SKRIPSI
Oleh: AFFAN LUBIS 060306028/Peternakan
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh: AFFAN LUBIS 060306028/Peternakan
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
NIM : 060306028
Program Studi : Ilmu Produksi Ternak
Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing
(Ir. Eniza Saleh, MS) Ketua
(Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc) Anggota
Diketahui oleh,
(Dr. Ir. Ristika Handarini, MP) Ketua Program Studi
AFFAN LUBIS., 2012 “Penggunaan bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas dan panjang saluran pencernaan itik raja (Mojosari Alabio) umur 7 minggu”, dibimbing oleh ENIZA SALEH dan NURZAINAH GINTING.
Pemberian ransum pada itik merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan peternak. Bahan penyusun ransum dapat memanfaatkan hasil limbah perkebunan yang dapat memacu pertumbuhan itik. Penelitian ini bertujuan untukuntuk mengujipengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran pencernaan itik Mojosari Alabio. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian bungkil inti sawit yang diberi hemicell dicampur dalam ransum terhadap karkas dan saluran pencernaan itik raja.Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak program studi ilmu produksi ternak Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.Ransum yang digunakan adalah ransum buatan sendiri .Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Ro (tanpa bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R1 (5% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R2 (10% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R3 (15% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R4 (20% bungkil inti sawit yang diberi hemicell). Peubah yang diamati yaitu bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal, dan panjang saluran pencernaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan memberikan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal dan panjang saluran pencernaan. Dapat disimpulakan bahwa semakin tinggi level bungkil inti sawit yang diberi hemicelldalam ransum akan menyebabkan penurunan terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal dan panjang saluran pencernaan.
AFFAN LUBIS, 2012. “Utilization of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration on carcasses and length of digestive tract of Raja duck (Mojosari Alabio) 7 weeks of age.Guided by ENIZA SALEH and NURZAINAH GINTING.
Palm kernel cake as one of potential alternative feed stuff that contain good enough of nutritions. However, palm kernel cake has a high content of crude fiber. So, it needs to be treated to improve quality. Used of hemicell on palm kernel cake is expected to decrease crude fiber content of palm kernel cake, which can improve the quality of rations. The objective of this research to determine the effect of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration oncarcasses and length of digestive tract of Raja duck.The research was conducted in Laboratory of Animal science, Departement of Animal science, Faculty of Agriculture, University of North Sumatera. Rations used were homemade. Research design used complete randomized design with five treatments and four replications. R0 (without palm kernel cake which is mixed with hemicell), R1 (5% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R2 (10% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R3 (15% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R4 (20 palm kernel cake which is mixed with hemicell). Variables observed are cutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.
The results showed thatthe treatmentsgive not significant difference (P>0,05) oncutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.It is concluded that higher level of palm kernel cake which is mixed with hemicellon ration wiildecreasecutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.
Penulis dilahirkan di Kisaran, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara
pada tanggal 30 Juli 1988 dari Bapak Ali Usman Lubis dan Ibu Mas Jam. Penulis
merupakan anak kedua dari enam bersaudara.
Tahun 2000 penulis tamat dari SD Negeri 010083 Kisaran, tahun 2003
tamat dari MTsN Meranti Kisaran, tahun 2006 tamat dari SMA Negeri 2 Kisaran
dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis
memilih program studi Peternakan sebagai pilihan pertama.
Selama mengikuti perkuliahan, aktif dalam organisasi Himpunan
Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP), dan aktif dalam Himpunan
Mahasiswa Departemen Peternakan (HMD Peternakan).
Pada bulan Juli sampai September penulis mengikuti Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di UD. Simas Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang,
Provinsi Sumatera Utara. Pada bulan Juni sampai Agustus 2011 penulis
melakukan penelitian di Laboratorium Ilmu Biologi Ternak, Program Studi
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Penggunaan bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas dan panjang saluran
pencernaan itik raja (Mojosari Alabio) umur 1-7 minggu” yang merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian pada Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Eniza Saleh, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing serta semua pihak yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini..
Semoga skripsi penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang peternakan.
Medan, Januari 2012
Alat ... 26
Pelaksanaan Penelitian... ... 27
Metode Penelitian ... 28
Parameter Penelitian... ... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Potong... ... 31
Bobot Karkas... ... 32
Persentase Karkas... ... 34
Lemak Abdominal... ... 36
Panjang Saluran Pencernaan ... 37
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... ... 41
Saran ... ... 41
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit (%) ... 7
2. Komposisi zat nutrisi bungkil inti sawit (%) ... 8
3. Efek negatif -mannan ( –galaktomanan) ... 9
4. Perbandingan Hasil penggunaan -galaktomanan dan –mannase ... 11
5. Kebutuhan gizi itik pedaging (%) ... 13
6. Laju Pertumbuhan dan konsumsi itik pedaging ... 19
7. Rataan Bobot Potong Itik umur 7 minggu (g/ekor) ... 31
8. Analisis keragaman bobot potong itik raja umur 7 minggu ... 31
9. Rataan Bobot Karkas Itik umur 7 minggu (g/ekor) ... 33
10. Analisis keragaman bobot karkas itik raja umur 7 minggu... 33
11. Rataan Persentase karkas Itik umur 7 minggu (g/ekor) ... 35
12. Analisis keragaman persentase karkas itik raja umur 7 minggu ... 35
13. Rataan Lemak abdominal Itik umur 7 minggu (g/ekor) ... 36
14. Analisis keragaman lemak abdominal itik raja umur 7 minggu ... 36
15. Rataan panjang saluran pencernaan Itik umur 7 minggu (g/ekor) ... 38
1. Bungkil init sawit ... 6
2. Itik Raja ... 10
3. Denah susunan pengacakan perlakuan ... 19
4. Grafik konsumsi ransum itik Raja dari kelima perlakuan ... 24
5. Grafik pertambahan bobot badan itik Raja dari kelima perlakuan ... 26
1. Data Bobot Potong tiap Perlakuan ... 46
2. Rataan Bobot Potong Itik umur 7 minggu (g/ekor) ... 46
3. Analisis keragaman bobot potong itik raja umur 7 minggu ... 46
4. Data Bobot Karkas tiap Perlakuan ... 47
5. Rataan Bobot Karkas Itik umur 7 minggu (g/ekor) ... 47
6. Analisis keragaman bobot karkas itik raja umur 7 minggu... 47
7. Data Persentase Karkas tiap Perlakuan ... 48
8. Rataan Persentase karkas Itik umur 7 minggu (g/ekor) ... 48
9. Analisis keragaman persentase karkas itik raja umur 7 minggu ... 48
10. Data Lemak abdominal tiap Perlakuan ... 49
11. Rataan Lemak abdominal Itik umur 7 minggu (g/ekor) ... 49
12. Analisis keragaman lemak abdominal itik raja umur 7 minggu ... 49
13. Data Panjang Saluran Pencernaan tiap Perlakuan ... 40
14. Rataan panjang saluran pencernaan Itik umur 7 minggu (g/ekor) ... 50
15. Analisis keragaman panjang saluran pencernaan itik raja umur 7 minggu . 50 16. Grafik Bobot Potong itik raja dari kelima perlakuan ... 51
17. Grafik Bobot Karkas itik raja dari kelima perlakuan ... 51
18. Grafik Persentase Karkas itik raja dari kelima perlakuan ... 51
19. Grafik Lemak Abdominal itik raja dari kelima perlakuan ... 52
22. Formulasi ransum dengan 5% BIS yang diberi hemicell ... 54
23. Formulasi ransum dengan 10% BIS yang diberi hemicell ... 55
24. Formulasi ransum dengan 15% BIS yang diberi hemicell ... 56
AFFAN LUBIS., 2012 “Penggunaan bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas dan panjang saluran pencernaan itik raja (Mojosari Alabio) umur 7 minggu”, dibimbing oleh ENIZA SALEH dan NURZAINAH GINTING.
