• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Berbasis Industri Kecil Menengah (Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Berbasis Industri Kecil Menengah (Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut)"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

INDUSTRI KECIL

(Studi Kasus Penyulingan M

DEPARTEMEN

FAKULTAS EKON

INSTITUT

INDUSTRI KECIL MENENGAH

(Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut)

Oleh

RENI MEI FARIDA

H24070102

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Akar Wangi Garut)

(2)

Wangi Berbasis Industri Kecil Menengah (Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut). Dibimbing oleh HETI MULYATIdan ALIM SETIAWAN S.

Manajemen risiko rantai pasokan dalam industri kecil menengah (IKM) minyak akar wangi sangat diperlukan untuk mendapatkan keunggulan bersaing. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyulingan minyak akar wangi adalah kegiatan operasional, pemasaran minyak akar wangi, dan keuangan. Aspek tersebut menjadi fokus penilaian risiko penyulingan minyak akar wangi. Aspek tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas, jumlah produksi, dan harga jual minyak akar wangi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui manajemen rantai pasokan minyak akar wangi, menganalisis manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada penyuling, dan membuat rancangan awal sistem penunjang keputusan risiko rantai pasokan.

Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan yaitu identifikasi rantai pasokan, identifikasi risiko, dan penilaian risiko. Penilaian risiko menggunakan teknik non numeric Multi Expert-Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM), Ordered Weighteded Averaging (OWA) dan basis aturan. Jenis data adalah data primer dan sekunder dengan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, kuesioner, dan studi literatur. Sampel dipilih secara probability dan non probability. Sampel probability diambil dengan teknik stratified sampling dengan membagi populasi berdasarkan wilayah dan jenis anggota rantai pasokan. Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel non probability adalah purposive sampling dan snowball sampling dengan mempertimbangkan status usaha dan keberlanjutan usaha. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis risiko.

Rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari 5 (lima) anggota yaitu petani, pengumpul akar wangi, penyuling, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir. Anggota rantai pasokan dapat diklasifikasikan dalam petani, petani/penyuling (petani sekaligus penyuling atau sebaliknya), penyuling, penyuling/pengumpul minyak akar wangi (penyuling sekaligus pengumpul minyak akar wangi atau sebaliknya), pengumpul akar wangi, dan petani/penyuling/pengumpul akar wangi atau minyak akar wangi. Aliran barang dalam rantai pasokan minyak akar wangi yaitu akar wangi dari petani dijual ke pengumpul akar wangi atau penyuling untuk disuling menjadi minyak akar wangi. Selanjutnya, minyak akar wangi dijual ke pengumpul minyak atau eksportir minyak akar wangi. Aliran uang berlangsung dari eksportir ke pengumpul minyak akar wangi atau penyuling, dari penyuling ke petani. Aliran informasi berlangsung dua arah melalui jaringan telekomunikasi atau diskusi kelompok.

(3)
(4)

Nama : Reni Mei Farida

NIM : H24070102

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Heti Mulyati, S.TP, MT Alim Setiawan S, S.TP, M.Si

NIP. 19770812 200501 2 001 NIP. 19820227 200912 1 001

Mengetahui Ketua Departemen,

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc

NIP. 196101231986011002

(5)

Reni Mei Farida dilahirkan di Blitar pada tanggal 08 M e i 1987 yang merupakan anak tunggal dari pasangan Dwi Irianto dan Sutriningsih. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Minggirsari dari tahun 1994-2000, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Blit ar tahun 2 0 0 0 -2003. Sejak tahun 2003-2006 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Blitar. P a d a t ahun 2006-2007, penulis melanjutkan program Diploma 1 Pendidikan Aplikasi Bisnis dan Teknologi Universitas Negeri Malang. Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan memilih Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama masa studi penulis aktif di organisasi diantaranya Korps Suka Rela Palang Merah Indonesia (KSR PMI) Unit 1 IPB periode 2007/2009 dan berbagai kegiatan kepanitiaan. Penulis juga menjadi Asisten Dosen mata kuliah Manajemen Keuangan dan Manajemen Produksi Operasi tahun ajaran 2010/2011.

(6)

Puji dan syukur dipanjatkan ke-hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis dalam menyusun skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Manajemen risiko perlu diterapkan dalam setiap usaha, demikian halnya dengan usaha minyak akar wangi. Minyak akar wangi yang berorientasi pasar ekspor harus mempunyai keunggulan kompetitif dan mampu mempertahankan eksistensinya dalam industri ekspor. Penelitian ini berjudul “Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Berbasis Industri Kecil Menengah (Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut)”.

Tidak ada kesempurnaan pada manusia. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan penulis. Akhir kata, semoga penelitian ini berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan, khususnya Manajemen Produksi dan Operasi, Manajemen Rantai Pasokan, dan Manajemen Risiko.

Bogor, Agustus 2011

Penulis

(7)

Penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Ibu Heti Mulyati, S.TP, MT, dan Bapak Alim Setiawan S, S.TP, M.Si

sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, membagi ilmu, motivasi dan pengarahan kepada penulis.

2. Bapak Ir. Pramono D Fewidarto, MS. yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi penguji dan memberi masukan dalam ujian sidang skripsi ini.

3. Orang tuaku yang telah memberikan kasih sayang, doa dan dukungan yang tak terbatas.

4. Saudara-saudaraku Eko Susilo, Wahyudi Dwi Susanto, Mera Anjayanti, dan Margo Widodo yang tidak pernah berhenti memberikan semangat kepada penulis.

5. Ketua Departemen Manajemen dan seluruh dosen Departemen Manajemen, FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.

6. Staf Departemen Manajemen atas bantuan selama penulis menyelesaikan Perkuliahan.

7. Bapak H. Ede Kadarusman dan Bapak H. Abdullah selaku Ketua dan Wakil Ketua Sentra Akar Wangi Kabupaten Garut, Bapak H. Ajah, Bapak Wawan, Bapak Risham dan seluruh anggota rantai pasokan minyak akar wangi yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu proses pengumpulan data.

8. Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbang dan Linmas); Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi; dan Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di Kabupaten Garut.

(8)

dan motivasi selama proses bimbingan dan penyusunan skripsi.

10. Sahabat-sahabatku Puji Widiastuti, Jeanne Mita Rumbayan, Eka Intina W, Anne E, Setya Putri Larasati, Shoni Riyanti, Karlina, Trismawati Wahid, Dewi Kurniati, Yanti Ambarwati A, Gustyanita Pratiwi, Slamet Riyadi, Ronni Jaya Winangun, Wage Ratna Rohaeni, Sumiati, Karlina Syahrudin, Armita, Peni Lestari, Tri Handayani, Riana Ekawati, Eka Ratnawati, Eka Astriani, dan teman-teman riskiers Ekawati Nursiam, Lina Yanti, Afdoliatus S, dan Evi yang selalu memberi dukungan dan nasihat kepada penulis.

11. Sahabat-sahabat terbaik Manajemen Angkatan 44 yang selalu bersama-sama membuat kenangan dan persahabatan yang indah serta ilmu kehidupan yang diberikan.

12. Semua pihak, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

(9)

RINGKASAN 2.1. Manajemen Rantai Pasokan ... 6

2.1.1 Definisi Rantai Pasokan... 6

2.1.2 Definisi Manajemen Rantai Pasokan... 7

2.2. Manajemen Risiko Rantai Pasokan ... 7

2.3. Analisis Manajemen Risiko ... 10

2.4. Landasan Matematik Penilaian Risiko... 13

2.5. Penelitian Terdahulu ... 15

III.METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual... 17

3.2. Tahapan Penelitian ... 19

3.3. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 21

3.5. Teknik Pengambilan Sampel... 26

3.6. Pengolahan dan Analisis Data... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Rantai Pasok Minyak Akar Wangi... 31

4.1.1 Karakteristik Tanaman Akar Wangi dan Minyak Akar Wangi .... 31

4.1.2 Identifikasi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi ... 35

4.1.3 Aktivitas Petani Akar Wangi ... 39

4.1.4 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi ... 44

4.1.5 Aktivitas Penyuling Akar Wangi ... 46

4.1.6 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi ... 51

(10)

4.2.2 Pengukuran dan Pemetaan Risiko Operasional Rantai Pasokan

Minyak Akar Wangi Pada Penyuling ... 56

4.2.3 Penilaian Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling ... 61

4.3. Rancangan Sistem Penunjang Keputusan Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling ... 66

4.4. Implikasi Manajerial ... 70

KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

1. Kesimpulan ... 72

2. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA... 74

LAMPIRAN... 76

(11)

No. Halaman

1. Metode pengumpulan data ... 25

2. Jumlah responden penelitian ... 27

3. Skala penilaian risiko ... 28

4. Sentra produksi akar wangi di Indonesia ... 33

5. Luas lahan dan produksi akar wangi tahun 2009...33

6. Perbandingan mutu minyak akar wangi penyulingan rakyat dengan standar mutu nasional dan internasional... 35

7. Hasil agregasi penilaian risiko pada peubah risiko...63

(12)

