• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang bangun model sistem pengembangan agroindustri berbasis kakao melalui pola jejaring usaha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancang bangun model sistem pengembangan agroindustri berbasis kakao melalui pola jejaring usaha"

Copied!
239
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN MODEL SISTEM PENGEMBANGAN

AGROINDUSTRI BERBASIS KAKAO MELALUI

POLA JEJARING USAHA

HUSAIN SYAM

Disertasi

Sibagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi tentang Rancang Bangun Model Sistem Pengembangan Agroindustri Berbasis Kakao melalui Pola Jejaring Usaha adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Maret 2006,

(3)

©

Hak cipta milik Husain Syam. Tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(4)

Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil,

dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran itu

padahal kamu mengetahuinya

(QS. Al-Baqarah, 2 : 24)

Kupersembahkan untuk :

Isteriku Tercinta

Sriyanti Sinusi

dan Anak-Anakku Tersayang

Fahrizal Arrahman Husain

(5)

RANCANG BANGUN MODEL SISTEM PENGEMBANGAN

AGROINDUSTRI BERBASIS KAKAO MELALUI

POLA JEJARING USAHA

HUSAIN SYAM

Disertasi

Sibagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Agroindustri Berbasis Kakao dengan Pola Jejaring Usaha

Nama Mahasiswa : Husain Syam

NIM : F326010051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. M. Syamsul Ma’arif, M.Eng Ketua

Prof. Dr. Ir. H. Eriyatno, MSAE Dr. Ir. Hj. Illah Sailah, MS

Anggota Anggota

Dr. Ir. H. Machfud, MS Dr. Ir. H. Muhammad Said Didu, MS

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. H. Irawadi Jamaran Prof.Dr.Ir.Hj.Syafrida Manuwoto, M.Sc

(7)

ABSTRACT

HUSAIN SYAM. Design Model of Cocoa-Based Agroindustry through Business Network Pattern. Under the direction of M. SYAMSUL MA’ARIF, ERIYATNO, ILLAH SAILAH, MACHFUD, and MUHAMMAD SAID DIDU.

A research on design model of cocoa-based agroindustry through small and medium scale business network pattern has been conducted with system approach which aim was to establish its decision supporting system. The research finding indicated that the application of system was able to synthesize ideas of inter-disciplines; therefore it would improve the effectiveness of decision-making quality integratively. The research produced decision-supporting system model of comprehensive cocoa-based agroindustry through small and medium scale business network pattern which harmoniously accommodate the needs of stakeholders and should be effectively used by the decision makers facing dynamic changes and information updating. The decision supporting system may also be useful for planning management and implementation of synergizing strategy of various stakeholders in specific region. This model also includes the evaluation of the best-processed cocoa and the use of the appropriate technology. In addition, this model could arranged institutional development of agro-cocoa system and found key elements such as needs, constraints, aims, social sectors concerned, social institutions involved, and parameters. Finally this model able to analyze the feasibility of agro-cocoa business which is generically designed from the plantation and post-harvest to processing industry as an integrated business. Financial analysis with case study in South Sulawesi Region shows that business network is feasible while the risk is relatively low. Integrated agroindustry increases of 260 percent in added value (Rp. 4,824,711 per hectare annually to Rp. 17,316,011) compares to the individually business. It is necessary to improve its results by adding the expertise of management system to the model. It is also essential to compare with a large-scale business practices which tends to monopolize the business.

(8)

HUSAIN SYAM. Rancang Bangun Model Sistem Pengembangan Agroindustri Berbasis Kakao melalui Pola Jejaring Usaha. Dibimbing oleh M. SYAMSUL MA’ARIF, ERIYATNO, ILLAH SAILAH, MACHFUD, dan MUHAMMAD SAID DIDU.

Sektor perkebunan merupakan salah satu sektor prioritas unggulan pembangunan dan menjadi sektor andalan penggerak roda perekonomian nasional. Salah satu komoditas unggulan ekspor sebagai sumber penghasil devisa bagi negara dan menjadi sumber penghidupan masyarakat luas adalah komoditas kakao (theobroma cacao-l). Potensi pengembangan komoditas kakao di Indonesia sangat menjanjikan kesejahteraan petani-pekebun dan stakeholder jika usaha perkakaoan dikelola dengan baik mulai dari aspek budidaya, pascapanen, industri pengolahan, hingga proses distribusi/pemasaran dengan dukungan kelembagaan yang efektif.

Sebagai komoditas unggulan ekspor, kakao terbukti mampu memberi sumbangan bagi devisa negara mencapai angka rata-rata US$ 503 juta per tahun atau sekitar 12,7% dari total ekspor hasil perkebunan. Luas areal perkebunan kakao di Indonesia tercatat 602.408 hektar dengan total produksi 456.499 ton per tahun dalam bentuk biji kakao kering. Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat merupakan daerah pemasok kakao terbesar nasional mencapai 60% atau sekitar 282.692 ton per tahun dari luas areal tanaman 296.093 hektar.

Perkembangan komoditas kakao secara nasional selama 10 tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan areal tanaman rata-rata sebesar 18,13% dan volume produksi 33,41% per tahun. Demikian halnya volume ekspor mengalami peningkatan sebesar 19,88% dan nilai 22,44% per tahun. Akan tetapi, kondisi tersebut tidak diikuti oleh laju pertumbuhan industri pengolahan di dalam negeri sehingga ekspor kakao sebagaian besar (75%) dari total produksi nasional masih dilakukan dalam bentuk biji kakao kering.

(9)

Bentuk pengembangan usaha yang diarahkan oleh pemerintah selama ini adalah kerjasama (co-operation) atau kemitraan antara usaha kecil dan menengah dengan usaha besar dengan harapan untuk memberdayakan skala usaha kecil dan menengah (PP No: 44 Tahun 1997). Kebijakan ini dinilai tidak efektif karena antara usaha kecil dan menengah dan usaha besar memiliki perbedaan yang sangat jauh ditinjau dari skala usaha membuat kedudukan usaha kecil dan menengah selalu dipandang sebagai pihak yang membutuhkan bantuan. Situasi ini hanya dimanfaatkan oleh perusahaan besar dengan mengatasnamakan bermitra dengan usaha kecil dan menengah guna mendaptkan fasilitas dan kemudahan dari pemerintah. Dalam prakteknya, usaha besar lebih mementingkan anak perusahaannya yang sengaja dibuat sebagai pemasok (vendor) kebutuhannya sehingga cenderung menjadi suatu bisnis yang tertutup dan sulit untuk dimasuki oleh pihak lain seperti usaha kecil dan menengah.

Kondisi tersebut memberi arahan agar usaha kecil dan menengah membangun kekuatannya sendiri di antara sesama usaha kecil menengah. Strategi ini memungkinkan dilakukan melalui pengembangan agroindustri berbasis kakao (Agrokakao) di sentra produksi. Model pengembangannya dapat dilakukan melalui pola jejaring usaha (pola-JASA). Pola-JASA merupakan bentuk kerjasama yang sinergis untuk saling menyumbangkan kekuatan, saling menutupi kelemahan guna mencapai tujuan bersama yang saling menguntungkan dengan prinsip bahwa hanya dengan bekerjasamalah kekuatan dapat dilipatgandakan. Pola-JASA sangat berbeda dengan pola kemitraan yang dikenal selama ini karena pola ini dibentuk atas kemauan sendiri diantara unit usaha kecil dan menengah dengan prinsip kesetaraan untuk saling menyumbangkan kekuatan yang dapat dimanfaatkan secara bersama oleh anggota. Dengan demikian, pola-JASA merupakan gabungan kekuatan di antara unit-unit usaha kecil dan menengah untuk mencapai tujuan bisnis bersama tanpa masing-masing anggota kehilangan fungsi bisnisnya.

Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun model sistem penunjang keputusan pengembangan agroindustri berbasis kakao di sentra produksi bahan baku melalui pola jejaring usaha.

Manfaat hasil penelitian ini secara akademis dapat memberi sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya aplikasi ilmu sistem dalam bidang manajemen Agrokakao guna peningkatan nilai tambah (added value) komoditas yang dapat dinikmati oleh petani-pekebun dan komponen pelaku perkakaoan lainnya secara proporsional. Penelitian ini juga dapat berkontribusi terhadap pembangunan karena model SPK Agrokakao pola-JASA dapat menjadi alat bantu bagi manajemen tingkat tinggi atau pemerintah dalam proses pengambilan keputusan strategis dalam perencanaan dan pengembangan Agrokakao. Selain itu,

pola-JASA dapat menjadi wadah pemberdayaan petani-pekebun sehingga memiliki posisi tawar dalam menjalankan usaha perkebunannya.

(10)

beragam. Untuk itu perlu dirumuskan formulasi strategi pengembangan Agrokakao yang tepat sasaran, artinya industri yang dapat memberi nilai tambah dan dinikmati langsung oleh petani-pekebun. Pengembangan Agrokakao skala kecil menengah merupakan pilihan yang tepat untuk mengolah sumberdaya yang tersedia di dalam negeri (existing potential resources) dan dilakukan berorientasi sumberdaya

(resource based industry). Pengembangan Agrokakao skala kecil menengah akan lebih efektif apabila menempatkan petani-pekebun sebagai pelaku kunci yang selain produsen bahan baku sekaligus pemilik industri pengolahan yang dibangun melalui kekuatan kelompok pekebun dalam wadah koperasi pekebun. Dengan demikian, petani-pekebun akan mendapatkan keuntungan berupa jaminan pasar atas hasil perkebunannya, mendapatkan deviden dari industri pengolahan, dan keuntungan jika ada anggota keluarga yang direkrut menjadi tenaga kerja industri pengolahan.

