• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Ctl Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Smp/Mts Kelas Vii Pada Konsep Pencemaran Lingkungan (Penelitian Tindakan Kelas Di Mts Al Khairiyah Tajur Citeureup)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Ctl Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Smp/Mts Kelas Vii Pada Konsep Pencemaran Lingkungan (Penelitian Tindakan Kelas Di Mts Al Khairiyah Tajur Citeureup)"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN CTL UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA SMP/MTs KELAS VII

PADA KONSEP PENCEMARAN LINGKUNGAN

(Penelitian Tindakan Kelas di MTs Al Khairiyah Tajur Citeureup)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk memenuhi persyaratan Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

WAWAN DARMAWAN

107016101022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Wawan Darmawan, “Penerapan CTL Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa SMP/MTs Kelas VII Pada Konsep Pencemaran Lingkungan”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar biologi dengan menerapkan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada konsep pencemaran lingkungan. Penelitian ini dilaksanakan di MTs Al Khairiyah Tajur Citeureup. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), PTK dilaksanakan sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan yang muncul di dalam kelas. Metode ini dilakukan dengan empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Keempat tahapan tersebut merupakan siklus yang berlangsung secara berulang dan dilakukan dengan langkah-langkah yang sama dan difokuskan pada pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat melalui siklus yang telah dilakukan. Pada siklus I rata-rata hasil belajar siswa 42,56 pada saat pretes dan 74,66 pada saat postes. Sementara pada siklus II rata-rata hasil belajar siswa 48,33 pada saat pretes dan 78,28 pada saat postes. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa pada konsep pencemaran lingkungan.

(5)

ABSTRACT

Wawan Darmawan, Applying Contextual Teaching And Learning To

Improve First Grade Students’ Biology Achievement Toward Environment Pollution Concept”. BA Thesis, Biology Education Study Program, Faculty Of Tarbiyah And Teachers’ Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

This research is aimed to know the improvement of students’ Biology achievement in applying Contextual Teaching and Learning (CTL) toward environment pollution concept. The research was conducted at MTs Al Khairiyah Tajur Citeureup used classroom action research (CAR) to overcome the problems in the classroom which is concerned into four phases: planning, acting, observing, and reflecting. These phases are ongoing cycle through the same steps and focused on the learning of Contextual Teaching and Learning (CTL). This research indicated the improvement of students’ outcome. It can be seen in the first cycle that the average of students’ pretes is 42,56 and the average of students’ postes is 74,66. While in the second cycle the average of students’ pretes is 48,33 and the average of students’ postes is 78,28. In conclusion, Contextual Teaching and Learning (CTL) can improve students’ learning outcomes of environment pollution.

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillaahir Rahmaniir Rahiim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabat beliau dan umat-Nya hingga akhir zaman. Sehingga dengan Rhido-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PENERAPAN CTL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

BIOLOGI SISWA SMP/MTs KELAS VII PADA KONSEP PENCEMARAN

LINGKUNGAN”.

Penulis menyadari skripsi ini tidaklah mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan dan dorongan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa‟i, MA. Ph.D Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, masukan serta pengarahannya dalam penulisan skripsi ini dan sabar

dalam membimbing dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Meiry Fadilah Noor, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah membantu

memberikan bimbingan, saran-saran, kemudahan, motivasi, pengarahan dan selalu

ada saat peneliti dalam kesulitan.

5. Bapak/Ibu Dosen dan Staff di UIN Syarif Hidayatullah di Jurusan IPA yang telah

memberikan bantuan dan dukunganya.

6. Bapak Drs. Eman Sulaeman, selaku Kepala Sekolah MTs Al Khairiyah Tajur

Citeureup yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian

(7)

7. Ibu Siti Nur‟aeni Handayani S.Pd., selaku guru bidang studi IPA Biologi yang telah membantu memberikan saran-saran, kemudahan, motivasi dan pengarahan kepada

penulis selama penulisan skripsi.

8. Keluarga besar Yayasan Islam Al Khairiyah Tajur Citeureup yang telah banyak

membantu dan memberikan dukungannya.

9. Emi, Abi, Umi, dan adik-adikku tercinta yang telah memberikan dukungan baik,

moril maupun materiil, serta yang selalu mencurahkan kasih sayangnya kepada

penulis dan selalu mendoakan penulis sehinggga skripsi ini terselesaikan.

10. Kekasihku tercinta (Ira Astuti) yang senantiasa memberikan dukungan serta selalu

mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis dan selalu mendoakan penulis

sehinggga skripsi ini terselesaikan.

11. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Biologi angkatan 2007 yang memotivasi

peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Sahabat-sahabatku, terima kasih untuk do‟a dan semangatnya selama ini.

13. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, semoga

Allah SWT memberikan balasan kepada semua pihak yang telah membantu

terselesainya skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan umumnya kepada pembaca. Akhirnya penulis hanya berharap semoga segala perbuatan dan amal baik dari berbagai pihak dapat dibalas oleh Allah SWT, dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.

Jakarta, Maret 2013

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Acuan Teori dan Fokus yang Diteliti ... 7

1. Pembelajaran Konstruktivisme ... 7

2. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) ... 8

3. Hakikat Belajar ... 23

4. Hakikat Hasil Belajar ... 27

5. Pencemaran Lingkungan ... 30

B. Penelitian yang Relevan ... 31

(9)

D. Hipotesis Tindakan... 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ... 39

1. Metode Penelitian ... 39

2. Rancangan Siklus Penelitian ... 40

C. Subjek Penelitian ... 41

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 41

E. Tahap Intervensi Tindakan ... 41

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 42

G. Data dan Sumber Data ... 42

H. Instrumen Pengumpulan Data ... 43

I. Teknik Pengumpulan Data ... 43

a. Evaluasi Tertulis ... 43

b. Observasi ... 44

J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan ... 44

1. Validitas ... 44

2. Tingkat Kesukaran ... 45

3. Daya Pembeda Soal... 45

4. Reliabilitas ... 46

5. Uji N Gain ... 47

K. Analisis Data dan Interpretasi Data... 47

L. Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 47

1. Perencanaan... 48

2. Tindakan ... 48

3. Pengamatan ... 48

4. Refleksi ... 48

(10)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Hasil Pengamatan ... 49

1. Siklus I ... 49

a. Perencanaan ... 49

b. Tindakan ... 50

c. Hasil Pengamatan ... 51

1) Hasil Pretest dan Posttest ... 51

2) Data Perhitungan N Gain ... 52

3) Lembar Kerja Siswa ... 53

d. Refleksi ... 55

e. Keputusan ... 56

2. Siklus II ... 57

a. Perencanaan ... 57

b. Tindakan ... 57

c. Hasil Pengamatan... 58

1) Hasil Pretest dan Posttest ... 58

2) Data Perhitungan N Gain ... 59

3) Lembar Kerja Siswa ... 60

d. Refleksi ... 62

f. Keputusan ... 63

B. Analisis Data ... 63

1. Analisis N Gain secara Keseluruhan ... 63

2. Pembahasan ... 64

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 70

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data Nilai Pretes dan Postes Siklus Pertama ... 52

