• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biosensor glukosa menggunakan glukosa dehidrogenase flavin adenin dinukleotida yang diimobilisasi pada nanopartikel zeolit secara elektrokimia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biosensor glukosa menggunakan glukosa dehidrogenase flavin adenin dinukleotida yang diimobilisasi pada nanopartikel zeolit secara elektrokimia"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

BIOSENSOR GLUKOSA MENGGUNAKAN GDH-FAD YANG

DIIMOBILISASI PADA NANOPARTIKEL

ZEOLIT SECARA ELEKTROKIMIA

RAUDHATUL FADHILAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Biosensor Glukosa menggunakan Glukosa Dehidrogenase Flavin Adenin Dinukleotida yang Diimobilisasi pada Nanopartikel Zeolit secara Elektrokimia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

RAUDHATUL FADHILAH. Biosensor Glukosa menggunakan Glukosa Dehidrogenase Flavin Adenin Dinukleotida yang Diimobilisasi pada Nanopartikel Zeolit secara Elektrokimia. Dibimbing oleh LATIFAH KOSIM DARUSMAN dan DYAH ISWANTINI PRADONO.

Biosensor glukosa telah dikembangkan secara luas untuk mengukur kadar glukosa darah. Kinerja biosensor glukosa terus ditingkatkan untuk menghasilkan biosensor dengan aktivitas dan stabilitas yang semakin baik. Faktor kunci keberhasilan dalam pengembangan biosensor glukosa berbasis enzim adalah ketepatan penggunaan teknik dan matriks imobilisasi sehingga eksplorasi material yang dapat digunakan sebagai matriks pengimobilisasi terus dilakukan.

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan aktivitas dan stabilitas enzim glukosa dehidrogenase (GDH) yang diimobilisasi pada nanopartikel zeolit (NPZ) serta menentukan parameter kinetika dan keragaan analitik dengan metode elektrokimia. Hasilnya elektrode enzim dengan NPZ dan elektrode enzim dengan zeolit A menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap glukosa dibandingkan elektrode enzim tanpa NPZ.

Kinetika reaksi ketiga elektrode enzim mengikuti pola kinetika Dixon. Nilai ������ elektrode enzim tanpa NPZ, dengan NPZ, dan dengan zeolit A secara berturut-turut 27.25 μA, 77.52 μA, dan 48.54 μA. Nilai���untuk enzim GDH yang diimobilisasi pada NPZ adalah 1.16 mM, 0.30 mM untuk enzimGDH yang diimobilisasi pada zeolit A dan 0.95 mM untuk enzim GDH imobilisasi tanpa NPZ. Elektrode enzim juga menunjukkan sensitivitas yang cukup tinggi dengan nilai sensitivitas 2.41 µA mM-1 untuk elektrode enzim dengan zeolit A, 0.81 µA mM-1 untuk elektrode enzim dengan NPZ, dan 0.58 µA mM-1 untuk elektrode enzim tanpa NPZ.

Ketiga elektrode enzim menghasilkan daerah linear yang berbeda-beda dengan rentang konsentrasi untuk elektrode enzim tanpa NPZ, dengan NPZ dan dengan zeolit A secara berturut-turut 1.00 mM-15.00 mM, 2.00 mM-20.00 mM, dan 0.06 mM-10.00 mM. Rentang konsentrasi glukosa darah normal pada manusia yaitu dari 4 sampai 6 mM, sehingga elektrode enzim dengan NPZ dan tanpa NPZ yang cocok digunakan dalam penentuan konsentrasi gula darah. Sementara elektrode enzim dengan zeolit A memiliki range yang lebih sempit sehingga lebih cocok diaplikasikan dalam penentuan konsentrasi gula dalam makanan atau minuman.

(5)

sehingga dapat diterapkan dalam penentuan kadar glukosa darah maupun kadar glukosa dalam makanan dan minuman.

(6)

SUMMARY

RAUDHATUL FADHILAH. Glucose Biosensor using a Glucose Dehydrogenase Flavin Adenine Dinucleotide Electrochemically Immobilized on Zeolite Nanoparticles. Supervised by LATIFAH KOSIM DARUSMAN and DYAH ISWANTINI PRADONO.

A glucose biosensor was developed to measure blood glucose levels. The performance of these new glucose biosensors was continuously improved, producing better performance and stability. The technique selection and immobilization matrix are key factors for biosensor development, so that the prospecting of materials that can be used as a matrix for supporting enzyme, continue to be explore.

The purpose of this study was to determine the activity and stability of the enzyme glucose dehydrogenase (GDH) that were immobilized on zeolite nanoparticles (NPZ) and determine the kinetic parameters and analytical performance by electrochemical methods. The resulting enzyme electrode with NPZ and enzyme electrode with zeolite A showed a high activity against the enzyme electrode glucose than without NPZ.

The reaction kinetics of third electrodes of enzyme followed the Dixon equation. The ������ values for enzyme electrode without NPZ, with NPZ, and with zeolite A were 27.25 μA, 77.52 μA, and 48.54 μA, respectively. The ���values for GDH enzyme that immobilized on the NPZ were 1.16 mM, 12.30 mM for GDH enzyme that immobilized on zeolite A and 0.95 mM for GDH enzyme immobilization without NPZ. The enzyme electrode without NPZ, with NPZ, and with zeolite A also showed a high sensitivity with value for the sensitivity were 0.58 μA mM-1, 0.81 μA mM-1, and 2.51 μA mM-1, respectively.

The third enzyme electrodes showed different linear area with range for the enzyme electrode without NPZ, with NPZ and with zeolite A were 1.00-15.00 mM, 2.00-20.00 mM, and 0.06-10.00 mM, respectively. The blood glucose level of normal person ranged from 4 to 6 mM, so that the enzyme electrode with NPZ and without NPZ are suitable for use in the determination of the concentration of blood glucose. While the enzyme electrode with zeolite A has a smaller range so it is more suitable to use in the determination of glucose concentration in the foods or beverages.

(7)

beverages.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Kimia

BIOSENSOR GLUKOSA MENGGUNAKAN GDH-FAD YANG

DIIMOBILISASI PADA NANOPARTIKEL

ZEOLIT SECARA ELEKTROKIMIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)

Judul Tesis : Biosensor Glukosa menggunakan Glukosa Dehidrogenase Flavin Adenin Dinukleotida yang Diimobilisasi pada Nanopartikel Zeolit secara Elektrokimia

Nama : Raudhatul Fadhilah NIM : G451110041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS

Ketua Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Kimia

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah biosensor, dengan judul Biosensor Glukosa menggunakan Glukosa Dehidrogenase Flavin Adenin Dinukleotida yang Diimobilisasi pada Nanopartikel Zeolit secara Elektrokimia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Latifah Kosim Darusman, MS dan Ibu Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr selaku komisi pembimbing, Ibu Dr Eti Rohaeti, MS selaku dosen penguji luar komisi, serta seluruh dosen Pascasarjana Kimia atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik IPB (Bapak Eman, Ibu Nunung, Bapak Kosasih), Pusat Studi Biofarmaka IPB (Mbak Salina, Ibu Nunuk, Mbak Wiwik, Mas Zaim, Mas Nio, Mas Endi, Mas Feri), Laboratorium Bersama Kimia IPB (Bapak Wawan, Mas Eko), dan Laboratorium Fisika Puspitek LIPI Serpong (Bapak Agus Sukarto) yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Pimpinan dan keluarga besar Universitas Muhammadiyah Pontianak, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), dan Pusat Studi Biofarmaka IPB atas beasiswa dan bantuan dana penelitian dari Pendanaan Pusat Unggulan yang telah diberikan, serta kepada Bapak Dr Zaenal Abidin, MScAgr yang telah memberikan zeolit A. Tak lupa pula, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Trivadila, teman-teman Pascasarjana Kimia (Kak Titi, Qadri, Kak Ammar, Kak Budi), dan S-1 Kimia group riset biosensor (Lukman La Gia, Yuanita, Dinie) atas masukan, saran dan motivasi yang diberikan. Untuk ayah, ibu, kakakku Desi dan Erni, abangku Fadhli, adikku Nova dan Arul, keponakanku Aurellio dan Aura, dan seluruh keluarga terima kasih atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Biosensor 3

Glukosa Dehidrogenase 4

Imobilisasi Enzim 4

Zeolit 5

Metode Elektrokimia 6

Kinetika Enzim 7

3 BAHAN DAN METODE 7

Waktu dan Tempat Penelitian 7

Bahan dan Alat 8

Metode Penelitian 8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Pengondisian Zeolit Alam 12

Pembuatan Nanopartikel Zeolit Alam 12

Skrining Faktor menggunakan Desain Fractional Factorial (FF) 14

Optimasi Respon menggunakan RSM 15

Imobilisasi Enzim GDH tanpa NPZ dan pada NPZ 16 Aktivitas Enzim GDH Terimobilisasi tanpa NPZ, pada NPZ dan Zeolit A 18

Parameter Kinetika Enzim 20

Limit Deteksi 25

Ketepatan Pengukuran 27

Keterulangan Pengukuran 28

Stabilitas Elektrode 29

5 SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 35

(15)