No. Halaman

1. Rantai pasokan ... 6

2. Ketidakpastian permintaan dan pasokan... 10

3. Diagram pemetaan risiko ... 12

4. Kerangka pemikiran konseptual... 18

5. Tahapan penelitian ... 19

6. Diagram alir penilaian risiko rantai pasokan minyak akar wangi... 30

7. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi... 36

8. Luas lahan budidaya petani akar wangi. ... 40

9. Lama usaha budidaya petani akar wangi ... 40

10. Jumlah penyuling sesuai bentuk usaha ... 46

11. Tahapan penyulingan sesuai standar GMP ... 48

12. Peta risiko operasional rantai pasokan minyak akar wangi ... 57

13. Struktur hirarki penilaian risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada penyuling... 62

(13)

No. Halaman

1. Data hasil penilaian pakar ... 76

2. Data responden identifikasi risiko... 77

3. Agregasi dampak risiko... 79

4. Agregasi frekuensi risiko ... 80

5. Agregasi risiko operasional... 81

6. Agregasi risiko pemasaran ... 82

7. Agregasi risiko keuangan dan risiko keseluruhan... 83

(14)

1.1. Latar Belakang

Minyak akar wangi merupakan salah satu minyak atsiri yang bernilai ekonomi tinggi yang dihasilkan dari akar wangi (Vetiveria zizanioides). Minyak akar wangi banyak digunakan sebagai campuran pembuat parfum, kosmetik, pewangi sabun dan obat-obatan serta dapat digunakan sebagai pembasmi dan pencegah serangga (Sabini dalam Indrawanto, 2009). Tanaman akar wangi hanya dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan akar wangi adalah tanah yang tidak gembur atau tanah yang berpasir seperti tanah yang mengandung abu vulkanik.

Indonesia sebagai salah satu penghasil minyak akar wangi mampu menyumbang 28 persen pasokan minyak akar wangi dunia (Mulyati dkk, 2009). Sentra akar wangi di Indonesia berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat yang tersebar di lima kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, Leles, dan Pasir Wangi. Hasil minyak akar wangi dari Kabupaten Garut sekitar 90 persen diekspor ke beberapa negara. Negara – negara tujuan ekspor terutama yaitu Swiss, Jerman, Prancis, dan Amerika Serikat (Rahmawati, 2010).

(15)

penyulingan. Selama satu tahun Indonesia mampu memproduksi rata-rata 50 ton minyak akar wangi, jumlah tersebut sangat jauh dari permintaan dunia yang diperkirakan meningkat sebesar 250-300 ton (Tempointeraktif, 2010).

Permintaan minyak akar wangi dunia yang diperkirakan terus meningkat harus diimbangi dengan peningkatan produksi dan kualitas minyak akar wangi. Oleh karena itu, IKM akar wangi perlu dikembangkan lebih lanjut melalui kerjasama dengan pemangku kepentingan khususnya petani sebagai produsen, penyuling sebagai pengolah, koperasi atau badan swasta sebagai pendamping, dan eksportir yang membeli minyak akarwangi dari koperasi atau badan swasta yang kemudian dijual kepada pemakai akhir di luar negeri (Indrawanto, 2009). Kerja sama tersebut membentuk sebuah rantai yang dikenal sebagai rantai pasokan industri minyak akar wangi.

Rantai pasokan ini membutuhkan manajemen yang baik agar tercipta rantai pasokan yang optimal. Rantai pasokan memberikan peluang besar untuk mengurangi biaya dan meningkatkan keuntungan. Manajemen rantai pasokan adalah integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan (Heizer dan Render, 2010).

Proses rantai pasokan tidak menutup kemungkinan adanya risiko yang dapat mempengaruhi aktivitas rantai pasok, sehingga aktivitas rantai pasokantidak berjalan semestinya. Dalam rangka melakukan identifikasi dan mengantisipasi risiko yang timbul pada aktivitas rantai pasokan diperlukan suatu manajemen risiko yang baik dalam rantai pasok. Penerapan manajemen risiko yang baik merupakan salah satu aspek penting dalam mempertahankan eksistensi sebuah usaha dalam industri.

(16)

sehingga sebagian besar penyulingan masih menggunakan alat yang masih sederhana yang belum mampu menghasilkan minyak dengan kualitas tinggi.

Selain risiko operasional, IKM akar wangi juga mempunyai kemungkinan risiko pemasaran dan keuangan. Walaupun pasar akar wangi terbuka lebar, namun kondisi krisis global akan sangat berpengaruh dalam memasarkan minyak akar wangi yang berorientasi ekspor. Kebutuhan keuangan dalam usaha minyak akar wangi juga perlu diperhatikan, karena modal yang dibutuhkan untuk penyulingan akar wangi besar.

1.2. Permasalahan

Permintaan minyak akar wangi dunia yang belum terpenuhi menuntut perkembangan kualitas dan kuantitas minyak akar wangi yang terus menerus. Peningkatan permintaan minyak akar wangi tidak hanya dalam segi kuantitas namun kualitas juga perlu diperhatikan. Kerjasama antar anggota rantai pasokan merupakan hal yang sangat penting untuk mendukung pengembangan industri minyak akar wangi. Rantai pasokan yang tidak terlalu panjang dan tidak adanya dominansi peranan akan membuat industri berjalan lancar dan menguntungkan semua pihak.

Rantai pasokan yang efektif akan mengoptimalkan fungsi pemasaran minyak akar wangi. Pasar minyak akar wangi yang masih terbuka lebar masih memungkinkan terjadinya risiko pemasaran, menurunnya permintaan akibat kualitas tidak sesuai standar mungkin saja terjadi. Apabila standar kualitas sudah dapat dipenuhi, maka Indonesia mampu menjual minyak akar wangi dengan standar harga yang tinggi.

Pengembangan IKM dapat dilakukan dengan meningkatkan rendemen dan kualitas minyak akar wangi. Peningkatan rendemen dan kualitas minyak akar wangi sangat dipengaruhi oleh proses penyulingan akar wangi. Proses penyulingan yang baik adalah menggunakan standar Good Manufacturing Process (GMP). Pada kasus IKM minyak akar wangi di Garut banyak penyuling yang tidak melakukan penyulingan dengan standar GMP, sehingga kemungkinan risiko penurunan kualitas sangat tinggi.

(17)

modal atau biaya operasional yang meningkat. Apabila kualitas dan sistem keuangan sudah terkelola dengan baik maka risiko rantai pasokan minyak akar wangi dapat diantisipasi agar tidak terjadi kerugian yang besar.

Risiko rantai pasokan dapat diukur pada setiap aktivitas rantai pasokan. Aktivitas rantai pasokan minyak akar wangi meliputi pertanian, pengumpulan bahan baku, penyulingan, pengumpulan minyak akar wangi, dan ekspor minyak akar wangi. Pada penelitian ini akan dikaji risiko rantai pasokan pada aktivitas penyulingan, yang meliputi risiko operasional, risiko pemasaran, dan risiko keuangan.

Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah yang perlu dikaji adalah:

1. Bagaimana rantai pasokan minyak akar wangi?

2. Bagaimana manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi khusunya pada aktivitas penyulingan?

3. Bagaimana rancangan awal sistem penunjang keputusan manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada aktivitas penyulingan dalam bentuk rule base?

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis rantai pasokan minyak akar wangi.

2. Menganalisis manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada aktivitas penyulingan.

3. Membuat rancangan awal sistem penunjang keputusan untuk manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada aktivitas penyulingan dalam bentuk rule base.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:

1. Menjadi bahan referensi untuk para peneliti dan civitas akademika untuk penelitian manajemen rantai pasokan dan manajemen risiko selanjutnya. 2. Menjadi acuan bagi pemangku kepentingan yang terkait dengan

(18)

3. Menjadi acuan bagi pemangku kepentingan yang terkait dalam mengelola risiko usaha minyak akar wangi khususnya dan minyak atsiri umumnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah manajemen rantai pasokan dan penilaian risiko pada industri minyak akar wangi. Batasan penelitian ini sebagai berikut:

1. Pelaku usaha minyak akar wangi yang diteliti adalah Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles.

2. Anggota rantai pasokan meliputi petani, pengumpul akar wangi, penyuling, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir.

3. Manajemen risiko difokuskan pada risiko operasional yang berkaitan dengan kualitas minyak akar wangi, risiko pemasaran, dan risiko keuangan.