Tabel 4.2 Persentase Peningkatan Hasil Belajar (N Gain) Siklus I ... 52

Tabel 4.3 Data ketercapain KKM hasil penelitian Siklus I ... 53

Tabel 4.4 Hasil Penilaian LKS pada pertemuan pertama Siklus I ... 53

Tabel 4.5 Hasil Penilaian LKS pada pertemuan kedua Siklus I ... 54

Tabel 4.6 Data Nilai Pretes dan Postes Siklus II ………59

Tabel 4.7 N Gain Siklus II ... 59

Tabel 4.8 Data ketercapain KKM hasil penelitian Siklus II... 60

Tabel 4.9 Hasil Penilaian LKS pada pertemuan pertama Siklus II ... 60

Tabel 4.10 Hasil Penilaian LKS pada pertemuan Kedua Siklus II ... 61

Tabel 4.11 Kategori N Gain pada Siklus I dan II ... 63

(12)

DAFTAR GAMBAR

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 75

Lampiran 2 Kisi-kisi Lembar Observasi ... 91

Lampiran 3 Lembar Observasi ... 92

Lampiran 4 Kesimpulan Hasil Observasi ... 94

Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen Lembar Wawancara Guru ... 95

Lampiran 6 Lembar Wawancara Guru ... 96

Lampiran 7 Kesimpulan Hasil Wawancara Guru ... 97

Lampiran 8 Instrumen Tes Uji Validitas ... 98

Lampiran 9 Reliabilitas Tes ... 104

Lampiran 10 Soal Uji Siklus 1 ... 114

Lampiran 11 Soal Uji Siklus 2 ... 116

Lampiran 12 Lembar Kerja Siswa ... 118

Lampiran 13 Kisi-kisi Soal Siklus 1 ... 126

Lampiran 14 Kisi-kisi Soal Siklus 2 ... 135

Lampiran 15 Daftar Nilai Pretest dan Postest Siklus 1 dan 2 ... 136

Lampiran 16 Lembar Pengamatan Guru dalam CTL ... 137

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan tidak dapat dicegah karena manusia dengan potensi akalnya terus berfikir dan menghasilkan temuan-temuan yang sesuai dengan masalah yang dihadapi dan kebutuhan pada waktu itu. Pada satu sisi kita sangat bergembira dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang kajian ilmu sehingga akan semakin menambah arti hidup yang dijalani sementara disisi lain perkembangannya ilmu yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai positif dan moral akan berakibat terjadinya penyalahgunaan sehingga akan merusak dan menghancurkan tatanan hidup yang telah ada.

Lingkungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Hal tersebut disebabkan karena lingkungan memberi banyak manfaat bagi manusia. Lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup (termasuk manusia dan perilakunya) yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Artinya pengelolaan lingkungan secara baik untuk mendorong pembangunan berkelanjutan sangat penting. Namun, realitas yang terjadi persentase pertumbuhan ekonomi hampir berbanding lurus dengan kerusakan lingkungan sebagai akibat dari pembangunan, dan hal ini berlangsung secara terus menerus1.

Masalah lingkungan, bukan masalah yang baru, tetapi sudah ada sejak manusia hidup di muka bumi ini. Keberadaan manusia di bumi merupakan faktor penyebab terjadinya masalah terhadap lingkungan. Pertumbuhan hidup yang

1 Idris, Environmental Kuznets Curve: Bukti Empiris Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan

(15)

besar pun mengakibatkan meningkatnya masalah terhadap lingkungan. Upaya untuk mengantisipasi masalah lingkungan adalah dengan cara menanamkan kepedulian lingkungan pada manusia di bumi.

Saat ini kondisi pengelolaan lingkungan belum lagi terwujud secara memuaskan seperti yang diharapkan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab berbagai gangguan terhadap lingkungan yang terjadi berakar dari tabiat manusia, yakni sikap dan perilaku manusia yang tidak mempedulikan kondisi saling ketergantungan antara manusia dan lingkungannya. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan itu pada dasarnya merupakan manifestasi dari permasalahan sosial dan lingkungan yang saling terkait dalam kenyataan hidup sehari-hari.

Untuk mencapai kesadaran akan pentingnya lingkungan maka dibutuhkan suatu pembaharuan pembelajaran antara lain pada strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran mengacu pada metode-metode yang digunakan para siswa untuk belajar. Pada strategi pembelajaran terdapat teknik-teknik memperbaiki konsep diri siswa agar lebih baik dalam belajar dan mampu membantu guru dalam menghubungkan materi lingkungan yang diajarkan dengan realitas, sehingga siswa diharapkan lebih peduli terhadap lingkungan di sekitarnya.

Pendidikan yang ada di sekolah seringkali membuat kita kecewa, apalagi bila dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Walaupun seringkali kita mengetahui bahwa banyak siswa yang mungkin mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyatannya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam pengetahuan yang bersifat hapalan dan tanpa melibatkan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran tersebut. Sebagian besar dari siwa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan itu dapat mereka gunakan / manfaatkan.

(16)

kritis, kreatif, logis dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan IPA dan teknologi.

Namun pembelajaran IPA di SMP/MTs pada umumnya masih didominasi oleh aktifitas guru. Kelas berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan dan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang berpedoman pada buku paket saja. Sehingga kegiatan pembelajaran kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan benda-benda konkrit dalam situasi yang nyata. Hal ini mengakibatkan siswa tidak peduli terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu seharusnya guru memberikan contoh konkrit dalam setiap pembelajaran agar supaya siswa dapat tanggap dan peduli terhadap lingkungan dimana siswa tersebut tinggal.

