagian dan Rahayu 1999; Saputera 2008), racun ikan (Heyne 1987; Anonim 1995), obat kembung dan pembunuh jentik nyamuk, daunnya sebagai obat penurun panas, sedangkan ranting/dahan dan batang sebagai pengusir nyamuk (Siagian dan Rahayu 1999; Iswantini 2007). Di negara China, tanaman C. tiglium L. dimanfaatkan obat gangguan pencernaan, radang usus, rematik, sakit kepala, radang dinding lambung dan nyeri lambung (Qui 1996; Wang et al. 2002; Morimura 2003; Tsai et al. 2004; Wang et al. 2008), sedangkan di Bangladesh, daunnya digunakan sebagai obat nyeri dan bengkak; buah sebagai obat asma, gangguan empedu; biji untuk obat pembersih perut dan sembelit (Rahmatullah et al. 2010). Tanaman ini bila diekspolasi dan dimanfaatkan tidak menutup kemungkinan dapat menjadi produk bahan baku industri farmasi dan insektisida, sehingga mempunyai nilai tambah dalam pengembangan agroindustri di daerah asalnya.

(25)

bersifat lebih efektif dari insektisida Derris extract (List and Horhammer 1979). Sediaan biji C. tiglium dilaporkan aktif terhadap beberapa jenis serangga termasuk kepik Dysdercus koenigii, kutu daun Lipaphis erysimi, lalat rumah Musca domestica, ulat bawang Spodoptera exigua dan ulat grayak Spodoptera litura (Grainge and Ahmad 1998). Thamrin (2002) menyatakan bahwa ekstrak biji kamandrah cukup ampuh membunuh jentik nyamuk A. aegypti hingga 84% dengan LD50 sebesar 0,06%. Ekstrak heksan dan etanol biji kamandrah

mengandung senyawa metabolik sekunder golongan alkaloid, flavonoid dan saponin, seperti 9,12-octadecadienoic acid (bahan pemutih) dan tertadecanoic acid (bahan laksatif) (Saputera et al. 2006).

Hasil penelitian Iswantini et al. (2007) bahwa bagian tanaman kamandrah yaitu daun, batang, dan biji dalam bentuk serbuk yang diekstrak dengan air dan etanol, serta minyak yang diekstrak dengan pengempaan menunjukkan bahwa bagian dari biji yaitu minyak yang diperoleh dengan proses ekstraksi dengan pengempaan dari biji berpotensi paling tinggi sebagai insektisida/larvasida terhadap larva nyamuk A. aegypti instar 3. Hasil identifikasi komponen minyak kamandrah dengan GC-MS menunjukkan bahwa spektrum masa (Z)-13-Octadecenal dan cis-9-Hexadecenal berfungsi sebagai feromone, serta salah satu senyawa piperine yang merupakan suatu golongan alkaloid sejenis piperidine yang diduga sebagai larvasida/insektisida (Iswantini et al. 2007, Riyadhi 2008).

(26)

dengan hasil budidaya di Bogor yang ditunjukkan dengan nilai LC50 dan LC90

secara berturut-turut 25,98 ppm dan 164,80 ppm (Iswantini et al. 2009). Menurut Komalamirsa et al. (2005) bahwa aktivitas larvasida ekstrak C. tiglium L. yang ditanam di Thailand memiliki nilai LC50 60,87 ppm dan LC90 263,66 ppm pada

larva A. aegypti instar 3 dan 4. Penggunaan konsentrasi minyak biji kamandrah 0,3-0,5% dapat menghambat penetasan telur (ovisida) dan menurunkan jumlah peletakan telur pada ovitrap (anti-oviposisi) nyamuk A. aegypti dan A. albopictus (Iswantini et al. 2008; Astuti 2008).

Minyak biji kamandrah dapat diekstrak dengan cara rendering, mekanis, atau menggunakan pelarut (Hui 1996). Salah satu cara ekstraksi yang umum digunakan adalah ekstraksi secara mekanis dengan menggunakan pengempaan hidrolik (hydrolic pressing). Saputera et al. (2008) melakukan optimasi proses ekstraksi biji kamandrah dengan pelarut etanol menghasilkan rendemen 18,6% yang diperoleh pada nisbah bahan/pelarut 1:6,91 g/ml, waktu maserasi 6,21 hari. Ying et al. (2002) melakukan ekstraksi dengan maserasi biji Croton tiglium L. dengan petrolium eter menghasilkan rendemen 11,2%, sedangkan menggunakan etanol menghasilkan rendemen 12,67% (Wu et al. 2007). Nilai tersebut lebih rendah dari pada hasil penelitian Iswantini et al. (2008) yang menyatakan bahwa ekstraksi biji kamandrah dengan cara pengempaan akan menghasilkan rendemen 16-21,22%. Pengempaan mekanis ini sesuai untuk memisahkan minyak dari bahan yang kadar minyak tinggi (30-70%) (Ketaren 1986). Kamandrah mempunyai minyak yang cukup tinggi yaitu 53-56% (Quisumbing 1951); 50-60% (Eckey 1954). Dua tahapan yang perlu dilakukan pada ekstraksi mekanis adalah tahap perlakuan pendahuluan dan tahap pengempaan. Tahap pendahuluan terdiri atas pembersihan bahan, pengeringan, pengecilan ukuran, dan pemanasan. Tujuan dari pemanasan adalah untuk mengkoagulasi protein dalam bahan dan menurunkan viskositas minyak, sehingga minyak mudah keluar. Selain itu, dengan pemanasan dapat menyebabkan afinitas minyak dengan permukaan bahan menjadi berkurang sehingga pada saat pengempaan minyak dapat diperoleh semaksimal mungkin .

