DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Bertens, K, Aborsi Sebagai Masalah Etika, PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta, 2002
Chrisdiono, Pernak-Pernik Hukum Kedokteran, Penerbit Widya Medika, Jakarta. Chazawi a. Pelajaran Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011.
C.S.T. Kansil dan Christine, S.T Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, Pradnya Pramitha, Jakarta, 2004
Estu T, Manajemen Abortus Inkomplit; modul kebidanan, Ed.2, EGC,2011
Hanafiah, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2007.
Hamdam, Tindak Pidana, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005
Isfandyarie a, Malpraktek Dan Resiko Medik dalam Kajian Hukum Pidana, Prestasi Pustaka, Jakarta,2005.
Kusmaryanto, CB, Kontroversi Aborsi, PT. Gramedia , Jakarta, 2002
Marpaung L, Kejahatan Terhadap Kesusilaan Dan Masalah Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.
Marpaung L, Tindak Pidana Terhadap Nyawa Dan Tubuh, Sinar Grafika, Jakarta, 2002.
Munir Fuady, Sumpah Hippocrates, PT. Citra Aditya Bakti, Malang 2005.
Moeljatno, Asas – Asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2008
Munder. Kebijakan Hukum Pidana. Bandung. KDT. 2010.
Notoatmodjo, Etika & Hukum Kesehatan. Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta, 2010.
Nawawi B. Kebijakan Hukum Pidana, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2008.
Projodikoro W, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2011.
Ridwan A, Pengantar Hukum Indonesia Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008.
Rukmini, M, Penelitian tentang Aspek Hukum Pelaksanaan Aborsi Akibat Perkosaan. Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan HAM RI, 2004.
Suryono. Hukum Malapraktik Kedokteran. Penebit Total Media. Jakarta. 2011.
Saifuddin Bari A, Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2008
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2004.
Wiyanto, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, CV. Mandar Maju 2012.
Yunanto. Hukum Pidana Malpraktik Medik. Penerbit Andi Yogyakarta. 2010.
B. Peraturan perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009
C. INTERNET
http://www.Academia.edu/8062526/Payung Hukum Pelaksanaan Abortus
Provokatus
http:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1552/1/pid-syafruddin6.pdf
http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123761-PK%20IV%202137.8280-Keterbukaan%20informasi-Metodologi.pdf
https://www.academia.edu/6739915/TINJAUAN_PUSTAKA
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl840/ancaman-pidana-terhadap-pelaku-aborsi-ilegal
http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/malpraktek-dan-pertanggungjawaban-hukumnya/
BAB III
PERTANGGUNG JAWABAN TINDAK PIDANA ABORSI
OLEH SEORANG DUKUN BERANAK, DALAM PUTUSAN
MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2189 K/Pid/2010
A. Pertanggungjawaban Tindak Pidana Aborsi oleh Dukun beranak dalam Putusan MA no. 2189 K/Pid/2010
Amar Putusan Pengadilan Tinggi Jambi No : 78/PID/2010/PT. JBI. Tanggal
01 September 2010 sebagai berikut :
1. Terdakwa RUKIYAH alias WAK KIYAH binti SAID AGIL
BARGABAH telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “Menggugurkan Kandungan”;
2. Terdakwa tersebut dihukum dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun
dan 6 (enam) bulan
3. Lamanya Terdakwa berada dalam tahanan akan dikurangkan seluruhnya
dari pidana yang dijatuhkan;
4. Terdakwa berada dalam tahanan akan dikurangkan seluruhnya dari pidana
yang dijatuhkan ;
5. Terdakwa tetap berada dalam tahanan ;
6. Barang bukti :
a. 1 (satu) buah gunting kecil yang terbuat dari bahan Stainless.
b. 1 (Satu) buah alat suntik (Injeksi) dan 2 (dua) Jarum suntik .
c. 1 (Satu) buah besi kecil berbentuk bulat dengan panjang sekitar 20 cm
e. 1 (satu) buah kasur busa ukuran panjang 200 cm warna kuning merah
bertuliskan Little Big Cat bergambar boneka.
f. 1 (satu) buah terpal/karet warna hijau dengan ukuran panjang 100 cm
dan lebar 60 cm.
g. 1 (satu) buah cangkul bertuliskan Wiling Tolls dengan gagang terbuat
dari kayu warna coklat panjang 100 cm.
h. 1 (satu) lembar kaos dalam laki-laki warna putih.
i. 1/5 (satu per lima) minyak baby oil merk Cussons beserta 1 botol
Cussons baby oli ukuran 50 ml tutup warna pink, dirampas untuk
dimusnakan.
7. Terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,-
(dua ribu rupiah) ;
Pengertian hukum pidana dapat disebut ciri atau unsur kesalahan dalam
arti yang luas yaitu :
1. Dapatnya dipertanggungjawabkan pembuat.
2. Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan yaitu sengaja atau
kesalahan dalam arti sempit.
3. Tidak adanya dasar peniadaan pidana yang menghapus dapatnya
dipertangggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat.
Butir 3 dapat dilihat kaitan antara kesalahan dan melawan hukum. Tidak
mungkin ada kesalahan tanpa adanya melawan hukum. Tetapi seperti
Melawan hukum adalah mengenai perbuatan yang abnormal secara
objektif. Kalau perbuatan itu sendiri tidak melawan hukum berarti bukan
perbuatan abnormal. Untuk hal ini tidak lagi diperlukan jawaban siapa
pembuatnya. Kalau perbuatannya sendiri tidak melawan hukum berarti
pembuatnya tidak bersalah. Kesalahan adalah unsure subjektif yaitu untuk
pembuat tertentu.
Ada kesalahan jika pembuat dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatan. Perbuatan dapat dicelakan terhadapnya. Celaan ini bukan celaan
etis, tetapi celaan hukum. Beberapa perbuatan yang dibenarkan secara etis
dapat dipidana. Peraturan hukum dapat memaksa kenyakinan etis pribadi kita
singkirkan.
Menurut Roeslan Saleh mengatakan bahwa “dilihat dari masyarakat”
menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan katanya, dulu orang
berpandangan psikologis mengenai kesalahan seperti juga pembentuk Wvs
Belanda, sekarang pandangan normatif. Bahasa Indonesia memiliki hanya ada
satu istilah yang dipergunakan yaitu pertanggungjawaban, sedangkan didalam
bahasa belanda ada 3 kata sinonim menurut Pompe, Aansprakelijk,
Veratwoordelijk dan Torekembaar.
Orangnya yang aanspraakelijk atau verantwoorkdelijk, sedangkan
toerekenbaar bukanlah orangnya, tetapi perbuatan yang
dipertanggungjawabkan kepada orang, biasanya pengarang lain memakai
Kata Pompe, sebagai ukuran untuk dapat dipertanggungjawabkan
sebagian besar penulis memakai formula kemungkinan terpikirkan oleh
pembuat tentang arti perbuatan dan pikiran itu ditunjukan yang sesuai dengan
perbuatan.40
Amar Putusan Pengadilan Tinggi Jambi No : 78/PID/2010/PT. JBI.
Tanggal 01 September 2010 adalah :
1. Keterangan Terdakwa sehingga menimbulkan adanya kegiatan aborsi /
Keguguran yang dilakukan RUKIYAH Alias WAK KIYAH Binti SAID AGIL
BARGABAH.
Terdakwa RUKIYAH Alias WAK KIYAH Binti SAID AGIL
BARGABAH pada hari sabtu tanggal 19 Desember 2009 sekitar pukul 11.00
Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2009 di Jln.