Pada pengamatan awal di MTs Al Khairiyah Tajur Citeureup menunjukkan kenyataan bahwa kondisi lingkungan yang berada di daerah penambangan bahan baku semen mengalami berbagai pencemaran baik tanah, udara dan air tidak diiringi oleh kepedulian para siswa terhadap masalah tersebut. Hal tersebut terlihat dari tidak adanya perhatian dari para siswa terhadap masalah pencemaran lingkungan yang terjadi di daerah sekitar tempat tinggalnya, bahkan siswa terlihat tidak peduli terhadap masalah pencemaran yang terjadi dengan seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi.

Selain itu hasil pengamatan pada proses kegiatan belajar mengajar, kegiatan tersebut hanya berjalan secara teoritis dan tidak terkait dengan lingkungan nyata tempat siswa berada. Hasil pengamatan ketuntasan belajar siswa hanya mencapai 60 %. Ketidaktuntasan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti fasilitas sekolah yang kurang memadai, pemilihan metode pembelajaran yang kurang tepat, media pembelajaran kurang menarik dan tingkat keaktifan siswa yang rendah2.Kurangnya kepedulian masyarakat, sekolah serta peran guru mengakibatkan hasil yang dicapai kurang maksimal.

Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya sebuah strategi pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa, yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang mampu mendidik siswa dengan pengalaman dan lingkungan

2

(17)

sekitar. Sehingga pembelajaran dapat dikontekskan ke dalam situasi dunia nyata dan diharapkan hasil belajar pun dapat meningkat.

Pendekatan pembelajaran adalah jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu. Pendekatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk menjelaskan materi pembelajaran dari bagian-bagian yang satu dengan bagian lainnya yang berorientasi pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa untuk mempelajari konsep, prinsip, atau teori yang baru tentang suatu bidang ilmu.3

Konsep belajar menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna.4 Adanya kaitan antara pelajaran baru yang diterima dengan pelajaran sebelumnya. Selain itu siswa tidak selalu bergantung dari pembelajaran di kelas, karena siswa dapat mencari pemahaman dari hasil interaksi dengan lingkungannya sendiri, bukan dari penyampaian materi di kelas saja. Begitu pula pembelajaran yang bermakna sangatlah penting.

Pendekatan pembelajaran konstruktivisme yang dapat mengaitkan lingkungan dan pemahaman siswa adalah pendekatankontekstual. Penerapan pembelajaran kontekstual ini diharapkan dapat mendorong minat, motivasi, dan keaktifan siswa dalam proses KBM, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara optimal. Pendekatan kontekstual pada proses pendidikan yang holistik bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya. Materi tersebut dikaitkan dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara

3

Zulfiani, Tonih Feronika dan Kinkin Suartini,Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta,2009), h. 91

4

M. Sukarjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya,

(18)

fleksibel dapat diterapkan untuk ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan lain.

Pembelajan kontekstual dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) diharapkan KBM menjadilebih efektif, karena siswa akan belajar lebih aktif dalam berfikir dan memahami materi secara berkelompok. CTL dapat memudahkan siswa dalam menyerap materi pelajaran, serta siswa dapat memantapkan pemahaman terhadap jumlah materi pelajaran. Oleh karena itu perlunya dilaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di sekolah MTs Al Khairiyah Tajur Citeureup dengan harapan hasil belajar dapat meningkat sesuai dengan proses pembelajaran yang bermakna.

Dengan demikian penelitimelakukan penelitian dengan judul “Penerapan CTL Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa SMP/MTs Al Khairiyah

Tajur Citeureup Kelas VII Pada Konsep Pencemaran Lingkungan”

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas beberapa masalah dapat diidentifikasi antara lain:

1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan masih berpusat pada guru. 2. Kurang mengembangkan proses belajar mengajar biologi serta kinerja

guru secara signifikan

3. Hasil belajar siswa yang belum optimal dimungkinkan berhubungan dengan adanya pendekatan pembelajaran yang digunakan saat ini.

4. Ketuntasan belajar belum tercapai.

5. Tidak adanya kepedulian siswa terhadap masalah lingkungan sekitar,

C. Batasan masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

(19)

pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), Refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment)

2. Hasil belajar yang dicapai siswa ditinjau dari aspek kognitif jenjang C1-C4 3. Penelitian ini diterapkan pada konsep pencemaran lingkungan.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah adalah, Bagaimanakah penerapan CTL dapat meningkatkan hasil belajar Biologi siswa pada pada Materi Pencemaran Lingkungan?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar biologi dengan penerapan CTL pada konsep pencemaran lingkungan.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat atau kegunaan hasil penelitian ini dapat dispesifikasikan menjadi dua yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberikan pijakan dalam memecahkan masalah belajar yang dialami siswa SMP/MTs.

2. Menjadi bahan rujukan bagi penelitian berikutnya, terutama penelitian atau kajian yang membahas masalah model pembelajaran khususnya model CTL.

Sedangkan secara praktisnya, dapat:

1. Memberikan ruang kepada siswa untuk melakukan perubahan sekaligus menilai kebiasaan mereka belajar di sekolah, dan

(20)

BAB II

KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

A. Acuan Teori dan Fokus yang Diteliti 1. Pembelajaran Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan salah satu perkembangan model pembelajaran mutahir yang mengedepankan aktivitas siswa dalam setiap interaksi edukatif untuk dapat melakukan eksplorasi dan menemukan pengetahuannya sendiri.5 Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri, bukan imitasi dari kenyataan, bukan gambaran dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang. Siswa membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.Pengetahuan bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia yang dialaminya. Proses pembentukan ini berjalan terus menerus, dan setiap kali terjadi reorganisasi atau rekonstruksi karena adanya pengalaman baru.

Ciri-ciri model pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut:6 a. Memberi peluang kepada siswa untuk menemukan pengetahuan baru

melalui proses pelibatan dalam dunia riel.

b. Mendorong terbentuknya pembelajaran secara kooperatif. c. Memperhatikan kecenderungan sikap dan pembawaan siswa.

d. Menganggap proses pembelajaran sebagai sesuatu yang sama pentingnya dengan hasil pembelajaran.

