• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Modal insani, Corporate Value dan Good Corporate Governance Melalui Kinerja Karyawan terhadap Kinerja Perusahaan di PTPN VII Lampung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Modal insani, Corporate Value dan Good Corporate Governance Melalui Kinerja Karyawan terhadap Kinerja Perusahaan di PTPN VII Lampung."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN MODAL INSANI,

CORPORATE VALUE

DAN

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

MELALUI

KINERJA KARYAWAN TERHADAP KINERJA

PERUSAHAAN DI PTPN VII LAMPUNG

HUSEN SUTISNA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peran Modal Insani,

Corporate Value dan Good Corporate Governance melalui Kinerja Karyawan terhadap Kinerja Perusahaan di PTPN VII Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Husen Sutisna

(4)

RINGKASAN

HUSEN SUTISNA. Peran Modal insani, Corporate Value dan Good Corporate Governance Melalui Kinerja Karyawan terhadap Kinerja Perusahaan di PTPN VII Lampung. Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S. HUBEIS dan MUHAMMAD SYAMSUN.

Perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis menyebabkan berbagai perusahaan terus berusaha memperbaiki strategi bisnisnya, bertujuan agar bisa bertahan dan mempunyai keunggulan bersaing. Puncak perubahan tersebut dengan dimulainya era bisnis pada era informasi dan era pengetahuan. Pada era ini strategi bisnis yang dipandang cocok diantaranya penerapan sistem pengembagan SDM berbasiskan human capital dan pengelolaan perusahaan berbasiskan nilai-nilai (corporate value) dan good corporate governance (GCG). PT Perkebunan Nusantara VII sebagai perusahaan BUMN bidang agribisnis berupaya menerapkan sitem tersebut.

Penelitian ini bertujuan mengkaji bagaimana hubungan antara human capital, corporate value dan good corporate governance (GCG) serta kaitannya terhadap kinerja karyawan dan kinerja perusahaan. Populasi penelitian ini adalah karyawan kantor pusat PTPN VII sebanyak 400 orang. Jumlah contoh yang ditetapkan sebanyak 120 responden. Teknik penarikan contoh yang digunakan adalah non probability sampling dengan teknik quota sampling. Metode pengolahan dan analisis data menggunakan Analisis struktural equation modeling-partial least squares (SEM-PLS), pengolahan data mengunakan sofware smartPLS.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa implementasi human capital yang dilakukan oleh perusahaan berperan positif terhadap peningkatan kenerja karyawan. Implementasi dan internalisasi corporate value terhadap karyawan berperan posititif terhadap peningkatan kinerja karyawan. Peningkatan kinerja karyawan berperan positif meningkatakan kinerja perusahaan. Implementasi prinsip-prinsip GCG dapat meningkatkan kinerja perusahaan, tapi tidak dapat memberikan pengaruh dalam peningkatan kinerja karyawan.

(5)

SUMMARY

HUSEN SUTISNA. The Role of Human Capital, Corporate Values and Good Corporate Governance through the Employee Performance in the Company Performance at PTPN VII in Lampung. Supervised by AIDA VITAYALA S. HUBEIS and MUHAMMAD SYAMSUN.

Changes in business environment lead various companies to continue to strive to improve their business strategies in order to survive and have a competitive advantage. The peak changes occurred with the coming of business era in the era of information and science. In this era, business strategies that are considered suitable, among others, the application of human resource development system based on human capital and company management based on corporate values and good corporate governance (GCG). PTPN VII as state-owned enterprise in agribusiness has tried to implement the system.

This study aimed to examine the relationship between modal insani, corporate values and GCG and their relation to the performances of the employees and the company. The population of this research as many as 400 people consisted of the employees of PTPN VII head office, but the number of the samples set was 120 respondents. The sampling technique used was non-probability sampling with quota sampling technique. The methods of processing and analyzing the data was structural equation modeling analysis-partial least squares (SEM-PLS), and the data processing used software smartPLS.

The results indicated that the implementation of human capital by the company contributed positively to the increase of the employee performance. The implementation and internalization of corporate values to the employees positively contributed to the improvement of the employee performance. The increased employee performance played a positive role in improving the company performance. The implementation of corporate governance principles could improve the performance of the company, but did not play a great role in improving employee performance.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

PERAN MODAL INSANI,

CORPORATE VALUE

DAN

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

MELALUI

KINERJA KARYAWAN TERHADAP KINERJA

PERUSAHAAN DI PTPN VII LAMPUNG

HUSEN SUTISNA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul : Peran Modal insani, Corporate Value dan

Good Corporate Governance Melalui Kinerja Karyawan terhadap Kinerja Perusahaan di PTPN VII Lampung. Nama : Husen Sutisna

NIM : H251120131

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Aida Vitayala S. Hubeis Dr Ir Muhammad Syamsun, MSc Ketua Anggota

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

21 November 2014 Ketua Program Studi Ilmu Manajemen

Program Pascasarjana

Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah Manajemen Sumber Daya Manusia, dengan judul Peran Modal Insani, Corporate Value dan Good Corporate Governance melalui Kinerja Karyawan terhadap Kinerja Perusahaan di PTPN VII Lampung.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Aida Vitayala S. Hubeis, MSc dan Dr Ir Muhammad Syamsun, M.Sc selaku dosen pembimbing, serta Prof Dr M Syamsul Maarif dan Dr Agraeini Sukmawati, selaku dosen mata kuliah MSDM yang telah banyak memberikan bekal keilmuan tentang MSDM dan Organisasi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Sasmika dan Bapak Heri bagian SDM PT Perkebunan Nusantara VII yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Anang Jaya Atmaja) dan ibu (Rohanah) atas dukungan doanya, serta istri tercinta (Andriyani) atas bantuan, kesabaran dan dukungannya selama studi di pasca sarjana IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 3

Ruang Lingkup 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Pendekatan Teoritis 4

