• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Sekitar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Sekitar"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN

SALAK OLEH MASYARAKAT SEKITAR

SITI NURIKA SULISTIANI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Sekitar adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor,Januari 2014

Siti Nurika Sulistiani

(4)

ABSTRAK

SITI NURIKA SULISTIANI. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Sekitar. Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan HARYANTO R. PUTRO.

Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat di hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dihadapkan pada kondisi bahwa TNGHS merupakan salah satu kawasan konservasi yang terikat pada regulasi. Aktivitas pemanfaatan hanya diperbolehkan di area tertentu saja.Namun demikian masyarakat sudah lama melakukan aktivitas pemanfaatan bahkan sebelum TNGHS ditetapkan dan belum diketahui apakah pemanfaatan tersebut telah mengikuti aturan dari TNGHS. Untuk itu perlu diketahui bagaimana karakteristik dari pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat sehingga bisa diformulasikan strategi pemanfaatan hasil hutan yang lestari dan alternatif program pemanfaatan untuk masyarakat. Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat di sekitar TNGHS khususnya di Kampung Hanjawar, Desa Majasari dan Desa Kutajaya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti kebutuhan pangan, papan, obat-obatan, peralatan rumah tangga, kayu bakar dan pakan ternak. Terdapat 103 jenis hasil hutan yang dimanfaatkan. Pemanfaatan hanya dilakukan oleh masyarakat lokal. Lokasi pemanfaatan masyarakat masuk ke dalam 5 zona yaitu zona rimba, zona khusus, zona rehabilitasi, zona pemanfaatan dan zona tradisional.

Kata kunci: hasil hutan, masyarakat lokal, pemanfaatan sumberdaya hutan, Taman Nasional Gunung Halimun Salak

ABSTRACT

SITI NURIKA SULISTIANI. Study of Forest Resources Utilization in Gunung Halimun Salak National Park by Communities Around.Supervised by RINEKSO SOEKMADI and HARYANTO R. PUTRO.

Forest product utilization by communities in Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) faced the fact that TNGHS is one of the Conservation areas that are restricted by regulation. The utilization activities allowed only on certain zones.Meanwhile, local community has been utilized forest resources since long time ago, even before TNGHS established yet not known whether the utilization has been following the rules of TNGHS or not.Therefore, it is necessary to know the characteristics of forest utilizations by local community. Once known the characteristic of utilization by the public, then we could be formulated strategies for the utilization of forest products in a sustainable way.The utilization of forest products by the community around TNGHS especially in Hanjawar village, Majasarivillage and Kutajayavillage used used for daily needssuch as food needs, boards, medicines, household equipment, firewood and fodder. There are 103 species of forest products that are utilized. Utilization only done by local communities.The location of the utilization gone into the 5 zone namely special zone, jungle zone, rehabilitation zone, utilization zone and traditionalzone.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

KAJIAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN

SALAK OLEH MASYARAKAT SEKITAR

SITI NURIKA SULISTIANI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Judul Skripsi :Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Sekitar

Nama : Siti Nurika Sulistiani NIM : E34080027

Disetujui oleh

Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF Pembimbing I

Ir Haryanto R. Putro, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(7)
(8)

PRAKATA

Alhamdulillahhirabbilalamin, penulis panjatkan kepada Allah subhanahu

wa ta’ala untuk semua nikmat dan kesempatan sehingga penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis berharap karya ilmiah yang berjudul Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat sekitar ini bisa bermanfaat baik bagi Taman Nasional, masyarakat sekitar taman nasional serta bagi pengembangan upaya konservasi di Indonesia.

Penelitian untuk karya ilmiah ini dilaksanakan pada bulan September hingga Oktober 2012 di tiga lokasi yaitu Kampung Hanjawar, Desa Malasari, Kabupaten Bogor; Desa Majasari, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak; dan Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Banyak pihak yang telah membantu baik dalam tahap persiapan, penelitian maupun penyusunan karya ilmiah ini. Penulis ucapkan terima kasih banyak kepada Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF dan Ir Haryanto, MS yang telah membimbing penulis, kepada Ibu Resti Meilani, SHut. MSi dan Ibu Eva Rachmawati, SHut. MSi yang telah memberikan banyak bantuan, dukungan, dan masukan kepada penulis, kepada Center For International Forest Organization Research (CIFOR) dan Ken Sugimura-sensei untuk kesempatan penelitian yang telah diberikan dan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak untuk perizinan penelitian di dalam kawasan. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada masyarakat Kampung Hanjawar, Desa Majasari, dan Desa Kutajaya atas partisipasi dan bantuannya selama penulis melakukan pengambilan data di lapangan. Dukungan luar biasa juga penulis dapatkan dari teman-teman Edelweis 45. Terima kasih kepada Soraya Nurul Ichwani yang telah membantu penulis dalam penyusunan peta serta dukungan semangatnya. Terima kasih untuk semangat luar biasa dari Mega Haditia, Intan Handayani, Lintang Praba Ken Padma Rinjani, Ayu Wandarise, Siti Rayhani, Septiani Dian Arimukti, Ka Jadda Muthia, Zainul Fuadi Akbar, Asep Zanuansyah, Siti Maemunah, garda depan penghuni kosan PU (Yenny Chusna Hustina, Ardyaningtyas Ibni Albar, Nina Evinur Laila) dan Tim PKL Laiwangi Wanggameti. Ucapan maaf dan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan untuk kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa serta pengertian kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat 3

METODE 3

Alat dan Obyek 3

Metode Pengambilan Data 4

Metode Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5

Pemanfaatan Sumberdaya Hutan 7

Nilai dan Kontribusi Hasil Hutan 21

Pemanfaatan Sumberdaya Berkelanjutan 23

SIMPULAN DAN SARAN 27

DAFTAR PUSTAKA 27

(10)

DAFTAR TABEL

1 Nilai hasil hutan dalam setahun 22

2 Rata-rata persen kontribusi hasil hutan terhadap pemasukan masyarakat 23 3 Beberapa aspek dalam upaya pemanfaatan hasil hutan secara lestari 25

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian di TNGHS 3

2 Perbandingan pemanfaatan jenis hasil hutan di ketiga lokasi penelitian 14

3 Lokasi Pemanfaatan di Kampung Hanjawar 16

4 Lokasi pemanfaatan di Desa Majasari 17

5 Lokasi pemanfaatan di Desa Kutajaya 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel jenis hasil hutan untuk kebutuhan pangan 29

2 Tabel jenis hasil hutan untuk kebutuhan obat 31

(11)
(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Nasional (TN) merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi yang ada di Indonesia. Menurut UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyebutkan bahwa Taman Nasional adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang mempunyai ekosistem asli, dan dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pendidikan, menunjang budi daya, pariwisata, dan rekreasi. Penetapan TN di Indonesia mengacu pada kategoriInternational Union for Conservation of Nature

(IUCN). Menurut IUCN Protected Area Category (1994) dalam Putro (2012), tujuan penetapan TN adalah untuk: (1) melindungi integritas ekologi satu atau lebih untuk kepentingan generasi kini dan yang akan datang; (2) melarang eksploitasi dan okupasi yang bertentangan dengan tujuan penunjukannya; (c) memberikan landasan untuk pengembangan spiritual, ilmu pengetahuan, pendidikan, rekreasi dan kesempatan bagi pengunjung yang ramah secara ekologi dan budaya. Jika mengacu pada tujuan yang ditetapkan IUCN maka fokus pengelolaan TN adalah perlindungan sistem ekologi TN dengan kegiatan yang bisa dilakukan secara terbatas, selain itu terdapat juga larangan dalam eksploitasi dan okupasi. Dalam penetapan tujuan tersebut tidak disebutkan adanya kesempatan untuk dapat melakukan kegiatan pemanfaatan meskipun pemanfaatan tersebut dilakukan secara berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kelestarian kawasan.

Pengelolaan TN merupakan suatu hal yang dinamis.Konsep-konsep yang telah ada terus menerus disempurnakan agar tercapai suatu pengelolaan yang efektif dan lestari.Pada tahun 2003, diadakan Kongres World Comission on Protected Areas (WCPA) di Durban, Yordania. Hasil kongres tersebut memandatkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi harus memberikan manfaat ekonomi bagi para pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan konservasi (Soekmadi 2003). Hasil kongres tersebut telah menggeser paradigma lama yang memfokuskan pengelolaan TN pada perlindungan dan pengawetan menjadi pengelolaan dengan mengedepankan pemanfaatan yang lestari. Implikasi lain yang terjadi adalah adanya keterlibatan para pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan TN. Hal ini kemudian dikenal dengan konsep Participatory protected area management.

Pada roadmap Pembangunan Kehutanan berbasis Taman Nasional tahun 2011 juga disebutkan bahwa pengelolaan TN diharapkan kedepannya dapat berjalan secara optimal dengan memaksimalkan potensi TN sebagai pusat plasma nutfah dan salah satu penghela pembangunan ekonomi kehutanan nasional. Pemanfaatan dalam kawasan konservasi secara lestari didefinisikan dalam Pasal 13 PP No. 28 Tahun 2011 sebagai pemanfaatan dengan tidak merusak bentang alam dan mengubah fungsi TN. Pemanfaatan tersebut mencakup pemanfaatan lingkungan dan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwaliar.