5

Zurinal Z, Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar & Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan.

(21)

e. Merangsang siswa untuk bertanya dan berdialog dengan sesama siswa dan guru.

f. Menciptakan proses inquiri siswa melalui kajian dan eksperimen. g. Menghargai dan menerima eksplorasi pengetahuan siswa.

h. Memperhatikan ide dan permasalahan yang dimungkinkan oleh siswa dan menggunakannya sebagai bagian dalam merancang pembelajaran.

i. Memperhatikan dan mengapresiasikan hasil kajian siswa terhadap suatu masalah.

Prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruktivisme menurut Suparno, antara lain :7

a. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, b. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa, c. Mengajar adalah membantu siswa belajar,

d. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir, e. Kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan

f. Guru sebagai fasilitator.

2. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) i. Landasan Filosofis CTL

Pembelajaran kontekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning)

banyak dipengaruhi oleh filasafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistimologi Giambatista Vico. Vico

mengungkapkan: “Tuhan adalah menciptakan alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya.” Mengetahui, menurut Pico, berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Artinya, seseorang dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Oleh karena itu menurut Vico, pengetahuan itu tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari subjek yang mengamati.

7 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum

(22)

Selanjutnya, pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakikat pengetahuan memengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlah sekadar menghafal, tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.

Pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” dari orang lain seperti guru, tetapi

proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberitahun tidak akan menjadi pengetahuan yang makna. Bagaimana proses mengkonstruksi pengetahuan yang dilakukan oleh setiap subjek?

Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur

kognitif yang kemudian dinamakan „skema”. Skema terbentuk karena

pengalaman8. Pandangan Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran, diantaranya model pembelajaran kontekstual. Menurut pembelajaran kontekstual, penegetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa. Pegetahuan yang diperoleh dari hasil pemberitahuan orang lain, tidak akan menjadi penengetahuan yang bermakna. Pengetahuan yang demikian akan mudah dilupakan dan tidak fungsional.

ii. Pengertian CTL

CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.9 konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual yang efektif, yaitu konstruktifisme (constructivism), bertanya (question), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya

8

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses…, (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2008), h. 257 9

(23)

(authentic assesment). Dengan pembelajaran CTL ini diharapkan dapat lebih bermakna bagi siswa, dimana proses pembelajaran yang berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan praktikum siswa, sehingga siswa mengalami sendiri bukan tranfer pengetahuan dari guru. Sehingga dapat dinyatakan bahwa CTL sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah.10

Ada beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli, disini ditampilkan lima pengertian yang berasal dari beberapa sumber yang berbeda. Adapun pengertian CTL adalah sebagai berikut:

Pertama, Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan ( ditransfer ) dari satu permasalahan ke permasalahan lain.

Kedua, Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.11

Ketiga, Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Keempat, Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara

10

Elaine B. Johnson, PH.D., Contextual Teaching & Learning: Menjadikan kegiatan belajar-mengajar….., Bandung: Mizan Learning Center (MLC), 2007, h. 65

11

(24)

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.12 Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa., sehingga strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

Kelima, Nancy berpendapat bahwa CTL adalah metode dalam pembelajaran yang mempunyai hubungan/kaitan terhadap kehidupan sehari-hari-setiap isi topik nya pun mencoba menggambarkan bagaimana sesuatu itu berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari juga mencoba untuk bekerja berdasarkan penelitian.13 Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan pentingnya belajar, dan akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang dipejarinya. Dari beberapa pengertian, dapat disimpulkan bahwa CTL dapat dikatakan sebagai sebuah strategi pembelajaran yang menunjukan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan diluar kelas, pembelajarn CTL menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan dan mengkonstruksi pemahamannya berdasarkan pengalamannya yang akan mereka terapkan dalam kehidupannya. CTL menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana cara belajar siswa.

Materi belajar akan semakin berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan belajar keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, dan selanjutnya siswa akan memanfaatkan kembali pemahaman pengetahuan dan kemampuannya itu dalam konteks di luar sekolah untuk

12

Iif Khoiru Ahmadi, Sofan Amri, dan Tatik Elisah, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu.

Jakarta:Prestasi Pustaka Publisher, 2011, h. 80 13

Catherine Teare Ketter and Jonathan Arnold, CTL: Case Study of Nancy a High School

Science Novice Teacher, (Universitas of Georgia: 2003), [online]

(25)

menyelesaikan permasalahan dunia nyata, baik secara mandiri maupun secara kelompok.

iii. Asas-Asas CTL

CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas-asas ini melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan CTL, diantaranya yaitu:14 1) Konstruktivisme

Konstruktivisme pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar dan tujuan pembelajaran konstruktivis adalah sebagai berikut:

a) Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.

b) Pembelajaran harus dikemas menjadi proses ”mengkontruksi” bukan menerima pengetahuan

2) Menemukan (Inquiry)

Inkuiri artinya, proses pemebelajaran sidasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu:

a) Merumuskan masalah b) Mengajukan hipotesis c) Mengumpulkan data d) Menguji hipotesis e) Membuat kesimpulan 3) Bertanya (Questioning)

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:

a) Menggali informasi tentang kemampuan siswa untuk belajar b) Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.

c) Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu. d) Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.

14

(26)

e) Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu. 4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada yang lain.

5) Pemodelan (Modeling)

Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.

6) Refleksi (Reflection)

Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

“merenung‟ atau mengingat kembali apa ayang telah dipelajarinya, sehingga ia

dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.

Konsep pengetahuan baru siswa juga akan lebih bermakna jika seorang guru memperhatikan berbagai jenis kecerdasan yang dimiliki siswa, yaitu setiap orang memiliki kesemua kecerdasan tersebut. Walau bagaimanapun, tahapan dan kombinasi kecerdasan yang berbeda-beda diantara individu. Dari berbagai jenis kecerdasan tersebut tidak hanya memberi informasi tentang apa yang dipelajari, tetapi lebih penting lagi bagaimana mempelajarinya. Justru CTL dapat membangkitkan potensi kecerdasan siswa dan pembelajaran akan lebih berkesan.

