DI PEMERINTAH KABUPATEN KARO)
TESIS
Oleh
BENAR BAIK SEMBIRING
077017033/Akt
S
EK O L A H
P A
S C
A S A R JA
NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYUSUNAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
BERBASIS KINERJA (STUDI EMPIRIS
DI PEMERINTAH KABUPATEN KARO)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
BENAR BAIK SEMBIRING
077017033/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH BERBASIS KINERJA (STUDI EMPIRIS DI PEMERINTAH KABUPATEN KARO)
Nama Mahasiswa : Benar Baik Sembiring
Nomor Pokok : 077017033
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis,MAFIS,MBA,Ak) (Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur
(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis,MAFIS,MBA,Ak) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal : 4 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak Anggota : 1. Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak
2. Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak 3. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menguji secara empiris dan menganalisis apakah faktor komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan sistem administrasi, sumber daya yang cukup, penghargaan (reward) yang jelas dan hukuman/sanksi (punishment) yang tegas berpengaruh terhadap APBD berbasis kinerja.
Populasi pada penelitian ini adalah kepala satuan kerja perangkat daerah dan kepala bidang perencanaan satuan kerja perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Karo yang berjumlah 70 orang, yang keseluruhannya dijadikan sampel. Untuk menguji hipotesis pengaruh komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan sistem administrasi, sumber daya yang cukup, penghargaan (reward)
yang jelas dan hukuman/sanksi (punishment) yang tegas berpengaruh terhadap APBD berbasis kinerja secara simultan dan parsial digunakan uji F dan uji t.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan sistem administrasi, sumber daya yang cukup, penghargaan (reward) yang jelas dan hukuman/sanksi (punishment) yang tegas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap APBD berbasis kinerja. Secara parsial penyempurnaan sistem administrasi, penghargaan (reward) yang jelas dan hukuman/sanksi (punishment) yang tegas berpengaruh signifikan terhadap APBD berbasis kinerja, tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap APBD berbasis kinerja adalah penyempurnaan sistem administrasi.
Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa 88,60 % variasi variabel dependen (APBD berbasis kinerja) dijelaskan oleh variabel independen (komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan sistem administrasi, sumber daya yang cukup, penghargaan (reward) yang jelas dan hukuman/sanksi (punishment)), dan sisanya sebesar 11,40 % dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel yang digunakan.
ABSTRACT
The objective of this research is to test empirically and analyse whether commitment factor of all organizational component, perfection of administration system, enough human resources, transparant reward and firm punishment have an effect on budgeting of regional revenue and expenditure based on performance.
The population of this research are the chiefs of work unit of regional public service and the chief of planning division of work unit of regional public service in Government of Karo Regency that amount to 70 person, where all of them become the sample. To test hypothesis of commitment influence, of all organization component, the perfection of administration system, sufficient human resources, transparant reward, and firm punishment have effect on budgeting of regional revenue and expenditure (APBD) based on performance simultaneously and partially used F test and t test.
The result of this research proves that the commitment of all organization component, the perfection of administration system, sufficient human resources, transparant reward, and firm punishment have an effect on significant budgeting of regional revenue and expenditure (APBD) based on performance simultaneously, but the one has the biggest influence to budgeting of regional revenue and expenditure (APBD) based on performance is the perfection of administration system.
The result of this research also proves that 88,60 % of variety of dependen variable (APBD based on performance) shown by independent variable (commitment of all organization component, the perfection of administration system, sufficient human resources, transparant reward, and firm punishment) and the rest that is 11,40 % shown by other variable exclusive of the variable used.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
dengan judul “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja” sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan
studi pada Sekolah Pascasarjana Program Studi Akuntansi pada Universitas Sumatera
Utara.
Penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak dalam
penyusunan tesis ini, oleh karena itu dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Chairuddin, P. Lubis, DTM&H, Sp. A (K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak selaku Ketua Program Studi
Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus
sebagai Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak membantu dan
mengarahkan, membimbing dan memberikan saran kepada penulis dalam
penyusunan tesis ini.
4. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembimbing Kedua yang
untuk mengarahkan, membimbing, dan memberikan saran-saran kepada penulis
dalam penyusunan tesis ini.
5. Ibu Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak, Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, dan
Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak selaku Dosen Pembanding yang telah
banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tesis ini.
6. Bapak Drs. Daulat Daniel Sinulingga, selaku Bupati Karo yang telah mendukung
penulis untuk mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, dan memberikan izin untuk melakukan penelitian di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Karo
7. Bapak Dr. Drs. Sumbul Sembiring Depari, M.Sc, mantan Sekretaris Daerah
Kabupaten Karo (2001-2008) yang telah banyak memberikan dorongan dan
dukungan kepada penulis ketika meminta izin belajar untuk mengikuti studi di
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara pada tahun 2007.
8. Bapak Ir. Makmur Ginting, M.Sc, selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Karo yang
telah mendukung penulis untuk mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, dan memberikan izin untuk melakukan penelitian di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Karo.
9. Bapak Drs. Kawar Sembiring, M.Si selaku Asisten Ekonomi dan Pembangunan
pada Sekretariat Daerah Kabupaten Karo yang telah mendukung penulis untuk
mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan
memberikan izin untuk melakukan penelitian di lingkungan Pemerintah
10.Kedua orang tua tercinta dan tersayang, Ayahanda (Alm) Tampil Sembiring dan
Ibunda Jumpa beru Ginting, yang telah memberikan dukungan, doa, cinta, dan
kasih sayang yang tiada hentinya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan
Sekolah Pascasarjana ini.
11.Yang tersayang Kakak (Riahate Br. Sembiring dan Rasta Ginting), Abang (Sehat
Sembiring dan Sahdan Br. Ginting), Adik (Nerangi Sembiring, SE dan Intalina
Br. Ginting, S.Pd), Adik (Juliana Br. Sembiring, S.Pd dan Maruap Pardede, S.Pd),
Adik (Semanta Geraldi Sembiring, SE dan Ekaristi Br. Ginting, SE), Adik (Aman
J. Sembiring dan Agustina Br. Ginting) dan Adik (Elianor Sembiring, S.Pd) yang
telah memberikan dukungan dengan penuh kasih sayang kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan Sekolah Pascasarjana ini, serta seluruh Keponakan yang
tersayang, semoga dapat mengikuti sekolah seperti pamannya.
12.Kenangan buat istri penulis (Alm) Perdemun beru Purba dan yang tersayang
putra-putri penulis (Petra Theresia Jelita, Bernadetta Maria, Amelia Natasha
Febri, Niken Ayu Ulina, Bram Ricky Aginta dan Eikin Pehulisa) yang telah
memberikan dukungan dan menyemangati penulis sehingga dapat menyelesaikan
Sekolah Pascasarjana ini, semoga dapat mengikuti sekolah seperti papanya.
13.Rekan-rekan kerja penulis di Bagian Bina Program Sekretariat Daerah Kabupaten
Karo dan rekan-rekan di Bagian Hukum dan Ortala Sekretariat Daerah Kabupaten
Karo yang telah mendukung penulis dan bersedia memberikan waktunya untuk
14.Bapak/ibu para Kepala SKPD dan Kepala Bidang Perencanaan pada SKPD
dilingkungan Pemerintah Kabupaten Karo yang telah mendukung penulis dan
bersedia memberikan waktunya untuk pengisian kuesioner dalam penelitian ini.
