• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Perempuan Dalam Pembangunan Masyarakat Pesisir Pantai (Studi Pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemberdayaan Perempuan Dalam Pembangunan Masyarakat Pesisir Pantai (Studi Pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN

MASYARAKAT PESISIR PANTAI

(Studi Pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten

Serdang Bedagai)

Oleh: ARBAIYAH

060903036

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR PANTAI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI

(Studi pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai)

Nama : Arbaiyah

NIM : 060903036

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Pembimbing : Dra. Kariono

Wanita-wanita nelayan mempunyai potensi sebagai motor penggerak pemberdayaan masyarakat pantai. Kurang berperannya salah satu pihak akan dapat memperlambat proses pembangunan. Dalam rangka meningkatkan peran perempuan di Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai, diperlukan strategi dalam pemberdayaan peran perempuan sesuai kondisi sosial, ekonomi dan budaya setempat atau yang spesifik lokasi. Salah satu strategi akselerasi peran perempuan dalam rangka pemberdayaan perempuan adalah dengan memperhitungkan dan bekerja sama dengan kaum lelaki. Pada intinya pengarus utama-an gender (Gender Mainstreaming) dilaksanakan dengan penekanan pada azas hubungan timbal balik, proporsionalitas, kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan laki-laki. Melalui pendekatan semacam ini, maka persoalan ketidakadilan gender dan marginalisasi perempuan diharapkan secara sistematis dapat diminimalkan.

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif., dengan maksud sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian baik seseorang, lembaga, maupun masyarakat lainnya pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 20 orang perempuan yang berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan perempuan serta 7 orang lagi diambil melalui wawancara tidak terstruktur. Penarikan sampel berdasarkan pendapat Arikunto yaitu wawancara tidak terstruktur adalah pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan, pewawancara sebagai pengemudi jawaban responden. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa peran pemerintah kabupaten dalam pemberdayaan perempuan dapat dilihat melalui upaya-upaya yang dilakukan pemerintah kemudian program-program yang di buat untuk perempuan serta pendistribusian anggaran yang disediakan oleh pemerintah kabupaten untuk pemberdayaan perempuan. Peneliti menyimpulkan bahwa pendistribusian anggaran yang masih sangat minim menjadi factor yang sangat penting untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan. Pendistribusian anggaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan akan mendorong perkembangan pemberdayaan perempuan lebih mudah dicapai.

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin penulis ucapkan atas segala rahmat dan

karunia yang telah diberikan oleh Allah SWT sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pemberdayaan Perempuan Dalam Pembangunan Masyarakat Pesisir Pantai (Studi Pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai)”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan Sarjana S1 Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Hal ini juga dimaksudkan

agar mahasiswa dapat mengaplikasikan secara langsung ilmu yang telah diperoleh

selama di bangku perkuliahan dan menambah pengalaman, khususnya yang

berhubungan dengan ilmu Administrasi Negara.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah

membantu sebelum, selama dan setelah penulis mengerjakan skripsi. Secara

khusus, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua

orang tua yang sangat penulis sayangi, Ayahanda Sudiono, Ibunda Farida Sembiring Pelawi, suami tercinta Maisal dan anak tercinta Khausar Akbar yang senantiasa memberikan doa disetiap langkah perjalanan hidup penulis serta

motivasi yang sungguh berarti bagi penulis.

(4)

1. Bapak Prof. DR. Badaruddin,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Zakaria, MSP selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

4. Ibu Dra. Elita Dewi, M.Si selaku Sekretatis Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

5. Bapak Drs. Kariono, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan meluangkan waktu, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini serta nasehat-nasehat yang telah diberikan kepada penulis.

6. Bapak Drs. Rasudyn Ginting, M.Si selaku Dosen Wali yang telah banyak memberikan bimbingannya kepada penulis selama proses perkuliahan

hingga saat ini.

7. Bapak/Ibu staf pengajar Departemen Ilmu Administrasi Negara pada khususnya dan staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)

USU pada umumnya. Terima kasih atas ilmu dan pengetahuan yang telah

diberikan kepada penulis.

8. Seluruh Penduduk dan Staf Pegawai di Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai, penulis mengucapkan terima kasi atas waktu yang diberikan dalam membantu selama penulis

melakukan proses penelitian. Semoga dilain kesempatan kita dapat bekerja

(5)

9. Buat Kakak Iparku yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Terakhir, terima kasih atas segala bantuannya dan telah menjadi teman

penulis selama kuliah dan mudah-mudahan bisa saling membantu untuk

seterusnya.

Medan, April 2012

ARBAIYAH

(6)

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Kerangka Teori ... 9

1.6. Defenisi Konsep... 22

BAB II : METODOLOGI PENELITIAN ... 28

2.1. Jenis Penelitian ... 28

2.2. Lokasi Penelitian... 28

2.3. Informan Penelitian ... 29

2.4. Tehnik Pengumpulan Data ... 30

2.5. Tehnik Analisa Data ... 31

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 32

3.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian... 32

BAB IV : PENYAJIAN DATA ... 36

4.1. Identitas Responden ... 36

4.2. Variabel Penelitian ... 40

BAB V : ANALISA DATA ... 51

5.1. Analisa Data ... 51

5.2. Gambaran Program Pemberdayaan Perempuan ... 62

(7)
(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Usia Responden ... 37

Tabel 2 Agama ... 38

Tabel 3 Tingkat Pendidikan ... 38

Tabel 4 Jenis Pekerjaan (Mata Pencaharian) ... 39

Tabel 5 Distribusi Jawaban Tentang Pemeliharaan Nilai-Nilai Budaya yang Masih dipertahankan Sampai Sekarang Dalam Pemberdayaan ... 40

Tabel 6 Distribusi Jawaban Tentangn Profil Budaya Masyarakat Berkaitan Erat dengan Peranan Tokoh Adat, Khususnya Dalam Pemberdayaan Perempuan ... 41

Tabel 7 Distribusi Jawaban Tentang Tokoh-Tokoh Adat Telah Menunjukkan Adanya Peluang Untuk Melakukan Perubahan Dalam Upaya Pemberdayaan Perempuan ... 42

Tabel 8 Distribusi Jawaban Tentang Masyarakat Lokal Lebih Condong Tunduk Kepada Institusi Lokal yang Mengandung Norma-Norma Hukum Adat Setempat Sebagai Pedoman Pergaulan dan Kehidupan Masyarakat yang Lebih Baik ... 43

Tabel 9 Distribusi Jawaban Tentang Upaya Pemberdayaan Terhadap Nilai-Nilai Tradisional yang Secara Internal Terpelihara Dengan Segala Atribut Budayanya ... 44

Tabel 10 Distribusi Jawaban Tentang Kebijakan Pemerintah Dalam Pelaksanaan Pembangunan Daerah Merupakan Cara Yang Tepat Untuk Mempermudah Pemberdayaan Perempuan ... 44

Tabel 11 Distribusi Jawaban Tentang Konsep Pemberdayaan Hanya Dijadikan Alat Untuk Mencapai Tujuan Tertentu Dari Segolongan Orang ... 45

(9)

Tabel 13 Distribusi Jawaban Tentang Kesiapan Perempuan Dalam

Menghadapi Tantangan Pembangunan Kesetaraan Gender

Dan Pemberdayaan Perempuan Sudah Benar-Benar Siap ... 46

Tabel 14 Distribusi Jawaban Tentang Perempuan Harus Memiliki

Kesediaan Dalam Hal Mempersiapkan Diri Sesuai Dengan

Potensi Yang dimiliki Untuk Lebih Aktif Dalam

Memperdayakan Perempuan ... 47

Tabel 15 Distribusi Jawaban Tentang Sumber Daya Perempuan Harus

Mempunyai Kemampuan Dan Kemauan Untuk Lebih Mandiri

Dalam Pencapaian Penurunan Angka Kemiskinan

Masyarakat ... 48

Tabel 16 Distribusi Jawaban Tentang Masyarakat Konsisten Dalam

Mewujudkan Kesetaraan Gender Melalui Pengembangan

Diberbagai Kegiatan Terpadu Bagi Peningkatan Kualitas Hidup

Perempuan Sebagai Wujud Dalam Pembangunan Masyarakat

Di Pesisir Pantai ... 48

Tabel 17 Distribusi Jawaban Tentang Pemerintahan Daerah Berupaya

Melindungi Kaum Perempuan Dari Kesewenang-Wenangan

Ketidakadilan ... 49

Tabel 18 Distribusi Jawaban Tentang Pemerintah Berupaya Untuk

(10)

ABSTRAK

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR PANTAI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI

(Studi pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai)

Nama : Arbaiyah

NIM : 060903036

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Pembimbing : Dra. Kariono

Wanita-wanita nelayan mempunyai potensi sebagai motor penggerak pemberdayaan masyarakat pantai. Kurang berperannya salah satu pihak akan dapat memperlambat proses pembangunan. Dalam rangka meningkatkan peran perempuan di Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai, diperlukan strategi dalam pemberdayaan peran perempuan sesuai kondisi sosial, ekonomi dan budaya setempat atau yang spesifik lokasi. Salah satu strategi akselerasi peran perempuan dalam rangka pemberdayaan perempuan adalah dengan memperhitungkan dan bekerja sama dengan kaum lelaki. Pada intinya pengarus utama-an gender (Gender Mainstreaming) dilaksanakan dengan penekanan pada azas hubungan timbal balik, proporsionalitas, kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan laki-laki. Melalui pendekatan semacam ini, maka persoalan ketidakadilan gender dan marginalisasi perempuan diharapkan secara sistematis dapat diminimalkan.

