• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) terhadap kemampuan representasi visual matematis siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) terhadap kemampuan representasi visual matematis siswa"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

INDRI KUSUMA DEWI

NIM : 1110017000027

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i 2015.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) dan yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional, serta untuk mengetahui dan menjelaskan perbedaan kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) dan yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Penelitian ini dilaksanakan di SMKN 7 Kabupaten Tangerang pada siswa kelas X jurusan Akuntansi tahun ajaran 2014/2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah randomized subject post test only control group design, yang melibatkan 80 siswa sebagai sampel. Penentuan sampel menggunakan teknik Cluster Random Sampling. Pengumpulan data setelah perlakuan dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan representasi visual matematis siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) adalah sebesar 84.575, median sebesar 87.083, dan modus sebesar 91.591 sedangkan nilai rata-rata hasil tes kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional adalah sebesar 79.7, median sebesar 81.944, dan modus sebesar 87.935. Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis dengan Uji Mann-Whitney

(Uji “U”) pada taraf signifikansi 5% diperoleh Zhitung = -2.151 kurang dari Ztabel (-2.151

< -1.64), berarti Zhitung berada di daerah penolakan H0. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) lebih tinggi daripada kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran konvensional.

(6)

ii

Create (FSLC) Learning to The Students’ Mathematical Visual Representation Skills.

Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, April 2015.

The purpose of this research is to find out and describe on the students’

mathematical visual representation skills who are taught with the use of Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) learning and taught with the use of conventional learning, as well as to know and explain the differences in mathematical visual representation skills of students who are taught by using Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) learning and taught with the use of conventional learning. The research was conducted at SMKN 7 Tangerang Regency on grade X majoring in accounting, for academic year 2014/2015. The method used in this research is randomized subject post test only control group design, involve 80 students as sample. To determine sample used Cluster

Random Sampling. The data collection after treatment conducted with test of students’

mathematical visual representation skills.

The results of research showed that mathematical visual representation skills of students who are taught by using Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) learning is higher than students are taught with the use of conventional learning. This matter visible from the average value of the result test students’ mathematical visual representation skills who taught by using Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) learning is 84.575, the median is 87.083, and mode is 91.591 while who taught with the use of conventional learning have average value of the students’ mathematical visual representation skills is 79.7, the median is 81.944, and 87.935 for the mode. Based on result of hypothesis testing with the Mann-Whitney test (“U” test) at the significance level 5%, it was obtained that Zcount = -2.151 is less than Ztable (-2.151 < -1.64), it

means that Zcount was in the rejection region of H0. It can be concluded that the average of the students’ mathematical visual representation skills who are taught by using Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) learning is higher than the average of students’ mathematical visual representation skills of those who are taught with the use of conventional learning.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai akhir zaman..

Disadari sepenuhnya dalam penyusunan penelitian skripsi ini bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan, dukungan serta motivasi dari berbagai pihak dan orang-orang terdekat penulis sangat membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Abdul Muin, S.Si., M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan

Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. M. Ali Hamzah, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan motivasi kepada penulis selama menjalani masa perkuliahan.

5. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(8)

iv

7. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

8. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

9. Kepala SMK Negeri 7 Kabupaten Tangerang, Bapak Drs. H. Jamas Sopiandi, M.Pd yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

10. Ibu Margaretha Maria Nunik Widayati, M.Pd selaku guru bidang studi matematika kelas X Akuntansi yang telah banyak membantu penulis pada saat melakukan penelitian.

11. Seluruh dewan guru SMK Negeri 7 Kabupaten Tangerang yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

12. Siswa dan Siswi SMK Negeri 7 Kabupaten Tangerang, khususnya kelas X-1 dan kelas X-3 Akuntansi yang telah menjadi subjek penelitian dan membantu saat proses penelitian.

13. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Bapak Supardjo dan Ibu Mujiana yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

14. Adikku tersayang Johan Candra Dinata yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis.

15. Terkhusus untuk Doni Alfianthoro yang selalu mendampingi, mendoakan, memberikan semangat dan dukungan moril dan materil kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.

(9)

v

17. Teman-teman seperjuangan serta seluruh teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2010. Terima kasih atas canda tawa dan kebersamaan kalian selama ini.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukkan,

dan do’a yang telah diberikan menjadi pintu datanggya ridho dan kasih sayang

Allah SWT di dunia dan di akhirat. Aamiin yaa Robbal alamiin

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, April 2015

Penulis

(10)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C.Pembatasan Masalah ... 6

D.Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A.Kemampuan Representasi Visual Matematis ... 9

B. Pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) ... 15

C.Hubungan FSLC dengan Kemampuan Representasi Visual pada Materi Statistika ... 17

D.Pembelajaran Konvensional ... 18

E. Hasil Penelitian Relevan ... 20

F. Kerangka Berpikir ... 21

(11)

vii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

B. Populasi dan Sampel ... 25

C.Metode dan Desain Penelitian ... 26

D.Teknik Pengumpulan Data ... 26

E. Instrumen Penelitian ... 27

1. Validitas Instrumen ... 27

2. Reliabilitas Instrumen ... 28

3. Tingkat Kesukaran ... 29

4. Daya Pembeda ... 30

F. Teknik Analisis Data ... 32

1. Uji Normalitas ... 33

2. Uji Hipotesis ... 33

G.Hipotesis Statistik ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Data ... 35

1. Kemampuan Representasi Visual Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 35

2. Kemampuan Representasi Visual Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 37

3. Perbandingan Kemampuan Representasi Visual Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 39

B. Analisis Data . ... 41

1. Uji Prasyarat Analisis ... 41

2. Pengujian Hipotesis ... 42

C.Pembahasan ... 44

1. Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .. 44

2. Kemampuan Representasi Visual Matematis Siswa ... 52

(12)

viii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(13)

ix

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 26

Tabel 3.2 Klasifikasi Indeks Reliabilitas Soal ... 29

Tabel 3.3 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 29

Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda ... 30

Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Analisis Instrumen ... 31

Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Representasi Visual Matematis ... 31

Tabel 3.7 Pedoman Penskoran Kemampuan Representasi Visual Matematis Materi Statistika ... 32

Tabel 4.1 Perbandingan Statistik Kemampuan Representasi Visual Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 38

Tabel 4.2 Perbandingan Kemampuan Representasi Visual Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 39

Tabel 4.3 Persentase Bentuk Representasi Visual yang Digunakan Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 41

Tabel 4.4 Uji Normalitas Kemampuan Representasi Visual Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 42

(14)

x

Gambar 4.1 Histogram Hasil Tes Kemampuan Representasi Visual

Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 36 Gambar 4.2 Histogram Hasil Tes Kemampuan Representasi Visual

Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 37 Gambar 4.3 Persentase Skor Kemampuan Representasi Visual Matematis

Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 40 Gambar 4.4 Kurva Normal Data Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 43 Gambar 4.5 Tahap formulate dengan (a) tabel berbentuk horisontal dan

(b) tabel berbentuk vertikal ... 46 Gambar 4.6 Tahap share dan listen dengan (a) bentuk diagram garis da

(b) bentuk diagram batang ... 47 Gambar 4.7 Beberapa contoh bentuk jawaban pada tahapan create ... 48 Gambar 4.8 Suasana kegiatan belajar mengajar di kelas eksperimen dengan

pembelajaran FSLC ... 49 Gambar 4.9 Hasil pekerjaan siswa saat mengerjakan LKS secara

berkelompok ... 51 Gambar 4.10 Suasana kegiatan belajar mengajar di kelas kontrol dengan

pembelajaran konvensional ... 51 Gambar 4.11 Beberapa jawaban nomor 4 siswa pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol ... 54 Gambar 4.12 Jawaban nomor 5 siswa pada (a) kelas eksperimen dan

(b) kelas kontrol ... 55 Gambar 4.13 Beberapa bentuk jawaban nomor 6 bagian a pada siswa kelas

eksperimen ... 57 Gambar 4.14 Beberapa bentuk jawaban nomor 6 bagian a pada siswa kelas

kontrol ... 58 Gambar 4.15 Jawaban nomor 2 pada siswa (a) kelas kontrol dan (b) kelas

(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 67

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 74

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Eksperimen ... 81

Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Kontrol ... 105

Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Representasi Visual Matematis ... 119

Lampiran 6 Instrumen Tes Kemampuan Representasi Visual Matematis ... 120

Lampiran 7 Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Representasi Visual Matematis ... 123

Lampiran 8 Pedoman Penskoran Kemampuan Representasi Visual Matematis Materi Statistika ...…...….. 128

Lampiran 9 Perhitungan Uji Validitas Instrumen ... 129

Lampiran 10 Hasil Perhitungan Uji Validitas Instrumen ... 131

Lampiran 11 Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen ... 132

Lampiran 12 Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen ... 133

Lampiran 13 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 134

Lampiran 14 Hasil Perhitungan Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 135

Lampiran 15 Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 136

Lampiran 16 Hasil Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 137

Lampiran 17 Hasil Tes Kemampuan Representasi Visual Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 138

Lampiran 18 Hasil Tes Kemampuan Representasi Visual Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 139

Lampiran 19 Perhitungan Data Kemampuan Representasi Visual Matematis Siswa Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikatornya ... 140

(16)

xii

Kelas Eksperimen ... 142

Lampiran 22 Persentase Bentuk Representasi Visual yang Digunakan Siswa Kelas Kontrol ... 143

Lampiran 23 Distribusi Frekuensi Tes Kemampuan Representasi Visual Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 144

Lampiran 24 Distribusi Frekuensi Tes Kemampuan Representasi Visual Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 149

Lampiran 25 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 154

Lampiran 26 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 155

Lampiran 27 Uji Hipotesis (Uji Mann-Whitney) ... 156

Lampiran 28 Tabel Harga Product Moment ... 158

Lampiran 29 Tabel Nilai Kritis Distribusi Chi Kuadrat ... 159

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi seperti saat ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing sehingga dapat memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia adalah pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki seseorang, serta dapat membentuk akhlak dan kepribadian yang baik. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Seiring dengan perkembangan pendidikan pada umumnya, pendidikan matematika pun ikut berkembang. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan dan memiliki peran penting dalam pengembangan kemampuan matematis siswa. Pada dasarnya,

National Council of Teacher Mathematics (NCTM) telah menetapkan lima standar proses pembelajaran matematika yang perlu dimiliki siswa, yaitu: (1) Pemecahan masalah (problem solving); (2) Penalaran dan pembuktian (reasoning and proof); (3) Komunikasi (communication); (4) Koneksi (connection); dan (5) Representasi (representation).2 Kemampuan dasar tersebut diharapkan dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Salah satu kemampuan yang

1

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Cet. ke-1, h. 7

2

(18)

2

harus dikembangkan adalah kemampuan representasi matematis. Kemampuan representasi matematis merupakan salah satu komponen penting untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, karena pada proses pembelajaran matematika siswa perlu mengaitkan materi serta menyajikan ide-ide atau gagasan-gagasan matematika dalam upaya memahami konsep-konsep matematika yang sedang dipelajarinya.

Hal ini sejalan dengan kompetensi inti pada kurikulum 2013 yang menyebutkan bahwa siswa harus mampu mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung.3 Penyelesaian permasalahan matematika dari abstrak menjadi konkret atau sebaliknya perlu adanya pemanfaatan representasi, misalnya dengan gambar, simbol, kata-kata, grafik dan lain-lain. Dengan demikian, kemampuan representasi matematis merupakan salah satu komponen penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa sehingga perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah.

Representasi matematis dibagi menjadi representasi visual, representasi simbolik, dan representasi verbal. Kemampuan representasi matematis yang digunakan dalam pembelajaran dapat menunjukkan tingkat pemahaman dan mendukung kemampuan pemecahan masalah matematika. Permasalahan yang rumit dan kompleks dapat lebih mudah dipahami jika dapat memanfaatkan representasi yang sesuai dengan permasalahan tersebut.

Kemampuan representasi matematis adalah kemampuan siswa menerjemahkan suatu masalah dalam model matematika, pengganti dari suatu masalah yang digunakan untuk mencari solusi. Dengan keterampilan merepresentasikan suatu masalah, proses pemecahan masalah menjadi mudah, hal

ini diungkapkan Brenner, “The process of successful problem solving is dependant on the following: problem representation skills which include

constructing and using mathematical representations in words, graphs, tables and

3

(19)

3

equations, solving and symbol manipulation”.4 Representasi berperan memanipulasi objek matematika, mengkomunikasikan ide-ide, dan membantu pemecahan masalah juga diungkapkan Zaskis dan Sirotic, “The role of representations is recognized in manipulating mathematical objects,

communicating ideas, and assisting in problem solving”.5 Selain itu, representasi dapat membantu siswa dalam memahami konsep, hal ini diungkapkan Kartini,

“Setiap siswa mempunyai cara yang berbeda untuk mengkonstruksikan pengetahuannya. Dalam hal ini, sangat memungkinkan bagi siswa untuk mencoba

berbagai macam representasi dalam memahami suatu konsep”.6

Jadi, dalam pembelajaran matematika, kemampuan representasi matematis merupakan salah satu standar yang harus dicapai oleh siswa.