Modal Insani 4

Corporate Value 7

Good Corporate Governance 8

Kinerja Karyawan 11

Kinerja Perusahaan 13

Balanced Scorecard 14

Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu 18

Struktural Equation Modeling 19

3 METODE 22

Kerangka Pikir Penelitian 22

Hipotesa Penelitian 25

Lokasi dan Waktu Penelitian 25

Jenis dan Sumber Data 26

Metode Pengumpulan Data 26

Populasi dan Contoh Penelitian 26

Metode Pengolahan Data 27

Kerangka Model SEM dan Definisi Operasional 27

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29

Gambaran Umum Perusahaan 29

Analisis Deskripsi Responden 29

Analisis Korelasi Deskripsi Responden 30

Analisis Regresi Deskripsi Responden 32

Evaluasi Partial Least Squares 33

Evaluasi Model Pengukuran 36

Evaluasi Model Struktural 39

Pembahasan 41

Analisis Hubungan antara Konstruk dengan Indikatornya 41

Analisis Hubungan antar Konstruk 50

Peran Modal Insani terhadap Kinerja Karyawan 51

(12)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

Peran GCG terhadap Kinerja Karyawan 54

Peran Kinerja Karyawan terhadap Kinerja Perusahaan. 55

Peran GCG terhadap Kinerja Perusahaan 55

Implikasi Manajerial 56

5 SIMPULAN DAN SARAN 58

DAFTAR PUSTAKA 59

LAMPIRAN 64

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan sumber daya manusia 5

2 Pengertian modal insani menurut para ahli 6

3 hasil penelitian terdahulu 18

4 Perbedaan sem-pls dan sem-lisrel 22

5 Data pengembalian kuesioner 26

6 Persentase karakteristik responden 30

7 Ringkasan hasil evaluasi model outer reflektif 36

8 Nilai outer loading model reflektif 37

9 Nilai AVE, akar AVE dan composite reliability dan cronbachs alpha 38

10 Nilai output cross loading model reflektif 38

11 Nilai korelasi variabel laten 39

12 Nilai 39

13 Nilai hasil penelitian dan kriteria standar evaluasi model struktural 40

14 Hasil bootstrap koefesien path 40

15 Nilai predictive relevance 40

16 Hasil output loading factor konstruk modal insani 42

17 Hasil outputloading factor konstruk corporate value 44

18 Hasil outputloading factor konstruk GCG 46

19 Hasil outputloading factor konstruk kinerja karyawan 48

20 Hasil outputloading factor konstruk kinerja perusahaan 49

21 Hasil pengujian hipotesis penelitian 51

DAFTAR GAMBAR

1 Level dari corporate culture 7

2 Kerangka pikir konseptual penelitian 23

3 Kerangka pikir operasional penelitian 25

4 Kerangka model penelitian 28

(13)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

6 Nilai korelasi karakteristik responden dengan modal insani,

corporate value dan kinerja karyawan 31

7 Output hasil analisis regresi karakteristik responden 32

8 Hasil analisis model awal 34

9 Hasil analisis model akhir 35

10 Model awal konstruk human apital dan indikatornya 41

11 Model akhir konstruk human apital dan indikatornya 42

12 Model konstruk awal corporate value dan indikatornya 43

13 Model konstruk akhir corporate value dan indikatornya 43

14 Model konstruk GCG dan indikatornya 45

15 Model konstruk kinerja karyawan dan indikatornya 47

16 Model konstruk kinerja perusahaan dan indikatornya 48

17 Model hubungan antara konstruk 50

18 Peran modal insani terhadap kinerja karyawan 52

19 Peran corporate value terhadap kinerja karyawan 53

20 Peran GCGterhadap kinerja karyawan 54

21 Peran knerja karyawanterhadap GCG 54

22 Peran kinerja karyawanterhadap kinerja perusahaan 55

23 Peran GCGterhadap kinerja perusahaan 56

DAFTAR LAMPIRAN

1 Defenisi operasional penelitian 64

2 Kuisioner penelitian 66

3 Nilai outer loading model reflektif, model akhir 72

4 Nilai outer loading model reflektif 73

5 Hasil pengujian hipotesis penelitian 74

6 Hubungan antar konstruk penelitian 74

(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan yang disebabkan oleh globalisasi industri, kemajuan informasi, perkembangan teknologi dan persaingan yang ketat, menyebabkan berbagai perusahaan terus mengubah strategi dalam menjalankan bisnisnya, salah satunya perubahan pradigma bisnis dari resources based business menjadi knowledge based business, dari dominan investasi pisik (physical Assets) menjadi dominan investasi modal intelkektual (intelektual Assets,) dari seller market menjadi buyer market dan dari betuk organisasi komplek, lini serta fungsional mennjadi betuk organisasi yang lebih sederhana serta mengarah pada organisasi matrik. Awan (2013) menjelaskan hasil studi Word Bank Tahun 1995 dari 190 negara bahwa pada umumnya komposisi kekayaan physical capital 16 persen, natural capital

20 persen dan 64 persen sisanya human dan social capital. Menurut Barrett (2010) modal kultural (cultural capital) atau intangible drivers menempati porsi 60 persen hingga 85 persen, sedangkan modal finansial atau tangible drivers

hanya 40-15 persen dari nilai saham. Perubahan tersebut berjalan secara bertahap dari masa kemasa, menurut Barrett (2010) setidaknya ada empat periode perubahan yang dilalui manusia dalam menjalankan aktifitas bisnisnya hingga saat ini, yaitu era agraris (agricultural age), era industri (industrial age), era informasi (information age), dan era kesadaran (consciousness age).

Era Agraris manusia bertumpu pada pertanian, besarnya keuntungan tergantung pada jumlah dan kekuatan sumber daya manusia yang dimiliki serta sumber daya alam yang dikuasai, cirinya adalah penguasaan lahan pertanian atau jumlah ternak yang dimiliki. Era Industri, yang menentukan kesuksesan sebuah bisnis adalah kualitas produk yang dihasilkan, produktifitas, efisiensi, dan marketing masal, cirinya adalah kepemilikan atas mesin atau teknologi produksi dan pabrik.

Era Informasi sering disebut juga sebagai era pengetahuan (knowledge era). Fokus perhatian pada era pengetahuan adalah sumber daya manusia (SDM) dan penguasaan teknologi informasi (TI), peran TI untuk mengolah data menjadi informasi dan peran SDM mengelola atau memberi arti informasi menjadi pengetahuan, kemudian pengetahuan tersebut ditransformasikan menjadi produk atau pelayanan (Purwanto 2010), dimana data merupakan fakta dan gambaran mentah, sedangkan informasi merupakan interprestasi data yang berguna (Griffin dan Ebert 2007). Sumber daya manusia dijadikan intagible assets, artinya SDM sebagai aset penting bagi perusahaan, bentuk aset tersebut berupa modal intelektual (Intellectual Capital). Modal intelektual menggambarkan kemampuan karyawan menggunakan pikirannya untuk meghasilkan ide-ide kreatif dan inovatif. Ciri utama pada era ini yaitu penguasaan informasi, pengetahuan

(knowledge), pembelajaran (learning), pemberdayaan (empowerment),

pertumbuhan individu (personal growth), dan kepuasan pelanggan.

(15)

dan internalisasi nilai-nilai perusahaan (corporate value), etika (ethics), kolaborasi

(collaboration) dan corporate social responsibility (CSR). Kotter dan Heskett dalam bukunya berjudul “corporate culture and performance” menyatakan bahwa perusahaan dengan budaya yang kuat mampu menghasilkan revenue empat kali lebih tinggi, memiliki kualitas tenaga kerja tujuh kali lebih baik, meraih nilai saham 12 kali lebih tinggi serta keuntungan bersih lebih dari 700 persen jika dibandingkan perusahaan dengan budaya yang lemah, sebaliknya budaya perusahaan yang lemah menimbulkan kerugian. Jim Ware dalam “investment leadership” mengatakan bahwa perusahaan dengan budaya lemah dalam jangka waktu tiga tahun saja mengalami penurunan nilai aset sebesar 80 persen dan turn over karyawan hingga 50 persen. Hasil riset tersebut semakin menunjukkan pentingnya penguatan budaya perusahaan untuk memenangkan kompetisi di

consciousness age ini. Apabila sebuah perusahaan ingin bertahan, berkembang dan berhasil, maka harus segera membangun budaya perusahaan.

Bisnis sektor pertanian di Indonesia juga dihadapkan pada dinamika perubahan lingkungan global dan integrasi pasar regional atau internasional terhadap pasar domestik, hal tersebut mendorong persaingan pasar yang semakin ketat dan semakin kompetitif. Pertanian indonesia supaya mampu bersaing di pasar internasional, maka perlu perbaikan secara menyeluruh mulai dari hulu (on farm) sampai hilir (off Farm), diantaranya adalah peningkatan kualitas SDM dan perbaikan manajemen organisasi perusahaan sektor pertanian. Sesuai dengan karakteristik era informasi dan era consciousness maka perbaikan kualitas SDM bisa dilakukan dengan berbasiskan modal insani, dimana SDM dianggap sebagai

asset bukan lagi sebagi biaya atau beban. Perbaikan manajemen organisasi diarahkan menuju manajemen modern yang operasionalnya berbasiskan nilai-nilai

(corporate value) dan dibinanya hubungan baik antar para pemegang saham dan para pelaksana dengan penerapan good corporate governance (GCG) atau sisitem tata kelola perusahaan yang baik.

