DAFTAR PUSTAKA
Bahruni. 1999. Diktat Penilaian Sumberdaya Hutan dan Lingkungan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.2004. Informasi Temu-lawak Indonesia. 36 hal.
Davis, L.S dan Johnson K.N. 1987. Forest Management 3 rd
Gittiner, J.P., 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Ke-dua. Universitas Indonesia. Jakarta. 579 hal.
Edition. Mc Graw-Hill Book Company. New York.
Karmawati, E., D.S. Effendi dan P.Wahid. 1996. Potensi, peluang dan kendala pengembangan agroindustri tanaman obat. Dalam : Prosiding Forum Konsultasi Strategi dan Koordinasi Pengembangan Agroindustri Tanaman Obat. Bogor, 28-29 Nopember 1996. Hlm : 23-37.
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2007. Tanaman Obat. Jakarta. Jakart
Kusuma, I., 1996. Pengembangan per-tanian terpadu berwawasan lingkungan disekitar Danau Singkarak. Proposal Kerja-sama penelitian dan pengem-bangan antara Balittro dengan PT. Gebu Minang Nusantara. Jakarta. 35hal Latifah, S. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. E-USU Repository. Medan. Munasinghe, M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development.
The World Bank. Washington DC.
Prana, M.S., 1985. Beberapa aspek bio-logi temulawak (Curcuma xanthor-rhiza Roxb.). Prosiding Simposium Nasional Temulawak. Bandung 17 – 18 September 1985, hal. 42 – 48.
Pearce, D, Warford, J.J. 1993. World Without End : Economics, Environment, and Sustainable Development. Oxford University Press. New York.
Sampurno. 2007. Jamu dan obat tradisional cina dala perspektif medik dan bisnis. Makalah pada Seminar Nasional Jamu dan Obat Tradisional Cina dalam Realitas Medik dan Prospek Bisnis, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
Sitepu, D & P. Sutigno. 2001. Peranan Tanaman Obat dalam Pengembangan Hutan Tanaman. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2 (2): 61-77. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Sofowora. 1982. Medical Plant and Traditional Medicine in Africa.
Syakir, M., 2006. Rencana Strategis Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro). Bogor.
Tukiman. 2004. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) untuk Kesehatan Keluarga. Fakultas Kesehatan Masyarakat. USU. http: tumbuhan obat.co.id [akses: 3 April 2015]. Medan.
Utomo, B. 2012. Analisis Vegetasi Hutan Pegunungan: Panduan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Zuhud, E, A, M. 2008. Potensi Hutan Tropika Indonesia Sebagai Penyangga Bahan Obat Alam Untuk Kesehatan Bangsa. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Hutan Kemasyarakatan (HKm) KPHL Toba Samosir Unit XIV seluas 610 Ha, Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April –Mei 2015. Pelaksanaan penelitian yang diawali dengan survey pendahuluan pada September 2014 sampai dengan selesai dan dilanjutkan dengan pengolahan data
dan analisis data primer dan sekunder yang diperoleh dari lapangan.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian di Hutan Kemasyarakatan
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Position System
(GPS), parang, pita meteran, kamera digital, kalkulator, tali rafia, sarung tangan,
Bahan yang digunakan adalah Peta Administrasi KPHL Tobasa , tally
sheet, buku identifikasi tanaman obat, kantung plastik/stoples, kantung plastik
besar/keranjang, dan label identifikasi, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian
Pengambilan contoh pada semua bentuk unit contoh ini dilakukan dengan
metode systematic random sampling with random start, dimana penentuan petak
ukur yang pertama dilakukan secara random (acak), kemudian penentuan titik
pusat berikutnya dengan sistematik dengan jarak antar unit contoh sebesar 50
meter. Unit contoh lingkaran yang digunakan memiliki jari-jari 17.68 meter.
Diinventarisasi tumbuhan obat yang ada pada petak yang dibuat.
Gambar 3. Metode petak berbentuk lingkaran
Analisis Data
Data vegetasi yang terkumpul dianalisis untuk mengetahui kerapatan,
kerapatan relative, dominansi, dominansi relative, frekuensi dan frekuensi relative
serta Indeks Nilai Penting (INP) dengan menggunakan rumus Mueller-Dombois
a. Kerapatan suatu jenis (K)
K = ∑ individu suatu jenis
Luas petak contoh
b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)
KR = K Suatu jenis
∑K Seluruh jenis x 100%
c. Frekuensi suatu jenis (F)
F = ∑Sub−petak ditemukan suatu jenis
∑Seluruh sub−petak
d. Frekuensi relative suatu jenis (FR)
FR = F Suatu jenis
∑F Seluruh jenis x 100%
e. Indeks Nilai Penting (INP)
INP digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis
lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis
suatu jenis dalam komunitas (Latifah, 2005).
INP = KR + FR + DR (untuk tingkat tiang dan pohon)
INP = KR + FR (untuk tingkat semai dan pancang)
f. Indeks Shannon-Wiener
Keanekaragaman jenis suatu kawasan hutan dapat digambarkan dengan
Indeks Shannon (Ludwig and Reynold, 1988 dalam Utomo, 2012) :
H’ = -∑ (pi) Ln (pi)
Keterangan:
H’ = Indeks Keragaman Jenis pi = ni/N
ni = Nilai Penting Jenis ke-i
N = Jumlah Nilai Penting Semua Jenis
a. H’
b. H
< 1, keanekaragaman tergolong rendah ’
c. H
1-3, keanekaragaman tergolong sedang ’
Identifikasi Jenis
> 3, keanekaragaman tergolong tinggi
Metode identifikasi jenis diawali dengan pengamatan langsung di
lapangan. Tumbuhan obat diidentifikasi dengan menggunakan nama lokal supaya
memudahkan identifikasi selanjutnya. Proses identifikasi jenis tumbuhan obat dari
lapangan sampai pengklasifikasian adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi jenis dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan.
2. Menanyakan identitas tumbuhan kepada masyarakat sekitar.
3. Mencocokkan gambar-gambar hasil dokumentasi maupun jenis yang di
herbariumkan dengan website yang menyediakan deskripsi tumbuhan yang
ditemukan.
4. Setiap jenis yang ditemukan dicocokkan dengan penelitian yang dilakukan
sebelumnya.
5. Hasil identifikasi dimasukkan kedalam tabel.
Tabel 2. Identifikasi tumbuhan obat
No Nama Lokal Nama Latin Bagian yang digunakan Manfaat
Valuasi (Penilaian) Ekonomi
Tabel 3. Hasil Perhitungan Barang Yang Dimanfaatkan Masyarakat Desa Sekitar hutan
No Jenis barang hasil
hutan
Nama Latin Harga hasil hutan
(Rp/unit)
Nilai hasil hutan (Rp/ tahun) 1.
2. 3. 4. .. n
Jumlah Rata-rata
Dari hasil perhitungan nilai hasil hutan tumbuhan obat ini akan dapat
dihitung total nilai hasil hutan per jenis per tahun dan total nilai hasil hutan
seluruh jenis yang dimanfaatkan masyarakat. Selanjutnya dari perhitungan
tersebut akan dapat dihitung kontribusi nilai masing-masing jenis terhadap total
nilai, kontribusi nilai untuk tiap desa sekitar hutan, dan kontribusi nilai untuk
seluruh wilayah sekitarnya.
Metode nilai pasar menghitung nilai ekonomi hasil hutan non-marketable
dari hasil perkalian jumlah volume hasil hutan yang diambil dengan rata-rata
harga pasar barang tersebut. Sedangkan nilai relatif dihitung dari hasil perkalian
jumlah volume hasil hutan tertentu dengan harga relatifnya (harga relatif barang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Tumbuhan Obat
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh 40 jenis tumbuhan
obat yang tersebar di Hutan Kemasyarakatan, Desa Motung, Kecamatan Ajibata,
Kabupaten Toba Samosir. Data jenis tumbuhan obat dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis Tumbuhan Obat di Hutan Kemasyarakatan, Kecamatan Ajibata
Lanjutan....
32 Senduduk buluh 31 421 27,52 12,09 0,203 7,809 19,896 0,23
33 Serai 3 27 1,765 0,775 0,02 0,756 1,5309 0,037
34 Sibagore 17 103 6,732 2,957 0,111 4,282 7,2393 0,12
35 Singkut 14 163 10,65 4,68 0,092 3,526 8,2063 0,131
36 Sirih 2 11 0,719 0,316 0,013 0,504 0,8196 0,023
37 Talas 3 14 0,915 0,402 0,02 0,756 1,1576 0,03
38 Tempuh wiyang 8 38 2,484 1,091 0,052 2,015 3,1061 0,065
39 Temulawak 2 5 0,327 0,144 0,013 0,504 0,6473 0,019
40 Terong belanda 4 10 0,654 0,287 0,026 1,008 1,2947 0,033
Total 397 3483 227,6 100 2,595 100 200 3,294
Penelitian Marbun (2014) mengenai tumbuhan obat di Kecamatan
Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara ditemukan 43 jenis tumbuhan obat.