(27)

hingga saat ini belum terdapat penelitian terhadap kamandrah sebagai larvasida. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan ketertarikan penelitian terhadap flora asli Indonesia seperti kamandrah yang akhirnya menjadi salah satu alternatif pemanfaatannya menjadi tanaman yang mempunyai nilai tambah secara ekonomi.

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi informasi tentang karakteristik senyawa bioaktif biji kamandrah dan pengembangan teknologi proses ekstraksi minyak biji kamandrah menggunakan pengempaan hidrolik sebagai bahan larvasida, sehingga pada akhirnya akan dapat meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan larvasida dalam minyak biji kamandrah.

2. Mendapatkan proses optimum untuk ekstraksi minyak biji kamandrah dengan pengempaan.

3. Mendapatkan rancangan teknologi proses produksi larvasida dan analisis kelayakannya.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan diperoleh informasi khasiat tanaman kamandrah sebagai larvasida nabati dan peningkatan nilai tambah dalam pengembangan teknologi proses produksi larvasida dari ekstrak biji kamandrah sebagai komoditas unggulan daerah.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

1. Isolasi dan karakterisasi larvasida dalam minyak biji kamandrah, meliputi : a. Karakteristik kandungan proksimat biji kamandrah.

b. Penentuan efikasi larvasida dan sifat fisiko-kimia minyak kamandrah pada berbagai tingkat kematangan buah kamandrah.

c. Identifikasi komponen asam lemak, senyawa aktif, dan gugus fungsional minyak kamandrah dengan GC, GC-MS dan FTIR.

(28)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Deman Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah (DB) dan Deman Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk A. aegypti dan A. albopictus (Gubler 1998). Deman dengue sudah dikenal sejak abad 18 terutama di daerah tropis dan sub tropis. Penyakit ini ditemukan pertama kali di Manila (Filipina) pada tahun 1950 dan meluas ke beberapa negara di Asia Tenggara. Di Thailand terjadi pada tahun 1958, kemudian masuk ke India pada tahun 1963, di Indonesia tahun 1969, Myanmar pada tahun 1970, tahun 1971 penyakit ini meluas ke Pasifik Barat seperti Melanesia, Polinesia dan Papua Nugini pada tahun 1972-1973 (Prasittisuk et al. 1998).

Kasus DBD mewabah di Indonesia pada tahun 1968 di Surabaya dan sekarang menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada tahun 2011, tercatat kasus penyakit deman berdarah terjadi di seluruh Indonesia berjumlah 49.868 kasus (IR 21 per 100.000 penduduk), menurun cukup jauh (66,43%) jika dibandingkan dengan kejadian pada tahun 2010 di mana terdapat 148.560 kasus (IR 62.5 per 100.000 penduduk). Sementara untuk angka kematian (CFR) akibat penyakit DBD hanya terdapat sedikit penurunan, yaitu di tahun 2010 sebesar 0,87% dan di tahun 2011 sebesar 0,80% (Kemeskes 2012). Kasus DBD tertinggi terjadi di propinsi Jawa Timur (3.152 kasus), di ikuti propinsi Jawa Tengah (2.345 kasus), Sumatera Utara, DKI Jakarta dan Bali, dengan angka kesakitan (IR) terjadi di propinsi Bali (56,16), di ikuti propinsi DI Aceh (31,90), DKI Jakarta, DI Yogyakata dan Sumatera Utara (Gambar 1).

(29)

3,1 (Insidens Rate = IR) (b) di Indonesia tahun 2011

Sumber : Subdit Arbovirosis, Ditjen PP&PL Kemenkes (2012)

(30)

namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan perlindungan silang. Variasi genetik yang berbeda pada keempat serotipe ini tidak hanya menyangkut antar serotipe, tetapi juga di dalam serotipe itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya.

Keempat serotipe tersebut dapat ditemukan di berbagai daerah Indonesia. Di Indonesia pengamatan virus dangue ini dilakukan sejak tahun 1975 dan di beberapa rumah sakit menunjukkan keempat serotipe ini bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe yang dominan adalah serotipe 3. Orang yang tinggal di daerah endemik dapat tertular oleh empat jenis virus sepanjang waktu. Infeksi dengan satu serotipe virus akan menghasilkan reaksi kekebalan yang lama terhadap virus itu, tetapi tidak terhadap serotipe yang lain (Hadi 2011). Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan gejala klinis yang bervariasi, yakni pada serangan pertama menyebabkan panas (Dengue Fever), serangan berikutnya bisa menyebabkan panas disertai pendarahan (Dengue Haemorrhagic Fever) atau gejala yang disertai shock (Dengue shock syndrome) (WHO 1986). Sampai saat ini mekanisme respons imun pada infeksi oleh virus dengue masih belum jelas, karena banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue. Faktor-faktor tersebut diantaranya : inang (host), lingkungan (environment) dan faktor virusnya sendiri. Faktor host adalah kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan (environment) adalah kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, dan musim); serta kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, dan sosial ekonomi penduduk).

2.2 Nyamuk Aedes

(31)

Nyamuk A. aegypti selain menularkan penyakit demam berdarah juga sebagai vektor penyakit Chikungunya. Penyakit Chikingunya ini pada tahun 1982 menjadi kasus KLB di beberapa propinsi di Indonesia. Penyakit ini mewabah lagi pada tahun 2001 sampai dengan Februari 2003 mencapai 3.918 kasus tanpa kematian (Kusriastuti 2003). Menurut Oda et al. (1983) nyamuk A. aegypti yang di koleksi dari Utan Kayu Utara Jakarta berdasarkan hasil pengamatan ternyata ada yang mengandung virus Chikungunya.

