• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Anak Jalanan Di Kota Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Anak Jalanan Di Kota Medan Tahun 2014"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran

I. Karakteristik Responden

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

BB :

TB :

Pendidikan :

II. Quesioner Pertanyaan Anak Jalanan

Pilihlah Jawaban yang Anda Anggap Benar Dengan Memberi Tanda Silang Pada Option Jawaban a,b,c, (Yang Anda Anggap Benar).

1. Pekerjaan yang Anda lakukan di jalanan? a. Ngamen

b. Pedangang asongan c. Mengemis

d. Lainnya, sebutkan....

2. Apa tujuan Anda menjadi anak jalanan? a. Ingin membantu orang tua

b. Mengikuti temen c. Lainnya,sebutkan....

3. Sudah berapa lama Anda menjadi anak jalanan? a. 0-2 tahun

b. 3-4 tahun c. ≥ 5 tahun

4. Berapa penghasilan anda dalam perhari selama berada di jalanan? a. < Rp. 7.000/hari

b. Rp. 7.000,- sampai Rp. 15.000/hari c. > Rp. 15.000 /hari

5. Berapa jam rata-rata anda menghabiskan waktu sehari-hari di jalanan? a. 0-4 jam/hari

(2)

FORMULIR FOOD RECALL 2x24 JAM

HariKe………

Waktu Makan

Nama Makanan

Bahan Makanan

Jenis Urt Gram

Pagi/ Jam

Siang/ Jam

Snack / Jam

Malam /Jam

Keterangan :

(3)

FORMULIR

(4)

h. Alpukat i. Dll 6. Makanan Jajanan

(5)

Crosstabs

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Umur * Status Gizi 78 100.0% 0 .0% 78 100.0%

Jenis Kelamin * Status Gizi 78 100.0% 0 .0% 78 100.0%

Pendidikan * Status Gizi 78 100.0% 0 .0% 78 100.0%

Pekerjaan * Status Gizi 78 100.0% 0 .0% 78 100.0%

Penghasilan * Status Gizi 78 100.0% 0 .0% 78 100.0%

Kecukupan Energi * Status Gizi 78 100.0% 0 .0% 78 100.0%

Kecukupan Protein * Status Gizi 78 100.0% 0 .0% 78 100.0%

Umur * Status Gizi Crosstabulation Status Gizi

Total Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

Umur 5-7 tahun Count 0 1 2 0 3

% within Umur .0% 33.3% 66.7% .0% 100.0%

% of Total .0% 1.3% 2.6% .0% 3.8%

8-11 tahun Count 2 4 14 1 21

% within Umur 9.5% 19.0% 66.7% 4.8% 100.0%

% of Total 2.6% 5.1% 17.9% 1.3% 26.9%

12-14 tahun Count 1 3 21 1 26

% within Umur 3.8% 11.5% 80.8% 3.8% 100.0%

% of Total 1.3% 3.8% 26.9% 1.3% 33.3%

15-18 tahun Count 0 6 22 0 28

% within Umur .0% 21.4% 78.6% .0% 100.0%

% of Total .0% 7.7% 28.2% .0% 35.9%

Total Count 3 14 59 2 78

% within Umur 3.8% 17.9% 75.6% 2.6% 100.0%

(6)

Jenis Kelamin * Status Gizi Crosstabulation Status Gizi

Total Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

Jenis Kelamin Laki-Laki Count 2 13 51 2 68

Pendidikan * Status Gizi Crosstabulation Status Gizi

Total Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

(7)

Pekerjaan * Status Gizi Crosstabulation

Status Gizi

Total Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

Pekerjaan Pedagang Asongan Count 3 3 17 0 23

Lama Menjadi Anak Jalanan * Status Gizi Crosstabulation Status Gizi

% within Lama Menjadi Anak

Jalanan .0% 21.9% 75.0% 3.1% 100.0%

% of Total .0% 9.0% 30.8% 1.3% 41.0%

3-4 tahun Count 3 6 22 1 32

% within Lama Menjadi Anak

Jalanan 9.4% 18.8% 68.8% 3.1% 100.0%

% of Total 3.8% 7.7% 28.2% 1.3% 41.0%

>= 5 tahun Count 0 1 13 0 14

% within Lama Menjadi Anak

Jalanan .0% 7.1% 92.9% .0% 100.0%

% of Total .0% 1.3% 16.7% .0% 17.9%

Total Count 3 14 59 2 78

% within Lama Menjadi Anak

Jalanan 3.8% 17.9% 75.6% 2.6% 100.0%

(8)

Penghasilan * Status Gizi Crosstabulation

Status Gizi

Total Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

Penghasilan < Rp. 7000 /hari Count 2 6 14 0 22

Kecukupan Energi * Status Gizi Crosstabulation Status Gizi

Total Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

(9)

Kecukupan Protein * Status Gizi Crosstabulation Status Gizi

Total Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

Kecukupan Protein

Defisit Tingkat Berat Count 1 6 9 0 16

% within Kecukupan Protein 6.2% 37.5% 56.2% .0% 100.0%

% of Total 1.3% 7.7% 11.5% .0% 20.5%

Defisitingkat Sedang Count 2 8 18 0 28

% within Kecukupan Protein 7.1% 28.6% 64.3% .0% 100.0%

% of Total 2.6% 10.3% 23.1% .0% 35.9%

Defisit Tingkat Ringan Count 0 0 21 1 22

% within Kecukupan Protein .0% .0% 95.5% 4.5% 100.0%

% of Total .0% .0% 26.9% 1.3% 28.2%

Normal Count 0 0 11 1 12

% within Kecukupan Protein .0% .0% 91.7% 8.3% 100.0%

% of Total .0% .0% 14.1% 1.3% 15.4%

Total Count 3 14 59 2 78

% within Kecukupan Protein 3.8% 17.9% 75.6% 2.6% 100.0%

(10)

Umur * Pekerjaan Crosstabulation Pekerjaan

Total Ngamen Pedagang Asongan Mengemis

Tukang Semir Sepatu

Umur 5-7 tahun Count 1 0 1 0 2

% within Umur 50.0% .0% 50.0% .0% 100.0%

% of Total 1.3% .0% 1.3% .0% 2.6%

8-11 tahun Count 8 5 9 1 23

% within Umur 34.8% 21.7% 39.1% 4.3% 100.0%

% of Total 10.3% 6.4% 11.5% 1.3% 29.5%

12-14 tahun Count 9 7 4 5 25

% within Umur 36.0% 28.0% 16.0% 20.0% 100.0%

% of Total 11.5% 9.0% 5.1% 6.4% 32.1%

15-18 tahun Count 5 17 2 4 28

% within Umur 17.9% 60.7% 7.1% 14.3% 100.0%

% of Total 6.4% 21.8% 2.6% 5.1% 35.9%

Total Count 23 29 16 10 78

% within Umur 29.5% 37.2% 20.5% 12.8% 100.0%

(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Almatsier, S. 2011. Prinsip Dasar Ilmu gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. .

Almatsier, S. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Al affiat, 2012. Anak Jalanan Dan Eksklusi Sosial. Di akses tanggal 2 september 2013 dengan situs http://www.blogspot.com/2012/10anak-jalanan.html. Anonim, 2012. Faktor Perkembangan Anak. Diakses tanggal 2 September 2013

dengan situs http://www.article_bidanku.com/indeks.php?/faktor-perkembangan-anak

Asydhad, L.A, dan Mardiah, 2006. Makanan Tepat Untuk Anak. Jakarta PT. Kawan Pustaka.

Depkes, RI. 2002. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta : Depkes.

Depsos, 2008. Kesempatan Untuk Anak Jalanan. Diakses pada tanggal 2

september 2013, dengansitus

http://yayasan-kksp.blogspot.com/2007/08/anak-jalanadiberipendidikan.htm

Dinas Kesehatan Provsu. 2006. Pedoman Rencana Aksi Nasional Pencegahan Dan

Penanggulangan Gizi Buruk 2006-2010.

Devi Nirmala, 2012. Gizi Anak Sekolah. Jakarta PT.Kompas Media Nusantara. Fadil, A, 2013. Gizi Pada Usia Sekolah. Di akses tanggal 04 November 2013,

dengan situs http://ww.blogspot.com/2013/04/gizi. Pada.anak.usia.sekolah.html.

Handy Fransisca & Soedjatmiko. 2004. Masalah Kesehatan dan Tumbuh

Kembang Pekerja Anak Jalanan di Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 5, No. 4,

Maret 2004: 138 – 144.