15.Abangda Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak, yang telah banyak meluangkan
waktu dan pikiran secara sabar dan tulus untuk mengarahkan, membimbing,
memberikan dorongan dan memberikan saran-saran kepada penulis dalam
penyusunan tesis ini.
16.Sahabat karib saya Iwan Pantas Siregar, SSTP, M.Si, auditor pada Inspektorat
Kabupaten Deli Serdang yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran secara
sabar dan tulus untuk memberikan dorongan, dan memberikan saran-saran kepada
penulis dalam penyusunan tesis ini.
17.Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan dukungan dan saran-saran yang
berarti bagi penulis.
18.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
banyak membantu dan memberikan saran maupun perhatiannya sehingga
penulisan tesis ini terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak keterbatasan yang dimiliki oleh
penulis dalam menyelesaikan tesis ini, sehingga sangat diperlukan masukan dan saran
yang sifatnya membangun. Namun demikian, besar harapan penulis terhadap tesis
yang telah diselesaikan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, 4 Agustus 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Benar Baik Sembiring.
2. Tempat / Tanggal Lahir : Pematang Siantar / 27 Juni 1959.
3. Agama : Katolik.
4. Pekerjaan/Jabatan : Pegawai Negeri Sipil (saat ini menjabat Kepala
Bagian Penyusunan Program Setdakab. Karo)
5. Orang Tua
a. Ayah : (Alm) Tampil Sembiring.
b. Ibu : Jumpa beru Ginting.
6. Alamat : Jl. Lapangan Golf Komplek Perumahan Villa Batu
Asri No. D-5 Medan Tuntungan.
7. Nomor Handphone (Hp) : 081264144366
8. Pendidikan
a. SD : SD Negeri 102 Titirante Medan, Lulus Tahun 1972.
b. SMP : SMP Negeri 8 Medan, Lulus Tahun 1975.
c. SMA : SMEA Negeri 1 Medan, Lulus Tahun 1979.
d. Universitas : PAAP/FE USU Jur. Akuntansi Medan, Lulus Tahun
1983,
STAN Dep. Keuangan R.I,Jakarta, Lulus Tahun 1986
9. Pekerjaan : - Sebagai Chief Accounting pada PT. Alam Multi Sari
Cabang Medan Tahun 1980 – 1983,
- Sebagai Auditor pada Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) sejak Agustus 1986 –
Januari 2005,
- Sebagai Kepala Bagian Keuangan pada Sekretariat
Daerah Kabupaten Karo sejak Februari 2005- April
2006,
- Sebagai Kepala Bagian Pengendalian Pembangunan
pada Sekretariat Daerah Kabupaten Karo (April
2006- April 2009),
- Sebagai Kepala Bagian Penyusunan Program pada
Sekretariat Daerah Kabupaten Karo (April 2009-
sekarang),
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
1.5 Originalitas Penelitian... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Landasan Teori... 10
2.1.1 Pengertian Anggaran ... 10
2.1.2 Anggaran Berbasis Kinerja ... 22
2.1.3 Perencanaan Kinerja... 28
2.1.4 Target Kinerja ... 32
2.1.5 Standar Analisis Belanja ... 33
2.1.6 Standar Biaya ... 35
2.2 Review Penelitian Terdahulu ... 37
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 41
3.2 Hipotesis Penelitian... 43
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN... 44
4.1 Disain Penelitian ... 44
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44
4.3 Populasi dan Sampel ... 45
4.4 Jenis dan Sumber Data ... 46
4.5 Metode Pengumpulan Data ... 47
4.6 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 48
4.7 Model dan Teknik Analisis Data... 52
4.7.1 Model Analisis Data ... 52
4.7.2 Teknik Analisis Data ... 53
4.7.2.1 Uji Kualitas Data ... 54
4.7.2.2 Pengujian Asumsi Klasik ... 55
4.7.2.3 Statistik Deskriptif ... 58
4.7.2.4 Uji Hipotesis ... 58
4.7.3 Analisis Koefisien Determinasi ... 60
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
5.1 Deskripsi Data ... 61
5.1.1 Deskripsi Lokasi ... 61
5.1.2 Karakteristik Responden Penelitian ... 61
5.2 Analisis Data ... 64
5.2.1 Uji Kualitas Data ... 64
5.2.1.1 Uji Validitas ... 64
5.2.1.2 Uji Reliabilitas ... 68
5.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 69
5.2.2.1 Uji Normalitas Data ... 69
5.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 72
5.3 Deskriptif Variabel Penelitian ... 73
5.3.1 Variabel Komitmen dari Seluruh Organisasi (X1) ... 73
5.3.2 Variabel Penyempurnaan Sistem Administrasi (X2) ... 75
5.3.3 Variabel Sumber Daya yang Cukup (X3) ... 77
5.3.4 Variabel Penghargaan (Reward) yang Jelas (X4) ... 79
5.3.5 Variabel Sanksi Yang Tegas (X5) ... 80
5.3.6 Variabel APBD Berbasis Kinerja (Y) ... 81
5.4 Pengujian Hipotesis ... 83
5.4.1 Pengujian Hipotesis dengan Uji F ... 83
5.4.2 Pengujian Hipotesis dengan Uji t ... 84
5.5 Hasil Persamaan Regresi ... 86
5.6 Analisis Koefisien Determinasi (R2) ... 88
5.7 Pembahasan Hasil Penelitian ... 89
5.7.1 Pengaruh Komitmen dari Seluruh Komponen Organisasi Terhadap APBD Berbasis Kinerja ... 91
5.7.2 Pengaruh Penyempurnaan Sistem Administrasi Terhadap APBD Berbasis Kinerja ... 92
5.7.3 Pengaruh Sumber Daya yang Cukup Terhadap APBD Berbasis Kinerja ... 92
5.7.4 Pengaruh Penghargaan (Reward) yang Jelas Terhadap APBD Berbasis Kinerja ... 93
5.7.5 Pengaruh Sanksi Yang Tegas Terhadap APBD Berbasis Kinerja ... 93
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 95
6.1 Kesimpulan ... 95
6.2 Keterbatasan Penelitian... 96
6.3 Saran ... 97
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Tinjauan atas Penelitian Terdahulu... 39
4.2. Definisi Operasional Pengukuran Variabel... 51
5.1. Pengumpulan Data ... 61
5.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62
5.3. Karakteristik Respoden Berdasarkan Usia ... 62
5.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan ... 62
5.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menduduki Jabatan.... 63
5.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 63
5.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Kursus/Diklat/Bintek Tentang Anggaran ... 64
5.8. Uji Validitas Variabel Penelitian ... 65
5.9. Uji Reliabilitas Variabel Penelitian ... 69
5.10. Uji Multikolinieritas... 71
5.11. Deskripsi Variabel Komitmen dari Seluruh Komponen Organisasi (X1) ... 73
5.12. Deskripsi Variabel Penyempurnaan Sistem Administrasi (X2) ... 76
5.13. Deskripsi Variabel Sumber Daya yang Cukup (X3) ... 77
5.14. Deskripsi Variabel Penghargaan (Reward) Yang Jelas (X4) ... 79
5.15. Deskripsi Variabel Sanksi Yang Tegas (X5)... 80
5.17. Hasil Uji F ... 84
5.18. Nilai t Hitung ... 85
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Keterkaitan antara Anggaran Berbasis Kinerja (ABK),
Rencana Strategis dan Pengukuran Kinerja ... 36
3.2. Kerangka Konseptual ... 41
5.1. Grafik Uji Normalitas ... 70
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 101
2 Data Hasil Penelitian (Angka) ... .. 109
3 Hasil Analisis Deskriptif ... 121
4 Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 133
5 Hasil Analisis Regressi ... 141
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Selama ini anggaran belanja pemerintah daerah dikelompokkan atas anggaran
belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran
belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk
memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya
ternyata telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan
penyimpangan anggaran.
Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen
perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan
tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dalam era globalisasi. Sebagaimana dalam Penjelasan Umum
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pada angka 6 yang
menyebutkan :
kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan”.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membuka peluang yang luas bagi daerah
untuk mengembangkan dan membangun daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan
prioritasnya masing-masing. Dengan berlakunya kedua undang-undang tersebut di
atas membawa konsekuensi bagi daerah dalam bentuk pertanggungjawaban atas
pengalokasian dana yang dimiliki dengan cara yang efisien dan efektif, khususnya
dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat.
Hal tersebut dapat dipenuhi dengan menyusun rencana kerja dan anggaran
satuan kerja perangkat daerah (RKA-SKPD) seperti yang disebut dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 19 (1) dan (2) yaitu,
pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Dengan membangun suatu
sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran
tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang
diharapkan. Sistem penganggaran seperti ini disebut juga dengan anggaran berbasis
kinerja (ABK).
Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) merupakan metode penganggaran bagi
manajemen untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan
dengan manfaat yang dihasilkan. Manfaat tersebut didiskripsikan pada seperangkat
disebutkan dalam penelitian Suprasto (2006) bahwa “….Anggaran berbasis kinerja
juga mengisyaratkan penggunaan dana yang tersedia dengan seoptimal mungkin
untuk menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal bagi
masyarakat”.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hotman Atiek (2005) di
Lampung tentang melakukan penelitian tentang hubungan peranan Bappeda dalam
melaksanakan perencanaan sesuai anggaran berbasis kinerja dengan pemahaman
sumber daya manusia mengenai anggaran berbasis kinerja dan hubungan penerapan
anggaran berbasis kinerja dengan arah kebijakan umum pemerintah kabupaten. Hasil
penelitian Hotman Atiek menyebutkan terdapat hubungan antara sumber daya
manusia masih sedikit yang mengerti dan memahami anggaran berbasis kinerja
berpengaruh dalam pelaksanaan perencanaan dan terdapat penyimpangan program
yang dilaksanakan dari arah kebijakan umum dengan belum diterapkan anggaran
berbasis kinerja.
Demikian juga dengan penelitian Imam T. Raharto (2008) di Makasar dengan
judul : Anggaran Berbasis Kinerja ( Pelaksanaan, Masalah dan Solusi di Indonesia)
dengan hasil penelitian adanya hubungan antara keluaran dan hasil yang diharapkan
termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran/out put dengan penerapan
anggaran berbasis kinerja.
Pengelolaan keuangan daerah, dalam aspek operasionalnya tetap mengacu
kebijakan yang dikeluarkan oleh Departemen Dalam Negeri. Hal tersebut memang
130 yang menyatakan bahwa pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan
daerah kepada pemerintah daerah dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
Pembinaan tersebut meliputi pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, konsultasi,
pendidikan, pelatihan, serta penelitian dan pengembangan.
Kegiatan perencanaan dan penganggaran yang melibatkan seluruh unsur
pelaksana yang ada di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), mulai dari penentuan
program dan kegiatan, klasifikasi belanja, penentuan standar biaya, penentuan
indikator kinerja dan target kinerja, sampai dengan jumlah anggaran yang harus
disediakan, memerlukan perhatian yang serius bagi pimpinan satuan kerja perangkat
daerah beserta pelaksana program dan kegiatan. Dokumen anggaran harus dapat
menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, serta korelasi antara besaran
anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang
dianggarkan.
Dalam buku Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja yang diterbitkan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 2005 dinyatakan :
tuntutan pentingnya pelaksanaan penyusunan anggaran berbasis kinerja, ternyata
membawa konsekuensi yang harus disiapkan beberapa faktor keberhasilan
implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu :
1. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi.
2. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus.
3. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang, waktu dan
4. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas.
5. Keinginan yang kuat untuk berhasil.
Pemerintah Kabupaten Karo dalam menyusun APBD, belum sepenuhnya
berdasarkan penganggaran berbasis kinerja, hal ini tampak pada pengisian
pengukuran indikator kinerja pada RKA–SKPD dan DPA-SKPD belum
menggambarkan kaitan yang erat dengan proses pengelolaan pencapaian
(management for results). Juga belum ada standar analisis belanja, standar biaya,
standar pelayanan minimal, perencanaan kinerja dan target kinerja. Hal ini
disebabkan di pemerintah Kabupaten Karo belum menetapkan instrumen pengukuran
capaian kinerja keberhasilan suatu program dan kegiatan. Demikian juga sumber daya
yang cukup untuk peningkatan implementasi anggaran berbasis kinerja berupaadanya
upaya penyediaan sarana dan prasarana peningkatan kualitas implementasi anggaran
berbasis kinerja masih belum terselenggara secara berkelanjutan dalam upaya
perbaikan penganggaran berbasis kinerja.
Berdasarkan hasil penelitian awal, maka peneliti menggunakan faktor komitmen
dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan sistem administrasi, sumber daya
yang cukup, penghargaan dan sanksi, sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi
penyusunan APBD yang berbasis kinerja (Studi Empiris di Pemerintah Kabupaten
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Apakah faktor komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan sistem
administrasi, sumber daya yang cukup, penghargaan dan sanksi sebagai faktor-faktor
yang mempengaruhi penyusunan APBD berbasis kinerja secara simultan dan parsial ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang telah
diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari
bukti empiris bahwa komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan
system administrasi, sumber daya yang cukup, penghargaan dan sanksi sebagai
faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan APBD yang berbasis kinerja secara
simultan dan parsial.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan peneliti khususnya tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi penerapan penganggaran berbasis kinerja dalam penyusunan
2. Bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Satuan Kerja Pengelola Keuangan
Daerah, penelitian ini dapat sebagai bahan informasi tambahan, atau masukan dan
sebagai bahan pertimbangan pejabat pemerintah daerah baik eksekutif maupun
legislatif untuk melakukan penyempurnaan dan perbaikan penyusunan anggaran
untuk pencapaian visi dan misi Kepala Daerah yang terpilih, tentu dimulai dengan
hal-hal yang berkaitan dengan pemahaman tentang indikator anggaran berbasis
kinerja yaitu indicator kinerja, capaian kinerja, standar analisis belanja dan
standar harga/satuan harga dan standar pelayanan minimal.
3. Bagi Akademisi, penelitian ini dapat memperkaya hasil penelitian dan referensi
bagi para akademisi sebagai sarana pengembangan bidang anggaran berbasis
kinerja, perencanaan program dan kegiatan.
4. Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya tentang
gambaran pengembangan penelitian selanjutnya.
1.5 Originalitas Penelitian
Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi penerapan anggaran berbasis kinerja dalam penyusunan APBD yang
terinspirasi dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, serta perubahannya Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2008, dimana penyusunan APBD harus diawali
penyusunan APBD dengan pengganggaran berbasis kinerja, penulis tertarik
melakukan penelitian tentang keterkaitan tersebut di atas dengan judul “ Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Berbasis
Kinerja (Studi Empiris di Pemerintah Kabupaten Karo)“.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Imam T. Raharto
(2008) di Pemerintah Kota Makasar dengan judul : Anggaran Berbasis Kinerja (
Pelaksanaan, Masalah dan Solusi di Indonesia) dengan hasil penelitian adanya
hubungan dari unsur variabel independen yaitu antara keluaran dan hasil yang
diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran/out put dengan
penerapan anggaran berbasis kinerja. Variabel independen penelitian Imam T.
