• Tidak ada hasil yang ditemukan

VALIDASI MODEL

AGROKAKAO POLA-JASA

yang harus dilakukan dalam rangka pengembangan Agrokakao melalui pola-JASA adalah sebagai berikut:

Strategi pemenuhan kebutuhan pengembangan Agrokakao pola-JASA

Kebutuhan utama program pengembangan Agrokakao melaui jejaring usaha adalah permodalan dan fasilitas pinjaman. Strategi pemenuhan kebutuhan tersebut dapat diupayakan melalui akses sumber-sumber pendanaan yang tersedia, seperti: perbankan (bank konvensional dan syariah) dan lembaga permodalan lainnya (BUMD, BUMN, PNM, ventura, dan lembaga donor). Perwujudan hal tersebut sangat ditentukan oleh kemampuan jejaring usaha Agrokakao dalam mensosialisasikan program-program stategisnya dan bantuan pemerintah pusat maupun daerah. Salah satu bentuk bantuan strategis yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah adalah mendirikan lembaga permodalan khusus agroindustri, seperti: bank agroindustri baik di pusat dan di daerah.

Dalam pengembangan Agrokakao jejaring usaha, modal bukanlah satu- satunya faktor penentu. Perbaikan infrastruktur, penyediaan sarana/prasarana produksi, penyediaan bibit unggul, dan kemudahan akses teknologi produksi juga merupakan faktor penentu yang keberadaannya tidak dapat diabaikan. Faktor-faktor tersebut akan berfungsi maksimal jika mendapat dukungan pemerintah dan upaya maksimal dari pelaku usaha itu sendiri dalam penyediaan SDM yang terampil dan manajemen UKM yang profesional di desa.

Strategi mengatasi kendala pengembangan Agrokakao pola-JASA

Beberapa kendala utama yang menyebabkan Agrokakao di Indonesia tidak berkembang adalah: keterbatasan sumber pendanaan; belum adanya terciptanya integrasi dan sinergi usaha, rendahnya kinerja birokrasi, perizinan, dan perpajakan, belum memadainya infrastruktur desa, belum memadainya sarana dan prasarana produksi; keterbatasan kualitas SDM di desa, dan rendahnya produktivitas dan kualitas produk.

Keterbatasan sumber pendanaan bagi kegiatan usaha, khususnya usaha kecil menengah dan koperasi menjadi kendala utama yang menyebabkan Agrokakao tidak

berkembang dengan maksimal. Arah kebijakan pemerintah dalam penyediaaan sumber dana usaha lebih berorientasi pada usaha yang berskala besar atau usaha konglomerasi, sementara penyediaan dana untuk usaha kecil menengah dan koperasi masih kurang. Kebijakan demikian terkesan mengedepankan raihan pendapatan bagi negara bukan kemanfaatan masyarakat secara luas. Usaha kecil menengah dan koperasi selama ini hanya mampu memberi kontribusi pendapatan bagi negara sebesar 1,952 atau 170 kali lebih rendah dibanding dengan usaha besar yang mencapai 83,148. Arah kebijakan pemerintah tersebut, meskipun memberi kontribusi yang besar bagi pendapatan negara tetapi dipandang keliru karena mengabaikan sebagian besar aspek kehidupan rakyat.

Kebijakan pemerintah mengenai retribusi dan pajak bagi pendirian industri juga menjadi kendala utama pengembangan Agrokakao. Pendirian industri dikenakan PPN 10 persen dari total investasi dan ketika industri tersebut melakukan ekspor produk dalam bentuk olahan primer dan produk jadi, dikenakan lagi PPN 15 persen sehingga total beban pajak yang harus ditanggung oleh setiap industri sebesar 25 persen. Apabila dibandingkan dengan tarif biaya masuk atau impor produk kakao hanya dikenakan 5 persen dan ketika mengekspor biji kakao kering tidak dibebani pajak. Pemerintah juga belum mengambil kebijakan dalam pengendalian ekspor biji kakao unfermented, padahal jumlah pendapatan negara yang dapat diraih melalui kebijakan itu tidak kecil. Misalnya; Ghana sebagai penghasil kakao terbesar di dunia telah memberlakukan pungutan ekspor sebesar US$ 150/ton. Hal tersebut di atas merupakan penyebab sehingga industri pengolahan kakao dalam negeri tidak berkembang maksimal.

