• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN MINAT BACA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SDN PAMULANG PERMAI KELAS V (Penelitian Tindakan Kelas)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN MINAT BACA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SDN PAMULANG PERMAI KELAS V (Penelitian Tindakan Kelas)"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

INDONESIA DI SDN PAMULANG PERMAI KELAS V

(Penelitian Tindakan Kelas)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Sarjana Pendidikan

DisusunOleh :

SRI AZIARTIYA

NIM 109018300018

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

PENINGKATAN MINAT BACA MELALUI PEMBELAJARAN

BERBASIS MASALAH PADA MATA PELAJARAN BAHASA

INDONESIA DI SDN PAMULANG PERMAI KELAS V

Sri Aziartiya

Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kependidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat minat baca siswa kelas V sebelum dan sesudah menerapkan pembelajaran berbasis masalah pada bidang studi Bahasa Indonesia di SDN Pamulang Permai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK dilaksanakan sebagai upaya untuk mengetahui permasalahan yang muncul di dalam kelas. Metode ini dilakukan dengan empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Keempat tahap tersebut merupakan siklus yang berlangsung secara berulang dan dilakukan dengan langkah-langkah yang sama dan difokuskan pada pembelajaran diskusi sebagai cara untuk meningkatkan minat baca melalui PBL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat minat baca siswa melalui PBL mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat melalui siklus/pertemuan yang telah dilakukan. Pada siklus I hasil tes pembelajaran menggunakan PBL untuk hasil tertinggi 82 dan hasil terendah 62 dengan rata-rata 69,1 %. Siswa yang mendapat nilai di bawah KKM ada 14 orang, siswa yang mendapat nilai standar KKM ada 2 orang, dan siswa yang mendapat nilai di atas KKM ada 24 orang. Sedangkan pada siklus II hasil tes pembelajaran menggunakan PBL untuk hasil tertinggi 85 dan hasil terendah 75 dengan rata-rata 79,15 % atau mengalami peningkatan sebesar 10,05 %. Bahkan semua nilai siswa sudah di atas KKM yang ditentukan oleh peneliti yaitu 65. Siswa yang mendapat nilai 75 ada 12 orang, siswa yang mendapat nilai 80 ada 18 orang, siswa yang mendapat nilai 82 ada 8 orang, dan siswa yang mendapat nilai 85 ada 2 orang.

(7)

ii

IMPROVEMENT OF INTEREST BASED LEARNING READ THROUGH

THE SUBJECT MATTER IN INDONESIAN SDN PAMULANG PERMAI

CLASS V

Sri Aziartiya

Jurusan Pendidikan Guru Madrasah IbtidaiyahFakultas Tarbiyah dan Ilmu Kependidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstrak

The purpose of this study was to determine the reading level of fifth grade students before and after applying problem-based learning in the field of Indonesian studies in SDN Pamulang Permai . The method used in this study is the method of Classroom Action Research ( CAR). PTK implemented in an attempt to find out the problems that arise in the classroom . This method is done with four stages , namely planning , implementation , observation , and reflection . The fourth stage is a cycle that takes place repeatedly and performed with the same steps and discussions focused on learning as a way to increase reading through PBL . The results showed that the level of students' interest through PBL has increased . This increase can be seen through cycles / meetings that have been conducted . In the first cycle of learning test results using PBL to the highest 82 and lowest 62 results with an average of 69.1 % . Students who scored below 14 KKM there , students who scored 2 standard there KKM , and students who scored above KKM 24 people . While in the second cycle of learning test results using PBL to the highest 85 and lowest 75 results with an average 79.15 % or an increase of 10.05 % . In fact all of the students have above KKM determined by researchers at 65 . Students who scored 75 there were 12 people , students who scored 80 there were 18 people , 82 students who scored 8 people , and students who scored 85 No. 2

(8)

iii Bismillaahirrahmaanirahiim.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Peningkatan Minat Baca Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di

SDN Pamulang Permai Kelas V”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad saw., beserta keluarga, sahabat, serta pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, syukur alhamdulillah penulis hanturkan atas kelancaran dan kemudahan yang telah Allah SWT berikan. Selain itu penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Nurlena Rifa’i MA, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Rusydy Zakaria, M.Ed., M.Phill., selaku Ketua Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(9)

iv

motivasi, bimbingan, dan arahan salama menyusun skripsi.

6. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan.

7. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta (Armini Baskar dan Tarmizi Nurdin) yang telah memberikan dukungan terbaiknya, kasih sayang, perhatian, dan doa setulus hati kepada penulis. Tanpa doa dan pengorbanan kalian penulis tak akan pernah bisa menjadi apa-apa.

8. Abang-Abangku tercinta (Suhardini, Harlis Kurniawan, Badrudin, dan Nazarudin, M.Hum) yang selalu memberikan nasihat, semangat, dan dukungan baik moral maupun material serta doa yang tiada hentinya kepada penulis.

9. Kepala Sekolah SDN Pamulang Permai, Bapak Arsin, yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis serta semua guru SDN Pamulang Permai yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

10.Teman-teman seperjuangan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah khususnya angkatan 2009 kelas A. Terima kasih atas semua kenangan, susah, dan senang yang pernah terjadi selama kuliah.

11.Sahabat-Sahabatku tercinta Adjeng Nindya dan Ayu Fathonah yang telah memberikan banyak motivasi, serta semua teman-temanku lainnya terima kasih atas kesetiaan kalian semua yang masih setia menemani penulis dalam keadaan senang maupun susah, yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

(10)

v

membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin

Jakarta, 3 Januari 2014

(11)

vi

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... ...6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... ...7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Kegunaan Penelitian ... ...7

BAB II : KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Minat ... ... 9

1. Pengertian Minat ... ... 9

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat ... ... 10

3. Cara Menumbuhkan Minat ... 10

4. Aspek-Aspek Minat ... 11

B. Membaca ... 13

1. Pengertian Membaca ... 13

2. Tujuan Membaca ... 14

3. Perkembangan Membaca ... 16

C. Minat Baca ... 16

1. Pengertian Minat Baca ... 16

a. Perbedaan Minat Baca, Kebiasaan Membaca, dan Budaya Baca ... 17

(12)

vii

2. Ciri-Ciri PBL ... 21

3. Langkah-Langkah PBL ... 22

4. Manfaat PBL ... 25

E. Penelitian Tindakan Kelas ... 27

F. Hasil Penelitian yang relevan ... 29

G. Kerangka Berpikir ... 31

H. Hipotesis Tindakan ... 32

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ... 33

C. Subjek Penelitian ………... 35

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 35

E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 35

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 45

G. Data dan Sumber Data ... 46

H. Instrumen Pengumpulan Data ... 46

I. Teknik Pengumpulan Data ... 47

J. Analisis Data dan Interpretasi Data ... 48

K. Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 49

BAB IV : DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Sekolah ... 50

B. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 58

C. Pembahasan Hasil Temuan Penelitian ... 93

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ………... 97 LAMPIRAN

(13)

1 A. Latar Belakang Masalah

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup seorang diri. Ia membutuhkan kehadiran sesamanya dalam kehidupan ini. Kebutuhan tersebut hanya bisa terealisasi jika ada komunikasi di antara mereka. Alat untuk berkomunikasi itu adalah bahasa.1

Begitu juga halnya dengan bangsa Indonesia. Bangsa kita mempunyai banyak sekali bahasa daerah dengan ciri khasnya sendiri. Hanya saja para pendiri Negara Indonesia sudah membuat kesepakatan sejak tahun 1928 di saat mendeklarasikan Sumpah Pemuda mengenai bahasa persatuan yang kelak akan digunakan oleh Negara Indonesia yang merdeka, yaitu bahasa Indonesia. Karena itu, sejak disahkannya Undang-Undang Dasar 1945, bahasa Indonesia secara resmi digunakan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.

Didalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan kebangsaan; (2) lambang identitas nasional; (3) alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya; serta (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.2 Sementara itu dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan; (2) bahasa pengantar3 resmi di lembaga-lembaga pendidikan; (3) bahasa resmi dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan; dan (4) bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi.4

1

Abdul Chaer. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta, 1998. h.1.