DAFTAR TABEL

1 Output minitab estimasi pengaruh variabel bebas terhadap respon pada

elektrode enzim tanpa nanopartikel zeolit 14

2 Output minitab estimasi pengaruh variabel bebas terhadap respon pada

elektrode enzim dengan nanopartikel zeolit 14

3 Output minitab estimasi koefisien persamaan model elektrode enzim

tanpa nanopartikel zeolit 15

4 Output minitab estimasi koefisien persamaan model elektrode enzim

dengan nanopartikel zeolit 16

5 Analisis parameter kinetika 24

6 Hasil pengukuran ketepatan pengukuran 27

7 Hasil pengukuran keterulangan pengukuran 28

DAFTAR GAMBAR

1 Teknik imobilisasi enzim 5

2 Struktur zeolit A 6

3 Distribusi frekuensi ukuran nanopartikel zeolit 13

4 Kontur hubungan antara faktor dan arus 16

5 Ilustrasi model elektrode enzim (a) tanpa NPZ (b) dengan NPZ 17 6 Citra SEM (a) NPZ (b) enzim terimobilisasi pada NPZ 17 7 Citra TEM (a) NPZ (b) enzim terimobilisasi pada NPZ 18

8 Voltammogram siklik elektrode enzim 19

9 Hubungan konsentrasi substrat glukosa dan aktivitas GDH pada

elektrode enzim 21

10 Linearitas konsentrasi glukosa dan aktivitas GDH elektrode enzim 22 11 Linearitas elektrode enzim pada rentang konsentrasi 0.01 – 0.10 mM 26 12 Stabilitas elektrode enzim tanpa NPZ, dengan NPZ dan zeolit A 29

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 35

2 Skrining variabel bebas (faktor) pada elektrode enzim tanpa NPZ 37 3 Skrining variabel bebas (faktor) pada elektrode enzim dengan NPZ 38 4 Optimasi aktivitas enzim GDH pada elektrode enzim tanpa NPZ 39 5 Optimasi aktivitas enzim GDH pada elektrode enzim dengan NPZ 40 6 Spektrum inframerah zeolit dan enzim terimobilisasi zeolit 40

7 Nilai rata-rata puncak arus oksidasi 41

(16)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Singkatan

GDH Glukosa dehidrogenase i

NPZ Nanopartikel zeolit i

DM Diabetes melitus 1

WHO World Health Organization (Badan Kesehatan Dunia) 1

GOD Glukosa oksidase 1

NAD Nikotin adenin dinukleotida 1

PQQ Pyrroloquinoline quinone 1

FAD Flavin adenin dinukleotida 1

IUPAC International Union of Pure and Applied Chemistry 3

KTK Kapasitas tukar kation 8

PSA Particle size analyzer 9

FF Fractional factorial 9

RSM Response surface methodology (Metode permukaan respon) 9 AOAC Association of Official Analytical Chemists 12

PBM Planetary ball mill 12

SEM Scanning electron microscope 17

TEM Transmission electron microscope 17

FT-IR Fourier transform infrared 17

Lambang

KMapp Konstanta Michaelis Menten hasil pengukuran i

Imaxapp Arus maksimum hasil pengukuran i

RSD Relative standard deviation (standar deviasi relatif) i

Vmax Laju maksimum 7

r Koefisien korelasi 11

LD Limit deteksi 11

Kr Kesalahan relatif 11

KV Koefisien variansi 12

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi akibat pankreas tidak memproduksi insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2011, 346 juta orang di seluruh dunia mengidap DM. DM dibedakan menjadi tiga. Pertama, DM tipe 1 ditandai dengan kekurangan produksi insulin dan membutuhkan konsumsi insulin harian. Penyebab DM tipe 1 belum diketahui dan belum dapat dicegah dengan pengetahuan saat ini. Kedua, DM tipe 2 merupakan akibat dari penggunaan insulin yang tidak efektif. DM tipe 2 merupakan jenis yang diderita 90% penderita DM di seluruh dunia, dan sebagian besar diakibatkan karena kelebihan berat badan dan aktivitas fisik. Ketiga, DM gestational merupakan jenis DM yang muncul saat kehamilan. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita diabetes dari 8.4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21.3 juta pada tahun 2030. Tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia peringkat keempat jumlah penderita DM terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, India, dan Cina (WHO 2010). Oleh karena itu diperlukan cara untuk memantau kadar glukosa darah, salah satunya dengan biosensor.

Biosensor di dunia pertama kali dikembangkan oleh Leland Clark tahun 1956. Clark menggunakan enzim glukosa oksidase (GOD) sebagai komponen pengenal analat yang bereaksi spesifik dengan glukosa dan secara alamiah dihasilkan dari jamur Aspergillus niger. Mekanisme kerja enzim ini sangat bergantung pada keberadaan oksigen. Akibatnya, alat pengukur kadar gula dalam darah memberikan hasil yang berbeda dari individu yang sama. Hal tersebut, mendorong penggantian enzim GOD dengan enzim glukosa dehidrogenase (GDH). Enzim GDH spesifik terhadap substrat glukosa dan aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh kadar oksigen (Monosik et al. 2012). Koenzim yang cocok untuk membuat biosensor yang tidak memerlukan O2 sebagai akseptor elektron atau nikotin adenin dinukleotida (NAD) sebagai koenzim adalah pyrroloquinoline quinone (PQQ) (Li et al. 2008) atau flavin adenin dinukleotida (FAD) (Tsujimura et al. 2006).

(18)

2

GDH-FAD hampir tidak bereaksi dengan maltosa, xilosa, dan galaktosa (Frias et al. 2010).

Perkembangan biosensor glukosa sampai saat ini di antaranya adalah novel FAD bergantung pada GDH dengan mediator Fe(CN)63- menghasilkan sensor yang stabil dan tahan lama (1 bulan) dengan selektivitas yang tinggi (Tsujimura et al. 2006), biosensor glukosa menggunakan bakteri asal Indonesia menunjukkan bahwa E. coli yang diimobilisasi di atas permukaan elektrode pasta karbon dapat mendeteksi konsentrasi glukosa sampai 20 mM (Iswantini et al. 2011), biosensor glukosa amperometri memanfaatkan GDH-FAD yang diimobilisasi pada nanokomposit elektrode menghasilkan stabilitas yang tinggi dan tahan lama (Monosik et al. 2012).

Penelitian untuk mengembangkan biosensor glukosa yang memiliki sensitivitas dan stabilitas yang tinggi serta tahan lama terus dilakukan. Penelitian yang dilakukan Iswantini et al. (2011) menunjukkan bahwa mGDH yang dihasilkan E. coli dengan kofaktor PQQ memiliki stabilitas selama 6 jam. Setelah 6 jam, aktivitas GDH menurun menjadi 58%. Monosik et al. (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa kestabilan aktivitas enzim GDH bertambah ketika enzim GDH diimobilisai dengan nanokomposit elektrode. Aktivitas enzim baru menurun setelah minggu kelima menjadi 82%. Faktor kunci keberhasilan Monosik et al. (2012) mempertahankan aktivitas GDH selama 5 minggu dikarenakan penggunaan kitosan sebagai matriks pengimobilisasi enzim. Enzim diadsorpsi pada kitosan model sandwich sehingga menyediakan lingkungan yang hidrofilik yang cocok dengan enzim. Oleh karena itu pencarian material lain sebagai matriks pengimobilisasi enzim perlu dieksplorasi.

Salah satu kandidat material yang paling menjanjikan sebagai matriks pendukung adsorpsi enzim GDH adalah zeolit. Hal ini disebabkan oleh sifat zeolit yang memiliki karakteristik struktur yang unik dan tahan terhadap biodegradasi serta permukaan dapat dimodifikasi dan mudah disiapkan dengan rongga mulai dari mikro pori (< 20 Å) (Xing et al. 2000).

Penelitian tentang pemanfaatan zeolit sebagai matriks pengimobilisasi untuk sensor telah banyak dilakukan. Balal et al. (2009) melakukan modifikasi elektrode pasta karbon yang termodifikasi zeolit Y dengan mediator Fe3+ untuk mengukur dopamin dan triptofan. Hasilnya elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit Y menghasilkan stabilitas yang cukup tinggi dengan puncak arus oksidasi dopamin dan triptofan hanya berkurang 11% setelah 24 jam Goriushkina et al. (2010) melaporkan bahwa penggunaan zeolit jenis silicalite-1 untuk imobilisasi glukosa oksidase pada biosensor amperometri dapat mempertahankan stabilitas GOD selama 16 hari. Setelah 16 hari, stabilitas GOD hanya berkurang 17%. Penelitian yang dilakukan oleh Weniarti (2011) juga menemukan bahwa penggunaan nanokomposit zeolit sebagai matriks pengimobilisasi enzim superoksida dismutase (SOD) meningkatkan sensitivitas biosensor yang ditunjukkan dengan puncak arus anodik pada enzim SOD yang diimobilisasi dengan zeolit lebih

tinggi, yaitu sebesar 1.02 μA dibandingkan dengan enzim SOD tanpa imobilisasi,

yaitu sebesar 0.08 μA(Trivadila 2011).

(19)

3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menentukan aktivitas dan stabilitas enzim GDH yang diimobilisasi pada nanopartikel zeolit serta menentukan parameter kinetika dan keragaan analitik dengan metode elektrokimia.