Ruang lingkup penelitian yang merupakan batasan (boundary) sistem pengembangan Agrokakao pola-JASA adalah : (1) Rancang model dilakukan pada skala usaha kecil dan menengah; (2) komponen strategi sistem pengembangan yang dianalisis adalah komponen aktor, faktor, dan tujuan; (3) prioritas pengembangan produk unggulan kakao olahan yang dianalisis adalah produk olahan primer yaitu : lemak, bubuk, pasta, dan cake kakao; (4) prioritas pilihan teknologi yang terbaik digunakan hanya dilakukan pada teknologi pascapenen (fermentasi dan pengeringan), dan teknologi industri pengolahan kakao, dan (5) kelayakan usaha hanya dilakukan secara finansial terhadap : usaha kebun dan pascapanen, industri pengolahan, dan integrasi usaha Agrokakao.

Penelitian ini dilaksanakan di provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat pada bulan September 2003 sampai Nopember 2004 dengan daerah sampel kabupaten Polman. Penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Tahap Pendahuluan, mencakup kajian studi literatur dan penelusuran sumber informasi penelitian termasuk studi lapang dan survei pakar. (2) Tahap disain dan pengembangan model Agrokakao pola-JASA, dilakukan dengan analisis sistem sebagai pre-design yang dibangun melalui lima submodel. (3) Tahap rancang bangun model SPK Agrokakao

pola-JASA. (4) Tahap analisis kelayakan model usaha Agrokakao. (5) Tahap verifikasi, validasi, dan implementasi model, verifikasi dilakukan untuk mengevaluasi model pada level program komputer guna penyempurnaan model secara aktual,

validasi dilakukanuntuk menguji kesesuaian model dengan kondisi faktual di lapang, dan implementasi model menyangkut penetapan strategi implementasi pada berbagai skenario.

(11)

resource based industry yaitu industri mendekati sumber bahan baku. Dengan demikian, strategi pengembangannya harus diorientasikan pada pembangunan industri pengolahan di sentra produksi bahan baku, bersifat padat karya, dan berkelanjutan (sustainable) dengan bangun perusahaan yang sesuai adalah koperasi. Koperasi pekebun dengan unit industri pengolahan melakukan kerjasama yang sinergis untuk membangun kekuatan dan peluang usaha baru yang dapat dikendalikan oleh lembaga manajemen jejaring.

Pengumpulan data dan informasi penelitian ditelusuri melalui pustaka, jurnal ilmiah, laporan hasil penelitian, BPS, dan pendapat pakar. Informasi dan penilaian pakar digali melalui metode Expert Survey dengan melakukan wawancara mendalam (in-dept interview). Kuesioner dibuat sebagai alat bantu dalam wawancara agar terarah dan tetap dalam bingkai tujuan penelitian. Kriteria pemilihan dan penentuan pakar didasarkan pada: 1) keberadaan dan kesediannya untuk dilakukan wawancara; 2) memiliki reputasi, kedudukan, dan telah menunjukkan kredibilitasnya sebagai ahli atau pakar pada subtansi yang diteliti; dan 3) telah memiliki pengalaman dalam bidang yang sedang diteliti. Pakar diklasifikasi berdasarkan unsur birokrasi, akademisi atau litbang, dan praktisi.

Pengolahan data dilakukan dengan tahapan: 1) Struktur data informasi dan hasil penilaian pakar strategi sistem pengembangan Agrokakao dan prioritas pengembangan produk unggulan kakao olahan dianalisis dengan teknik Process Hierarchy Analytic (PHA). Output yang diharapkan adalah hierarki prioritas dari komponen faktor, aktor, dan tujuan pengembangan serta prioritas produk unggulan kakao olahan. 2) Struktur data dan informasi serta hasil penilaian pakar pemilihan teknologi proses dianalisis dengan teknik Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Output yang diharapkan adalah teknologi yang terbaik untuk digunakan. 3) Struktur data dan informasi serta penilaian pakar mengenai strukturisasi sistem dan pengembangan kelembagaan Agrokakao pola-JASA didekati dengan teknik

Interpretative Structural Modelling (ISM). Output yang diharapkan adalah gambaran struktur sistem dan kelembagaan, klasifikasi subelemen pada empat kategori dalam diagram hubungan DP-D, dan elemen kunci pengembangan Agrokakao. 4) Struktur data dan informasi kelayakan usaha Agrokakao dianalisis secara fiansial dengan menggunakan indikator finansial berupa: NPV, IRR, B/C-ratio, PBP, BEP.

Sedangkan analisis keuntungan dan risiko usaha digunakan metode statistik. Output yang diharapkan adalah informasi layak atau tidak dilakukan investasi, informasi sensitivitas dan risiko usaha.

Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan ilmu sistem dalam pengembangan Agrokakao pola-JASA dapat mensintesis pemikiran lintas disiplin dan meningkatkan efektivitas mutu pengambilan keputusan integratif. Aplikasi model dengan pendekatan sistem menghasilkan model ”SPK AGROKAKAO POLA-JASA” yang komprehensif sehingga mampu membangun kondisi optimal dalam pemenuhan kebutuhan secara harmonis diantara pelaku. Model dirancang dengan bantuan program komputer sehingga menjadi alat bantu yang efektif bagi pengambil keputusan sesuai dinamika perubahan dan perkembangan informasi.

(12)

teknologi pengeringan yang terbaik digunakan adalah penjemuran dengan sinar matahari langsung yang dibantu dengan pengeringan buatan. Sedangkan teknologi pengolahan lemak dan bubuk kakao yang sesuai untuk mengolah hasil kebun seluas 400 hektar dengan asumsi produktivitas rata-rata 1300 kg per hektar biji kakao kering adalah mesin berkapasitas olah 250 kg/jam.

Melalui strukturisasi sistem dan pengembangan kelembagaan Agrokakao

pola-JASA diketahui bahwa: elemen kunci tujuan adalah peningkatan nilai tambah produk, peningkatan produktivitas kebun, peningkatan produk kakao olahan, peningkatan daya saing produk, penciptaan lapangan dan kesempatan kerja di desa, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa. Elemen kunci kebutuhan sistem pengembangan adalah ketersediaan modal usaha, infrastruktur yang memadai, keterdiaan sumberdaya manusia di desa yang berkualitas, manajemen pengelolaan usaha yang propesional, teknologi budidaya, pascapanen, dan industri pengolahan. Elemen kunci yang menjadi kendala atau yang menghambat pengembangan adalah keterbatasan modal usaha, belum ada kelembagaan usaha yang efektif untuk mengharmonisasikan petani dan industri pengolahan, lemahnya dukungan kebijakan pemerintah mengenai perpajakan, terbatasnya umberdaya manusia di desa yang berkualitas, tidak terjaminnya pasokan bahan baku, rendahnya naluri

entrepreneurshep di tingkat petani-pekebun, dan kentalnya budaya masyarakat di desa yang cepat puas atas hasil yang telah dicapai. Elemen kunci pelaku pengembangan adalah kelompok pekebun dalam wadah koperasi pekebun, manajemen pengelolaan Agrokakao, Lembaga keuangan, Pemerintah Daerah bersama Bappeda dan Dinas lintas sektoral terkait. Elemen kunci indikator keberhasilan pengembangan dapat dilihat dari adanya peningkatan volume ekspor dan perluasan pangsa pasar produk kakao olahan, adanya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani-pekebun, adanya penurunan angka kemiskinan dan pengangguran di desa, adanya peningkatan produktivitas kebun, adanya peningkatan kualitas sumberdaya manusia di desa oleh alih pengetahuan, teknologi dan keterampilan, dan diperolehnya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di desa, dan peningkatan pendapatan asli daerah.

Model pengembangan Agrokakao pola-JASA mampu membentuk kekuatan usaha baru, memperluas jangkauan pasar dengan biaya secara individu/unit usha rendah, meningkatkan volume dan daya saing produk tinggi guna mendapatkan keuntungan yang lebih besar sehingga menjadi suatu bentuk usaha yang tangguh dan susteinable.

(13)

Untuk menjadikan jejaring usaha sebagai suatu bentuk usaha yang tangguh dan sustain, maka seluruh komponen pelaku harus berpegang teguh pada prinsip kerjasama dan setara yang sinergis, saling percaya, memiliki komitmen untuk maju bersama, dan profesional dalam menjalankan usaha.

(14)

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah, karunia, dan petunjuk-Nya jualah sehingga disertasi ini dapat saya selesaikan dengan baik, walau mungkin masih ditemui berbagai kekurangan.

Rancang bangun model sistem pengembangan agroindustri berbasis kakao melalui pola jejaring usaha dilakukan dengan pendekatan sistem. Hasil rancang bangun telah menghasilkan model ”SPK AGROKAKAO POLA-JASA” yang komprehensif sehingga mampu membangun kondisi yang optimal dalam pemenuhan kebutuhan secara harmonis bagi pelaku Agrokakao. Jejaring usaha merupakan bentuk kerjasama dan sinergi dua atau lebih unit usaha Agrokakao berdasarkan prinsip kesetaraan untuk mencapai tujuan bisnis yang lebih kuat, saling menguntungkan, dan berbagi risiko. Sukses dalam jejaring usaha dapat dicapai dengan maksimal apabila setiap anggota terbangun rasa saling percaya, memiliki komitmen tinggi, memandang jejaring sebagai amanah dan wadah silaturrahim. Manfaat keikutsertaan petani dalam pengembangan Agrokakao dengan pola-JASA dapat meningkatkan pendapatan dari Rp.4.817.135 per hektar per tahun jika usaha dilakukan sendiri-sendiri menjadi Rp.17.316.011 setelah berpartisipasi dalam jejaring usaha atau terjadi pertambahan nilai sebesar Rp.12.498.876 per hektar per tahun.