2

Arifin Zaenal dkk. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: CV Akamedia Pressindo. 1995. .h. 9-10.

3

Redaksi Sinar Grafika. UU Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional). 2003 Bab VII Bahasa Pengantar Pasal 33 ayat 1. Sinar Grafika. 2007. h. 17.

4

(14)

Ternyata bahasa Indonesia juga digunakan dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi sehingga perkembangannya harus dipelajari lebih dalam. Itu sebabnya sejak lama pelajaran Bahasa Indonesia selalu dimasukkan dalam salah satu pelajaran wajib di sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pembelajaran bahasa Indonesia harus mencakup empat keterampilan berbahasa yaitu keterampilan membaca, keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, dan keterampilan menulis secara terpadu.5

Sayangnya, Indonesia ternyata merupakan salah satu negara berkembang dengan minat baca masyarakatnya yang masih rendah. Situasi tersebut dapat dilihat dari beberapa hasil survei sebagaimana dimuat pada tulisan Siswati

berjudul “Minat Membaca Pada Mahasiswa” dalam Jurnal Psikologi Undip Vol.

8, No.2, Oktober 2010. Di antaranya survei Internasional Associations for Evaluation of Educational Achievement (IAEEA) pada tahun 1992 menyebutkan kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar kelas IV Indonesia berada pada urutan ke-29 dari 30 negara di dunia, berada satu tingkat di atas Venezuella. Riset International Association for Evaluation of Educational Achievement (IAEEA) tahun 1996 menginformasikan bahwa kemampuan membaca siswa usia 9-14 tahun Indonesia berada pada urutan ke-41 dari 49 negara yang disurvei. Data Bank Dunia tahun 1998 menginformasikan pula kebiasaan membaca anak-anak Indonesia berada pada level paling rendah (nilai 51,7). Nilai tersebut di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1), dan Singapura (74,0). Tahun 1998-2001 hasil suvei IAEEA dari 35 negara, menginformasikan kemampuan baca siswa Indonesia berada pada urutan yang terakhir.

Publikasi IAEEA tanggal 28 November 2007 tentang minat baca dari empat puluh satu negara menginformasikan kemampuan membaca siswa Indonesia selevel dengan negara belahan bagian selatan bersama Selandia Baru dan Afrika Selatan. Sedangkan BPS tahun 2006 mempublikasikan, membaca bagi masyarakat Indonesia belum dijadikan sebagai sumber untuk mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca (23,5%).

5

(15)

Menurut Ketua Center for Social Marketing (CSM), Yanti Sugarda, berdasarkan studi lima tahunan yang dikeluarkan oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2006, yang melibatkan siswa sekolah dasar (SD), hanya menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara yang dijadikan sampel penelitian. Posisi Indonesia itu lebih baik dari Qatar, Kuwait, Maroko, dan Afrika Selatan.

Kompas (Kamis, 18 Juni 2009) menyatakan bahwa budaya baca masyarakat Indonesia menempati posisi terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur berdasarkan data yang dilansir Organisasi Pengembangan Kerjasama Ekonomi (OECD), kata Kepala Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya Arini. Saat berbicara dalam seminar “Libraries and Democracy” yang digelar Perpustakaan Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya bersama Goethe-Institut Indonesien dan Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII) di Surabaya, Rabu, dia mengatakan, OECD juga mencatat 34,5 persen masyarakat Indonesia masih buta huruf.

Fakta-fakta di atas sangat memprihatinkan bukan? Bagaimana tidak, minat baca bangsa kita ternyata paling rendah di ASEAN dan paling rendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur, padahal masalah minat membaca merupakan persoalan yang penting dalam dunia pendidikan. Menurut Wigfield dan Guthrie6 (1997), anak-anak SD yang memiliki minat membaca tinggi akan berprestasi tinggi di sekolah. Sebaliknya, anak-anak SD yang memiliki minat membaca rendah akan rendah pula prestasi belajarnya.

Pertanyaannya kemudian, apa yang salah dalam dunia pendidikan di Indonesia sehingga tidak dapat meningkatkan minat baca peserta didik? Mungkin benar pendapat Amir7 yang mengatakan bahwa pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) sudah dianggap tradisional dan perlu diubah. Pasalnya, pendekatan yang teacher centered, dimana proses belajar mengajar berpusat pada pendidik dengan penekanan pada peliputan dan

6

Wigfield dan Guthrie dalam Soejanto Sandjaja. Pengaruh Keterlibatan Orangtua terhadap Minat Membaca Anak Ditinjau dari Pendekatan Stres Lingkungan.

7

(16)

penyebaran materi, sementara siswa kurang aktif, sudah tidak memadai untuk tuntutan era pengetahuan ini.

Belakangan ini, semakin banyak pengelola institusi yang menyadari perlunya pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered). Pasalnya, para siswa membutuhkan pendekatan yang dapat memberikan bekal kompetensi, pengetahuan, dan serangkaian kecakapan yang mereka butuhkan seperti kecakapan berpikir, kecakapan interpersonal, serta kecakapan beradaptasi dengan baik.

Adapun gambaran dari perbedaan teacher centered dan learner centered, menurut Amir (2009: 3-6), adalah sebagai berikut.

Teacher Centered Learner Centered Berpusat pada pengajar. Berpusat pada siswa. Pengetahuan dipindahkan dari

pengajar ke siswa.

Siswa membangun pengetahuan.

Siswa menerima informasi secara pasif.

Siswa terlibat secara aktif.

Belajar dan penilaian adalah hal yang terpisah.

-Belajar dan penilaian adalah hal sangat terkait.

-Budaya belajar adalah kooperatif, kolaboratif, dan saling mendukung.

Penekanan pada pengetahuan di luar konteks aplikasinya.

Penekanan pada penguasaan dan penggunaan pengetahuan yang merefleksikan isi baru dan lama serta menyelesaikan masalah konteks kehidupan nyata.

Pengajar perannya sebagai pemberi informasi dan penilai.

(17)

mengevaluasi pembelajaran bersama-sama.

-Pendekatan pada integrasi antardisiplin.

Dari perbedaan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa pendekatan yang berpusat pada pendidik itu memang punya banyak kelemahan, di antaranya kurangnya kecenderungan siswa untuk tetap belajar8. Meskipun kita tahu persis bahwa para pendidik dan siswa sangat familiar dengan paradigma tradisional di mana kita mengidentifikasi isi materi yang akan kita pelajari. Kita menggunakan isi materi itu dalam proses belajar, tugas bacaan, menghadirkan audiovisual atau kombinasinya. Sementara itu, pendekatan yang berpusat pada siswa, kelihatannya mampu menutupi kelemahan-kelemahan tadi.

Salah satu metode yang banyak diadopsi untuk menunjang pendekatan pembelajaran learning centered dan yang memberdayakan pembelajaran adalah metode pembelajaran berbasis masalah atau problem based learning. Dalam Rusman9, Moffit mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.

Ada tiga hal penting yang penulis simpulkan dari paparan di atas. Pertama, Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa persatuan. Kedua, rendahnya minat baca siswa SD/MI. Ketiga, ada hipotesis yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan minat baca siswa SD/MI. Hal ini disebabkan PBM merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari

8

Hamzah B. Uno. Perencanaan Pembelajaran. Bumi Aksara. 2010. h. 21.

9

(18)

pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul PENINGKATAN MINAT BACA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SDN PAMULANG PERMAI KELAS V.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi, diantaranya sebagai berikut.

1. Sebagian besar siswa menganggap mata pelajaran Bahasa Indonesia sangat membosankan.

2. Adanya fakta yang menunjukkan rendahnya minat baca anak Indonesia.

3. Monotonnya pembelajaran Bahasa Indonesia dengan metode yang kurang mendorong kemampuan membaca anak sehingga berdampak pada kurangnya minat baca siswa.

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis akan membatasi masalah dalam 4 fokus yang saling berkaitan.