Kendala utama lainnya dalam pengembangan Agrokakao adalah belum adanya bentuk kelembagaan yang efektif dan harmonis menghubungkan antara petani-pekebun dengan industri pengolahan. Oleh karena itu, melalui pengembangan Agrokakao pola-JASA yang telah dikembangkan dalam penelitian ini dipandang sebagai terobosan baru untuk menjawab kendala utama pengembangan Agrokakao yang selama ini mengalami kesulitan untuk berkembang.

Belum memadainya infrastruktur di desa, terbatasnya sarana dan prasarana produksi, terbatasnya jumlah SDM di desa yang terampil, dan rendahnya produktivitas dan kualitas produk juga menjadi kendala dalam pengembangan Agrokakao. Strategi untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan mengajak segenap pelaku perkakaoan untuk bekerjasama dan bersinergi dalam mengatasi kendala tersebut.

Strategi pencapaian tujuan pengembangan Agrokakao pola-JASA

Tujuan pengembangan Agrokakao pola-JASA adalah peningkatan nilai tambah komoditas yang dapat dirasakan langsung olah petani-pekebun sebagai pelaku utama dan pelaku lainnya secara proporsional. Nilai tambah komoditas hanya dapat dicapai melalui pengembangan Agrokakao yang berorientasi pada sentra produksi bahan baku atau industri pengolahan yang dibangun di desa. Industri pengolahan tersebut adalah milik petani-pekebun yang dibangun melalui kekuatan kelompok pekebun. Setiap petani yang tergabung dalam program ini diasumsikan memiliki kebun produktif seluas satu hektar dibawah koordinasi seorang ketua kelompok. Beberapa kelompok pekebun membangun kekuatan yang lebih besar dalam wadah koperasi pekebun. Koperasi pekebun kemudian membangun unit industri pengolahan skala usaha kecil dan menengah yang disebut Agrokakao UKM.

Agar unit Agrokakao UKM ini memiliki kekuatan untuk mengambil bagian atau peluang usaha yang lebih besar sehingga menjadi usaha yang kuat dan sustain, maka diperlukan suatu manajemen jejaring usaha. Manajemen jejaring usaha ini dibentuk oleh penggabungan kekuatan koperasi unit Agrokakao UKM dengan tujuan untuk mengelola unit-unit Agrokakao UKM melalui fungsi administrasi dan keuangan, organisasi dan peningkatan SDM, serta menjadi media pusat informasi dan pemasaran. Dengan demikian, tujuan peningkatan produkstivitas kebun, peningkatan volume produk kakao olahan, peningkatan daya saing produk kakao, mendorong pembangunan perekonomian daerah, penciptaan lapangan kerja bagi angkatan kerja di desa, peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa secara simultan dapat tercapai.

Pengembangan Agrokakao pola-JASA dapat mengantarkan Agrokakao UKM mampu bersaing baik pada pasar domestik maupun ekspor. Pencapaian tersebut disebabkan oleh adanya kekuatan baru yang lebih besar, kompetitif, dan akses pada pasar yang lebih luas dengan biaya yang rendah. Situasi ini tidak mungkin dapat dilakukan jika unit Agrokakao UKM bergerak secara sendiri-sendiri. Strategi pencapaian tujuan seperti inilah yang menjadi hakekat kekuatan dari pengembangan Agrokakao melalui pola-JASA.