Raharto adalah keluaran dan hasil yang diharapkan serta efisiensi dalam pencapaian
hasil dari keluaran/out put merupakan bagian dari instrumen-instrumen pengukuran
keberhasilan anggaran berbasis kinerja.
Sumber variabel independen yang diambil oleh Imam T. Raharto (2008) adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, serta perubahannya Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 59 tahun 2008.
Pengembangan yang penulis lakukan adalah faktor-faktor mempengaruhi
(komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan sistem administrasi,
penyusunan APBD/anggaran berbasis kinerja dengan lokasi penelitian di pemerintah
Kabupaten Karo.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Imam T. Raharto pada variabel
independen yaitu komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan
sistem administrasi, sumber daya yang cukup, penghargaan (reward) dan
hukuman/sanksi dalam penyusunan APBD/anggaran berbasis kinerja yang
keseluruhan variabel ini menekankan komitmen dan perangkat sistem administrasi
berdasarkan sumber daya yang ada serta penghargaan dan sanksi untuk menyusun
dan mengimplementasikan secara konsisten dan berkelanjutan berbagai instrumen
pengukuran keberhasilan anggaran berbasis kinerja.
Sumber variable independen yang diambil dalam penelitian ini adalah buku
Pedoman Penyusunan APBD Berbasis Kinerja diterbitkan oleh Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan/BPKP (2005).
Persamaan penelitian ini dengan Imam T. Raharto adalah variable dependen
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Anggaran
Selain definisi dalam undang-undang tersebut masih banyak pengertian
anggaran negara yang ada pada berbagai literatur, namun para ahli di bidang
anggaran sepakat memberikan pengertian umum sebagai berikut : “Anggaran Negara
merupakan rencana keuangan pemerintah dalam suatu waktu tertentu, biasanya dalam
satu tahun mendatang, yang satu pihak memuat jumlah pengeluaran
setinggi-tingginya untuk membiayai tugas-tugas negara di segala bidang, dan di lain pihak
memuat memuat jumlah penerimaan negara yang diperkirakan dapat menutup
pengeluaran tersebut dalam periode yang sama”. Dari definisi diatas dapat dijelaskan
pengertian lebih lanjut sebagai berikut :
1. Anggaran merupakan pernyataan mengenai pernyataan mengenai estimasi kinerja
pemerintah yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan
dalam ukuran finansial ( rupiah),
2. Penyusunan anggaran negara adalah suatu proses politik, penganggaran
merupakan proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran dengan
tahap yang sangat rumit dan mengandung nuansa politik yang sangat kental
karena memerlukan pembahasan dan engesahan dari wakil rakyat di parlemen
3. Berbeda dengan anggaran pada sektor swasta dimana anggaran merupakan bagian
dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, sebaliknya anggaran negara
justru harus dikonfirmasikan kepada publik untuk diberi masukan dan kritik.
4. Anggaran negara merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana
publik dan pelaksanaan progam-program yang dibiayai dengan uang publik.
Proses penganggaran dimulai ketika perencanaan strategik dan perumusan strategi
telah diselesaikan. Jadi anggaran negara merupakan artikulasi dari perumusan
strategi dan perencanaan strategik yang telah dibuat.
5. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif
dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat mengagalkan perencanaan yang
sudah disusun.
Penganggaran memiliki tiga tujuan utama yang saling terkait yaitu stabilitas
fiskal makro, alokasi sumber daya sesuai prioritas, dan pemanfaatan anggaran secara
efektif dan efisien. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk
mewujudkan pertumbuhan ekonomi, stabilitas ekonomi, dan pemerataan pendapatan.
Anggaran negara juga berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengawasan aktivitas
pemerintahan.
Anggaran berasal dari kata budget (Inggris), sebelumnya dari kata bougette
(Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Berdasarkan dari arti kata asalnya, anggaran
mencerminkan adanya unsur keterbatasan. Pada dasarnya anggaran perlu disusun
karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini dana.
kurun waktu yang telah ditentukan. Anggaran Negara (state budget) menurut Jhon F.
Due (2000) dalam “Government Finance and Economic Analysis” adalah “A budget,
in the general sense of the term, is a financial plan for a specific period of time. A
government budget therefore, is a statement of proposed expenditures and expected
revenue for the coming period, together with data of actual expenditures and
revenues for current and past period .“
Menurut Wildavsky (1975), anggaran adalah : (a) catatan masa lalu, (b)
rencana masa depan, (c) mekanisme pengalokasian sumber daya, (d) metode untuk
pertumbuhan, (e) alat penyaluran pendapatan, (f) mekanisme untuk negosiasi, (g)
harapan-aspirasi-strategi organisasi, (h) satu bentuk kekuatan kontrol, dan (i) alat atau
jaringan komunikasi.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, anggaran negara/daerah meliputi :
1) rencana keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja;
2) gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk
pembangunan;
3) alat pengendalian;
4) instrumen politik; dan
5) disusun dalam periode tertentu.
Penganggaran (budgeting) merupakan aktivitas mengalokasikan sumber daya
batas. Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 10 menerangkan tugas
Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) sebagai pejabat
pengelola APBD antara lain sebagai berikut :
a) menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD;
b) menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;
c) melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan
dengan peraturan;
d) melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;
e) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD.
Sedangkan kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
mempunyai tugas sebagai berikut :
a) menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
b) menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
c) melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
d) melaksanakan pemungutan pendapatan bukan pajak;
e) mengelola barang/kekayaan milik daerah pada satuan kerja perangkat
daerah yang dipimpinnya;
f) menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat
daerah yang dipimpinnya;
akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan
ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan
bernegara.
Menurut Indra Bastian, fungsi anggaran meliputi:
1. Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja;
2. Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan di masa
mendatang/pedoman bagi pemerintah dalam mengelola untuk satu periode di
masa yang akan datang;
3. Anggaran sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai unit
kerja dan mekanisme kerja antar atasan dan bawahan;
4. Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja;
5. Anggaran sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan efektif dan efisien
dalam pencapaian visi organisasi;
6. Anggaran merupakan instrumen politik; dan
7. Anggaran merupakan instrumen kebijakan fiskal.
Sementara itu, menurut UU 17/2003, anggaran adalah alat akuntabilitas,
manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran
berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta
Anggaran disusun dengan berbagai sistem-sistem yang dipengaruhi oleh
pikiran-pikiran yang melandasi pendekatan tersebut. Adapun sistem-sistem dalam
penyusunan anggaran yang sering digunakan adalah:
a. Traditional Budgeting System
Traditional budgeting system adalah suatu cara menyusun anggaran yang
tidak didasarkan atas pemikiran dan analisa rangkaian kegiatan yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penyusunannya lebih didasarkan pada
kebutuhan untuk belanja/pengeluaran. Dalam sistem ini, perhatian lebih banyak
ditekankan pada pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran secara akuntansi yang
meliputi pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran dan penyusunan
pembukuannya. Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan atas obyek-obyek
pengeluaran, sedangkan distribusi anggaran didasarkan atas jatah tiap-tiap
departemen/lembaga. Sistem pertanggungjawabannya hanya menggunakan kuitansi
pengeluaran saja, tanpa diperiksa dan diteliti apakah dana telah digunakan secara
efektif/efisien atau tidak.