Iswahyudi Lr. Subur RT. 07 No. 48 Kel. Pasir Putih Kec. JMBI selatan Kota
Jambi atau setidak-tidaknya termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri
Jambi, dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuan atas Nita Talita (Almarhum) dan ditemani oleh Reni
untuk datang ke rumah Terdakwa RUKIYAH alias WAK KIYAH Binti SAID
AGIL BARGABAH. Terdakwa RUKIYAH melakukan melakukan pengurutan
dibagian perut Nita Talita (almarhum) kemudian juga Terdakwa menyuntikan
obat kedalam tubuh NitaTalita dengan tujuan Terdakwa untuk membuka rahim
Nita Talita (Almarhum) untuk mempermudah mengeluarkan janin secara paksa
dengan cara menggugurkan dengan obat yang digunakan OXITOXIN dengan
40
menyuntikan dipantat Nita Talita (Almarhum) dan obat yang digunakan di
kemaluan bernama SITOKTEK, Kemudian esok pada hari minggu tanggal 20
Desember 2009 sekitar pukul 11.00 Wib Janin yang ada didalam rahim Nita
Talita (Almarhum) dikeluarkan dalam keadaan meninggal sarung tangan
membersihkan pusat janin dengan gunting kecil dan memandikan janin
tersebut yang dilakukan oleh Terdakwa dan bungkus dengan kaos warna putih
kepada saksi M. Reza dan menguburkan janin dibawah pohon pisang
disamping kanan sebelah rumah saksi M. Reza.
2. Biaya Yang Dikeluarkan Nita Talita (Almarhum) Kepada Terdakwa
RUKIYAH Alias WAK KIYAH.
a. Upah Terdakwa tanggal 20 Nopember 2009 Sebesar Rp 800.000,-
(delapan ratus ribu rupiah.
b. Upah Terdakwa tanggal 23 Nopember 2009 Sebesar Rp 100.000,-
(seratus ribu rupiah).
c. Upah Terdakwa tanggal 27 Nopember 2009 sebesar Rp 500.000,- ( lima
ratus rupiah).
3. Saksi terjadi kegiatan aborsi sesuai putusan Mahkamah Agung
a. Saksi Reni
Saksi Reni menemani Nita Talita (almarhum) tanggal 23 Nopomber
2009 untuk melanjuti lagi pengurutan yang dilakukan oleh Terdakwa
b. Saksi M. Reza
Saksi M. Reza mengambil janin dari tangan Terdakwa RUKIYAH
Alias WAK KIYAH binti SAID AGIL BARGABAH dan menguburkan
janin tersebut dibawah pohon pisang disamping kanan sebelah rumah
saksi tersebut.
4. Barang bukti berupa :
a. 1 (satu) buah gunting kecil yang terbuat dari bahan Stainless.
b. 1 (Satu) buah alat suntik (Injeksi) dan 2 (dua) Jarum suntik ;
c. 1 (Satu) buah besi kecil berbentuk bulat dengan panjang sekitar 20 cm
terbuat dari bahan Stainless.
d. 1 (satu) buah sarung tangan warna kuning terbuat dari karet.
e. 1 (satu) buah kasur busa ukuran panjang 200 cm warna kuning merah
bertuliskan Little Big Cat bergambar boneka.
f. 1 (satu) buah terpal/karet warna hijau dengan ukuran panjang 100 cm dan
lebar 60 cm.
g 1 (satu) buah cangkul bertuliskan Wiling Tolls dengan gagang terbuat dari
kayu warna coklat panjang 100 cm;
h. 1 (satu) lembar kaos dalam laki-laki warna putih.
i. 1/5 (satu per lima) minyak baby oil merk Cussons beserta 1 botol Cussons
baby oli ukuran 50 ml tutup warna pink.
Berdasarkan keterangan Terdakwa bahwa sebab-sebab (etiologi criminal)
maka ia melakukan Aborsi terhadap Nita Talita (Almarhum) dengan
5. Hukuman Pidana
a. Tuntutan Pidana Jaksa / Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jambi tanggal 22
Juni 2010
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa RUKIYAH als WAK
KIYAH binti SAID AGIL BARGABAH dengan pidana penjara selama 3
(tiga) tahun dipotong selama dalam tahanan dengan perintah Terdakwa
untuk tetap ditahan. Berdasarkan fakta-fakta yang ada, maka perbuatan
Terdakwa memenuhi unsur-unsur yang didakwakan oleh Jaksa penuntut
umum.
b. Putusan Pengadilan Negeri Jambi No.235/Pid.B/2010/PN.JBI tanggal 01
Juli 2010
Berdasarkan perbuatan Terdakwa maka sudah termasuk dalam tindak
pidana berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan.
Memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009, Undang-Undang
Nomor 5 tahun 2004 dan perubahan kedua undang-undang Nomor 3 tahun
2009, Hal-hal yang memperberat adalah Perbuatan terdakwa yang telah
menyebabkan orang mati.
6. Penyebab-penyebab terjadinya aborsi ialah
a. Kurangnya pengetahuan yang lengkap dan benar mengenai proses
terjadinya kehamilan, dan metode-metode pencegahan kehamilan.
c Kehamilan yang tidak diinginkan bisa terjadi pada remaja yang telah
menikah dan telah menggunakan cara pencegahan kehamilan tetapi tidak
berhasil (kegagalan alat kontrasepsi).
d Kurangnya pendidikan tentang kesehatan reproduksi
e Pengaruh media informasi.
f Tidak memakai alat kontrasepsi saat berhubungan intim Semakin
longgarnya norma-norma dan nilai-nilai budaya agama serta kurangnya
pengawasan orang tua baik di rumah maupun di sekolah.
7. Pasal-pasal yang tentang aborsi atau pengguguran kandungan adalah
a. Pasal 346 KUHP menyatakan :
Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyeluruh orang lain untuk itu maka diancam dengan
paling lama 6 (enam) tahun.
b. Pasal 347 KUHP menyatakan :
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya diancam dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka
diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
c. Pasal 348 KUHP menyatakan :
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya diancam
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka
diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
d. Pasal 349 KUHP menyatakan :
Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan
kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu
melakukan salah satu kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan 348,
maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambahkan dengan
sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana
kejahatan.
Rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau
ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2. Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil
dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara
12 tahun, & jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun
penjara.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun
penjara & bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun
4. Jika yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut
seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah
sepertiganya & hak untuk berpraktik dapat dicabut.
5. Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak
untuk hidup serta mempertahankan hidupnya.
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau
pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus
Provocatus Criminalis”, sedangkan yang menerima hukuman adalah: 1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
8. Hasil Visum Et-Repetrum Nomor R/19/XII/2009/Dokpol
Tanggal 30 Desember 2009 perihal pemeriksaan janin Ny. Nita Talita
(almarhum) ditangani oleh Dokter Pramujoko, Sp. F, DFM dengan sumpah
jabatan sesuai hasil pemeriksaan sebagai berikut :
a. Mayat janin berseta dengan ari-arinya dibungkus kain mori berwarna putih
yang kotor oleh tanah dan cairan pembusukkan.
b. Mayat Janin sudah terpisah dengan ari-arinya dan dalam keadaan sudah
membusuk dan pipih.
c. Panjang janin tiga belas setengah sentimeter, jenis kelamin janin tidak dapat
ditentukan.
d. Ari-ari dalam keadaan sudah membusuk, namun masih dapat dikenali
Dengan sengaja termasuk juga dalam niat Terdakwa, ini dapat dibuktikan
dengan menimbulkan kematian ini terbukti dengan hasil Visum Et-Repertum.