(17)

Hardinsyah, Ms. 2013. Apa Dampak Gizi Bagi Fisik Dan Jiwa Anak. Guru besar Departemen Gizi Masyrakat Fakultas Ekologi Institut Pertanian Bogor. Di akses tanggal 04 November 2013 dengan situs http://www.Health.kompas.com/read/2013/10/16/0850391/apa-ampak-gizi-bagi-fisik-dan-jiwa-anak.

Hadi, H. 2005. Beban Ganda Masalah & Implikasinya Terhadap Kebijakan

Pembangunan Kesehatan Nasional. Diakses pada tanggal 3 September

2013 dengan situs http://www.Gizi.Net.Com.

Herdiana, I. 2012. Dunia Anak Jalanan. di akses pada tanggal 3 september 2013. Dengan situs http://Fpsi.web.unair.ac.id/artikel_detail-42211-Dunia-Anak-Jalanan.html.

Hidayat, A. A, 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta Edisi I. Salemba Medika.

Isbach, I. D. 2012. Gambaran Status Gizi Anak Jalanan Di Kota Makasar.diakses pada tanggal 1 Januari 2014. Dengan situs repository: http://unhas.ac.id/bitsream/2012/html.

Khomsan, A.,Baliwati,Y.F, Dwiriani, C.M. 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Cetakan 3. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kartasapoetra & Marsetyo. 2001.Ilmu gizi (Korelasi Gizi,Kesehatan Dan

Produktifitas Kerja. Jakarta : Rineksa Cipta.

Kemensos, 2010. Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak. Di akses pada tanggal 31 november 2013 dengan situs pdf kepmenos RI nomor 15 A/2010.dissos.jabarprov.go.id?php/620.

Lameshow, Stanley. 1997. Besar Sampel Pada Penelitian Kesehatan. UGM Press, Yogyakarta

Madanijah, S. 2002. Pengantar Pangan & Gizi. Jakarta : Penebar Swadaya. Mitayani, dan Sartika, W, 2010. Buku Saku Ilmu Gizi. Trans Info Media. Jakarta Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta, Jakarta. Nur’aini. 2009. Pola Aktifitas, Konsumsi Pangan, Status Gizi Dan Kesehatan

Anak Jalanan Di Kota Bandung. Skripsi : Fakultas Ekologi Manusia

(18)

Oktariana, R. 2012. Bimbingan Pendidikan Anak Jalanan.

http://www.blogspot.com/2013/03/suatubimbingan-pendidikan-anak-jalanan.html. diakses pada tanggal 2 september 2013.

Praptini Endang Pauline,2013. 6 Nutrisi Pertumbuhan Anak. http://Tabloid-Nova.com/nova/kesehatan/anak/6nutrisi-untuk-pertumbuhan-anak.html. Diakses pada tanggal 2 november 2013.

Rimbawan. 1999. Teknik Pengukuran Mutu Pangan Dalam Penelitian Pangan

Dan Gizi Masyarakat. Makalah Departemen Pendidikan Nasional Dalam

Training Peningkatan Kemampuan Penelitian Bidang Kesehatan Dan Gizi Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Santoso. 2004. Kesehatan Dan Gizi. Jakarta: Rineksa Cipta.

Sayogyo. 1996. Menuju Gizi Baik Yang Merata Di Pedesaan Dan Dikota. Yogyakarta: UGM Press.

Suyanto, B. 2010. Masalah Sosial Anak. Bandung : Kencana Prenada Media Group. Supariasa, 2001. Pemantau Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Sediaoetama, A.D. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi Jilid I. Jakarta : Dian Rakyat.

Suhardjo.2003. Berbagi Cara Pendidikan Gizi Jakarta: Bumi Aksara.

Wikipedia, 2008. Pengertian Anak Jalanan. di akses pada tanggal 31 November 2013 dengan situs http://wikipedia.id.org.com/wiki/anak-jalanan.html. Wirjatmadi, B. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta : Kencana Prenada

Media Group.

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah survey, yang bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Jalanan di Kota Medan Tahun 2014.

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan, lokasi dipilih karena masih ada anak jalanan yang mengemis, mengamen, berjualan di pinggir jalan,diterminal dan di tempat pertokoan, seperti di Simpang Titi Kuning, Simpang Juanda, Simpang Sei Sikambing, Terminal terpadu Amplas, Terminal Pinang Baris, Aksara, Bundaran SIB, Medan Plaza, dan Cafe Harapan. Dari hasil observasi yang dilakukan, makanan yang sering dikonsumsi anak jalanan yaitu kerupuk,bakwan, tahu isi, ada juga anak jalanan yang mengatakan tidak sarapan pagi, sementara hanya diwaktu siang hari baru mengisi perutnya dengan nasi bersama temannya. Jika, asupan zat gizi anak jalanan tidak teratur, maka akan berdampak pada masalah kesehatan.

3.2.2 Waktu Penelitian

(20)

3.3. Populasi dan Sampel

3.2.3 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak jalanan yang berada di kota Medan sebanyak 350 jiwa.

3.2.4 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebahagian dari anak jalanan yang berada di kota medan. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus sampel yang akan diteliti dihitung dengan menggunakan rumus Lemeshow (1997), sebagai berikut:

(21)

n = 4.85 374.55

n = 77.22 = 78

Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 78 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data tentang konsumsi pangan yaitu jenis dan frekuensi makanan diperoleh dengan menggunakan formulir food frequency, sedangkan kecukupan energi dan protein diperoleh dengan menggunakan food recall 24 jam. Sedangkan status gizi anak diukur dengan indeks IMT/U. Penimbangan berat badan menggunakan timbangan injak dan pengukuran tinggi badan menggunakan mikrotois.

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah gambaran umum anak jalanan, usia anak jalanan, jumlah anak jalanan di Kota Medan

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : - Kuesioner

- Timbangan berat badan

- Alat pengukur Tinggi Badan (microtoise) - Formulir food recall

- Formulir food frequency

(22)

3.6 Defenisi Operasional

a. Anak jalanan adalah berusia 5-18 tahun yang rentan bekerja di jalanan atau yang bekerja dan hidup di jalanan yang menghabiskan waktunya untuk melakukan kegiatan hidupnya sehari-hari.

b. Umur adalah lamanya usia hidup responden yang dihitung sejak dilahirkan sampai pada saat wawancara yang dinyatakan dalam satuan tahun.

c. Pendidikan adalah jenjang pendidikan responden secara formal yang saat ini diikutinya.

d. Pekerjaan adalah kegiatan atau aktifitas yang dilakukan anak jalanan yang selalu berada di jalan

e. Penghasilan adalah yang diterima atau diperoleh anak jalanan dalam satu hari f. Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah makanan dan minuman yang di

konsumsi oleh anak jalanan diperoleh berdasarkan recall 24 jam dilakukan 2 kali dengan hari yang tidak berturut-turut yang diukur dengan kecukupan energi dan protein.

g. Frekuensi makan adalah berapa kali makanan yang dikonsumsi anak pada waktu tertentu, yaitu: ≥1x/hari, 4-5x/seminggu, 1-3x/seminggu, 1-3x/bulan dan tidak pernah.

h. Kecukupan energi adalah rata-rata asupan energi anak jalanan dalam sehari dibandingkan dengan kebutuhan.

(23)

j. Jenis makanan adalah berbagai macam makanan yang dikonsumsi oleh anak jalanan berupa makanan utama (makanan pokok, pangan hewani, pangan nabati, sayur, buah) atau makanan jajanan lainnya.

k. Status gizi adalah keadaan gizi anak jalanan yang diukur dengan menggunakan IMT/U.

3.7 Aspek Pengukuran

3.7.1 Status Gizi

Status gizi anak jalanan diperoleh melalui pengukuran indeks Antropometri penilaian IMT/U dengan menggunakan standart baku WHO 2007. Kategorinya sesuai dengan klasifikasi status gizi anak jalanan dikelompokkan berdasarkan indeks IMT/U dengan kategori sebagai berikut:

IMT/U

a. Sangat Kurus : Z_skor < - 3

b. Kurus : Z_skor ≥ -3 s/d < -2 c. Normal : Z_skor ≥ -2 s/d ≤ 1 d. Gemuk : Z_skor > 1SD s/d 2 SD e. Obesitas : Z_skor > 2 SD

3.7.2. Tingkat Kecukupan Gizi

(24)

Rumus Kecukupan Energi

Rata-rata Asupan Energi

KE = X 100%

AKE

Keterangan:

KE = Kecukupan Energi

AKE = Angka Kecukupan Energi

Rumus Kecukupan Protein

Rata-rata Asupan Protein

KP = X 100%

AKP

Keterangan:

KP = Kecukupan Protein

AKP = Angka Kecukupan Protein

Setelah tingkat kecukupan diperoleh dalam bentuk persen, selanjutnya hasil persentase tersebut dikategorikan sesuai klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Departemen Kesehatan (1996) terdiri atas :

1. Bila Tingkat Kecukupan < 70% : Defisit Tingkat Berat

2. Bila Tingkat Kecukupan 70 - 79% : Defisit Tingkat Sedang 3. Bila Tingkat Kecukupan 80 – 89% : Defisit Tingkat Ringan 4. Bila Tingkat Kecukupan 90 – 119% : Normal

(25)

Frekuensi makanan diperoleh dengan menggunakan formulir food frekuensi yang datanya terdiri dari, 1-3x/hari, 1-3x/minggu, 4-5x/seminggu, 1-3x/bulan dan tidak pernah.

