• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Proses Pembuatan Teh Herbal Dari Seledri (Apium graveolens L. )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Proses Pembuatan Teh Herbal Dari Seledri (Apium graveolens L. )"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PROSES PEMBUATAN TEH HERBAL DARI

SELEDRI (Apium graveolens

L. )

Oleh

WINDI LILIANA

F34101002

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Windi Liliana. F34101002. Kajian Proses Pembuatan Teh Herbal dari Se ledri (Apium graveolens L.). Di bawah bimbingan M. Zein Nasution dan Erliza Hambali. 2005.

RINGKASAN

Indonesia merupakan negara penghasil tanaman obat yang cukup banyak. Sebanyak 2000-3000 jenis tanaman telah diketahui memiliki khasiat, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal. Tanaman jenis ini disebut sebagai tanaman herbal. Dengan adanya kecenderungan pola hidup kembali ke alam, pemanfaatan tanaman herbal mulai diperhatikan.

Seledri (Apium graveolens L.) termasuk salah satu tanaman herbal yang memiliki khasiat cukup banyak. Seledri bisa digunakan untuk mengobati hipertensi, rematik, asam urat, radang, menurunkan kolesterol dalam darah, usus buntu, tifus, keracunan, luka akibat gigitan serangga, demam akibat gigitan serangga, batuk, prostat, menyubur kan rambut, wajah berminyak, asma, dan xerophthalmia. Untuk mendapatkan manfaat tersebut, seledri bisa dikonsumsi dalam bentuk minuman yang disebut dengan teh herbal (herbal tea).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama pelayuan dan lama pengeringan terhadap mutu daun seledri kering yang dihasilkan serta untuk mendapatkan komposisi terbaik teh seledri dengan penambahan teh hijau, daun jeruk, daun salam dan kayu manis. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor perlakuan, yaitu lama pelayuan (P) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 0 jam (P1), 14 jam (P2) dan 18 jam (P3); dan lama pengeringan (Q) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 20 jam (Q1), 24 jam ( Q2) dan 28 jam (Q3).

Pengamatan yang dilakukan terhadap daun seledri kering meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, nilai VRS (Volatile Reducing Substances) dan kadar sari. Daun seledri kering yang dihasilkan memiliki rendemen 13,10-13,70 %; kadar air 4,77–5,84 % (db); kadar abu 13,99-14,46 % (db); ka dar sari 0,78-1,15 %; dan nilai VRS 7,68-12,96 meq/g. Hasil analisis keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa lama pelayuan berpengaruh terhadap rendemen, nilai VRS dan kadar sari daun seledri kering; dan lama pengeringan berpengaruh terhadap kadar sari daun seledri kering, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap semua parameter yang diuji.

Daun seledri kering terbaik yang dipilih berdasarkan pembobotan adalah daun seledri kering dengan lama pelayuan 14 jam dan lama pengeringan 20 jam dengan rendemen sebesar 13,40 %, kadar air 5,44 % (db), kadar abu 14,23 % (db), nilai VRS 12,00 meq/g dan kadar sari 1,06 %.

(3)

Windi Liliana. F34101002. The Study of Herbal Tea Processing from Celery (Apium graveolens L.). Supervised by M. Zein Nasution and Erliza Hambali. 2005.

SUMMARY

Indonesia is one major medical plants producer. As many as 2000-3000 plant species had been proved to have functional properties, unfortunately the application was still limited. This kind of plant is known as herbal plant. Nowadays, the use of herbal plant is in more consideration along with the emerging back to nature.

Celery (Apium graveolens L) is among the herbal plants that has many functional properties. For as simple as insect bite, cold, asthma, inflammation, to rheumatic, thypoid fever, xerophtalmia, intoxication, until as chronic as prostate cancer, hypertension, and hypercholestorelemia can be cured with celery. Celeries is also useful to make healthier hair and in reducing oily face problem. For easier and more pleasurable curing, celery can be consumed as herbal tea.

The objective of this research is to obtain information on effect of withering and drying time to the dried celeries qua lity and to obtain the best celery tea formula with addition of green tea, kaffir lime leaf, bay leaf and cinnamon bark. The experimental design used was Completely Randomized Design with two variabels, which are withering time (P) that was done in three stage, 0 hour (P1), 14 hours (P2), and 18 hours (P3); and drying time (Q), also done in three stage, 20 hours (Q1), 24 hours (Q2), and 28 hours (Q3).

The parameters being observed were total rendement, water content, ash content, volatile reducing substances (VRS) value, and water extract content. The production of dried celeries in this experiment resulted in 13,10-13,70 % rendement, with the water content ranging from 4,77-5,84 % (db), ash content 13,99-14,46 % (db), VRS value 7,68-12,56 meq/g, and water e xtract content 0,78-1,15 %. The result of analysis of variance ((α = 0,05) showed that withering time affected the rendement, VRS value, and water extract content; while drying time affected the water extract content of dried celeries. The interaction between two variabels were not affecting any measured parameters.

The best dried celeries based on weighing is the one of produced from 14 hours withering time and 20 hours drying time, with 13,40 % rendement, water content 5,44 % (db), ash content 14,23 % (db), VRS value 12,00 meq/g, and water extract content 1,06 %.

(4)

KAJIAN PROSES PEMBUATAN TEH HERBAL DARI SELEDRI

(Apium graveolens L. )

Oleh

WINDI LILIANA

F34101002

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN PROSES PEMBUATAN TEH HERBAL DARI SELEDRI

(Apium graveolens L. )

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

WINDI LILIANA

F34101002

Dilahirkan pada tanggal 21 Agustus 1984 di Bukittinggi

Tanggal lulus : 4 Oktober 2005

Menyetujui, Bogor, 13 Oktober 2005

Dr. Ir. Erliza Hambali, MSi Ir. M. Zein Nasution, MAppSc

(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul:

KAJIAN PROSES PEMBUATAN TEH HERBAL DARI

SELEDRI (Apium graveolens L. )

adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Oktober 2005

Yang membuat pernyataan

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 21 Agustus 1984. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1987 di TK Pertiwi Lubuk Basung, setelah menyelesaikan pendidikan pada tahun 1989, penulis melanjutkan ke sekolah dasar di SDN 20 Sangkir, Lubuk Basung, Kabuapten Agam. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan studinya di SLTPN 1 Lubuk Basung, Kabupaten Agam dan lulus tahun 1998. Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 1 Lubuk Basung, Kabupaten Agam dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama kuliah di IPB, penulis menjadi asisten mata kuliah Teknologi Minyak Atsiri dan Kosmetika pada tahun ajaran 2004/2005. Selain itu, penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai staff Public Relation pada periode 2002/2003.

Dalam rangka menyelesaikan studi, penulis melakukan praktek lapang di PT Coca-Cola Bottling Indonesia Central Sumatera di Padang dengan topik “Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Produk Minuman Ringan di PT Coca-Cola Bottling Indonesia Central Sumatera”. Kemudian penulis menyusun skripsi

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas rahmat dan karunia dari Allah SWT sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul “KAJIAN PROSES PEMBUATAN TEH HERBAL DARI SELEDRI (Apium graveolens

L.)”. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 6 bulan.

Selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis banya k mendapat bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. M. Zein Nasution, MAppSc. dan Dr. Ir. Erliza Hambali, MSi selaku dosen yang telah memberikan bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Muslich, MSi atas kesediaannya sebagai dosen penguji dan telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.

3. PT Liza Herbal Internasional sebagai pendukung utama atas terlaksananya penelitian ini.

4. PLPG Kota Bogor bese rta seluruh staf yang telah membantu penulis selama penelitian dan menyediakan fasilitas yang diperlukan.

5. Kedua orang tua penulis, Bapak A. Yani dan Ibu Gusnina, serta kakak dan

adik atas doa , kasih sayang dan dukungan yang diberikan selama ini. 6. Dicki Rama dlon, Fahmy, Wanto, Adjie, Eko, Yuni, Heavy, Tita dan

rekan-rekan TIN 38 atas persahabatan dan kebersamannya selama ini.

7. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

Saran dan masukan yang membangun sangat diharapkan unt uk kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam bidang industri pertanian.

Bogor, Oktober 2005

(9)

U CAPAN TERI M A KASI H U CAPAN TERI M A KASI H

Sebuah karya kecil telah berhasil penulis selesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Dengan ketulusan hati penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

M y lovely family, Bapak A. Yani, I bu Gusnina, kakanda Elsi Andriani dan adinda Elya Oktarina atas segala kasih sayang, do’a, dan dorongan sehingga penulis bisa melewati satu tahap kehidupan yang sangat berarti. Bapak Zein Nasution atas segala kebaikan yang beliau berikan kepada penulis selama masa studi di TI N.

I bu Erliza Hambali yang telah meluangkan waktunya dalam membimbing penulis untuk kelancaran penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Seseorang yang selalu ada, Dicki Ramadlon. Terima kasih untuk semua kasih sayang, motivasi, bantuan dan do’a yang diberikan. Kesenangan, kebahagiaan, canda, dan tawa yang terlahir dari dirimu menjadikan hidup terasa lebih hidup.