.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah nanopartikel zeolit dapat digunakan sebagai matriks imobilisasi enzim GDH karena dapat meningkatkan aktivitas dan stabilitas biosensor GDH-FAD.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Biosensor

Biosensor menurut International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) didefinisikan sebagai suatu alat yang menggunakan reaksi biokimia spesifik yang dimediasi oleh enzim, sistem kekebalan tubuh, jaringan, organel atau seluruh sel yang diisolasi untuk mendeteksi senyawa kimia oleh sinyal listrik (electrical signal), panas (thermal signal) atau optis (optical signal) (IUPAC 1997). Biosensor terdiri atas dua bagian utama, yaitu komponen pengenal hayati yang berinteraksi secara interaktif terhadap analat target dan transduser yang berfungsi mengubah respon hayati yang dihasilkan menjadi sinyal yang dapat diukur (Castilo et al. 2004). Perkembangan biosensor dibagi menjadi tiga generasi, yaitu generasi pertama, generasi kedua dan generasi ketiga. Biosensor generasi pertama melibatkan oksigen dalam pengukuran. Biosensor generasi kedua merupakan generasi biosensor yang menggunakan mediator untuk menghubungkan reaksi oksidasi substrat dengan elektrode, sedangkan biosensor generasi ketiga mulai meningkatkan integrasi mediator dengan elektrode (Liu dan Wang 2000).

Perancangan biosensor yang lebih inovatif terus dilakukan untuk menyempurnakan biosensor yang telah berkembang selama ini yang memiliki berbagai kelemahan di antaranya: (1) tidak dapat digunakan secara berulang, (2) daya variasi kurang tinggi, (3) waktu respon yang relatif rendah, (4) rentang linear sempit, (5) sensitivitas rendah dan kurang stabil, dan (6) presisi dan deteksi yang masih rendah (Wang et al. 2008).

(20)

4

Glukosa Dehidrogenase

Glukosa dehidrogenase (GDH) adalah enzim yang berperan dalam reaksi oksidasi langsung glukosa membentuk asam glukonat (EBI 2005). Enzim GDH aktif dalam pengambilan atom hidrogen dari substrat (spesifik terhadap substrat glukosa) dan aktivitasnya tidak dipengaruhi kadar oksigen (Winarno 2010). Reaksinya secara umum adalah:

glukosa + penerima elektron  asam glukonat + penerima elektron tereduksi (1) Reaksi oksidasi glukosa membentuk asam glukonat dengan bantuan enzim GDH merupakan jalur lain dari proses metabolisme glukosa selain jalur fosforilasi membentuk glukosa-6-fosfat. Proses reaksi oksidasi glukosa ini juga bersamaan dengan terjadinya transfer elektron ke ubiquinon oksidase melalui ubiquinon pada rantai respirasi (Elias et al. 2001).

Glukosa dehidrogenase terbagi menjadi 3 jenis berdasarkan kofaktor redoks yang digunakan, yaitu kelompok 1.1.1 EC menggunakan NAD atau nikotin adenin dinukleotida fosfat (NADP) sebagai kofaktor, kelompok 1.1.5 EC menggunakan PQQ sebagai kofaktor dan kelompok 1.1.99.10 EC menggunakan FAD sebagai kofaktor. GDH dengan menggunakan FAD sebagai kofaktor mendapat banyak perhatian karena berpotensi dalam aplikasi sensor dengan selektivitas yang tinggi (Ferri et al. 2011).

Imobilisasi Enzim

Enzim imobilisasi adalah suatu enzim yang secara fisik maupun kimia tidak bebas bergerak sehingga enzim dapat dikendalikan kapan harus kontak dengan substrat. Proses ini dapat dilakukan secara fisika maupun kimia. Cara fisika merupakan cara yang tidak melibatkan pembentukan ikatan kovalen. Cara ini umumnya revesibel, yaitu enzim dapat kembali pada keadaan aslinya. Sedangkan cara kimia merupakan cara imobilisasi enzim yang melibatkan paling sedikit satu ikatan kovalen antara dua atau lebih residu enzim yang sejenis. Cara kimia menjadikan molekul ireversibel, yaitu enzim tidak dapat kembali ke keadaan aslinya (Winarno 2010).

Keuntungan enzim yang diimobilisasi dibandingkan dengan enzim bebas adalah dapat digunakan kembali, sesuai untuk aplikasi dalam operasi yang berkesinambungan, menghasilkan produk yang bebas enzim sehingga tidak perlu dilakukan proses lebih lanjut seperti penghilangan atau penginaktifan enzim dan meningkatkan stabilitas dari aktivitas enzim. Laurinavicius et al. (2004) melakukan studi terhadap aktivitas enzim mGDH yang dimobilisasi dan tidak diimobilisasi (native enzyme). Studinya menunjukkan bahwa imobilisasi mGDH menghasilkan sifat yang sangat berbeda dari sifat native enzyme. Imobilisasi enzim meningkatkan selektivitas substrat, meningkatkan laju regenerasi pusat aktif dan laju dari pengikatan substrat mulai memberikan peran yang signifikan terhadap keseluruhan proses (Laurinavicius et al. 2004).

(21)

5

suatu substrat menjadi produk (Grieshaber 2008). Ada beberapa pemasalahan yang muncul dalam penggunaan enzim dalam biosensor, yaitu: pemulihan enzim, stabilisasi enzim, selektivitas enzim dan reduksi inhibisi oleh medium atau produk. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menjaga kestabilan enzim adalah dengan melakukan imobilisasi enzim pada material yang berpori dan untuk meningkatkan stabilitas dapat digunakan nanomaterial (Mateo et al.2007).

Penggunaan nanomaterial (seperti karbon nanotube, nanopartikel) untuk desain perangkat biosensing merupakan pendekatan yang menarik dan baru untuk meningkatkan kinerja deteksi platform. Nanomaterial merupakan prospek yang sangat menjanjikan karena sifatnya yang unik. Karbon nanotube memiliki sifat listrik, mekanik dan struktur yang luar biasa (Wang 2005b). Nanomaterial dapat meningkatkan reaktivitas elektrokimia biomolekul dan dapat meningkatkan reaksi transfer elektron pada protein. Nanopartikel dari komposisi dan ukuran yang berbeda juga telah digunakan beberapa tahun terakhir sebagai pelacak yang sensitif dan serbaguna untuk elektronik, optik atau transduksi mikrogravimetri biomolekuler yang berbeda (Wang 2005a). Konduktivitas logam nanopartikel yang sangat baik memungkinkan untuk meningkatkan transfer elektron antara pusat redoks pada protein dan permukaan elektrode (Luo et al. 2008.; Pingarron et al. 2008). Selain itu, adsorpsi langsung enzim ke permukaan logam sering menyebabkan denaturasi protein dan hilangnya bioaktivitas yang dapat dihindari jika enzim pertama teradsorpsi ke nanopartikel sebelum elektrodeposisi pada permukaan elektrode (Liu et al. 2005). Beberapa teknik imobilisasi disajikan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1 Teknik imobilisasi enzim (Sassolas et al. 2012)

Zeolit

(22)

6

Mx/n[(AlO2)x(SiO2)y.zH2O, dengan x dan y adalah bilangan bulat, y/x sebanding atau lebih besar dari 1, n adalah valensi logam M, z adalah jumlah molekul air dalam masing-masing unit, x dan y adalah masing-masing jumlah alumina dan silika (Tang 2003).

Zeolit dapat dimanfaatkan dalam elektrokimia dengan merancang berbagai modifikasi elektrode zeolit dan dapat diaplikasikan dalam bidang sensor molekul, elektrokatalisis dan elektroanalisis (Hamlaoui et al. 2008). Contoh struktur zeolit diperlihatkan pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2 Struktur zeolit (Xinyuan 2006)

Nano zeolit merupakan senyawa yang dimanfaatkan karena peningkatan kinerja dari adanya pori yang lebih teratur. Pemanfaatan ini berdasarkan pada kemampuan molekul untuk masuk ke permukaan bagian dalam nano zeolit yang akan meningkatkan kemampuan katalitik dari zeolit tersebut. Kemampuan dari nano zeolit ini dapat ditingkatkan lagi dengan cara memodifikasi permukaan zeolit dengan beberapa gugus fungsi sehinga menjadi lebih selektif terhadap reaktan yang berinteraksi dengan permukaan (Bauer et al. 2007). Kugbe et al. (2009) melaporkan nanokomposit zeolit-geotit hasil sintesis merupakan komposit dengan sifat adsorben yang sangat baik.

Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini adalah zeolit sintesis (zeolit A) dan zeolit alam asal Lampung. Zeolit A merupakan jenis zeolit sintesis rendah silika dengan rasio Si/Al =1. Zeolit ini merupakan isotop dari zeolit Lindan Type A yang memiliki 8 cincin dengan diameter pori 0.41 nm dan memiliki rongga berbentuk spherical dengan ukuran 1.14 nm (Chen 2001). Sedangkan zeolit alam asal Lampung merupakan jenis Klinoptilolit (Arif 2011).

Metode Elektrokimia

(23)

7

mengalir, (2) pengukuran potensial dengan arus tetap, dan (3) pengukuran arus dengan potensial terkontrol (Harvey 2000). Penggunaan metode elektrokimia dalam pengoptimuman aktivitas enzim GDH (Ikeda et al. 1998) terdiri atas voltametri dan amperometri.

Voltametri merupakan metode elektroanalisis yang berdasarkan pada pengukuran arus listrik sebagai fungsi peubah potensial listrik yang diterapkan pada sel elektrolisis. Sel elektrolisis terdiri atas elektrode kerja (working electrode) yaitu elektrode tempat reaksi terjadi, elektrode bantu (auxiliary electrode) yaitu sebuah elektrode inert yang berfungsi membawa sebagian besar arus listrik dan elektrode pembanding (reference electrode) yaitu elektrode yang memiliki nilai potensial tetap. Elektrode yang digunakan dalam sistem voltametri biasanya merupakan elektrode mikro dengan tujuan untuk meningkatkan polarisasi (Brett dan Brett 1998; Monk 2001; Wang 2000).