Perusahaan disektor pertanian yang telah dan sedang berupaya menerapkan sistim pengembagan SDM berbasiskan modal insani dan operasional perusahaan

berbasiskan corporate value dan GCG salah satunya adalah PT Perkebunan

Nusantara VII (Persero). Perusahaan ini bergerak dalam bidang perkebunan komoditi kelapa sawit, karet, tebu dan teh. PTPN VII (Persero) mempunyai prinsip bahwa sumber daya manusia adalah aset potensial yang harus dikelola dan dikembangkan. Optimalisasi pengelolaan sumber daya manusia dan organisasi berbasiskan Modal insani. Salah satu hasilnya PTPN VII pada Tahun 2011 mendapatkan penghargaan Indonesian Human Capital (modal insani) Study(IHCS) yang dilaksanakan Dunamis Human Capital dan Majalah Business Review.

Perusahaan PTPN VII terus membangun dan berupaya menginternalisasi tata nilai (corporate value) yang dikenal dengan The Spirit of Change “ProMOSI”, merupakan singkatan dari lima nilai dasar, yaitu; produktivitas, mutu, organisasi, servis, dan inovasi. Perusahaan berkomitmen penuh untuk menerapkan prinsip-prinsip tatakelola perusahaan (GCG) pada setiap aktivitas di seluruh stakeholdrs perusahaan.

Perusahaan PTPN VII memiliki komitmen yang tinggi untuk meningkatkan penerapan prinsip-prinsip GCG diantaranya; transparansi, akuntabilitas, resposibiliti, independensi dan kewajaran. Manajemen berkeyakinan bahwa penerapan GCG akan mendorong perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang unggul dan nilai tambah

(16)

karyawan, hal ini terbukti degan hasil penilaian GCG mendapatkan skor yang terus meningkat. Tahun 2004 skor GCG sebesar 69.66, Tahun 2005 skor GCG sebesar 79.51, Tahun 2007 skor GCG sebesar 80.18, Tahun 2010 skor GCG sebesar 82.48, Tahun 2012 skor GCG sebesar 80.18 dan Tahun 2013 skor GCG sebesar 83.17. Kinerja perusahaan Tahun 2013 dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengalami peningkatan, hal ini terlihat dari realisasi laba bersih tahun 2013 mencapai Rp 78.6 milyar, meningkat 44.7 persen dibandingkan tahun 2012. Nilai penjualan bersih mencapai Rp 4.62 milyar, meningkat 5,9 persen dibandingkan tahun 2012 (PTPN VII 2013).

Rumusan Masalah

Perubahan lingkungan mendorong perusahaan untuk terus berbenah memperbaiki sisitem pengembangan SDM dan manajemen organisasi. Pada Era

informasi dan Era Consciousness, dibutuhkan pengembangan SDM berbasiskan modal insani dan pengembangan organisasi berbasiskan corporate value dan penerapan GCG. Pengembangan dan penerapan modal insani, corporate value

dan GCG telah dan sedang dilakukan di PTPN VII, dari uraian diatas masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1 Bagaimana peran modal insani terhadap kinerja karyawan? 2 Bagaimana peran corporate value terhadap kinerja karyawan? 3 Bagaimana peran GCG terhadap kinerja karyawan?

4 Bagaimana peran kinerja karyawan terhadap kinerja perusahaan? 5 Bagaimana peran GCG terhadap kinerja perusahaan?

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 Menganalisis peran modal insani terhadap kinerja karyawan. 2 Menganalisis peran corporate value terhadap kinerja karyawan. 3 Menganalisis peran GCG terhadap kinerja karyawan.

4 Menganalisis peran kinerja karyawan terhadap kinerja perusahaan. 5 Menganalisis peran GCG terhadap kinerja perusahaan.

Kegunaan Penelitian

Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan konfirmasi teori-teori mengenai perkembangan terbaru ilmu MSDM, khususnya yang berkaitan dengan modal insani, corporate value dan penerapan GCG. Secara praktis penelitian ini dapat memberikan gambaran dan masukan kepada PTPN VII yang berkaitan dengan implementasi modal insani, corporate value, GCG, perbaikan kinerja karyawan dan peningkatan kinerja perusahaan.

Ruang Lingkup

(17)

implementasi lima nilai dasar PTPN VII, produktivitas, mutu, organisasi, servis, dan inovasi. Kinerja karyawan didasarkan pada penilaian kinerja berbasis kompetensi dengan indikator orientasi pencapaian, inisiatif, dampak dan pengaruh, orientasi pelayanan pelanggan, pemahaman antar pribadi, kesadaran organisasi, berfikir analisis, berfikir konseptual, pencarian informasi dan integritas. Implentasi prinsip-prinsip GCG digambarkan dengan transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pendekatan Teoritis

Modal Insani

Intelektual capital (modal intelektual) merupakan sumber daya pengetahuan yang tersedia pada perusahaan, menghasilkan aset bernilai tinggi dan memberikan manfaat ekonomi dimasa mendatang bagi perusahaan (Edvinsson dan Malone 1997). Menurut Wiliams (2001) dalam Rambe (2012) intelektual capital adalah informasi dan pengetahuan yang diaplikasikan dalam pekerjaan untuk menciptakan nilai. Intelektual capital terbentuk dari tiga unsur yaitu modal insani, social capital dan organizational capital (Baron dan Amstrong 2013).

Teori dasar modal insani disampaikan oleh Theodore, W. Schultz pada Tahun 1960 yang berjudul investment in human capital di hadapan para ahli ekonomi dan pejabat yang tergabung dalam American Economic Assosiation.

Hasil penelitiannya membuktikan bahwa hasil investasi modal insani melalui pendidikan dan pelatihan di Amerika Serikat lebih besar dibandingkan dengan hasil investasi phisical capital. Tahun 1981 Schultz merinci konsep ini dengan mempertimbangkan semua kemampuan manusia, baik yang bersifat bawaan atau diperoleh melalui belajar.

Pemahaman terhadap modal insani akan lebih utuh jika terlebih dahulu sudah memahami proses perkembangan SDM mulai dari manajemen personalia, manajemen sumber daya mananusia (MSDM) dan manajemen sumber daya mananusia strategik (MSDMS). Perhatian terhadap SDM pada masa manajemen personalia masih kurang, SDM belum berlum diperhitungkan dalam bisnis, SDM dinilai tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan (Purwanto 2010). Perhatian manajem puncak terhadap SDM hanya 20 persen dan para manajer personalia umumnya hanya mendapatkan bayaran kurang lebih 70 persen dibandingkan dengan posisi yang sama di bagian pemasaran dan keuangan (Flippo 1984). Titik berat tugas manajemen personalia adalah hanya pada urusan administrasi.

(18)

penting bagi perusahaan. Mengingat pentingnya SDM bagi perusahaan telah mendorong perubahan dari manajemen personalia menjadi manajemen sumber daya manusia (MSDM). Fungsi MSDM sebagai penyediaan staff, pengembangan SDM, kompensasi, keselamatan dan kesehatan, serta hubungan karyawan dengan buruh (Mondy 2008). Peran MSDM sangat terkait dengan strategi bagian-bagian lain dalam perusahaan, hal ini mengharuskan perusahaan untuk menyelaraskan antara strategi MSDM dengan strategi bisnis. Keterkaitan ini dijadikan dasar bagi sebagian pihak untuk merubah itilah MSDM menjadi manajemen sumber daya manusia strategik (MSDMS).