Strategi harmonisasi sektor masyarakat yang terpengaruhi program

Program pengembangan Agrokakao pola-JASA memberi dampak langsung dan tidak langsung bagi masyarakat petani-pekebun. Petani-pekebun bertindak sebagai pelaku utama dalam memproduksi bahan baku biji kakao dan juga sebagai pemilik industri pengolahan yang akan dikembangkan. Untuk mewujudkan hal tersebut, petani-pekebun hendaknya memahami dengan sungguh-sungguh hak dan kewajibannya dalam program pengembangan Agrokakao pola-JASA.

Strategi pelaksanaannya dilakukan melalui sosialisasi kebermanfaatan pola- JASA bagi petani-pekebun, baik manfaat yang tangibles maupun intangibles. Sosialisasi ini dipandang penting sebab berdasarkan hasil wawancara langsung dengan beberapa petani-pekebun diperoleh keterangan bahwa ada kecenderungan petani-pekebun menolak setiap ajakan untuk bergabung dalam program-program yang baru. Alasan penolakan mereka dapat dimaklumi karena selama ini hampir setiap kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan pertanian-pekebun dinilai merugikan dalam posisinya yang lemah. Implikasinya terhadap program pengembangan Agrokakao pola-JASA adalah memberi fleksibilitas pada petani untuk turut berpartisipasi sebab tidak ada pemaksaan untuk bergabung dan juga tidak ada larangan untuk keluar jika merasa tidak mendapatkan kebermanfatan (entry-exit). Dengan demikian, program pengembangan Agrokakao pola-JASA hendaknya dapat dikelola dengan baik dan transparan sehingga dapat memberikan keuntungan yang proporsional antara petani-pekebun dengan pelaku lainnya.

Sosialisasi tentang program pengembangan Agrokakao pola-JASA sebaiknya juga dilakukan pada masyarakat sekitar lokasi industri. Hal ini penting sebab ada pemahaman yang keliru dikalangan masyarakat pedesaan tentang pendirian industri baru yang akan mencemari lingkungannya. Mereka tidak melihat adanya peluang kerja baru untuk meningkatkan kesejahteraannya atas kehadiran industri baru tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut, eksistensi program pengembangan Agrokakao pola- JASA sangat dibutuhkan sebagai mitra strategis masyarakat setempat. Pola-JASA dapat bertindak sebagai mediator antara petani-pekebun dan industri pengolahan dengan masyarakat sekitar melalui rekruitmen tenaga kerja yang memprioritaskan penduduk setempat sesuai tingkat keterampilannya. Selain itu, informasi kepada petani-pekebun tentang harga jual domestik dan dunia Agrokakao olahan secara bersinambung, termasuk mekanisme penentuan harganya. Pasar ekspor produk kakao menurut Asosiasi Importir Kakao dan Kopi di Hamburg Jerman, mekanisme penetapan harga kakao di Uni Eropa ditentukan berdasarkan supply and demand serta referensi bursa komoditi kakao di London dan New York.

Strategi pengembangan kelembagaan Agrokakao pola-JASA

Elemen kunci lembaga pelaku pengembangan Agrokakao pola-JASA adalah petani-pekebun yang tergabung dalam koperasi pekebun, manajemen pengelola unit Agrokakao UKM, dan lembaga keuangan. Ketiga sub-elemen lembaga tersebut merupakan urat-nadi yang menentukan hidup matinya program pengembangan Agrokakao karena ketiganya memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Apabila salah satu komponen tersebut tidak berfungsi baik, maka program dapat dipastikan tidak efektif bahkan tidak dapat dilaksanakan. Petani-pekebun tidak dapat melakukan usaha taninya dengan baik tanpa dukungan modal dan profesional bagainapun manajemen pengelola Agrokakao UKM tidak akan mampu berbuat banyak tanpa dukungan permodalan untuk menjalankan usaha. Sebalinya lembaga keuangan tidak berani menyalurkan dananya jika tidak ada jaminan kemampuan petani-pekebun dan manajemen Agrokakao di dalam mengelola usaha yang menggunakan dana pinjaman.