Apabila dibandingkan dengan jenis – jenis tumbuhan obat yang diperoleh di
kawasan Hutan kemasyarakatan, Kecamatan Motung, terdapat 14 jenis tumbuhan
obat yang sama, yaitu Bandotan (Ageratum conyzoides L), bangun-bangun
(Coleus amboinicus), Kantong semar (Nephentes sp), Kunyit (Curcuma
domestica), Nenas (Ananas comocus), Rias (Etlingera elatior), talas (Colacasia esculenta), Tempuh wiyang (Emilia sonchifolia), Rimbang (Solanum ferrogium),
Pirdot (Saurauia bracteosa), Senduduk (Melastoma malabathricum), Senduduk
buluh (Clidemia hirta), Sungkit (Curculigo sp), Pulutan (Urena lobata).
Penelitian Harahap (2007) mengenai pemanfaatan tumbuhan obat oleh
masyarakat sekitar Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) ditemukan 47 jenis
tumbuhan obat. Apabila dibandingkan dengan jenis- jenis tumbuhan yang
diperoleh di Hutan Kemasyarakatan, Kecamatan Motung, terdapat 5 jenis
tumbuhan obat yang sama yaitu Kantong semar (Nephentes sp), Kunyit (Curcuma
Adanya jenis tumbuhan obat yang sama, yang ditemukan di Hutan
Kemasyarakatan, Kecamatan Motung dan kedua lokasi penelitian tersebut
disebabkan karena jenis tersebut tersebar di beberapa daerah yang memiliki
kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Menurut Iskandar (2009), faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap persebaran flora adalah iklim, tanah, dan biotik
(pengaruh tumbuhan lain dan hewan). Peta hasil sumber tumbuhan obat di Hutan
Kemasyarakatan dapat dilihat pada Gambar 3 (terlampir).
Komposisi tumbuhan obat yang paling banyak dijumpai sebanyak 3483
dan jenis paling banyak ditemukan adalah Senduduk buluh (Clidemia hirta)
sebanyak 421 individu yang ditemukan di lapangan yaitu tumbuh menyebar. Jenis
yang paling sedikit ditemukan adalah Temulawak sebanyak 5 individu.
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat
Berdasarkan hasil inventarisasi, diperoleh kerapatan (K) tumbuhan obat di
Hutan Kemasyarakatan, Kecamatan Ajibata yang tertinggi ialah Senduduk buluh
(Clidemia hirta) dengan nilai 27,52 dan terendah adalah Temulawak dengan
kerapatan 0,327 dan kerapatan relatif masing masing sebesar 12,1 dan 0,144 .
Jenis tumbuhan yang sering ditemui (frekuensi) tertinggi ada pada tumbuhan
senduduk buluh 0,203 dan terendah ialah kantong semar dengan nilai 0,007.
Frekuensi relatif pada masing-masing jenis tersebut bernilai 7,809 dan 0,252. Hal
ini dikarenakan syarat tumbuh jenis tumbuhan berbeda antar jenis.
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh bahwa keanekaragaman jenis
tumbuhan obat di Hutan Kemasyarakatan tergolong tinggi yaitu 3,2.
Keanekaragaman jenis tumbuhan obat di Hutan Kemasyarakatan dikategorikan
dengan pernyataan Abdiyani (2008) yakni H’ > 3 menunjukkan keanekaragaman
jenis yang tinggi pada suatu kawasan. Semakin tinggi nilai keanekaragaman suatu
kawasan menunjukkan semakin stabil komunitas di kawasan tersebut. Stabilitas
komunitas yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil
meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya.
Pengetahuan Tumbuhan Obat
Hasil wawancara dan kuisioner dengan masyarakat dapat diketahui bahwa
masyarakat tersebut mengetahui jenis tumbuhan obat yang digunakan untuk
mengobati penyakit secara umum. Pengetahuan masyarakat tentang jenis
tumbuhan obat yang digunakan diperoleh secara turun temurun, dimana tumbuhan
obat tersebut dapat dicari di dalam kawasan hutan maupun di kebun atau
pekarangan. Namun, untuk memperoleh tumbuhan obat dari hutan agak sulit,
dimana jarak yang ditempuh untuk mencapai hutan cukup jauh. Tetapi menurut
masyarakat di sekitar hutan kemasyarakatan, potensi tumbuhan obat di hutan
cukup banyak.
Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Tumbuhan obat dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar hutan
kemasyarakatan untuk pengobatan dan pemeliharan kesehatan. Masyarakat
merasa bahwa penggunaan tumbuhan dari hutan cukup mudah dan tidak perlu
biaya mahal. Namun, masyarakat juga tidak terlepas dengan obat-obatan dari
medis yang penggunaannya lebih praktis.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, tidak semua jenis tumbuhan
obat yang diinventarisasi di Hutan Kemasyarakatan dimanfaatkan oleh
yang memanfaatkan hampir semua jenis tumbuhan yang diinventarisasi. Hal ini
didapat dari hasil survei dengan masyarakat di daerah karo. Dari ke-40 jenis
tumbuhan obat tersebut, hanya 20 jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan
masyarakat dan 20 jenis tumbuhan tidak dimanfaatkan. Jenis tumbuhan obat
tersebut tidak dimanfaatkan karena masyarakat kurang mengetahui khasiat dari
ke-20 tumbuhan obat tersebut. Jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh
masyarakat dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis Tumbuhan Obat yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat
No Nama Lokal Nama Ilmiah Kegunaan
1 Bangun-bangun Coleus amboinicus
Penambah asi dan obat sakit perut
2 Bunga Paet Eupatorium perfoliatum obat maag dan luka
3 Jahe Zingiber officinale obat batuk
4 Jeruk nipis Citrus aurantifolia obat batuk
5 Kantong semar Nephentes sp obat maag
6 Kunyit Curcuma domestica Obat asam lambung
7 Nenas Ananas comocus obat sakit kepala
8 Pirdot Saurauia bracteosa obat rematik
9 Pisang Musa paradisiaca obat terkilir
10 Pulutan Urena lobata obat campak
11 Putri malu Mimosa pudica obat radang kulit
12 Temulawak Curcuma xanthorrhiza Asma, ginjal, hepatitis
13 Rimbang Solanum ferrogium obat asam urat
14 Senduduk Melastoma malabathricum obat angin duduk
15 Senduduk buluh Clidemia hirta obat sakit peruut
16 Sibagure Sida rhombifolia obat demam
17 Serai Andropogon nardus Obat antiradang
18 Singkut Curculigo sp obat campak
19 Sirih Piper betle obat sakit gigi
20 Talas Colacasia esculenta obat diabetes
Penggunaan tumbuhan obat sebagai pengobatan ada beberapa cara yaitu
dikonsumsi secara langsung dan secara tidak langsung dengan perlakuan tertentu
sebelum digunakan. Dari hasil wawancara jenis yang sering digunakan sebagai
Bagian Tumbuhan Obat yang Digunakan
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di sekitar hutan
kemasyarakatan, bagian tumbuhan yang dimanfaatkan antara lain daun, akar,
batang, umbi, buah, bunga, dan pucuk. Bagian tersebut ada yang dapat langsung
digunakan sebagai obat dan ada pula yang harus melalui proses pengolahan.
Proporsi penggunaan tumbuhan yang digunakan untuk dijadikan sebagai obat
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Proporsi bagian tumbuhan yang digunakan
Berdasarkan gambar 4 diketahui bahwa bagian tumbuhan yang paling
banyak digunakan adalah daun yaitu sebesar 42,5% dan bagian yang paling
sedikit adalah bagian akar sebesar 5%. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Harbourne (1987) dalam Sari (2012), menyatakan bahwa daun paling banyak
digunakan karena pada daun banyak terakumulasi senyawa metabolit sekunder
yang paling penting sebagai bahan obat berupa tanin, alkaloid, minyak atsiri, dan
senyawa organik lainnya yang tersimpan di dalam vakuola maupun jaringan
tumbuhan pada daun seperti trikoma. Dari segi keutuhan dan eksistensinya jumlah
daun lebih banyak dibanding bagian organ lainnya sehingga apabila diambil
dalam jumlah tertentu tidak terlalu berpengaruh terhadap tumbuhan tersebut. Akar; 5
Buah; 12,5
Daun; 42,5 Seluruh
bagian; 25 Daun +
Buah/Bunga/Tan dan; 7,5
Daun juga merupakan bahan yang mudah diracik dan diolah untuk dijadikan
sebagai bahan obat dari segi efesiesi dan kepraktisannya.
Deskripsi Jenis Tumbuhan
1. Bangun-bangun (Coleus amboinicus LOUR)
Coleus amboinicus ialah tumbuhan obat yang memiliki tinggi 60 cm, batang bulat,
berdiameter 0,9-1,5 cm, tegak, memiliki
permukaan berbulu halus, warna coklat,
daun tunggal, bulat, letak berhadapan,
panjang 3,5-5 cm x lebar 2,2 -3 cm, ujung tumpul, pangkal membulat, pertulangan
menyirip, permukaan atas dan bawah berbulu halus, tangkai daun 1,2-1,8 cm,
warna atas hijau berbercak kuning, warna bawah putih.
Menurut Dalimartha (2008), bangun- bangun memiliki rasa agak pedas,
agak asam, getir, dan membuat rasa tebal di lidah, serta berbau harum. Daun
jinten berkhasiat meningkatkan keluarnya ASI (laktagogo), menghilangkan nyeri
(analgesik) , pereda demam, dan antiseptik, penambah darah khususnya untuk
orang yang baru melahirkan.