Pemberian ransum pada itik merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan peternak. Bahan penyusun ransum dapat memanfaatkan hasil limbah perkebunan yang dapat memacu pertumbuhan itik. Penelitian ini bertujuan untukuntuk mengujipengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran pencernaan itik Mojosari Alabio. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian bungkil inti sawit yang diberi hemicell dicampur dalam ransum terhadap karkas dan saluran pencernaan itik raja.Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak program studi ilmu produksi ternak Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.Ransum yang digunakan adalah ransum buatan sendiri .Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Ro (tanpa bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R1 (5% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R2 (10% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R3 (15% bungkil inti sawit yang diberi hemicell), R4 (20% bungkil inti sawit yang diberi hemicell). Peubah yang diamati yaitu bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal, dan panjang saluran pencernaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan memberikan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal dan panjang saluran pencernaan. Dapat disimpulakan bahwa semakin tinggi level bungkil inti sawit yang diberi hemicelldalam ransum akan menyebabkan penurunan terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal dan panjang saluran pencernaan.
AFFAN LUBIS, 2012. “Utilization of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration on carcasses and length of digestive tract of Raja duck (Mojosari Alabio) 7 weeks of age.Guided by ENIZA SALEH and NURZAINAH GINTING.
Palm kernel cake as one of potential alternative feed stuff that contain good enough of nutritions. However, palm kernel cake has a high content of crude fiber. So, it needs to be treated to improve quality. Used of hemicell on palm kernel cake is expected to decrease crude fiber content of palm kernel cake, which can improve the quality of rations. The objective of this research to determine the effect of palm kernel cake which is mixed with hemicell in the ration oncarcasses and length of digestive tract of Raja duck.The research was conducted in Laboratory of Animal science, Departement of Animal science, Faculty of Agriculture, University of North Sumatera. Rations used were homemade. Research design used complete randomized design with five treatments and four replications. R0 (without palm kernel cake which is mixed with hemicell), R1 (5% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R2 (10% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R3 (15% palm kernel cake which is mixed with hemicell), R4 (20 palm kernel cake which is mixed with hemicell). Variables observed are cutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.
The results showed thatthe treatmentsgive not significant difference (P>0,05) oncutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.It is concluded that higher level of palm kernel cake which is mixed with hemicellon ration wiildecreasecutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat and length of digestive tract.
Latar Belakang
Ternak itik merupakan salah satu komoditi unggas yang mempunyai peran
cukup penting sebagai penghasil telur dan daging untuk mendukung ketersediaan
protein hewani yang murah dan mudah didapat. Di Indonesia, itik umumnya
diusahakan sebagai penghasil telur namun ada pula yang diusahakan sebagai
penghasil daging. Peternakan itik didominasi oleh peternak dengan sistem
pemeliharaan yang masih tradisional di mana itik digembalakan di sawah atau di
tempat-tempat yang banyak airnya, namun dengan cepat mengarah pada
pemeliharaan secara intensif yang sepenuhnya terkurung.
Ternak itik merupakan unggas air yang tersebar luas di pedesaan yang
dekat dengan sungai, rawa atau pantai dengan pengelolaan yang masih tradisional.
Populasi ternak itik yang tinggi dan perannya yang penting bagi kehidupan
peternak sebagai sumber gizi merupakan potensi nasional yang masih dapat
ditingkatkan.
Penyebaran dan pengembangan ternak itik diwilayah Indonesia seperti
Kalimantan Selatan, Sumatera, Sulawesi dan Bali. Menurut sejarah perkembangan
itik pemerintah kolonial Belanda yang tercatat memiliki andil dalam penyebaran
itik di indonesia yakni melalui kuli kontrak yang mereka mungkinkan di
Sumatera pada tahun 1920, khususnya didaerah Deli dan Lampung. Saat ini
ternak itik banyak terpusat dibeberapa daerah seperti Sumatera (Nangroe Aceh
Darusalam, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan), pulau Jawa ( Cirebon, Jawa
(HSU- Kalimantan Selatan), Sulawesi Selatan serta Bali. Dimana Itik Mojosari
Alabio (MA) ini merupakan hasil persilangan dari Itik Mojosari Jawa Timur
dengan itik Alabio Kalimantan Selatan yang telah dikembangkan oleh BPT
Palaihari Kalimantan Selatan maupun BPT Ciawi Bogor .
Ransum merupakan biaya terbesar dari seluruh biaya produksi, yaitu
sekitar 70-80% (Wahyu, 1988).Pemanfaatan bahan pakan lokal produk pertanian
ataupun hasil ikutannya dengan seoptimal mungkin diharapkan dapat mengurangi
biaya ransum.Dengan demikian, diperlukan suatu upaya untuk mencari alternatif
sumber bahan pakan yang murah, mudah didapat kualitasnya baik, serta tidak
bersaing dengan kebutuhan manusia.Salah satunya adalah Bungkil Inti Sawit
(BIS) yang merupakan hasil ikutan dari pembuatan minyak inti sawit.
Potensi kelapa sawit cukup besar, di Indonesia produksinya menempati
urutan kedua di dunia setelah Malaysia. Kelapa sawait banyak ditanam terutama
di daerah Lampung, Jambi, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh,
serta sebagian kecil Jawa Barat. Menurut data yang dikeluarkan oleh Pusat
Penelitian di Medan tahun 2000, luas tanaman kelapa sawit di Indonesia sebesar
3.134.000 ha dengan tandan buah segar yang dihasilkan sekitar 208, ton/ha/tahun.
Sebesar 5% dari tandan buah segar tersebut dihasilkan minyak inti sawit (sekitar
45-46%) dan Bungkil Inti Sawit (sekitar 45-46%). Data tersebut menunjukkan
bahwa bungkil inti sawit memiliki potensi yang cukup baik untuk dijadikan bahan
pakan alternatif sumber energi pengganti jagung, karena ketersediaannya cukup
melimpah.
Limbah tersebut merupakan potensi untuk dijadikan bahan baku dalam
disebabkan karena bungkil inti sawit memiliki keterbatasan yaitu kandungan serat
kasar yang cukup tinggi (terutama lignin), serta palatabilitasnya rendah.Pada
umumnya bahan pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi memiliki nilai
kecernaan yang rendah, sehingga penggunaan bungkil inti sawit dalam ransum
menjadi terbatas.Penggunaan serat kasar yang tinggi, selain dapat menurunkan
komponen yang mudah dicerna juga menyebabkan penurunan aktivitas enzim
pemecah zat-zat makanan, seperti enzim yang membantu pencernaan karbohidrat,
protein dan lemak (Parrakasi, 1983; Tulung, 1987).
Kemajuan teknologi di bidang pengolahan bahan makanan yang ada saat
ini dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas limbah argoiundustri menjadi
bahan pakan yang bermutu, yaitu dengan bioteknologi.Kemajuan teknologi
diberbagai sektor seperti bidang pertanian, peternakan, kesehatan merupakan
suatu terobosan yang dapat memecahkan atau menghasilkan jawaban terhadap
perubahan kebutuhan (Admadilaga, 1991). Sementara itu, proses biokonversi
substrat limbah perkebunan kelapa sawit melalui fermentasi menawarkan
alternatif yang menarik dan bermanfaat dalam pengembangan sumber bahan baku
untuk ransum unggas termasuk itik alabio.
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas
daging antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur,
pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik atau mineral), dan stress. Faktor
setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi
metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging,
lemak intramuskuler atau marbling, metode penyimpanan dan preservasi, macam
otot daging dan lokasi pada suatu otot daging.
Pada dasarnya, kualitas karkas adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh
ternak tidak sama terhadap suatu kondisi pasar. Faktor yang menentukan nilai
karkas meliputi berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging
dari karkas yang bersangkutan.Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis
kelamin atau tipe ternak yang menghasilkan karkas, umur atau kedewasaan
ternak, dan jumlah lemak intramuskular atau marbling didalam otot.Faktor nilai
karkas dapat diukur secara subyektif, misalnya dengan pengujian organoleptik
atau metode panel.Disamping kualitas (nilai) karkas, juga dikenal kualitas hasil,
yaitu estimasi jumlah daging yang dihasilkan dari suatu karkas.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengujipengaruh bungkil inti sawit
yang diberi hemicell dalam ransum terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran
pencernaan itik Mojosari Alabio.