(13)

2

masyarakat Desa Salua di Taman Nasional Lore Lindu. Masyarakat di sekitar Taman Nasional Manusela juga memanfaatkan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan adalah Damar, Rotan, Sagu, Babi Hutan dan Rusa.Persentase pemanfaatan oleh masyarakat sangat besar.Hal ini menunjukan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan sangat tinggi (Souhuwat 2006). Di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), masyarakat sekitar sudah secara turun temurun memanfaatkan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Penelitian Wardah (2009) menyebutkan bahwa masyarakat sekitar TNGHS di Kabupaten Lebak memanfaatkan 71 jenis tumbuhan obat yang sebagian besar diambil dari hutan.Penelitian Mudofar (1999) juga menunjukan adanya pemanfaatan hasil hutan secara intensif oleh masyarakat di sekitar TNGHS.Jika dilihat dari tahun penelitiannya maka dapat diketahui bahwa pemanfaatan hasil hutan ini sudah dilakukan oleh masyarakat sejak lama.

Kesuksesan pengelolaan sumberdaya alam secara lestari dalam jangka waktu yang panjang bergantung pada dukungan dari masyarakat lokal. Bagaimana interaksi dan perilaku masyarakat lokal, memberi perhatian pada kebutuhan mereka, dan menghormati opini mereka seharusnya menjadi prioritas manajemen (Fisher et al. 1997). Karakteristik individu, karakteristik rumah tangga, karakteristik sosial ekonomi suatu masyarakat seperti umur, kepemilikan tempat tinggal, suku, jenis kelamin, kekayaan yang dimiliki, pendidikan, kepemilikan lahan, kepemilikan alat-alat kebutuhan rumah tangga, mata pencaharian dan jarak geografis, secara parsial dapat menentukan bagaimana sikap masyarakat lokal terhadap kawasan yang dilindungi (Fisher et al.1997).Pemanfaatan hasil hutan dihadapkan pada kondisi bahwa Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) adalah salah satu kawasan konservasi yang dibatasi oleh peraturan. Kegiatan pemanfaatan hanya boleh dilakukan pada zona-zona tertentu.Namun demikian masyarakat sudah lama melakukan aktivitas pemanfaatan bahkan sebelum TNGHS ditetapkan dan belum diketahui apakah pemanfaatan tersebut telah mengikuti aturan dari TNGHS.Untuk itu perlu diketahui bagaimana karakteristik pemanfaatan yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan TNGHS. Setelah diketahui bagaiman karakteristik pemanfaatan oleh masyarakat kemudian dapat dirumuskan strategi pemanfaatan hasil hutan secara lestari serta alternatif program lain untuk memberdayakan masyarakat sekitar hutan.

Tujuan Penelitian

(14)

3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi suatu masukan bagi pengelola dalam menentukan manajemen interaksi dan program pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat di TNGHS.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yaitu Kampung Hanjawar, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat; Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat; dan Desa Majasari, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Penelitian dilakukan dari bulan September hingga bulan Oktober 2012.Posisi ketiga desa terhadap TNGHS dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi penelitian di TNGHS Alat dan Obyek

(15)

4

Metode Pengambilan Data

Wawancara

Kegiatan wawancara dilakukan secara langsung melalui wawancara terpandu kepada masyarakat. Teknik pengambilan responden menggunakan metode Snowball, wawancara pertama dilakukan pada informan kunci (Key informant)di tiap desa seperti kepala desa, ketua RW dan ketua RT.Melalui wawancara dengan informan kunci didapat responden selanjutnya untuk diwawancarai. Proses ini berlanjut hingga data yang didapatkan jenuh. Berdasarkan tingkat kejenuhan data, didapatkan 19 orang responden untuk Kampung Hanjawar, 10 orang responden di Desa Kutajaya, dan 20 orang responden di Desa Majasari.

Observasi Lapang

Observasi lapang digunakan untuk melihat secara langsung pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat.Observasi dilakukan terhadap 10 orang responden selama 10 hari dengan mengikuti kegiatan mereka ketika masuk ke dalam hutan. Kegiatan masyarakat danhasil hutan apa saja yang diambil dicatat kemudian diambil titik GPS lokasi pengambilandan didokumentasikan.

Pengambilan Data Spasial Menggunakan GPS

Data spasial yang diambil adalah lokasi masyarakat melakukan aktivitas pemanfaatan hasil hutan di dalam TNGHS. GPS yang digunakan adalah GPS 747 Pro. Pengambilan data menggunakan GPS dilakukan bersamaan dengan observasi kegiatan masyarakat di dalam kawasan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui lokasi/zonasi dari kawasan TNGHS yang biasa didatangi masyarakat untuk melakukan pemanfaatan hasil hutan.

Penelusuran Dokumen

Dokumen-dokumen yang dijadikan bahan rujukan diantaranya dokumen milik Balai TNGHS tentang pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat sekitar dan zonasi TNGHS, dan literatur-literatur yang berisi penelitian tentang pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat.

Prosedur Analisis Data

Analisis data dilakukan melalui proses analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data, analisis deskriptif data, sintesis data kemudian penarikan kesimpulan (Kusumaningrum 2008). Reduksi data dilakukan dengan meringkas data kemudian mentabulasikannya kedalam perangkat data seperti tabel.

Pada penelitian ini data mengenai pemanfaatan hasil hutan dianalisis secara deskriptif kemudian direduksi dengan perangkat data seperti tabel. Hasil reduksi data digunakan untuk menghitung nilai hasil hutan dan kontribusi hasil hutan.

Menurut Bahruni (1999) untuk mengetahui nilai guna langsung dari suatu sumberdaya bisa digunakan beberapa metode namun dalam penelitian ini hanya digunakan dua metode yaitu:

(16)

5 Metode ini digunakan jika barang dan jasa hutan yang akan dinilai dijual di pasar (lokal, regional, nasional) sehingga ada harganya seperti kayu bulat (log) dan kayu bakar. Jika harga barang suatu sumberdaya terdistorsi maka harga yang digunakan adalah harga bayangannya

(shadow price).

2. Harga pengganti (surrogate price)

Barang atau jasa yang dinilai tidak dijual sehingga tidak ada harga pasarnya maka penilaian dapat dilakukan dengan beberapa metode: a. Harga substitusi (substitute price). Nilai barang didekati dari harga

barang substitusinya.

b. Harga substitusi tidak langsung (indirect substitute price), nilai barang didekati dari harga penggunaan lain dari barang substitusi. Setelah diketahui harga dari setiap jenis sumberdaya, kemudian dicari nilai hasil hutannya pertahun untuk setiap kategori hasil hutan menggunakan rumus berikut:

Nilai Jenis x = (Jumlah pengambilan jenis x dalam 1 bulan X Frekuensi pengambilan x dalam 1 bulan X Harga pasar jenis x) X 12

Nilai per kategori = (Nilai Jenis x1 + Nilai Jenis x2+...+Nilai Jenis xz)

Kontribusi hasil hutan dihitung terhadap pendapatan responden perbulan. Kontribusi yang dihasilkan berbentuk persentase sehingga bisa dilihat seberapa besar kontribusi nilai hasil hutan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berikut adalah cara perhitungannya:

Kontribusi hasil hutan = (Nilai hasil hutan yang dimanfaatkan dalam sebulan / total pendapatan selama sebulan) X 100%

Data lokasi penyebaran pemanfaatan hasil hutan di dalam kawasan TNGHS berbentuk titik-titik yang ditandai dalam GPS. Titik-titik tersebut dianalisis menggunakan program ArcGIS sehingga didapatkan peta penyebaran lokasi. Peta kemudian di overlay dengan peta zonasi TNGHS. Hasil overlay tersebut menghasilkan peta penyebaran yang menunjukan zonasi TNGHS tempat pemanfaatan hasil hutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kampung Hanjawar

(17)

6

10 Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.Secara geografis, batas- batas Kampung Hanjawar adalah sebagai berikut:

Sebelah timur : Taman Nasional Gunung Halimun Salak Sebelah barat : Kampung Legok Jeruk

Sebelah selatan : Taman Nasional Gunung Halimun Salak Sebelah utara : Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Temperatur rata-rata kampung Hanjawar sekitar 22-30oC.Curah hujan rata-rata per tahun adalah 2.500-3.000 mm. Kampung Hanjawar terletak pada ketinggian antara 600-1800m dari permukaan laut (dpl).Topografi kampung merupakan dataran yang berbukit-bukit dan dikelilingi oleh hutan TNGHS.

Jumlah penduduk Kampung Hanjawar adalah 130 orang dengan jumlah Kepala Keluarga 35 KK (data bulan September 2012).Tingkat pendidikan masyarakat Desa Hanjawar didominasi oleh lulusan Sekolah Dasar (SD), bahkan sebagian banyak yang tidak lulus SD. Hal ini dikarenakan fasilitas pendidikan yang ada sangat minim, untuk dapat mengakses SD Negeri penduduk harus berjalan kaki selama 2 jam.Letak SD terdekat berada di Kampung Nirmala.Alat transportasi yang dapat menjangkaunya adalah ojek, namun harga ongkos ojek mahal berkisar Rp.15.000 hingga Rp.20000.

