• Tidak ada hasil yang ditemukan

Populasi Dan Autekologi Acacia Decurrens (Wendl.) Wild Di Taman Nasional Gunung Merapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Populasi Dan Autekologi Acacia Decurrens (Wendl.) Wild Di Taman Nasional Gunung Merapi"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

POPULASI DAN AUTEKOLOGI

Acacia decurrens

(WENDL.)

WILD DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI

SUNARDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Populasi dan Autekologi Acacia decurrens (Wendl.) Wild di Taman Nasional Gunung Merapi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

SUNARDI. Populasi dan Autekologi Acacia decurrens (Wendl.) Wild di Taman Nasional Gunung Merapi. Dibimbing oleh SULISTIJORINI dan TITIEK SETYAWATI.

Erupsi gunung Merapi tahun 2010 telah mengubah komposisi vegetasi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Perubahan kondisi lingkungan pasca erupsi disertai penurunan jumlah spesies tumbuhan asli dan tergantikan oleh spesies asing invasif. Spesies asing atau alien adalah spesies yang dibawa/terbawa masuk ke suatu ekosistem secara tidak alami. Spesies invasif adalah spesies, baik spesies asli maupun bukan, yang secara luas mempengaruhi habitatnya, dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, atau membahayakan manusia. Spesies asing invasif memiliki kemampuan mendegradasi spesies asli dan mendominasi lokasi yang mengalami gangguan atau kerusakan. Pengendalian spesies asing invasif perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran dan dampak negatif terhadap ekosistem. Langkah awal pengendalian spesies tumbuhan invasif adalah mempelajari karakter biologi spesies tersebut dengan lingkungannya. Studi mengenai karakter biologi, faktor ekologi, dan interaksi spesies dengan lingkungannya disebut Autekologi. Secara umum penelitian ini dilaksanakan untuk menjelaskan populasi dan Autekologi tumbuhan asing invasif Acacia decurrens di TNGM.

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: 1) Mengetahui komposisi dan keanekaragaman spesies serta persebaran tumbuhan asing di kawasan TNGM yang terkena dampak oleh erupsi gunung Merapi; 2) Mengkaji autekologi A. decurrens sebagai langkah awal dalam penanggulangan invasi tumbuhan asing tersebut di TNGM; 3) Mengetahui perlakuan pendahuluan yang tepat dalam pematahan dormansi biji A. decurrens; 4) Mengetahui perlakuan pengendalian yang efektif untuk menghambat perkecambahan dan pertumbuhan A. decurrens. 5) Menganalisis risiko invasif dari Invasive Alien Species (IAS) di Taman Nasional Gunung Merapi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa erupsi gunung Merapi berpengaruh terhadap keanekaragaman spesies khususnya di daerah terdampak erupsi. Daerah yang terkena dampak erupsi (Cangkringan dan Kemalang) memiliki jumlah tumbuhan Invasive Alien Species (IAS) yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang tidak terkena dampak erupsi (Selo). Tumbuhan IAS yang ditemukan pada lokasi penelitian merupakan spesies herba dan pohon. A. decurrens adalah IAS yang mendominasi sejumlah area di kawasan TNGM berdasarkan Indeks nilai penting (INP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah yang terinvasi oleh A. decurrens merupakan daerah terkena dampak erupsi yaitu Resort Cangkringan dan Resort Kemalang. Erupsi gunung Merapi yang disertai luncuran awan panas mengakibatkan vegetasi tumbuhan mengalami kematian, sehingga di kedua lokasi tersebut menjadi lahan yang terbuka. Kondisi lahan terbuka dimanfaatkan oleh A. decurrens untuk tumbuh dengan baik.

(5)

penelitian bahwa suhu tinggi merupakan stimulan yang dapat meningkatkan viabilitas dan kemampuan perkecambahan biji A. decurrens. Perlakuan yang efektif dalam memecah dormansi biji A. decurrens adalah perendaman, pemanasan serta pemberian zat kimia dan hormon pertumbuhan. Hasil penelitian ini juga memaparkan data bahwa viabilitas biji A. decurrens dapat ditekan dengan menggunakan ekstrak alelopati Centella asiatica dan Imperata cylindrica. Ekstrak alelopati dari kedua tumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian biologis.

Hasil penelitian ini secara umum memberikan informasi autekologi dan risiko invasi A. decurrens. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan upaya pengendalian dan mencegah terjadinya dampak yang lebih buruk terhadap ekosistem TNGM. Pengendalian invasi A. decurrens direkomendasikan kepada pihak TNGM untuk mencegah penyebaran tumbuhan A. decurrens pada wilayah yang lebih luas. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan yaitu secara mekanis, kimiawi dan biologi. Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan direkomendasikan kepada pihak pengelola TNGM untuk melalukan pengendalian secara mekanik dan biologi. Upaya tersebut lebih efisien dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan ekosistem TNGM.

(6)

SUMMARY

SUNARDI. Population and Autecology of Acacia decurrens (Wendl.) Wild in Mount Merapi National Park. Supervised by SULISTIJORINI dan TITIEK SETYAWATI.

The eruption of Mount Merapi in 2010 has several impacts to the environmental condition. One of the impacts is decrease number of native plant species. After the eruption there was found non native or alien plant species in several Mount Merapi National Park (MMNP) areas. Alien species is a species that has been intentionally or unintentionally introduced to a location, area, or region where it does not occur naturally. Some of the alien species in MMNP are classified into invasive spesies. The invasive species has negative impact to the ecosystem and also dominating the new area that caused the native plant species loose their habitat. Invasive alien species are animals, plants or other organisms introduced by man into the place that out of their natural range of distribution, where they become established and disperse, generating a negative impact on the local ecosystem and species. Prevention and control of invasive alien species can be done by studied the biological characters and how its interaction with the environment. The study about biological characters, ecological factors, and the interaction of invasive plant species with their environment called Autecology. This study explain about the population and the autecology of invasive alien species in MMNP.

The aims of this study are: 1) to determine the composition and diversity of species and the spread of alien plants in MMNP areas that affected by the eruption of Mount Merapi; 2) to analysis the autecology of A. decurrens as a first step to respond the invasion in MMNP; 3) to identified the pretreatment to break the seed dormancy of A. decurrens; 4) to identified the effective handling that can inhibit the seed germination and the growth of A. decurrens. 5) to analysis of the risk of Invasive Alien Species (IAS) in the MMNP.

(7)

and light intensity support the A. decurrens to dominated the MMNP areas. The test results of the chemical content of the soil indicates that the area invaded by A. decurrens has high value of C and N. It can be infferred that the eruption of Mount Merapi was the main factor the invasion of A. decurrens.

The eruption of Merapi volcanoes has been accompanied by hot clouds. The eruption was burned down all of the vegetation and has changed into the open land. The A. decurrens was taking advantages from this condition to invaded the degraded area. Eruption accompanied by a high-temperature of pyroclastic flow was breaking the dormancy of the A. decurrens seed bank. A. decurrens has a hard seed that can survive and dormant in certain condition. The research showed that the high temperature is a stimulant that can increase the seed viability and the germination ability of A. decurrens seeds. Germination is a critical stage in the life cycle of plants, and often controls population dynamics, with major practical implications. To evaluate the effect of termperature on germination rate, the study was peformed to break dormancy and enhance germination of A. decurrens seeds. Soaking, heating, using chemicals, and growth hormones are the effective treatments to breaking the dormancy of A. decurrens seeds. Temperature was the most important factor of A. decurrens seed germination. This study also performed a treatment to suppress the germination of A. decurrens seeds. The results showed that the viability of the seeds of A. decurrens may suppressed by the allelopathy extract of C. asiatica and I. cylindrica. Allelopathy extracts of both plants can be used to controll the invasion of A. decurrens.

The autecology and the risk analysis of A. decurrens invasion are important information to manage the invasion. We recommended to the Mount Merapi National Park management to prevent the negative effects from the invasion. We also recommended to the MMNP for controlling the invasion and prevent the spread of A. decurrens into a larger area. There are various techniques to control the invasion such as mechanical, chemical and biological agent. Mechanical and biological control is more effective and economic than using a herbicide treatment.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

POPULASI DAN AUTEKOLOGI

Acacia decurrens

(WENDL.)

