• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap Negara. Persoalan kemiskinan merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Berbagai perencanaan, kebijakan serta program pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan pada intinya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin. Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional. Upaya pengentasan dan pengurangan kemiskinan harus dilakukan secara komperhensif, mencakup seluruh aspek kehidupan dan dilaksanakan secara terpadu. Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil pembangunan ( Soegijoko,2001).

(2)

Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan kepeduliannya untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan tersebut kemudian dirumuskan dengan new deal dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Ringkasan dari new deal tersebut tertuang dalam prinsip triple track strategy : pro-growth, pro-job, dan pro-poor. Track pertama dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua, menggerakan sektor riil untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dan yang ketiga, merevitilisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk mengurangi kemiskinan

Sejak digiatkan kembali program-program pengentasan kemiskinan tersebut, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) secara perlahan berhasil diturunkan jumlahnya. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2011 sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen). Dibandingkan penduduk miskin pada bulan Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen ), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 1 juta orang (BPS 2012).

(3)

Tabel 1.1

Persentase Tingkat Kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi) 2007-2011 (%)

(4)

Kondisi sebagian besar alam di Provinsi Nusa Tenggara Timur tandus dan gersang. Kekeringan dan rawan pangan seolah menjadi bencana rutin yang dihadapi warga NTT hampir setiap tahun. Kemiskinan, kasus gizi buruk, angka putus sekolah, serta akses fasilitas kesehatan yang kurang memadai pada akhirnya menjadi mata rantai lanjutan dari persoalan itu. Sumber Daya Alam (SDA) yang cukup besar dan beragam yang tersebar di setiap daerah, namun sampai saat ini potensi setiap sektor tersebut belum secara optimal dapat memberikan nilai tambah yang signifikan untuk mensejahterakan rakyat dan daerah NTT. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya investasi yang dilakukan.

Masih tingginya kemiskinan menunjukan bahwa penanganan yang dilaksanakan pemerintah untuk masyarakat miskin belum mampu untuk menjangkaunya. Sejalan dengan adanya kebijakan otonomi daerah yang mulai diberlakukan sejak tahun 2001, pemerintah daerah kini berwenang penuh merancang dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan sesuai dengan kebutuhannya. Sesuai UU No. 22 Tahun 1999 disebutkan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah tidak hanya melaksanakan program pembangunan tetapi juga bertanggung jawab secara langsung dan aktif dalam penanganan kemiskinan, sehingga untuk menanggulangi kemiskinan perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemiskinan, khususnya di NTT.

(5)

ekonomi merupakan kunci dari penurunan kemiskinan di suatu wilayah. Dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat di masing-masing wilayah mengindikasikan bahwa pemerintah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, sehingga mampu mengurangi kemiskinan. Secara langsung, hal ini menunjukan pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor pertanian atau sektor yang padat karya. Adapun secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang cukup efektif mendistribusikan manfaat pertumbuhan yang mungkin didapatkan dari sektor modern seperti jasa yang padat modal (Siregar dan Wahyuniarti, 2008)

1.2Rumusan Masalah

Kemiskinan merupakan salah satu tolak ukur sosial ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah disuatu daerah. Banyak sekali masalah-masalah sosial yang bersifat negatif timbul akibat meningkatnya kemiskinan. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi termiskin ke tiga dari 30 provinsi yang ada di Indonesia, provinsi ini harus bekerja keras untuk mengurangi tingkat kemiskinan agar pembangunan yang berjalan benar-benar dapat memberikan manfaat secara optimal di segala bidang.

(6)

Penurunan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Nusa Tenggara Timur, kenyataannya menunjukan bahwa proporsi penduduk 15 tahun ke atas yang menjadi angkatan kerja proporsinya mengalami penurunan

Tabel 1.2 Penduduk NTT Usia 15 Tahun Ke Atas menurut kegiatan 2010-2011

Jenis Kegiatan 2010 2011

Penduduk 15+ (jiwa) 2.922.601 2.976.070

Angkatan Kerja (jiwa) 2.226.884 2.234.887

Bekerja (jiwa) 2.150.763 2.175.232

Penganggur (jiwa) 76.081 59.655

TPAK (%) 76,19 75,10

TPT (%) 3,40 2,67

Sumber : BPS Tenaga Kerja NTT, 2012

Kondisi ketenagakerjaan di provinsi Nusa Tenggara Timur ditandai dengan masih besarnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang produktifitasnya masih rendah. Kualitas pekerja NTT dapat dikatakan rendah diukur dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Hal ini, disebabkan proporsi penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja dengan tingkat pendidikan tamat sekolah dasar (SD) ke bawah masih sangat besar.

Tabel 1.3 Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Tahun 2006-2009 (%)

Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan 2006 2007 2008 2009

1. Tidak/Belum Sekolah 6,95 7,35 - -

2. Belum Tamat SD 2,27 22,79 71,83* 69,14*

3. Sekolah Dasar 45,20 40,86 - -

4. SMP 11,60 14,06 11,94 13,55

5. SMA 10,31 11,51 12,56 13,01

6 Perguruan Tinggi 2,68 3,43 3,67 4,30

Sumber : Hasil Sakernas 2006-2009, Keterangan * :Gabungan Tidak/Belum Sekolah,

(7)

Atas dasar permasalahan diatas , maka penelitian yang ingin dipecahkan yaitu:

1. Bagaimana kondisi kemiskinan di NTT?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi tingkat kemiskinan di NTT? 1.3Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah : 1. Mendeskripsikan kondisi kemiskinan di NTT

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di NTT. 1.4 Manfaat Penelitian

Dari Penelitian ini diharapkan mmberikan manfaat sebagai berikut :

1. Memberikan masukan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang tepat untuk mengurangi kemiskinan di provinsi NTT

2. Menjadi bahan acuan dan refrensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut dan lebih mendalam tentang kemiskinan.

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kemiskinan

Kemiskinan dapat dicirikan keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga Negara (Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN). Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang.

Menurut Chambers (1998) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.

(9)

(1) kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja; (2) kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan; (3) kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar; (4) kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.

2.2 Ukuran-Ukuran Kemiskinan

(10)

Menurut Sayogyo dalam Suryawati (2005), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan.

Daerah pedesaan :

a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 320 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.

b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 240 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.

c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 180 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.

Daerah perkotaan :

a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 480 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.

b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 380 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.

c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 270 Kg nilai tukar beras per orang per tahun.

Bank Dunia (2000) mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang, jika pendapatan kurang dari US$ 1 per hari, maka dikatakan miskin.

(11)

a. Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), yaitu keluarga tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan agama dengan baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per orang per tahun, lantai rumah bersemen minimal 80%, dan berobat ke puskesmas bila sakit.

b. Kriteria Keluarga Sejahtera 1(KS 1), yaitu keluarga yang tidak berkemampuan untuk melaksanakan perintah agama dengan baik, minimal satu kali per minggu makan daging/telor/ikan, membeli pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas lantai rumah 8 meter persegi per anggota keluarga, tidak ada keluarga umur 10 tahun samapai 60 tahun yang buta huruf, semua anak yang berusia 5 sampai 15 tahun bersekolah, satu dari anggota keluarga memiliki pengahasilan yang tetap atau rutin, dan tidak ada yang sakit dalam tiga bulan.