Dalam CTL, berbagai gaya pembelajaran dapat diterapkan, yaitu:

(27)

b) Pembelajaran abstrak, yaitu: dengan melihat konsep yang dipelajarinya, siswa memikirkan informasi yang mereka terima ketika pembelajaran.

Dalam penerapan CTL juga diperlukan berbagai macam fasilitas, diantaranya: berbagai lingkungan, daftar pelajaran, peraturan fisik dikelas, dan anggaran.

7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)

Proses pembelajaran konvesional yang sering dilakukan guru pada saat ini, biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti hasil tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata.

Penilaian nyata (Authentic Assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak;apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.

Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus- menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan hasil belajar.15

iv. Langkah-langkah Pembelajaran CTL

Dalam CTL, guru berperan dalam memilih, menciptakan, dan menyelenggarakan pembelajaran yang menggabungkan seberapa banyak bentuk pengalaman siswa termasuk aspek sosial, fisikal, dan psikologikal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Dalam lingkungan sekitar, siswa menemukan

15

(28)

hubungan yang bermakna antara ide abstrak dan aplikasi praktikal dalam konteks nyata. Siswa akan memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal dengan kerangka berpikir yang dimilikinya (ingatan, pengalaman, dan tanggapan).

Dalam pelaksanaan kegiatan CTL di kelas, guru harus memperhatikan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah ini.

1) Guru memotivasi siswa

Sebelum proses pembelajaran dimulai guru memberikan stimulus dengan memberikan pertanyaan mengenai materi yang dibahas atau yang dipelajari. 2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

Siswa diajak untuk mempelajari sebuah materi ajar yang sesuai dengan standar kompetensi.

3) Guru membagi kelompok

Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa. Tiap siswa ditugaskan untuk melakukan observasi. Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang ditemukan di perpustakaan. 4) Melakukan percobaan

Untuk memperoleh pembelajaran yang bermakna, siswa diharapkan mampu dan mengetahui penerapannya pada proses yang sebenarnya yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

5) Diskusi kelompok

Setiap kelompok mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan pembagian tugas masing-masing.

6) Hasil diskusi dipresentasikan

Di dalam kelas semua siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Kemudian siswa melaporkan hasil diskusi.

7) Guru menerangkan konsep

(29)

8) Menyimpulkan

Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar hasil eksperimen yang dilakukan siswa sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.

9) Penugasan

Guru menugaskan siswa untuk membuat laporan dari hasil diskusi dan eksperimen yang merupakan hasil pengalaman dari proses pembelajaran berlangsung.

Agar proses instruksional dapat dianggap sebagai CTL, guru harus memperhatikan faktor-faktor berikut ketika menggunakan pendekatan CTL. Konsep ini berdasarkan pada bagaimana siswa belajar, oleh Karena itu guru harus:

1) Merencanakan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan para siswa. Hubungan antara isi kurikulum dan metode yang digunakan untuk mengajar para siswa harus didasarkan pada tingkatan tertentu, perkembangan sosial, emosional, dan intelektual siswa. Dengan demikian yang harus menjadi pertimbangan adalah unsurpara siswa, karakteristik individual, lingkungan social dan budaya mereka.

2) Membentuk kelompok yang saling tergantung. Melalui kelompok yang kecil, siswa belajar dari yang lain dan belajar bekerjasama, perputaran kualitas, dan bentuk-bentuk kerjasama lainnya yang diperlukan orang dewasa di tempat kerja dan dalam konteks yang lain dimana siswa diharapkan untuk berperan aktif.

(30)

harmonis dengan yang lain. Dengan pendekatan CTL yang membutuhkan kerja kelompok., para siswa harus mampu memberikan kontribusi sehingga kelompok mereka sukses.

4) Mempertimbangkan perbedaan para siswa. Para guru harus mengajar berbagai siswa. Pertimbangan termasuk latar belakang suku dan ras siswa, status social, ekonomi mereka, dan berbagai ketidak mampuan yang mereka miliki.

5) Memperhatikan multi-intelgensi siswa. Dalam menggunakan pendekatan CTL, maka cara siswa berpartisipasi di dalam kelas harus memperhatikan kebutuhan delapan orientasi pembelajaran. Delapan orientasi pembelajaran yang melibatkan faktor-faktor seperti bahasa, pendengaran atau penglihatan, musik, bilangan, visualisasi, gerakan manusia, sosialisasi, dan kepemimpinan. 6) Menggunakan teknik pertanyaan yang meningkatkan pembelajaran siswa dan perkembangan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Agar CTL mencapai tujuannya harus digunakan jenis dan tingkat pertanyaan yang sesuai. Pertanyaan-pertanyaan harus disiapkan untuk menghasilkan tingkat berpikir, respon, dan tindakan yang diharapkan dari siswa.

7) Menerapkan penilaian yang sebenarnya. Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Penilaian sebenarnya mengevaluasi aplikasi penegatahuan siswa dan pemikiran yang kompleks daripada menghafal daya ingat akan informasi faktual.

Selain itu agar pembelajaran dapat dikatakan sebagai CTL Scott G. Paris meninjau 12 prinsip pembelajaran mandiri dalam empat kategori umum yang dapat digunakan oleh para guru di dalam kelas, yaitu: kategori menilai diri sendiri, kategori mengatur diri sendiri, menolong siswa, memperoleh pemahaman, dan membentuk identitas siswa sebagai pelajar.16

16

(31)

v. Strategi Pembelajaran Kontekstual

Strategi pembelajaran kontektual yang dikemukakan oleh Center for Occupational Research and Develoment (CORD) yang dikenal dengan REACT, yaitu :

1) Relating, belajar dikaitkan dengan konteks dunia nyata.

2) Experiencing, belajar ditekankan pada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan penciptaan (invention)

3) Applying, belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya.

4) Coopeerating, belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama, atau tugas kelompok.

5) Trasferring, belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru.

f. Strategi yang Berasosiasi dengan CTL

Startegi pengajaran yang berasosiasi dengan CTL diperlukan dalam proses belajar mengajar dikelas agar pembelajaran berlangsung lebih terarah dan baik. Dibawah ini merupakan beberapa strategi pengajaran yang berasosiasi dengan CTL dan pelaksanaannya di lapangan dapat dikombinasikan satu dengan yang lainnya.