Namun dalam pelaksanaannya, untuk mengembangkan kemampuan representasi matematis bukan merupakan hal yang mudah. Dalam pembelajaran matematika selama ini, siswa jarang diberikan kesempatan untuk menghadirkan representasinya sendiri. Karena masih banyak guru yang menggunakan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning), dimana guru berperan aktif dalam memberikan materi dan siswa dengan pasif menerima materi yang disampaikan. Siswa hanya datang, duduk, diam, mendengarkan, dan mencatat saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Ini menyebabkan kemampuan representasi matematis siswa tidak berkembang, terutama pada representasi visualnya.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Erdy Poernomo di SMPN 4 Tangerang Selatan tahun ajaran 2013/2014, diperoleh bahwa persentase kemampuan representasi matematis siswa pada kelas eksperimen yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif strategi Think-Talk-Write dan pada kelas kontrol yang

4

Dorit Neria and Miriam Amit, Student Preference of Non-Algebraic Representations in Mathematical Communication, Proseedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol. 3, 2004, p. 409

5

Rina Zazkis and Natasha Sirotic, Making Sense of Irrational Number: Focusing on Representation, Proseedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol. 4, 2004, p. 497

6Kartini, “Peranan Representasi dalam Pembelajaran Matematika”,

(20)

4

diajarkan dengan strategi pembelajaran konvensional dalam menyelesaikan masalah kontekstual untuk indikator representasi berupa gambar (pictorial representation) paling rendah dibandingkan dengan persentase indikator berupa simbol (symbolic representation) dan representasi berupa kata-kata (verbal representation).7 Representasi berupa gambar dalam matematika merupakan bagian dari representasi visual matematis juga. Hudiono juga menyatakan bahwa hanya sebagian kecil siswa dapat menjawab benar dalam mengerjakan soal matematika yang berkaitan dengan kemampuan representasi, sedangkan sebagian besar lainnya lemah dalam memanfaatkan kemampuan representasi yang dimilikinya, khususnya representasi visual.8

Berdasarkan observasi di SMK Negeri 7 Kabupaten Tangerang, peneliti memperoleh keterangan bahwa siswa kelas XI masih mengalami kesulitan dalam menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah. Hal ini terlihat dari jawaban siswa saat ulangan harian pada materi program linear, siswa kesulitan menyelesaikan soal yang meminta siswa untuk menemukan daerah penyelesaian sistem pertidaksamaan linear dengan menggunakan metode grafik. Bahkan siswa tidak membuat tabel atau grafik dari informasi yang disajikan pada soal untuk membantunya menemukan jawaban, sehingga mereka hanya menebak-nebak jawabannya. Indikator-indikator tersebut yang menunjukan representasi visual matematis yang rendah. Kelemahan representasi visual dapat terjadi karena pada proses pembelajaran mungkin guru hanya menyampaikan representasi visual sebagai pelengkap materi yang diajarkan dan tidak dilatihkan kepada siswa.

Menyadari bahwa salah satu penyebab rendahnya kemampuan representasi visual matematis siswa adalah pembelajaran yang didalamnya jarang terdapat aktivitas untuk mengembangkan representasi visual, sehingga siswa kurang mendapat kesempatan untuk menampilkan ide-ide matematis baik berupa tabel,

7Erdy Poernomo, “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Strategi

Think-Talk-Write

Menggunakan Masalah Kontekstual Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa”,

Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014, h. 68, tidak dipublikasikan

8

(21)

5

grafik, diagram atau gambar yang mereka miliki. Maka betapa pentingnya suatu pembelajaran yang mampu memberikan rangsangan agar siswa menjadi aktif, mampu dan berani mengemukakan ide atau gagasan matematisnya, menjelaskan masalah, bertukar pikiran dengan teman dan mencari alternatif penyelesaian masalah yang sedang dihadapi. Hal tersebut terdapat pada pembelajaran

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC).

Pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) dikembangkan oleh Johnson, Johnson, dan Smith pada tahun 1991 serta merupakan modifikasi dari pembelajaran Think-Pair-Share (TPS).9 Perbedaan pembelajaran FSLC dibanding pembelajaran TPS adalah dalam pembelajaran FSLC siswa secara individu tidak sekedar memikirkan jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan oleh guru (think), tetapi siswa juga harus merumuskan atau menuliskan jawaban atas pertanyaan guru secara individu (formulate).

Pembelajaran FSLC memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja dalam kelompok kecil beranggotakan 3-4 siswa. Sebelum bekerja dengan kelompoknya, siswa diberikan waktu beberapa saat untuk memformulasikan hasil pemikiran atau gagasannya secara individu dari sebuah permasalahan yang diberikan oleh guru untuk dituangkan dalam sebuah jawaban. Selanjutnya, siswa bergabung dengan teman sekelompoknya untuk menyampaikan hasil kerjanya. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, diharapkan siswa memiliki kesempatan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan siswa memiliki keluwesan dalam mengungkapkan ide atau gagasan matematis baik berupa tabel, grafik, diagram atau gambar yang dimilikinya sehingga siswa terbiasa menggunakan representasi visual dalam menyelesaikan beberapa masalah matematika. Selain itu, dengan mempertimbangkan hasil kerja individu dan pemilihan teman sekelompok, diharapkan setiap siswa mengikuti pembelajaran lebih aktif, lebih percaya diri, merasa nyaman dan dapat saling berkoordinasi secara maksimal dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka peneliti

9

(22)

6

merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pembelajaran

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) Terhadap Kemampuan Representasi

Visual Matematis Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Masih banyak guru yang menggunakan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning), dimana guru berperan aktif dalam memberikan materi dan siswa dengan pasif menerima materi yang disampaikan sehingga pembelajaran matematika belum efektif.

2. Guru lebih sering mengajarkan penyelesaian masalah matematika dengan representasi bentuk simbolik sehingga siswa kurang mampu menggunakan representasi visual dalam menyelesaikan masalah matematika.

3. Pada proses pembelajaran guru hanya menyampaikan representasi visual sebagai pelengkap materi yang diajarkan dan tidak dilatihkan kepada siswa. 4. Siswa sulit untuk merepresentasikan gagasan atau ide matematika yang

mereka miliki dalam bentuk tabel, grafik, diagram, atau gambar. 5. Rendahnya kemampuan representasi visual matematis siswa.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang diteliti, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi, yaitu:

1. Penelitian ini akan meneliti kemampuan representasi visual matematis siswa. 2. Penelitian ini menggunakan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create

(FSLC).

3. Pembelajaran konvensional pada sekolah yang dijadikan sebagai tempat penelitian ini menggunakan pendekatan saintifik dengan pembelajaran ekspositori, metode ceramah dan diskusi kelompok.

(23)

7 5. Materi yang disampaikan adalah Statistika.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC)? 2. Bagaimana kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan

dengan menggunakan pembelajaran konvensional?