Yuni Ramadhani, Hevy Susanti, Goldati Agritha, Fahmy Rahendas, Aji Catur Pamungkas, Herwanto, Galih Firmana, atas persahabatan dan kebersamaan selama di TI N. Sebuah dunia baru tercipta setelah pertemuan kita empat tahun yang lalu.

Rekan-rekan satu bimbingan : Anggorowati, Dita Anindya dan M , Yusuf atas kerja sama dan semangat juangnya selama penelitian.

M as Eko, Wawan, Agus, Dani, L inda, Wiwin, Nia, Nisa, Oryza dan Anni, atas bantuannya selama penelitian di lab.

Seluruh TI Ners 38 atas kekompakan dan kebersamaannya selama menuntut ilmu di TI N.

Tilo, Jeng Ye, L ilin, Anis, I ndri, Bobby, Anita, Sari, I ka dan seluruh penghuni kos ”Windy”.

M bak Echi, M as I ndro, M as Dhani, M as Tuba, dan semua karyawan PT L iza Herbal I nternational atas dukungannya selama penulis melakukan penelitian.

M bak Wiwit, Mas Bibenk, M as Pian, dan semua karyawan PL PG Kota Bogor atas bantuannya dalam menyediakan fasilitas untuk kelancaran penelitian penulis.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. SELEDRI ... 3

B. TEH HIJAU... 5

C. JERUK PURUT ... 6

D. DAUN SALAM ... 6

E. KAYU MANIS ... 7

F. PELAYUAN DAN PENGERINGAN DAUN SELEDRI... 7

G. PROSES PENGERINGAN... 9

H. CABINET DRYER... 11

III. METODOLOGI ... 12

A. BAHAN DAN ALAT ... 12

B. METODE PENELITIAN... 12

a. Analisa Proksimat Bahan ... 12

(11)

KAJIAN PROSES PEMBUATAN TEH HERBAL DARI

SELEDRI (Apium graveolens

L. )

Oleh

WINDI LILIANA

F34101002

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Windi Liliana. F34101002. Kajian Proses Pembuatan Teh Herbal dari Se ledri (Apium graveolens L.). Di bawah bimbingan M. Zein Nasution dan Erliza Hambali. 2005.

RINGKASAN

Indonesia merupakan negara penghasil tanaman obat yang cukup banyak. Sebanyak 2000-3000 jenis tanaman telah diketahui memiliki khasiat, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal. Tanaman jenis ini disebut sebagai tanaman herbal. Dengan adanya kecenderungan pola hidup kembali ke alam, pemanfaatan tanaman herbal mulai diperhatikan.

Seledri (Apium graveolens L.) termasuk salah satu tanaman herbal yang memiliki khasiat cukup banyak. Seledri bisa digunakan untuk mengobati hipertensi, rematik, asam urat, radang, menurunkan kolesterol dalam darah, usus buntu, tifus, keracunan, luka akibat gigitan serangga, demam akibat gigitan serangga, batuk, prostat, menyubur kan rambut, wajah berminyak, asma, dan xerophthalmia. Untuk mendapatkan manfaat tersebut, seledri bisa dikonsumsi dalam bentuk minuman yang disebut dengan teh herbal (herbal tea).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama pelayuan dan lama pengeringan terhadap mutu daun seledri kering yang dihasilkan serta untuk mendapatkan komposisi terbaik teh seledri dengan penambahan teh hijau, daun jeruk, daun salam dan kayu manis. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor perlakuan, yaitu lama pelayuan (P) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 0 jam (P1), 14 jam (P2) dan 18 jam (P3); dan lama pengeringan (Q) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 20 jam (Q1), 24 jam ( Q2) dan 28 jam (Q3).

Pengamatan yang dilakukan terhadap daun seledri kering meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, nilai VRS (Volatile Reducing Substances) dan kadar sari. Daun seledri kering yang dihasilkan memiliki rendemen 13,10-13,70 %; kadar air 4,77–5,84 % (db); kadar abu 13,99-14,46 % (db); ka dar sari 0,78-1,15 %; dan nilai VRS 7,68-12,96 meq/g. Hasil analisis keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa lama pelayuan berpengaruh terhadap rendemen, nilai VRS dan kadar sari daun seledri kering; dan lama pengeringan berpengaruh terhadap kadar sari daun seledri kering, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap semua parameter yang diuji.

Daun seledri kering terbaik yang dipilih berdasarkan pembobotan adalah daun seledri kering dengan lama pelayuan 14 jam dan lama pengeringan 20 jam dengan rendemen sebesar 13,40 %, kadar air 5,44 % (db), kadar abu 14,23 % (db), nilai VRS 12,00 meq/g dan kadar sari 1,06 %.

(13)

Windi Liliana. F34101002. The Study of Herbal Tea Processing from Celery (Apium graveolens L.). Supervised by M. Zein Nasution and Erliza Hambali. 2005.

SUMMARY

Indonesia is one major medical plants producer. As many as 2000-3000 plant species had been proved to have functional properties, unfortunately the application was still limited. This kind of plant is known as herbal plant. Nowadays, the use of herbal plant is in more consideration along with the emerging back to nature.

Celery (Apium graveolens L) is among the herbal plants that has many functional properties. For as simple as insect bite, cold, asthma, inflammation, to rheumatic, thypoid fever, xerophtalmia, intoxication, until as chronic as prostate cancer, hypertension, and hypercholestorelemia can be cured with celery. Celeries is also useful to make healthier hair and in reducing oily face problem. For easier and more pleasurable curing, celery can be consumed as herbal tea.

The objective of this research is to obtain information on effect of withering and drying time to the dried celeries qua lity and to obtain the best celery tea formula with addition of green tea, kaffir lime leaf, bay leaf and cinnamon bark. The experimental design used was Completely Randomized Design with two variabels, which are withering time (P) that was done in three stage, 0 hour (P1), 14 hours (P2), and 18 hours (P3); and drying time (Q), also done in three stage, 20 hours (Q1), 24 hours (Q2), and 28 hours (Q3).

The parameters being observed were total rendement, water content, ash content, volatile reducing substances (VRS) value, and water extract content. The production of dried celeries in this experiment resulted in 13,10-13,70 % rendement, with the water content ranging from 4,77-5,84 % (db), ash content 13,99-14,46 % (db), VRS value 7,68-12,56 meq/g, and water e xtract content 0,78-1,15 %. The result of analysis of variance ((α = 0,05) showed that withering time affected the rendement, VRS value, and water extract content; while drying time affected the water extract content of dried celeries. The interaction between two variabels were not affecting any measured parameters.

The best dried celeries based on weighing is the one of produced from 14 hours withering time and 20 hours drying time, with 13,40 % rendement, water content 5,44 % (db), ash content 14,23 % (db), VRS value 12,00 meq/g, and water extract content 1,06 %.

(14)

KAJIAN PROSES PEMBUATAN TEH HERBAL DARI SELEDRI

(Apium graveolens L. )

Oleh

WINDI LILIANA

F34101002

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN PROSES PEMBUATAN TEH HERBAL DARI SELEDRI

(Apium graveolens L. )

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

WINDI LILIANA

F34101002

Dilahirkan pada tanggal 21 Agustus 1984 di Bukittinggi

Tanggal lulus : 4 Oktober 2005

Menyetujui, Bogor, 13 Oktober 2005

Dr. Ir. Erliza Hambali, MSi Ir. M. Zein Nasution, MAppSc

(16)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul:

KAJIAN PROSES PEMBUATAN TEH HERBAL DARI

SELEDRI (Apium graveolens L. )

adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Oktober 2005

Yang membuat pernyataan

(17)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 21 Agustus 1984. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1987 di TK Pertiwi Lubuk Basung, setelah menyelesaikan pendidikan pada tahun 1989, penulis melanjutkan ke sekolah dasar di SDN 20 Sangkir, Lubuk Basung, Kabuapten Agam. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan studinya di SLTPN 1 Lubuk Basung, Kabupaten Agam dan lulus tahun 1998. Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 1 Lubuk Basung, Kabupaten Agam dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama kuliah di IPB, penulis menjadi asisten mata kuliah Teknologi Minyak Atsiri dan Kosmetika pada tahun ajaran 2004/2005. Selain itu, penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai staff Public Relation pada periode 2002/2003.

Dalam rangka menyelesaikan studi, penulis melakukan praktek lapang di PT Coca-Cola Bottling Indonesia Central Sumatera di Padang dengan topik “Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Produk Minuman Ringan di PT Coca-Cola Bottling Indonesia Central Sumatera”. Kemudian penulis menyusun skripsi

(18)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas rahmat dan karunia dari Allah SWT sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul “KAJIAN PROSES PEMBUATAN TEH HERBAL DARI SELEDRI (Apium graveolens

L.)”. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 6 bulan.

Selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis banya k mendapat bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. M. Zein Nasution, MAppSc. dan Dr. Ir. Erliza Hambali, MSi selaku dosen yang telah memberikan bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Muslich, MSi atas kesediaannya sebagai dosen penguji dan telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.

3. PT Liza Herbal Internasional sebagai pendukung utama atas terlaksananya penelitian ini.

4. PLPG Kota Bogor bese rta seluruh staf yang telah membantu penulis selama penelitian dan menyediakan fasilitas yang diperlukan.

