• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Sinbiotik Ubi Jalar Merah dan Ragi Tape pada Periode Berbeda terhadap Kecernaan Nutrien dan Energi Termetabolis pada Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Sinbiotik Ubi Jalar Merah dan Ragi Tape pada Periode Berbeda terhadap Kecernaan Nutrien dan Energi Termetabolis pada Ayam Broiler"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN SINBIOTIK UBI JALAR MERAH DAN RAGI TAPE

PADA PERIODE BERBEDA TERHADAP KECERNAAN

NUTRIEN DAN ENERGI TERMETABOLIS

PADA AYAM BROILER

HARYONO

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemberian Sinbiotik Ubi Jalar Merah dan Ragi Tape pada Periode Berbeda terhadap Kecernaan Nutrien dan Energi Termetabolis pada Ayam Broiler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Haryono

(4)

ABSTRAK

HARYONO. Pemberian Sinbiotik Ubi Jalar Merah dan Ragi Tape pada Periode Berbeda terhadap Kecernaan Nutrien dan Energi Termetabolis pada Ayam Broiler. Dibimbing oleh ASEP SUDARMAN dan WIDYA HERMANA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek penambahan sinbiotik 3% ubi jalar merah dan 0.75% ragi tape sebagai feed additive terhadap kecernaan nutrien dan energi termetabolis ayam broiler pada periode yang berbeda. Materi yang digunakan adalah 24 ekor ayam broiler jantan umur 6 minggu. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari lima perlakuan yaitu P1 = Pakan komersial, P2 = Pakan basal, P3 = P2 + sinbiotik (periode starter-finisher), P4 = P2 + sinbiotik (periode starter saja), P5 = P2 + sinbiotik (periode

finisher saja) dengan empat ulangan. Peubah yang diukur yaitu kecernaan bahan kering, kecernaan lemak kasar, kecernaan serat kasar, energi metabolis dan retensi nitrogen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan sinbiotik memberikan pengaruh nyata (P<0.05) meningkatkan kecernaan bahan kering, kecernaan lemak kasar, dan energi termetabolis, tetapi tidak berpengaruh terhadap kecernan serat kasar dan retensi nitrogen. Penggunaan sinbiotik periode starter menunjukkan pengaruh terbaik dalam meningkatkan kecernaan bahan kering dan energi termetabolis.

Kata kunci: energi metabolis, kecernaan nutrien, periode berbeda, ragi tape, sinbiotik, ubi jalar merah

ABSTRACT

HARYONO. Effect of Synbiotic Red Sweet Potato meal and Tape Yeast Addition at Different Periods on Nutrient Digestibilities and Metabolizable Energy of Broiler Chicken. Supervised by ASEP SUDARMAN and WIDYA HERMANA.

This research aimed to observe the addition effects of synbiotic 3% red sweet potato meal and 0.75% tape yeast (fermented cassava) as feed additive on feed metabolizable energy and digestibility of broiler at different periods of rearing. Twenty four male of six weeks old broilers were used. The experimental design used was Completely Randomized Design (CRD) consisting of five treatments. P1 = Commercial diet, P2 = Basal diet, P3 = P2 + synbiotic (starter-finisher periode), P4 = P2 + synbiotic (starter periode), P5 = P2 + synbiotic (finisher periode) with four replicates. Variables measured were digestibility of dry matter, crude fat, crude fiber, metabolizable energy, and nitrogen retention. The results showed that the addition of synbiotic significantly increased (P<0.05) dry matter digestibility, crude fat digestibility, and metabolizable energy, but did not affected crude fiber and nitrogen retention . The synbiotic addition during starter periode showed the best effect on increasing dry matter digestibility and metabolizable energy.

(5)

HARYONO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

PEMBERIAN SINBIOTIK UBI JALAR MERAH DAN RAGI TAPE

PADA PERIODE BERBEDA TERHADAP KECERNAAN

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pemberian Sinbiotik Ubi Jalar Merah dan Ragi Tape pada Periode Berbeda terhadap Kecernaan Nutrien dan Energi Termetabolis pada Ayam Broiler

Nama : Haryono NIM : D24100082

Disetujui oleh

Dr Ir Asep Sudarman, M Rur Sc Pembimbing I

Dr Ir Widya Hermana, M Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, M Si Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini adalah Pemberian Sinbiotik Ubi Jalar Merah dan Ragi Tape pada Periode Berbeda terhadap Kecernaan Nutrien dan Energi Termetabolis pada Ayam Broiler.

Seiring berkembangya industri ayam broiler penggunaan antibiotik tidak dapat dihindarkan. Akan tetapi, beberapa negara maju seperti di Eropa dan Amerika, telah melakukan pembatasan terhadap penggunaan antibiotik, bahkan di tahun 2006 Uni Eropa melarang penggunaan antibiotik. Hal ini dilakukan karena faktor keamanan yang perlu dipertimbangkan dari residu antibiotik yang digunakan. Sinbiotik dari campuran tepung ubi jalar merah dan ragi tape dipilih sebagai bahan penelitian karena sinbiotik dapat menggantikan peran antibiotik. Penggunaan sinbiotik ini telah terbukti dapat meningkatkan performa ayam broiler, tetapi metode pemberian ransum bersinbiotik pada periode yang berbeda belum dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui metode pemberian ransum bersinbiotik tersebut.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Materi 2

Ternak 2

Pakan 2

Kandang dan Peralatan 3

Waktu dan Lokasi 3

Prosedur 3

Perbanyakan Ragi Tape 3

Tahapan Persiapan Kandang Metabolis 3

Metode Pengumpulan Sampel 4

Rancangan dan Analisis Data 4

Perlakuan 4

Rancangan Percobaan 5

Peubah yang Diukur 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kecernaan Bahan Kering 7

Kecernaan Lemak Kasar 8

Kecernaan Serat Kasar 9

Reetensi Nitrogen 10

Konsumsi Energi dan Ekskresi Energi 12

Energi Termetabolis 13

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 17

(11)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi bahan pakan dan kandungan nutrien ransum basal 2 2 Komposisi dan kandungan nutrisi ransum penelitian 3 3 Konsumsi BK, kadar BK ekskreta dan kecernaan bahan kering 7 4 Konsumsi LK, kadar LK ekskreta dan kecernaan lemak kasar 8 5 Konsumsi SK, kadar SK ekskreta dan kecernaan serat kasar 10

6 Konsumsi N, ekskresi N dan retensi N 11

7 Konsumsi pakan, konsumsi energi, berat ekskreta dan ekskresi energi 12 8 Nilai energi metabolis semu (EMS), energi metabolsi murni (EMM),

energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) dan energi metabolis

murni terkoreksi nitrogen (EMMn) 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 ANOVA kecernaan bahan kering 17