3. Apakah kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) lebih tinggi daripada kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC).

2. Mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. 3. Mengetahui dan menjelaskan perbedaan kemampuan representasi visual

matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran

Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) dan yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

(24)

8 1. Bagi Guru

Penerapan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran matematika di kelas dalam menciptakan pembelajaran matematika yang efisien dan menyenangkan khususnya dalam mengembangkan kemampuan representasi visual matematis siswa.

2. Bagi Sekolah

Penerapan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memperbaiki kualitas pembelajaran matematika di sekolah.

3. Bagi Peneliti Lain

(25)

9

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

A. Kemampuan Representasi Visual Matematis

Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, yaitu mathematike yang

berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).1 Belajar yang dimaksudkan adalah belajar dengan bernalar. Karena matematika lebih menekankan pada aktivitas penalaran. Kemudian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.2 James dan James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.3 Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran matematika antara satu topik dengan topik lainnya saling berkaitan.

Matematika perlu diberikan kepada siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.4 Karena itu, matematika merupakan alat untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dan sangat diperlukan untuk

1

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 18

2

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), cet. 1, h. 888

3

Erman Suherman, dkk. loc. cit. 4

(26)

10

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi perkembangan IPTEK.

Dari pengertian yang sudah dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu mengenai ide atau konsep yang diperoleh dengan cara bernalar yang perlu diberikan kepada siswa mulai dari sekolah dasar dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemampuan bekerjasama yang nantinya dapat digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi perkembangan IPTEK.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata

“mampu” yang berarti sanggup atau dapat. Kemampuan adalah kesanggupan; kecakapan; kekuatan.5 Jadi, kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Seseorang dikatakan mampu apabila orang itu bisa melakukan sesuatu yang harus dilakukannya.

NCTM telah menetapkan lima standar proses pembelajaran matematika yang perlu dimiliki siswa, yaitu: (1) Pemecahan masalah (problem solving); (2) Penalaran dan pembuktian (reasoning and proof); (3) Komunikasi (communication); (4) Koneksi (connection); dan (5) Representasi (representation).6 Hal tersebut memperlihatkan bahwa representasi merupakan salah satu standar kemampuan yang harus ada dalam proses pembelajaran matematika. Jones mengatakan bahwa terdapat tiga alasan mengapa representasi merupakan salah satu dari proses standar, yaitu:7

1) Kelancaran dalam melakukan translasi diantara berbagai bentuk representasi yang berbeda, merupakan kemampuan mendasar yang perlu dimiliki siswa untuk membangun suatu konsep dan berpikir matematika;

5

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, op. cit., h. 869 6

National Council of Teachers of Mathematics, Principle and Standards for School Mathematics, (USA: Association Drive, 2000)

7

(27)

11

2) Cara ide-ide matematika yang disajikan guru melalui berbagai representasi akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pemahaman siswa dalam mempelajari matematika;

3) Siswa membutuhkan latihan dalam membangun representasinya sendiri sehingga memiliki kemampuan dan pemahaman konsep yang kuat dan fleksibel yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah.

Menurut Davis, dkk sebuah representasi dapat berupa kombinasi dari sesuatu yang tertulis di atas kertas, sesuatu yang eksis dalam bentuk obyek fisik dan susunan ide-ide yang terkontruksi di dalam pikiran seseorang.8 Dalam psikologi, representasi berarti proses memodelkan benda konkrit di dunia nyata ke dalam konsep-konsep abstrak atau simbol-simbol.9 Dalam bidang media, representasi adalah suatu cara di mana seseorang atau sesuatu digambarkan dalam media10 dengan tujuan untuk mengungkapkan sesuatu. Jadi, representasi adalah suatu ide atau gagasan yang dihasilkan dari pemikiran seseorang sesuai pemahaman dalam diri orang tersebut untuk mewakili sesuatu.

Standar representasi NCTM menyebutkan bahwa, program pembelajaran matematika dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan semua siswa untuk:11

1) Membuat dan menggunakan penyajian untuk mengorganisasikan, merekam, dan mengkomunikasikan ide-ide matematika;

2) Memilih, menerapkan, dan mewujudkan penyajian matematika untuk menyelesaikan soal;

3) Menggunakan penyajian untuk memodelkan dan menafsirkan fenomena fisik, sosial, dan matematika.

8Kartini, “Peranan Representasi dalam Pembelajaran Matematika”,

Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, FMIPA UNY, Yogyakarta, 5 Desember 2009, h. 362

9

Wu-Yuin Hwang et al., Multiple Representation Skills and Creativity Effects on Mathematical Problem Solving using a Multimedia Whiteboard System, Educational Technology & Society, 10 (2), 2007, p. 192

10

Marcel Danesi, Dictionary of Media and Communication, (USA: M. E. Sharpe, Inc, 2009), h. 25

11

(28)

12

Beberapa bentuk representasi yang digunakan dalam pembelajaran matematika menurut Lesh, Post, dan Behr, di antaranya representasi objek dunia nyata, representasi konkret, representasi simbol aritmatika, representasi bahasa lisan atau verbal, dan representasi gambar atau grafik.12 Sejumlah pakar seperti Goldin dan Nina membagi representasi menjadi dua bagian yakni representasi eksternal dan internal.13 Representasi eksternal, dalam bentuk bahasa lisan, simbol tertulis, gambar atau objek fisik. Sementara untuk berfikir tentang gagasan matematika maka mengharuskan representasi internal. Representasi internal (representasi mental) tidak bisa secara langsung diamati karena merupakan aktivitas mental dalam otaknya.

Menurut Kartini, “Representasi dapat digolongkan menjadi (1) representasi visual (gambar, diagram grafik, atau tabel), (2) representasi simbolik (pernyataan matematik/notasi matematik, numerik/simbol aljabar), dan (3) representasi verbal (teks tertulis/kata-kata)”.14 Hal ini serupa dengan yang diungkapkan Villegas, dkk bahwa kemampuan representasi matematis dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:15

1) Verbal representation of the word problem: consisting fundamentally of the word problem as stated, whether in writing or spoken;

2) Pictorial representation: consisting of drawings, diagrams or graphs, as well as any kind of related action;

3) Symbolic representation: being made up of numbers, operation and relation sign, algebraic symbols, and any kind of action referring to these.