Kinetika Enzim

Sifat enzim terimobilisasi berbeda dari enzim bebas dikarenakan adanya pengaruh dari material penyangga, matriks, perubahan konformasi enzim yang berasal dari interaksi enzim dengan material penyangga dan modifikasi kovalen dari residu asam amino. Perubahan konformasi pada struktur protein sekunder dan tersier mungkin terjadi disebabkan oleh modifikasi kovalen atau karena efek elektrostatik, ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik dengan material penyangga.

Faktor-faktor utama yang memengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa (inhibitor dan aktivator), pH, dan suhu lingkungan. Sifat-sifat enzim dapat dipelajari dengan mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap enzim, sekaligus mengetahui lingkungan yang dapat memaksimumkan maupun menghambat aktivitas enzim (Muchtadi et al. 1992). Aktivitas spesifik dari enzim pada imobilisasi hampir menurun dan nilai laju kecepatan maksimum (V

max) substrat menjadi produk menjadi turun sedangkan KM meningkat. Untuk itu diperlukan pengukuran kinetika enzim yang terimobilisasi berupa parameter KM dan Vmax (Weniarti 2011). Nilai KM dapat digunakan dalam menentukan ukuran afinitas enzim-substrat (E-S), yang merupakan suatu indikator kekuatan ikatan kompleks E-S atau suatu tetapan keseimbangan untuk disosiasi kompleks E-S menjadi E dan S. Nilai KM kecil berarti kompleks E-S mantap, afinitas enzim tinggi terhadap substrat, sedangkan bila KM besar berlaku kebalikannya (Fox 1991).

3 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

(24)

8

Kimia Departemen Kimia IPB, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB, Laboratorium Kimia Fisika Departemen Kimia IPB, Laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB, dan Laboratorium Puspitek Fisika LIPI Serpong.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah enzim GDH berasal dari Aspergillus sp. dengan aktivitas 1050 U/mg dibeli dari Sekisui Inggris, FADNa2.×H2O dibeli dari Sigma, aquabides, air bebas ion, NaCl, KCl, gliserol, grafit, parafin cair, D-glukosa, kalium ferisianida, larutan bufer fosfat, membran dialisis, NaOH, gas N2, amonium serium sulfat, etanol, metanol, zeolit A, dan zeolit alam asal Lampung.

Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian antara lain eDAQ Potensiostat-Galvanostat (Ecorder 410) yang dilengkapi dengan perangkat lunak Echem v2.1.0 dengan sistem 3 elektrode (elektrode Ag/AgCl sebagai elektrode pembanding, elektrode pasta karbon sebagai elektrode kerja, elektrode platina sebagai elektrode bantu), sel elektrokimia, pipet mikro, Spektrofotometer Inframerah Transform Fourier (IR Prestige-21, Shimadzu), Scanning Electron Microscope, Transmission Electron Microscope (JEM-1400), Particle Size Analyzer (Delsa Nano), Planetary Ball Mill serta alat-alat gelas lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri atas 6 tahap. Tahap pertama yaitu pengondisian zeolit, pembuatan nanopartikel zeolit, dan penentuan nilai kapasitas tukar kation (KTK) zeolit alam. Tahap kedua yaitu pembuatan dan karakterisasi elektrode pasta karbon. Tahap ketiga yaitu penentuan desain eksperimen. Tahap keempat, yaitu imobilisasi enzim GDH pada matriks nanopartikel zeolit dan permukaan elektrode pasta karbon. Tahap kelima, yaitu optimasi aktivitas GDH. Dan tahap keenam, yaitu penentuan parameter kinetika dan keragaan analitik meliputi: stabilitas elektrode, linearitas pengukuran, limit deteksi pengukuran, ketepatan pengukuran, dan keberulangan pengukuran. Diagram alir penelitian dicantumkan pada Lampiran 1.

Pengondisian zeolit alam (Djaeni et al. 2010)

(25)

9

Pembuatan nanopartikel zeolit alam ( Wahyudi et al. 2010)

Zeolit yang telah dikondisikan digerus dengan alat planetary ball mill secara basah (wet milling) menggunakan metanol dan amonium serium sulfat 5% selama 10 jam. Hasil yang diperoleh kemudian diultrasonikasi selama 30 menit pada amplitudo 40% dan diukur dengan Particle Size Analyzer (PSA).

Pembuatan dan karakterisasi elektrode pasta karbon (Mirel et al. 1998) Elektrode pasta karbon dibuat dari campuran grafit dan parafin cair 2:1. Grafit dicampur dengan parafin cair hingga membentuk pasta. Kemudian pasta karbon dimasukkan ke dalam badan elektrode hingga memadat sampai ke permukaan kaca. Permukaan kaca elektrode dihaluskan dan dibersihkan dengan ampelas dan kertas minyak. Elektrode ini selanjutnya dikarakterisasi dengan elektrolit pendukung KCl 0.10 M menggunakan teknik voltametri siklik. Pengukuran ini menggunakan elektrode pembanding Ag/AgCl dan elektrode bantu kawat platina.

Karakterisasi elektrode standar Ag/AgCl (Hattu 2009)

Elektrode standar Ag/AgCl dikualifikasi kinerjanya dengan elektrolit pendukung KCl 0.10 M menggunakan teknik voltametri siklik. Pengukuran ini menggunakan elektrode kerja emas dan elektrode bantu platina.

Desain eksperimen (Engineering 2003)

Desain eksperimen dilakukan melalui dua tahap, yaitu screening factor menggunakan desain Fractional Factorial (FF) dan optimasi menggunakan metode permukaan respon(RSM). Tahap skrining dilakukan dengan memasukkan kombinasi faktor-faktor peubah bebas yang meliputi pH (5.00–8.00), konsentrasi glukosa (5.00–35.00 mM), konsentrasi kalium ferisianida (25.00–100.00 mM), konsentrasi FADNa2.×H2O (1.00–12.00 μM), jumlah zeolit (25.00–250.00 mg) terhadap aktivitas enzim GDH pada perangkat lunak statistika Minitab 14 English dengan menggunakan 2 replikat. Selanjutnya percobaan dilakukan sesuai dengan kombinasi yang dihasilkan (Lampiran 2).

Skrining faktor bertujuan melihat faktor mana yang paling berpengaruh terhadap aktivitas enzim GDH. Setelah diperoleh faktor yang paling berpengaruh terhadap respon, dilakukan pengoptimumam respon menggunakan metode permukaan respon (RSM). Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan kombinasi faktor-faktor peubah bebas hasil screening terhadap aktivitas enzim GDH pada perangkat lunak statistika Minitab 14 English dengan menggunakan 3 replikat. Selanjutnya percobaan dilakukan sesuai dengan kombinasi yang dihasilkan untuk memperoleh nilai aktivitas optimum (Lampiran 3).

Imobilisasi enzim GDH pada nanopartikel zeolit alam

(26)

10

dilakukan yaitu penggantian enzim urease dengan enzim GDH. Imobilisasi enzim GDH dilakukan dengan menyiapkan 8.0 U/mL enzim GDH, gliserol (10%). Setelah itu, nanopartikel zeolit dengan komposisi tertentu dicampurkan dengan gliserol (10%) dan 1 mL larutan enzim GDH kemudian diaduk hingga homogen.

Campuran selanjunya dishaker selama 24 jam. Kemudian larutan diteteskan pada permukaan elektrode pasta karbon dan didiamkan hingga pelarutnya menguap/mengering. Selanjutnya permukaan elektrode dilapisi dengan membran dialisis, ditutup dengan jaring nilon, dan diikat dengan parafilm. Elektrode kemudian direndam dalam bufer fosfat pada suhu 5 ºC ketika tidak digunakan, untuk memberikan keadaan yang sama dengan lingkungan sebenarnya. Elektrode dapat langsung digunakan untuk pengukuran aktivitas GDH secara elektrokimia.

Pengukuran elektrokimia

Pengukuran elektrokimia dilakukan dengan memodifikasi penelitian Iswantini et al. (2000). Modifikasi yang dilakukan yaitu penggantian bakteri E. coli K-12 penghasil enzim GDH dengan enzim GDH, penggantian kofaktor PQQ menjadi FAD, penggantian mediator Q0 menjadi kalium ferisianida. Pengukuran elektrokimia dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat eDAQ potensiostat-galvanostat yang dilengkapi perangkat lunak Echem v2.1.0. Elektrode yang digunakan ialah elektrode Ag/AgCl sebagai elekrode pembanding, platina sebagai elektrode bantu, dan elektrode enzim sebagai elektrode kerja.

Sebanyak 1 mL larutan bufer fosfat ditambahkan ke dalam sel elektrokimia dan puncak arus anode yang terbentuk diamati sebagai blanko. Selanjutnya, ditambahkan berturut-turut mediator (kalium ferisianida), glukosa, kofaktor (FAD) dan MgSO4. Sebelum dilakukan pengukuran, larutan dideaerasi dengan mengalirkan gas nitrogen selama ± 1 menit. Setelah penambahan setiap zat ke dalam larutan, perubahan arus yang terjadi diamati hingga mencapai arus keadaan tunak secara runut.

