• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak Pidana Aborsi yang Dilakukan oleh Dukun Beranak Dalam Putusan Mahkamah Agung No.2189/K/Pid/2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tindak Pidana Aborsi yang Dilakukan oleh Dukun Beranak Dalam Putusan Mahkamah Agung No.2189/K/Pid/2010"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Bertens, K, Aborsi Sebagai Masalah Etika, PT. Gramedia Widiasarana

Indonesia, Jakarta, 2002

Chrisdiono, Pernak-Pernik Hukum Kedokteran, Penerbit Widya Medika, Jakarta. Chazawi a. Pelajaran Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011.

C.S.T. Kansil dan Christine, S.T Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, Pradnya Pramitha, Jakarta, 2004

Estu T, Manajemen Abortus Inkomplit; modul kebidanan, Ed.2, EGC,2011

Hanafiah, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2007.

Hamdam, Tindak Pidana, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005

Isfandyarie a, Malpraktek Dan Resiko Medik dalam Kajian Hukum Pidana, Prestasi Pustaka, Jakarta,2005.

Kusmaryanto, CB, Kontroversi Aborsi, PT. Gramedia , Jakarta, 2002

(2)

Marpaung L, Kejahatan Terhadap Kesusilaan Dan Masalah Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

Marpaung L, Tindak Pidana Terhadap Nyawa Dan Tubuh, Sinar Grafika, Jakarta, 2002.

Munir Fuady, Sumpah Hippocrates, PT. Citra Aditya Bakti, Malang 2005.

Moeljatno, Asas – Asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2008

Munder. Kebijakan Hukum Pidana. Bandung. KDT. 2010.

Notoatmodjo, Etika & Hukum Kesehatan. Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta, 2010.

Nawawi B. Kebijakan Hukum Pidana, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2008.

Projodikoro W, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2011.

Ridwan A, Pengantar Hukum Indonesia Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008.

Rukmini, M, Penelitian tentang Aspek Hukum Pelaksanaan Aborsi Akibat Perkosaan. Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan HAM RI, 2004.

Suryono. Hukum Malapraktik Kedokteran. Penebit Total Media. Jakarta. 2011.

(3)

Saifuddin Bari A, Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2008

Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2004.

Wiyanto, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, CV. Mandar Maju 2012.

Yunanto. Hukum Pidana Malpraktik Medik. Penerbit Andi Yogyakarta. 2010.

B. Peraturan perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009

C. INTERNET

http://www.Academia.edu/8062526/Payung Hukum Pelaksanaan Abortus

Provokatus

http:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1552/1/pid-syafruddin6.pdf

http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123761-PK%20IV%202137.8280-Keterbukaan%20informasi-Metodologi.pdf

(4)

https://www.academia.edu/6739915/TINJAUAN_PUSTAKA

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl840/ancaman-pidana-terhadap-pelaku-aborsi-ilegal

http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/malpraktek-dan-pertanggungjawaban-hukumnya/

(5)

BAB III

PERTANGGUNG JAWABAN TINDAK PIDANA ABORSI

OLEH SEORANG DUKUN BERANAK, DALAM PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2189 K/Pid/2010

A. Pertanggungjawaban Tindak Pidana Aborsi oleh Dukun beranak dalam Putusan MA no. 2189 K/Pid/2010

Amar Putusan Pengadilan Tinggi Jambi No : 78/PID/2010/PT. JBI. Tanggal

01 September 2010 sebagai berikut :

1. Terdakwa RUKIYAH alias WAK KIYAH binti SAID AGIL

BARGABAH telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana “Menggugurkan Kandungan”;

2. Terdakwa tersebut dihukum dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun

dan 6 (enam) bulan

3. Lamanya Terdakwa berada dalam tahanan akan dikurangkan seluruhnya

dari pidana yang dijatuhkan;

4. Terdakwa berada dalam tahanan akan dikurangkan seluruhnya dari pidana

yang dijatuhkan ;

5. Terdakwa tetap berada dalam tahanan ;

6. Barang bukti :

a. 1 (satu) buah gunting kecil yang terbuat dari bahan Stainless.

b. 1 (Satu) buah alat suntik (Injeksi) dan 2 (dua) Jarum suntik .

c. 1 (Satu) buah besi kecil berbentuk bulat dengan panjang sekitar 20 cm

(6)

e. 1 (satu) buah kasur busa ukuran panjang 200 cm warna kuning merah

bertuliskan Little Big Cat bergambar boneka.

f. 1 (satu) buah terpal/karet warna hijau dengan ukuran panjang 100 cm

dan lebar 60 cm.

g. 1 (satu) buah cangkul bertuliskan Wiling Tolls dengan gagang terbuat

dari kayu warna coklat panjang 100 cm.

h. 1 (satu) lembar kaos dalam laki-laki warna putih.

i. 1/5 (satu per lima) minyak baby oil merk Cussons beserta 1 botol

Cussons baby oli ukuran 50 ml tutup warna pink, dirampas untuk

dimusnakan.

7. Terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,-

(dua ribu rupiah) ;

Pengertian hukum pidana dapat disebut ciri atau unsur kesalahan dalam

arti yang luas yaitu :

1. Dapatnya dipertanggungjawabkan pembuat.

2. Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan yaitu sengaja atau

kesalahan dalam arti sempit.

3. Tidak adanya dasar peniadaan pidana yang menghapus dapatnya

dipertangggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat.

Butir 3 dapat dilihat kaitan antara kesalahan dan melawan hukum. Tidak

mungkin ada kesalahan tanpa adanya melawan hukum. Tetapi seperti

(7)

Melawan hukum adalah mengenai perbuatan yang abnormal secara

objektif. Kalau perbuatan itu sendiri tidak melawan hukum berarti bukan

perbuatan abnormal. Untuk hal ini tidak lagi diperlukan jawaban siapa

pembuatnya. Kalau perbuatannya sendiri tidak melawan hukum berarti

pembuatnya tidak bersalah. Kesalahan adalah unsure subjektif yaitu untuk

pembuat tertentu.

Ada kesalahan jika pembuat dapat dipertanggungjawabkan atas

perbuatan. Perbuatan dapat dicelakan terhadapnya. Celaan ini bukan celaan

etis, tetapi celaan hukum. Beberapa perbuatan yang dibenarkan secara etis

dapat dipidana. Peraturan hukum dapat memaksa kenyakinan etis pribadi kita

singkirkan.

Menurut Roeslan Saleh mengatakan bahwa “dilihat dari masyarakat”

menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan katanya, dulu orang

berpandangan psikologis mengenai kesalahan seperti juga pembentuk Wvs

Belanda, sekarang pandangan normatif. Bahasa Indonesia memiliki hanya ada

satu istilah yang dipergunakan yaitu pertanggungjawaban, sedangkan didalam

bahasa belanda ada 3 kata sinonim menurut Pompe, Aansprakelijk,

Veratwoordelijk dan Torekembaar.

Orangnya yang aanspraakelijk atau verantwoorkdelijk, sedangkan

toerekenbaar bukanlah orangnya, tetapi perbuatan yang

dipertanggungjawabkan kepada orang, biasanya pengarang lain memakai

(8)

Kata Pompe, sebagai ukuran untuk dapat dipertanggungjawabkan

sebagian besar penulis memakai formula kemungkinan terpikirkan oleh

pembuat tentang arti perbuatan dan pikiran itu ditunjukan yang sesuai dengan

perbuatan.40

Amar Putusan Pengadilan Tinggi Jambi No : 78/PID/2010/PT. JBI.

Tanggal 01 September 2010 adalah :

1. Keterangan Terdakwa sehingga menimbulkan adanya kegiatan aborsi /

Keguguran yang dilakukan RUKIYAH Alias WAK KIYAH Binti SAID AGIL

BARGABAH.

Terdakwa RUKIYAH Alias WAK KIYAH Binti SAID AGIL

BARGABAH pada hari sabtu tanggal 19 Desember 2009 sekitar pukul 11.00

Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2009 di Jln.