Gambar 2.1

Tipe Sistem Representasi16

12

John A.Van de Walle, op. cit., h.34 13

G. Goldin and Nina. S., “System of Representations and the Development of Mathematical

Concepts”, dalam Albert A.C.(ed.) , The Roles of Representation in School Mathematics. NCTM : 2001, h. 2

14

Kartini, op. cit., h. 366 15

Jose L. Villegas et al, Representations in Problem Solving: A Case Study in Optimization Problems, Electronic Journal of Research in Educational Psychology, 7 (1), 2009, p. 288

16 Ibid.

Verbal

(29)

13

Mudzakkir mengelompokkan representasi matematika menjadi tiga bentuk utama, yaitu: 1) Representasi berupa diagram, grafik atau tabel, dan gambar; 2) Persamaan atau ekspresi matematika; 3) Kata-kata atau teks tertulis.17 Ketiga bentuk tersebut diuraikan dalam bentuk-bentuk operasional, yaitu:

[image:29.595.113.514.219.699.2]

Tabel 2.1

Bentuk-bentuk Operasional Representasi Matematis18 No Representasi Bentuk-bentuk Operasional

1. Visual : a.Diagram,

grafik atau tabel

 Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi diagram, grafik atau tabel  Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan

masalah

b. Gambar  Membuat gambar pola-pola geometri

 Membuat gambar bangun geometri untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya

2. Persamaan atau ekspresi matematika

 Membuat persamaan atau model matematika dari representasi lain yang diberikan

 Penyelesaian masalah dengan melibatkan representasi matematis

3. Kata-kata atau teks tertulis

 Membuat situasi masalah berdasarkan data atau representasi yang diberikan

 Menulis interpretasi dari suatu representasi

 Menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematis dengan kata-kata

 Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu representasi yang disajikan

 Menjawab soal dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis

17Elis Fatonah, “Pendekatan Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi

Matematik Siswa”, Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012, h. 15, tidak dipublikasikan

18

(30)

14

Dari beberapa penggolongan representasi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya representasi dapat digolongkan menjadi (1) representasi visual (gambar, diagram grafik, atau tabel), (2) representasi simbolik (pernyataan matematis/notasi matematis, numerik/simbol aljabar) dan (3) representasi verbal (teks tertulis/kata-kata).

Dalam penelitian eksperimen ini, peneliti akan lebih memfokuskan penelitian dalam mengukur kemampuan representasi visual matematis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, visual adalah dapat dilihat dengan indera penglihatan (mata); berdasarkan penglihatan.19 Menurut Zimmerman & Cunningham, visualisasi sebagai suatu keterampilan, sebuah produk dan sebuah jalan dari kreativitas dan interpretasi, sebuah refleksi dengan diagram, penggambaran, yang berasal dari pikirannya.20 Menurut Owens & Clements, visualisasi mempunyai peranan penting dalam pemahaman masalah, memandu metode pemecahan masalah dan mempengaruhi struktur mental.21 Menurut Lesh, Post, dan Behr, kemampuan representasi visual matematis adalah kemampuan menerjemahkan masalah matematika menjadi tabel, gambar atupun grafik.22 Dapat disimpulkan bahwa kemampuan representasi visual matematis adalah kemampuan siswa membuat ide atau gagasan matematika yang dihasilkan dari proses pemikirannya dan diungkapkan ke dalam bentuk diagram, grafik atau tabel sebagai model atau bentuk pengganti untuk mewakili situasi masalah yang sedang dihadapi untuk memahami dan menemukan solusi dari masalah tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa indikator kemampuan representasi visual matematis yang digunakan adalah menginterpretasikan tabel, diagram garis, diagram batang, atau diagram lingkaran untuk menyelesaikan masalah.

19

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, op. cit. h. 1549 20

Gursel Guler and Alper Ciltas, The Visual Representation Usage Levels of Mathematics Teachers and Students in Solving Verbal Problems, International Journal of Humanities and Social Science, 1, 2011, p. 146

21 Ibid. 22

(31)

15

B. Pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC)

Teori yang melandasi pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.23 Dan ini sesuai dengan pembelajaran FSLC yang dalam pembelajarannya memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dalam kelompok kecil untuk membangun pengetahuan dan mengembangkan kemampuan representasi visual matematis siswa secara mandiri. Dalam teori konstruktivisme ini lebih mengutamakan pada pembelajaran siswa yang dihadapkan pada masalah-masalah kompleks untuk dicari solusinya, selanjutnya menemukan bagian-bagian yang lebih sederhana.24

Teori belajar konstruktivisme ini lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky. Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.25 Konstruktivisme Vigotsky menekankan pada interaksi sosial dan melakukan konstruksi pengetahuan dari lingkungan sosialnya.26

Berdasarkan uraian di atas, maka pentingnya interaksi teman sebaya melalui kelompok belajar. Dengan kelompok belajar memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif dan kesempatan untuk mengungkapkan sesuatu yang dipikirkannya kepada teman sekelompoknya agar dapat membantu untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas.

Pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) yang merupakan modifikasi dari pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) yang dikembangkan oleh

23

Trianto, Model-model Pembelajran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h. 13

24

Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), Cet. ke-3, h. 201

25

Trianto, op. cit., h. 14 26

(32)

16

Johson, Johson, dan Smith pada tahun 1991.27 Perbedaan pembelajaran FSLC dengan TPS adalah dalam pembelajaran FSLC siswa secara individu tidak sekedar memikirkan jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan oleh guru (think), tetapi siswa juga harus merumuskan atau menuliskan jawaban atas pertanyaan guru secara individu (formulate). Dan di tahap create, siswa dapat menggabungkan, mengembangkan dan merumuskan strategi baru secara kreatif dalam mencari solusi dari permasalahan.

Pembelajaran FSLC memberi kesempatan untuk bekerja dalam kelompok kecil beranggotakan 3-4 orang siswa. Sebelum bekerja dengan kelompoknya, siswa diberi waktu beberapa saat untuk memformulasikan hasil pemikirannya kemudian berkelompok untuk menyampaikan hasil kerjanya. Dapat dipastikan dalam pembelajaran ini, semua siswa terlibat secara aktif dalam memproses informasi tentang segala sesuatu yang diketahuinya dalam menemukan jawaban atas permasalahan yang diajukan guru pada proses pembelajaran.

Langkah-langkah pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC), yaitu:

1) Formulate, yaitu secara individu, siswa memformulasikan atau merumuskan hasil pemikiran atau gagasannya dari sebuah permasalahan yang diberikan oleh guru untuk dituangkan dalam sebuah jawaban.

2) Share, yaitu berbagi hasil perumusan atau jawabannya kepada teman sekelompoknya.

3) Listen, yaitu tiap kelompok saling mendengarkan dengan seksama pendapat dari kelompok lainnya, dan mencatat setiap persamaan dan perbedaan dari jawaban mereka.

4) Create, yaitu masing-masing kelompok secara bersama-sama membuat jawaban baru melalui diskusi. Lalu mempersiapkan diri untuk mempresentasikan jawaban kelompok jika nanti dipanggil dalam diskusi kelas.