Hipotesis Penelitian
Pengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum
memberikan pengaruh positif terhadap karkas, lemak abdominal dan saluran
pencernaan itik Mojosari Alabio.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti,
masyarakat dan kalangan akademik tentang pengaruh bungkil inti sawit yang
pencernaan itik Mojosari Alabio. Hasil penelitian nantinya dapat digunakan
sebagai rujukan dalam pengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam
ransum, serta dapat digunakan sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Peternakan
TINJAUAN PUSTAKA
Bungkil Inti Sawit
Kelapa sawit (Elaeis gueneensis, Jack) dalam susunan taksonominya
tergolong ke dalam phillum Angiospermae, sub phillum Monocotyledonae,
division Corolliferae, ordo Palmales, tribe Cocoineae, genus Elaeis dan spesies
gueneensis (Hartadi dkk., 1990 ; Surbakti, 1982). Kelapa sawit bukan tanaman
asli Indonesia, namun kenyataannya mampu hadir dan berkiprah di Indonesia dan
berkembang dengan baik dan produk olahannya minyak sawit dapat menjadi salah
satu komoditi perkebunan yang handal (Satyawibawa dan Widyastuti, 2000).
Hasil pengolahan kelapa sawit adalah minyak sawit (Palm Oil) dan
minyak inti sawit (Palm Kernel Oil). Hasil pengolahan ini mempunyai banyak
kegunaan, baik sebagai bahan pangan atau non pangan seperti sabun. Di samping
hasil utama perdapat tiga jenis hasil ikutan industri pengolahan kelapa sawit yang
dapat dimaanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu : bungil inti sawit (PKC), lumpur
minyak sawit (POS), dan serat buah sawit (PPF) (Agustin, 1991).
Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstrasi inti sawit. Bahan
ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik (Devendra,
1977). Zat makanan yang terkandung dalam bungkil inti sawit cukup bervariasi,
tetapi kandungan yang terbesar adalah protein berkisar antara 18-19%
Tabel 1. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit
Zat Nutrisi Kandungan (%) Bahan kering (%) 92,6 Protein kasar (%) 15,4 Lemak kasar 2,4 Serat kasar (%) 16,9 TDN (%) 72 ME (Cal/gr) 2810
Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)
PKC (Palm Kernel Oil) yang didapat merupakan limbah setelah setelah
beberapa kali proses ekstrasi minyak dari inti buah kelapa sawit. PKC masih
punya gizi PK 17,2%; SK 17,1%; NDF 74,3%; ADF 52,9%; LK 1,5%; Copper
20-25 ppm; Energi 11,1J/Kg (Ariff Umar et al., 1998 diditasi I Rahayu, 2002).
Kandungan protein BIS lebih rendah dari bungkil lainnya.Namun
demikian masih layak dijadikan sebagai sumber protein.Kandungan asam amino
essensial cukup lengkap dan imbangan Ca dan P cukup baik (Lubis, 1992).Dari
hasil analisa proksimat dapat dilihat dari nilai nutrisi BIS.
Kandungan SK PKC yang tinggi yaitu 15,7% Yeong et al, 1981 disitasi
Rahayu, 2002) adalah merupakan kendala apabila akan diberikan pada unggas
secara langsung. Usaha memanipulasi PKC sebagai pakan broiler sudah dilakukan
(Osei dan Amo, 1987; Chong et al, 1998 disitasi Rahayu, 2002) dan sebagai pakan
petelur (Onwiduke, 1988; Wihandoyono et al, 2001 disitasi Rahayu, 2002) tetapi
Tabel 2. Kompisi Zat Nutrisi BIS Sumber : a. Aritonang (1986).
b. Lab. Nutrisi Jurusan Peternakan FP USU (2000). c. Lab. Ilmu Makanan Ternak IPB Bogor (2000).
d. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000). e. Sumber Tim Penulis PS (1998) disitasi Waruwu (2002).
Enzim Hemicell
Hemicell adalah enzim berbasis proprietari dan unik pakan aditif untuk
digunakan dalam makanan unggasayam untuk meningkatkan
keseragaman kawanan ternak dan dapat mengurangi stres, kekebalan pada
hewan, membantu pencernaan . Beberapa bahan pakan, termasuk bungkil kedelai,
mengandung -Mannan, sebuah serat anti-nutrisi yang menghambat kinerja ayam
pedaging hidup.Hemicell® mendegradasi dan menghilangkan -Mannan.
-mannan merupakan polisakarida dengan beberapa mannosa yang membentuk
ikatan rantai. Matriks nilai dari Hemicell® yang telah dikembangkan dapat
digunakan dalam merumuskan ransum broiler. Hemicell ® adalah produk
non-transgenik (Chemgen Corporation, 2000).
Penambahan Hemicell ®ke dalam ransum yang sudah ada tanpa modifikasi
individu dibandingkan populasi ternak yang memperoleh perlakuan tanpa adanya
penambahan Hemicell ® didalam ransumrantai (Chemgen Corporation, 2000).
Enzim hemicell berasal dari hasil fermentasi dari Bacillus lentus.Hemicell
ini mengandung -mannase tinggi yang dapat menurunkan -mannan, serat dalam
makanan yang diberikan, -mannan dan turunannya yaitu -galaktomannan
merupakan faktor anti nutrisi bagi hewan monogastrik.Pemberian 2-4% dalam
makanan dapat menyebabkan pertumbuhan lambat dan mengurangi efesiensi
pemberian ransum untuk broiler (Tabel 3 dan 4).Konsekuensinya -mannan
memperlambat pertumbuhan dan mengurangi efesiensi pemberian ransum
(Chemgen, 1999).Pengaruh negatif dari -mannan dan perbandingan hasil
penggunaan -mannan dengan -mannase pada broiler, hal ini dapat dilihat pada
Tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Efek negatif -mannan ( -galaktomannan)
Umur (hari) PBB FCR
Kontrol 15 0.243 1.752
Kontrol + 4 essens -galaktomannan 15 0.158 2.272
Perbedaan - 0.085 0.520
Sumber : Andersoon et al., (1964) Poultry Science 43; 1091-1097
Tabel 4. Pebandingan hasil penggunaan -galaktomannan dan -mannase
Umur (hari) PBB FCR
Kontrol 14 0.168 1.480
Kontrol + 2% -galaktomannan 14 0.186 1.960.
Kontrol + 2% -galaktomannan dan -mannase 14 0.172 1.550
Mekanisme Kerja Enzim Hemicell
Enzim bereaksi dalam pembentukan suatu senyawa kompleks antara
enzim dengan substratnya sehingga memungkinkan enzim dapat bekerja pada
substrat tersebut. Senyawa kompleks ini kemudian dipecah untuk menghasilkan
suatu senyawa lain dan enzim yang tidak berubah.
E + S ES E + P
Dimana E adalah enzim dan S adalah subtrat, ES adalah kompleks enzim dan
subtrat dan P adalah hasil baru yang dihasilkan oleh aksi enzim.
Peranan enzim dalam saluran pencernaan ditujukan terhadap pencernaan
pati, lemak dan protein (Wahyu, 1992).Kadang kala enzim ditambahkan ke dalam
ransum dengan maksud mempercepat pencernaan ransum tersebut atau
mempertinggi penggunaannya (Anggorodi, 1994).
Banyak polisakarida termasuk galaktan, mannan, silan, araban dan asam
uronat didapatkan di dalam fraksi hemicellulosa dari tanam-tanaman.Istilah
hemicellulosa menunjukkan komponen-komponen tanaman yang tidak larut
dalam air yang mendidih, larut di dalam alkali yang diencerkan dan didegradasi
oleh asam yang deiencerkan.Penelitian menunjukkan bahwa ayam dapat
menggunakan hemicellulosa sebagai sumber energi tapi dalam keadaan
terbatas.Beberapa hidrolisa dapat terjadi di dalam proventriculus dan gizzard
dalam lingkungan asam atau di dalam perut sederhana dari hewan, juga
pencernaan melalu mikroba di dalam usus dapat melepaskan sejumlah energi
Itik Mojosari Alabio (MA)
Berdasarkan klasifikasi ilmiahnya itik dapat diklasifikasikan sebagai
berikut: kingdom, animalia, Filum, chordate, kelas: Aves, Ordo: Anseri Formes,
family Anatide: Sub Familly Denggrocygininae, Oksiurinae, anatidae, aytinae,
marginae. Sementara berdasarkan tipenya, pengklasifikasian itik dapat dibagi
menjadi 3 kelompok yaitu itik petelur seperti Indian runer, khaki campebel, Tegal,
Bali, Alabio, Mojosari; itik pedaging seperti peking, rouen, Aylesbury,
Muscoopy, Cayuga; serta itik ornamental (itik hias) seperti east Indian, call (grey
cal), mandarin, Blue swedies, crested dan wood.