2.3 Teori Lingkaran Setan Kemiskinan

Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000) sebagai berikut :

1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitas nya rendah.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berate produktivitasnya juga akan rendah, upahnya nya pun rendah.

3. kemiskinan muncul karena adanya akses modal.

(12)

produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, redahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya.

Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan. Sumber : Nurkse (1953) dalam Kuncoro, 2000

Logika berpikir yang dikemukakan Nurkse yang dikutip Kuncoro (2000) yang mengemukakan bahwa Negara miskin itu karena dia miskin (a poor country is poor because it is poor). Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran setan kemiskinan, pada hakikatnya Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan saja disebabkan oleh ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan oleh hambatan pembangunan di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal ini Nurkse mengatakan : “Suatu Negara menjadi miskin karena ia merupakan

Negara miskin” (A country is poor because is poor).

(13)

oleh tingkat tabungan dan di lain pihak oleh perangsang untuk menanam modal. Di Negara berkembang kedua faktor itu tidak memungkinkan dilaksanakannya tingkat pembentukan modal yang tinggi. Jadi, menurut pandangan Nurkse, terdapat dua jenis lingkaran setan kemiskinan yang menghalangi Negara berkembang mencapai pembangunan yang pesat yaitu. Dari segi penawaran modal dan permintaan modal.

Dari segi penawaran modal ingkaran setan kemiskinan dapat dinyatakan sebagai berikut. Tingkat pendapatan masyarakat redah yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah, menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga rendah. Ini akan menyebabkan suatu Negara menghadapi kekurangan barang modal dan dengan demikian tingkat produktivitasnya akan tetap rendah yang akan mempengaruhi kemiskinan.

Dari segi permintaan modal, corak lingkaran setan kemiskinan mempunyai bentuk yang berbeda di setiap negara. Di Negara-negara miskin perangsang untuk melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar untuk berbagai jenis barang terbatas, dan hal ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat rendah. Sedangkan pendapatan masyarakat yang rendah disebabkan oleh produktivitasnya rendah ditunjukan oleh pembentukan modal yang terbatas pada masa lalu dan mengakibatkan pada masa yang akan datang. Pembentukan modal yang terbatas ini disebabkan oleh kekurangan perangsang untuk menanam modal, sehingga kemiskinan tidak berujung pada pangkalnya.

2.4 Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan

(14)

dan Wahyuniarti,2008), pengangguran (Prasetyo,2010), kependudukan (Wongdesmiwati,2009), dan kesehatan (Myrdal,2000).

2.4.1 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional (Kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada menurut Michael Todaro (2004). Menurut pandangan ekonom klasik, Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, maupaun ekonom Neoklasik, Robert Solow dan Trover Swan, menyatakan pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu :

a. Jumlah penduduk

b. Jumlah stok barang modal c. Luas tanah dan kekayaan alam d. Tingkat teknologi yang digunakan

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada sebelumnya. Sedangkan menurut Schumpater, faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah inovator atau wiraswata. Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Menurut Todaro (2004), ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu

(15)

Termasuk semua investasi baru yang berwujud, misalkan tanah, bangunan, peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (Human resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di tabung kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di masa-masa yang akan datang.

b. Pertumbuhan penduduk angkatan kerja

Pertumbuhan penduduk yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja secara tradisonal telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestiknya.

c. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisonal. Ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu :

1. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi dari kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama.

(16)

3. Kemajuan teknologi dalam meningkatkan modal, terjadi jika penggunaaan teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan barang modal yang ada secara produktif.

2.4.2 Pendidikan

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Pendidikan dibagi tiga, yaitu : 1. Pendidikan Formal

Adalah jalur pendidikan yang struktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi jenjang pedidikan formal :

a. Pendidikan Dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS).

(17)

Sekolah Menengah Kejurusan (SMK), Madrasah Aliyah (MA), serta bentuk lain yang sederajat.

c. Pendidikan Tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan Diploma, Sarjana, dll. 2. Pendidikan Non Formal

Adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan dengan terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal.

3. Pendidikan Informal

Adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal maupun informal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

2.4.3 Pengangguran

Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama (Todaro, 2005).

(18)

Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

a. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu. b. Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak

bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.

c. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

2. Macam-macam pengangguran

Berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokan menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment)

adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.

b. Pengangguran struktural (Struktural Unemployment)

(19)

permintaan berkurang, akibat kemajuan dan teknologi, dan akibat kebijakan pemerintah.

c. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment)

adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.

d. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.

a. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin

b. Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand).

Indikator pengangguran terbuka yang digunakan oleh BPS adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT).

TPT ...(2.1)

Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai macam cara, antara lain :

1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pandapatan saat ini, maka bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income proverty rate

(20)

2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan pekerjaan yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada.

2.4.4 Kependudukan

Penduduk mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu wilayah. Karena itu perhatian terhadap penduduk tidak hanya dari sisi jumlah, tetapi juga kualitas. Penduduk yang berkualitas merupakan modal bagi pembangunan dan diharapkan dapat mengatasi berbagai akibat dari dinamika penduduk (BPS,2011).

(21)

Laju pertumbuhan maupun penurunan penduduk tidak cukup menggambarkan kondisi kemiskinan tersebut disuatu daerah. Dalam hubungannya dengan tingkat kemiskinan, selain jumlah penduduk harus memperthatikan pada variable lainnya, misalnya kesejahteraan masyarakat di daerah itu, tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, tingkat penyerapan tenaga kerja, serta laju pertumbuhan ekonomi. Sehingga jumlah penduduk yang diimbangi dengan perbaikan dalam pembangunan manusia seharusnya mampu mengurangi tingkat kemiskinan di daerah tersebut (BPS,2010)

2.5.5 Kesehatan

Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Langkah-langkah yang telah ditempuh adalah peningkatan akses kesehatan terutama bagi penduduk miskin melalui pelayanan kesehatan gratis; peningkatan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular termasuk polio dan flu burung; peningkatan kualitas, keterjangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan dasar; peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; penjaminan mutu, keamanan dan khasiat obat dan makanan; penanganan kesehatan di daerah bencana; serta peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

(22)

yang disajikan merupakan hasil penghitungan secara tidak langsung dengan menggunakan paket program Mortpack berdasarkan data rata-rata jumlah anak lahir dengan rata-rata jumlah anak masih hidup yang menurut umur ibu 15-49 tahun, yang bersumber dari data hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas ) dengan memperlihatkan tren hasil sensus penduduk (SP). Selain angka kematian bayi, Angka Harapan Hidup (AHH) juga digunakan sebagai indikator untuk menilai derajat kesehatan penduduk. Semakin tinggi nilai angka harapan hidup di suatu wilayah, maka mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi terutama yang terkait dengan fasilitas kesehatan wilayah tersebut semakin maju. Semakin maju pembangunan daerah di bidang kesehtan menunjukan tingkat kesehatan yang ada dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin.

Berdasarkan teori mengenai lingkaran kemiskinan yang dikemukakan Myrdal bahwa semakin tinggi tingkat kesehatan masyarakat yang ditunjukan dengan meningkatnya nilai AHH maka produktivitas akan semakin meningkat . peningkatan produktivitas dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan menurunkan tingkat kemiskinan. Artinya semakin tinggi angka harapan hidup maka tingkat kemiskinan akan menurun.