27

(33)

17

Masalah yang dapat digunakan untuk melaksanakan FSLC bentuknya sangat bervariasi, mulai dari meminta mereka merangkum materi yang baru disajikan, memberi reaksi terhadap konsep atau informasi yang baru saja disajikan, memprediksi apa yang akan dipelajari selanjutnya, menyelesaikan persoalan, mengaitkan masalah dengan materi yang lalu kemudian membuat pemahaman yang baru, dan lain-lain.28 Susan Ledlow mengatakan bahwa pembelajaran FSLC ini sangat baik bila menggunakan masalah yang sifatnya memiliki beragam cara penyelesaian.29 Hal ini menunjukkan bahwa kelebihan pada pembelajaran FSLC adalah fleksibilitasnya, karena semua materi pelajaran bisa menggunakan pembelajaran ini dan berbagai jenis persoalan pun dapat digunakan sebagai bahan diskusi termasuk masalah terbuka.

C. Hubungan FSLC dengan Kemampuan Representasi Visual pada

Materi Statistika

Pada penelitian ini, materi yang digunakan adalah statistika. Salah satu elemen penting dalam mempelajari statistika adalah penyajian data. Penyajian data yang baik akan mempermudah dalam membaca dan mengolah data tersebut. Bentuk penyajian data dapat berupa tabel atau diagram. Sewaktu menyajikan data yang berupa tabel atau diagram butuh kemampuan representasi visual. Bukan hanya dalam menyajikan data tapi saat mengolah data pun yang sudah disajikan dalam bentuk tabel atau diagram diperlukan kemampuan representasi visual karena dalam mengolah datanya, kita harus dapat menginterpretasikan data yang terdapat pada tabel atau diagram dengan baik.

Adapun dalam penelitian ini, indikator kemampuan representasi visual matematis yang diamati dalam materi pokok statistika adalah sebagai berikut: 1. Menginterpretasikan tabel, diagram garis, diagram batang, atau diagram

lingkaran untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan ukuran pemusatan data untuk data tunggal.

28

Roger T. Johnson, David W. Johnson & Karl A. Smith, Cooperative Learning, diunduh dari http://www.ce.umn.edu/~smith/docs/CL%20College-604.doc, pada 21 April 2014, p. 9

29

(34)

18

2. Menginterpretasikan tabel, diagram garis, diagram batang, atau diagram lingkaran untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan ukuran pemusatan data untuk data kelompok.

Pada penelitian ini, ada sedikit modifikasi pada beberapa tahapan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC), sebagai berikut:

1) Formulate, pada tahap ini siswa diminta untuk memikirkan secara individu jawaban yang tepat untuk soal tersebut sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan representasi visual matematisnya, lalu menuliskannya.

2) Share dan Listen, pada tahap ini siswa diminta untuk berkelompok dan saling berbagi serta aktif mendengarkan jawaban dari masing-masing anggota kelompok yang diperoleh pada tahap formulate. Kemudian siswa diminta agar menyepakati jawaban yang menurut semua anggota kelompok paling tepat. Setelah waktu diskusi dianggap cukup, guru meminta beberapa siswa untuk mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka di depan kelas.

3) Create, siswa diminta untuk mengerjakan soal yang berkaitan dengan materi yang didiskusikan sebelumnya secara berkelompok. Pada tahap ini siswa dapat lebih memahami tentang materi yang sedang dipelajari.

D. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru di sekolah dalam proses pembelajaran. Pembelajaran konvensional yang dilaksanakan di sekolah tempat dilaksanakan penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan saintifik (scientific). Pendekatan saintifik digunakan sebagai mekanisme untuk memperoleh pengetahuan yang didasarkan pada struktur logis. Dalam pendekatan tersebut siswa melakukan kegiatan belajar mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis.30 Dengan pendekatan ini, diharapkan siswa dapat mengembangkan pengetahuan,

30

(35)

19

kemampuan berpikir dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi langsung dengan kegiatan-kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat terjadi bila didukung dengan strategi atau metode pembelajaran yang tepat.

Namun, pada kenyataannya masih banyak guru yang menggunakan pembelajaran ekspositori, biarpun sudah menggunakan metode diskusi kelompok. Dalam pembelajaran ini para siswa dianggap mempunyai minat dan kecepatan belajar yang relatif sama. Posisi guru lebih dominan dalam kegiatan pembelajaran, semua kegiatan pembelajaran berpusat pada guru dan kurang adanya interaksi antara guru dan siswa sehingga siswa menjadi pasif. Guru membiarkan bakat siswa tertutup dengan cara-cara penyelesaian harus mengikuti yang guru contohkan tanpa mencoba untuk mengeksplorasi kreativitas penyelesaian soal yang mungkin dimiliki siswa. Pembelajaran ini dapat dikatakan lebih menekankan siswa untuk mengingat atau menghafal, dan kurang menekankan siswa untuk bernalar, memahami konsep serta memecahkan masalah.

Langkah-langkah pembelajaran ekspositori dapat dirinci sebagai berikut:31 a) Persiapan, dalam tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk

menerima pelajaran.

b) Penyajian, dalam tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru berusaha semaksimal mungkin agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa.

c) Korelasi, dalam tahap ini guru menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa untuk memberikan makna terhadap materi pembelajaran. d) Menyimpulkan adalah tahapan memahami inti dari materi pembelajaran yang

disajikan.

e) Mengaplikasikan merupakan tahapan unjuk kemampuan siswa setelah menyimak penjelasan guru.

Pembelajaran ekspositori memiliki peran guru yang sangat dominan dalam pembelajaran. Materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak

31

(36)

20

dituntut untuk menemukan sendiri konsep dari materi yang sedang dipelajari. Pada dasarnya, tujuan pembelajaran bukan hanya sekedar akumulasi pengetahuan akan tetapi bagaimana pengetahuan yang telah diperoleh siswa dalam pembelajaran tersebut mampu diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran ini tidak dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan representasi visual matematisnya.