2 Uji lanjut Duncan kecernaan bahan kering 17

3 ANOVA kecernaan lemak kasar 17

4 Uji lanjut Duncan kecernaan lemak kasar 17

5 ANOVA kecernaan serat kasar 17

6 ANOVA retensi nitrogen (%) 18

7 Uji lanjut Duncan retensi nitrogen (%) 18

8 ANOVA ekskresi energi 18

9 Uji lanjut Duncan ekskresi energi 18

10 ANOVA energi metabolis semu terkoreksi nitrogen 18 11 Uji lanjut Duncan energi metabolis semu terkoreksi nitrogen 19

12 Teknik perbanyakan ragi tape 19

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dan pendapatannya yang diikuti kesadaran akan gizi menyebabkan permintaan produk hewani menjadi tinggi, salah satunya adalah daging ayam broiler. Hal ini didukung oleh data konsumsi protein per kapita di Indonesia setiap tahun meningkat. Pada tahun 2009 konsumsi protein sebanyak 54.35 g orang-1 hari-1, tahun 2010 sebanyak 55.01 g orang-1 hari-1, dan pada tahun 2011 mencapai 56.25 g orang-1 hari-1 (Badan Pusat Statistika 2012).

Tingginya permintaan daging ayam memicu industri ayam broiler berkembang pesat. Seiring berkembangnya industri ayam broiler, penggunaan antibiotik semakin meningkat. Senyawa antibiotik tersebut digunakan sebagai

growth promotor dalam jumlah yang relatif kecil namun dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan (feed efficiency) dan reproduksi ternak, sehingga dengan penggunaan bahan aditif tersebut peternak dapat memperoleh keuntungan lebih. Akan tetapi, beberapa negara maju khususnya di Eropa telah melakukan pembatasan terhadap penggunaan antibiotik, bahkan di tahun 2006 melarang penggunaan antibiotik. Hal tersebut dilakukan karena faktor keamanan yang perlu dipertimbangkan dari residu antibiotik yang digunakan. Sofyan et al. (2010) menyatakan, residu antibiotik yang berada dalam telur maupun daging unggas juga dapat menyebabkan risiko penyakit pada manusia.

Pembatasan penggunaan antibiotik saat ini menyebabkan meningkatnya upaya penggunaan feed additive lain yang dapat digunakan sebagai pengganti antibiotik. Bahan yang dapat meggantikan fungsi antibiotik yaitu probiotik. Feed additive berupa probiotik adalah suatu bahan yang mengandung koloni mikroba tertentu, yang digunakan dengan tujuan meningkatkan daya cerna ransum sehingga produktivitas ternak meningkat (Dutta et al. 2009). Sinbiotik adalah kombinasi probiotik dan prebiotik yang penggunaanya secara bersamaan. Fungsi zat aditif ini tidak jauh berbeda dengan fungsi utama antibiotik yaitu mengatur komposisi mikrobia dengan menekan mikroorganisme patogen di dalam saluran pencernaan, meningkatkan tanggap kebal terhadap serangan penyakit dan mempunyai efek nutrisi (Revington 2002).

Bahan yang bisa dijadikan probiotik salah satunya adalah ragi tape. Ragi tape mengandung kapang (Rhizopus oryzae, Mucor sp, Aspergillus), khamir (Sacharomyces cerevisiae, Sacharomyces verdomanni, Candida) dan bakteri (Acetobacter, Amylolitik bacillus sp) yang dapat menghidrolisis pati sehingga terjadi keseimbangan mikroorganisme pada saluran penceranaan dan membantu penyerapan zat-zat makanan (Winarno 2010; Widodo 2002). Di pasar-pasar tradisional di Indonesia ketersedian ragi tape sangat mudah didapat.

Potensi ubi jalar sebagai sumber prebiotik karena adanya senyawa rafinosa dan meltotriosa. Oligosakarida berupa rafinosa pada ubi jalar merupakan sumber makanan bagi probiotik, karena di dalam usus rafinosa tidak diserap sehingga mikroba berperan dalam mencerna gugus gula rafinosa (Schmidl dan Labuza 2000).

(14)

2

Paramesuwari 2012). Sementara itu, informasi tentang energi (energi metabolis) dan nilai kecernaan zat makanan yang diberi sinbiotik tepung ubi jalar dan ragi tape pada periode pertumbuhan yang berbeda belum dikembangkan lebih lanjut, untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengevaluasi nilai kecernaan zat makanan dan nilai energi yang dapat dimetabolis dari pemberian sinbiotik pada periode yang berbeda.

METODE

Materi Ternak

Penelitian menggunakan 200 ekor ayam broiler strain CP 707. Selanjutnya diambil 25 ekor ayam broiler jantan umur enam minggu untuk dilakukan uji metabolis. Dua puluh ekor ayam digunakan untuk uji metabolis dan kecernaan zat makanan, serta lima ekor ayam digunakan untuk pengukuran energi dan protein endogenus.

Pakan

Pakan yang diberikan berupa pakan broiler komersil, pakan basal yang diformulasikan sendiri, dan pakan perlakuan yaitu pakan basal yang ditambah tepung ubi jalar dan ragi tape. Penambahan tepung ubi jalar dan ragi tape berturut-turut sebanyak 0.75% dan 3% ke dalam pakan untuk periode starter saja, periode

finisher saja dan periode starterfinisher. Pakan yang diberikan dalam pengukuran energi metabolis dan kecernaan zat makanan adalah pakan periode finisher. Penggunaan pakan komersil pada penelitian ini digunakan sebagai kontrol positif dan pakan basal digunakan sebagai kontrol negatif. Komposisi pakan basal selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan kandungan nutrien pakan selama penelitian disajikan pada Tabel 2.

(15)

3

Tabel 2 Komposisi dan kandungan nutrien pakan penelitian (as fed)

Kandunga nutrien Pakan

Hasil analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (2013)

Kandang dan Peralatan

Kandang metabolis sebanyak 25 buah telah dilengkapi dengan plastik penampung ekskreta dan tempat air minum. Peralatan lain yang digunakan yaitu,

freezer, oven, timbangan, mortar, plastik sampel, spidol, kertas label, alumunium foil, spatula, sprayer, H2SO4 0.01 N, dan alat tulis.

Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga September 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis proksimat pakan dan ekskreta dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Perbanyakan Ragi Tape

Perbanyakan ragi tape mengacu pada metode yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan (1981). Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat ragi diantaranya adalah tepung beras (1 kg), lengkuas (100 g), bawang putih (2 siung), ubi kayu (100 g), jeruk nipis (1 buah, ukuran sedang), gula pasir (10 g), ragi pasar (2 keping), dan air bersih (1 L). Proses pembuatan dilakukan dengan mengupas dan menghilangkan bagian-bagian yang tidak berguna dari lengkuas, bawang putih, jeruk nipis, dan ubi kayu. Bahan-bahan yang sudah dikupas kemudian dihaluskan dengan cara digerus, diparut, atau diblender. Selanjutnya, dicampur dengan tepung beras dan ragi pasar (2 keping setiap kg tepung beras), sedikit demi sedikit ditambahkan dengan air hingga menjadi adonan yang kental. Adonan dibiarkan selama tiga hari pada suhu kamar dalam keadaan terbuka. Setelah tiga hari semua kotoran-kotoran dibuang, dan adonan tersebut diperas hingga airnya berkurang. Adonan dioven hingga kering. Tahapan Persiapan Kandang Metabolis

(16)

4

ayam dilakukan secara acak. Selanjutnya lampu berukuran 10 watt dinyalakan hanya pada malam hari guna penerangan kandang.

Metode Pengumpulan Sampel

Metode pengukuran uji energi termetabolis dan retensi nitrogen pakan dilakukan dengan menggunakan modifikasi metode Farrel (1978). Air minum diberikan ad libitum. Metode ini dibagi dalam tiga periode. Periode pertama, yaitu masa adaptasi ayam. Ayam ditempatkan pada kandang metabolis, kemudian bobot badan ayam percobaan ditimbang. Selanjutnya, ayam dipelihara seperti biasa pada kandang metabolis selama 24 jam untuk proses adaptasi lingkungan.

Periode kedua yaitu masa pemuasaan ayam. Penghentian pemberian pakan tanpa memberhentikan pemberian air minum yang bertujuan untuk mengosongkan saluran pencernaan dari sisa-sisa pakan sebelumnya. Pemuasaan dilakukan selama 24 jam untuk memastikan pakan sebelumnya tidak terdapat di saluran pencernaan.

Periode ketiga adalah pemberian pakan perlakuan. Setelah ayam dipuasakan, ayam ditimbang lagi untuk diketahui bobot ayam setelah pemuasaan. Selanjutnya dimasukkan kedalam kandang metabolis yang dilengkapi plastik penampung ekskreta. Sebanyak 20 ekor ayam diberi pakan sebanyak 120 g ekor-1 hari-1 selama tiga hari masa perlakuan.

Pengumpulan ekskreta dilakukan setiap 24 jam sekali selama tiga hari masa perlakuan. Sisanya lima ekor ayam dipuasakan kembali selama 24 jam untuk diukur energi dan nitrogen endogenous. Air minum diberikan ad libitum. Pengumpulan ekskreta endogenous dilakukan satu kali setelah dipuasakan selama 24 jam. Penampungan ekskreta dilakukan selama 24 jam dikumpulkan pada jam 06.00 pagi serta dilakukan penyemprotan H2SO4 0.01N setiap dua jam untuk menghindari penguapan nitrogen (N) yang menghasilkan amonia. Sampel ekskreta yang diperoleh disimpan dalam freezer selama 24 jam, hal ini dilakukan untuk mencegah dekomposisi oleh mikroorganisme. Setelah dilakukan pembekuan, ekskreta yang dikumpulkan dikeluarkan dari freezer dan dilakukan proses thawing

untuk mencarikan ekskreta yang sudah beku. Ekskreta yang sudah dilakukan

thawing kemudian dikeringkan dalam oven 60 oC selama 48 jam untuk mendapatkan sampel kering yang akan digunakan untuk analisis kadar air ekskreta, protein ekskreta, gross energy ekskreta, serat kasar, dan lemak kasar ekskreta.

Rancangan dan Analisis Data Perlakuan

Penelitian ini menggunakan ransum ayam broiler yang dicampur tepung ubi jalar merah dan ragi tape, yang dibedakan menjadi lima macam ransum perlakuan dengan periode ayam yang berbeda-beda yaitu sebagai berikut:

P1 : ransum komersil P2 : ransum basal

(17)

5

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan empat ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari satu ekor ayam. Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan analisis ragam (Analysis of Variance/ANOVA) dan jika berbeda nyata atau sangat nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Mattjik dan Sumertajaya 2002). Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij= µ + τi+ εij

Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = rataan umum

τi = efek perlakuan ke-i

εij = galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-j

Peubah yang Diukur

Kecernaan Zat Makanan (%).

Kecernaan zat makanan dihitung menggunakan metode koleksi total yang mengacu pada National Research Council (1994):

Kecernaan Bahan Kering =

x 100% Kecernaan Lemak Kasar =

x 100%

Kecernaan Serat kasar =

x 100%

Keterangan :

- Konsumsi Bahan Kering = Konsumsi Ransum (g ekor-1hari-1) x % BK Ransum - Bahan Kering Ekskreta = Berat Ekskreta (g ekor-1hari-1) x % BK Ekskreta - Konsumsi Lemak = konsumsi LK (g ekor-1hari-1) x % LK Ransum - Lemak Ekskreta = Berat Ekskreta (g ekor-1hari-1) x % LK Ekskreta - Konsumsi Serat = Konsumsi SK (g ekor-1hari-1) x % SK Ransum - Serat Ekskreta = Berat Ekskreta (g ekor-1hari-1) x % SK Ekskreta Konsumsi Nitrogen (g).

Konsumsi nitrogen diperoleh dengan cara mengalikan jumlah konsumsi bahan pakan dengan kandungan nitrogen ransum perlakuan.

Konsumsi Nitrogen (g) = Konsumsi bahan pakan (g) x Kandungan N pakan (%) Ekskresi Nitrogen (g).

Nilai ini diperoleh dengan mengalikan jumlah ekskreta dengan kandungan nitrogen pada ekskreta.

Ekskresi Nitrogen (g) = Jumlah ekskreta (g) x Kandungan nitrogen ekskreta (%) Atau dalam satuan persen

Ekskresi Nitrogen (%) =

(18)

6

Retensi Nitrogen (%).

Retensi nitrogen yang dihitung merupakan selisih jumlah nitrogen yang dikonsumsi dengan jumlah nitrogen yang dikeluarkan, yang dikoreksi dengan nitrogen endogenus.

Retensi Nitrogen (RN) (g): RN = NP − NE

Retensi Nitrogen (%) RN=

x100%

NP = Jumlah nitrogen yang dikonsumsi (g)

NE = Jumlah nitrogen yang diekskresikan (g) – nitrogen endogenus (g)

Nitrogen endogenus (g) = Berat eksreta endogenus (g) x Kandungan nitrogen ekskreta endogenus (%)

Ekskresi Energi (kkal).

Ekskresi energi merupakan hasil perkalian berat ekskreta dengan kandungan energi ekskreta.

Konsumsi Energi (kkal).

