• Tidak ada hasil yang ditemukan

VALIDASI MODEL

1,000 1 2 Keriteria pengembangan :

3. Alternatif pengembangan :

1) Lemak kakao 0,4897 1

2) Bubuk kakao 0,2821 2

3) Kakao pasta 0,1568 3

4) Kakao cake 0,0714 4

Keterangan : Hasil pengolahan AHP

Model Pemilihan Teknologi Agrokakao

Proses pemilihan teknologi pada hampir semua operasi pengolahan menurut Brown (1994) dibagi dalam dua kategori yaitu (1) pemilihan diantara jenis-jenis peralatan dan mesin-mesin yang berbeda yang mengerjakan proses yang sama, dan (2) pemilihan diantara beberapa proses yang berbeda, tapi menghasilkan produk akhir yang sama. Kategori pertama dapat diartikan skala kapasitas olah, kemampuan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan.

Pemilihan Teknologi Fermentasi Biji Kakao

Penetuan prioritas teknologi tahapan proses fermentasi biji kakao diawali dengan pengajuan sejumlah alternatif yaitu teknologi fermentasi tradisional, teknologi fermentasi semi-mekanis, dan teknologi fermentasi mekanis (fermentor). Pilihan alternatif dilakukan berdasarkan sejumlah keriteria. Keriteria yang digunakan adalah kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, harga per unit, penggunaan energi dan bahan tambah, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan tingkat penerimaan terhadap sosial budaya masyarakat setempat.

Hasil analisis menunjukkan bahwa keriteria kunci dalam penentuan pilihan alternatif teknologi tahapan fermentasi berdasarkan bobot kepentingan relatif tertinggi hingga terendah secara agregatif adalah kemudahan dalam proses produksi, kemudahan dalam pemeliharaan dan perawatan, tingkat serapan tenaga kerja tinggi, biaya pengadaan alat dan mesin, penggunaan energi dan bahan tambah, dan tingkat kesesuaian dengan budaya masyarakat.

Hasil analisis menunjukkan kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan tingkat serapan tenaga kerja merupakan keriteria yang paling penting. Hal tersebut didukung oleh konsep bahwa di dalam pemilihan teknologi pada setiap proses selalu menempatkan kemudahan operasi, perawatan dan pemeliharaan menjadi keriteria utama. Alasannya, karena seringkali ketika dari awal pemilihan teknologi tidak tepat, maka akan berdampak pada membengkaknya biaya pemeliharaan dan perbaikan. Pengalaman menunjukakan bahwa seringkali biaya pemeliharaan terhadap suatu alat atu mesin lebih tinggi dari biaya pengadaan awal sehingga dalam peroses pemilihannya harus hati-hati dan selektif. Demikian pula halnya dengan tingkat serapan tenaga kerja yang dalam konteks ini juga menjadi keriteria penting, mengingat salah satu tujuan utama dari rancangan model sistem pengembangan Agrokakao ini adalah mengurangi tingkat pengangguran di desa. Selain keriteria kemudahan proses dan pemeliharaan serta tingkat serapan tenaga kerja, keriteria penentuan alternatif harus juga mempertimbangkan biaya pengadaan yang rendah dan penggunaan energi serta bahan tambah yang juga relatif rendah. Hal ini terkait dengan melambungnya harga BBM dunia dewasa ini yang tentu saja berdampak langsung pada tingginya biaya produksi.

Hasil analisis penilaian pakar atas sejumlah keriteria, diketahui alternatif alat dan teknologi fermentasi terbaik untuk kasus rancangan ini adalah teknologi fermentasi semi-mekanis. Teknologi fermentasi semi-mekanis ini relatif murah dibanding teknologi fermentasi mekanis (fermentor). Selain itu teknologi semi- mekanis dimungkinkan untuk dapat menyerap tenaga kerja relatif lebih banyak, mudah dalam pengadaanya serta ideal untuk perkebunan rakyat dengan asumsi luasan areal 400 hektar. Apabila menggunakan alat atau teknologi fermentasi dengan sistem

mekanis, justru akan mengakibatkan pemborosan biaya, sementara tingkat serapan tenaga kerja relatif lebih sedikit. Namun demikian, untuk keperluan proses fermentasi dalam skala besar, maka teknologi sistem mekanis (fermentor) merupakan pilihan yang tepat. Adapun teknologi fermentasi tradisional tidak menjadi pilihan dalam rancangan ini karena dikhawatirkan mutu biji kakao menjadi rendah akibat tidak sempurnanya proses fermentasi yang terjadi. Oleh karena itu, strategi pengembangan Agrokakao berorientasi sentra produksi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan rancangan pengembangan. Untuk jelasnya, hasil analisis tersebut selanjutnya dirangkum dalam Tabel 15.