E. Hasil Penelitian Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Dian Anggraeni dan Utari Sumarmo dalam Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Volume 2, Nomor 1, Februari 2013 yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMK Melalui Pendekatan Kontekstual dan Strategi Formulate-Share-Listen-Create(FSLC)”.32 Tahapan pembelajaran yang dilakukan adalah formulate (kegiatan mencatat informasi yang berkaitan dengan tugas dan membuat rencana penyelesaian), share

(siswa berbagi pendapat dengan pasangannya), listen (tiap pasangan saling mendengar pendapat pasangan lainnya, dan mencatat perbedaan dan persamaan pendapat), dan create (siswa berdiskusi untuk mencapai kesimpulan). Hasil analisis data mengenai pretes, postes, dan normal gain

diperoleh tidak ada perbedaan skor pretes kemampuan pemahaman matematik dan komunikasi matematik siswa pada kedua kelas pembelajaran dan seluruhnya tergolong sangat rendah. Namun, setelah pembelajaran, siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kontekstual dan strategi formulate-share-listen-create, kemampuan pemahaman matematik siswanya tergolong cukup baik dibandingkan dengan kemampuan pemahaman matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional yang tergolong sedang. Begitu juga dengan kemampuan komunikasi matematik pada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kontekstual dan strategi

32

(37)

21

listen-create tergolong sedang dan ini lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional yang tergolong rendah. Peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik siswa dengan pembelajaran kontekstual dan strategi formulate-share-listen-create

lebih baik dari yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Selain itu, siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kontekstual dan strategi

formulate-share-listen-create menunjukkan disposisi matematik yang tergolong cukup baik dari disposisi matematik yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Gursel Guler and Alper Ciltas dalam

International Journal of Humanities and Social Science, Volume 1, Nomor 11, Agustus 2011 yang berjudul “The Visual Representation Usage Levels of Mathematics Teachers and Students in Solving Verbal Problems”.33

Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara tingkatan penggunaan representasi visual pada guru matematika dan siswanya pada pemecahan masalah matematika verbal dimana tidak ada bilangan, gambar, grafik, dan diagram. Sampel yang digunakan 6 orang guru matematika dan 121 siswa yang guru tersebut ajarkan. Hasil analisis data, ditemukan hubungan yang positif antara guru yang mengajarkan dengan menggunakan representasi visual dengan representasi visual yang digunakan siswa yang diajarkannya dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini, semakin sering guru mengajarkan memecahkan masalah dengan menggunakan representasi visual, maka semakin tinggi pula tingkat penggunaan representasi visual yang digunakan siswa dalam memecahkan masalah. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa penggunaan representasi visual, acapkali sukses memecahkan masalah sehingga dipercaya penggunaan representasi visual dapat memecahankan masalah matematika verbal dengan baik.

F. Kerangka Berpikir

Pencantuman representasi sebagai salah satu standar proses pembelajaran

33

(38)

22

matematika membuat kemampuan representasi harus dimiliki siswa dikarenakan dalam mengkomunikasikan ide-ide dalam matematika, diperlukan cara untuk merepresentasikannya dalam berbagai cara, diantaranya menggunakan simbol tertulis, gambar ataupun kata-kata. Kemampuan representasi matematis yang digunakan dalam pembelajaran menunjukkan tingkat pemahaman dan mendukung kemampuan pemecahan masalah matematika. Karena masalah yang rumit dan kompleks dapat lebih mudah dipahami jika dapat memanfaatkan representasi yang sesuai dengan permasalahan tersebut.

Representasi dibagi menjadi tiga, yaitu representasi visual, representasi simbolik, dan representasi verbal. Representasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah representasi visual. Karena banyak siswa di Indonesia yang sudah cukup baik prestasi belajar matematikanya tapi kemampuan representasi visualnya masih rendah. Dalam pelaksanaannya, untuk mengembangkan kemampuan representasi visual matematis bukan merupakan hal yang mudah karena pembelajaran masih berpusat pada guru dan representasi visual hanya dijadikan sebagai pelengkap materi. Akhirnya, Siswa sulit untuk merepresentasikan gagasan atau ide matematika yang mereka miliki dalam bentuk tabel, grafik, diagram, atau gambar.

Perlu adanya upaya meningkatkan kemampuan representasi visual matematis, salah satunya dengan menggunakan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create

(39)

23

[image:39.595.117.512.243.715.2]

Dalam proses pembelajarannnya, siswa diberi kebebasan dalam cara menyelesaikan permasalahan yang diberikan asalkan masih berkaitan dengan materi yang diajarkan sehingga siswa dapat merepresentasikan gagasan atau ide matematika yang dimilikinya. Hal ini membuat siswa dapat mengembangkan kemampuan representasi visualnya. Jadi, dengan proses pembelajaran FSLC ini diharapkan kemampuan representasi visual matematis siswa dapat meningkat. Secara sederhana kerangka berpikir pada penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 2.2

Kerangka Berpikir Penelitian Pembelajaran ekspositori Representasi visual hanya dijadikan pelengkap Siswa sulit merepresentasikan gagasan matematikanya

dalam bentuk visual

Pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC)

1. Formulate

2. Share & Listen

3. Create

Kemampuan representasi visual matematis rendah

Kemampuan representasi visual matematis

Menginterpretasikan tabel, diagram garis, diagram batang,

atau diagram lingkaran untuk menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan ukuran pemusatan data untuk data

tunggal

Kemampuan representasi visual matematis siswa lebih tinggi

Menginterpretasikan tabel, diagram garis, diagram batang,

atau diagram lingkaran untuk menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan ukuran pemusatan data untuk data

(40)

24

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan mengacu pada hasil penelitian yang relevan maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) lebih tinggi daripada kemampuan representasi visual matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran

(41)

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SMK Negeri 7 Kabupaten Tangerang yang beralamatkan di Jalan Raya Legok Perum Dasana Indah, Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang. Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 di kelas X jurusan Akuntansi selama satu bulan, yaitu bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2015.

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah suatu himpunan dengan sifat-sifat yang ditentukan oleh peneliti sedemikian rupa sehingga setiap individu/variabel/data dapat dinyatakan dengan tepat apakah individu tersebut menjadi anggota atau tidak.1 Populasi dalam penelitian ini seluruhnya siswa SMK Negeri 7 Kabupaten Tangerang kelas X jurusan Akuntansi tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah empat kelas, yaitu X-1, X-2, X-3, X-4. Penempatan siswa pada kelas X jurusan Akuntansi SMK Negeri 7 Kabupaten Tangerang dilakukan secara acak oleh sekolah, tanpa didasarkan atas peringkat dan nilai. Dengan demikian, diasumsikan bahwa setiap kelas pada kelas X jurusan Akuntansi merupakan kelas yang relatif homogen.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dengan kata lain, sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi yang karakteristiknya benar-benar diselidiki.2 Sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan teknik Cluster Random Sampling, yaitu mengambil dua kelas secara acak dari empat kelas yang memiliki karakteristik yang sama. Dari empat kelas X jurusan Akuntansi yang ada, kemudian dirandom dan terpilih dua kelas, yaitu kelas X-1 yang menjadi kelas kontrol dan X-3 yang menjadi kelas eksperimen dengan jumlah siswa di masing-masing kelas ada 40 orang siswa.