Strategi metode CTL dalam pembelajaran (prinsip-prinsip CTL)17 1) Pembelajaran berdasarkan masalah

Pembelajaran berdasarkan masalah adalah kunci utama dalam CTL. CTL adalah sebuah pendekatan instruksional yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks untuk siswa untuk belajar berfikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah.

2) Project-based learning

3) Pembelajaran berdasarkan penelitian

17

(32)

Pembelajaran berdasarkan penellitian adalah strategi utama dalam praktek CTL.

4) Pembelajaran pelayanan

Pembelajaran pelayanan adalah strategi lain yang biasa diidentifikasi dalam praktek CTL. Terdapat potensi untuk pembelajaran pelayanan, walaupun kita tidak secara langsung mengobservasi pembelajaran pelayanan walaupun kita sedang kunjungan kelas.

5) Pembelajaran kolaborasi

Pembelajaran kolaborasi atau pembelajaran kooperatif diartikan sebagai sebuah proses yang membantu manusia berinteraksi agar mencapai tujuan yang spesifik atau mengembangkan sebuah produk akhir. (Berns & Erickson, 2001). 6) Penilaian autentik

Penilaian autentik dalam Science didasarkan pada observsi siswa, latihan, dan apa yang telah mereka lakukan.

7) Ketertarikan siswa dengan latar belakang yang bermacam-macam

Berikut adalah beberapa aspek fundamental untuk kontekstualisasi Science dalam kelas Science; siswa melakukan Science nyata, siswa menyangkutpautkan Science pada diri mereka, komunikasi mereka, dan dunia mereka, dan terhadap yang lainnya.

Dalam pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa.18 CTL mengarahkan para guru untuk menggunakan beraneka ragam strategi pembelajaran, yaitu: kegiatan keterampilan, pengetahuan, bekerjasama, pengetahuan dasar masalah dan penelitian, penerapan kehidupan nyata, penilaian sebenarnya dan penggabungan teknologi.

Para guru di dunia pendidikan, sains telah memperjuangkan beberapa cara untuk mengkontekskan materi. Mereka telah menggunakan aktivitas keterampilan, permainan, simulasi, eksperimen, dan menghubungkan dengan kehidupan nyata (seperti tes darah, masalah kontrol statistik, menggambar kebun), di laboratorium sekolah dan teknologi. Para guru lebih menggunakan strategi dasar disekolah

18

(33)

(seperti pemecahan masalah penemuan, penilaian portofolio) dan ini sudah banyak terkenal pada mata pelajaran pilihan, aan tetapi mereka lebih mempercayakan kuliah, membuat catatan, menguji fakta dan isi buku, dan instruksi guru.

Beberapa strategi lain yang dapat diterapkan dalam CTL, diantaranya: 1) Menghubungkan kepada keterkaitan siswa

2) Membawa IPA ke dalam kurikulum

3) Memerankan pekerjaan sains ke dalam bentuk simulasi. 4) Menggunakan penilaian alternatif

vi. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional

Dibawah ini dijelaskan secara singkat perbedaan kedua model tersebut dilihat dari konteks tertentu.19

1)CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.

2)Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran.

3)Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil; sedangkan dalam pembeljaran konvensional, pembelajaran bersifatteoritis dan abstrak.

4)Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman; sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan dperoleh melalui latihan-latihan.

19

(34)

5)Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri; sedangkan dalam pembeajaran konvensional, tujuan akhir adalah nilai dan angka.

6)Dalam CTL tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri; sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tindakan atau prilaku individu didasarkan oleh factor dari luardirinya, misalnya individu tidakmelakukan sesuatu disebabkan takut hukuman atau sekadar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru.

7)Dalam CTL pengetahuan yang dimilii setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolute dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.

8)Dalam pembelajarn CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing; sedagkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.

9)Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran biasa terjadi di mana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional hanya terjadi di dalam kelas.

10) Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek erkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan cara misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain sebagainya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dengan tes.

vii. Pembelajaran Berbasis Inkuiri

(35)

diajukan. Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi ang diajarkan.20

Pembelajaran dengan penemuan (inquiry) merupakan satu pilar penting alam pendekatan konstruktivistik yang memiliki sejarah panjang dalam inovasi atau pembaharuan pendidikan. Burner, penganjur pembelajaran dengan basis inkuiri, menyatakan idenya sebagai berikut : ” Kita mengajarkan suatu bahan kajian tidak untuk menghasilkan perpustakaan hidup tentang bahan kajian, tetapi lebih ditujukan untuk membuat siswa berpikir untuk diri mereka sendiri, meneladani seperti apa yang dilakukan oleh seorang sejarawan, mereka turut mengambil bagian dalam proses mendapatkan pengetahuan. Mengetahui adalah suatu proses bukan suatu produk. Dengan demikian belajar dengan penemuan dapat diterapkan dalam banyak mata pelajaran.

Pembelajaran inkuiri membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna. Inkuiri adalah seni dan ilmu bertanya serta menjawab. Inkuiri melibatkan observasi dan pengukuran, pembuatan hipotesis dan interpretasi, pembentukan model dan pengujian model. Inkuiri menuntut adanya eksperimentasi, refleksi, dan pengenalan akan keunggulan dan kelemahan metode-metodenya sendiri.

Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut:21 1) Merumuskan masalah

2) Mengamati atau melakukan observasi

3) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya

4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain.

20 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta Kencana Renada /media grup 2010) hal 114

(36)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menggunakan pembelajaran berbasis inkuiri adalah pendekatan yang ditujukan untuk membantu siswa mengembangkan disiplin intelektual dan keahlian yang diperlukan memunculkan masalah dan menemukan pemecahan masalah tersebut (konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori baru) oleh siswa itu sendiri, sehingga siswa menjadi penemu pemecahan masalah yang independen.

3. Hakikat Belajar

Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hana mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yaitu mengalami.22 Jadi belajar adalah suatu usaha atau perbuatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh, dengan sistematis, mendayagunakan semua potensi yang dimiliki, baik fisik, mental serta dana, panca indra, otak dan anggota tubuh lainnya, demikian pula aspek kejiwaan seperti intelejensi, bakat, motivasi, minat dan sebagainya.

Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.23 Selain itu belajar diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan.24 Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.