Tabel 15. Prioritas teknologi tahapan fermentasi biji kakao

No Alternatif Pilihan Bobot Agregat Prioritas

A-1 Teknologi fermentasi sederhana (tradisional)

418.434 2

A-2 Teknologi fermentasi semi-mekanis

13.616.720 1

A-3 Teknologi fermentasi sistem mekanis (fermentor)

20.535 3

Keterangan : Hasil pengolahan teknik MPE

Pemilihan Teknologi Pengeringan Biji Kakao

Penentuan prioritas alat atau teknologi pengeringan biji kakaodiawali dengan mengajukan sejumlah alternatif yaitu teknologi pengeringan dengan penjemuran langsung sinar matahari (sun-drying), teknologi pengeringan buatan dengan kolektor sinar matahari pelat datar, dan kombinasi teknologi pengeringan penjemuran langsung dan kolektor sinar matahari pelat datar. Pilihan alternatif dilakukan didasarkan pada sejumlah keriteria. Keriteria yang dimaksud adalah kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, harga per unit, penggunaan energi dan bahan tambah, tingkat serapan tenaga kerja, dan tingkat penerimaan sosial budaya masyarakat setempat.

Hasil analisis menunjukkan bahwa keriteria kunci dalam penentuan pilihan alternatif teknologi pengeringan berdasarkan bobot kepentingan relatif tertinggi

hingga terendah secara agregatif adalah kemudahan dalam operasi, kemudahan dalam pemeliharaan dan perawatan, tingkat serapan tenaga kerja, biaya pengadaan per unit, penggunaan energi dan bahan tambah, dan tingkat kesesuaian budaya masyarakat.

Berdasarkan penilaian pakar atas keriteria menunjukkan bahwa kemudahan operasi, pemeliharaan dan perawatan serta tingkat serapan tenaga kerja merupakan keriteria penentu. Apabila dihubungkan dengan konsep pemilihan teknologi pada setiap proses yang selalu mengedepankan aspek kemudahan operasi dan perawatan sebagai keriteria utama, maka penilaian pakar tersebut adalah tepat. Pembenaran ini dilakukan karena seringkali ketika dari awal kurang tepat dalam menetapka pilihan teknologi akan berdampak langsung pada tingginya biaya produksi. Pengalaman menunjukkan bahwa seringkali biaya pemeliharaan mesin lebih tinggi dari biaya pengadaan awal sehingga dalam menjatuhkan pilihan harus dilakukan dengan hati- hati dan selektif. Demikian halnya tingkat serapan tenaga kerja yang dalam rancangan ini menjadi keriteria penting, mengingat salah satu tujuan utama adalah perluasan kesempatan kerja untuk mengurangi tingkat pengangguran di desa. Namun demikian, selain keriteria kemudahan proses, pemeliharaan dan perbaikan serta tingkat serapan tenaga kerja, keriteria penggunaan energi yang relatif rendah sepatutnya menjadi pertimbangan yang tidak terabaikan. Hal ini terkait dengan kebijakan harga BBM dunia dewasa ini yang cenderung terus melambung yang tentunya akan sangat berdampak langsung terhadap tingginya biaya produksi.

Hasil penilaian pakar terhadap sejumlah keriteria, maka alternatif teknologi terbaik adalah teknologi pengeringan dengan penjemuran langsung sinar matahari (sun-drying). Pengeringan dengan cara penjemuran langsung sinar matahari relatif murah dan mudah dalam operasi, pemeliharaan dan perawatan, murah dalam pengadaan serta ideal untuk perkebunan rakyat pada skala kecil menengah. Pilihan ini tepat apabila dikaitkan dengan salah satu tujuan rancangan pengembangan Agrokakao yaitu teknologi padat karya sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di desa. Sebaliknya apabila menggunakan teknologi pengeringan buatan kolektor sinar matahari pelat datar, akan berdampak pada tingginya biaya investasi dan penggunaan energi yang relatif tinggi. Namun demikian untuk mengatasi kemungkinan