4. Risiko operasional dibatasi pada risiko internal (proses), risiko sumber daya manusia, dan risiko sistem.

(19)

2.1. Manajemen Rantai Pasokan 2.1.1 Definisi Rantai Pasokan

Pujawan (2005) mendefinisikan rantai pasokan adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Siagian (2007) meyatakan bahwa rantai pasokan mencakup keseluruhan interaksi antara pemasok, perusahaan manufaktur, distributor, dan konsumen. Interaksi ini juga berkaitan dengan transportasi, informasi, penjadwalan, transfer kredit maupun tunai, serta transfer bahan baku antara pihak-pihak yang terlibat. Rantai pasokan menurut Siagian (2007) digambarkan pada Gambar 1:

Gambar 1. Rantai pasokan (Siagian 2007)

Menurut Chopra dalam Tunggal (2009), rantai pasokan terdiri dari semua tahapan yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pemenuhan permintaan pelanggan. Menurut Aitken dalamTunggal (2009), rantai pasokan merupakan sebuah jaringan yang terhubung dan organisasi independen yang bekerja sama untuk mengontrol, mengelola, dan meningkatkan aliran material dan informasi dari pemasok ke pengguna akhir.

- Informasi penjadwalan - Arus kas

- Arus pesanan

Pemasok Persediaan Perusahaan Distribusi Konsumen

(20)

2.1.2 Definisi Manajemen Rantai Pasokan

Jonnsson (2008) mendefinisikan manajemen rantai pasokan meliputi perencanaan dan pengelolaan semua kegiatan yang terlibat dalam konversi sumber dan pengadaan, dan semua kegiatan pengelolaan logistik. Manajemen rantai pasokan juga meliputi koordinasi dan kolaborasi dengan mitra saluran, yang dapat berupa pemasok, perantara, pihak ketiga penyedia layanan, dan pelanggan.

Menurut Stanford Supply Chain Forum(1999) yang dicetuskan oleh Kepala Forum Hau Lee dalam Tunggal (2009), manajemen rantai pasokan berhubungan erat dengan aliran manajemen bahan, informasi dan finansial dalam suatu jaringan yang terdiri dari pemasok, perusahaan, distributor, dan pelanggan. Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010) sistem manajemen rantai pasokan dapat didefinisikan sebagai satu kesatuan sistem pemasaran terpadu, yang mencakup keterpaduan produk dan pelaku, guna memberikan kepuasan pada pelanggan.

Menurut Pujawan (2005) manajemen rantai pasokan adalah metode atau pendekatan integratif untuk mengelola aliran produk, informasi, dan uang secara terintegrasi yang melibatkan pihak-pihak mulai dari hulu ke hilir yang terdiri dari supplier, pabrik, jaringan distribusi maupun jasa-jasa logistik. Siagian (2007) menyatakan ruang lingkup Manajemen Rantai Pasokan meliputi:

1. Rantai pasokan mencakup seluruh kegiatan arus dan transformasi barang mulai dari bahan mentah, sampai penyaluran ke tangan konsumen termasuk aliran informasinya. Bahan baku dan aliran informasi adalah rangkaian dari rantai pasokan.

2. Rantai pasokan sebagai suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasa kepada para pelanggannya.

2.2. Manajemen Risiko Rantai Pasokan

(21)

Djohanputro (2004), risiko bisa diartikan sebagai ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya. Risiko adalah ketidakpastian yang bisa dikuantitaskan yang dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan. Menurut Kountur (2008), risiko merupakan kemungkinan kejadian yang merugikan.

Risiko rantai pasokan dapat didefinisikan sebagai kerugian yang dikaji dari sisi kemungkinan terjadinya, sisi kemungkinan penyebabnya, dan sisi akibatnya dalam rantai pasokan sebuah perusahaan dan lingkungannya. Jika salah satu pelaku mengalami masalah dalam rantai pasok, maka akan berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung kepada mitra dalam jaringan rantai pasokannya (Marimin dan Maghfiroh, 2010).

Manajemen risiko rantai pasokan adalah kerjasama dengan mitra kerja rantai pasokan dengan menerapkan alat-alat yang diperlukan dalam proses manajemen risiko sehingga mampu mengatasi risiko dan ketidakpastian yang muncul dari aktivitas atau sumber-sumber logistik (Norrman dan Jansson dalam Hadiguna, 2010). Menurut Cavinato dalam Hadiguna (2010), pada dasarnya terdapat lima aliran yang bisa dianalisa dalam manajemen risiko rantai pasok, yaitu: risiko operasional, risiko finasial, risiko informasi, risiko relasional, dan risiko inovasional. Manajemen risiko rantai pasokan pada umumnya fokus pada risiko operasional. Misalnya, risiko dalam penerimaan pesanan, risiko dalam pembelian barang, risiko dalam persediaan, risiko dalam produksi, risiko dalam perencanaan, risiko dalam hubungan antara agen serta prinsipal dan beberapa kejadian lain yang sangat banyak dalam sebuah proses bisnis suatu perusahaan.

(22)

Menurut Pujawan (2005), ketidakpastian suatu rantai pasokan diklasifikasikan menjadi berdasarkan sumber utamanya, yaitu:

1. Ketidakpastian permintaan

Sebuah ritel tidak akan mempunyai informasi yang pasti berapa suatu produk tertentu akan terjual pada minggu atau hari tertentu. Ketidakpastian tersebut disebabkan oleh kesalahan administrasi persediaan, syarat jumlah pengiriman minimum, dan keharusan ritel untuk mengakomodasikan ketidakpastian pelanggan mereka.

2. Ketidakpastian dari pemasok

Ketidakpastian dari pemasok dapat berupa ketidakpastian pada waktu tunggu pengiriman, harga bahan baku atau komponen, ketidakpastian kualitas, serta kuantitas material yang dikirim.

3. Ketidakpastian internal

Ketidakpastian internal dapat terjadi akibat kerusakan mesin, kinerja mesin yang tidak sempurna, ketidakhadiran tenaga kerja, serta ketidakpastian waktu maupun kualitas produksi.

(23)

Ketidakpastian Permintaan

Gambar 2. Ketidakpastian permintaan dan pasokan (Lee dalam Hadiguna 2010)

Proses manajemen risiko rantai pasokan adalah mengidentifikasikan sumber-sumber risiko. Menurut Norrman dan Jansson dalam Hadiguna (2010), langkah-langkah dalam penanganan risiko yaitu identifikasi dan analisis risiko untuk mencari deviasi dari sebuah kejadian kemudian mencari konsekuensi dari deviasi tersebut termasuk penyebab deviasinya. Kedua, penilaian risiko adalah melakukan penilaian risiko untuk membuat prioritas dari daftar risiko tersebut sehingga dapat diketahui risiko yang lebih prioritas. Penilaian risiko umumnya dilakukan dengan cara melakukan sebuah perhitungan terhadap kerugian yang muncul sebagai konsekuensi terjadinya risiko tersebut. Ketiga, mengelola risiko dengan cara berupa transfer risiko, menanggung bersama risiko, didiamkan saja, dihapus kegiatannya. Keempat, pemantauan risiko yaitu mengikuti pelaksanaan penanganan risiko apakah sudah sesuai dengan biaya yang diperkirakan, jadwal yang direncanakan sehingga diyakini penanganan sudah sesuai rencana.

2.3. Analisis Manajemen Risiko

(24)

1. Identifikasi Risiko

Pada tahap ini analisis berusaha mengidentifikasi apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Perusahaan tidak selalu menghadapi seluruh risiko. Risiko ada yang dominan dan ada risiko yang minor. Langkah pertama adalah dengan melakukan analisis kepada pihak berkepentingan yaitu pemegang saham, kreditur, pemasok, karyawan, pemain lain dalam industri, pemerintah, manajemen itu sendiri, masyarakat, dan pihak lain yang terpengaruh oleh adanya perusahaan. Langkah kedua, analis dapat menggunakan 7S dari McKenzie yaitu shared value, strategy, structure, staff, skills, system, dan style.

Pada tahap pertaman ini dapat diidentifikasi nilai kerugian (loss exposures). Metode untuk mengidentifikasi risiko beragam, misalnya menggunakan checklist untuk hal-hal yang dapat diidentifikasi dapat menimbulkan risiko. Identifikasi risiko dapat juga dilakukan dengan analisis kinerja keuangan perusahaan, focus group discussion dengan para manajer, survey terhadap karyawan, diskusi dengan perusahaan asuransi dan konsultan manajemen risiko (Mulyati dkk, 2009).

2. Pengukuran Risiko

Pengukuran risiko mengacu kepada dua hal yaitu kuantitas dan kualitas risiko. Kuantitas terkait dengan berapa banyak nilai, atau eksposur yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, maka semakin tinggi pula risikonya. Data historis merupakan salah satu sumber identifikasi risiko sekaligus sumber untuk mengukur besarnya risiko. Kemungkinan terjadinya risiko dapat ditentukan walaupun tidak ada data historis dari masa sebelumnya. Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko adalah dengan metode aproksimasi. Menurut Kountur (2008), pengumpulan informasi pada metode aproksimasi dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu: Expert Opinion, Concensus, atau Delphy.