Konsumsi energi diperoleh dengan mengalikan jumlah pakan yang dikonsumsi dengan jumlah energi yang dikonsumsi.

Konsumsi energi = Konsumsi pakan x Energi pakan

Energi Metabolis (kkal kg-1).

Energi metabolis merupakan selisih dari jumlah energi yang dikonsumsi dengan jumlah energi yang dikeluarkan melalui ekskreta. Menurut Sibbald dan Wolynetz (1985) pengukuran energi metabolis dapat dihitung berdasarkan :

Energi Metabolis Semu (EMS) (kkal kg-1) EMS = x 1000 Energi Metabolis Murni (EMM) (kkal kg-1)

EMM = x 1000

Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) (kkal kg-1) EMSn = x 1000 Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) (kkal kg-1)

EMMn = x 1000 Keterangan :

EBp = energi bruto pakan (kkal kg-1) EBe = energi bruto ekskreta (kkal kg-1) EBk = energi bruto endogenus (kkal kg-1) X = jumlah pakan yang dikonsumsi (g) Y = jumlah ekskreta (g)

Z = Berat ekskreta endogenus (g) RN = Retensi nitrogen (g)

(19)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecernaan Bahan Kering (KBK)

Berdasarkan analisis ragam perlakuan pemberian sinbiotik ubi jalar merah dan ragi tape berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kecernaan bahan kering. Tabel 3 menyajikan konsumsi bahan kering, kadar bahan kering ekskreta dan kecernaan bahan kering setiap perlakuan.

Tabel 3 Konsumsi bahan kering, kadar bahan kering ekskreta dan kecernaan bahan kering pada ayam broiler yang diberi sinbiotik

Perlakuan Konsumsi BK ransum komersial (kontrol positif), P2 = Ransum basal (kontrol negatif), P3 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode starter-finisher), P4 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode starter), P5 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode finisher).

Perlakuan yang menghasilkan kecernaan bahan kering tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah P4, P3, P1, P5, dan P2. Pengujian lanjut dengan uji jarak berganda Duncan menunjukkan antara perlakuan P1 dan P3 tidak berbeda nyata, tetapi keduanya berbeda nyata dengan P2, P4 dan P5. Perlakuan P2 berbeda nyata dengan P1, P3, P4 dan P5. Perlakuan P4 berbeda nyata dengan P1, P2, P3 dan P5. Berdasarkan hasil tersebut, didapatkan bahwa kecernaan bahan kering pada perlakuan P4 memiliki nilai paling tinggi dan P2 memiliki nilai paling rendah.

Nilai kecernaan bahan kering pada P1 tidak lebih baik dibanding P3 dan P4, akan tetapi nilai kecernaan bahan kering P1 lebih baik dibandingkan P2 dan P5. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan nutrisi pada P1 lebih baik dibandingkan P2, sehingga nilai kecernaan bahan kering pada P1 lebih tinggi.

(20)

8

Selain itu, penambahan prebiotik juga berperan dalam meningkatkan kecernaan bahan kering. Senyawa rafinosa yang terdapat di dalam ubi jalar merah menjadi sumber makanan bagi bakteri probiotik. Penambahan prebiotik meningkatkan pertumbuhan lactobacillus dan bifidobacterium yang menghasilkan enzim pencernaan seperti protease, amilase, dan laktose. Menurut Antarini (2014), komponen oligosakarida bermanfaat bagi keseimbangan kehidupan flora usus, karena secara selektif dapat menstimulir pertumbuhan bakteri yang menguntungkan pada usus, serta dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen sehingga secara sistemik dapat meningkatkan kesehatan dan status kecernaan. Hasil penelitian Saleh et al.(2014) melaporkan, penambahan sinbiotik (Aspergilus awamori dan fructooligosaccharide) menghasilkan kecernaan bahan kering tertinggi yakni (77.2 %).

Pemberian sinbiotik pada periode starter (P4) merupakan periode yang paling baik terhadap nilai kecernaan bahan kering, bahkan P1 menghasilkan nilai kecernaan bahan kering yang lebih rendah dibandingkan P4. Hasil ini dapat disebabkan pada periode starter, bakteri non patogen hidup dan berkembang dengan baik karena belum adanya persaingan. Hasil ini didukung oleh penelitian Suryani (2014) yang melaporkan, penambahan sinbiotik ubi jalar merah dan ragi tape pada periode starter menghasilkan koloni Lactobacillus sp. sebanyak 5.909 x 10⁶ CFU dan Bifidobacterium sp. sebanyak 5.415 x 10⁶ CFU, hasil tersebut merupakan hasil koloni terbanyak dibandingkan keempat perlakuan lainnya. Bakteri non patogen menghasilkan enzim yang dapat mencerna serat kasar, protein dan lemak serta dapat mendetoksifikasi racun. Hal tersebut sangat membantu proses pencernaan pakan pada ternak, sehingga pakan yang terkonsumsi dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan (Sjofjan 2003). Nilai kecernaan bahan kering pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Narashima et al. (2013) yang mengkaji penambahan sinbiotik, enzim polisakarida, dan enzim fitase terhadap utilitas nutrien ayam pedaging yakni berkisar 66.12% - 69.89 %.

Kecernaan Lemak Kasar (KLK)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap kecernaan lemak kasar. Hasil uji jarak Duncan menunjukan nilai kecernaan lemak antara perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3, perlakuan P4 tidak berbeda nyata dengan P5, akan tetapi ketiga perlakuan bersinbiotik berbeda nyata dengan P2. Hasil penelitian menunjukan nilai kecernaan lemak tertinggi dicapai oleh P1 dan P3, serta kecernaan lemak terendah dicapai oleh P4 dan P5.

(21)

9

Tabel 4 Konsumsi lemak kasar, kadar lemak kasar ekskreta dan kecernaan lemak kasar pada ayam broiler yang diberi sinbiotik

Perlakuan Konsumsi LK ransum komersial (kontrol positif), P2 = Ransum basal (kontrol negatif), P3 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode starter-finisher), P4 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode starter), P5 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode finisher).

Pemberian sinbiotik dalam kurun dua periode diduga mampu meningkatkan kerja dan perkembangan duodenum sehingga penyerapan lemak kasar pada usus menjadi optimal. Hasil penelitian Suryani (2014) melaporkan, duodenum terpanjang dari ke empat perlakuan P2, P3, P4, dan P5 dicapai oleh P3 yakni (2.58 ±0.17 cm 100g⁻¹ bobot hidup). Mekanisme penyerapan lemak terjadi pada usus halus yaitu pada bagian duodenum. Enzim yang mencerna lemak yaitu lipase yang berasal dari prolipase yang tidak aktif dan diaktifkan oleh enzim colipase. Enzim lipase sebagian besar dihasilkan oleh pankreas. Pencernaan lemak dibantu oleh garam-garam empedu dan cairan pankreas bekerja mengemulsifikasi lemak sebelum dicerna (Rizal 2006).