5. Kedua orang tua penulis, Bapak A. Yani dan Ibu Gusnina, serta kakak dan

adik atas doa , kasih sayang dan dukungan yang diberikan selama ini. 6. Dicki Rama dlon, Fahmy, Wanto, Adjie, Eko, Yuni, Heavy, Tita dan

rekan-rekan TIN 38 atas persahabatan dan kebersamannya selama ini.

7. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

Saran dan masukan yang membangun sangat diharapkan unt uk kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam bidang industri pertanian.

Bogor, Oktober 2005

(19)

U CAPAN TERI M A KASI H U CAPAN TERI M A KASI H

Sebuah karya kecil telah berhasil penulis selesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Dengan ketulusan hati penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

M y lovely family, Bapak A. Yani, I bu Gusnina, kakanda Elsi Andriani dan adinda Elya Oktarina atas segala kasih sayang, do’a, dan dorongan sehingga penulis bisa melewati satu tahap kehidupan yang sangat berarti. Bapak Zein Nasution atas segala kebaikan yang beliau berikan kepada penulis selama masa studi di TI N.

I bu Erliza Hambali yang telah meluangkan waktunya dalam membimbing penulis untuk kelancaran penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Seseorang yang selalu ada, Dicki Ramadlon. Terima kasih untuk semua kasih sayang, motivasi, bantuan dan do’a yang diberikan. Kesenangan, kebahagiaan, canda, dan tawa yang terlahir dari dirimu menjadikan hidup terasa lebih hidup.

Yuni Ramadhani, Hevy Susanti, Goldati Agritha, Fahmy Rahendas, Aji Catur Pamungkas, Herwanto, Galih Firmana, atas persahabatan dan kebersamaan selama di TI N. Sebuah dunia baru tercipta setelah pertemuan kita empat tahun yang lalu.

Rekan-rekan satu bimbingan : Anggorowati, Dita Anindya dan M , Yusuf atas kerja sama dan semangat juangnya selama penelitian.

M as Eko, Wawan, Agus, Dani, L inda, Wiwin, Nia, Nisa, Oryza dan Anni, atas bantuannya selama penelitian di lab.

Seluruh TI Ners 38 atas kekompakan dan kebersamaannya selama menuntut ilmu di TI N.

Tilo, Jeng Ye, L ilin, Anis, I ndri, Bobby, Anita, Sari, I ka dan seluruh penghuni kos ”Windy”.

M bak Echi, M as I ndro, M as Dhani, M as Tuba, dan semua karyawan PT L iza Herbal I nternational atas dukungannya selama penulis melakukan penelitian.

M bak Wiwit, Mas Bibenk, M as Pian, dan semua karyawan PL PG Kota Bogor atas bantuannya dalam menyediakan fasilitas untuk kelancaran penelitian penulis.

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. SELEDRI ... 3

B. TEH HIJAU... 5

C. JERUK PURUT ... 6

D. DAUN SALAM ... 6

E. KAYU MANIS ... 7

F. PELAYUAN DAN PENGERINGAN DAUN SELEDRI... 7

G. PROSES PENGERINGAN... 9

H. CABINET DRYER... 11

III. METODOLOGI ... 12

A. BAHAN DAN ALAT ... 12

B. METODE PENELITIAN... 12

a. Analisa Proksimat Bahan ... 12

(21)

c. Penentuan Komposisi Teh Seledri... 13

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 16

A. ANALISA PROKSIMAT BAHAN... 16

1. Analisa Daun Seledri Segar... 16

2. Analisa Bahan Tambahan... 16

B. PELAYUAN DAN PENGERINGAN DAUN SELEDRI ... 17

1. Rendemen... 18

2. Kadar Air ... 19

3. Kadar Abu ... 19

4. Volatile Reducing Substances(VRS) ... 20

5. Kadar Sari... 22

C. PEMILIHAN PRODUK TERBAIK ... 23

D. PENGUJIAN ORGANOLEPTIK... 25

1. Rasa ... 25

2. Warna Seduhan ... 26

3. Aroma ... 28

E. ANALISIS USAHA... 29

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 36

A. KESIMPULAN ... 36

B. SARAN ... 36

DAFTAR PUSTAKA... 37

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus struktur 3-butylphthalide... 5 Gambar 2. Tahap-tahap dalam pengeringan ... 10 Gambar 3. Proses pengeringan daun seledri ... 13 Gambar 4. Tampak depan cabinet dryer ... 17 Gambar 5. Histogram hubungan antara lama pelayuan dan lama pengeringan

denga n nilai VRS daun seledri kering... 21 Gambar 6. Daun seledri kering terbaik ... 24 Gambar 7. Grafik tingkat penerimaan panelis terhadap rasa teh seledri ... 26

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Neraca massa pengeringan daun seledri ... 41 Lampiran 2. Prosedur analisis ... 42 Lampiran 3. Rekapitulasi data hasil analisis daun seledri kering ... 44 Lampiran 4a. Analisa keragaman rendemen pengeringan daun seledri ... 45 Lampiran 4b. Uji Lanjut Duncan, pengaruh lama pelayuan terhadap rendemen

pengeringan daun seledri ... 45 Lampiran 5. Analisa keragaman kadar air daun seledr i kering ... 46 Lampiran 6. Analisa keragaman kadar abu daun seledri kering ... 46 Lampiran 7a. Analisa keragama n nilai VRS daun seledri kering ... 47

Lampiran 7b. Uji lanjut Duncan, pengaruh lama pelayuan terhadap nilai VRS daun seledri kering ... 47 Lampiran 7c. Uji lanjut Duncan, pengaruh lama pengeringan terhadap nilai VRS

daun seledri kering ... 47 Lampiran 8a. Analisa keragaman kadar sari daun seledri kering ... 48 Lampiran 8b. Uji lanjut Duncan, pengaruh lama pelayuan terhadap kadar sari

daun seledri kering ... 48 Lampiran 9. Formulir uji hedonik teh seledri ... 49 Lampiran 10a. Respon kesukaan panelis terhadap rasa teh seledri... 50 Lampiran 10b. Persentase respon kesukaan panelis terhadap rasa teh seledri... 51 Lampiran 10c. Hasil uji Friedman kesukaan panelis terhadap rasa teh seledri... 51 Lampiran 11a. Respon kesukaan panelis terha dap warna seduhan teh seledri ... 52 Lampiran 11b. Persentase respon kesukaan panelis terhadap warna seduhan teh

seledri... 53 Lampiran 11c. Hasil uji Friedman kesukaan panelis terhadap warna seduhan teh

(25)

Lampiran 14. Warna seduha teh seledri dengan berbagai komposisi ... 57

Lampiran 15. Gambar teknik cabinet dryer... 58 Lampiran 16. Matriks keputusan penilaian herbal seledri kering be rdasarkan

teknik Bayes ... 60

Lampiran 17. Modal tetap industri teh seledri ... 61 Lampiran 18. Nilai sisa, biaya pemeliharaan, asuransi, depresiasi dari modal

tetap... 62 Lampiran 19. Biaya tenaga kerja langsung dan tak langsung... 63 Lampiran 20. Biaya bahan baku dan bahan pembantu... 64 Lampiran 21. Biaya operasional... 65 Lampiran 22. Komposisi modal kerja industri teh seledri... 66 Lampiran 23. Biaya investasi industri teh seledri... 66 Lampiran 24. Struktur pembiayaan industri teh seledri... 66 Lampiran 25. Angsuran untuk modal tetap... 67 Lampiran 26. Angsuran untuk modal kerja... 67 Lampiran 27. Proyeksi arus kas industri teh seledri... 68 Lampiran 28. Proyeksi laporan rugi laba industri teh seledri ... 69 Lampiran 29. Proyeksi penjualan teh seledri ... 70

(26)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman tanaman. Terdapat lebih dari 30.000 jenis tanaman yang ada di Indonesia, 2.000-3.000 jenis di antaranya merupakan tanaman yang berkhasiat sebagai obat (http://www.suaramerdeka.com/). Salah satu tanaman yang berkhasiat obat dan sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat kita adalah seledri.

Seledri (Apium graveolens L.) pada umumnya digunakan sebagai campuran salad dan pelengkap masakan karena memiliki bau yang khas. Belakangan ini, pemanfaatan seledri tidak hanya untuk masakan tetapi juga dimanfaatkan sebagai obat alternatif. Seledri bisa digunakan untuk me ngobati hipertensi (daun/semua bagiannya), asam urat, rematik, radang, menurunkan kolesterol dalam darah, usus buntu, tifus, keracunan, luka akibat gigitan serangga, demam akibat gigitan serangga, batuk, prostat, menyuburkan

rambut, wajah berminyak, asma, encok, terkilir, xerophthalmia

(http://www.cbn.net.id/). Untuk mendapatkan manfaat tersebut, seledri bisa dikonsumsi dalam bentuk kering yang kemudian diseduh dan diminum. Minuman ini biasa disebut dengan teh herbal (herbal tea).