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif., dengan maksud sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian baik seseorang, lembaga, maupun masyarakat lainnya pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 20 orang perempuan yang berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan perempuan serta 7 orang lagi diambil melalui wawancara tidak terstruktur. Penarikan sampel berdasarkan pendapat Arikunto yaitu wawancara tidak terstruktur adalah pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan, pewawancara sebagai pengemudi jawaban responden. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa peran pemerintah kabupaten dalam pemberdayaan perempuan dapat dilihat melalui upaya-upaya yang dilakukan pemerintah kemudian program-program yang di buat untuk perempuan serta pendistribusian anggaran yang disediakan oleh pemerintah kabupaten untuk pemberdayaan perempuan. Peneliti menyimpulkan bahwa pendistribusian anggaran yang masih sangat minim menjadi factor yang sangat penting untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan. Pendistribusian anggaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan akan mendorong perkembangan pemberdayaan perempuan lebih mudah dicapai.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam,

wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan (Kay and Alder,

1999). Wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting apabila ditinjau dari

berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan

lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat

produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia.

Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan

sosial-ekonomi, nilai wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan

terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik

pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah

pesisir.

Wilayah pesisir adalah wilayah yang dihuni oleh masyarakat dengan

karakteristik keluarga yang khas. Dominasi penduduk atau penghuni setiap

harinya adalah wanita dan anak-anak. Sebagian lelaki yang terdiri dari suami

maupun remaja, banyak mempergunakan waktunya untuk melaut. Berdasarkan

survei cepat yang dilakukan oleh ibu-ibu Dharma Wanita Persatuan diberbagai

daerah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2003, didapatkan hasil bahwa

pada umumnya kaum perempuan ditinggal melaut antara 1-2 minggu, sedangkan

sisanya adalah nelayan biasa (melaut malam hari) dan sebagian lagi berlayar

(12)

besar tanggungjawab kelangsungan hidup sehari-hari pada keluarga tersebut ada

di tangan wanita sebagai ibu sekaligus ayah (temporal single parent). Hal-hal

seperti ini menjadikan upaya-upaya pemberdayaan atau intervensi yang dilakukan

untuk mensejahterakan keluarga nelayan perlu dititikberatkan pada kemampuan

wanita yang ada disana(nurgreni).

Kondisi krisis ekonomi yang dialami oleh bangsa Indonesia saat ini

berdampak sangat luas dan memberatkan kehidupan masyarakat dari semua

lapisan. Dalam keadaan ekonomi yang tidak menentu, nelayan pada dasarnya

harus menyesuaikan diri. Antara lain dengan memanfaatkan anggota rumah

tangga untuk bekerja sebagai upaya meningkatkan pendapatan keluarga nelayan.

Upaya peningkatan pendapatan ini ditempuh melalui usaha produktivitas seluruh

sumber daya manusia yang ada dalam keluarga nelayan. Diantara anggota

keluarga nelayan yang produktif untuk menambah pendapatan adalah para istri

nelayan (purwanti, 1998).

Pada hakekatnya perempuan adalah sumberdaya insani yang memiliki

potensi yang dapat didayagunakan dalam berbagai bidang dan sektor

pembangunan nasional. Populasi penduduk perempuan Indonesia yang cenderung

bertambah terus, pada sisi tertentu sering di pandang sebagai masalah

kependudukan. Namun pada sisi lain justru memandang populasi penduduk

perempuan ini sebagai masalah kependudukan. Wanita merupakan suatu potensi,

dimana saat ini dalam persaingan global yang semakin menguat dan ketat, maka

program pemberdayaan wanita menjadi sangat penting dalam menjawab berbagai

(13)

wanita yang selama ini cenderung diletakkan lebih rendah daripada laki-laki,

menyebabkan kemampuan wanita untuk berkontribusi dan mengembangkan

pot ensi tidak maksimal.

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia pengangkatan harkat dan

martabat perempuan sebagai makhluk termulia bersama-sama dengan kaum pria

sesungguhnya memiliki sejarah yang panjang. Belajar dari sejarah tersebut yang

lebih banyak tertampilkan adalah kaum perempuan yang sering terpinggirkan

dibandingkan dengan kaum pria. Seolah-olah pengalaman sejarah itu telah

menjadi sumber legitimasi masyarakat untuk mengatakan bahwa perempuan

kurang beruntung. Kondisi ini terus berlanjut, sehingga kaum perempuan sendiri

telah mempersepsikan dan mengkonsepkan diri mereka memang tidak layak

untuk menjalankan peran-peran tertentu dalam pembangunan. Namum demikian,

pada suatu saat ternyata perjalanan sejarah itulah yang membuktikan juga bahwa

kaum perempuan telah salah mempersepsikan dan mengkonsepkan diri mereka

sendiri.

Penduduk wanita yang jumlahnya mencapai setengah dari jumlah total

penduduk Indonesia merupakan sumber daya pembangunan yang cukup besar.

Partisipasi aktif pria dan wanita dalam setiap proses pembangunan akan

mempercepat tercapainya tujuan pembangunan. Kurang berperannya salah satu

pihak akan dapat memperlambat proses pembangunan atau bahkan dapat menjadi

beban pembangunan itu sendiri. Wanita-wanita nelayan mempunyai potensi

(14)

Persentase wanita yang lebih besar daripada laki-laki di daerah pesisir

pantai cermin yang berada di Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan potensi untuk meningkatkan pendapatan

masyarakat nelayan, dimana posisi wanita yang selama ini hanya berfungsi

sebagai ibu rumah tangga ditingkatkan sebagai pencari nafkah. Berbagai kegiatan

industri rumah tangga mereka lakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan

keluarga. Bukan hanya bekerja sebagai buruh pada pabrik, bahkan mereka juga

melakoni pekerjaan yang mereka lakukan di sela-sela jam-jam kosong mereka.

Misalnya membuat ikan asin, buruh cuci dan sebagainya.

Saat ini fenomena perempuan bekerja bukan lagi barang aneh dan bahkan

dapat dikatakan sudah merupakan tuntutan bagi perempuan untuk berpartisipasi

dalam dunia kerja, yang dapat menaikkan harkat perempuan, yang sebelumnya

selalu dianggap hanya sebagai pengurus anak, suami dan rumah tangga

semata-mata. Bahkan sebelumnya banyak gagasan dan strereotip tentang perempuan

sebagai omongan yang acuh tak acuh pada lingkungan, bodoh dan kurang

memiliki kemampuan yang akhirnya merendahkan martabat perempuan

(Wolfman, BR, 1989) . Pendapat seperti ini biasanya juga tidak berasas dari

belenggu nilai-nilai tradisional yang menjadi tekanan sosial yang mengakar dari

pendapat kuno para bangsawan, bahwa perempuan harus selalu ingat akan masak,

macak dan manak (memasak, bersolek dan melahirkan anak) sebagai tugas

utamanya. Sekarang perempuan dituntut aktif secara ekonomi, meskipun disisi

lain ada juga tuntutan agar perempuan yang berkeluarga dapat menghasilkan uang

(15)

Harapannya terhadap pemberdayaan perempuan desa adalah agar mereka

mendapat posisi yang sesuai dengan kemampuannya. Misalnya, punya keberanian

untuk mengambil resiko dan keputusan dalam menghadapi suatu masalah. Sebab,

pemberdayaan pada hakekatnya merupakan sebuah konsep yang fokusnya adalah

hal kekuasaan. Pemberdayaan secara substansial merupakan proses memutus atau

break down dari hubungan antara subyek dengan obyek. Proses ini mementingkan

pengakuan subyek akan kemampuan atau daya (power) yang dimiliki obyek.