WILD DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 hingga Mei 2015 ialah Invasive Alien Species (IAS), dengan judul Populasi dan Autekologi Acacia decurrens (Wendl.) Wild di Taman Nasional Gunung Merapi. Penelitian ini didanai oleh FORIS-Indonesia Project, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Sulistijorini, MSi dan Dr Ir Titiek Setyawati, MSc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penelitian dan penyusunan tesis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh Staf Balai Taman Nasional Gunung Merapi, yang telah membantu selama pengumpulan data di lapangan, serta kepada Dr Soekisman Tjidtrosoedirjo yang telah banyak memberi saran dan masukan dalam penyusunan analisis risiko tumbuhan asing invasif. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Biologi Tumbuhan yang telah memberikan dukungan moril selama proses penyelesaian studi. Ungkapan terima kasih yang terdalam disampaikan kepada ayahanda Mansyur dan Ibunda Najima atas doa dan kasih sayang yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menempuh dan mnyelesaikan pendidikan program pascasarjana.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Taman Nasional Gunung Merapi 5

Spesies Asing Invasif 7

Deskripsi Acacia decurrens (Wendl.) Wild. 8

Autekologi 8

Alelopati 9

Analisis Risiko Tumbuhan Asing Invasif 10

3 METODE PENELITIAN 11

Waktu dan Tempat 11

Alat dan Bahan 11

Metode 12

Analisis Vegetasi 12

Analisis Data Vegetasi 13

Autekologi 14

Uji Daya Tahan dan Viabilitas Biji A. decurrens 15

Penghambatan Perkecambahan Biji A. decurrens 15

Penghambatan Pertumbuhan Tanaman A. decurrens 16 Analisis Risiko Tumbuhan Asing Invasif di Taman Nasional Gunung

Merapi 18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Hasil 20

Persebaran Tumbuhan Asing Invasif dan Autekologi A. decurrens Pasca

Erupsi Gunung Merapi 20

Struktur dan Komposisi Vegetasi 23

Tumbuhan Asing Invasif di TNGM 28

Uji Daya Tahan dan Viabilitas Biji A. decurrens 33 Penghambatan Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan A. decurrens

(16)

Analisis Risiko Tumbuhan Asing Invasif di Taman Nasional Gunung

Merapi 41

Pembahasan 43

Persebaran Tumbuhan Asing Invasif dan Autekologi A. decurrens Pasca

Erupsi Gunung Merapi 43

Viabilitas Biji A. decurrens (Wendl.) WiIld. 47 Penghambatan Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan A. decurrens

(Alternatif Pengendalian) 48

Analisis Risiko Tumbuhan Asing Invasif di Taman Nasional Gunung

Merapi 51

5 SIMPULAN DAN SARAN 54

Simpulan 54

Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55

LAMPIRAN 61

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kategori risiko tumbuhan invasif 19

2 Kategori fisibilitas pengelolaan tumbuhan invasif 19 3 Komposisi spesies tumbuhan bawah di resort Cangkringan pada tiga

zona ketinggian 23

4 Komposis spesies tumbuhan fase pancang di resort Cangkringan pada

tiga zona ketinggian 24

5 Komposisi spesies tumbuhan fase tiang di resort Cangkringan pada tiga

zona ketinggian 24

6 Komposisi spesies tumbuhan tumbuhan bawah di resort Kemalang pada

tiga zona ketinggian 25

7 Komposisi spesies tumbuhan fase pancang di resort Kemalang pada tiga

zona ketinggian 25

8 Komposisi spesies tumbuhan fase tiang di resort Kemalang pada tiga

zona ketinggian 25

9 Komposisi spesies tumbuhan tumbuhan bawah di resort Selo pada tiga

zona ketinggian 26

10 Komposisi spesies tumbuhan fase pancang di resort Selo pada tiga zona

ketinggian 27

11 Komposisi spesies tumbuhan fase tiang di resort Selo pada tiga zona

ketinggian 27

12 Spesies tumbuhan asing invasif di Taman Nasional Gunung Merapi 28 13 Uji kandungan kimia tanah di lokasi Cangkringan, Kemalang dan Selo. 31 14 Pengaruh perlakuan perendaman pada suhu dan waktu yang berbeda

terhadap perkecambahan biji A. decurrens. 33

15 Pengaruh perlakuan perendaman pada berbagai konsentrasi larutan KNO3 terhadap perkecambahan biji A. decurrens 34 16 Pengaruh pemanasan langsung dan konsentrasi novelgro terhadap

perkecambahan biji A. decurrens. 36

17 Nilai rata-rata perkecambahan biji A. decurrens perlakuan pemberian

ekstrak alelopati 37

18 Rekapitulasi uji statistik perlakuan pemberian ekstrak alelopati pada

tanaman A. decurrens. 38

19 Hasil percobaan alelopati Alang-alang terhadap pertumbuhan semai A.

decurrens. 40

20 Nilai risiko tumbuhan asing invasif di TNGM 41

(18)

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Taman Nasional Gunung Merapi 5

2 Desain transek dan plot pengamatan di lokasi penelitian 12 3 Desain plot tersarang pengamatan vegetasi tumbuhan 12 4 Jumlah famili dan spesies tumbuhan di TNGM pada tiga zona

ketinggian 20

5 Indeks keanekaragaman, Indeks kemerataan spesies dan Indeks

dominansi di tiga lokasi penelitian 21

6 Jumlah spesies tumbuhan bawah, pancang dan tiang di tiga lokasi

penelitian (Cangkringan, Kemalang, dan Selo) 22

7 Hasil ordinasi NMDS (2d stress=0.01) komposisi spesies dan

kelimpahan A. decurrens 29

8 Hasil ordinasi NMDS (2d stress=0.01) yang menunjukkan perbedaan kluster asosiasi komunitas tumbuhan di lokasi Resort Cangkringan,

Kemalang dan Selo 29

9 Faktor lingkungan (abiotik) di tiga lokasi penelitian 30 10 Hasil analisis Canonical Correspondence Analysis pengaruh faktor

lingkungan di tiga lokasi penelitian (Cangkringan; Kemalang; Selo) 31 11 Rata-rata diameter batang dan tinggi pohon A. decurrens di tiga lokasi

(Cangkringan, Kemalang, dan Selo) 32

12 Daya berkecambah (DB%) biji A. decurrens dengan perlakuan

perendaman 33

13 Kecepatan tumbuh (KcT %) biji A. decurrens dengan perlakuan

perendaman 34

14 Daya berkecambah (DB %) biji A. decurrens dengan perlakuan

perendaman KNO3 35

15 Kecepatan tumbuh biji A. decurrens dengan perlakuan perendaman

KNO3 35

16 Daya berkecambah (DB %) biji A. decurrens perlakuan pemanasan

langsung dan konsentrasi novelgro 36

17 Kecepatan tumbuh (KcT %) biji A. decurrens perlakuan pemanasan

langsung dan konsentrasi novelgro 37

18 Daya berkecambah (DB %) dan kecepatan tumbuh (KcT %) biji A.

decurrens dengan perlakuan alelopati 38

19 Pengaruh pemberian ekstrak alelopati I. cylindrica terhadap jumlah daun

dan tinggi tanaman A. decurrens 39

20 Bobot kering tanaman A. decurrens perlakuan pemberian ekstrak

alelopati C. asiatica dan I. cylindrica 40

21 Derajat kematian (DK %) dan kecepatan kematian (KcK %) A.

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daftar pertanyaan penilaian risiko tumbuhan invasif 62 2 Komposisi spesies tumbuhanbawah di resort Cangkringan pada tiga

zona ketinggian 68

3 Komposisi spesies tumbuhan fase pancang di resort Cangkringan pada

tiga zona ketinggian 70

4 Komposisi spesies tumbuhan fase tiang di resort Cangkringan pada tiga

zona ketinggian 70

5 Komposisi spesies tumbuhan tumbuhan bawah di resort Kemalang pada

tiga zona ketinggian 70

6 Komposisi spesies tumbuhan fase pancang di resort Kemalang padatiga

zona ketinggian 72

7 Komposisi spesies tumbuhan fase tiang di resort Kemalang pada tiga

zona ketinggian 72

8 Komposisi spesies tumbuhan tumbuhan bawah di resort Selo pada tiga

zona ketinggian 72

9 Komposisi spesies tumbuhan fase pancang di resort Selo pada tiga zona

ketinggian 73

10 Komposisi spesies tumbuhan fase tiang di resort Selo pada tiga zona

(20)
(21)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan kawasan hutan lindung yang kaya akan spesies flora dan fauna. Keberadaan gunungapi paling aktif di pulau Jawa yaitu gunung Merapi merupakan ciri khas TNGM. Letusan (erupsi) gunung Merapi terjadi pada Selasa malam 26 Oktober 2010 hingga Sabtu 6 November 2010 tercatat sebagai bencana terburuk dalam kurun waktu 100 tahun atau sejak 1870 (BNPB 2011). Erupsi gunung Merapi disertai luncuran awan panas (Wedhus Gembel) berupa debu atau material vulkanik, dapat menimbulkan kerusakan pada daerah yang terkena dampak erupsi. Suhu awan panas berkisar antara 600–800 °C dan kecepatan luncuran dari kawah mencapai 100 km-1.

Dampak dari awan panas adalah terjadi kebakaran atau kerusakan vegetasi hutan di beberapa lokasi TNGM. Selain awan panas, debu akibat erupsi menyebabkan kematian beberapa spesies tumbuhan. Setelah erupsi gunung Merapi, proses suksesi terjadi secara alami untuk mengembalikan kondisi ekosistem TGNM. Vegetasi tumbuhan pasca erupsi mengalami penurunan jumlah spesies khususnya pada kawasan yang terkena dampak awan panas. Jenis-jenis asli ciri khas flora pegunungan tergantikan oleh spesies baru yang mendominasi beberapa lokasi yang terkena dampak erupsi Gunung Merapi. Beberapa spesies baru merupakan spesies pendatang atau asing bahkan terdeteksi sebagai spesies invasif.