B. Pembuktian Tindak Pidana
Ruang lingkup hukum pidana, suatu perbuatan dikatakan perbuatan
pidana apabila memenuhi semua unsur yang telah ditentukan secara dalam
suatu aturan perundang-undangan pidana. Sesuai pasal 1 ayat (1) KUHP yang
menyebutkan bahwa tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas
kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada,
sebelum perbuatan itu dilakukan. Nullum delictum noela poena sine previa lege (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu). Pasal 1 ayat (1) KUHP ini dikenal dengan atas legalitas. Kata kecuali dalam pasal 1
ayat (1) KUHP ini mengandung pembatasan terhadap perbuatan pidana. Tidak
setiap perbuatan dapat dikriminalkan walaupun secara etik mungkin
bertentangan dengan moral kemasyarakatan atau bertentangan dengan hukum
kebiasaan suatu masyarakat.
Criminal malpractice, pembuktian didasarkan pada terpenuhi tidaknya semua unsure pidana karena tergantung dari jenis criminal merupakan
malpractice yang didakwakan. Criminal malpractice delik umum,
pembuktiannya pun tunduk pada hukum acara pidana yang berlaku, yaitu kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam pasal 184 KUHAP
keterangan terdakwa. Perbuatan dikatakan terbukti sebagai perbuatan pidana
apabila berdasarkan minimal dua alat bukti tersebut hakim memperoleh
kenyakinan bahwa perbuatan merupakan perbuatan pidana.
Ilmu hukum pidana, perbuatan dikatakan perbuatan hukum pidana
apabila semua unsur pidananya terpenuhi. Malpraktek medic dapat ke ranah
hukum pidana apabila memenuhi syarat – syarat dalam 3 aspek yaitu : 1. Syarat sikap batin dokter.
2. Syarat dalam perlakuan medis.
3. Syarat mengenai hal akibat.
Dasar syarat dalam sikap batin adalah syarat sengaja atau culpa, yaitu
wujud perbuatan dalam melakukan tindakan medik, syarat pelakuan medis
adalah perlakuan medis yang menyimpang, dan syarat akibat adalah syarat
mengenai timbulnya dalam pelayanan medik dapat mengalami kesalahan
(sengaja atau lalai) yang pada ujungnya menimbulkan malpraktek medik,
apabila dilakukan secara menyimpang. Dapat diartikan bahwa umumnya
melakukan malpraktek dan tidak selalu berakibat terjadinya malpraktek
kedokteran menurut hukum, selain perbuatan-perbuatan dalam perlakuan
medic tersebut menyimpang masih ada syarat sikap batin akibat yang tidak
mudah dipahami dan diterapkan. Kasus konkret tertentu menunjukan perbuatan
yang ternyata salah kadangkala bisa dibenarkan dengan alasan tertentu. Hal itu
berarti untuk kasus konkret tertentu kadang diperlukan Misalnya salah dalam
pembenar yaitu fakta-fakta medis yang ada (hasil pemeriksaan sesuai standart)
dari sudut kepatutan dibenarkan untuk menarik kesimpulan diagnosis.41
Indonesia terdapat 2 (dua) aturan hukum yang mengatur tentang aborsi,
yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan. Dalam pasal aborsi ada di pasal 346,
347, 348, dan 349 KUHP.
Pasal 346 KUHP menyatakan :
Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyeluruh orang lain untuk itu maka diancam dengan
paling lama 6 (enam) tahun.
Pasal 347 KUHP menyatakan :
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang perempuan tanpa persetujuannya diancam dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka
Pasal 348 KUHP menyatakan :
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang perempuan dengan persetujuannya diancam dengan pidana penjara
paling 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka
diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
Pasal 349 KUHP menyatakan :
Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah
satu kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambahkan dengan sepertiga dan dapat
dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pada 347 dan 348 KUHP mengatur keterlibatan orang lain tindak pidana
aborsi. Apabila seseorang melakukan aborsi tanpa persetujuan dari perempuan
yang kandungannya diaborsi, maka pertanggungjawaban pidana pelaku
didasarkan pada Pasal 348 KUHP. Adapun Pasal 349 KUHP mengatur tentang
pemberatan dan pemberian pidana tambahan, yaitu dapat ditambah 1/3 dari
ancaman pidana dalam pasal yang dijadikan dasar tuntutan dan pencabutan hak
untuk menjalankan pekerjaan (profesi), apabila aborsi dilakukan oleh dokter
atau bidan atau apoteker. Tindak pidana aborsi dalam perpektif
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 diatur dalam pasal 80 ayat (1).42
BAB IV
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENGADILI PELAKU
TINDAK PIDANA ABORSI OLEH SEORANG DUKUN
BERANAK, DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 2189 K/Pid/2010
A. KRONOLOGIS KASUS
Awalnya pada hari Jum‟at tanggal 20 November 2009 Nita Talita
(Almarhum) dalam keadaan hamil dengan kandungan sekira 3 (tiga)
bulan bersama suaminya saksi M. Reza Mubarak (perkara diajukan
terpisah) datang kerumah terdakwa RUKIYAH als WAK KIYAH binti
SAID AGIL BARGABAH dengan tujuan menggugurkan kandung Nita
Talita (Almarhum) dan terdakwa menyetujuinya.
Terdakwa mengurut rahim Nita Talita (Almarhum) dengan cara
terdakwa Nita Talita (Almarhum) membuka baju dan celana kemudian
memakai sarung, selanjutnya Terdakwa menyuruh Nita Talita
(Almarhum) menggunakan minyak baby oil merk Cussons milik Nita
Talita (Almarhum) dengan meletakkan tangan terdakwa diatas arah
bagian kebawah perut atau rahim Nita talita dan dilakukan selama
2(dua) jam.
Terdakwa mendapat upah sebesar Rp. 800.000,- (delapan ratus
ribu rupiah) dari saksi M. Reza (perkara diajukan terpisah) selanjutnya
pengurutan, setelah terdakwa mengurut rahim Nita Talita (Almarhum),
Terdakwa mendapatkan upah sebesar Rp. 100.000,-
Hari Jumat tanggal 27 November 2009 Nita Talita (Almarhum)
ditemani saksi Reni datang ke rumah Terdakwa dan Terdakwa mengurut
kembali rahim Nita Talita (Almarhum) dengan mendapat upah sebesar
Rp. 500.000, kemudian pada hari Jum‟at tanggal 4 Desember 2009
Terdakwa pergi ke rumah saksi M. Reza Mubarak (perkara diajukan
terpisah) di Lr. Subur RT. 07 No. 48 Kel. Pasir Putih Kec. Jambi Selatan
kemudian dirumah tersebut Terdakwa mengurut rahim Nita Talita
(Almarhum) selanjut pada hari Jum‟at tanggal 11 Desember 2009
Terdakwa mengurut rahim Nita Talita (Almarhum) di rumahnya di Lr.