A. aegypti bersifat antropofilik (senang sekali kepada manusia) dan hanya nyamuk betina yang menggigit (Gambar 2). Nyamuk betina biasanya menggigit di dalam rumah, kadang-kadang di luar rumah dan di tempat yang agak gelap. Pada malam hari nyamuk beristirahat dalam rumah pada benda-benda yang digantung, seperti pakaian, pada dinding rumah dan sebagainya. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biter), yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dan dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena nyamuk A. aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini sangat dapat berkembang biak secara propagatif agar dapat menjadi infektif (masa tunas ekstrinsik). Kemudian nyamuk akan tetap infektif selama hidupnya. Nyamuk betina dapat terbang sejauh 2 kilometer, tetapi kemampuan normalnya adalah kira-kira 50 meter (Horsfall 1955). Virus dengue dapat ditularkan secara transovarial dari nyamuk betina A. aegypti melalui telur hingga keturunannya (Rosen et al. 1983).

Gambar 2. Nyamuk A.aegypti (kiri) dan A. albopictus (kanan)

Sumber : Hadi dan Koesharto (2006)

(32)

spesifik pada manusia dan umur yang panjang (Part et al. 1987). Nyamuk Aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya, oleh karenanya nyamuk Aedes yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya (Depkes RI 2005).

Infeksi virus dengue melalui vektor nyamuk A. aegypti ditunjukkan pada Gambar 3, dimana komponen pada siklus transmisi adalah :

- Inang vertebrata mengembangkan tingkat infeksi yang menyediakan sumber infeksi kepada vektor.

- Inang antropoda atau vektor mampu melakukan transmisi. - Satu atau lebih inang vertebrata terinfeksi setelah digigit vektor.

Gambar 3. Infeksi virus dengue melalui vektor nyamuk A. aegypti

Sumber : Mullen and Vurden (2002)

Untuk dapat memberantas nyamuk A. aegypti secara efektif terdapat 3 perilaku nyamuk yang perlu diketahui, yaitu : perilaku mencari darah, istirahat dan berkembang biak. Perilaku mencari darah dilakukan pada saat setelah kawin di mana nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali dan pada pagi hari sampai dengan sore, lebih disukai pada jam 08.00 - 12.00 dan 15.00 - 17.00. Untuk memperoleh

(33)

darah yang cukup nyamuk betina lebih sering menggigit lebih dari 1 orang. Perilaku istirahat nyamuk A. aegypti adalah setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu beristirahat 2-3 hari untuk mematangkan telurnya. Tempat istirahat yang paling disukai adalah tempat-tempat yang lembab, dan kurang terang seperti kamar mandi, WC, dapur, di dalam rumah seperti baju yang digantung, kelambu dan tirai, di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah.

Penyebaran A. aegypti yang kosmopolit dan menjangkau daerah yang sangat luas erat kaitannya dengan perkembangan sistem transportasi dan perkembangan pemukiman penduduk akibat didirikannya rumah-rumah baru yang dilengkapi dengan sarana pengadaan air untuk keperluan sehari-hari. Penyebaran spesies nyamuk ini di Indonesia bermula dari kota-kota pelabuhan ke kota-kota di pedalaman termasuk ke desa-desa, diakibatkan oleh transportasi yang mengangkut tempat-tempat penampungan air hujan seperti drum, kaleng, ban bekas, dan benda-benda lainnya yang mengandung larva Ae. aegypti. Untuk berkembang biak, nyamuk dewasa bertelur di air dengan meletakan telurnya di dinding tempat air, hari 1-2 telur menjadi jentik, dalam kondisi yang sesuai akan berkembang dalam waktu 6-8 hari, dan berubah menjadi pupa (kepompong). Pupa nyamuk berbentuk seperti komo dan dalam waktu kurang lebih dua hari, dari pupa akan muncullah nyamuk dewasa (Hadi dan Koesharto 2006). Jadi total siklus hidup bisa diselesaikan dalam waktu 9-12 hari (Gambar 4).

(34)

Gambar 4. Siklus hidup nyamuk A. aegypti

Sumber : Hadi dan Koesharto (2006)

2.3 Insektisida Nabati

Insektisida nabati yaitu insektisida yang didapatkan dari tanaman. Beberapa insektisida nabati yang umum dan masih digunakan yaitu piretrum, nikotin, rotenon, limonene atau d-limonene dan azadirachtin.

2.3.1 Piretrum

Insektisida nabati yang masih dipakai diantaranya piretrum merupakan yang terbesar untuk mengendalikan berbagai serangga hama permukiman. Piretrum berasal dari ekstrak bunga Chrysanthemum cinerariaefolium. Bubuk bunga tersebut pertama kali digunakan manusia pada awal abad 19 untuk mengendalikan tuma (kutu) manusia semasa Perang Napoleon. Piretrum bekerja dengan melumpuhkan (knockdown) serangga secara cepat dan sifat ini sangat dikenal pada industri aerosol insektisida rumah tangga.

(35)

Di Indonesia sebelum maraknya penggunaan piretroid, piretrin digunakan sebagai bahan aktif lingkaran anti nyamuk. Bahkan ampas dari sisa ekstraksi tanaman, yang dikenal sebagai pyrethrum marc, hingga kini masih digunakan sebagai campuran anti nyamuk bakar karena memberikan aroma harum yang khas dan disukai konsumen. Alasan pengusaha berpaling dari piretrin adalah karena harganya yang relatif mahal dibandingkan insektisida sintetik organik, seperti piretroid.