Teh herbal merupakan istilah umum yang digunakan untuk minuman

yang bukan berasal dari tanaman teh, Camellia sinensis. Teh herbal lebih aman dikonsumsi karena tidak mengandung alkaloid yang dapat mengganggu kesehatan seperti kafein. Teh herbal dibuat dari bebungaan, bebijian, dedaunan, atau akar dari beragam tanaman (Yudana, 2004). Teh herbal dikonsumsi layaknya minuman teh, diseduh dan disajikan seperti teh biasa.

(27)

bisa diatur, sedangkan pengeringan dengan mesin pengering akan

mempercepat proses dan bisa diperoleh hasil yang lebih baik.

Salah satu metode yang umum digunakan untuk penger ingan seledri adalah dengan menggunakan mesin pengering tipe rak (cabinet dryer).

Pengeringan dengan cabinet dryer menggunakan suhu yang tidak terlalu tinggi sehingga tidak merusak komponen dalam bahan dan dapat mempertahankan warna produk yang menyerupai warna bahan segarnya. Selain itu, pengeringan dengan metode ini termasuk sederhana karena prosesnya yang tidak terlalu rumit dan tidak membutuhkan ruangan yang begitu besar.

B. TUJUAN

Tujuan yang ingin dicapai adalah :

1. Mengetahui pengaruh lama pelayuan dan lama pengeringan terhadap mutu daun seledri kering yang dihasilkan.

2. Mendapatkan komposisi terbaik teh seledri dengan penambahan teh

hijau, daun jeruk, daun salam dan kayu manis.

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SELEDRI

Tumbuhan yang berasal dari Cina ini memiliki nama ilmiah Apium graveolens. Seledri dapat tumbuh di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi. Perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan dengan biji atau pindahan anakan (Muhlisah dan Hening, 2004). Klasifikasi tanaman seledri berdasarkan http://warintek.progressio.or.id/ adalah:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Famili : Umbelliferae (Apiaceae)

Genus : Apium

Spesies : Apium graveolens L.

Berdasarkan bentuk pohonnya, seledri diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu seledri daun (A. graveolens L. var. secalinum Alef.) yang batang dan daunnya relatif kecil, dipanen dengan cara dicabut bersama

akarnya atau dipotong tangkainya; seledri potong (A. graveolens L. var

sylvestre Alef.) yang batang dan daunnya relatif besar, dipanen dengan cara memotong batangnya; dan seledri berumbi (A. graveolens L. var rapaceum

Alef.), yang batang dan daunnya relatif besar, dipanen hanya daunnya. Di Indonesia umumnya petani menanam seledri daun dan potongan. Varietas seledri potongan yang banyak ditanam adalah Tall-Utah 52- 70 dan Green Giant (http://warintek.progressio.or.id/).

(29)

terpen sebanyak 5 – 10 %. Senyawa utama yang terdapat pada seledri adalah

limonen (214 mg/kg), β-selinen (7,5 mg/kg), methylamine (6,4 mg/kg),

dimethyialmine (5 kg/mg), Z-3-heksenol (4,5 mg/kg), myrcene (4 mg/kg), β

-kariofilen (3,8 mg/kg), E-carvyl acetate (3,4 mg/kg), benzylamine (3,4 mg/kg), dan 3-butylphthalide (3 mg/kg). Komponen penting yang membentuk aroma pada seledri adalah 3-butylphthalide, sedanolide ( 3-butyl-3a,4,5,6-tetrahydrophthalide) dan β-selinen (Maarse, 1991).

Menurut Mursito (1991), seluruh bagian tanaman mengandung glikosida apiin, isoquersetin, umbilliferon, mannite, inosite, asparagin, glutamin, cholin, linamaros, serta pro-vitamin A, vitamin B dan vitamin C. Daunnya juga mengandung minyak atsiri, protein, kalsium dan garam fosfat. Nilai nutrisi seledri mentah per 100 gram porsi yang dapat dimakan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai nutrisi seledri mentah per 100 gram porsi yang dapat dimakan

Komponen nutrisi Satuan Jumlah

Air g 94,64

Energi ka l 16

Protein g 0,75

Total lemak g 0,14

Karbohidrat g 3,65

Serat g 0,80

Abu mg 0,82

Ka lsium mg 40.00

Fospor mg 25.00

Besi mg 0.40

Natrium mg 87.00

Kalium mg 287.00

Vitamin A IU 134.00

Thiamine mg 0.05

Riboflavin mg 0.045

Niacin, mg mg 0.32

Asam askorbat mg 7.00

Sumber : (http://food.oregonstate.edu/)

(30)
[image:30.612.247.388.356.475.2]

Gambar 1. Rumus struktur 3-butylphthalide

(http://www.chemindustry.com/)

meningkatkan jumlah urin yang dikeluarkan (Mursito, 2001). Hal ini telah

dibuktikan melalui penelitian terhadap tikus putih. Kadar kolesterol hewan percobaan ternyata menurun setelah diberi air rebusan daun seledri. (http://www.ramuracik.com/).

Daun seledri mengandung tanin sebanyak 2,09 – 7,42 %, sedangkan pada tangkai daun tiga kali lebih banyak. Kandungan asam fenolat pada daun tiga kali lebih banyak dibandingkan pada tangkai daun. Seledri kaya akan mineral dan vitamin. Vitamin yang banyak dijumpai adalah vitamin B kompleks dan vitamin C. Mineral penting yang terdapat pada seledri adalah potassium, kalsium, magnesium, fosfor dan besi (Wolski et al., 2002). Komponen utama dalam seledri yang berkhasiat untuk menyembuhkan adalah

3-n-butylphthalide (3nB). Komponen inilah yang membentuk flavor dan bau yang khas pada seledri (Murray, 2004). Rumus struktur komponen ini dapat dilihat pada Gambar 1.

B. TEH HIJAU

Teh merupakan salah satu minuman yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat. Tiga jenis teh yang biasa dikonsumsi adalah teh hijau, teh

oolong dan teh hitam. Ketiga jenis teh ini berbeda dalam proses fermentasinya. Menurut Shahidi dan Naczk (1995), sekitar 20 % dari produksi teh dunia dalam bentuk teh hijau.

(31)

katekin menjadi kompleks oligomer flavonoid seperti yang terdapat pada teh

oolong dan teh hitam. Katekin yang paling banyak terdapat pada teh adalah epigallocatechin gallate (EGCG). Oksidasi katekin terjadi selama proses pelayuan dan pengeringan (Balentine dan Paetau-Robinson, 2002).

Menurut Arifin et al. , (1994), bahan-bahan kimia dalam daun teh dapat digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu substansi fenol, substansi bukan fenol, substansi aromatis dan enzim. Senyawa fenol terdiri dari tanin (katekin) dan flavanol. Katekin adalah senyawa paling penting pada daun teh. Perubahan kadar katekin selalu dihubungkan dengan semua sifat seduhan teh, yaitu rasa, warna dan aroma. Kandungan katekin berkisar antara 20 – 30 % dari seluruh berat kering daun. Flavanol mempunyai aktifitas sebagai vitamin yang berfungsi untuk menguatkan dinding pembuluh kapiler darah dan memacu pengumpulan vitamin C dalam tubuh.

Aroma teh tergantung pada komponen awal yang terdapat pada daun tanaman teh, Camellia sinensis. Tiga kelompok penting adalah polifenol, karotenoid, dan asam lemak tak jenuh. Polifenol merupakan komponen khas pada teh hijau (Maarse, 1991).

C. JERUK PURUT

Jeruk purut (Citrus hystrix L) tergolong pada famili Rutaceae. Tanaman ini berasal dari Indonesia, Thailand dan Asia Tenggara. Bagian tanaman yang biasa digunakan adalah bagia n daun dan buah. Jeruk purut sering digunakan karena memiliki bau yang khas. Aroma pada daun jeruk purut disebabkan karena adanya senyawa sitronelal (80 %), sitronelol (10 %), nerol dan limonen. Selain itu, juga terdapat α-pinen pada buahnya (http://www.uni-graz.at/).

D. DAUN SALAM

(32)

salam banyak digunakan sebagai obat, seperti obat diare, obat penyakit

pencernaan dan lemah lambung, serta obat diabetes (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Daun salam mengandung 30 % minyak atsiri yang terdiri dari 45 – 50

% sineol dan komponen lain seperti linalool, eugenol, geraniol, geranil dan ester eugenil, l-α-terpineol, α-pinen dan β-felandrin (Farrel, 1990). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arintawati (2000), komponen pembentuk aroma daun salam yang paling banyak adalah golongan terpenoid

sebanyak 20 jenis (34,6 %) yang terdiri atas seskuiterpen sebanyak 14 jenis (25,5 %), monoterpen sebanyak 5 jenis (9,1 %) dan diterpen sebanyak 1 jenis (1,8 %). Selain itu juga ditemukan 8 jenis aldehida, 6 jenis keton, 6 jenis asam, 5 jenis alkohol, 4 jenis hidrokarbon, 2 jenis ester dan 4 jenis komponen lain yang tidak berhasil diidentifikasi.