Itik alabio merupakan hasil persilangan itik asli Kalimantan dengan itik
peking. Nama alabio sendiri diberikan oleh drh.Saleh Puspo, seorang ilmuan yang
melakukan pendalaman terhadap itik ini pada tahun 1952, sedangkan nama alabio
diambil dari nama sebuah kota kecamatan di kabupaten hulu sungai Utara yang
terkenal sebagai tempat pemasaran itik. Ciri- ciri dari itik alabio antara lain
sebagai berikut:
Tubuh berukuran lebih besar dari pada itik petelur lain
Sikap berdirinya tidak terlalu tegak, yakni membuat sudut ±60º dengan dasar
tanah
Bobot badan itik betina dewasa 1,6-1,8 kg dan itik jantan dewasa 1,8- 2,0 kg
Warna bulu pada betina kuning keabu- abuan dengan bulu sayap, ekor, dada,
leher, dan kepala sedikit kehitaman. Sedangkan untuk itik jantan warna bulu
cenderung lebih gelap dan pada sayap terdapat beberapa helai bulu suri
berwarna hijau kebiru- biruan.
Paruh dan kaki berwarna kuning, baik pada jantan maupun betina
Produksi telur rata- rata 249 butir per tahun
( Supriyadi, 2009).
Itik mojosari banyak ditemukan di Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari,
Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.Sedangkan, penyebarannya mencakup daerah
Jawa Timur dan Jawa Barat.Itik Mojosari mempunyai ciri- ciri spesifik sebagai
berikut.
Bulu pada betinanya berwarna coklat tua kemerahan dengan beberapa
variasi yang tampak diseluruh permukaan tubuh, sedangkan pada jantan bulu
pada bagian kepala, leher, dan dada berwarna coklat gelap mendekati hitam,
bagian perut agak keputih- putihan, serta pada bagian punggung coklat tua.
Bulu dibagian ekornya melengkung keatas dan pada bagian sayap terdapat bulu
suri yang berwarna hitam mengkilap.
Paruh dan kaki itik mojosari betina berwarna hitam, sedangkan pada itik
jantan paruh dan kaki tampak lebih hitam dari betina.
Selain itu, ada juga itik mojosari (betina dan jantan) yang berwarna putih
polos dengan warna paruh dan kaki kuning. Itik seperti ini sering disebut itik
mojosari putih. Namun, populasinya sudah sangat jarang.
Bobot telur itik mojosari coklat rata- rata 69 g dan itik mojosari putih 65,2 g.
Produksi telur itik mojosari coklat 238 butir per tahun dan itik mojosari putih
219 butir per tahun ( Supriyadi, 2009).
Berat Patokan Itik ( Standard Weight): Jantan dewasa: 9 lbs (4,086 Kg),
Betina dewasa: 8 lbs (3,632 Kg), Jantan muda: 8 lbs (3,632 Kg), Betina muda: 7
Itik raja merupakan itik hasil persilangan antara itik Mojosari dan Itik
alabio. Dinamakan itik Raja karena itik ini mempunyai keunggulan pertumbuhan
yang lebih cepat dari pada itik lainnya, dagingnya lebih tebal, dan aromanya tidak
terlalu amis. Keunggulan lain dari itik raja ialah tahan terhadap penyakit dan lebih
tahan stress, baik akibat perubahan cuaca maupun adanya suara-suara yang bising.
Dengan keunggulannya tersebut, itik raja layak dijadikan bibit pilihan bagi
peternak yang akan berbisnis dalam itik pedaging dan/potong.
Kebutuhan kandungan nutrisi yang terkandung dalam pakan itik pedaging
dan petelur berbeda.Itik raja yang merupakan itik pedaging membutuhkan
kandungan nutrisi yang tepat yang harus tersedia dalam pakan.Pada Tabel 5
merupakan kebutuhan itik pedaging.
Tabel 5. Kebutuhan gizi itik pedaging
Zat Makanan Starter & Rasio EP Finisher Rasio EP
Konsumsi Pakan
Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsure nutrisi
yang ada dalam pakan tersebut. Secara bilogis itik mengkonsumsi makanan untuk
proses hidupnya. Kebutuhan energi untuk fungsi-fungsi tubuh dan memperlancar
reaksi-reaksi asam amino dari tubuh.Hal ini menunjukkan bahwa ternak itik
dalam mengkonsumsi makanannya digunakan untuk kebutuhan ternak tersebut
(Wahyu, 1985).
Konsumsi ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : umur,
palatabilitas ransum, aktivitas ternak, energy ransum dan tingkat protein. Juga
ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari ransum yang diberikan serta
penggolongannya.Ransum yang diberikan pada ternak harus sesuai dengan umur
dan berdasarkan kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefesiensikan
jumlah ransum pada ternak juga untuk mengetahui sejauh mana pertambahan
berat badan yang dicapai (Anggorodi, 1979).
Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum adalah palatabilitas
ransum yang meliputi bau, rasa, dan tekstur. Lebih lanjut Tilman dkk., (1986)
menjelaskan bahwa semakin palatebel suatu bahan pakan maka semakin banyak
jumlah ransum yang dikonsumsi.
Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila
pakan diberikan ad libitum.Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh terhadap
konsumsi pakan.Ternak yang sedikit, walaupun gejala penyakitnya belum jelas,
nafsu makannya turun dan cenderung malas berjalan ke tempat pakan maupun
minum. Pada keadaan suhu lingkungan yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan,
daging lambat membesar dan daya tahan tubuh pun menurun
(Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).
Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah makanan yang
tidak sengaja dikonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan
secara ad bilitum. Konsumsi adalah faktor essensial yang merupakan dasar untuk
hidup dan menyesuaikan dengan kondisi tubuh serta stress yang diakibatkan oleh
lingkungan, makanan yaitu sifat dan komposisi kimia makanan yang dapat
mempengaruhi konsumsi (Parakkasi,1995). Menurut Cahyono (1998), konsumsi
juga dipengaruhi oleh palatabilitas pakan tersebut.
Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel
meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan konsumsi kimia serta
kualitas pakan.Salah satu yang menjadi penentu tingkat konsumsi adalah
keseimbangan zat makanan dan palatabilitas. Tingkat perbedaan konsumsi juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur,
tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatibiltas). Menurut Departemen
Pertanian (2002), yang dapat membuat daya tarik dan merangsang ternak untuk
mengkonsumsi pakan adalah palatabilitas. Makanan yang berkualitas baik tingkat
konsumsinya lebih baik dibandingkan dengan makanan berkualitas rendah,
sehingga kualitas pakan yang relatif sama maka tingkat konsumsinya juga relatif
sama (Parakkasi, 1995).
Semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan makanan
makan semakin tebal dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna dari
Pertambahan Bobot Badan
Tillman et al,.(1986) mengemukakan bahwa pertumbuhan umumnya
dinyatakan dengan pengukuran kenaikan badan yang dengan mudah dilakukan
dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan dengan pertumbuhan
badan tiap hari, tiap minggu, atau tiap waktu lainnya.
Pertumbuhan adalah suatu proses yang sangat komplek meliputi
pertambahan bobot badan dan pertambahan seluruh jaringan tubuh secara serentak
dan merata. Lebih lanjut Anggorodi (1985) menjelaskan bahwa pertumbuhan
merupakan manisfestasi perubahan-perubahan dalam unit pertumbuhan terkecil
yakni sel yang mengalami hiperplasi atau pertambahan jumlah sel hipertropi atau
pembesaran ukuran sel.
Pertumbuhan murni menurut Anggorodi (1979) adalah pertambahan dalam
bentuk dan bobot jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak
dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali lemak).Kemampuan ternak mengubah
zat-zat nutrisi ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan.Pertambahan bobot
badan merupakan salah satu criteria yang digunakan untuk mengukur
pertumbuhan.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah tingkat serat kasar
dalam ransum. Lubis (1980) menjelaskan bahwa tingkat serat kasar yang tinggi
dalam ransum akan menurunkan konsumsi ransum yang pada gilirannya
pertumbuhan juga akan menjadi lambat. Sebaliknya apabila kandungan serat kasar
dalam ransum terlalu rendah mengakibatkan laju ransum dalam pencernaan
Maynard dan Loosli (1979) menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan
peningkatan dalam struktur jaringan seperti otot, tulang dan organ, serta deposit
lemak jaringan adipose.Menurut Preston dan Leng (1987), pertumbuhan jaringan
banyak berhubungan dengan sintesis lemak dan protein.Bahan (substrat) yang
dibutuhkan adalah asam-asam amino untuk deposit protein, asam asetat, butirat,
dan asam-asam lemak rantai panjang untuk sintesi lemak.