Proses ”peracunan” piretrin terjadi dalam dua tahap, yaitu eksitasi (excitation) dan kemudian blokade saraf. Eksitasi mengakibatknan terjadinya knockdown pada serangga. Beberapa serangga mampu pulih setelah ”terkena” knockdown karena mereka mampu mendetoksifikasi piretrin secara cepat untuk mencegah terjadinya tahap blokade saraf. Jika piretrin tidak didetoksifikasi oleh serangga, piretrin akan larut dalam lapisan lemak di sekitar serabut saraf dan mengakibatkan blokade saraf dan akhirnya mati. Piretrin adalah racun akson seperti pada DDT dan piretroid yang mempengaruhi sistem saraf pusat dan saraf tepi serangga. Awalnya merangsang sel saraf untuk terjadinya pelepasan berulang (repetitive discharge) yang membuat serangga lumpuh/paralisis. Pengaruh ini disebabkan oleh kerja piretrum dalam celah natrium (Na) yang merupakan celah sempit untuk masuknya ion-ion natrium (Na) ke akson yang mengakibatkan eksitasi. Hal ini terjadi pada tali saraf serangga yang terdiri atas ganglia dan sinaps.

2.3.2 Nikotin

Nikotin adalah suatu alkaloid yang berasal dari ekstrak tanaman tembakau. Alkaloid adalah suatu senyawa heterosiklik yang mengandung nitrogen dan mempunyai sifat-sifat fisiologi yang menarik. Contoh alkaloid yang lain adalah kafein (kopi dan teh), morfin (opium), kokain (daun koka), dan kuinin (kina). Nikotin sebagai insektisida adalah racun kontak yang baik karena kemampuannya untuk menembus integumen serangga bertubuh lunak seperti aphid dan ulat (Lepidoptera). Nikotin lebih banyak dipakai di industri pertanian.

(36)

secara cepat. Pada serangga kejadiannya sama, namun hanya terjadi di ganglia pada sistem saraf pusat.

2.3.3 Rotenon

Rotenon dihasilkan dari akar/rhizome dari dua genus tanaman legume (kacang-kacangan) yaitu Derris elliptica dari Asia Tenggara dan Lonchocarpus spp dari Amerika Selatan. Orang awam mengenal rotenon sebagai racun ikan dan di Indonesia ada satu produk yaitu Fishfree® 5 WP untuk mengendalikan ikan liar (mujair, kerapu dan bandeng) pada tambak udang.

Rotenon biasa digunakan untuk reklamasi kolam untuk kolam pemancingan atau taman burung, yaitu dengan mengendalikan ikan yang ada, kemudian digantikan dengan spesies ikan yang dikehendaki. Pada dosis yang disarankan (misalnya 0.5 ppm), rotenon merupakan peptisida yang selektif untuk membunuh ikan, namun tidak toksik terhadap organisme makanan ikan yang ada serta terurai secara cepat.

Sebagai insektisida, rotenon adalah racun kontak dan perut, yang membunuh serangga secara perlahan yang diikuti dengan aktifitas berhenti makan (stop feeding action). Rotenon banyak digunakan untuk pengendalian serangga di taman dan kebun di sekitar rumah. Rotenon bekerja dengan menghambat enzim pernafasan, bekerja antara NAD+ (suatu koenzim yang terlibat dalam oksidasi dan reduksi dalam proses metabolisme) dan koenzim Q (suatu koenzim pernafasan yang bertanggung jawab untuk membawa elektron pada rantai transportasi elektron) yang mengakibatkan kegagalan pada fungsi-fungsi pernafasan.

2.3.4. Limonene atau d-Limonene

(37)

2.3.5. Azadirachtin

Ekstraksi biji tanaman mimba (Azadirachta indica) menghasilkan minyak neem yang mengandung bahan aktif azadirachtin. Azadirachtin bekerja baik sebagai insektisida, fungisida, bakterisida ataupun sebagai zat pengatur tumbuh serangga. Azadirachtin bekerja dengan mengganggu pergantian kulit dengan menghambat metabolisme atau biosintesis ekdison, suatu hormon yang berperan dalam proses ganti kulit serangga.

2.4. Larvasida Kimia Untuk Nyamuk

Larvasida yang digunakan untuk membunuh atau mengganggu habitat pertumbuhan larva nyamuk pada umumnya berupa bahan kimia. Larvasida digunakan dengan tujuan untuk mengurangi populasi nyamuk di daerah sekitarnya. Larvasida digunakan ketika musim nyamuk bertelur. Larvasida biasa digunakan pada penampungan air dimana airnya digunakan bagi kebutuhan sehari-hari terutama untuk minum dan masak. Oleh sebab itu, larvisida yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : efektif pada dosis rendah, tidak bersifat racun bagi manusia, tidak menyebabkan perubahan rasa, warna dan bau pada air yang diperlakukan, dan efektivitasnya lama. Beberapa larvasida dengan kriteria seperti tersebut di atas, sebagian telah digunakan secara luas (operasional) dan sebagian lainnya masih dalam tahap uji laboratorium atau uji lapangan skala kecil. Berikut ini beberapa jenis larvasida yang beredar di pasaran (Suwasono 1997).

2.4.1 Temephos/Abate(C16H20O6P2S3)

Temephos terbukti efektif terhadap larva A. aegypti dan daya racunnya rendah terhadap mamalia. Pada program penanggulangan vektor DBD di Indonesia, temephos sudah digunakan sejak 1976 dalam bentuk (formulasi) butiran pasir (sand granules) dengan dosis 1 ppm. Menurut US Environmental protection, temephos tidak digunakan dalam air yang diminum, karena dapat menginhibisi cholinesterase pada manusia.