Pemberian sinbiotik pada P4 (periode starter), tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan penyerapan lemak, karena pada periode ini mekanisme penyerapan lemak belum berjalan dengan baik. Menurut Rizal (2006), lipase pada anak ayam belum begitu aktif. Aktivitas lipase ini mulai meningkat pada umur empat hari dan peningkatannya sangat cepat mencapai 100 kali pada umur 21 hari. Menurut Lesson dan Summers (2001), unggas muda kurang effisien dalam mendaur ulang garam empedu dan juga enzim lipase belum diproduksi dalam jumlah yang cukup, sehingga kurang mampu dalam mencerna lemak tak jenuh.

Pada perlakuan P5, enzim lipase sudah aktif dan berkembang, serta garam empedu juga sudah diproduksi dalam jumlah cukup untuk mengemulsi lemak, sehingga pemberian sinbiotik pada periode ini tidak optimal, karena proses mekanisme pencernaan lemak sudah berjalan dengan baik.

Kecernaan Serat Kasar (KSK)

Berdasarkan hasil analisis ragam, pemberian sinbiotik tepung ubi jalar merah dan ragi tape tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan serat kasar. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, tetapi secara kuantitatif nilai kecernaan serat P1 dan P2 lebih rendah dari P3 dan P4, serta pada perlakuan P5 lebih rendah dari perlakuan kontrol (P1 dan P2).

(22)

10

Hal tersebut dapat disebabkan oleh komposisi penyusun serat di dalam ransum tersebut. Seperti penggunaan dedak padi dengan kualitas yang kurang baik pada ransum P2 yang menyebabkan kandungan lignin terlalu tinggi.

Lignin merupakan fraksi serat kasar yang tidak bisa tercerna, hal tersebut bisa menjadi penyebab rendahnya kecernaan serat pada P2. Daya cerna serat kasar dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kadar serat dalam pakan, dan komposisi penyusun serat kasar (Maynard et al. 2005). Tabel hasil konsumsi serat kasar, kadar serat kasar ekskreta dan kecernaan serat kasar disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Konsumsi serat kasar, kadar serat kasar ekskreta, dan kecernaan serat

kasar pada ayam broiler yang diberi sinbiotik Perlakuan Konsumsi SK 0.75 % ragi (periode starter), P5 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode finisher).

Meskipun pada P3 dan P4 adalah ransum basal yang disuplementasi sinbiotik, tetapi pada perlakuan P3 dan P4 memiliki kecernaan serat kasar yang lebih baik dibanding P2. Nilai kecernaan serat kasar pada P3 dan P4 dapat disebabkan pengaruh pemberian sinbiotik. Pemberian sinbiotik menghasilkan mikroorganisme yang dapat memfermentasi serat kasar, sehingga fraksi serat dapat dicerna melalui pencernaan fermentatif. Menurut Widodo (2002), spesies

Aspergillus flavus relatif tidak aktif bila dibandingkan dengan jamur selulolitik yang lain, tapi enzim yang dihasilkan oleh Aspergillus orizae dan Aspergillus flavus mampu mendegradasi sellulosa dan juga menghidrolisis xylon, maka dengan penambahan ragi tape dapat meningkatkan kegiatan pencernaan serat kasar.

Mekanisme kecernaan serat kasar dijelaskan oleh Yasin (2010) yang menyatakan, nutrisi yang tidak dicerna yaitu serat kasar yang melewati organ penyerapan utama akan didegradasi secara fermentatif terutama di sekum. Fermentasi dilakukan oleh mikroflora saluran pencernaan tersebut. Penambahan sinbiotik menyebabkan mikroflora mampu tumbuh baik, dapat beradaptasi, dan tumbuh berkembang di dalam saluran pencernaan. Hasil penelitian Suryani (2014) melaporkan, pemberian ransum sinbiotik (P3, P4, dan P5) memiliki perkembangan sekum yang lebih baik dibandingkan P1 (kontrol positif) dan P2 (kontrol negatif), tetapi pada masing-masing ransum bersinbiotik (P3, P4, dan P5) memiliki perkembangan sekum yang tidak jauh berbeda.

Retensi Nitrogen

(23)

11

Hasil uji berganda Duncan menunjukkan perlakuan P4, P2, P3, dan P5 tidak berbeda nyata, sedangkan keempat perlakuan tersebut berbeda nyata dengan P1.

Rendahnya retensi nitrogen pada P1 (kontrol positif) dapat disebabkan oleh tingginya protein ransum. Menurut Ewing (1963), menurunnya retensi nitrogen karena meningkatnya protein dalam ransum, disebabkan oleh penggunaan protein yang sebagian kecil digunakan untuk memenuhi kebutuhan energinya.

Penambahan tepung ubi jalar merah dan ragi tape dalam ransum terhadap konsumsi nitrogen, ekskresi nitrogen dan retensi nitrogen ransum ayam broiler periode berbeda disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Konsumsi nitrogen, ekskresi nitrogen dan retensi nitrogen pada ayam ransum komersial (kontrol positif), P2 = Ransum basal (kontrol negatif), P3 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode starter-finisher), P4 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode starter), P5 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode finisher). Dikoreksi oleh nitrogen endogenus sebesar 0.18 gram.

Perlakuan dengan pemberian sinbiotik (P3, P4, dan P5) memiliki hasil retensi nitrogen yang tidak berbeda dengan perlakuan P2, walaupun terdapat penambahan sinbiotik pada ketiga perlakuan tersebut. Pemberian sinbiotik tidak dapat meningkatkan retensi nitrogen. Hal tersebut disebabkan oleh mikroorganisme di dalam sinbiotik (tepung ubi jalar merah dan ragi tape) tidak bekerja mengikat nitrogen, karena tidak dapat menghasilkan enzim nitrogenase, yakni enzim yang berfungsi untuk mengikat nitrogen (Schlegel dan Schmidt 1994).