Mata pencaharian penduduk didominasi oleh petani dan penambang emas liar. Hampir 100 % warga Kampung Hanjawar memiliki lahan garapan sehingga mata pencaharian utama adalah bertani, namun demikian di sela-sela kegiatan bertani terdapat beberapa masyarakat yang melakukan kegiatan penambangan emas baik penambangan secara langsung di gunung, maupun dengan membeli batu yang berisi kandungan emas kemudian disuling sendiri di rumah. Di Kampung Hanjawar tidak terdapat sarana pendidikan apapun.Sarana pendidikan terdekat adalah SD/MI swadaya masyarakat yang berada di Kampung Legok Jeruk.SD dan SMP negeri terletak di Kampung Nirmala. Jaraknya cukup jauh dari Kampung Hanjawar, dengan berjalan kaki dapat ditempuh selama 2 jam perjalanan. Prasarana transportasi yang terdapat di Kampung Hanjawar terdiri dari jalanan kampung yang diperkeras dengan batu yang memiliki lebar 2 meter.Ini adalah satu-satunya akses menuju kampung yang dapat dilewati kendaraan.

Desa Majasari

Desa Majasari terletak di Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, terbagi ke dalam tiga kampung yaitu kampung Majakawung (5 Rt 1 Kadus), Hegarmanah (7 Rt 1 Kadus) dan Majaharga (8 Rt 1 Kadus). Luas keseluruhan desa adalah 750 ha dengan pemukiman hanya menempati 15 ha. Dari 750 ha tersebut, sebanyak 170 ha masuk ke dalam kawasan TNGHS. Batas-batas desa:

Sebelah utara : Gunung Endut (Resort Gunung Butak TNGHS) Sebelah selatan : Desa Sukamaju

Sebelah timur : Desa Lebak Gedong Sebelah barat : Desa Ciparasi

(18)

7 tani dan Petani.Masyarakat Desa Majasari seluruhnya beragama islam, dengan etnis sunda.

Sarana pendidikan yang ada di Desa Majasari hanyalah 1 unit TK. Untuk SD, SMP dan SMA berada di luar Desa Majasari. Aksesibilitas menuju Desa Majasari masih belum memadai, jalan kelurahan/desa sepanjang 2,5 km dalam keadaan rusak, hingga kini masih dalam tahap perbaikan. Desa Majasari juga dilewati oleh jalan raya antar provinsi sepanjang 3 km, kondisinya sudah beraspal.Sarana transportasi di Desa Majasari hanya ada ojek dan angkutan desa. Desa Kutajaya

Desa Kutajaya terletak di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Desa Kutajaya sekitar 640,46 Ha dan berada di daerah aliran sungai Cicatih dan Cikole. Secara geografis, batas-batas Desa Kutajaya adalah sebagai berikut:

Sebelah utara : Kabupaten Bogor Sebelah timur : Desa Benda Sebelah selatan : Desa Pasawahan

Sebelah barat : Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Menurut kategori Smith dan Ferguson, Desa Kutajaya memiliki rata-rata curah hujan 500 mm/tahun dengan suhu rata-rata 21oC sampai dengan 31oC. Topografi desa merupakan dataran derbukit dengan ketinggian tempat antara 800 hingga 1.200 mdpl.Tingkat pendidikan masyarakat Desa Kutajaya didominasi oleh lulusan Sekolah Dasar (SD) dan lulusan dengan tingkat paling sedikit adalahPerguruan Tinggi (PT).Mata pencaharian penduduk didominasi oleh pedagang, buruh tani dan pengrajin industri.Sarana pendidikan yang ada di Desa Kutajaya adalah PAUD sebanyak 3 unit, RA sebanyak 3 unit, SD sebanyak 5 unit, SMP sebanyak 1 unit dan MTs sebanyak 2 unit. Sedangkan prasarana transportasi yang terdapat di Desa Kutajaya terdiri dari jalan aspal sepanjang 9 km, jalan diperkeras sepanjang 2 km, dan jalan tanah sepanjang 3,5 km

Pemanfaatan Sumberdaya Hutan

Pemanfaatan Sumberdaya Hutan TNGHS oleh Masyarakat Kampung Hanjawar, Desa Majasari dan Desa Kutajaya

(19)

8

bagaimana perubahan status tersebut mempengaruhi kehidupan mereka. Tidak hanya status yang berubah namun peraturan-peraturan mengenai kawasan hutan yang diberlakukan juga turut berubah. Berdasarkan hasil FGD, masyarakat mengetahui beberapa aturan formal dasar yang berlaku di TNGHS seperti:

1. Tidak boleh memperluas lahan garapan 2. Tidak boleh membuka lahan baru 3. Tidak boleh menebang pohon 4. Tidak boleh berburu satwa

Menurut pengakuan masyarakat, penegakan dari peraturan-peraturan tersebut di lapangan cukup ketat, apabila tertangkap tangan melanggar peraturan tersebut maka petugas akan menindak secara tegas sesuai dengan peraturan. Pada dasarnya, masyarakat Kampung Hanjawar mengerti tujuan dari penerapan peraturan tersebut, namun dalam pelaksanaannya masyarakat menilai aturan yang dibuat oleh TNGHS cukup berat untuk dilaksanakan. Hal ini menyebabkan masyarakat Kampung Hanjawar merasa sulit untuk mematuhi aturan karena sebagian besar kebutuhan masyarakat berasal dari hutan. Peraturan larangan berburu satwa di dalam kawasan TN berlaku untuk seluruh jenis satwa yang ada di dalam kawasan, padahal bagi masyarakat ada jenis satwa tertentu yang keberadaannya merupakan hama bagi kebun dan sawah mereka. Satwa tersebut adalah Babi Hutan (Sus scrofa). Babi hutan sangat merusak sawah dan kebun. Menurut pengalaman masyarakat, dalam satu kali penyerangan Babi hutan bisa merusak sekitar 30 hingga 40 % hasil panen dari sawah dan kebun. Meskipun merugikan masyarakat, pihak TNGHS melarang perburuan babi hutan. Hal ini karena babi hutan merupakan salah satu pakan dari Macan tutul (Panthera pardus melas). Jika babi hutan diburu, maka macan tutul ini akan kesulitan mencari pakan, dan tidak menutup kemungkinan untuk masuk ke pemukiman warga untuk memangsa hewan ternak milik penduduk. Kondisi ini memang merupakan sebuah dilema, namun demikian penduduk Kampung Hanjawar mengaku bersedia untuk diajak bekerjasama jika pihak TNGHS akan melakukan kegiatan pengamanan kampung dari serangan babi hutan.

Hutan memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat Kampung Hanjawar baik berbentuk barang maupun jasa lingkungan.Kehidupan masyarat Hanjawar masih sangat bergantung pada sumberdaya hasil hutan TNGHS.Masyarakat memanfaatkan hutan dengan tujuan utama untuk kebutuhan masyarakat pribadi tidak hanya untuk tujuan komersial. Barang dan jasa yang dimanfaatkan oleh masyarakat:

- Barang untuk kebutuhan sehari-hari seperti rumput dan sayuran

- Kebutuhan papan seperti daun tepus, awis,daun patat, aren, kayu bakar, bambu.

- Obat-obatan tradisional seperti jukut bau (obat luka luar), rene (jamu setelah melahirkan), kiurat (obat luka luar), dan monyenyen (obat gatal). - Satwa :sero (obat panas), landak, monyet ekor panjang (obat panas),

sigung, dan lasun

- Jasa : air sungai sebagai pembangkit listrik (microhydro), udara segar, air bersih (konsumsi)

(20)

9 hutan sebagai imbalan karena telah menjadi pemandu/guide bagi para tentara untuk memasuki hutan.Imbalan tersebut diberikan dalam bentuk piket yaitu sebidang tanah yang diperbolehkan di garap di dalam kawasan hutan.Luas 1 piket tidak diketahui secara pasti.Masyarakat Desa Majasari bukan termasuk masyarakat kasepuhan (Non Kasepuhan), namun keberadaan Desa Majasari dekat dengan salah satu desa kasepuhan yaitu Kasepuhan Citorek.Menurut informasi dari masyarakat, hutan disekitar Desa Majasari dahulu dikelola oleh Perum Perhutani, kemudian dikelola oleh PA lalu terakhir hingga sekarang dikelola oleh Taman Nasional Gunung Halimun Salak.Pada tahun 2007 masyarakat mengetahui adanya perubahan pengelolaan kawasan dari Perum Perhutani kepada TN. Pada tahun tersebut terjadi diskusi antara pihak TN dengan pihak aparat desa mengenai keberadaan TN. Pada tahun ini pula masyarakat diberikan informasi bahwa sebagian garapan mereka masuk ke dalam kawasan TN namun tidak ada diskusi mengenai batas antara lahan milik dengan kawasan. Penentuan batas diputuskan langsung oleh TN.Terdapat beberapa pal batas yang sudah ada sejak zaman Perhutani. Kawasan hutan sekitar Desa Majasari termasuk ke dalam kawasan TNGHS hasil perluasan pada tahun 2003.Namun baru pada tahun 2007-2008 masyarakat diberikan pemberitahuan mengenai perubahan status kawasan. Hasil diskusi masyarakat dengan TN diantaranya:

- Tidak ada pungutan lagi bagi masyarakat yang memiliki lahan garapan di dalam kawasan

- Masyarakat diperbolehkan menggarap di dalam kawasan TNGHS namun dilarang memperluas area lahan garapan

- Pungutan tetap ada namun dialokasikan untuk kas desa dan dikelola oleh desa

- Adanya zona rehabilitasi yang harus ditanami

- Dilarang menebang pohon

- Dilarang membunuh satwa

Beberapa peraturan formal TNGHS yang diketahui oleh masyarakat diantaranya:

- Tidak boleh mengambil hasil hutan apapun kecuali dari lahan garapan. Beberapa petugas memperbolehkan masyarakat mengambil hasil hutan selain kayu dari dalam hutan. Apabila menebang pohon dari lahan garapan maka harus mendapatkan surat izin terlebih dahulu dari pihak desa.