2.4.2 Methoprene (C19H34O3)

(38)

serangga. Pada uji lapangan terbukti berhasil menekan kepadatan nyamuk Aedes aegypti selama sebulan. Methoprene dapat digunakan pada air yang di minum dengan dosis tidak boleh lebih dari 1 mg/l (WHO 1986).

2.4.3 Diflubenzuron(C14H9ClF2N2O2)

Larvasida jenis ini memiliki sifat toksik yang rendah pada manusia, namun pada hewan uji diflubenzuron berpengaruh pada haemoglobin. Larvasida jenis ini dapat digunakan pada air minum.

2.5 Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.)

Klasifikasi dari tanaman C. tiglium adalah divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, bangsa Euphorbiales, suku Euphorbiaceae, marga Croton, jenis C. tiglium, sedangkan nama umum/dagang adalah cerakin. Tanaman kamandrah merupakan salah satu tanaman obat yang banyak terdapat di wilayah Indonesia, sehingga tanaman ini ada yang menamakannya simalakian (Sumatera Barat), ceraken (Jawa), roengkok (Sumatera Utara), semoeki (Ternate), dan kowe (Tidore). Di daerah Kalimantan, biji tanaman kamandrah banyak dimanfaatkan masyarakat, karena dipercaya mempunyai khasiat sebagai pencahar. Dengan memakan bijinya, maka biasanya akan cepat buang air besar, akan tetapi kelebihannya tidak menimbulkan mules pada perut (Saputera 2008). Di daerah Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Pulau Komodo, serbuk dari biji kamandrah biasa digunakan nelayan untuk meracuni ikan di perairan, sehingga ikan mudah ditangkap tetapi masih dapat di konsumsi (Pet 1997).

(39)

Gambar 5. Profil tanaman kamandrah

Sumber : Koleksi kotak pamer Balittro Bogor

Minyak kamandrah dapat dihasilkan dari biji kamandrah melalui proses ekstraksi dengan menggunakan mesin pengepres minyak. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui kadar lemak yang terdapat pada biji kamandrah adalah lemak 40,01%, protein 26,69%, serat 8,45%, abu 3,14% dan karbohidrat 15,51% (Saputera et al 2006).

(40)

sebenarnya yang terjadi adalah abortus atau bila digunakan pada masa implantasi maka kerjanya sebagai anti implantasi, karena adanya kontraksi yang kuat pada usus dan juga uterus.

Lectin dari C. tiglium dapat menginhibisi haemaglutination dan haemolysis sel darah merah pada kelinci (Kalyan and Sen 1983). Yuningsih dan Laba (2007) melaporkan telah melakukan uji efek toksik dari beberapa tanaman beracun di antaranya daun lelatang (Acalypha indica), biji karet (Ficus elastica), biji kapok (Ceiba petandra), biji jarak (Ricinus communis), daun tembakau (Nicotiana tabacum), daun Strychnuos nux vomica, akar/batang tuba (Derris eliptica), daun tikusan (Clauseva exavata), umbi gadung, kulit batang ceremai, batang kipahit (Pierasma javanica ), biji kamandrah (C. tiglium) dan biji picung (Pangium edule). Dari berbagai ekstrak tanaman yang diuji, ekstrak yang paling toksik adalah ekstrak biji kamandrah dan ekstrak biji picung. Secara patologi anatomis ekstrak tanaman beracun tersebut menyebabkan pembendungan dan perdarahan umum pada paru-paru, jantung dan hati dan sebagian besar dari area mukosa lambung hanya berupa selaput tipis yang berwarna transparan karena mengalami atrofi (Yuningsih 2007). Salatino et al. (2007) melaporkan bahwa tanaman dari genus croton memiliki bioaktifitas anti-hypertensive, anti-inflammatory, antimalarial, antimicrobial, antispas-modic, antiulcer, antiviral dan myorelaxant. Adapun penggunaan secara tradisional dan efek farmakologi dari bagian tanaman dari beberapa spesies Croton dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan tradisional dan efek farmakologi beberapa spesies Croton

Spesies Penggunaan Tradisional Bagian Tanaman Yang Berpegaruh

dan Komponen Terisolasi Rujukan

Croton arboreous

Anti-inflamasi Four sesquiterpenes → Anti-inflamasi Aguilar-Guadarrama et al. 2004

Croton cajucara Diabetes, hiperkolesterole

mia, pencernaan

gangguan, gangguan hati, penurunan berat badan

Minyak volatil kulit → penyembuhan usus lambung a, b) ; anti-leishmanial c); ekstrak kulit dengan air → penurunan berat badan dan sensitivitas yang lebih tinggi dari adiposit untuk isoprenalin dan adrenalind); trans-crotonin, trans –

asam dehydrocrotonin, aleuritolic asetil → dan efek hipoglikemik hipolipidemik e, f) ; trans-dehydrocrotonin → anti-estrogen, antikanker g) ; linalool

Grassi-Kassisse et al. 2003

(41)

Tabel 1. Lanjutan

Spesies Penggunaan Tradisional Bagian Tanaman Yang Berpegaruh

dan Komponen Terisolasi Rujukan

Croton eluteria

Croton kongensis Dismenore Diterpenes Secokaurane → sitotoksik,

Anti-mikobakteri dan anti-malarial

Thongtan et al. 2003

Croton lechleri Hemostatik, penyembuhan

luka, pencahar

Getah merah → anti-inflamasia),

anti-virus b,c) antibakteri, anti-leukemiad) ;

SP-303 → anti virus: RSVe) , lesi genital dan dubur elamin simpleksf)