terhambatnya proses pengeringan karena perubahan musim yang dapat berpengaruh langsung pada suplai bahan baku industri pengolahan, maka pilihan kedua adalah menggunakan kombinasi pengeringan matahari langsung dan kolektor sinar matahari pelat datar akan menjadi lebih penting. Hubungannya terhadap sosial budaya masyarakat, teknologi dengan sistem pengeringan menggunakan matahari langsung adalah tepat karena sudah menjadi keseharian masyarakat di desa, sehingga perekrutan tenaga kerja tidak lagi menjadi masalah. Oleh karena itu, strategi pengembangan Agrokakao berorientasi sentra produksi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan rancangan pengembangan. Hasil analisis penilaian pakar secara rinci terangkum dalam Tabel 16.

Tabel 16. Prioritas teknologi pengeringan biji kakao

No Alternatif Pilihan Bobot Agregat Prioritas A-1 Teknologi pengeringan dengan

penjemuran langsung sinar matahari (sun-drying)

13.900.561 1

A-2 Teknologi pengeringan buatan dengan menggunakan kolektor sinar matahari pelat datar

3.930.765 3

A-3 Kombinasi teknologi pengeringan sinar matahari langsung dan kolektor sinar matahari pelat datar

13.899.744 2

Keterangan : Hasil pengolahan teknik MPE

Pemilihan Teknologi Industri Pengolahan Biji Kakao

Penentuan prioritas teknologi industri pengolahan biji kakao dengan produk akhir lemak dan bubuk kakao diawali dengan mengajukan sejumlah alternatif teknologi pengolahan berdasarkan kapasitas atau derajat olah mesin. Dasar pertimbangan pengajuan alternatif pilihan teknologi disesuaikan dengan skala perancangan program pengembangan Agrokakao skala usaha kecil dan menengah. Hal tersebut terkait langsung dengan ketersediaan bahan baku. Berdasarkan asumsi yang dibangun yaitu tersedia luas areal kebun produktif 400 hektar dengan tingkat produktivitas 1300 kg biji kakao kering per hektar per tahun menunjukkan bahwa industri yang akan dikembangkan adalah industri skala kecil menengah. Oleh karena

itu, pilihan alternatif teknologi pengolahan pada penelitian ini didasarkan pada mesin yang kapasitas produksinya tergolong skala kecil dan menengah. Alternatif pilihan teknologi pengolahan yang dianalisis adalah kapasitas olah biji 250 kg/jam, 500 kg/jam, dan 1000 kg/jam.

Proses pemilihan alternatif mempertimbangkan sejumlah keriteria. Keriteria tersebut adalah industri dirancang dalam skala usaha kecil menengah yang akan terkait langsung dengan ketersediaan bahan baku. Keriteria lain adalah kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, tingkat serapan tenaga kerja, harga per unit, penggunaan energi dan bahan tambah, ketersediaan bahan baku biji kakao, dan tingkat kemudahan dalam mengakses.

Hasil analisis menunjukkan bahwa keriteria kunci dalam penentuan pilihan alternatif teknologi pengolahan berdasarkan bobot kepentingan relatif tertinggi hingga terendah secara agregatif selain keriteria utama adalah biaya pengadaan mesin, ketersediaan bahan baku, kemudahan operasi, kemudahan pemeliharaan dan perawatan, kemudahan mengakses, tingkat serapan tenaga kerja, dan penggunaan energi dan bahan tambah. Hasil penilaian pakar atas sejumlah keriteria penentuan alternatif pilihan, diketahui bahwa biaya pengadaan mesin per unit dan jaminan ketersediaan bahan baku merupakan keriteria yang paling penting. Hal tersebut bertolak belakang dengan konsep pemilihan teknologi pada setiap proses yang selalu mengedepankan aspek kemudahan operasi dan perawatan sebagai keriteria utama.

Untuk kasus rancangan program pengembangan Agrokakao ini, keputusan tersebut adalah tepat karena proses pemilihan teknologi lebih mengedepankan pilihan pada keriteria berdasarkan asumsi awal yang telah dibangun, sehingga pilihan lebih mengarah kepada biaya pengadaan dan potensi ketersediaan bahan baku, bukan pada jenis, merk ataupun type.