E. KAYU MANIS

Tanaman kayu manis merupakan jenis tanaman rempah yang

tergolong dalam famili Lauraceae. Pertanaman kayu manis umumnya

merupakan perkebunan rakyat, terutama tersebar di daerah Sumatera Barat, Kerinci dan Tapanuli Selatan. Dewasa ini, kayu manis juga sudah mulai dikembangkan di Jawa, Kalimantan, Flores dan Lombok (Rusli dan Wahid, 1985).

Kulit kayu manis kering yang bermutu baik pada umumnya mengandung minyak atsiri, pati, getah, resin, fixed oil, tanin, selulosa, zat warna, kalium oksalat, dan mineral (Rismunandar dan Paimin, 2001). Komponen utama yang membentuk aroma kayu manis adalah sinamaldehid, yang bukan merupakan golongan fenol. Komponen lain yang juga membentuk aroma kayu manis, namun dalam jumlah yang sedikit, adalah kumarin dan eugenol (Ho et al., 1992).

F. PELAYUAN DAN PENGERINGAN DAUN SELEDRI

(33)

bahan. Proses pelayuan dapat mempersingkat proses pengeringan. Menurut

Nazarudin dan Paimin (1993), waktu yang dibutuhkan hingga daun menjadi layu (kadar air 30 %) antara 18 – 20 jam. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses pelayuan daun, yaitu derajat layu, waktu dan suhu

pelayuan, serta tebal hamparan daun. Derajat layu sangat dibutuhkan untuk melihat kadar air daun layunya. Semakin kecil kadar airnya, maka semakin baik daun itu untuk diproses lebih lanjut. Derajat layu merupakan perbandingan berat daun layu terhadap berat daun segar.

Pengeringan herbal bisa dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau dengan menggunakan alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Selama proses pengeringan, faktor -faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh herbal kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan (Departemen Kesehatan RI, 1985). Kadar air bahan awal dan kadar air akhir yang diinginkan berpengaruh terhadap lamanya pengeringan. Jika kadar air awal bahan cukup tinggi dan kadar air akhir yang diinginkan sangat rendah maka waktu pengeringan akan berlangsung lebih lama (Brooker

et al., 1982).

Suhu pengeringan tergantung pada jenis herbal dan cara pengeringannya. Herbal dapat dikeringkan pada suhu 30 – 90oC, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60oC. Herbal yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 30 – 45oC, atau dengan cara pengeringan vakum (Departemen Kesehatan RI, 1985).

Tujuan utama dari proses pengeringan herbal adalah untuk

(34)

G. PROSES PENGERINGAN

Pengeringan merupakan salah satu metode pengawetan makanan yang sudah lama dikenal. Prinsip dari pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sehingga bakteri, jamur serta mikroorganisme lain tidak dapat berkembang biak serta mengurangi aktivitas enzim yang dapat merusak bahan (Mujumdar, 1995). Pengeringan dapat memperpanjang masa simpan suatu bahan, memudahkan pengangkutan, menimbulkan aroma yang khas pada bahan tertentu, memperbaiki mutu dan meningkatkan nilai ekonomi (Henderson dan Perry, 1976).

Proses pengeringan bisa terjadi karena adanya panas laten yang dapat menguapkan air. Dua proses penting yang terlibat dalam operasi pengeringan adalah proses pindah panas untuk menghasilkan panas laten penguapan dan pergerakan air atau uap air dari dalam bahan (Earle, 1966).

Proses pengeringan menurut Earle (1966) dibagi dalam tiga kategori, yaitu :

1. Pengeringan udara dan pengerin gan yang berhubungan langsung di bawah tekanan atmosfir. Pada pengeringan ini, panas dipindahkan

menembus bahan, baik dari udara maupun dari permukaan yang dipanaskan.

2. Pengeringan hampa udara. Pengeringan secara vakum dapat berlangsung pada suhu rendah. Panas dipindahkan secara konduksi dan kadang-kadang juga secara radiasi.

3. Pengeringan beku. Uap disublimasikan keluar dari bahan pangan beku. Faktor-faktor yang terlibat dalam pengeringan adalah jenis mesin pengering, suhu, jumlah udara yang bisa disirkulasi, laju input produk basah

(35)
[image:35.612.213.440.317.436.2]

Gambar 2. Tahap-tahap dalam pengeringan

A’

A

B

C

D

E

Constant rate Falling rate

Laju pengeringan

(kg air/h m

2 )

Kadar air (kg air/ kg bahan kering)

seperti laktosa monohidrat dan garam Na2SO4.10H2O (Nielsen, 1998). Air

terikat yang terdapat dalam bahan pangan adalah 9,5 – 30 % dari total air, atau setara dengan 0,1 – 2,2 g/g padatan (Park, 1996).

Mekanisme perpindahan air dari dalam bahan selama pengeringan

adalah perpindahan air karena gaya kapilaritas, difusi cairan berdasarkan perbedaan konsentrasi, difusi permukaan, difusi uap air melalui pori-pori, perpindahan berdasarkan perbedaan tekanan, dan perpindahan berdasarkan tahap penguapan-kondensasi (Barbosa-Canovas dan Vega-Mercado, 1996).

Proses pengeringan suatu bahan dapat dijelaskan sebagai rangkaian tahapan yang dipengaruhi oleh laju pengeringannya. Kurva laju pengeringan ini dapat dilihat pada Gambar 2 (Barbosa-Canovas dan Vega -Mercado, 1996).

Titik A’ dan A menunjukkan keadaan bahan yang akan dikeringkan, dalam keadaan panas atau dingin. Titik B menunjukkan kondisi keseimbangan suhu permukaan bahan. Periode menuju kondisi keseimbangan ini biasanya berjalan lambat, dan sering diabaikan dalam menganalisa waktu pengeringan (Barbosa-Canovas dan Vega-Mercado, 1996).

(36)

Tahapan kedua disebut dengan falling rate period. Tahapan ini dicapai

jika laju pengeringan mulai menurun, dan aktivitas air pada permukaan kurang dari satu. Laju pengeringan pada tahap ini dipengaruhi oleh aliran internal air atau uap air. Tahapan kedua dimulai dari titik C, yaitu pada saat tidak terdapat

air yang cukup pada permukaan bahan untuk menjaga aw = 1. Jumlah air yang diuapkan pada tahap ini relatif sedikit, sedangkan waktu yang dibutuhkan cukup lama karena laju pengeringan melambat (Barbosa-Canovas dan Vega-Mercado, 1996).

H. CABINET DRYER

Metode pengeringan ada beberapa macam, antara lain dengan menggunakan cabinet dryer/tray dryer. Cabinet d ryer terdiri dari ruang pengering yang terbagi menjadi beberapa bagian yang terdiri dari beberapa rak. Aliran udara pada cabinet dryer dapat mencapai 600-1200 ft/menit (Loesecke, 1955).

Pengering kabinet (cabinet dryer) merupakan salah satu alat pengering yang sering digunakan untuk mengeringkan buah-buahan dan sayuran.

Pengering kabinet sering dipakai karena paling murah dan mudah pemeliharaannya (Desrosier, 1988). Selain memiliki kelebihan, cabinet dryer

juga memiliki kekurangan antara lain ketidakseragaman tingkat kekeringan produk akibat letak rak yang bertingkat-tingkat dan kecepatan pengeringan produk yang tidak sama. Produk yang berada dekat dengan tempat masuk udara panas akan lebih cepat kering (Heldman dan Singh, 1981).

Berdasarkan aliran udaranya, terdapat dua tipe cabinet dryer yaitu

cabinet dryer dengan aliran udara horizontal dan vertikal. Pada cabinet dryer

(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku utama yang digunakan adalah seledri (Apium graveolens

L.) yang dibeli dari Pasar Induk Kemang Bogor, sedangkan bahan tambahan yang digunakan adalah teh hijau, daun jeruk purut, daun salam dan kulit kayu manis. Bahan kimia yang digunakan adalah H2SO4 pekat, H2SO4 6 N, H2SO4 0,325 N, NaOH 1,25 N, NaOH 50 %, KMnO4 0,02 N, Na2S2O3 0,02 N, HCl 0,02 N, KI 20 %, indikator kanji, indikator mensel, aseton dan heksan.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau stainless steel, plastik pengemas, sealer, alat peniris, cabinet dryer dengan suhu 50oC, neraca analitik, cawan porselin, cawan aluminium, VRS apparatus, labu Kjeldahl, soxhlet apparatus, hotplate, kertas saring, alat-alat gelas untuk analisis dan perlengkapan uji organoleptik.

B. METODE PENELITIAN

a. Analisa Proksimat Bahan

1. Analisa Daun Seledri Segar

Pada tahap ini dilakukan analisa proksimat daun seledri segar. Analisa yang dilakukan meliputi pengujian kadar air, kadar abu, kadar

protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar sari dan volatile reducing substances (VRS). Analisa ini digunakan untuk mengetahui komposisi daun seledri segar.

2. Analisa Bahan Tambahan

Bahan tambahan yang digunakan sudah dalam keadaan kering. Analisa yang dilakukan meliputi pengujian kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar dan volatile reducing substances (VRS).

b. Pelayuan dan Pengeringan Daun Seledri

(38)

Air

Seledri

Pencucian

Penirisan Sortasi daun

Pelayuan pada suhu ruang (0, 14, 18 jam)

Pengeringan pada suhu 50oC (20, 24, 28 jam)

Air Air

Daun seledri kering

Air

Air literatur. Lama penge ringan yang digunakan adalah 20, 24 dan 28 jam

yang ditentukan dengan cara trial dan error.