Croton eluteria Bronkitis, demam,

malaria, pencernaan, hipertension

Ekstrak kulit kayu → stimulasi sekreksi lambung

Appendino et al. 2003

Croton kongensis Dismenore Diterpenes Secokaurane → sitotoksik,

Anti-mikobakteri dan anti-malarial

Thongtan et al. 2003

Croton lechleri Hemostatik, penyembuhan

luka, pencahar

Getah merah → anti-inflamasia), anti-virus b,c) antibakteri, anti-leukemiad) ;

SP-303 → anti virus: RSVe) , lesi

genital dan dubur elamin simpleksf)

Croton malambo Nyeri, rematik,

peradangan, diare, diabetes, usus lambung

Ekstrak kulit → antinociceptive, anti-inflamasi

Minyak volatil → antispasmodica,b,c) cineole, methyleugenol → myorelaxant dan antispasmodicd)

diterpenes → cytotoxicb,c,d)

a)Ahmed et al. 2002

Hipertensi Ekstrak etanol dan air a,b) quercetin-3,7-dimetil eter → vasorelaxant dan anti-hipertensic)

Sitotoksik diterpenes Giang et al. 2005

Croton sublyratus Anthelmintik dan masalah

(42)

Tabel 1. Lanjutan

Spesies Penggunaan Tradisional Bagian Tanaman Yang Berpegaruh

dan Komponen Terisolasi Rujukan

Croton urucurana Nyeri pereda, peradangan,

luka infeksi, penyembuhan luka, kanker

Getah kulit merah → anti-diarea) ; antijamurb); catechin, aleuritolic asetil asam → antibakteric) ;

asam asetil aleuritolic → analgesikd)

a)

trachylobane diterpen → cytotoxic

Block et al. 2002

Croton zehntneri Gangguan saraf, anorexia,

gangguan pencernaan, pemanis

Minyak volatile → relaksan otot ususa,b)

; depressor sentral efek c) ;

antinociceptived) ;anethole dan estragole

→ relaksan otot ususe); anethole → anti-carcinogenicf)

a) Coelho-de-Souza et al. 1997

Coelho-de-Souza et al. 1997

f)

Chainy et al. 2000 Croton

pseudoniveus

Insektisida Minyak volatile insektisida Perez-Amador et al.2003

Croton suberous Insektisida Minyak volatile insektisida Perez-Amador et al.2003

Croton bonplandianum

Larvasida Alkaloid larvasida Jeeshna et al. 2010

Sumber : Salatino et al (2007)

2.6 Ekstraksi Metode Pengempaan

Ekstraksi minyak dan lemak adalah proses pemisahan minyak dan lemak dari bahan-bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak (Bailey 1950). Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara rendering, mekanis, atau menggunakan pelarut (Khan and Hanna 1983; Hui 1996; Fasina and Ajibola 1990; Owolarafe et al. 2003). Pengempaan mekanis dengan tekanan hidrolik atau screw press telah umum dilakukan dalam memproduksi minyak secara modern. Bagaimanapun, secara umum pengempaan hidrolik banyak dipakai dalam pengolahan skala kecil karena tidak padat modal dalam kaitannya dengan biaya awal dan pemeliharaan (Adeeko and Ajibola 1990; Owolarafe et al. 2002). Alat pengempaan hidrolik saat ini tersedia dalam beberapa versi, namun efisiensinya kurang dari 70 %. Beberapa upaya sedang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi alat pengempaan hidrolik (Babatunde et al. 1988; Badmus 1991). Hasil pengamatan di Nigeria, alat pengempaan hidrolik tersedia dalam berbagai ukuran (diameter dan ukuran pori penampang bahan) tanpa standar (Owolarafe and Jeje 2006).

(43)

memaksi-mumkan recovery minyak dan residu minyak yang terdapat dalam ceke diperlu- kan upaya untuk mengendalikan faktor-faktor selama proses pengempaan minyak/lemak. Ketidakmampuan dalam mengendalikan faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan kegagalan dalam mendapatkan hasil yang tinggi dan mutu lemak/minyak yang baik selama pengempaan. Minyak yang dihasilkan akan meningkat dengan semakin meningkatannya suhu pemanasan yaitu 60, 90 dan 120oC (Adekola 1992).

(44)

Tabel 2. Rendemen minyak dari beberapa biji-bijian pada berbagai kondisi proses pengempaan

No Bahan Perlakuan Hasil Referensi

1 Biji Rosella • Kadar air sampel halus 4,4, 6,4 dan 8,4% wb

• Rendemen minyak meningkat dari 5-6% dengan peningkatan tekanan sampai 30 Mpa, suhu sampai 100oC dan selanjutnya menurun.

• Rendemen minyak meningkat dari 7-8% dengan peningkatan kadar air.

• Sampel yang digiling halus menghasilkan rendemen minyak lebih tinggi dari pada yang digiling kasar

Banghoye and

• Rendemen minyak terus menurun dengan meningkatnya kadar air.

• Peningkatan lama dan suhu pemanggangan akan meningkatkan rendemen minyak.

• Rendemen minyak maksimum 47% dicapai pada kadar air 4,5%, lama pemanggangan 5 menit, dan lama

pemanggangan 130OC

• Rerata rendemen minyak 25,8%

Akinoso et al.

2006

3 Biji kelapa sawit

• Diameter tabung alat pengempa (D) : 80, 120, 150 mm

• Diameter pori tabung alat pengempa (H) : 4, 6, 10 mm

• Tekanan pengempaan (P) : 0,5, 1, 1,5 Mpa

• Rendemen minyak meningkat dengan peningkatan diameter tabung alat pengempa 80-120 mm, setelah itu menurun dengan diameter tabung press menjadi 150 mm.