Iswahyudi Lr. Subur RT. 07 No. 48 Kel. Pasir Putih Kec. JMBI selatan Kota

Jambi atau setidak-tidaknya termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri

Jambi, dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang

wanita dengan persetujuan atas Nita Talita (Almarhum) dan ditemani oleh Reni

untuk datang ke rumah Terdakwa RUKIYAH alias WAK KIYAH Binti SAID

AGIL BARGABAH. Terdakwa RUKIYAH melakukan melakukan pengurutan

dibagian perut Nita Talita (almarhum) kemudian juga Terdakwa menyuntikan

obat kedalam tubuh NitaTalita dengan tujuan Terdakwa untuk membuka rahim

Nita Talita (Almarhum) untuk mempermudah mengeluarkan janin secara paksa

dengan cara menggugurkan dengan obat yang digunakan OXITOXIN dengan

40

(9)

menyuntikan dipantat Nita Talita (Almarhum) dan obat yang digunakan di

kemaluan bernama SITOKTEK, Kemudian esok pada hari minggu tanggal 20

Desember 2009 sekitar pukul 11.00 Wib Janin yang ada didalam rahim Nita

Talita (Almarhum) dikeluarkan dalam keadaan meninggal sarung tangan

membersihkan pusat janin dengan gunting kecil dan memandikan janin

tersebut yang dilakukan oleh Terdakwa dan bungkus dengan kaos warna putih

kepada saksi M. Reza dan menguburkan janin dibawah pohon pisang

disamping kanan sebelah rumah saksi M. Reza.

2. Biaya Yang Dikeluarkan Nita Talita (Almarhum) Kepada Terdakwa

RUKIYAH Alias WAK KIYAH.

a. Upah Terdakwa tanggal 20 Nopember 2009 Sebesar Rp 800.000,-

(delapan ratus ribu rupiah.

b. Upah Terdakwa tanggal 23 Nopember 2009 Sebesar Rp 100.000,-

(seratus ribu rupiah).

c. Upah Terdakwa tanggal 27 Nopember 2009 sebesar Rp 500.000,- ( lima

ratus rupiah).

3. Saksi terjadi kegiatan aborsi sesuai putusan Mahkamah Agung

a. Saksi Reni

Saksi Reni menemani Nita Talita (almarhum) tanggal 23 Nopomber

2009 untuk melanjuti lagi pengurutan yang dilakukan oleh Terdakwa

(10)

b. Saksi M. Reza

Saksi M. Reza mengambil janin dari tangan Terdakwa RUKIYAH

Alias WAK KIYAH binti SAID AGIL BARGABAH dan menguburkan

janin tersebut dibawah pohon pisang disamping kanan sebelah rumah

saksi tersebut.

4. Barang bukti berupa :

a. 1 (satu) buah gunting kecil yang terbuat dari bahan Stainless.

b. 1 (Satu) buah alat suntik (Injeksi) dan 2 (dua) Jarum suntik ;

c. 1 (Satu) buah besi kecil berbentuk bulat dengan panjang sekitar 20 cm

terbuat dari bahan Stainless.

d. 1 (satu) buah sarung tangan warna kuning terbuat dari karet.

e. 1 (satu) buah kasur busa ukuran panjang 200 cm warna kuning merah

bertuliskan Little Big Cat bergambar boneka.

f. 1 (satu) buah terpal/karet warna hijau dengan ukuran panjang 100 cm dan

lebar 60 cm.

g 1 (satu) buah cangkul bertuliskan Wiling Tolls dengan gagang terbuat dari

kayu warna coklat panjang 100 cm;

h. 1 (satu) lembar kaos dalam laki-laki warna putih.

i. 1/5 (satu per lima) minyak baby oil merk Cussons beserta 1 botol Cussons

baby oli ukuran 50 ml tutup warna pink.

Berdasarkan keterangan Terdakwa bahwa sebab-sebab (etiologi criminal)

maka ia melakukan Aborsi terhadap Nita Talita (Almarhum) dengan

(11)

5. Hukuman Pidana

a. Tuntutan Pidana Jaksa / Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jambi tanggal 22

Juni 2010

Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa RUKIYAH als WAK

KIYAH binti SAID AGIL BARGABAH dengan pidana penjara selama 3

(tiga) tahun dipotong selama dalam tahanan dengan perintah Terdakwa

untuk tetap ditahan. Berdasarkan fakta-fakta yang ada, maka perbuatan

Terdakwa memenuhi unsur-unsur yang didakwakan oleh Jaksa penuntut

umum.

b. Putusan Pengadilan Negeri Jambi No.235/Pid.B/2010/PN.JBI tanggal 01

Juli 2010

Berdasarkan perbuatan Terdakwa maka sudah termasuk dalam tindak

pidana berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan.

Memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009, Undang-Undang

Nomor 5 tahun 2004 dan perubahan kedua undang-undang Nomor 3 tahun

2009, Hal-hal yang memperberat adalah Perbuatan terdakwa yang telah

menyebabkan orang mati.

6. Penyebab-penyebab terjadinya aborsi ialah

a. Kurangnya pengetahuan yang lengkap dan benar mengenai proses

terjadinya kehamilan, dan metode-metode pencegahan kehamilan.

(12)

c Kehamilan yang tidak diinginkan bisa terjadi pada remaja yang telah

menikah dan telah menggunakan cara pencegahan kehamilan tetapi tidak

berhasil (kegagalan alat kontrasepsi).

d Kurangnya pendidikan tentang kesehatan reproduksi

e Pengaruh media informasi.

f Tidak memakai alat kontrasepsi saat berhubungan intim Semakin

longgarnya norma-norma dan nilai-nilai budaya agama serta kurangnya

pengawasan orang tua baik di rumah maupun di sekolah.

7. Pasal-pasal yang tentang aborsi atau pengguguran kandungan adalah

a. Pasal 346 KUHP menyatakan :

Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungannya atau menyeluruh orang lain untuk itu maka diancam dengan

paling lama 6 (enam) tahun.

b. Pasal 347 KUHP menyatakan :

1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya diancam dengan

pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka

diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

c. Pasal 348 KUHP menyatakan :

1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya diancam

(13)

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka

diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

d. Pasal 349 KUHP menyatakan :

Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan

kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu

melakukan salah satu kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan 348,

maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambahkan dengan

sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana

kejahatan.

Rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau

ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.

2. Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil

dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara

12 tahun, & jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun

penjara.

3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun

penjara & bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun

(14)

4. Jika yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut

seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah

sepertiganya & hak untuk berpraktik dapat dicabut.

5. Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak

untuk hidup serta mempertahankan hidupnya.

Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau

pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus

Provocatus Criminalis”, sedangkan yang menerima hukuman adalah: 1. Ibu yang melakukan aborsi

2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi

3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi

8. Hasil Visum Et-Repetrum Nomor R/19/XII/2009/Dokpol

Tanggal 30 Desember 2009 perihal pemeriksaan janin Ny. Nita Talita

(almarhum) ditangani oleh Dokter Pramujoko, Sp. F, DFM dengan sumpah

jabatan sesuai hasil pemeriksaan sebagai berikut :

a. Mayat janin berseta dengan ari-arinya dibungkus kain mori berwarna putih

yang kotor oleh tanah dan cairan pembusukkan.

b. Mayat Janin sudah terpisah dengan ari-arinya dan dalam keadaan sudah

membusuk dan pipih.

c. Panjang janin tiga belas setengah sentimeter, jenis kelamin janin tidak dapat

ditentukan.

d. Ari-ari dalam keadaan sudah membusuk, namun masih dapat dikenali

(15)

Dengan sengaja termasuk juga dalam niat Terdakwa, ini dapat dibuktikan

dengan menimbulkan kematian ini terbukti dengan hasil Visum Et-Repertum.