Strateginya adalah melakukan sosialisasi secara baik dan efektif program pengembangan Agrokakao yang hendak dilakukan.

Bentuk keterlibatan Pemerintah Daerah dan Dinas lintas sektoral dalam program pengembangan pola-JASA adalah fasilitatot, motivator, dan melakukan pembinaan sehingga diperoleh peningkatan produktivitas usaha. Kemudian strategi yang harus dilakukan Litbang perkakaoan dan Perguruan Tinggi adalah melakukan penelitian dan pengkajian pengembangan kakao terus-menerus. Asosiasi pengusaha dan eksportir yang selama ini telah eksis diharapkan secara bersama-sama dan bersinergi dengan manajemen jejaring usaha untuk tumbuh dan berkembang dalam memajukan perkakaoan di tanah air.

Indikator penilaian keberhasilan program Agrokakao pola-JASA

Elemen kunci yang dapat dijadikan tolok ukur untuk menilai keberhasilan program pengembangan Agrokakao pola-JASA adalah terjadinya peningkatan pangsa pasar produk kakao olahan. Apabila indikator ini telah menunjukkan kinerja yang baik, maka akan berpengaruh langsung pada indikator lainnya seperti peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani-pekebun, penurunanan angka kemiskinan dan pengangguran di desa, peningkatan produktivitas tanaman kakao, dan terjadinya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di desa.

Strategi jangka pendek untuk hal tersebut adalah melakukan evaluasi kinerja model secara konseptual. Evaluasi kinerja model secara konseptual dalam penelitan ini dilakukan melalui analisis finansial kelayakan model. Hasil analisis menunjukkan bahwa model pengembangan Agrokakao pola-JASA terbukti efektif dan menunjukkan peningkatan pendapatan petani-pekebun sebagai pelaku utama program jejaring sebesar 260 persen.

Strategi jangka menengah dapat dilihat dari tingkat partisipasi petani-pekebun dalam program pengembangan Agrokakao pola-JASA yang kinerjanya dilihat dari jumlah industri pengolahan UKM di desa yang bergabung dalam manajemen jejaring usaha. Sedangkan strategi jangka panjang adalah terjadinya peningkatan nilai tambah komoditas, adanya peningkatan pendapatan petani-pekebun dan pelaku perkakaoan

lainnya, semakin kuatnya usaha sehingga dapat memperluar pangsa pasar, terjadinya penurunaan angka kemiskinan dan pengangguran di desa, bertambahnya kualitas SDM di desa oleh alih teknologi yang pada gilirannya akan tercipta kesejahteraan masyarakat di desa.

Rekayasa Kelembagaan Agrokakao Pola-JASA

Berdasarkan hasil analisis sistem dan pengembangan kelembagaan Agrokakao pola-JASA melalui teknik ISM dilakukan rekayasa model konseptual. Model konseptual kelembagaan Agrokakao pola-JASA bertujuan untuk memberdayakan petani-pekebun sebagai pelaku utama perkakaoan di samping komponen pelaku lain dalam satu sistem yang harmonis sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 34.

Gambar 34 Model konseptual sistem kelembagaan Agrokakao pola-JASA.

PASAR PRODUK UKM : -INDUSTRI DLM NEGERI -INDUSTRI LN (EKSPOR)

LEMBAGA PEMBIAYAAN : KPS, BPR, BPD, BRI UNIT, VENTURA, BUKOPIN UNIT BANK AGROINDUSTRI? Pemerintah Daerah Dinas Terkait Asosiasi: -Petani Kakao -Industri pengolahan -Pedagang/Eksportir Lembaga Pendukung: -Konsultas agribisnis dan agroindustri -Litbang perkakaoan -Perguruan Tinggi -LSM KOPERASI SEKUNDER UNIT-UNIT INDUSTRI PENGOLAHAN Manajemen pengelola agroindustri berbasis kakao P P KP KOPERASI PEKEBUN KP KP P P P P P P P KOPERASI PEKEBUN UNIT INDUSTRI PENGOLAHAN KP P P P