Menurut Soetrisno (Soetrisno, L. 1997) bahwa ada lima tugas utama

perempuan yang disebut Panca Tugas Perempuan. Kelima panca tugas perempuan

itu adalah

1) Sebagai istri supaya dapat mendampingi suami, sebagai kekasih dan sahabat bersama-sama membina keluarga yang bahagia;

2) Sebagai ibu pendidik dan pembina generasi muda supaya anak-anak dibekali kekuatan rohani dan jasmani dalam menghadapi segala tantangan zaman dan menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa;

3) Sebagai ibu pengatur rumah tangga supaya rumah merupakan tempat aman dan teratur bagi seluruh anggota keluarga;

4) Sebagai tenaga kerja dan dalam profesi, bekerja di pemerintahan, perusahaan swasta, dunia politik, berwiraswasta dan sebagainya untuk menambah penghasilan keluarga;

5) Sebagai anggota organisasi masyarakat terutama organisasi perempuan, badan-badan sosial dan sebagainya untuk menyum-bangkan tenaga kepada masyarakat.

Pemberdayaan perempuan di Desa Kuala Lama antara lain dengan

menempuh berbagai upaya untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial,

budaya mereka. Oleh karena itu perlu motivasi dan adanya strategi tepat guna dan

hasil guna dengan cara memberdayakan mereka. Dan mereka tidak hanya obyek

pembangunan saja tetapi juga harus mampu menjadi subyek bahkan kalau

(16)

mereka dari belenggu keterbelakangan, kemiskinan dan kebodohan. Demikian

pula kaitannya dengan peranan perempuan desa pantai atau pesisir dalam

mengembangkan sumber daya sebagai wahana pembinaan dan pengembangan

masyarakat nelayan (termasuk perempuan) di daerah perdesaan. Melalui wahana

ini mereka dapat mengembangkan usaha-usaha produktif di sektor jasa dan

perikanan.

Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam perempuan memiliki peranan

yang sangat besar dalam pembangunan. Perempuan memiliki kemampuan untuk

menyususn rencana dan menjalankan tugas dengan kualitas yang tidak kalah dari

kaum pria. Bahkan dalam dunia teknologi banyak kaum perempuan yang sudah

menunjukkan prestasinya. Dalam berbagai bidang perempuan telah berpartisipasi,

misalnya di bidang kesehatan, bidang pemerintahan dan sebagainya.

Perempuan yang mendapatkan bimbingan dan arahan yang tepat,

khususnya perempuan yang terdapat di pesisir pantai akan menjadi tenaga kerja

yang berkualitas tinggi. Misalnya memberi pelatihan dalam pengolahn berbagai

hasil tangkapan dari laut. Dengan berperannya perempuan, selain menjadi tiang

dalam rumah tangga, sebagai insane pendidik anak-anaknya, perempuan juga

dapat menopang perekonomian keluarga. Dari seorang perempuan yang memiliki

kualitas pengetahuan yang baik, akan terlahir generasi bangsa yang berkualitas

pula. Ini berarti perempuan memiliki peranan yang cukup besar dalam

pembangunan.

Namun dalam aplikasinya, kesempatan bagi perempuan untuk

(17)

masih sangat jauh dibandingkan dengan kesempatan yang diperoleh kaum pria.

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi yang tidak berbatas,

perempuan di perkotaan mulai menyadari ketertinggalannya. Kesadaran ini

mendorong kaum perempuan untuk memperjuangkan haknya dalam

mengaktualisasikan dirinya agar lebih berperan dan mendapat akses yang

seimbang di segala bidang pembangunan. Sebaliknya perkembangan tersebut

relatif lambat untuk wanita yang tinggal di pedesaan terutama daerah pesisir,

karena keterbatasan fasilitas umum yang tersedia, seperti informasi dan sentuhan

teknologi, sehingga aktualisasinya dalam pembanguan masih jauh dari harapan.

Tentunya dibutuhkan perhatian dan tindakan nyata dari pihak yang bersangkutan

untuk menghadapi masalah ini. Sehingga segala potensi perempuan daerah pesisir

dapat dikembangkan demi kemajuan bangsa umumnya dan kemajuan daerah

pesisir khususnya.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti sejauh

manakah pemberdayaan perempuan di pesisir pantai di dalam pembangunan.

Untuk itu penulis tertarik untuk mengangkat judul penelitian ”Pemberdayaan Perempuan di Pesisir Pantai di dalam Pembangunan (Studi pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai)”.

1.2. Perumusan Masalah

Beranjak dari uraian diatas, maka penulis mencoba membuat

(18)

1. Bagaimanakah pemberdayaan perempuan pesisir pantai di dalam

pembangunan (Studi pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin

Kabupaten Serdang Bedagai)?

2. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam pemberdayaan

perempuan pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten

Serdang Bedagai?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pemberdayaan perempuan di pesisir pantai di dalam

pembangunan (Studi pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin

Kabupaten Serdang Bedagai).

2. Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor penghambat dalam

pemberdayaan perempuan pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai

Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis memberi kontribusi keilmuan tentang teori memberdayakan

perempuan di pesisir pantai di dalam pembangunan

2. Secara praktis sebagai masukan dan saran bagi masyarakat dan

stakeholders untuk peningkatan kualitas pemberdayaan perempuan di

(19)

3. Memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan dari

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Administrasi Negara,

Universitas Sumatera Utara.

1.5 .Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan

menjadi landasan teoritis dan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian.

Setelah masalah penelitian dirumuskan maka langkah selanjutnya adalah mencari

teori-teori, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang

dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian. Teori

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.5.1.Konsep Pemberdayaan Perempuan

Pemberdayaan dan memberdayakan merupakan terjemahan dari kata

empowerment dan empower menurut Webster dan Oxford English Dictionary,

kata empower mengandung pengertian pertama adalah to give power or authority

to yang artinya sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau

mendelegasikan otoritas ke pihak lain, sedangkan arti yang kedua adalah to give

ability to or enable yaitu sebagai upaya memberikan kemampuan atau

keberdayaan (Pranarka dan Prijono, 1996 : 34).

Konsep tentang pemberdayaan telah ditelaah dalam berbagai tinjauan.

Pemberdayaan telah didefinisikan sebagai suatu proses (Gutierrez, 1990), sebagai

(20)

juga telah dipandang sebagai suatu strategi khusus untuk memberdayakan

perempuan (Browne, 1995).

Dalam teori feminismenya Rosemerie (1989) dalam Achmad (1994),

ingin mengangkat harkat dan martabat perempuan sebagai manusia dengan tujuan

akhir bagi perempuan untuk menjadi mandiri dengan cara menciptakan yang baru

bagi keberadaan perempuan, menghapuskan yang tidak sesuai bagi perempuan,

serta mereformasi yang tidak lurus bagi perempuan.

Konsep pemberdayaan perempuan pada dasarnya merupakan paradigma

baru pembangunan yang lebih dikenal dengan sifat-sifat people centered,

participatori emproving sustainable (Kartasasmita, 1996). Konsep ini

dikembangkan dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari upaya apa yang

antara lain oleh Friedman (1992), disebut alternative development yang

menghendaki inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality

and intergenerational equality. Bila dibandingkan dengan laki-laki, kaum

perempuan lebih banyak diharapkan pada jaringan-jaringan kekuasaan yang

merangkap mereka pada citra baku yang justru menggelisahkan mereka

(Dzuhayatin, 1996).

Konsep pemberdayaan sebagai paradigma sebenarnya juga telah dikaji

oleh Moser (1993). Menurut dia bahwa inti strategi pemberdayaan sesungguhnya

bukan bermaksud menciptakan perempuan yang lebih unggul daripada kaum pria.

Pendekatan pemberdayaan ini kendati menyadari pentingnya meningkatkan

kekuasaan perempuan, namun pendekatan ini lebih berupaya untuk

(21)

terhadap yang lain, melainkan lebih dalam kerangka kapasitas perempuan untuk

meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal.

Selanjutnya dalam rangka menganalisis konsep pemberdayaan tersebut,

menurut Sukesi (1999) dapat dirujuk pada lima dimensi, yaitu :

(1) Kesejahteraan

(2) Akses atas sumberdaya (3) Kesadaran kritis

(4) Partisipasi; dan (5) Kontrol.