Dengan demikian, seseorang dikatakan belajar apabila setelah melakukan kegiatan belajar ia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi suatu perubahan. Misalnya, ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah,

22 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar,(Jakarta:Bumi Aksara,2010)hal. 27 23

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995),hal. 92

24

(37)

keterampilannya meningkat, sikapnya semakin positif, dan sebagainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa perubahan tingkah laku tanpa usaha dan tanpa disadari bukanlah belajar. Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar. Hal ini berarti bahwa belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu proses belajar dan hasil belajar yaitu pemerolehan pengetahuan baru.

Belajar adalah proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berpikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri ( Self regulated).25

Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna; sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan.26

Mengkonstruksi pengetahuan menurut Piaget dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema yang sudah ada. Skema adalah struktur kognitif yang terbentuk melalui proses pengalaman.27 Pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (jamak) yang sering disebut dengan struktur kognitif.

Dengan menggunakan skemata itu seseorang mengadaptasi dan mengkoordinasi lingkungannya sehingga terbentuk skemata yang baru. Selanjutnya, skemata yang terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi itulah yang disebut pengetahuan. Asimilasi merupakan proses kognitif yang

25Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan,(Jakarta:Kencana,2010), h.107 26 Ibid., h.123

27

(38)

dengannya seseorang mengintegrasikan informasi (persepsi, konsep, dan sebagainya) atau pengalaman baru ke dalam struktur kognitif (skemata) yang sudah dimiliki seseorang. Akomodasi adalah proses restrukturisasi skemata yang sudah ada sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru yang tidak dapat secara langsung diasimilasikan pada skemata tersebut. Hal itu, dikarenakan informasi baru tersebut agak berbeda atau sama sekali tidak cocok dengan skemata yang telah ada. Jika informasi baru, betul-betul tidak cocok dengan skemata yang lama, maka akan dibentuk skemata baru yang cocok dengan informasi itu. Sebaliknya, apabila informasi baru itu hanya kurang sesuai dengan skemta yang telah ada, maka skemata yang lama itu akan direstrukturisasi sehingga cocok dengan informasi baru itu.

Dengan kalimat lain, pandangan Piaget di atas dapat dijelaskan bahwa apabila suatu informasi (pengetahuan) baru dikenalkan kepada seseorang dan pengetahuan itu cocok dengan skema/skemata(struktur kognitif) yang telah dimilikinya maka pengetahuan itu akan diadaptasi melalui proses asimilasi dan terbentuklah pengetahuan baru. Sedangkan apabila pengetahuan baru yang dikenalkan itu tidak cocok dengan struktur kognitif yang sudah ada maka akan terjadi disequilibrium, kemudian struktur kognitif tersebut direstrukturisasi kembali agar dapat disesuaikan dengan pengetahuan baru atau terjadi equilibrium sehingga pengetahuan baru itu dapat diakomodasi dan selanjutnya diasimilasikan menjadi pengetahuan skemata baru.

Dengan demikian, asimilasi dan akomodasi merupakan dua aspek penting dari proses yang sama yaitu pembentukan pengetahuan. Kedua proses itu merupakan aktivitas secara mental yang hakikatnya adalah proses interaksi antara pikiran dan realita. Seseorang menstruktur hal-hal yang ada dalam pikirannya, namun bergantung pada realita yang dihadapinya. Jadi adanya informasi dan pengalaman baru sebagai realita mengakibatkan terjadinya rekonstruksi pengetahuan yang lama yang disebut proses asimilasi-akomodasi

sehingga terbentuk pengetahuan baru sebagai skemata dalam pikiran seseorang. Pengikut aliran konstruktivisme personal yang lain adalah Bruner. Meskipun

(39)

belajarnya sangat relevan dengan tahap-tahap perkembangan berpikir seperti yang dikemukakan Piaget. Salah satu teori belajar Bruner yang mendukung paham konstruktivisme adalah teori konstruksi. Teori ini menyatakan bahwa cara terbaik bagi seseorang untuk memulai belajar konsep dan prinsip dalam biologi adalah dengan mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu. Hal ini perlu dibiasakan sejak anak-anak masih kecil.

Dari uraian ini dapat dikatakan bahwa dalam belajar sebenarnya siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya berdasarkan informasi dan pengalaman baru yang diperolehnya. Dengan demikian, guru sebagai pengajar tidak semestinya menganggap siswa sebagai kumpulan kertas yang kosong. Untuk mendukung terlaksananya pembelajaran yang diharapkan melalui pandangan ini, diperlukan pemikiran yang harus disadari oleh guru, antara lain:

1) Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan

2) Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga siswa sungguh terlibat

3) Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa

4) Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar

5) Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang tidak diterima guru.

Kaitannya dengan pembelajaran IPA di SMP/MTs. Terdapat beberapa tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan keyakianan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam,

(40)

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam pemeliharan, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.28

Tujuan ini diharapkan tercapai melalui penentuan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dimiliki oleh siswa kelas VII semseter II.

4. Hakikat Hasil Belajar

Dalam melakukan kegiatan belajar terjadi proses berpikir yang melibatkan kegiatan mental, terjadi penyusunan hubungan informasi-informasi yang diterima sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan terhadap materi yang diberikan. Dengan adanya pemahaman dan penguasaan yang didapat setelah melalui proses belajar mengajar maka siswa telah memahami suatu perubahan dari yang tidak diketahui menjadi diketahui. Perubahan inilah yang disebut dengan hasil belajar. Hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik.29

Hasil belajar merupakan gambaran tentang apa yang harus digali, dipahami, dan dikerjakan peserta didik. Hasil belajar ini merefleksikan keluasan, kedalaman, kerumitan dan harus digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu.30 Hasil belajar juga dikatakan sebagai

28BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar

Dan Menengah,(Jakarta:2006)., h. 378

29Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip Teknik Prosedur, (Bandung:Rosda:2009), h.12 30

(41)

perolehan kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap. Pemerolehan ini termasuk suatu cara baru melakukan sesuatu dan cara mengatasi masalah pada situasi baru.

Hasil belajar merupakan peristiwa yang bersifat internal dalam arti sesuatu yang terjadi di diri seseorang. Peristiwa tersebut dimulai dari adanya perubahan kognitif yang kemudian berpengaruh pada perilaku.Dengan demikian perilaku seseorang didasarkan pada tingkat pengetahuan terhadap sesuatu yang dipelajari yang kemudian dapat diketahui melalui tes, dan pada akhirnya muncul hasil belajar dalam bentuk nilai riel atau non riel.