1. Minat baca yang dimaksud ialah memberikan dorongan atau kekuatan kepada anak untuk merasa tertarik dan senang terhadap aktivitas membaca, sehingga mereka melakukan aktivitas membaca tersebut dengan kemauan sendiri.

2. Pembelajaran berbasis masalah yang dimaksud yakni salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang tingkat berpikir siswa, sehingga siswa diharapkan dapat terlibat dalam proses pembelajaran yang mengharuskannya untuk mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data, dan memecahkan masalah.

(19)

sekilas, membaca memindai, dan membaca cerita anak” dan Kompetensi Dasar “Menemukan informasi secara cepat dari berbagai teks khusus (kamus, buku petunjuk telepon, jadwal perjalanan, daftar susunan acara, daftar menu, dll)

yang dilakukan melalui membaca memindai”.

4. Siswa yang dimaksud adalah siswa-siswi kelas V SDN Pamulang Permai Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/2014.

Keempat poin tersebut dapat diuraikan menjadi sebagai berikut. Minat bersifat fundamental dalam membentuk kebiasaan atau kegemaran seseorang terhadap sesuatu. Karena itu, kebiasaan atau kegemaran membaca sangat bergantung dengan minat baca seseorang. Sementara itu, rendahnya minat baca di kalangan siswa berkaitan erat dengan metode pengajaran yang dipakai di kelas. Metode pembelajaran berbasis masalah dirasa tepat untuk meningkatkan minat baca siswa karena melalui metode ini siswa dipicu untuk membaca lebih banyak dan mencari sumber bacaan yang sesuai dengan tema yang diberikan. Dengan demikian aplikasi penerapan metode pembelajaran berbasis masalah ini akan sangat cocok dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peningkatan minat baca melalui pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di SDN Pamulang Permai kelas V?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peningkatan minat baca siswa kelas V melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah pada bidang studi Bahasa Indonesia di SDN Pamulang Permai Kelas V.

F. Kegunaan Penelitian

(20)

sebuah pendekatan pembelajaran baru yang dapat memberikan bekal kompetensi, pengetahuan, dan serangkaian kecakapan yang mereka butuhkan seperti kecakapan berpikir, kecakapan interpersonal, serta kecakapan beradaptasi dengan baik.

Kedua, manfaat bagi guru. Penelitian ini akan memberikan beberapa manfaat sebagai berikut.

1. Memberikan inspirasi kegiatan menyenangkan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

2. Membuktikan pencapaian keterampilan berbahasa membaca yang dapat dicapai dengan model pembelajaran berbasis masalah.

3. Meningkatkan efektivitas pembelajaran bahasa Indonesia.

(21)

9 BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

A. Deskripsi Teoretik 1. Pengertian Minat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi1, minat yaitu kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hurlock2 mengartikan minat sebagai sumber motivasi yang akan mengarahkan seseorang pada apa yang akan mereka lakukan bila diberi kebebasan untuk memilihnya. Sementara itu, Meichati3 mengartikan minat adalah perhatian yang kuat, intensif dan menguasai individu secara mendalam untuk tekun melalukan suatu aktivitas.

Pendapat lain diungkapkan oleh Crow and Crow yang menyatakan bahwa minat erat hubungannya dengan daya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda atau bisa juga sebagai pengalaman efektif yang dipengaruhi oleh kegiatan itu sendiri4. Winkel menyatakan bahwa minat adalah kecenderungan yang agak menetap dam subjek merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu serta merasa senang berkecimpung dalam bidang tersebut5. Dengan kata lain, minat dapat menjadi sebab kegiatan dan sebab partisipasi dalam kegiatan itu. Minat erat hubungannya dengan dorongan (drive), motif, dan reaksi emosional

Menurut H.C. Witherington yang dikutip Suharsimi Arikunto, minat adalah kesadaran seseorang terhadap suatu objek, suatu masalah atau situasi yang

1

Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia ( edisi ketiga ). Jakarta : Balai Pustaka. 2001. h.1

2

Elizabeth B. Hurlock. Perkembangan Anak jilid 2. Jakarta: Erlangga. 1999. h. 114.

3

Meichati dalam Soejanto Sandjaja. Pengaruh Keterlibatan Orangtua terhadap Minat Membaca Anak Ditinjau dari Pendekatan Stres Lingkungan. (jurnal no. 8 tahun 2011).

4

Crow and Crow dalam Wijaya Kusumah. Apakah Minat Itu. (http://edukasi. kompasiana.com/2009/12/16/ apakah-minat-itu yang diakses tanggal 6 Desember 2012 pukul 19.30 WIB).

5

(22)

mengandung kaitan dengan dirinya. Tanpa kesadaran seseorang pada suatu obyek, maka individu tidak akan pernah mempunyai minat terhadap sesuatu.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan seseorang untuk memilih dan melakukan aktivitas dibandingkan aktivitas yang lain karena ada perhatian, rasa senang, dan pengalaman. Jadi, seseorang dikatakan berminat apabila pada dirinya ada kecenderungan untuk memilih dan melakukan sesuatu dibandingkan dengan hal lainnya disebabkan adanya perhatian, rasa senang, dan pengalaman.

a. Cara Menumbuhkan Minat

Minat bisa ditumbuhkan dengan cara-cara tertentu. Slameto6, mengutip pernyataan Tanner & Tanner, menyarankan agar para guru selalu menumbuhkan minat-minat baru siswa dengan cara sebagai berikut.

1). Memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu.

2). Menguraikan manfaat bagi siswa di masa yang akan datang. 3). Ada hubungan antara pelajaran dan kehidupan yang nyata.

4). Usaha ini terutama sekali akan berhasil jika pelajaran dapat dikaitkan langsung dengan tematik kehidupan siswa-siswa pada saat itu.

5). Setidak-tidaknya sekolah itu dapat memberikan ruang gerak yang lebih luas daripada yang ada sekarang demi kepentingan minat siswa.

6). Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat giat belajar.

7). Dengan bantuan yang dipelajari itu, siswa dapat mencapai tujuan-tujuan tertentu.

8). Pelajaran itu memberikan kesempatan bagi peran serta atau rasa keterlibatan bagi siswa.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat

6

(23)

Menurut Crow and Crow yang dikutip oleh Robert Gague7, ada tiga faktor yang menimbulkan minat yaitu faktor yang ditimbulkan dari dalam diri sendiri, faktor motif sosial, dan faktor emosional.

Faktof-faktor yang menimbulkan minat dapat digolongkan sebagai berikut. 1). Faktor kebutuhan dari dalam.

Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan.

2). Faktor motif sosial.

Timbulnya minat dalam diri seseorang dapat didorong oleh motif sosial yaitu kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari lingkungan dimana ia berada.

3). Faktor emosional.

Faktor yang merupakan ukuran intensitas seseorang dalam menaruh perhatian terdapat suatu kegiatan/objek tertentu.

Sementara itu, Sujanto8 mengatakan bahwa minat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.

1). Pengetahuan. Untuk mengetahui minat pada diri seseorang maka sangat diperlukan adanya pengetahuan atau informasi tentang kegiatan atau objek yang diminatinya.

2). Pengamatan, yaitu proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indra. 3). Tanggapan, yaitu gambaran pengamatan yang ditinggal di kesadaran sesudah

mengamati.

4). Persepsi, yaitu menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia.

5). Sikap, yaitu kesadaran diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak dan menyertai manusia dalam menanggapi objek.

c. Aspek-aspek Minat

7

Robert Gague. Prinsip-prinsip Belajar untuk Pengajaran di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional. 1988.

8

(24)

Minat adalah sebuah aspek psikologis yang dipengaruhi oleh pengalaman afektif yang berasal dari minat itu sendiri. Aspek-aspek minat dijelaskan oleh 9

Pintrich dan Schunk10 sebagai berikut.

1. Sikap umum terhadap aktivitas yaitu perasaan suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju dengan aktivitas, umumnya terhadap sikap positif atau menyukai aktivitas.