Menurut Purwanto (2010) akibat adanya kesenjangan antara nilai pasar saham dengan nilai buku perusahaan yang semakin melebar, memunculkan kesadaran bahwa ada faktor intagible berpengaruh terhadap nilai perusahaan, diantaranya adalah faktor SDM, oleh karena itu muncul pandangan bahwa SDM merupakan aset perusahaan yang berharga. Kondisi ini memunculkan usulan untuk mengubah dari Manajemen SDM (HRD) menjadi Manajemen Modal insani.

Tabel 1 Perkembangan sumber daya manusia

Perkembangan SDM Karakteristik

Manajemen personalia Perhatian SDM rendah, SDM tidak diperhitungkan SDM sebagai faktor produksi.

Fungsi sebagai administrasi.

Manajemen sumber daya manusia SDM mulai di perhatikan dan dianggap penting bagi kemajuan perusahaan.

Memanusiakan karyawan.

Fungsi sebagai administrasi dan pengembangan. Manajemen sumberdaya manusia

strategik

Strategi SDM di selaraskan dengan strategi bisnis.

Modal insani SDM sangat diperhatikan.

SDM sebagai aset berharga perusahaan.

Modal insani mewakili faktor manusia dalam organisasi, yang merupakan gabungan antara intelegensia, keterampilan, dan keahlian yang memberi karakter tersendidiri pada organisasi. Unsur manusia dari organisasi adalah mereka yang mampu belajar, berubah, berinovasi dan memberikan dorongan kreatif yang jika dimotivasi dengan benar akan menjamin kelanggengan jangka panjang organisasi (Bontis 1999). Hasil penelitian Awan dan Sarfraz (2013) menjelaskan bahwa perusahaan yang berupaya terus meningkatkan skills dan abilities yang merupakan investasi modal insani dapat membantu dalam meningkatan kinerja yang lebih baik. Menurut Fitz-Enz (2000) mendeskripsikan modal insani sebagai kombinasi dari tiga faktor, yaitu; (1) karakter atau sifat yang dibawa ke pekerjaan, misalnya intelegensi, energi, sikap positif, keandalan, dan komitmen, (2)

kemampuan seseorang untuk belajar, yaitu kecerdasan, imajinasi, kreatifitas dan

bakat dan (3) motivasi untuk berbagi informasi dan pengetahuan, yaitu semangat tim dan orientasi tujuan.

(19)

achieve results, potential for growth; and what they bring into work from other parts of their life, (2) individual motivation. Aspirations, ambitions and drive; work motivations; productivity, (3) leadership. The clarity of vision of top management and thei ability to communicate it and behave in a way that is consistent with it., (4) the organizational climate. The culture of the organization, especially in its freedom to innovate, openness, flexibility and respect for the individual. dan (5) Workgroup Effectiveness. Supportiveness, mutual respect, sharing in common goals and values.

Modal insani direpresentasikan sebagai pengetahuan individu berupa skill,

pengalaman, keahlian, ide, pengetahuan, kompetensi, kapabilitas dan nilai yang dimiliki karyawan (Eren dan Kocapinar 2009). Modal insani terdiri dari

innovation dan creation, learning dan education, and experience dan expertise

(Sharabati et al 2010). Menurut Polihart dan Moliterno (2011) konsep modal insani merupakan sumberdaya yang muncul dari knowledge, skills, abilities, and other characteristics (KSAOs) sebagai individu karyawan.Knowledge adalah apa yang seseorang ketahui atau pahami dan mempunyai keterkaitan dengan pekerjaan. Skill adalah apa yang seseorang mampu melaksanakan dalam pekerjaan. Ability (mental, physical, and psychomotor) adalah kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mempelajari suatu keterampilan. Personal characteristics lainnya mencakup sikap, keyakinan, karakteristik kepribadian, temperamen dan tata nilai. Wright at al (2013) menjelaskan modal insani terdiri dari dimensi dan karakteristik sebagai berikut; ability, personality, skill, knowledge, affect dan behavior. Pengertian modal insani menurut para ahli sebagaimana disampaikan oleh Ployhart et al (2013) Tabel 2.

Tabel 2 Pengertian modal insani menurut para ahli

Penulis Pengertian Modal Insani

Becker (2002: 3) Modal insani refers to the knowledge, information, ideas,

skills, and health of individuals.”

Coff and Kryscynski (2011: 1430)

Modal insani: “an individual’s stock of knowledge, skills, and abilities (hereafter skills).”

Crook, Todd, Combs, Woehr, and Ketchen (2011: 444)

“The term modal insani refers to the knowledge, skills and

abilities (KSAs) embodied in people (Coff, 2002).”

Hitt, Biermant, Shimizu, and Kochhar (2001: 14)

Modal insani attributes (including education, experience, and

skills) … of top managers affect firm outcomes.”

Huselid, Jackson, and Schuler (1997: 171)

“Employees’ collective knowledge, skills, and abilities.”

Kor and Leblebici (2005: 968)

“Firms’ strategic human resources such as professionals with

specialized knowledge and expertise.”

Ployhart and Moliterno (2011: 127-128)

“A unit level resource that is created from the emergence of individuals’ knowledge, skills, abilities and

othercharacteristics (KSAOs). Somaya, Williamson, and

Lorinkova (2008: 936)

“Defined broadly as the cumulative knowledge, skills, talent, and knowhow of the firm’s employees.”

Wright and McMahan (2011: 95)

“At the unit level, modal insani can refer to the aggregate accumulation of individual modal insani that can be combined

in a way that creates value for the unit.”

Youndt and Snell (2004: 338) Modal insanisimply refers to individual employees’

knowledge, skills, and expertise.”

(20)

Corporate Value

Era Consciousness (kesadaran) membuat perusahaan tidak bisa lagi hanya mengandalkan kekuatan intelektual dan modal insani, namun mulai menyadari pentingnya modal budaya atau cultural capital (Ginanjar, 2012). Menurut Barrett (2010) cultural capital adalah nilai yang melekat dan di program pada mental seara kolektif terkait dengan values, beliefs and behaviors dari organisasi yang mendukung hubungan dengan karyawan, pelanggan dan masyarakat.

Gambar 1 Level dari corporate culture

Sumber : Daft (2010)

Culture adalah seperangkat kunci tentang nilai-nilai, asumsi-asumsi, pengertian, dan norma-norma yang merata pada anggota organisasi dan menyampaikannya pada anggota baru sebagai sesuatu yang benar dan harus dipatuhi dalam dalam pikiran, perasaan dan perbuatan (Daft 2010). Budaya perusahaan adalah filosofi dasar organisasi yang memuat keyakinan, norma-norma, dan nilai-nilai bersama yang menjadi karekteristik inti tentang bagaimana melakukan sesuatu dalam organisasi. Keyakinan, norma-norma, dan nilai-nilai tersebut menjadi pegangan semua karyawan dalam melaksanakan kinerjanya (Wibowo 2011). Budaya kerja tersebut merupakan pondasi yang kuat bagi keberlansungan perusahaan dalam jangka panjang. Menurut Robbins (2006) fungsi budaya perusahaan adalah sebagai berikut:

1 Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara suatu perusahaan dengan perusahaan yang lain.

2 Budaya memberikan indentitas bagi anggota perusahaan.

(21)

4 Budaya itu meningkatkan kemantapan sitem sosial.

5 Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap dan perilaku karyawan.