Mula-mula pemerintah memberi jatah dana untuk tiap-tiap departemen/
lembaga dan departemen/lembaga tersebut menggunakan dan melaporkan
penggunaan dana tersebut sampai habis. Jadi tolok ukur keberhasilan anggaran
tersebut adalah pada hasil kerja, maksudnya jika anggaran tersebut seimbang
(balance) maka anggaran tersebut dapat dikatakan berhasil, tetapi jika anggaran
tersebut defisit atau surplus, berarti anggaran tersebut gagal. Hal ini menunjukkan
keuangan dari sudut akuntansinya saja tanpa diuji efisien tidaknya penggunaan dana
tersebut. Anggaran diartikan semata-mata sebagai alat dan sebagai dasar legitimasi
(pengabsahan) berapa besarnya pengeluaran negara dan berapa besarnya penerimaan
yang dibutuhkan untuk menutup pengeluaran tersebut.
b. Performance Budgeting System
Performance budgeting system berorientasi kepada pendayagunaan dana yang
tersedia untuk mencapai hasil yang optimal dari kegiatan yang dilaksanakan. Sistem
penyusunan anggaran ini selain berdasarkan apa yang dibelanjakan, juga didasarkan
kepada tujuan-tujuan atau rencana-rencana tertentu, dan untuk pelaksanaannya perlu
didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan biaya/dana yang dipakai tersebut
harus dijalankan secara efektif dan efisien. Sehingga dalam sistem anggaran
performance ini bukan semata-mata berorientasi kepada berapa jumlah yang
dikeluarkan, tetapi sudah dipikirkan terlebih dulu mengenai rencana kegiatan, apa
yang akan dicapai, proyek apa yang akan dikerjakan, dan bagaimana pengalokasian
biaya agar digunakan secara efektif dan efisien.
Dalam buku Pedoman Penyusunan APBD Berbasis Kinerja diterbitkan oleh
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (2005) bahwa penganggaran
berbasis kinerjamerupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan
setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil
yang diharapkan termasuk efisisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut.
Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan
pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan.
Sistem ini mulai menitikberatkan pada segi penatalaksanaan (management
control), sehingga dalam sistem ini efisiensi penggunaan dana dan hasil kerjanya
diperiksa. Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan atas kegiatan dan telah
ditetapkan suatu tolok ukur berupa standar biaya dan hasil kerjanya. Salah satu syarat
utama untuk penerapan sistem ini adalah digunakannya sistem akuntansi biaya
sebagai alat untuk menentukan biaya masing-masing program dan akuntansi biaya
sebagai alat untuk mengukur tingkat efisiensi pengeluaran dana. Tolok ukur
keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau
hasil anggaran itu dengan menggunakan dana secara efisien.
Buku Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja yang diterbitkan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 2005 menyatakan :
tuntutan pentingnya pelaksanaan penyusunan anggaran berbasis kinerja, ternyata
membawa konsekuensi yang harus disiapkan beberapa faktor keberhasilan
implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu :
1. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi.
2. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus.
3. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang, waktu dan
orang).
4. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas.
Menurut Wahono (2001), “ Kepemimpinan sebagai suatu proses dan perilaku
untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan
bersama yang dirancang untuk memberikan manfaaat individu dan organisasi”.
Komitmen dari seluruh komponen organisasi pemerintah daerah adalah kesepakatan
antara kepala satuan kerja perangkat daerah beserta seluruh komponen organisasi
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi organisasinya untuk keberhasilan
melaksanakan visi, misi, tujuan, sasaran, sesuai dengan Renstra SKPD. Dan menurut
Siegel dan Marconi (1989), menyatakan bahwa partisipasi bawahan dalam
penyusunan anggaran mempunyai hubungan yang positif dengan pencapaian tujuan
organisasi.
Sedangkan penyempurnaan sistem administrasi merupakan penyiapan
instrumen pengukuran anggaran berbasis kinerja secara terus menerus.Sumber daya
yang cukup yaitu tersedianya upaya peningkatan implementasi anggaran berbasis
kinerja berupa adanya upaya penyediaan sarana dan prasarana peningkatan kualitas
implementasi anggaran berbasis kinerja.
Menurut Nugroho (2006), “Reward dan punishment merupakan dua bentuk
metode dalam memotivasi seseorang untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan
prestasinya”, dalam hal implementasi anggaran berbasis kinerja ini perlu dijaga
konsistensi perencanaan dengan penganggaran dan pemberian reward dan
c. Planning, Programming, Budgeting System (PPBS)
Perhatian dalam sistem PPBS ini banyak ditekankan pada penyusunan rencana
dan program. Rencana disusun sesuai dengan tujuan nasional yaitu untuk
kesejahteraan rakyat karena pemerintah bertanggungjawab dalam produksi dan
distribusi barang maupun jasa dan alokasi sumber-sumber ekonomi yang lain.
Pengukuran manfaat penggunaan dana, dilihat dari sudut pengaruhnya terhadap
lingkungan secara keseluruhan, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka
panjang.
Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan atas tujuan-tujuan yang hendak
dicapai di masa yang akan datang. Mengenai proses penyusunan PPBS ini, melalui
beberapa tahap sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan yang hendak dicapai;
2. Mengkaji pengalaman-pengalaman di masa lalu;
3. Melihat prospek perkembangan yang akan datang;
4. Menyusun rencana yang bersifat umum mengenai apa yang akan dilaksanakan.
Setelah keempat tahap, di atas selesai disusun, barulah memasuki tahap
selanjutnya yang terdiri dari :
1. Menyusun program pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan
2. Berdasarkan program pelaksanaan ditentukan berapa jumlah dana yang
diperlukan untuk melaksanakan program-program tersebut.
Untuk menerapkan system ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara
dan program secara terpadu; 2) dibutuhkan informasi yang lengkap, baik informasi
masa lalu maupun informasi masa yang akan datang yang relevan dengan kebutuhan
penyusunan rencana dan program tersebut; 3) Pengawasan mulai dilaksanakan
sebelum pelaksanaan sampai selesainya pelaksanaan rencana dan program.
Selain ketiga bentuk sistem penganggaran tersebut di atas, dikenal pula sistem
penganggaran yang dinamakan Zero Based Budgeting (ZBB). ZBB merupakan sistem
penganggaran yang didasarkan pada perkiraan kegiatan tahun yang bersangkutan,
bukan pada apa yang telah dilakukan pada masa lalu. ZBB mensyaratkan adanya
evaluasi atas semua kegiatan atau pengeluaran dan semua kegiatan dimulai dari basis
nol, tidak ada level pengeluaran minimum tertentu.
Anggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan
alokasi sumber daya manusia, material dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi
dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai
tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari
penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Secara umum,
prinsip-prinsip penganggaran adalah sebagai berikut:
1. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran
APBD harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran,
hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu progam dan kegiatan
yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk
mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan
Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana
ataupun pelaksanaan anggaran tersebut.
2. Disiplin Anggaran
Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan asas efisiensi, tepat
guna, tepat waktu pelaksanaan dan penggunaannya dapat
dipertanggung-jawabkan. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur
secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan
belanja yang dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi
pengeluaran belanja. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya
kepastian tersedia penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan progam dan kegiatan yang belum/tidak tersedia anggarannya.