Menurut Widaningroem, dkk (1999). Strategi perempuan dalam mata

rantai perdagangan hasil perikanan sebagai berikut : Perempuan mempunyai

peranan pada sektor domestik dan publik. Akses perempuan untuk bekerja di luar

rumah dan kontrol perempuan terhadap pendapatan keluarga menjadi kuat.

Perempuan menjalankan peranan produksi dengan menempati beberapa posisinya

dalam perdagangan adalah dengan membentuk kelompok usaha. Hal ini untuk

meminimalkan persaingan diantara perempuan dan memperkuat modal dalam

kelompok.

Dalam rangka meningkatkan peran perempuan di pedesaan tersebut,

diperlukan strategi dalam pemberdayaan peran perempuan sesuai kondisi sosial,

ekonomi dan budaya setempat atau yang spesifik lokasi. Salah satu strategi

akselerasi peran perempuan dalam rangka pemberdayaan perempuan adalah

dengan memperhitungkan dan bekerja sama dengan kaum lelaki (Kantor Negara

Pemberdayaan Perempuan, 2009). Pada intinya peng-arus utama-an gender

(Gender Mainstreaming) dilaksanakan dengan penekanan pada azas hubungan

(22)

laki-laki (Vitayala, 2001). Melalui pendekatan semacam ini, maka persoalan

ketidakadilan gender dan marginalisasi perempuan diharapkan secara sistematis

dapat diminimalkan.

Ketidakadilan gender dalam masyarakat pedesaan secara faktual sangat

menonjol. Untuk pekerjaan yang sama misalnya di bidang pertanian, perempuan

sering memperoleh upah yang lebih rendah dibandingkan upah yang diterima

laki-laki. Selain itu laki-laki lebih mendominasi sektor publik, sedangkan perempuan

hanya berada di sektor domestik yang secara ekonomis dianggap kurang strategis.

Bahkan untuk berbagai pekerjaan yang secara tradisional merupakan pekerjaan

perempuan, jika teknologi mekanis sudah masuk ke dalamnya dan secara

ekonomis dianggap lebih menguntungkan, maka biasanya laki-laki akan

mengambil peran tersebut atau menggantikan peran perempuan. Dengan demikian

insentif ekonomi tampaknya memegang peranan penting dalam menentukan peran

gender (Harsoyo et al., 1999). Untuk itu keterampilan perempuan perlu

ditingkatkan agar dapat bekerja dengan kualitas yang sebanding, bahkan lebih

baik dengan yang dilakukan laki-laki.

Erat kaitannya dengan keterampilan tersebut adalah kegiatan pengolahan

ikan di desa pesisir pantai. Kegiatan pengolahan ikan pasca tangkap bertujuan

untuk mempertahankan kualitas ikan agar dapat dikonsumsi dalam waktu lebih

lama. Selain itu, pengolahan juga bertujuan untuk menghasilkan produk baru yang

karakteristiknya jauh berbeda dari ikan segar. Jenis pengolahan ini ada yang

sifatnya masih tradisional dan ada yang sudah lebih maju. Termasuk pengolahan

(23)

pemindangan. Pada pengolahan yang sifatnya lebih maju telah memasukkan unsur

teknologi yang lebih tinggi, misalnya pendinginan dan pembekuan (Anonim,

2002).

Faktor pendukung peningkatan peranan perempuan adalah kemampuan

kerjanya tinggi, dorongan keluarga cukup kuat, dan lokasi kegiatan merupakan

obyek wisata potensial yang membutuhkan aktivitas perempuan dalam

perdagangan. Kendala yang dihadapi rendahnya akses perempuan terhadap

sumber daya modal, transportasi dan informasi. Tantangan terhadap kemajuan dan

keberadaan perempuan dalam perdagangan di daerah tersebut masuknya bakul

pria dengan modal yang lebih kuat yang mampu memberikan penawaran yang

lebih tinggi.

Yang perlu dilakukan adalah pendekatan melalui peningkatan kualitas

hidup wanita agar tidak dianggap sebagai beban dengan menerapkan strategi

pemberdayaan wanita. Dalam konsep pemberdayaan diperlukan 3 persyaratan,

yaitu:

(1) pemberian kemampuan,

(2) pemberian peran dan peluang, dan

(3) pemberian fasilitas dan dana.

Strategi yang dipilih perempuan untuk mempertahankan eksistensi dan

posisinya dalam perdagangan adalah dengan membentuk kelompok usaha. Hal ini

untuk meminimalkan persaingan diantara perempuan dan memperkuat modal

dalam kelompok. Strategi perempuan untuk meningkatkan pendapatannya adalah

(24)

dagangan. Kemungkinan masih adanya praktek dalam masyarakat yang berakibat

timbulnya ketimpangan gender belum dapat diungkap secara tuntas karena data

gender masih sangat terbatas.

Oleh karena itu, guna memperbaiki kondisi ketimpangan menuju

kesetaraan dan keadilan gender maka Kantor Pemberdayaan Perempuan

melakukan Kegiatan Sosialisasi Kesetaraan dan Keadilan Gender terhadap ibu–

ibu anggota Kelompok Kerja Pemberdayaan Perempuan yang ada di beberapa

kecamatan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai.

Kegiatan Sosialisasi tersebut dilakukan sesuai dengan Instruksi Presiden

Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan.

Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan

keadilan gender diperlukan upaya yang lebih besar untuk meningkatkan

pemahaman masyarakat mengenai persepsi gender mereka., sehingga berbagai

ketimpangan sebagai akibat dari masalah structural serta nilai dan norma sosial

budaya dapat diatasi (Pembangunan Manusia Berbasis Gender, 2005).

1.5.2. Peran Ganda Perempuan dalam Kehidupan Bermasyarakat

Sapatari dan Holzner dalam Marhaeni (2008) mengungkapkan bahwa

sebuah pekerjaan masih dianggap berharga apabila dibayarkan dengan upah hal

ini berarti ada anggapan bahwa pekerjaan perempuan yang didominasi

pengasuhan tidak masuk kedalam kategori tersebut karena hanya dalam lingkup

rumah tangga. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh para aktivis

perempuan mengungkapkan bahwa perempuan pada umumnya mempunyai

(25)

merapikan tempat tidur, menyiapkan minuman pagi, menyapu halaman rumah,

menyiapkan sarapan pagi, pergi berbelanja, memasak, mencuci pakaian,

mengambil air dan bahan bakar, mengerjakan pekerjaan di sawah atau lading.

Semua kegiatan tersebut memakan waktu antara 12-16 jam per hari.

Menurut (Marhaeni, 2008:71) contoh peran yang dilakukan oleh

perempuan seperti yang dijelaskan di atas ternyata belum tampak dalam statistik

nasional, karena sebagian besar masyarakat kita menganggap pekerjaan tersebut

tidak membawa upah atau dilakukan di dalam rumah. Pekerjaan wanita selama ini

umumnya terbatas pada sektor rumah tangga (sektor domestik), walaupun kini

wanita mulai menyentuh pekerjaan di sektor publik, jenis pekerjaan inipun

merupakan perpanjangan dari pekerjaan lainnya yang lebih banyak memerlukan

keahlian manual. Peran tradisi atau domestik mencakup peran wanita sebagai istri,

ibu dan pengelola rumah tangga. Sementara peran transisi meliputi pengertian

wanita sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat dan manusia pembangunan.

Yusuf (2007) mengungkapkan bahwa kemajuan ekonomi dan globalisasi

membuat pasar kerja semakin kompleks. Dampak lain dari kemajuan tersebut,

terlihat dari makin membaiknya status serta lowongan kerja bagi wanita.

Walaupun angka partisipasi angkatan kerja wanita meningkat, namun tidak sedikit

wanita yang bekerja penggal waktu (part time) atau bekerja di sektor informal.

Hal ini berkaitan erat dengan peran ganda wanita sebagai ibu yang bertanggung

jawab atas urusan rumah tangga termasuk membesarkan anak, serta sebagai

pekerja perempuan. Partisipasi wanita saat bukan sekedar menuntut persamaan

(26)

persepsi bahwa wanita dilahirkan untuk melakukan pekerjaan yang jauh lebih

terbatas jumlahnya dengan status pekerjaan rendah dengan imbalan yang rendah

pula.