2. Putri malu (Mimosa pudica L.)
Mimosa pudica merupakan tumbuhan obat yang memiliki tinggi 9-10 cm,
batang bulat berduri, permukaan licin,
menjalar, warna hijau, daun majemuk,
menyirip, bunga bongkol, letak aksilar
dan terminal, warna pink, memiliki bintil akar. Jenis tumbuhan ini memiliki
kandungan kimia seperti tanin, dan asam pipekolinat (Kusumaet al., 2005). Gambar 5. Bangun-bangun
Tumbuhan ini berkhasiat sebagai obat luka, insomnis, batuk dan rematik. Bagian
yang digunakan seluruh permukaan tumbuhan. Namun, penggunaan akar putri
malu dalam dosis tinggi dapat menyebabkan keracunan dan muntah-muntah.
3. Lenga-lenga (Eupatorium odoratum L.)
Eupatorium odoratum merupakan jenis tumbuhan obat memiliki tinggi 60-75 cm;
batang bulat, diameter 0,75cm,
permukaan licin, tegak, warna hijau; daun
majemuk, memanjang, letak berhadapan
dan berselang-seling, panjang 9-10 cm x
lebar 2-3 cm,ujung runcing, pangkal runcing, tepi bergerigi, pertulangan menyirip,
warna hijau, permukaan licin,tangkai daun 1-3 cm, daging tipis lunak;bunga
majemuk, panjang 0,7-1 cm, letak terminal, warna putih. Tumbuhan ini memiliki
khasiat obat luka, koagulan, dan sebagai antiseptik karena mengandung tanin,
fenol, saponin dengan cara daun diremas dan ditempelkan pada luka.
4. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Curcuma xanthorrhiza merupakan jenis tumbuhan obat yang memiliki tinggi 50-70
cm, batang semu bulat, diameter 2-3 cm,
panjang pelepah 8-10 cm, permukaan licin,
tegak, warna hijau, daun tunggal, lanset
sampai memanjang, letak berselang-seling
ujung runcing, pangkal tumpul, tepirata, permukaan licin, warna rhizome kuning
sampai orange. Tumbuhan ini berkhasiat sebagai obat hepatitis, asma, dan sakit Gambar 7. Lenga-lenga
ginjal. Kandungan kimia yang ada pada tumbuhan tersebut seperti zat pati,
curcumin, minyak atsiri,dan xanthoriza (Maryani et al., 2003).
5. Tempuh wiyang (Emilia sonchifolia)
Emilia sonchifolia merupakan jenis
tumbuhan obat. Tempuh wiyang
ditemukan tumbuh liar pada
tempat-tempat yang cukup menerima sinar
matahari atau agak teduh dengan tanah
yang tidak begitu basah, seperti di pinggir jalan, tepi selokan, tebing kebun, atau
padang rumput. Tanaman ini bisa tumbuh dari dataran rendah sampai sekitar 1750
mdpl.
Emilia sonchifolia memiliki tinggi 10-40 cm dan dapat mencapai 1,2 m
sering bercabang mulai dari pangkalnya. Tumbuhan ini memiliki rasa herba pahit
dan bersifat sejuk. Berkhasiat menurunkan panas (antipiretik), meluruhkan urine
(diuretik), menghilangkan racun (antitoksik), menghilangkan bengkak dan
antibakteri.
6. Kunyit (Curcuma domestica)
Kunyit tumbuh liar dihutan, tetapi
sekarang sudah dibudidayakan atau
ditanam di pekarangan sebagai tanaman
penyedap, pewarna serta sebagai bahan
obat tradisional. Terna perenial, tinggi
sekitar 70 cm, batang pendek dan merupakan batang semu yang dibentuk
pelepah-pelepah daun. Setiap tanaman berdaun 3-8 helai. Daun tunggal, bertangkai
panjang, berbentuk lanset lebar, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan Gambar 9. Tempuh wiyang
menyirip, panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm, berwarna hijau pucat. Perbungaan
majemuk, letak terminal, tangkai berambut, bersisik, panjang tangkai 16-40 cm,
warna bunga putih atau kuning muda. Kunyit membentuk rimpang yang berwarna
kuning tua sampai jingga, dengan panjang 2-6 cm, lebar 0,5-3 cm, tebal 0,3-1 cm,
dan berbau aromatik. Rimpang terdiri atas rimpang induk dan anak rimpang.
Rimpang induk berbentuk bulat telur, disebut empu atau kunir lelaki. Letak anak
rimpang lateral dan berbentuk seperti jari (tabung). Kadang, pada rimpang
terdapat pangkal upih daun dan pangkal akar.
Rasa rimpang agak pahit, sedikit pedas, bersifat hangat, tidak beracun,
astringen, dan berbau khas aromatik. Berkhasiat melancarkan darah dan energi
vital (qi), menghilangkan sumbatan, antioksidan, meluruhkan haid (emenagog),
antiradang, antibakteri, meningkatkan produksi empedu (koleretik) dan
mempercepat penyembuhan luka.
Rimpang mengandung minyak menguap (volatile oil) sebesar 3-5 %.
Terdiri atas turmerone, zingiberene, arturmerone, sedikit mengandung
phellandrene, sesquiterpen alkohol, dan borneol. Selain itu mengandung curcumin
0,3-4,8% (pigmen kuning), desmethoxycurcumin, bidesmethoxykurkumin, pati,
tanin, dan damar. Bagian yang digunakan rimpang, dikukus, kulit dibuang. Dan
7. Serai (Andropogon nardus)
Serai tumbuh liar di tepi sungai, tepi rawa
dan tempat-tempat lain yang dekat dengan
air. Tanaman ini biasanya ditanam di
pekarangan sebagai tanaman bambu atau
tanaman obat. Herba menahun dan
berumpun banyak yang mengumpul
menjadi gerombolan besar. Daun tunggal dan berjumbai. Helaian daun bergaris,
tepi kasar dan tajam, tulang daun sejajar, permukaan atas dan bawah berambut,
panjang mencapai 1 m, lebar 15 mm, berwarna hijau muda , dan jika diremas
berbau harum (aromatik). Minyak asiri sereh banyak digunakan dalam pembuatan
sabun dan detergen. Perbanyakan dengan pemisahan. Berkhasiat antiradang,
penghilang nyeri (analgesik) , dan melancarkan sirkulasi meridian dan darah.
Kandungan kimia yang terdapat pada sereh seperti minyak asiri dengan komponen
citronellal, citral, geraniol, methylheptenone, eugenol-methyleter, dipenten,
eugenol, kadinen, kadinol, dan limonen.
8. Pirdot (Saurauia bracteosa DC)
Saurauia bracteosa Dc adalah jenis tumbuhan
obat berupa pohon yang merupakan anggota dari
suku Actinidiaceae. Tinggi tumbuhan ini
mencapai 13 meter. Daun tunggal, permukaan
berbulu halus. Letak bunga terminal. Manfaat
tumbuhan ini sebagai obat sakit perut, malaria,
dan rematik. Bagian yang digunakan adalah Gambar 11. Serai
bagian pucuk yang terdiri dari daun, bunga, dan biji. Cara meramu yaitu dengan
merebus bagian daun, bunga, dan biji, lalu air hasil rebusan diminum.
Malaria, bagian pucuk diblender, kemudian disaring. Lalu hasil saringan
ditambah air dan garam, kemudian dimasak hingga mendidih, lalu diminum
setelah didinginkan.
9. Bunga paet-paet (semak) (Tithonia diversifolia)
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan
perdu yang tegak dengan tinggi lebih
kurang ± 5 m. Batang tegak bulat,
berkayu hijau. Daunya tunggal, berseling,
panjang 26 – 32 cm, lebar 15-25 cm,
ujung dan pangkal runcing, pertulangan
menyirip, hijau. Tumbuh dengan mudah ditempat berketinggian 5-1500 m diatas
permukaan laut. Manfaat tumbuhan ini sebagai obat sakit maag dan obat luka.
Bagian tumbuhan yang digunakan adalah bagian daun dan bunga. Cara
meramunya yaitu untuk obat sakit maag, daun dan bunga direbus kemudian airnya
diminum. Sedangkan untuk obat luka, daun diremas hingga airnya keluar, lalu
airnya dioleskan ke luka.
10. Sibagure (Sida rhombifolia)
Jenis tumbuhan obat berupa semak yang
merupakan anggota dari suku
Malvaceae. Memiliki tinggi mencapai 1
m, dengan batang bulat bercabang kecil
berambut rapat. Daun tunggal, lanset
berukuran kecil, letak berseling. Bunga Gambar 13. Bunga Paet-paet
tunggal berwarna kuning cerah, keluar dari ketiak daun. Manfaat sebagai obat
untuk sakit demam. Bagian yang digunakan adalah bagian kulit akarnya. Cara
meramunya yaitu dengan menumbuk bagian kulit akar ditambah dengan air, beras
dan kemiri, lalu diperas. Kemudian air hasil perasan diminum.
11. Nenas (Ananas comocus)
Jenis tumbuhan obat berupa herba.
Banyak ditemukan tumbuh liar di hutan.
