PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA SAYAT TERBUKA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) DENGAN PEMBERIAN ETAKRIDIN
LAKTAT DAN PEMBERIAN PROPOLIS SECARA TOPIKAL
(Skripsi)
Oleh
CHARLA GUTRI FARMITALIA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA SAYAT TERBUKA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) DENGAN PEMBERIAN ETAKRIDIN
LAKTAT DAN PEMBERIAN PROPOLIS SECARA TOPIKAL
Oleh
CHARLA GUTRI FARMITALIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Jurusan Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : PERBANDINGAN TINGKAT
KESEMBUHAN LUKA SAYAT LUKA SAYAT TERBUKA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) DENGAN PEMBERIAN
ETAKRIDIN LAKTAT DAN PEMBERIAN PROPOLIS SECARA TOPIKAL
Nama Mahasiswa : Charla Gutri Farmitalia
Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011107
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
dr.Evi Kurniawaty M. Sc Ibu Soraya Rahmanisa S.si,M.Sc NIP 197601202003122001 NIP 198504122010122003
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : dr.Evi Kurniawaty M.Sc
Sekretaris : Ibu Soraya Rahmanisa S.si,M.sc
Penguji Bukan
Pembimbing : dr. Susianti M.Sc
2. Dekan Fakultas Kedokteran
Dr. Sutyarso, M.Biomed NIP 195704241987031001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 Desember 1991, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari Bapak dr.Ansyori Razak dan Ibu Hayani.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Aisyah Jakarta Barat, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negri 3 Kuripan Kota Agung Tanggamus pada tahun 2003, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negri (SLTP) 1 Kotaagung pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Bandar Lampung pada tahun 2009.
SANWACANA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan dan nabi akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarganya, para sahabatnya dan kita selaku umatnya sampai akhir zaman.
Skripsi berjudul ” Perbandingan Tingkat Kesembuhan Luka Sayat Terbuka Tikus Putih (Rattus norvegicus) Dengan Pemberian Etakridin Laktat Dan Pemberian Propolis Secara Topikal ” ini disusun merupakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah berperan atas dorongan, bantuan, saran, kritik dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan antara lain kepada :
dan doa yang terus dipanjatkan, segala pelajaran dalam hidup serta terus memberi semangat untuk berjuang hinnga saat ini kepada penulis ;
2. Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung;
3. Dr. Sutyarso, M. Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;
4. dr. Evi Kurniawaty, M. Sc selaku Pembimbing Pertama atas semua saran, motivasi, masukan, bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini;
5. Ibu Soraya Rahmanisa S. Si, M. Sc selaku Pembimbing Kedua atas semua bantuan, bimbingan, saran, dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini; 6. dr. Susianti, M. Sc selaku pembahas yang telah memberikan banyak
masukan dan nasehat selama penyelesaian skripsi ini;
7. dr. Hana Mutiara selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi selama 3 tahun perkuliahan dan dalam penyusunan skripsi ini;
8. Kakak-adikku tercinta Rini Gutri Raesya dan Rafi Gutra Aslam, yang selalu memberikan semangat, doa, serta tempat untuk berbagi canda tawa bagi penulis selama menjalani perkuliahan.
9. Seluruh staff Dosen FK Universitas Lampung, terima kasih telah banyak memberikan pemahaman dan tambahan wawasan ilmu pengetahuan serta pengalaman untuk mencapai cita-cita;
motivasi, dan semangat saat masa-masa sulit, dan menjadikan cerita yang berwarna dalam hidup selama perkuliahan dimulai hingga diselesaikanya skripsi ini
11.Terima kasih kepada Ir. Diza Noviandi yang turut memberikan dukungan, motivasi, masukan dan saran saat awal masuk perkuliahan hinnga diselesaikanya skripsi ini.
12.Terima kasih kepada teman satu tim skripsi, Cyntia Amanda atas kesempatan berharga yang diberikan untuk menjadi sahabat sepenelitian dan menjadi sahabat wanita terdekat dari awal masuk perkuliahan hingga saat ini, serta tempat berbagi dalam suka dan duka, untuk semua kerjasama, bantuan, motivasi,dan masukannya.
13.Terima kasih kepada sahabat karibku semasa SMA dan perkuliahan, Vindita Mentari, yang selalu mewarnai setiap hari hari dengan datar namun begitu manis selama berteman, untuk setiap arahan, motivasi dan pembelajaran sampai saat ini.
14.Utari Gita, Riska Tiarasari, Intan PP, Evi Febriani, Nirmala Astri, atas keakraban, semangat, nasihat, dan doa yang telah kalian berikan sampai. 15.M. Aprimond S, Prataganta, Achmad Fariz, Pasca Yogatama, , Hario Tri
Hendroko atas keakraban, canda tawa, dukungan, kebersamaannya selama ini yang telah kalian berikan;
17.Teman-teman seperjuangan kelompok propti “Gastrointestinal” (Cyntia Amanda, Lewi Martafuri, H.Sadiah, Aprilia Elizabeth, Shinta Trilusiani, Arri Kurniawan, Harli Feryadi, Evi Febriani Lubis, Ali, Ryan Wahyudo) atas kekompakannya dari awal hingga saat ini;
18.Saudara-saudara baru KKN Sukamernah (Deki Pranata, Lyanda Ali, Sarah Aviva, Gita Rosa, Ade, Erlangga, dan Cindar BWN) atas keakraban dan telah menjadi keluarga baru yang luar biasa sampai saat ini,
19. Sahabat-sahabat Alumni SMAN 1 Bandar Lampung, terima kasih atas cinta, persaudaraan, pengalaman dan dukungannya;
20.Sahabat-sahabat tutorial dari awal masuk hingga selesai yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas pelajaran hidup, kerja sama serta bantuannya; 21.Teman-teman FK Unila angkatan 2009 yang tak bisa disebutkan satu per
satu, atas kebersamaanya selama ini baik suka dan duka selama 3,5 tahun.