Model Kelayakan Finansial Agrokakao

Analisis kelayakan model pengembangan Agrokakao pola-JASA dilakukan terhadap: (1) Usaha kebun dan pascapanen, (2) Industri pengolahan lemak dan bubuk kakao dengan kapasitas olah biji kakao kering 250 kg/jam, dan (3) Integrasi usaha Agrokakao (usaha kebun, pascapanen pada luasan 400 hektar, dan industri pengolahan dengan kapasitas olah biji kakao kering 250 kg/jam). Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis kinerja lembaga manajemen jejaring dengan asumsi terdapat empat simpul unit usaha industri pengolahan yang berpartisipasi.

Kelayakan Model Kebun dan Pascapanen

Analisis kelayakan usaha pemeliharaan kebun dan pascapanen dengan produk akhir biji kakao kering terfermentasi. Analisis ini dilakukan pada kebun seluas 400 hektar. Keriteria finansial yang digunakan adalah PBP, NPV, B/C-ratio, IRR, dan BEP. Setelah dilakukan analisis finansial investasi, dilanjutkan dengan analisis risiko untuk mengetahui tingkat risiko yang harus ditanggung dibanding dengan keuntungan yang diperoleh. Hubungan antara risiko dan keuntungan diukur dengan koefisien variasi (cv) yang merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung proyek dengan besarnya keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil. Semakin besar nilai cv, risiko yang ditanggung semakin besar pula. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis risiko mengikuti kaidah (Soeharto, 2002) yakni: jika nilai cv < 0,5 proyek berisiko rendah; jika nilai cv ≥0,5 dan cv ≤0,8, berisiko sedang; dan jika nilai cv > 0,8, proyek berisiko tinggi.

Validasi kelayakan model usaha kebun dan pascapanen kakao pada kebun seluas 400 hektar menggunakan basis data usaha perkebunan kakao rakyat di kabupaten Polmas Provinsi Sulawesi Barat sebagai daerah studi pengembangan model. Untuk keperluan validasi kelayakan model digunakan asumsi berdasarkan situasi dan kondisi ketika validasi model dilakukan sebagai berikut:

1) luas kebun yang ada dalam areal pengembangan 400 ha,

2) sumber dana pembiayaan bank konvensional pada suku bunga 13.5%. 3) perbandingan modal pinjaman dengan modal sendiri adalah (DER = 60 : 40)

4) jangka waktu pelunasan pinjaman selama 10 tahun dengan tenggang waktu 1 tahun selama masa pendirian pabrik,

5) biaya pemeliharaan kebun produktif meliputi biaya tenaga kerja, biaya pemupukan dan pestisida, biaya pascapanen, pengangkutan, dan beban pajak. 6) biaya pembebasan tanah untuk bagunan fisik industri penanganan pascapanen

Rp.15.000/m2.

7) biaya investasi alat dan teknologi tahapan fermentasi, pengeringan sebesar Rp.2.679.607.182.

8) produktivitas kebun 1300 kg/ha/tahun (520.000 kg/tahun untuk kebun 400 ha), 9) harga jual biji kakao kering fermentasi Rp.10.000/kg berdasarkan harga rata-rata

tahunan ketika dilakukan verifikasi model pada tahun 2004, 10) biaya BBM telah disesuaikan dengan harga sekarang.

11) pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Tarif pajak untuk wajib pajak beban dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar 10% untuk 50 juta pertama, 15% untuk pendapatan di atas 50 juta sampai dengan 100 juta, dan selanjutnya 30% di atas 100 juta dari pendapatan kena pajak (Rusjdi, 2004).