2.5 Penelitian Terdahulu

(23)

β9 DUUMYKRISISIJ+ εIJ. Dimana POV adalah jumlah penduduk miskin, PDRB adalah pertumbuhan ekonomi, POP adalah jumlah penduduk, AGRISHR adalah pangsa sektor pertanian, INDTRSHR adalah pangsa sektor industri, INFLASI adalah tingkat inflasi tahunan, SMP adalah jumlah lulusan sekolah SMP, SMA adalah jumlah lulusan sekolah SMA, DIPLM adalah jumlah lulusan tingkat diploma, dan DUMMYKRISIS adalah dummy krisis ekonomi. Hasil dari penelitian ini adalah variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatife dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin walaupun pengaruhnya kecil. Variabel inflasi dan jumlah populasi penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan variabel pangsa sektor pertanian dan industri berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Variabel yang berpengaruh negatif paling besar dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin yaitu pendidikan. Variabel yang berpengaru negative paling besar dan signifikan terhadap terhadap jumlah penduduk miskin yaitu variabel pendidikan.

Sitepu dan Sinaga (2005), dalam ejournal economics prisma, volume 1, hal 17-31, “Dampak Investasi Sumber Daya Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia : Pendekatan Model Compotable General Equiliberium”, menggunakan metode Compotable General Equiliberium (CGE)

(24)

investasi pendidikan sama-sama dapat mengurangi tingkat kemiskinan, namun investasi kesehatan memiliki persentase yang paling besar.

Rizky dan Shaleh (2007), dalam jurnal ekonomi pembangunan volume 12 No. 3, hal 223-233 “Keterkaitan Akses Sanitasi dan Tingkat Kemiskinan Jawa Tengah”, hasil dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat akses sanitasi rumah tangga pada 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah adalah PDRB per kapita, distribusi pendapatan masyarakat, dan budaya kesehatan terhadap sanitasi/kesehatan.

Wongdesmiwati (2009) dalam jurnal ekonomi pembangunan “Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia: Analisis Ekonometrika”, menggunakan metode analisis regesi berganda dari tahun 1990-2004,LogYi=β0+β1LogXIi+β2LogX2i+β3LogX3i+β4LogX4i+β5LogX5i+β6LogX6i +εi. DimanaYi adalah jumlah penduduk miskin, XIi jumlah penduduk Indonesia per tahun, X2i adalah PDB yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi, X3i adalah angka harapan hidup, X4i adalah persentase angka melek huruf, X5i adalah persentase penggunaan listrik, X6i adalah persentase konsumsi makanan. Hasil penelitian ini adalah variable jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap penambahan jumlah penduduk miskin, variable pertumbuhan ekonomi dan variable angka melek huruf berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin.

(25)

oleh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, dan pendidikan berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan variabel pengangguran berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin.

Penelitian dari Utami (2011), dengan judul “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan dan Kebijakan Penanggulangannya Di Provinsi Jawa Timur “, dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis data panel. Faktor-faktor yang digunakan yaitu, kependudukan, PDRB, pendidikan, kesehatan serta pengangguran. Dari lima variabel yang digunakan, semuanya signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Timur. Varibael kependudukan berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan, variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, variabel pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, vaiabel kesehatan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, dan variabel penggangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan

Penelitian tentang “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi NTT”, memiliki perbedaan dengan penelitian

sebelumnya, perbedaan terletak pada daerah yang menjadi objek penelitiannya dimana didalam penelitian ini menggunakan data panel seluruh kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan alat analisis yang digunakan adalah analisis panel data.dan analisis deskriptif.

2.6 Kerangka Pemikiran

(26)

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran.

Dari kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah indikator yang lazim digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan kemiskinan. Pengangguran akan menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial. Kondisi pengangguran menyebabkan seseorang tidak mempunyai pendapatan sehingga kesejahteraan akan menurun.

Karena menganggur tentunya akan meningkatkan kemiskinan. Keterkaitan kemiskinan dengan pendidikan sangat besar karena dengan pendidikan seseorang akan meningkatkan keterampilan sehingga akan miningkatkan produktifitas. Sehingga kesejahteraan seseorang akan meningkat. Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan peningkatan pemenuhan kebutuhan hidup

Keadaan Umum di NTT :

Tanah yang tandus

SDM yang berkualitas Rendah

SDA yang belum dapat dioptimalkan

Infrastruktur yang buruk

Kemiskinan di NTT

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan

Pertumbuhan Ekonomi Pendidikan Tamat SMP Jumlah Penduduk Pengangguran Terbuka Angka Harapan Hidup

Analisis Deskriptif Analisis Regresi Data Panel

Persentase Jumlah Penduduk Miskin

(27)

pula,apabila seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mengakibatkan kemiskinan terjadi.

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara/kesimpulan yang diambil untuk menjawab pemasalahan yang ada yang diajukan oleh peneliti yang sebenarnya harus diuji secara empiris. Maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis penelitian untuk faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan :

a. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Kabupaten/ Kota di NTT tahun 2004-2010.

b. Pendidikan tamat SMP berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010.

c. Pengangguran terbuka berpengaruh positif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010.

d. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu berkaitan dengan data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk memenuhi kebutuhan penelitian yang sedang dihadapi sekarang oleh peneliti (Juanda,2009). Data sekunder yang digunakan berupa data kemiskinan, data pengangguran terbuka, jumlah penduduk pendidikan lulus SMP, jumlah penduduk, angka harapan hidup dan pertumbuhan ekonomi.

Data yang menunjang penelitian diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan perpustakaan IPB, sedangkan informasi yang lain bersumber dari jurnal ilmiah dan buku teks. Data sekunder yang digunakan adalah deret waktu

(times series data) untuk kurun waktu 2004-2010 dan data kerat lintang (cross section) yang meliputi 15 Kabupaten/kota di NTT yaitu : Sumba Barat, Sumba Timur, Kupang, Timur Tengah Selatan, Timur Tengah Utara, Belu, Alor, Lembata, Flores Timor, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai, Rote Ndao, dan Kota Kupang.

3.2 Metode Analisis

(29)

3.2.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran kondisi kemiskinan dan strategi kebijakan yang efektif dalam upaya pengentasan kemiskinan di NTT. Analisis deskriptif digunakan untuk melakukan analisis terhadap data-data kuantitatif dan interpretasi terhadap data-data kuantitatif seperti hasil faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan.

3.2.2 Analisis Panel Data

Dalam melakukan sebuah penelitian, banyaknya data merupakan salah satu syarat agar penelitian tersebut dapat mewakili perilaku dari model yang dikehendaki. Masalah keterbatasan data dalam sebuah penelitian merupakan hal yang sering dialami oleh para peneliti, terkadang dalam penelitian yang menggunakan data series, data yang tersedia terlalu pendek sehingga dalam pengolahan data time series tidak dapat dilakukan. Begitu pula dengan pengolahan data cross section, terkadang jumlah unit data yang dibutuhkan terbatas. Persoalan keterbatasan data seperti itu, dalam ekonometrika dapat diatasi dengan menggunakan analisis panel data. Analisis panel data secara umum dapat didefinisikan sebagai analisis satu kelompok variabel yang tidak saja mempunyai keragaan (dimensi) dalam time series tetapi juga dalam cross section.