Keberhasilan penelitian ini tidak terlepas dari peran aktif komisi pembimbing saya. Oleh karena itu, ucapan terima kasih yang tak terhingga saya persembahkan kepada : Prof. Dr. Ir. H. M. Syamsul Ma’arif, M.Eng sebagai ketua komisi pembimbing dan kepada bapak : Prof. Dr. Ir. H. Eriyatno, MSAE; Dr. Hj. Ir. Illah Sailah, MS; Dr. Ir. H. Machfud, MS; dan Dr. Ir. H. Muhammad Said Didu, MS; masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang tulus dan ikhlas membimbing saya mulai dari penulisan proposal, penelitian, dan penulisan hingga disertasi ini terwujud.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada bapak Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc (Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB) atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi pada ujian tertutup saya. Demikian pula kepada bapak Dr. Ir. Agus Pakpahan (Deputi Bidang Usaha Agroindustri Kementrian Negara BUMN) dan Dr. Ir. Hariyanto (Kepala Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan IPB) atas kesediannya bertindak sebagai tim penguji luar komisi pada ujian terbuka saya dan telah banyak memberi masukan yang berharga guna pengkayaan sehingga memberi bobot tersendiri dalam disertasi ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Rektor Universitas Negeri Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada saya melanjutkan studi doktoral dan kepada: Rektor Institut Pertanian Bogor atas kesediaannya menerima saya menjadi mahasiswa pada program studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(15)

Pertanian yang telah tulus dan ikhlas memberi ilmu pengetahuan dan bimbingan serta berbagi pengalaman kepada saya dengan penuh tanggung jawab dan rasa pengabdian. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah memberi bantuan pendidikan melalui Proyek BPPS kepada saya guna kelancaran proses pendidikan.

Kepada Gubernur Propinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Bappeda, Balitbangda, Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan, dan Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, Bupati Polman berserta staf, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan atas bantuan berupa fasilitas dan kemudahan telah diberikan kepada saya selama melaksanakan penelitian. Demikian juga kepada saudara Roni Wijaya, STP saya sampaikan terima kasih atas segala bantuannya dalam proses penyelesaian disertasi ini.

Kepada rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB, khususnya program studi Teknologi Industri Pertanian angkatan 2001 terhusus kepada: Dr. Ir. I. Ketut Satriawan; MT, Ir. Kusnandar, M.Si; Dr. Ir. Uhendi Haris, M.Si; Ir. Tanto Pratondo Utomo, M.Si; Dr. Ir. Willem Dagi, MM; Ir. Aidil Juzar; Ir. Widadi W. Widayat, M.Si; Ir. Lanjar Soemarno, M.Si; Ir. Zulfah Ikatrinasari, MT, Ir. Indah Yuliasih, M.Si; Ir. Anggraeni Sukmawati, MM; Dr. Heru Kresnah Reza, SH, SE, M.Si; Dr. Ir. Imam Santoso, M.Si; Ir. Rindam Latief, M.Si; Dr. Ir. Jasmal A Syamsu, M.Si; dan Drs. Sulaiman Samad, M.Si saya sampaikan terima kasih dan perhargaan yang tinggi atas segala bantuan dan kerjasama yang baik yang dilandasi rasa persaudaraan, semoga tetap abadi.

Kepada yang mulia Ayahanda H. Syamsul Kamar dan Ibunda Hj. Sitti Munah, Ayah mertua Peltu (Purn) Sinusi dan Ibu mertua St. Nurhayati, ananda persembahkan terima kasih atas segala do’a restu, bimbingan, nasehat, dan arahan yang tiada henti-hentinya diberikan kepada saya.

Terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga, saya persembahkan kepada isteri saya tercinta Sriyanti Sinusi dan anak-anakku tersayang Fahrizal Arrahman Husain dan Fadilah Utami Husain atas ketabahan, kesabaran, kesetiaan, pengorbanan, dan iringan do’a yang tulus dan ikhlas dalam menyertai setiap langkah saya selama menempuh pendidikan.

Kepada kakak saya: Ir. Arjuzzaman Syam dan Drs. Hasan Syam. Juga adik saya: Dra. Bahira Syam; Hj. Makka Syam, S.Ag; Suhuriah Syam, S.Pd; dan Basmani Syam, S.Psh atas segala bantuan yang telah diberikan kepada saya baik berupa material maupun do’a dan motivasi selama menempuh pendidikan. Juga kepada adik ipar saya: Syarifuddin, Mansyur; St. Hadijah; dan Ilham; saya ucapkan terimah kasih atas segala bantuan yang telah diberikan selama saya menempuh pendidikan.

Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu saya yang tidak tidak dapat saya sebutkan satu per satu, saya ucapkan terima kasih, semoga Allah SWT memberi pahala yang setimpal. Amin, Amin, Amin. Wassalam.

Bogor, Maret 2006

(16)

Penulis dilahirkan di Kanang-Polman Sulawesi Barat pada tanggal 7 Juli 1966 dan merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Syamsul Kamar dan Hj. Sitti Munah. Penulis memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar pada tahun 1989. Pendidikan Magister Teknik Pertanian dengan bidang kajian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian diselesaikan di Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (PPs-UGM) Yogyakarta tahun 1996. Kemudian tahun 2001 penulis melanjutkan

(17)

DAFTAR ISI

Pengembangan Agroindustri Kakao …………...………... Lembaga Pelaku Agrokakao... Pola Jejaring Usaha... Usaha Kecil dan Menengah (UKM)……….. Penelitian Terdahulu………...

LANDASAN PENGEMBANGAN MODEL...………...

(18)

Formulasi Masalah... Identifikasi Sistem...………...

KONFIGURASI MODEL ...………...

Sistem Manajemen Basis Data....………... Sistem Manajemen Basis Model.………...

VALIDASI MODEL ...………...

Model Strategi Sistem Pengembangan Agrokakao Pola-JASA... Model Pengembangan Produk Unggulan Kakao Olahan ... Model Pemilihan Teknologi Agrokakao ... Model Strukturisasi Sistem dan Kelembagaan Agrokakao Pola

-JASA... Model Kelayakan Finansial Agrokakao Pola-JASA...

IMPLEMENTASI MODEL AGROKAKAO POLA-JASA...... Pengembangan Model Agrokakao Pola-JASA... Perencanaan dan Penerapan Model Agrokakao Pola-JASA... Mekanisme Operasionalisasi Model Agrokakao Pola-JASA... Perencanaan Pembiayaan Model Agrokakao Pola-JASA ... Prakondisi Pengembangan Model Agrokakao Pola-JASA...

(19)

DAFTAR TABEL

Perbandingan pengusahaan kakao di Indonesia dengan Afrika dan Amerika Latin………...………...

Volume dan nilai ekspor kakao Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat tahun 1994-2003...………...

Realisasi dan proyeksi produksi, konsumsi, ekspor, impor dan harga biji kakao dunia dari tahun 1979-2005………

Perubahan warna dan pengelompokan kematangan buah kakao...

Lima negara terbesar tujuan ekspor kakao Indonesia………..

Spesifikasi persyaratan umum mutu biji kakao...……...

Spesifikasi persyaratan khusus mutu biji kakao (persen)...

Ragam pelaku agribisnis dan agroindustri kakao dan peranannya (contoh kasus di Sulawesi Selatan dan peranannya)...

Analisis kebutuhan komponen pelaku sistem pengembangan

Agrokakao pola-JASA ...……...

Struktur data investasi dan biaya pemeliharaan kebun dan

pascapanen kakao...

Struktur data investasi dan biaya model industri pengolahan lemak dan bubuk kakao...

Struktur data investasi dan biaya model integrasi usaha

Agrokakao...

Hierarki komponen utama model strategi sistem pengembangan agrokakao pola-JASA...

Hierarki prioritas pengembangan produk kakao olahan unggulan.

Prioritas alternatif teknologi tahapan fermentasi biji kakao...

Prioritas alternatif teknologi pengeringan biji kakao...

(20)

17

Prioritas alternatif teknologi pengolahan lemak dan bubuk kakao...

Hasil Rachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap elemen kebutuhan model program pengembangan Agrokakao...

Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi elemen kendala utama model program pengembangan Agrokakao...

Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi elemen tujuan model program pengembangan Agrokakao...

Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi elemen tolok ukur keberhasilan model program pengembangan Agrokakao...

Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi elemen sektor masyarakat yang terpengaruhi model program pengembangan Agrokakao………...

Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi elemen lembaga yang terlibat model program pengembangan Agrokakao...

Hasil analisis sensitivitas model usaha kebun dan pascapanen terhadap sumber dana bank konvensional...

Hasil analisis sensitivitas usaha industri pengolahan terhadap

sumber dana bank konvensional...

Hasil analisis sensitivitas model intrgrasi usaha terhadap sumber dana bank konvensional...

Perbandingan kinerja finansial model pada masing-masing

pengusahaan Agrokakao pola-JASA...

Perbandingan kinerja model pengusahaan agrokakao pola-JASA ...

(21)

DAFTAR GAMBAR

Diagram alir penanganan dan pengolahan pascapanen biji kakao.

Perkembangan produksi biji kakao dalam setahun (kg/ha)...

Diagram alir proses pengolahan biji kakao dan kesetimbangan massa...

Diagram alir tataniaga kakao (studi kasus daerah Sulawesi

Selatan)...…...

Struktur dasar Sistem Penunjang Keputusan (SPK)………...