Penentuan parameter kinetika (Hoshino et al. 2012)

Penentuan parameter kinetika dilakukan setelah diperoleh kondisi optimum aktivitas GDH-FAD. Parameter kinetika enzim GDH yang diimobilisasi ditentukan dengan menggunakan persamaan Michaelis–Menten:

�= �������[�−�������]

���+[�−�������] (1)

(27)

11

Penentuan stabilitas elektrode (Trivadilla 2006)

Stabilitas elektrode ditentukan dari pengukuran aktivitas enzim GDH setelah didapat kondisi optimum. Nilai aktivitas yang diperoleh pada pengukuran awal dianggap 100%. Aktivitas diukur ulang pada setiap waktu tertentu dan aktivitas yang tersisa.

Aktivitas enzim GDH(%) = �������−�(µ�)

���������(µ�)����%

(2)

Penentuan linearitas pengukuran (Harvey 2000)

Penentuan konsentrasi linear ditetapkan melalui pengukuran larutan standar D-glukosa pada kondisi optimum elektrode dan parameter instrumen pada berbagai rentang konsentrasi. Arus puncak yang terbaca dialurkan terhadap konsentrasi larutan standar untuk memperoleh kurva kalibrasi. Linearitas dan daerah kerja diperoleh dari interpretasi kurva kalibrasi. Konsentrasi yang memberikan hubungan linear adalah rentang konsentrasi kerja elektrode. Hubungan yang linear dinyatakan dengan koefisien korelasi (r) yang mengikuti persamaan:

�= ∑�[(��−�̅)(��−��)]

[{∑(�−�̅)2}{∑(�−��)2}]1/2 (3)

Dengan xi adalah konsentrasi larutan D-glukosa ke-i, �̅ adalah konsentrasi rata-rata larutan D-glukosa, yi adalah arus puncak yang terukur pada konsentrasi larutan D-glukosa ke-i dan �� adalah arus puncak rata-rata.

Penentuan limit deteksi pengukuran (Harvey 2000)

Limit deteksi ditentukan dengan melakukan pengukuran terhadap larutan D-glukosa dalam larutan elektrolit pendukung dengan rentang konsentrasi terkecil. Limit deteksi (LD) dihitung dengan persamaan:

�� =3���

� (4) Dengan ��adalah simpangan baku dari intersep dan b adalah kemiringan persamaan regresi.

Penentuan ketepatan pengukuran (Ermer dan Miller 2005)

Ketepatan pengukuran ditentukan dengan melakukan pengukuran terhadap larutan glukosa dengan konsentrasi yang diketahui. Konsentrasi yang terukur dihitung menggunakan persamaan kurva kalibrasi. Selanjutnya dihitung kesalahan relatifnya menggunakan persamaan sebagai berikut:

= ��−��

(28)

12

Dengan ketentuan Kr adalah kesalahan relatif, xi adalah nilai hasil pengukuran dan xt adalah nilai sesungguhnya.

Sementara persen perolehan kembali ditentukan dengan persamaan berikut: ������������ℎ��������� =��������������������������� � 100% (6)

Penentuan keterulangan pengukuran (AOAC 2002)

Keterulangan pengukuran ditentukan dengan melakukan pengukuran pada larutan glukosa pada konsentrasi optimum selama 10 kali, kemudian dihitung simpangan baku (SB) menggunakan persamaan berikut:

= �∑�(��−�̅)2

(�−1) �

1/2

(7) Sementara persen koefisien variasi (%KV) dihitung dengan persamaan berikut:

%��= ��

�̅ � 100% (8)

Hasil perhitungan menunjukkan kesalahan pengukuran arus.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengondisian Zeolit Alam

Pengondisian zeolit alam bertujuan membersihkan pengotor yang terikat pada zeolit alam. Pada penelitian ini zeolit dikondisikan secara basa, kemudian ditentukan nilai KTKnya. Setelah dikondisikan secara basa terjadi peningkatan nilai KTK zeolit, yaitu dari 60.89 mek/100g menjadi 91.34 mek/100g. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Arif (2011) yang menyebutkan bahwa perlakuan basa akan semakin meningkatkan nilai KTK karena dengan perlakuan basa, permukaan dari zeolit akan berubah menjadi semakin negatif. Nilai KTK yang semakin tinggi mengindikasikan zeolit semakin bersifat hidrofilik sehingga baik digunakan sebagai matriks pengimobilisasi enzim.

Pembuatan Nanopartikel Zeolit Alam (NPZ)

(29)

13

Partikel yang dihasilkan dari proses penggilingan ini terlihat lebih halus dikarenakan pada proses penggilingan dengan alat PBM, sampel ditumbukkan dengan bola penggiling dalam botol penggiling yang diletakkan di atas pergerakan rotasi yang disebut dengan gaya Corioli. Perbedaan kecepatan antara bola dan botol penggiling menghasilkan interaksi antara gaya gesek dan tekan yang melepaskan energi dinamik yang tinggi. Perbedaan gaya inilah yang menghasilkan tingkat pengecilan ukuran yang tinggi dan efektif. Namun, partikel yang dihasilkan dari proses penggilingan ini masih teraglomerasi sehingga perlu diultrasonikasi agar dalam penentuan ukuran partikel diperoleh nilai yang sesungguhnya. Ultrasonikasi menghasilkan gelombang tekanan rendah dan tekanan tinggi yang saling bertukar dalam cairan, sehingga dapat memecah gumpalan dari ukuran bahan mikro dan nano (Fuchs diacu dalam Wahyudi et al. 2011). Setelah diultrasonikasi, partikel diukur menggunakan alat PSA dengan hasil disajikan pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3 Distribusi frekuensi ukuran NPZ

(30)

14

abrasif dibandingkan ammonium serium sulfat sehinggga proses penggilingan menggunakan ammonium serium nitrat menjadi lebih efektif.

Skrining Faktor menggunakan Desain Fractional Factorial (FF)

Desain FF digunakan untuk menskrining variabel bebas (faktor) yang berpengaruh signifikan pada respon yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Terdapat 4 faktor yang berpengaruh dalam aktivitas enzim pada elektrode enzim tanpa NPZ, yaitu pH (X1), konsentrasi glukosa (X2), konsentrasi kalium ferisianida (X3) dan konsentrasi FAD (X4). Sedangkan, pada elektrode enzim dengan NPZ faktor yang berpengaruh dalam aktivitas enzim adalah pH (X1), konsentrasi glukosa (X2), konsentrasi ferisianida (X3), konsentrasi FAD (X4), dan konsentrasi zeolit (X5). Hasil eksperimen diolah dengan minitab dan output hasil eksperimen untuk elektrode enzim tanpa NPZ dan dengan NPZ disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1 Output minitab estimasi pengaruh variabel bebas terhadap respon pada elektrode enzim tanpa NPZ

S = 3.51 R-Sq = 91.87% R-Sq(adj) = 84.76%

Tabel 2 Output minitab estimasi pengaruh variabel bebas terhadap respon pada elektrode enzim dengan NPZ

S = 5.26 R-Sq = 90.80% R-Sq(adj) = 82.20%

Tabel 1 memperlihatkan bahwa faktor yang berpengaruh signifikan dalam meningkatkan respon (arus) pada elektrode enzim tanpa NPZ yang ditunjukkan dengan Pvalue < 0.05 adalah konsentrasi ferisianida (0.00) dan konsentrasi FAD (0.027). Sementara pada elektrode enzim dengan NPZ, faktor yang berpengaruh signifikan dalam meningkatkan arus adalah konsentrasi ferisianida dan konsentrasi zeolit dengan Pvalue sama-sama 0.00 (Tabel 2).

(31)

15

Optimasi Respon menggunakan RSM.

Setelah diperoleh faktor yang berpengaruh signifikan terhadap respon, maka faktor tersebut dioptimasi menggunakan metode RSM. RSM merupakan himpunan metode-metode matematika dan statistika yang bertujuan mengoptimalkan respon (Montgomery 2001). Kelebihan dari optimasi menggunakan RSM dibandingkan dengan konvensional adalah RSM dapat mengoptimasi faktor dengan melihat hubungan antar sesama faktor dengan respon dalam waktu bersamaan. Hasil optimasi aktivitas enzim GDH pada elektrode enzim tanpa NPZ diperlihatkan pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Sementara output minitab estimasi koefisien persamaan model elektrode enzim tanpa NPZ ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Output minitab estimasi koefisien persamaan model elektrode enzim tanpa NPZ

S = 0.92 R-Sq = 94.11% R-Sq(adj) = 93.20%

(32)

16

Gambar 4 Kontur hubungan antara faktor dan arus

Optimasi elektrode enzim dengan NPZ memberikan model yang berbeda dengan elektrode enzim tanpa NPZ. Pada elektrode enzim dengan NPZ, metode RSM kurang cocok digunakan karena menghasilkan nilai R2 yang tidak terlalu tinggi, yaitu 72.3%, artinya faktor hanya dapat memprediksi respon sebesar 72.3%. Oleh karena itu optimasi dilakukan menggunakan model yang lain, yaitu desain FF dengan menambahkan 5 center point. Hasil output minitab estimasi koefisien persamaan model elektrode enzim diperlihatkan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Output minitab estimasi koefisien persamaan model elektrode enzim

dengan NPZ

S = 3.83 R-Sq = 96.19% R-Sq(adj)= 94.91%

Tabel 4 memperlihatkan bahwa semua faktor mewakili model yang ditunjukkan dengan P value semua faktor < 0.05 dan diperoleh R2 yang cukup tinggi yaitu 96.19%, artinya faktor dapat memprediksi respon sebesar 96.19%. Kondisi optimum untuk NPZ diperoleh berdasarkan analisis menggunakan Response Optimizer pada minitab dengan hasil 250 mg untuk bobot NPZ optimum dan 100 mM untuk konsentrasi kalium ferisianida optimum.