Penggunaan panel data memberikan banyak keuntungan secara statistik maupun teori ekonomi. Manfaat dari penggunaan data panel antara lain (Baltagi,1995):

(30)

2. Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang krusial yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau kerat lintang saja. 3. Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi

karakteristik dari individual antar waktu.

4. Adanya fleksibilitas yang lebih tinggi dalam memodelkan perbedaan perilaku antar individu dibandingkan data kerat lintang

5. Dapat menjelaskan dyanamic adjustment secara lebih baik.

Dalam model data panel menggunakan data time series adalah :

Yt= 0+ 1 Xt + µt; t= 1,β,..,T………(γ.1)

Dimana T adalah banyaknya data Time-Series. Sedangkan model data panel menggunakan data cross section adalah :

Yi= 0+ 1 Xi + µi ; i= 1,β,..,N………(γ.β)

Dimana N adalah banyaknya data cross section

Mengingat data panel merupakan gabungan dari data time series dan cross section, maka model dapat ditulis sebagai berikut :

Yit= 0+ 1 Xit + µit...(3.3)

Terdapat beberapa asumsi dasar yang melandasi penentuan model data panel. Asumsi dasar ini ditentukan oleh conditionality dari variabel bebas (xij)

(31)

1. Pooled Least Square (PLS)

Dalam metode ini terdapat (K) regresor dalam (Xit), kecuali kosntanta. Metode ini juga dikenal sebagai Common Effect Model (CEM). Jika efek

individual (αi) kostan sepanjang waktu (t) dan spesifik terhadap setiap unit (i) maka modelnya akan sama dengan model regresi biasa. Jika nilai (αi) sama untuk unitnya, maka OLS akan menghasilkan estimasi yang konsisten dan

efisien untuk (α) dan ( ). Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan dalam

mengestimasi model.

2. Fixed Effects Model (FEM)

Model ini menggunakan semacam peubah boneka untuk memungkinka n perubahan-perubahan dalam intersep kerat lintang dan runtut waktu akibatnya adanya peubah-peubah yang dihilangkan. Intersep hanya bervariasi terhadap individu namun konstan terhadap waktu sedangkan slopenya konstan baik terhadap individu maupun waktu. Kelemahan model efek tetap adalah penggunaan jumlah derajat kebebasan yang banyak serta penggunaan peubah boneka tidak secara langsung mengidentifikasikan apa yang menyebabkan garis regresi bergeser lintas waktu dan lintas individu. Modelnya ditulis

sebagai Υi = αi + χi+εi.

3. Random Effects Model (REM)

Intersepnya bervariasi terhadap individu dan waktu namun slopnya konstan terhadap individu maupun waktu. Metode ini juga dikenal sebagai

(32)

adalah it =αi + χit +µi + εi dengan (µi) adalah nilai gangguan acak pada observasi (i) dan konstan sepanjang waktu.

Dapat dikatakan bahwa FEM digunakan atas asumsi bahwa dari gangguan mempunyai pengaruh yang tetap. Sedangkan REM digunakan atas asumsi bahwa gangguan diasumsikan bersifat acak.

3.2.3 Pemilihan Model dalam Pengolahan Data

Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan berdasarkan pertimbangan statistic. Hal ini ditunjukan untuk memperoleh dugaan yang efisien. Diagram pengujian statistic untuk memilih model yang digunakan dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 berikut ini

Gambar 3.1 Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel.

Hausman Test

Pooled Least Square

Random Effects Models Fixed Effects Model

(33)

3.2.3.1 Uji Chow Test

Chow test (uji F-statistik) adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effects. Sebagaimana yang diketahui bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit

cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujiannya hipotesa sebagai berikut:

H0 : Model Pooled Least Square

H1: Model Fixed effects

Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan menggunakan F statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow:

………(γ.4 )

Dimana :

ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square

ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect

N = Jumlah data Cross section

T = Jumlah data time series

K= Jumlah variabel penjelas

(34)

model yang digunakan adalah fixed effects, dan begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas parameter.

3.2.3.2 Uji Hausman Test

Hausman test adalah pengujian statistic sebagai dasar pertimbangan dalam memilih apakah model fixed effects atau model random effects. Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengndung suatu unsur trade off

yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dasar dari setiap komponen galat. Hausman test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut

H0 : Model Random Effects

H1 : Model Fixed Effects

Sebagai dasar penolakan Hipotesa Nol maka digunakan statistic Hausman

dan membandingkan dengan Chi-square statistic Hausman dirumuskan dengan :

М=( -b)(M0-M1)-1( -b)χ2(K)……… ..(γ.5 )

Dimana adalah vektor untuk statistic variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan

random effects dan Mi adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model.

(35)

3.2.4 Evaluasi Model

3.2.4.1 Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel. Apabila nilai R2 yang dihasilkan dalam model regresi sangat tinggi, tetapi secara individual variabel bebas banyak yang tidak signifikan, hal ini merupakan salah satu terjadinya indikasi multikolinearitas.

3.2.4.2 Autokorelasi

Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson(DW) dalam Eviews. Untuk mengatahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW statistiknya dengan DW-tabel. Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam tabel 3.

Tabel 3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai Durbin Watson Kesimpulan

DW < 1,10 Ada autokorelasi

1,10 < DW < 1,54 Tanpa kesimpulan

1,55 < DW < 2,46 Tidak ada auto korelasi

2,46 < DW < 2,90 Tanpa kesimpulan

DW > 2,91 Ada autokorelasi

(36)

3.2.4.3 Heteroskedasitas

Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedasitas atau memiliki ragam error yang sama. Gejala adanya heteroskedasitas dapat ditunjukan oleh probability Obs*R-Squared pada uji White Heteroskedacity.

H0= = 0

H1= ≠ 0

Kriteria uji :

Probality Obs*R-Squared< α, maka tolak Ho

Probality Obs*R-Squared> α, maka terima H0

3.2.4.4 Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel residual memiliki distribusi normal atau tidak. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.

Ada beberapa metode untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi residual antara lain Jarque-Bera Test (J-B test)dan metode grafik. Dalam penelitian ini akan menggunakan metode J-B , apabila J-B hitung < nilai χ2 (Chi-Squared), maka nilai residual terdistribusi normal.

3.3 Model Umum Penelitian

(37)

Kabupaten/Kota di NTT, menggunakan data time series selama tujuh tahun terakhir yaitu 2004-2010 dan data cross section sebanyak 15 data mewakili Kabupaten/Kota di NTT. Kombinasi atau Pooling menghasilkan 105 observasi dengan fungsi persamaan data panelnya sebagai berikut :

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ln Kit= α0+ β1 PE it+ β 2 SMP it + β3 PGit+ β4 ln JP it + β5 ln AHit + µit

………..…(γ.6)

Dimana :

Ln K = Logaritma natural jumlah penduduk miskin PE = Persentase pertumbuhan ekonomi

SMP = Persentase jumlah penduduk berumur 10 tahun keatas yang lulus SMP

PG = Persentase tingkat pengangguran terbuka Ln JP = Logaritma natural jumlah penduduk Ln AH = Logaritma natural angka harapan hidup

0 = Intersep

1, 2, 3 = Koefisien regresi variabel bebas µit = Komponen error

(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

4.1.1Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar belakang yang berbeda-beda. Provinsi NTT sebelumnya lazim disebut dengan “Flobamora” (Flores,

Sumba, Timor dan Alor). Sebelum kemerdekaan RI, Flobamora bersama Kepulauan Bali, Lombok dan Sumbawa disebut Kepulauan Sunda Kecil. Namun setelah proklamasi kemerdekaan beralih nama menjadi “Kepulauan Nusa

Tenggara”, sampai dengan tahun 1957 Kepulauan Nusa Tenggara merupakan

daerah Swatantra Tingkat I (statusnya sama dengan Provinsi sekarang ini). Selanjutnya tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 tahun 1958 Daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara dikembangkan menjadi 3 Provinsi yaitu Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dengan demikian Provinsi Nusa Tenggara Timur keberadaannya adalah sejak tahun 1958 sampai sekarang.