- Diwajibkan menanam kayu keras di dalam kawasan, baik di lahan garapan maupun di kawasan hutan yang lain, termasuk di sekitar sungai dan mata air

- Dilarang menebang pohon

- Dilarang membunuh satwa

(21)

10

diperjualbelikan. Untuk mendapatkan kayu, masyarakat bersedia membuat MoU dengan pihak TN, seperti peraturan jika menebang sebatang pohon, maka masyarakat diharuskan menanam 2 atau 100 bibit dengan jenis pohon yang sama dengan yang ditebang.Beberapa masyarakat yang menjadi responden mengatakan banyak warga yang takut pergi ke hutan dan mengambil hasil hutan, namun demikian ketika pendamping memasuki hutan, banyak ditemui masyarakat yang sedang memanggul kayu hasil tebangan, selain itu juga banyak terdengar suara mesin chain saw dari arah hutan. Ketika ditanyakan masyarakat mengaku itu adalah pohon dari lahan garapan, namun arah datangnya masyarakat yang membawa kayu bukan dari lahan garapan.Program kerjasama dengan masyarakat yang sudah ada adalah kegiatan penanaman dan reboisasi.Untuk program tersebut masyarakat mau diajak bekerjasama, diantaranya untuk pengumpulan bibit dan penanaman.

Desa Kutajaya merupakan salah satu desa pemekaran dari Desa Pesawahan pada tahun 1982. Pada tahun tersebut, pengelolaan hutan di sekitar Desa Kutajaya masih dipegang oleh Perhutani. Pada masa pengelolaan Perhutani, pemanfaatan hutan oleh masyarakat dilakukan secara sistem tumpang sari. Di sela-sela pohon Damar, masyarakat diperbolehkan menanam sayuran, singkong, maupun padi gogo. Selain sistem tumpang sari, pihak Perhutani menjanjikan masyarakat sistem 5:1 dan 10:1. Sistem 5:1 dan 10:1 merupakan kerjasama dimana masyarakat diminta untuk menanam pohon Damar, dalam setiap 5 pohon yang ditanam maka 1 pohon merupakan hak milik masyarakat. Begitupun dengan sistem 10:1, dalam 10 pohon Damar yang ditanam oleh masyarakat, 1 pohon diantaranya menjadi milik masyarakat. Akan tetapi menurut pengakuan masyarakat sistem ini tidak berjalan semestinya, bahkan hanya berbentuk janji belaka dan tidak terealisasi. Masyarakat yang menanam pohon Damar tidak pernah mendapatkan pohon haknya dan hanya menjadi buruh penyadap getah saja.

Pergantian pengelolaan dari Perhutani menuju Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) diketahui masyarakat sekitar tahun 2006-2007. Hutan sekitar Desa Kutajaya merupakan bagian dari wilayah perluasan Taman Nasional Gunung Halimun menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak pada tahun 2003. Pada masa pengelolaan oleh pihak TNGHS, awalnya masyarakat hanya mengetahui aturan tidak diperbolehkannya melakukan aktivitas apapun di dalam kawasan TNGHS. Akan tetapi setelah adanya sosialisasi di kantor balai TNGHS masyarakat kemudian diberikan informasi bahwa pemanfaatan seperti kayu bakar, rumput, maupun hasil hutan bukan kayu lainnya diperbolehkan akan tetapi dengan ketentuan harus ada nota kesepahaman maupun pembentukan Desa Konservasi terlebih dahulu dengan pihak TN. Saat ini di Desa Kutajaya telah ada kelompok masyarakat Gamelan yang mewadahi aktivitas pemanfaatan sumberdaya hutan TNGHS oleh masyarakat Desa Kutajaya. Salah satu programnya adalah penanaman padi gogo di sela-sela pohon Damar.

Subjek Pemanfaat

(22)

11 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Hasil Hutan

Hasil pengamatan pada masyarakat di tiga lokasi penelitian menunjukan beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan pemanfaatan hasil hutan. Faktor-faktor tersebut adalah karakteristik responden, kondisi geografis lokasi/desa, dan aksesibilitas. Secara teoritis karakteristik responden antara lain mencakup umur, pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, dan mata pencaharian, baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan (Baharudin 2006).

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan gambaran secara umum masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan. Pemahaman tentang karakteristik masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan sangat penting dalam upaya mempelajari interaksinya dengan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya (Baharudin 2006). Menurut Alikodra (1985) beberapa penyebab terjadinya interaksi yang cukup penting adalah:

1. Tingkat pendapatan masyarakat sekitar kawasan relatif rendah 2. Tingkat pendidikan relatif rendah

3. Rata-rata pemilikan lahan yang sempit dan kurang intensif pengelolaannya

4. Laju pertumbuhan penduduk yang pesat dengan kepadatan cukup tinggi. Umur

Umur berkorelasi positif dengan produktivitas kerja (umur produktif). Kategori umur yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik/BPS (2013) menyatakan bahwa penduduk muda yang berusia dibawah 15 tahun dianggap sebagai penduduk yang belum produktif karena secara ekonomis masih tergantung pada orang tua atau orang lain yang menanggungnya. Penduduk berusia diatas 65 tahun juga dianggap tidak produktif lagi.

Usia 15-64 tahun adalah usia kerja yang dianggap sudah produktif. Konsep ini menggambarkan berapa besar jumlah penduduk tidak produktif menggantungkan diri pada penduduk yang produktif. Sebanyak 78,9% responden di Hanjawar merupakan masyarakat yang masuk dalam kategori umur dewasa sedangkan 21,1 % lainnya masuk kategori umur tua. Responden di Desa Majasari 93,33% termasuk dalam kategori usia produktif sedangkan 6,67% termasuk kelompok usia tidak produktif. Hampir seluruh responden memiliki mata pencaharian utama sebagai pemanfaat hasil hutan khususnya aren. Mencari aren kemudian mengolahnya menjadi gula merah dan gula semut merupakan mata pencaharian utama. Kondisi responden di Desa Kutajaya juga sama dengan dua lokasi lainnya yaitu 100% responden merupakan kelompok usia produktif.

Hasil pengkategorian menunjukan para penduduk yang memanfaatkan hasil hutan sebagian besar adalah penduduk yang berusia produktif. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan bertani dan pemanfaatan hasil hutan merupakan kegiatan utama bagi sebagian besar masyarakat di ketiga desa. Indikasi terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan pada usia produktif menunjukan adanya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Karisma 2010).

(23)

12

Salah satu faktor lain yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan adalah tingkat pendidikan. Hal ini berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki, penguasaan teknologi, keterampilan, pola pikir, dan informasi yang diperoleh. Tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan pemanfaatan sumberdaya hutan terutama jenis-jenis komersil menjadi tidak terkendali yang akan berdampak negatif terhadap kelestarian sumberdaya hutan. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya hutan memerlukan keterampilan, teknologi dan cara berfikir yang memadai sehingga bisa mengolah dan menghasilkan sumberdaya bernilai tinggi dengan modal dasar dari sumberdaya hutan (Karisma 2010). Keterampilan yang baik akan menghasilkan pemikiran dan pengembangan produk inovasi sehingga akan mengurangi ketergantungan terhadap sumberdaya hutan.

Tingkat pendidikan seluruh responden dari ketiga lokasi penelitian menunjukan jenjang pendidikan hingga tingkat sekolah dasar (SD). Sebanyak 6,67% responden tidak pernah mengenyam pendidikan, 63,33% tidak lulus sekolah dasar (SD) dan 30% responden hanya lulus SD. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah minimnya fasilitas pendidikan. Kondisi ini juga menuntun masyarakat pada keterbatasan peluang jenis pekerjaan. Hasil penelitian Karisma (2010) mengenai studi ketergantungan masyarakat sekitar hutan terhadap sumberdaya hutan menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan semakin rendah. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan masyarakat sulit bersaing untuk memasuki lapangan pekerjaan. Pilihan yang tersedia diantaranya menjadi petani, buruh tani atau buruh perkebunan.