Diagram alir tahapan analisis sistem………...

Kerangka pikir model rancang bangun sistem pengembangan

Agrokakao pola-JASA...

Diagram alur diskriptif tahapan penelitian rancang bangun model sistem pengembangan Agrokakao pola-JASA………...

Diagram input-output sistem pengembangan model Agrokakao

pola-JASA...

Konfigurasi model SPK Agrokakao pola-JASA...

Diagram alir tahapan penentuan komonen utama model strategi pengembangan Agrokakao pola-JASA...

Diagram alir tahapan model pengembangan produk unggulan kakao olahan pola-JASA ...

Diagram alir model pemilihan teknologi proses Agrokakao...

Diagram alir model strukturisasi sistem dan pengembangan

kelembagaan Agrokakao pola-JASA...

(22)

17

Diagram alir model kelayakan usaha integrasi Agrokakao...

Hasil AHP model strategi sistem model pengembangan Agrokakao

pola-JASA...

Segitiga komponen utama model strategi sistem pengembangan Agrokakao pola-JASA...

Hasil AHP model pengembangan produk unggulan kakao olahan...

Model struktur hierarki elemen kebutuhan program pengembangan Agrokakao...

Matriks hubungan DP-D elemen kebutuhan model program

pengembangan Agrokakao...

Model struktur hierarki elemen kendala utama program

pengembangan Agrokakao...

Matriks hubungan DP-D elemen kendala model program

pengembangan Agrokakao...

Model struktur hierarki elemen tujuan program pengembangan Agrokakao...

Matriks hubungan DP-D elemen tujuan model program

pengembangan Agrokakao...

Model struktur hirarki elemen tolok ukur keberhasilan program pengembangan Agrokakao...

Matriks hubungan DP-D elemen tolok ukur untuk menilai

keberhasilan model program pengembangan Agrokakao...

Model struktur hirarki elemen sektor masyarakat yang terpengaruhi program pengembangan Agrokakao...

Matriks hubungan DP-D elemen sektor masyarakat yang

terpengaruhi model program pengembangan Agrokakao...

(23)

32

33

34

35

36

37

Matriks hubungan DP-D elemen lembaga yang terkait model

program pengembangan Agrokakao...

Elemen kunci model srtategi sistem pengembangan Agrokakao pola-JASA...

Model konseptual sistem pengembangan Agrokakao melalui

pola-JASA...

Model konseptual sistem pengembangan Agrokakao pola-JASA...

Struktur organisasi dan manajemen koperasi unit Agrokakao

UKM...

Tahapan perencanaan dan implementasi model Agrokakao

pola-JASA...

144

145

152

166

171

(24)

Halaman

Diagram alir proses pengolahan biji kakao menjadi produk lemak dan bubuk kakao (Mars Factory Elisabeth Town, 1996)...

Pohon industri kakao persi Departemen Perindustrian (1993)...

Luas areal dan produktivitas kebun kakao menurut kabupaten/kota di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Tahun 2003...

Volume dan nilai ekspor-impor produk kakao Indonesia tahun 1985-1995………...

Hasil analisis AHP strategi sistem pengembangan Agrokakao pola-JASA...

Hasil analisis AHP pengembangan produk unggulan kakao

olahan...

Hasil analisis MPE prioritas alternatif teknologi fermentasi biji

kakao………...……...

Hasil analisis MPE prioritas alternatif teknologi pengeringan biji kakao...

Hasil analisis MPE prioritas alternatif teknologi industri pengolahan lemak dan bubuk kakao berdasarkan kapasitas olah...

Petunjuk teknik penggunaan program SPK Agrokakao pola-JASA...

Referensi Teknis Recordset Navigation Bar...

Model Agrokakao Pola-JASA……….

(25)

Latar Belakang

Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan keunggulan komparatif dan kompetitif potensi daerah diharapkan dapat menjamin keberlanjutan sumber penghasilan dana pembangunan dan peningkatan kinerja perekonomian daerah (Eriyatno, 1999; dan Huseini, 1999). Keunggulan atau potensi suatu daerah dapat diamati melalui indikator distribusi persentasi nilai tambah bruto sektoral yang menyusun struktur perekonomian wilayah. Struktur perekonomian wilayah merupakan gambaran langsung dari komposisi seluruh kegiatan produksi barang dan jasa suatu wilayah. Perubahan struktur produksi akan menyebabkan pergeseran struktur ekonomi wilayah. Sektor perkebunan merupakan salah satu sektor prioritas unggulan

pembangunan dan menjadi sektor andalan penggerak roda perekonomian nasional. Salah satu komoditas unggulan ekspor sebagai sumber penghasil devisa negara dan menjadi sumber penghidupan masyarakat secara luas adalah komoditas kakao (Theobroma Cacao-L). Potensi pengembangan komoditas kakao di Indonesia sangat menjanjikan (Spillane, 1995; CCDC, 2002; dan Disbun Sulsel, 2003) jika dikelola secara baik mulai dari budidaya, pascapanen, industri pengolahan, pengemasan, hingga proses distribusi dan pemasaran serta kelembagaan usaha.

(26)

yaitu 2500-3000 kg per hektar per tahun, berarti produktivitas baru mencapai 45 persen sehingga masih dibutuhkan upaya peningkatan produksi sekitar 55 persen (Disbun Sulsel, 2003). Ada tujuh negara produsen kakao dunia dari yang terbesar hingga terkecil, yakni Pantai Gading dengan produksi sebesar 43 persen, Ghana 15 persen, Indonesia 13 persen, Nigeria 7 persen, Kamerun dan Brazil masing-masing 4 persen, dan Malaysia 3 persen.

Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan bernilai ekonomi tinggi yang

nilai jualnya dikendalikan oleh harga dunia. Referensi bursa komoditi kakao dunia ditentukan di London dan New York. Komoditas kakao tergolong penyumbang devisa tinggi bagi perekonomian Indonesia mencapai US$ 503,328,000 atau 12,7 persen dari total ekspor hasil perkebunan (Dirjenbun, 2003).

Perkembangan kakao di Indonesia selama 10 tahun terakhir cenderung meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan luas areal tanaman dengan pertumbuhan 18,13 persen per tahun dengan peningkatan volume produksi mencapai 33,41 persen. Kondisi tersebut diikuti pula oleh peningkatan volume ekspor sebesar 19,88 persen dan peningkatan nilai sebesar 22,44 persen per tahun.

Khusus di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat luas areal perkebunan kakao rakyat tercatat 296.093 hektar dengan total produksi biji kakao kering 282.692 ton per tahun. Angka tersebut mencatatkan Sulawesi Selatan sebagai daerah pemasok terbesar yaitu sekitar 60 persen dari total produksi nasional (Susanto, 2003). Sekitar 70 persen dari total produksi tersebut masih diekspor dalam bentuk biji kakao kering. Kenyataan tersebut membuktikan bahwa Indonesia masih merupakan negara produsen bahan baku industri negara-negara lain.

Industri pengolahan biji kakao di Indonesia hanya mampu menyerap sekitar 30 persen dari total produksi nasional. Industri pengolahan tersebut umumnya tergolong industri besar dan berlokasi di sekitar perkotaan yang jauh dari sentra produksi. Kondisi tersebut menyebabkan nilai tambah komoditas khususnya kegiatan

(27)

Kenyataan tersebut menunjukkan perlunya suatu formulasi strategi pengembangan agroindustri berbasis kakao yang selanjutnya disebut ”Agrokakao” di Indonesia. Strategi pengembangan Agrokakao yang dimaksudkan adalah usaha yang terintegrasi dengan kawasan sentra pengembangan komoditas. Apabila pengembangan Agrokakao dilakukan di sentra produksi atau industri berorientasi desa, maka bentuk usaha yang dipandang sesuai adalah koperasi dan skala usaha yang tepat adalah usaha kecil dan menengah (UKM). Unit industri pengolahan skala UKM

pada masing-masing koperasi pekebun selanjutnya membangun kekuatan melalui hubungan kerjasama dan bersinergi melalui pola jejaring usaha yang selanjutnya disebut ”pola-JASA.

Strategi pengembangan Agrokakao pola-JASA diharapkan dapat menjadi pemicu pertumbuhan usaha dan pengembangan kelembagaan agroindustri kakao menjadi lebih kuat dan tangguh. Hal tersebut dapat dicapai karena jejaring usaha dibangun atas dasar prinsip kerjasama yang sinergi kekuatan berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki masing-masing anggota. Strategi tersebut, tidak hanya menumbuhkan dinamika industrialisasi di perdesaan, tetapi juga dapat menampilkan bentuk pengusahaan komoditas yang mengacu pada dinamika pasar. Dengan demikian, pemanfaatan sumberdaya di perdesaan akan terkelola secara optimal, terjadi peningkatan efisiensi usaha, tercipta dinamisasi pengembangan wilayah yang berdampak pada peningkatan produktivitas, peningkatan pendapatan masyarakat perdesaan, dan pengentasan kemiskinan.

Kebijakan Nasional (1998) tentang pengembangan industri di perdesaan secara tegas disebutkan bahwa landasan daya saing adalah keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di pasar yang berbasis sumberdaya lokal dan komoditas yang berakar di bumi Indonesia. Kebijakan tersebut mengandung makna bahwa pengembangan industri prioritas harus dilakukan berbasis sumberdaya lokal, berbasis pengetahuan, dan padat karya. Sesuai dengan kebijakan nasional tersebut, Nonaka

(28)

mentransformasikan data untuk dianalisis menjadi informasi, kemudian informasi diberi nilai menjadi ide, lalu ide diberi konteks sehingga menjadi pengetahuan. Dari pengetahuan inilah, daya saing organisasi atau usaha dapat diwujudkan dalam bentuk barang atau jasa sebagai hasil dari suatu perusahaan yang unggul karena bertumpu pada strategi yang berbasis sumberdaya (resource-based) dan berbasis pengetahuan (knowledge based).