B. Pembuktian Tindak Pidana

Ruang lingkup hukum pidana, suatu perbuatan dikatakan perbuatan

pidana apabila memenuhi semua unsur yang telah ditentukan secara dalam

suatu aturan perundang-undangan pidana. Sesuai pasal 1 ayat (1) KUHP yang

menyebutkan bahwa tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas

kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada,

sebelum perbuatan itu dilakukan. Nullum delictum noela poena sine previa lege (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu). Pasal 1 ayat (1) KUHP ini dikenal dengan atas legalitas. Kata kecuali dalam pasal 1

ayat (1) KUHP ini mengandung pembatasan terhadap perbuatan pidana. Tidak

setiap perbuatan dapat dikriminalkan walaupun secara etik mungkin

bertentangan dengan moral kemasyarakatan atau bertentangan dengan hukum

kebiasaan suatu masyarakat.

Criminal malpractice, pembuktian didasarkan pada terpenuhi tidaknya semua unsure pidana karena tergantung dari jenis criminal merupakan

malpractice yang didakwakan. Criminal malpractice delik umum,

pembuktiannya pun tunduk pada hukum acara pidana yang berlaku, yaitu kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam pasal 184 KUHAP

(16)

keterangan terdakwa. Perbuatan dikatakan terbukti sebagai perbuatan pidana

apabila berdasarkan minimal dua alat bukti tersebut hakim memperoleh

kenyakinan bahwa perbuatan merupakan perbuatan pidana.

Ilmu hukum pidana, perbuatan dikatakan perbuatan hukum pidana

apabila semua unsur pidananya terpenuhi. Malpraktek medic dapat ke ranah

hukum pidana apabila memenuhi syarat – syarat dalam 3 aspek yaitu : 1. Syarat sikap batin dokter.

2. Syarat dalam perlakuan medis.

3. Syarat mengenai hal akibat.

Dasar syarat dalam sikap batin adalah syarat sengaja atau culpa, yaitu

wujud perbuatan dalam melakukan tindakan medik, syarat pelakuan medis

adalah perlakuan medis yang menyimpang, dan syarat akibat adalah syarat

mengenai timbulnya dalam pelayanan medik dapat mengalami kesalahan

(sengaja atau lalai) yang pada ujungnya menimbulkan malpraktek medik,

apabila dilakukan secara menyimpang. Dapat diartikan bahwa umumnya

melakukan malpraktek dan tidak selalu berakibat terjadinya malpraktek

kedokteran menurut hukum, selain perbuatan-perbuatan dalam perlakuan

medic tersebut menyimpang masih ada syarat sikap batin akibat yang tidak

mudah dipahami dan diterapkan. Kasus konkret tertentu menunjukan perbuatan

yang ternyata salah kadangkala bisa dibenarkan dengan alasan tertentu. Hal itu

berarti untuk kasus konkret tertentu kadang diperlukan Misalnya salah dalam

(17)

pembenar yaitu fakta-fakta medis yang ada (hasil pemeriksaan sesuai standart)

dari sudut kepatutan dibenarkan untuk menarik kesimpulan diagnosis.41

Indonesia terdapat 2 (dua) aturan hukum yang mengatur tentang aborsi,

yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan. Dalam pasal aborsi ada di pasal 346,

347, 348, dan 349 KUHP.

Pasal 346 KUHP menyatakan :

Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungannya atau menyeluruh orang lain untuk itu maka diancam dengan

paling lama 6 (enam) tahun.

Pasal 347 KUHP menyatakan :

1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seorang perempuan tanpa persetujuannya diancam dengan pidana penjara

paling lama 12 (dua belas) tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka

(18)

Pasal 348 KUHP menyatakan :

1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seorang perempuan dengan persetujuannya diancam dengan pidana penjara

paling 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka

diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

Pasal 349 KUHP menyatakan :

Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan

berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah

satu kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang

ditentukan dalam pasal itu dapat ditambahkan dengan sepertiga dan dapat

dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

Pada 347 dan 348 KUHP mengatur keterlibatan orang lain tindak pidana

aborsi. Apabila seseorang melakukan aborsi tanpa persetujuan dari perempuan

yang kandungannya diaborsi, maka pertanggungjawaban pidana pelaku

didasarkan pada Pasal 348 KUHP. Adapun Pasal 349 KUHP mengatur tentang

pemberatan dan pemberian pidana tambahan, yaitu dapat ditambah 1/3 dari

ancaman pidana dalam pasal yang dijadikan dasar tuntutan dan pencabutan hak

untuk menjalankan pekerjaan (profesi), apabila aborsi dilakukan oleh dokter

atau bidan atau apoteker. Tindak pidana aborsi dalam perpektif

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 diatur dalam pasal 80 ayat (1).42

(19)

BAB IV

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENGADILI PELAKU

TINDAK PIDANA ABORSI OLEH SEORANG DUKUN

BERANAK, DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 2189 K/Pid/2010

A. KRONOLOGIS KASUS

Awalnya pada hari Jum‟at tanggal 20 November 2009 Nita Talita

(Almarhum) dalam keadaan hamil dengan kandungan sekira 3 (tiga)

bulan bersama suaminya saksi M. Reza Mubarak (perkara diajukan

terpisah) datang kerumah terdakwa RUKIYAH als WAK KIYAH binti

SAID AGIL BARGABAH dengan tujuan menggugurkan kandung Nita

Talita (Almarhum) dan terdakwa menyetujuinya.

Terdakwa mengurut rahim Nita Talita (Almarhum) dengan cara

terdakwa Nita Talita (Almarhum) membuka baju dan celana kemudian

memakai sarung, selanjutnya Terdakwa menyuruh Nita Talita

(Almarhum) menggunakan minyak baby oil merk Cussons milik Nita

Talita (Almarhum) dengan meletakkan tangan terdakwa diatas arah

bagian kebawah perut atau rahim Nita talita dan dilakukan selama

2(dua) jam.

Terdakwa mendapat upah sebesar Rp. 800.000,- (delapan ratus

ribu rupiah) dari saksi M. Reza (perkara diajukan terpisah) selanjutnya

(20)

pengurutan, setelah terdakwa mengurut rahim Nita Talita (Almarhum),

Terdakwa mendapatkan upah sebesar Rp. 100.000,-

Hari Jumat tanggal 27 November 2009 Nita Talita (Almarhum)

ditemani saksi Reni datang ke rumah Terdakwa dan Terdakwa mengurut

kembali rahim Nita Talita (Almarhum) dengan mendapat upah sebesar

Rp. 500.000, kemudian pada hari Jum‟at tanggal 4 Desember 2009

Terdakwa pergi ke rumah saksi M. Reza Mubarak (perkara diajukan

terpisah) di Lr. Subur RT. 07 No. 48 Kel. Pasir Putih Kec. Jambi Selatan

kemudian dirumah tersebut Terdakwa mengurut rahim Nita Talita

(Almarhum) selanjut pada hari Jum‟at tanggal 11 Desember 2009

Terdakwa mengurut rahim Nita Talita (Almarhum) di rumahnya di Lr.

Subur RT. 07 No. 48 Kel. Pasir Putih Kec. Jambi Selatandengan

mendapat upah sebesar Rp. 500.000,-

Hari sabtu tanggal 19 Desember 2009 sekira pukul 11.00 Wib

Terdakwa datang ke rumah Nita Talita (Almarhum) di Lr. Subur RT. 07

No. 48 Kel. Pasir putih Kec. Jambi Selatan Kota Jambi kemudian

Terdakwa mengurut badan dan rahim Nita Talita (Almarhum) dan

Terdakwa menggunakan alat besi Stainless berbentuk bulat kecil untuk

memasukkan obat dengan nama SITOKTEK di kemaluan Nita Talita

(Almarhum) dengan tujuan membuka rahim Nita Talita (Almarhum)

Selanjutnya Terdakwa menyuntikan obat dengan nama OXITOXIN

dipantat Nita Talita (Almarhum) dengan tujuan untuk menambah tenaga

(21)

paksa janin (menggugurkan) sehingga janin tersebut akan keluar 1 (satu)

hari setelah disuntik kemudian esoknya pada hari minggu tanggal 20

Desember 2009 sekitar pukul 11.00 Wib janin yang ada didalam rahim

Nita Talita (Almarhum) keluar dalam keadaaan meninggal, keadaan

memakai sarung tangan membersihkan janin tersebut kemudian

memotong tali pusat janin dengan menggunakan gunting kecil

selanjutnya Terdakwa memandikan janin tersebut yang telah dibungkus

dengan baju kaos warna putih kemudian terdakwa menunjukan janin

yang telah dibungkus baju kaos warna putikh kepada saksi M. Reza

(perkara diajukan terpisah) megambil janin tersebut dan menguburkan

janin tersebut dibawah pohon pisang disamping kanan sebelah rumah

saksi M. Reza.