1.5.3. Peran Produktif

Marhaeni (2008) mengatakan bahwa definisi tentang kerja atau peran

produktif penuh dengan kompleksitas. Kadang kala produktif secara panjang lebar

didefinisikan sebagai tugas atau aktifitas yang menghasilkan income

(penghasilan), oleh karena itu mempunyai nilai tukar, aktual, atau potensial. Dapat

disederhanakan bahwa peran produktif adalah peran–peran yang jika dijalankan

akan mendapatkan uang atau upah langsung atau dalam bentuk upah–upah yang

lain. Misalnya, sebagai guru, pedagang, usaha salon di rumah, usaha menjahit,

usaha kelontong, membuka warung, dan sebagainya.

Pekerjaan rumah tangga tidak dinilai sebagai pekerjaan karena alasan

ekonomi semata dan akibatnya pelakunya tidak dinilai bekerja. Permasalahan

yang muncul kemudian adalah pekerjaan rumah tangga sebagai bagian dari

pekerjaan non produksi tidak menghasilkan uang, sedangkan pekerjaan produksi

(publik) berhubungan dengan uang. Uang berarti kekuasaan, berarti akses yang

besar ke sumbersumber produksi, berarti status yang tinggi dalam masyarakat

(Yusuf, 2007). Dalam perkembangan budaya, konsep tersebut di atas berakar kuat

dalam adat istiadat yang kadang kala membelenggu perkembangan seseorang.

Pantang keluar rumah, seorang anak perempuan harus mengalah untuk tidak

melanjutkan sekolah, harus menerima upah yang lebih rendah, harus bekerja keras

(27)

1.5.6. Peran Reproduktif

Selama ini peran reproduktif dikonstruksikan secara sosial dan budaya

sebagai tugas dan tanggung jawab perempuan. Dimana pun berada dan dalam

peran apapun, tugas dan tanggung jawab itu tidak boleh ditinggalkan, sehingga

tidak jarang perempuan merasa bersalah jika harus keluar meninggalkan pekerjaan

rumah. Di banyak negara dunia ketiga pelabelan laki–laki sebagai pencari nafkah

utama dan perempuan sebagai pekerja reproduktif sangat dominan. Pandangan itu

tidak berubah meskipun beberapa kasus perempuan sebagai pencari nafkah utama

dan suami mereka pengangguran (Astuti,2005). Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa peran reproduktif adalah peran–peran yang tidak

menghasilkan uang dan biasanya dilakukan di dalam rumah. Misalnya,

pengasuhan, pemeliharaan anak, menjamin seluruh anggota keluarga sehat,

menyapu rumah, mencuci pakaian, memasak, bersosialisasi dengan anggota

keluarga, dan sebagainya(Marhaeni,2008:74).

1.5.7. Peran Kemasyarakatan

Peran perempuan untuk mengatur dan mengorganisir masyarakat masih

jauh dari harapan, seperti masih adanya aktivitas yang teridentifikasi lebih bersifat

dan menjadi bagian dari kerja reproduktif, contohnya dalam kegiatan masyarakat

di tingkat RT perempuan kebanyakan ditempatkan menjadi panitia konsumsi,

sekretaris, atau hal lain yang dianggap biasa dan tidak prestisius. Secara sederhana

peran kemasyarakatan adalah peran atau aktivitas perempuan yang dilakukan di

tingkat masyarakat yang dilakukan secara bersama-sama misalnya pelayanan

(28)

Musrenbang, menjadi kepala desa, keanggotaan dalam kelompok–kelompok

pemberdayaan, keikutsertaan sebagai anggota parpol, dan sebagainya.

(Marhaeni,2008:75).

1.5.8. Pengertian Pembangunan

Pembangunan adalah suatu keadaan di mana ada perbaikan.

Pembangunan juga dapat diartikan segai sebuah proses yang mengakibatkan

terjadi perbaikan atau peningkatan kualitas maupun kuantitas dalam berbagai

aspek, misalnya aspek ekonomi, social budaya dan sebagainya. Sedangkan

pengertian pembangunan masyarakat dapat didefenisiskan sebagai berikut:

1. Pembangunan masyarakat adalah seluruh kegiatan pembangunan yang

meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, serta dilaksanakan secara

terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong.

2. Pembangunan masyarakat adalah aktivitas yang dilakukan oleh

masyarakat, dimana mereka mampu mengidetifikasi kebutuhan dan

masyaralhnya secara bersama

3. Pembangunan masyarakat adalah kegiatan yang terencana untuk

menciptakan kondisi-kondisi bagi kemajuan sosial ekonomi masyarakat

dengan meningkatkan partisipasi masyarakat.

4. Pembangunan masyarakat adalah perpaduan antara pembangunan sosial

(29)

1.5.8. Peran Perempuan Dalam Pembangunan

Setelah kita mempunyai pemahaman yang sama tentang konsep gender,

berikut ini akan dibahas peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan

gender. Peranan wanita dalam pembangunan adalah hak dan kewajiban yang

dijalankan oleh wanita pada status atau kedudukan tertentu dalam pembangunan,

baik pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun

pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan, baik di dalam keluarga

maupun di dalam masyarakat. Peranan wanita dalam pembangunan yang

berwawasan gender, berarti peranan wanita dalam pembangunan sesuai dengan

konsep gender atau peran perempuan sebagaimana telah di bahas di depan,

mencakup peran produktif, peran reproduktif, dan peran kemasyarakatan yang

sifatnya dinamis. Dinamis dalam arti, dapat berubah atau diubah sesuai dengan

perkembangan keadaan, dapat ditukarkan antara pria dengan wanita dan bisa

berbeda lintas budaya.

Pada perkembangannya, pada tahun 2000 telah diterbitkan Instruksi

Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender

dalam Pembangunan Nasional. Inpres ini berisi instruksi kepada menteri, bupati/

walikota, kepala lembaga pemerintah non departemen untuk :

1. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya

perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas

kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif

gender sesuai dengan bidang tugas, fungsi serta kewenangan

(30)

2. Memperhatikan secara sungguh-sungguh Pedoman Pengarusutamaan

Gender dalam Pembangunan Nasional

3. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan :

a. Memberikan bantuan teknis kepada instansi dan lembaga

pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah dalam pelaksanaan

pengarusutamaan geder

b. Melaporkan hasil pelaksanaan pengarusutamaan gender kepada

presiden.

4. Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas

dan fungsi, serta kewenangan masing-masing, menetapkan ketentuan

lebih lanjut diperlukan bagi pelaksanaan Instruksi Presiden ini.

Menurut Sennet & Cabb (1972) dan Conway (1979) dalam jurnal kajian

politik dan masalah pembangunan oleh Aris Munandar, ketidakberdayaan

disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ketiadaan jaminan ekonomi,

ketiadaan pengalaman dalam arena politik, ketiadaan akses terhadap informasi,

ketiadaan dukungan finansial, ketiadaan pelatihan-pelatihan, dan adanya

ketegangan fisik maupun emosional.

Apabila dilakukan analisis tentang hambatan dan kendala yang dihadapi

perempuan untuk lebih aktif di dunia kerja, menurut Sri Mulyani I Sumarton,

dijelaskan bahwa hambatan dan kendala tersebut dapat dikelompokkan sebagai:

1. Hambatan bersifat ekternal antara lain masalah tata nilai sosio-kultural

masyarakat yang memang belum memiliki kesadaran gender yang

(31)

luas daripada perempuan. Ideologi patriarki merupakan salah satu

penyebab tetapi bukanlah satu-satunya.

2. Hambatan bersifat internal yang datang dari kaum perempuan sendiri

antara lain kesiapan, kesediaan, kemauan, dan konsistensi dalam

perjuangan sehingga dapat diakui dan dihargai pihak lain. Pemberian

peluang dengan kelonggaran tidak bisa dipertahankan dalam jangka

panjang ke depan. Perempuan harus mempersiapkan diri sesuai dengan

potensi yang dimiliki apakah akan berkarir di profesional, politik, atau

administrator di berbagai lembaga.

3. Hambatan dari sistem pemerintahan antara lain dari peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku.

Persepsi penting yang perlu diinformasikan dan di bangun untuk

mengupayakan peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan atau

berperspektif gender, dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan

gender atau kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita di dalam

pembangunan bukan untuk menyaingi atau menggeser posisi laki-laki, tetapi lebih

diarahkan untuk membangun kemitraan yang setara dan seimbang delam berbagai

bidang kehidupan baik domestik maupun publik. Dalam proses pembangunan

kenyataannya wanita sebagai sumber daya insani masih mendapat perbedaan

perlakuan (diskriminasi). Terutama, jika wanita bergerak di sektor publik

dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada pula ketimpangan gender yang

dialami oleh pria. Untuk mewujudkan kemitra sejajaran yang harmonis antara pria

(32)

saling menghormati, saling membutuhkan, saling membantu, saling peduli dan

saling pengertian antara pria dengan wanita. Dengan demikian, tidak ada

pihak-pihak (pria atau wanita) yang merasa dirugikan dan pembangunan akan menjadi

lebih sukses.