Produk terbaik dipilih melalui pembobotan dengan menggunakan teknik Bayes berdasarkan hasil analisa proksimat terhadap daun seledri

[image:38.612.180.489.213.570.2]

kering. Daun seledri yang terpilih digunakan untuk penelitian selanjutnya. Diagram alir proses pengeringan daun seledri dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Proses pengeringan daun seledri

c. Penentuan Komposisi Teh Seledri

(39)

teh. Perbandingan komposisi teh seledri dicantumkan pada Tabel 2.

[image:39.612.168.458.196.333.2]

Pemilihan komposisi terbaik dilakukan dengan pengujian secara organoleptik terhadap 30 orang panelis. Lembar uji yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 9.

Tabel 2. Perbandingan komposisi teh seledri

Seledri (g) Teh hijau (g) Flavor

1 0,5 2 g daun jeruk

2 g daun salam 2 g kayu manis

1 1,0 2 g daun jeruk

2 g daun salam 2 g kayu manis

1 1,5 2 g daun jeruk

2 g daun salam 2 g kayu manis

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 3 x 3 dengan 2 kali ulangan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah :

P : Lama Pelayuan

P1 : 0 jam

P2 : 14 jam

P3 : 18 jam

Q : Lama Pengeringan Q1 : 20 jam Q2 : 24 jam Q3 : 28 jam

Model matematika yang digunakan sebagai berikut (Sudjana, 1994):

Yijk = µµ + Pi + Qj + PQij +

εε

k(ij)

Yijk = nilai respon yang diamati

µ = pengaruh rata-rata

(40)

PQij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor lama pelayuan dan taraf ke-j

faktor lama pengeringan

ε

k(ij) = pengaruh galat pada perlakuan kombinasi taraf ke -i faktor lama pelayuan dan taraf ke -j faktor lama pengeringan
(41)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. ANALISA PROKSIMAT BAHAN

1. Analisa Daun Seledri Segar

Analisa proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi yang terdapat dalam daun seledri. Analisa yang dilakuka n adalah analisa kadar air,

[image:41.612.167.466.292.400.2]

kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar , volatile reducing substances (VRS) dan ka dar sari. Hasil analisa ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisa proksimat daun seledri segar

Karakteristik Satuan Jumlah

Kadar air % bb 85,33

Kadar abu % bk 2,85

Kadar protein % bk 4,59

Kadar lemak % bk 6,07

Kadar serat kasar % bk 16,07

Kadar sari % 0,25

Volatile reducing substances meq/g 19,3

Dari hasil ini terlihat bahwa komponen yang paling banyak terdapat pada daun seledri segar adalah air, yaitu sebesar 85,33 % (bb). Kadar air yang

cukup besar ini menyebabkan daun seledri rentan rusak akibat

mikroorganisme. Pengurangan kandungan air dari dalam daun seledri dapat

mencegah kerusakan dan memperpanjang umur simpan. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan mengeringkan daun tersebut. Daun seledri yang telah dikeringkan bisa digunakan sebagai minuman yang biasa disebut teh herbal.

2. Analisa Bahan Tambahan

(42)
[image:42.612.168.505.105.241.2] [image:42.612.177.458.413.660.2]

Gambar 4. Tampak depan cabinet dryer

Tabel 4. Hasil analisa proksimat bahan tambahan

Bahan

Karakteristik Satuan

Teh hijau

Daun jeruk

Daun salam

Kayu manis

Kadar air % bb 7,31 9,85 9,54 10,79

Kadar abu % bk 6,13 13,23 7,01 5,70

Kadar protein % bk 20,96 11,64 11,13 2,75

Kadar lemak % bk 2,25 4,65 7,08 0,88

Kadar serat kasar % bk 12,00 29,98 19,76 21,97

Volatile reducing

substances meq/g 26,06 23,16 6,76 27,02

B. PELAYUAN DAN PENGERINGAN DAUN SELEDRI

Sebelum proses dilaksanakan, seledri segar dicuci terlebih dahulu dengan air yang mengalir agar tanah dan kotoran lain yang menempel bisa terbuang. Bagian akar dibuang dan dilakukan juga pemisahan bagian daun dari batangnya. Bagian yang dikeringkan hanyalah bagian daun. Cabinet dryer

(43)

1. Rendemen

Rendemen merupakan perbandingan antara bobot produk yang dihasilkan dengan bobot bahan awal. Dengan menghitung rendemen dapat diketahui efisiensi proses yang dilaksanakan. Semakin banyak komponen

bahan yang hilang selama proses maka rendemen akan semakin kecil. Rendemen rata-rata pengeringan daun seledri yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 13,10 – 13,70 %. Rendemen yang cukup kecil ini disebabkan karena daun seledri yang digunakan mempunyai kadar air yang sangat tinggi, yaitu sebesar 85,33 % (bb). Sebagian besar air dari dalam daun menguap selama proses pengeringan.

Berdasarkan hasil analisa keragaman, didapatkan bahwa lama pelayuan memiliki pengaruh yang nyata terhadap rendemen daun seledri kering yang dihasilkan, sedangkan lama pengeringan dan kombinasi keduanya tidak memberikan pengaruh. Lama pengeringan tidak berpengaruh terhadap rendemen karena jumlah air yang diuapkan tidak terlalu banyak. Penguapan air dalam jumlah banyak terjadi pada awal pengeringan (selama 20 jam), sedangkan untuk tahap selanjutnya jumlah air yang diuapkan sedikit sehingga tidak mempengaruhi rendemen yang dihasilkan. Hasil lengkap analisa keragaman terhadap rendemen dapat dilihat pada Lampiran 4a .

Dari hasil uji lanjut Duncan yang ditunjukkan pada Lampiran 4b didapatkan bahwa daun seledri kering dengan lama pelayuan 0 jam memiliki rendemen yang berbeda nyata dengan daun seledri kering yang mengalami proses pelayuan selama 14 dan 18 jam. Hal ini disebabkan karena pada saat pelayuan terjadi penguapan air yang cukup berarti. Air dari dalam daun akan terus menguap sampai diperoleh kondisi

(44)

2. Kadar Air

Kadar air merupakan perbandingan antara jumlah air dalam bahan dengan berat bahan keringnya (Barbosa-Canovas dan Vega -Mercado, 1996). Kadar air yang terkandung di dalam bahan sangat mempengaruhi

kualitas, nilai dan kesegaran bahan tersebut. Dalam keadaan segar, seledri memiliki kadar air sebesar 85,33 % (bb).

Kadar air daun seledri kering perlu diukur untuk menentukan ketahanannya selama penyimpanan. Daun seledri kering yang dihasilkan memiliki kadar air berkisar antara 4,77 % - 5,84 % (db). Kadar air terendah terdapat pada daun seledri dengan lama pelayuan 18 jam dan lama pengeringan 28 jam. Kadar air daun seledri kering yang diperoleh telah memenuhi standar mutu simplisia kering yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI, yaitu kurang dari 10 % (Depkes RI, 1995). Selain itu, pada kadar air di atas 8 %, senyawa glikosida yang ada pada tumbuhan akan mudah sekali terurai sehingga khasiat dari tumbuhan tersebut akan berkurang (Depkes RI, 1985). Senyawa glikosida yang terdapat pada seledri adalah glikosida apiin. Jika senyawa ini terurai, maka khasiat seledri yang diperoleh tidak maksimal.

Berdasarkan hasil analisa keragaman, lama pelayuan dan lama pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air daun seledri kering yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena jumlah air yang bisa diuapkan dari dalam daun sangat sedikit sehingga penurunan kadar air tidak begitu besar.

Kadar air yang terhitung pada daun seledri kering merupakan air terikat. Menurut Sebanek (1992), air terikat tidak bisa menguap dari jaringan pada proses pengeringan denga n tekanan uap rendah. Oleh karena

itu, tidak semua air yang ada di dalam daun bisa diuapkan.

3. Kadar Abu

(45)

suhu tinggi (biasanya 500 – 600oC). Pengurangan berat ini terjadi karena

penguapan senyawa -senyawa organik. Jumlah abu yang diperoleh tidak akan sama dengan jumlah mineral yang terdapat pada bahan yang diuji karena mungkin saja terjadi loss akibat penguapan ataupun interaksi antar

unsur di dalamnya (Park, 1996).

Berdasarkan hasil pengujian, daun seledri kering yang dihasilkan memiliki kadar abu antara 13,99-14,24 % (db). Nilai kadar abu ini memenuhi standar mutu simplisia kering yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI (1995), yaitu tidak boleh lebih dari 19 % (db). Kadar abu yang dihasilkan cukup tinggi karena daun seledri mengandung mineral yang cukup banyak. Mineral yang paling banyak terdapat pada daun seledr i adalah potasium, fosfor, kalsium, besi dan magnesium (Wolski et al., 2002). Mineral ini juga membantu penguapan air dari dalam daun karena dapat merangsang pembukaan stomata (Sebanek, 1992).