Akibat perbuatan terdakwa, janin yang dikandung Nita Talita

(Almarhum) mati sebagaimana haasil Visum Et-Repetrum No.

R/19/XII/2009/Dokpol tanggal 30 Desember 2009 perihal Hasil

Pemeriksaan Janin Ny. Nita Talita (Almarhum) yang ditandatangani

oleh dokter pemeriksa Dr. Pramujoko, Sp. F. DFM dengan mengingat

sumpah jabatan dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut :

1. Mayat janin berseta dengan ari-arinya dibungkus kain mori

berwarna putih yang kotor oleh tanah dan cairan pembusukkan.

2. Mayat Janin sudah terpisah dengan ari-arinya dan dalam keadaan

(22)

3. Panjang janin tiga belas setengah sentimeter, jenis kelamin janin

tidak dapat ditentukan.

4. Ari-ari dalam keadaan sudah membusuk, namun masih dapat

dikenali sebagai jaringan ari-ari dan kondisinya tidah utuh.

B. TUNTUTAN JAKSA

Tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri

Jambi tanggal 22 Juni 2010 adalah :

1. Menyatakan Terdakwa RUKIYAH als WAK KIYAH binti SAID

AGIL BARGABAH telah membuktikan secara sah dan menyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana “menggugurkan Kandungan atau

Mematikan Kandungan Seorang Wanita Dengan Persetujuan diancam

pidana melanggar ketentuan Pasal 348 ayat (1) KUHP.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa RUKIYAH als WAK

KIYAH binti SAID AGIL BARGABAH dengan pidana penjara

selama 3 (tiga) tahun dipotong selama dalam tahanan dengan perintah

Terdakwa untuk tetap ditahan.

3. Menyatakan barang bukti berupa ;

a. 1 (satu) buah gunting kecil yang terbuat dari bahan Stainless.

b. 1 (Satu) buah alat suntik (Injeksi) dan 2 (dua) Jarum suntik

c. 1 (Satu) buah besi kecil berbentuk bulat dengan panjang sekitar

20 cm terbuat dari bahan Stainless.

(23)

e. 1 (satu) buah kasur busa ukuran panjang 200 cm warna kuning

merah bertuliskan Little Big Cat bergambar boneka.

f. 1 (satu) buah terpal/karet warna hijau dengan ukuran panjang 100

cm dan lebar 60 cm.

g. 1 (satu) buah cangkul bertuliskan Wiling Tolls dengan gagang

terbuat dari kayu warna coklat panjang 100 cm;

h. 1 (satu) lembar kaos dalam laki-laki warna putih.

i. 1/5 (satu per lima) minyak baby oil merk Cussons beserta 1 botol

Cussons baby oli ukuran 50 ml tutup warna pink.

Dirampas untuk dimusnakan.

2. Menetapkan supaya Terdakwa dibebani untuk membayar biaya

perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).

C. FAKTA HUKUM

1. Bukti – bukti

a. 1 (satu) buah gunting kecil yang terbuat dari bahan Stainless.

b. 1 (Satu) buah alat suntik (Injeksi) dan 2 (dua) Jarum suntik.

c. 1 (Satu) buah besi kecil berbentuk bulat dengan panjang

sekitar 20 cm terbuat dari bahan Stainless.

(24)

e. 1 (satu) buah kasur busa ukuran panjang 200 cm warna

kuning merah bertuliskan Little Big Cat bergambar boneka.

f. 1 (satu) buah terpal/karet warna hijau dengan ukuran panjang

100 cm dan lebar 60 cm.

g. 1 (satu) buah cangkul bertuliskan Wiling Tolls dengan

gagang terbuat dari kayu warna coklat panjang 100 cm;

h. 1 (satu) lembar kaos dalam laki-laki warna putih.

i. 1/5 (satu per lima) minyak baby oil merk Cussons beserta 1

botol Cussons baby oli ukuran 50 ml tutup warna pink.

j. Mayat janin berseta dengan ari-arinya dibungkus kain mori

berwarna putih yang kotor oleh tanah dan cairan

pembusukkan.

2. Saksi- saksi

a. M. Reza Mubarak (Suami)

b. Reni

D. PUTUSAN HAKIM

1. Putusan Pengadilan Negeri

Putusan putusan Pengadilan Negeri Jambi No.235/Pid.B/2010/

PN.JBI tanggal 01 Juli 2010 yang amar lengkapnya sebagai berikut :

a. Menyatakan Terdakwa RUKIYAH alias WAK KIYAH binti

(25)

menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menggugurkan Kandungan”.

b. Menghukum Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan.

c. Menyatakan lamanya Terdakwa berada dalam tahanan akan

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

d. Memerintahkan agar Terdakwa berada dalam tahanan akan

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

e. Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan

f. Menyatakan barang bukti :

a. 1 (satu) buah gunting kecil yang terbuat dari bahan Stainless.

b. 1 (Satu) buah alat suntik (Injeksi) dan 2 (dua) Jarum suntik.

c. 1 (Satu) buah besi kecil berbentuk bulat dengan panjang

sekitar 20 cm terbuat dari bahan Stainless.

d. 1 (satu) buah sarung tangan warna kuning terbuat dari karet.

e. 1 (satu) buah kasur busa ukuran panjang 200 cm warna

kuning merah bertuliskan Little Big Cat bergambar boneka.

f. 1 (satu) buah terpal/karet warna hijau dengan ukuran panjang

100 cm dan lebar 60 cm.

g. 1 (satu) buah cangkul bertuliskan Wiling Tolls dengan

gagang terbuat dari kayu warna coklat panjang 100 cm;

(26)

i. 1/5 (satu per lima) minyak baby oil merk Cussons beserta 1

botol Cussons baby oli ukuran 50 ml tutup warna pink.

Dirampas untuk dimusnakan.

g. Menetapkan supaya Terdakwa dibebani untuk membayar biaya

perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).

2. Pengadilan Tinggi

Putusan Pengadilan Tinggi Jambi No : 78/PID/2010/PT. JBI.

Tanggal 01 September 2010 yang amar lengkapnya sebagai berikut :

a. Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Jaksa

Penuntut Umum

b. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jambi tanggal 01 Juli

2010 Nomor : 235/Pid.B/2010/PN.JBI. yang dimintakan

banding tersebut.

c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

d. Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan ;

e. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya

perkara dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat

(27)

3. Mahkamah Agung

a. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi :

Jaksa/Penuntut Umum Pada Kejaksaan Negeri Jambi di Jambi

tersebut .

b. Membebani Termohon Kasasi/Terdakwa tersebut untuk

membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp.

2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

E. ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM

Dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan dalam

tindak pidana aborsi didasarkan pada banyak hal. Diantaranya adalah

bukti-bukti yang diajukan, keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan

surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.

Putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa dalam kasus aborsi pun

pada dasarnya termasuk ke dalam teori pemidanaan gabungan, yaitu

gabungan dari teori pemidanaan relatif dan absolut, karena tujuan

pemidanaan bukanlah untuk membalas saja, tetapi untuk

mempertahankan tertib hukum. Tujuan pemidanaan tersebut dapat

sebagai pencegahan terhadap tindak pidana aborsi khususnya bagi

masyarakat. Hendaknya peraturan perundang-undangan di Indonesia

dalam pengaturan mengenai aborsi lebih diatur secara khusus dan

(28)

es. Dimana banyak kasus yang terjadi namun hanya sedikit yang

terungkap.