Imobilisasi Enzim GDH tanpa NPZ dan pada NPZ

Imobilisasi enzim bertujuan mempertahankan aktivitas dan stabilitas enzim. Imobilisasi yang dilakukan melalui dua model dengan ilustrasi sebagai berikut.

Conc. fe risianida Contour Plot of arus vs Conc. FAD; Conc. fe risianida

Term Coef T P

Constant 19.93 18.02 0.00

X3 15.98 14.45 0.00

X5 7.50 6.86 0.00

(33)

17

(b)

Gambar 5 Ilustrasi model elektrode enzim (a) tanpa NPZ (b) dengan NPZ. Gambar 5a merupakan model pertama, yaitu enzim diimobilisasi pada elektrode pasta karbon tanpa NPZ dengan cara enzim diteteskan langsung di atas elektrode pasta karbon kemudian ditutup dengan membran dialisis. Pada model ini, enzim dijebak pada pasta karbon dan membran dialisis. Pasta karbon berfungsi sebagai matriks pengimobilisasi enzim, sedangkan membran dialisis berfungsi sebagai membran selektif permeabel. Sementara model kedua (Gambar 5b), enzim diimobilisasi pada NPZ dan elektrode pasta karbon. Pada model kedua ini menggabungkan dua teknik imobilisasi (adsorpsi fisik dan penjebakan), yaitu enzim diimobilisasi terlebih dahulu pada nanopartikel zeolit kemudian diteteskan pada elektrode pasta karbon dan ditutup dengan membran dialisis. Untuk mengetahui enzim telah terimobilisasi pada NPZ, dilakukan pencirian dengan menggunakan SEM (Gambar 6), TEM (Gambar 7) dan FT-IR (Lampiran 6).

Gambar 6 Citra SEM (a) NPZ dan (b) enzim terimobilisasi pada NPZ Keterangan: anak panah menunjukkan enzim

(a) (b)

Elektrode pasta karbon Membran

Zeolit

H H H Hδ+ O O O O

Cδ- -δC

Elektrode pasta karbon Membran

(34)

18

Gambar 7 Citra TEM (a) NPZ dan (b) enzim terimobilisasi pada NPZ Keterangan: anak panah menunjukkan enzim

Gambar 6a memperlihatkan permukaan NPZ sebelum diimobilisasi, sementara Gambar 7a memperlihatkan bagian lebih dalam dari NPZ sebelum diimobilisasi. Gambar 6b dan 7b sama-sama memperlihatkan bahwa enzim telah terimobilisasi ke dalam matriks NPZ yang ditandai dengan permukaan NPZ menjadi lebih kasar karena tertutupi oleh enzim.

Interpretasi spektrum inframerah (Lampiran 6) juga menunjukkan bahwa terjadi puncak baru pada bilangan gelombang 2950.37 cm-1 yang berada pada rentang bilangan gelombang untuk ikatan antara karbon dan hidrogen (C-H) (Cooke 2005). Dengan demikian enzim telah terimobilisasi pada matriks NPZ. Penelitian yang dilakukan oleh Zhou et al. (2007) juga memperlihatkan hasil morfologi kristal zeolit yang terimobilisasi enzim menggunakan TEM menunjukkan permukaan zeolit menjadi semakin tidak rata. Hal ini mengindikasikan bahwa enzim memerlukan karakteristik permukaan dan area permukaan eksternal yang luas untuk imobilisasi.

Aktivitas Enzim GDH Terimobilisasi tanpa NPZ, pada NPZ dan Zeolit A

Aktivitas enzim GDH diukur menggunakan metode voltammetri siklik. Prinsip voltammetri siklik adalah pengukuran nilai arus listrik sebagai fungsi aluran potensial, dengan potensial awal sama dengan potensial akhir. Potensial diubah secara linear dengan laju tertentu sampai suatu potensial tertentu yang memungkinkan senyawa elektroaktif yang ada di dalam sel elektrokimia mengalami reaksi oksidasi-reduksi (Wang 2000). Aktivitas yang terukur dalam bentuk arus yang besarnya sebanding dengan konsentrasi produk yang dihasilkan. Pada proses ini, elektron akan dihasilkan dari reaksi oksidasi substrat glukosa yang dikatalisis enzim GDH. Kondisi pengukuran menggunakan buffer fosfat pH =8 yang berfungsi sebagai penyedia lingkungan yang cocok untuk aktivitas maksimum enzim sekaligus sebagai elektrolit pendukung, kalium ferisianida = 100 mM sebagai mediator, FAD = 12 µM sebagai kofaktor dan MgSO4 10 mM sebagai aktivator. Kondisi pengukuran ini dipilih berdasarkan hasil optimasi menggunakan RSM (mediator dan kofaktor), sementara untuk pH dipilih

(35)

19

berdasarkan hasil percobaan dan untuk aktivator dipilih berdasarkan kondisi pengukuran yang dilaporkan Iswantini et al. (2011). Selanjutnya pengukuran dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi glukosa. Berikut disajikan voltammogram siklik untuk elektrode enzim terimobilisasi pada elektrode enzim tanpa NPZ (Gambar 8a), dengan NPZ (Gambar 8b) dan dengan zeolit A (Gambar 8c).

(a) (b)

(c)

Gambar 8 Voltammogram siklik elektrode enzim (a) tanpa NPZ (b) dengan NPZ (c) dengan zeolit A pada laju pemayaran 250 mVs-1, potensial 5 V, initial E -400 mV, final E -400 mV, upper E 800 mV, dan lower E -400 mV

Gambar 8 memperlihatkan kenaikan tiap puncak anode dan penurunan puncak katode dengan pola yang cenderung sama pada masing-masing elektrode ketika ditambah secara berturut-turut buffer fosfat pH = 8, kalium ferisianida 10 mM, glukosa 25 mM, FAD 12 µM dan MgSO4 10 mM. Gambar 8 juga menunjukkan rangkaian reaksi yang terjadi pada biosensor glukosa. Glukosa dioksidasi oleh enzim GDH menghasilkan D-α-glukonolakton seperti yang ditunjukkan pada skema reaksi 9. Selanjutnya enzim GDH bentuk tereduksi akan

-50,00

-0,60 -0,20 0,20 0,60 1,00

A

-0,60 -0,20 0,20 0,60 1,00

(36)

20

bereaksi dengan kalium ferisianida yang mengakibatkan enzim GDH kembali ke bentuk semula dan kalium ferisianida tereduksi menjadi kalium ferosianida (10). Kemudian kalium ferosianida akan teroksidasi kembali menjadi kalium ferisianida dan melepaskan elektron (11). Elektron ini sebanding dengan D-α-glukonolakton yang dihasilkan dan berperan dalam menguatkan sinyal yang terukur (Kulys 2006).

GDH(ox)+ β-D-glukosa  GDH(red) + D-α-glukonolakton (9) [Fe(CN)6]3- + GDH(red)  [Fe(CN)6]4- + GDH(ox) (10) [Fe(CN)6]4-  [Fe(CN)6]3- + e (11)

Elektrode enzim dengan NPZ (Gambar 8b) memiliki aktivitas yang paling

tinggi dengan perubahan arus puncak anode (ΔIpa) sebesar 85.45 µA. Kemudian elektrode enzim dengan zeolit A (Gambar 8c) yang memiliki ΔIpa sebesar 54.29 µA dan aktivitas terendah adalah elektrode enzim tanpa NPZ (Gambar 8a) dengan

nilai ΔIpa sebesar 30.89 µA. Nilai ΔIpa seluruh pengukuran dicantumkan pada Lampiran 7.

Elektrode enzim dengan NPZ dan elektrode enzim dengan zeolit A memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan elektrode enzim tanpa NPZ disebabkan oleh pada elektrode enzim dengan NPZ dan elektrode enzim dengan zeolit A, terjadi adsopsi fisik antara enzim dengan zeolit sebelum dijebak di dalam pasta karbon. Adsorpsi fisik menyebabkan aktivitas material yang lebih besar bila dibandingkan dengan jebakan yang memiliki keterbatasan dalam kinerja sensor karena kemungkinan terjadi hambatan difusi yang mengakibatkan aktivitas enzim lebih rendah (Sassolas et al. 2012). Sementara elektrode enzim dengan NPZ memiliki aktivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan elektrode enzim dengan zeolit A. Hal ini dikarenakan pada elektrode enzim dengan NPZ, menggunakan zeolit alam yang telah dibuat dalam ukuran nano. Partikel nano dapat meningkatkan laju transfer elektron menjadi lebih efisien sehingga aktivitas (respon arus) menjadi lebih tinggi (Luo et al. 2006; Pingarron et al. 2008). Selain itu pada zeolit alam kemungkinan besar masih terdapat pengotor yang umumnya merupakan oksida logam, seperti oksida kalsium, oksida besi, oksida natrium yang diduga juga berperan dalam meningkatkan arus.

Parameter Kinetika Enzim

(37)

21

di bawah 15.00 mM, reaksi berada pada fase pertama dan ketika konsentrasi glukosa mencapai 15.00 mM aktivitas GDH mulai mencapai maksimum yang artinya semua sisi aktif GDH telah terikat dengan substrat sehingga penambahan substrat yang lebih tinggi tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas GDH atau dengan kata lain enzim GDH telah jenuh dengan substrat. Hal ini sedikit berbeda dengan aktivitas enzim GDH pada elektrode enzim dengan NPZ (Gambar 9b) dan elektrode enzim dengan zeolit A (Gambar 9c) yang memperlihatkan aktivitas enzim GDH mencapai keadaan jenuh saat konsentrasi glukosa secara berturut-turut sebesar 20 mM dan 10 mM.