Tinggi 80 cm, batang beruas. Daun
memanjang, tepi bergerigi tajam. Buah
muda berwana hijau, apabila sudah
matang berwarna kuning, letak terminal. Manfaat obat sakit kepala. Bagian yang
digunakan pelepah daun yang masih muda yang berwarna putih kekuningan,
terletak pada bagian dalam dekat dengan batang. Cara meramunya bagian pelepah
daun yang masih muda langsung dimakan.
12. Talas ( Colacasia esculenta)
Jenis tumbuhan obat berupa herba dengan
tinggi 80 cm-100 cm. Daun berbentuk jantung,
tunggal, ujung runcing, dan permukaan halus.
Manfaat sebagai obat untuk mengobati
diabetes. Cara meramunya dengan merebus
umbinya, lalu dimakan. Gambar 15. Nenas
13. Kantong semar (Nephentes sp.)
Nephentes sp. adalah suatu jenis
tumbuhan oba berupa herba dikenal
dengan sebutan tahul-tahul. Tinggi batang
mencapai 60 cm. Daun tunggal,
memanjang 10-30 cm. Memiliki kantong
yang terdapat pada ujung daun. Manfaat
sebagai ramuan obat untuk orang yang susah mempunyai keturunan. Bagian yang
digunakan adalah semua bagian dari Nephentes sp.
14. Rias (Etlingera elator)
Jenis tumbuhan obat berupa herba. Tumbuh
hingga tinggi 2,5 m. Daun 15-30 helai
tersusun dalam dua baris, daun saling
berselang-seling. Bunga berbentuk gasing,
berwarna merah jambu hingga merah.
Manfaat obat demam, bagian yang digunakan
adalah batangnya. Cara meramunya dengan
merebus batang , lalu rebusannya dimandikan
15. Bandotan (Ageratum conyzoides L.)
Jenis tumbuhan obat berupa herba.
Memiliki tinggi 15-35 cm. permukaan
batang memiliki bulu halus, daun tunggal,
tepi bergerigi, ujung meruncing. Bunga
berwarna putih, letak terminal. Menurut
Hariana (2008), daun dan batang muda
bandotan berpotensi sebagai obat penurun panas, bengkak, bisul, borok, luka, Gambar 17. Kantong semar
Gambar 18. Rias
radang telinga, sakit tenggorokan dan radang selapu lendir pada batang
tenggorokan.
16. Sukkit (Curculigo sp)
Jenis tumbuhan obat berupa perdu dengan
tinggi 80 cm. daun memiliki pertulangan
sejajar, warna hijau, permukaan kecil.
Manfaat sebagai obat sakit perut dan obat
campak untuk anak-anak. Bagian yang
digunakan adalah daun. Untuk obat sakit
perut, cara meramunya yaitu daun direbus, lalu airnya diminum. Sedangkan untuk
obat campak cara meramunya yaitu daun segar dicuci terlebuh dahulu hingga
bersih, lalu dioleskan ke badan anak-anak yang terkena campak.
17. Senduduk (Melastoma malabathricum)
Jenis tumbuhan obat berupa perdu
dengan tinggi bisa mencapai 2,3 m.
Batang berkayu, daun tunggal,
pertulangan sejajar dan berbentuk elips.
Bunga berwarna ungu. Manfaat sebagai
obat maag. Bagian yang digunakan
adalah kulit akar, baik yang segar maupun yang sudah dikeringkan. Cara
meramunya yaitu dengan menumbuk kulit akar ditambah beras dan kemiri, lalu
direbus. Kemudian hasil rebusan diminum. Gambar 20. Sukkit
18. Senduduk buluh (Clidemia hirta)
Jenis tumbuhan obat berupa perdu yang
merupakan anggota dari suku
Melastomaceae. Tumbuhan ini memiliki
tinggi mencapai 2,5 m. Batang berkayu,
permukaan berbulu halus. Daun majemuk,
ujung meruncing, permukaan atas dan
bawah terdapat bulu halus. Manfaat
sebagai obat menghentikan pendarahan pada luka lecet atau tersayat dangkal.
Bagian yang digunakan adalah daunnya.
19. Dulpak (Endospermum diadenum)
Tumbuhan ini digunakan masyarakat
sebagai obat bisul dan kudis. Bagian daun
dari tanaman ini diambil dan ditumbuk
halus dan dioleskan di sekeliling bisul dan
kudis. Kandungan kimia yang terkandung
dalam tumbuhan ini adalah golongan
Alkaloid dan Saponin Tata daun alternate, daun tunggal, bangun daun delta
(deltoideus), pangkal daun rompang (truncatus), tepi daun rata (entire), ujung
daun meruncing (acuminatus) permukaan daun licin (laevis), pertulangan daun
menyirip(penninervis). Bunga tidak ditemukan saat diidentifikasi. Biji tidak
ditemukan saat diidentifikasi. Berdasarkan tipe daun dan tipe akar maka jenis
bijinya merupakan biji berkeping dua/dikotil. Tipe perakaran tumbuhan ini adalah
tipe perakaran tunggang.
Gambar 22. Senduduk buluh
20. Pegaga (Centella asiatica)
Pegagan merupakan tanaman herba
tahunan, batang berupa stolon yang
menjalar di atas permukaan tanah,
panjang 10- 80 cm. Daun tinggal
tersusun dari 2-10 daun. Helaian daun
berbentuk ginjal, lebar dan bundar, tepi
daun beringgit sampai bergerigi, terutama ke arah pangkal daun. Pegagan tumbuh
liar dan dapat tumbuh mulai di dataran rendah hingga ketinggian 2500 mdpl baik
daerah terbuka maupun naungan. Pegagan secara tradisional digunakan untuk
penyakit kulit, sakit perut, batuk. Hal ini disebabkan pegagan memiliki kandungan
triterpenoid.
21. Sirih (Piper betle)
Sirih merupakan tanaman menjalar dan
merambat pada batang pohon
disekelilingnya dengan daunnuya yang
berbentuk jantung, berujung runcing,
tumbuh berselang-seling , tekstur agak
kasar dan mengeluarkan bau bila diremas.
Tumbuhan ini dapat tumbuh dengan ketinggian 300-1000 mdpl. Secara
tradisional, daun sirih telah digunakan untuk menyembuhkan mata merah tidak
hanya itu daun sirih juga dapat menghentikan pendarahan akibat mimisan. Gambar 24. Pegaga
22. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
Pohon jeruk nipis memiliki batang yang
berduri tajam dengan cabang-cabang
kecil yang banyak. Daunnya berbentuk
bulat telur berwarna hijau tua agak kaku
dengan bagian tepi agak berlekuk ke atas.
Tumbuhan ini berkhasiat mengobati
amandel yang bengkak, obat anemia, obat flu, obat penurun demam, dan obat
polip.
23. Rimbang (Solanum ferrogium)
Tanaman ini termasuk tanaman perdu
yang tumbuh tegak dengan tinggi sekitar
3 m. Batang bulat , berkayu, bercabang,
dan berduri. Daunnya tunggal, berwarna
hijau, ujung meruncing dengan panjang
sekitar 27-30 cm dan lebar 20-24 cm. Bunga majemuk, bentuk bintang. Ekstrak
dari tumbuhan ini berguna sebagai pengobatan penyakit kulit. Buahnya juga
bermanfaat sebagai obat mata.
24. Sabih kabang (Crassocephalum crepidioides)
Sabih kabang ialah sejenis tumbuhan
anggota Asteraceae. Terna ini umumnya
ditemukan liar sebagai gulma di tepi
jalan, kebun-kebun. Tumbuhan ini dapat
hidup pada ketinggian 200 mdpl.
Tumbuhan ini memiliki batang yang tegak, sedikit berair dan memiliki tinggi
mencapai 100-180 cm. Helaian daun berbentuk elips hingga lonjong dengan Gambar 26. Jeruk nipis
Gambar 27. Rimbang
panjang 6-18 cm dan lebar 2,5-5 cm. Tumbuhan ini memiliki manfaat sebagai
tumbuhan yang mampu mengeringkan luka sayatan.
25. Lamtama (Lamtama camara)
Tumbuhan ini merupakan herba
menahun, batang semak berkayu. Daun
berhadapan, warna hijau, bundar telur,
pinggir daun bergerigi dan berbulu halus.
Tumbuhan ini ditemukan di daerah tropis
pada lahan terbuka sebagai tumbuhan
liar. Tumbuhan ini mampu hidup di dataran rendah hingga 1700 mdpl. Tumbuhan
ini digunakan untuk menyebuhkan penyakit sesak napas, kencing nanah serta
dapat digunakan untuk obat luka.
26. Lancing (Solanum mauritianum)
Tumbuhan semak yang mapu hidup
hingga tiga puluh tahun dan memiliki
daun oval berwana kehijauan.
Tumbuhan ini dapat tumbuh pada
berbagai jenis tanah. Tanaman ini
termasuk suku Solanaceae. Tanaman ini
mengandung senyawa glykoalkaloid yang berkhasiat sebagai obat terkilir.