2. Kesadaran spesifik untuk menyukai aktivitas yaitu memutuskan untuk menyukai suatu aktivitas atau objek.

3. Merasa senang dengan aktivitas yaitu individu merasa senang dengan segala hal yang berhubungan dengan aktivitas yang diminatinya.

4. Aktivitas tersebut mempunyai arti atau penting bagi individu.

5. Adanya minat instrinsik dalam isi aktivitas yaitu emosi yang menyenangkan yang berpusat pada aktivitas itu sendiri.

6. Berpartisipasi dalam aktivitas yaitu individu memilih atau berpartisipasi dalam aktivitas.

Sementara itu, Hurlock11 mengatakan bahwa aspek minat terdiri dari aspek kognitif dan aspek afektif. Pertama, aspek kognitif berupa konsep positif terhadap suatu objek dan berpusat pada manfaat dari objek tersebut. Kedua, aspek afektif tampak dalam rasa suka atau tidak senang dan kepuasan pribadi terhadap objek tersebut.

Silvia12 memaparkan beberapa aspek minat sebagai berikut. 1. Keingintahuan.

Keingintahuan siswa terhadap kegiatan belajar suatu mata pelajaran ialah keinginan siswa untuk lebih mengenal mata pelajaran tersebut. Keingintahuan tersebut mendorong siswa untuk mencari tahu informasi dan pengalaman baru tentang mata pelajaran tersebut yang belum siswa ketahui.

2. Keterbukaan terhadap pengalaman.

9

Pintrich dan Schunk dalam Soejanto Sandjaja. Pengaruh Keterlibatan Orangtua terhadap Minat Membaca Anak Ditinjau dari Pendekatan Stres Lingkungan. (jurnal no.2 tahun 2012).

10

Elizabeth B. Hurlock. Perkembangan Anak jilid 2, Jakarta: Erlangga. 1999. h. 116.

12

(25)

Keterbukaan terhadap pengalaman belajar ialah siswa berpandangan terbuka terhadap pengalaman dan ide baru yang belum diketahuinya. Keterbukaan terhadap pengalaman yang dimiliki siswa, antara lain diwujudkan dalam bentuk keinginan untuk mempelajari mata pelajaran tertentu secara lebih lanjut.

3. Dorongan mencari sensasi.

Dorongan mencari sensasi pada kegiatan belajar ialah siswa terlibat pada pengalaman belajar yang lebih bervariasi. Siswa yang memiliki dorongan mencari sensasi yang tinggi, berani meluangkan waktu yang lebih untuk terlibat pada kegiatan tersebut. Siswa juga berani mengambil resiko secara fisik dan sosial untuk mengikuti pengalaman baru tersebut.

4. Kecenderungan bosan.

Kecenderungan bosan dalam belajar ialah siswa tetap menampilkan kemampuan terbaik meskipun sedang mengalami kebosanan. Siswa tetap memperhatikan materi yang diajarkan, mengerjakan tugas dengan baik, dan mempertahankan konsentrasinya dalam mengikuti kegiatan belajar.

5. Keluasan minat.

Keluasan minat dalam belajar adalah siswa mencari pengalaman yang bervariasi dan tidak hanya mempelajari materi yang disukainya saja. Siswa yang memiliki keluasan minat belajar akan mempelajari dengan sungguh-sungguh semua materi yang berkaitan dengan mata pelajaran yang disukainya.

2. Pengertian Membaca

Menurut Nurjamal13, pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membina siswa agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif dalam menjalani kehidupan. Jadi, suatu proses pendidikan dan pembelajaran dikatakan berhasil apabila para peserta didik memperoleh perubahan ke arah yang lebih baik dalam penambahan pengetahuan, perubahan penguasaan keterampilan, dan perubahan positif menuju pendewasaan sikap perilaku.

Demikian juga dengan pembelajaran bahasa. Pendidikan atau pembelajaran bahasa harus mampu meningkatkan kemampuan siswa yang

13

(26)

meliputi ketiga aspek utama ranah pendidikan, yaitu meningkatkan pengetahuan bahasa-berbahasa, meningkatkan keterampilan berbahasa, dan membangun sikap positif serta santun berbahasa.

Membaca itu termasuk salah satu dari keempat keterampilan berbahasa yang meliputi keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek keterampilan berbahasa ini pada kenyataannya berkaitan erat satu sama lain. Artinya, aspek yang satu berhubungan erat dan memerlukan keterlibatan aspek yang lain. Karena hubungan yang sangat erat itulah, maka keempat aspek keterampilan berbahasa itu lazim disebut catur tunggal keterampilan berbahasa atau empat serangkai keterampilan berbahasa.

Keterampilan membaca merupakan keterampilan-keterampilan dasar bagi siswa yang harus dikuasai untuk dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Membaca merupakan proses yang tidak saja melibatkan kegiatan melihat, mengeja huruf saja, namun suatu proses memahami, mengingat dan menganalisa makna atau arti apa yang terkandung dalam bacaan yang sedang dibaca.

Membaca, sebagaimana ditulis Cahyani14, adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Selain itu, membaca dapat pula diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain, yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis.

Juel15 mengartikan bahwa membaca adalah proses untuk mengenal kata dan memadukan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan. Hasil akhir dari proses membaca adalah seseorang mampu membuat intisari dari bacaan.

a. Tujuan Membaca

Agus Warseno16 mengatakan bahwa pada umumnya kita mulai belajar membaca pada usia 5-6 tahun, yaitu pada saat duduk di taman kanak-kanak atau

14

Cahyani, dkk. Keterampilan Berbahasa Indonesia di SD. Bandung UPI Press. 2007. h. 98.

15

(27)

sekolah dasar. Keterampilan berbahasa membaca sangat dibutuhkan untuk dapat memahami isi suatu wacana. Secara umum tujuan membaca diklasifikasikan menjadi sebagai berikut.

(a) Mendapatkan informasi umum dari teks. (b) Mendapatkan informasi khusus dari teks. (c) Membaca untuk kesenangan.

Sementara itu, menurut Cahyani17, tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, dan memahami makna bacaan. Nurjamal18 mengatakan bahwa membaca dan menyimak merupakan aktivitas kunci untuk memperoleh dan menguasai informasi. Semakin banyak informasi kita simak dan baca, semakin banyak informasi yang kita kuasai. Dengan banyak menyimak dan membaca yang berarti kita akan mengetahui dan menguasai informasi, maka akan memudahkan kita untuk berbicara dan atau menulis.

Tarigan19 menyatakan bahwa seorang siswa dapat dikatakan mampu dalam membaca, jika memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut.

a) Memahami maksud penulis. b) Memahami dasar tulisan. c) Dapat menilai penyajian penulis.

d) Dapat menerapkan prinsip-prinsip kritis pada bacaan sehari-hari.

Apabila ketentuan-ketentuan ini belum dipenuhi dan belum terserap oleh siswa dapat dikatakan bahwa pelajaran bahasa Indonesia khususnya membaca dianggap tidak berhasil.

Sementara itu, menurut Nurjamal seseorang dikatakan terampil membaca jika dia mampu dengan benar, akurat, dan lengkap untuk menyerap, menangkap, dan menguasai informasi dari suatu bacaan, apakah itu suratkabar, majalah, atau buku.

16

Agus Warseno dan Ratih Kumorojati. Super Learning, Diva Press. 2011. h. 32.

17

Cahyani. Keterampilan Berbahasa Indonesia di SD. Bandung : UPI Press. 2007. h. 99.

18

Nurjamal dkk. Keterampilan Berbahasa. Jakarta: Alfabeta. 2011. h. 4.

19Tarigan dalam Hesti Rosita. “Pengelolaan Peningkatan Minat Baca Siswa”, (

(28)

b. Perkembangan Membaca

Cahyani20 mengatakan bahwa ada beberapa fase perkembangan membaca. Adapun rincian penjelasannya adalah sebagai berikut.

1). Fase pramembaca (3-6 tahun). Anak-anak mengenal huruf serta mempelajari perbedaan huruf dan angka. Kebanyakan anak akan mengenal nama jika ditulis.