Nilai retensi nitrogen pada penelitian bernilai positif yang berarti bahwa konsumsi nitrogen lebih besar dari ekskresi nitrogen. Semakin tinggi nilai retensi nitrogen berarti semakin banyak nitrogen yang disimpan untuk pertumbuhan atau produksi. Kemampuan hewan untuk meretensi nitrogen sangat bervariasi. Semakin banyak nitrogen yang dapat diretensi berarti hewan lebih banyak menyimpan nitrogen yang dapat dimanfaatkan tubuhnya, serta menghasilkan ekskreta yang mengandung sedikit nitrogen urin dan ekskresi energi yang kecil dibandingkan hewan yang tidak meretensi nitrogen (National Research Council 1994)

(24)

12

Konsumsi Energi dan Ekskresi Energi

Hasil analisis ragam menunjukkan penambahan sinbiotik berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap penurunan ekskresi energi ransum perlakuan. Berdasarkan hasil uji jarak Duncan, P1 berbeda nyata dengan P2 dan P3, P4, dan P5 berbeda nyata dengan P2 dan P3, tetapi ketiganya antara P1, P4, dan P5 tidak berbeda nyata. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian sinbiotik pada ransum tidak berpengaruh terhadap konsumsi energi (Tabel 7). Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, tetapi secara kuantitatif konsumsi energi dari tertinggi sampai terendah berturut-turut yaitu P3, P4, P1, P2, dan P5. Rataan besarnya konsumsi energi dan ekskresi energi ransum dengan pemberian sinbiotik tepung ubi jalar merah dan ragi tape disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Konsumsi pakan, konsumsi energi, berat ekskreta, dan ekskresi energi ransum komersial (kontrol positif), P2 = Ransum basal (kontrol negatif), P3 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode starter-finisher), P4 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode starter), P5 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode finisher)

Menurut Wahju (2004) tingkat energi dalam ransum merupakan faktor penentu banyaknya konsumsi pakan oleh ternak, karena ayam mengonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Konsumsi energi berpengaruh terhadap pertumbuhan. Konsumsi energi dipengaruhi oleh jumlah konsumsi pakan dan kandungan energi pakan itu sendiri.

Berdasarkan Tabel 7, dari kelima perlakuan nilai ekskresi energi terendah dicapai oleh P1, P4, dan P5. Perlakuan P1 memiliki nilai ekskresi energi yang lebih rendah dibandingkan perlakuan P2, hal tersebut disebabkan oleh kandungan energi ransum P1 lebih baik dibandingkan dengan P2 (Tabel 2).

Kandungan energi bruto pada ransum P1 lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Ransum kontrol komersial mengandung energi bruto pakan sebesar 4122 kkal kg-1, ransum basal sebesar 3856 kkal kg-1 dan ransum perlakuan sebesar 3890 kkal kg-1. Tingginya energi bruto tersebut yang menstimulasi terjadinya penyerapan yang optimal dan mengakibatkan penggunaan energi yang lebih baik.

Ketiga perlakuan dengan pemberian sinbiotik (P3, P4, dan P5) memiliki nilai ekskresi energi yang lebih rendah dari P2. Hasil tersebut menunjukan pemberian sinbiotik dapat menurunkan ekskresi energi. Akan tetapi, dari ketiga perlakuan bersinbiotik nilai ekskresi energi P4 memberikan hasil lebih rendah dibandingkan ekskresi energi perlakuan P2 dan P3.

(25)

13

antara kecernaan bahan kering dengan ekskresi energi saling berbanding lurus. Semakin tinggi nilai kecernaan maka semakin rendah nilai ekskresi energinya. Besarnya nilai ekskresi energi tergantung dari kandungan energi bruto ekskreta dan kecernaan ransum Purwaningsih (2001). Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Mc Donald et al. (2002) yang menyatakan daya cerna yang tinggi menyebabkan energi yang hilang melalui feses sedikit.

Energi Termetabolis

Hasil perhitungan analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan sinbiotik dalam pakan memberikan perbedaan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn). Nilai energi termetabolis pada kelima perlakuan dari yang tertinggi sampai terendah berturut-turut yaitu perlakuan P1, P4, P3, P5, dan P2. Hasil uji jarak Duncan menunjukan nilai EMSn tertinggi dicapai oleh kontrol P1 (kontrol positif) dan nilai EMSn terendah dicapai oleh P2. P2 memiliki nilai EMSn yang lebih rendah dari P3, P4, dan P5. Hal tersebut menunjukan pemberian sinbiotik berpengaruh meningkatkan energi metabolis. Nilai energi metabolis pada perlakuan P4 lebih tinggi dari perlakuan P3 dan P5. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan sinbiotik pada P4 (periode starter) bekerja lebih optimal dibandingkan dengan penggunaan sinbiotik pada P3 (peride

starter finisher) dan P5 (peride finisher). Nilai energi metabolis disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Nilai energi metabolis semu (EMS), energi metabolis murni (EMM), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn) pada ayam broiler yang diberi ransum komersial (kontrol positif), P2 = Ransum basal (kontrol negatif), P3 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode starter-finisher), P4 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode starter), P5 = P2 + 3 % tepung ubi jalar dan 0.75 % ragi (periode finisher).

Meningkatnya nilai energi termetabolis pada perlakuan P4, disebabkan oleh lingkungan hidup di dalam usus yang masih belum ditumbuhi bakteri lain, sehingga bakteri probiotik bisa hidup dan berkembang dengan baik tanpa adanya persaingan dengan bakteri lain. Disisi lain, terdapat sumber makanan yang berasal dari prebiotik yang merupakan komponen utama dalam tumbuh optimalnya bakteri probiotik, sehingga menghasilkan nilai kecernaan energi yang lebih tinggi.

(26)

14

memperluas ukurannya karena usus halus memiliki kemampuan meregang dan mencerna ransum.

Pemberian prebiotik dalam ransum menurunkan pH, menekan mikroba patogen dan meningkatkan pertumbuhan mikroba yang menguntungkan di saluran pencernaan sehingga dapat mempengaruhi daya cerna dan penyerapan pakan (Hyden 2000). Hasil tersebut diperkuat oleh penelitian Sukmawati (2014) yang melaporkan, nilai konversi ransum terendah dicapai oleh P1 yaitu 2.15. Akan tetapi, dari ketiga perlakuan bersinbiotik konversi ransum terendah dicapai oleh P4 (pemberian sinbiotik pada periode starter) yaitu 2.37, bahkan nilai tersebut lebih rendah dibandingkan nilai konversi ransum pada P2 yakni 2.53.

Selain itu, nilai energi termetabolis juga dipengaruhi oleh kecernaan bahan kering dan retensi nitrogen. Bahan kering merupakan gambaran dari kandungan zat nutrisi yang ada didalam ransum tersebut. Di dalam bahan kering terdapat zat-zat makanan untuk kebutuhan energi seperti karbohidrat, pati dan senyawa yang berhubungan dengan energi yang berperan penting dalam pembentukan energi (glikolisis), sedangkan retensi nitrogen merupakan faktor yang berpengaruh terhadap nilai energi metabolis karena hasil kecernaan protein yang membantu dalam pembentukan energi baru (glukoneogenesis).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penggunaan sinbiotik dapat meningkatkan nilai energi metabolis, kecernaan bahan kering, dan lemak kasar. Penggunaan sinbiotik tidak dapat meningkatkan retensi nitrogen dan kecernaan serat kasar ayam broiler. Penggunaan sinbiotik pada periode starter saja merupakan perlakuan yang paling baik terhadap nilai energi metabolis dan kecernaan bahan kering.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penggunaan sinbiotik pada periode starter dengan materi yang berbeda seperti probiotik (Bacillus subtilis, Lactobacillus bulgaricus, Aspergillus awamori, Streptocaccus thermophillus) dan prebiotik (frukto-oligosakarida, galaktosil-laktosa, isomalto-oligosakarida) untuk mengkaji nilai kecernaan terutama kecernaan serat kasar.