Subur RT. 07 No. 48 Kel. Pasir Putih Kec. Jambi Selatandengan
mendapat upah sebesar Rp. 500.000,-
Hari sabtu tanggal 19 Desember 2009 sekira pukul 11.00 Wib
Terdakwa datang ke rumah Nita Talita (Almarhum) di Lr. Subur RT. 07
No. 48 Kel. Pasir putih Kec. Jambi Selatan Kota Jambi kemudian
Terdakwa mengurut badan dan rahim Nita Talita (Almarhum) dan
Terdakwa menggunakan alat besi Stainless berbentuk bulat kecil untuk
memasukkan obat dengan nama SITOKTEK di kemaluan Nita Talita
(Almarhum) dengan tujuan membuka rahim Nita Talita (Almarhum)
Selanjutnya Terdakwa menyuntikan obat dengan nama OXITOXIN
dipantat Nita Talita (Almarhum) dengan tujuan untuk menambah tenaga
paksa janin (menggugurkan) sehingga janin tersebut akan keluar 1 (satu)
hari setelah disuntik kemudian esoknya pada hari minggu tanggal 20
Desember 2009 sekitar pukul 11.00 Wib janin yang ada didalam rahim
Nita Talita (Almarhum) keluar dalam keadaaan meninggal, keadaan
memakai sarung tangan membersihkan janin tersebut kemudian
memotong tali pusat janin dengan menggunakan gunting kecil
selanjutnya Terdakwa memandikan janin tersebut yang telah dibungkus
dengan baju kaos warna putih kemudian terdakwa menunjukan janin
yang telah dibungkus baju kaos warna putikh kepada saksi M. Reza
(perkara diajukan terpisah) megambil janin tersebut dan menguburkan
janin tersebut dibawah pohon pisang disamping kanan sebelah rumah
saksi M. Reza.
Akibat perbuatan terdakwa, janin yang dikandung Nita Talita
(Almarhum) mati sebagaimana haasil Visum Et-Repetrum No.
R/19/XII/2009/Dokpol tanggal 30 Desember 2009 perihal Hasil
Pemeriksaan Janin Ny. Nita Talita (Almarhum) yang ditandatangani
oleh dokter pemeriksa Dr. Pramujoko, Sp. F. DFM dengan mengingat
sumpah jabatan dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut :
1. Mayat janin berseta dengan ari-arinya dibungkus kain mori
berwarna putih yang kotor oleh tanah dan cairan pembusukkan.
2. Mayat Janin sudah terpisah dengan ari-arinya dan dalam keadaan
3. Panjang janin tiga belas setengah sentimeter, jenis kelamin janin
tidak dapat ditentukan.
4. Ari-ari dalam keadaan sudah membusuk, namun masih dapat
dikenali sebagai jaringan ari-ari dan kondisinya tidah utuh.
B. TUNTUTAN JAKSA
Tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri
Jambi tanggal 22 Juni 2010 adalah :
1. Menyatakan Terdakwa RUKIYAH als WAK KIYAH binti SAID
AGIL BARGABAH telah membuktikan secara sah dan menyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “menggugurkan Kandungan atau
Mematikan Kandungan Seorang Wanita Dengan Persetujuan diancam
pidana melanggar ketentuan Pasal 348 ayat (1) KUHP.
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa RUKIYAH als WAK
KIYAH binti SAID AGIL BARGABAH dengan pidana penjara
selama 3 (tiga) tahun dipotong selama dalam tahanan dengan perintah
Terdakwa untuk tetap ditahan.
3. Menyatakan barang bukti berupa ;
a. 1 (satu) buah gunting kecil yang terbuat dari bahan Stainless.
b. 1 (Satu) buah alat suntik (Injeksi) dan 2 (dua) Jarum suntik
c. 1 (Satu) buah besi kecil berbentuk bulat dengan panjang sekitar
20 cm terbuat dari bahan Stainless.
e. 1 (satu) buah kasur busa ukuran panjang 200 cm warna kuning
merah bertuliskan Little Big Cat bergambar boneka.
f. 1 (satu) buah terpal/karet warna hijau dengan ukuran panjang 100
cm dan lebar 60 cm.
g. 1 (satu) buah cangkul bertuliskan Wiling Tolls dengan gagang
terbuat dari kayu warna coklat panjang 100 cm;
h. 1 (satu) lembar kaos dalam laki-laki warna putih.
i. 1/5 (satu per lima) minyak baby oil merk Cussons beserta 1 botol
Cussons baby oli ukuran 50 ml tutup warna pink.
Dirampas untuk dimusnakan.
2. Menetapkan supaya Terdakwa dibebani untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).
C. FAKTA HUKUM
1. Bukti – bukti
a. 1 (satu) buah gunting kecil yang terbuat dari bahan Stainless.
b. 1 (Satu) buah alat suntik (Injeksi) dan 2 (dua) Jarum suntik.
c. 1 (Satu) buah besi kecil berbentuk bulat dengan panjang
sekitar 20 cm terbuat dari bahan Stainless.
e. 1 (satu) buah kasur busa ukuran panjang 200 cm warna
kuning merah bertuliskan Little Big Cat bergambar boneka.
f. 1 (satu) buah terpal/karet warna hijau dengan ukuran panjang
100 cm dan lebar 60 cm.
g. 1 (satu) buah cangkul bertuliskan Wiling Tolls dengan
gagang terbuat dari kayu warna coklat panjang 100 cm;
h. 1 (satu) lembar kaos dalam laki-laki warna putih.
i. 1/5 (satu per lima) minyak baby oil merk Cussons beserta 1
botol Cussons baby oli ukuran 50 ml tutup warna pink.
j. Mayat janin berseta dengan ari-arinya dibungkus kain mori
berwarna putih yang kotor oleh tanah dan cairan
pembusukkan.
2. Saksi- saksi
a. M. Reza Mubarak (Suami)
b. Reni
D. PUTUSAN HAKIM
1. Putusan Pengadilan Negeri
Putusan putusan Pengadilan Negeri Jambi No.235/Pid.B/2010/
PN.JBI tanggal 01 Juli 2010 yang amar lengkapnya sebagai berikut :
a. Menyatakan Terdakwa RUKIYAH alias WAK KIYAH binti
menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menggugurkan Kandungan”.
b. Menghukum Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan.
c. Menyatakan lamanya Terdakwa berada dalam tahanan akan
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
d. Memerintahkan agar Terdakwa berada dalam tahanan akan
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
e. Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan
f. Menyatakan barang bukti :
a. 1 (satu) buah gunting kecil yang terbuat dari bahan Stainless.
b. 1 (Satu) buah alat suntik (Injeksi) dan 2 (dua) Jarum suntik.
c. 1 (Satu) buah besi kecil berbentuk bulat dengan panjang
sekitar 20 cm terbuat dari bahan Stainless.
d. 1 (satu) buah sarung tangan warna kuning terbuat dari karet.
e. 1 (satu) buah kasur busa ukuran panjang 200 cm warna
kuning merah bertuliskan Little Big Cat bergambar boneka.
f. 1 (satu) buah terpal/karet warna hijau dengan ukuran panjang
100 cm dan lebar 60 cm.
g. 1 (satu) buah cangkul bertuliskan Wiling Tolls dengan
gagang terbuat dari kayu warna coklat panjang 100 cm;
i. 1/5 (satu per lima) minyak baby oil merk Cussons beserta 1
botol Cussons baby oli ukuran 50 ml tutup warna pink.
Dirampas untuk dimusnakan.
g. Menetapkan supaya Terdakwa dibebani untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).
2. Pengadilan Tinggi
Putusan Pengadilan Tinggi Jambi No : 78/PID/2010/PT. JBI.
Tanggal 01 September 2010 yang amar lengkapnya sebagai berikut :
a. Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Jaksa
Penuntut Umum
b. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jambi tanggal 01 Juli
2010 Nomor : 235/Pid.B/2010/PN.JBI. yang dimintakan
banding tersebut.
c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
d. Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan ;
e. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya
perkara dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat
3. Mahkamah Agung
a. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi :
Jaksa/Penuntut Umum Pada Kejaksaan Negeri Jambi di Jambi
tersebut .
b. Membebani Termohon Kasasi/Terdakwa tersebut untuk
membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp.
