• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rasa Takut Terhadap Perawatan Gigi Dan Status Kesehatan Gigi Anak Pada SD Islam Namira Dan SDN 060919

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Rasa Takut Terhadap Perawatan Gigi Dan Status Kesehatan Gigi Anak Pada SD Islam Namira Dan SDN 060919"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

RASA TAKUT TERHADAP PERAWATAN GIGI DAN

STATUS KESEHATAN GIGI ANAK PADA SD ISLAM

NAMIRA DAN SDN 060919

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

MOUNA IXORA ADEPUTRI NIM : 060600070

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2011 Mouna Ixora Adeputri

Rasa takut terhadap perawatan gigi dan status kesehatan gigi anak pada SD Islam Namira dan SDN 060919.

ix + 35 halaman

Rasa takut terhadap perawatan gigi merupakan hambatan bagi dokter gigi dalam usaha peningkatan kesehatan gigi masyarakat. Hasil penelitian di Puskesmas Denpasar Barat menunjukkan gambaran rasa takut terhadap perawatan gigi pada anak usia sekolah yang berobat ke puskemas. Dari 91 anak yang berobat 5,49% anak menyatakan tidak takut terhadap semua perawatan gigi, kemudian 8,79% anak menyatakan takut terhadap semua tindakan perawatan gigi dan 85,73% menyatakan takut terhadap beberapa tindakan perawatan gigi.

(3)

Hasil penelitian menunjukkan takut untuk berobat ke dokter gigi pada siswa SD Islam Namira 20%, lebih rendah dari SDN 060919 yaitu 52,2%. Rasa takut yang berasal dari dokter gigi, pada SD Islam Namira 90,9% takut melihat dokter yang bersikap tidak ramah dan pada SDN 060919 yaitu 40%. Rasa takut yang berasal dari lingkungan dokter gigi yaitu takut duduk di kursi gigi dan melihat alat pada SD Islam Namira 29,6%, lebih kecil dari SDN 060919 yaitu 64%. Rasa takut yang berasal dari orangtua, pada SD Islam Namira disebabkan oleh karena dipaksa orang tua ke klinik gigi 29,4% sedangkan pada SDN 060919 disebabkan takut melihat anggota keluarga berobat sebanyak 44%.

Pengalaman karies rata-rata SD Islam Namira masih banyak berbentuk decay

yaitu rata-rata 1,21±1,14, missing 0,01±0,11 dan yang sudah ditambal 0,10±0,55. Pada SDN 060919 dijumpaidecayrata-rata lebih tinggi yaitu 2,18±1,52,missing rata-rata 0,03±0,17, dan fillingrata-rata 0,01±0,12. IndeksOral Hygiene Simplified (OHI-S) pada kelas IV, V dan VI SD Islam Namira 1,09 termasuk kategori baik, dan lebih rendah dibandingkan indeks oral higiene SDN 060919 yaitu 2,41 dan termasuk kategori cukup.

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 24 Maret 2011

Pembimbing : Tanda tangan

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 24 Maret 2011

TIM PENGUJI

KETUA : Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes ANGGOTA : 1. Gema Nazri Yanti, drg.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang memberi izin dilaksanakannya penelitian.

2. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian dan telah rela meluangkan waktu untuk membimbing, memberi pengarahan serta memberikan dorongan semangat kepada penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.

3. Prof Sondang Pintauli,drg., Ph.D selaku Ketua Departemen, Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes dan Gema Nazri Yanti, drg. selaku dosen penguji dan seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat FKG-USU atas masukan dan bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

4. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama menjalani pendidikan di FKG-USU.

(7)

Ucapan terima kasih tidak terhingga kepada ayahanda Ade Agusni Badan dan ibunda tercinta Hj. Hidayati Fachruddin atas segala pengorbanan, doa, dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis sampai saat ini. Terima kasih kepada abang Allamanda Bestari Adeputra, dr., adinda Namira Elastica Adeputri dan adinda Anissa Yasmine Adeputri yang selalu memberikan motivasi selama berlangsungnya skripsi ini beserta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan motivasi selama berlangsungnya penyusunan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Reisky Maulana, S.Hut atas segala kesabaran, kasih sayang, dorongan penuh dan motivasi yang tiada henti kepada penulis demi kelancaran penyelesaian skripsi.

Selanjutnya, penulis menyampaikan terima kasih kepada teman-teman terbaik penulis terutama Mourent, Fathir, Desi, Nila, Wirna, Nadia, Ratih, Fauzan, Rozi, Yanci, Hanif, Ditha, Sari, Haqqy, Ibel, Koko, Niken, Kris, Kakak Ririn, Elin atas bantuan dan semangat yang diberikan dan teman-teman seangkatan 2006 lain.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan peningkatan mutu kesehatan gigi masyarakat.