Gambar 2.1 Proses Hasil Belajar

Dari bagan di atas mencerminkan hasil belajar diakibatkan oleh adanya kegiatan evaluasi belajar atau tes dan evaluasi belajar dilakukan karena adanya kegiatan belajar. Baik buruknya hasil belajar sangat bergantung dari pengetahuan dan perubahan perilaku individu yang bersangkutan terhadap yang dipelajari. Indikator hasil belajar merupakan target pencapaian kompetensi secara operasional dari kompetensi dasar dan standar kompetensi. Ada tiga aspek kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar capaian kompetensi tersebut, yakni penilaian terhadap : (1) penguasaan materi akademik (kognitif), (2) hasil belajar yang bersifat proses normatif (afektif), aplikatif produktif (psikomotorik)31. Tipe belajar hasil kognitif meliputi tipe belajar hasil pengetahuan hafalan (knowledge), tipe hasil belajar pemahaman (comprehention), tipe hasil belajar penerapan (aplicationi), tipe belajar hasil analisis (analysis), tipe belajar sintesis (synthesis) dan tipe belajar evaluasi(evaluation).32 Tipe hasil belajar afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Sedangkan tipe hasil belajar

31

Ahmad Sofyan, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi,(Jakarta:2006)., h.13

32 Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta:Gudang Persada Press, 2007) hal. 28-30

PENGETAHUAN

PERILAKU

BELAJAR TES HASIL BELAJAR

(42)

bidang psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu (perseorangan).

Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh sesorang dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik.

Pencapaian belajar atau hasil belajar diperoleh setelah dilaksanakannya suuatu program pengajaran. Evaluasi pembelajaran merupakan inti bahasan evaluasi yang kegiatanya dalam lingkup kelas atau dalam lingkup proses belajar mengajar. Bagi seorang guru, evaluasi pembelajaran adalah media yang tidak terpisahkan dari kegiatan mengajar, karena melalui evaluasi seorang guru akan mendapatkan informasi tentang pencapaian hasil belajar.33

Jadi hasil belajar yang dilihat dari tes hasil belajar berupa keterampilan pengetahuan integensi, kemampuan dan bakat individu yang diperoleh di sekolah biasanya dicerminkan dalam bentuk nilai-nilai tertentu. Tes bertujuan untuk membangkitkan motivasi siswa agar dapat mengorganisasikan pelajaran dengan baik.

5. Pencemaran Lingkungan

Salah satu dampak dari adanya peningkatan jumlah populasi manusia adalah munculnya masalah lingkungan, yaitu pencemaran. Ada beberapa jenis pencemaran yang dapat terjadi di lingkungan kita, di antaranya pencemaran udara, air dan tanah. Mari kita pelajari bersama.

a. Pencemaran udara

Apakah kegunaan udara? Udara berperan penting dalam kehidupan. Oksigen digunakan untuk bernapas, karbondioksida digunakan untuk fotosintesis. Lapisan ozon berfungsi menahan sinar ultraviolet. Komposisi udara bersih normal

(43)

di atmosfer kita adalah Nitrogen (78.09%), oksigen (21,95%), argon (0,93%) dan karbondioksida (0,031%). Menurut Peraturan Pemerintah no.41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkan zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam udara normal oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara normal turun (kadarnya berubah) sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara tidak dapat memenuhi fungsinya.

Apabila susunan udara di atas mengalami perubahan dari keadaan normal maka udara tersebut sudah tercemar. Pencemaran ini disebabkan oleh asap buangan, misalnya gas CO2, CO hasil pembakaran, debu, SO2, senyawa hidrokarbon (CH4, C4H10), asap rokok dan sebagainya. Zat-zat pencemar udara tersebut pada dasarnya masih belum membahayakan jika belum melebihi ambang batasnya. Ambang batas adalah ukuran batas atau kadar zat, atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dari unsur pencemaran yang dapat ditolerir/masih belum membahayakan keberadaannya dalam kadar udara normal. Nilai ambang batas beberapa zat pencemar di udara dalam satuan part per million (ppm) dalam waktu 24 jam adalah NO2 (0,05), SO2 (0,10), dan CO (20). Kualitas udara sangat tergantung pada iklim. Oleh karenanya, pencemaran udara dapat menyebabkan perubahan iklim yang tidak baik. Dampak yang ditimbulkan antara lain terjadinya hujan asam, kerusakan lapisan ozon dan berkurangnya jarak pandang karena kabut asap.

b. Pencemaran air

Gambar

Gambar  2.1 Proses Hasil Belajar
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Gambar 3.1 Tahap-tahap dalam PTK
Tabel 4.1 Data Nilai Pretes dan Postes Siklus Pertama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun dokumen ini telah dipersiapkan dengan seksama, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala konsekuensi hukum dan keuangan yang timbul,

Klien mengatakan nyeri yang dirasakan sangat sakit, dengan skala nyeri 7..

70 Tahun 2012 beserta petunjuk teknisnya, serta Surat Penetapan Hasil Evaluasi Dokumen Kualifikasi Nomor : 602.1/05/POKJA- BAPPEDA/PSIP3D/VII/2014, Tanggal 11 Juli 2014, dengan

Sofyan Andi, Hukum Acara Pidana suatu pengantar , Yogyakarta : Mahakarya Rangkang Offset, 2013.. Sofyan Andi dan

Research Instute of Organic Agriculture FiBL IFOAM – Organics International, 2016, The World of Organic Agriculture (Statistic and Emerging Trends 2016), Research

menggunakan pelbagai prinsip grafik untuk menghasilkan reka bentuk visual

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya Klarifikasi dan Negosiasi Teknis dan Biaya untuk paket pekerjaan Penyusunan DED Akademi Komunitas dengan ini kami undang Saudara untuk dapat

Gambar 4.22 Tampilan Halaman Input Data Mata Kuliah 66 Gambar 4.23 Tampilan Halaman Input Data Jadwal Kuliah 67 Gambar 4.24 Tampilan Halaman Input Data KRS Disetujui 68