Value adalah kumpulan nilai yang diturunkan dari sesuatu yang dipercayai

(ending belief) dan memberikan kekuatan bila dijalankan, nilai ini dapat difokuskan pada suatu hasil akhir dimasa depan (future end) dan tata cara (proses) untuk mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu (Kasali 2012). Nilai merupakan keinginan efektif, kesadaran, atau keinginan yang membimbing prilaku, didalam dan diluar pekerjaan (Ivancevich at al 2006). Nilai-nilai dipegang teguh dan diyakini oleh semua karyawan dan kemudian teraplikasi dalam prilaku kolektif dan menjadi tulang punggung keberlangsungan perusahaan (Atmadja 2009).

Corporate value adalah nilai-nilai penting yang dimiliki oleh perusahaan yang harus diimplementasikan dalam pekerjaan oleh semua kalangan di lingkungan perusahaan.

PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) telah menetapkan lima nilai dasar perusahaan (corporate value), disingkat dengan “ProMOSI”, yang merupakan kepanjangan dari produktivitas, mutu, organisasi, servis, dan inovasi, dalam proses internalisasi nilai-nilai tersebut digunakan semboyan the spirit of change

“ProMOSI“ (PTPN VII 2012). Corporate value ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Direksi Nomor: 7.6/Kpts/477/20 08 tanggal 19 Desember 2008. Tata nilai ini merupakan landasan dalam membangun budaya perusahaan. Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat menjiwai setiap sikap dan perilaku semua karyawan dalam aktivitas sehari-hari, baik sebagai pekerja maupun sebagai pribadi.

Good Corporate Governance

a. Sejarah Good Corporate Governance

Good corporate governance (GCG) muncul akibat dari gejoak ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat Tahun 1980 (Budiati 2012), pada saat itu banyak perusahaan yang melakukan restrukturisasi dengan menjalankan segala cara untuk merebut kendali atas perusahaan. Para pemegang saham beranggapan bahwa manajemen melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan, untuk menjamin dan mengamankan hak-hak para pemegang saham, muncul konsep pemberdayaan komisaris sebagai salah satunya adalah penegakan GCG.

Indonesia mulai mengenal GCG sejak krisis ekonomi tahun 1997 krisis yang berkepanjangan yang dinilai karena tidak dikelolanya perusahaan–perusahaan secara bertanggung jawab, serta mengabaikan regulasi dan sarat dengan praktek KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) (Budiati 2012). Bermula dari usulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia/BEI) yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di BEI yang mewajibkan untuk mengangkat komisaris independen dan membentuk komite audit. Tahun 1998 GCG mulai di kenalkan pada seluruh perusahaan publik di Indonesia.

(22)

Corporate Governance (KNKCG) yang memiliki tugas pokok dalam merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional mengenai GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang corporate governance di Indonesia.

b. Defenisi GCG

Good corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh

Cadbury Committee Tahun 1992 dengan definisi sebagai berikut, “A set a rules that define the relationship between shareholder, manager, creditor, government, employee and other internal and external stakeholder in respect to the right and responsibility”. The Organization for Economic Corporation and Development (OECD) mengartikan

Corporate Governance adalah sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan perusahaan.

Tata kelola perusahaan di Indonesia merupakan terjemahan dari

corporate governance. Kata governance berasal dari bahasa Prancis kuno yaitu gouvernance yang berarti pengendalian (control) atau regulated dan dapat dikatakan sebagai suatu keadaan yang berada dalam kondisi yang terkendali (Subroto, 2005). Menurut Bank Dunia, GCG adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan (Suciati 2010). Definisi GCG menurut Kemen BUMN (2012) adalah suatu proses atau struktur yang digunakan oleh BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.

Forum For Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam

Arifin (2005) mendefinisikan Corporate Governance sebagai perangkat aturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan, intern, dan ekstern lainnya, sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban merekan. Menurut Effendi (2009) GCG adalah suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang.

Menurut Suprayitno dan Susanty (2010) GCG pada hakekatnya merupakan struktur, sistem dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah perusahaan yang berkesinambungan dalam jangka panjang. Struktur merupakan satu kesatuan yang terdiri dari dewan komisaris, dewan direksi, dan pihak-pihak yang berkepintingan stakeholder. Sistem merupakan suatu landasan operasional yang menjadi dasar mekanisme check and balances

(23)

(transparansi, responsibilitas, akuntabilitas, indepedensi, dan keadilan) dalam menentukan tujuan dan sasaran, pencapaian, pengukuran kinerja, dan evaluasi kinerja perusahaan.

c. Prinsip-Prinsip GCG

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG 2006) menyebut lima prinsip GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan. penjelasan kelima asas tersebut sebagai berikut:

1 Transparansi (Transparancy)

Perusahaan dituntut mampu menyediakan informasi yang penting atau materiil dan relevan secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, comparable dan mudah diakses dan dipahami oleh

stakeholders karena keyakinan dan kepercayaan stakeholders terhadap perusahaan tergantung pada pengungkapan informasi tersebut. Perusahaan hendaknya menggunakan prinsip-prinsip akuntansi dan audit yang lazim digunakan dan dapat diterima secara luas dalam pengungkapan laporan keuangan. Perusahaan diharapkan mempublikasikan laporan keuangan dan informasi agar investor mudah dalam mengakses informasi yang dibutuhkan, sehingga dapat menghindari benturan kepentingan (conflict of interest). Perusahaan harus menyediakan informasi-informasi penting lainnya dan kebijakan-kebijakan perusahaan kepada stakeholders, khususnya para pemegang saham. Informasi yang disajikan oleh perusahaan harus mencerminkan keadaan yang sesungguhnya (transparency), tanpa rekayasa oleh pihak manapun.

2 Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Prinsip ini ditujukan untuk menghindari agency problem yang muncul karena adanya perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan direksi. Usaha yang dilakukan perusahaan untuk menjalankan prinsip ini antara lain dengan memisahkan secara jelas fungsi, hak, wewenang dan tanggungjawab masing-masing organ perusahaan, dan memastikan setiap organ perusahaan mampu melaksanakan fungsinya sesuai dengan anggaran dasar, etika bisnis dan pedoman perilaku perusahaan. Untuk meyakinkan bahwa tidak adanya penyimpangan fungsi, hak dan wewenang, maka dibentuk suatu sistem pengendalian internal (SPI) yang efektif dalam pelaksanaan pengelolaan perusahaan. Disamping itu perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system) untuk mendorong semua organ perusahaan melaksanakan tugas dan kewajiban dengan penuh tanggungjawab.

3 Responsibilitas (Responsibility)

(24)

menjalankan operasinya perusahaan seringkali menghasilkan dampak yang negatif yang harus ditanggung masyarakat, untuk ini tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat sangat diperlukan. Perusahaan juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi terjadinya kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja yang terjadi pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.

4 Independensi (Independency)

Perusahaan dikelola secara independen, dimana perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak dipengaruhi oleh kepentingan tertentu, bebas dari conflict of interest

dan dari segala pengaruh dan tekanan pihak manapun, sehingga dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan secara objektif. Setiap organ perusahaan dituntut untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan yang telah ditentukan, tidak mendominasi atau melempar tanggung jawab satu sama lain sehingga kejelasan tugas dan tanggung jawab dapat terlihat.

5 Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)

Perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan stakeholders

lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Dapat dipastikan semua investor membutuhkan jaminan bahwa setiap asset atau

capital yang mereka tanamkan dikelola secara aman, untuk itu perusahaan dituntut untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh kepentingan pemegang saham secara fair, termasuk kepada pemegang saham minoritas.