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

3.8.1Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan deng an langkah-langkah sebagai berikut a. Editing ( pengeditan )

Langkah ini bertujuan agar data yang diperoleh dapat diolah dengan baik, untuk mendapatkan informasi yang benar. Kegiatan yang dilakukan adalah untuk melihat dan memeriksa apakah semua pertanyaan telah terisi, dapat dibaca dan apakah ada kekeliruan yang dapat menganggu proses pengolahan data.

b. Coding (pengkodean)

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data, menjadi data atau bilangan. Gunanya untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga entry.

c. Tabulating (Tabulasi)

Untuk mempermudah analisa dan pengolahan data serta pengambilan kesimpulan, data ditabulasikan kedalam tabel distribusi frekuensi.

3.8.2 Analisis Data

(26)

BAB IV

HASIIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi Anak Jalanan di Kota Medan

1. Simpang Titi Kuning

Titi Kuning berada diantara pertemuan tiga jalan besar yaitu Jalan Brigjen Katamso, Jalan A.H. Nasution dan Jalan Tritura. Tidak diketahui mengapa simpang ini dinamakan simpang Titi Kuning, namun apapun namanya untuk beberapa orang simpang Titi Kuning merupakan nadi kehidupan dan salah satunya adalah kehidupan anak jalanan. Terdapat 2 simpang di Titi Kuning yang biasa digunakan sebagai tempat untuk beraktifitas yaitu simpang atas dan simpang bawah. Simpang atas berada di Jalan A.H. Nasution sedangkan simpang bawah berada di Jalan Brigjen Katamso dan Jalan Tritura.

Di simpang atas mayoritas adalah anak-anak punk yang mereka biasanya mengamen. Sedangkan di simpang bawah adalah anak-anak jalanan yang aktifitasnya mengamen, mengemis, dan berjualan rokok, mainan, kerupuk dan yang lainnya.

2. Simpang Juanda

(27)

mencoba mengais rezeki di Simpang Juanda. Aktivitas yang dilakukan juga banyak, mengemis dengan cara berpura-pura kaki puntung, menggunakan kotak infaq, mengamen dan juga menjual rokok, kerupuk dan mainan. Patut disayangkan bahwa anak-anak jalanan yang berada di Simpang Juanda masih banyak yang mengelem, yaitu menghirup aroma dari lem kambing.

3. Simpang Sei Sikambing

Simpang Sei Sikambing berada di antara Jalan Kapten Muslim dan Jalan Gatot Subroto. Tak beda dengan simpang lainnya, Simpang Sei Sikambing selalu ramai dan macet. Disela-sela keramain dan kemacetan tersebut akan terlihat anak-anak jalanan yang beradu dengan lampu lalu lintas. Mereka beraktifitas sebagai pengamen, pengemis, dan penjual rokok.

4. Terminal Terpadu Amplas

(28)

kerupuk, aqua dan semir sepatu. Kesibukan anak-anak jalanan bukan saja berada di Terminal Terpadu Amplas namun sudah berlangsung ketika di persimpangan antara Jalan Sisingamaharaja, Jalan Panglima Denai, dan Jalan Patumbak.

5. Terminal Pinang Baris

Terminal Pinang Baris berada di Jalan Pinang Baris. Terminal yang disediakan untuk menampung angkutan yang datang maupun keluar dari arah Selatan ataupun Barat. Terminal Pinang Baris biasanya menampung kendaraan yang berasal dari Propinsi NAD maupun dari kota-kota lainnya.

Terminal Pinang Baris tidaklah seramai Terminal Terpadu Amplas, namun untuk aktifitas anak jalanan kedua terminal tersebut tidak berbeda. Aktifitas yang dilakukan adalah menyapu angkot, doorsmeer, menjual oleh-oleh, rokok, kerupuk dan juga anak-anak yang mengumpulkan botol-botol aqua.

6. Aksara

(29)

anak-anak yang menjual jasa semir sepatu, masuk kepasar aksara ataupun pasar bengkok maka anak-anak penjual plastik sudah menunggu.

7. Bundaran SIB

Simpang Bundaran SIB merupakan muara dari beberapa jalan yaitu Jalan Adam Malik, Jalan Gatot Subroto dan Jalan Guru Patimpus. Sepanjang simpang ini terdapat pusat perbelanjaan, pusat perkantoran, pusat pertokoan dimana tingkat aktivitas masyarakat yang berada dibundaran SIB sangat tinggi. Hal ini yang kemudian membuat lokasi tersebut menjadi tempat anak-anak untuk mencari rezeki. Anak-anak jalanan di sekitar Bundaran SIB, banyak melakukan aktivitas seperti mengamen, mengemis dan berjualan mainan. Keramaian dan kemacetan jalan tersebut yang dimanfaatkan anak-anak jalanan tersebut. Di simpang jalan Guru Patimpus misalnya, kemacetan bisa terjadi sangat panjang dan lama, hal ini yang dimanfaatkan anak-anak jalanan untuk mengamen.

8. Medan Plaza

(30)

9. Café Harapan

Café Harapan merupakan suatu tempat yang berada di sepanjang Jalan Sudirman, Jalan Imam Bonjol. Dikatakan café harapan karena letaknya di depan Sekolah Harapan. Café harapan ini menjual berbagai jenis makanan dan minuman yang buka dari sore hari sampai pagi dini hari. Oleh karena itu, tempat ini menjadi salah satu tempat nongkrong anak muda di Kota Medan. Ramainya tempat ini menjadi salah satu penarik bagi anak jalanan karena mereka berasumsi dimana ada keramaian disitu akan ada banyak uang. Aktivitas anak-anak jalanan disini bermacam-macam ada yang mengamen, semir sepatu, mengemis maupun bekerja disalah satu warung disini sebagai tukang cuci piring.

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pekerjaan di jalanan, tujuan menjadi anak jalanan, lama menjadi anak jalanan, penghasilan perhari, dan lama sehari-hari di jalanan. Gambaran karakteristik responden selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

4.2.1. Jenis Kelamin Anak Jalanan Menurut Umur

(31)

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak Jalanan Menurut Umur di Kota Medan Tahun 2014

No. Umur

Jenis Kelamin

n %

Laki-Laki Perempuan

f % f %

1. 5-7 tahun 2 100,0 0 0,0 2 100,0

2. 8-11 tahun 17 73,9 6 26,1 23 100,0

3. 12-14 tahun 23 92,0 2 8,0 25 100,0

4. 15-18 tahun 26 92,9 2 7,1 28 100,0

4.2.2. Pendidikan dan Karakteristik Pekerjaan

Sebagian besar responden sudah putus sekolah (33,3%). Sementara responden lainnya yang masih sekolah, paling banyak pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (24,4%). Dari hasil juga diketahui bahwa masih ada 1 orang (1,3%) yang belum sekolah, dan paling banyak responden bekerja sebagai pengamen (37,2%). Berdasarkan hasil penelitian juga terlihat bahwa mayoritas responden mengatakan bahwa tujuan mereka menjadi anak jalanan adalah untuk membantu orang tua (75,6%).

(32)

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan dan Karakteritik Pekerjaan Anak Jalanan di Kota Medan Tahun 2014

Pendidikan dan Karakteristik Pekerjaan Frekuensi Persentase

Pendidikan

1. Putus Sekolah 26 33,3

2. Belum Sekolah 1 1,3

3. Sekolah Dasar 15 19,2

4. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 17 21,8

5. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 19 24,4

Pekerjaan di Jalanan

1. Ngamen 29 37,2

2. Pedagang Asongan 23 29,5

3. Mengemis 16 20,5

4. Tukang Semir Sepatu 10 12,8

Tujuan Menjadi Anak Jalanan

1. Ingin Membantu Orang Tua 59 75,6

2. Mengikuti Teman 19 24,4

Lama Setiap Hari di Jalanan

1. 0-4 jam /hari 21 26,9

2. 5-8 jam /hari 50 64,1

3. ≥ 9 jam /hari 7 9,0

4.2.3. Tabel Silang Antara Pekerjaan Berdasarkan Umur Anak Jalanan

(33)

Tabel 4.3. Tabel Silang Antara Pekerjaan Berdasarkan Umur Anak Jalanan di Kota Medan Tahun 2014

Umur

Hasil pengukuran status gizi dengan indeks IMT/U, dilakukan dengan penimbangan berat badan yang menggunakan timbangan injak, dan pengukuran tinggi badan dengan menggunakan mikrotois diperoleh mayoritas responden (75,6%) memiliki status gizi normal, bahkan ada 2,6% gemuk.