(39)

Memiliki sebanyak 40 sungai dengan panjang antara 25-118 kilometer (BPS, 2010). Sebagai bagian dari negara maritim, Provinsi NTT dikelilingi oleh perairan maupun daratan. Provinsi NTT di sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores, di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat berbatasan dengan pulau Sumbawa dan Provinsi NTB, dan di sebelah timur berbatasan dengan negara Timor Leste. Secara administratif, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2008, Provinsi NTT terdiri dari 20 kabupaten, 1 kota, 254 kecamatan, 297 kelurahan dan 2.387 desa.

4.1.2 Kemiskinan

(40)

Manggarai, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Belu.

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Miskin NTT Tahun 2004-2010 (Jiwa)

Sumber : BPS NTT 2010

Dari tabel 4.1 terlihat bahwa dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir terjadi kecenderungan kenaikan angka persentase penduduk miskin pada tahun 2004-2006 yang kemudian menurun pada tahun 2007 sampai 2010. Kenaikan persentase jumlah penduduk miskin pada tahun 2004-2006 di duga kuat disebabkan karena adanya penurunan daya beli masyarakat adanya kenaikan harga BBM. Perkembangan angka kemiskinan di Nusa Tenggara Timur tersebut mencerminkan betapa beratnya beban pemerintah dalam angka pengentasan kemiskinan penduduk wilayah ini. Berdasarkan data yang didapat dari BPS, kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi di provinsi NTT yaitu kabupaten Timor Tengah Selatan dengan jumlah penduduk miskin tahun 2010

No Nama Kabupaten

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Sumba

Barat

164.300 172.100 184.600 172.900 148.520 143.370 141.700

2 Sumba

Timur

80.300 85.500 90.200 82.800 81.090 76.560 74.000

3 Kupang 109.000 110.200 122.600 111.600 96.630 90.030 93.600

4 TTS 149.500 153.700 194.800 147.500 130.770 123.420 126.600

5 TTU 62.700 65.500 68.000 60.400 55.170 50.620 52.200

6 Belu 70.400 72.100 79.000 83.900 82.740 77.140 54.700

7 Alor 48.700 52.000 54.700 48.200 43.180 39.220 40.300

8 Lembata 33.500 35.200 37.700 33500 28.840 26.990 31.500

9 Flores

Timor

33.100 34.200 37.200 31.200 29.260 24.820 22.400

10 Sikka 53.000 55.500 59.600 50.500 45.900 40.460 40.200

11 Ende 49.600 51.000 53.200 46.000 57.480 51.710 56.400

12 Ngada 37.300 39.200 41.900 40.700 36.200 32.900 33.700

13 Manggarai 203.600 214.700 226.100 204.000 186.060 171.790 178.100

14 Rote Ndao 28.200 29.100 30.700 30.100 38.830 37.300 39.500

15 Kota

Kupang

27.800 25.200 24.200 20.300 46.110 35.420 35.600

(41)

sebanyak 126.600 jiwa (28,69 persen) darai total penduduk 441.155 jiwa. Tingginya tingkat kemiskinan di Kabupaten Timor Tengah Selatan dikarenakan, secara topografis wilayah kabupaten TTS memiliki curah hujan yang rendah sehingga lahan di wilayah tersebut umumnya kering dan tandus, selain itu sektor pertanian (95,3 persen) masih memegang peranan penting karena sebagian besar penduduk bekerja dan mengandalkan hidupnya dari pertanian.

Gambaran tingkat pendidikan penduduk wilayah kabupaten TTS memiliki tingkat pendidikan yang rendah, indikator ini dapat ditunjukan dengan rata-rata lama sekolah pada tahun 2009 rata-rata lama sekolah Timor Tengah Selatan adalah 6,12 tahun berarti hanya menyelesaikan pendidikan sampai pada kelas enam SD. Sedangkan, untuk jumlah penduduk miskin terendah berada di Kota Kupang sebagai ibukota Provinsi Nusa Tengggara Timur, jika diamati menurrut daerah tempat tinggal menunjukan jumlah penduduk miskin dipedesaan lebih banyak dibandingkan di perkotaan. Hal ini disebabkan penduduk diperkotaan umumnya bekerja di sektor sekunder maupun tersier sehingga memiliki pendapatan yang lebih banyak dibandingkan penduduk pedesaan yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian dan informal. Banyaknya penduduk miskin di pedesaan masih banyak yang belum menikmati kesejahteraan dibandingkan penduduk diperkotaan.

4.1.3 Pertumbuhan Ekonomi

(42)

terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Simon Kuznet dalam Todaro, 2004). Angka pertumbuhan ekonomi diperoleh dai perubahan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah yang dinilai atas dasar harga konstan (BPS,2012). Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan mengalami fluktuasi (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota NTT 2004-2010 (%)

Sumber : BPS NTT 2004-2010

Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT relatif meningkat dari tahun 2004-2010. Hanya saja pada tahun 2007 ke 2008, rata-rata laju pertumbuhan menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Lambatnya laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 dipengaruhi adanya krisis moneter (keuangan) global pada tahun 2008. Selama periode 2004-2010 rata-rata laju pertumbuhan ekonomi tertinggi didominasi oleh kota Kupang sebesar 6,85 persen. Sedangkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi terendah ditempati oleh kabupaten

No Nama Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Rata-Rata

1 Sumba Barat 4,35 4,87 4,73 7,09 4,78 5,07 5,57 4,60

2 Sumba Timur 5,06 4,83 4,99 6,02 6,01 3,81 4,83 5,07

3 Kupang 5,11 3,46 4,85 4,43 5,03 3,84 4,09 4,58

4 TTS 4,43 4,03 4,11 5,05 4,46 4,06 4,23 4,33

5 TTU 4,57 3,33 3,83 5,03 4,39 3,46 5,79 4,38

6 Belu 5,79 4,75 7,16 4,83 4,05 3,47 4,89 4,99

7 Alor 5,98 5,84 4,15 6,92 4,67 4,13 4,86 5,22

8 Lembata 3,41 1,94 4,92 4,90 5,13 4,36 4,70 4,19

9 Flores Timor 4,68 4,00 4,16 4,19 4,68 4,11 5,83 4,52

10 Sikka 4,57 3,50 4,74 3,78 4,09 4,12 4,46 4,18

11 Ende 5,02 5,02 4,56 5,63 5,38 4,48 5,30 5,05

12 Ngada 4,35 5,06 5,17 6,17 4,99 5,05 5,46 5,82

13 Manggarai 2,69 2,59 3,63 6,12 4,34 5,91 5,00 3,85

14 Rote Ndao 5,07 4,67 5,05 4,93 5,51 4,67 5,14 4,98

15 Kota Kupang 6,28 5,67 5,19 9,00 7,45 6,13 8,23 6,85

16 Nusa Tenggara Timur

(43)

Manggarai sebesar 3,85 persen. Hal ini mengindikasikan adanya kontribusi sektor jasa-jasa di Kota Kupang sangat mendominasi.