Spesies asing atau alien adalah spesies yang dibawa/terbawa masuk ke suatu ekosistem secara tidak alami. Spesies invasif adalah spesies, baik spesies asli maupun bukan, yang secara luas mempengaruhi habitatnya, dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, atau membahayakan manusia. Spesies asing tidak selalu invasif, spesies invasif belum tentu berasal dari luar/asing. Invasive Alien Species (IAS) merupakan kombinasi dari spesies asing dan spesies invasif (CBD-UNEP 2014). Spesies invasif merupakan spesies yang mengancam kelestarian lingkungan dan berdampak negatif terhadap keanekaragaman flora dan fauna. Spesies invasif mampu menyebar secara alami meskipun tidak terjadi gangguan pada ekosistem. Introduksi spesies tumbuhan asing awalnya bertujuan untuk kepentingan ekonomi, konservasi dan nilai eksotik. Namun proses tersebut tanpa melalui kajian tentang karakter biologi, potensi invasi dan musuh alami yang dapat menekan penyebarannya (Alpert 2006).

(22)

2

Pasca erupsi kondisi ekosistem di kawasan TNGM mengalami perubahan. Keanekaragaman tumbuhan di kawasan TNGM menurun disertai dengan ledakan populasi spesies asing yaitu Acacia decurrens (Wendl.) Wild. tumbuhan asli Australia. Spesies asing tersebut merupakan ancaman serius bagi ekosistem. Status kawasan TNGM sebagai wilayah konservasi keanekaragaman hayati terancam dan dianggap perlu dilakukan sebuah langkah strategis dalam mengendalikan ledakan populasi spesies asing tersebut.

Upaya atau langkah awal untuk mengendalikan invasi spesies asing adalah mempelajari karakter biologi tumbuhan yang berkaitan dengan lingkungannya. Studi autekologi merupakan bagian dari ilmu ekologi yang mempelajari tentang sifat dan perilaku individu spesies atau populasi yang berhubungan dengan tempat hidup mereka. Kajian autekologi memiliki peran dalam mempelajari dinamika suatu komunitas. Studi autekologi merupakan bagian dari ilmu ekologi yang mempelajari tentang sifat dan perilaku individu spesies atau populasi yang berhubungan dengan tempat hidup mereka. Kajian autekologi memiliki peran dalam mempelajari dinamika suatu komunitas. Beberapa parameter autekologi yang dianggap berkaitan dengan kelimpahan A. decurrens kawasan TNGM adalah siklus hidup, karakter spesies, faktor ekologi (fisik, biotik, lingkungan), dan struktur tegakan.

Invasi A. decurrens dapat dikaitkan dengan pengaruh awan panas dan perubahan ekosistem pasca erupsi gunung Merapi. Api (kebakaran) memiliki peran penting di daerah tropis yaitu sebagai stimulan biji yang tersimpan dalam tanah dan merupakan proses awal tahapan suksesi (Kulkarni et al. 2007). Suhu tinggi awan panas merupakan stimulan bagi biji A. decurrens yang tersimpan dalam tanah (seed bank) untuk berkecambah. Suhu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perkecambahan biji selain air, cahaya dan oksigen. Suhu pada proses perkecambahan berperan dalam daya berkecambah, kecepatan perkecambahan, pematahan dormansi fisik dan pemicu dormansi sekunder.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan biji A. decurrens memiliki kemampuan untuk dormansi secara fisik. Kemampuan tersebut didukung oleh morfologi biji yang keras dan impermiabel terhadap air. Studi mengenai pematahan dormansi fisik dengan menggunakan berbagai metode telah banyak dilakukan untuk beberapa spesies Acacia yaitu dengan perendaman, pemanasan dan pemberian zat pengatur tumbuh serta skarifikasi secara mekanik. Pemberian zat butenilide yang berasal dari ekstrak daun Themeda triandra Forssk. (Poaceae) sangat efektif dalam pematahan dormansi biji A. hebeclada, sedangkan untuk perendaman air panas dan pemberian asam sulfur (H2SO4) berpengaruh positif pada perkecambahan A. robusta, A. mearnsii (Kulkarni et al. 2007).

(23)

3 Selain tindakan pengendalian, invasi tumbuhan asing dapat dicegah melalui analisis risiko tumbuhan asing invasif. Analisis risiko merupakan penilaian terhadap potensi invasif dan fisibilitas pengelolaan untuk menghasilkan metode pengendalian yang tepat untuk menghindari kesalahan dan kerugian yang lebih besar. Pemilihan metode analisa atau protokol dalam menentukan potensi invasi juga didasarkan oleh kesesuaian habitat dan spesies invasif.

Tucker & Richardson (1995) mengembangkan sistem analisis mengenali tumbuhan berkayu yang berpotensi menyerang sava di Afrika Selatan. Smallwood dan Salmon (1992) mengembangkan sistem penilaian risiko invasi hewan yang digunakan untuk menilai potensi invasi burung dan mamalia. Hiebert dan Stubbendieck (1993) mengembangkan metode analisa yang dapat digunakan dalam menentukan keputusan dan skala prioritas upaya pengendalian terhadap tumbuhan asing invasif. Analisa tersebut dibagi menjadi beberapa kajian yaitu dampak ekologi, potensi penyebaran, biaya pengendalian dan dampak terhadap ekosistem asli. Protokol khusus tumbuhan invasif Australia digunakan untuk menganalisa invasi spesies asli Australia di luar habitat aslinya (Virtue 2010).

Tumbuhan asing yang ditemukan di TNGM selain A. decurrens terindetifikasi juga beberapa spesies tumbuhan bawah yang tergolong spesies asing. Kehadiran spesies asing tersebut dianggap memberikan ancaman serius bagi ekosistem TNGM sehingga dianggap perlu dilakukan usaha pencegahan dan pengendalian. Tindakan pengendalian idealnya akan terdiri dari pencegahan masuknya spesies, dan pembatasan penyebaran spesies dan pemusnahan (eradikasi) spesies yang berpotensi invasif. Upaya tersebut membutuhkan pengetahuan tentang karakteristik spesies invasif sebagai bahan pertimbangan.

Penelitian atau tinjauan mengenai kaitan antara invasi dan autekologi A. decurrens di TNGM belum banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan, antara lain ancaman invasi A. decurrens pasca erupsi tahun 2010 terhadap pemulihan keanekaragaman hayati flora pegunungan (Yuniasih 2013); dinamika proses suksesi primer dan sekunder akibat dampak awan panas erupsi gunung Merapi tahun 2006 (Sutomo 2010); dinamika pertumbuhan A. decurrens dan struktur tegakan (Suryanto et al. 2010). Oleh karena itu, penelitian lanjutan untuk mengetahui populasi dan autekologi dari tumbuhan asing invasif A. decurrens perlu dilakukan sebagai langkah awal dalam menanggulangi permasalahan invasi yang terjadi di TNGM.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian adalah:

1. Struktur, komposisi dan keanekaragaman spesies pada vegetasi yang terkena dampak oleh erupsi gunung Merapi.

2. Autekologi tumbuhan asing invasif A. decurrens di TNGM

3. Perlakuan pendahuluan yang tepat dalam pematahan dormansi biji A. decurrens.

4. Perlakuan pengendalian yang efektif dalam penghambatan perkecambahan dan pertumbuhan A. decurrens.

(24)

4

Tujuan Penelitian

Tujuanpenelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui komposisi dan keanekaragaman spesies serta persebaran tumbuhan asing di kawasan TNGM yang terkena dampak oleh erupsi gunung Merapi 2. Mengkaji autekologi A. decurrens sebagai langkah awal dalam

penanggulangan invasi tumbuhan asing tersebut di TNGM.

3. Mengetahui perlakuan pendahuluan yang tepat dalam pematahan dormansi biji A. decurrens.

4. Mengetahui perlakuan pengendalian yang efektif dalam penghambatan perkecambahan dan pertumbuhan A. decurrens.

5. Menganalisis risiko invasif dari Invasive Alien Species (IAS) di Taman Nasional Gunung Merapi.

Manfaat Penelitian

(25)

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional Gunung Merapi

Letak dan Luas

Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 134/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merapi seluas ± 6.410 ha. Secara geografis kawasan TNGM terletak pada koordinat 07°22'33" - 07°52'30" LS dan 110°15'00" - 110°37'30" BT. Secara administratif TN Gunung Merapi terketak di Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Klaten) seluas ± 5 126.01 ha dan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kabupaten Sleman) seluas ± 1 283.99 ha (BTNGM 2009) (Gambar 1).

Gambar 1 Peta Taman Nasional Gunung Merapi

(26)

6

Tanah dan Topografi

Kawasan TNGM umumnya terdiri atas jenis-jenis tanah regosol, andosol, alluvial dan litosol. Tanah regosol yang merupakan jenis tanah muda terutama berada di wilayah Yogyakarta. Bahan induk tanah adalah material vulkanik, yang berkembang pada fisiografi lereng gunungapi. Jenis tanah andosol di temukan di wilayah-wilayah kecamatan Selo dan Cepogo, Boyolali (BTNGM 2009).