2). Fase ke-1 (7-8 tahun), kelas dua sekolah dasar. Anak-anak memperoleh pengetahuan tentang huruf, suku kata, dan kata sederhana melalui cerita.

3). Fase ke-2 (9-10 tahun), kelas 3 dan 4 SD. Anak-anak dapat menganalisis kata-kata yang tidak diketahuinya dengan menggunakan pola tulisan.

4). Fase ke-3, kelas 4 SD sampai kelas 2 SMP. Anak-anak dapat memahami bacaan.

5). Fase ke-4, kelas 3 SMP sampai SMA. Anak-anak mampu menyimpulkan dan mengenal maksud penulis dalam bacaan.

6). Fase ke-5, tingkat perguruan tinggi dan seterusnya. Orang dewasa dapat mengintegrasikan hal-hal yang dibaca dan menanggapi materi bacaan secara kritis.

3. Pengertian Minat Baca

Berdasarkan definisi dari minat dan membaca di atas, barulah kita dapat menyimpulkan apa itu minat baca. Melling Simanjuntak dalam Jurnal Visi Pustaka

Vol. 13 No. 3 Desember 2011 menyatakan bahwa minat baca adalah keinginan membaca

atas dorongan dari dalam diri sendiri. Minat baca membatasi maknanya sendiri pada “voluntary reading.” Sukarela. Membaca demi membaca.

Secara operasional Lilawati21 mengartikan minat membaca anak adalah suatu perhatian yang kuat dan mendalam disertai dengan perasaan senang terhadap kegiatan membaca sehingga mengarahkan anak untuk membaca dengan kemauannya sendiri. Aspek minat membaca meliputi kesenangan membaca,

20

Cahyani. Keterampilan Berbahasa Indonesia di SD. Bandung : UPI Press. 2007. h.101.

21

(29)

kesadaran akan manfaat membaca, frekuensi membaca dan jumlah buku bacaan yang pernah dibaca oleh anak.

Berdasar pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa minat membaca adalah kekuatan yang mendorong anak untuk memperhatikan, merasa tertarik dan senang terhadap aktivitas membaca sehingga mereka mau melakukan aktivitas membaca dengan kemauan sendiri. Aspek minat membaca meliputi kesenangan membaca, frekuensi membaca dan kesadaran akan manfaat membaca.

Minat membaca perlu ditanamkan dan ditumbuhkan sejak anak masih kecil sebab minat membaca pada anak tidak akan terbentuk dengan sendirinya, tetapi sangat dipengaruhi oleh stimulasi yang diperoleh dari lingkungan anak. Keluarga merupakan lingkungan paling awal dan dominan dalam menanamkan, menumbuhkan dan membina minat membaca anak. Orang tua perlu menanamkan kesadaran akan pentingnya membaca dalam kehidupan anak, setelah itu baru guru di sekolah, teman sebaya dan masyarakat.

a. Perbedaan Minat Baca, Kebiasaan Membaca, dan Budaya Baca

Minat baca (reading interest) tidak sama dengan kebiasaan membaca (reading habits) dan berbeda pula dari budaya baca (reading culture).22 Secara sederhana, minat baca adalah potensi untuk membaca secara suka-rela. Kebiasaan membaca adalah kegiatan beinteraksi dengan bahan bacaan secara teratur atau berulang. Minat baca akan menjadi kebiasaan membaca jika tersedia bahan bacaan yang sesuai untuk dibaca dan ada cukup waktu untuk membaca. Pada kebiasaan membaca, motifnya bukan lagi hanya untuk mendapat pengalaman emosional yang mengasyikkan tetapi juga untuk mendapat informasi atau pengetahuan baru.

Motif yang terakhir ini dipicu oleh faktor eksternal yang sifatnya memaksa. Misalnya, memaksa orang untuk membaca supaya sukses dalam pendidikannya. Kebiasaan membaca motifnya bisa dua. Satu, pengalaman mengasyikkan dari membaca itu sendiri, reading for reading. Dua, pengetahuan dan pembelajaran untuk memenuhi tuntutan pendidikan, tuntutan pekerjaan,

22

(30)

tuntutan hidup. Salah satu dari yang terakhir ini bisa lebih dominan dari yang lain. Jika motif dominannya adalah untuk pemenuhan tuntutan pendidikan, maka ke-biasaan membaca akan berkurang drastis kuantitasnya sesaat setelah tamat sekolah atau ujian skripsi.

Jika motif dominannya adalah pemenuhan kesenangan, tuntutan pekerjaan dan tuntutan hidup, maka kebiasaan membaca akan berlanjut seumur hidup dan menjadi budaya. Faktor luar tidak lagi bersifat memaksa (compulsory) melainkan bersifat mengimbau (pseudo-compulsary) seperti misalnya professional reading.

Dengan kata lain, minat baca, kebiasaan membaca, dan budaya baca adalah tiga fase yang berbeda namun berkesinambungan secara difusif dalam kronologi hidup manusia. Minat baca ibarat bibit yang jika ditanam pada lahan yang tepat akan tumbuh menjadi kebiasaan membaca dan pada waktunya akan berbuahkan budaya baca. Sebagai bibit, minat baca harus ditanam dan dipelihara agar tumbuh menjadi minat baca.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Baca

Mulyani23 berpendapat bahwa tingkat perkembangan seseorang yang paling menguntungkan untuk pengembangan minat membaca adalah pada masa peka, yaitu sekitar usia 5 sampai 6 tahun. Kemudian minat membaca ini akan berkembang sampai dengan masa remaja.

Minat membaca pertama kali harus ditanamkan melalui pendidikan dan kebiasaan keluarga pada masa peka tersebut. Anak usia 5 sampai 6 tahun senang sekali mendengarkan cerita. Mula-mula mereka tertarik bukan pada isi ceritanya, tetapi pada kenikmatan yang diperoleh dalam kedekatannya dengan orang tua. Ketika duduk bersama atau duduk di pangkuan orang tua, anak merasakan adanya kasih sayang dan kelembutan.

Suasana yang menyenangkan dan didukung oleh buku cerita yang penuh gambar-gambar indah akan membuat anak menjadi tertarik dan senang menikmati cerita dari buku. Melalui proses imitasi, anak akan suka menirukan aktivitas

23

(31)

membacakan cerita yang dilakukan oleh orang tuanya. Peniruan ini akan semakin diulang bila anak juga sering melihat orang tua melakukan aktivitas membaca. Anak akan meniru gaya dan tingkah laku orang tua dalam membaca.

Kemudian setelah anak mampu membaca sendiri, maka ia akan senang sekali mempraktekkan kemampuan membacanya dengan membaca sendiri buku-buku yang tersedia di rumah. Kemauan untuk membaca buku-buku atas inisiatif diri sendiri ini adalah awal tumbuhnya minat membaca anak. Perkembangan selanjutnya dari minat membaca ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Bimo Walgito dalam Pengantar Psikologi Umum, menjelaskan bahwa timbulnya minat itu dikarenakan adanya perasaan senang atau ada rasa ketertarikan terhadap objek yang dilihat, rasa suka dan terikat pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh, minat dalam diri seseorang dapat diungkapkan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa seseorang cenderung lebih menyukai suatu hal daripada hal yang lainnya, dan minat dapat dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas tertentu.

Dari beberapa penelitian yang dirangkum oleh Hidi24, ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat membaca.

1). Karakteristik teks (bacaan).

Pada banyak penelitian karakteristik bacaan akan membuat aktivitas membaca menjadi lebih menarik. Karakteristik teks yang kemungkinan berkaitan dengan minat yang tinggi antara lain menurut Schraw dkk. adalah mudah dipahami, teks yang padat, ada penggambaran yang terkesan hidup, melibatkan pembacanya, menimbulkan berbagai reaksi emosi dan membutuhkan pengetahuan sebelumnya. Wade dkk. menambahkan unsur yang lain yaitu pemahaman, keberbaruan, ada nilai atau kepentingan untuk melakukan aktivitas membaca. 2). Pengubahan aspek tertentu pada lingkungan pembelajaran.