(25)

informasi tentang berapa besar probabilitas dan berapa besar dampak yang terjadi dari suatu risiko. Concensus adalah cara dimana beberapa orang dikumpulkan untuk diminta pendapatnya tentang besarnya probabilitas dan dampak dari suatu daftar risiko. Beberapa orang tersebut harus membuat kesepakatan besarnya risiko yang akan digunakan dalam membuat peta risiko dan status risiko. Delphy adalah suatu cara dimana beberapa orang yang dianggap ahli untuk memberikan pendapat. Hal tersebut dilakukan dengan jalan mengirimkan formulir atau pertanyaan untuk diisi secara tertulis dan dijawab dengan tertulis. Masing-masing ahli tidak boleh saling mengetahui. Selanjutnya pendapat mereka disebarkan ke ahli yang lain untuk diberi pendapat revisi (Kountur, 2008).

3. Pemetaan Risiko

Sebuah manajemen akan mampu menilai risiko dengan adanya pengelompokan terhadap risiko. Pemetaan risiko pada prinsipnya merupakan penyusunan risiko berdasarkan kelompok-kelompok tertentu sehingga manajemen dapat mengidentifikasi karakter dari masing-masing risiko dan menetapkan tindakan yang sesuai terhadap masing-masing risiko (Djohanputro, 2004). Peta risiko dapat dilihat pada Gambar 3.

Risiko II Risiko I

Gambar 3. Diagram Pemetaan Risiko (Djohanputro, 2004)

Tahap pemetaan menurut Scandizzo (2005) adalah 1) identifikasi kegiatan kunci, 2) analisis pemicu risiko (people, process, system dan external); 3) analisis faktor-faktor risiko (kuantitas, kualitas, kondisi kritis, failure); 4) identifikasi risiko; 5) identifikasi dan analisis kerugian; dan 6) identifikasi dan analisis Key Risk Indicators(KRIs).

(26)

Berdasarkan peta risiko maka dapat diketahui strategi penanganan risiko. Dua strategi penanganan risiko adalah preventif dan mitigasi. Preventif dilakukan apabila probabilitas besar dan mitigasi dilakukan dengan tujuan memperkecil dampak risiko. Tindakan preventif dapat dilakukan dengan membuat atau memperbaiki prosedur, mengembangkan sumber daya mausia, dan memasang atau memperbaiki fasilitas fisik. Beberapa cara mitigasi adalah dengan diversifikasi, penggabungan, dan pengalihan risiko (Kountur, 2008).

4. Model Pengelolaan Risiko

Pengelolaan risiko bisa dilakukan secara konvensional, penetapan modal risiko dan struktur organisasi pengelolaan risiko.

5. Monitoring dan Pengendalian Risiko

Monitoring dan pengendalian risiko bertujuan untuk memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai dengan rencana, cukup efektif, dan untuk memantau perkembangan terhadap kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil risiko. Perubahan ini berdampak pada pergeseran peta risiko yang otomatis merubah prioritas risiko.

2.4 Landasan Matematik Penilaian Risiko

Proses pengambilan keputusan yang melibatkan pendapat berbagai pakar menjadi sangat rumit jika setiap pendapat didasarkan pada kriteria jamak (Hadiguna, 2010). Pengambilan keputusan tersebut dikenal dengan istilah Multi-Expert (Person) Multi Criteria Decision Making atau ME-MCDM. Teknik ME-MCDM akan didukung oleh proses agregasi ratingdan preferensi serta penggabungan pendapat dari setiap pakar sehingga penyelesaian yang dihasilkan adalah yang paling diterima oleh kelompok secara keseluruhan (Hadiguna, 2010).

(27)

Pik= Min [Neg I(qj) ˅ Pik(qj)]...(1) dimana:

Pik = Nilai agregasi risiko dari penilai I(qj) = Nilai kemungkinan terjadinya risiko Neg I(qj) = Nilai negasi I(qj)

Pik(qj) = nilai tingkat kekerasan risiko dari pendapat penilai

˅ = notasi maksimum

Formulasi tersebut menunjukkan bahwa kriteria yang tingkat kepentingannya rendah mempunyai pengaruh yang kecil terhadap skor keseluruhan. Formulasi agregasi tersebut memenuhi kondisi Pareto optimalitas, kebebasan terhadap alternatif tidak relevan, asosiasi yang positif bagi skor individual terhadap skor keseluruhan, non-dictatorship dan simetri yang harus dipenuhi untuk agregasi kriteria jamak (Hadiguna, 2010).

Bobot faktor nilai pengambil keputusan (pakar) dengan formula: QA(k) =Sb(k)

b(k)= Int [1 + k* (q-1)/r ]...(2) dimana:

QA = bobot rata-rata penilai pada skala k q = jumlah skala penilaian risiko

r = jumlah penilai (pakar)

Agregasi keputusan ahli dengan menggunakan operator Ordered Weighted Averaging(OWA) dirumuskan sebagai berikut:

Pi= Max j...r [Qj∧Bj]...(3) dimana:

Pi = Nilai agregasi risiko Qj = bobot kelompok penilai

(28)

2.5 Penelitian Terdahulu

Mulyati dkk (2009) meneliti “Rancang Bangun Sistem Manajemen Rantai Pasokan dan Risiko Minyak Akar Wangi Berbasis IKM di Indonesia”. Hasil penelitian ini adalah teridentifikasi peta potensi minyak akar wangi di Indonesia, gambaran rantai pasokan minyak akar wangi berbasis IKM di Indonesia, dan teridentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi usaha minyak akar wangi. Potensi pengembangan minyak atsiri masih terbuka karena tanah dan iklim Indonesia cocok untuk pengembangan atsiri, didukung oleh ketersediaan areal potensial, terbukanya peluang pasar baik lokal maupun ekspor, serta adanya dukungan lembaga penelitian yang menyiapkan teknologi untuk peningkatan mutu. Gambaran rantai pasokan minyak akar wangi tidak berbeda jauh secara umum dengan rantai pasokan minyak atsiri. Penelitian ini menjadi bahan masukan untuk mengkaji manajemen rantai pasokan minyak akar wangi dan risiko minyak akar wangi.

(29)

Santoso (2005) meneliti “Rekayasa Model Manajemen Risiko Untuk Pengembangan Agroindustri Buah-buahan Secara Berkelanjutan”. Penelitian ini membahas secara komprehensif manajemen risiko agroindustri buah-buahan khususnya mangga dengan mengkombinasikan berbagai teknik pengambilan keputusan kriteria majemuk. Hasil penelitian ini adalah sistem penunjang keputusan M-RISK, yang terdiri dari lima model utama yang membatu pengambil keputusan dalam pengembangan agroindustri buah-buahan.Model M-RISK dapat digunakan untuk menentukan prioritas produk agroindustri unggulan, menganalisis risiko dan merumuskan strategi manajemen risiko pengadaan bahan baku, pengolahan dan pemasaran produk agroindustri, merumuskan manajemen kelembagaan dan menganalisis kelayakan usaha agroindustri dengan berbagai skenario. Risiko yang tertinggi dari penelitian tersebut adalah aspek pengadaan bahan baku. Kaitan penelitian ini adalah sebagai referensi proses manajemen risiko dan teknik yang digunakan.

Kusnandar dan Marimin (2003) meneliti “Pengembangan Produk Agroindustri Jamu dan Analisis Struktur Kelembagaannya”. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa produk jamu serbuk merupakan alternatif terbaik dengan kategori tinggi (T) dengan pendekatan fuzzy non numeric decision making. Kaitannya dengan penelitian ini adalah sebagai referensi metode agregasi OWA dan pengambilan keputusan dengan pendekatan fuzzy non numeric.

(30)

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Permintaan minyak akar wangi dunia diperkirakan terus meningkat. Hal tersebut merupakan salah satu kesempatan bagi Indonesia untuk mengembangkan industri minyak akar wangi. Pengembangan industri minyak akar wangi harus didukung oleh suatu sistem yang mampu mengoptimalkan produktivitasnya. Sistem tersebut adalah manajemen rantai pasokan yang terdiri dari petani, pengumpul akar wangi, penyuling, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir.

Sistem rantai pasokan yang panjang tidak menguntungkan bagi usaha. Selain itu, peranan anggota rantai pasokan yang tidak seimbang juga menyebabkan tidak optimalnya suatu produksi, sehingga hanya dapat menguntungkan pihak-pihak tertentu. Dalam hal ini eksportir sangat dominan dalam menentukan harga minyak akar wangi.

Manajemen rantai pasokan minyak akar wangi tidak menutup kemungkinan adanya ketidakpastian kualitas dan kuantitas, penjualan, dan permodalan usaha. Ketidakpastian tersebut dapat menjadi risiko yang mengakibatkan kerugian usaha. Risiko yang dikaji adalah risiko operasional, risiko pemasaran, dan risiko keuangan. Risiko tersebut dinilai dan dibentuk rancangan sistem penunjang keputusan risiko rantai pasokan minyak akar wangi.