DAFTAR PUSTAKA

Antarini AA. 2011. Sinbiotik antara prebiotik dan probiotik. J Ilmu Gizi. 2(2): 148-155.

(27)

15

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2012. Rata-Rata Konsumsi Protein (gram) per Kapita Menurut Kelompok Makanan. 2002-2011. Jakarta [ID]: Badan Pusat Statistik.

Dutta TK, Kundu SS, Kumar M. 2009. Potential of direct-fed-microbials on lactation performance in ruminant. LRRD [Internet]. [diunduh 2014 Feb 10]; 21(10). Tersedia pada: http://www.lrrd.org/lrrd21/10/dutt21160.htm.

Ewing. 1963. Poultry Nutrition. Ed ke-5 California (US): The Ray Company. Farrel DJ. 1978. Rapid determination of metabolizable energy of food using

cockerels. Br Poult Sci. 19(3): 303-330.

Hyden M. 2000. Protected acid additives. Feed International. 21(7): 14-16.

Leeson S, Summers JD. 2001. Nutrition of the Chicken. Ed ke-4. Canada (CAN): University Brooks.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Ed ke-1. Bogor (ID): IPB Pr.

Maynard LA, Loosil JK, Hintz HF, Warner RG. 2005. Animal Nutrition. Ed ke-7. New York (US): McGraw-Hill Book Company.

Mc Donald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition. Ed ke-6. Gosport (UK): Ashford Colour Pr.

Mc Leod MG, Whiotehead CC, Griffin HD, Jewitt TR. 1988. Energi and nitrogen retention and loss broiler chickens genetically selected for leanness and fatness. Br Poult Sci. 29(2): 285 – 292.

Mulyono, Murwani R, Wahyono F. 2009. Kajian penggunanan probiotik

Saccharomyces cereviceae sebagai alternatif aditif antibiotik terhadap kegunaan protein dan energi pada ayam broiler. JITAA. 34(2): 145-151. [NRC] National Research Council. 1994. Nutrien Requirements of Poultry.

Edrevisi ke-9. Washington DC (US): National Academy Pr.

Narasimha J, Nagalakshmi D, Ramana RY, Viroji RS. 2013. Synergistic effect of non starch polysaccharide enzymes, synbiotics and phytase on performance, nutrient utilization and gut health in broilers fed with sub-optimal energy diets. Vet World. 6(10): 755-760.

Paramesuwari F. 2012. Pengaruh pemberian campuran tepung ubi jalar merah dengan ragi tape sebagai sinbiotik terhadap performa dan usus ayam broiler [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

[PPPTP] Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan. 1981. Paket Industri Pangan untuk Daerah Pedesaan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Purwaningsih D. 2001. Energi metabolis dan retensi nitrogen dalam ransum yang mengandung isi rumen dengan suplementasi probiotik starbio pada ayam broiler [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut pertanian Bogor. Revington B. 2002. Feeding Poultry in The Post- Antibiotic Era. Multi-State

Poultry Meeting. Cambride (AU): May 14 -16.

Rizal Y. 2006. Ilmu Nutrien Unggas. Padang (ID): Univ. Andalas Pr.

Saleh AA, Amber K, El-Magd AM,Atta MS, Mohammed AA,Ragab MM, El-Kader HA. 2014. Integrative effects of feeding Aspergillus awamori and

fructooligosaccharide on growth performance and digestibility in broilers: promotion muscle protein metabolism. Biomed Res Intl. 1: 1-8.

(28)

16

Schmidl MK, Labuza TP. 2000. Functional Foods. Maryland (UK): Aspen Pub. Selfert HS, Gessler F. 1997. Continous oral application of probiotic Bacillus

Cereus an alternative to the prevention of enterotoxemia. Anim Res Dev. 46:30-38

Sibbald IR, Wolynetz MS. 1985. Relationships between estimates of bioavailable energy made with adult cockrerels and chicks: Effect of feed intake and nitrogen retention. Poult Sci. 64(1): 127-138

Sjofjan O. 2003. Isolasi dan identifikasi Bacillus sp dari usus ayam petelur sebagai sumber probiotik. Penelitian Hibah Bersaing XII. Bandung(ID): Universitas Padjajaran.

Sofyan A, Julendra H, Damayanti E, Sutrisno B, Wibowo MH. 2010. Performa dan histologi ayam broiler yang diinfeksi dengan Salmonella pullorum

setelah pemberian imbuhan ransum mengandung tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus). Med Pet. 33(1): 31-35.

Sukmawati FM. 2014. Performa ayam broiler yang diberi sinbiotik campuran tepung ubi jalar merah dan ragi tape pada periode yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut pertanian Bogor.

Suryani SE. 2014. Pemberian campuran tepung ubi jalar merah dan ragi tape pada periode yang berbeda terhadap performa dan mikroflora saluran pencernaan ayam broiler [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Wahju J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Ed ke-4. Yogyakarta (ID): UGM Pr.

Widodo W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Jakarta (ID): Badan Pendidikan Nasional.

Winarno FG. 2010. Enzim Pangan. Bogor (ID): Mbrio Pr.