1.6. Defenisi Konsep

Konsep merupakan abstarkasi mengenai suatu fenomena yang

dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan,

kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1989 : 34). Dalam penelitian ini,

penulis memberikan batasan masing-masing konsep yang akan digunakan. Tujuan

dari defenisi konsep adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari

terjadinya interpretasi ganda atau tumpang tindih atas variabel yang menjadi objek

penelitian. Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah :

1. Pemberdayaan perempuan mempunyai peranan pada sektor domestik dan

publik. Akses perempuan untuk bekerja di luar rumah dan kontrol

perempuan terhadap pendapatan keluarga menjadi kuat. Perempuan

menjalankan peranan produksi dengan menempati beberapa posisinya dalam

perdagangan adalah dengan membentuk kelompok usaha.

2. Peranan perempuan dalam pembangunan yang berwawasan gender, berarti

peranan wanita dalam pembangunan sesuai dengan konsep gender atau

peran perempuan sebagaimana telah di bahas di depan, mencakup peran

produktif, peran reproduktif, dan peran kemasyarakatan yang sifatnya

(33)

Maka indikator-indikator yang berkaitan dalam pemberdayaan

perempuan adalah :

1. Hambatan yang bersifat eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar

masyarakat yang menyebabkan timbulnya perubahan pada masyarakat yaitu :

a. Adat merupakan perwujudan ideal dari kebudayaan. Adat selengkapnya

sebagai adat tata kelakuan. Adat dibagi atas empat tingkatan, yaitu 1)

tingkat nilai budaya, 2) tingkat norma, 3). tingkat hukum, 4) tingkat aturan

khusus. Adat yang berada pada tingkat nilai budaya bersifat sangat abstrak,

ia merupakan ide-ide yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling bernilai

dalam kehidupan suatu masyarakat. Misalnya nilai gotong royong dan nilai

yang meletakkan prestasi pada usaha sendiri dalam masyarakat. Adat pada

tingkat norma merupakan nilai-nilai budaya yang telah terkait pada peranan

tertentu (rules). Peran sebagai pemimpin, sebagai guru dan sebagainya

misalnya membawakan sejumlah norma yang menjadi pedoman bagi

kelakuannya dalam hal memainkan peranannya dalam berbagai kedudukan

tersebut. Selanjutnya adat pada tingkat hukum terdiri dari hukum adat dan

hukum tertulis. Sedangkan adat pada aturan-aturan khusus merupakan

aturan-aturan yang mengatur kegiatan-kegiatan khusus yang jelas dan

terbatas ruang lingkupnya, umpamanya sopan santun.

b. Budaya adalah keseluruhan dari gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia

yang berupa satu sistem dalam rangka kehidupan masyarakat yang

(34)

daya atau akal manusia baik yang berwujud moril maupun materil. Dengan

kata lain adat berada dalam budaya atau bahagian dari budaya.

2. Hambatan yang bersifat internal adalah faktor-faktor yang berasal dari

dalam masyarakat yang menyebabkan timbulnya perubahan pada

masyarakat itu sendiri baik secara individu, kelompok ataupun organisasi.

Berikut ini faktor-faktornya yaitu :

a. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau reaksi. Kesiapan

ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika masyarakat

sudah memiliki kesiapan maka hasilnya akan lebih baik.

b. Kesediaan adalah kesedian dalam upaya pemberdayaan yang dilakukan

pemerintah kepada masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan

seperti memberikan pelatihan, bantuan materil untuk bisa membuka

lapangan pekerjaan sendiri

c. Kemauan adalah salah satu fungsi hidup kejiwaan manusia, dapat

diartikan sebagai aktifitas psikis yang mengandung usaha aktif

(misalnya memiliki dorongan, keinginan, hasrat dan sebagainya) dan

berhubungan dengan pelaksanaan tujuan.

d. Konsistensi adalah upaya menerapkan kedisiplinan dalam setiap

tindakan, penegakkan aturan, dan kebijakan yang mendorong

munculnya kondisi keterbukaan dari masyarakat untuk membuka

peluang kerja.

3. Hambatan dari sistem pemerintah. Sebagai pemegang kebijakan,

(35)

dan keadilan. Maka dikeluarkan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang

Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan. Dengan peraturan tersebut

pemerintah menjamin berlangsungnya proses pemakmuran bangsa hingga

dapat mencegah praktek-praktek organisasi yang dapat memiskinkan

(36)

SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : Pendahuluan yang dimulai dengan latar belakang, perumusan

masalah penelitian, tujuan dari penelitian, manfaat dari penelitian,

kerangka teori yang membahas tentang gender, konsep pemberdayaan

perempuan dalam kehidupan bermasyarakat, peran produktif, peran

reproduktif, peran kemasayarakatan, peran perempuan dalam

pembangunan. Dilanjutkan dengan defenisi konsep dan defenisi

operasional

BAB II : Metode penelitian yang dimulai dengan jenis penelitian, lokasi

penelitian,informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik

analisa data.

BAB III : Deskripsi lokasi penelitian yaitu berkaitan dengan profil Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.

BAB IV : Penyajian data membahas data identitas responden dimulai dari

jenis kelamin, tingkat usia, pendidikan serta tentang variabel tunggal

dari pemberdayaan perempuan yang dilakukan dengan penyebaran

angket atau kuesioner.

BAB V : Analisa data tentang indikator yang berhubungan dengan

pemberdayaan perempuan di pesisir pantai dalam pembangunan (Studi

kasus Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang

Bedagai) yaitu hambatan ekternal, hambatan internal, serta

(37)

BAB VI : Penutup yang membahas untuk membantu kesimpulan dan saran

untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan yang ada di pantai

(38)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam,

wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan (Kay and Alder,

1999). Wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting apabila ditinjau dari

berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan

lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat

produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia.

Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan

sosial-ekonomi, nilai wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan

terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik

pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah

pesisir.

Wilayah pesisir adalah wilayah yang dihuni oleh masyarakat dengan

karakteristik keluarga yang khas. Dominasi penduduk atau penghuni setiap

harinya adalah wanita dan anak-anak. Sebagian lelaki yang terdiri dari suami

maupun remaja, banyak mempergunakan waktunya untuk melaut. Berdasarkan

survei cepat yang dilakukan oleh ibu-ibu Dharma Wanita Persatuan diberbagai

daerah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2003, didapatkan hasil bahwa

pada umumnya kaum perempuan ditinggal melaut antara 1-2 minggu, sedangkan

sisanya adalah nelayan biasa (melaut malam hari) dan sebagian lagi berlayar

(39)

besar tanggungjawab kelangsungan hidup sehari-hari pada keluarga tersebut ada

di tangan wanita sebagai ibu sekaligus ayah (temporal single parent). Hal-hal

seperti ini menjadikan upaya-upaya pemberdayaan atau intervensi yang dilakukan

untuk mensejahterakan keluarga nelayan perlu dititikberatkan pada kemampuan

wanita yang ada disana(nurgreni).

Kondisi krisis ekonomi yang dialami oleh bangsa Indonesia saat ini

berdampak sangat luas dan memberatkan kehidupan masyarakat dari semua

lapisan. Dalam keadaan ekonomi yang tidak menentu, nelayan pada dasarnya

harus menyesuaikan diri. Antara lain dengan memanfaatkan anggota rumah

tangga untuk bekerja sebagai upaya meningkatkan pendapatan keluarga nelayan.

Upaya peningkatan pendapatan ini ditempuh melalui usaha produktivitas seluruh

sumber daya manusia yang ada dalam keluarga nelayan. Diantara anggota

keluarga nelayan yang produktif untuk menambah pendapatan adalah para istri

nelayan (purwanti, 1998).

Pada hakekatnya perempuan adalah sumberdaya insani yang memiliki

potensi yang dapat didayagunakan dalam berbagai bidang dan sektor

pembangunan nasional. Populasi penduduk perempuan Indonesia yang cenderung

bertambah terus, pada sisi tertentu sering di pandang sebagai masalah

kependudukan. Namun pada sisi lain justru memandang populasi penduduk

perempuan ini sebagai masalah kependudukan. Wanita merupakan suatu potensi,

dimana saat ini dalam persaingan global yang semakin menguat dan ketat, maka

program pemberdayaan wanita menjadi sangat penting dalam menjawab berbagai

(40)

wanita yang selama ini cenderung diletakkan lebih rendah daripada laki-laki,

menyebabkan kemampuan wanita untuk berkontribusi dan mengembangkan

pot ensi tidak maksimal.