Berdasarkan hasil analisa keragaman, lama pelayuan dan lama pengeringan maupun kombinasi keduanya tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar abu daun seledri kering. Hal ini disebabkan karena tidak ada perlakuan yang menyebabkan keluarnya sebagian besar padatan terlarut (mineral) dari dalam sel daun.

4. Volatile Reducing Substances (VRS)

Zat volatil merupakan komponen pembentuk aroma suatu bahan. Keberadaan komponen aroma pada bahan pangan mentah tidak hanya dalam bentuk volatil bebas, melainkan juga dalam bentuk terikat dengan prekursor non volatil seperti sistein sulfoksida tersubstitusi, tioglukosida,

glikosida, karotenoid dan turunan asam sinamat. Komponen volatil yang terikat akan dilepaskan selama proses pematangan, pada perlakuan pra pengolahan dan selama proses pengolahan (Williams, 1993).

Jumlah za t volatil dalam daun seledri kering dapat diketahui melalui uji VRS (Volatile Reducing Substances) dengan menggunakan

(46)

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00

0 14 18

Lama Pelayuan (Jam)

Nilai VRS (meq/g)

Pengeringan 20 jam

Pengeringan 24 jam

Pengeringan 28 jam

dalam daun seledri adalah KMnO4. Menurut Blaedel dan Meloche (1963),

KMnO4 merupakan oksidator yang dapat mengoksidasi zat organik dengan berat molekul rendah yang memiliki gugus C=C, C-OH, C-NH2, C=O, dan –CHO, membentuk senyawa karbonat.

[image:46.612.214.490.204.348.2]

Nilai VRS yang dihasilkan berkisar antara 7,68– 12,96 meq/g. Nilai VRS ini ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Histogram hubungan antara lama pelayuan dan lama pengeringan dengan nilai VRS daun seledri

Berdasarkan hasil analisa keragaman yang ditunjukkan pada

Lampiran 7a, didapatkan bahwa lama pelayuan dan lama pengeringan berpengaruh nyata terhadap nilai VRS daun seledri kering yang dihasilkan. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya air yang hilang dari dalam daun selama proses berlangsung dan sifat zat volatil tersebut yang mudah menguap. Menurut Asrdel dan Copley (1964), pengeringan menyebabkan berkurangnya flavor suatu bahan karena senyawa-senyawa volatil pembentuk flavor akan menguap bersama air yang terdapat pada bahan tersebut.

(47)

Lampiran 7c terlihat bahwa lama pengeringan pada semua taraf berbeda

nyata terhadap nilai VRS daun seledri kering. Hal ini disebabkan karena selama pengeringan terjadi penguapan air yang cukup banyak yang juga menyebabkan suhu bahan semakin meningkat sehingga jumlah zat volatil

yang menguap juga semakin banyak.

Berdasarkan Gambar 5, nilai VRS daun seledri kering menurun selama pengeringan. Semakin lama waktu pengeringan maka nilai VRS semakin kecil. Hal ini disebabkan karena semakin banyak zat volatil yang teruapkan. Zat volatil yang paling banyak menguap adalah zat volatil dengan titik didih rendah. Selain itu, zat volatil yang ada pada daun seledri kering juga bisa berkurang selama penyimpanan.

5. Kadar Sari

Kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah partikel yang dapat larut di dalam air panas. Semakin banyak partikel yang larut maka kadar sari yang dihasilkan semakin tinggi pula . Menurut Gaman dan Sherrington (1992), kelarutan pada umumnya dipengaruhi oleh suhu. Kebanyakan substansi akan naik kelarutannya dengan naiknya suhu. Analisa kadar sari dilakukan dengan cara merebus 10 g daun seledri di dalam 200 ml air. Kadar sari daun seledri kering yang dihasilkan berkisar antara 0,78 – 1,15 %.

Berdasarkan hasil analisa keragaman (Lampiran 8a), didapatkan bahwa lama pelayuan berpengaruh nyata terhadap kadar sari daun seledri kering, sedangkan lama pengeringan tidak berpengaruh nyata. Hal ini berhubungan dengan persentase bahan kering dalam daun seledri yang dapat larut di dalam air.

(48)

terurai karena kadar air dalam daun seledri saat pelayuan cukup tinggi.

Dengan demikian, kadar sari yang dihasilkan lebih kecil dan khasiat yang diperoleh juga lebih sedikit

Persentase bahan kering yang terdapat pada daun seledri tidak

berbeda pada setiap taraf lama pengeringan karena kadar air yang diperoleh juga tidak berbeda. Hal ini menyebabkan kadar sari yang dihasilkan juga tidak berbeda.

C. PEMILIHAN PRODUK TERBAIK

Produk terbaik yang dihasilkan berdasarkan hasil analisis dipilih secara subjektif melalui pembobotan menggunakan metode Bayes. Setiap parameter yang diukur diberi bobot yang berbeda sesuai dengan tingkat kepentingannya, yaitu 5 untuk parameter yang dianggap sangat penting, 4 untuk parameter yang dianggap penting, 3 untuk parameter yang dianggap biasa, 2 untuk parameter yang dianggap tidak penting, dan 1 untuk parameter yang dianggap sangat tidak penting. Bobot akan didapatkan dengan membagi nilai kepentingan setiap parameter dengan total nilai kepentingan.

Nilai kepentingan setiap parameter dite ntukan sesuai pertimbangan yang ditunjukkan pada Tabel 5. Peringkat setiap produk diurutkan dari nilai yang paling tinggi ke nilai yang paling rendah. Bila terdapat kesamaan nilai hasil analisis, maka peringkat yang diberikan adalah sama dan merupakan peringkat rata-rata.

Perkalian antara nilai peringkat dengan bobot masing-masing parameter kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh nilai total. Nilai total yang terbesar menunjukkan bahwa produk tersebut adalah produk yang terbaik. Tabel perhitungan penentuan perlakuan terbaik dengan cara

(49)
[image:49.612.166.502.106.397.2] [image:49.612.220.415.524.679.2]

Gambar 6. Daun seledri kering terbaik Tabel 5. Penilaian tingkat kepentingan parameter produk

No Parameter Dasar Pertimbangan Nilai

Kepentingan

Bobot

1 Rendemen Rendemen diperlukan

untuk mengetahui efisiensi proses yang dilakukan.

4 0,211

2 Kadar air Kadar air mempengaruhi

umur simpan, tekstur, dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme

3 0,158

3 Kadar abu Kadar abu bersifat netral 3 0,158

4 Kadar sari Kadar sari menentukan

seberapa banyak partikel yang dapat larut dalm air panas. Jumlah partikel yang larut ini berhubungan dengan khasiat yang dihasilkan

5 0,263

5 VRS Nilai VRS berkaitan

dengan jumlah zat volatil pembentuk aroma teh seledri

4 0,211

Total 19 1,000

(50)

D. PENGUJIAN ORGANOLEPTIK

Pengujian organoleptik dapat dilakukan dalam berbagai cara, salah satu diantaranya adalah uji hedonik (kesukaan). Dalam uji hedonik, panelis diminta untuk memberikan tanggapan pribadi tentang kesukaan atau

ketidaksukaan dalam berbagai tingkat. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Skala hedonik dapat ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan, sehingga dengan angka numerik ini dapat dilakukan analisis statistik. Melalui hasil uji hedonik ini dapat diketahui daya terima panelis terhadap produk tersebut (Soekarto, 1981). Pengujian organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan (hedonik). Pengujian dengan cara ini banyak digunakan dalam penelitian, analisis proses dan penilaian hasil akhir. Skala hedonik yang digunakan berkisar dari 1 sampai 5, sedangkan parameter yang diuji adalah rasa, warna dan aroma seduhan dari 9 sampel teh seledri dengan berbagai variasi perlakuan. Hasil uji hedonik dari 30 panelis dianalisa dengan uji Friedman.

1. Rasa

Rasa merupakan salah satu parameter penting yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Rasa yang dihasilkan dipengaruhi oleh komponen yang ada di dalam bahan dan proses yang dialaminya.

Persentase panelis yang memberikan pernyataan sangat suka (skala hedonik = 5) terhadap sampel adalah 0-3,23 %, sedangkan persentase panelis yang memberikan pernyataan suka berkisar antara 3,23– 51,61 %. Persentase kumulatif tertinggi dari pernyataan sangat suka dan suka terdapat pada teh seledri dengan penambahan 2 g daun salam dan 0,5 g teh hijau, yaitu sebesar 54,84 %. Tingkat penerimaan panelis terhadap rasa teh sele dri dapat dilihat pada Gambar 7.

Berdasarkan hasil uji Friedman, diketahui bahwa masing-masing komposisi teh seledri memberikan pengaruh yang nyata pada kesukaan panelis terhadap rasa produk. Hasil uji lanjut ini selengkapnya terdapat

(51)

0 50 100 150 200 250 300 350 400

5 4 3 2 1

Skor Kesukaan

Tingkat Kesukaan (%)

[image:51.612.176.466.82.234.2]

236 246 357 917 583 927 683 432 734

Gambar 7. Grafik tingkat penerimaan panelis terhadap rasa teh seledri

Tingkat kesukaan panelis terhadap teh seledri dipengaruhi oleh komponen yang terdapat pada masing-masing bahan. Salah satu komponen yang mempengaruhi adalah tanin. Menurut Horvath (1981), tanin merupakan salah satu komponen fenol dengan berat molekul tinggi, mengandung cukup banyak gugus hidroksil dan karboksil untuk membentuk kompleks dengan protein dan makromolekul lain.