2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
E. ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM
Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan dalam
tindak pidana aborsi didasarkan pada banyak hal. Diantaranya adalah
bukti-bukti yang diajukan, keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan
surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa dalam kasus aborsi pun
pada dasarnya termasuk ke dalam teori pemidanaan gabungan, yaitu
gabungan dari teori pemidanaan relatif dan absolut, karena tujuan
pemidanaan bukanlah untuk membalas saja, tetapi untuk
mempertahankan tertib hukum. Tujuan pemidanaan tersebut dapat
sebagai pencegahan terhadap tindak pidana aborsi khususnya bagi
masyarakat. Hendaknya peraturan perundang-undangan di Indonesia
dalam pengaturan mengenai aborsi lebih diatur secara khusus dan
es. Dimana banyak kasus yang terjadi namun hanya sedikit yang
terungkap.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 yang telah disahkan
Tentang Kesehatan (Undang-Undang Kesehatan) menggantikan
Undang-undang kesehatan sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 23
tahun 1992 tentang kesehatan, permasalahan aborsi memperoleh
legitimasi dan penegasan. Secara eksplisit, dalam Undang-undang ini
terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai aborsi, meskipun dalam
praktek medis mengandung berbagai reaksi dan menimbulkan
kontroversi diberbagai lapisan masyarakat. Meskipun, Undang-undang
melarang praktik aborsi, tetapi dalam keadaan tertentu terdapat
kebolehan. Ketentuan pengaturan aborsi dalam Undang-undang
Kesehatan dituangkan dalam Pasal 75, Pasal 76 dan Pasal 77.
Kasus aborsi dalam pidana yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan
Negeri Jambi No.235/Pid.B/2010/ PN.JBI tanggal 01 Juli 2010 dan
Pengadilan Tinggi Jambi No : 78/PID/2010/PT. JBI. Tanggal 01
September 2010 masih terlalu ringan, mengingat bahwa aborsi dalam
KUHP adalah termasuk dalam kejahatan terhadap nyawa yang ancaman
hukumannya paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan dan dipertegas
dalam pasal 194 uu. No.36 tahun 2009 adalah 10 (sepuluh) tahun penjara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1. Tindak Pidana Aborsi Di Indonesia di atur dalam KUHP pasal 346, 347,
348, 349 dan UU No. 36 tahun 2009 pasal 75, 76, dan 77.
2. Seorang Dukun beranak yang melakukan tindak pidana aborsi menurut
Putusan MA No.2189/K/Pid/2010 DIPIDANA dihukum dengan pidana
penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan.
3. Pertimbangan Hakim bagi seorang dukun beranak yang melakukan
aborsi sesuai putusan MA No. 2189 K/Pid/2010 adalah bukti-bukti
yang diajukan, keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan surat
dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.
2. Saran
1. UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang telah disahkan
memperoleh legitimasi dan penegasan dalam permasalahan aborsi,
namun secara eksplisit dalam praktik medis menimbulkan kontroversi
diberbagai lapisan masyarakat. Oleh karena itu, butuh dukungan yang
kuat dari berbagai subyek hukum dalam menegakkan aturan hukum.
2. Kurangnya sanksi atau masih ringan terhadap tindak pidana aborsi,
sebab tindak pidana aborsi termasuk dalam kejahatan terhadap nyawa.
3. Perlunya penegasan kembali dalam UU No.36 tahun 2009 tentang Status
dan bagaimana legalitas seorang dukun beranak dalam Profesi
BAB II
PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI
A. Aborsi dari Sudut Pandang Hukum
1. Aborsi dan kejahatan
Kejahatan adalah perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan
hukum, yang terhadap perbuatan ini bisa dikenakan pidana. Hukum pidana
Indonesia memandang tindakan aborsi tidak selalu merupakan perbuatan jahat
atau merupakan tindak pidana, hanya abortus provocatus criminalis saja yang
dikategorikan sebagai suatu perbuatan tindak pidana, adapun aborsi yang
lainnya terutama yang bersifat spontan dan medicalis, bukan merupakan suatu
tindak pidana. 23
Aborsi juga disebut terminasi kehamilan, yang mempunyai dua macam
yaitu :
a. Bersifat Legal
Aborsi legal dilakukan oleh tenaga kesehatan atau tenaga medis
yang berkompeten berdasarkan indikasi medis, dengan persetujuan ibu
yang hamil dan suami.
Aborsi legal sering juga disebut aborsi buatan atau pengguguran
dengan indikasi medis. Meskipun demikian, tidak setiap tindakan aborsi
yang sudah mempunyai indikasi medis ini dapat dilakukan aborsi buatan.
23
Persyaratan lain yang harus dipenuhi dalam tindakan aborsi adalah :
1. Aborsi hanya dilakukan sebagai tindakan terapeutik.
2. Disetujui secara tertulis oleh dua orang dokter yang berkompetensi.
3. Dilakukan ditempat pelayanan kesehatan
b. Bersifat Ilegal
Aborsi illegal oleh tenaga kesehatan atau tenaga medis yang tidak
berkompeten, melalui cara-cara diluar medis (pijat, jamu, atau
ramuan-ramuan), dengan atau tanpa persetujuan ibu hamil dan suami. Aborsi
illegal sering juga dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten, tetapi
tidak mempunyai indikasi medis.24
2. Aborsi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia
Indonesia terdapat 2 (dua) aturan hukum yang mengatur tentang aborsi,
yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang kesehatan, sebagaimana diatur dalam pasal –pasal sebagai
berikut :
a. Pasal 299 KUHP menyatakan :
1. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh seorang wanita supaya diobati dengan memberitahu atau menerbitkan pengharapan bahwa oleh karena pengobatan itu dapat gugur kandungannya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak empat puluh lima ribu rupiah.
2. Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan , atau
melakukan kejahatan itu sebagai mata pencaharian atau kebiasaan atau
kalau ia seorang Dokter, Bidan, atau Juru obat, pidana dapat ditambah
sepertiganya.
3. Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka
dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.25
b. Pasal 346 KUHP menyatakan :
Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyeluruh orang lain untuk itu maka diancam dengan
paling lama 6 (enam) tahun.
c. Pasal 347 KUHP menyatakan :
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang perempuan tanpa persetujuannya diancam dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka
diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
d. Pasal 348 KUHP menyatakan :
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang perempuan dengan persetujuannya diancam dengan pidana
penjara paling 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka
e. Pasal 349 KUHP menyatakan :
Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan
kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu
melakukan salah satu kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan 348,
maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambahkan dengan
sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana
kejahatan dilakukan.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa yang dapat dihukum, menurut
KUHP dalam kasus Tindak Pidana Aborsi ini adalah :
a. Pelaksana Aborsi, yakni tenaga medis atau dukun atau orang lain dengan
hukuman maksimal 4 tahun ditambah sepertiganya dan dicabut hak untuk
berpraktik.
a. Wanita yang menggugurkan kandungannya , dengan hukuman
maksimal 4 tahun.
b. Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab
terjadinya aborsi itu dihukum dengan hukuman yang bervariasi.26
4.Aborsi Menurut Undang-Undang Keshatan ( UU No. 23 Tahun 1992)
Pasal 15 UU No. 23 tahun 1992
Undang- undang kesehatan mengatur masalah aborsi yang secara
substansial berbeda dengan KUHP, menurut undang-undang ini aborsi dapat
dilakukan apabila ada indikasi medis.