(a)

y = 3.19ln(x) + 17.96 = 0.96

5,00 15,00 25,00 35,00

0 10 20 30 40

ΔIp

a

A

)

Konsentrasi glukosa (mM)

y = 7.34ln(x) + 51.82 = 0.96

17,00 37,00 57,00 77,00 97,00

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00

ΔI

pa

A

)

(38)

22

(b)

(c)

Gambar 9 Hubungan konsentrasi substrat glukosa dan aktivitas GDH pada elektrode enzim (a) tanpa NPZ (b) dengan NPZ (c) dengan zeolit A. Error bars = ± standar deviasi.

Representasi regresi non linear dari hubungan konsentrasi substrat dan aktivitas GDH (Gambar 9) memiliki kelemahan yaitu kemungkinan terjadi distorsi dari hiperbola sehingga nilai KM yang ditentukan bisa sepuluh kali lebih rendah atau sepuluh kali lebih tinggi dari nilai KMsebenarnya (Bisswanger 2002). Oleh karena itu, ditentukan daerah linear pada kurva parabola masing-masing elektrode seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.

(39)

23

(b)

(c)

Gambar 10 Linearitas konsentrasi glukosa dan aktivitas GDH elektrode enzim (a) tanpa NPZ (b) dengan NPZ (c) dengan zeolit A. Error bars = ± standar deviasi.

Daerah linear untuk elektrode enzim tanpa NPZ (Gambar 10a ), elektrode enzim dengan NPZ (Gambar 10b) dan elektrode enzim dengan zeolit A (Gambar 10c) berada pada rentang konsentrasi secara berturut-turut 1.00–15.00 mM, 2.00– 20.00 mM dan 0.06–10.00 mM. Ketiga elektrode enzim ini menghasilkan daerah linear yang berbeda-beda sehingga aplikasinya juga berbeda. Rentang konsentrasi glukosa darah normal pada manusia yaitu dari 4 sampai 6 mM (Shan et al. 2010), sehingga elektrode enzim dengan NPZ dan tanpa NPZ yang cocok digunakan dalam penentuan konsentrasi gula darah karena memiliki range yang lebar. Sementara elektrode enzim dengan zeolit A memiliki range yang lebih sempit sehingga lebih cocok diaplikasikan dalam penentuan konsentrasi gula dalam makanan atau minuman.

Analisis kinetika ditentukan melalui turunan dari kurva Michaelis-Menten dengan metode Lineweaver-Burk, Dixon, dan Eadie-Hofstee. Nilai ��� dan ������ masing-masing elektrode berdasarkan analisis persamaan garis dari ketiga metode dirangkum pada Tabel 5.

y = 0.81x + 58.58

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00

ΔI

pa

A

)

Konsentrasi glukosa (mM)

(40)

24

Tabel 5 Analisis parameter kinetika

aLB: Lineweaver-Burk, bEH: Eadie-Hofstee

Tabel 5 memperlihatkan bahwa masing-masing metode memberikan hasil parameter kinetika yang cenderung sama. Berdasarkan hasil analisis persamaan garis pada masing-masing metode (Lampiran 8), nilai koefisien determinasi (R2) dari metode Dixon lebih tinggi dibandingkan kedua metode lainnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa kinetika mengikuti pola kinetika Dixon. Penelitian yang menggunakan metode Dixon dalam penentuan parameter kinetika dilakukan oleh Nakae dan Stoward (1995) dengan hasil KM dan Vmax enzim laktat dehidrogenase masing-masing sebesar 14.8 mM dan 46 µmol/cm3/menit. Maurer dan Fung (2000) juga menentukan parameter kinetika enzim nitrat oksida sintase berdasarkan metode Dixon dan memperoleh nilai ��� sebesar 2.5 µM dan ������ sebesar 3.7 pmol/menit. Karena pola kinetika mengikuti pola Dixon, maka untuk pembahasan selanjutnya, nilai ���, ������ dan efisiensi katalitik akan difokuskan pada metode Dixon.

Elektrode enzim dengan zeolit A memiliki ��� terendah yaitu sebesar 0.33, kemudian berturut-turut elektrode enzim tanpa NPZ (0.95 mM) dan elektrode enzim dengan NPZ (1.16 mM). Nilai KM merupakan ukuran kuat atau lemahnya enzim mengikat substrat. Semakin besar nilai KM, semakin lemah enzim mengikat substrat dan semakin kecil nilai KM, semakin kuat pula enzim mengikat substrat atau semakin tinggi afinitasnya. Dengan demikian, elektrode enzim dengan zeolit A memiliki afinitas tertinggi terhadap substrat dibandingkan kedua elektrode enzim lainnya. Nilai ��� ketiga elektrode enzim ini jauh lebih rendah dibandingkan nilai KM dari supplier, yaitu sebesar 50 mM. Perbedaan ini dapat terjadi dikarenakan perbedaan metode dan kondisi pengukuran. Nilai KM yang disediakan supplier diukur berdasarkan metode spektrofotometri dan dikalkulasi berdasarkan plot Eadie-Hofstee. Sedangkan pada penelitian ini, nilai ��� ditentukan dengan metode pengukuran secara elektrokimia dan dikalkulasi berdasarkan plot Dixon. Penentuan KM secara elektrokimia menggunakan metode penentuan langsung dari kurva Michaelis-Menten yang dilaporkan oleh Monosik et al. (2012) juga mendapatkan nilai KM yang rendah, yaitu sebesar 3.09 mM. Nilai ini juga masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai ��� ketiga elektrode enzim dalam penelitian ini.

(41)

25

dengan zeolit A (48.54 µA) dan elektrode enzim tanpa NPZ (27.25 µA). Nilai ������� ketiga elektrode enzim ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Monosik et al. (2012) yang memperoleh nilai ������� untuk enzim GDH sebesar 9.12 µA. Nilai ������ merupakan indikator aktivitas enzim. Semakin besar nilai ������, semakin tinggi aktivitas enzim dan sebaliknya. Dengan demikian, elektrode enzim dengan NPZ memiliki aktivitas tertinggi dibandingkan kedua elektrode enzim lainnya. Namun, hasil perhitungan efisiensi katalitik tertinggi pada elektrode enzim dengan zeolit A, yaitu sebesar 161.80 µA mM-1. Meskipun elektrode enzim dengan NPZ memiliki aktivitas tertinggi, namun efisiensi katalitiknya tidak sebesar elektrode enzim dengan zeolit A. Artinya enzim GDH pada elektrode enzim dengan zeolit A lebih efisien dalam mengkatalisis substrat dibandingkan enzim GDH pada elektrode enzim dengan NPZ. Hal ini disebabkan karena substrat lebih terikat kuat (lebih banyak terakumulasi) pada elektrode enzim dengan zeolit A dibandingkan dengan elektrode enzim dengan NPZ sehingga proses difusi substrat dan transfer elektron lebih efisien.

Sensitivitas metode analisis adalah perbandingan perubahan respon instrumental terhadap perubahan konsentrasi analit. Elektrode enzim tanpa NPZ, dengan NPZ dan dengan zeolit A masing-masing memberikan nilai sensitivitas sebesar 0.58 µA mM-1, 0.81 µA mM-1 dan 2.41 µA mM-1. Semakin besar nilai sensitivitas menunjukkan bahwa sedikit perubahan konsentrasi memberikan perubahan respon yang cukup besar (Amri et al. 2009). Elektrode enzim dengan zeolit A memiliki nilai sensitivitas lebih tinggi dibandingkan dengan kedua elektrode enzim lainnya. Nilai ini juga masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Monosik et al. (2012) yang mengimobilisasi enzim GDH pada nanokomposit kitosan yang memperoleh nilai sensitivitas sebesar 2.20 µA mM-1 dan elektrode enzim GOD dengan film nanokomposit kitosan/grafena/nanopartikel emas yang dibuat oleh Shan et al. (2010), yaitu sebesar 0.55 µA mM-1.

Limit Deteksi

(42)

26

(a)

(b)

(c)

Gambar 11 Linearitas elektrode enzim pada rentang konsentrasi 0.01 – 0.10 mM (a) tanpa NPZ (b) dengan NPZ (c) dengan zeolit A. Error bars = ± standar

0,00 0,03 0,06 0,09 0,12

R

0,00 0,03 0,06 0,09 0,12

(43)

27

Gambar 11 menunjukkan daerah linear untuk setiap elektrode yang memuat konsentrasi terkecil glukosa yang masih dapat terukur. Gambar 11 juga memperlihatkan persamaan regresi untuk setiap elektrode enzim. Limit deteksi dihitung berdasarkan persamaan (5) dan diperoleh limit deteksi untuk elektrode enzim tanpa NPZ, dengan NPZ dan dengan zeolit A secara berturut-turut 148.31 µM, 52.96 µM dan 4.78 µM. Limit deteksi ini masih lebih besar jika dibandingkan biosensor glukosa lainnya di antaranya Monosik et al. (2012) memperoleh limit deteksi untuk elektrode enzim GDH dengan nanokomposit kitosan sebesar 4.15 µM, Che X et al. (2011) memperoleh limit deteksi sebesar 0.47 µM untuk elektrode enzim GOD dengan menggunakan kitosan–prussian blue–multiwall carbon nanotubes sebagai matriks imobilisasi enzim.