Medan, 24 Maret 2011 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rasa Takut terhadap Perawatan Gigi dan Mulut... 5

2.2 Penyebab Rasa Takut ... 6

2.2.1 Rasa Takut dari Diri Sendiri... 6

2.2.2 Rasa Takut dari Orangtua atau Keluarga ... 8

2.2.3 Rasa Takut dari Tim Dokter Gigi ... 10

2.3 Tipe Rasa Takut ... 10

2.3.1 Rasa Takut Objektif ... 11

2.3.2 Rasa Takut Subjektif ... 11

2.4 Status Kesehatan gigi dan Mulut ... 13

2.4.1 Karies Gigi ... 13

2.4.2 Oral Hygiene ... 15

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... ... 17

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian... 17

3.3 Variabel Penelitian ... 17

(9)

3.5 Cara Pengumpulan Data ... 20

3.6 Pengolahan Data ... 21

3.7 Analisis Data... 21

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian... 22

4.2 Rasa Takut terhadap Perawatan Gigi... 22

4.3 Status Kesehatan Gigi dan Mulut ... 27

BAB 5 PEMBAHASAN ... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 31

6.2 Saran ... 31

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Persentase takut datang ke klinik dokter gigi siswa kelas IV, V dan VI

SD Islam Namira dan SDN 060919 ... 22 2. Persentase pernah datang ke klinik dokter gigi siswa kelas IV, V dan

VI SD Islam Namira dan SDN 060919... 23 3. Perawatan dan rasa takut yang diperoleh di klinik dokter gigi siswa

kelas IV, V dan VI SD Islam Namira dan SDN 060919... 24 4. Persentase rasa takut yang berasal dari dokter gigi pada siswa kelas IV,

V dan VI SD Islam Namira dan SDN 060919 ... 25 5. Persentase rasa takut yang berasal dari lingkungan klinik dokter gigi

pada siswa kelas IV, V dan VI SD Islam Namira dan SDN 060919 ... 26 6. Persentase rasa takut ke dokter gigi yang berasal dari orangtua pada

siswa kelas IV, V dan VI SD Islam Namira dan SDN 060919 ... 27 7. Rata-rata pengalaman karies siswa kelas IV, V dan VI SD Islam

Namira dan SDN 060919... 28 8. Rata-rata OHI-S siswa kelas IV, V dan VI SD Islam Namira dan

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kuesioner rasa takut terhadap perawatan gigi pada anak pada siswa kelas IV, V dan VI SD Islam Namira dan SDN 060919.

2. Kuesioner penelitian status kesehatan gigi anak pada siswa kelas IV, V dan VI SD Islam Namira dan SDN 060919.

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rasa takut terhadap perawatan gigi merupakan hambatan bagi dokter gigi dalam usaha peningkatan kesehatan gigi masyarakat. Pada umumnya rasa takut timbul akibat pengalaman perawatan gigi semasa kanak-kanak, oleh karena itu perlu diperhatikan bahwa pencegahan timbulnya rasa takut harus dimulai pada usia dini.1

Rasa takut merupakan salah satu dari sekian banyak emosi yang sering diperlihatkan anak pada perawatan gigi yang dapat mempengaruhi tingkah laku dan menentukan keberhasilan perawatan gigi.2

Dari beberapa literatur ditemukan bahwa insidens rasa takut terhadap perawatan gigi terjadi kurang lebih 5 % dari populasi dan diantaranya ditemukan 16 % pada anak-anak usia sekolah. Hasil penelitian di Puskesmas Denpasar Barat menunjukkan gambaran rasa takut terhadap perawatan gigi pada anak usia sekolah yang berobat ke puskemas, dari 91 anak yang berobat 5,49% menyatakan tidak takut terhadap semua perawatan gigi, kemudian 8,79% menyatakan takut terhadap semua tindakan perawatan gigi dan 85,73% menyatakan takut terhadap beberapa tindakan perawatan gigi.1

(13)

perawatan.2,3 Selain itu, ada juga kecemasan timbul akibat dari penanganan dokter

gigi yang tidak benar, kemudian kecemasan terus berlarut karena tidak ada penanganan dari orang tua untuk merawat gigi anaknya ke dokter gigi sehingga dapat berakibat buruk pada kesehatan gigi anak karena sama sekali tidak ada perawatan.2

Philip Chardamone menyatakan bahwa rasa takut atau cemas terhadap perawatan gigi disebabkan karena prosedur medis seperti suntikan, tes darah, dan duduk di dental chair.4

Rasa takut adalah emosi pertama yang diperoleh bayi setelah lahir. Rasa takut merupakan suatu mekanisme protektif terhadap adanya perasaan bahaya atau ancaman dari perilaku yang tidak menyenangkan.1,5 Sulit untuk membedakan rasa takut dan kecemasan. Kecemasan termasuk dalam perasaan was-was, bimbang, ragu-ragu, khawatir, kaget, gelisah, dan bingung. Rasa takut sering dihubungkan dengan objek atau situasi tertentu yang jelas sedangkan cemas sering dihubungkan dengan objek atau situasi yang tidak jelas.5 Misalnya, anak yang takut ke dokter gigi yaitu

anak yang sama sekali enggan pergi ke dokter gigi sedangkan anak yang cemas adalah anak yang mau ke dokter gigi tetapi merasa cemas memikirkan apa yang akan didapat di praktek dokter gigi.