26
Pasal 15 UU No. 23 tahun 1992
(1)Dalam Keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
(2)Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat
dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya
tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi
serta berdasarkan pertimbangan tim ahli
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan
pemerintah
Dalam penjelasan resmi dari ayat 1 itu dikatakan :
Tindakan medis dalam pengguran kandungan dengan alasan apapun
dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma
upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya, dapat
diambil tindakan medis tertentu. 27
B. Unsur-Unsur Dalam Tindak Pidana
Menurut Adam Chazami, unsur-unsur tindak pidana terdiri dari :
1. Unsur formal meliputi
a. Perbuatan manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak
berbuat yang termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia.
b. Melanggar peraturan pidana. Dalam artian bahwa sesuatu akan
dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelum yang telah
mengatur peraturan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu
kejahatan yang telah dilakukan dengan suatu peraturan pidana, maka
tidak ada tindak pidana.
c. Diancam dengan hukuman, hal yang ini bermaksud bahwa KUHP
mengatur tentang hukuman yang berbeda berdasarkan tindak pidana
yang telah dilakukan.
d. Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana unsure-unsur kesalahan
yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang
melakukan tindak pidana serta orang tersebut berbuat sesuatu dengan
sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat
perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan
27
yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat
yang tidak dikehendaki oleh ndang-undang.
e. Pertanggung jawaban yang menentukan bahwa orang yang tidak sehat
ingatannya tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Dasar dari
pertanggungjawaban seseorang terletah dalam keadaan jiwanya.
2. Unsur materil
Tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus
benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang patut dilakukan.
Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi
apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan
suatu tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana
dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur
objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang terdapat diluar
diri pelaku tindak pidana.
Unsur objektif ini meliputi :
a. Perbuatan atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan
manusia itu ada yang aktif (berbuat sesuatu), missal membunuh (Pasal 338
KUHP), menganiaya (Pasal 351 KUHP).
b. Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam delik
material atau delik yang dirumuskan secara material, misalnya (pasal 338
c. Ada unsur melawan hukum. Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu
harus bersifat melawan hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan
dengan tegas dalam perumusan.
Beberapa tindak pidana memerlukan hal-hal objektif yang menyertainya
untuk mendapat sifat tindak pidananya. Salah satu tindak pidana tersebut
harus dilakukan didepan umum seperti : penghasutan (Pasal 160 KUHP),
melanggar kesusilaan (Pasal 281 KUHP).
Dalam hal ini terdapat dua unsur yang mempunyai sifat tindak pidananya,
yaitu :
a. Unsur yang memberatkan tindak pidana. Hal ini terdapat dalam delik-delik
yang dikualifikasikan oleh akibanya, yaitu karena timbulnya akibat
tertentu, maka ancaman pidana diperberat.
b. Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana.
3. Unsur subjektif
Tindak pidana juga mengenal adanya unsur subjektif, unsur ini meliputi : a. Kesengajaan
b. Kealpaan
c. Niat
d. Dengan rencana lebih dahulu
Perbuatan dikatakan melawan hukum apabila orang tersebut melanggar
merupakan perbuatan melawan karena ada alasan pembenar, pasal 50 dan pasal
51 KUHP. Sifat melawan hukum itu sendiri meliputi :
a. Sifat formil yaitu bahwa perbuatan tersebut diatur oleh undang-undang.
b. Sifat materil yaitu bahwa perbuatan tersebut tidak selalu harus diatur
dalam undang-undang tetapi juga dengan perasaan keadilan dalam
masyarakat.
Perbuatan melawan hukum dapat dibedakan atas dua bagian sesuai
fungsinya antara lain :
a. Fungsi negatif
Mengakui kemungkinan adanya hal-hal diluar undang-undang dapat
menghapus sifat melawan hukum suatu perbuatan yang memenuhi rumusan
undang-undang.
b. Fungsi positif
Mengakui bahwa suatu perbuatan itu tetap merupakan tindak pidana
meskipun tidak dinyatakan diancam pidana dalam undang-undang, apabila
bertentangan dengan hukum atau aturan-aturan yang ada diluar
undang-undang.
Sifat melawan hukum untuk yang tercantum dalam undang-undang secara
tegas haruslah dapat dibuktikan. Jika unsur melawan hukum dianggap
C. Kelalaian (culpa) dan Kesengajaan dalam Tindak pidana
Undang-undang tidak memberi definisi apakah kelalaian itu. Menurut
memori (Memorie van toelichichting) mengatakan, bahwa kelalaian (culpa)
terletah antara sengaja dan kebetulan, oleh Karena itu Hazewinkel-suringa
mengatakan bahwa delik culpa itu merupakan delik semu (quasdelict) sehingga
diadakan pengurangan pidana bahwa culpa terletah sengaja dan kebetulan.
Memori jawaban pemerintah (MvA) mengatakan bahwa siapa yang
melakukan kejahatan dengan sengaja berarti mempergunakan salah
kemampuannya sedangkan siapa karena salahnya (culpa) melakukan kejahatan
berarti tidak mempergunakan kemampuannya yang ia harus mempergunakan.
Van Hamel membagi curpa atas dua jenis :
1. Kurang melihat ke depan yang perlu
2. Kurang hati-hati yang perlu
Menurut Vos mengeritik pembagian Van Hamel mengenai culpa ini
dengan mengatakan bahwa tidak ada batas yang tegas antara kedua bagian
tersebut. Ketidakhati-hatian itu sering timbul karena kurang melihat kedepan.
Van membedakan dua jenis culpa sedangkan Vos membedakan dua
unsur (element) adalah
1. Terdakwa dapat melihat kedepan yang akan terjadi.
2. Ketidakhati-hatian (tidak dapat dipertanggungjawabkan) perbuatan yang
dilakukan (pengabdian) dengan kata lain harus ada perbuatan yang tidak
Menurut Vos selanjutnya “dapat melihat kedepan suatu akibat” menurut
syarat subjektif (pembuat harus dapat melihat kedepan), misalnya seorang anak
kecil memindakan wisel rel kereta api sehingga rel kereta api keluar dari rel,
tidaklah ia bersalah (culpa) jika ia tidak tahu apakah wisel kereta api itu, tetapi
culpa itu ada pula segi objektifnya, yaitu sesudah dilakukan perbuatan,
dikatakan pembuat dapat melihat kedepan akibatnya jika seharusnya ia telah
diperkirakan. Ia sebagai orang normal dari sekelompok orang yang dapat
melihat kedepan aibat itu, jadi seorang profesional dipandang lebih dapat
melihat kedepan dibanding orang awam.
Mengenai kekuranghatian-hatian, Vos mengatakan ada beberapa
perbuatan yang dapat melihat kedepan akibat tetapi bukan culpa. Contoh
dokter yang melakukan operasi berbahaya yang dilakukan menurut
keahliannya yang dapat melihat kedepan adanya kemungkinan kematian, tetapi
bukanlah culpa, disini perbuatan tersebut masih dapat dipertanggungjawabkan,
jadi untuk dipandang sebagai culpa, masih harus ada unsur kedua, yaitu
pembuat membuat sesuatu yang lain daripada yang seharusnya ia lakukan,
menurut vos ialah masih harus ada unsur kedua yaitu kurang kehati-hatian.
Pengecualian terhadap larangan melakukan aborsi diberikan hanya dalam
dua kondisi berikut:
a) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
b) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan. (lihat Pasal 75 ayat [2] UU Kesehatan).