Kawasan TNGM berada pada ketinggian antara 600–2 968 m dpl. Topografi kawasan bervariasi mulai dari landai, berlereng curam hingga berbukit dan bergunung-gunung dengan puncak tertingginya ± 2965 m dpl. Dataran tinggi yang menyempit di antara dua buah gunung, yakni Gunung Merapi dan Merbabu di sekitar Kecamatan Selo, Boyolali terletak di utara. Bagian selatan, lereng Gunung Merapi terus menurun dan melandai hingga ke pantai selatan di tepi Samudera Hindia, melintasi wilayah kota Yogyakarta. Kawasan wisata Kaliurang berada di sebelum kaki gunung Merapi, terdapat dua bukit yaitu bukit Turgo dan bukit Plawangan yang merupakan bagian kawasan TNGM (BTNGM 2009).

Kondisi topografi kawasan TNGM berdasarkan wilayah kabupaten adalah sebagai berikut (BTNGM 2009):

1. Kabupaten Klaten, keadaan topografinya landai sampai berbukit dengan ketinggian 100–1150 m dpl.

2. Kabupaten Boyolali berada di antara gunung Merapi yang aktif dan gunung Merbabu yang sudah tidak aktif, dengan ketinggian 75–1500 m dpl. Empat sungai yang melintas wilayah ini adalah Serang, Cemoro, Pepe dan Gandul, di samping itu ada sumber-sumber air lain berupa mata air dan waduk.

3. Kabupaten Magelang, di wilayah ini terdapat tiga kecamatan yang merupakan bagian lereng gunung Merapi ke arah barat, terletak pada ketinggian sekitar 500 m dpl. Semakin ke arah puncak gunung Merapi kelerengan lahan semakin curam.

4. Kabupaten Sleman, keadaan topografinya landai hingga kelerengan sangat curam dengan ketinggian 100–1500 m dpl. Bagian paling utara merupakan lereng Gunung Merapi yang miring ke arah selatan. Lereng selatan gunung Merapi terdapat dua bukit yaitu bukit Turgo dan bukit Plawangan yang merupakan bagian kawasan wisata Kaliurang. Bagian lereng puncak gunung Merapi topografi curam sampai sangat curam. Bagian selatan dari ketiga kecamatan berupa lahan persawahan dengan sistem teras yang cukup baik. Di bagian tengah berupa lahan kering dan paling utara merupakan bagian dari lereng gunung Merapi yang berupa hutan.

Curah Hujan dan Hidrologi

Curah hujan di TNGM berdasarkan data curah hujan yang tercatat dari Stasiun Klimatologi adalah sebagai berikut (BTNGM 2009):

1. Kabupaten Magelang, curah hujannya mencapai 2.252 - 3.627 mm/thn. 2. Kabupaten Boyolali, curah hujannya mencapai 1.856 - 3.136 mm/thn. 3. Kabupaten Klaten, curah hujannya mencapai 902 - 2.490 mm/thn. 4. Kabupaten Sleman, curah hujannya mencapai 1.869,8-2.495 mm/thn.

(27)

7

Vegetasi

Kawasan TNGM merupakan salah satu perwakilan ekosistem hutan pegunungan di Pulau Jawa. Ekosistem pegunungan ini sangat menarik untuk dipelajari karena berada di kawasan gunung api teraktif di Indonesia.Kondisi gunung Merapi sangat dinamis akibat sering terganggu oleh aliran lahar dan awan panas saat terjadi letusan. Karakteristik umum vegetasi hutan pegunungan di Indonesia dibagi menjadi beberapa karakteristik berdasarkan zona ketinggian. Ashton (2003) dan Goltenboth et al. (2006) mengelompokkan karakteristik vegetasi hutan pegunungan yaitu: 1) Zona hutan kurang dari 1200 m dpl; 2) Zona hutan pegunungan bawah (1200–1800 m dpl; 3) Hutan pegunungan atas (1800– 3000 m dpl); 4) Hutan subalpine (2000–>3 000 m dpl).

Karakteristik hutan pada zona <1200 m dpl memiliki kemiripan dengan hutan dataran rendah. Spesies pohon maupun tumbuhan semak akan lebih pendek seiring bertambahnya ketinggian zonasi. Semakin tinggi zona ketinggian maka tinggi pohon semakin pendek dan berdiameter kecil, serta tumbuhan epifit kelimpahan tumbuhan epifit menjadi tinggi. Komposisi spesies dan struktur individu pada zonasi hutan pegunungan berbeda. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh komposisi hara dan air tanah, suhu yang cenderung menurun pada zona yang lebih tinggi, proses fotosintesis yang terganggu akibat adanya radiasi (Gerold 2008).

Spesies Asing Invasif

Invasive Alien Species (IAS) adalah spesies yang diintroduksi baik secara sengaja maupun tidak disengaja dari luar habitat alaminya, bisa pada tingkat spesies, subspesies, varietas dan bangsa, meliputi organisme utuh, bagian-bagian tubuh, gamet, benih, telur maupun propagul yang mampu hidup dan bereproduksi pada habitat barunya, yang kemudian menjadi ancaman bagi biodiversitas, ekosistem, pertanian, sosial ekonomi maupun kesehatan manusia, pada tingkat ekosistem, individu maupun genetik (CBD-UNEP 2014).

Braun-Blanquet menggunakan istilah invasif terhadap tumbuhan yang dapat mengolonisasi atau mendominasi suatu daerah atau ekosistem baru (Alpert et al. 2000). Spesies asing invasif memiliki kemampuan untuk mendominasi semua bagian ekosistem alami/asli dan menyebabkan spesies asli menjadi punah. Spesies tumbuhan asing invasif diartikan sebagai spesies flora yang dapat hidup dan berkembang di luar habitat alaminya, memiliki kemampuan mendominasi vegetasi atau habitat yang baru karena didukung oleh faktor lingkungan serta tidak memiliki musuh alami yang berdampak buruk bagi spesies lokal, baik secara ekologis maupun ekonomis (Radosevich et al. 2007).

(28)

8

Deskripsi Acacia decurrens (Wendl.) Wild.

Acacia merupakan genus dari famili Fabaceae yang terdiri dari 1300 spesies yang tersebar di seluruh dunia. Sekitar 960 spesies berasal dari Australia dan sisanya tersebar di daerah tropis dan sup tropis, termasuk Afrika, Asia Selatan, dan Amerika. Genus Acacia merupakan kelompok tumbuhan dengan potensi yang tinggi dalam hal menginvasi daerah baru. Genus ini beranggotakan lebih dari 1350 spesies, dan sejumlah besar berasal dari Australia (Breton et al. 2008; Miller et al. 2011; Richardson et al. 2011). Akasia Australia pada tahun 1970-an banyak ditanam di luar habitat aslinya sebagai tanaman hias, tanaman kehutanan, pakan ternak, perkebunan, dan produksi tanin (Breton et al. 2008). Namun, kemudian tumbuh dan berkembang menjadi tumbuhan asing invasif dan menimbulkan banyak masalah, misalnya, A. dealbata, A. melanoxylon, A. saligna dan A. Cyclops (Weber 2003; Breton et al. 2008; Richardson & Rejma'nek 2011). Beberapa spesies Akasia non-invasif misalnya A. ampliceps, A. drummondii dan A. Microcarpa (ISSG 2015).

Acaccia decurrens merupakan pohon dengan tinggi 5–15 m dan dapat mencapai 20–22 m. Percabangan cenderung lateral dan kulit batang halus, berwarna abu-abu gelap hampir hitam dan dapat pecah-pecah pada tanaman dewasa. Daun bipinnate berwarna hijau gelap dan mengkilap, yang terdiri dari 4– 15 pasang pinnae, 3–7 cm panjang pada malai panjang 4–12 cm. Ujung daun lonjong, dengan panjang 5–14 mm dan lebar 0.5–0.75 mm. Pada tangkai daun di setiap pasang pinnae terdapat kelenjar jugary. Daun A. decurrens memiliki ritme atau gerakan diurnal yaitu daun terbuka di siang hari dan tertutup pada malam hari. Tipe perbungaan A. decurrens adalah malai yaitu kepala bunga berbentuk globular yang masing-masing terdiri dari 15–30 bunga. A. decurrens memiliki buah berbentuk polong berwarna hijau, kuning ketika masak dan cokelat tua saat kering, dengan panjang polong 4–10 cm dan lebar 4–8 mm. Biji polong berwarna hitam dengan ukuran 0.5–3 mm. Biji polong sangat keras ketika matang dan memiliki aril di bagian ujung.

Autekologi

Autekologi adalah cabang ilmu ekologi yang mempelajari tentang sifat dan perilaku individu spesies atau populasi yang berhubungan dengan tempat hidup mereka. Autekologimenjelaskan tentang siklus hidup, distribusi individu spesies pada kondisi alaminya, adaptasi, perbedaan populasi dan kelimpahan individunya. Kajian autekologi penting untuk menjelaskan struktur dan dinamika suatu komunitas. Berhubung karena kajian autekologi merupakan suatu yang kompleks, maka pemahaman terhadap spesies pada suatu komunitas adalah penting karenadapat digunakan sebagai dasar untuk memahami masalah vegetasi secara keseluruhan.