(29)

17

Lampiran 1 ANOVA kecernaan bahan kering

SK Db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 4 48.535 12.134 8.966 3.056 4.893

Error 15 20.299 1.353

Total 19 68.834

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol

Lampiran 2 Uji lanjut Duncan kecernaan bahan kering

Perlakuan N

α = 0.05

1 2 3

2 4 64.1506

5 4 66.1181

1 4 67.6870 67.6870

3 4 67.9401 67.9401

4 4 68.4067

Sig. 1.000 .052 .420

Lampiran 3 Anova kecernaan lemak kasar

SK Db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 4 887.894 221.974 14.792 3.056 4.893

Error 15 225.097 15.006

Total 19 1112.991

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol

Lampiran 4 Uji lanjut Duncan kecernaan lemak kasar

Perlakuan N

α = 0.05

1 2 3

5 4 66.4750

4 4 67.5007

2 4 73.9290

3 4 79.8928

1 4 83.4166

Sig. .713 1.000 .218

Lampiran 5 ANOVA kecernaan serat kasar

SK Db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 4 45.239 11.310 1.268 3.056 4.893

Error 15 133.793 8.920

Total 19 179.032

(30)

18

Lampiran 6 ANOVA retensi nitrogen (%)

SK Db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 4 262.414 65.604 9.853 3.056 4.893 Error 15 99.869 6.658

Total 19 362.283

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol

Lampiran 7 Uji lanjut Duncan retensi nitrogen (%)

Perlakuan N

α = 0.05

1 2

1 4 57.7800

5 4 63.9700

3 4 65.7950

4 4 67.3000

2 4 67.7725

Sig. 1.000 .073

Lampiran 8 ANOVA ekskresi energi

SK Db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 4 764.177 191.044 21.198 3.056 4.893 Error 15 135.189 9.013

Total 19 899.365

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol

Lampiran 9 Uji lanjut Duncan ekskresi energi

Perlakuan N α = 0.05

1 2 3

1 4 119.6814

5 4 121.1595

4 4 121.4429

3 4 130.4594

2 4 135.3675

Sig. 0.444029 1 1

Lampiran 10 ANOVA energi metabolis semu terkoreksi nitrogen SK

Db JK KT Fhit F0.05

F0.01 Perlakuan 4 256827.760 64206.940 124.555 3.056 4.893 Error 15 7732.377 515.492

Total 19 264560.137

(31)

19

Lampiran 11 Uji lanjut Duncan energi metabolis semu terkoreksi nitrogen

Perlakuan N

α = 0.05

1 2 3 4 5

2 4 2.5974

5 4 2.6944

3 4 2.7383

4 4 2.7971

1 4 2.9385

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Lampiran 12 Teknik perbanyakan ragi tape

(32)

20

Lampiran 13 Prosedur uji kecernaan dan energi metabolis Ayam Broiler 25ekor

Dipuasakan 24 jam

20 ekor ayam diberi pakan perlakuan 5 ekor dipuasakan lagi selama 24 jam (120 g ekor-1 hari-1 selama 3 hari) untuk mengukur energi dan nitrogen

endogenus

Pengumpulan ekskreta (selama 4 hari) Pengumpulan ekskreta 24 jam

Penimbangan ekskreta Penimbangan ekskreta

Pembekuan ekskreta Pembekuan ekskreta

Pelumeran ekskreta (thawing) Pelumeran ekskreta (thawing)

Pengeringan dalam oven 60°C ± 48 jam Pengeringan dalam oven 60°C ± 48 jam

Penimbangan Ekskreta Penimbangan Ekskreta

Dihaluskan Dihaluskan

Analisis Analisis

 Energi bruto Energi bruto

 Bahan kering Bahan kering

 Protein kasar Protein kasar

 Lemak kasar

(33)

21

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan tanggal 27 Desember 1992 di Cirebon. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Bapak Karna dan Ibu Suwarti. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 02 Jemaras Lor pada tahun 1998 sampai 2004. Pendidikan dilanjutkan di SMP Negeri 2 Jamblang hingga tahun 2007 dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2010 di MAN MODEL Babakan Ciwaringin Cirebon.

Penulis diterima di IPB pada tahun 2010 melalui

jalur BUD Kementerian Agama RI dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif di Himpunan Mahasiwa Nutrisi dan Makanan Ternak (Himasiter) pada tahun 2012-2013 sebagai anggota, penulis juga aktif di CSS MoRA (Community of Santri Scholars of Ministry of Religius Affairs) menjadi wakil ketua divisi Minat dan Bakat pada tahun 2012-2013.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat yang tidak terhitung, kasih sayang dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan kuliah, penelitian, seminar dan skripsi. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang dengan ajarannya mampu mengantarkan Penulis ke dunia yang semakin baik.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr Ir Asep Sudarman, M Rur Sc selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi utama, Ibu Dr Ir Widya Hermana, M Si selaku dosen pembimbing skripsi anggota yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan motivasi dengan penuh kesabaran. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr Ir Sumiati M Sc selaku dosen penguji seminar pada tanggal 10 Juli 2014, dan tak lupa penulis ucapkan juga kepada Dr Ir Ibnu Katsir Amrullah MS dan Dr Ir Niken Ulupi MS selaku dosen penguji

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pihak dan civitas akademika FAPET IPB, Ibu Lanjarsih S Pt atas bantuannya selama di Laboratorium. Fitri Mulia Sukmawati dan Susi Eka Suryani sebagai teman satu kelompok penelitian yang saling membantu satu sama lain. Teman-teman INTP 47 (D.Net) yang sudah seperti keluarga dan teman-teman CSS MoRA IPB yang satu nasib dan satu perjuangan dalam menuntut ilmu.

Gambar

Tabel 1  Komposisi bahan pakan dan kandungan nutrien pakan basal (as fed)
Tabel 2  Komposisi dan kandungan nutrien pakan penelitian (as fed)
Tabel 3  Konsumsi bahan kering, kadar bahan kering ekskreta dan kecernaan
Tabel 4  Konsumsi lemak kasar, kadar lemak kasar ekskreta dan kecernaan lemak kasar pada ayam broiler yang diberi sinbiotik

Referensi

Dokumen terkait

kepemimpinan dan pengambilan keputusan yag dilakukan anggota, khususnya anggota di tingkat Platinum dalam menjalankan sistem Network 21 yang merupakan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1) Kualitas Pelaksanaan Diklat Teknis Fungsional

Mencit sebanyak 30 ekor dibagi menjadi 5 kelompok yaitu, kelompok kontrol normal: tidak diberikan perlakuan stres, kelompok kontrol negatif: kelompok mencit

Pada perlakuan dengan penambahan minyak kacang tanah sebagai bahan tambahan dapat menyebabkan mortalitas ulat grayak lebih tinggi sebesar 39,97%; 51,63%; 56,44% dan

menyusun buku yang berjudul ” Pembelajaran PKn Di Sekolah Dasar Inovasi Melalui strategi Habituasi Dan Program Kegiatan Sekolah Berkarakter” ini dengan suatu harapan

Tumbuhan dan tanaman yang dapat digunakan untuk bahan baku pestisida nabati di 5 (lima) kecamatan di Kutai Kartanegara adalah biji dan daun mimba, gadung, tembakau, sirsak,

Perbedaan suhu penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap terhadap aktivitas antidiabetik (kemampuan menghambat enzim α - amilase dan α -glukosidase ) minuman teh

Di dalam situs ini, pengguna juga bisa membuat sebuah list dari hal-hal yang akan dikerjakan (to do list) untuk kepentingan pribadi dan juga memberikan tips tentang lokasi tersebut