Hasil analisis menunjukkan bahwa mesin dengan kapasitas olah biji 250 kg/jam. Keputusan tersebut benar, mengingat bahan baku yang tersedia setiap tahun sebesar 400 hektar x 1300 kg = 520.000 kg, waktu operasi pabrik 8 jam/hari dengan asumsi hari kerja dalam satu bulan adalah 25 hari, maka lama operasi mesin adalah 200 jam/bulan atau 300 hari/tahun setara dengan mesin berproduksi 2400 jam yang

berarti dapat mengolah biji sejumlah 600.000 kg. Apabila dihubungkan dengan kapasitas olah mesin yang tersedia, maka terjadi krisis bahan baku sebesar 80.000 kg per tahun. Untuk mengatasi hal tersebut sehingga mesin tetap berproduksi, maka kekurangan bahan bahan baku dapat diatasi dengan jalan membeli di pasar bebas sebelum produktivitas kebun berhasil ditingkatkan. Kekurangan bahan baku tersebut setara dengan 40 hari proses atau 320 jam.

Apabila mesin yang dipilih kapasitas 500 kg/jam atau 1000 kg/jam, maka harus dilakukan penambahan biaya pengadaan sekitar 60-70 persen dari harga mesin kapasitas 250 kg/jam. Selain itu mesin dapat dipastikan tidak beroperasi secara kontinyu karena kekurangan bahan baku. Kecuali kekurangan bahan baku diatasi melalui pembelian di pasar umum walau dengan resiko yang relatif tinggi.

Produksi kakao yang tidak merata sepanjang tahun berpeluang menjadi kendala kelangsungan persediaan bahan baku industri pengolahan, maka diperlukan manajemen stock. Manajemen stock berkaitan langsung dengan sistem penyimpanan. Umur simpan biji kakao maksimal tiga bulan sehingga diperlukan teknik penyimpanan first in, first out (masuk dahulu keluar lebih dahulu).

Tabel 17. Prioritas teknologi industri pengolahan lemak dan bubuk kakao No Alternatif Pilihan Bobot Agregat Prioritas

A-1 Kapasitas 250 kg/jam 777.528 1

A-2 Kapasitas 500 kg/jam 72.508 2

A-2 Kapasitas 1000 kg/jam 36.230 3

Keterangan : Hasil pengolahan MPE

Model Strukturisasi dan Kelembagaan Agrokakao Pola-JASA

Model strukturisasi sistem dan pengembangan kelembagaan Agrokakao pola- JASA dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode Interpretative Structural Modeliing (ISM). Strukturisasi sistem dan pengembangan kelembagaan yang dianalisis terdiri atas enam elemen yaitu: (1) kebutuhan pengembangan Agrokakao terdiri atas 11 subelemen, (2) kendala utama pengembangan Agrokakao sebanyak 13 subelemen, (3) tujuan pengembangan

Agrokakao ada 13 subelemen, (4) tolok ukur keberhasilan pencapaian pengembangan Agrokakao diurai menjadi 13 subelemen, (5) sektor masyarakat yang terpengaruhi pengembangan Agrokakao sebanyak 13 subelemen, dan (6) lembaga yang terlibat dalam pengembangan Agrokakao juga terdapat 13 subelemen. Masing-masing subelemen pada setiap elemen selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan teknik ISM.

Proses analisis diawali dengan penilaian hubungan kontekstual antara masing- masing subelemen pada setiap elemen melalui proses diskusi secara intensif dengan pakar. Hasil penilaian sejumlah elemen melalui teknik ISM terhadap sistem pengembangan Agrokakao selanjutnya dibahas lebih lanjut.