Kinerja Karyawan

a. Pengertian Kinerja

Kata kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah performance, yang dalam bahasa Indonesia menjadi kata performa (Wirawan 2009). Kinerja menurut tesaurus Bahasa Indonesia berarti kemampuan, penampilan, prestasi, dan kapasitas. Menurut Scriber-Bantam English Dictionary kinerja secara etimologis berasal dari kata to perform dengan beberapa entries, yaitu :

1 Melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry of an execution).

2 Memenuhi atau melaksanakan suatu niat atau nazar (to discharge of fulfil, as now).

3 Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understaking).

4 Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person or machine).

Kinerja sebagai suatu proses atau seperangkat proses untuk menciptakan pemahaman bersama mengenai apa yang harus dicapai dan bagaiman hal itu harus dicapai serta bagaimana mengatur orang dengan cara yang tepat, sehingga dapat meningkatkan kemungkinan dapat

(25)

menyatakan pengertian dan batasan kinerja menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

1 Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch and Keeps 1992).

2 Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja (Griffin 1987).

3 Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan, untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey and Blanchard 1993).

4 Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Donelly, Gibson and Ivancevich 1994).

5 Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun perusahaan (Schermerhorn, Hunt and Osborn 1991).

6 Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan (Ability=A), motivasi (motivation=M) dan kesempatan (Opportunity=O) atau

Kinerja = ƒ(A x M x O); artinya: kinerja merupakan fungsi dari

kemampuan, motivasi dan kesempatan (Robbins 1996).

Menurut Mangkunegara (2005) kinerja adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Gomes et al (2005) bahwa Performance adalah catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu. Veithzal (2004) mengatakan bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.

b. Penilaian Kinerja Berbasis Kompetensi

Penilaian kinerja secara keseluruhan berkenaan dengan seberapa jauh karyawan telah mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan organisasi kepadanya yang merupakan penilaian relatif kinerja karyawan saat ini dan masa lalu terhadap standar kinerja setiap karyawan

(Ma’arif dan Kartika 2012). Penilaian kinerja meliputi dimensi kerja

(26)

Kompetensi adalah karakteristik utama yang dimiliki oleh orang yang paling sukses dalam setiap bidang profesi yang telah membantunya untuk berhasil. Fungsi kompetensi digunakan untuk membantu organisasi menyaring dan mewawancarai kandidat, mengevaluasi karyawan, menetapkan kompensasi dan membuat keputusan yang lebih baik mengenai pelatihan, kenaikan jabatan dan penugasan. Penilaian kinerja berbasis kompetensi adalah cara organisasi mengevaluasi karyawan berdasarkan apa yang telah mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya, sejak akhir periode penilaian kinerja sebelumnya (Kessler 2011).

c. Indikator Penilaian Kinerja Berbasis Kompetensi

Menurut Kessler (2011) standar penilaian kinerja berbasis kompensasi yang paling banyak digunakan yaitu:

1 Orientasi pencapaian 2 Inisiatif

3 Dampak dan pengaruh

4 Orientasi pelayanan pelanggan 5 Pemahaman antar pribadi 6 Kesadaran organisasi 7 Berfikir analisis 8 Berfikirkonseptual 9 Pencarian informasi 10 Integritas

Kinerja Perusahaan

Kinerja perusahaan merupakan indikator tingkat prestasi yang dapat dicapai dan mengacu pada standar yang ditetapkan. Menurut Ya dan Hung (2010) kinerja organisasi adalah yang dapat diselesaikan dalam jangka waktu tertentu dan relevan dengan pencapaian tujuan organisasi secara bertahap atau keseluruhan. Tingkatan prestasi atau capaian tersebut harus dapat diukur dan dan menggambarkan kondisi empirik suatu perusahaan, untuk mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan penilaian kinerja.

Penilaian kinerja pada perusahaan sangat diperlukan jika perusahaan ingin tetap bertahan dalam persaingan bisnis yang semakin kompetitif (Zagloel et al

2006 dan Debby 2009). Penilaian kinerja perusahaan dapat diukur dengan prespektif keuangan dan non keuangan (Wu dan Lee 2012). Perusahaan yang menggunakan penilaian kinerja perusahaan hanya dengan prespektif keuangan termasuk penilaian kerja konvensional atau tradisional, karena tidak memperhatikan prespektif non keuangan lainnya seperti seperti kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan dan inovasi (Subagyo 2010) serta kurang mampu menjelaskan mengenai track record perusahaan serta kurang mampu membawa perusahaan kearah perubahan demi masa depan perusahaan yang lebih baik (Kaplan dan Norton 1996).

(27)

perusahaan yang telah ditetapkan dan membantu mengintegrasikan antara tujuan individu, kelompok, perusahaan dan semua stakeholder. Alat ukur yang bisa melakukan pengukuran tersebut adalah Balanced scorecard, alat ukur ini bukan hanya menggunakan prespektif finansial tapi juga menggunakan presfektif non-finansial.

Balanced Scorecard

Balanced scorecard (BSC) untuk pertama kali dicetuskan oleh Kaplan dan Norton pada Tahun 1997 sebagai salah satu alat pengukuran kinerja pengganti pengukuran kinerja secara tradisional. Balanced scorecard merupakan gabungan dua kata, berimbang (balanced) dan kartu skor (scorecard). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor ini dapat juga digunakan untuk merencanakan skor yang hendak dicapai atau yang diwujudkan personel di masa depan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja diukur secara berimbang antara keuangan dan nonkeuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern.

Menurut Cristina dan Sudana (2013) BSC cocok diimplementasikan pada semua jenis entitas bisnis karena semua entitas memerlukan sebuah sistem pengukuran yang mampu menghitung ukuran-ukuran keuangan dan juga nonkeuangan. Perspektif-perspektif yang dijabarkan dalam BSC dapat merefleksikan kebutuhan tiap-tiap pemangku kepentingan dan jika BSC

diterapkan pada perusahaan, maka perusahaan bisa mengawasi atau memantau hasil yang didapatkan perusahaan dalam short term maupun long term. BSC bisa diimplementasikan pada semua organisasi bisnis yang menghasilkan produk maupun yang menghasilkan jasa. BSC bisa berhasil di implementasikan dan membawa hasil positif, hanya jika adanya budaya yang mendukung organisasi secara menyeluruh mulai dari level manajemen puncak sampai level manajemen terbawah (Abdullah et al 2013). Pendekatan balanced scorecard penekanannya pada perbaikan yang berkesinambungan (continues improvement) sebagai proses umpan balik atau tindak lanjut hasil evaluasi dan bukan hanya mencapai tujuan pengukuran atau tercapainya nilai pengukuran itu sendiri (Junaedi 2002) . Kaplan (2010) menjelaskan bahwa balanced scorecard mengalami perkembangan fungsi diantaranya untuk performance measurement, strategic objectives and strategy maps, the strategy management systemdan future opportunitie. Pandey (2005) menjelaskan berbagai alasan mengapa BSC digunakan dalam organisasi yaitu sebagai berikut :

1 BSC adalah alat komprehensif untuk memahami pelanggan dan kebutuhannya, dan kesenjangan kinerja.

2 BSC menyiapkan logika untuk menciptakan modal intangible dan inlektual dimana dengan pengukuran tradisional dalam sistem kinerja sulit dilakukan.