Mata Pencaharian

Terdapat dua jenis mata pencaharian utama responden yaitu petani dan buruh. Sebanyak 66,67 % responden memiliki mata pencaharian utama sebagai petani sedangkan 33,33% lainnya memiliki mata pencaharian sebagai buruh perkebunan dan buruh pabrik. Responden yang berprofesi sebagai petani biasanya memiliki atau menggarap sawah dan ladang di dekat bahkan di dalam kawasan TN. Hasil observasi selama 10 hari terhadap seluruh responden menunjukan intensitas masyarakat yang berprofesi sebagai petani memanfaatkan hasil hutan cukup tinggi seiring dengan intensitas para petani tersebut pergi ke sawah atau ladangnya.

Karisma (2010) menunjukan dalam model hasil penelitiannya bahwa mata pencaharian masyarakat memiliki nilai positif pada jenis pekerjaan buruh tani, wiraswasta dan buruh perkebunan yang menunjukan meningkatnya nilai total manfaat dari sumberdaya hutan.

Jumlah Anggota Keluarga

(24)

13 jumlah anggota keluarga paling sedikit yaitu 1-2 orang dan yang paling banyak yaitu 7-8 orang masing-masing 6,67%.

2. Kondisi Geografis Desa dan Aksesibilitas

Lokasi dan kondisi geografis tiap desa/kampung mempengaruhi masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan. Hal ini bisa dilihat pada jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan. Lokasi yang berada di daerah yang dikelilingi hutan dengan medan berbukit-bukit seperti kampung hanjawar dan desa majasari memiliki aksesibilitas yang sulit dan sarana prasarana transportasi yang minim. Kondisi ini membuat masyarakat kesulitan untuk mengakses kebutuhan dasar mereka seperti kebutuhan untuk pangan dan papan serta obat-obatan. Hal ini kemudian menjadikan masyarakat memanfaatkan sumberdaya alam yang ada disekitarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar tadi. Itulah sebabnya pemanfaatan di Kampung Hanjawar dan Desa Majasari yang cukup besar nilainya adalah pemanfaatan hasil hutan untuk keperluan pangan dan bahan bangunan serta peralatan rumah tangga.

Berbeda halnya dengan Desa Kutajaya yang lokasinya berada dekat dengan pusat perkotaan dan kondisi geografis yang datar seperti pemukiman masyarakat umumya menjadikan kemudahan bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Hal ini juga didukung oleh kondisi aksesibilitas dan sarana-prasarana transportasi yang sudah baik. Pemanfaatan terbesar justru pada pemenuhan kebutuhan pakan ternak. Kebutuhan akan bahan bangunan juga memiliki porsi yang cukup besar, namun bahan bangunan ini terbatas pada satu jenis yaitu bambu dan pemanfaatannya untuk kandang-kandang ternak.

Jenis Hasil Hutan yang Dimanfaatkan

Jenis Hasil Hutan yang dimanfaatkan dikelompokan berdasarkan pemanfaatannya. Terdapat 5 pengelompokan yaitu:

a. Hasil hutan untuk kebutuhan pangan b. Hasil hutan untuk kebutuhan obat-obatan

c. Hasil hutan untuk kebutuhan alat-alat rumah tangga d. Hasil hutan untuk bahan bangunan

e. Hasil hutan untuk kebutuhan pakan ternak f. Hasil hutan untuk kebutuhan kayu bakar

(25)

14

Gambar 2 Perbandingan pemanfaatan jenis hasil hutan di ketiga lokasi 1. Hasil hutan untuk kebutuhan pangan

Hasil hutan untuk kebutuhan pangan biasanya merupakan jenis-jenis untuk kebutuhan makan sehari-hari seperti sayuran, buah-buahan maupun lalapan. Banyaknya jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan dari ketiga lokasi penelitian berbeda-beda. Lokasi dengan jumlah jenis pemanfaatan untuk kebutuhan pangan terbanyak adalah Hanjawar sebanyak 24 jenis. Lokasi terbanyak selanjutnya adalah Majasari sebanyak 17 jenis, sedangkan Kutajaya merupakan lokasi dengan jumlah jenis pemanfaatan paling sedikit, hanya 5 jenis. Untuk detail jenisnya lihat Lampiran 1. Perbedaan jumlah jenis ini kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi geografis dan letak lokasi tempat-tempat tersebut. Hanjawar secara geografis berada di tengah perkebunan teh dan hutan TNGHS. Lokasinya seperti berada di tengah ceruk dikelilingi hutan dan kebun teh. Akses keluar masuk Hanjawar pun sulit. Satu-satunya prasarana transportasi hanyalah jalan berbatu-batu dengan lebar sekitar 3 m dan kondisinya sangat licin apabila terjadi hujan.Jalan tersebut terletak di tengah kebun teh Nirmala milik PTPN Nusantara, berkelok-kelok dan di beberapa tempat terdapat turunan yang cukup tajam.Akses yang cukup sulit ini membuat masyarakat sulit untuk keluar dari kampung. Untuk memenuhi kebutuhan barang sehari-hari, warung-warung di Hanjawar berbelanja sebulan sekali menggunakan truk. Kondisi ini membuat masyarakat Hanjawar memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari dari sumberdaya yang ada di sekelilingnya, termasuk hutan kawasan TNGHS.

(26)

15 Kutajaya memiliki kondisi yang berbeda. Lokasi Kutajaya berada memiliki akses menuju sumber pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti pasar atau toko cukup mudah. Pengambilan hasil hutan untuk kebutuhan pangan terbatas pada jenis-jenis lalapan dan sayuran dengan volume yang sedikit. Biasanya pengambilan ini dilakukan sambil masyarakat mencari kayu bakar atau rumput untuk pakan ternak.

2. Hasil hutan untuk kebutuhan obat-obatan

Lokasi yang memanfaatkan jenis untuk penggunaan obat-obatan terbanyak adalah Hanjawar sebanyak 30 jenis, lokasi kedua yaitu Majasari menggunakan 22 jenis tumbuhan untuk keperluan pengobatan sedangkan Kutajaya hanya menggunakan 4 jenis (lampiran 2). Jenis-jenis tumbuhan tersebut biasanya untuk mengobati penyakit-penyakit seperti batuk, pilek, asam urat, demam, sakit mata, obat pasca bersalin bagi para ibu, luka-luka ringan, dan lain-lain. Intensitas dan kuantitas pemanfaatan tumbuhan obat juga dipengaruhi oleh ketersediaan dan akses fasilitas medis di tiap lokasi penelitian. Fasilitas medis terdekat dari Kampung Hanjawar adalah bidan yang berada di Kampung Nirmala, sedangkan akses menuju fasilitas medis yang lebih memadai cukup sulit. Untuk Desa Majasari juga sama, hanya ada bidan dan posyandu saja. Namun demikian akses menuju fasilitas medis terdekat tidak terlalu sulit sehingga pemanfaatan tumbuhan obat untuk kepentingan pengobatan tidak intensif seperti di Kampung Hanjawar. Desa Kutajaya memiliki fasilitas medis Puskesmas pembantu 1 unit dan Polingdes 1 unit. Selain itu akses menuju fasilitas medis terdekat cukup mudah sehingga pemanfaatan tumbuhan obat untuk pengobatan tidak terlalu banyak lagi dilakukan.

3. Hasil hutan untuk kebutuhan alat rumah tangga

Alat-alat rumah tangga yang biasanya didapatkan dari hasil hutan diantaranya furniture seperti kursi dari rotan, alat pancing dari bambu, tali pengikat dari rotan, sapu dari awis, alat-alat dapur dari bambu, pembungkus nasi, keranjang, dan lain-lain. Total jenis yang digunakan oleh masyarakat Hanjawar adalah 6 jenis, Majasari 9 jenis dan Kutajaya 1 jenis. Jenis hasil hutan yang biasa digunakan adalah bambu, rotan, calik angin dan jenis-jenis lainnya (lampiran 3).

4. Hasil hutan untuk kebutuhan bahan bangunan

Rumah-rumah di Hanjawar merupakan rumah semi permanen yang berbahan dasar kayu dan bambu. Menurut masyarakat, mengingat akses yang sulit dan sarana transportasi yang minimsangat sulit untuk membawa bahan bangunan ke kampung mereka sehingga bahan baku rumah biasanya didapat dari hutan. Kondisi ini membuat masyarakat berharap adanya kemudahan dalam memanfaatkan hasil hutan terutama kayu dan bambu. Kondisi yang hampir sama juga terjadi di Majasari. Namun demikian di Majasari sudah banyak masyarakat yang membangun rumah permanen dengan bahan baku tembok dan bata. Akan tetapipengambilan hasil hutan untuk bahan bangunan jumlah jenis terbanyak justru terjadi di Majasari, yaitu sebanyak 7 jenis sedangkan di Hanjawar hanya 4 jenis dan di Kutajaya hanya 1 jenis (Lampiran 4).