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat
digunkan untuk mengevaluasi kualitas bahan makanan ternak, karena
pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi
pemanfaatan zat-zat makanan dari ransum yang diberikan. Dari data pertambahan
bobot badan akan diketahui nilai suatu bahan pakan bagi ternak
(Church dan Poond, 1980).
Pertumbuhan umunya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot
badan melalui penimbangan berulang-ulang, yaitu setiap hari, setiap minggu atau
setiap waktu lainnya (Tillman et al., 1989).
Konversi Ransum
Konversi ransum (feed converse ratio) adalah perbandingan jumlah
konsumsi ransum pada satu minggu dengan pertambahan bobot badan yang
dicapai pada minggu itu, bila rasio kecil berarti pertambahan bobot badan itik
memuaskan atau itik makan dengan efesien. Hal ini dioengaruhi oleh besar badan
dan bangsa itik, tahap produksi, kadar energy dalam ransum, dan temperatur
lingkungan (Rasyaf, 2000).
Konversi ransum adalah ransum yang habis dikonsumsi itik dalam jangka
tertentu) semakin baik mutu ransum semakin kecil konversinya (Rasyaf, 1995).
Menurut Tillman et al., (1991), semakin banyak ransum yang dikonsumsi untuk
menghasilkan satu satuan produksi maka makin buruk lah konversi ransum. Baik
buruknya konversi ransum ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya ransum,
temperatur, lingkungan dan tujuan pemeliharaan serta genetik.
Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada
waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau
produksi yang dihasilkan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah
indikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisensi penggunaan pakan,
semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik (Anggorodi, 1979).
Konversi pakan diukur dari jumlah bahan kering yang dikonsumsi dibagi
dengan pertambahan bobot badan persatuan waktunya.Konversi pakan khusunya
pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan bobot
badan dan nilai kecernaan. Dengan memberikan kualitas pakan yang baik ternak
akan tumbuh lebih cepat dan lebih baik konversi pakannya
(Martawidjaya, et al., 1999).
Angka konversi ransum menunjukkan tingkat penggunaan ransum dimana
jika angka konversi semakin kecil maka penggunaan ransum semakin efisien dan
sebaliknya jika angka konversi besar maka penggunaan ransum tidak efisien
(Campbell, 1984).
Konversi ransum dilihat dari konsumsi ransum ternak dan hubungannya
terhadap pertambahan bobot badan.Tabel 6 menunjukkan laju pertumbuhan dan
konsumsi itik.
Umur ♂ Berat ♀ ♂ Konsumsi ♀ ♂ Konsumsi ♀ (minggu) badan (Kg) seminggu (Kg) kumulatif (Kg)
1 0.27 0,27 0,22 0,22 0,22 0,22
2 0,78 0,74 0,77 0,73 0,99 0,95
3 1,38 1,28 1,12 1,11 2,11 2,05
4 1,96 1,82 1,28 1,28 3,40 3,33
5 2,49 2,30 1,48 1,43 4,87 4,76
6 2,96 2,73 1,63 1,59 6,50 6,35
7 3,34 3,06 1,68 1,63 8,18 7,98
8 3,61 3,29 1,68 1,63 9,86 9,61 Sumber : NRC (1984)
Bobot potong
Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara penimbangan bobot
itik setelah dipuasakan selam 12 jam. Bobot potong perlu diperhatikan karena
berpengaruh terhadap bobot karkas, oleh karena itu diperhatikan kualitas dan
kuantitas karkas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga didapat pertumbuhan
yang baik.
Tujuan utama pemberian ransum adalah untuk menghasilkan pertumbuhan
yang paling cepat sedapat mungkin dengan jumlah pakan yang paling sedikit,
serta hasil akhir yang memuaskan dalam jangka waktu ekonomis yang pendek
(Blakely and Bade, 1998).
Karkas Itik
Karkas merupakan daging bersama tulang dari hasil pemotongan setelah
dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, isi
Klasifikasi kualitas karkas unggas didasarkan atas tingkat keempukan
dagingnya.Unggas yang dagingnya empuk, yaitu unggas yang daging karkasnya
lunak, lentur, kulitnya bertekstur halus dan kartilago sternalnya fleksibel. Unggas
dengan keempukan daging sedang diidentifikasikan dengan umur yang relatif
lebih tua, kulit yang kasar dan kartilago sternalnya kurang fleksibel (Swatland,
1984 disitasi Soeparno, 1994).Untuk mendapatkan bobot karkas yang tinggi
dapat dilakukan dengan memberikan ransum dengan imbangan yang baik antara
protein, vitamin, mineral dan dengan pemberian ransum yang berenergi tinggi
(Scott et al.,1982).
Menurut Siregar (1980) bahwa karkas yang baik berbentuk padat dan tidak
kurus, tidak terdapat kerusakan kulit ataupun dagingnya.Sedangkan karkas yang
kurang baik mempunyai daging yang kurang padat pada bagian dada sehingga
kelihatan panjang dan kurus.Pada dasarnya mutu dan persentase bobot karkas
dipengaruhi oleh galur, jenis kelamin, umur, bobot dan kualitas makanan yang
dibentuk.Hal ini juga didukung oleh Berg dan Butterfield (1972) yang
menyatakan bahwa karkas yang baik ditandai dengan jumlah daging yang
maksimum, sedangkan tulangnya minimum dan jumlah lemak yang optimum.
Persentase Karkas
Karkas merupakan bagian tubuh yang penting dalam produksi daging.
Karkas ayam pedaging adalah bagian tubuh setelah ayam dipotong dan
dikeluarkan isi rongga perut tanpa kaki dan kepala, namun dapat pula ditambah
dengan giblet (hati, jantung dan limpa) dan leher (Snyder dan Orr, 1964).Bobot
adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup dikalikan 100 %
(Siregar, 1994).
Persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi
ternak, karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin
bertambah bobot hidupnya maka produksi karkasnya semakin meningkat
(Murtidjo, 1987). Hal ini ditegaskan lagi oleh Ahmat dan Heman (1992) disitasi
Presdi (2001) menyatakan bahwa ayam yang bobot tubuhnya tinggi akan
menghasilkan persentase karkas yang tinggi, sebaliknya ayam yang bobot
hidupnya rendah akan menghasilkan persentase karkas yang rendah.
Lemak Abdominal
Lemak abodominal merupakan lemak yang terdapat disekitar rongga perut
atau juga disekitar ovarium.Lemak sebagai sumber energi sangat efesien dalam
jumlah atau 2.5 kali lebih tinggi dari kandungan karbohidrat.Namun pemakaian
lemak untuk konsumsi unggas hanya dibolehkan sekitar 5 % dari jumlah total
ransum. Hal ini disebabkan kandungan lemak yang tinggi akan menghambat
ovulasi (Triyantini, 1997).
Menurut Haris (1997) yang menyatakan bahwa perlemakan tubuh
diakibatkan dari konsumsi energi yang berlebih yang akan disimpan dalam
jaringan tubuh yaitu pada bagian intramuscular, subkutan dan abdominal.
Ditambahkan lagi oleh Tilman et al. (1986) yang menyatakan bahwa kelebihan
energi pada ayam akan menghasilkan karkas yang mengandung lemak lebih tinggi
dan rendahnya konsumsi menyebabkan lemak dan karbohidrat yang disimpan
Soeparno (1994) menyatakan lemak karkas yang tinggi sebagai kaibat dari
perlakuan pakan berenergi tinggi yang menyebabkan sintesis lemak dan
karbohidrat lebih besar dibanding dengan perlakuan pakan berenergi rendah
sehingga terjadi kenaikan persentase lemak intra muskuler dan menurunkan kadar
air. Sementara itu Ketaren, et al. (1999) menyatakan bahwa pemberian produk
terfermentasi pada ayam pedaging meskipun tidak menyebabkan perubahan yang
berarti terhadap persentase karkas, tetapi dapat menurunkan kadar lemak
abdominalnya.
Komot (1989) menyatakan bahwa diantara faktor - faktor yang
mempengaruhi lemak tubuh, maka faktor ransum adalah yang paling berpengaruh.