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 yang telah disahkan

Tentang Kesehatan (Undang-Undang Kesehatan) menggantikan

Undang-undang kesehatan sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 23

tahun 1992 tentang kesehatan, permasalahan aborsi memperoleh

legitimasi dan penegasan. Secara eksplisit, dalam Undang-undang ini

terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai aborsi, meskipun dalam

praktek medis mengandung berbagai reaksi dan menimbulkan

kontroversi diberbagai lapisan masyarakat. Meskipun, Undang-undang

melarang praktik aborsi, tetapi dalam keadaan tertentu terdapat

kebolehan. Ketentuan pengaturan aborsi dalam Undang-undang

Kesehatan dituangkan dalam Pasal 75, Pasal 76 dan Pasal 77.

Kasus aborsi dalam pidana yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan

Negeri Jambi No.235/Pid.B/2010/ PN.JBI tanggal 01 Juli 2010 dan

Pengadilan Tinggi Jambi No : 78/PID/2010/PT. JBI. Tanggal 01

September 2010 masih terlalu ringan, mengingat bahwa aborsi dalam

KUHP adalah termasuk dalam kejahatan terhadap nyawa yang ancaman

hukumannya paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan dan dipertegas

dalam pasal 194 uu. No.36 tahun 2009 adalah 10 (sepuluh) tahun penjara

(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

1. Tindak Pidana Aborsi Di Indonesia di atur dalam KUHP pasal 346, 347,

348, 349 dan UU No. 36 tahun 2009 pasal 75, 76, dan 77.

2. Seorang Dukun beranak yang melakukan tindak pidana aborsi menurut

Putusan MA No.2189/K/Pid/2010 DIPIDANA dihukum dengan pidana

penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan.

3. Pertimbangan Hakim bagi seorang dukun beranak yang melakukan

aborsi sesuai putusan MA No. 2189 K/Pid/2010 adalah bukti-bukti

yang diajukan, keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan surat

dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.

2. Saran

1. UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang telah disahkan

memperoleh legitimasi dan penegasan dalam permasalahan aborsi,

namun secara eksplisit dalam praktik medis menimbulkan kontroversi

diberbagai lapisan masyarakat. Oleh karena itu, butuh dukungan yang

kuat dari berbagai subyek hukum dalam menegakkan aturan hukum.

2. Kurangnya sanksi atau masih ringan terhadap tindak pidana aborsi,

sebab tindak pidana aborsi termasuk dalam kejahatan terhadap nyawa.

3. Perlunya penegasan kembali dalam UU No.36 tahun 2009 tentang Status

(30)

dan bagaimana legalitas seorang dukun beranak dalam Profesi

(31)

BAB II

PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI

A. Aborsi dari Sudut Pandang Hukum

1. Aborsi dan kejahatan

Kejahatan adalah perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan

hukum, yang terhadap perbuatan ini bisa dikenakan pidana. Hukum pidana

Indonesia memandang tindakan aborsi tidak selalu merupakan perbuatan jahat

atau merupakan tindak pidana, hanya abortus provocatus criminalis saja yang

dikategorikan sebagai suatu perbuatan tindak pidana, adapun aborsi yang

lainnya terutama yang bersifat spontan dan medicalis, bukan merupakan suatu

tindak pidana. 23

Aborsi juga disebut terminasi kehamilan, yang mempunyai dua macam

yaitu :

a. Bersifat Legal

Aborsi legal dilakukan oleh tenaga kesehatan atau tenaga medis

yang berkompeten berdasarkan indikasi medis, dengan persetujuan ibu

yang hamil dan suami.

Aborsi legal sering juga disebut aborsi buatan atau pengguguran

dengan indikasi medis. Meskipun demikian, tidak setiap tindakan aborsi

yang sudah mempunyai indikasi medis ini dapat dilakukan aborsi buatan.

23

(32)

Persyaratan lain yang harus dipenuhi dalam tindakan aborsi adalah :

1. Aborsi hanya dilakukan sebagai tindakan terapeutik.

2. Disetujui secara tertulis oleh dua orang dokter yang berkompetensi.

3. Dilakukan ditempat pelayanan kesehatan

b. Bersifat Ilegal

Aborsi illegal oleh tenaga kesehatan atau tenaga medis yang tidak

berkompeten, melalui cara-cara diluar medis (pijat, jamu, atau

ramuan-ramuan), dengan atau tanpa persetujuan ibu hamil dan suami. Aborsi

illegal sering juga dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten, tetapi

tidak mempunyai indikasi medis.24

2. Aborsi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia

Indonesia terdapat 2 (dua) aturan hukum yang mengatur tentang aborsi,

yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor

23 Tahun 1992 tentang kesehatan, sebagaimana diatur dalam pasal –pasal sebagai

berikut :

a. Pasal 299 KUHP menyatakan :

1. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh seorang wanita supaya diobati dengan memberitahu atau menerbitkan pengharapan bahwa oleh karena pengobatan itu dapat gugur kandungannya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak empat puluh lima ribu rupiah.

(33)

2. Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan , atau

melakukan kejahatan itu sebagai mata pencaharian atau kebiasaan atau

kalau ia seorang Dokter, Bidan, atau Juru obat, pidana dapat ditambah

sepertiganya.

3. Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka

dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.25

b. Pasal 346 KUHP menyatakan :

Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungannya atau menyeluruh orang lain untuk itu maka diancam dengan

paling lama 6 (enam) tahun.

c. Pasal 347 KUHP menyatakan :

1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seorang perempuan tanpa persetujuannya diancam dengan pidana penjara

paling lama 12 (dua belas) tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka

diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

d. Pasal 348 KUHP menyatakan :

1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seorang perempuan dengan persetujuannya diancam dengan pidana

penjara paling 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka

(34)

e. Pasal 349 KUHP menyatakan :

Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan

kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu

melakukan salah satu kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan 348,

maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambahkan dengan

sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana

kejahatan dilakukan.

Secara singkat dapat dijelaskan bahwa yang dapat dihukum, menurut

KUHP dalam kasus Tindak Pidana Aborsi ini adalah :

a. Pelaksana Aborsi, yakni tenaga medis atau dukun atau orang lain dengan

hukuman maksimal 4 tahun ditambah sepertiganya dan dicabut hak untuk

berpraktik.

a. Wanita yang menggugurkan kandungannya , dengan hukuman

maksimal 4 tahun.

b. Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab

terjadinya aborsi itu dihukum dengan hukuman yang bervariasi.26

4.Aborsi Menurut Undang-Undang Keshatan ( UU No. 23 Tahun 1992)

Pasal 15 UU No. 23 tahun 1992

Undang- undang kesehatan mengatur masalah aborsi yang secara

substansial berbeda dengan KUHP, menurut undang-undang ini aborsi dapat

dilakukan apabila ada indikasi medis.

26

(35)

Pasal 15 UU No. 23 tahun 1992

(1)Dalam Keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu

hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

(2)Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat

dilakukan :

a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya

tindakan tersebut.

b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan

untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi

serta berdasarkan pertimbangan tim ahli

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau

keluarganya

d. Pada sarana kesehatan tertentu.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan

pemerintah

Dalam penjelasan resmi dari ayat 1 itu dikatakan :

Tindakan medis dalam pengguran kandungan dengan alasan apapun

dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma

(36)

upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya, dapat

diambil tindakan medis tertentu. 27

B. Unsur-Unsur Dalam Tindak Pidana

Menurut Adam Chazami, unsur-unsur tindak pidana terdiri dari :

1. Unsur formal meliputi

a. Perbuatan manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak

berbuat yang termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia.

b. Melanggar peraturan pidana. Dalam artian bahwa sesuatu akan

dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelum yang telah

mengatur peraturan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu

kejahatan yang telah dilakukan dengan suatu peraturan pidana, maka

tidak ada tindak pidana.

c. Diancam dengan hukuman, hal yang ini bermaksud bahwa KUHP

mengatur tentang hukuman yang berbeda berdasarkan tindak pidana

yang telah dilakukan.

d. Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana unsure-unsur kesalahan

yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang

melakukan tindak pidana serta orang tersebut berbuat sesuatu dengan

sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat

perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan

27

(37)

yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat

yang tidak dikehendaki oleh ndang-undang.

e. Pertanggung jawaban yang menentukan bahwa orang yang tidak sehat

ingatannya tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Dasar dari

pertanggungjawaban seseorang terletah dalam keadaan jiwanya.