• Rendemen dan aliran volumetri minyak meningkat dengan peningkatan diameter tabung alat pengempa 4-6 mm dan menurun pada ukuran pori menjadi 10 mm.

• Peningkatan tekanan pengempaan 0,5-1,5 Mpa akan meningkatkan rendemen minyak. Lama pemanasan 15, 25, 35 dan 45 menit

• Dari hasil obserfasi menunjukkan bahwa nilai tekanan minyak menurun secara signifikan dengan peningkatan kadar air, suhu pemanasan dan waktu pemanasan.

Ogunsina et al.

(45)

Tabel 2 Lanjutan

No Bahan Perlakuan Hasil Referensi

• Titik terendah dari nilai tekanan minyak adalah 0,1572 Mpa (untuk mendapatkan agregat biji kacang mete yang baik pada kadar air 4%, suhu pemanasan 115oC selama 45

menit) dan 0,1664 Mpa (untuk perlakuan agregat biji kacang mete pada kadar air 6%, suhu 100oC selama 45 menit).

• Untuk kedua ukuran partikel > dari 8 % dan suhu

pemanasan > 100oC bobot mati tekanan pengempaan cukup memudahkan minyak keluar dari dinding sel.

5 Kacang tanah • Dilution ratio 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, dan 20 ml

• Temperatur air 20, 40, 60, 80, dan 100oC

• Lama pengempaan 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit

• Peningkatan rendemen minyak dengan meningkatnya nilai delution ratio dari 2–14 ml dan kemudian menurun ketika nilai delution ratio meningkat dari 14-40 ml air.

• Pada awalnya rendemen minyak menurun dengan

meningkatnya suhu dari 20- 40, kemudian meningkat pada suhu 40-80oC. Pada akhirnya terjadi penurunan ketika suhu meningkat dari 80-100oC, juga rendemen minyak

meningtak secara progresif dengan meningkatnya lama waktu pengempaan dari 5-30 menit pada semua level suhu.

• Nilai delution ratio optimum dan temperatur air optimum untuk menghasilkan rendemen minyak maksimum adalah 14 ml dan 80oC.

Aloge et al. 2003

Tabel 3. Rendemen minyak dari beberapa biji-bijian satu famili Euphorbiaceae pada berbagai kondisi proses pengempaan

No Genus Spesies Perlakuan Rendemen Minyak

Kamandrah (%)

Referensi Biji disangrai selama 30 menit, kemudian dikempa pada suhu 60oC tekanan 10 Ton 16.00

Biji dioven suhu 100-105oC selama 30 menit, kemudian dikempa pada suhu 60oC tekanan 10 Ton

19,89

1 Croton Croton

tiglium L.

Biji dikempa pada suhu 80oC Tekanan 10 Ton selama 30 menit 21,22

Iswantini et al.

(46)

Tabel 3. Lanjutan

No Genus Spesies Perlakuan Rendemen Minyak

Kamandrah (%) Biji dikempa pada suhu 60oC lama pengempaan 15 menit 41,50

Biji dikempa pada suhu 60oC lama pengempaan 20 menit 45,75 Biji dikempa pada suhu 80oC lama pengempaan 15 menit 46,25 Biji dikempa pada suhu 80oC lama pengempaan 20 menit 48,50

Wibowo et al.

2007

Biji dioven suhu 50oC selama 1 jam, kemudian dikempa suhu 60oC lama 15 menit 43,50 Biji dioven suhu 50oC selama 1 jam, kemudian dikempa suhu 60oC lama 20 menit 45,50 Biji dioven suhu 50oC selama 1 jam, kemudian dikempa suhu 80oC lama 15 menit 48,63 Biji dioven suhu 50oC selama 1 jam, kemudian dikempa suhu 80oC lama 20 menit 48,75

Wibowo et al.

2007

2 Jatropha Jatropha

curcus L.

Biji dikempa suhu 80oC lama pengempaan 10 menit tekanan 5 Ton 25,46 Agustina 2005

Biji dikempa suhu 50oC Tekanan 18 Ton 33,16 Biji serbuk dikempa suhu 30oC tekanan 100 kg/cm2 selama 10 menit 12 Biji utuh dikempa suhu 60oC tekanan 100 kg/cm2 selama 10 menit 11 Biji serbuk dikempa suhu 60oC tekanan 100 kg/cm2 selama 10 menit 16 Biji utuh dikempa suhu 90oC tekanan 100 kg/cm2 selama 10 menit 15

3 Aleurites Aleurites

trisperma

Biji serbuk dikempa suhu 90oC tekanan 100 kg/cm2 selama 10 menit 22

(47)

Besarnya rendemen minyak yang diperoleh dari sampel yang dipanaskan pada suhu 65, 80 dan 95oC dengan waktu pemanasan 20 dan 28 menit menunjukkan bahwa rendemen minyak yang tertinggi yaitu sebesar 39,6% diperoleh dari hasil pemanasan pada suhu 65 oC selama 28 menit. Fasina and Singh (1985) melaporkan bahwa recovery minyak secara maksimum diperoleh ketika biji bunga matahari dikempa pada kadar air 6% dan peningkatan kadar air sampai 14% akan menurunkan recovery minyak menjadi 16%.

Hasil penelitian mengenai rendemen minyak dari biji-bijian pada berbagai kondisi antara lain kadar air, suhu pemanasan, lama pemanasan, tekanan pengempaan, lama pengempaan disajikan pada Tabel 2. Pemanfaatan bahan aktif dari tanaman C.tiglium L. telah banyak dilakukan. Hasil penelitian mengenai rendemen minyak dari tanaman yang masih satu famili dengan Croton yaitu Euphorbiaceae disajikan pada Tabel 3.