Uraian tersebut menunjukkan bahwa strategi pengembangan Agrokakao harus

berorientasi pada sentra produksi bahan baku di perdesaan skala usaha kecil menengah dan koperasi. Kenyataan menunjukkan bahwa selama ini pengembangan agroindustri dilakukan dalam skema kerjasama (cooperation) atau kemitraan antara usaha kecil dan menengah dengan perusahaan besar, walaupun diantara keduanya menunjukkan perbedaan yang sangat nyata ditinjau dari skala usaha. Kondisi inilah yang menjadi salah satu penyebab kinerja kemitraan tidak berjalan dengan baik. Penyebab kegagalan kemitraan lainnya karena tuntutan perusahaan besar yang relatif sulit dipenuhi oleh usaha kecil dan menengah, terutama dalam aspek teknis dan permodalan sehingga kedudukan usaha kecil dan menengah tampak lebih rendah atau lemah karena selalu dianggap pihak yang membutuhkan bantuan. Perusahaan besar lebih mementingkan anak perusahaannya yang sengaja dibuat sebagai pemasok kebutuhannya sehingga di antara mereka terjadi suatu bisnis yang tertutup dan sulit dimasuki oleh pihak lain termasuk usaha kecil dan menengah. Evaluasi kinerja kemitraan antara usaha di hulu dan di hilir yang terjadi selama ini menunjukkan hasil belum maksimal (Husain, 2002).

Fenomena di atas memberi arahan agar petani-pekebun membangun kekuatan sendiri melalui kelompok pekebun. Beberapa kelompok pekebun bergabung untuk membentuk koperasi pekebun. Koperasi pekebun, selanjutnya membangun unit industri pengolahan skala UKM. Unit-unit industri pengolahan skala UKM bekerjasama dan bersinergi melalui jejaring usaha untuk membangun kekuatan yang

(29)

dibangun dalam satu pemahaman bahwa dengan bekerjasama dan bersinergi, maka kekuatan dapat dilipatgandakan.

Konsep pola-JASA sangat berbeda dengan pola kemitraan yang selama ini diperkenalkan, karena jejaring usaha ini dibentuk oleh anggota atas kesadaran dan kemauan sendiri dalam status setara, saling menyumbangkan kekuatan untuk dapat dimanfaatkan secara bersama oleh anggota jejaring. Dengan demikian, pola-JASA

merupakan gabungan kekuatan diantara unit pengolahan skala UKM untuk mencapai

tujuan bisnis bersama. Konsep jejaring usaha merupakan salah satu upaya menangkap peluang kini dan ke depan karena persaingan dewasa ini menurut Huseini (1999) sudah berubah dari perebutan pangsa pasar (market share) menjadi perebutan pangsa peluang (opportunity share).

Pengembangan Agrokakao melalui pola-JASA melibatkan banyak pihak dengan kepentingan masing-masing membuat penelitian ini bersifat strategis dan kompleks sehingga mengharuskan pengkajian dilakukan melalui pendekatan sistem. Ilmu sistem menurut Eriyatno (1999) adalah suatu metodologi pemecahan masalah yang kompleks, dinamis, dan probabilistik guna menghasilkan keputusan yang efektif dengan memandang sistem secara utuh dan menyeluruh.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun model sistem penunjang keputusan pengembangan agroindustri berbasis kakao di sentra produksi bahan baku melalui pola jejaring usaha.

Manfaat Hasil Penelitian

(30)

Manfaat khusus dari penelitian adalah : (1) Pola-JASA dapat menjadi wadah pemberdayaan petani-pekebun sehingga memiliki posisi tawar dalam menjalankan usaha perkebunannya karena pola ini menempatkan petani-pekebun sebagai pelaku utama. (2) Pola-JASA dapat menjadi wadah pemberdayaan petani-pekebun sehingga memiliki posisi tawar dalam menjalankan usaha perkebunannya karena pola ini menempatkan petani-pekebun sebagai pelaku utama. (3) SPK Agrokakao pola-JASA

dapat menjadi alat bantu bagi Pemerintah Daerah dalam proses pengambilan

keputusan strategi pengembangan Agrokakao. (4) Hasil evaluasi kelayakan finansial usaha Agrokakao pola-JASA dapat dijadikan alat bantu bagi calon investor dalam proses pengambilan keputusan untuk investasi dan lembaga keuangan dalam menyalurkan kredit kepada calon pengusaha yang berbasis kakao.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian rancang bangun model pengembangan Agrokakao pola-JASA ini meliputi :

1. Fokus pada usaha kecil dan menengah mencakup usaha kebun, pascapanen, dan industri pengolahan.

2. Pola-JASA yang dimaksud adalah kerjasama yang sinergi usaha yang dibangun

oleh dua atau lebih unit UKM dengan prinsip kesetaraan (equal partnership), bersifat luwes dalam mewujudkan tata persaingan yang sehat guna menciptakan peluang usaha baru, membentuk produk dan jasa baru, melakukan penawaran bersama untuk meningkatkan ekspor dan saling menguntungkan.

3. Daerah penelitian adalah propinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dengan pertimbangan bahwa sekitar 60 persen produk secara nasional dipasok dari kedua propinsi tersebut.

4. Analisis sistem dilakukan terhadap komponen aktor, faktor, dan tujuan utama strategi pengembangan Agrokakao pola-JASA.

(31)

6. Pemilihan prioritas teknologi dilakukan pada teknologi tahapan pascapanen (fermentasi dan pengeringan) dan teknologi pengolahan.

7. Analisis kelayakan Agrokakao pola-JASA hanya dilakukan secara finansial terhadap usaha kebun, pascapanen, dan industri pengolahan.

8. Model pengembangan kelembagaan Agrokakao pola-JASA dianalisis berdasarkan komponen pelaku koperasi pekebun, manajemen pengelola industri, lembaga pembiayaan, Pemerintah Daerah dan Dinas lintas sektoral terkait, Asosiasi petani

(32)

Teori Sistem

Teori sistem pertama kali dikembangkan oleh Bertalanffy LV pada tahun 1968 dalam Eriyatno (1999) melalui pemikirannya dalam General System Theory

(GST) mendefinisikan sistem sebagai “a total of parts with it’s interrelations”. Teori tersebut bermaksud mencari pengertian secara totalitas pengetahuan dalam bagian-bagiannya. Selanjutnya teori tersebut disimpulkan dalam fenomena holistic yang

menekankan perlunya pendekatan antar disiplin guna memahami dunia nyata secara efisien. Teori ini muncul melalui sebuah pandangan bahwa pengkajian dunia nyata secara parsial atau over specialization menyebabkan adanya kesulitan dalam memahami tindakan dari suatu sistem yang terorganisir dan kompleks dalam bentuk yang unik. Sistem dapat didekati melalui dua aspek, yaitu aspek yang berkaitan dengan perilaku dan aspek yang berhubungan dengan struktur. Perilaku sistem sendiri berkaitan dengan input dan output, sedangkan struktur sistem berkaitan dengan susunan dan rangkaian elemen-elemen sistem.

Manetsch dan Park (1979) dalam Eriyatno (1999) mendefinisikan sistem sebagai gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau gugus dari tujuan. Pritsker (1977) dalam Eriyatno (1999) menyatakan bahwa sistem adalah sekumpulan elemen dalam batasan yang jelas dan pada tingkat tertentu akan saling berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan. Sistem dapat didefinisikan dalam konteks ilmu sistem sebagai sekumpulan elemen yang saling berhubungan melalui berbagai bentuk interaksi dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang berguna. Dengan demikian, karakteristik sistem adalah: (1) beberapa elemen yang membentuk satu kesatuan sistem, (2) adanya tujuan dan kesalingtergantungan, (3) adanya interaksi antar elemen dalam sistem, (4) mengandung mekanisme atau transformasi, dan (5) adanya lingkungan yang mengakibatkan dinamika sistem.

(33)

terpercaya merupakan visi “ke-sistem-an” dalam arti luas. Oleh karena itu, pengkajian sistem harus memenuhi karakteristik kesisteman berupa: kompleks dalam arti interaksi antar elemen cukup rumit, dinamis dalam arti memiliki faktor dapat berubah menurut waktu dan dimungkinkan adanya pendugaan ke masa yang akan datang, dan probabilistik berarti memerlukan fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi.

Eriyatno (1999) mengutip tiga pola dasar yang selalu menjadi pegangan

pokok para ahli sistem dalam merancang bangun solusi permasalahan, yaitu: sibernetik, artinya berorientasi kepada pencapaian tujuan, holistik, yaitu suatu pandangan yang utuh terhadap sistem, dan efektif, yaitu suatu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna yang lebih operasional serta dapat dilaksanakan dibanding pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan.

Berdasarkan pola keilmuan tersebut, lahirlah berbagai meta-methodology

yang juga menjadi karakteristik ilmu sistem, artinya beragam metode yang ada pada berbagai disiplin ilmu lainnya dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai keputusan yang diinginkan. Ilmu sistem ditumbuhkembangkan untuk merangkai secara utuh komponen-komponen penting dari pengetahuan spesialisasi sehingga terbentuk wujud menjadi gambaran yang jelas. Dengan demikian, teori sistem merupakan ilmu yang dapat dimanfaatkan untuk mempelajari kenyataan tentang aturan yang sistematis dan saling ketergantungan di dunia nyata.