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi di Kota Medan Tahun 2014

No. Status Gizi Frekuensi Persentase

1. Sangat Kurus 3 3,8

Konsumsi pangan responden dilihat dari tingkat kecukupan energi dan protein serta jenis dan frekuensi makanan yang diperoleh dengan metode food recall 24 jam dan food frequency.

4.4.1. Kecukupan Energi

(34)

(38,5) dan sedang (20,5%). Rata-rata tingkat kecukupan energi anak jalanan adalah 1.896 kkal.

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi di Kota Medan Tahun 2014

No Kecukupan Energi Jumlah Persentase (%)

1. Normal 23 29,5

2. Defisit Tingkat Ringan 30 38,5

3. Defisit Tingkat Sedang 16 20,5

4. Defisit Tingkat Berat 9 11,5

Total 78 100,0

4.4.2. Kecukupan Protein

Berdasarkan Tabel 4.10. diketahui bahwa paling banyak tingkat kecukupan protein responden defisit tingkat sedang (35,9%), dan 15,4% tingkat kecukupan proteinnya normal. Rata-rata tingkat kecukupan protein anak jalanan adalah 43 gram.

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein di Kota Medan Tahun 2014

No Kecukupan Protein Jumlah Persentase (%)

1. Normal 12 15,4

2. Defisit Tingkat Ringan 22 28,2

3. Defisit Tingkat Sedang 28 35,9

4. Defisit Tingkat Berat 16 20,5

Total 78 100,0

4.4.3. Frekuensi Makan

(35)

mereka konsumsi 4-5 kali /minggu. Pangan hewani yang dikonsumsi 4-5 kali /minggu adalah telur (43,6%) dan ikan (30,8%), sementara pangan hewani lainnya jarang mereka konsumsi, hal ini terlihat dari konsumsi pangan hewani anak jalanan mayoritas dengan frekuensi 1-3 kali /bulan, bahkan ada anak jalanan yang tidak pernah mengonsumsi pangan hewani, seperti ayam (62,8%), daging (78,2%), kepiting (89,7%), dan udang (53,8%).

Ternyata 10,3% responden mengonsumsi daun ubi setiap hari, dan 6,4% yang mengatakan mengkonsumsi kol setiap hari. Jenis sayuran lainnya, seperti: terong, bayam, kangkung, sawi hijau, wortel, dan kacang panjang jarang mereka konsumsi bahkan ada jalanan yang mengatakan tidak pernah mengonsumsi sayur dengan alasan tidak suka sayur. Sama juga dalam mengonsumsi buah-buahan, sebagian besar anak jalanan jarang mengonsumsi buah.

(36)
(37)

4.5. Status Gizi Berdasarkan Karakteristik

4.5.1. Status Gizi Berdasarkan Umur

Dari tabel silang diketahui bahwa anak jalan yang status gizi sangat kurus dan kurus ditemukan pada umur 8-11 tahun (19,0% kurus), umur 12-14 tahun (7,7% sangat kurus, dan 11,5% kurus) dan umur 15-18 tahun (3,6 sangat kurus, dan 25,0 kurus).

Tabel 4.8. Tabel Silang Antara Status Gizi Berdasarkan Umur Anak Jalanan di Kota Medan Tahun 2014

Umur

4.5.2. Status Gizi Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, diketahui bahwa persentase status gizi sangat kurus paling banyak pada perempuan (10,0%), sedangkan persentase status gizi kurus paling banyak pada laki-laki (19,1%). Sehingga secara persentase menunjukkan bahwa anak jalanan laki-laki dan perempuan memiliki risiko status gizi sangat kurus atau kurus.

Tabel 4.9. Tabel Silang Antara Status Gizi Berdasarkan Jenis Kelamin Anak Jalanan di Kota Medan Tahun 2014

(38)

4.5.3. Status Gizi Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa status gizi kurus ditemukan pada semua tingkat pendidikan anak jalanan. Status gizi sangat kurus ditemukan pada pendidikan SD (13,3%) dan SLTP (5,9%), namun status gizi gemuk juga ditemukan pada tinggat pendidikan tersebut (6,7% SD, dan 5,9% SLTP).

Tabel 4.10. Tabel Silang Antara Status Gizi Berdasarkan Pendidikan Anak Jalanan di Kota Medan Tahun 2014

Pendidikan

4.5.4. Status Gizi Berdasarkan Pekerjaan

Sebagian besar anak jalanan bekerja sebagai pengamen, namun status gizi sangat kurus ditemukan pada anak jalanan yang bekerja sebagai pedagang asongan (13,0%). Persentase status gizi kurus paling banyak ditemukan pada anak jalanan yang mengemis (25,0%). Sementara status gizi gemuk ditemukan pada anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen (6,9%).

Tabel 4.11. Tabel Silang Antara Status Gizi Berdasarkan Pekerjaan Anak Jalanan di Kota Medan Tahun 2014

Pekerjaan

Pedagang Asongan 3 13,0 3 13,0 17 73,9 0 0,0 23 100,0

Ngamen 0 0,0 5 17,2 22 75,9 2 6,9 29 100,0

Mengemis 0 0,0 4 25,0 12 75,0 0 0,0 16 100,0

(39)

4.5.5. Status Gizi Berdasarkan Lama Menjadi Anak Jalanan

Sebagian besar anak jalanan menjadi anak jalanan selama ≤ 4 tahun, dengan status gizi sangat kurus ditemukan pada anak jalanan yang bekerja di jalanan selama 3-4 tahun (9,4%). Persentase status gizi kurus paling banyak ditemukan pada anak jalanan yang lama menjadi anak jalanan selama ≤ 2 tahun (21,9%). Meskipun demikian, status gizi gemuk ditemukan pada anak jalanan yang bekerja di jalanan selama 0-2 tahun dan 3-4 tahun masing-masing 1 orang.

Tabel 4.12. Tabel Silang Antara Status Gizi Berdasarkan Lama Menjadi Anak Jalanan di Kota Medan Tahun 2014

Lama Menjadi Anak Jalanan

Status Gizi

n %

Sangat

Kurus Kurus Normal Gemuk

f % f % f % f %

0-2 tahun 0 0,0 7 21,9 24 75,0 1 3,1 32 100,0

3-4 tahun 3 9,4 6 18,8 22 68,8 1 3,1 32 100,0

≥ 5 tahun 0 0,0 1 7,1 13 92,9 0 0,0 14 100,0

4.5.5. Status Gizi Berdasarkan Penghasilan

(40)

Tabel 4.13. Tabel Silang Antara Status Gizi Berdasarkan Penghasilan Anak Jalanan di Kota Medan Tahun 2014

Penghasilan

4.6. Status Gizi Berdasarkan Kecukupan Energi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada umumnya anak jalanan yang tingkat kecukupan energinya defisit tingkat berat memiliki status gizi kurus (66,3%). Hal tersebut berbeda dengan anak jalanan yang tingkat kecukupan energinya defisit tingat sedang dan ringan yang sebagian besar status gizinya normal. Sementara anak jalanan yang tingkat kecukupan energinya normal, maka mayoritas status gizinya normal (91,3%), dan bahkan ada yang gemuk (8,7%).

Tabel 4.14. Tabel Silang Antara Status Gizi Berdasarkan Kecukupan Energi Anak Jalanan di Kota Medan Tahun 2014

Kecukupan Energi

4.7. Status Gizi Berdasarkan Kecukupan Protein

(41)

37,5% kurus). Sementara anak jalanan dengan tingkat kecukupan protein normal (91,7%) dan defisit tingkat ringan (95,5%) mayoritas memiliki status gizi normal.