Tabel 4.2 juga menunjukkan secara umum bahwa rata-rata laju pertumbuhan ekonomi pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi NTT cenderung stabil mendekati rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT bahkan ada beberapa kabupaten/kota di atas rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT. Perekonomian Nusa Tenggara Timur pada dasanya merupakan perekonomian agraris yang dicirikan dengan besarnya peranan sektor pertanian. Dari table 4.3 dapat dilihat bahwa perekonomian Nusa Tenggara Timur memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap sektor pertanian.

(44)

Tabel 4.3 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto NTT Atas Dasar Harga Berlaku menurut Sektor 2004-2011 (%)

Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

1. Pertanian

2. Pertambangan

3. Indsutri Pengolahan

4. Listrik,Gas& Air

5. Bangunan/Konstruksi 6. Perdagangan,Resto&Hotel 7. Pengangkutan&Komunikasi 8. Keuangan&Sewa 9. Jasa-jasa 41,90 1,54 1,63 0,40 7,57 15,77 5,97 3,11 22,10 40,74 1,48 1,80 0,42 7,55 15,99 6,41 3,38 22,22 40,56 1,42 1,76 0,45 7,38 16,09 6,45 3,34 22,55 40,27 1,37 1,70 0,44 7,06 15,99 6,22 3,90 23,05 40,39 1,34 1,56 0,41 6,88 15,65 6,41 3,80 23,52 39,51 1,31 1,55 0,42 6,93 16,09 6,08 3,99 24,12 38,45 1,31 1,54 0,42 6,97 16,76 5,78 4,07 24,60 35,00 1,00 1,50 1,00 7,00 16,00 5,00 2,00 32,00

PDRB 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber : BPS Provinsi NTT 2004-2011

Sementara konsumsi pemerintah hanya memberikan kontribusi sebesar 22,24 persen. Seiring dengan meningkatnya PDRB NTT, kontribusi konsumsi rumah tangga terus meningkat yaitu dari 9,05 triliyun pada tahun 20101 menjadi 10,80 triliyun pada tahun 2011. Demikian juga dengan konsumsi pemerintah dan komponen penggunaan lainnya.

4.1.4 Jumlah Penduduk

(45)

Pada periode 2004-2010 jumlah penduduk NTT terus meningkat dari 4,18 juta jiwa pada tahun 2004 menjadi 4,68 juta jiwa pada tahun 2010, namun pertumbuhan pada tahun 2008-2010 pertumbuhannya semakin melambat dari 1,92 persen menjadi 1,28 persen. Hal ini selaras dengan penduduk yang menggambarkan penduduk usia 0-4 tahun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan penduduk usia 5-9 tahun.

Pengendalian pertumbuhan penduduk lewat revitalisasi program KB perlu terus menjadi perhatian pemerintah agar tidak terjadi ledakan jumlah penduduk usia muda yang dapat menambah beban tanggungan pemerintah. Dengan luas wilayah sekitar 48.718 km2, berarti pada tahun 2010, setiap km2 wilayah di NTT ditempati penduduk sebanyak 96 orang.

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Nusa Tenggara Timur Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2004-2010 (jiwa)

Sumber : BPS NTT(2004-2010)

Tabel 4.4 menunjukan bahwa secara rata-rata kota/kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbanyak berada di Kabupten Manggarai dan yang memiliki jumlah penduduk terendah berada pada Kabupaten Lembata, walaupun Kabupaten Manggarai memiliki jumlah penduduk terbanyak namun kabupaten ini No Nama

Kabupaten

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(46)

tidak mengindikasikan terjadinya kepadatan penduduk pada tahun 2010 tiap kilometer persegi wilayah kota kupang ini dihuni oleh 1.870 orang, kepadatan penduduk terjadi pada Kota kupang sebagai tempat lokasi berdirinya berbagai perkantoran tingkat provinsi.

4.1.5 Pendidikan Tamat SMP

Peningkatan sumberdaya manusia meupakan bagian penting dalam pembangunan. Pada bidang pendidikan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia telah mendapatkan perhatian yang cukup besar. Salah satunya adalah penetapan kebijakan wajib belajar pendidikan dasar oleh pemerintah. Semua wajib belajar pendidikan dasar ditetapkan untuk waktu 6 tahun yang dimulai sejak tahun 1984. Kemudian sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar, kebijakan wajib belajar pendidikan dasar telah ditingkatkan menjadi 9 tahun yang dimulai pada tahun 1994.

(47)
[image:47.595.87.516.86.823.2]

Tabel 4.5 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Lulus SMP Menurut

Kabupaten/Kota di NTT 2004-2010 (%)

No Nama Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata

1 Sumba Barat 7,98 9,09 4,55 9,36 12,63 12,74 11,18 9,06

2 Sumba Timur 9,71 8,76 10,09 9,49 12,64 10,62 10,13 10,20

3 Kupang 11,65 10,72 9,22 14,3 14,29 13,05 12,13 11,91

4 TTS 10,67 11,94 6,58 12,05 15,35 12,64 12,14 11,62

5 TTU 9,70 6,84 9,28 9,74 12,50 13,11 9,32 10,07

6 Belu 11,56 12,02 11,3 11.47 15,16 10,82 10,89 11,88

7 Alor 14,82 15,2 17,44 16,7 16,38 15,25 13,41 15,60

8 Lembata 12,88 10,4 11,82 10,78 12,26 10,58 10,35 11,29

9 Flores Timor 10,85 9,82 11,06 11,86 14,21 12,89 10,56 11,60

10 Sikka 10,93 10,62 10,62 11,95 11,44 10,71 9,71 10,85

11 Ende 12,18 12,5 12,99 11,81 14,9 13,07 12,3 12,82

12 Ngada 9,71 10,25 10,39 9,78 10,84 11,24 10,99 10,45

13 Manggarai 12,94 8,60 8,75 7,71 10,09 10,32 9,85 9,54

14 Rote Ndao 9,99 11,07 13,74 10,79 13,17 11,62 10,33 11,51

15 Kota Kupang 19,31 17,75 17,37 17,07 18,99 17,9 15,98 17,76

16 NTT 11,20 11,03 11,01 10,46 13,18 12,02 11,89 11,75

Sumber : BPS(diolah) 2004-2010

Pada data diatas menunjukan bahwa persentase penduduk berumur sepuluh tahun keatas yang lulus pendidikan SMP tertinggi berada di Kota Kupang sebagai ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur, tingginya persentase ini dikarenakan akses fasiilitas pendidikan di kota ini lebih baik dan lebih maju dibandingkan dibeberapa kabupaten yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, selain itu kesadaran penduduknya di kota kupang akan pentingnya pendidikan masih tinggi dibandingkan di Kota/Kabupaten lainnya, sehingga Kota Kupang bisa lebih baik dan maju dari segi pendidikan tamat SMP.

4.1.6 Tingkat Pengangguran Terbuka

(48)

indikator yang sering digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan di bidang ketenagakerjaan.