Kebutuhan Program Pengembangan Agrokakao Pola-JASA

Berdasarkan survei lapang dan diskusi intensif dengan pakar serta komponen masyarakat lainnya yang peduli tentang perkakaoan berhasil diidentifikai sebanyak 11 sub-elemen kebutuhan pengembangan Agrokakao sebagai berikut:

1 ketersediaan infrastruktur: jalan, jembatan, listrik, dan telekomunikasi (B-1), 2 sarana dan prasarana seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian (B-2), 3 ketersediaan bibit unggul (B-3),

4 ketersediaan teknologi produksi (B-4),

5 ketersediaan SDM di desa yang terampil (B-5), 6 ketersediaan modal dan fasilitas pinjaman (B-6),

7 ketersediaan pengelola Agrokakao yang profesional (B-7), 8 kemudahan birokrasi seperti perizinan, dan perpajakan (B-8), 9 terciptanya stabilitas politik dan moneter (B-9),

10 kemampuan pemenuhan standardisasi mutu (B-10),

11 terbentuknya sistem tataniaga yang terjamin (B-11).

Hasil analisis elemen kebutuhan program pengembangan Agrokakao dengan menggunakan teknik ISM diperoleh struktur hierarki sebagaiman ditunjukkan dalam Gambar 21. Selanjutnya subelemen tersebut diplot ke dalam empat sektor untuk mengetahui hubungan DP-D ditunjukkan dalam Gambar 22. Adapun hasil analisis

masing-masing subelemen dalam bentuk Reachability Matriks Final dan Interpretasinya dirangkum dalam Tabel 18.

Tabel 18 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap elemen kebutuhan program pengembangan Agrokakao

Kode subelemen kendala utama program pengembangan Agrokakao

Kode Subelemen B-1 B-2 B-3 B-4 B-5 B-6 B-7 B-8 B-9 B-10 B-11 DP EK B-1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 12 2 B-2 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 10 4 B-3 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 8 6 B-4 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 8 6 B-5 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 11 3 B-6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1 B-7 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 9 5 B-8 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 4 7 B-9 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 4 7 B-10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 8 B-11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 9 D 2 4 9 9 3 1 5 11 11 12 13 LH 8 6 4 4 7 9 5 3 3 2 1 Keterangan:

B-1 ketersediaan infrastruktur, B-9 terciptanya stabilitas politik dan moneter, B-2 ketersediaan sarana dan prasarana produksi, B-10 terpenuhinya standardisasi mutu,, B-3 ketersediaan bibit unggul, B-11 adanya jaminan sistem tataniaga, B-4 ketersedian teknologi proses produksi, D = Dependence (ketergantungan), B-5 ketersediaan SDM yang terampil di desa, DP = Driver Power (kekuatan penggerak), B-6 ketersediaan modal dan fasilitas pinjaman, LH = Level hierarki,

B-7 adanya pengelola agroindustri kakao profesional, EK = Elemen kunci. B-8 adanya dukungan kemudahan birokrasi Pemerintah,

Tabel 18 menunjukkan subelemen kunci kebutuhan program pengembangan Agrokakao adalah permodalan dan fasilitas pinjaman. Namun demikian, dalam pengembangan usaha, modal bukanlah satu-satunya faktor penentu, melainkan ketersediaan infrastrktur berupa jalan, jembatan, irigasi, listrik, dan telekomunikasi; SDM di desa yang terampil, sarana dan prasarana seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin-mesin pertanian; manajemen pengelalo Agrokakao yang profesional, bibit unggul, teknologi budidaya, teknologi pascapanen, sarana dan prasarana produksi, kemudahan birokrasi berupa perizinan, kebijakan perpajakan, stabilitas politik dan moneter, pemenuhan standardisasi mutu, dan adanya jaminan sistem tataniaga, kesemuanya merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan.

Matriks hubungan DP-D menunjukkan sub-elemen kebutuhan akan kemudahan birokrasi birokrasi seperti perizinan dan kebijakan perpajakan, stabilitas politik dan moneter, pemenuhan standardisasi mutu, dan sistem tataniaga yang terjamin masing- masing tergabung dalam sektor Dependent. Variabel yang ada pada sektor ini

merupakan variabel terikat yang akan berdampak pada sistem apabila mendapat dukungan dari variabel lainnya. Sub-elemen ketersediaan bibit unggul, teknologi budidaya, pascapanen, dan produksi, berada dalam sektor Lingkage. Sub-elemen yang ada pada sektor ini merupakan variabel yang tidak stabil. Dengan demikian, variabel tersebut harus dikaji secara hati-hati mengingat setiap tindakan variabel pada sektor ini akan akan memberi dampak terhadap variabel termasuk umpan balik pengaruhnya dapat memberi dampak yang sangat berarti terhadap sistem. Selanjutnya, subelemen yang tergabung dalam sektor Independen adalah ketersediaan fasilitas permodalan, infrastruktur yang memadai, ketersediaan SDM di desa yang terampil, sarana dan prasarana produksi, dan manajemen pengelola agroindustri kakao yang profesional. Subelemen tersebut merupakan variabel bebas sehingga sering juga disebut bagian sisa dari sistem, namun harus dikaji secara maksimal karena memiliki kekuatan penggerak yang kuat terhadap sistem.