Tabel 4.15. Tabel Silang Antara Kecukupan Protein dengan Status Gizi Anak Jalanan di Kota Medan Tahun 2014

Kecukupan Protein

Status Gizi

n %

Sangat

Kurus Kurus Normal Gemuk

f % f % f % f %

Normal 0 0,0 0 0,0 11 91,7 1 8,3 12 100,0

Defisit Ringan 0 0,0 0 0,0 21 95,5 1 4,5 22 100,0

Defisit Sedang 2 7,1 8 28,6 18 64,3 0 0,0 28 100,0

(42)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Anak Jalanan

5.1.1. Status Gizi Berdasarkan Umur

Status gizi sangat kurus paling banyak ditemukan pada umur 12-14 tahun (7,7%), dan status gizi kurus paling banyak pada umur 15-18 tahun (25,0%). Hal ini disebabkan karena kelompok umur tersebut merupakan kelompok umur dimana remaja sedang dalam masa pubertas yang membuat sikap mereka kadang tidak menentu. Hal ini juga dapat berakibat mereka jadi lebih suka memilih-milih makanan atau makan tidak teratur. Sedangkan pada kelompok umur 5-7 tahun dan 8-11 tahun lebih banyak yang berstatus gizi normal, yang disebabkan pada kelompok umur tersebut anak jalanan masih teratur makan dan diawasi orang tua.

Status gizi kurus dan kurus pada umur ≥ 12 tahun dikarenakan anak jalanan masih merupakan kelompok remaja, dimana kebutuhan gizi pada usia remaja lebih tinggi daripada usia anak. Remaja merupakan masa transisi dari usia anak menjadi dewasa. Masa transisi ini terjadi karena banyak perubahan yang terjadi pada diri remaja, seperti perubahan biologis, berupa pertumbuhan dan perkembangan fisik tubuh menjadi tubuh dewasa.

(43)

ini juga dapat berakibat mereka jadi lebih suka memilih-milih makanan atau makan tidak teratur. selain itu selama bekerja mereka lebih sering jajan dan ngemil

5.1.2. Status Gizi Berdasarkan Jenis Kelamin

Persentase status gizi kurus paling banyak pada laki-laki (19,1%) daripada perempuan (10,1%). Sehingga secara persentase menunjukkan bahwa anak jalanan laki-laki dan perempuan memiliki risiko status gizi sangat kurus atau kurus. Hal ini disebabkan karena remaja laki-laki membutuhkan lebih banyak energi dibandingkan remaja perempuan sehingga ketika mereka beraktivitas lebih banyak energi yang dikeluarkan.

Mardayanti (2008), mengatakan bahwa laki-laki lebih banyak yang mengalami gizi buruk daripada perempuan karena pada usia remaja perempuan lebih banyak menyimpan lemak dalam tubuhnya. Pada masa pubertas perempuan menyimpan lemak sebesar 14% dan bertambah menjadi 27% pada saat dewasa. Berbeda dengan laki-laki yang pada masa remaja justru hanya menyimpan lemak sebesar 11% saja dan akan terus seperti itu hingga dewasa.

5.1.3. Status Gizi Berdasarkan Pendidikan

(44)

sehari-hari. Hal senada juga disebutkan Depkes (2007), tinggi rendahnya pendidikan dan pengetahuan tentang gizi erat kaitannya dengan keadaan gizi masyarakat.

Anak jalanan yang masih sekolah maupun putus sekolah memiliki tingkat pendidikan SMP. Anak jalanan berhenti sekolah dan memilih untuk mencari uang di jalan disebabkan oleh ketidakmampuan ekonomi. Selain faktor ekonomi, anak jalanan mengaku tidak mau melanjutkan sekolah karena usia anak jalanan sudah tua sehingga malu untuk kembali lagi ke sekolah dan malas untuk mengingat pelajaran. Banyak anak jalanan menolak untuk kembali lagi ke sekolah. Alasan utamanya adalah malu karena sudah merasa besar, sudah tidak mampu lagi mengikuti pelajaran sekolah, lebih senang bekerja dan ingin membantu atau meringankan beban orangtua.

5.1.4. Status Gizi Berdasarkan Pekerjaan

Sebagian besar anak jalanan bekerja sebagai pengamen, namun status gizi sangat kurus ditemukan pada anak jalanan yang bekerja sebagai pedagang asongan (13,0%). Persentase status gizi kurus paling banyak ditemukan pada anak jalanan yang mengemis (25,0%). Sementara status gizi gemuk ditemukan pada anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen (6,9%).

(45)

Survey yang dilakukan oleh Menteri Kesejahteraan Sosial dan Pusat Penelitian Universitas Atmajaya pada tahun 1999 dalam kaitannya dengan pemetaan terhadap anak jalanan di mana hasilnya mengungkapkan bahwa mayoritas anak jalanan (60%) telah menjalani kehidupannya sebagai anak jalanan selama lebih dari 2,5 tahun, 17,4% di antaranya telah hidup di jalanan kurang dari 2 tahun, 6,8% bahkan telah menjalani kehidupan di jalanan selama 6-9 tahun, dan 6,8% lainnya bahkan telah hidup di jalanan selama lebih dari 10 tahun.

5.1.5. Status Gizi Berdasarkan Penghasilan

Semakin tinggi penghasilan anak anak jalanan, maka status gizinya juga semakin baik. Hal tersebut terlihat dari penghasilan anak jalanan ≤ Rp. 15.000 /hari yang memiliki status gizi sangat kurus, dimana persentase tertinggi pada penghasilan < Rp. 7.000 /hari (9,1%). Meskipun status gizi kurang ditemukan pada anak jalanan dengan penghasilan Rp. > 15.000 /hari, namun status gizi gemuk (4,8%) juga ditemukan pada penghasilan tersebut.

Penghasilan yang minim menyebabkan ketidakmampuan dalam membeli bahan makanan yang bergizi karena harganya tidak terjangkau dan anak jalanan hanya mampu membeli makanan seadanya tanpa memperhatikan gizi yang terkandung pada makanan. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, beberapa pekerja anak sering mengkonsumsi jajanan pasar seperti roti, gorengan dan krupuk sebagai camilan sehari-hari.

(46)

apalagi pada usia remaja dimana mereka cenderung berperilaku berisiko seperti pola makan yang tidak sehat dan kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan. Pola makan yang tidak sehat dan kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan tersebut dipengaruhi oleh kemiskinan.

5.2. Status Gizi Berdasarkan Kecukupan Energi

Pada umumnya anak jalanan yang tingkat kecukupan energinya defisit tingkat berat memiliki status gizi kurus (66,3%). Hal tersebut berbeda dengan anak jalanan yang tingkat kecukupan energinya defisit tingat sedang dan ringan yang sebagian besar status gizinya normal. Sementara anak jalanan yang tingkat kecukupan energinya normal, maka mayoritas status gizinya normal (91,3%), dan bahkan ada yang gemuk (8,7%).

(47)

Banyaknya anak jalanan yang kurus dikarenakan, masih banyak anak jalanan yang makan 2 kali sehari. Dari hasil juga diketahui bahwa pada umumnya anak jalanan sering tidak sarapan sebelum beraktifitas. Anak jalanan yang sarapan, beberapa diantaranya mengonsumsi pisang goreng, roti, dan bahkan ada yang hanya mengonsumsi beberapa potong lontong tanpa tambahan lainnya.

Hasil senada Pramesti dan Kurniajati (2012), di Kediri sebesar 33% anak jalanan masih kekurangan kebutuhan nutrisi dan 40% anak jalanan memiliki status gizi kurang. Demikian juga dengan Kultsum dan Katasurya (2010), di Semarang, prevalensi gizi kurang anak jalanan cukup tinggi yaitu sebesar 30% anak jalanan mengalami underweight. Berbeda dengan Nur’aini ( 2009), di Kota Bandung dimana 3,9% anak jalanan yang mengalami gizi kurang dan 96% anak jalanan justru berstatus gizi normal.

5.3. Status Gizi Berdasarkan Kecukupan Protein

Status gizi kurus dan kurus ditemukan pada anak jalanan yang tingkat kecukupan proteinnya defisit tingkat sedang (7,1% sangat kurus, dan 28,6% kurus) dan defisit tingkat berat (6,3% sangat kurus, dan 37,5% kurus). Sementara anak jalanan dengan tingkat kecukupan protein normal (91,7%) dan defisit tingkat ringan (95,5%) mayoritas memiliki status gizi normal.

(48)

ikan (30,8%) yang sering dikonsumsi (4-5 kali /minggu), sementara pangan hewani lainnya jarang mereka konsumsi, hal ini terlihat dari konsumsi pangan hewani anak jalanan mayoritas dengan frekuensi 1-3 kali /bulan, bahkan ada anak jalanan yang tidak pernah mengonsumsi pangan hewani, seperti ayam (62,8%), daging (78,2%), kepiting (89,7%), dan udang (53,8%).

Sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi anak jalanan adalah telur, ikan asin, dan daging ayam. Pangan sumber hewani lain yaitu daging sapi dan kambing jarang dikonsumsi anak jalanan. Pangan sumber protein hewani diperoleh anak jalanan dengan membeli kecuali daging sapi dan kambing. Hampir seluruh anak jalanan memperoleh daging sapi dan kambing dari pemberian pada saat Hari Raya Idul Adha.

Survai status gizi terhadap anak jalanan di Jakarta, mendapatkan status gizi berdasarkan TB/U sebagai berikut; 20% gizi kurang dan tidak ada yang gizi buruk. Dari evaluasi diet, didapatkan 69% makan 3 kali sehari dan 29% makan 2 kali sehari. Nasi, sayur, tempe, tahu dan telur dikonsumsi hampir tiap hari dalam seminggu (4-7 hari) oleh sebagian besar anak. Ikan segar dan buah hanya dikonsumsi 1-2 hari seminggu, dan sebanyak 72-82% dari mereka jarang mengkonsumsi daging dan susu (Handy & Soedjatmiko, 2004).

(49)
(50)

6.1. Kesimpulan

Beradasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Paling banyak anak jalanan mempunyai gizi normal, tetapi ada juga yang mempunyai

masalah gizi kurus. Gizi kurus paling banyak berumur 15-18 tahun (25,0%) dikarenakan

anak jalanan masih merupakan kelompok remaja, sehingga kebutuhan gizi lebih tinggi

daripada usia anak dibawah 15 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, status gizi kurus paling

banyak pada laki-laki (19,1%), disebabkan remaja laki-laki beraktivitas lebih banyak

dan energi yang dikeluarkan juga banyak. Pekerjaan mengemis (25,0%) dan

penghasilan < Rp. 7.000 /hari (9,1%) lebih banyak memiliki status gizi kurus, disebabkan

aktivitas yang anak jalanan kerjakan di jalan membuat pola makan mereka menjadi tidak

teratur, dan penghasilan yang minim menyebabkan ketidakmampuan dalam membeli

bahan makanan yang bergizi.

2. Paling banyak anak jalanan yang tingkat kecukupan energinya defisit tingkat berat

memiliki status gizi kurus (66,3%), sementara anak jalanan yang tingkat kecukupan

energinya normal, maka mayoritas status gizinya normal (91,3%), dan bahkan ada yang

gemuk (8,7%). Status gizi kurus ditemukan pada anak jalanan yang tingkat kecukupan

proteinnya defisit tingkat sedang (28,6% kurus), sementara anak jalanan dengan tingkat

kecukupan protein normal (91,7%) dan defisit tingkat ringan (95,5%) mayoritas memiliki

(51)

6.2. Saran

1. Pemerintah melalui dinas sosial dapat membuat suatu program memberdayakan

keluarga dari anak jalanan tersebut sehingga dengan diangkatnya ekonomi keluarga

maka anak-anak tidak diperlukan lagi bekerja dijalanan.

(52)

2.1 Anak Jalanan

Anak jalanan adalah yang berumur 5-17 tahun, anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan untuk bekerja, bermain ataupun melakukan aktifitas lain. Anak jalanan tinggal dijalanan karena dicampakan ataupun tercampak dari keluarga yang tidak mampu menanggung beban karena kemiskinan dan kehancuran keluarganya (Suyanto, 2010).

Menurut Wordpress, (2008) anak jalanan adalah yang umumnya berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan di jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatife.

Menurut Wikipedia, (2008) anak jalanan adalah yang berusia 5-18 tahun yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja di jalanan, atau yang bekerja dan hidup di jalanan yang menghabiskan sebagaian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari, anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orang tua atau keluarganya.

(53)

2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Jalanan

Pertumbuhan dan perkembangan anak relatif stabil dan mengalami pertumbuhan cepat. Pertambahan berat badan setiap tahun rata-rata sekitar 3-3,5 kg dan pertambahan tinggi badan setiap tahun rata-rata 6 cm. kecepatan pertumbuhan anak wanita dan laki-laki hampir sama di usia 9 tahun. Selanjutnya, antara usia 10-12 tahun, pertumbuhan anak wanita mengalami percepatan lebih dulu karena tubuhnya memerlukan persiapan menjelang reproduksi. Sementara laki-laki menyusul 2 tahun kemudian. Puncak pertambahan berat badan dan tinggi badan wanita tercapai pada usia 12 tahun. Sedangkan pada laki-laki terjadi pada usia 14 tahun ( Arisman, 2002).

Menurut Praptini, (2013) ada enam hal yang di butuhkan anak-anak pada masa pertumbuhannya yaitu :

1. Energi

Tenaga yang berasal dari makanan yang di konsumsi seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Kebutuhan tersebut berbeda- beda dipengaruhi berat badan, tinggi badan, usia dan aktifitas anak.

2. Protein

Di peroleh dari protein hewani seperti ikan, ayam, daging, sapi, susu, telur . Dan protei nabati seperti kacang-kacangan, temped an tahu.

3. Lemak

Penghasil energi terbesar, sebagai bahan pembentukan sel baru. Contohnya minyak kelapa sawit, susu, mentega, alpukat.

(54)

Di anjurkan 5 persen dari energi total seperti gula pasir, gula batu, gula jawa, dan madu. Sementara karbohidrat kompleks mengandung serat seperti beras, sereal, umbi- umbian, sayur dan buah.

5. Serat yang larut dalam air

Memberi nutrisi sel usus, mencegah diare atau sembelit. Sedangkan serat yang tidak larut dalam air memperbesar volume feses, mempermudah proses pembuangan, dan mencegah munculnya wasir.

6. Air

Tergantung usianya, usia 4-6 tahun membutuhkan 1.500 ml/hari, 13-15 tahun 2.000 ml/hari. Semakin tinggi usianya, makin banyak air yang di konsumsi.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pertumbuhan dan perkembangan anak adalah:

a). Faktor Dalam

- Ras/etnik atau bangsa: Anak yang dilahirkan dari bangsa Amerika, maka ia tidak memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.

- Keluarga: ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk, atau kurus.

(55)

- Jenis kelamin: Fungsi reproduksi anak perempuan berkembang lebih cepat dari pada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat.

- Genetik: Bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya, ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.

b) Faktor Luar yaitu: Faktor pranatal:

- Gizi ibu hamil: Terutama dalam trimester akhir kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan janin.

- Makanan: posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital - Toksi/zat kimia: Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan kelainan kongenital. - Psikologi ibu: kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental

pada ibu hamil.

c) Faktor Persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan kerusakan otak.

d) Sosio Ekonomi: Kemiskinan selalu berkaitan dengan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan akan menghambat pertumbuhan anak. e) Lingkungan Pengasuhan: Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu anak sangat

mempengaruhi tumbuh kembang anak (Anonim, 2012).

(56)

sekolah. Pada masa usia sekolah, pemberian nutrisi yang kurang baik dapat mengakibatkan gagal tumbuh, obesitas, dan penyakit-penyakit terkait defisiensi nutrisi. Akibat jangka panjang yang dapat di timbulkan adalah meningkatnya risiko penyakit degeneratif kelak saat usia lanjut ( Fadil, 2013).

2.3. Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologis, psikologis, maupun sosial. Hal ini terkait dengan fungsi makanan yaitu gastronomis, identitas budaya, religi dan magis, komunikasi, lambang status ekonomi serta kekuatan dan kekuasaan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang lain. Ekspresi tersebut akan membentuk pola perilaku makan yang disebut kebiasaan makan. Jumlah dan kualitas pengetahuan dan budaya masyarakat. Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beranekaragam dan seimbang dalam jumlah dan komposisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi yang dapat mendukung hidup sehat, aktif dan produktif. Mengkonsumsi pangan yang beranekaragam akan dapat memenuhi kebutuhan gizi secara seimbang (Khomsan, 2010).

(57)

2.4 Konsumsi Makan Anak Jalanan

Anak jalanan menghabiskan waktu lebih dari 4 jam di jalanan baik untuk bekerja maupun kegiatan lainnya. Aktifitas ini biasanya di lakukan setiap hari sehingga menjadi pola aktifitas anak jalanan, waktu anak jalanan banyak di habiskan di jalanan sehingga kebiasaan makan mereka tidak teratur, kebiasaan makan anak jalanan yang tidak teratur akan mengakibatkan konsumsi makan menjadi kurang teratur pula.