(29)

9 identifikasi tumbuhan, asosiasi spesies tumbuhan, distribusi dan manfaat tumbuhan, morfologi tumbuhan, sitogenetik spesies tumbuhan, fisiologi tumbuhan dan kompleksitas lingkungan (Djufri 2006). Selain itu autekologi juga mengkaji masalah fenologi (perkecambahan, gugurnya daun, produksi buah, produksi biji, perbungaan, dan lain-lain) dalam kaitannya dengan perbedaan musim selama setahun, maka aspek biotik dan abiotik harus diukur secara kuantitatif pada fase pertumbuhan yang berbeda dengan interval waktu yang teratur. Kompleksitas lingkungan berdasarkan variasi kombinasi faktor abiotik dan biotik saling terkait pada setiap fase siklus hidup tumbuhan. Kemudian akan dijelaskan korelasi fenologi dengan variasi perubahan lingkungan. Aspek yang diamati antara lain: pembungaan, penyerbukan, perbuahan, produksi biji, pemencaran biji, viabilitas biji, dormansi, kapasitas reproduksi, pertumbuhan anakan, dan pertumbuhan vegetatif (Shukla & Chandel 1982).

Alelopati

Senyawa alelopati merupakan metabolit sekunder pada tumbuh-tumbuhan. Senyawa tersebut dapat ditemukan di semua jaringan tumbuhan, antara lain pada daun, batang, akar, rizome, bunga, buah dan biji serta dapat dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan yang masih hidup atau telah mati (Sastroutomo 1990). Senyawa tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori menurut struktur dan sifat yang berbeda dari senyawa tersebut diantaranya: (1) asam organik yang larut dalam air, alkohol rantai lurus, aldehid alifatik, dan keton, (2) lakton sederhana yang tak jenuh, (3) rantai panjang asam lemak (fatty acid) dan polyacetylenes, (4) Naphthouinones, anthroquinones dan quinines kompleks, (5) fenol sederhana, asam benzoat dan turunannya, (6) asam sinamat dan turunannya, (7) kumarin, (8) flavonoid, (9) tanin, (10) steroid dan terpenoid (lakton sesquiterpene, diterpenes, dan triterpenoid), (11) asam amino dan polipetida, (alkaloid dan dyanohydrins), (12) sulfida dan glukosida, (13) purin dan nukleotida (Rice 1984; Wang et al. 2006). Senyawa alelopati dapat mempengaruhi penyerapan hara, pembelahan sel, penghambat pertumbuhan, fotosintesis, respirasi, sintesis protein dan aktivitas enzim (Sastroutomo 1990). Alelopati kemudian didefinisikan sebagai pengaruh langsung ataupun tidak langsung dari suatu tumbuhan terhadap yang lainnya, termasuk mikroorganisme, baik yang bersifat positif/ perangsangan, maupun negatif/penghambatan terhadap pertumbuhan, melalui pelepasan senyawa kimia ke lingkungannya (Rice 1995; Inderjit & Keating 1999; Singh et al. 2003).

Senyawa alelopati pada tumbuhan dilepaskan dengan berbagai cara, antara lain melalui penguapan, eksudat akar, pencucian dan dekomposisi residu dan proses lainnya baik di alam maupun sistem pertanian. Putnam (1984) melaporkan mengenai adanya senyawa alelopati yang dilepaskan melalui penguapan dan diidentifikasi sebagai senyawa yang termasuk ke dalam golongan terpenoid yaitu Artemisia, Eucalyptus dan Salvia. Pada percobaan penampungan eksudat akar tanaman

Hemarthia altissima diperoleh senyawa berasal dari asam-asam benzoat, sinamat dan

(30)

10

Analisis Risiko Tumbuhan Asing Invasif

Invasi oleh spesies asing merupakan salah satu ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati di seluruh dunia dan dianggap sebagai komponen utama dari perubahan iklim global (Mack et al. 2000; Mooney & Hobbs 2000). Selain mempengaruhi ekosistem dan berkontribusi terhadap kepunahan spesies asli, tumbuhan asing invasif juga berdampak negatif terhadap kondisi sosial ekonomi (Pimentel et al. 2005). Introduksi spesies asing terus meningkat akibat pergerakan manusia yang tinggi serta meningkatnya perdagangan antar wilayah (Mc Neely et al. 2001). Kondisi tersebut meningkatkan peluang atau risiko terjadinya invasi spesies asing di wilayah yang baru dan berdampak negatif terhadap kondisi ekologi lingkungan di wilayah tersebut (Levine et al. 2003; Mack et al. 2000; Pimentel et al. 2005).

Introduksi spesies tumbuhan asing awalnya bertujuan untuk kepentingan ekonomi, konservasi dan nilai eksotik. Namun proses tersebut tanpa melalui kajian tentang karakter biologi, potensi invasi dan musuh alami yang dapat menekan penyebarannya. Sehingga untuk mencegah terjadi invasi tumbuhan asing perlu dikembangkan analisa dan sistem untuk menilai potensi invasi dan metode pengendalian yang tepat untuk menghindari kesalahan dan kerugian yang lebih besar. Pemilihan metode analisa atau protokol dalam menentukan potensi invasi juga didasarkan oleh kesesuaian habitat dan spesies invasif.

(31)

11

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahapan penelitian yang saling berkaitan. Pengambilan data vegetasi tumbuhan, iklim mikro dan sampel tanah dilaksanakan pada Maret 2014–Mei 2014. Lokasi penelitian di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) terletak pada koordinat 07°22'33" - 07°52'30" LS dan 110°15'00" - 110°37'30" BT. Lokasi penelitian terbagi atas tiga resort yaitu, Cangkringan, Kemalang dan Selo. Setiap resort terbagi atas tiga zona ketinggian yang berbeda, yakni zona atas (1400–1700 m dpl), tengah (1100–1400 m dpl) dan bawah (800–1100 m dpl). Percobaan perngendalian A. decurrens dilaksanakan pada bulan April – Juli 2014. Uji viabitas biji, penghambatan perkecambahan biji dan perlakuan alelopati terhadap tanaman A. decurrens dilaksanakan pada bulan Agustus 2014–Mei 2015 di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan, Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Pengambilan data vegetasi menggunakan alat yaitu, tali transek, meteran 150 m, caliper, Global Positioning System (GPS) dan tally sheet. Pengambilan data iklim mikro menggunakan alat Four in One dan Soil Tester. Percobaan viabilitas dan uji daya tahan biji A. decurrens dilaksanakan menggunakan biji yang diperoleh dari TNGM. Alat yang digunakan yaitu gelas ukur, gelas kimia, pengaduk kaca, termometer, oven, cawan petri, timbangan, penggaris, laminar, dan autoclav. Bahan yang digunakan yaitu zat pengatur tumbuh merek dagang Novelgro, aquades, alkohol, wadah pengecambah, plastik, dan kertas label.

Percobaan penghambatan perkecambahan dan pertumbuhan tanaman A. decurrens menggunakan alat berupa gelas ukur, gelas kimia, pengaduk kaca, termometer, oven, cawan petri, polybag, timbangan, penggaris, blender, laminar, dan autoclav. Bahan yang digunakan yaitu biji A. decurrens, ekstrak daun Centella asiatica dan Imperata cilyndrica, aquades, alkohol, wadah pengecambah, plastik, dan kertas label, pupuk daun Ganasil-D dan insektisida berbahan aktif Deltamethrin serta media tanam berupa tanah dan arang sekam,.

(32)

12

Metode

Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode sampling garis paralel (Cropper 1993; Krebs 2002). Pada garis dibuat 10 plot pengamatan berbentuk bujur sangkar (nested plot). Pada setiap plot terbagi atas 3 sub plot (Gambar 2 & 3).

Gambar 2 Desain transek dan plot pengamatan di lokasi penelitian

Gambar 3 Desain plot tersarang pengamatan vegetasi tumbuhan Keterangan:

a = Petak ukur tumbuhan bawah dan semai (2 × 2) m2, yaitu anakan dengan tinggi < 1.5 m dan

tumbuhan bawah/semak/herba, termasuk di dalamnya pandan dan palem.

b = Petak ukur pancang (5 × 5) m2, yaitu anakan dengan tinggi > 1.5 m dan diameter batangnya

< 10 cm.

c = Petak ukur tiang (10 × 10) m2, yaitu diameter batang antara 10 cm < 20 cm.

Pengambilan Sampel, Pembuatan Herbarium dan Identifikasi

(33)

13

Analisis Data Vegetasi

Komposisi tumbuhan di TNGM dapat diketahui dengan menggunakan parameter: 1) Indeks Nilai Penting (INP); 2) Indeks Morisita (ID); 3) Indeks Shannon Wienner; 4) Indeks Dominansi Simpsons; 5) Indeks Kemerataan Evenness (E).