5. Hasil hutan untuk kebutuhan kayu bakar

(27)

16

relatif luas. Terdapat banyak ranting-ranting dan cabang pohon yang jatuh dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kayu bakar sehingga kebutuhan kayu bakar masih bisa dipenuhi tanpa masyarakat harus menebang pohon yang masih hidup.

6. Hasil hutan untuk kebutuhan pakan ternak

Kegiatan pemanfaatan rumput dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Sebagian besar responden di ketiga lokasi penelitian memilki hewan ternak seperti kambing dan kerbau. Biasanya pengambilan dilakukan setiap hari sepanjang tahun. Dalam satu hari bisa dilakukan hingga 2 x pengambilan. Volume tiap kali pengambilan berkisar 35 kg hingga 40 kg.

Lokasi Pemanfaatan

Hasil pengamatan pada responden contoh dalam waktu 10 hari yang terekam di GPS menunjukan terdapat 14 lokasi pemanfaatan untuk Hanjawar, 10 lokasi untuk desa majasari dan 12 lokasi untuk desa kutajaya. Kawasan Taman Nasional termasuk TNGHS dibagi ke dalam zona-zona tertentu, setiap zona memiliki fungsi dan peruntukan masing-masing. Namun demikian, dalam kenyataan di lapangan tidak ada tanda yang jelas mengenai batasan areal tiap zona sehingga dalam praktek pemanfaatan hasil hutan masyarakat tidak memperhatikan zonasi dari lokasi yang dimanfaatkan.

a. Kampung Hanjawar

Gambar 3 Lokasi pemanfaatan di Kampung Hanjawar

(28)

17 Lokasi pemanfaatan Hasil Hutan berdasarkan gambar 16 dibagi ke dalam blok-blok. Blok-blok tersebut masuk ke dalam zona rimba dan zona pemanfaatan dalam kawasan TNGHS. Pemanfaatan hasil hutan terbanyak terdapat di zona pemanfaatan. Di zona rimba, masyarakat banyak memanfaatkan tumbuhan pangan, tumbuhan obat, kayu bakar, pakan ternak, dan lain-lain sedangkan di zona pemanfaatan masyarakat banyak memungut hasil hutan untuk keperluan kayu bakar, tumbuhan pangan, tumbuhan obat, keperluan alat rumah tangga seperti awis, bahan bangunan seperti bambu dan rumput untuk pakan ternak.

b. Desa Majasari

Gambar 4 Lokasi pemanfaatan di Desa Majasari

Terdapat 10 lokasi pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat di Desa Majasari yang terekam di GPS dan keseluruhannya masuk dalam kawasan TNGHS. Selain mengambil hasil hutan dilokasi tersebut biasanya masyarakat juga membuat saung/pondok kecil tidak permanen yang berbahan dasar bambu. Pondok tersebut digunakan sebagai tempat beristirahat dan mengolah aren menjadi gula aren. Lokasi pemanfaatan seperti ditunjukan pada gambar 17 terbagi ke dalam blok-blok tertentu. Blok-blok tersebut berada pada dua zona di dalam kawasan TNGHS resort gunung bongkok yaitu zona khusus dan zona rehabilitasi. Jumlah jenis terbanyak yang dimanfaatkan berada pada zona khusus sedangkan jumlah yang paling sedikit pemanfaatannya berada di zona rehabilitasi. Hanya beberapa jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat di zona rehabilitasi, jenis-jenis tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan bahan bangunan, kayu bakar, dan kebutuhan alat rumah tangga. Pada zona khusus masyarakat banyak memanfaatkan aren untuk diolah menjadi gula aren. Bagi sebagian masyarakat kegiatan mengolah aren merupakan sumber mata pencaharian utama disamping bertani. Hasil olahan aren menjadi gula dijual oleh masyarakat baik dijual di pasar langsung maupun dijual ke tetangga.

(29)

18

Lokasi pemanfaatan di Desa Kutajaya juga berada di dalam kawasan TNGHS yang terbagi dalam blok-blok. Lokasi pemanfaatan tersebut masuk ke dalam tiga zona di dalam kawasan TNGHS resort kawah ratu yaitu zona rehabilitasi, zona rimba dan zona tradisional. Menurut pengakuan masyarakat, di dalam area pemanfaatan yang masuk ke dalam zona rimba sering dtemukan satwaliar seperti burung dan monyet. Namun belum diketahui pasti jenis burung dan monyet yang sering ditemui oleh masyarakat termasuk ke dalam jenis apa. Masyarakat hanya mengatakan bahwa ukuran burung yang sering ditemui cukup besar jika dibandingkan dengan jenis-jenis burung umumnya yang sering dilihat oleh masyarakat

Gambar 5 Lokasi pemanfaatan di Desa Kutajaya

Jenis-jenis yang dimanfaatkan dari zona rehabilitasi diantaranya adalah hasil hutan untuk kayu bakar, pakan ternak dan bahan bangunan seperti bambu. Di dalam zona rimba masyarakat juga mengambil rumput untuk pakan ternak, rotan dan kayu bakar. Sedangkan di zona tradisional lebih bervariasi yaitu hasil hutan untuk kebutuhan pangan, kayu bakar, tanaman pangan dan tanaman obat. Di dalam zona tradisional masyarakat juga melakukan pengambilan getah damar. Hal ini menunjukan lokasi hutan agathis berada di dalam zona tradisional (Gambar 18).

Zonasi untuk Pemanfaatan di Taman Nasional

(30)

19 dalam beberapa wilayah/zona sesuai fungsinya sehingga aktivitas/kegiatan yang dilakukan didalam kawasan harus disesuaikan dengan zonasinya. Penetapan zona TN didasarkan pada fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Dalam Permenhut No. P.56/Menhut-II/2006 disebutkan bahwa di dalam TN setidaknya terdapat 4 zona yaitu zona inti, zona rimba (zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan), zona pemanfaatan dan zona lainnya. Zona lainnya ini antara lain zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi-budaya-sejarah, dan zona khusus.

Hasil pengolahan data GPS ketiga lokasi penelitianmenunjukan lokasi pemanfaatan masyarakat di dalam kawasan termasuk ke dalam 5 zona, yaitu zona rimba dan zona pemanfaatan untuk Kampung Hanjawar, zona khusus dan zona rehabilitasi untuk Desa Majasari serta zona rimba, zona rehabilitasi dan zona tradisional di Desa Kutajaya. Data ini menunjukan pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat tidak dibatasi oleh zonasi. Jika merujuk pada fungsi masing-masing zona, hanya zona tradisional saja yang memperbolehkan adanya pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat. Berikut adalah fungsi masing-masing zona berdasarkan Permenhut No. P.56/Menhut-II/2006:

1. Zona rimba untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti.

2. Zona pemanfaatan untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya.

3. Zona tradisional untuk pemanfaatan potensi tertentu taman nasional oleh masyarakat setempat secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

4. Zona rehabilitasi untuk mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak menjadi atau mendekati ekosistem alamiahnya.

5. Zona khusus untuk kepentingan aktivitas kelompok masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut sebelum ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional dan sarana penunjang kehidupannya, serta kepentingan yang tidak dapat dihindari berupa sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik.

(31)

20

Namun demikian, masih belum pasti apakah aktivitas kelompok masyarakat tersebut mencakup pemanfaatan hasil hutan secara langsung. Desa Kutajaya merupakan satu-satunya lokasi penelitian yang berdekatan dengan zona tradisional sehingga pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat seharusnya secara ilegal diperbolehkan. Selain itu masyarakat Desa Kutajaya juga memiliki kesempatan yang besar untuk bisa memanfaatkan hutan agathis di sekitar desanya. Hal ini merujuk pada fungsi zona tradisional yaitu untuk pemanfaatan potensi taman nasional oleh masyarakat secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan. Hutan agathis tersebut termasuk ke dalam zona tradisional.

Adanya pemanfaatan hasil hutan secara langsung di zona rimba, zona rehabilitasi dan zona pemanfaatan tidak dapat dihindari. Hal ini karena keberadaan masyarakat yang dekat dengan areal zona-zona tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kebutuhan masyarakat sehari-hari terdapat di areal tersebut. Hasil wawancara dengan masyarakat di Kampung Hanjawar menunjukan bahwa masyarakat mengetahui tentang zonasi di dalam taman nasional. Begitu juga dengan masyarakat Desa Kutajaya. Hanya masyarakat Desa Majasari yang belum mengetahui tentang adanya zonasi-zonasi tersebut. Pengetahuan mengenai keberadaan zonasi memang penting namun harus dibarengi dengan pemahaman akan fungsi dari zonasi-zonasi tersebut. Selain itu di lapangan tidak ada batas jelas dari zonasi tersebut sehingga masyarakat tidak bisa menentukan sampai dimana mereka bisa melakukan pemanfaatan.

Zonasi TNGHS sudah diresmikan pada tahun 2013. Meskipun penetapan zonasi ini sudah final namun kondisi masyarakat sekitar yang memanfaatkan hasil hutan di dalam kawasan TNGHS tidak bisa diabaikan.