22.Seluruh sejawat Kakak-kakak dan adik-adik tingkatku angkatan 2002-2012 FK Unila yang tidak dapat disebutkan satu–persatu atas kebersamaan dalam satu kedokteran.
Penulis berdoa semoga segala bantuan yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.
Demikianlah, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya.
Bandar Lampung, Januari 2013
1 I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka merupakan salah satu proses kerusakan atau hilangnya komponen jaringan secara spesifik yang terjadi mengenai bagian tubuh tertentu, tergantung dari tingkat keparahan luka yang dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang relatif tinggi. Jenis luka salah satunya adalah luka sayat, dimana penyebab cidera traumatik dapat berupa pisau dan benda tajam, hal ini mungkin disengaja seperti insisi bedah ataupun kecelakaan yang tidak diharapkan. Sehingga luka dapat digambarkan sebagai gangguan dalam kontinuitas sel-sel lalu diikuti dengan penyembuhan luka yang merupakan pemulihan kontinuitas tersebut (Wibisono, 2008).
2 Salah satu contoh penyembuhan luka yaitu dengan penggunaan rivanol (etakridin laktat) yang sering digunakan dalam proses perawatan dan penyembuhan luka sayat karena memiliki sifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan kuman), juga tidak bersifat iritatif untuk kulit, sehingga cocok sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2001).
Dewasa ini pemilihan bahan-bahan alami seperti propolis juga mulai diminati oleh masyarakat untuk proses penyembuhan luka sayat, karena propolis merupakan campuran sejumlah lilin lebah dan resin yang dikumpulkan oleh lebah madu dari tanaman, terutama dari bunga dan kuncup daun. Propolis telah terbukti dapat membunuh bakteri paling aktif yang menjadi musuh lebah, yaitu larva Bacillus penyebab busuk brood Amerika (Sulimanovic et al., 1982).
3 B. RUMUSAN MASALAH
Apakah terdapat perbedaan tingkat kesembuhan luka sayat tikus putih (Rattus novergicus) dengan pemberian propolis dan etakridin laktat secara topikal?
C. TUJUAN PENELITIAN
1.Tujuan Umum
Mengetahui perbandingan tingkat kesembuhan luka sayat antara tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberikan ethakridin laktat dengan dan propolis secara topikal
D. MANFAAT
1. Memberikan informasi terhadap masyarakat tentang perbandingan tingkat kesembuhan luka sayat antara propolis dengan pemberian etakridin laktat 2. Memberikan informasi baru serta tambahan yang dapat di pergunakan
untuk penelitian selanjutnya sesuai dengan ilmu pengetahuan dan perkembanganya.
4
E. KERANGKA TEORI
Propolis mengandung flavonoid, asam fenolat termasuk caffeic acid phenylesthylester (CAPE), asam amino, arginin, mineral, etanol, vitamin C, vitamin E, phenol, dan cinnamic acid. Karena adanya kandungan-kandungan kimia yang terdapat dalam propolis sehingga propolis bersifat antimikroba, antiinflamasi, antioksidan, antivirus dan antikanker. Penyembuhan luka akan lebih cepat pada pemberian propolis karena memiliki sifat antimikroba, sehingga dapat mencegah infeksi terhadap luka sayat pada kulit dengan cara menghambat pembelahan sel bakteri, menghancurkan dinding sel bakteri dan sitoplasma. Propolis dengan sifat antiinflamasinya mempengaruhi rasa nyeri dan menghambat pelepasan sejumlah mediator inflamasi seperti prostaglandin, leukotrin dan tromboksan yang merupakan mediator mediator inflamasi yang ada.
5 Gambar 1.Kerangka Teori
LUKA SAYAT TERBUKA Faktor Host
 Umur
 Jenis Kelamin  Status Gizi
METODE
ENVIRONMENT  Metode
perawatan  Ruang
perawatan
Ethakridine laktat
PROPOLIS
6
F. KERANGKA KONSEP
Gambar 2. Kerangka konsep penelitian
G. HIPOTESIS
Berdasarkan rumusan masalah yang telah di jabarkan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan tingkat kesembuhan lebih cepat pada pemberian propolis dibanding pemberian ethakridine laktat terhadap luka sayat terbuka pada tikus putih (Rattus norvegicus).