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia pengangkatan harkat dan

martabat perempuan sebagai makhluk termulia bersama-sama dengan kaum pria

sesungguhnya memiliki sejarah yang panjang. Belajar dari sejarah tersebut yang

lebih banyak tertampilkan adalah kaum perempuan yang sering terpinggirkan

dibandingkan dengan kaum pria. Seolah-olah pengalaman sejarah itu telah

menjadi sumber legitimasi masyarakat untuk mengatakan bahwa perempuan

kurang beruntung. Kondisi ini terus berlanjut, sehingga kaum perempuan sendiri

telah mempersepsikan dan mengkonsepkan diri mereka memang tidak layak

untuk menjalankan peran-peran tertentu dalam pembangunan. Namum demikian,

pada suatu saat ternyata perjalanan sejarah itulah yang membuktikan juga bahwa

kaum perempuan telah salah mempersepsikan dan mengkonsepkan diri mereka

sendiri.

Penduduk wanita yang jumlahnya mencapai setengah dari jumlah total

penduduk Indonesia merupakan sumber daya pembangunan yang cukup besar.

Partisipasi aktif pria dan wanita dalam setiap proses pembangunan akan

mempercepat tercapainya tujuan pembangunan. Kurang berperannya salah satu

pihak akan dapat memperlambat proses pembangunan atau bahkan dapat menjadi

beban pembangunan itu sendiri. Wanita-wanita nelayan mempunyai potensi

(41)

Persentase wanita yang lebih besar daripada laki-laki di daerah pesisir

pantai cermin yang berada di Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan potensi untuk meningkatkan pendapatan

masyarakat nelayan, dimana posisi wanita yang selama ini hanya berfungsi

sebagai ibu rumah tangga ditingkatkan sebagai pencari nafkah. Berbagai kegiatan

industri rumah tangga mereka lakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan

keluarga. Bukan hanya bekerja sebagai buruh pada pabrik, bahkan mereka juga

melakoni pekerjaan yang mereka lakukan di sela-sela jam-jam kosong mereka.

Misalnya membuat ikan asin, buruh cuci dan sebagainya.

Saat ini fenomena perempuan bekerja bukan lagi barang aneh dan bahkan

dapat dikatakan sudah merupakan tuntutan bagi perempuan untuk berpartisipasi

dalam dunia kerja, yang dapat menaikkan harkat perempuan, yang sebelumnya

selalu dianggap hanya sebagai pengurus anak, suami dan rumah tangga

semata-mata. Bahkan sebelumnya banyak gagasan dan strereotip tentang perempuan

sebagai omongan yang acuh tak acuh pada lingkungan, bodoh dan kurang

memiliki kemampuan yang akhirnya merendahkan martabat perempuan

(Wolfman, BR, 1989) . Pendapat seperti ini biasanya juga tidak berasas dari

belenggu nilai-nilai tradisional yang menjadi tekanan sosial yang mengakar dari

pendapat kuno para bangsawan, bahwa perempuan harus selalu ingat akan masak,

macak dan manak (memasak, bersolek dan melahirkan anak) sebagai tugas

utamanya. Sekarang perempuan dituntut aktif secara ekonomi, meskipun disisi

lain ada juga tuntutan agar perempuan yang berkeluarga dapat menghasilkan uang

(42)

Harapannya terhadap pemberdayaan perempuan desa adalah agar mereka

mendapat posisi yang sesuai dengan kemampuannya. Misalnya, punya keberanian

untuk mengambil resiko dan keputusan dalam menghadapi suatu masalah. Sebab,

pemberdayaan pada hakekatnya merupakan sebuah konsep yang fokusnya adalah

hal kekuasaan. Pemberdayaan secara substansial merupakan proses memutus atau

break down dari hubungan antara subyek dengan obyek. Proses ini mementingkan

pengakuan subyek akan kemampuan atau daya (power) yang dimiliki obyek.

Menurut Soetrisno (Soetrisno, L. 1997) bahwa ada lima tugas utama

perempuan yang disebut Panca Tugas Perempuan. Kelima panca tugas perempuan

itu adalah

1) Sebagai istri supaya dapat mendampingi suami, sebagai kekasih dan sahabat bersama-sama membina keluarga yang bahagia;

2) Sebagai ibu pendidik dan pembina generasi muda supaya anak-anak dibekali kekuatan rohani dan jasmani dalam menghadapi segala tantangan zaman dan menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa;

3) Sebagai ibu pengatur rumah tangga supaya rumah merupakan tempat aman dan teratur bagi seluruh anggota keluarga;

4) Sebagai tenaga kerja dan dalam profesi, bekerja di pemerintahan, perusahaan swasta, dunia politik, berwiraswasta dan sebagainya untuk menambah penghasilan keluarga;

5) Sebagai anggota organisasi masyarakat terutama organisasi perempuan, badan-badan sosial dan sebagainya untuk menyum-bangkan tenaga kepada masyarakat.

Pemberdayaan perempuan di Desa Kuala Lama antara lain dengan

menempuh berbagai upaya untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial,

budaya mereka. Oleh karena itu perlu motivasi dan adanya strategi tepat guna dan

hasil guna dengan cara memberdayakan mereka. Dan mereka tidak hanya obyek

pembangunan saja tetapi juga harus mampu menjadi subyek bahkan kalau

(43)

mereka dari belenggu keterbelakangan, kemiskinan dan kebodohan. Demikian

pula kaitannya dengan peranan perempuan desa pantai atau pesisir dalam

mengembangkan sumber daya sebagai wahana pembinaan dan pengembangan

masyarakat nelayan (termasuk perempuan) di daerah perdesaan. Melalui wahana

ini mereka dapat mengembangkan usaha-usaha produktif di sektor jasa dan

perikanan.

Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam perempuan memiliki peranan

yang sangat besar dalam pembangunan. Perempuan memiliki kemampuan untuk

menyususn rencana dan menjalankan tugas dengan kualitas yang tidak kalah dari

kaum pria. Bahkan dalam dunia teknologi banyak kaum perempuan yang sudah

menunjukkan prestasinya. Dalam berbagai bidang perempuan telah berpartisipasi,

misalnya di bidang kesehatan, bidang pemerintahan dan sebagainya.

Perempuan yang mendapatkan bimbingan dan arahan yang tepat,

khususnya perempuan yang terdapat di pesisir pantai akan menjadi tenaga kerja

yang berkualitas tinggi. Misalnya memberi pelatihan dalam pengolahn berbagai

hasil tangkapan dari laut. Dengan berperannya perempuan, selain menjadi tiang

dalam rumah tangga, sebagai insane pendidik anak-anaknya, perempuan juga

dapat menopang perekonomian keluarga. Dari seorang perempuan yang memiliki

kualitas pengetahuan yang baik, akan terlahir generasi bangsa yang berkualitas

pula. Ini berarti perempuan memiliki peranan yang cukup besar dalam

pembangunan.

Namun dalam aplikasinya, kesempatan bagi perempuan untuk

(44)

masih sangat jauh dibandingkan dengan kesempatan yang diperoleh kaum pria.

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi yang tidak berbatas,

perempuan di perkotaan mulai menyadari ketertinggalannya. Kesadaran ini

mendorong kaum perempuan untuk memperjuangkan haknya dalam

mengaktualisasikan dirinya agar lebih berperan dan mendapat akses yang

seimbang di segala bidang pembangunan. Sebaliknya perkembangan tersebut

relatif lambat untuk wanita yang tinggal di pedesaan terutama daerah pesisir,

karena keterbatasan fasilitas umum yang tersedia, seperti informasi dan sentuhan

teknologi, sehingga aktualisasinya dalam pembanguan masih jauh dari harapan.

Tentunya dibutuhkan perhatian dan tindakan nyata dari pihak yang bersangkutan

untuk menghadapi masalah ini. Sehingga segala potensi perempuan daerah pesisir

dapat dikembangkan demi kemajuan bangsa umumnya dan kemajuan daerah

pesisir khususnya.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti sejauh

manakah pemberdayaan perempuan di pesisir pantai di dalam pembangunan.