Kerapatan (K) = ind/ha

Kerapatan Relatif (KR) = × %

Frekuensi (F) =

Frekuensi Relatif (FR) = F

F × %

Dominansi (D) = m /ha

Luas bidang dasar spesies = � ��ℎ

Dominansi Relatif (DR) = D

D × %

Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan bawah, semai, pancang = KR + FR Indeks Nilai Penting (INP) tiang dan pohon = KR + FR + DR Tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan dianalisis dengan menggunakan Indeks Shannon-Wienner, dengan rumus:

H′= − ∑ Pi In Pi ; Pi = ��

Keterangan: H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener

Ni = Jumlah INP suatu spesies

N = Jumlah INP seluruh spesies

Nilai tingkat kemerataan spesies tumbuhan dihitung berdasarkan Indeks Evennes. Nilai Indeks kemerataan menunjukkan penyebaran individu tumbuhan di dalam spesies. Indeks ini menurut Ludwig & Reynolds (1988) dapat dihitung dengan rumus:

E = ′

��

Keterangan: H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Winer

S = Jumlah Spesies

Indeks Dominasi digunakan untuk mengetahui kemampuan satu spesies mendominasi kelompok lain. Metode perhitungan yang digunakan adalah rumus Indeks dominansi Simpson (Odum 1993).

� = ∑[��� ]

�=�

Keterangan:

C = Indeks dominasi

ni = Jumlah individu genus ke-i N = Jumlah total individu

(34)

14

Pola penyebaran spesies tumbuhan dalam komunitas diukur berdasarkan IndeksMorisita. Indeks tersebut digunakan untuk mengetahui pola penyebaran spesies tumbuhan yang meliputi penyebaran seragam (uniform), mengelompok (clumped), dan acak (random). Adapun rumus Morisita yang diacu dalam Krebs (1972) adalah sebagai berikut:

Ið = n ∑ X∑ X22−∑X−∑X)

Keterangan:

Ið = Derajat penyebaran Morisita

n = Jumlah petak ukur

∑ Xi = Jumlah kuadrat dari total individu suatu spesies pada suatu komunitas

∑ Xi = Jumlah total individu suatu spesies pada suatu komunitas Menghitung nilai Chi-Square:

x2 0.0975 = Nilai chi-square dari tabel db (n-1), selang kepercayaan 97.5 % ∑ Xi = Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke-i

n = Jumlah petak ukur

Derajat Pengelompokan:

Mc = �2 . −� + ∑

∑ −

Keterangan:

x2 0.025 = Nilai chi-square dari tabel dengan db (n-1), selang kepercayaan 2.5 % ∑ Xi = Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke-i

n = Jumlah petak ukur

Standar derajat Morisita (Ip) dihitung dengan empat rumus sebagai berikut: Bila Ið ≥ Mc ≥ 1.0 maka dihitung: Ip = 0.5 + 0.5 (�− �ð− )

Nilai Ip menunjukkan pola penyebaran spesies tumbuhan yang dominan dalam suatu komunitas. Nilai dan pola penyebaran spesies tersebut adalah sebagai:

Ip = 0, Spesies tumbuhan memiliki penyebaran acak (random)

Ip > 0, Spesies tumbuhan memiliki penyebaran mengelompok (clumped) Ip < 0, Spesies tumbuhan memiliki penyebaran merata (uniform)

Autekologi

(35)

15 Kelembapan udara relatif; 4) Intensitas Cahaya; 5) Kecepatan angin. Data faktor ekologi (fisik, biotik, lingkungan) dianalisis dengan Canonical Correspondence Analysis (CCA) menggunakan software PAST v2. Pola kelimpahan, distribusi dan asosiasi A. decurrens dianalisis dengan ordinasi (Non-Metric Multidimensional Scaling/NMDS) menggunakan software ekologi PRIMER v5 (Clarke & Gorley 2005).

Uji Daya Tahan dan Viabilitas Biji A. decurrens

Percobaan terdiri atas tiga rangkaian percobaan. Percobaan I adalah penentuan suhu air dan intensitas perendaman biji A. decurrens. Percobaan II adalah perlakuan kimiawi menggunakan larutan KNO3 terhadap biji A. decurrens. Percobaan III adalah pengaruh pemanasan dan konsentrasi Novelgro yang optimum terhadap perkecambahan biji A. decurrens. Percobaan ini dilaksanakan untuk menguji daya tahan dan viabilitas biji A. decurrens. Percobaan dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Percobaan suhu kombinasi lama perendaman biji. Percobaan dilaksanakan berdasarkanrancangan acak lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua perlakuan. Faktor pertama suhu air terdiri atas lima taraf yaitu P0: suhu air tanpa pemanasan (27 °C), P1: suhu air awal 40 °C, P2: suhu air awal 60 °C, P3: suhu air awal 80 °C, dan P4: suhu air awal 100 °C. Faktor kedua, intensitas perendaman terdiri atas tiga taraf yaitu: I1: 1 jam (satu kali perendaman selama 1 jam), I2: 2 jam (dua kali perendaman dengan masing-masing perendaman dilakukan selama 1 jam), dan I3: 4 jam (empat kali perendaman dengan masing-masing perendaman dilakukan selama 1 jam). Tiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali.

2. Percobaan konsentrasi KNO3 dan lama perendaman biji. Percobaan dilaksanakanrancangan acak lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua perlakuan. Faktor pertama konsentrasi KNO3 terdiri atas lima taraf yaitu K0: konsentrasi 0 % (kontrol), K1: konsentrasi 0.2 %, K2: konsentrasi 0.5 %, K3: konsentrasi 1 %, dan K4: konsentrasi 2 %. Faktor kedua, intensitas perendaman terdiri atas empat taraf yaitu: I1: 1 jam, I2: 2 jam, dan I3: 4 jam. Tiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali.

3. Percobaan suhu pemanasan dan konsentrasi larutan novelgro. Percobaan ini dilaksanakan berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua perlakuan. Faktor pertama suhu pemanasan langsung terdiri atas 3 taraf yaitu S1: pemanasan 40°C, S2: pemanasan 60 °C, S3: pemanasan 80 °C. Faktor kedua, konsentrasi perendaman novelgro terdiri atas empat taraf yaitu : N1: 0.5 ml novelgro per 1 liter air, N2: 1 ml novelgro per 1 liter air, N3: 2 ml, dan N4: 4 ml novelgro per 1 liter air. Tiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali.

Penghambatan Perkecambahan Biji A. decurrens

(36)

16

Rancangan percobaan yang digunakan untuk pengujian perlakuan perkecambahan biji A. decurrens adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial. Perlakuan terdiri dari dua jenis alelopati (alang-alang dan pegagan) yang masing-masing terdiri dari lima konsentrasi yaitu 25 %, 50 %, 75 %, dan 100 % diulang sebanyak 5 kali.

Biji yang digunakan berasal dari lapangan dan bersifat homogen berdasarkan ukuran dan berat yang relatif sama. Selanjutnya biji-biji yang terpilih dilakukan skarifikasi secara fisik yaitu direndam dengan air panas (60 °C) kemudian dibiarkan dalam keadaan terendam selama 1 jam. Biji dikecambahkan dalam cawan petri yang telah dilapisi kertas merang, setiap cawan petri berisi 15 biji A. decurrens. Penyiraman dilakukan setiap hari, volume penyiraman 5 ml untuk setiap perlakuan alelopati.

Pengamatan dan Analisis Data

Pengamatan terhadap kecambah biji A. decurrens dilakukan setiap hari selama 15 hari. Pengamatan meliputi kecambah normal, abnormal, dan dorman. Parameter yang diuji pada percobaan ini adalah:

1. Potensi tumbuh maksimal (PTM)

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah biji yang berkecambah hingga akhir waktu pengamatan (hari ke-15). Potensi tumbuh maksimum dihitung menggunakan rumus:

PTM % = T × %

2. Daya berkecambah (%)

Daya berkecambah (DB) benih dihitung berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hari ke tujuh (I) dan ke lima belas (II). Daya berkecambah dihitung dengan rumus:

DB % = Σ + Σ × %

3. Kecepatan tumbuh (KcT)

Pengamatan dimulai saat 1 hari setelah benih ditanam hingga 15 hari setelah tanam. Kecepatan tumbuh (KcT) dihitung menggunakan rumus:

KCT =

� +� + ⋯ + � ��

Keterangan:

Nn = banyak kecambah hari ke-n (n= 1, 2, dan seterusnya) Wn = etmal (24 jam) hari ke-n (n = 1, 2, 3, dan seterusnya)

Pengaruh perlakuan diuji secara statistik melalui uji ANOVA, dan jika terdapat perbedaan antar perlakuan maka akan dilakukan uji lanjut DUNCAN dengan menggunakan software SPSS 19 Inc.

Penghambatan Pertumbuhan Tanaman A. decurrens

Rancangan percobaan yang digunakan untuk pengujian perlakuan perkecambahan biji A. decurrens adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial. Perlakuan terdiri dari dua jenis alelopati (alang-alang dan pegagan), dan masing-masing perlakuan terdiri dari 5 konsentrasi yaitu 0 % sebagai kontrol, 25 %, 50 %, 75 %, dan 100 %. Setiap perlakuan diulang sebanyak 10 kali.

(37)

17 decurrens yang berumur 4 minggu kemudian dipindah tanam ke dalam polybag yang telah diiisi dengan media tanam. Satu polybag berisi satu bibit A. decurrens. Bibit A. decurrens di aklimatisasi selama 7 minggu sebelum perlakuan pemberian ekstrak alelopati.