2. Unsur materil

Tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus

benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang patut dilakukan.

Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi

apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan

suatu tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana

dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur

objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang terdapat diluar

diri pelaku tindak pidana.

Unsur objektif ini meliputi :

a. Perbuatan atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan

manusia itu ada yang aktif (berbuat sesuatu), missal membunuh (Pasal 338

KUHP), menganiaya (Pasal 351 KUHP).

b. Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam delik

material atau delik yang dirumuskan secara material, misalnya (pasal 338

(38)

c. Ada unsur melawan hukum. Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam

dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu

harus bersifat melawan hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan

dengan tegas dalam perumusan.

Beberapa tindak pidana memerlukan hal-hal objektif yang menyertainya

untuk mendapat sifat tindak pidananya. Salah satu tindak pidana tersebut

harus dilakukan didepan umum seperti : penghasutan (Pasal 160 KUHP),

melanggar kesusilaan (Pasal 281 KUHP).

Dalam hal ini terdapat dua unsur yang mempunyai sifat tindak pidananya,

yaitu :

a. Unsur yang memberatkan tindak pidana. Hal ini terdapat dalam delik-delik

yang dikualifikasikan oleh akibanya, yaitu karena timbulnya akibat

tertentu, maka ancaman pidana diperberat.

b. Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana.

3. Unsur subjektif

Tindak pidana juga mengenal adanya unsur subjektif, unsur ini meliputi : a. Kesengajaan

b. Kealpaan

c. Niat

d. Dengan rencana lebih dahulu

Perbuatan dikatakan melawan hukum apabila orang tersebut melanggar

(39)

merupakan perbuatan melawan karena ada alasan pembenar, pasal 50 dan pasal

51 KUHP. Sifat melawan hukum itu sendiri meliputi :

a. Sifat formil yaitu bahwa perbuatan tersebut diatur oleh undang-undang.

b. Sifat materil yaitu bahwa perbuatan tersebut tidak selalu harus diatur

dalam undang-undang tetapi juga dengan perasaan keadilan dalam

masyarakat.

Perbuatan melawan hukum dapat dibedakan atas dua bagian sesuai

fungsinya antara lain :

a. Fungsi negatif

Mengakui kemungkinan adanya hal-hal diluar undang-undang dapat

menghapus sifat melawan hukum suatu perbuatan yang memenuhi rumusan

undang-undang.

b. Fungsi positif

Mengakui bahwa suatu perbuatan itu tetap merupakan tindak pidana

meskipun tidak dinyatakan diancam pidana dalam undang-undang, apabila

bertentangan dengan hukum atau aturan-aturan yang ada diluar

undang-undang.

Sifat melawan hukum untuk yang tercantum dalam undang-undang secara

tegas haruslah dapat dibuktikan. Jika unsur melawan hukum dianggap

(40)

C. Kelalaian (culpa) dan Kesengajaan dalam Tindak pidana

Undang-undang tidak memberi definisi apakah kelalaian itu. Menurut

memori (Memorie van toelichichting) mengatakan, bahwa kelalaian (culpa)

terletah antara sengaja dan kebetulan, oleh Karena itu Hazewinkel-suringa

mengatakan bahwa delik culpa itu merupakan delik semu (quasdelict) sehingga

diadakan pengurangan pidana bahwa culpa terletah sengaja dan kebetulan.

Memori jawaban pemerintah (MvA) mengatakan bahwa siapa yang

melakukan kejahatan dengan sengaja berarti mempergunakan salah

kemampuannya sedangkan siapa karena salahnya (culpa) melakukan kejahatan

berarti tidak mempergunakan kemampuannya yang ia harus mempergunakan.

Van Hamel membagi curpa atas dua jenis :

1. Kurang melihat ke depan yang perlu

2. Kurang hati-hati yang perlu

Menurut Vos mengeritik pembagian Van Hamel mengenai culpa ini

dengan mengatakan bahwa tidak ada batas yang tegas antara kedua bagian

tersebut. Ketidakhati-hatian itu sering timbul karena kurang melihat kedepan.

Van membedakan dua jenis culpa sedangkan Vos membedakan dua

unsur (element) adalah

1. Terdakwa dapat melihat kedepan yang akan terjadi.

2. Ketidakhati-hatian (tidak dapat dipertanggungjawabkan) perbuatan yang

dilakukan (pengabdian) dengan kata lain harus ada perbuatan yang tidak

(41)

Menurut Vos selanjutnya “dapat melihat kedepan suatu akibat” menurut

syarat subjektif (pembuat harus dapat melihat kedepan), misalnya seorang anak

kecil memindakan wisel rel kereta api sehingga rel kereta api keluar dari rel,

tidaklah ia bersalah (culpa) jika ia tidak tahu apakah wisel kereta api itu, tetapi

culpa itu ada pula segi objektifnya, yaitu sesudah dilakukan perbuatan,

dikatakan pembuat dapat melihat kedepan akibatnya jika seharusnya ia telah

diperkirakan. Ia sebagai orang normal dari sekelompok orang yang dapat

melihat kedepan aibat itu, jadi seorang profesional dipandang lebih dapat

melihat kedepan dibanding orang awam.

Mengenai kekuranghatian-hatian, Vos mengatakan ada beberapa

perbuatan yang dapat melihat kedepan akibat tetapi bukan culpa. Contoh

dokter yang melakukan operasi berbahaya yang dilakukan menurut

keahliannya yang dapat melihat kedepan adanya kemungkinan kematian, tetapi

bukanlah culpa, disini perbuatan tersebut masih dapat dipertanggungjawabkan,

jadi untuk dipandang sebagai culpa, masih harus ada unsur kedua, yaitu

pembuat membuat sesuatu yang lain daripada yang seharusnya ia lakukan,

menurut vos ialah masih harus ada unsur kedua yaitu kurang kehati-hatian.

Pengecualian terhadap larangan melakukan aborsi diberikan hanya dalam

dua kondisi berikut:

a) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik

yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit

(42)

b) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis

bagi korban perkosaan. (lihat Pasal 75 ayat [2] UU Kesehatan).

Tindakan aborsi yang diatur dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan itu pun

hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra

tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh

konselor yang kompeten dan berwenang (lihat Pasal 75 ayat [3] UU Kesehatan).29

D. Kesengajaan

Menurut Memorie Van Toelichting (MvT), kata “dengan sengaja” (opzettelijk) adalah sama dengan ”Willens en weten” dikehendaki dan diketahui). Hal ini berarti, pada waktu melakukan perbuatan, perlu menghendaki (willen)

perbuatan dan atau akibat perbuatannya, juga mengetahui atau mengerti (weten)

hal-hal tersebut. Pasal 338 KUHPid tentang merampas nyawa orang lain, pelaku dikatakan sengaja jika ia menghendaki perbuatan dan akibat berupa terampasnya

nyawa orang lain, juga ia mengerti bahwa perbuatan seperti itu dapat membawa

akibat terampasnya nyawa orang lain.30

KUHP tidak menjelaskan apa arti kesengajaan tersebut, dalam Memorie van Toelichting (MvT), kesengajaan diartikan yaitu melakukan perbuatan yang dilarang dengan dikehendaki dan diketahui.