Kontrol
Propolis Ethakridine
laktat Tikus dengan
luka sayat
 Gambaran Klinis kulit tikus  Gambaran
7 II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Kulit Manusia
Kulit adalah suatu pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan, kulit juga merupakan alat tubuh terberat dan terluas ukurannya yaitu 15% dari berat tubuh manusia, rata rata tebal kulit 1-2 mm, kulit terbagi atas 3 lapisan pokok yaitu, epidermis, dermis dan subkutan atau subkutis. Tikus putih (Rattus novergicus) memiliki struktur kulit dan homeostatis yang serupa dengan manusia (Wibisono, 2008).
8 1. Epidermis
Terbagi atas beberapa lapisan yaitu : a. Stratum basal
Lapisan basal atau germinativum, disebut stratum basal karena sel-selnya terletak dibagian basal. Stratum germinativum menggantikan sel-sel di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
b. Stratum spinosum
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan.
c. Stratum granulosum
Stratum ini terdiri dari sel–sel pipih seperti kumparan. Sel–sel tersebut hanya terdapat 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d. Stratum lusidum
Langsung dibawah lapisan korneum, terdapat sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma.
e. Stratum korneum
Stratum korneum memiliki sel yang sudah mati, tidak mempunyai inti sel dan mengandung zat keratin.
2. Dermis
9 yaitu mulai terdapat sel lemak pada bagian tersebut. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas, pars papilaris (stratum papilar) dan bagian bawah pars retikularis (stratum retikularis).
3. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan inti yang terdesak kepinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada setiap tempat.
10 4. Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku.Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan kelenjar palit.Terdapat 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang berukuran kecil, terletak dangkal pada bagian dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental (Djuanda, 2003).
B. Histologi Kulit
Gambar 4. Histologi kulit (Yahya, 2005)
11 bagian epidermis dimulai dari stratum korneum, stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki (Djuanda, 2003). Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Pada bagian selanjutnya adalah stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
12 dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (Djuanda, 2003).
Pada bagian dermis, baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar yang tersusun dari serabut-serabut yaitu serabut kolagen, serabut elastis dan serabut retikulus. Serabut elastin biasanya bergelombang berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis (Djuanda, 2003).
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan dan dilapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan kelenjar getah bening.
Pada bagian adneksa terdapat banyak kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku. Pada bagian kelenjar kulit terbagi lagi seperti kelenjar keringat contohnya yang memiliki kelenjar enkrin, saluran kelenjar ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat diseluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf kolinergik, faktor panas, dan emosional (Djuanda, 2003).
13 mulai besar dan mengeluarkan sekret, seperti keringat mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan glukosa, biasanya pH sekitar 4-6,8 (Djuanda, 2003).
C. Luka
Terdapat banyak istilah yang dapat mendefinisikan suatu luka, salah satunya luka dapat diartikan sebagai gangguan atau kerusakan integritas dan fungsi jaringan pada tubuh (Suriadi, 2007).
Jenis jenis luka
a. Jenis -jenis luka berdasarkan mekanisme terjadinya luka :  Luka insisi (Incised wounds)
Dapat terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Contohnya adalah luka yang terjadi karena pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (ligasi).
 Luka memar (contusion wound)
Terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
 Luka lecet (abrased wound)
Terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
 Luka tusuk (punctured wound)
14  Luka gores (lacerated wound)
Terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.  Luka tembus (penetrating wound)
Luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
 Luka bakar (combustio)
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
b. Jenis jenis luka berdasarkan tingkat kontaminasinya :  Clean wounds (luka bersih)
Merupakan luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi.
 Clean contamined wounds (luka bersih terkontaminasi)
Merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.  Contamined wounds (luka terkontaminasi)
15 cerna, pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen.kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
 Dirty or infected wounds (luka kotor atau infeksi)
Merupakan luka yang terdapat ditemui mikroorganisme pada luka.
c. Jenis jenis luka berdasarkan kedalaman dan luasnya luka : a. Stadium I :
Luka superfisial (non blanching erithema), yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II :
Luka partial thickness, yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial adanya tanda klinis seperti abrasi, dan blister atau lubang yang dangkal c. Stadium III :
Luka full thickness yaitu, hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Luka sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV
16 d. Jenis jenis luka menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :
a. Luka akut adalah suatu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis adalah suatu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
D. Luka Akibat benda Tajam
Setiap luka memiliki nama berbeda sesuai dari penyebab terjadinya seperti luka bakar akibat zat yang panas, luka iris/sayat karena benda yang tajam, luka memar akibat benda yang tumpul dll, berbagai benda yang dapat mengakibatkan luka sayat adalah benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing yang bervariasi dari alat-alat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga kepingan kaca, gelas, logam, sembilu, bahkan tepi kertas atau rumput sekalipun. Luka akibat benda tajam dapat berupa:
a. Luka iris atau sayat b. Luka tusuk
c. Luka bacok (Budiyanto, 1997)
 Luka sayat/ iris
17 berbentuk garis atau titik. Kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik atau akibat bergeraknya korban. Bila diikuti gerak memutar, dapat menghasilkan luka yang tidak selalu berupa garis (Budiyanto, 1997).