(31)

Gambar 4. Kerangka pemikiran konseptual

Rancangan Model Sistem Penunjang Keputusan Permintaan minyak akar wangi

yang terus meningkat

Pengembangan industri minyak akar wangi Kesempatan pasar yang luas

Ketidakpastian kualitas dan kuantitas, penjualan, permodalan usaha

Manajemen risiko operasional, pemasaran, dan keuangan

Manajemen rantai pasokan minyak akar wangi

Risiko rantai pasokan minyak akar wangi

Keunggulan kompetitif

(32)

3.2. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian merupakan rincian dari langkah-langkah yang dilakukan berdasarkan dari awal sampai akhir penelitian. Tahapan Penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

(33)

Berdasarkan Gambar 5. tahapan penelitian secara rinci terdiri dari: 1. Studi pustaka dilakukan sebagai landasan sistem nyata yang dipelajari.

Pustaka yang dipelajari adalah pustaka yang berhubungan dengan manajemen rantai pasokan dan manajemen risiko rantai pasokan. Pustaka lain yang dipelajari adalah metode yang bisa digunakan dalam menyelesaikan model risiko rantai pasokan.

2. Pembuatan proposal penelitian yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan rancangan pengumpulan data. Rancangan pengumpulan data meliputi 1) identifikasi kebutuhan data, 2) metode pengumpulan data, 3) metode pengambilan sampel, dan 4) pemilihan teknik analisis pengolahan data.

3. Pra survey yang dilakukan melalui wawancara dengan ketua sentra akar wangi sebagai tahap awal penjajakan penelitian. Penjajakan dilakukan untuk memperoleh gambaran umum rantai pasokan dan risiko akar wangi serta kondisi geografis objek penelitian. Pengajuan ijin penelitian ke Badan Kesatuan Pembangunan dan Perlindungan Masyarakat (Kesbag dan Linmas) Kabupaten Garut dan kantor desa Sukakarya tempat responden petani dan penyuling.

4. Pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer melalui wawancara dengan anggota rantai pasokan (petani, pengumpul minyak akar wangi, penyuling, dan pengumpul minyak akar wangi) minyak akar wangi dalam bentuk kuesioner untuk mengidentifikasi rantai pasokan minyak akar wangi. Wawancara dengan penyuling minyak akar wangi untuk mengidentifikasi risiko operasional, pemasaran, dan keuangan serta penanganannya pada aktivitas penyulingan. Pengumpulan data sekunder ke Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi dan Dinas Perkebunan Kabupaten Garut. 5. Input data ke program Statistical Product and Service Solutions(SPSS)

versi 16.0.

(34)

7. Pengolahan data primer identifikasi risiko penyuling dengan analisis deskriptif berdasarkan proses manajemen risiko (identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemetaan risiko, dan penanganan risiko).

8. Merumuskan faktor-faktor risiko dan peubah penentu yang dibutuhkan dalam penilaian risiko rantai pasok. Prosedur yang dilakukan melalui wawancara dan studi pustaka hasil-hasil penelitian terkait. Faktor risiko yang diperoleh akan distrukturisasi secara hirarki sehingga mendeskripsikan keterkaitan antar faktor.

9. Merumuskan basis aturan untuk menterjemahkan hasil penilaian risiko sehingga rekomendasi dapat dikeluarkan oleh model pengambil keputusan. Rekomendasi merupakan akuisisi pengetahuan para ahli yang terdiri dari akademisi dan pelaku usaha (penyuling).

3.3. Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di Garut, dengan objek penelitian adalah industri kecil menengah (IKM) minyak akar wangi. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan IKM akar wangi merupakan salah satu minyak atsiri yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. IKM akar wangi bersentra di Kabupaten Garut yang tersebar di lima kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, Leles, dan Pasir Wangi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2011.

3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

(35)

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi, yaitu pengamatan langsung obyek penelitian dengan tujuan untuk memahami kondisi rantai pasokan yang sebenarnya. Obyek yang diamati adalah lahan akar wangi, akar wangi, kondisi penyulingan, dan proses penyulingan.

2. Wawancara, dilakukan kepada petani akar wangi, pengumpul akar wangi. penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan akademisi. Wawancara mengenai aktivitas masing-masing anggota rantai pasokan dengan alat bantu kuesioner.

3. Kuesioner, berisi daftar pertanyaan yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait dengan topik penelitian, yaitu kepada petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan akademisi. Kuesioner dibagi menjadi tiga jenis, yaitu i) kuesioner untuk mengidentifikasi rantai pasokan minyak akar wangi. ii) kuesioner untuk megidentifikasi risiko rantai pasokan pada penyuling, dan iii) kuesioner untuk penilaian risiko rantai pasokan.

i) Kuesioner Identifikasi Rantai Pasokan

Kuesioner untuk petani berisi daftar pertanyaan mengenai identitas usaha, aspek budidaya dan pasca panen, aspek pemasaran, aspek keuangan, dan aspek kemitraan.

Identitas usaha petani bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik dari petani yaitu status usaha petani, kegiatan petani, jumlah produksi, kepemilikan lahan, dan awal mulai usaha bertani akar wangi. Aspek budidaya dan pasca panen berisi daftar pertanyaan mengenai pola tanam akar wangi, proses budidaya akar wangi yang sesuai Good Agricultural Process (GAP) dari pembibitan sampai panen, masa tanam, kebutuhan input pertanian dan pemasok, permasalahan dan kendala budidaya akar wangi serta solusi yang diterapkan.

(36)

wilayah penjualan, harga jual, mekanisme pembayaran, dan permasalahan serta solusinya. Aspek keuangan bertujuan untuk mengetahui permodalan dalam budidaya akar wangi, investasi yang dibutuhkan, dan masalah permodalan yang dihadapi serta solusinya. Aspek kemitraan bertujuan untuk mengetahui bentuk kemitraan dan pihak-pihak yang menjadi mitra usaha petani.

Kuesioner untuk penyuling berisi pertanyaan mengenai identitas usaha, aspek penyulingan akar wangi, aspek pemasaran, aspek keuangan, dan aspek kemitraan. Identitas usaha penyuling bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik dari penyuling yaitu status dan bentuk usaha penyuling, kegiatan penyuling, jumlah produksi minyak akar wangi, dan awal mulai usaha penyulingan akar wangi. Aspek penyulingan akar wangi berisi daftar pertanyaan mengenai karakteristik input penyulingan akar wangi, proses penyulingan akar wangi, dan output yang dihasilkan. Jenis kendala dan permasalahan selama proses penyulingan akar wangi serta solusi yang diterapkan. Aspek pemasaran pada penyuling berisi pertanyaan mengenai cara penjualan minyak akar wangi, kerjasama penjualan yang dilakukan, wilayah penjualan minyak akar wangi, harga jual minyak akar wangi, mekanisme pembayaran, dan permasalahan serta solusinya. Aspek keuangan bertujuan untuk mengetahui permodalan dalam proses penyulingan akar wangi, investasi yang dibutuhkan, dan masalah permodalan yang dihadapi serta solusinya. Aspek kemitraan bertujuan untuk mengetahui bentuk kemitraan dan pihak-pihak yang menjadi mitra usaha penyuling.

(37)

Pemasaran berisi pertanyaan mengenai cara penjualan akar wangi/minyak akar wangi, kerjasama penjualan yang dilakukan, wilayah penjualan akar wangi/minyak akar wangi, harga jual akar wangi/minyak akar wangi, dan permasalahan serta solusinya.

Aspek keuangan bertujuan untuk mengetahui permodalan dalam proses pengumpulan akar wangi/minyak akar wangi, investasi yang dibutuhkan, dan masalah permodalan yang dihadapi serta solusinya. Aspek kemitraan bertujuan untuk mengetahui bentuk kemitraan dan pihak-pihak yang menjadi mitra usaha pengumpul akar wangi/minyak akar wangi.

ii) Kuesioner Identifikasi Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Kuesioner identifikasi risiko ditujukan untuk penyuling minyak akar wangi yang terdiri dari 3 (tiga) risiko utama yaitu operasional, pemasaran, dan keuangan. Masing-masing risiko terdapat variabel atau pemicu risiko. Risiko operasional terdiri dari 3 (tiga) pemicu utama yaitu internal, Sumber Daya Manusia (SDM), dan sistem. Masing-masing variabel dan pemicu risiko tersebut diberi penilaian oleh responden berdasarkan frekuensi dan dampak dengan skala ST (5), T (4), S (3), R (2), dan SR (1). Kuesioner berikutnya berisi upaya penanganan risiko, pihak-pihak yang dapat membantu serta peran yang diharapkan dari pihak-pihak tersebut untuk menangani risiko.