3 BSC mampu mengartikulasi strategi pertumbuhan menjadi keandalan bisnis yang fokus kepada upaya-upaya non finansial.

4 BSC memampukan karyawan memahami strategi dan kaitan sasaran ke dalam operasi perusahaan hari ke hari.

(28)

Pengukuran kinerja dalam BSC dilakukan secara menyeluruh dari semua aspek bisnis, yang terdiri dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis dalam perusahaan serta proses pembelajaran dan pertumbuhan.

1 Perspektif Finansial

Perspektif finansialmenggambarkan posisi keuangan perusahaan pada periode tertentu dan kaitannya dengan penampilan perusahaan dimata pemegang saham, untuk mengetahui posisi finansial dilakukan berbagai analisis atau alat ukur keuangan. Tujuannya untuk mengetahui sejauhmana dampak keputusan ekonomi yang diambil terhadap kinerja keuangan perusahaan. Alat ukur tersebut diantaranya; return on investment (ROI), bauran pendapatan (revenue mix), pemanfaatan aktiva (diukur dengan asset turn over), dan berkurangnya biaya secara signifikan.

Menurut Kaplan dan Norton (1996) siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan dan ukuran finansial yang berbeda.

a. Tahap Pertumbuhan (Growth stage)

Tahap ini merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut. Pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Tujuan finansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.

b. Tahap Bertahan (Sustain Stage)

Aktifitas yang dilakukan pada tahap bertahan adalah melakukan investasi atau reinvestasi, tergantung tingkat pengembalian mana yang terbaik. Tahap ini tujuan finansial yang hendak dicapai adalah memperoleh keuntungan. Tolak ukur yang digunakan besarnya laba kotor

(gross margin), tingkat pengembalian modal (return on capital employed) dan besarnya nilai tambah ekonomis (econimic value added.

c. Tahap Menuai (harvest Stage).

Pada tahap menuai perusahaan berada pada titik puncak kinerja dan sedang memanen atas apa yang dikerjakan selama ini. Perusahaan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya, tidak lagi melakukan investasi yang lebih besar kecuali pada perbaikan dan pemeliharaan fasiliitas. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.

2 Perspektif Pelanggan

(29)

pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan, dan tingkat profitabilitas pelanggan. Ada dua kelmpok pengukuran dalam prespektif pelanggan, yaitu kelompok pengukuran inti dan kelompok pengukuran nilai pelanggan.

a. Kelompok pengukuran inti (icore measurement group).

Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Kelompok pengukuran inti, dikenal lima tolak ukur yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan. b. Kelompok pengukuran nilai pelanggan (customer value proposition).

Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang dikuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa dimasuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk atau jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari (1) Atribut produk atau jasa, yang meliputi; fungsi, harga, dan kualitas produk. (2) Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi; distribusi produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk atau jasa dari perusahaan yang bersangkutan. (3) Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau membeli produk.

3 Perspektif Proses Bisnis Internal

Perusahaan akan terus menerus melakukan indentifikasi proses bisnis yang baru dan berupaya menguasai dan memperaktekan dengan baik. Indikator yang biasa digunakan mencangkup produktivitas, kualitas, waktu penyerahan, waktu tunggu dan sebagainya. Indikator ini akan mengetahui apakah proses telah mengalami peningkatan, sejajar dengan benchmarks, dan atau mencapai target dan sasaran. Kaplan dan Norton (1996) membaginya proses bisnis internal dalam tiga prinsip dasar, yaitu proses inovasi, operasi dan layanan purna jual (after sales service).

(30)

b. Proses operasi, merupakan aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.

c. Pelayanan purna jual, layanan purna jual mencakup garansi dan berbagai aktivitas perbaikan, penggantian produk yang rusak dan yang dikembalikan serta proses pembayaran.

4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan berkaitan dengan SDM dalam hal ini karyawan dan organisasi. Bagaimana kualitas SDM bisa terus berkembang sesuai dengan tuntutan serta perubahan organisasi dan bagaimana organisasi bisa bertahan dan tumbuh sesuai dengan perubahan ekternal. Kaplan dan Norton (2001) membagi perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menjadi tiga kategori, yaitu people, system, dan organizational procedure.

a. People

Karyawan pada perusahaan saat ini lebih dituntut untuk dapat berpikir kritis dan melakukan evaluasi terhadap proses dan lingkungan untuk dapat memberikan usulan perbaikan, oleh sebab itu dalam pengukuran strategi perusahaan, salah satunya harus berkaitan secara spesifik dengan kemampuan pegawai, apakah perusahaan telah mencanangkan peningkatan kemampuan sumber daya yang dimiliki. Kaitannya dengan sumber daya manusia ada tiga hal yang perlu ditinjau yaitu :

1 Tingkat kepuasan karyawan, merupakan suatu prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, kualitas pelayanan kepada konsumen, dan kecepatan bereaksi. Kepuasan karyawan menjadi hal yang penting khususnya bagi perusahaan jasa.

2 Tingkat perputaran karyawan (retensi karyawan), adalah kemampuan perusahaan untuk mempertahankan pekerja-pekerja terbaiknya untuk terus berada dalam organisasinya. Perusahaan yang telah melakukan investasi dalam sumber daya manusia akan sia-sia apabila tidak mempertahankan karyawannya untuk terus berada dalam perusahaannya.

3 Produktivitas karyawan, merupakan hasil dari pengaruh rata-rata peningkatan keahlian dan semangat, inovasi, perbaikan proses internal, dan tingkat kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah menghubungkan output yang dihasilkan para pekerja terhadap jumlah keseluruhan pekerja.

b. System

(31)

suatu sistem informasi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

c. Organizational Procedure

Prosedur yang dilakukan suatu organisasi perlu diperhatikan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Prosedur dan perbaikan rutinitas harus diluruskan karena karyawan yang sempurna dengan informasi yang melimpah tidak akan memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha apabila mereka tidak dimotivasi untuk bertindak selaras dengan tujuan perusahaan atau apabila mereka tidak diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan bertindak.

Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka penyusunan penelitian ini, kegunaannya adalah untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu sekaligus sebagai bahan perbandingan dan gambaran yang dapat mendukung penelitian yang akan datang. Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain dapat dilihat ada tabel 3 berikut :

Tabel 3 Hasil penelitian terdahulu No Nama

Penulis

Judul Metode Hasil Penelitian

1 Awan dan

Investasi modal insani sangat berpengaruh psitif terhadap kinerja organisasi.

Invertasi modal insani berpengaruh positif terhadap kepuasan karyawan employed efficiency secara signifikan berkorelasi positif terhadap corporate value

Modal insani dan structural capital berpengaruh terhadap kinerja perusahaan

Corporate Governance berpengaruh positif terhadap Intellectual Capital Corporate governance berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan

Kultur Organisasi (beliefs, norms, dan gestures) berpengaruh positif terhadap terhadap kinerja organisasi

(32)

Tabel 3 Hasil penelitian terdahulu (lanjutan)

Structural capital berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi

SEM-PLS Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel modal intelektual dan sub variabel memiliki

Analisis SEM Intellectual capital berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi Corporate governance berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa modal insaniberpengaruh positif terhadap kepuasan karyawan dan kinerja organisasi. Corporate governance

berpengaruh positif terhadap intellectual capital dan kinerja perusahaan. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.

Penelitian ini dilakukan untuk megetahui peran modal insani terhadap kinerja karyawan, peran coporate value terhadap kinerja karyawan. Peran kinerja karyawan terhadap kinerja perusahaan. Peran GCG secara langsung terhadap kinerja perusahaan dan Peran GCG terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja karyawan.

Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu; penelitian terdahulu menganalisis pengaruh modal insani terhadap kepuasan kerja karyawan dan kinerja organisasi, sedangkan penelitian ini menganalisis peran modal insani terhadap kinerja perusahaan melalui kinerja karyawan. Penelitian terdahulu menganalisis pengaruh corporate governance terhadap intellectual capital dan kinerja perusahaan, sedangkan penelitian ini menganalisis peran GCG terhadap kinerja perusahaan dan knerja karyawan. Penelitian terdahulu menganalisis hubungan budaya organisasi terhadap kinerja perusahaan, penelitian ini menganalisis peran corporate value terhadap kenerja perusahaan melalui kinerja karyawan.

Struktural Equation Modeling (SEM)

(33)

Struktural Equation Modeling dapat dikategorikan sebagai kombinasi yang unik dari kedua hal tersebut karena dasar dari SEM berada pada dua teknik

multivariabel yang utama, yaitu analisis faktor dan analisis regresi berganda. SEM mencakup pengukuran struktur matriks covariance atau disebut juga sebagai analisis struktur covariance. Sekali model parameter-parameternya sudah diestimasi, maka model yang dihasilkan berupa matrik covariance kemudian dapat dibandingkan dengan matrik covariance yang berasal dari data empiris. Jika kedua matrik konsisten satu dengan lainnya, maka model persamaan struktural tersebut dapat dianggap sebagai eksplanasi yang dapat diterima untuk hubungan antara pengukuran-pengukuran tersebut.

a. Perbedaan SEM dengan Teknik Multivariat Lainnya

Menurut Efferin (2008) beberapa hal yang membedakan SEM dengan regresi biasa dan teknik multivariat lainnya, diantaranya adalah :

1 Struktural equation modeling membutuhkan lebih dari sekedar perangkat-statistik yang didasarkan atas regresi biasa dan analisis varian. Regresi biasa umumnya menspesifikan hubungan kausal antara variabel-variabel teramati, sedangkan pada model variabel-variabel laten SEM, hubungan kausal terjadi di antara variabel tidak teramati atau variabel-varibel laten.

2 Struktural equation modeling selain memberikan informasi tentang hubungan kausal simultan diantara variabel-variabelnya, juga memberikan informasi tentang muatan faktor dan kesalahan-kesalahan pengukuran.

3 Estimasi terhadap multiple interrelated dependence relationships. pada SEM sebuah variabel bebas pada satu persamaan bisa menjadi variabel terikat pada persamaan lain.

b. Tahapan Struktural Equation Modeling

Secara umum prosedur SEM menurut Bollen dan Long (1993) mengandung tahap-tahap berikut :

1 Spesifikasi model (model specification). Tahap ini berkaitan dengan pembentukan model awal persamaan struktural, sebelum dilakukan estimasi. Model awal ini diformulasikan berdasarkan suatu teori atau penelitian sebelumnya.

2 Identifikasi (identification). Tahap ini berkaitan dengan pengkajian tentang kemungkinan diperolehnya nilai yang unik untuk setiap parameter yang ada di dalam model dan kemungkinan persamaan simultan tidak ada solusinya.

3 Estimasi (estimation). Tahap ini berkaitan dengan estimasi terhadap model untuk menghasilkan nilai-nilai parameter dengan menuggunakan salah satu motode estimasi yang tersedia. Pemilihan motode estimasi yang digunakan seringkali ditentukan berdasarkan karakteristik dari variabel-variabel yang dianalisis.

(34)

5 Respesifikasi (respecification). Tahap ini berkaitan dengan menspesifikasikan model berdasarkan atas hasil uji kecocokan tahapan sebelumnya.

c. Variabel-variabel dalam SEM

1 Variabel laten (latent variable), merupakan konsep abstrak, misalkan : perilaku, perasaan, dan motivasi. Variabel laten ini hanya dapat diamati secara tidak langsungg dan tidak sempurna melalui efek nya pada variabel teramati. Variabel laten dibedakan menjadi dua yaitu variabel

eksogen dan endogen. Variabel eksogen setara dengan variabel bebas, sedangkan variabel endogen setara dengan variabel terikat.

2 Variabel teramati (manifest variable) atau variebel terukur, merupakan

variabel yang dapat diamati atau dapat diukur secara empiris dan sering disebut sebagai indikator (Efferin, 2008). Variabel teramati merupakan efek atau ukuran dari variabel laten.

Partial Least Square (PLS)

Partila Least Square (PLS) dikembangkan pertama kali oleh Herman Wold (1982). Ada beberapa metode yang dikembangkan berkaitan dengan PLS yaitu model PLS Regression (PLS-R) dan PLS Path Modeling (PLS-SEM). PLS Path Modeling dikembangkan sebagai alternatif pemodelan persamaan struktural ( SEM) yang dasar teorinya lemah. PLS-PM berbasis varian berbeda dengan metode SEM dengan software AMOS, Lisrel, EQS menggunakan basis kovarian. Ada beberapa hal yang membedakan analisis PLS dengan model analisis SEM yang lain :

1 Data tidak harus berdistribusi normal multivariate.

2 Dapat digunakan sampel kecil. Minimal sampel >30 dapat digunakan.

3 PLS selain dapat digunakan unutk mengkonfirmasikan teori, dapat juga digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antar variabel laten.

4 Partila Least Square dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk dengan indikator reflektif dan formatif.

5 PLS mampu mengestimasi model yang besar dan kompleks dengan ratusan variabel laten dan ribuan indikator.

6 Pemodelan dalam PLS-path modeling ada 2 model; (1) model structural (inner model) yaitu model struktural yang menghubungkan antar variabel laten. (2) model measurement (outer model yaitu model pengukuran yang menghubungkan indikator dengan variabel latennya.

Model Partial Least Square

Dalam PLS Path Modeling terdapat 2 model yaitu model dalam (outer model) dan (Inner model). Outer model menspesifikasi hubungan antar variabel laten dengan indikator-indikatornya atau dapat dikatakan bahwa outer model mendefinisikan bagaimana setiap indikator berhubungan dengan variabel latennya. Inner model merupakan relasi antara peubah laten atau unobserved. Model outer terdiri dari 2 macam model yaitu reflektive dan formative. model

Gambar

Gambar 1   Level dari corporate culture
Tabel 3  Hasil penelitian terdahulu
Tabel 3  Hasil penelitian terdahulu (lanjutan)
Tabel 4 Perbedaan SEM-PLS dan SEM-LISREL
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan Widiyanti dan Kusuma (2013) menyatakan EPS dan LEV memiliki pengaruh negatif pada initial return. Penelitian ini perlu dilakukan karena fenomena underpricing di

(4) Tim Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memiliki tugas melakukan penilaian kinerja dengan cara melakukan evaluasi hasil kerja, capaian kinerja

Dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: (a) Mengisi kolom identitas; (b) Menentukan alokasi waktu yang

Perlakuan akuntansi zakat di BAZNAS Kabupaten Gresik dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas adalah dalam menyajikan informasi yang terkandung dalam

Penelitian ini bertujuan mengindentifikasi potensi ekonomi kreatif, menilai potensi ekonomi kreatif unggulan dan memetakan potensi ekonomi kreatif berbasis sistem

Durasi yang dianjurkan adalah 30-60 menit setiap kali berolahraga.Sebaiknya penderita DM melakukan latihan fisik tidak lebih dari 60 menit, karena dapat menimbulkan

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh

Mempersiapkan alat kalibrasi wave generator dan pile scale yang berguna untuk membangkitkan gelombang dan mengukur tinggi gelombang datang dan gelombang transisi,