27. Pulutan (Urena lobata)
Pulutan termasuk jenis tanaman berserat dari suku
kapas-kapasan yang tumbuh di daerah beriklim
tropik termasuk Indonesia. Umumnya, tumbuh
liar di halaman, ladang, tanah terlantar, dan Gambar 29. Lantama
Gambar 30. Lancing
tempat-tempat yang banyak sinar matahari dan ditemukan sampai ketinggian 1800
mdpl. Perdu tegak, tinggi mencapai 1 m, perbanyakan banyak, seluruh bagian
ditumbuhi rambut halus, batang dan tangkainya liat, dan sukar dipatahkan. Daun
tunggal, letak berseling, helaian daun berbentuk bulat telur, ujung runcing,
pangkal membulat , tepi bergerigi, berlekuk menjari 3,5 atau 7, panjang 3-8 cm,
lebar 1-6 cm, warna daun bagian atas hijau tua, bagian bawah hijau muda. Bunga
berwarna ungu, keluar dari ketiak daun. Buahnya bulat, berkumpul 3-4, diameter
sekitar 5 mm, berambut seperti sikat, beruang 5, tiap ruang berisi 1 biji.
Perbanyakan dengan biji.
28. Jahe (Zinger officianale)
Jahe merupakan tanaman obat berupa
tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe
termasuk dalam suku temu-temuan
(Zingiberaceae). Terna ini berbatang
semu, tinggi 30 cm, sampai 1 m, rimpang
bila dipotong berwarna kuning, jingga.
Daun sempit, panjang 15-23 mm, lebar 8-15 mm ; tangkai daun berbulu. Rimpang
jahe dapat dimanfaatkan sebagai anti muntah, pereda kejang, dan anti pengerasan
pembuluh darah, peluruh keringat. Tanaman ini dapat tumbuh baik dengan
29. Terong Belanda (Solanum betaceum)
Solanum betaceum merupakan jenis
tumbuhan anggota keluarga Solanaceae
yang dapat tumbuh pada ketinggian 450-
1700 mdpl. Terung belanda ini
mengandung provitamin A yang baik
untuk kesehatan mata, tumbuhan ini juga mengandung antioksidan yang termasuk
dalam golongan flavonoid yang merupakan salah satu jenis antioksidan
bermanfaat mencegah kanker dan sembelit.
30. Andaliman (Zanthoxylum acanthapodium)
Andaliman merupakan semak atau pohon
kecil bercabang rendah dan tegak. Batang
dan cabangnya berwarna merah, kasar
beralur, berbulu halus dan berduri. Daun
tersebar, bertangkai ,majemuk menyirip
beranak daun gasal, panjang 5-20 cm, dan lebar 3-15 cm. Permukaan atas daun
hijau berkilat dan permukaan bawah hijau muda atau pucat. Tumbuhan ini
berkhasiat sebagai obat sakit perut serta penambah nafsu makan.
31. Pultak-pultak (Physalis angulata)
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan
herba dengan tinggi 0,1-1 m. Daunnya
tunggal, bertangkai, bagian bawah
tersebar, dia atas berpasangan, helaian
berbentuk bulat telur-bulat memanjang.
Buah ciplukan berbentuk telur, panjangnya sampai 14 mm, hijau sampai kuning
jika masak. Tumbuhan ini bisa tumbuh di daerah dengan ketinggian antara 1-1550 Gambar 33. Terong belanda
Gambar 34. Andaliman
mdpl. Akar tumbuhan umumnya digunakan sebagai obat cacing dan penurun
demam. Daunnya digunakan untuk penyembuhan patah tulang, bisul, penguat
jantung, keseleo. Buahnya untuk mengobati sakit kuning dan epilepsi. Tumbuhan
ini mengandung saponin, flavonoid, polifenol, dan fisalin
32. Cepen cepen (Saurauia madrensis)
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan
semak yang memiliki tata daun
alternate, daun tunggal, pangkal daun
membulat, serta pertulangan menyirip.
Tumbuhan ini bermanfaat sebagai obat
luka. Tumbuhan memiliki kandungan
kimia tergolong terpen dan alkaloid.
33. Kacinduduk (Homalonema propinqua)
Tumbuhan ini merupakan perdu dengan
tinggi tumbuhan 50 sampai 80 cm,
memiliki baatang berwarna hijau dan
beralur. Daun berbentuk jantung dengan
ujung runcing dan tepi daun rata.
Tumbuhan ini memiliki manfaat sebagai obat luka, bagian yang digunakan ialah
batang. Tumbuhan ini mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, dan terpenoid.
34. Pandan hutan (Pandanus sp)
Tumbuhan ini berkhasiat sebagai obat
hipertensi yang digunakan ialah pada
bagian akarnya. Gambar 36. Cepen-cepen
Gambar 37. Kacinduduk
35. Piper adancum
Tumbuhan ini merupakan liana memiliki
panjang daun 10-14 cm, lebar 5-6 cm,
pertulangan mendaun menjari, pangkal
membulat. Tumbuhan ini berkhasiat
sebagai obat mata merah dan bagian yang
digunakan ialah batangnya. Daun mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol.
36. Buncis (phaseolus vulgaris)
Tumbuhan ini termasuk semak menjalar
dengan panjang 2-3 m memiliki batang
tegak, lunak, membelit, hijau, lonjong,
pertulangan menyirip serta memiliki akar
tunggang. Buah dari tumbuhan ini
berkhasiat sebagai peluruh air seni dan daun mudanya berfungsi untuk menambah
zat besi. Tumbuhan ini mengandung saponin dan polifenol serta flavonoid pada
daunnya.
37. Akar wangi (Vetiveria zizamodes)
Tumbuhan ini umumnya ditemukan di
pinggir jalan, tanah terbuka. Tumbuhan
herba semusim, tinggi mencapai 50 cm.
Batang tegak silinder, bercabang banyak,
berbuku-buku dan berkelenjar rambut.
Daun tunggal, berseling, tidak rontok. Helai daun berbentuk lanset dengan ukuran
panjang 5-20 mm dan lebar 1-4 mm, dengan ujung daun runcing, berwarna hijau
cerah. Bunga kecil berwarna putih, inseksual, interminal dan axilaris, terletak di
ujung berbentuk tandan. Buah kapsul, lonjong, diameter 2 mm, berlekuk puncak. Gambar 39. Piper adancum
Gambar 40. Buncis
Akarnya mengeluarkan aroma seperti menthol. Akar dimanfaatkan sebagai obat
mengatasi rematik di punggung. Daunnya dihaluskan untuk mengobati luka luar.
38. Bawang batak (Allium fistulosum)
Tumbuhan ini merupakan herba
memiliki tinggi 60-70 cm. Batang
semu, beralur, tidak bercabang, hijau
muda. Daun tunggal, berupa roset
akar, lanset, tepi rata, ujung runcing,
panjang ± 30 cm, lebar ± 5 mm, pertulangan sejajar, daging daun tipis, rata, hijau.
Bunga majemuk, berkelamin dua, putih. Menurut Widyaningrum et al. (2011),
daun dan akar tumbuhan bawang batak (Allium fistulosum) mengandung saponin,
tanin, dan minyak atsiri. Khasiatnya adalah sebagai obat perut kembung dan
peluruh angin perut.
39. Pisang hutan (Musa paradisiaca)
Pisang termasuk dalam famili Musaceae.
Tanaman pisang dapat tumbuh dengan baik
pada berbagai macam topografi tanah baik
datar ataupun tanah miring. Pisang
mempunyai bunga majemuk, yang tiap
kuncup bunga dibungkus oleh seludang berwarna merah kecokelatan. Bagian
yang digunakan untuk tumbuhan obat ialah bagian seludang merah
kecokelatannya atau bunganya yang berfungsi sebagai obat terkilir dengan cara
dioleskan bunganya dicampur dengan minyak . Gambar 42. Bawang batak
40. Wedilia trilobata
Tumbuhan merupakan family
Asteraceae dan berupa terna memiliki
tinggi 30-50 cm, bunga majemuk
bentuk bongkol, keluar dari ujung
tangkai berwarna kuning. Bagian yang
digunkan ialah rimpangnya. Tumbuhan ini memiliki kandungan saponin,
flavonoid, serta minyak atsiri. Tumbuhan ini berkhasiat sebagai anti radang dan
pereda demam dan obat hepatitis
Penilaian Ekonomi (Valuasi Ekonomi)
Hasil perhitungan potensi tumbuhan obat di Hutan Kemasyarakatan,
Kecamatan Ajibata senilai Rp 8.449.000,-. Nilai ekonomi potensi tumbuhan obat
ini dihitung dengan menggunakan pendekatan harga pasar seluruh jenis tumbuhan
44
100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Berdasarkan gambar 45. Menunjukkan bahwa jenis andaliman dan senduduk
buluh memiliki nilai yang tinggi. Hal ini disebabkan karena andaliman memiliki
nilai pasar yang tinggi yang termasuk tumbuhan khas di daerah batak sedangkan
senduduk buluh keberadaannya yang paling mendominasi pada Hutan
Kemasyarakatan
Berdasarkan hasil wawancara terhadap pedagang tumbuhan obat,
tumbuhan obat memiliki harga yang relatif murah dikarenakan produk yang
digunakan secara langsung, namun bila produk tumbuhan obat tersebut dibeli
dalam ekstraksi maka akan meningkatkan nilai tambah pada tumbuhan obat.