Unsur ini berkaitan dengan cara teks disajikan, materi yang digunakan untuk mengajarkannya dan regulasi diri dari pembacanya. Penelitian memberikan saran, agar teks lebih menarik dan mudah diingat maka dibuat bagian-bagian yang

24

(32)

saling berkaitan. Jadi ada manipulasi teks yang mengubah konteks saat aktivitas membaca terjadi. Selain itu, minat dapat dirangsang dengan menyajikan materi pendidikan yang lebih bermakna, menantang, dan sesuai dengan konteks pribadi atau kombinasi dari ketiganya.

Cara lain yang dapat mempengaruhi minat membaca adalah dengan melakukan regulasi diri yaitu membuat tugas yang dihadapi menjadi lebih menarik dan mengembangkan minat individual pada aktivitas yang sebelumnya tidak menarik. Misalnya, seseorang yang menjadi siswa pertama kali, tidak semuanya mempunyai minat untuk membaca. Minat tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara meregulasi diri yaitu menumbuhkan minat membaca karena adanya tuntutan untuk menghargai aktivitas tersebut agar lebih berhasil menjalani pendidikan di perguruan tinggi.

4. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran25.

Ibrahim dan Nur dalam Rusman26 mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar.

Dalam Rusman27, Moffit mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis

25

Model Pembelajaran Problem Based Learning ( http://www.sekolahdasar.net/2011/10/model-pembelajaran-problem-based yang diakses tanggal 12 Desember 2012 pukul 20.00 WIB).

26

Rusman. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa. 2007. h. 241.

27

(33)

dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.

a. Ciri-Ciri PBL

Menurut Barrows28, model pembelajaran berbasis masalah memiliki sejumlah karateristik yang membedakannya dengan model pembelajaran yang lainnya yaitu 1) pembelajaran bersifat student centered, 2) pembelajaran terjadi pada kelompok-kelompok kecil, 3) guru berperan sebagai fasilitator dan moderator, 4) masalah menjadi fokus dan merupakan sarana untuk mengembangkan keterampilan problem solving, 5) informasi-informasi baru diperoleh dari belajar mandiri (self directed learning).

Amir29 mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1). Pembelajaran dimulai dengan mendesain masalah. 2). Biasanya masalah memiliki konteks dengan dunia nyata.

3). Siswa secara berkelompok aktif merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka.

4). Siswa mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dengan masalah, dan melaporkan solusi dari masalah.

5).Pendidik lebih banyak memfasilitasi.

6).Pendidik merancang sebuah masalah, memberikan indikasi-indikasi tentang sumber bacaan tambahan serta berbagai arahan dan saran yang diperlukan saat siswa menjalankan proses.

Selanjutnya Heller mengemukakan bahwa keberhasilan pendekatan PBL tergantung pada dua faktor, yaitu: (1) jenis masalah yang dikonfrontasikan kepada siswa yaitu masalah yang menuntut pemecahan berdasarkan PBL, serta (2) formasi dan kebermanfaatan fungsi kelompok kooperatif untuk memaksimalkan aktivitas dan partisipasi siswa secara keseluruhan.

28

Barrows dalam Soejanto Sandjaja. Pengaruh Keterlibatan Orangtua terhadap Minat Membaca Anak Ditinjau dari Pendekatan Stres Lingkungan. (jurnal no.2 tahun 2012).

29

(34)

b. Tujuh Langkah Proses Pembelajaran Berbasis Masalah

Proses pembelajaran berbasis masalah, menurut Amir30, akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan (masalah, formulir pelengkap, dan lain-lain). Siswa pun harus sudah memahami prosesnya, dan telah membentuk kelompok-kelompok kecil. Umumnya, setiap kelompok menjalankan proses yang sering dikenal dengan proses 7 langkah.

Langkah 1 : Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas.

Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah. Langkah pertama ini dapat dikatakan tahap yang membuat setiap peserta berangkat dari cara memandang yang sama atas istilah-istilah atau konsep yang ada dalam masalah.

Langkah 2 : Merumuskan masalah.

Fenomena yang ada dalam menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi di antara fenomena itu. Kadang-kadang ada hubungan yang masih belum nyata antara fenomenanya, atau ada yang sub-sub masalah yang harus diperjelas dahulu.

Langkah 3 : Menganalisis masalah.

Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi faktual (yang tercantum pada masalah), dan juga informasi yang ada dalam pikiran anggota. Brainstorming (curah gagasan) dilakukan dalam tahap ini. Anggota kelompok mendapatkan kesempatan melatih bagaimana menjelaskan, melihat alternatif atau hipotesis yang terkait dengan masalah.

Langkah 4 : Menata gagasan Anda dan secara sistematis menganalisisnya dengan dalam.

Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain, dikelompokkan mana yang saling menunjang, mana yang bertentangan, dan

30

(35)

sebagainya. Analisis adalah upaya memilah-memilah sesuatu menjadi bagian-bagian yang membentuknya.

Langkah 5 : Memformulasikan tujuan pembelajaran.

Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan dengan analisis masalah yang dibuat. Inilah yang akan menjadi dasar gagasan yang akan dibuat laporan. Tujuan pembelajaran ini juga yang dibuat menjadi dasar penugasan-penugasan individu di setiap kelompok.

Langkah 6 : Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi kelompok).

Saat ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah punya tujuan pembelajaran. Kini saatnya mereka harus mencari informasi tambahan itu, dan menentukan di mana hendak dicarinya. Mereka mengatur jadwal, menentukan sumber informasi. Setiap anggota harus mampu belajar sendiri dengan efektif untuk tahapan ini, agar mendapatkan informasi yang relevan, seperti menentukan kata kunci dalam pemilihan, memperkirakan topik, penulis, publikasi dari sumber pembelajaran. Siswa harus memilih, meringkas sumber pembelajaran itu dengan kalimatnya sendiri, dan mintalah menulis sumbernya dengan jelas.

Keaktifan setiap anggota harus terbukti dengan laporan yang harus disampaikan oleh setiap individu/subkelompok yang bertanggung jawab atas setiap tujuan pembelajaran. Laporan ini harus disampaikan dan dibahas di pertemuan kelompok berikutnya (langkah 7).

Langkah 7 : Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan membuat laporan untuk guru/kelas

(36)

laporan-laporan yang dibuat menghasilkan pertanyaan-pertanyaan baru yang harus disikapi oleh kelompok.

Pada langkah 7 ini kelompok sudah dapat membuat sintesis; menghubungkannya dan mengombinasikan hal-hal yang relevan. Sebagian bagus tidaknya aktivitas pembelajaran berbasis masalah kelompok akan sangat ditentukan pada tahap ini (untuk kondisi kelas-kelas yang ada di Indonesia, umumnya proses ini harus terjadi di luar kelas).

Di tahap ini, keterampilan yang dibutuhkan adalah bagaimana meringkas, mendiskusikan, dan meninjau ulang hasil diskusi untuk nantinya disajikan dalam bentuk paper/makalah. Di sinilah kemampuan menulis (komunikasi tertulis) dan kemudian mempresentasikan (komunikasi lisan) sangat dibutuhkan dan sekaligus dikembangkan.

Ketujuh langkah ini dapat berlangsung dalam beberapa pertemuan kelompok. Tergantung kondisi dan konteks yang ada pada setiap kelas, ada yang menjalankannya dengan 3 atau 4 pertemuan. Untuk tiga kali pertemuan, kira-kira pembagiannya seperti berikut.

Pertemuan I : (langkah 1 – 5) di kelas, dengan difasilitasi pendidik. Pertemuan II : (langkah 6 – 7) di luar kelas, siswa mandiri/berkelompok.

Pertemuan III : Presentasi laporan kelompok dan diskusi kelas. Sebelum diskusi didahului dengan pengklarifikasian pekerjaan siswa oleh pendidik.