Perlemakan tubuh diakibatkan dari konsumsi energi pakan yang berlebih yang
akan disimpan dalam jaringan tubuh yaitu bagian dari intramuskuler, subkutan
dan abdominal (Haris, 1997).
Saluran Pencernaan
Mc Donald et al. (1988) menyatakan pencernaan merupakan proses
penguraian bahan pakan menjadi senyawa lebih sederhana untuk diabsorbsi dan
dipakai oleh jaringan tubuh. Proses pencernaan bahan pakan pada hewan
berlangsung mekanis, enzimatis dan mikrobia. Proses pencernaan mekanis pada
unggas berlangsung karena kontraksi otot – otot sepanjang saluran cerna, proses
pencernaan kimiawi melibatkan enzim yang disekresikan sepanjang saluran cerna
dan pencernaan mikroba berlangsung karena aktivitas mikrobia terutama pada
usus besar. Unggas mempunyai saluran cerna yang sangat pendek, sehingga
Menurut Nickel et al. (1987) sistem pencernaan unggas terbagi dua bagian
yaitu saluran cerna utama yang terdiri dari mulut, esopagus, lambung, usus kecil,
usus besar dan kloaka dan kelenjar pelengkap (asesoris) yaitu hati dan pankreas.
Lebih lanjut dinyatakan esopagus pada unggas berbeda dengan ternak lainnya
karena bagian distal mengalami pelebaran membentuk kantong yang dikenal
dengan tembolok.Lambung unggas dibedakan menjadi lambung kelenjar dan
lambung otot atau anela. Usus kecil unggas dibedakan menjadi 3 bagian yaitu
duadenum, jejenum dan ileum, sedang usus besar unggas dibedakan atas sekum
sebanyak 2 buah dan kolon pendek, kloaka yang bersifat multifungsi.
Makanan yang berasal dari lambung masuk ke dalam gizard yang tidak
terdapat pada hewan non ruminansia lain. Gizard mempunyai otot – otot kuat
yang dapat berkontraksi secara teratur untuk menghaluskan makanan sampai
menjadi bentuk pasta ke dalam usus halus. Biasanya gizard mengandung grit (batu
kecil dan pasir) yang akan membantu melumatkan biji – biji (Tillman dkk., 1991).
Usus besar unggas sangat pendek jika dibandingkan hewan non ruminansia lain,
terutama dibandingkan babi. Bila kenyataan ini dihubungkan dengan jalannya
makanan di kolon dan sekum, diketahui bahwa ada aktifitas jasad renik dan usus
besar unggas tetapi sangat rendah jika dibandingkan hewan non ruminansia lain.
Kenyataan sangat diragukan apakah selulase mengalami hidrolisa dalam usus
besar ini, namum ada petunjuk bahwa hemiselulase mengalami sedikit hidrolisa.
Diragukan pula apakah vitamin B yang terbentuk dapat diabsorbsi dalam usus
besar, sehingga sintesa vitamin B menjadi tidak penting lagi bagi pemenuhan
kebutuhan hewan kecuali bila unggas makan fesesnya sendiri yang kaya akan
Pakan yang dimakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perkembangan dam anatomi saluran pencernaan dan organ dalam unggas.Adanya
serat kasar dalam ransum dilaporkan dapat meninkatkan bobot rempela (Ulupi,
1990).Hasil penelitian Syamsuhaidi (1997) pada ayam pedaging menunjukkan
bahwa pemberian Duckweed hingga taraf 40% dapat meningkatkan panjang usus
halus dan seka.Saluran pencernaan merupakan organ yang paling penting untuk
mengubah pakan menjadi daging dan telur yang bernilai gizi tinggi.Oleh karena
itu, pengaruh penggunaaan BIS yang di beri imbuhan pakan terhadap saluran
pencernaan itik perlu diteliti.
Peningkatan persentase bobot saluran pencernaan dan organ dalam
merupakan salah satu bentuk adaptasi itik terhadap ransum yang diberikan.
Menutur Sturkie (1976), unggas yang diberi ransum berserat kasar tinggi
cenderung mempunyai saluran pencernaan yang lebih besar dibanding dengan
unggas pemakan biji-bijian atau karnivora. Ulupi (1990) melaporkan bahwa itik
yang diberi ransum dengan kadar serat kasar 13 dan 17 % mempunyai bobot
rempela yang nyata lebih berat dibandingkan itik yang diberikan ransum dengan
kadar serat kasar 5 dan 9 %. Peningkatan bobot rempela diduga disebabkan
bekerja lebih berat untuk mencerna pakan yang mengandung serat kasar yang
tinggi.Panjang saluran pencernaan diperoleh dari pengukuran panjang
masin-masing saluran pencernaan dalam satuan centimeter (cm) ( Sumiati dan Sumirat,
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Jln. Prof.
Dr. A. Sofyan No 3, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Juli 2011 sampai
dengan bulan Agustus 2011.
Bahan dan Alat Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah itik Raja
umur 1 hari (DOD, Day Old Duck) sebanyak 100 ekor dengan kisaran bobot
badan 36.8 ± 0.5 g. Bahan penyusun ransum terdiri dari bungkil inti sawit,
hemicell, jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan,
minyak nabati, Top Mix. Air minum untuk memenuhi kebutuhan air dalam
tubuh.Air gula untuk mengurangi stress dari kelelahan transportasi.Rodalon
sebagai desinfektan kandang, peralatan tempat pakan dan minum.Formalin 40%
dan KMnO4 (Kalium permanganate) untuk fumigasi kandang. Vitamin dan
suplemen tambahan seperti Vitachick
Alat
Alat yang dibuthkan selama penelitian yaitu kandang sebanyak 20 plot,
berukuran 1 m x 1 m, setiap plot berisi masing-masing 5 ekor DOD, tempat pakan
ketelitian 0,01 gr, alat penerangan dan pemanas berupa lampu pijar 40 watt
sebanyak 60 buah, alat tulis, buku data dan kalkulator, pisau bedah, meteran,
kompor, dandang, terpal plastik, ember, timba.
Pelaksanaan Penelitian
- Persiapan kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang sistem litter, terdiri dari 20 plot dan
setiap unit diisi 5 ekor DOD. Sebelum DOD dimasukkan, kandang dan
peralatan terlebih dahulu di desinfektan dengan Rodalon.
- Random Itik
Sebelum DOD dimasukkan kedalam kandang, dilakukan pemilihan secara acak
yang bertujuan memperbesar nilai keragaman dan dilakukan penimbangan
bobot badan awal dari masing-masing DOD dan ditempatkan sebanyak 5 ekor
per plot
- Pemeliharaan
Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum, penerangan diatur
sedemikian rupa sesuai dengan kondisi yang nyaman untuk ayam.
- Penyusunan Ransum
Ransum disusun sesuai dengan perlakuan yang akan diteliti. Penyusunan
ransum dilakukan satu kali seminggu dengan tujuan untuk menjaga kualitas
Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri atas 5 ekor.
Dengan perlakuan pemberian ransum, yaitu :
R0 = ransum tanpa penggunaan BIS dan hemicell
R1 = ransum dengan penggunan 5 % BIS yang diberi hemicell 2cc/Kg
R2 = ransum dengan penggunaan 10 % BIS yang diberi hemicell 2cc/Kg
R3 = ransum dengan penggunaan 15 % BIS yang diberi hemicell 2cc/Kg
R4 = ransum dengan penggunaan 20 % BIS yang diberi hemicell 2cc/Kg
Ulangan yang didapat berasal dari rumus :
t(n-1) ≥15
5(n-1 ) ≥15
5n-5 ≥15
5n ≥20
n ≈ 4
Dengan susunan sebagai berikut :
R0
1R1
3R2
4R3
4R4
4R1
2R0
2R3
3R2
1R4
2R4
3R3
2R1
4R0
3R2
2R3
1R2
3R0
4R4
1R1
1Yij = µ + γi + εij
Dimana :
i = 1, 2, 3, . . . .i = perlakuan
j = 1, 2, 3, . . . .i = ulangan
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke j
µ = nilai tengah umum
i = pengaruh perlakuan ke-i
εij = efek galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
(Hanafiah, 2000).
Parameter Penelitian
1. Bobot Potong (g)
Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara penimbangan bobot
itik setelah dipuasakan selama 12 jam.