Kegiatan pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara penyiraman dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi hari sebanyak 250 ml/polybag. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara manual dan kimiawi. Pengendalian kutu putih dilakukan dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif Deltamethrin 25 g/L dengan konsentrasi 1 ml/L ke bagian daun. Pemeliharaan secara kimiawi juga dilaksanakan dengan pemberian pupuk daun (Gandasil D) dilakukan setiap minggu dengan konsentrasi 2 g/L.

Pembuatan larutan ekstrak alang-alang dan pegagan dilakukan dengan cara mengeringkan seluruh bagian tumbuhan menggunakan oven pada suhu 80 oC selama dua hari. Setelah kering kemudian alang-alang dan pegagan dihaluskan hingga menyerupai tepung kemudian ditimbang sesuai dengan perlakuan konsentrasi. Ekstrak tersebut direndam dengan aquades selama 24 jam. Kemudian dilakukan penyaringan dan air hasil saringan tersebut digunakan sebagai larutan ekstrak dalam perlakuan (Guntoro 2003). Pemberian ekstrak gulma dilakukan dengan cara menyiramkan larutan tersebut setiap hari sebanyak 50 ml/polybag ke media tanam pada saat bibit berumur 8 minggu.

Peubah yang diamati antara lain:

1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tertinggi dari cabang utama. Pengamatan dilakukan setiap minggu mulai dari 8 sampai dengan 16 MST.

2. Jumlah daun (helai), dihitung dari daun yang telah membuka sempurna. Pengamatan dilakukan setiap minggu mulai dari 8 sampai dengan 16 MST. 3. Bobot kering tanaman (g), dilakukan dengan cara menimbang seluruh bagian

tanaman yang dioven pada suhu 80 oC selama 48 jam.

Pengaruh perlakuan diuji secara statistik melalui uji ANOVA, dan jika terdapat perbedaan antar perlakuan maka akan dilakukan uji lanjut DUNCAN dengan menggunakan software SPSS 19 Inc.

Pengendalian A. decurrens melalui ekstrak alelopati

(38)

18

Rancangan acak kelompok (RAK) digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan alelopati (AL) alang-alang dengan perlakuan pengelupasan kulit batang pohon A. decurrens. Faktor yang dimaksud adalah 5 taraf yaitu: Al 1 (Kupas tanpa alelopati), Al 2 (Alelopati daun konsentrasi 100 %), Al 3 (Alelopati daun konsentrasi 50%), Al 4 (Alelopati rimpang konsentrasi 100 %), Al 5 (Alelopati rimpang konsentrasi 50 %).

Teknik pengendalian mekanik dilakukan dengan cara mengelupas kulit batang sepanjang 30 cm dengan jarak dari tanah adalah 1 m. Kulit batang yang telah dikelupas selanjutnya dibalut dengan kain kasa yang telah direndam terlebih dahulu dengan zat alelopati. Penmberian ekstrak dilakukan pada permukaan kain kasa dua kali dalam seminggu pengamatan. Pengamatan efektivitas pemberian zat alelopati pada tumbuhan asing invasif A. decurrens dengan perlakuan pengelupasan kulit batang dilakukan setiap minggu untuk melihat kondisi pohon percobaan dan jumlah pohon yang mati setiap minggu. Pengamatan ini selama 15 minggu.

Parameter yang diuji pada percobaan ini adalah: 1. Derajat Kematian Pohon

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah pohon yang mati hingga akhir waktu pengamatan. Derajat kematian dihitung dengan rumus:

DK % = P × %

2. Kecepatan Kematian Pohon

Pengamatan dimulai pada minggu pertama setelah pemberian ekstrak hingga minggu ke lima belas. Kecepatan kematian pohon dihitung menggunakan

Kn = banyak phon mati minggu ke-n (n= 1, 2, dan seterusnya) Wn = etmal (1 minggu) minggu ke-n (n = 1, 2, 3, dan seterusnya)

Pengaruh perlakuan diuji secara statistik melalui uji ANOVA, dan jika terdapat perbedaan antar perlakuan maka akan dilakukan uji lanjut DUNCAN dengan menggunakan software SPSS 19 Inc.

Analisis Risiko Tumbuhan Asing Invasif di Taman Nasional Gunung Merapi

(39)

19 Penilaian risiko tumbuhan invasif dibagi menjadi:

1. Keinvasifan (K), nilai total yang diperoleh pada tabel skoring dibagi 15 kemudian dikalikan dengan 10 hasilnya dibulatkan menjadi satu angka desimal.

2. Dampak (D), nilai total dari tabel skoring dibagi 19 dikalikan dengan 10 dibulatkan menjadi satu angka desimal.

3. Potensi Distribusi (PD), nilai total dari tabel skorsing

Nilai Risiko Tumbuhan Invasif = K × D × PD

Indeks risiko tumbuhan invasif dikategorikan berdasarkan nilai risiko masing-masing spesies. Nilai risiko menunjukkan potensi dampak yang ditimbulkan oleh tumbuhan invasif (Tabel 1).

Tabel 1 Kategori risiko tumbuhan invasif

Nilai Risiko Risiko

>192 Sangat Tinggi

101 – 192 Tinggi

39 – 100 Sedang

13 – 38 Rendah

<13 Abaikan

Fisibilitas pengelolaan dibagi menjadi tiga kriteria utama, yaitu:

1. Biaya pengendalian (B), nilai total yang diperoleh pada tabel skoring dibagi 15 kemudian dikalikan dengan 10 hasilnya dibulatkan menjadi satu angka desimal.

2. Distribusi Tumbuhan Invasif (DTI), nilai total yang diperoleh pada tabel skoring dibagi 12 kemudian dikalikan dengan 10 hasilnya dibulatkan menjadi satu angka desimal.

3. Persistensi Pengendalian (P), nilai total yang diperoleh pada tabel skoring dibagi 11 kemudian dikalikan dengan 10 hasilnya dibulatkan menjadi satu angka desimal.

Fisibilitas Pengelolaan = B × DTI × P

Fisibilitas pengelolaan tumbuhan invasif menunjukkan kemungkinan atau peluang pengendalian. Semakin tinggi nilai fisibilitas maka pengendalian terhadap tumbuhan invasif tidak berarti atau tidak berdampak secara signifikan (Tabel 2). Tabel 2 Kategori fisibilitas pengelolaan tumbuhan invasif

Nilai Fisibilitas Fisibilitas

>113 Tidak Bearti

56 – 112 Rendah

31 – 55 Medium

14 – 30 Tinggi

(40)

20

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Persebaran Tumbuhan Asing Invasif dan Autekologi Acacia decurrens Pasca Erupsi Gunung Merapi

Hasil penelitian vegetasi tumbuhan di tiga lokasi (Cangkringan, Kemalang dan Selo) pada 3 zona ketinggian teridentifikasi sebanyak 53 spesies dari 26 famili tumbuhan. Hasil penelitian menunjukan bahwa lokasi yang terkena dampak erupsi gunung Merapi memiliki jumlah famili yang rendah (Cangkringan memiliki 16 famili tumbuhan dan Kemalang memiliki 10 famili tumbuhan) dibandingkan dengan lokasi tiddak terkena dampak erupsi (Selomemiliki 20 famili tumbuhan) (Gambar 4).

Gambar 4 Jumlah famili dan spesies tumbuhan di TNGM pada tiga zona ketinggian. Zona 1 (800–1100 m dpl); Zona 2 (1100–1400 m dpl); Zona 3 (>1400 m dpl).

Keanekaragaman tumbuhan bawah berdasarkan Indeks Shannon Wienner (H’) pada resort Cangkringan (2.8) dan Kemalang (2.6) lebih tinggi dibandingkan dengan resort Selo (2.2). Keanekaragaman tumbuhan fase pancang dan tiang resort Selo (2.02 dan 0.99) lebih tinggi dibandingkan dengan resort Cangkringan (0.55 dan 1.00 ) dan Kemalang (1.45 dan 1.47) (Gambar 5). Indeks kemerataan Evennes (E) menunjukkan bahwa kemerataan tumbuhan bawah resort Cangkringan (0.88) dan Kemalang (0.90) lebih stabil dibandingkan dengan resort Selo (1.0), berbeda dengan tingkat pancang dan tiang kemerataan spesies tumbuhan lebih rendah di resort Cangkringan (0.88 dan 0.87) dan Kemalang (0.97 dan 0.97) dibandingkan dengan Selo (1.0 dan 0.90) (Gambar 5). Nilai Indeks dominansi spesies (D) tumbuhan bawah di Resort Cangkringan (0.91), Kemalang (0.89) dan Selo (0.82) menunjukkan bahwa tidak terdapat spesies tertentu yang menguasai pada komunitas tersebut. Vegetasi tingkat tumbuhan pancang dan tiang di resort Cangkringan menunjukkan nilai dominansi (D) yang rendah yaitu 0.72 dan 0.60 dibandingkan dengan Resort Selo yaitu 0.75 dan 0.84 (Gambar 5).