Penduduk NTT tahun 2010 mencapai 4,68 juta jiwa, dengan luas wilayah 48.718 km2 berarti setiap km2 wilayah NTT ditempati penduduk sebanyak 96 orang. Badan Pusat Statistik (BPS) NTT selama periode tahun 2004-2010, tingkat pengangguran terbuka di semua kabupaten/kota di daerah NTT mengalami penurunan. Tingkat penurunan terbesar ada di kota Kupang dengan penurunan 13,39 point.

Hasil Sakernas 2010 menunjukan, jumlah angkatan kerja di NTT sebanyak 2.226.884 orang dan jumlah yang terserap bekerja sebanyak 2.061.229 orang. Dari table 4.6 terlihat bahwa pada tahun 2010 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di NTT 3,40 persen, artinya dari setiap 100 orang yang aktif di pasar kerja 97 diantaranya bekerja sementara sekitar 3 orang lainnya merupakan pencari kerja atau penganggur, akan tetapi penurunan angka pengangguran yang kecil ini tidak dengan serta menginterpretasikan sama baiknya kondisi ketenagakerjaan. Hal ini disebabkan, oleh karena tingkat pengangguran tidak didasarkan “labour force approach” yaitu sistem pembayaran upah didasarkan atas perjanjian kerja dan peraturan perburuhan yang ketat, serta tidak tersedianya dana sosial bagi penganggur, yang menyulitkan untuk membedakan yang bekerja dan penganggur.

(49)

Tabel 4.6 Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota NTT Tahun 2004-2010 (%)

No Nama Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata

1 Sumba Barat 1,13 4,03 2,78 4,99 3,82 5,16 4,09 3,00

2 Sumba Timur 6,29 6,72 2,45 2,97 2,34 4,79 3,38 4,14

3 Kupang 7,66 10,01 5,36 3,72 2,79 3,57 1,91 5,22

4 TTS 1,85 6,25 3,01 3,24 3,88 2,80 1,69 3,24

5 TTU 3,25 5,77 2,27 2,83 2,99 4,12 1,69 3,27

6 Belu 2,64 5,39 3,97 3,13 3,10 3,13 2,02 3,34

7 Alor 6,14 6,50 4,32 4,28 2,88 4,35 3,66 6,01

8 Lembata 4,05 6,19 3,25 3,10 2,76 3,73 2,03 3,59

9 Flores Timor 4,83 4,84 4,72 6,30 4,94 4,75 3,70 4,87

10 Sikka 2,23 5,27 2,71 3,41 3,92 3,32 1,70 3,36

11 Ende 1,44 4,12 2,88 2,88 3,14 3,85 3,69 3,14

12 Ngada 2,43 4,70 1,63 2,37 3,98 3,10 2,33 2,89

13 Manggarai 3,36 3,48 3,21 1,75 2,49 2,88 1,43 2,87

14 Rote Ndao 3,68 3,77 3,88 3,67 5,02 5,75 5,08 4,41

15 Kota Kupang 22,22 14,55 10,29 14,14 11,99 14,28 8,82 13,70

16 NTT 5,54 6,11 3,78 4,24 3,98 4,46 3,40 4,47

Sumber : BPS (diolah) NTT 2004-2010

Namun,pada tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka di NTT mengalami penurunan kembali dari 4,46 persen menjadi 3,40 persen.

Tingkat Penganguran Terbuka tertinggi berada di Kota Kupang, karena Kota Kupang sebagai ibukota provinsi NTT, banyak penduduk yang ingin bekerja di kota ini, dengan segala macam fasilitas yang ada, namun pertambahan pekerja ini tidak diikuti oleh lahan kesempatan kerja yang ada, yang membuat pengangguran terjadi. Secara umum terjadinya pengangguran dapat disebabkan beberapa faktor antara lain : terbatasnya jumlah lapangan kerja yang tersedia, pertumbuhan penduduk yang relative cepat, iklim usaha yang kurang kondusif, dan kualitas SDM yang tidak linear dengan pendidikan yang dicapai.

4.1.7 Fasilitas Pelayanan Kesehatan

(50)

sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Ketersediaan fasilitas atau sarana kesehatan yang memadai dan tenaga medis yang berkualitas merupakan faktor pendukung utama keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan

Data statistik menunjukan fasilitas pelayanan kesehatan puskesmas di Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan tempat rujukan berobat jalan yang paling banyak dimanfaatkan penduduk di provinsi NTT, yaitu mencapai 67,79 persen pada tahun 2010, yang artinya setiap 100 penduduk NTT yang menderita sakit, sebanyak 68 orang memilih berobat ke puskesmas dibandingkan dengan fasilitas lainnya seperti, rumah sakit, praktek dokter, petugas kesehatan,dan sebagainya. Hal ini menunjukan bahwa puskesmas paling banyak dipilih oleh masyarakat dikarenakan puskesmas merupakan fasilitas kesehatan yang biayanya murah dan mudah dijangkau dimana saja.

Tabel 4.7 Indikator Kesehatan NTT (%)

Uraian 2007 2008 2009 2010

Rumah sakit 8,16 7,09 8,97 8,90

Praktek Dokter 8,78 8,60 10,45 9,79

Puskesmas 65,10 70,34 68,48 67,79

Petugas Kesehatan 11,01 7,68 6,57 8,39

Batra/Dukun 0,52 0,52 0,40 0,71

Lainnya 6,45 5,77 5,12 4,42

Jumlah 100 100 100 100

(51)

4.1.8 Angka Harapan Hidup

Angka Harapan Hidup (e0) merupakan perkiraan banyak tahun yang dapat

ditempuh oleh seseorang selama hidup secara rata-rata (BPS,2010). Kemampuan untuk

bertahan hidup lebih lama diukur dengan indikatorharapan hiudp pada saat lahir (life

espectancy at birth). Angka Harapan Hidup (AHH) untuk tingkat provinsi yang disajikan

merupakan hasil perhitungan secara tidak langsung (indirect technique) dengan

menggunakan paket program Mortpack berdasarkan data rata-rata jumlah anak lahir

hidup dan rata-rata jumlah anak masih hidup menurut kelompok umur ibu 15-49 tahun,

yang bersumber dari data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional ( SUSENAS ).

Tabel 4.8 Angka Harapan Hidup NTT Tahun 2004-2010

No Nama Kabuaten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata

1 Sumba Barat 62,50 63,40 63,10 63,38 64,50 63,89 64,09 63,57

2 Sumba Timur 60,75 61,30 61,40 61,45 61,60 61,78 61,94 61,46

3 Kupang 64,25 64,60 63,85 64,80 65,00 65,19 65,41 64,72

4 TTS 65,95 66,30 66,35 66,45 66,60 66,75 66,90 66,47

5 TTU 66,65 66,95 66,95 67,35 67,70 68,11 68,52 67,46

6 Belu 64,25 64,40 64,65 64,80 65,30 65,65 66,00 65,00

7 Alor 64,35 65,20 65,65 65,95 66,30 66,68 66,92 65,86

8 Lembata 65,35 65,90 66,15 66,25 66,30 66,46 66,58 66,14

9 Flores Timor 66,25 66,60 66,95 67,25 67,50 67,81 68,12 67,21

10 Sikka 66,75 67,25 67,85 68,15 68,40 68,71 69,01 68,02

11 Ende 63,55 63,80 64,05 64,20 64,40 64,61 64,82 64,20

12 Ngada 65,35 65,70 66,60 66,85 66,90 67,05 67,16 66,52

13 Manggarai 65,05 65,83 66,10 66,25 66,45 66,91 67,12 66,32

14 Rote Ndao 63,60 65,90 66,45 66,85 67,20 67,64 68,06 66,52

15 Kota Kupang 70,75 71,10 71,05 71,55 71,90 72,34 67,50 70,88

16 NTT 65,06 65,61 65,81 66,10 66,40 66,63 65,54 66,02

Sumber : BPS NTT 2004-2010

Tabel 4.8 memperlihatkan perkembangan angka harapan hidup selama kurun

waktu tujuh tahun terkahir. Pada tabel tersebut terlihat, selama periode 2004-2010

perkembangan angka harapan hidup menunjukan peningkatan. Peningkatan yang tertinggi