 Karakteristik luka sayat
Kita dapat menemukan karakteristik pada luka sayat seperti panjang dan kedalaman yang berbeda dengan luka tusuk, pada dasarnya sebuah luka sayat diakibatkan oleh goresan pisau atau instrumen tajam yang lain melalui permukaan tubuh. Tidak ada niat untuk memasukkannya kedalam jaringan atau kedalam rongga tubuh jadi dapat kita lihat hasilnya terhadap luka yaitu, panjangnya luka lebih besar dari pada dalamnya. Jadi dengan demikian area klasik untuk terjadinya luka sayat yang fatal adalah di leher dan di pergelangan tangan, jarang sebuah luka sayat di kaki atau lipat paha telah dibuktikan fatal.
18 berhubungan dengan sayatan yang rata dari pembuluh darah yang terletak dekat dengan kulit.
Pada kasus luka tusuk terjadi luka yang lebih dalam sehingga sebagian besar darah yang keluar akan masuk kedalam rongga tubuh oleh karena itu tidak terlihat oleh pengamatan, berbeda dengan luka sayat yang tidak melibatkan rongga tubuh karena darah akan keluar melalui permukaan dan biasanya dapat terlihat. Infeksi jarang terjadi dalam kebanyakan kasus luka sayat, suatu luka sayat biasanya tidak terlalu dalam dan terdapat aliran darah yang lancar sebagai konsekuensinya, infeksi pada luka itu jarang terjadi serta jaringan parut yang terjadi pun minimal.
E. Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan fenomena komplek dan melibatkan berbagai proses dengan urutan sebagai berikut:
 Inflamasi akut menyusul terjadinya kerusakan jaringan.  Regenerasi sel parenkimal.
 Migrasi dan proliferasi sel parenkimal.
 Sintesis protein extra celuller matrix (ECM).
 Remodeling jaringan ikat dan komponen parenkimal.  Kolagenasi dan akuisisi kekuatan luka.
19 Proses penyembuhan luka yang alami (Kozier, 1995):
1) Fase inflamasi
Fase inflamasi atau lag phase berlangsung pada hari ke -5. Akibat luka terjadi pendarahan sehingga akan muncul trombosit dan sel-sel radang. Trombosit mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia dan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur kekuatan dinding pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit. Terjadi vasokonstriksi dan proses penghentian darah. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedesis dan menuju daerah luka secara kemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda radang. Leukosit, limfosit dan monosit akan menghancurkan dan memakan kotoran maupun kuman (proses fagositosis).
20 2) Fase proliferasi
Berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblas memiliki peran yang besar dalam fase proliferasi, dimulai dengan :
Proses granulasi (mengisi ruang kosong pada luka)
Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru )
Proses kontraksi (untuk menarik kedua tepi luka agar saling
berdekatan), peristiwa fisiologi yang menyababkan penutupan pada luka, dan terjadi bersamaan dengan sintesis kolagen dimana ukuran luka akan tampak mengecil dan menyatu (Hunt, 2003).
Terjadi proses proliferasi dan pembentukan fibroblas (menghubungkan sel-sel) yang berasal dari sel-sel mesenkim fibroblas menghasilkan mukopolisakarid dan serat kolagen yang terdiri dari asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisakarid mengatur deposisi serat-serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Serat-serat baru terbentuk dan diatur, kemudian mengkerut, sedangkan yang tidak diperlukan dihancurkan, dengan demikian luka mengkerut atau mengecil.
21 tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka meliputi proses penyatuhan kembali dan penyerapan yang berlebih.
3) Fase maturasi atau Remodelling
Berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai berbulan bulan dan berakhir hingga tanda radang sudah hilang, dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka (Mansjoer, 2000).
Kolagen adalah komponen kunci pada fase dari penyembuhan luka, paparan kolagen fibriler ke darah akan menyebabkan agregasi dan aktivasi trombosit dan melepaskan faktor faktor kemotaksis yang memulai proses penyembuhan luka. Fragmen-fragmen kolagen melepaskan kolagenase leukositik untuk menarik fibroblas ke daerah injuri. Selanjutnya kolagen menjadi pondasi untuk matrik ekstraseluler yang baru.
22 F. Etakridin Laktat (rivanol)
Nama resmi : Aethacridini Lactas Nama lain : Etakridin laktat, rivanol Rumusan molekul : C18H21N3O4H2O
[image:38.595.111.413.89.579.2]Rumus bangun :
Gambar 5. Rumus bangun rivanol
Pemerian : Serbuk hablur, kuning, tidak berbau, rasa sepat dan pahit
Kelarutan : Larut dalam 50 bagian air,dalam 9 bagian air panas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik dan terlindung oleh cahaya
K/P : Antiseptikum eksterna
23 bakteri gram positif daripada gram negatif, meskipun fungsi antiseptiknya tidak sekuat jenis lain.
Kemampuan ethakridin laktat sering digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan luka, karena sifat ethakridin laktat juga tidak menimbulkan iritasi dan sering digunakan untuk membersihkan luka, baik untuk mengompres luka maupun bisul, ethakridin laktat juga sebaiknya dipakai untuk membersihkan luka yang bersih (Gennaro, 1990).
Aturan pakai
Basahi kapas denga ethakridin laktat lalu tempelkan pada bagian kulit yang sakit lalu balut menggunakan kain kasa.
G. Propolis
24  Definisi propolis
Propolis merupakan bahan resin yang melekat pada bunga, pucuk dan kulit kayu. Sifatnya pekat, bergetah, berwarna coklat kehitaman, mempunyai bau yang khas, dan rasa pahit. Lebah menggunakan bahan propolis untuk pertahanan sarang, mengkilatkan bagian dalam sarang dan menjaga suhu lingkungan (Toprakci, 2005).