Ketepatan Pengukuran

Ketepatan (accuracy) pengukuran mengindikasikan kedekatan hasil analisis dengan konsentrasi sebenarnya (AOAC 2002). Ketepatan pengukuran pada penelitian ini diungkapkan sebagai persen perolehan kembali dan kesalahan relatif. Ketepatan pengukuran dilakukan dengan mengukur larutan yang telah diketahui konsentrasinya, yaitu 6 mM yang dibuat terpisah dari larutan standar. Konsentrasi ini dipilih karena berada pada daerah linear pada ketiga elektrode enzim. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi. Semakin dekat hasil analisis dengan nilai sebenarnya, maka hasil analis semakin akurat (Hattu 2009). Hasil pengukuran ketepatan pengukuran disajikan pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6 Hasil pengukuran ketepatan pengukuran

Elektrode

(44)

28

Hasil perhitungan kesalahan relatif (Kr) memperlihatkan bahwa elektrode enzim dengan zeolit A memiliki nilai Kr terkecil yaitu sebesar 3.48%, kemudian secara berturut-turut elektrode enzim dengan NPZ (3.84%) dan elektrode enzim tanpa NPZ (8.14%). Semakin kecil nilai Kr, maka elektrode semakin baik karena menghasilkan kesalahan pengukuran yang semakin kecil. Hasil pengukuran memiliki akurasi yang baik jika kesalahan relatif 1-5% (Harvey 2000). Dengan demikian, hasil pengukuran menggunakan elektrode enzim dengan nanopartikel zeolit dan elektrode enzim dengan zeolit A memiliki akurasi yang cukup baik.

Keterulangan Pengukuran

Keterulangan pengukuran (repeatability) menurut AOAC (2002) adalah kesamaan hasil jika suatu metode dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dalam selang waktu yang pendek. Keterulangan dinilai dengan melakukan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik terpisah dari kelompok yang sama. Pada penelitian ini, keterulangan dilakukan sebanyak 10 kali. Keterulangan pengukuran dalam penelitian ini dinyatakan dalam standar deviasi (SD) dan nilai koefisien variansi (%KV). Semakin kecil nilai SD dan %KV, maka ketelitian semakin tinggi dan kesalahan pengukuran arus semakin kecil. Hasil analisis pengukuran keterulangan pengukuran (Tabel 7) memperlihatkan bahwa elektrode enzim dengan zeolit A menunjukkan keterulangan yang paling tinggi dibandingkan elektrode enzim dengan NPZ dan elektrode enzim tanpa NPZ dengan nilai SD dan %KV secara berturut-turut 1.77 dan 3.16%. Syarat penerimaan %RSD (%KV) sesuai standar AOAC (2002) adalah: (1) sangat teliti: %RSD < 1, (2) teliti: %RSD 1-2, (3) sedang: %RSD 2-5, dan (4) tidak teliti: %RSD > 5. Dengan demikian elektrode enzim dengan nanopartikel zeolit dan elektrode enzim dengan zeolit A memiliki keterulangan atau tingkat presisi sedang, sementara elektrode enzim tanpa nanopartikel zeolit memiliki tingkat presisi yang rendah. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh San et al. (2010) yang juga memperoleh hasil keterulangan untuk biosensor glukosa berbasis enzim GOD dengan kategori sedang dengan nilai RSD sebesar 3.2%.

Tabel 7 Hasil pengukuran keterulangan pengukuran

Elektrode enzim Rata-rata pengukuran SD %KV

Tanpa NPZ 29.89 2.59 8.67

Dengan NPZ 85.29 3.26 3.83

Dengan zeolit A 55.84 1.77 3.16

Stabilitas Elektrode

(45)

29

diperlihatkan pada Gambar 12. Gambar 12 menunjukkan bahwa elektrode enzim dengan NPZ memiliki stabilitas yang paling tinggi dibandingkan kedua elektrode enzim lainnya. Aktivitas enzim baru menurun menjadi 51.62% setelah 12 hari. Selanjutnya, elektrode enzim dengan zeolit A yang aktivitasnya turun menjadi 54.05% setelah hari ke-8. Sementara elektrode enzim tanpa NPZ memiliki stabilitas yang paling rendah ditunjukkan dengan penurunan aktivitas enzim GDH sebesar 52.25% di hari ke-3.

Gambar 12 Stabilitas elektrode enzim tanpa NPZ, dengan NPZ dan zeolit A Jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Monosik et al. (2012) dan San et al. (2010) yang masing-masing menggunakan nanokomposit kitosan dan grafena/nanopartikel emas/kitosan sebagai elektrode, stabilitas elektrode pada penelitian ini masih jauh lebih rendah. Monosik et al. (2012) berhasil mempertahankan stabilitas enzim selama 4 minggu (minggu ke-5 aktivitas enzim baru menurun menjadi 82%), sementara stabilitas elektrode yang dibuat San et al. (2010) menunjukkan penurunan aktivitas enzim hanya 4% setelah 1 minggu. Rendahnya stabilitas enzim pada penelitian ini disebabkan oleh pengukuran stabilitas dilakukan mendekati masa expired enzim, sehingga telah terjadi penurunan aktivitas enzim saat pengukuran dilakukan. Namun, stabilitas elektrode enzim dengan NPZ masih lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan Gia (2012) yang menggunakan zeolit-glutaraldehida sebagai matriks imobilisasi yang memperoleh hasil stabilitas biosensor glukosa menggunakan bakteri E. coli penghasil enzim GDH menurun menjadi 63.34% setelah hari ke-7.

(46)

30

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nanopartikel zeolit dan zeolit A berhasil digunakan sebagai matriks imobilisasi enzim GDH dalam meningkatkan aktivitas enzim GDH yang ditunjukkan dengan puncak arus oksidasi yang tinggi. Sensitivitas dan limit deteksi elektrode enzim yang diimobilisasi pada zeolit A menunjukkan hasil yang paling baik dibandingkan kedua elektrode enzim lainnya dengan nilai sensitivitas dan limit deteksi secara berturut-turut sebesar 2.41 µA mM-1 dan 4.78 µM. Elektrode enzim dengan nanopartikel zeolit dan elektrode enzim dengan zeolit A menghasilkan tingkat akurasi yang baik dengan kesalahan relatif masing-masing sebesar 3.84% dan 3.48%. Sementara, nilai koefisien variansi untuk elektrode enzim dengan nanopartikel zeolit (3.83%) dan elektrode enzim dengan zeolit A (3.16%) menunjukkan tingkat presisi yang sedang. Elektrode enzim dengan NPZ dan tanpa NPZ menghasilkan daerah kerja masing-masing sebesar 1.00-15.00 mM dan 2.00-20.00 mM sehingga cocok diaplikasikan dalam penentuan kadar glukosa darah, sedangkan elektrode enzim dengan zeolit A lebih cocok diaplikasikan dalam penentuan kadar glukosa dalam makanan dan minuman karena menghasilkan daerah kerja yang lebih sempit (0.06-10.00 mM).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengaplikasikan elektrode enzim dengan NPZ dan tanpa NPZ ke sampel darah dan elektrode enzim dengan zeolit A ke sampel makanan dan minuman, serta menguji spesifisitas masing-masing elektrode terhadap interference yang dapat mengganggu pengukuran.

DAFTAR PUSTAKA

Amri C, Siswanta D, Mudasir. 2009. Determination of trace nitrite as 4-(4-nitrobenzenazo)-aminonaphthalene complex by extraction spectrophotometry. Indo.J Chem. 9(2): 254-260.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2002. AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary Supplements and Botanicals. [Internet]. [diunduh 10 Juli 2012]. Tersedia pada: http://www.aoac.org/Official_Methods/slv_guidelines.pdf.

Gambar

Gambar 1 Teknik imobilisasi enzim (Sassolas et al. 2012)
Gambar 4 Kontur hubungan antara faktor dan arus
Gambar 5 Ilustrasi model elektrode enzim (a) tanpa NPZ  (b) dengan NPZ.
Gambar 7 Citra TEM (a) NPZ dan (b) enzim terimobilisasi pada NPZ
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ika Wiji Sulastri (2015) dengan hasil validasi media dan materi oleh beberapa validator dapat dikategorikan layak dengan

Pada core ini, pengguna termotivasi bahwa dirinya dapat melakukan sesuatu yang lebih hebat dari dirinya sendiri, atau merasa terpilih untuk melakukan sesuatu..

Minat belajar, lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah berpengaruh terhadap kesulitan belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas X IIS di SMA Negeri

Masyarakat wilayah Semarang. 2) Untuk mengetahui hubungan antara sikap terhadap layanan CST dengan keteraturan kunjungan layanan CST (Care Support and Treatment) pada

Berdasarkan beberapa permasalahan utama yang dihadapi oleh keluarga Bapak Surjana tersebut, penulis dapat menentukan prioritas permasalahan keluarga Bapak Surjana

BANGKA BELITUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2015... Anwar

Mulai dari Aristoteles yang menyatakan tidak ada orang jenius yang hidup tanpa sedikit kegilaan hingga film klasik 1980, The Shining yang menggambarkan isolasi diri seorang penulis

Salah satu cara untuk mempertahankan karyawan yang berprestasi agar mau bekerja sama sampai pensiun adalah dengan memberikan kesejahteraan atau kompensasi pelengkap