Anak jalanan usia sekolah merupakan golongan anak yang berada dalam masa pertumbuhan yang pesat. Dalam usia mereka yang sekarang, anak jalananan memerlukan asupan gizi yang cukup. Baik kualitas maupun kuantitasnya. Dalam mengkonsumsi makanan, anak sangat tergantung pada konsumsi pangan ditingkat keluarganya. Kekurangan konsumsi pangan di tingkat keluarga akan dapat menurunkan asupan gizi anak, dan ini ditandai dengan menurunya kemampuan fisik, terganggunya pertumbuhan, perkembangan, dan kemampuan berfikir serta adanya kesakitan dan kematian yang tinggi ( Winarno,1999).

Suhardjo (2003) menyatakan bahwa status gizi atau tingkat konsumsi pangan merupakan bagian terpenting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status gizi. Hal ini sejalan dengan pendapat Sediaoeatomo (2000) yang menyatakan bahwa tingkat kesehatan gizi sesuai dengan konsumsi pangan, tingkat kesehatan gizi terbaik adalah kesehatan gizi optimum.

(58)

fisiologis maupun psiokologis untuk anak dan orang tua. Oleh karena itu, perlu diciptakan situasi pemberian makan kepada anak yang memenuhi kebutuhan fisiologis.

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Kondisi status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang akan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat kesehatan optimal (Depkes RI,2003). Menurut Sayogyo (1996) gizi kurang pada anak dapat menyebabkan anak menjadi kurus dan pertumbuhan terhambat, terjadi karena kurang zat sumber tenaga dan kurang protein (zat pembangun) yang diperoleh dari makanan. Zat tenaga dan zat pembangun diperlukan anak dalam membangun badanya yang tumbuh pesat. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh didalam susunan hidangan dan perbandinganya yang satu terhadap yang lain ( Santoso,2004).

2.5 Kebutuhan Gizi Anak Jalanan

(59)

berpengaruh terhadap kebiasaan makan ini. Hendaknya orang tua memberikan bimbingan tentang makanan yang baik yang dikonsumsi (Almatsier, 2011).

Tabel 2.1. Kebutuhan Konsumsi Energi dan Protein Anak Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata per hari.

No Kelompok Umur (tahun) (Kg) (cm) (kkal/orang/hari) (gram/orang/hari)

1 4-6 18 110 1550 39 Sumber : Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, Tahun 2004, dalam Almatsier 2011.

2.5.1 Energi

Energi diperlukan untuk berbagai proses metabolisme di dalam tubuh, yaitu untuk proses pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh agar tetap stabil, dan gerakan otot untuk aktivitas (Uripi, 2004). Energi atau kalori sangat berpengaruh terhadap laju pembelahan sel pembentukan struktur organ-organ tubuh. Apabila energi berkurang maka proses dan pembelahan sel akan terganggu dapat mengakibatkan organ-organ tubuh dan otak anak mempunyai sel-sel yang lebih sedikit dari pada pertumbuhan normal (Asydhad, 2006).

(60)

dengan berat badan yang normal (Almatsier 2003). Bahan makanan sumber energi adalah padi-padian ( beras, jagung, gandum), umbi-umbian (singkong,ubi jalar, kentang), dan bahan makan lain yang banyak mengandung karbohidrat sederhana yang tidak mengandung zat gizi lain.

2.5.2 Protein

Protein merupakan zat makanan bagian terbesar tubuh sesudah air, seperlima bagian tubuh adalah protein. Protein bertindak sebagai prekusor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat dan molekul-molekul yang esensial untuk kehidupan, membangun serta memelihara sel-sel jaringan tubuh (Mitayani, 2010).

Protein berfungsi sebagai zat pembangun bagi jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Kebutuhan protein menurut FAO/WHO adalah konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan pada masa pertumbuhan. Sumber protein hewani yang baik, terutama dilihat dari segi jumlah maupun mutu adalah daging sapi, daging ayam, ikan, udang, hidangan laut, susu, telur dan semua jenis olahannya. Sumber protein nabati, contohnya jamur dan kacang kedelai dan semua olahannya, seperti tempe, tahu, oncom kecap (Sutomo, 2008).

(61)

Bila glukosa atau asam lemak didalam tubuh terbatas sel terpaksa menggunakan protein untuk membentuk glikosa dan energi.Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat dapat menyebabkan kwasiorkor pada anak di bawah lima tahun (balita). Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marsmus. Gabungan antara kedua jenis kekurangan ini dinamakn Kurang Energi Protein (KEP) dan merupakan salah satu masalah gizi di indonesia. Kelebihan protein tidak menguntungkan tubuh, makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga menyebabkan obesitas.

2.6 Masalah Gizi Anak Jalanan

(62)

masalah sosial dan budaya juga mempengaruhi dalam kehidupan sehari-hari terbukti dengan pembiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak higinies dan tidak mencukupi kebutuhan gizi anak (Anonim, 2012).

2.7 Status Gizi Anak Jalanan

Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang di akibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Dengan demikian status gizi sseorang dapat dipengaruhi oleh jenis makanan yang dikonsumsi dan penggunaannya dalam tubuh di bedakan atas gizi baik, gizi kurang, dan gizi buruk (Almatsier,2003).

Status gizi dikatakan baik apabila pola makan kita seimbang, artinya banyak dan jenis makanan yang kita makan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh. Status gizi adalah ekspresi terhadap salah satu aspek atau lebih dari nutrisi yang di butuhkan individu dalam sebuah variable. Dan pengetahuan tentang aspek nutrisi yang dibutuhkan oleh masing-masing individu yang menjadi dasar penting agar mampu mencapai masyarakat yang sehat (Hadi,2005). Dengan demikian anak jalanan memerlukan status gizi yang baik karena anak jalanan merupakan asset sumber daya manusia.

2.8 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

2.8.1 Penyebab Langsung

(63)

memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.

2.8.2 Penyebab tidak Langsung

Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :

1. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. 2. Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan masyarakat di

harapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik.

3. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. System pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.

2.9 Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

(64)

akan tetapi untuk berbagai cara, pengukuran antropometri ini membutuhkan keterampilan, peralatan dan keterangan untuk pelaksanaanya. Jika dilihat dari tujuannya antropometri dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1. Untuk ukuran massa jaringan : pengukuran berat badan, tebal lemak dibawah kulit, lingkar lengan atas. Ukuran massa jaringan ini sifatnya sensitive, cepat berubah, mudah turun naik dan menggambarkan keadaan sekarang.

2. Untuk ukuran linier : pengukuran tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar dada. Ukuran linier sifatnya spesifik, perubahan relatif lambat, ukurannya tetap atau naik, dapat menggambarkan riwayat masa lalu (Yuniastuti, 2008).

Pengukuran status gizi anak jalanan dapat dilakukan dengan indeks antropometri dengan menggunakan Indeks Masa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) anak jalanan.

Berat Badan (Kg)

IMT ꞊ —————————————————————

Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

2.10 Metode Food Recall 24 jam

Prinsip dari penilaian konsumsi makanan yaitu dengan menggunakan metode

recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang

dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini responden menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin).

Recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang ulang.

(65)

1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan atau minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT).selama kurun waktu 24 jam yang lalu, kemudian petugas melakukn konversi dari URT kedalam berat (gram).

2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposi Bahan Makanan (DKBM).

3. Membandingkan dengan daftar Kecukupan Gizi yang dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk indonesia.

Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut:

1. Mudah melaksanakanya serta tidak membebani responden. Biaya relatif murah karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas.

2. Cepat, sehingga dapt mencakup banyak responden. 3. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.

4. Dapat memberikan ganbaraan nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.

Kekurangan metode recall 24 jam antara lain:

1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya dilakukan satu hari.

2. Ketepatan sangat tergantung pada daya ingat responden.

3. The Flat Slope Syndrome, yaitu kecendrungan bagi responden yang kurus untuk

(66)

4. Membutuhkan tenaga ataau petugas yaang terlatih atau terampil dalam menggunakan alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat.

5. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian. Keberhasialan metode recall 24 jam ini sangat ditentukan oleh daya ingat responden dan kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara, maka dapat meningkatkan mutu recall 24 jam dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut). Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24jam), maka data yang diperoleh kurang representif menggambarkan kebiasaan makanan individu (Supariasa dkk 2001).

2.11 Metode Frekuensi Makanan ( Food Frequency)

Menurut (Supariasa, dkk 2001), secara umum survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut.

Metode frekuensi makan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makan atau makanan jadi selama waktu periode tertentu setiap hari, minggu, bulan atau tahun.