Tumbuhan obat juga tidak dapat berdiri sendiri dalam mengobati suatu penyakit
dikarenakan dalam satu tumbuhan obat memiliki kandungan zat yang saling
bergantung antar satu tumbuhan obat dengan yang lainnya atau dengan kata lain
berkhasiat bila penggunaannya digabung.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan harga pasar di pancur batu lebih
murah per jenisnya dibandingkan harga pasar di kabanjahe. Hal ini dikarenkan
semakin dekat jarak pengambilan tumbuhan obat dengan pasar maka semakin
murah harga yang ditawarkan untuk jenis tumbuhan obat. Menurut Bahruni
(1999) menyatakan belum tersedianya informasi nilai (harga) mutlak dari hasil
hutan non kayu khususnya tumbuhan obat disebabkan karena produk barang/jasa
hutan tidak seragam/tidak standar, karena merupakan hasil alam, sehingga sulit
dibuat harga standar yang berlaku umum.
Berdasarkan jenis yang telah diinventarisasi, jenis tumbuhan yang
memiliki nilai ekonomi yang sudah dikenal ialah jahe, kunyit dan temulawak.
di Kecamatan Poncokusumo, tumbuhan jahe merupakan produk yang termasuk
dalam komodoti unggulan namun demikian kualitas, kuantitas dan
kontinyuitasnya masih memprihatinkan. Oleh karena itu sangat memerlukan
perhatian dan pembinaan dalam semua aspek, mengingat potensi jenisnya relatif
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Diperoleh 40 jenis tumbuhan obat di Hutan Kemasyarakatan, Desa Motung,
Spesies tumbuhan obat yang paling banyak ditemukan ialah senduduk buluh
(Clidermia hirta) yaitu sebanyak 421 jenis dengan nilai kerapatan tertinggi
27,52 dan terendah
2. Hutan kemasyarakatan untuk potensi tumbuhan obat memiliki nilai ekonomi
sebasar Rp 8.449.000,-
Saran
Nilai ekonomi potensi tumbuhan obat di Hutan Kemasyarakatan yang
didapat dari penelitian ini bukanlah nilai keseluruhan masih banyak potensi yang
dimiliki Hutan Kemasyarakatan bila yang diniliai ekstraksi dari tumbuhan obat
tersebut. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui nilai
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Tumbuhan Obat
Masyarakat Indonesia sudah mengenal obat dari jaman dahulu, khususnya
obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Seiring meningkatnya pengetahuan
jenis penyakit, semakin meningkat juga pengetahuan tentang pemanfaatan
tumbuhan untuk obat-obatan. Namun demikian, sering terjadi pemanfaatan ini
dilakukan secara berlebihan sehingga populasinya di alam semakin menurun.
Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai
mempunyai khasiat obat (Zuhud, 2009).
Tumbuhan tersebut dikelompokkan menjadi : 1) tumbuhan obat
tradisional, 2) tumbuhan obat modern, dan 3) tumbuhan obat potensial. Tumbuhan
obat tradisional adalah spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai
masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional. Tumbuhan modern adalah spesies tumbuhan obat yang secara ilmiah
telah dibuktikan mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan
penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis. Tumbuhan obat
potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa/bahan
bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan secara ilmiah medis atau
penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri (Zuhud et al.,1991).
Laju permintaan produk berbasis tanaman obat terkait erat dengan tingkat
penggunaan oleh masyarakat. Peningkatan penggunaan obat herbal mempunyai
dua dimensi korelatif, yaitu aspek medik terkait dengan penggunaannya yang
sangat luas di seluruh dunia, dan aspek ekonomi yang terkait dengan nilai tambah
Pada sisi pasokan, sebagian besar bahan baku obat yang berasal dari
tumbuhan dipanen secara langsung dari alam, hanya sebagian kecil yang telah
dibudidayakan. Kendala yang dihadapi untuk tanaman obat yang telah
dibudidayakan adalah fluktuasi produksi disebabkan belum diterapkannya
budidaya yang baik, mutu produk yang bervariasi, serta skala usaha yang kecil
dan terpencar-pencar. Sedangkan pemanenan tanaman obat langsung dari habitat
alaminya telah mengancam kelestarian beberapa jenis tanaman obat
(Karmawati et al, 1996).
Tumbuhan Obat
Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang mengandung bahan yang dapat
digunakan sebagai pengobatan dan bahan aktifnya dapat digunakan sebagai bahan
obat sintetik. Diperkirakan dari 30.000 jenis tumbuhan di Indonesia, 2500 jenis
diantaranya merupakan tumbuhan obat, namun baru sekitar 300 jenis yang telah
digunakan untuk berbagai keperluan industri obat tradisional (Syakir, 2006).
Produk simplisia tumbuhan obat berdasarkan bagian-bagiannya yang
diperlukan untuk pembuatan obat adalah :
1. Daun-daunnya (Simplisia daun/Folium)
2. Akar dan akar tingalnya saja (Simplisia Akar/Radix)
3. Kulit (Simplisia Kulit/Cortex)
4. Batang tanamannya (Simplisia Batang/Folium)
5. Bunga (Simplisia Bunga/Flos)
6. Buah (Simplisia Buah/Fructus)
7. Biji-bijian (Simplisia Biji/semen)
KPHL Model Tobasa Unit XIV
Berdasarkan data yang diperoleh dari website KPH, KPHL Model Toba
Samosir Unit XIV, terletak pada 98054’25’’- 99040’33’’ Bujur Timur dan antara
2039’04’’ – 20
Hutan Kemasyarakatan (HKm)
0’14’’ Lintang Utara. Penetapan KPHL Model Toba Samosir Unit
XIV yang terletak di Kabupaten Toba Samosir sesuai keputusan Menteri
Kehutanan Nomor SK. 867/Menhut-II/2013 tanggal 5 Desember 2013 seluas
87.247 Ha, yang terdiri dari hutan lindung (HL) seluas 75.762 Ha, hutan produksi
terbatas (HPT) seluas 6.294 Ha, dan hutan Produksi (HP) seluas 5.191 Ha
Namun, pada tanggal 24 Juni 2014, Menteri Kehutanan RI mengeluarkan SK
Nomor : SK/579/Menhut-II/2014 mengenai Kawasan Hutan di Sumatera Utara
dengan demikian, maka luas KPHL Model Toba Samosir Unit XIV menjadi
seluas kurang lebih 56.621,84 Ha (Kementerian Kehutanan, 2013).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan perkebunan No.
677/Kpts-II/1998, hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang dicadangkan
atau ditetapkan oleh menteri untuk dikelola oleh masyarakat yang tinggal di
dalam dan di sekitar hutan dengan tujuan pemanfaatan hutan secara lestari sesuai
dengan fungsinya dan menitikberatkan kepentingan mensejahterakan masyarakat.
Pemahaman masyarakat tentang program Hutan Kemasyarakatan
dimaknai sebagai kesempatan untuk mendapatkan hak penguasaan lahan di dalam
kawasan hutan sebagai sumber ekonomi keluarga. Akibatnya masyarakat
cenderung berprilaku eksploitatif untuk memaksimalkan manfaat ekonomi lahan.
Pemahaman tersebut diwujudkan melalui pola tanam dengan memilih jenis-jenis
musiman) dan tanaman yang berproduksi secara kontinyu dan bernilai ekonomi
tinggi (jenis tanaman tahunan) ( Mukhtar, 2010).
Peranan Tumbuhan Obat
Peran tumbuhan bagi kehidupan manusia sangatlah penting, maka
pengetahuan mengenai aktifitas biologis yang ditimbulkan oleh senyawa
metabolit sekunder yang berasal dari tumbuhan sangat diperlukan dalam usaha
penemuan sumber obat baru. Di Indonesia, terdapat sekitar 31 jenis tanaman obat
digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional (jamu), industri non jamu,
dan bambu, serta untuk kebutuhan ekspor, dengan volume permintaan lebih dari
1.000 ton/tahun. Peranan tanaman obat dalam pengembangan hutan tanaman juga
menghasilkan keuntungan majemuk meliputi : 1) keberhasilan pengelolaan hutan
tanaman melalui penyediaan sumber pendapatan yang berkelanjutan,
2) penyediaan lapangan kerja, 3) peningkatan pendapatan dan kesejahteraan,
4) peningkatan pendapatan asli daerah, dan 5) pengembangan usaha regional
(Sitepu dan Sutigno, 2001).
Potensi dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Sejarah pengobatan tradisional yang telah dikenal sejak lama sebagai
warisan budaya dan tetap diteruskan sehingga kini menjadi potensi dan modal
dasar untuk mengembangkan obat-obat tradisional yang berasal dari tumbuhan.
Menurut WHO, diperkirakan sekitar 4 milyar penduduk dunia (± 80%)
menggunakan obatan yang berasal dari tumbuhan. Bahkan banyak
obat-obatan modern yang digunakan sekarang ini berasal dan dikembangkan dari
tumbuhan obat. WHO mencatat terdapat 119 jenis bahan aktif obat modern
Potensi tumbuhan obat yang ada di hutan dan kebun/pekarangan sangatlah
besar, baik industri obat tradisional maupun fitofarmaka memanfaatkannya
sebagai penyedia bahan baku obat. Dilihat dari segi habitusnya, spesies-spesies
tumbuhan obat yang terdapat di berbagai formasi hutan Indonesia dapat
dikelompokkan ke dalam 7 (tujuh) macam yaitu : habitat bambu, herba, liana,
pemanjat, perdu, pohon dan semak. Dari ke tujuh habitat ini, spesies tumbuhan
obat yang termasuk kedalam habitat pohon mempunyai jumlah spesies dan
persentase yang lebih tinggi dibandingkan habitat lainnya, yaitu sebanyak 717
spesies (40,58%) (Zuhud, 2008).