1

Kadir, Statistika untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Rosemata Sampurna, 2010), h. 84

2

(42)

26

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode pada penelitian ini adalah quasi eksperimen (eksperimen semu), yaitu metode yang tidak memungkinkan dilakukan pengontrolan secara penuh, dan peneliti hanya diperbolehkan menggunakan sampel sebagaimana adanya. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

Penelitian ini menggunakan dua kelas, yaitu satu kelas eksperimen yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create

(FSLC) dan satu kelas kontrol yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Penelitian ini menggunakan quasi eksperimen, maka desain yang diambil adalah randomized subject post test only control group design3, yaitu:

[image:42.595.111.514.158.578.2]

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Treatment Post Test

R (Eksperimen) X O

R (Kontrol) - O

Keterangan:

R = Proses pemilihan sampel secara acak kelas eksperimen dan kelas kontrol X = Perlakuan dengan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) untuk kelas eksperimen

O = Pemberian post test kemampuan representasi visual matematis dengan materi statistika

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes. Tes ini akan dilakukan pada akhir pokok bahasan materi statistika. Tes tersebut diberikan kepada kelas eksperimen dengan pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create

(FSLC) dan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Bentuk soal berupa

3

(43)

27

tes uraian yang memuat aspek-aspek kemampuan representasi visual. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah skor kemampuan representasi visual matematis siswa dalam belajar matematika. Penyusunan soal diawali dengan membuat kisi-kisi soal yang mencakup sub pokok bahasan, kemampuan yang akan diukur serta jumlah butir soal. Dilanjutkan dengan pembuatan soal beserta kunci jawaban dan aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal.

E. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data dan informasi mengenai hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen. Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan representasi visual matematis berbentuk uraian yang berjumlah 6 butir soal. Sebelum instrumen digunakan pada penelitian, terlebih dahulu diujicobakan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas, selain itu juga untuk mengetahui tingkat kesukaran dan daya pembeda soal.

Instrumen tes ini diujicobakan kepada siswa kelas XII Akuntansi karena sudah mendapatkan materi statistika sebelumnya, dan dipilih kelas XII Ak 2 yang berjumlah 42 siswa sebagai kelas uji coba instrumen tes. Setelah instrumen diuji coba maka didapat data hasil kemampuan representasi visual matematis, berikut analisis instrumennya:

1. Validitas Instrumen

Sebuah tes disebut valid bila tepat mengukur apa yang hendak diukur. Dalam penelitian ini, untuk menghitung koefisien validitas menggunakan rumus korelasi

product moment sebagai berikut:4

 

2 2

2

 

2

    Y Y N X X N Y X XY N rxy Keterangan:

rxy =Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N = Banyaknya peserta tes

4

(44)

28 X = Skor tiap butir soal

Y = Skor total tiap siswa

Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal, maka harus mengetahui hasil perhitungan � dibandingkan � �� product moment pada �= 0,05. Kriteria pengujian validitasnya adalah :

Jika ���, maka soal tersebut valid Jika � <� ��, maka soal tersebut tidak valid

Jika ada soal yang tidak valid maka soal tersebut tidak akan digunakan dalam post test atau dilakukan penghilangan soal. Selanjutnya soal-soal yang valid akan mendapat analisis butir soal untuk menyeleksi lagi mana soal yang baik untuk dipilih.

Setelah dilakukan uji validitas instrumen dengan membandingkan hasil perhitungan dengan r �� pada taraf signifikan 5% dari 6 butir soal yang diujicobakan kepada 42 siswa diperoleh bahwa semuanya dinyatakan valid.

2. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap atau ajeg. Untuk menentukan reliabilitas instrumen tes kemampuan representasi visual matematis dalam bentuk uraian digunakan rumus Koefisien Alpha (Alpha Cronbach), yaitu:5

11

=

�−1

1

��

2

� 2 dengan

2

=

2 � 2

Keterangan:

�11 = Koefisien reliabilitas instrumen � = Banyaknya butir soal yang valid

��2 = Jumlah varians skor tiap-tiap butir soal

�2 = Varians skor total � = Skor tiap soal

5

(45)
[image:45.595.111.508.131.781.2]

29 Tabel 3.2

Klasifikasi Indeks Reliabilitas Soal Kisaran Koefisien Reliabilitas Tafsiran

0,00 <�11 ≤0,20 Reliabilitas Sangat Rendah

0,20 <�11 ≤0,40 Reliabilitas Rendah 0,40 <�11 ≤0,60 Reliabilitas Cukup

0,60 <�11 ≤0,80 Reliabilitas Tinggi 0,80 <�11 ≤1,00 Reliabilitas Sangat Tinggi

Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen, dari 6 butir soal yang sudah valid diperoleh nilai sebesar 0.763. Jika dilihat dari kriteria reliabilitas, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian memiliki reliabilitas yang tinggi, dan memenuhi persyaratan instrumen yang memiliki ketetapan jika digunakan.

3. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar, sedang, dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Rumus untuk mengukur tingkat kesukaran soal, yaitu6:

Keterangan:

� = Indeks kesukaran

= Jumlah skor siswa yang menjawab benar pada setiap item

[image:45.595.150.475.149.290.2]

� = Jumlah skor maksimum seluruh siswa pada tiap item soal Tabel 3.3

Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Kisaran Indeks Kesukaran Interpretasi 0,00 <� ≤0,30 Soal Sukar 0,30 <� ≤0,70 Soal Sedang 0,70 <� ≤1,00 Soal Mudah

6

Ibid., h. 208

�=

(46)

Gambar

Bentuk-bentuk Operasional Representasi MatematisTabel 2.1 18
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian
Desain PenelitianTabel 3.1
Tabel 3.3 Klasifikasi Tingkat Kesukaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENGEMBANGAN PROGRAM PELATIHAN BATIK BERBASIS KEARIFAN LOKAL BAGI REMAJA D I INDUSTRI BATIK CIMAHI1. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Telah dilakukan analisis radionuklida alam pada debu vulkanik dan lahar dingin Gunung Sinabung Kabupaten Karo dengan menggunakan metode Analisis Aktivasi Neutron (AAN). Sampel

oleh responden dalam wawancara. 5) Peneliti dapat menemukan hal-hal di luar persepsi responden sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif. 6) Dalam lapangan

Pada bab ini kesimpulan dari hasil kajian “ Implementasi Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini” (Studi Kasus di Raudhatul Athfal AL-

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik individu terdiri dari faktor internal yang merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang terdiri

Sebagai bagian dari Kurikulum 2013 yang menekankan pentingnya keseimbangan kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Kemampuan mempelajari

Terdapat tiga soalan yang dijawab oleh kajian ini iaitu; (1) adakah terdapat perbezaan dari segi min pencapaian dalam ujian pra dan ujian pasca; (2) bagaimanakah tahap

Pejabat Pengadaan pada Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2014, telah melaksanakan Proses Evaluasi Kualifikasi