 Komposisi propolis
Dalam penelitian menyatakan bahwa propolis dapat berfungsi untuk memperbaiki kondisi patologi dari bagian tubuh yang sakit, karena bekerja sebagai antioksidan dan antibiotik serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh baik humoral atau seluler karena mengandung flavanoid sekitar 15 % (Krell, 1996).
25 Tabel I. Komposisi kimia propolis (Krell, 1996).
Kelas Komponen Jumlah Grup Komponen
Resin 45-55 % Flavonoid, asam fenolat, dan
esternya
Lilin dan asam Lemak 25-53 % Sebagian besar dari lilin
lebah beberapa dari tanaman
Minyak esenssial 10 % Senyawa volatile
Protein 5 % Protein kemungkinan dari
pollen dan amino bebas
Senyawa organik lain
dan mineral
5 % 14 macam mineral yang
paling terkenal adalah Fn dan
Zn sisanya seperti Au, Ag,
Cs, Hg, La dan sb.
Senyawa organik lain seperti
keton, laktan, kuinon, asam
benzoate dan esternya, gula,
vit. B3.
 Manfaat propolis
a. Antioksidan
Komposisi propolis dapat berfungsi untuk memperbaiki kondisi patologi dari bagian tubuh yang sakit, bekerja sebagai antioksidan dan antibiotik serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh baik humoral maupun seluler karena mengandung flavonoid sekitar 15% (Krell, 1996).
26 melindungi membran lipid terhadap reaksi yang merusak (Bendich et al., 1992).
b. Antibiotik dan antivirus
Propolis bisa disebut sebagai antibiotik karena memiliki kandungan flavanoid yaitu bahan aktif yang memiliki sifat anti peradangan dan antivirus, menurut penelitian Moriyasu dari jepang juga sifat ini yang dapat memacu aktifitas makrofag untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Penelitian melaporkan bahwa propolis menghambat pembelahan sel bakteri dan juga menghancurkan dinding sel bakteri dan sitoplasma, seperti halnya cara kerja antibiotik yang dijual di pasaran (Takaisi KikuniNB, 1994).
Penelitian melaporkan bahwa propolis hasil ekstrak etanol 70% dapat digunakan sebagai senyawa antibakteri, baik bakteri gram positif (staphilococcus aureus dan bacillus subtilis), maupun bakteri gram negatif (escherichia coli) (Hasan, 2006).
c. Anti tumor
27 d. Antiinflamasi
Mekanisme propolis dalam menghambat inflamasi disebabkan karena propolis menghambat sintesis eikosanoid. Penghambatan ini akan menyebabkan penurunan kandungan asam arakidonat pada jaringan membran fosfolipid sel yang lebih lanjut akan mengakibatkan terhambatnya pelepasan sejumlah mediator inflamasi seperti prostaglandin, leukotrin dan tromboksan yang merupakan mediator mediator inflamasi.
e. Antiprotozoa
Propolis juga menghambat perkembangan protozoa serta memberi efek regenerasi pada jaringan, meningkatkan aksi enzim dan sitostatik. Pada protozoa propolis telah dibuktikan berefek pada trichomonas vaginalis dan dilaporkan juga menghambat pertumbuhan protozoa lain yaitu giardia lantblia sebesar 98%. Pada trypanozoma cruzi suatu protozoa darah, pemberian propolis secara oral sebagai ekstrak memberikan efek secara in vitro dan aktif pada ketiga stadium parasit dan menghambat tingkat infeksi. f. Antikanker
28 leucin dengan sel kanker tersebut sehingga dapat menghambat sintesis DNA sel kanker. Peranan flavonoid sebagai antikanker juga diperkuat oleh eksperimen lain yang menggunakan hidrokarbon aromatik polisiklik sebagai penginduksi kanker.
29 III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Perlakuan hewan coba dilakukan di dua tempat yaitu Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, sedangkan pada pembuatan preparat dan pengamatannya dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan (Desember 2012).
B. Alat dan Bahan
1. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan yaitu: ethakridin laktat, alkohol 96%, melia propolis, plaster, arloji, anestesi lidokain, kassa steril, aquades tikus putih jantan dewasa galur Sprague Dawley, pakan dan minum tikus.
2. Bahan Kimia
30 3. Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan adalah neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01g untuk menimbang berat mencit, pisau cukur dan gagangnya, bengkok, kom, silet, jas lab, gunting plester, pinset anatomis, spuit 1cc dan jarum, gunting untuk mencukur rambut/bulu tikus, penggaris, sarung tangan steril, kassa steril, arloji, kandang serta botol minum tikus, mikroskop cahaya, object glas, cover glass, deck glass, tissue cassette, rotary microtome, oven, water bath, platening table, autotechnicom processor, staining jar, staining rak, kertas saring, histoplast, dan parafin dispenser.
C. Subyek Penelitian 1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini populasi yang akan digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague Dawley berumur 3-4 bulan.