Volume dan Frekuensi Pemanfaatan

Waktu dilakukannya pemanfaatan hasil hutan dan frekunsinya bergantung pada jenis hasil hutan. Untuk kebutuhan sehari-hari seperti kayu bakar, bahan pangan termasuk diantaranya sayuran dan pakan ternak, biasanya masyarakat mengambilnya rutin setiap hari. Rata-rata jumlah kayu bakar yang diambil per harinya adalah 1 hingga 2 ikat atau setara dengan 20-25 kg. Aktivitas ini dilakukan 1 hingga 7 kali per minggu tergantung persediaan kayu bakar di rumah. Apabila jumlah persediaan menipis maka frekuensi pengambilan kayu bakar menjadi lebih sering. Aktivitas pengambilan kayu bakar ini juga dipengaruhi oleh musim. Pada saat musim kemarau aktivitas meningkat namun bila musim hujan tiba maka aktivitas pengambilan kayu bakar menurun. Masyarakat memanfaatkan kayu bakar untuk keperluan memasak di rumah. Hal ini juga berlaku untuk pemanfaatan hasil hutan kebutuhan pangan seperti sayuran dan buah-buahan. Biasanya ketika masuk ke dalam hutan selain mengambil rumput atau kayu bakar masyarakat juga mengambil sayur-sayuran dan buah yang mereka temui. Hal yang sama juga mereka lakukan ketika bertani di ladang atau sawah. Jumlah hasil hutan yang diambil tak menentu apabila diperkirakan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

(32)

21 Pemanfaatan hasil hutan untuk keperluan obat-obatan hanya dilakukan ketika dibutuhkan, selain itu jumlah yang diambil pun sedikit dan hanya mencukupi untuk kebutuhan saat itu juga. Frekuensi pemanfaatan juga tak menentu. Hal ini juga berlaku untuk pemanfaatan hasil hutan untuk keperluan peralatan rumah tangga/furniture dan bahan bangunan. Pemanfaatan bambu, rotan, dan jenis-jenis lainnya dilakukan hanya ketika dibutuhkan saja, namun tidak ada musim-musim khusus sehingga hal ini bisa berlangsung sepanjang tahun.

Pemanfaatan yang paling sering dilakukan di desa majasari adalah pemanfaatan aren untuk dijadikan gula merah/gula aren. Responden yang diamati seluruhnya memiliki pondok atau saung di tengah hutan untuk mengolah aren menjadi gula merah. Di sekitar pondok tersebut juga terdapat tanaman sayuran dan buah-buahan yang dimanfaatkan oleh responden.

Nilai dan Kontribusi Hasil Hutan

World Bank (1998) mengklasifikasikan 3 nilai dari sumberdaya yaitu nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung dan nilai bukan guna. Nilai guna langsung diperoleh dari barang-barang yang dihasilkan, dikonsumsi dan digunakan langsung. Dalam konteks hutan, contoh nilai guna langsung adalah nilai yang diperoleh dari kayu, pemanenan hasil hutan selain kayu seperti buah-buahan, tumbuh-tumbuhan dan jamur, atau dari berburu dan memancing.

Untuk menghitung nilai hasil hutan pada penelitian ini digunakan metode harga pasar (market price) dan harga pengganti (surrogate price) sehingga dalam penghitungan nilai hasil hutan, nilai suatu jenis hasil hutan dilihat dari harga jenis tersebut di pasaran. Jika suatu jenis tidak diperjual belikan di pasaran maka digunakan harga dari pengganti jenis tersebut. Melalui metode ini dapat dilihat berapa nilai yang setara dengan hasil hutan yang dimanfaatkan dan biaya yang harus dikeluarkan jika hasil hutan yang dimanfaatkan tidak dapat dipenuhi dari hutan atau harus diganti dengan barang substitusi lain. Tabel 1 menunjukan nilai dari masing-masing kategori hasil hutan selama 1 tahun. Nilai ini bukan nilai dari hasil hutan yang dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat dari tiap lokasi penelitian sehingga nilai yang disajikan jumlahnya jauh lebih kecil dari nilai sebenarnya. Tabel tersebut memperlihatkan hasil dari selama 10 hari pengamatan terhadap 10 responden contoh, dengan estimasi masyarakat memanfaatkan setiap hasil hutan secara kontinyu dalam setahun dengan volume dan frekuensi yang konstan.

(33)

22

biasanya dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan diantaranya adalah jenis-jenis untuk dikonsumsi sehari-hari seperti sayuran dan lalapan.

Tabel 1 Nilai hasil hutan dalam setahun

No Kategori hasil

5. Bahan bangunan Rp. 23.832.000 Rp. 7.470.000 Rp. 29.664.000

6. Peralatan rumah tangga

Rp. 7.638.000 Rp. 13.626.000 Rp. 2.628.000

Jumlah Rp. 64.867.600 Rp. 173.264.400 Rp. 58.867.200

Rata-rata pendapatan/kampung

Rp. 6.486.760 Rp. 17.326.440 Rp. 5.886.720

Nilai pemanfaatan hasil hutan terbesar di Kampung Hanjawar berasal dari pemanfaatan untuk pakan ternak (Rp. 24.480.000) dan bahan bangunan (Rp. 23.832.000) untuk bahan bangunan. Karakteristik masyarakat Kampung Hanjawar adalah masyarakat agrikultural dengan mata pencaharian utama masyarakatnya bertani dan berkebun. Selain bertani dan berkebun, setiap keluarga biasanya memiliki hewan ternak seperti ayam, bebek, kambing dan kerbau. Hal ini menjadikan kebutuhan pakan ternak di Kampung Hanjawar cukup besar. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Kampung Hanjawar memiliki aksesibilitas yang cukup sulit sehingga kebutuhan bahan bangunan yang cukup besar dipenuhi dari hutan sekitar. Bahan bangunan yang umum digunakan dan dalam jumlah yang besar adalah bambu. Bambu biasanya digunakan sebagai pondasi awal rumah serta sebagian besar material rumah berasal dari bambu.

Tidak jauh berbeda dengan Kampung Hanjawar, di Desa Kutajaya nilai pemanfaatan terbesar juga berasal dari pemanfaatan bahan bangunan dan pakan ternak sebesar Rp. 29.664.000 dan Rp. 19.440.000. Bahan bangunan yang diambil dari kawasan juga bambu yang digunakan untuk bahan material rumah atau kandang ternak.

Berbagai pemenuhan kebutuhan masyarakat sehari-hari dari hasil hutan merupakan kontribusi yang nyata dari keberadaan hutan khususnya kawasan TNGHS bagi masyarakat. Hal ini selain karena nilainya yang cukup tinggi, pemanfaatan hasil hutan biasanya digunakan untuk kebutuhan dasar seperti pangan, obat dan papan. Pemenuhan kebutuhan dasar dari hutan dapat mereduksi pengeluaran masyarakat dalam biaya kehidupan sehari-hari. Selain itu banyak masyarakat juga memiliki sumber mata pencaharian dari kawasan seperti adanya pemanfaatan aren di Desa Majasari. Rata-rata kontribusi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

(34)

23 responden mendapatkan nilai 100% karena pendapatan utama mereka adalah pemanfaatan hasil hutan seperti menyadap aren. Rata-rata angka persen kontribusi terbesar berada di desa majasari. Hal ini karena sebagian besar responden merupakan para penyadap aren yang mendapatkan pendapatan utama dari menyadap aren untuk kemudian dijadikan gula merah dan dijual. Rata-rata kontribusi dengan nilai yang paling kecil berada di Desa Kutajaya. Jika melihat karakteristik masyarakat dan lokasi Desa Kutajaya, maka pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat di Desa Kutajaya tidak sebesar di Desa Majasari dan Kampung Hanjawar. Rata-rata kontribusi pemanfaatan hasil hutan yang juga cukup besar untuk Kampung Hanjawar menunjukan lokasi enclave yang dikelilingi kawasan memungkinkan interaksi masyarakat dengan hutan yang cukup tinggi.

Tabel 2 Rata-rata persen kontribusi hasil hutan terhadap pemasukan masyarakat

No Lokasi Penelitian Rata-rata kontribusi hasil hutan

1. Kampung Hanjawar 42,63%

2. Desa Majasari 78,84%

3. Desa Kutajaya 24,95%

Kehidupan masyarakat yang dekat dengan hutan menjadikan masyarakat sering keluar masuk hutan untuk memungut hasil hutan. Darusman (1992) diacu dalam Birgantoro (2008) menjelaskan bahwa hubungan antara masyarakat desa sekitar hutan dengan kawasan hutan disekitarnya merupakan hubungan yang cukup erat, khususnya aspek ekonomi, kebutuhan pangan dan kebutuhan kesehatan. Hutan telah memberikan berbagai keperluan rumah tangga, baik sumber energi, vitamin, mineral, dan kalori bagi keperluan hidup sehari-hari. Secara ekologis, hutan merupakan lingkungan hidup bagi masyarakat sekitarnya. Secara ekonomi, hutan mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan dan menjual hasil hutan non kayu. Ketergantungan masyarakat desa sekitar hutan terhadap keberadaan sumberdaya hutan terlihat dari banyaknya masyarakat yang menjadikan hutan sebagai sumber pendapatan dan pekerjaan.