Gambar 21 Model struktur hierarki elemen kebutuhan program pengembangan Agrokakao. B-11. Sistem tataniaga terjamin

B-10. Standardisasi mutu

B3. Bibit unggul

B5. SDM di desa yang terampil

B4. Teknologi Proses

B2. Sarana dan prasarana

B-8. Kemudahan birokrasi

B1. Infrastruktur yang memadai B6. Permodalan usaha B7. Manajemen pengelolaan

11 (B6) 10 (B1) 9 INDEPENDENT LINGKAGE 8 (B5) (B3,B4) 7 (B2,B7) 6 5 4 AUTONOMOUS DEPENDENT 3 2 (B8,B9,B10,B11) 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Gambar 22 Matriks hubungan DP-D elemen kebutuhan program pengembangan. Kendala Utama Program Pengembangan Agrokakao Pola-JASA

Berdasarkan survei lapang dan diskusi secara intensif dengan pakar serta komponen masyarakat lainnya yang peduli tentang perkakaoan berhasil diidentifikasi sebanyak 13 subelemen dari elemen kendala utama program pengembangan Agrokakao sebagai berikut:

1 terbatasnya dana dan modal usaha (K-1);

2 belum memadainya sarana dan prasarana produksi (K-2); 3 belum memadainya infrastruktur (K-3);

4 tidak stabilnya harga produk kakao (K-4);

5 belum ada sinergi usaha kebun, pascapanen, dan industri pengolahan (K-5); 6 terbatasnya jumlah SDM di desa yang terampil (K-6);

7 terbatasnya akses pengadaan teknologi Agrokakao (K-7);

8 buruknya mekanisme birokrasi seperti perizinan dan pajak (K-8); 9 rendahnya produtivitas tanaman dan keseragaman mutu produk (K-9); 10 menurunnya harga jual produk karna kualitas rendah (K-10);

D R I V E R P O W E R DEPENDENCE

11 tidak terjaminnya kontinuitas suplai bahan baku (K-11); 12 rendahnya naluri bisnis di tingkat petani-pekebun (K-12);

13 adanya budaya masyarakat yang cepat puas atas hasil yang dicapai (K-13). Hasil analisis elemen kendala program pengembangan Agrokakao pola-JASA yang terdiri atas 13 subelemen melalui teknik ISM tergambarkan struktur hierarkinya sebagaimana tersaji pada Gambar 23. Sedangkan hubungan DP-D setiap subelemen diketahui dengan cara diplot ke dalam diagram yang terbagi dalam empat sektor sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 24. Mengenai hasil analisis masing-masing subelemen dalam bentuk Reachability Matriks Final dan Interpretasinya terangkum dalam Tabel 19.

Tabel 19 menunjukkan subelemen kunci dari elemen kendala utama program pengembangan Agrokakao adalah keterbatasan dana atau modal usaha. Selain faktor dana atau modal usaha, juga ditemukan kendala lain seperti belum adanya pola pengusahaan Agrokakao yang terintegrasi dan bersinergi, tidak adanya jaminan pasar bagi petani-pekebun atas hasil perkebunannya, dan rendahnya kinerja kelembagaan pemerintah seperti perizinan, birokrasi, dan perpajakan; belum memadainya sarana dan prasarana produksi. Keterbatasan jumlah SDM yang terampil di desa juga merupakan kendala yang perlu mendapat perhatian dalam program pengembangan Agrokakao yang dirancang berorientasi sentra produksi. Kendala masih rendahnya produktivitas dan keseragaman mutu produk kakao termasuk kendala yang memerlukan langkah penanganan lebih serius. Produktivitas perkebunan kakao rakyat per hektar rata-rata baru mencapai kisaran 950 hingga 1300 kg biji kakao kering per tahun atau sekitar 44 persen dari potensi produksi yakni 2500-3000 kg biji kakao kering per hektar, artinya masih dibutuhkan usaha peningkatan produktivitas kebun sekitar 56 persen (Disbun Sulsel, 2003). Kendala lain program pengembangan Agrokakao adalah infrastruktur yang belum memadai, harga produk kakao yang tidak stabil, sulitnya mengakses teknologi pengolahan, kualitas produk biji kakao masih asalan sehingga menurunkan harga jual, kontinuitas suplai bahan baku tidak terjamin, rendahnya naluri bisnis atau jiwa entrepreneur dikalangan petani-pekebun