(67)

Kelebihan metode food frequency: 1. Relatif murah dan sederhana

2. Dapat dilakukan sendiri oleh responden 3. Tidak membutuhkan latihan khusus.

4. Dapat untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dengan kebiasaan makan. Kekurangan metode food frequency:

1. Tidak dapt menghitung intake zat gizi sehari-hari. 2. Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan dat 3. Cukup menjemukan bagi pewawancara

4. Perlu membuat pencobaan pendahuluan untuk menetukan jenis bahan makanan yang akan masuk kedalam daftar kuesioner.

5. Responden harus jujur daan mempunyai motivasi yang tinggi.

(68)

2.12 Kerangka Konsep

Penjelasan :

Bagan diatas menjelaskan bahwa konsumsi pangan meliputi jenis makanan, frekuensi makan, Kecukupan energi, dan kecukupan protein. Yang dilihat dengan menggambarkan keadaan status gizi anak jalanan.

Konsumsi Pangan

-jenis dan frekuensi makanan -Kecukupan Energi

- Kecukupan Protein

(69)

1.1 Latar Belakang

Diawali dari banyaknya anak jalanan sekarang ini, anak yang cenderung hidupnya selalu berada di jalanan yang sering mangkal disetiap pemberhentian lampu merah, di tempat-tempat pertokoan, ataupun di tempat warung-warung nasi, ada yang mengemis, mengamen, menjual Koran, menyemir sepatu, dan lain-lain. Hasil dari mengemis dan berjulan tersebut mereka sisihkan untuk membeli makanan dan untuk uang saku mereka ketika disekolah dan di jalanan, jika tidak diberi oleh orang tuanya. Status pendidikan mereka ada yang bersekolah, dan ada yang sudah tidak melanjutkan sekolahnya lagi karena ketidaksanggupan orang tuanya untuk membiayai mereka sekolah.

(70)

Menurut penelitian Nur’aini (2009), pada dasarnya ada tiga faktor utama sebagai penyebab anak turun ke jalanan yaitu : kemiskinan, faktor-faktor keluarga dan pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan yang buruk secara bersamaan dapat memberi tekanan yang begitu besar pada anak sehingga meninggalkan rumah dn melarikan diri kejalan. Ada juga yang mengatakan anak jalanan yang berasal dari keluarga tanpa ayah, orang tua sakit berkepanjangan, keluarga terlibat hutang, perceraian dan lain-lain yang menjadikan anak lebih betah di jalan.

(71)

eksploitasi anak secara ekonomi diasumsikan karena Undang-undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang belum cukup memberi sanksi terhadap pelaku tindak pidana eksploitasi anak. Oleh karena itu, pelaku eksploitasi anak secara ekonomi kurang takut atau meremahkan sanksi yang ada dalam UUPA tersebut. Untuk itu, diperlukan tela'ah terhadap sanksi pidana eksploitasi anak secara ekonomi dalam undang-undang perlindungan anak no.23 tahun 2002 ( Shabah,2010).

Anak jalanan merupakan fenomena besar di Indonesia. Dibutuhkan upaya yang lebih besar dari pemerintah untuk memberikan rumah singgah kepada anak jalanan untuk mengatasi dan mengurangi banyaknya anak jalanan di Indonesia, karena hanya 20 % anak jalanan yang berada dirumah singgah. Sebagian besar anak jalanan tidak mendapatkan pendidikan yang seharusnya mereka dapatkan, menjadi pengamen, dan lain sebagainya. Dan salah satu faktor mereka menjadi anak jalanan adalah karena kemiskinan. Sebenarnya banyak anak – anak jalanan yang berharap bahwa mereka bisa merasakan duduk di bangku sekolah. Tapi apa daya, dengan kondisi ekonomi yang seperti itu mereka berfikir bahwa mereka tidak sanggup untuk membayar biaya sekolah. Sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah ini adalah meningkatkan jumlah lembaga dan meningkatkan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak jalanan dan kampanye sosial. Dan rasa peduli dari masyarakat pun sangat dibutuhkan ( Oktariana,2012).

(72)

berbeda dari anak seusianya. Bagi sebagian besar orang beranggapan bahwa anak jalanan cukup meresahkan pengguna jalan. Tetapi mereka hanyalah anak-anak yang masih belum mengerti apa-apa, yang mereka bisa lakukan adalah bagaimana caranya mencari sesuap nasi di jalanan agar bisa menyambung hidupnya( Al affiat, 2012).

Anak membutuhkan asupan gizi yang seimbang dan aktivitas fisik yang cukup agar pertumbuhan dan tinggi badan yang optimal. anak jalanan usia sekolah seharusnya memiliki frekuensi pola makan yang baik dalam masa pertumbuhannya, yang meliputi makanan lengkap (full meal) dan makanan selingan (snack), Untuk membentuk generasi cerdas, banyak faktor yang harus diperhatikan, di antaranya status gizi dan kesehatan. Nutrisi adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh dan berkembang. Tanpa asupan nutrisi yang adekuat maka tumbuh kembang anak akan terganggu ( Hardinsyah, 2012).

Berbagai masalah kesehatan yang di jumpai dikalangan usia anak jalanan secara langsung dilihat dari keadaan zat gizi, karena zat gizi sangat dipengaruhi oleh kecukupan asupan makanan dan keadaan individu. Kedua faktor tersebut selain dipengaruhi oleh masalah ekonomi dan pelayanan kesehatan, juga dipengaruhi pola asuh anak yang tidak memadai. Adapun masalah yang timbul pada anak jalanan yaitu pola makan mereka yang kurang memadai dan tidak teratur. Masih ada anak jalanan yang masih sekolah jarang untuk sarapan pagi hanya meminum teh manis saja. Keadaan kurang gizi akan mudah terkena penyakit infeksi. Hal ini disebabkan karena sistem kekebalan tubuh yang dialami melemah.

(73)

Indonesia, menyebutkan jumlah anak jalanan mencapai 39.861 anak. Dari sekitar hampir 40 ribu anak jalanan tersebut, 48 persen adalah anak anak yang baru turun ke jalanan sejak tahun 1998 atau setelah terjadinya krisis. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa populasi sebelum krisis adalah sekitar 20 ribu anak. Berdasarkan survey terungkap bahwa alasan dari sebagian besar anak- anak bekerja di jalan, karena membantu pekerjaan orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa alasan ekonomi keluarga merupakan pendorong utama semakin banyaknya anak – anak bekerja di jalan setelah terjadi krisis. Pada tahun 2002 jumlah anak jalanan mengalami peningkatan lebih dari 100 % dibandingkan angka tahun 1998. Menurut hasil Susenas yang diselenggarakan dengan kerjasama BPS dan Pusdatin Kementrian sosial pada tahun 2002 jumlah anak jalanan sebanyak 94.674 Anak (PKPA,2002)

Berdasarkan Data Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara bahwa jumlah anak jalanan di Sumut tahun 2010 berjumlah 2267 jiwa, tahun 2011 berjumlah 2.099 jiwa dan tahun 2012 berjumlah 2948 jiwa. Sedangkan di Kota Medan tahun 2010 berjumlah 63 jiwa, tahun 2011 berjumlah 75 jiwa dan tahun 2012 berjumlah 663 jiwa. Sedangkan untuk tahun 2013 terdapat 350 jiwa, Setiap tahunnya mengalami penurunan dan peningkatan. Dari keseluruhan jumlah total penduduk kota Medan yaitu 2121053 jiwa (BPS Propvinsi Sumut tahun 2010, 2011,2012 dan 2013).

Gambar

Tabel 4.2.   Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan dan Karakteritik Pekerjaan Anak Jalanan di Kota Medan Tahun 2014
Tabel 4.4.
Tabel 4.6.  Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein di Kota Medan Tahun 2014
Tabel 4.7.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi ibu, tingkat konsumsi pangan dengan status gizi anak di bawah dua tahun (baduta) di Kelurahan Kestalan

Preferensi makanan Asrama dan konsumsi pangan dengan status gizi mahasiswa di. Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehtan Medan

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimana pola pemberian makan dan status gizi anak balita penderita

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak Jalanan Menurut Umur di Kota Medan Tahun 2014 .... Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di Kota

Meskipun larang-larangan eksploitasi anak secara ekonomi maupun seksual anak ada dalam undang-undangkan, tetapi pada kenyataanya masih terjadi, contohnya; anak bayi

- Ras/etnik atau bangsa: Anak yang dilahirkan dari bangsa Amerika, maka ia tidak memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya. - Keluarga:

Pilihlah Jawaban yang Anda Anggap Benar Dengan Memberi Tanda Silang Pada Option Jawaban a,b,c, (Yang Anda Anggap Benar)?. Pekerjaan yang Anda lakukan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran perilaku sadar gizi pada keluarga yang memiliki balita