(38)

Tabel 1. Jenis dan metode pengumpulan data

No Tujuan Jenis Data Metode Pengumpulan

(39)

3.5. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel berdasarkan probability sampling dan non probability sampling. Pengambilan sampel non probability dilakukan secara purposive sampling dan snowball sampling. Pengambilan sampel probability dilakukan secara stratified random sampling. Stratified random sampling merupakan pengambilan sampel dengan membagi populasi menjadi subpopulasi. Populasi penelitian ini adalah pelaku industri minyak akar wangi dan wilayah Kabupaten Garut. Pelaku industri minyak akar wangi dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu petani, penyuling, pengumpul akar wangi, dan pengumpul minyak akar wangi. Wilayah industri minyak akar wangi Kabupaten Garut dikelompokkan ke dalam empat kelompok kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles. Purposive sampling merupakan pengambilan sampel yang disesuaikan oleh tujuan atau maksud peneliti dengan mempertimbangkan kriteria tertentu. Kriteria dari sampel yang dipilih adalah lokasi usaha, status usaha, dan keberlanjutan usaha pelaku industri minyak akar wangi. Snowball samplingdilakukan dengan mencari referensi responden berikutnya dari responden pertama. Hal tersebut terus dilakukan sehingga jumlah responden semakin banyak.

(40)

Tabel 2. Jumlah responden penelitian

No Kecamatan Responden untuk Identifikasi Rantai Pasok Responden untuk Penilaian Risiko

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.0 dan Excel 2007. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Analisis deskriptif

Analisis ini merupakan metode statistik yang digunakan untuk menggambarkan data yang telah dikumpulkan. Analisis data secara deskriptif dilakukan untuk menggambarkan karakteristik responden, dan keadaan umum rantai pasokan minyak akar wangi. Selain itu analisis deskriptif juga menggambarkan aspek-aspek risiko minyak akar wangi. Data disajikan dalam bentuk tabulasi, charts dan diagram.

2. Analisis risiko

(41)

Formulasi hubungan ini menggunakan logika IF-THEN dengan format umum sebagai berikut IF (tingkat risiko) THEN (rekomendasi 1, rekomendasi 2,...).

Metode penilaian risiko merujuk pada Santoso (2005). Jika dampak risiko sangat tinggi dan kemungkinan risiko sangat tinggi maka tingkat risiko pada suatu bagian akan menjadi sangat tinggi. Skala penilaian penurunan mutu ditentukan berdasarkan lima tingkatan yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Skala penilaian secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Skala penilaian risiko

No Arti Nilai Nilai

1 Berisiko sangat tinggi ST

2 Berisiko tinggi T

3 Berisiko sedang S

4 Berisiko rendah R

5 Berisiko sangat rendah SR

3. Tahapan penilaian Risiko

Tahapan penilaian risiko diawali dengan penilaian risiko oleh pakar. Setelah penilaian pakar tentukan Bj sebagai urutan nilai terbesar hingga terkecil. Jumlah pakar yang ditetapkan dalam penilaian adalah tiga orang dengan batasan risiko merujuk formulasi Yager dalam Hadiguna (2010) sebagai berikut:

QA(p) = Int [1+4/3k], dimana k = 1,2,3...(4)

Perbandingan secara bebas dilakukan antara nilai aktual dengan preferensi pengambil keputusan dengan cara menghitung nilai tingkat kepentingan setiap peubah penentu menggunakan rumus 3 yaitu: Pi = Max j...r [Qj ∧ Bj]. Nilai agregasi risiko merupakan hubungan antara kemungkinan terjadinya risiko dan dampak risiko.

(42)

kumpulan tindakan manajerial akan menghasilkan tindakan-tindakan manajerial yang sesuai dengan tingkat risiko. Agregasi tingkatan risiko yang diperoleh akan dihubungkan dengan basis pengetahuan menggunakan rule base. Prosedur penilaian risiko dilakukan secara bertahap sebagai berikut:

1. Memasukan hasil penilaian kemungkinan risiko dan dampak risiko untuk setiap elemen. Penilaian berdasarkan skala penilaian Tabel 3. Data penilaian diperoleh berdasarkan pendapat tiga orang ahli.

2. Melakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai risiko dari setiap faktor risiko untuk setipa pengambil keputusan ke-j (Vij) pada semua variabel (peubah) risiko. Rumus yang digunakan dalam perhitungan Yager dalamSantoso (2005) adalah: Pik= Min [Neg I(qj) V Pjk(qj)]. 3. Menentukan bobot faktor nilai pengambil keputusan (pakar) dengan

formula: b(k) = Int [1 + k* (q-1)/r ]

4. Menentukan nilai gabungan dari seluruh nilai pakar dengan metode OWA: Pi= Max j...r [Qj∧Bj].

5. Melakukan proses perhitungan dari 2 sampai 4 dilakukan secara berulang sampai didapat agregasi secara total.

(43)

Gambar 6. Diagram alir penilaian risiko rantai pasokan minyak akar wangi

Urutkan hasil penilaian para ahli secara descending

Operasi fungsi agregasi untuk semua i dan j yang sama untuk k = 1,2,3.

Dapatkan QA(k) =Sb(k) ; b(k) = Int [1 + k* (q-1)/r ] Pi= Max j...r [Qj∧Bj]

Dapatkan skor risiko untuk semua i

Penentuan skor untuk risiko rantai pasokan dan risiko keseluruhan

Aturan pemberian rekomendasi penanganan risiko: Jika (ST) maka (A1,A2...An)

Jika (T) maka (A1,A2...An) Jika (S) maka (A1,A2...An) Jika (R) maka (A1,A2...An) Jika (SR) maka (A1,A2...An)

Akuisisi pengetahuan:

Penilaian ahli ke-k terhadap setiap faktor peubah risiko kegiatan ke-i dan risiko rantai pasokan-j

Jumlah dan nama faktor-faktor peubah kegiatan ke-i dari risiko

rantai pasokan-j

Hitung nilai risiko dari setiap faktor: Pik= Min [Neg I(qj) ˅ Pik(qj)]

Tingkat dampak risiko

Skor kegiatan risiko rantai pasokan Skor risiko keseluruhan

Basis pengetahuan

penanganan risiko Mulai

Rekomendasi untuk risiko rantai pasokan dan risiko keseluruhan

(44)

4.1. Gambaran Umum Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi

4.1.1 Karakteristik Tanaman Akar Wangi dan Minyak Akar Wangi 1. Karakteristik Tanaman Akar Wangi

Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides) termasuk famili Graminieae atau rumput-rumputan. Tanaman akar wangi memiliki bau yang sangat wangi, berumpun lebat, akar tinggal bercabang banyak, berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah tua. Tangkai daun tersembul dari akar tinggal yang dapat mencapai 2 (dua) meter. Daun akar wangi berwarna kelabu, tampak kaku, panjangnya mencapai 100 cm dan tidak mengandung minyak. Daun akar wangi banyak digunakan sebagai bahan baku kerajinan. Bunganya berwarna hijau atau ungu pada pucuk tangkai daun (Mulyati dkk, 2009).

Berdasarkan hasil survey akar wangi mempunyai tiga tingkatan kualitas yaitu kualitas 1, kualitas 2, dan kualitas 3. Tingkatan kualitas tersebut didasarkan pada umur tanaman, karakteristik fisik akar, dan lokasi penanaman akar wangi. Akar wangi kualitas 1 adalah akar wangi yang berusia lebih dari 12 bulan, berukuran panjang dan keras, pahit jika digigit, bertekstur licin dan berwarna kuning khas. Lokasi yang menghasilkan akar wangi kualitas 1 adalah Pasir wangi, Cikurai, dan Samarang. Wilayah lain lebih banyak menghasilkan akar wangi kualitas 2 dan 3. Akar wangi kualitas 2 dan 3 mempunyai karakteristik berbeda dengan karakteristik akar wangi kualitas 1. Warna akar wangi kualitas 2 dan 3 cenderung agak kemerahan, tekstur tidak terlalu licin. Warna akar wangi bergantung pada jenis tanah, sedangkan panjang akar bergantung pada usia tanaman.

(45)

hujan yang cocok berkisar antara 1500-2500 mm setiap tahun, dengan suhu lingkungan 17-27°C, dan dengan derajat keasaman tanah (pH) sekitar 6-7 (Garutkab, 2009).

Tanah yang baik untuk pertumbuhan akar wangi adalah tanah yang tidak padat (gembur) atau tanah yang berpasir seperti tanah yang mengandung abu vulkanik. Pada tanah yang demikian akar wangi akan tumbuh dengan baik dan akar akan mudah dicabut pada waktu panen, sehingga tidak meninggalkan sisa‐sisa akar di dalam tanah. Akar wangi akan tumbuh dengan baik jika dilakukan pemangkasan daun pada bulan kelima penanaman. Pemangkasan dapat meningkatkan hasil sampai sekitar 10 persen (Garutkab, 2009). Akar wangi merupakan tanaman yang tidak berhama dan penyakit, sehingga tidak membutuhkan obat tanaman. Hama yang sering ada berupa hama hidup yaitu kuuk atau beberapa binatang hutan seperti ayam alas dan babi hutan yang merusak tanaman. Sebagian besar petani tidak melakukan penanganan khusus dalam menghadapi kuuk atau binatang hutan. Mereka hanya melakukan pengawasan yang terus menerus untuk mengurangi kerusakan akibat binatang hutan tersebut.