dan masyarakat di desa, dan masih kentalnya budaya masyarakat di desa yang cepat puas dengan hasil yang telah mereka capai.

Tabel 19 Hasil Rachability Matriks Final dan Interpretasi elemen kendala utama program pengembangan Agrokakao

Kode subelemen kendala utama program pengembangan Agrokakao

Kode Subelemen K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 K-6 K-7 K-8 K-9 K-10 K-11 K-12 K-13 DP EK K-1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 1 K-2 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 10 4 K-3 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 7 K-4 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 7 K-5 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 2 K-6 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 9 5 K-7 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 7 K-8 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 3 K-9 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 8 6 K-10 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 7 K-11 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 7 K-12 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 7 K-13 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 7 7 D 1 4 13 13 2 5 13 3 6 13 13 13 13 LH 7 4 1 1 6 3 1 5 2 1 1 1 1 Keterangan:

K-1 terbatasnya dana dan modal usaha;

K-2 belum memadainya sarana dan prasarana produksi; K-3 belum memadainya infrastruktur; K-4 harga produk Agrokakao tidak stabil;

K-5 belum adanya sinergi usaha antara kebun, pascapanen, industri pengolahan, dan pemasaran; K-6 terbatasnya jumlah SDM di desa yang berkualias;

K-7 terbatasnya akses pengadaan paket teknologi Agrokakao;

K-8 rendahnya kinerja kelembagaan seperti: perizinan, birokrasi, dan kebijakan perpajakan; K-9 rendahnya produtivitas kebun dan keseragaman produk;

K-10 menurunnya harga jual produk karena kualitas rendah; K-11 tidak terjaminnya kontinuitas suplai bahan baku; K-12 rendahnya naluri bisnis di tingkat pekebun;

K-13 adanya budaya masyarakat yang cepat puas atas hasil usaha yang telah dicapai. D = Dependent (Tingkat ketergantungan)

DP = Driver Power (Penggerak Kekuatan) LH = Level hierarki

EK = Elemen kunci

Matriks hubungan DP-D pada Gambar 24 menunjukkan bahwa subelemen dari elemen kendala utama program pengembangan Agrokakao yang termasuk dalam sektor Dependent adalah keterbatasan jumlah SDM di desa yang terampil dan rendahnya kinerja birokrasi seperti perizinan dan kebijakan perpajakan. Subelemen yang pada sektor ini merupakan variabel terikat yang memiliki ketergantungan yang demikian tinggi dari variabel lainnya. Berdasarkan kenyataan yang ada, komponen

birokrasi dan kebijakan pemerintahlah yang tidak berpihak kepada pengembangan agroindustri selama ini sebagai salah satu penyebab tidak berkembangnya investasi Agrokakao sekaligus menjadi pemicu peningkatan ekspor produk kakao dalam bentuk biji kakao kering. Kebijakan yang dimaksud adalah peraturan tentang beban tarif yang tidak dikenakan bagi eksportir biji kakao kering, sedangkan investasi industri pengolahan di Indonesia dikenai beban PPN 10 persen dan pada saat melakukan ekspor produk olahan, baik produk primer maupun produk jadi, kembali dikenakan beban PPN 15 persen. Dengan demikian, total beban pajak yang harus ditanggung industri pengolahan mencapai 25 persen. Berbeda halnya, ketika impor produk maupun produk jadi kakao yang hanya dikenakan beban PPN 5 persen.

Gambar 23 Model struktur hierarki elemen kendala utama pengembangan Agrokakao

Subelemen yang termasuk dalam sektor Linkage adalah infrastruktur belum mamadai, harga produk Agrokakao tidak stabil, keterbatasan akses teknologi,

Dokumen terkait