Seorang dokter terkadang harus dengan sengaja menyakiti atau

menimbulkan luka pada tubuh pasien, misalnya : seorang ahli dokter kandungan

29

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl840/ancaman-pidana-terhadap-pelaku-aborsi-ilegal, Diana, Jawaban Aborsi.

30

(43)

yang melakukan pembedahan Sectio Caesaria untuk menyelamatkan ibu dan janin. Ilmu pengetahuan (doktrin) mengartikan tindakan dokter tersebut sebagai

penganiayaan karena arti dan penganiayaan adalah setiap perbuatan yang

dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang

lain. Didalam semua jenis pembedahan sebagaimana sectio caesare tersebut,

dokter operator selalu menyakiti penderita dengan menimbulkan luka pada pasien

yang jika tidak karena perintah Undang-Undang “si pembuat luka” dapat

dikenakan sanksi pidana penganiayaan. Oleh karena itu, didalam setiap

pembedahan, dokter operator haruslah berhati-hati agar luka yang diakibatkannya

tersebut tidak menimbulkan masalah kelak di kemudian hari. Misalnya terjadi

infeksi nosokomial (infeksi yang terjadi akibat dilakukannya pembedahan)

sehingga luka operasi tidak bisa menutup. Bila ini terjadi dokter dianggap

melakukan kelalaian atau kealpaan.

Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang tidak berupa kesengajaan,

akan tetapi juga bukan sesuatu yang terjadi karena kebetulan. Dalam kealpaan

sikap batin seseorang menghendaki melakukan perbuatan akan tetapi sama sekali

tidak menghendaki ada niatan jahat dari petindak. Walaupun demikian, kealpaan

yang membahayakan keamanan dan keselamatan orang lain tetap harus

dipidanakan.

Moeljatno menyatakan bahwa kesengajaan merupakan tindakan yang

secara sadar dilakukan dengan menentang larangan, sedangkan kealpaan adalah

(44)

merupakan keadaan yang dilarang, sehingga kesalahan yang berbentuk kealpaan

pada hakekatnya sama dengan kesengajaan hanya berbeda gradasi saja.31

E. Pembuktian Tindak Pidana

Ruang lingkup hukum pidana, suatu perbuatan dikatakan perbuatan

pidana apabila memenuhi semua unsur yang telah ditentukan secara dalam suatu

aturan perundang-undangan pidana. Sesuai pasal 1 ayat (1) KUHP yang

menyebutkan bahwa tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas

kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada,

sebelum perbuatan itu dilakukan. Nullum delictum noela poena sine previa lege

(tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu). Pasal 1 ayat (1)

KUHP ini dikenal dengan atas legalitas. Kata kecuali dalam pasal 1 ayat (1)

KUHP ini mengandung pembatasan terhadap perbuatan pidana. Tidak setiap

perbuatan dapat dikriminalkan walaupun secara etik mungkin bertentangan

dengan moral kemasyarakatan atau bertentangan dengan hukum kebiasaan suatu

masyarakat.

Criminal malpractice, pembuktian didasarkan pada terpenuhi tidaknya semua unsure pidana karena tergantung dari jenis criminal merupakan malpractice

yang didakwakan. Criminal malpractice delik umum, pembuktiannya pun tunduk

pada hukum acara pidana yang berlaku, yaitu kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP). Pasal 184 KUHAP disebutkan sebagai alat bukti yang dapat

digunakan untuk membuktikan peraturan pidana, yaitu keterangan saksi,

(45)

keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Perbuatan dikatakan

terbukti sebagai perbuatan pidana apabila berdasarkan minimal dua alat bukti

tersebut hakim memperoleh kenyakinan bahwa perbuatan merupakan perbuatan

pidana.

Ilmu hukum pidana, perbuatan dikatakan perbuatan hukum pidana

apabila semua unsur pidananya terpenuhi. Malpraktek medic dapat ke ranah

hukum pidana apabila memenuhi syarat – syarat dalam 3 aspek yaitu :

1. Syarat sikap batin dokter.

2. Syarat dalam perlakuan medis.

3. Syarat mengenai hal akibat.

Dasar syarat dalam sikap batin adalah syarat sengaja atau culpa, yaitu wujud

perbuatan dalam melakukan tindakan medik, syarat pelakuan medis adalah

perlakuan medis yang menyimpang, dan syarat akibat adalah syarat mengenai

timbulnya dalam pelayanan medik dapat mengalami kesalahan (sengaja atau lalai)

yang pada ujungnya menimbulkan malpraktek medik, apabila dilakukan secara

menyimpang. Dapat diartikan bahwa umumnya melakukan malpraktek dan tidak

selalu berakibat terjadinya malpraktek kedokteran menurut hukum, selain

perbuatan-perbuatan dalam perlakuan medic tersebut menyimpang masih ada

syarat sikap batin akibat yang tidak mudah dipahami dan diterapkan. Kasus

konkret tertentu menunjukan perbuatan yang ternyata salah kadangkala bisa

dibenarkan dengan alasan tertentu. Hal itu berarti untuk kasus konkret tertentu

(46)

(hasil pemeriksaan sesuai standart) dari sudut kepatutan dibenarkan untuk

menarik kesimpulan diagnosis.32

Indonesia terdapat 2 (dua) aturan hukum yang mengatur tentang aborsi,

yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor

23 Tahun 1992 tentang kesehatan, sebagaimana diatur dalam pasal –pasal sebagai

berikut :

1. Pasal 299 KUHP menyatakan :

a. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau

menyuruh seorang wanita supaya diobati dengan memberitahu atau

menerbitkan pengharapan bahwa oleh karena pengobatan itu dapat

gugur kandungannya, dipidana dengan pidana penjara

selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak empat puluh lima ribu

rupiah.

b. Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan , atau

melakukan kejahatan itu sebagai mata pencaharian atau kebiasaan

atau kalau ia seorang Dokter, Bidan, atau Juru obat, pidana dapat

ditambah sepertiganya.

c. Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya,

maka dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.

(47)

2. Pasal 346 KUHP menyatakan :

Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungannya atau menyeluruh orang lain untuk itu maka diancam

dengan paling lama 6 (enam) tahun.

3. Pasal 347 KUHP menyatakan :

a. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya diancam

dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

b. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut

maka diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)

tahun.

4. Pasal 348 KUHP menyatakan :

a. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya diancam

dengan pidana penjara paling 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan.

b. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka

diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

5. Pasal 349 KUHP menyatakan :

Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan

kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu

melakukan salah satu kejahatan yang diterapkan dalam pasal 347 dan

(48)

dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian

dalam mana kejahatan dilakukan.

Secara singkat dapat dijelaskan bahwa yang dapat dihukum ,

menurut KUHP dalam kasus Tindak Pidana Aborsi ini adalah :

a. Pelaksana Aborsi, yakni tenaga medis atau dukun atau orang lain

dengan hukuman maksimal 4 tahun ditambah sepertiganya dan

dicabut hak untuk berpraktik.

b. Wanita yang menggugurkan kandungannya , dengan hukuman

maksimal 4 tahun.

c. Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab

terjadinya aborsi itu dihukum dengan hukuman yang bervariasi.33

Pada 347 dan 348 KUHP mengatur keterlibatan orang lain tindak

pidana aborsi. Apabila seseorang melakukan aborsi tanpa persetujuan dari

perempuan yang kandungannya diaborsi, maka pertanggungjawaban

pidana pelaku didasarkan pada Pasal 348 KUHP, adapun Pasal 349 KUHP

mengatur tentang pemberatan dan pemberian pidana tambahan, yaitu dapat

ditambah 1/3 dari ancaman pidana dalam pasal yang dijadikan dasar

tuntutan dan pencabutan hak untuk menjalankan pekerjaan (profesi),

apabila aborsi dilakukan oleh dokter atau bidan atau apoteker. Tindak

pidana aborsi dalam perpektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992

diatur dalam pasal 80 ayat (1).34

33

(49)

F. Kebijakan hukum pidana

Menurut Ilmu hukum pidana bahwa “Modern criminal science” terdiri

dari tiga komponen “Criminologi”, “Criminal law”, dan “penal policy”.