2. Sampel
Pemilihan sampel digunakan dengan cara simple random sampling, pada penelitian ini diperlukan 3 kali perlakuan dan variabel yang di uji adalah numerik berpasangan sehingga perhitungan sampel dihitung dengan rumus (Dahlan, 2011):
[ ]
Dengan nilai α = 5 % (zα = 1,96), β = 20 % (zβ = 0,84), simpangan baku
31 S = 1,5
[
]
[ ]
[ ]
Maka jumlah minimal sampel adalah 18 ekor tikus. Jadi tiap perlakuan dibutuhkan minimal 6 sampel ( ≥6) untuk masing-masing perlakuan dan jumlah perlakuan sebanyak 3 kali, sehingga total sampel minimal yang dibutuhkan adalah sebanyak 18 sampel yang didapatkan pada 6 ekor tikus putih dari populasi yang ada. Namun pada penelitian ini digunakan 12 sampel ekor tikus putih.
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Inklusi :
1. Sehat (aktif, tidak tampak sakit dan rambut/bulu tidak rontok) 2. Memiliki berat badan sekitar 150-180 gram.
3. Berjenis kelamin jantan 4. Berusia sekitar 3-4 bulan Eksklusi :
1. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium.
32 E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Independent variable)
Zat aktif yang diberikan pada tikus putih yaitu : a. Ethakridin laktate
b. Propolis
2. Variabel Terikat (Dependent variable)
Tingkat kesembuhan kulit tikus dengan luka sayat, yaitu : a. Gambaran histopatologi kulit tikus
b. Gambaran klinis kulit tikus. F. Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Operasional
Variabel Definisi Skala
Ukur
Ethakridin laktat Ethakridin laktate adalah basa ammonium kuartener
disebut juga etakridin, adalah turunan aridin yang berupa serbuk berwarna kuning dan konsentrasi 0,1% kegunaanya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi
Numerik
Propolis Propolis adalah suatu zat yang dihasilkan lebah dari
berbagai pucuk daun-daun muda yang dicampur dengan air liurnya. Propolis atau lem lebah digunakan untuk menambal dan mensterilkan sarang lebah.
[image:48.595.112.532.386.751.2]Numerik
Gambaran
histopatologi kulit tikus (Mikroskopis)
Sediaan histopatologi dilihat pada pembesaran 40x pada lapangan pandang acak disetiap spesimen menggunakan hasil pemeriksaan patologi anatomi dari biopsi insisi luka yang mencakup tingkat pembentukan epitelisasi, kolagen dan jumlah pembentukan pembuluh darah baru.
Numerik
Gambaran klinis kulit tikus (Makroskopis)
Gambaran klinis didapat dengan menghitung rata-rata panjang penyembuhan luka yang dihitung pada hari pertama dan ke 6 kemudian dihitung persentase dengan rumus:
px = [(p1-px)/p1] x 100%
dengan hari pertama sebagai acuan.
33 G. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test only controlled group design. Sebanyak 12 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague Dawley berumur 3-4 bulan yang dipilih secara random. Penelitian ini menggunakan tikus jantan yang bertujuan untuk menghindari adanya pengaruh hormonal yang dapat mempengaruhi respon reaksi imunologis. Adapun penjelasannya :
1). Sampel kontrol yaitu bagian tubuh tikus yang diberi luka sayat dengan panjang 2 cm dan sedalam ± 0,5 cm sampai lapisan subkutan (Muchlas, 2012) yang akan dibiarkan sembuh secara normal tanpa pemberian perlakuan. 2). Sampel perlakuan etakridin laktat yaitu bagian tubuh tikus yang diberi luka
sayat dengan panjang 2 cm dan sedalam 0,5 cm sampai lapisan subkutan (Muchlas, 2012), selama proses penyembuhan akan diberikan etakridin laktat dengan nama dagang Rivanol yang dibuat oleh PT. Molex Ayus Pharmaceutical, diberikan secara topikal 2 kali sehari dan ditutup dengan kassa steril.
34 H. Prosedur Penelitian
Sebelum dilakukan perlakuan kepada semua tikus laboratorium, terlebih dahulu tikus diadaptasikan dengan lingkungan laboratorium selama tujuh hari kemudian dilanjutkan dengan prosedur penelitian berikutnya.
1. Pembuatan Luka Sayat Terbuka
Cukur bagian punggung dari tikus putih. Lakukan anestesi pada area kulit yang akan dibuat luka sayat dengan dosis 0,2 cc lidokain dalam 2 cc aquades (Farmakologi dan Terapi Universitas Indonesia, 2009). Kulit disayat dengan silet sepanjang 2 cm dengan kedalaman kira-kira 0,5 cm.