Kebutuhan bahan baku obat tradisional terutama yang berasal dari
tumbuhan, sebagian besar diambil dari alam sehingga beberapa jenis mulai
langka. Untuk memperoleh bahan baku obat atau bahan aktif lainnya, sudah sejak
lama pemerintah melakukan penelitian tentang aktivitas farmakologi dan
toksisitas berbagai tumbuhan. Eksplorasi dan pengembangan budidaya tumbuhan
obat terus dikembangkan untuk mencapai sasaran jangka panjang, yaitu
mengurangi impor bahan baku obat sintesis guna menghemat devisa negara
(Djauhari dan Hernani, 2004).
Pemanfaatan tumbuhan obat atau bahan obat alam pada umumnya
sebenarnya bukanlah merupakan hal baru. Upaya pengobatan tradisional dengan
obat-obat tradisional merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dan
sekaligus merupakan teknologi tepat guna yang potensial untuk menunjang
pembangunan kesehatan. Dalam rangka peningkatan dan pemerataan pelayanan
kesehatan masyarakat, obat tradisional perlu dimanfaatkan dengan
tersebut, masyarakat dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan yang
dihadapinya (Tukiman, 2004).
Tabel 1. Tanaman obat yang berpotensi untuk sumber bahan obat modern di Indonesia
No Spesies tanaman Bagian yang
digunakan Indikasi khasiat
1 Benalu teh (Loranthus spp) Tangkai daun Anti kanker
2 Brotowali (Tinospora crispa L.) Tangkai daun Anti malaria, kencing manis
3 Bawang putih (Allium sativum L.) Umbi Anti jamur, penurun lemak
darah
4 Ceguk/wudani (Quisqualis indica L.) Biji Obat cacing
5 Delima putih (Punica granatum L.) Kulit buah Anti kuman
6 Ingu (Ruta graveolens L.) Daun Anti kuman, penurun panas
7 Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Rimpang Penghilang nyeri, anti
piretik, anti radang
8 Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingk.) Buah Obat batuk
9 Jati belanda (Guazoma ulmifolia Lamk.) Daun Penurun kadar lemak darah
10 Jambu biji/klutuk (Psidium guajava L.) Daun Anti diare
11 Jambu mente (Anacardium occidentale L.) Daun Penghilang nyeri
12 Kunyit (Curcuma domestica Val.) Rimpang Radang hati, radang sendi,
anti septik
13 Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) Daun Pelancar air seni
14 Legundi (Vitex trifolia L.) Daun Anti kuman
15 Labu merah (Curcubita moschata Duch) Biji Obat cacing pita
16 Pepaya (Carica papaya L.) Getah, daun,
biji
Sumber enzim papain, anti malaria, kontrasepsi pria
17 Pegagan/kaki kuda (Centella asiatica Urban) Daun Pelancar air seni, anti
kuman, anti tekanan darah tinggi
18 Pala (Myristica fragrans Houff.) Buah Penenang
19 Sembung (Blumea balsamifera D.C.) Daun Penghilang nyeri, penurun
panas
20 Sidowayah (Woodfordia floribunda Salisb.) Daun Anti kuman, pelancar air
seni
21 Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) Seluruh bagian Anti kuman, obat kencing
manis
22 Seledri (Alpium graveolens L.) Seluruh bagian Anti tekanan darah tinggi
23 Sirih (Piper betle L.) Daun Anti kuman
24 Temu lawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.) Rimpang Obat radang hati kronis
25 Tempuyung (Sonchus arvensis L.) Daun Pelancar air seni, obat
Penilaian Ekonomi (Valuasi Nilai Ekonomi)
Penilaian adalah penentuan nilai manfaat suatu barang ataupun jasa bagi
manusia atau masyarakat. Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang dan jasa
(sumber daya dan lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu, masyarakat maupun
organisasi. Jika nilai sumber daya (ekosistem) hutan, ataupun lebih spesifik
barang dan jasa hutan telah tersedia informasinya, seperti halnya harga berbagai
produk yang ada di pasar, maka pengelolan hutan dapat memanfaatkannya untuk
berbagai keperluan seperti pengambilan keputusan pengelolaan, perencanaan dan
lain-lain. Tidak tersedianya informasi nilai (harga) dari produk/jasa hutan maka
diperlukan suatu usaha kreatif untuk menduga nilai sumber daya hutan. Belum
tersedianya informasi nilai (harga) dari hutan disebabkan karena produk
barang/jasa hutan tidak seragam/tidak standar, karena merupakan hasil alam,
sehingga sulit dibuat harga standar yang berlaku umum. Oleh karena diperlukan
suatu usaha untuk menduga nilai dari sumber daya hutan (Bahruni, 1999).
Nilai sumberdaya hutan ini dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa
kelompok. Davis dan Johnson (1987) mengklasifikasi nilai berdasarkan cara
penilaian atau penentuan besar nilai dilakukan, yaitu : (a) nilai pasar, yaitu nilai
yang ditetapkan melalui transaksi pasar, (b) nilai kegunaan, yaitu nilai yang
diperoleh dari penggunaan sumberdaya tersebut oleh individu tertentu, dan
(c) nilai sosial, yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum, ataupun
perwakilan masyarakat. Sedangkan Pearce (1992) dalam Munasinghe (1993)
membuat klasifikasi nilai manfaat yang menggambarkan Nilai Ekonomi Total
Gambar 1. Nilai ekonomi total dari sumberdaya hutan (Pearce, 1992)
Pada penelitian ini digunakan nilai guna langsung untuk menghitung
tumbuhan obat secara ekonomi. Nilai pasar merupakan nilai yang diperoleh dari
harga pasar. Dengan demikian nilai pasar dimiliki oleh barang dan jasa yang
memiliki pasar (ada permintaan dan penawaran) sehingga terjadi jual beli. Pada
pasar bersaing sempurna (kompetitif) harga ini mencerminkan kesediaan
membayar setiap orang untuk memperoleh manfaat personal maksimum, yang
dalam masyarakat secara agregat memberikan manfaat sosial bersih maksimum.
Nilai yang dianggap standar adalah nilai pasar, yakni harga yang ditetapkan oleh
penjual dan pembeli dalam keadaan pasar kompetisi sempurna, karena:
• Memenuhi interest kedua belah pihak yang bersangkutan (penjual dan
• Memberi surplus kesejahteraan sosial (kesejahteraan produsen dan
konsumen yang maksimal
Penetapan nilai ekonomi total dapat menggunakan pendekatan harga pasar dan
pendekatan non pasar. Pendekatan harga pasar dapat dilakukan melalui
pendekatan produktivitas. Pada pendekatan ini valuasi yang dilakukan untuk
memberikan harga SDALH sedapat mungkin menggunakan harga pasar
sesungguhnya. Hal ini terutama dapat dilakukan bagi SDA yang diperjualbelikan
dipasar. Tahapan pelaksanaannya: 1) Menyiapkan data dan informasi mengenai
kuantitas SDA, 2) Melakukan survei sederhana untuk membantu mendapatkan
informasi yang diperlukan mengenai kuantitas dan harga SDA yang belum
tersedia, 3) Mengalikan jumlah kuantitas SDA dengan harga pasarnya.
Persamaannya ialah:
Nilai SDA = SDA x harga
Nilai total SDA = (SDA1 x harga1) + (SDA2 x harga2) + ... + (SDAn x hargan
Barang dan jasa yang dihasilkan hutan dan diperdagangkan (memiliki
harga pasar) diantaranya adalah hasil hutan kayu, produk hasil hutan non kayu
seperti pangan, tumbuhan obat, hidupan liar dan rekreasi. Untuk produk-produk
tersebut, harga pasar dapat digunakan untuk menggambarkan perhitungan
finansial, untuk membandingkan antara manfaat dan biaya dari berbagai alternatif
pilihan penggunaan lahan hutan. Harga pasar diturunkan melalui interaksi antara
produsen dan konsumen melalui permintaan dan penyediaan barang dan jasa
(transaksi pasar). Dalam pasar yang efisien (Pasar Persaingan Sempurna) harga
barang dan jasa mencerminkan kesediaan membayar setiap orang (WTP). Nilai
memenuhi keinginan penjual dan pembeli serta memberikan surplus kesejahteraan
yang maksimal. Apabila memungkinkan harga pada pasar yang efisien ini
menjadi pilihan pertama untuk membandingkan manfaat dan biaya dari berbagai
kegiatan. Bila tumbuhan obat tersebut tidak memiliki harga pasar maka dapat
menggunakan harga pengganti dengan menggunakan metode di bawah ini dari
beberapa teknik yakni :
o Harga subtitusi. Nilai barang/jasa hutan yang tidak memiliki harga pasar didekati dari harga barang subtitusinya.
o Harga subtitusi tidak langsung. Untuk barang subtitusi yang tidak ada harga pasarnya, maka nilai barang didekati dari harga penggunaan lain dari barang
subtitusi.
o Biaya oportunitas tidak langsung. Nilai barang/jasa hutan didekati dari faktor biaya pengadaannya (khususnya upah).
o Nilai tukar perdagangan. Harga barang/jasa hutan didekati dari nilai pertukaran dengan barang yang ada harganya.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia yang beriklim tropis mempunyai tanah subur sehingga banyak
jenis tumbuhan yang dapat tumbuh. Keanekaragaman hayati tumbuhan di
Indonesia merupakan sumber kekayaan alam yang tiada ternilai harganya.