3. Keadilan Anggaran
Pemerintah wajib mengalokasikan penggunaan anggaran secara adil agar dapat
dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian
pelayanan. Hal ini dikarenakan sumber daya yang digunakan dalam anggaran
berupa pendapatan negara pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta seluruh
anggota masyarakat.
4. Efisiensi dan Efektifitas Anggaran
Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin agar dapat menghasilkan
5. Disusun dengan pendekatan kinerja
APBN disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu mengutamakan upaya
pencapaian hasil kerja (keluaran dan hasil) dari perencanaan atas alokasi biaya
atau masukan/input yang telah ditetapkan. Hasil kerja harus sepadan atau lebih
besar dari biaya atau masukan. Selain itu juga harus mampu menumbuhkan
profesionalisme kerja pada setiap unit kerja yang terkait.
2.1.2 Anggaran Berbasis Kinerja
Anggaran berbasis kinerja merupakan sistem penganggaran yang memberikan
fokus pada fungsi dan kegiatan pada suatu unit organisasi, dimana setiap kegiatan
yang ada tersebut harus dapat diukur kinerjanya. Definisi lain pada buku Modul
Overview Keuangan Negara oleh Departemen Keuangan (2008), anggaran berbasis
kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap
pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang
diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersbut. Capaian
hasil tersebut didiskripsikan pada seperangkat tujuan dan dituangkan dalam target
kinerja pada setiap unit kerja. Bagaimana cara agar tujuan itu dapat dicapai,
dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan/pendanaan pada setiap tingkat
pencapaian tujuan. Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai
keseluruhan aktivitas, baik aktivitas langsung maupun tidak langsung yang
mendukung program sekaligus melakukan estimasi biaya-biaya berkaitan dengan
mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kinerja tahunan
(Renja) yang merupakan rencana operasional dari Renstra dan anggaran tahunan
merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja
Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam penganggaran
berbasis kinerja adalah: a) Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya; b)
Pengumpulan informasi yang sistematis atas realisasi pencapaian kinerja dapat
diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara biaya dengan
prestasinya. Selanjutnya implementasi tentang Anggaran Berbasis Kinerja, pada
kenyataannya adalah menyangkut dokumen anggaran, baik perencanaan maupun
pelaksanaan, seperti RKA-SKPD (Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah), Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), dan DPA-SKPD (Dokumen
Pelaksanaan Anggaran - Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Keluaran (output) kegiatan satuan kerja dan harga satuannya yang
dicantumkan dalam semua dokumen anggaran di atas, beberapa diantaranya ada yang
tidak termasuk dalam jenis keluaran yang dihasilkan satuan kerja dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, melainkan termasuk dalam jenis masukan
(input). Keluaran (output) kegiatan satuan kerja adalah sesuai dengan yang
direncanakan dan dimuat dalam dokumen Rencana kinerja tahunan satuan kerja
perangkat daerah (Renja SKPD) dalam rangka penyusunan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
Sedangkan harga satuannya adalah sesuai dengan yang tercantum dalam
Biaya Khusus (SBK), akan tetapi ada HSPK dari beberapa SKPD yang belum
dicantumkan, dan yang tercantum dalam HSPK/SBK selama ini tidak seluruhnya
Harga Satuan Pokok "Kegiatan" dari SKPD, melainkan masih ada yang merupakan
harga satuan pokok "Pekerjaan". Pengertian "Kegiatan" berbeda dengan "Pekerjaan",
karena yang dimaksud dengan "Kegiatan" dalam sistem penganggaran adalah
merupakan serangkaian tindakan yang dilaksanakan satuan kerja sesuai tugas
pokoknya untuk menghasilkan keluaran yang ditentukan. Jadi dalam satu "Kegiatan"
akan terdapat beberapa tindakan dan tindakan inilah yang dapat dikatakan sebagai
"Pekerjaan". Untuk suatu kegiatan dituntut adanya keluaran (output) yang jelas dan
terukur sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian yang seharusnya
tercantum dalam HSPK (Harga Satuan Pokok Kegiatan)/SBK adalah harga satuan
dari keluaran (output) yang dihasilkan.
Harga Satuan Pokok setiap kegiatan untuk semua satuan kerja dapat dihitung
dengan cara membuat Analisa Biaya Satuan Keluaran (output) kegiatan yang sudah
ditetapkan menurut tugas pokok dan fungsi satuan kerja, kemudian ditentukan
besarnya Biaya Per Satuan Keluaran (output) kegiatan, dengan memperhitungkan
semua input (masukan) yang diperlukan seperti : 1) Kebutuhan biaya untuk pegawai;
2) Kebutuhan biaya untuk sarana dan prasarana; 3) Kebutuhan biaya untuk
pekerjaan-pekerjaan non fisik (rapat, sosialisasi, seminar, dsb).
Biaya Per Satuan Keluaran (output) kegiatan beserta analisanya, diajukan
kepada Bagian Keuangan atau Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah untuk
Pemerintah Daerah/TAPD yang terlibat dalam penyusunan APBD. Biaya per satuan
keluaran (output) kegiatan yang sudah disahkan, selanjutnya dihimpun dalam HSPK
(Harga Satuan Pokok Kegiatan)/SBK. Dalam perencanaan dan pengalokasian
anggaran untuk satuan kerja perangkat daerah belum terlihat sepenuhnya, hanya
memperhitungkan keluaran (output) kegiatan satuan kerja, sehingga alokasi anggaran
untuk satuan kerja pada satu tahun anggaran masih dipengaruhi oleh hal-hal lain
selain jumlah keluaran (output) kegiatan yang direncanakan oleh satuan kerja yang
bersangkutan. Dengan demikian penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dikatakan
masih belum sempurna.
Dengan dicantumkannya keluaran (output) kegiatan satuan kerja dan harga
satuannya pada dokumen anggaran, maka dapat berguna untuk hal-hal sebagai
berikut:
1. Sebagai dasar dalam menentukan alokasi pagu anggaran satuan kerja sejak dari
penyusunan RKA-SKPD, pembahasan RKA-SKPD hingga penetapan pagu
definitif satuan kerja, yaitu :
Alokasi Pagu Anggaran = Volume Keluaran Kegiatan X HSPK/SBK
Usulan pagu anggaran tersebut dirinci pada RKA-SKPD dengan tetap
mencantumkan target volume keluaran (output) kegiatan kemudian diajukan
kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) guna dibahas kembali sebelum
disusun draft Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD)
penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, maka pembahasan RKA-SKPD disini
difokuskan pada volume dan standar biaya keluaran (output) kegiatan setiap
satuan kerja.
2. Sebagai alat pengawasan pencairan dana dari satuan kerja yang bersangkutan
dalam pelaksanaan anggaran terutama dalam hal arus kas (cash flow), yaitu
setelah pagu anggaran definitif Satuan Kerja ditetapkan, selanjutnya volume
keluaran (output) kegiatan satuan kerja harus tercantum bersama pagu anggaran
pada RKA-SKPD, dan DPA-SKPD, untuk digunakan sebagai kontrol terhadap
realisasi anggaran sebagai berikut :
Jumlah Realisasi Anggaran Tidak Boleh Melampaui Jumlah Biaya Keluaran (Output) Kegiatan Yang Telah Direalisasikan
Untuk satuan kerja yang baru dapat menghasilkan keluaran (output) pada akhir
tahun (antara lain sekolah-sekolah yang baru dapat menghasilkan keluaran berupa
siswa yang lulus pada akhir tahun) dikecualikan dari ketentuan di atas dan tetap
diatur dengan batas pengeluaran triwulanan.