Sistem merupakan himpunan atau kombinasi dari bagian-bagian yang membentuk sebuah kesatuan yang kompleks, namun tidak semua kumpulan dan gugus bagian dapat disebut sistem jika tidak memenuhi syarat berupa: (1) adanya kesatuan (unity), (2) adanya hubungan fungsional, dan (3) adanya tujuan yang berguna. Sub-sistem dikelompokkan dari bagian-bagian sistem yang masih berhubungan satu sama lain pada tingkat resolusi tertinggi, sedangkan elemen sistem adalah pemisahan bagian dari sistem pada tingkat resolusi rendah.

(34)

sikap (behavioristic) yang kemudian berguna untuk mengobservasi apa yang terjadi, bukan untuk mengetahui tentang bagaimana transformasi terjadi. Pengenalan atas transformasi yang terjadi dalam kotak gelap dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu: (1) spesifikasi, (2) analog, kesepadanan, dan modifikasi, dan (3) observasi dan percobaan (Eriyatno, 1999). Konsep tersebut dapat digunakan dalam pengembangan agroindustri.

Pengembangan Agroindustri

Pengembangan adalah segala bentuk usaha yang dilakukan kearah yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan agroindustri adalah perusahaan yang mengolah bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan dan hewan (Austin, 1992). Pengolahan yang dimaksud meliputi transformasi dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimia, penyimpanan, pengepakan dan distribusi. Wujud pengolahan dan tingkat transformasi sangat bervariasi, mulai dari pembersihan, pengelompokan, penggilingan, pemotongan, pengalengan, ekstraksi, dan sampai pada perubahan kimia dan tekstur produk yang diinginkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka strategi sistem pengembangan agroindustri adalah suatu pola pengembangan yang dirancang agar mampu mengintegrasikan sasaran, kebijakan, dan tindakan-tindakan organisasi usaha

secara kohesif sehingga menjadi lebih baik, dalam arti terciptanya nilai tambah dari keadaan sebelumnya.

(35)

menciptakan devisa negara, artinya produk pertanian mempunyai permintaan di pasar dunia baik dalam bentuk bahan baku, setengah jadi, maupun produk yang siap dikonsumsi sehingga perlu pengolahan sesuai dengan permintaan konsumen. (4) Agroindustri mempunyai dimensi nutrisi, artinya agroindustri dapat menjadi pemasok kebutuhan gizi masyarakat dan pemehuhan kebutuhan pangan nasional. Agroindustri telah terbukti berhasil memberikan nilai tambah sekitar 20,7 persen, menyerap tenaga kerja 30,8 persen, dan menyerap bahan baku 89,9 persen dari total industri yang ada

Simatupang dan Purwoto (1990). Hal tersebut merupakan suatu bukti yang cukup bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan ke arah pengembangan agroindustri menjadi sektor unggulan.

Pengembangan Agroindustri Kakao

Pengembangan Agrokakao harus dilakukan secara terintegrasi, mulai dari analisis prospektif komoditas kakao itu sendiri, dilanjutkan dengan pemilihan bibit unggul guna mendapatkan produk kakao yang bermutu dan berdaya saing tinggi. Untuk meningkatkan produksi dan mutu kakao di Indonesia, perlu dilakukan usaha perbaikan melalui aspek budidaya, pascapanen, industri pengolahan, sistem pemasaran, dan pengembangan kelembagaan. Untuk melakukan kegiatan tersebut

harus didukung oleh ketersediaan modal melalui lembaga keuangan, dan dukungan pemerintah sebagai fasilitator dan mediator.

Prospek Pengembangan Komoditi Kakao

Indonesia sebagai salah satu negara produsen kakao dunia perlu mengidentifikasi dan mengkaji strategi yang seharusnya dikembangkan untuk menciptakan daya saing produk. Pengembangan Agrokakao sesungguhnya dapat

(36)

Daya dukung yang dimiliki Indonesia dalam pengembangan Agrokakao didasarkan pada beberapa faktor antara lain: sumberdaya yang dimiliki, teknologi yang telah dikuasai, dan peluang pasar dalam negeri diprediksi akan berkembang di masa yang akan datang. Hal tersebut merupakan peluang Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar dan pangsa peluang komoditas kakao.

Mencermati sejauh mana peluang yang dimiliki Indonesia untuk menjadi produsen kakao terkemuka di dunia, dalam Tabel 1 diperlihatkan beberapa

keunggulan komparatif pengusahaan kakao yang dimiliki Indonesia dibanding negara produsen kakao lainnya seperti Afrika dan Amerika Latin. Keunggulan tersebut ditinjau dari beberapa faktor antara lain: (1) lahan pengembangan yang masih terbuka lebar, (2) jumlah tenaga kerja melimpah, (3) secara geografis Indonesia terletak pada posisi strategis karena dekat dengan negara tujuan ekspor sehingga biaya transportasi jauh lebih murah, dan (4) sistem politik luar negeri bebas-aktif memudahkan Indonesia menembus pasar ke negara-negara pengimpor.

Tabel 1 Perbandingan pengusahaan kakao di Indonesia dengan Afrika dan Amerika Latin

Indonesia Afrika dan Amerika Latin

1. Secara Mikro

• Upah tenaga kerja lebih murah

• Harga pokok produk lebih murah, karena upah, bahan bakar, dan unsur biaya produksi lainnya lebih murah

• Upah tenaga kerja lebih mahal

• Harga pokok produk lebih mahal, karena upah, bahan bakar, dan unsur biaya produksi lainnya lebih mahal

2. Secara Makro

• Infrastruktur dari daerah produsen ke pelabuhan ekspor lebih bagus

• Gejolak iklim tidak besar

• Memiliki sumber devisa non- migas, sehingga prasarana yang disediakan pemerintah cukup mendukung

• Inprastruktur dari daerah produksi ke pelabuhan ekspor kurang memadai

• Gejolak iklim besar

• Sumber devisa non-migas kurang mendukung, sehingga prasarana yang disediakan pemerintah kurang memadai Sumber: Spillane (1995)

(37)

menjadi negara produsen kakao terbesar di dunia mengungguli negara produsen utama seperti Pantai Gading dan Ghana. Alasannya, Pantai Gading telah meningkatkan pajak ekspor kakaonya sehingga volume ekspor dari negara pemasok kakao utama dunia tersebut diperkirakan akan menurun pada tahun-tahun mendatang. Keunggulan kompetitif kakao Indonesia dibanding dengan kakao dari negara produsen lainnya dapat diukur dari biaya produksi yang digunakan. Bank dunia mencatat, biaya produksi kakao Indonesia relatif rendah yaitu diperkirakan hanya

pada kisaran US$ 500-800 per ton (Spillane, 1995). Hal tersebut ditinjau dari dari aspek tenaga kerja, di mana upah tenaga kerja Indonesia relatif sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara produsen lainnya. Sebagai pembanding, misalnya negara Malaysia, upah tenaga kerja Indonesia lima kali lebih rendah. Uraian di atas menunjukkan bahwa, walaupun harga kakao di dunia turun, usaha perkakaoan Indonesia secara finansial seharusnya masih menguntungkan karena sekitar 70-80 persen biaya produksi dalam usaha kakao adalah biaya tenaga kerja.

Pangsa pasar produksi Asia-Oceania telah meningkat dengan pesat dari 2,5 persen tahun 1970 menjadi 17,5 persen pada tahun 1990 dan terus meningkat hingga tahun 2005 pangsa pasar produk kakao dunia mencapai 23,4 persen. Hal ini didasarkan pada peningkatan produksi negara-negara produsen utama kakao seperti Indonesia dan Malaysia. Sebaliknya, pangsa pasar produksi kakao dari benua Afrika telah menurun dari 56,1 persen pada tahun 1990 menjadi 53,2 persen pada tahun 2005. Kecuali Pantai Gading, pangsa pasar produksi negara-negara Afrika lainnya seperti Ghana, Nigeria dan Kamerun menurun dengan tajam. Demikian pula pangsa produksi negara-negara produsen kakao di benua Amerika juga sedikit mengalami penurunan. Hal ini terlihat tahun 1970 memiliki pangsa produksi sebesar 26,9 persen menjadi 26,4 persen pada tahun 1990 dan mengalami penurunan hingga angka 23,5 persen pada tahun 2005.

Berdasarkan keterangan di atas, Indonesia merupakan salah satu negara yang

(38)

pangsa produksi kakao Indonesia mencapai angka sebesar 11 persen. Pangsa produksi tersebut masih cenderung meningkat pada masa yang akan datang.

Kecenderungan tersebut menunjukkan bahwa prospek produksi kakao Indonesia masih cukup baik. Terbukti tahun 2003 Indonesia mengekspor kakao ke 19 negara dalam bentuk biji kakao kering. USA merupakan negara pengimportir biji kakao terbesar Indonesia dengan volume mencapai 117,3 ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 159.410.000, disusul Malaysia dengan volume 75,9 ton dan nilai

US$ 112.309, Brazil dengan volume 64,6 ton dan nilai US$ 100.106, Singapura dengan volume 37,6 ton dan nilai US$ 57.491, dan Belanda dengan volume 25,4 ton dan nilai US$ 28,227. Adapun negara-negara tujuan ekspor produk kakao olahan Indonesia antara lain Belanda, Inggris, Rusia, Hongkong, Taiwan, Polandia, dan Rumania (Dirjenbun, 2003).

Daerah pemasok kakao terbesar nasional adalah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Produksi kakao dari dua provinsi tersebut setiap tahun berfluktuasi baik volume maupun nilai ekspor, tetapi secara umum masih menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan sebagaimana tersaji dalam Tabel 2.