Persen kontribusi yang besar membuat masyarakat di hadapkan pada dua kondisi. Kondisi pertama, terlihat bagaimana peran hutan dan pentingnya sumberdaya hutan bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini jika dikelola dengan baik maka bisa digunakan sebagai salah satu alasan dalam mengajak masyarakat untuk menjaga bersama-sama kawasan yang merupakan sumberdaya penting bagi mereka. Di sisi lain, kontribusi hasil hutan terhadap masyarakat menunjukan kegiatan pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat cukup aktif, sehingga apabila tidak dikelola dan dikontrol dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif bagi kawasan TNGHS. Namun, kontrol dari pengelola yang tidak tepat dapat menimbulkan potensi konflik antara masyarakat dengan TNGHS.

Pemanfaatan Sumberdaya Berkelanjutan

(35)

24

sekitarnya. Interaksi ini salah satunya adalah kegiatan pemanfaatan hasil hutan/sumberdaya hutan. Masyarakat di Kampung Hanjawar, Desa Majasari dan Desa Kutajaya sudah bermukim di sekitar hutan Gunung Halimun Salak sebelum TNGHS ditetapkan. Penetapan kawasan TNGHS beserta pembagian zonasi serta peraturan yang berlaku di taman nasional memiliki dampak terhadap masyarakat. Dampak tersebut seperti terbatasnya akses masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan.

Namun demikian, terbatasnya akses masyarakat tidak lantas menjadikan masyarakat menghentikan aktivitas pemanfaatan hasil hutan. Hal ini karena jenis-jenis yang dimanfaatkan digunakan untuk kebutuhan dasar seperti pangan, papan, obat, dan pakan ternak. Pemanfaatan kebutuhan sehari-hari ini merupakan kebutuhan kontinyu dan jangka panjang. Meskipun peraturan taman nasional sangat jelas bahwa kegiatan pemanfaatan hasil hutan hanya boleh dilakukan di zona tradisional dan zona khusus namun kegiatan pemanfaatan oleh masyarakat tidak mengenal zonasi. Jika melihat data pemanfaatan , diketahui bahwa jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan hanya terbatas pada jenis-jenis untuk kebutuhan sehari-hari dengan volume dan frekuensi yang tidak terlalu signifikan. Jenis-jenis yang dimanfaatkan juga bukan jenis key species yang memiliki pengaruh terhadap kawasan dan ekosistem.

Hasil penelitian CIFOR pada tahun 2012 mengenai dampak kegiatan pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat terhadap key species satwa seperti Macan kumbang (Panthera pardus), Owa jawa (Hylobates moloch), dan Elang jawa (Spizaetus bartelsi) menunjukan bahwa tidak ada efek negatif dari pemanfaatan hasil hutan yang dilakukan masyarakat di Kampung Hanjawar, Desa Majasari, dan Desa Kutajaya terhadap konservasi biodiversitas TNGHS di sekitar kawasan desa-desa tersebut. Hasil penelitian ini juga menunjukan aktivitas pemanfaatan masyarakat tidak terlalu jauh dari batas kawasan TNGHS. Jika dilihat dari perspektif pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat lokal, area yang dekat dengan batas kawasan merupakan area yang sering digunakan untuk aktivitas pemanfaatan seperti pemanfaatan kayu bakar dan pakan ternak. Pengambilan kayu bakar tidak akan mempengaruhi sumber pakan satwa-satwa kunci tersebut. Begitupun dengan pemanfaatan rumput dan bambu.

(36)

25 Tabel 3 Beberapa aspek dalam upaya pemanfaatan hasil hutan secara

lestari

No Aspek Strategi pemanfaatan

1. Komoditas a. Jenis yang memiliki kemampuan

memulihkan diri secara cepat (quick recovery)

b. Memiliki potensi ekonomi tinggi

c. Memiliki potensi tinggi untuk dibudidayakan d. Bukan spesies yang dilindungi

a. Intensitas pemanfaatan jelas (reguler >< insidental)

b. Teknik pemanenan yang ramah lingkungan\ c. Menyisakan permudaan alami

d. Memperhatikan zonasi lokasi pemanfaatan e. Alat yang digunakan tidak menyebabkan

kerusakan ekosistem (contoh: penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya)

4. Peraturan a. Adanya aturan yang jelas mengenai jenis yang boleh dan tidak boleh dimanfaatkan b. Adanya MoU antara TN dengan masyarakat

mengenai pemanfaatan hasil hutan

(37)

26

Hasil pengamatan di lapangan dan analisis data-data penelitian, dapat direkomendasikan beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh TN untuk masyarakat di ketiga lokasi. Tindakan atau bisa disebut juga program berbeda untuk masing-masing lokasi. Hal ini karena masing-masing lokasi memiliki keunikan tersendiri dan potensi sumberdaya yang berbeda. Program-program tersebut yaitu:

1. Pengembangan Pemanfaatan Aren Bagi Masyarakat Desa Majasari Berdasarkan hasil perhitungan nilai sumberdaya hutan yang telah dilakukan, nilai sumberdaya aren menunjukan hasil yang besar. Hanya dari 10 orang responden saja dalam waktu setahun omset yang dihasilkan mencapai ratusan juta rupiah. Bahkan jumlah tersebut didapatkan dari pemanenan dan pengolahan aren secara tradisional. Kawasan TNGHS daerah Lebak Provinsi Banten memang memiliki populasi aren yang cukup banyak. LSM Japan Environtmental Education Foundation (JEEF) yang mendampingi masyarakat Desa Cikuning (Desa tetangga Majasari) dalam melakukan pengembangan dan pemberdayaan pengolahan produk gula dari aren mengemukakan bahwa hasil yang didapat dari pengolahan produk gula aren cukup menguntungkan. Selain dibuat gula merah, komoditi yang memiliki nilai jual tinggi adalah gula semut. Gula semut merupakan hasil olahan dari aren yang dibuat meyerupai gula putih dari tebu. Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dalam memanfaatkan aren di desa majasari bisa menjadi jalan bagi masyarakat untuk mendapatkan keuntungan dari hutan tanpa harus melakukan pemungutan sumberdaya secara langsung. Pendapatan dari pengolahan aren bisa menjadi substitusi bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

2. Pemanfaatan Getah Damar Di Desa Kutajaya

Kawasan TNGHS yang berbatasan langsung dengan Desa Kutajaya adalah kawasan bekas Perhutani yang ditanami oleh pohon damar (Agathis damara). Areal hutan damar ini cukup luas dengan kondisi pohon damar yang sudah memasuki umur yang bisa dipanen getahnya. Potensi pemanenan getah damar di desa kutajaya cukup tinggi, sehingga dapat menjadi alternatif pemanfaatan hasil hutan yang menguntungkan secara ekonomi bagi masyarakat desa kutajaya. Meskipun demikian, hingga saat ini masyarakat tidak bisa serta merta melakukan pemanenan getah damar. Hal ini karena area hutan damar tersebut telah diklaim oleh masyarakat Desa Tenjolaya (desa tetangga Kutajaya) sebagai pihak yang berhak melakukan pemanenan di areal tersebut. Hasil wawancara dengan masyarakat dan LSM yang melakukan pendampingan di Desa Kutajaya, pemanfaatan getah damar di dalam kawasan TNGHS harus didahului dengan adanya MoU dengan pihak TN. Hasil studi literatur dokumen pemanfaatan HHBK TNGHS dan wawancara dengan pengelola TN diketahui bahwa belum ada MoU antara TNGHS dengan pihak manapun terkait pemanenan getah damar tersebut.

Gambar

Gambar 1  Lokasi penelitian di TNGHS
Gambar 2  Perbandingan pemanfaatan jenis hasil hutan di ketiga lokasi
Gambar 3  Lokasi pemanfaatan di Kampung Hanjawar
Gambar 4  Lokasi pemanfaatan di Desa Majasari
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jenis hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Leuser adalah air, asam glugur, daun rumbia,

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kesesuaian Habitat Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas G. Cuvier) di Resort Gunung Botol Taman Nasional

Oleh karena itu, dibutuhkan rancang bangun sistem pemanfaatan sumberdaya hutan Resort Mandalawangi oleh masyarakat sekitar kawasan untuk bentuk pemanfaatan tertentu

Penelitian ini bertujuan untuk : mengidentifikasi jenis-jenis dan nilai ekonomi hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa sekitar hutan Suaka Marga Satwa

Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan pada umumnya sangat bergantung pada sumberdaya hutan untuk memenuhi kebutuhan

Hasil analisis uji kesesuaian beberapa jenis anakan pohon terhadap kelas penutupan kanopi hutan kawasan hutan Resort Cidahu, Taman Nasional Gunung Halimun–Salak..

HASIL Keanekaragaman jenis pohon di hutan alam kawasan Bukit Berbakti, TNGHS pada luasan 1 hektar, tercatat sebanyak 46 jenis pohon yang termasuk dalam 38 marga dari 27 suku

Dijelaskan juga dalam hasil penelitian Falah 2013 tentang keragaman jenis dan pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat oleh masyarakat sekitar hutan lindung Gunung Beratus Kalimantan Timur,