Tindakan aborsi yang diatur dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan itu pun
hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra
tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh
konselor yang kompeten dan berwenang (lihat Pasal 75 ayat [3] UU Kesehatan).29
D. Kesengajaan
Menurut Memorie Van Toelichting (MvT), kata “dengan sengaja” (opzettelijk) adalah sama dengan ”Willens en weten” dikehendaki dan diketahui). Hal ini berarti, pada waktu melakukan perbuatan, perlu menghendaki (willen)
perbuatan dan atau akibat perbuatannya, juga mengetahui atau mengerti (weten)
hal-hal tersebut. Pasal 338 KUHPid tentang merampas nyawa orang lain, pelaku dikatakan sengaja jika ia menghendaki perbuatan dan akibat berupa terampasnya
nyawa orang lain, juga ia mengerti bahwa perbuatan seperti itu dapat membawa
akibat terampasnya nyawa orang lain.30
KUHP tidak menjelaskan apa arti kesengajaan tersebut, dalam Memorie van Toelichting (MvT), kesengajaan diartikan yaitu melakukan perbuatan yang dilarang dengan dikehendaki dan diketahui.
Seorang dokter terkadang harus dengan sengaja menyakiti atau
menimbulkan luka pada tubuh pasien, misalnya : seorang ahli dokter kandungan
29
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl840/ancaman-pidana-terhadap-pelaku-aborsi-ilegal, Diana, Jawaban Aborsi.
30
yang melakukan pembedahan Sectio Caesaria untuk menyelamatkan ibu dan janin. Ilmu pengetahuan (doktrin) mengartikan tindakan dokter tersebut sebagai
penganiayaan karena arti dan penganiayaan adalah setiap perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang
lain. Didalam semua jenis pembedahan sebagaimana sectio caesare tersebut,
dokter operator selalu menyakiti penderita dengan menimbulkan luka pada pasien
yang jika tidak karena perintah Undang-Undang “si pembuat luka” dapat
dikenakan sanksi pidana penganiayaan. Oleh karena itu, didalam setiap
pembedahan, dokter operator haruslah berhati-hati agar luka yang diakibatkannya
tersebut tidak menimbulkan masalah kelak di kemudian hari. Misalnya terjadi
infeksi nosokomial (infeksi yang terjadi akibat dilakukannya pembedahan)
sehingga luka operasi tidak bisa menutup. Bila ini terjadi dokter dianggap
melakukan kelalaian atau kealpaan.
Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang tidak berupa kesengajaan,
akan tetapi juga bukan sesuatu yang terjadi karena kebetulan. Dalam kealpaan
sikap batin seseorang menghendaki melakukan perbuatan akan tetapi sama sekali
tidak menghendaki ada niatan jahat dari petindak. Walaupun demikian, kealpaan
yang membahayakan keamanan dan keselamatan orang lain tetap harus
dipidanakan.
Moeljatno menyatakan bahwa kesengajaan merupakan tindakan yang
secara sadar dilakukan dengan menentang larangan, sedangkan kealpaan adalah
merupakan keadaan yang dilarang, sehingga kesalahan yang berbentuk kealpaan
pada hakekatnya sama dengan kesengajaan hanya berbeda gradasi saja.31
E. Pembuktian Tindak Pidana
Ruang lingkup hukum pidana, suatu perbuatan dikatakan perbuatan
pidana apabila memenuhi semua unsur yang telah ditentukan secara dalam suatu
aturan perundang-undangan pidana. Sesuai pasal 1 ayat (1) KUHP yang
menyebutkan bahwa tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas
kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada,
sebelum perbuatan itu dilakukan. Nullum delictum noela poena sine previa lege
(tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu). Pasal 1 ayat (1)
KUHP ini dikenal dengan atas legalitas. Kata kecuali dalam pasal 1 ayat (1)
KUHP ini mengandung pembatasan terhadap perbuatan pidana. Tidak setiap
perbuatan dapat dikriminalkan walaupun secara etik mungkin bertentangan
dengan moral kemasyarakatan atau bertentangan dengan hukum kebiasaan suatu
masyarakat.
Criminal malpractice, pembuktian didasarkan pada terpenuhi tidaknya semua unsure pidana karena tergantung dari jenis criminal merupakan malpractice
yang didakwakan. Criminal malpractice delik umum, pembuktiannya pun tunduk
pada hukum acara pidana yang berlaku, yaitu kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP). Pasal 184 KUHAP disebutkan sebagai alat bukti yang dapat
digunakan untuk membuktikan peraturan pidana, yaitu keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Perbuatan dikatakan
terbukti sebagai perbuatan pidana apabila berdasarkan minimal dua alat bukti
tersebut hakim memperoleh kenyakinan bahwa perbuatan merupakan perbuatan
pidana.
Ilmu hukum pidana, perbuatan dikatakan perbuatan hukum pidana
apabila semua unsur pidananya terpenuhi. Malpraktek medic dapat ke ranah
hukum pidana apabila memenuhi syarat – syarat dalam 3 aspek yaitu :
1. Syarat sikap batin dokter.
2. Syarat dalam perlakuan medis.
3. Syarat mengenai hal akibat.
Dasar syarat dalam sikap batin adalah syarat sengaja atau culpa, yaitu wujud
perbuatan dalam melakukan tindakan medik, syarat pelakuan medis adalah
perlakuan medis yang menyimpang, dan syarat akibat adalah syarat mengenai
timbulnya dalam pelayanan medik dapat mengalami kesalahan (sengaja atau lalai)
yang pada ujungnya menimbulkan malpraktek medik, apabila dilakukan secara
menyimpang. Dapat diartikan bahwa umumnya melakukan malpraktek dan tidak
selalu berakibat terjadinya malpraktek kedokteran menurut hukum, selain
perbuatan-perbuatan dalam perlakuan medic tersebut menyimpang masih ada
syarat sikap batin akibat yang tidak mudah dipahami dan diterapkan. Kasus
konkret tertentu menunjukan perbuatan yang ternyata salah kadangkala bisa
dibenarkan dengan alasan tertentu. Hal itu berarti untuk kasus konkret tertentu
(hasil pemeriksaan sesuai standart) dari sudut kepatutan dibenarkan untuk
menarik kesimpulan diagnosis.32
Indonesia terdapat 2 (dua) aturan hukum yang mengatur tentang aborsi,
yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang kesehatan, sebagaimana diatur dalam pasal –pasal sebagai
berikut :
1. Pasal 299 KUHP menyatakan :
a. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruh seorang wanita supaya diobati dengan memberitahu atau
menerbitkan pengharapan bahwa oleh karena pengobatan itu dapat
gugur kandungannya, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak empat puluh lima ribu
rupiah.
b. Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan , atau
melakukan kejahatan itu sebagai mata pencaharian atau kebiasaan
atau kalau ia seorang Dokter, Bidan, atau Juru obat, pidana dapat
ditambah sepertiganya.
c. Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya,
maka dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.
2. Pasal 346 KUHP menyatakan :
Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyeluruh orang lain untuk itu maka diancam
dengan paling lama 6 (enam) tahun.
3. Pasal 347 KUHP menyatakan :
a. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya diancam
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
b. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut
maka diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun.
4. Pasal 348 KUHP menyatakan :
a. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya diancam
dengan pidana penjara paling 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan.
b. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka
diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
5. Pasal 349 KUHP menyatakan :
Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan
kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu
melakukan salah satu kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan
dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian
dalam mana kejahatan dilakukan.