Tabel 2 Volume dan nilai ekspor kakao Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Tahun 1994-2003 Sumber: Dinas Perindustrian Provinsi Sulsel (2003)

Selain sebagai negara pengekspor, Indonesia juga merupakan negara pengimpor biji kakao dan kakao olahan. Impor ini dilakukan untuk konsumsi dan

(39)

industri kosmetik, industri farmasi, serta industri lainnya yang menggunakan kakao sebagai bahan baku. Alasan dilakukan impor karena harga kakao impor lebih murah dibanding dengan harga kakao dalam negeri. Alasan lain, karena ada beberapa industri pengolahan kakao dalam negeri khususnya yang menghasilkan kakao olahan untuk ekspor memerlukan kakao luar negeri yang bermutu tinggi untuk kebutuhan

blending dalam menghasilkan produk tertentu.

Volume impor kakao Indonesia pada tahun 1985 mencapai angka 511 ton

dengan nilai US$.652.000 dan tahun 1995 meningkat pesat hingga mencapai angka 3.588 ton dengan nilai US$.8.478.000. Hal ini menunjukkan laju pertumbuhan volume impor kakao mencapai 27,9 persen per tahun dengan nilai 60,3 persen. Demikian halnya ekspor kakao dunia juga meningkat, namun laju peningkatannya lebih lambat dibanding dengan impor. Produksi kakao dunia meningkat dengan laju lebih cepat daripada konsumsi kakao dunia sebagaimana tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3 Realisasi dan proyeksi produksi, konsumsi, ekspor, impor dan harga dunia biji kakao dari tahun 1979-2005

Uraian Realisasi kenaikan rata-rata per tahun (000 ton)

Tahun 1979-1981 1989 1989-1993 1993-2000 2000-2005

Produksi 1,69 2,42 0,66 2,09 2,39

Konsumsi 1,52 2,21 4,43 1,97 2,34

Ekspor 2,05 2,11 1,67 2,04 2,40

Impor 2,03 2,01 1,78 2,14 2,43

Harga (US$/Kg) 2,66 1,24 3,63 6,55 6,88 Sumber: Muharminto 1996

Budidaya Kakao di Indonesia

Varietas kakao yang umum dibudidayakan di Indonesia ada dua jenis yaitu

Ferestero yang dikenal dengan bulk cacao dan Criollo atau yang dikenal dengan

(40)

Selama proses pertumbuhan tanaman kakao, diperlukan pemeliharaan termasuk pemangkasan dengan tujuan untuk: (1) membentuk percabangan yang seimbang sehingga distribusi sinar matahari seimbang, (2) membuang cabang-cabang atau tunas yang tidak diinginkan seperti cabang yang sakit dan kering, (3) menjamin aerasi yang baik, dan (4) meningkatkan produktivitas.

Penanganan Pascapanen Biji Kakao

Proses penanganan dan pengolahan pascapanen biji kakao merupakan kegiatan yang sangat penting karena kegiatan pada tahapan ini sangat menentukan mutu biji kakao. Salah satu tahapan dari rangkaian proses penanganan dan pengolahan pascapanen biji kakao yang sangat menentukan mutu biji kakao adalah fermentasi karena pada tahapan inilah terbentuk citarasa khas kakao.

Tahapan penanganan dan pengolahan pascapanen kakao secara umum ada tiga, yaitu (1) pemanenan, (2) pengolahan biji, dan (3) proses lanjutan. Tahap pemanenan,

mencakup kegiatan aktivitas pemetikan, sortasi buah, dan pemecahan buah. Tahap pengolahan biji, mencakup kegiatan proses fermentasi, pengeringan, sortasi biji, pengepakan, dan penyimpanan. Tahap proses pengolahan lanjut (agroindustri), merupakan proses pengolahan biji kering menjadi berbagai macam produk kakao olahan.

(41)

Proses 5-12 hari Kematangan buah yang seragam

Benda keras Kulit buah dan

Plasenta

Proses 5-7 hari Cairan fermentasi dan CO2

Air Pencuci Air bekas pencucian

Sisa pulp dan bahan terlarut

Matahari 45-600C Uap air

Udara pemanas Bahan yang mudah menguap

Lama proses 15 menit Warna biji menjadi coklat sampai 2 jam rasa pahit berkurang

suhu 120-1210C

Biji rusak

Menggunakan Kotoran Standar mutu

Menggunakan Kapasitas setiap kemasan

Karung goni maksimal 60 kg

Gambar 1 Diagram alir penanganan dan pengolahan pascapanen biji kakao.

Pemanenan Buah Kakao

Panen buah kakao dilakukan ketika buah sudah masak yang dicirikan oleh perubahan warna kulit. Buah yang semula berwarna hijau, jika masak akan berubah warnahnya menjadi kekuning-kuningan dan yang semula merah akan berubah menjadi oranye. Proses pematangan buah mulai dari bunga memakan waktu sekitar enam bulan. Pemanenan buah kakao sebaiknya dilakukan secara selektif dengan menggunakan pisau atau alat pemanen yang tajam, sabit atau gunting. Setelah buah dipanen, biasanya dikumpulkan di suatu tempat, selanjutnya dilakukan pemecahan buah untuk diambil bijinya. Alat pemecah yang baik adalah menggunakan kayu keras,

Pengemasan dan Penyimpanan

Biji Kakao Keringg

Biji Kakao Kering Terfermentasi

Buah Kakao

Pemeraman Buah

Pemecahan Buah

Fermentasi Biji

Pencucian Biji Pencucian Biji

Pengeringan Biji

(42)

hindarkan penggunaan pisau yang tajam bila belum terampil karena dapat mengenai biji kakao yang berakibat cacat pada biji.

Buah yang masak mempunyai kulit tebal dan berisi 30-50 biji yang dikelilingi oleh pulp yang berlendir seperti getah. Berat biji kering sekitar 0.8-1.3 gram. Biji kakao terdiri dari dua bagian yaitu kulit biji (testa) dan keping biji. Kedua bagian dari biji kakao selama proses fermentasi mengalami perubahan dan menimbulkan aroma dan citarasa pada kakao.

Selama proses pemanenan, diusahakan agar buah kakao tidak mengalami kerusakan terutama fisik. Untuk mendapatkan hasil panen yang baik, menurut Susanto (1994) yang harus diperhatikan adalah : (1) tidak memanen buah yang masih muda, (2) waktu memanen tidak merusak bantalan buah, (3) saat memanen tidak boleh diputar, tapi harus menggunakan pisau yang tajam, (4) buah yang rusak harus segera disingkirkan, (5) pemanenan harus bersih, artinya tidak ada buah yang matang tertinggal, dan (6) tidak ada biji tercecer dan pemanenan harus dilakukan dengan teliti.

Buah yang telah dipanen dikumpulkan untuk selanjutnya dilakukan sortasi kebun. Sortasi kebun dapat dilakukan melalui tiga tahapan yaitu: (1) sortasi pertama, dilakukan dengan memisahkan kakao dengan kematangan yang seragam; (2) sortasi kedua, dilakukan dengan memisahkan buah kakao yang terkena serangan penyakit, busuk, buah terkelupas dan tercampur kotoran atau tanah; dan (3) sortasi ketiga, dilakukan dengan memisahkan buah yang tidak mempunyai pulp lagi karena dimakan tikus atau tupai.

Tabel 4 Perubahan warna dan pengelompokan kematangan buah kakao

Perubahan Warna

Bagian kulit buah yang berubah warna

Kelas Kematangan Buah

Kuning Pada alur buah C

Kuning Pada alur dan punggung buah B

Kuning Pada seluruh permukaan buah A

Kuning tua Pada seluruh permukaan buah A+

Keterangan: C = belum matang (40%) B = kurang matang (60%) A = matang (80%) A+ = matang sempurna

(43)

Pemeraman Buah Kakao

Pemeraman buah dapat mengurangi keasaman biji kakao, karena dapat menurunkan volume pulp dan jumlah gula pulp. Kondisi demikian akan berpengaruh pada peningkatan respirasi gula dan penurunan fermentasi alkohol oleh khamir. Pengurangan pembentukan alkohol menyebabkan asam asetat yang terbentuk semakin sedikit sehingga konsentrasi asam pada biji kering juga lebih sedikit. Penurunan volume pulp mengakibatkan berkurangnya aktivitas bakteri asam asetat

dalam biji sehingga pH biji menjadi lebih tinggi.

Pemeraman buah biasanya dilakukan selama 5-12 hari atau tergantung tingkat kematangan buah. Buah yang diperam tidak boleh terlalu matang, sehingga rusak karena serangan cendawan. Untuk menghindari kerusakan buah akibat pemanenan menurut Susanto (1994) yang harus diperhatikan adalah : (1) tempat pemeraman diatur sehingga cukup bersih dan terbuka, (2) pemeraman menggunakan wadah seperti keranjang atau karung goni, dan (3) bila pemeraman dilakukan di kebun, permukaan tanah harus diberi alas. permukaan tumpukan ditutup dengan daun-daun kering.

Pemecahan Buah

Pemecahan buah harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak membuat keping biji rusak. Karena itu teknik pemecahan kulit buah harus dilakukan dengan alat yang terbuat dari kayu keras atau dapat juga dengan menggunakan sabit, pisau, atau kulkosan maupun metode yang lebih maju lagi yaitu dengan mesin pengupas kulit. Setelah buah terlepas, biji kemudian dipisahkan dari plasentanya.

Fermentasi Biji Kakao

(44)

memperlonggar kulit biji sehingga setelah pengeringan biji mudah dilepaskan dari kepingnya.