Tabel 4 menunjukkan hasil penelitian ekstraksi buah Croton tiglium L. dengan penggunaan berbagai jenis pelarut, metode ekstraksi dan berbagai kondisi percobaan. Di antaranya adalah metode ekstraksi dengan maserasi (Ying et al. 2002; Riyaldi 2008; Saputera et al. 2008), ekstraksi dengan tekanan rendah (Wu et al. 2007), jenis pelarut, lama waktu maserasi dan perbandingan bahan dan pelarut.

Tabel 4. Rendemen ekstrak biji Croton tiglium L. Pada berbagai perlakuan ekstraksi

No Perlakuan Ekstraksi Rendemen Referensi

1 Sampel : petrolium eter = 1 : 2 Lama maserasi 1 hari

11,2 Ying et al. 2002 2 Biji : air = 1 : 7

Lama maserasi 5-6 hari dalam lemari pendingin (5oC)

5,21-5,46

3 Biji : etanol = 1 : 7

Lama maserasi 5-6 hari pada suhu kamar (25-30 oC)

4,52-8,77

Riyaldi 2008

(48)

2.7 Metode Permukaan Respon (Response Surface Methodology)

Response surface Methodology (RSM) merupakan teknik statistik empiris yang digunakan pada analisis regresi berganda dengan menggunakan data kuantitatif yang didapatkan dari percobaan-percobaan yang telah didesain dengan baik untuk menyelesaikan persamaan multi peubah secara simultan. Menurut Montgomery (1997), RSM adalah metode statistik yang menggunakan data kuantitatif dari desain penelitian yang sesuai untuk menentukan dan menyelesaikan persamaan multivariabel secara simultan. Persamaan persamaan ini dapat ditampilkan secara grafis sebagai respon permukaan yang dapat digunakan dalam tiga cara, yaitu 1) untuk menggambarkan bagaimana faktor dapat mempengaruhi respon; 2) untuk menentukan hubungan inter-relasi antar faktor; dan 3) untuk menggambarkan efek gabungan dari respon seluruh faktor.

Box et al. (1978) menyatakan bahwa RSM memiliki beberapa sifat menarik, diantaranya: (a) RSM merupakan suatu pendekatan sequensial. Hasil dari setiap tahapan akan memandu percobaan yang perlu dilakukan pada tahap berikutnya. Setiap tahapan pengulangan (iterasi) hanya memerlukan sejumlah kecil percobaan, sehingga menjamin peneliti terhindar dari percobaan yang tidak produktif; (b) RSM mengantarkan fokus penelitian dalam bentuk geometri yang dapat segara dipahami dengan mudah. Hasil RSM berupa ringkasan grafik dan plot-plot kontur merupakan suatu bentuk penyajian yang paling efektif dan mudah dicerna dibandingkan dengan persamaan-persamaan matematis; (c) RSM dapat diaplikasikan pada berbagai peubah. Box dan Draper (1987) menambahkan bahwa RSM telah terbukti sangat berguna dalam penyelesaian sejumlah besar problem dan dapat diaplikasikan dalam : (a) pemetaan permukaan dalam wilayah yang terbatas; (b) pemilihan kondisi operasi untuk mendapatkan spesifikasi yang diinginkan; dan (c) pencarian kondisi-kondisi yang optimal.

Gambar

Gambar 3. Infeksi virus dengue melalui vektor nyamuk A. aegypti Sumber : Mullen and Vurden (2002)
Gambar 4. Siklus hidup nyamuk A. aegypti Sumber : Hadi dan Koesharto (2006)
Gambar 5.  Profil tanaman kamandrah  Sumber : Koleksi kotak pamer Balittro Bogor
Tabel 1. Lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

kelompok ekstrak daun jambu biji 43.595,00/μL lebih besar dibandingkan kelompok kontrol 6.355,00/μL, setelah dilakukan uji -t sampel bebas didapatkan perbedaan yang

Hasil studi agrobiofisik menunjukkan bahwa tanaman kamandrah memerlukan cahaya penuh > 70%, mampu tumbuh dan menghasilkan biji dengan baik pada tanah Podzolik

Hasil ini dilengkapi dengan teknik budidaya yang tepat untuk tanaman obat kamandrah sehingga dapat dihasilkan produk bahan baku larvasida yang berkualitas dan.. baku larvasida

Hasil analisis minyak jarak pagar dengan menggunakan GC-MS menunjukkan bahwa senyawa aktif yang diduga sebagai larvasida Aedes aegypti adalah piperine yaitu suatu alkaloid

Hasil analisis minyak jarak pagar dengan menggunakan GC-MS menunjukkan bahwa senyawa aktif yang diduga sebagai larvasida Aedes aegypti adalah piperine yaitu suatu alkaloid

Berdasar penelitian yang dilakukan oleh R.d.Ndione, O Faye, M Ndiaye, A Dieye, dan JM Afoutou menggunakan sediaan 1% sunneem pada tahun 2007, dengan menggunakan daun

Dalam proses ekstraksi minyak atsiri biji kapulaga, etanol merupakan pelarut terbaik yang menghasilkan rendemen sebesar 6,76% dibandingkan dengan n -hexana

Fakultas Vokasi -ITS Pengambilan Minyak Atsiri Dari Biji Ketumbar (corriandrum sativum) Menggunakan Etanol Dengan Metode Estraksi Dan Distilasi dan uap ini kemudian