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa yang dapat dihukum ,
menurut KUHP dalam kasus Tindak Pidana Aborsi ini adalah :
a. Pelaksana Aborsi, yakni tenaga medis atau dukun atau orang lain
dengan hukuman maksimal 4 tahun ditambah sepertiganya dan
dicabut hak untuk berpraktik.
b. Wanita yang menggugurkan kandungannya , dengan hukuman
maksimal 4 tahun.
c. Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab
terjadinya aborsi itu dihukum dengan hukuman yang bervariasi.33
Pada 347 dan 348 KUHP mengatur keterlibatan orang lain tindak
pidana aborsi. Apabila seseorang melakukan aborsi tanpa persetujuan dari
perempuan yang kandungannya diaborsi, maka pertanggungjawaban
pidana pelaku didasarkan pada Pasal 348 KUHP, adapun Pasal 349 KUHP
mengatur tentang pemberatan dan pemberian pidana tambahan, yaitu dapat
ditambah 1/3 dari ancaman pidana dalam pasal yang dijadikan dasar
tuntutan dan pencabutan hak untuk menjalankan pekerjaan (profesi),
apabila aborsi dilakukan oleh dokter atau bidan atau apoteker. Tindak
pidana aborsi dalam perpektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
diatur dalam pasal 80 ayat (1).34
33
F. Kebijakan hukum pidana
Menurut Ilmu hukum pidana bahwa “Modern criminal science” terdiri
dari tiga komponen “Criminologi”, “Criminal law”, dan “penal policy”.
Selanjutnya menjelaskan bahwa “penal policy” suatu ilmu sekaligus seni yang
pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan
hukum positif dirumuskan secara baik dan untuk memberikan pedoman tidak
hanya kepada pembuat undang-undang dan juga kepada pengadilan yang
menerapkan undang-undang dan juga kepada penyelenggara atau pelaksana
putusan pengadilan.35.
Studi mengenai faktor-faktor kriminologi disatu pihak dan studi
mengenai teknik perundang-undangan di ain pihak, ada tempat bagi suatu ilmu
pengetahuan yang mengamati dan menyelidiki fenomena regislatif dan bagi
suatu seni yang rasional, dimana para sarjana dan praktisi, ahli kriminologi dan
sarjana hukum dapat bekerjasama tidak sebagai pihak yang berlawanan atau
saling berselisih, tetapi sebagai kawan sekerja yang terikat didalam tugas
bersama yaitu terutama untuk menghasilkan suatu kebijakan pidana yang
realities, humanis, dan berpikir maju (progresif) yang sehat.36
Menurut A. Mulder ialah kebijakan untuk menentukan :
1. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berlaku `
perlu diubah atau diperbaharui.
2. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak
pidana.
3. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan
pelaksanaan pidana harus dilaksanakan.37
Dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009,
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 dan Undang-Undang Nomor 14 tahun
1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun
2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 2009 serta
peraturan perundang-undangan.
Aborsi, Indonesia termasuk salah satu negara yang menentang pelegalan
aborsi. Hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran
janin dikategorikan sebagai kejahatan yang dikenal dengan istilah „Abortus
Provocatus Criminalis‟, dalam KUHP misalnya, larangan aborsi ditegaskan
dengan ancaman pidana bagi ibu yang melakukan aborsi, dokter atau bidan
atau dukun yang membantu melakukan aborsi serta orang-orang yang
mendukung terlaksananya aborsi. Sementara itu, dalam Undang-undang
Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 pasal 15 (1), ditegaskan bahwa dalam
keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau
janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu, namun tidak ada penjelasan
lebih jauh tentang apa yang dimaksud tindakan medis tertentu. Sementara
dalam penjelasannya dinyatakan bahwa tindakan medis dalam bentuk
pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena bertentangan
dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan.
Dari sini terlihat bahwa undang-undang ini masih memberi pengertian yang
membingungkan soal aborsi, tidak ada penjelasan tegas bahwa yang dimaksud
tindakan medis tertentu itu adalah aborsi. Kedua Undang-undang ini dapat
disimpulkan bahwa aborsi tak berpeluang diperbolehkan sedikitpun dalam
hukum Indonesia.
Perempuan dari segala segi kehidupan di Indonesia kemungkinan besar
telah menggunakan pelayanan aborsi, informasi tentang karakteristik
perempuan-perempuan yang melakukan aborsi umumnya didapat dari
penelitian penelitian yang dilakukan di klinik-klinik dan rumah sakit.
1. Pencegahan dalam melakukan kebijakan aborsi
a. Berkembangnya penelitian tentang aborsi, aborsi yang tidak aman akan
terus menjadi hal yang mengancam kesehatan perempuan Indonesia dan
kesejahteraannya, dan menambah misteri bertambahnya angka kematian
maternal dan perawatan di rumah sakit karena aborsi yang tidak aman
tersebut, terkecuali bila langkah-langkah yang sesuai segera diambil untuk
mengatasi masalahini. Saran-saran berikut bertujuan untuk membantu
pemerintah Indonesia untuk menghindari terjadinya aborsi yang tidak aman.
b. Menghindari terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan adalah langkah
pertama yang perlu diambil untuk dapat menurunkan angka aborsi yang
tidak aman.
c. Tersedianya informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas
dan tersedianya pengetahuan tentang cara-cara untuk mencegah terjadinya
kehamilan yang tidak diinginkan dapat mengurangi terjadinya aborsi.
d. Perempuan yang memerlukan aborsi karena kehamilannya membahayakan
jiwanya dan hal ini sejalan dengan hukum yang berlaku di Indonesia
seharusnya dapat mendapatkan prosedur aborsi yang aman. Badan
Kesehatan Dunia merekomendasikan tersedianya aborsi yang aman yang
terjamin ketersediannya dan diperbolehkan oleh hukum yang berlaku, dalam
hal ini termasuk untuk melakukan training bagi pemberi layanan tentang
praktek aborsi yang aman dan aborsi yang dilakukan dalam keadaan steril,
menjamin tersedianya alat-alat dan bahan-bahan yang dibutuhkan, dan
mempromosikan digunakannya metode metode yang aman untuk aborsi
pada trimester pertama, termasuk aborsi yang dilakukan secara medis dan
dengan aspirasi.
e. Ada baiknya untuk mempertimbangkan dirumuskannya kebijakan yang
dapat menurunkan insiden aborsi yang tidak aman. Hal ini termasuk
dipertimbangkannya kondisi dimana perempuan dapat mendapatkan aborsi
yang aman dan langkah-langkah yang diperlukan untuk dapat mendapatkan
persetujuan untuk melakukan aborsi yang aman tersebut.
f. Perawatan pasca aborsi seharusnya dapat dengan mudah tersedia sehingga
perempuan yang mengalami komplikasi karena aborsi yang tidak aman
dapat mendapatkan perawatan yang tepat. Jenis perawatan tersebut
seharusnya komprehensif dan termasuk konseling untuk pemakaian alat
menjamin agar setiap tempat pelayanan kesehatan yang melayani
perawatan pasca aborsi memakai teknik yang aman, maka disarankan agar
kurikulum untuk sekolah kedokteran memasukkan training cara pemakainan
aspirasi vakum manual, agar semua fasilitas mempunyai akses untuk
mendapatkan kelangsungan bantuan teknis dan penambahan alat yang
dibutuhkan untuk dapat melakukan teknik ini.
2. Analisis Resiko Medis
Para saksi ahli dalam putusan audit medik MKEK IDI (Majelis Kode
Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia) banyak faktor penyebabnya,
merupakan resiko medis. Hal ini disimpulkan tindakan dokter terhadap
pasien tersebut merupakan resiko medic bukan kelalaian dokter memenuhi
syarat–syarat :
1. Tindakan medik yang dilakukan Dokter telah sesuai dengan standat
profesi dan melakukan dengan menghormati hak pasien.
2. Tidak ditemukan adanya kesalahan atau kelalaian sebagaimana
ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK).
Resiko Medik adalah suatu keadaan yang tidak dikehendaki, baik oleh
dokter maupun pasien dengan standart pelayanan medis dan standar
operasional prosedur, namun kecelakaan tetap juga terjadi, dengan demikian