(41)

21

(42)

22

Perbedaan lokasi dan ketinggian berpengaruh terhadap komposisi vegetasi tumbuhan. Vegetasi spesies tumbuhan bawah semakin berkurang seiring bertambahnya ketinggian. Resort Cangkringan memiliki jumlah spesies tumbuhan bawah paling tinggi yaitu 28 spesies tumbuhan dibandingkan dengan Kemalang 25 spesies dan Selo 18 spesies. Lokasi Cangkringan dan memiliki jumlah spesies tumbuhan dan tiang yang lebih rendah yaitu 3 spesies tumbuhan pancang dan 3 spesies tumbuhan tiang dibandingkan dengan resort Selo terdapat 8 spesies tumbuhan pancang dan 11 spesies tumbuhan tiang (Gambar 6).

(43)

23

Struktur dan Komposisi Vegetasi

Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa vegetasi tumbuhan bawah di Cangkringan pada tiga zona ketinggian didominasi oleh Imperata cilyndrica (Poaceae), Centella asiatica (Apiaceae), Impatiens platypetala (Balsaminaceae). Resort Cangkringan didominasi oleh tumbuhan pancang dan tiang spesies A. decurrens (Fabaceae). Pola distribusi tumbuhan (MR) di resort Cangkringan menunjukkan tumbuhan secara umum tersebar mengelompok (Tabel 3–5, Lampiran 2–4).

Tabel 3 Komposisi spesies tumbuhan bawah di resort Cangkringan pada tiga zona ketinggian

FAMILI NAMA TUMBUHAN INP (%) Indeks Morisita

1 2 3 1 2 3

Apiaceae Centella asiatica 14.46 19.46 13.59 M M S

Asteraceae

Ageratum conyzoides 4.59 7.88 11.88 M M M

Bidens biternata 10.64 6.32 8.85 M M M

Chromolena odorata 8.54 1.18 7.00 M M M

Elephantopus scaber 6.97 10.92 6.14 M M M

Emilia sonchifolia 4.30 10.92 7.11 M M M

Erigeron sumatrensis 10.33 0.00 8.39 M M M

Eupatorium inulifolium 5.46 13.70 4.37 M M M

Eupatorium triplinerve 1.78 5.39 3.35 M M M

Gynura crepidioides 1.35 7.60 4.83 M M M

Sida rhombifolia 1.07 5.29 0.86 M M M

Synedrella nodiflora 10.07 0.00 8.26 M M M

Tithonia diversifolia 1.07 1.09 0.86 M M M

Tridax procumbens 3.15 2.08 11.24 M M M

Wedelia trilobatata 9.84 3.45 8.23 M M M

Balsaminaceae Impatiens platypetala 11.63 12.05 13.01 M M M

Cyperaceae Cyperus rotundus 3.86 3.73 3.14 M M M

Fabaceae Mimosa pudica 10.14 0.00 8.23 M M M

Gleicheniaceae Gleichenia longissima 5.39 3.73 4.40 M S M

Melastomataceae Melastoma malabatrhium 1.97 0.00 6.76 M M S

Oxalidaceae Oxalis corniculata 7.13 4.67 0.00 M M M

Poaceae Imperata cilyndrica 31.19 59.85 26.59 M A M

Pennisetum macrostachyum 6.85 4.77 5.68 M M M

Polygalaceae Polygala paniculata 11.87 1.28 10.11 A M A

Rosaceae Rubus chrysophyllus 1.97 1.56 1.99 M M M

Silaginellaceae Selaginella kraussiana 3.93 0.00 3.11 M M M

Verbenaceae Lantana camara 5.48 6.53 4.48 M M M

Stachytarpheta jamaicensis 2.51 2.46 2.04 M M M Keterangan: INP: Indeks Nilai Penting; MR: 1: Zona bawah (8000–1100 m dpl); 2: Zona tengah

(44)

24

Tabel 4 Komposis spesies tumbuhan fase pancang di resort Cangkringan pada tiga zona ketinggian

FAMILI NAMA TUMBUHAN

INP (%) Indeks Morisita

1 2 3 1 2 3

Fabaceae

Acacia decurrens 80.84 146.00 84.00 M M M

Erythrina variegata 57.82 0.00 35.05 M M M

Paraserianthes falcataria 23.19 0.00 79.62 M M S

Schima wallichi 0.00 54.00 0.00 - M -

Keterangan: INP: Indeks Nilai Penting; MR: 1: Zona bawah (8000–1100 m dpl); 2: Zona tengah (1100–1400 m dpl); 3: Zona atas (1400–1700 m dpl). A: Acak; M: Mengelompok; S: Seragam

Tabel 5 Komposisi spesies tumbuhan fase tiang di resort Cangkringan pada tiga zona ketinggian

FAMILI NAMA TUMBUHAN INP (%) Indeks Morisita

1 2 3 1 2 3

Fabaceae

Acacia decurrens 199.14 209.31 180.67 A A A

Erythrina variegata 32.09 20.61 24.61 M M M

Paraserianthes falcataria 15.75 15.68 40.28 M M M Keterangan: INP: Indeks Nilai Penting; MR: 1: Zona bawah (8000–1100 m dpl); 2: Zona tengah

(1100–1400 m dpl); 3: Zona atas (1400–1700 m dpl). A: Acak; M: Mengelompok; S: Seragam

(45)

25 Tabel 6 Komposisi spesies tumbuhan tumbuhan bawah di resort Kemalang pada

tiga zona ketinggian

FAMILI NAMA TUMBUHAN INP (%) Indeks Morisita

1 2 3 1 2 3

Apiaceae Centella asiatica 25.82 26.01 13.76 M M M

Asteraceae

Ageratum conyzoides 12.57 14.38 9.88 M M A

Bidens biternata 5.88 6.09 1.84 M M M

Chromolena odorata 10.02 12.91 15.6 M M A

Emilia sonchifolia 10.72 11.75 22.39 M M A

Erigeron sumatrensis 9.2 6.53 8.1 M M M

Eupatorium riparium 12.24 3.54 11.91 M M A

Gynura crepidioides 6.43 8.76 0 M M -

Polygala paniculata 3.78 0 0 M - -

Sida rhombifolia 9.95 0 0 M - -

Stachytarpheta jamaicensis 8.76 7.46 7.37 M A M

Wedelia trilobatata 2.58 0 0 M - -

Balsaminaceae Impatiens platypetala 12.76 16.77 15.11 M M M

Gleicheniaceae Gleichenia longissima 0 7.84 0 A A -

Melastomataceae Melastoma malabatrhium 11.58 3.54 4.16 M M M

Mimosaceae Selaginella kraussiana 8.46 6.49 11.04 M M -

Oxalidaceae Oxalis corniculata 9.01 6.78 0 M A -

Poaceae Imperata cilyndrica 28.01 13.62 15.6 S M M

Pennisetum purpureum 0 38.04 39.18 A S A

Verbenaceae Lantana camara 8.2 9.24 0 A M -

Keterangan: INP: Indeks Nilai Penting; MR: 1: Zona bawah (8000–1100 m dpl); 2: Zona tengah (1100–1400 m dpl); 3: Zona atas (1400–1700 m dpl). A: Acak; M: Mengelompok; S: Seragam

Tabel 7 Komposisi spesies tumbuhan fase pancang di resort Kemalang pada tiga zona ketinggian

FAMILI NAMA TUMBUHAN INP (%) Indeks Morisita

Fabaceae Acacia decurrens 200 155.13 286.55 A M M

Keterangan: INP: Indeks Nilai Penting; MR: 1: Zona bawah (8000–1100 m dpl); 2: Zona tengah (1100–1400 m dpl); 3: Zona atas (1400–1700 m dpl). A: Acak; M: Mengelompok; S: Seragam

Tabel 8 Komposisi spesies tumbuhan fase tiang di resort Kemalang pada tiga zona ketinggian

FAMILI NAMA TUMBUHAN INP (%) Indeks Morisita

Fabaceae Acacia decurrens 222 149.15 146.79 A M M

Gambar

Gambar 1 Peta Taman Nasional Gunung Merapi
Gambar 2 Desain transek dan plot pengamatan di lokasi penelitian
Tabel 1 Kategori risiko tumbuhan invasif
Gambar 4 Jumlah famili dan spesies tumbuhan di TNGM pada tiga zona
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji kinerja keruangan perusahaan pembiayaan listing di Bursa Efek Indonesia dalam menggunakan modal kerja dan piutang, dan juga

Kajian ini penulis bertujuan untuk membuat perancangan website Sistem informasi pengaduan kecelakaan berkendara, merupakan sebuah website yang digunakan untuk

Dalam festival yang diselenggarakan oleh SMAN 3 Purworejo itu group Nasyid Saka Kustik SMK Kesehatan Purworejo menjadi juara dalam kategori nasyid musik.. Kepala SMK Kesehatan

Semenjak diberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor: 20 Tahun 2003 yang terkait dengan kegiatan ujian atau evaluasi pendidikan, Kementrian

Metode pembelajaran yang digunakan dalam sistem kelistrikan body saat ini tergolong metode lama, dimana metode tersebut masih menggunakan modul dan juga alat peraga

2.1.5 Model Problem Based Learning Berbantuan Media Interaktif Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis

Berdasarkan temuan dan simpulan penelitian tentang implementasi program Manajemen Berbasis Sekolah Pada Satuan Pendidikan Tingkat SLTP di Wilayah Perbatasan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pemberian pembelajaran dengan menggunakan metode SAVI dengan metode Inquiry terhadap prestasi