Untuk itu penulis tertarik untuk mengangkat judul penelitian ”Pemberdayaan Perempuan di Pesisir Pantai di dalam Pembangunan (Studi pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai)”.

1.2. Perumusan Masalah

Beranjak dari uraian diatas, maka penulis mencoba membuat

(45)

1. Bagaimanakah pemberdayaan perempuan pesisir pantai di dalam

pembangunan (Studi pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin

Kabupaten Serdang Bedagai)?

2. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam pemberdayaan

perempuan pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten

Serdang Bedagai?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pemberdayaan perempuan di pesisir pantai di dalam

pembangunan (Studi pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin

Kabupaten Serdang Bedagai).

2. Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor penghambat dalam

pemberdayaan perempuan pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai

Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis memberi kontribusi keilmuan tentang teori memberdayakan

perempuan di pesisir pantai di dalam pembangunan

2. Secara praktis sebagai masukan dan saran bagi masyarakat dan

stakeholders untuk peningkatan kualitas pemberdayaan perempuan di

(46)

3. Memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan dari

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Administrasi Negara,

Universitas Sumatera Utara.

1.5 .Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan

menjadi landasan teoritis dan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian.

Setelah masalah penelitian dirumuskan maka langkah selanjutnya adalah mencari

teori-teori, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang

dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian. Teori

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.5.1.Konsep Pemberdayaan Perempuan

Pemberdayaan dan memberdayakan merupakan terjemahan dari kata

empowerment dan empower menurut Webster dan Oxford English Dictionary,

kata empower mengandung pengertian pertama adalah to give power or authority

to yang artinya sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau

mendelegasikan otoritas ke pihak lain, sedangkan arti yang kedua adalah to give

ability to or enable yaitu sebagai upaya memberikan kemampuan atau

keberdayaan (Pranarka dan Prijono, 1996 : 34).

Konsep tentang pemberdayaan telah ditelaah dalam berbagai tinjauan.

Pemberdayaan telah didefinisikan sebagai suatu proses (Gutierrez, 1990), sebagai

(47)

juga telah dipandang sebagai suatu strategi khusus untuk memberdayakan

perempuan (Browne, 1995).

Dalam teori feminismenya Rosemerie (1989) dalam Achmad (1994),

ingin mengangkat harkat dan martabat perempuan sebagai manusia dengan tujuan

akhir bagi perempuan untuk menjadi mandiri dengan cara menciptakan yang baru

bagi keberadaan perempuan, menghapuskan yang tidak sesuai bagi perempuan,

serta mereformasi yang tidak lurus bagi perempuan.

Konsep pemberdayaan perempuan pada dasarnya merupakan paradigma

baru pembangunan yang lebih dikenal dengan sifat-sifat people centered,

participatori emproving sustainable (Kartasasmita, 1996). Konsep ini

dikembangkan dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari upaya apa yang

antara lain oleh Friedman (1992), disebut alternative development yang

menghendaki inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality

and intergenerational equality. Bila dibandingkan dengan laki-laki, kaum

perempuan lebih banyak diharapkan pada jaringan-jaringan kekuasaan yang

merangkap mereka pada citra baku yang justru menggelisahkan mereka

(Dzuhayatin, 1996).

Konsep pemberdayaan sebagai paradigma sebenarnya juga telah dikaji

oleh Moser (1993). Menurut dia bahwa inti strategi pemberdayaan sesungguhnya

bukan bermaksud menciptakan perempuan yang lebih unggul daripada kaum pria.

Pendekatan pemberdayaan ini kendati menyadari pentingnya meningkatkan

kekuasaan perempuan, namun pendekatan ini lebih berupaya untuk

(48)

terhadap yang lain, melainkan lebih dalam kerangka kapasitas perempuan untuk

meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal.

Selanjutnya dalam rangka menganalisis konsep pemberdayaan tersebut,

menurut Sukesi (1999) dapat dirujuk pada lima dimensi, yaitu :

(1) Kesejahteraan

(2) Akses atas sumberdaya (3) Kesadaran kritis

(4) Partisipasi; dan (5) Kontrol.

Menurut Widaningroem, dkk (1999). Strategi perempuan dalam mata

rantai perdagangan hasil perikanan sebagai berikut : Perempuan mempunyai

peranan pada sektor domestik dan publik. Akses perempuan untuk bekerja di luar

rumah dan kontrol perempuan terhadap pendapatan keluarga menjadi kuat.

Perempuan menjalankan peranan produksi dengan menempati beberapa posisinya

dalam perdagangan adalah dengan membentuk kelompok usaha. Hal ini untuk

meminimalkan persaingan diantara perempuan dan memperkuat modal dalam

kelompok.

Dalam rangka meningkatkan peran perempuan di pedesaan tersebut,

diperlukan strategi dalam pemberdayaan peran perempuan sesuai kondisi sosial,

ekonomi dan budaya setempat atau yang spesifik lokasi. Salah satu strategi

akselerasi peran perempuan dalam rangka pemberdayaan perempuan adalah

dengan memperhitungkan dan bekerja sama dengan kaum lelaki (Kantor Negara

Pemberdayaan Perempuan, 2009). Pada intinya peng-arus utama-an gender

(Gender Mainstreaming) dilaksanakan dengan penekanan pada azas hubungan

(49)

laki-laki (Vitayala, 2001). Melalui pendekatan semacam ini, maka persoalan

ketidakadilan gender dan marginalisasi perempuan diharapkan secara sistematis

dapat diminimalkan.

Ketidakadilan gender dalam masyarakat pedesaan secara faktual sangat

menonjol. Untuk pekerjaan yang sama misalnya di bidang pertanian, perempuan

sering memperoleh upah yang lebih rendah dibandingkan upah yang diterima

laki-laki. Selain itu laki-laki lebih mendominasi sektor publik, sedangkan perempuan

hanya berada di sektor domestik yang secara ekonomis dianggap kurang strategis.

Bahkan untuk berbagai pekerjaan yang secara tradisional merupakan pekerjaan

perempuan, jika teknologi mekanis sudah masuk ke dalamnya dan secara

ekonomis dianggap lebih menguntungkan, maka biasanya laki-laki akan

mengambil peran tersebut atau menggantikan peran perempuan. Dengan demikian

insentif ekonomi tampaknya memegang peranan penting dalam menentukan peran

gender (Harsoyo et al., 1999). Untuk itu keterampilan perempuan perlu

ditingkatkan agar dapat bekerja dengan kualitas yang sebanding, bahkan lebih

baik dengan yang dilakukan laki-laki.

Erat kaitannya dengan keterampilan tersebut adalah kegiatan pengolahan

ikan di desa pesisir pantai. Kegiatan pengolahan ikan pasca tangkap bertujuan

untuk mempertahankan kualitas ikan agar dapat dikonsumsi dalam waktu lebih

lama. Selain itu, pengolahan juga bertujuan untuk menghasilkan produk baru yang

karakteristiknya jauh berbeda dari ikan segar. Jenis pengolahan ini ada yang

sifatnya masih tradisional dan ada yang sudah lebih maju. Termasuk pengolahan

Gambar

Tabel 3.1 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
Tabel 3.2.
Tabel 1. Usia Responden
Tabel 2. Agama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menjaga siswa kelas VIII E menyanyikan lagu Indonesia Raya kemudian di lanjtkan dengan tadarus 2..

Dalam penelitian ini ada 8 variabel yang diduga berhubungan dengan obesitas pada remaja yaitu variabel usia, jenis kelamin, frekuensi pola makan, kebiasaan sarapan

Sumber keuangan dari luar ( baik berupa hibah atau pinjaman ) dapat memainkan peranan yang penting dalam usaha melengkapi kekurangan sumber daya guna membantu pelaksanaan

Perkembangbiakan perkici pelangi secara ex-situ dapat dilakukan di dalam laboratorium penangkaran melalui cara mengawinkan satu jantan dengan satu betina, ataupun

Daerah yang berada di SPL 15 memiliki jenis tanah mediteran cokelat dan digunakan sebagai lahan tegalan memiliki karakteristik lahan: kemiringan lereng 34%

Dari pendapat yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa desain peneltian merupakan suatu rancangan penelitian yang dipakai oleh peneliti dalam melakukan

orang atau lebih secara bersekutu , perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dan temannya dengan cara antara lain sebagai berikut : --- --- Sebelumnya terdakwa dan BUDI SATRIA

Apabila ditinjau dari setiap sikap ilmiah yang diamati yang meliputi sikap rasa ingin tahu, disiplin, tanggung jawab, teliti dan kerja sama dapat dilihat bahwa semua