2. Prosedur Penanganan Luka Sayat Terbuka
Penanganan dilakukan sebanyak dua kali sehari (Handian, 2006) dan selalu dibersihkan sebelum mengaplikasikan ethakridin laktat dan propolis ke tikus putih dengan cara, membersihkannya dengan air aquades. Berikut runtutan prosedur penanganan luka sayat yang akan diaplikasikan.
a. Tempelkan perlak yang dilapisi kain dibawah luka yang akan dirawat. b. Pakai sarung tangan steril
c. Siapkan kasa.
d. Olesi bagian luka dengan kasa yang telah dibasahi dengan ethakridin laktat setebal 2 mm hingga menutup seluruh permukaan luka dan dengan propolis untuk luka yang lain.
e. Tutup luka dengan kasa steril
35 3. Prosedur Operasional Pembuatan Slide
Metode pembuatan preparat histopatologi Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Univrsitas Lampung.
a. Prosedur pembuatan slide :
1. Organ telah dipotong secara melintang dan telah difiksasi menggunakan formalin 10% selama 3 jam.
2. Bilas dengan air mengalir sebanyak 3-5 kali. 3. Dehidrasi dengan :
- Alkohol 70% selama 0,5 jam - Alkohol 96% selama 0,5 jam - Alkohol 96% selama 0,5 jam - Alkohol 96% selama 0,5 jam - Alkohol absolut selama 1 jam - Alkohol absolut selama 1 jam - Alkohol absolut selama 1 jam - Alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam 4. Clearing dengan menggunakan :
Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xilol I dan II masing-masing selama 1 jam.
5. Impregnansi dengan parafin selama 1 jam dalam oven suhu 65°C. 6. Pembuatan blok parafin :
36 bath dengan suhu 60°C. Dilanjutkan dengan pewarnaan hematoksilin eosin.
b. Prosedur pulasan HE :
Setelah jaringan melekat smpurna pada slide, memilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut.
1. Dilakukan deparafinisasi dalam : - Larutan xylol I selama 5 menit - Larutan xylol II selama 5 menit - Etahnol absolut selama 1 jam 2. Hydrasi dalam :
- Alkohol 96% selama 2 menit - Alkohol 70% selama 2 menit - Air selama 10 menit
3. Pulasan inti dibuat dengan menggunakan : - Haris hematoksilin selama 15 menit - Air mengalir
- Eosin selama maksimal 1 menit
4. Lanjutkan dehidrasi dengan menggunakan : - Alkohol 70% selama 2 menit
37 - Xylol I selama 2 menit
- Xylol II selama 2 menit
6. Mounting dengan entelan lalu tutup dengan deck glass. Populasi Tikus
Ditimbang
Diadaptasi selama 7 hari Pengambilan sampel
Diberi luka sayat dengan silet
Diberi perawatan selama 7 hari Hari ke-1
Hitung Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 panjang hari Dibersihkan dengan Dibersihkan dengan Dibersihkan dengan pertama dan 6 aquades 1x /hari aquades & dressing aquades & dressing
rivanol 10% propolis 2x / hari 2x / hari
Hari ke 7
Tikus dinarkosis dengan klorofom
Diambil sampel biopsi pada daerah luka sayat
Sampel dikirim ke Lab. Histologi dan Patologi Fak. Kedokteran Unila untuk pembuatan sediaan preparat
Pengamatan sediaan histopatologi dilakukan menggunakan mikroskop cahaya
[image:53.595.121.501.166.672.2]Interpretasi hasil
38 I. Cara Pengumpulan Data dan Analisis Data
1. Klinis
Dalam penelitian ini digunakan teknik observasi eksperimen, dimana 3 perlakuan pada masing-masing tikus dilakukan pengamatan setiap dua hari sekali untuk melihat penyembuhan secara makroskopis. Pengamatan ini mulai dilakukan dari awal pemberian terapi sampai hari terakhir penyembuhan untuk mengetahui perubahannya dengan batas waktu penelitian selama 7 hari.
Lalu untuk mengukur persentase kesembuhan dilakukan dengan menggunakan rumus :
px = [(p1-px)/p1] x 100%
dimana :
px = Persentase hari ke x p1 = panjang hari ke 1 px = panjang hari ke x
2. Histopatologi
39 Tabel 3. Tabel penilaian mikroskopis.
Parameter dan Diskripsi Skor
Derajat terjadinya epitelisasi
 Epitelisasi normal/lapang pandang kecil mikroskop  Epitelisasi sedikit/lapang pandang kecil mikroskop  Tidak ada epitelisasi/lapang pandang kecil mikroskop
3
2
1
Jumlah pembentukan pembuluh darah baru
 Lebih 2 pembuluh darah baru/lapang pandang kecil 3 mikroskop
 1-2 pembuluh darah baru/lapang pandang kecil 2 mikroskop
 Tidak ada pembuluh darah baru/lapang pandang kecil 1 mikroskop
Derajat pembentukan kolagen
 Kepadatan kolagen lebih dari jaringan normal/lapang pandang kecil mikroskop
 Kepadatan kolagen sama dengan jaringan normal/ lapang pandang kecil mikroskop
 Kepadatan kolagen kurang dari jaringan normal/lapang pandang kecil mikroskop
3 2 1 3 2 1
3. Analisis Data
Hasil penelitian lalu akan dianalisis apakah memiliki distribusi normal (p>0,05) atau tidak secara statistik dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel ≤50. Kemudian dilakukan uji Levene untuk
DAFTAR PUSTAKA
Abram, S.E. 2000. Pain Pathways and Mechanism ; The pain Clinic Manom, 19-20
Block, L.H. 1990. Medicated Application, in Gennaro, AR.(Ed.), Remington's Pharmaceutical Science, 18thed. Mack Publishing Company, East on Pensylvania, 1596-1614
Budianto, A. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi: 1. Cetakan 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FKUI.