2. Bobot karkas (g)
Diperoleh dari hasil penimbangan karkas yaitu hasil penimbangan dari
daging bersama tulang itik hasil pemotongan yang telah dipisahkan dari
kepala sampai batas pangkal leher dan dari kaki sampai batas lutut, isi
rongga perut, darah dan bulu.
3. Persentase karkas
Diperoleh dari bobot karkas dibandingkan dengan bobot potong dikalikan
dengan 100%.
4. Lemak abdominal
Diperoleh dari hasil penimbangan lemak yang terdapat disekitar rongga
5. Panjang saluran pencernaan
Panjang saluran pencernaandiperoleh dari pengukuran panjang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot potong
Bobot potong di peroleh dengan cara penimbangan bobot akhir itik setelah
di puasakan selama 12 jam dan perlu diperhatikan karena bobot potong
berpengaruh terhadap kualitas karkas. Hasil penelitian yang telah dilakukan
didapat data bobot potong seperti pada Tabel 7 .
Tabel 7. Rataan Bobot potong itikumur 7 minggu (g/ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd
1 2 3 4
R0 1245,00 1273,00 1297,33 1245,00 5060,33 1265,08+25,23 R1 1263,67 1252,00 1317,67 1275,67 5109,00 1277,25+28,62 R2 1298,00 1276,67 1250,00 1226,00 5050,67 1262,67+31,35 R3 1325,33 1237,33 1230,67 1204,67 4998,00 1249,50+52,48 R4 1284,00 1153,67 1104,33 1199,00 4741,00 1185,25+76,34
Tabel 7 menunjukkan bahwa rataan bobot potong tertinggi diperoleh dari hasil
penelitianpada perlakuan R1 yaitu sebesar1277,25 g dan terendah pada perlakuan
R4 sebesar 1185,25 g .
Untuk mengetahui pengaruh bungkil inti sawit yang diberi hemicell dalam
ransum terhadap bobot potong, maka dilakukan analisis keragaman yang dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8.Analisi keragaman bobot potong itik raja umur 7 minggu
Keterangan tn =tidak nyata
SK Db JK KT F hitung F.Tabel
0,05 0,01 Perlakuan 4 21209,26 5302,31 2,41 tn 3,29 4,89
Galat 15 33065,92 2204,39
Berdasarkan analisis keragaman diketahui bahwa pemberian bungkil inti
sawit yang diberi hemicell dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap bobot potong.Walaupun rataan bobot potong itik raja yang diperoleh
antar perlakuan terdapat perbedaan.Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap
bobot potong itik raja antar perlakuan dipengaruhi oleh kandungan nutrisi ransum
yang hampir sama pada tiap perlakuan. Hal ini juga disebabkan Karena bobot
potong sangat erat kaitanya dengan pertambahan bobot badan sesuai dengan
pernyataan Soeparno (1994) yang menyatakan bahwa pertambahan bobot badan
sangat mempengaruhi bobot potong dan pernyataan Nataadmidjaya, dkk (1995),
bahwa pertambahan bobot badan juga dapat dipengaruhi oleh bahan pakan
penyusun ransum.
Pengaruhyang berbeda tidak nyata pada bobot potong antar perlakuan juga
dipengaruhi oleh penggunaan tipe ternak yangsama pada perlakuan dan gizi
yangterkandung pada tiap-tiap perlakuan hampir sama. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Suharno dan Nazaruddin (1994) bahwa pertambahan bobot
badan dipengaruhi oleh tipe ternak , suhu lingkungan, jenis kelamin dan gizi yang
ada pada ransum.
Bobot karkas
Bobot karkas adalah bobot yang diperoleh dari hasil penimbangan karkas
yaitu hasil penimbangan dari daging bersama tulang itik dari hasil pemotongan
yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher dan dari kaki sampai
batas lutut, isi rongga perut, darah dan bulu yang dihitung dalam gram.Dari hasil
Tabel 9. Rataan bobot karkas itik raja umur 7 minggu (g/ekor)
Tabel di atas menunjukkan bahwa rataan bobot karkas tertinggi yang
diperoleh dari hasil penelitian pada perlakuan R1 sebesar768,17g dan terendah
diperoleh dari perlakuan R4 sebesar699,75 g dengan rataan bobot karkas seluruh
perlakuan yaitu sebesar746,55 g.
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan bugkil inti sawit yang diberi
hemicell dalam ransum terhadap bobot karkas, maka dilakukan analisis
keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10.Analisis keragaman bobot karkas itik raja umur 7 minggu
SK db JK KT F hitung
Keterangan :tn= tidak nyata
Hasil analisis keragaman bobot karkas pada Tabel 10 menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata (P<0,05). Pada tabel rataan bobot karkas dapat dilihat
bahwa pada perlakuan yang lebih tinggi maka bobot karkasnya semakin
menurun.Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat konsumsi ransum, turunnya
konsumsi ransum disebabkan oleh tingginya kandungan lemak, dari bungkil inti
Rendahnya tingkat konsumsi ini berpengaruh juga terhadap pemenuhan
kebutuhan protein itik raja. Karena kandungan protein ransum semakin menurun
pada perlakuan dengan level yang lebih tinggi dimana menurutSoeparno(1994)
bahwa nutrisi merupakan faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi
komposisi karkas, terutama terhadap proporsi lemak,konsumsi energi dan rasio
energi terhadap protein pakan.
Faktor lain yang berpengaruh pada bobot karkas adalah tingkat konsumsi
pada unggas itu sendiri, semakin tinggi tingkat konsumsi maka akan semakin baik
pula bobot karkas yang dihasilkan bila nilai gizi dalam ransum cukup terpenuhi.
Wahyu (1988) menyatakan bahwa tingkat konsumsi ransum banyak ditentukan
oleh palatabilitas ransum, system tempat pakan,pemberian pakan dan kepadatan
kandang. Jenis kelamin ternak juga berpengaruh pada bobot karkas sebab dari
pengamatan selama penelitian itik jantan lebih dominan dalam mengkonsumsi
pakan dibandingkan dengan itik betina, hal ini sesuai dengan pendapat Siregar
(1983)yang menyatakan bobot, mutu dan kualitas karkas juga dipengaruhi oleh
genetic, jenis kelamin dan umur(Siregar,1983).
Persentase karkas
Persentase karkas diperoleh dengan cara membagikan bobot karkas
dengan bobot potong dikali 100%, data rataan persentase karkas itik dapat dilihat
Tabel 11. Rataan persentase karkas itik raja umur 7 minggu (%)
Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd
1 2 3 4
Tabel di atas rataan persentase karkas tertinggi pada perlakuan kontrol yaitu R0
sebesar 61,18 kg dan untuk perlakuan yang biberi BIS yang ditambah hemicel
dalam ransum yaitu persentase karkas tertinggi yaitu pada perlakuan R1
sebesar60,76 kgdan terendah pada perlakuan R4 yaitu sebesar59,4 kg dengan
rataan persentase karkas sebesar60,16 kg.
Untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan bungkil inti sawit yang diberi
hemicell dalam ransum terhadap persentase karkas itik raja umur 7 minggu, maka
dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.
Tabel 12. Analisis keragaman persentase karkas itik raja umur 7 minggu
SK Db JK KT F.Hitung F. Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 4 9,55 2,39 1,09 tn 3,29 4,89
Galat 15 32,81 2,19
Total 19 42,36
Keterangan :tn= tidak nyata
Hasil analisis keragaman pada Tabel 12 menunjukkan bahwa F Hitung
lebih kecil dari F Tabel pada taraf 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemanfaatan bungkil inti sawit yang diberi imbuhan pakan hemicell memberikan
tidak memberi pengaruh yang nyata.Semakin tinggi bobot karkas yang diperoleh
makapersentase karkas yang diperoleh semakin rendah pula. Hal ini sesuai dengan
persentase karkas dipengaruhi galur itik,jenis kelamin , umur, bobot badan, tata
laksana, penyakit dan kualitas maupun kuantitas makanan yang
dikonsumsi.Nataatmijaya (1995) menyatakan bahwa produksi karkas erat
hubunganya dengan bobot badan, sedangkan peretambahan bobot badan
dipengaruhi oleh banyaknya ransum yang dikonsumsi dan kualitas ransum.