Diantara berbagai jenis tersebut ada yang memiliki khasiat sebagai obat. Potensi
ini dapat memberikan manfaat dan keuntungan yang sangat besar bagi masyarakat
jika manfaat dan potensi keragaman tersebut dapat diketahui serta eksplorasinya
dapat dioptimalkan (Balai Penelitian Tanaman, 2007).
Pemberdayaan ekonomi masyarakat secara optimum dan peningkatan
pengetahuan masyarakat tentang eksplorasi dan manfaat tumbuhan obat dapat
memberikan nilai tambah yang lebih tinggi pada tumbuhan obat di Indonesia.
Namun, sebagian besar dari tumbuhan obat itu belum diketahui kegunaannya
sehingga eksistensinya terabaikan. Akibatnya tumbuhan berpotensi obat semakin
tidak dikenal jenis-jenisnya sehingga sering terkesan sebagai tumbuhan liar saja
(Hariana, 2004).
Industri obat tradisional Indonesia sedang mengalami perkembangan
pesat. Pesatnya perkembangan industri obat tercermin dari jumlah perusahaan
pendukungnya. Pada tahun 1981, jumlah perusahaan obat baru mencapai 165
buah, namun pada tahun 1991 dan tahun 2000, jumlah tersebut meningkat
masing-masing menjadi 427 dan 985 perusahaan. Pesatnya industri obat tersebut
Penilaian ekonomi merupakan suatu peralatan ekonomi yang
menggunakan teknik penilaian sumber daya untuk mengestimasi nilai uang dari
barang dan jasa yang diberikan oleh suatu kawasan. Prinsip valuasi ekonomi
bertujuan untuk memberikan nilai ekonomi kepada sumberdaya yang digunakan
sesuai dengan nilai riil dari sudut pandang masyarakat (Situmorang, 2014).
Tumbuhan obat merupakan salah satu produk hasil hutan bukan kayu yang
disediakan alam yang dipercayai dan diketahui masyarakat berkhasiat sebagai
obat, namun tumbuhan obat ini sering diabaikan karena dianggap tidak memiliki
nilai ekonomi karena hanya berupa semak atau rerumputan dan tidak semua
masyarakat mengetahui khasiat tumbuhan obat tersebut. Beberapa tumbuhan obat
juga memiliki nilai ekonomi yang dimanfaatkan masyarakat guna peningkatan
kesejahteraannya. Menurut Badan Pusat Statistik (2011), tumbuhan obat termasuk
ekspor produk potensial di Indonesia.
Dengan adanya penelitian penilaian (valuasi) ekonomi tumbuhan obat ini,
diharapkan dapat memberikan informasi inventarisasi potensi jenis tumbuhan obat
serta peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kekayaan alam yang ada di
sekitar mereka, sehingga jenis-jenis tumbuhan berkhasiat obat tetap terjaga
kelestariannya memperhatikan aspek konservasi sumber daya alam hayati dan
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Melakukan inventarisasi jenis tumbuhan obat di Hutan Kemasyarakatan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Toba Samosir Unit XIV.
2. Melakukan pemetaan sebaran tumbuhan obat di Hutan Kemasyarakatan.
3. Menganalisis valuasi nilai ekonomi tumbuhan obat di Hutan Kemasyarakatan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Toba Samosir Unit XIV.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna sebagai informasi bagi pihak-pihak yang
membutuhkan khusunya bagi peneliti yang terkait dengan jenis tumbuhan obat
dan sebagai infomasi bagi masyarakat umum dan lembaga terkait dalam
pengelolaan sumber daya alam pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung
ABSTRAK
JULITA DEWI PRATIDINI LIMBONG: Valuasi Ekonomi Potensi Tumbuhan Obat Di Hutan Kemasyarakatan (HKm) Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Toba Samosir Unit XIV Dibawah bimbingan RAHMAWATY dan YUNUS AFIFUDDIN
Tumbuhan obat merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang bermanfaat bagi manusia. Pemberdayaan ekonomi masyarakat secara optimum dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang eksplorasi dan manfaat tumbuhan obat dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi pada tumbuhan obat di Indonesia. Namun, sebagian besar dari tumbuhan obat itu belum diketahui kegunaannya sehingga eksistensinya terabaikan. Akibatnya tumbuhan berpotensi obat semakin tidak dikenal jenis-jenisnya sehingga sering terkesan sebagai tumbuhan liar saja. Hal ini menyebabkan perlu adanya penelitian ini. Tujuan dari penelitian ialah melakukan inventarisasi jenis tumbuhan obat, melakukan pemetaan inventarisasi tumbuhan obat, menghitung valuasi nilai ekonomi tumbuhan obat di Hutan Kemasyarakatan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Toba Samosir Unit XIV. Metode yang digunakan pada penelitian ini ialah systematic random sampling with random start, dimana penentuan petak ukur yang pertama dilakukan secara random (acak), kemudian penentuan titik pusat berikutnya dengan sistematik dengan jarak antar unit contoh sebesar 50 meter. Unit contoh lingkaran yang digunakan memiliki jari-jari 17,68 meter. Diinventarisasi tumbuhan obat yang ada pada petak yang dibuat. Hasil penelitian ini ditemukan 40 jenis tumbuhan obat, namun tidak semua jenis tumbuhan obat dimanfaatkan oleh masyarakat. Dari hasil valuasi ekonomi menggunakan metode harga pasar didapat jumlah jenis tumbuhan sebesar Rp. 8.449.000,-/ha untuk 40 jenis.
ABSTRACT
JULITA DEWI PRATIDINI LIMBONG: Economic Valuation of Herbal Plant’s Potential in Community Forest (HKm) Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Toba Samosir Model Unit XIV under guidance by RAHMAWATY dan YUNUS AFIFUDDIN
Herbal plant is one forest product non - wood that are beneficial to humans. Empowerment of society economic by optimally and increase of society knowledge about exploration and benefit of herbal plant can give plus value more high at herbal plant in Indonesia. However, most of it is not yet known medicinal plant uses so its existence is neglected. As a consequence, potential medicinal plants increasingly unknown types are so often seem as wild plants. It’s cause to need for this research. The purpose of this research is to conduct inventories of medicinal plants,to make maping of inventories , to analyze valuation of economic value herbal plant in Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Toba Samosir Unit XIV.
The method were conducted in this research is systematic random sampling with random start, where determination of the plots were first done by randomly,then the next plots by systematically with distance between units for 50 meters. Example circle unit is used has a radius of 17.68 meters. Inventoried medicinal plants that exist in the plot are made. Results of this research found 40 species of medicinal plants, but not all types of medicinal plants used by the community. From the results of economic valuation using the market prices obtained by the number of plant species are Rp. 8.449.000,-/ha for 40 species.
VALUASI EKONOMI POTENSI TUMBUHAN OBAT DI
HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) DI KESATUAN
PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) MODEL
TOBA SAMOSIR UNIT XIV
SKRIPSI
Oleh:
JULITA DEWI PRATIDINI LIMBONG 111201088/MANAJEMEN HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
JULITA DEWI PRATIDINI LIMBONG: Valuasi Ekonomi Potensi Tumbuhan Obat Di Hutan Kemasyarakatan (HKm) Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Toba Samosir Unit XIV Dibawah bimbingan RAHMAWATY dan YUNUS AFIFUDDIN
Tumbuhan obat merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang bermanfaat bagi manusia. Pemberdayaan ekonomi masyarakat secara optimum dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang eksplorasi dan manfaat tumbuhan obat dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi pada tumbuhan obat di Indonesia. Namun, sebagian besar dari tumbuhan obat itu belum diketahui kegunaannya sehingga eksistensinya terabaikan. Akibatnya tumbuhan berpotensi obat semakin tidak dikenal jenis-jenisnya sehingga sering terkesan sebagai tumbuhan liar saja. Hal ini menyebabkan perlu adanya penelitian ini. Tujuan dari penelitian ialah melakukan inventarisasi jenis tumbuhan obat, melakukan pemetaan inventarisasi tumbuhan obat, menghitung valuasi nilai ekonomi tumbuhan obat di Hutan Kemasyarakatan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Toba Samosir Unit XIV. Metode yang digunakan pada penelitian ini ialah systematic random sampling with random start, dimana penentuan petak ukur yang pertama dilakukan secara random (acak), kemudian penentuan titik pusat berikutnya dengan sistematik dengan jarak antar unit contoh sebesar 50 meter. Unit contoh lingkaran yang digunakan memiliki jari-jari 17,68 meter. Diinventarisasi tumbuhan obat yang ada pada petak yang dibuat. Hasil penelitian ini ditemukan 40 jenis tumbuhan obat, namun tidak semua jenis tumbuhan obat dimanfaatkan oleh masyarakat. Dari hasil valuasi ekonomi menggunakan metode harga pasar didapat jumlah jenis tumbuhan sebesar Rp. 8.449.000,-/ha untuk 40 jenis.