Chernyak, N.F. 1973. On Synergistic effect of propolis and some antibacterial drugs Antibiotic, 18 : 259-261
Cordeiro, M.F. 2002. Beyond Mitomycin: TGF-beta and wound healing. Prog Retin Eye Res; 21 : 75–89
Daeley, C. 2005. The care of wounds : A guide for nurses . Victoria : Blackwell Publishing
Dahlan, S. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi Lima. Jakarta: Salemba Medika
Djuanda, A. 2003. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5thed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;. p. 7-8
Djuanda, Adhi. 2003. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi kelima. Jakarta : FKUI Gennaro, A. R. 1990. Remingtoris Pharceuhcal Science 18 Tahun Ed. Mack
Publishng Company, Pensylvania 786.
Greenaway, W., Scaysbrook, T., and Whatley, F.R. The composition and plant origins of propolis: A report of work at Oxford, Bee World 1990; 71: 107–18.
Hasan, A.M. 2006. Mikroba Dasar. Gorontalo: Nurul Jannah
Hill, R. 2000. Propolis-The Natural Antibiotic. www.Arkson.com/resources/i-propolis .
Hollmann, W. Markus, E. Durieux. 2000. Local anasthetics and inflammatory respone : A new Tharapeutics indication Anesthesiology. 93 :858-75 Hunt, T.K. 2003. Oxygen and its role and wound healing.
www.etcbiomedical.com
Junqueira, L.C. 2007. Histologi Dasar : Teks dan Atlas. Edisi: 10. Jakarta : EGC. Kanzaki T, Moraski N, Shiina R, Saito Y. 1998. Role of Transforming Growth
Factor-β Pathway in The Mechanisme of Wound Healing By Saponin from Ginseng Radix Rubra. Br.J. Pharmacol. 125: 255-62.
Krell, R. 1996. Value-Added Products From Beekeeping; FAOAgricultural Services Bulltein No.124. Food and Agriculture Organization of the United Nations Rome 1996. www.fao.org/docrep.htm.
Kozier, Barbara. 2004. Fundamental of Nursing: Concepts, Process and Practice. California: Addition Weasley inc.
Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. 2007. Buku ajar patologi. 7nded , Vol. 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 189-1
Letterio, J.J, Roberts, A.B. 1998. Regulation of immune responses by TGF-beta. Annu Rev Immunol. 16:137–161
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Midwood, K.S., Williams L.V., and Schwarzbauer J.E. 2004 , Tissue Repair And The Dynamics of The Extracellular Matrix: The International Journal Of Biochemistry & Cell Biology; 36(6): 1031-1037.
Mlagan, V and Sulimanovic, D. 1982. Action of propolis solutions on Bacillus larvae. Apiacta, 17:16-20
Monaco, J.L. and Lawrence, W.T. 2003. Acute wound healing: an overview. ClinPlastic Surg. 30: 1-12.
Nijveldt R.J, Van Nood E, Van Hoorn E, Boelens PG, Van Norren K, Van Leeuwen . 2001. Flavonoids: a review of probable mechanisms of action and potential application. Am. J. Clin. Nutr;74: 418-25.
Parker, B. 2001. Conceptuals foundations : the bridge to professional nursing practice. St. Louis : Mosby
Sabir, A. 2005. Aktivitas antibakteri flavonoid propolis trigona sp terhadap streptococcus mutans (in vitro). Dent J 38:135-141
Salatino, A., Teixeira, EW., Negri G, and Message, D. 2005. “Evid Based Complement”. Altrn Med. 2:33-38.
Schwartz, B.F. and Neumeister, M. 2006. The mechanics of wound healing. In Future Direction in Surgery. Southern Illinois. pp: 78-9
Slavin, J. 1996 . The role of cytokines in wound healing. J Pathol. 178(1):5–10 Structure of collagen and wound healing. Available
from:URL:http://www.woundcare .org/news vol 2n3 / ed 2.htm
Sudigdo, S. and Sofyan, I. 2002. Dasar dasar metodologi penelitian klinis edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto. Hlm 247-249
Suriadi. 2007. Manajemen Luka. STIKEP Muhammadiyah. Pontianak. Takaisi-Kikuni, N.B. Schilcher, H. 1994. Electron microscopic and
microcalorimetric investigations of the possible mechanism of the antibacterial action of a defined propolis provenance. Planta Med ; 60(3): 222–7
Toprakci, M.B.S. 2005. Kompilasi Keterangan-Keterangan Mengenai Propolis. www.zaaba313.coms.ph/catalog.html. Diakses tanggal 9 Mei 2005 Tortora, GJ., and Derrickson, B.H. 2009. Principles of anatomy and
physiology. 12th ed. Hlm 643-74.
Wade, C. 2005. Can Bee Propolis Rejuvenate The Immune System? www.thenaturalshopper.com/buybee-supplements/article.htm.
Wibisono. 2008. Perbedaan Lama Penyembuhan Luka Bersih Antara Perawatan Luka Dengan Menggunakan Gerusan Bawang Merah (Allium cepa L.) Dibandingkan Dengan Providone Iodin 10% Pada Tikus Putih (Rattus novergicus Strain Wistar. (Skripsi). Fakultas Kedokteran, Jurusan Keperawatan Universitas Brawijaya Malang.
Yahya, H. 2005. Rahasia Kekebalan Tubuh :