3. Menambah keakuratan dalam mengukur tingkat kinerja satuan kerja melalui
sistem pelaporan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP),
karena sebagai dasar penyusunan laporan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah (LAKIP) tersebut, keluaran (output) kegiatan telah tertera secara jelas
Dalam menyusun pagu indikatif harus memperhatikan hal-hal mendasar
sebagai berikut :
1. Memperhatikan amanat otonomi daerah /perda,
2. Memfokuskan alokasi dana pada tugas pokok pemerintah pembangunan nasional
dilaksanakan melalui :
a. Kerangka regulasi, guna mendorong partisipasi masyarakat ( pemerintah -
bertugas menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan oleh masyarakat).
b. Kerangka pelayanan dan investasi pemerintah (pemerintah sebagai penyedia
barang dan jasa)
3. Mengamankan kewajiban-kewajiban pemerintah, baik untuk keperluan internal
pemerintah (seperti gaji dan tunjangan) maupun kewajiban-kewajiban pada pihak
ketiga (misalnya penyediaan operasional pemerintah seperti pembayaran daya).
4. Mengutamakan alokasi pada kegiatan-kegiatan pokok yang diperlukan untuk
mewujudkan sasaran-sasaran dalam prioritas-prioritas pembangunan.
Lebih teknis lagi dalam menyusun persiapan pagu indikatif juga harus
memperhatikan optimalisasi kinerja anggaran yang meliputi :
1. Mengalokasikan pendanaan sesuai dengan kewenangan masing-masing fungsi
pemerintahan & mempertimbangkan alokasi pada dana perimbangan;
2. Mengalokasikan pendanaan sesuai dengan tupoksi Satuan Kerja Perangkat
Daerah;
2.1.3 Perencanaan Kinerja
Perencanaan Kinerja adalah aktivitas analisis dan pengambilan keputusan ke
depan untuk menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan di masa mendatang. Pada
prinsipnya perencanaan kinerja merupakan penetapan tingkat capaian kinerja yan
dinyatakan dengan ukuran kinerja dalam rangka mencapai sasaran atau target yang
telah ditetapkan. Perencanaan merupakan komponen kunci untuk lebih
mengefektifkan dan mengefisienkan Pemerintah Daerah. Sedangkan perencanaan
kinerja membantu pemerintah untuk mencapai tujuan yang sudah diidentifikasikan
dalam rencana stratejik, termasuk didalamnya pembuatan target kinerja dengan
menggunakan ukuran-ukuran kinerja.
Tingkat pelayanan yang diinginkan pada dasarnya merupakan indikator
kinerja yang diharapkan dapat dicapai oleh Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
kewenangannya. Selanjutnya untuk penilaian kinerja dapat digunakan ukuran
penilaian didasarkan pada indikator sebagai berikut:
1. Masukan (Input)
Masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan
dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini merupakan tolok ukur
kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-sumber dana, sumber daya
manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk
melaksanakan program atau kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya,
suatu lembaga dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah
digunakan untuk perbandingan (benchmarking) dengan lembaga-lembaga lain
yang relevan. Contoh indikator masukan untuk kegiatan penyuluhan lingkungan
sehat untuk daerah pemukiman masyarakat kurang mampu adalah jumlah dana
yang dibutuhkan dan tenaga penyuluh kesehatan.
Walaupun tolok ukur masukan relatif mudah diukur serta telah digunakan
secara luas, namun seringkali dipergunakan secara kurang tepat sehingga dapat
menimbulkan hasil evaluasi yang rancu atau bahkan menyesatkan. Menurut buku
Pedoman Penyusunan APBD Berbasis Kinerja diterbitkan oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (2005), dalam menetapkan tolok ukur
masukan yang dapat menyesatkan: a) pengukuran sumber daya manusia tidak
menggambarkan intensitas keterlibatannya dalam pelaksanaan kegiatan; b)
pengukuran biaya tidak akurat karena banyak biaya-biaya yang dibebankan ke
suatu kegiatan tidak mempunyai kaitan yang kuat dengan pencapaian sasaran
kegiatan tersebut; c) banyaknya biaya-biaya masukan (input) seperti gaji bulanan
personalia pelaksana, biaya pendidikan dan pelatihan, dan biaya penggunaan
peralatan dan mesin seringkali tidak diperhitungkan sebagai biaya kegiatan.
2. Keluaran (output)
Keluaran adalah produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan dari program
atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. Indikator keluaran adalah
sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa
fisik dan/atau non fisik. Dengan membandingkan indikator keluaran instansi
Indikator keluaran hanya dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu
kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang
terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karenanya indikator keluaran harus
sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi. Untuk kegiatan yang bersifat
penelitian berbagai indikator kinerja yang berkaitan dengan keluaran paten dan
publikasi ilmiah sering dipergunakan baik pada tingkat kegiatan maupun instansi.
Untuk kegiatan yang bersifat pelayanan teknis, indikator yang berkaitan dengan
produk, pelanggan, serta pendapatan yang diperoleh dari jasa tersebut mungkin
lebih tepat untuk digunakan.
Beberapa indikator keluaran juga bermanfaat untuk mengidentifikasikan
perkembangan instansi. Sebagai contoh besarnya pendapatan yang diperoleh
melalui pelayanan teknis, kontrak riset, besarnya retribusi yang diperoleh, serta
perbandingannya dengan keseluruhan anggaran instansi, menunjukkan
perkembangan kemampuan instansi memenuhi kebutuhan pasar, serta
mengindikasikan tingkat ketergantungan instansi yang bersangkutan pada APBD.
Dalam mempergunakan indikator keluaran, beberapa permasalahan berikut
perlu dipertimbangkan: a) Perhitungan keluaran seringkali cenderung belum
menentukan kualitas. Sebagai contoh jumlah layanan medik di Rumah Sakit
Umum mungkin belum memperhitungkan kualitas layanan yang diberikan; b)
Indikator keluaran sering kali tidak dapat menggambarkan semua keluaran
penelitian yang walaupun mengandung penemuan yang baru, namun karena
berbagai pertimbangan tertentu tidak dapat dipatenkan.
3. Hasil (Outcome)
Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran
kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator hasil adalah sesuatu
manfaat yang diharapkan diperoleh dari keluaran. Tolok ukur ini menggambarkan
hasil nyata dari keluaran suatu kegiatan. Pada umumnya para pembuat kebijakan
paling tertarik pada tolok ukur hasil dibandingkan dengan tolok ukur lainnya.
Namun untuk mengukur indikator hasil, informasi yang diperlukan seringkali
tidak lengkap dan tidak mudah diperoleh. Oleh karenanya setiap instansi perlu
mengkaji berbagai pendekatan untuk mengukur hasil dari keluaran suatu
kegiatan.
Pengukuran indikator hasil seringkali rancu dengan pengukuran indikator
keluaran. Sebagai contoh penghitungan jumlah bibit unggul yang dihasilkan oleh
suatu kegiatan merupakan tolok ukur keluaran. Namun penghitungan besar
produksi per hektar yang dihasilkan oleh bibit-bibit unggul tersebut atau
penghitungan kenaikan pendapatan petani pengguna bibit unggul tersebut
merupakan tolok ukur hasil. Dari contoh tersebut, dapat pula dirasakan bahwa
penggunaan tolok ukur hasil seringkali tidak murah dan memerlukan waktu yang
tidak pendek, karena validitas dan reliabilitasnya tergantung pada skala
penerapannya. Contoh nyata yang membedakan antara indikator output dan
gedung sekolah dasar tersebut telah seratus persen berhasil dibangun. Akan tetapi
belum tentu gedung tersebut diminati oleh masyarakat setempat.