12) biaya investasi pembebasan lahan atau pembangunan kebun, penyediaan bibit, dan biaya lainnya berkenaan dengan pembangunan kebun sampai pemeliharaan tanaman sebelum berproduksi tidak termasuk dalam kajian,

Berdasarkan asumsi dan masukan data di atas selanjutnya dilakukan analisis kelayakan investasi. Hasil analisis melalui sumber dana bank konvensional dengan suku bunga 13,5 persen menunjukkan usaha PBP 2 tahun 3,3 bulan dengan nilai NPV: Rp.19.029.140.805; B/C: 8.10; IRR: 31.83, dan BEP:87.861.

Hasil analisis laba-rugi menunjukkan rata-rata keuntungan usaha perkebunan dan pascapanen kakao pada kebun produktif seluas 400 hektar diperoleh keuntungan sebesar Rp.2.864.769.618. Apabila hasil tersebut dikonversi dalam satuan luas, maka diperoleh keuntungan sebesar Rp.7.161.924 per hektar per tahun. Dengan demikian, petani-pekebun yang tergabung dalam program pengembangan melalui kekuatan kelompok pekebun dalam wadah koperasi pekebun dengan produk akhir biji kakao

kering yang diproses melalui unit fermentasi dan pengeringan akan mendapatkan peningkatan penerimaan sebesar Rp.7.161.924 per hektar per tahun.

Berbagai skenario dilakukan terhadap model dengan tujuan untuk mengetahui variabel yang berpengaruh terhadap keriteria investasi. Analisis sensitivitas penting karena berbagai kemungkinan dapat saja terjadi seperti fluktuasi harga, baik harga jual produk lemak dan bubuk kakao maupun harga beli biji kakao kering fermentasi sebagai bahan baku industri pengolahan dan perubahan suku bunga bank. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan menggunakan sumber dana bank konvensional pada tingkat suku bunga naik 10 persen nilai IRR menunjukkan hasil sebesar 33,68 persen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pendirian industri penanganan pascapanen menjadi biji kakao terfermentasi dinyatakan layak pada tingkat suku bunga pinjaman maksimal 36,5 persen dengan risiko investasi rendah.

Ketika dilakukan analisis sensitivitas pada berbagai skenario perubahan diantaranya perubahan harga jual biji kakao kering fermentasi, biaya pemeliharaan kebun dan pascapanen biji kakao, dan suku bunga bank menunjukkan hasil sebagaimana disajikan dalam Tabel 24. Dari sejumlah skenario yang telah dilakukan menunjukkan nilai IRR masih di atas suku bunga rata-rata. Dengan demikian, usaha kebun dan pascapanen pada kebun seluas 400 hektar masih layak dilakukan dengan risiko rendah.

Tabel 24 Hasil analisis sensitivitas terhadap sumber dana bank konvensional

Keriteria investasi

Skenario perubahan NPV (Rp) B/C-ratio IRR(%) PBP(th)

1 Harga jual biji kakao kering Rp.

10.000/kg (normal)