Lemak abdominal
Lemak abdominal diperoleh dari hasil penimbangan lemak yang terdapat
disekitar rongga perut dan sekitar kloaka yang dihitung dalam satuan gram.Rataan
lemak abdominal itik raja dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rataan Lemak abdominal itik raja umur 7 minggu
Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd
1 2 3 4
Dari Tabel 11 di atas lemak abdominal tertinggi yang diperoleh pada perlakuan
R1 yaitu sebesar 8,42 g dan terendah pada perlakuan R4 yaitu sebesar 7,08 g.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian bungkil inti sawit yang diberi
hemicell dalam ransum terhadap lemak abdominal itik raja umur 7 minggu, maka
dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Analisis keragaman Lemak abdominal itik raja umur 7 minggu
SK Db JK KT F. Hitung F. Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 4,00 5,48 1,37 0,28 tn 3,29 4,89
Galat 15,00 72,36 4,82 Total 19,00 77,84
Berdasarkan analisis keragaman diketahui pengaruh pemberian bungkil
inti sawit yang diberi hemicell dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap
lemak abdominal.Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap lemak abdominal
itik raja antar perlakuan dipengaruhi aleh kandungan nutrisi ransum yang hampir
sama pada tiap perlakuan dan tingkat konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata
pada tiap perlakuan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeparno
(1994),yang menyatakan bahwa nutrisi merupakan factor terpenting yang
mempengaruhi komposisi karkas terutama terhadap proporsi lemak.hal ini
ditambahkan dengan pernyataan Komot (1984), menyatakan bahwa diantara
faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan lemak tubuh maka faktor ransum
adalah faktor yang paling berpengaruh.Lebih lanjut Haris (1997) menyatakan
perlemakan tubuh diakibatkan dari konsumsi energi pakan yang berlebih yang
akan disimpan didalam jaringan tubuh yaitu pada bagian sub kutan dan
abdominalis. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyu (1997), yang menyatakan
bahwa sebagian besar digunakan untuk mempertahankan hidup pokok meliputi
metabolisme dan aktifitas normal, tetapi kelebihan energi dapat menyebabkan
penimbunan lemak,dan salah satu cara mengurangi perlemakan
adalahmemvariasikan nutrisi ransum terutama energi dan protein.
Panjang saluran pencernan
Panjang saluran pencernaan adalah panjang yang di ukur mulai dari
oesophagus sampai kloaka.Berdasarkan hasil pengamatan, rataan panjang saluran
Tabel 15. Rataan Panjang Saluran Pencernaan itik raja umur 7 minggu (cm)
Perlakuan Ulangan Total Rataan Sd
1 2 3 4
Dari Tabel di atas Panjang saluran pencernaan tertinggi yang diperoleh pada
perlakuan R1 yaitu sebesar182,58 cm dan terendah pada perlakuan R4 yaitu
sebesar 173,17 cm.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian bungkil inti sawit yang diberi
hemicell dalam ransum tarhadap panjangan saluran pencernaan itik raja umur 7
minggu, maka dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Analisis keragaman panjang saluran pencernaan itik raja umur 7 minggu
SK db JK KT F. hitung F. Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 4 224,08 56,02 1,10 tn 3,29 4,89
Galat 15 765,81 51,05
Total 19 989,88
Keterangan :tn= tidak nyata
Hasil analisis panjang saluran pencernaan pada Tabel 14 menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata (P<0,05). Pada tabel rataan panjang saluran
pencernaan dapat dilihat bahwa pada perlakuan yang lebih tinggi maka panjang
saluran pencernaannya semakin menurun. Menurut Nikel et al. (1987) system
pencernaan unggaas terbagi dua bagian yaitu saluran cerna utama yang terdiri dari
mulut, esopagus, lambung, usus kecil, usus besar dan kloaka dan kelenjar
pelengkap (asesoris)yaitu hati dan pancreas.lebih lanjut dinyatakan esopagus pada
membentuk kantong yang dikenal dengan tembolok. Lambung ungas dibedakan
menjadi lambung kelenjar dan lambung otot atau anela.Usus kecil ungags
dibedakan menjadi 3 bagian yaitu duodenum,jejenum dan ileum, sedang usus
besar dibedakan atas sekum sebanyak 2 buah dan kolon pendek, kloaka yang
bersifat multifungsi.
Makanan yang berasal dari lambung masuk kedalam gizard yang tidak
terdapat pada hewan non ruminansia lain.Gizard mempunyai otot-otot kuat yang
dapat berkontraksi secara teratur untuk menghaluskan makanan sampai menjadi
bentuk pasta kedalam usus halus.Biasanya gizard mengandung girt (batu kecil
dan pasir)yang membantu melumatkan biji-biji (Tilman dkk.,1991). Usus besar
ungags sangat pendek jika dibandingkan hewan non ruminansia lain, terutama
dibandingkan dengan babi. Bila kenyataan ini dihubungkan dengan jalannya
makanan di kolon dan sekum, diketahui bahwa ada aktifitas jasad renik dan usus
besar unggas tetapi sangat rendah jika dibandingkan dengan hewan non
ruminansia lain. Kenyataan sangat diragukan apakah selulase mengalami hidrolisa
dalam ususbesar ini, namun ada petunjuk bahwa hemiselulase mengalami sedikit
hidrolisa. Diragukan pula apakah vitamin B yang berbentuk dapat diabsorbsi
dalam usus besar, sehingga sintesa vitamin B menjadi tidak penting lagi bagi
pemenuhan kebutuhan hewan kecuali unggas makan fesesnya sendiri yang kaya
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Hasil penelitian baik bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, lemak
abdominal dan panjang saluran pencernaan dari kelima perlakuan dapat dilihat
pada tabel rekapitulasi berikut :
Tabel 17. Rekapitulasi hasil penelitian
Peubah yang diamati Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4 Bobot Potong (g/ekor) 1265,08tn 1277,25tn 1262,67tn 1249,50 tn 1185,25tn Bobot karkas (g/ekor) 766,83tn 768,17tn 751,75tn 746,25 tn 699,75tn Persentase Karkas (%) 61,18tn 60,76tn 59,57tn 59,88 tn 59,41tn
Keterangan: Notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Berdasarkan tabel rekapitulasi diatas dapat dilihat bahwa bobot potong,
bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal dan panjang saluran
pencernaan itik raja yang paling baik diperoleh dari perlakuan R1 (1277,25g/ekor,
768,17g/ekor, 60,76% ,8,42 g/ekordan 182,58 cm/ekor). Sedangkan bobot potong,
bobot karkas, persentase karkas, lemak abdominal dan panjang saluran
pencernaan itik raja yang paling buruk diperoleh dari perlakuan R4
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunaan BIS yang diberi hemicell 2cc/Kg dapat diberikan sampai
level 20% sebagai bahan penyusun ransum itik Raja umur 7 minggu.
Saran
Disarankan penggunaan bungkil inti sawit yang diberi hemicell 2cc/Kg
sebagai bahan penyusun ransum itik Raja umur 7 minggu baiknya pada level 20%
dan bisa diuji cobakan ke level yang lebih tinggi dan juga menguji level hemicell
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, F. 1991. Penggunaan Lumpur Sawit Kering (Dried Palm Oil Sludge) dan Serat Sawit (Palm Press Fiber) Dalam Ransum Pertumbuhan Sapi Perah. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Anggorodi, R., 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anggorodi, R.1985. Kemajuan Mutakhir Ilmu Makanan Ternak Unggas. CetakanPertama. Penerbit Universitas Indonesia.
Anggorodi, R., 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Aritonang, D. 1986. Perkebunan Kelapa Sawit Sumber Pakan Ternak di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 4.
Berg, R. T and Butterfield, R. M, 1972. New concepts in cattle growth.AGC Sydney, Australia.
Blackely, J. and D. H. Bade, 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. UGM Press, Yogyakarta.
Chemgen Corporation.2000. Hemicell Feed Enzyme. Chemgen corp.,USA.
Haris, A., 1997. Pengaruh Imbangan Protein-Energi Dalam Ransum dan Strain yang Berbeda Terhadap Berat Karkas dan Lemak Abdominal pada AyamPedaging. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan.
Hartadi, H., L.E. Harris., L.C, Kearl., S. Lebdosoekojo., dan A.D, Tillman. 1990. Tabel-Tabel dan Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indonesia. Published by The International. Feed Stuff Institude Utah Agric. Exp. St., Utah State University, Logan, Utah.
Haris, A., 1997. Pengaruh imbangan protein energi dalam ransum dan strain yang berbeda terhadap berat karkas dan lemak abdominal pada ayam broiler. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.