Indikator outcome lebih utama dari pada sekedar output. Walaupun produk
telah dicapai dengan baik, belum tentu secara outcome kegiatan tersebut telah
dicapai. Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil yang lebih tinggi
yang mungkin menyangkut kepentingan banyak pihak. Dengan indikator
outcome, organisasi akan mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam
bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan
memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak.
Pencapaian indikator kinerja outcome seringkali baru terlihat setelah melewati
kurun waktu lebih dari satu tahun, mengingat sifatnya yang bukan hanya sekedar
hasil, dan mungkin juga indikator outcome tidak dapat dinyatakan dalam ukuran
kuantitatif akan tetapi lebih bersifat kualitatif.
2.1.4. Target Kinerja
Setelah indikator kinerja ditentukan, mulailah disusun target kinerja untuk setiap
indikator kinerja yang telah ditentukan. Target kinerja adalah tingkat kinerja yang
diharapkan dicapai terhadap suatu indikator kinerja dalam satu tahun anggaran
tertentu dan jumlah pendanaan yang telah ditetapkan. Target kinerja harus
mempertimbangkan sumber daya yang ada dan juga kendala-kendala yang mungkin
timbul dalam pelaksanaannya. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam
diterapkan, konsisten, menyeluruh, dapat dimengerti, dapat diukur, stabil, dapat
diadaptasi, legitimasi, seimbang, dan fokus kepada pelanggan.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam penetapan target kinerja antara lain: a)
Miliki dasar penetapan sebagai justifikasi penganggaran yang diprioritaskan pada
setiap fungsi/bidang pemerintahan; b) Memperhatikan tingkat pelayanan minimum
yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah terhadap suatu kegiatan tertentu; c)
Kelanjutan setiap program, tingkat inflasi, dan tingkat efisiensi menjadi bagian yang
penting dalam menentukan target kinerja; d) Ketersediaan sumber daya dalam
kegiatan tersebut: dana, sumber daya manusia, sarana, prasarana pengembangan
teknologi, dan lain sebagainya; f) Kendala yang mungkin dihadapi di masa depan.
Penetapan target kinerja kinerja harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a)
Spesifik, berarti unik yang menggambarkan obyek/subyek tertentu, tidak
berdwimakna atau diinterpretasikan lain; b) Dapat diukur, secara obyektif dapat
diukur baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif; c) Dapat dicapai (attainable).
Sesuai dengan usaha-usaha yang dilakukan pada kondisi yang diharapkan akan
dihadapi : a) Realistis; b) Kerangka waktu pencapaian (time frame) jelas; dan c)
Menggambarkan hasil atau kondisi perubahan yang ingin dicapai.
2.1.5. Standar Analisis Belanja
Standar Analisis Belanja (SAB) merupakan salah satu komponen yang harus
dengan pendekatan kinerja. Menurut buku Pedoman Penyusunan APBD Berbasis
Kinerja diterbitkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (2005),
Standar Analisis Belanja adalah standar untuk menganalisis anggaran belanja yang
digunakan dalam suatu program atau kegiatan untuk menghasilkan tingkat pelayanan
tertentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Standar Analisis Belanja digunakan untuk menilai kewajaran beban kerja dan
biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh satuan kerja
perangkat daerah dalam satu tahun anggaran. Penilaian terhadap usulan anggaran
belanja dikaitkan dengan tingkat pelayanan yang akan dicapai melalui program atau
kegiatan. Usulan anggaran belanja yang tidak sesuai dengan Standar Analisis Belanja
akan ditolak atau direvisi sesuai standar yang ditetapkan. Rancangan anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD) disusun berdasarkan hasil penilaian terhadap
anggaran belanja yang diusulkan satuan kerja perangkat daerah.
Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Standar Analisis Belanja
merupakan standar atau pedoman yang bermanfaat untuk menilai kewajaran atas
beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan yang direncanakan oleh setiap unit
kerja. Standar Analisis Belanja digunakan untuk menilai dan menentukan rencana
program, kegiatan dan anggaran belanja yang paling efektif dan upaya pencapaian
kinerja. Penilaian kewajaran berdasarkan Standar Analisis Belanja berkaitan dengan
kewajaran biaya suatu program atau kegiatan yang dinilai berdasarkan hubungan
yang bersangkutan. Disamping Standar Analisis Belanja sebagai dasar penilaian
usulan anggaran belanja dapat juga dilakukan berdasarkan kewajaran beban kerja
untuk menilai kesesuaian antara program atau kegiatan yang direncanakan oleh suatu
unit kerja dengan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang
bersangkutan.
Penerapan Standar Analisis Belanja pada dasarnya akan memberikan manfaat
antara lain: 1) mendorong setiap unit kerja untuk lebih selektif dalam merencanakan
program dan atau kegiatannya; 2) menghindari adanya belanja yang kurang efektif
dalam upaya pencapaian kinerja; 3) mengurangi tumpang tindih belanja dalam
kegiatan investasi dan non investasi.
2.1.6 Standar Biaya
Standar biaya adalah harga satuan unit biaya yang berlaku. Penerapan standar
biaya ini membantu penyusunan anggaran belanja suatu program atau kegiatan bagi
setiap satuan kerja perangkat daerah yang ada agar kebutuhan atas suatu kegiatan
yang sama tidak berbeda biayanya. Pengembangan standar biaya akan dilakukan dan
diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perubahan harga yang berlaku.
Sehingga penganggaran dengan pendekatan kinerja adalah secara keseluruhan proses
yang terjadi dalam organisasi pemerintah daerah/satuan kerja perangkat daerah harus
PENENTUAN VISI
PENDEFINISIAN MISI
PENENTUAN TUJUAN
PENENTUAN SASARAN
PENENTUAN STRATEGI KEBIJAKAN
PROGRAM
STANDAR ANALISIS BELANJA - Belanja Langsung - Belanja Tidak Langsung RENJA
Sasaran : Indikator dan Target Kebijakan
Program Kegiatan
Input, output, outcome, benefit, impact
Penganggaran
Berbasis Kinerja
[image:55.612.162.577.98.575.2]APBD Berbasis
Kinerja
2.2 Review Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang Anggaran Berbasis Kinerja telah banyak dilakukan dan
apabila dibandingkan dengan penelitian ini akan mempunyai beberapa kesamaan
antara lain permasalahan yang akan dibahas mengenai penyusunan APBD, tata
pemerintahan yang baik dan penganggaran berbasis kinerja. Sitompul, Mhd.
Syahman (2003) di Sumatera Utara melakukan penelitian tentang hubungan antara
pengganggaran dengan good governance, hubungan akuntansi dengan good
governance dan hubungan penganggaran dan akuntansi dengan good governance.
Hasil penelitian Sitompul menyebutkan terdapat hubungan positif antara
penganggaran terutama menerapkan anggaran berbasis kinerja dengan good
governance, terdapat hubungan positif antara akuntansi dengan good governance dan
terdapat hubungan positif antara penganggaran dan akuntansi dengan good
governance.
Kartika, Wisdya Ratna, (2008) di Surakarta melakukan penelitian tentang
pengaruh partisipasi penyusunan anggaran berbasis