(37)

Pertemuan 1 (Langkah 1-5)

Pertemuan 2 (Langkah 6-7)

Pertemuan 3

1. Mengklarifikasi masalah dan konsep. 2. Merumuskan masalah. 3. Menganalisis masalah. 4. Menata gagasan secara sistematis.

5. Menentukan TUJUAN PEMBELAJARAN

6. Mencari informasi tambahan dari berbagai sumber.

7. Mensintesis dan menguji informasi baru.

PRESENTASI dan DISKUSI

PENILAIAN

c. Manfaat Pembelajaran Berbasis Masalah

Amir31 menjelaskan bahwa ada beberapa manfaat dari pembelajaran berbasis masalah. Adapun rincian penjelasannya adalah sebagai berikut.

1). Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar.

31

(38)

Mengapa bisa lebih ingat dan paham? Kedua hal ini ada kaitannya. Kalau pengetahuan itu didapatkan lebih dekat dengan konteks praktiknya, maka kita akan lebih ingat. Inilah yang menjelaskan, mengapa kita, kalau berada di dekat ATM, selalu lebih mudah mengingat nomor PIN kita, ketimbang kita tidak berada di sekitar ATM. Pemahaman juga begitu. Dengan konteks yang dekat, dan sekaligus melakukan deep learning (karena banyak mengajukan pertanyaan menyelidik) bukan surface learning (yang sekadar hapal saja), maka siswa akan lebih memahami materi.

2). Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan.

Banyak kritik pada dunia pendidikan kita, bahwa apa yang diajarkan di kelas-kelas sama sekali jauh dari apa yang terjadi di dunia praktik. Pembelajaran berbasis masalah yang baik mencoba menutupi kesenjangan ini. Dengan kemampuan pendidik membangun masalah yang sarat dengan konteks praktik, siswa bisa “merasakan“ lebih baik konteks operasinya di lapangan.

3). Mendorong untuk berpikir.

Dengan proses yang mendorong siswa untuk mempertanyakan, kritis, reflektif, maka manfaat ini bisa berpeluang terjadi. Siswa dianjurkan untuk tidak terburu-buru menyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas argumennya, dan fakta-fakta yang mendukung alasan. Nalar siswa dilatih, dan kemampuan berpikir ditingkatkan. Tidak sekadar tahu, tapi juga dipikirkan.

4). Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial.

Karena dikerjakan dalam kelompok-kelompok kecil, maka pembelajaran berbasis masalah yang baik dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim dan kecakapan sosial. Siswa diharapkan memahami perannya dalam kelompok, menerima pandangan orang lain, bisa memberikan pengertian bahkan untuk orang-orang yang barangkali tidak mereka senangi. Keterampilan yang sering disebut bagian dari “soft skills“ ini, seperti juga hubungan interpersonal dapat mereka kembangkan. Dalam hal tertentu, pengalaman kepemimpinan juga dapat dirasakan. Mereka mempertimbangkan strategi, memutuskan, dan persuasif dengan orang lain.

(39)

Siswa perlu dibiasakan untuk mampu belajar terus-menerus, karena ilmu dan keterampilan yang mereka butuhkan nanti akan terus berkembang, apa pun bidang pekerjaannya. Jadi, mereka harus mengembangkan bagaimana kemampuan untuk belajar (learn how to learn). Bahkan dalam beberapa pilihan karier, seseorang harus sangat independen. Dengan struktur masalah yang agak mengembang, merumuskannya, serta dengan tuntutan mencari sendiri pengetahuan yang relevan akan melatih mereka untuk manfaat ini.

6). Memotivasi siswa.

Motivasi siswa, terlepas dari apa pun metode yang kita gunakan, selalu menjadi tantangan kita. Dengan pembelajaran berbasis masalah, kita punya peluang untuk membangkitkan minat dari dalam diri siswa, karena kita menciptakan masalah dengan konteks pekerjaan. Dengan masalah yang menantang, mereka—walaupun tidak semua—merasa bergairah untuk menyelesaikannya. Tetapi tentu saja, sebagian di antara mereka akan ada yang justru merasa kebingungan dan menjadi kehilangan minat. Di sini peran pendidik menjadi sangat menentukan.

5. Penilaian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas atau Classroom Action Research, menurut Kunandar32, yaitu penelitian tindakan yang dilakukan oleh pendidik sekaligus sebagai peneliti di kelasnya atau di sekolah tempat dia mengajar atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan, mengamati, dan merefleksikan tindakan melalui beberapa siklus secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan tertentu dalam suatu siklus.

Kunandar mengatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di kelas dan meningkatkan kegiatan nyata guru dalam kegiatan pengembangan profesinya33. Dengan kata lain, tugas

32

Kunandar. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rajawali Press. 2010. h. 44-45.

33

(40)

PTK adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatkan mutu hasil instruksional; mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi; pengolahan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.

PTK menggambarkan sebagai suatu proses yang dinamis meliputi aspek perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang merupakan langkah berurutan dalam satu siklus atau daur yang berhubungan dengan siklus berikutnya. Akar pelaksanaan PTK digambarkan dalam bentuk spiral tindakan (adaptasi Hopkins, 1993) sebagai berikut.

Suharsimi Arikunto34 secara jelas memaparkan rincian keempat aspek dari PTK tersebut. Adapun penjelasan ringkasnya adalah sebagai berikut. Pertama, perencanaan tindakan. Dalam tahap ini peneliti merencanakan tindakan berdasarkan tujuan penelitian. Peneliti membuat rencana dan skenario pembelajaran yang akan disajikan dalam materi penelitian. Kedua, pelaksanaan tindakan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan rencana dan skenario pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Ketiga, observasi. Observasi atau pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang berlangsung. Observasi dimaksudkan sebagai kegiatan mengamati, mengenali, dan mendokumentasikan semua gejala dan indiator dari proses, hasil tindakan terencana maupun efek sampingnya35.

34

Ibid h. 75-80.

35

(41)

Selanjutnya aspek yang keempat adalah refleksi. Kegiatan refleksi dilakukan ketika peneliti sudah selesai melakukan tindakan. Hasil dari pengamatan dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui apakah kegiatan yang dilaksanakan mencapai tujuan yang diharapkan atau masih perlu adanya perbaikan.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai pengaruh pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning terhadap minat baca siswa SD/MI sepengetahuan penulis belum ada. Akan tetapi, ada beberapa penelitian yang relevan, yaitu penelitian mengenai pembelajaran berbasis masalah atau penelitian mengenai minat baca. Berikut ini adalah beberapa judul penelitian yang relevan tersebut.

1. Penerapan Pengajaran Kontekstual Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X SMA Laboratotium Singaraja oleh I Gusti Agung Nyoman Setiawan, Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas MIPA Undiksha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan interaksi siswa dalam mengikuti pelajaran dan hasil belajar biologi bagi siswa kelas X2 SMA Laboratorium Undiksha.

Adapun perbedaan penelitian I Gusti Agung Nyoman Sertiawan dengan skripsi ini adalah pada jenjang tingkat pendidikan dan mata pelajarannya. I Gusti Agung Nyoman Setiawan meneliti pada jenjang SMA sedangkan skripsi ini pada jenjang SD/MI. I Gusti Agung Nyoman Setiawan meneliti pada mata pelajaran Biologi sedangkan skripsi ini pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

(42)

Adapun perbedaan penelitian Ni Made Suci dengan skripsi ini adalah pada Variabel36, tingkat jenjang pendidikan, dan mata pelajarannya. Variabel Ni Made Suci pada Hasil Belajar sedangkan skripsi ini pada Minat Baca. Ni Made Suci menerapkannya pada Mahasiswa sedangkan skripsi ini pada siswa SD/MI. Ni Made Suci menerapkannya pada mata pelajaran Akuntansi sedangkan skripsi ini pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

3. Pengaruh Keterlibatan Orangtua terhadap Minat Membaca Anak Ditinjau dari Pendekatan Stres Lingkungan oleh Soejanto Sandjaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga miskin yang mendapat dukungan sosial, mereka dapat mengatasi stres keluarga dan mau terlibat untuk menolong anak dalam membaca sehingga minat membaca anak juga meningkat.