(46)

Tabel 4. Sentra produksi akar wangi di Indonesia No Propinsi Jumlah Kabupaten Luas (Ha)

1 Jawa Barat 1 2500

2 Jawa Tengah 2 29

3 DI Yogyakarta 3 11

Jumlah 6 2540

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan dalam Mulyati dkk, (2009) Tabel 4 memperlihatkan bahwa terdapat tiga propinsi yang menjadi sentra produksi akar wangi. Luas daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta tidak seluas daerah Jawa Barat. Hal ini dikarenakan sentra produksi akar wangi terletak di Kabupaten Garut Jawa Barat telah ditetapkan untuk mempertahankan luas wilayah budidaya akar wangi. Kabupaten Garut mampu memasok 90 persen lebih dari total produksi minyak akar wangi Indonesia, yaitu sekitar 60-75 ton per tahun (Sinar Tani, 2009).

Budidaya komoditas akar wangi di Kabupaten Garut berdasarkan keputusan Bupati Kabupaten Garut Nomor: 520/SK. 196-HUK/96 tanggal 6 Agustus 1996, yang menetapkan luas areal perkebunan akar wangi dan pengembangannya oleh masyarakat seluas 2.400 Ha. Selama setahun tercatat 2.318 Ha luas garapan perkebunan akar wangi yang memproduksi minyak sebanyak 75 ton, dengan rincian pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas lahan dan produksi akar wangi tahun 2009 Kecamatan Luas Lahan (Ha) Hasil (Ton)

Cilawu 240,00 8,00

Bayongbong 112,00 3,70

Samarang 1.141,00 37,40

Pasirwangi 75,00 2,50

Leles 750,00 23,40

Jumlah 2.318,00 75,00

(47)

2. Karakteristik Minyak Akar Wangi

Tahap setelah pemanenan adalah proses penyulingan akar wangi untuk memperoleh minyak akar wangi kasar. Proses penyiapan penyulingan akar wangi dimulai dengan pembersihan dan pencucian akar wangi untuk menghilangkan tanah yang menempel pada akar wangi. Apabila sebagian tanah ikut dalam proses penyulingan maka dapat menurunkan rendemen dan mutu minyak akar wangi. Setelah itu dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan, sehingga proses penyulingan lebih mudah dan singkat. Pengeringan akar wangi sebaiknya dilakukan selama 12 jam di bawah sinar matahari langsung atau pada kadar air 15 persen sampai 25 persen. Sebelum penyulingan sebaiknya akar wangi dirajang terlebih dahulu untuk memudahkan penguapan akar wangi. Akar wangi yang sudah dikeringkan dan dirajang dimasukkan dalam ketel yang tertutup rapat.

Prinsip kerja penyulingan tidak langsung adalah ketel penyulingan diisi air sampai batas saringan. Akar wangi diletakkan di atas saringan, sehingga tidak berhubungan langsung dengan air yang mendidih, tetapi akan berhubungan dengan uap air. Pada fase ini terjadi penguapan dalam ketel. Uap air yang bercampur dengan partikel minyak akan dialirkan ke alat pendingin melalui pipa. Alat pendingin yang dimaksud merupakan bak penampungan air dingin yang permanen. Pada alat pendingin tersebut terjadi pengembunan dan uap air yang bercampur minyak akan mencair kembali. Proses selanjutnya adalah uap air yang mencair tersebut dialirkan ke alat pemisah minyak akar wangi dan air. Berat jenis air lebih ringan dibanding dengan akar wangi. Sehingga air akan berada di atas dan minyak berada pada lapisan bawah. Selanjutnya minyak dialirkan melalui lubang bawah alat pemisah ke alat pengumpul minyak.

(48)

terlalu banyak tanah yang menempel. Penjemuran hanya dilakukan pada pagi hari dan tidak ada proses perajangan. Semua itu dilakukan untuk mempercepat proses produksi dan menghemat biaya operasional. Pemisahan air dan minyak menggunakan kertas saring yang tidak tembus air. Sehingga ketika disaring air akan berada di atas dan minyak mengalir ke dalam wadah penampungan.

Kesadaran dan kemauan yang rendah untuk memproses dengan ketentuan yang baku membuat mutu dan rendemen minyak tidak optimal. Gambaran mutu hasil penyulingan rakyat dibandingkan dengan beberapa standar mutu nasional dan internasional dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan mutu minyak akarwangi penyulingan rakyat dengan standar mutu Nasional dan Internasional

Bilangan asam 26.82-51.17 10-35 Maks 35 Maks 14 Kelarutan dalam

etanol 80% pada 20°C

1 : 1 1 : 1 Maks 1 : 2 Maks 1 : 2

Bilangan ester 3.17-17.82 5-26 5-16 5-16

Vetiverol total (asetilasi)

- Min 50 -

-Kadar vetiverol 4.44-6.31 - -

-Sumber: Tutuarima (2009)

4.1.2 Identifikasi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi

(49)

Selanjutnya eksportir mengekspor minyak akar wangi ke negara Jepang, Singapura, Inggris, USA, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, dan India (Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Perkoperasian Kabupaten Garut, 2011)

Anggota utama rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari petani akar wangi sebagai pemasok bahan baku, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir minyak akar wangi. Setiap anggota rantai pasokan melakukan aktivitas berhubungan dengan kegiatan operasional untuk menghasilkan minyak akar wangi yang berkualitas. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi dapat dilihat pada Gambar 7.

Cakupan rantai pasokan minyak akar wangi Indonesia

Gambar 7. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi

(50)

kualitas akar wangi juga dipengaruhi oleh cuaca, karena cuaca hujan terus maka terdapat akar wangi yang dijual di bawah harga standar yaitu mencapai Rp 1.200 per kg.

Petani langsung mengantarkan akar wangi ke penyuling atau pengumpul akar wangi. Selain itu, ada penyuling yang langsung membeli akar wangi yang masih berada di lahan. Alat transportasi yang digunakan oleh petani untuk mengantarkan akar wangi kepada penyuling adalah truk pribadi atau truk sewa.

Penyuling melakukan penyulingan untuk menghasilkan minyak akar wangi yang dijual langsung ke pengumpul minyak akar wangi atau eksportir minyak akar wangi yang berada di luar wilayah Garut. Eksportir paling banyak berada di Bogor dan Jakarta. Eksportir mengekspor minyak akar wangi ke beberapa negara yaitu Jepang, Singapura, Inggris, USA, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, dan India. Harga beli oleh pengumpul atau eksportir minyak akar wangi sebesar Rp 1.000.000 sampai Rp 1.400.000 per kg bergantung pada kualitas yang dihasilkan. Semakin baik kualitas minyak akar wangi, maka semakin mahal harga minyak akar wangi tersebut.

Aliran finansial pada rantai pasokan minyak akar wangi terjadi dari pengekspor minyak akar wangi ke pengumpul minyak atau langsung ke penyuling. Selanjutnya, aliran finansial dari penyuling ke pengumpul akar wangi atau langsung ke petani. Eksportir membayar minyak akar wangi dengan cara transfer setelah minyak dikirim dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 2 (dua) hari. Sistem pembayaran penyuling atau pengumpul minyak akar wangi adalah sistem tunai setelah minyak dikirim.

(51)

antara pemberi modal (eksportir atau pengumpul minyak akar wangi) dan penyuling, maka harga beli pemberi modal adalah di bawah harga standar dengan selisih Rp 25.000 –Rp 75.000 per kg.

Hal tersebut juga dilakukan penyuling kepada petani, yaitu penyuling memberikan pinjaman modal kepada petani untuk melakukan budidaya akar wangi. Salah satu kasus dijumpai penyuling yang memberikan bantuan modal (bibit, pupuk, dan biaya panen) kepada petani yang membutuhkan, walaupun tidak bersifat rutin. Petani mempunyai keterikatan untuk menjual hasil produksinya kepada penyuling yang bersangkutan karena pemberian bantuan tersebut.

Sistem komunikasi sudah terintegrasi dengan baik antara anggota primer dalam rantai pasokan akar wangi. Aliran informasi terjadi dari pengekspor minyak akar wangi dan pengumpul minyak akar wangi atau langsung ke penyuling akar wangi. Selanjutnya dari penyuling ke pengumpul akar wangi atau langsung ke petani akar wangi. Komunikasi mempunyai arus dua arah. Komunikasi antara pengekspor dengan penyuling menggunakan telepon berupa informasi harga yang berlaku dan tanggal pengiriman minyak akar wangi. Komunikasi antara penyuling dengan petani akar wangi berupa informasi harga akar wangi, tanggal panen, dan kapasitas pengiriman akar wangi kepada penyuling.