19.029.140.805

8,10 31,83 2,331

2 Harga jual biji kakao kering dan biaya produksi tetap, tetapi suku bunga bank naik 10%

17.536.286.049

7,49 33,68 2,359

3 Harga jual biji kakao kering dan suku

bunga bank naik sebesar 10%, namun biaya produksi tetap

19.817.968.580

8,33 33,97 2,212

4 Harga jual biji kakao kering turun 10%, pada biaya produksi dan suku bunga bank tetap

16.578.753.332

7,19 31,50 2,510

5 Harga jual biji kakao kering turun 10%, biaya produksi tetap, dan suku bunga bank naik 10%

15.254.603.518

Kelayakan Model Industri Pengolahan

Analisis kelayakan investasi industri pengolahan kakao dengan produk akhir lemak dan bubuk kakao dilakukan untuk mengetahui kelayakan investasi pabrik kapasitas olah biji kakao 250 kg/jam untuk mengolah hasil kebun seluas 400 hektar. Keriteria finansial yang digunakan adalah NPV, B/C-ratio, IRR, PBP, dan BEP. Setelah dilakukan analisis finansial investasi, dilanjutkan dengan analisis risiko untuk mengetahui tingkat risiko yang harus ditanggung dibanding dengan keuntungan yang diperoleh (L). Hubungan antara risiko dan keuntungan diukur dengan koefisien variasi (cv) yang merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung proyek dengan besarnya keuntungan yang diperoleh sebagai hasil. Semakin besar nilai cv, risiko yang ditanggung semakin besar pula. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis risiko mengikuti kaidah (Soeharto, 2002) yakni: jika nilai cv < 0,5 proyek berisiko rendah; jika nilai cv ≥ 0,5 dan cv ≤0,8, proyek berisiko sedang; dan jika nilai cv > 0,8, proyek berisiko tinggi. Asumsi yang digunakan dalam analisis kelayakan investasi adalah :

1) umur ekonomis proyek 15 tahun,

2) harga beli biji kakao kering fermentasi Rp.10.000/kg,

3) harga jual lemak kakao Rp.51.000/kg dan bubuk kakao Rp.7.330/kg, 4) produktivitas kebun 1300 kg biji kakao kering fermentasi/ha/thn,

5) kapasitas produksi tahun pertama 80%, tahun ke-2: 90%, dan tahun ke-3 hingga ke-15 sesuai dengan batas ekonomi proyek masing-masing 100%,

6) waktu operasi pabrik 8 jam/hari untuk 25 hari kerja/bulan setara 200 jam/bulan atau 300 hari/tahun setara mesin berproduksi 2400 jam,

7) kekurangan bahan baku diatasi dengan cara membeli di pasar umum agar kebutuhan untuk operasi pabrik tetap terpenuhi,

8) harga yang digunakan dalam perhitungan biaya, konstan setiap tahunnya,

9) faktor diskonto didasarkan pada tingkat suku bunga pinjaman bank konvensional sebesar 13,5%,

10) biaya BBM telah disesuaikan dengan harga sekarang,

12) pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Tarif pajak untuk wajib pajak beban dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar 10% untuk 50 juta pertama, 15% untuk pendapatan di atas 50 juta sampai dengan 100 juta, dan selanjutnya 30% di atas 100 juta dari pendapatan kena pajak (Rusjdi, 2004).

Input data sub-model kelayakan industri pengolahan lemak dan bubuk kakao menggunakan basis data biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel, biaya modal kerja, biaya penyusutan, dan biaya perawatan. Hasil analisis berdasarkan proyeksi laba-rugi dan cash flow dengan sumber pinjaman 60 persen dan modal sendiri 40 persen (DER 60:40) melalui bank konvensional. Apabila analisis dilakukan hingga tahun ke-15 sesuai asumsi umur ekonomis proyek, diperoleh keuntungan rata-rata Rp.2.828.618.361 per tahun.

Secara rinci hasil analisis kelayakan investasi usaha industri pengolahan lemak dan bubuk kakao dengan kapasitas olah biji kakao kering terfermentasi sebesar 250 kg/jam menggunakan sumber dana bank konvensional pada suku bunga 13,5 persen menunjukkan usaha PBP 2 tahun 5 bulan dan nilai NPV: Rp.23.113.561.211; B/C:5,92; IRR:31,24, dan BEP:40.901 kg.

Hasil analisis laba-rugi diperoleh keuntungan rata-rata per tahun dengan sumber dana bank konvensional memberi keuntungan bersih sebesar Rp. 2.828.618.361 per tahun. Dengan demikian, apabila industri pengolahan dimiliki oleh 400 orang pekebun yang tergabung dalam anggota koperasi pekebun, maka dalam setahun setiap anggota akan mendapatkan peningkatan penerimaan sebesar Rp.7.071.546 per hektar. Keuntungan yang diperoleh petani-pekebun bukan hanya itu, tetapi masih terdapat keuntungan lain diantaranya jaminan pasar atas produk hasil perkebunannya dan gaji sebagai tenaga kerja pada industri apabila ada diantara anggota keluarga yang menjadi karyawan industri. Ketika dilakukan analisis risiko