(52)

peningkatan yang cukup tinggi dari angka 65,06 tahun hingga 65,61 tahun (kenaikan

sebesar 0,55 tahun)

Semakin lama rata-rata jumlah tahun yang akan dijalani seseorang ketika

dilahirkan maka menunjukan derajat kesehatan di suatu wilayah tersebut semakin

membaik. . Indikator ini sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam

meningkatkan kesejahteraan penduduk khususnya di bidang kesehatan. Kenaikan yang

cukup signifikan ini menunjukan perbaikan pembangunan di bidang kesehatan. Semakin

tinggi nilai angka harapan hidup di suatu wilayah, maka mengindikasikan pembangunan

sosial ekonomi terutama yang terkait dengan fasilitas kesehatann di wilayah tersebut

semakin maju.

4.1.9 Perkembangan Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indeks komposit dari indeks kesehatan yang diukur dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf, serta indeks daya beli yang diukur dari tingkat kehidupan yang layak secara keselurhan. Secara umum, IPM kabupaten/kota menggambarkan kinerja pembangunan manusia pada tingkat kabupaten/kota. Kinerja pembangunan manusia dapat dinilai berhasil atau gagalnya berdasarkan pencapaian angka IPM.

(53)

2009 adalah 64.8 dan 66.60, yang menempati urutan ke 31 dari keseluruhan propinsi yang ada di Indonesia.

Tabel 4.9 Kabupaten dan Kota dengan Urutan IPM Tertinggi dan Terendah, 2006-2010

Tertinggi Kabupaten/Kota

2006 2007 2008 2009 2010

Kota Kupang 74,75 75,91 76,58 76,94 77,31 Ngada 67,33 67,95 68,56 69,01 69,45 Alor 66,93 67,31 67,82 68,16 68,48

Terendah Kabupaten/Kota

2006 2007 2008 2009 2010

Sumba Tengah 58,36 58,63 59,01 59,84 60,80 Sumba Barat Daya 59,93 59,29 59,87 60,54 60,99 Sumba Timur 60,02 60,26 60,80 61,41 61,80 Sumba Barat 60,14 60,82 62,17 62,90 63,85 Belu 61,71 62,82 63,41 63,91 64,34

Sumber : BPS (diolah) 2006-2010

Tingginya peringkat IPM NTT mengindikasikan rendahnya kualitas sumberdaya manusia dalam perbandingan dengan daerah lainnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena akumulasi dari berbagai permasalahan seperti rendahnya tingkat pendidikan rendahnya tingkat kesehatan, yang secara berlanjut mengakibatkan rendahnya kinerja perekonomian rakyat yang berimplikasi pada rendahnya tingkat pendapatan masyarakat.

4.2 Uji Kesesuaian Model

(54)

Tabel 4.10 Hasil Uji Kesesuaian Model Nama Pengujian Probabilitas Keterangan

Uji Chow 0,0000 Signifikan pada taraf nyata 5%

Uji Hausman 0,3118 Tidak Signifikan pada taraf nyata 5%

Sumber : Olahan Data Eviews 06

Uji Chow digunakan untuk memilih model antara pooled least square

dengan fixed effect model. Dari hasil pengujian didapatkan nilai probabiltas kurang dari taraf nyata 5 persen, artinya model yang digunakan untuk mengestimasi dari hasil Uji Chow adalah model fixed effect.

Sedangkan pada uji Hausman yang digunakan untuk memilih model antara model fixed effect dan random effect didapatkan nilai probabilitas 0,3118 lebih dari taraf nyata 5 persen maka terima H0, artinya model yang digunakan adalah Random. Dari hasil uji tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada model terbaik yang akan digunakan. Namun, bedasarkan kriteria ekonomi dan statistik model yang dipilih yaitu pooled least square karena model ini memiliki kesesuaian tanda sesuai teori ekonomi.

4.3 Uji Pelanggaran Asumsi

(55)

Tabel 4.11 Uji Multikolinearitas

JM PE SMP PG JP AH

JM 1 -0,22395 -0,30056 -0,21638 0,7315 -0,34295

PE -0,22395 1 0,326055 0,303104 -0,08772 0,179386

SMP -0,30056 0,326055 1 0,568574 -0,15702 0,432853

PG -0,21638 0,303104 0,568574 1 -0,07072 0,46692

JP 0,7315 -0,08771 -0,15702 -0,07072 1 -0,0441

AH -0,34295 0,179386 0,432853 0,46692 -0,0441 1

Sumber : Data Olahan Eviews 06.

Dari output korelasi parsial, dapat disimpulkan tidak terdapat multikolinieritas karena tidak ada korelasi antar variable X yang mendekati 1 atau -1 dan korelasi antar variabel bebas memilki r2 yang lebih kecil dari R2 (r2<R2) memberi kesimpulan bahwa semua variabel bebas dalam spesifikasi model yang digunakan terlepas dari mulitikolinieritas.

Untuk mengetahu nilai r2 korelasi antar peubah dapat dilihat di tabel 4.12, dimana r2 kurang dari R2 (0,869009). Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regres adalah homoskedasitas atau dengan kata lain bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimate). Kondisi i

Gambar

Tabel 1.1
Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan.
Tabel 4.5 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Lulus
Gambar 4.2 Uji Kenormalan.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari estimasi metode OLS (Ordinary Least Square) melalui model estimasi regresi linier berganda menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa empat peubah bebas yang diteliti berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan yaitu belanja pemerintah Kabupaten/Kota untuk sektor

Dari nilai koefisien determinasi pada hasil estimasi maka variabel tingkat kemiskinan di Kabupaten LabuhanbatuPropinsi Sumatera Utara mampu dijelaskan oleh

kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. 3) Belanja publik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat. kemiskinan di Provinsi

Variabel pendapatan memiliki hubungan negative dengan kemiskinan hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi pendapatan akan menurunkan tingkat kemiskinan, tetapi

Tujuan penelitian ini adalah menentukan model GWR dalam menganalisis tingkat kemiskinan dengan fungsi pembobot Gaussian Kernel pada tiap kabupaten/kota di Provinsi NTT

Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat pendidikan berpengaruh negatif terhadap jumlah kemiskinan, jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap kemiskinan, jumlah

Dapat dilihat dari hasil masing- masing variabel bahwa variabel IPM dan PDRB memilikin pengaruh yang signifikan pada tingkat alfa 5% (0,05) terhadap tingkat kemiskinan