(52)

4.1.3 Aktivitas Petani Akar Wangi

Petani akar wangi di Kabupaten Garut tersebar di Kecamatan Bayongbong, Samarang, Cilawu, Leles, dan Pasir Wangi. Karakteristik petani akar wangi dibagi menjadi 2 (dua) yaitu petani individu dan petani kelompok. Petani ada yang bertindak sebagai penyuling yang disebut petani/penyuling dan petani murni. Rata-rata petani hanya bekerja sebagai petani saja, walaupun tidak hanya akar wangi yang diusahakan. Ada beberapa petani yang juga melakukan budidaya sayuran berupa kol, tomat, kentang, kubis, cabai, dan singkong.

Petani individu relatif lebih sedikit dibandingkan petani yang berkelompok, petani kelompok sebesar 72 persen dan petani individu sebesar 28 persen. Bentuk usaha dari 72 persen petani kelompok tersebut adalah Persekutuan Komanditer (CV) sebesar 32 persen dan 40 persen tidak berbadan hukum. Jumlah kelompok tani yang tidak berbadan hukum lebih besar daripada kelompok tani dengan bentuk CV, hal tersebut menunjukkan bahwa struktur kelembagaan petani masih belum tersusun secara rapi.

Menurut data Dinas Perkebunan (2010), kegiatan pengembangan akar wangi melibatkan 1.203 orang sebagai pemilik (Kepala Keluarga) dan 52.717 orang tenaga kerja. Mereka tergabung dalam 33 kelompok tani yang tersebar di Kecamatan Samarang sebanyak 9 (sembilan) kelompok tani, di Leles terdapat 12 kelompok tani, di Cilawu terdapat 10 kelompok tani dan di Bayongbong terdapat 2 (dua) kelompok tani.

(53)

hasil panen

petani dapat membayar pinjaman modal yang diberikan. Status

panen lebih dari 3 (tiga) kali.

Gambar 8.

Rata lebih dari 10 Gambar 9.

berdasarkan warisan dari orang tua mereka secara turun menurun.

Gambar 9. Lama

Budidaya monokultur sari sebesar

panen kepada penyuling atau pengumpul lain, dengan petani dapat membayar pinjaman modal yang diberikan.

Status kepemilikan lahan budidaya ada yang milik persen), sewa (4 persen), milik sendiri dan sewa (8 persen). budidaya yang dimiliki petani bervariasi, 40 persen petani

lahan budidaya dibawah 5 Ha, 36 persen memiliki lahan sampai 10 Ha, dan hanya 24 persen yang memiliki luas 10 Ha (Gambar 8). Hal tersebut mengindikasikan bahwa rata adalah petani berskala kecil. Satu hektar lahan rata memproduksi 10 – 21 ton akar wangi dengan kapasitas satu sebesar 3 (tiga) ton. Oleh karena itu satu hektar lahan panen lebih dari 3 (tiga) kali.

Gambar 8. Luas lahan budidaya petani akar wangi (Sumber: Primer, diolah)

Rata-rata petani menjalankan usaha budidaya akar dari 10 tahun. Lama usaha petani dapat dilihat secara Gambar 9. Para petani umumnya melakukan budidaya berdasarkan warisan dari orang tua mereka secara turun menurun.

Gambar 9. Lama usaha budidaya petani akar wangi ( Primer, diolah)

Budidaya tanaman akar wangi dapat dilakukan monokultur dan tumpang sari. Petani yang melakukan sistem

sebesar 84 persen dan 16 persen dengan sistem

lain, dengan ketentuan petani dapat membayar pinjaman modal yang diberikan.

ng milik sendiri (88 (8 persen). Luas lahan persen petani memiliki memiliki lahan budidaya memiliki luas lahan di atas gindikasikan bahwa rata-rata petani lahan rata-rata mampu kapasitas satu kali panen hektar lahan memerlukan

wangi (Sumber: Data

ya akar wangi sudah dilihat secara rinci pada budidaya akar wangi berdasarkan warisan dari orang tua mereka secara turun menurun.

wangi (Sumber: Data

dilakukan dengan sistem melakukan sistem tumpang sistem monokultur. 20 tahun

(54)

Budidaya akar wangi dimulai dengan pembibitan. Bibit akar wangi diperoleh dengan cara memisahkan daun dan akar, setelah itu diambil bonggol akarnya untuk ditanam. Bibit yang ditanam (bonggolnya) adalah akar yang berasal dari tanaman yang tidak berbunga dengan jarak tanaman biasanya antara 0,5m x 0,75m sehingga untuk 1 Ha lahan diperlukan bibit sebanyak ± 10.000 rumpun. Setelah penyiapan bibit maka dilanjutkan pencangkulan dengan proses manual.

Proses selanjutnya adalah proses penanaman. Setelah 5 bulan penanaman sebaiknya dilkukan pemangkasan daun. Hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan akar. Penyiangan dapat dilakukan sebanyak 3 kali selama musim tanam. Masa penyiangan pertama dilakukan pada saat akar berusia antara 1-2 bulan. Masa penyiangan kedua dilakukan antara usia 3-4 bulan dan masa penyiangan ketiga dilakukan antara usia 4-6 bulan. Penyiangan bertujuan untuk menghilangkan tanaman-tanaman penganggu yang dapat mengurangi nutrisi bagi akar. Penyiangan sangat berpengaruh pada jumlah rendemen minyak akar wangi.

Pemupukan dilakukan hanya sekali dalam satu musim tanam. Pemupukan dilakukan saat akar berusia 2-4 bulan. Walaupun demikian, ada petani yang tidak melakukan pemupukan. Hal tersebut dikarenakan tidak sesuainya harga beli dan biaya operasional yang dikeluarkan dengan harga jual akar wangi. Menurut sebagian besar petani akar wangi, tanaman akar wangi tetap tumbuh dengan baik walaupun tidak diberi pupuk, terutama untuk sistem tanam monokultur. Sedangakan, sistem tanam tumpang sari pemupukan diutamakan untuk tanaman tumpangnya daripada tanaman akar wangi. Petani akar wangi menggunakan pupuk organik dan anorganik. Jenis pupuk anorganik yang digunakan adalah ZA, TSP, NPK, KCL, kecuali pupuk UREA. Sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang.

(55)

biasanya adalah tenaga kerja harian atau borongan. Tenaga kerja harian dibayar sebesar Rp 15.000 – Rp 20.000 per hari untuk tenaga kerja wanita dan Rp 25.000 – Rp 35.000 per hari untuk tenaga kerja laki-laki. Besar pembayaran untuk sistem borongan adalah Rp 150.000 – Rp 200.000 untuk satu pemborong dengan jumlah tenaga kerja tidak ditentukan.

Setelah panen petani menjual akar wangi langsung kepada penyuling atau kepada pengumpul akar wangi yang berada di daerah sekitarnya. Petani terkadang mengantarkan hasil panen kepada pembeli atau pembeli datang langsung ke petani atau ke lahan langsung. Apabila petani tersebut tergabung dalam kelompok tani maka hasil tersebut dikumpulkan terlebih dahulu di koperasi Usaha Rakyat (USAR).

Petani individu menjual bahan baku akar wangi kepada penyuling atau pengumpul yang membeli dengan harga tinggi dibandingkan pembeli lain. Petani yang mempunyai kelompok tani akan menjual hasil panen ke penyuling yang memberikan modal pinjaman untuk budidayanya. Sedangkan petani yang berperan sebagai penyuling juga akan menyuling hasil panen mereka sendiri selain membeli dari petani lain untuk disuling.

Menurut survey ada petani yang juga melakukan penyulingan langsung walaupun tidak mempunyai alat suling. Petani tersebut terkadang menyuling bahan baku dengan menumpang di tempat penyulingan milik pengusaha penyuling dengan ketentuan bahwa produk yang dihasilkan dijual ke pemilik alat suling. Selanjutnya minyak akar wangi tersebut dijual lagi ke pengumpul minyak atau eksportir.

Gambar

Gambar 1. Rantai pasokan (Siagian 2007)
Gambar 2. Ketidakpastian permintaan dan pasokan (Lee dalam Hadiguna
Gambar 3. Diagram Pemetaan Risiko (Djohanputro, 2004)
Gambar 4. Kerangka pemikiran konseptual
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin,

Asuransi Jiwasarya (Persero) Surakarta Branch Office2014/2015.Sampel diambil 75 orang,dengan teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik angket dan dokumentasi. Teknik

Menurut Budi Setiyawan dan Waridin (2006) kinerja karyawan merupakan hasil atau prestasi kerja karyawan yang dinilai dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan

Banyak pasangan bilangan bulat yang memenuhi sistem persamaan berikut. tak terhingga

Rekapitulasi Belanja Langsung menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja

The Effect of Using Games on the Eighth Grade Students’ Tenses Achievement at SMP Negeri 2 Cluring in the 2012/2013 Academic Year; Maretta Hangga Putri, 080210491050; 2013: 45

mempengaruhi pendapatan petani jahe emprit dengan sistem tumpangsari sayuran di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar adalah luas lahan, bibit, pupuk NPK, pestisida,

Tata Cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak mineral bukan logam merupakan prosedur yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk memperoleh pengembalian kembali