Proses fermentasi terdiri atas dua bagian yaitu : fermentasi internal dan fermentasi eksternal. Fermentasi internal adalah proses perubahan biokimia di

dalam biji dengan bantuan enzim, sedangkan fermentasi eksternal adalah proses yang dilakukan untuk menghancurkan pulp yang melekat pada biji kakao dengan bantuan mikroorganisme.

Lama fermentasi dipengaruhi oleh ukuran biji, jumlah biji, dan jenis varietas kakao. Secara umum fermentasi berlangsung selama 5-7 hari. Apabila kurang dari waktu tersebut akan menyebabkan sebagian biji belum terfermentasi, sebaliknya, apabila terjadi proses fermentasi yang berlebihan (overfermentation) akan menimbulkan pengaruh-pengaruh negatif seperti: kulit biji menjadi rapuh, berat biji berkurang, aroma dan citarasa khas kakao hilang dan sebaliknya timbul aroma yang tidak dikehendaki atau bau asam. Kegiatan fermentasi dapat diakhiri setelah biji menunjukkan tanda-tanda seperti pulp mudah dibersihkan dari kulit biji, kulit biji telah berubah warna menjadi coklat, telah timbul bau asam cuka secara jelas, dan bila dipotong melintang penampang biji tampak seperti cincin berwarna.

Pencucian Biji Kakao

Pencucian biji kakao hanya dilakukan di beberapa negara termasuk Indonesia. Perendaman biji kakao dilakukan sekitar 2-3 jam. Tujuan dilakukan perendaman untuk meningkatkan jumlah biji bulat, kenampakan biji menarik dengan warna coklat cerah, menghentikan proses fermentasi, memperbaiki kenampakan biji, mengurangi asam cuka, dan mengurangi warna biji hitam. Sedangkan kelemahan jika dilakukan pencucian menyebabkan kulit biji menjadi rapuh sehingga biji yang pecah cukup besar dan mengurangi rendemen.

Pengeringan Biji Kakao

(45)

mekanis, dan (3) kombinasi keduanya. Pengeringan dengan menggunakan matahari langsung memberikan hasil yang lebih baik karena biji tidak langsung terkena suhu tinggi. Suhu pengeringan berkisar antara 45-600C. Lama penjemuran bervariasi tergantung pada keadaan cuaca. Cara kedua adalah pengeringan mekanis. Pengeringan mekanis meruapakan salah satu pilihan sekiranya cara penjemuran tidak dapat dilakukan secara penuh. Kelebihan alat pengering mekanis karena suhu pengering dapat diatur secara bertahap yaitu : tahap pertama 500C, tahap kedua

45-500C, dan tahap ketiga kembali dengan suhunya 500C. Demikian pula pengeringan dengan cara gabungan dilakukan dengan tahapan: pertama biji dijemur selama 14-16 jam, kemudian dikeringkan alat pengering mekanis selama 33-44 jam dengan proses pembalikan dilakukan setiap 2 jam. Bila kadar air biji sudah mencapai 7,5-7,0 persen, proses pengeringan dapat diakhiri.

Penggarangan Biji Kakao

Tujuan dilakukan penggarangan untuk membangkitkan aroma dan bau khas, mengeraskan kulit dan mengeraskan keping biji. Penggarangan sangat tergantung pada waktu dan suhu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : ukuran biji, kadar air biji mentah, alat, dan kegunaan hasil akhir. Contoh, penggarangan selama 15 menit hingga 2 jam pada suhu 1200C untuk membuat Chocolate dan suhu 1210C untuk membuat cocoa.

(46)

Sortasi Biji Kakao

Sortasi berarti pengelompokan biji kakao menjadi beberapa kelompok yang mutunya kurang lebih seragam, sambil memisahkan kotoran dan biji-biji yang tidak memenuhi syarat. Sebagai pedoman dalam pengelompokan biji digunakan standar kualitas biji yang ditentukan berdasarkan berat biji, kemurnian, warna, dan bahan ikutan serta jamur. Dalam menetapkan kualitas biji kakao faktor-faktor seperti kulit ari, kadar lemak, dan kadar air turut diperhatikan.

Pengepakan Biji Kakao

Biji yang telah disortasi dimasukkan ke dalam karung goni, dengan berat maksimum setiap karung 60 kg. Penyimpanan dapat dilakukan selama tiga bulan di daerah tropis dan bila lebih dari tiga bulan biasanya sudah tumbuh jamur dan asam lemak bebas akan meningkat. Gudang penyimpanan sebaiknya bersih dan dilengkapi lubang pergantian udara. Perlakuan fumigasi dapat diberikan sebelum gudang

digunakan. Karung goni sebaiknya tidak langsung menyentuh lantai gudang, tetapi diberi jarak antara 7-10 cm agar diperoleh sirkulasi udara yang baik.

(47)

12

Gambar 2 Perkembangan Produksi Biji Kakao dalam Setahun (kg/ha).

Industri Pengolahan Biji Kakao

Sekitar 70 persen produk kakao Indonesia diekspor dalam bentuk biji kakao kering tidak terfermentasi (unfermented cocoa beans) untuk bahan baku industri

negara pengimpor. Hal tersebut membuktikan bahwa industri pengolahan kakao di Indonesia belum berkembang khususnya skala kecil dan menengah. Penyebab utama tidak berkembangnya industri pengolahan tersebut adalah sistem tataniaga biji kakao yang hanya mengandalkan pasar ekspor. Sebagai akibat dari itu, nilai tambah dari kegiatan industri pengolahan belum dapat memberi sumbangan bagi devisa negara, melainkan menjadi milik negara pengimpor di olah lebih lanjut.

(48)

Industri pengolahan yang dimaksud umumnya tergolong industri besar dan terkonsentrasi di sekitar perkotaan. Akibatnya nilai tambah dari kegiatan agroindustri ini tidak tersentuh oleh petani-pekebun baik langsung maupun tidak langsung, melainkan hanya dinikmati oleh segelintir pelaku agroindustri.

Sebaran industri tidak proporsional, artinya sebagian besar industri yang ada tidak berada di daerah sentra produksi bahan baku. Sekitar 70 persen terdapat di pulau Jawa (Banten, Tangerang, Bandung, Jakarta, dan Surabaya). Sisahnya 12

persen berada di pulau Sumatera dan 10 persen di pulau Sulawesi.

Pulau Sulawesi merupakan pemasok bahan baku kakao terbesar secara nasional dengan pasokan mencapai 70 persen, namun industri pengolahan hanya ada lima dan seluruhnya terdapat di kawasan industri Makassar (KIMA) yang terdapat di sekitar perkotaan dan relatif jauh dari sentra produksi bahan baku. Kelima industri pengolahan yang dimaksud adalah : PT. Effem Indonesia, PT. Poleko Kakao Industri, PT. Maju Bersama, PT. Unicon, dan PT. Kopi Jaya.

Total kapasitas olah kelima industri tersebut masih relatif kecil yakni hanya sekitar 75.812 ton per tahun atau sekitar 27 persen dari total produksi kakao Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat yang rata-rata 296.039 ton per tahun. Produk akhir dari masing-masing industri pengolahan tersebut seluruhnya masih dalam bentuk bahan primer atau produk setengah jadi berupa lemak, pasta, cake, dan bubuk kakao. Produk hasil olahan tersebut seluruhnya diantarpulaukan dan di ekspor. Antarpulau dilakukan ke Medan, sedangkan ekspor dilakukan ke negara Australia, Singapura, London, Amerika Serikat, dan beberapa negara-negara lain yang memiliki industri pengolahan lanjut menjadi berbagai jenis produk barang jadi coklat yang siap dikonsumsi.

Berkaitan dengan aspek penanganan dan pengolahan, sampai saat ini yang dilakukan ditingkat petani adalah mengolah buah kakao menjadi biji kakao kering, baik melalui proses fermentasi maupun tanpa fermentasi. Pengolahan biji kakao kering menjadi lemak kakao (cocoa butter) dan bubuk kakao (cocoa powder)

Gambar

Gambar 1  Diagram alir penanganan dan pengolahan pascapanen biji kakao.
Gambar 3  Diagram alir proses pengolahan biji kakao dan kesetimbangan massa.
Tabel 7  Spesifikasi persyaratan khusus mutu biji kakao (satuan %)
Gambar 5  Struktur dasar Sistem Penunjang Keputusan (SPK).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Carta alir bagi aktiviti Pencegahan Pemulihan bermula daripada pihak sekolah melaporkan kerosakan sehingga peralatan kembali berfungsi dengan normal adalah seperti yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil tabulasi data dengan membandingkan produksi total untuk tiap jenis verietas rumput tanpa memperhatikan dosis pupuk didapatkan bahwa

Usaha budidaya pembesaran ikan lele di Kota Denpasar berdasarkan kriteria Payback Periode layak untuk dijalankan karena usaha ini mampu mengembalikan modal yang telah

Write a simple procedural text for anyone of the following: - How to make fried noodles. - How to use and refill

シZテムρ吻 蜥 歴 考憲乙た1柵 (1)あるプロセスに投 入され た財 の持ち込 むCO2配 分量 とその プロセスに おいて発 生する∞2量 の 和 は

Penelitian penilaian mengenai pengembangan instrumen telah dilakukan sebelumnya oleh Romika Rahayu di SMP Negeri Kota Semarang (2016) dari kegiatan pra

Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan data dan statistik pendidikan termasuk didalamnya pendayagunaan data merasa

Tindakan KPU yang sampai saat ini menerapkan ketentuan larangan calon anggota DPD sebagai pengurus partai politik sejak Pemilu 2019 dan menolak memasukan calon anggota