Selanjutnya menjelaskan bahwa “penal policy” suatu ilmu sekaligus seni yang

pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan

hukum positif dirumuskan secara baik dan untuk memberikan pedoman tidak

hanya kepada pembuat undang-undang dan juga kepada pengadilan yang

menerapkan undang-undang dan juga kepada penyelenggara atau pelaksana

putusan pengadilan.35.

Studi mengenai faktor-faktor kriminologi disatu pihak dan studi

mengenai teknik perundang-undangan di ain pihak, ada tempat bagi suatu ilmu

pengetahuan yang mengamati dan menyelidiki fenomena regislatif dan bagi

suatu seni yang rasional, dimana para sarjana dan praktisi, ahli kriminologi dan

sarjana hukum dapat bekerjasama tidak sebagai pihak yang berlawanan atau

saling berselisih, tetapi sebagai kawan sekerja yang terikat didalam tugas

bersama yaitu terutama untuk menghasilkan suatu kebijakan pidana yang

realities, humanis, dan berpikir maju (progresif) yang sehat.36

Menurut A. Mulder ialah kebijakan untuk menentukan :

1. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berlaku `

perlu diubah atau diperbaharui.

2. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak

pidana.

(50)

3. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan

pelaksanaan pidana harus dilaksanakan.37

Dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009,

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 dan Undang-Undang Nomor 14 tahun

1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun

2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 2009 serta

peraturan perundang-undangan.

Aborsi, Indonesia termasuk salah satu negara yang menentang pelegalan

aborsi. Hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran

janin dikategorikan sebagai kejahatan yang dikenal dengan istilah „Abortus

Provocatus Criminalis‟, dalam KUHP misalnya, larangan aborsi ditegaskan

dengan ancaman pidana bagi ibu yang melakukan aborsi, dokter atau bidan

atau dukun yang membantu melakukan aborsi serta orang-orang yang

mendukung terlaksananya aborsi. Sementara itu, dalam Undang-undang

Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 pasal 15 (1), ditegaskan bahwa dalam

keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau

janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu, namun tidak ada penjelasan

lebih jauh tentang apa yang dimaksud tindakan medis tertentu. Sementara

dalam penjelasannya dinyatakan bahwa tindakan medis dalam bentuk

pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena bertentangan

dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan.

Dari sini terlihat bahwa undang-undang ini masih memberi pengertian yang

(51)

membingungkan soal aborsi, tidak ada penjelasan tegas bahwa yang dimaksud

tindakan medis tertentu itu adalah aborsi. Kedua Undang-undang ini dapat

disimpulkan bahwa aborsi tak berpeluang diperbolehkan sedikitpun dalam

hukum Indonesia.

Perempuan dari segala segi kehidupan di Indonesia kemungkinan besar

telah menggunakan pelayanan aborsi, informasi tentang karakteristik

perempuan-perempuan yang melakukan aborsi umumnya didapat dari

penelitian penelitian yang dilakukan di klinik-klinik dan rumah sakit.

1. Pencegahan dalam melakukan kebijakan aborsi

a. Berkembangnya penelitian tentang aborsi, aborsi yang tidak aman akan

terus menjadi hal yang mengancam kesehatan perempuan Indonesia dan

kesejahteraannya, dan menambah misteri bertambahnya angka kematian

maternal dan perawatan di rumah sakit karena aborsi yang tidak aman

tersebut, terkecuali bila langkah-langkah yang sesuai segera diambil untuk

mengatasi masalahini. Saran-saran berikut bertujuan untuk membantu

pemerintah Indonesia untuk menghindari terjadinya aborsi yang tidak aman.

b. Menghindari terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan adalah langkah

pertama yang perlu diambil untuk dapat menurunkan angka aborsi yang

tidak aman.

c. Tersedianya informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas

(52)

dan tersedianya pengetahuan tentang cara-cara untuk mencegah terjadinya

kehamilan yang tidak diinginkan dapat mengurangi terjadinya aborsi.

d. Perempuan yang memerlukan aborsi karena kehamilannya membahayakan

jiwanya dan hal ini sejalan dengan hukum yang berlaku di Indonesia

seharusnya dapat mendapatkan prosedur aborsi yang aman. Badan

Kesehatan Dunia merekomendasikan tersedianya aborsi yang aman yang

terjamin ketersediannya dan diperbolehkan oleh hukum yang berlaku, dalam

hal ini termasuk untuk melakukan training bagi pemberi layanan tentang

praktek aborsi yang aman dan aborsi yang dilakukan dalam keadaan steril,

menjamin tersedianya alat-alat dan bahan-bahan yang dibutuhkan, dan

mempromosikan digunakannya metode metode yang aman untuk aborsi

pada trimester pertama, termasuk aborsi yang dilakukan secara medis dan

dengan aspirasi.

e. Ada baiknya untuk mempertimbangkan dirumuskannya kebijakan yang

dapat menurunkan insiden aborsi yang tidak aman. Hal ini termasuk

dipertimbangkannya kondisi dimana perempuan dapat mendapatkan aborsi

yang aman dan langkah-langkah yang diperlukan untuk dapat mendapatkan

persetujuan untuk melakukan aborsi yang aman tersebut.

f. Perawatan pasca aborsi seharusnya dapat dengan mudah tersedia sehingga

perempuan yang mengalami komplikasi karena aborsi yang tidak aman

dapat mendapatkan perawatan yang tepat. Jenis perawatan tersebut

seharusnya komprehensif dan termasuk konseling untuk pemakaian alat

(53)

menjamin agar setiap tempat pelayanan kesehatan yang melayani

perawatan pasca aborsi memakai teknik yang aman, maka disarankan agar

kurikulum untuk sekolah kedokteran memasukkan training cara pemakainan

aspirasi vakum manual, agar semua fasilitas mempunyai akses untuk

mendapatkan kelangsungan bantuan teknis dan penambahan alat yang

dibutuhkan untuk dapat melakukan teknik ini.

2. Analisis Resiko Medis

Para saksi ahli dalam putusan audit medik MKEK IDI (Majelis Kode

Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia) banyak faktor penyebabnya,

merupakan resiko medis. Hal ini disimpulkan tindakan dokter terhadap

pasien tersebut merupakan resiko medic bukan kelalaian dokter memenuhi

syarat–syarat :

1. Tindakan medik yang dilakukan Dokter telah sesuai dengan standat

profesi dan melakukan dengan menghormati hak pasien.

2. Tidak ditemukan adanya kesalahan atau kelalaian sebagaimana

ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK).

Resiko Medik adalah suatu keadaan yang tidak dikehendaki, baik oleh

dokter maupun pasien dengan standart pelayanan medis dan standar

operasional prosedur, namun kecelakaan tetap juga terjadi, dengan demikian

Referensi

Dokumen terkait

FOR CORPORATE PERMITTED TO MAINTAIN BOOKS OF ACCOUNT IN ENGLISH LANGUAGE AND US DOLLAR CURRENCY. DETAILS OF COST OF GOOD SOLD, OTHER BUSINESS EXPENSE AND COMMERCIAL

distance, intensity, FWHM and back scattering cross section was presented to predict the types of land cover in Miyun area as ground, trees, buildings and

Domestic commercial net income is the net income according to Indonesian accounting principles, namely all incomes received and obtained from business activities and from

control of the parties but which affects cost diffe- rentials significantly is that of prevailing economic or market conditions. Price fluctuations seem a common

1) In order to achieve the nominal tension strength of thread connection, the minimum depth of thread penetration should be approximately 90% from the minor diameter of the rod.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaan-Nya penyusunan skripsi yang berjudul “ Penyebab Kegagalan Dalam Pemberian ASI

Volume kerucut  Siswa membahas menentukan rumus volume kerucut dengan melakukan kegiatan siswa seperti pada halaman 83, dengan bimbingan guru..  Siswa membahas soal

[r]