Adapun perbedaan penelitian Soejanto Sandjaja dengan skripsi ini adalah pada variabelnya. Soejanto melihat pada sisi keterlibatan orang tua dalam minat membaca anak, sedangkan skripsi ini melihat pengaruh pembelajaran berbasis masalah pada minat baca.

4. Minat Membaca pada Mahasiswa oleh Siswati, Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan mempunyai kebiasaan membaca yang lebih didominasi jenis bacaan novel. Kebiasaan bermain game online dan melihat TV mampu menghalangi minat membaca mahasiswa.

Adapun perbedaan penelitian Siswati dengan skripsi ini adalah pada jenjang tingkat pendidikan dan lokasi penelitian. Siswati menerapkan pada Mahasiswa, sedangkan skripsi ini pada siswa SD/MI. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi dari Universitas Diponegoro, sedangkan skripsi ini dilakukan oleh mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah.

5. Metode Penelitian Peer Teaching dan Problem Based Learning untuk Memotivasi Sosialisasi dalam Kelas (Pada Pembelajaran Statistika) oleh Dina Mellita, Dosen Universitas Bina Darma Palembang. Hasil penelitian menunjukkan

36

(43)

bahwa mahasiswa memiliki perhatian positif terhadap metode ini dan distribusi nilai untuk pelajaran statistika ini meningkat dari semester sebelumnya.

Adapun perbedaan penelitian Dina Melita dengan skripsi ini adalah pada variabelnya, jika dina menggunakan pembelajaran berbasis masalah untuk memotivasi sosialisasi dalam kelas, pada skripsi ini menggunakan pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan minat baca siswa. Dan pada mata pelajarannya pun berbeda, penelitian Dina pada pelajaran statistika sedangkan skripsi ini pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

C. Kerangka Berpikir

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan minat baca masyarakatnya yang masih rendah. Situasi tersebut dapat dilihat dari beberapa hasil survei sebagaimana dimuat pada tulisan Siswati berjudul “Minat Membaca Pada Mahasiswa” dalam Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No.2, Oktober 2010. Di antaranya survei Internasional Associations for Evaluation of Educational Achievement (IAEEA) pada tahun 1992 menyebutkan kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar kelas IV Indonesia berada pada urutan ke-29 dari 30 negara di dunia, berada satu tingkat di atas Venezuella. Riset International Association for Evaluation of Educational Achievement (IAEEA) tahun 1996 menginformasikan bahwa kemampuan membaca siswa usia 9-14 tahun Indonesia berada pada urutan ke-41 dari 49 negara yang disurvei.

(44)

D. Hipotesis Tindakan

(45)

33

Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Sementara itu, menurut Sugiyono1, metode penelitian pendidikan adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pamulang Permai, Jl. Bougenvile VII, Komplek Pamulang Permai, Ciputat, Tangerang Selatan. Penelitian dilakukan sejak bulan September 2013 sampai bulan Oktober 2013. Adapun pengambilan data dilakukan pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014, tepatnya bulan September 2013.

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas atau classroom action research, menurut Kunandar2, yaitu penelitian tindakan yang dilakukan oleh pendidik sekaligus sebagai peneliti di kelasnya atau di sekolah tempat dia mengajar atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan, mengamati, dan merefleksikan tindakan melalui beberapa siklus secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan tertentu dalam suatu siklus.

Penelitian tindakan termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif. Penelitian tindakan berbeda dengan

1

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan , Bandung : Alfabeta. 2009. h. 6.

2

(46)

penelitian formal, yang bertujuan untuk menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum (general). Penelitian tindakan lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi (dijadikan bersifat umum). Namun demikian hasil penelitian tindakan dapat saja diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar yang mirip dengan yang dimiliki peneliti.

Dalam PTK, siklus merupakan ciri khas yang membedakannya dari penelitian jenis lain, karena itu siklus harus dilaksanakan secara benar. Siklus pada hakikatnya adalah rangkaian “riset-aksi-riset-aksi- …” yang tidak ada dalam penelitian biasa. Dalam penelitian biasa hanya terdapat satu riset dan satu aksi kemudian disimpulkan. Dalam PTK hasil yang belum baik masih ada kesempatan untuk diperbaiki lagi sampai berhasil.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus untuk melihat peningkatan minat baca siswa dalam mengikuti mata pelajaran Bahasa Indonesia melalui pembelajaran berbasis masalah. Setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap pengamatan atau observasi, dan tahap refleksi. Satu siklus terdiri dari 2 pertemuan. Adapun rincian tahap dalam satu siklus sebagaimana dikatakan Kunandar3 adalah sebagai berikut.

1. Tahap Perencanaan

Tahap ini adalah tahap persiapan yang dilakukan untuk pelaksanaan PTK. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

a. Peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa.

b. Membuat rencana pelaksana pembelajaran.

c. Membuat media pembelajaran dalam rangka implementasi PTK.

d. Uraikan alternatif-alternatif solusi yang akan dicobakan dalam rangka pemecahan masalah.

e. Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK. f. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan

3

(47)

Pelaksanaan tindakan yaitu deskripsi tindakan yang akan dilakukan, skenario kerja tindakan perbaikan yang akan dikerjakan, dan prosedur tindakan yang akan diterapkan.

3. Tahap Pengamatan atau Observasi

Pengamatan atau observasi adalah prosedur perekaman data mengenai proses dan produk dari implementasi tindakan yang dirancang. Penggunaan instrumen yang telah disiapkan sebelumnya perlu diungkap secara rinci dan lugas, termasuk cara perekamannya.

4. Tahap Analisis dan Refleksi

Tahap ini berupa uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil pemantauan dan refleksi berkaitan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang dilaksanakan, serta kriteria dan rencana bagi tindakan siklus berikutnya.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswa Kelas V SDN Pamulang Permai, Jl. Bougenvile VII, Komplek Pamulang Permai, Ciputat, Tangerang Selatan. Adapun jumlah siswa tersebut sebanyak 40 orang yang terdiri dari 22 siswa perempuan dan 18 siswa laki-laki. Subjek penelitian yang dipilih adalah keseluruhan populasi siswa pada kelas tersebut.

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Penelitian tindakan kelas menuntut kehadiran peneliti karena pengamatan dan pengumpulan data dilakukan dalam situasi yang sebenarnya. Dalam penelitian tindakan kelas ini, pihak yang melakukan tindakan adalah peneliti sendiri dengan didampingi oleh kolaborator yakni guru Bahasa Indonesia.

E. Tahapan Intervensi Tindakan

(48)

Gambar

Tabel 1. Rencana Kerja Penelitian Tindakan Kelas
Tabel 2 : Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa
Tabel 3: Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I
Tabel 4:  Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) implementasi manajemen perpustakaan sekolah dalam rangka untuk meningkatkan minat baca siswa kelas atas di SD

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) implementasi manajemen perpustakaan sekolah dalam rangka untuk meningkatkan minat baca siswa kelas atas di SD

Hasil penelitian dari wawancara kepada guru kelas V SD Muhammadiyah 10 Tipes Surakarta yaitu bahwa kelengkapan fasilitas perpustakaan dapat meningkatkan minat baca siswa

Penelitian dalam upaya meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa menggunakan pendekatan Problem Based Learning (PBL) pada mata pelajaran matematika siswa kelas

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang memiliki minat baca tinggi maupun minat baca rendah, apabila diajar dengan media pembelajaran berbasis e- learning

Hasil dari pengambilan data melalui angket minat baca kelas V MIN Wonosari Gunungkidul Yogyakarta tahun pelajaran 2015/2016 menunjukkan bahwa siswa kelas V yang memiliki minat

penelitian yang digunakan .”Pengaruh Tipografi Buku Pelajaran Sekolah Terhadap Minat Baca Siswa Kelas IV SD Negeri Medan Helvetia.“, menggunakan metode survey

terdapat hubungan negatif yang linear (garis lurus) antara minat baca dengan prestasi belajar siswa mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas XI TKR SMK Bina Karya