Bahan-bahan yang mengandung tanin pada teh yang diuji adalah daun seledri, teh hijau, dan kayu manis. Adanya tanin menyebabkan rasa teh menjadi pahit dan getir. Semakin banyak kandungan tanin, maka teh yang dihasilkan semakin pahit. Menurut Manitto (1981), senyawa tanin berasa kelat di dalam mulut. Hal ini disebabkan karena pengendapan glikoprotein tertentu yang terdapat di dalam air ludah, yang biasanya mempunyai sifat sebagai pe lumas.

2. Warna seduhan

Warna adalah suatu kriteria organoleptik yang berhubungan

dengan indera penglihatan, yaitu mata. Dari segi fisio-psikologis, warna adalah respon mata manusia terhadap rangsangan sinar. Mata hanya peka terhadap sinar dengan panjang gelombang berkisar antara 380 – 770 nm (Soekarto, 1981).

(52)
[image:52.612.175.468.180.333.2]

Gambar 8. Grafik tingkat penerimaan panelis terhadap warna teh seledri 0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00 400,00 450,00

5 4 3 2 1

Skor Kesukaan

Tingkat Penerimaan (%)

236 246 357 917 583 927 683 432 734

persentase panelis yang memberikan pernyataan suka berkisar antara

19,75–70,97 %. Persentase kumulatif tertinggi dari pernyataan sangat suka dan suka terdapat pada teh seledri dengan penambahan 2 g kayu manis dan 1,5 g teh hijau, yaitu sebesar 77,43 %. Tingkat penerimaan panelis

terhadap warna seduhan teh sele dri dapat dilihat pada Gambar 8.

Berdasarkan hasil uji Friedman, diketahui bahwa masing-masing komposisi teh seledri memberikan perbedaan yang nyata pada kesukaan panelis terhadap warna seduhan produk. Teh seledri dengan penambahan kayu manis memiliki warna yang lebih pekat jika dibandingkan dengan teh seledri dengan penambahan daun jeruk dan daun salam.

Warna seduhan terbentuk karena adanya pigmen dan zat warna lain di dalam masing-masing bahan. Warna air seduhan teh yang dihasilkan adalah hijau sampai merah kecoklatan. Warna hijau disebabkan karena klorofil pada daun terlarut, sedangkan warna merah kecoklatan dihasilkan dari pigmen antosianin yang terdapat pada kayu manis. Menurut Manitto (1981), pigmen antosianin berwarna merah dan dapat

larut di dalam air.

Klorofil memiliki dua gugus yang saling bertolak belakang, yaitu gugus phytil ester dan methyl ester. Adanya gugus methyl ester

(53)

Gambar 9. Grafik tingkat penerimaan panelis terhadap aroma teh seledri 0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00 400,00

5 4 3 2 1

Skor Kesukaan

Tingkat Penerimaan (%)

236 246 357 917 583 927 683 432 734

lipoprotein akan mengalami denaturasi. Hal ini menyebabkan klorofil

terbuka terhadap reaksi kimia dari luar, khususnya gugusan methyl. Ester ini akan terlepas sehingga menyebabkan molekul klorofil larut dalam air (polar) (Winarno dan Laksmi, 1973).

3. Aroma

Aroma berhubungan dengan alat sensori penciuman panelis terhadap produk. Aroma dihasilkan oleh senyawa-senyawa volatil yang terdapat pada bahan. Aroma bisa timbul secara alami maupun karena proses pengolahan, seperti penyanggraian, pemanggangan dan proses lainnya. Aroma juga bisa berkurang akibat proses pengolahan (Barcarolo

et al., 1996). Ditambahkan oleh Salunkhe (1976), aroma pada bahan pangan dipengaruhi oleh jenis, tingkat kematangan, musim, proses pengolahan dan penyimpanan.

[image:53.612.180.473.496.645.2]
(54)

Berdasarkan hasil uji Friedman, dike tahui bahwa masing-masing

komposisi teh seledri tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kesukaan panelis terhadap aroma produk. Hasil uji lanjut ini selengkapnya terdapat pada Lampiran 12c.

Berdasarkan pada hasil uji Friedman terhadap rasa, warna seduhan dan aroma , teh seledri yang memiliki peringkat paling tinggi (paling disukai) secara keseluruhan adalah teh dengan komposisi 1 g daun seledri, 2 g daun salam dan 0,5 g teh hijau. Hasil uji ini menunjukkan bahwa teh seledri dengan komposisi tersebut memiliki peringkat paling tinggi dari segi rasa, memiliki peringkat kedua dari segi aroma dan peringkat keenam dari segi warna seduhan. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa teh seledri berbeda nyata, sehingga teh seledri tersebut bisa dikatakan teh seledri dengan komposisi yang paling disukai. Teh dengan komposisi ini memiliki rasa yang tidak terlalu pahit. Hal ini disebabkan karena kandungan tanin yang tidak begitu banyak, hanya berasal dari daun seledri.

E. ANALISIS USAHA

Analisis usaha dilakukan untuk menghitung komponen biaya yang harus dikeluarkan dan keuntungan yang akan diperoleh dalam memproduksi teh seledri. Perhitungan yang dilakukan adalah biaya tetap, biaya variabel, biaya total, harga pokok penjualan, BEP (Break Event Point), PBP (Pay Back Period), NPV (Net Present Value), Proyeksi Laba/Rugi, Net Cash Flow, PV Cash Flow dan R/C Ratio.

Asumsi-asumsi dasar yang dipakai dalam analisis usaha produksi teh seledri adalah sebagai berikut :

a. Jenis usaha adalah usaha kecil.

b. Basis 3,9 kg daun seledri kering per hari. c. Waktu pengeringan adalah 20 jam. d. Umur Proyek 10 tahun.

(55)

f. Produksi pada tahun pertama sebesar 80%, tahun kedua sebesar 90%, dan

tahun berikutnya sampai tahun kesepuluh sebesar 100%. g. Tingkat pajak 25 %.

h. Perbandingan antara pinjaman dari bank dan modal milik sendiri untuk

investasi industri (Debt to Equity Ratio, DER) adalah 50:50.

i. Penyusutan dihitung dengan metode garis lurus dengan nilai sisa untuk bangunan sebesar 50 % dan untuk modal tetap lainnya sebesar 10 % dari nilai awal.

j. Biaya pemeliharaan sebesar 5 % dari nilai awal.

k. Biaya asuransi untuk bangunan, mesin dan peralatan, serta tenaga kerja sebesar 1 %.

l. Penjualan meningkat sebanyak 1 % per tahun.

1. Kebutuhan Modal Investasi

Modal investasi adalah modal yang diperlukan dalam memulai suatu usaha. Modal investasi terdiri dari biaya pengadaan tanah, gedung, mesin dan peralatan, dan biaya lainnya yang berhubungan dengan pendirian usaha. Modal investasi dalam pendirian industri teh seledri terdiri dari modal tetap berupa biaya untuk bangunan, mesin dan peralatan yang digunakan.

M

Gambar

Gambar 1.    Rumus struktur 3-butylphthalide.....................................................
Tabel 1. Nilai nutrisi seledri mentah per 100 gram porsi yang dapat dimakan
Gambar 1. Rumus struktur 3-butylphthalide (http://www.chemindustry.com/)
Gambar 2. Tahap-tahap dalam pengeringan
+7

Referensi

Dokumen terkait

chromatomyiae (Hymenoptera: Braconidae)... 7 Persentase komposisi parasitoid yang berasosiasi dengan pengorok daun L. huidobrensis pada seledri di Kampung Buniaga-Ciherang

Skripsi ini berjudul “Uji Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah Ekstrak Air Daun Seledri pada Kelinci Jantan.”.. Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan

Tujuan penelitian ini adalah menentukan formula tablet ekstrak daun salam dan herba seledri dengan pengikat tertentu yang memiliki mutu terbaik.. Ditentukan juga

Metode eksplorasi digunakan untuk mendapatkan jamur filoplane pada daun seledri, sedangkan metode oposisi langsung digunakan untuk mengetahui daya hambat jamur filoplane

Metode penelitian merupakan Penelitian eksperimental dengan desain Rancangan Acak Lengkap, dengan variabel bebas adalah bagian tanaman seledri (daun, batang dan bunga), sedangkan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyembuhan ketombe kering dengan pemanfaatan sari seledri yang dinilai dari tingkat rasa gatal dikulit kepala, jumlah kerak/ketombe,

Alhamdulillah penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul ISOLASI APIIN DARI DAUN SELEDRI (Apium graveolens L.) DAN PENETAPAN KADARNYA DENGAN HPLC.. Skripsi

Dalam rangka program standarisasi sediaan fitofarmaka yang mengandung daun seledri telah dilakukan standarisasi sediaan kapsul dengan apigenin sebagai parameter kadar dan ditetapkan