(14)

Rasa takut terhadap perawatan gigi dapat dijumpai pada anak-anak diberbagai unit pelayanan kesehatan gigi misalnya di praktek dokter gigi, di rumah sakit maupun puskesmas. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat harus mampu melakukan pendekatan-pendekatan kepada masyarakat khususnya anak-anak dalam menyelenggarakan atau memberikan pelayanan kesehatan gigi yang optimal. Salah satu program puskesmas untuk meningkatkan derajat kesehatan anak-anak adalah melalui program UKGS yang dilaksanakan di lingkungan sekolah dari tingkat pendidikan dasar sampai menengah dengan tujuan agar setiap siswa atau anak usia sekolah dapat memperoleh pengetahuan dan pengobatan gigi yang memadai.1

Peneliti melakukan penelitian ini di sekolah yang berbeda yaitu sekolah yang mendapatkan fasilitas klinik gigi dan tidak mendapatkan fasilitas adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan rasa takut dan bagaimana status kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak di SD Islam Namira dan SDN 060919.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dirumuskan masalah sebagai berikut Bagaimana rasa takut terhadap perawatan gigi dan status kesehatan gigi anak pada SD Islam Namira dan SDN 060919 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perawatan gigi yang diperoleh, rasa takut dan penyebabnya terhadap perawatan gigi.

(15)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi dokter gigi dan perawat gigi dalam memberi pelayanan pada pasien anak-anak.

2. Dapat menambah kepustakaan Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat mengenai gambaran rasa takut terhadap perawatan gigi dan mulut.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rasa Takut terhadap Perawatan Gigi dan Mulut

Rasa takut terhadap perawatan gigi dapat dijumpai pada anak-anak di berbagai unit pelayanan kesehatan gigi misalnya di praktek dokter gigi, di rumah sakit ataupun di puskesmas.1 Rasa takut adalah emosi pertama yang diperoleh bayi setelah lahir

yang merupakan suatu mekanisme protektif untuk melindungi diri dari gabungan faktor-faktor lain yang tidak menyenangkan yang dapat mempengaruhi aktifitas susunan saraf otonom. Apabila terjadi reaksi rasa takut yang kuat akan diikuti dengan debar jantung yang keras disertai tanda-tanda emosi yang lain seperti perubahan tingkah laku yaitu gelisah, gemetar, serta berusaha menghindar diri dari pihak lain yang menyerangnya.1,5-8

Rasa takut merupakan salah satu dari sekian banyak emosi yang biasa diperlihatkan anak pada perawatan gigi. Kebanyakan diperoleh pada masa anak dan remaja. Rasa takut menghantarkan anak-anak pada prosedur yang mungkin tidak menyenangkan dan selanjutnya memperbesar rasa takut terhadap prosedur perawatan gigi. Rasa takut mempengaruhi tingkah laku dan keberhasilan pada perawatan gigi.2,7

(17)

gigi terlihat di depan mata, di samping bunyi bur yang mengilukan merupakan faktor penyebab timbulnya rasa takut.1

Rasa takut biasanya lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Anak yang takut lebih besar kemungkinannya untuk mendapatkan pengalaman perawatan gigi yang tidak menyenangkan dibandingkan dengan anak yang kurang takut. Orang tua tidak boleh menggunakan perawatan gigi sebagai ancaman dan membawa anak ke dokter gigi sebagai hukuman. Anak harus diajarkan bahwa praktek dokter gigi bukan merupakan tempat untuk ditakuti.1

2.2 Penyebab Rasa Takut

Rasa takut terhadap perawatan gigi hingga saat ini masih merupakan masalah yang penting dan merupakan hambatan bagi dokter gigi dalam usaha peningkatan kesehatan gigi masyarakat dan hal tersebut dapat memberi pengaruh buruk terhadap pelaksanaan prosedur pengobatannya.1,2 Rasa takut akan mempengaruhi tingkah laku

anak dan menentukan keberhasilan kunjungan ke dokter gigi. Faktor-faktor yang menyebabkan rasa takut terhadap perawatan gigi dan mulut yaitu rasa takut dari diri sendiri, rasa takut dari orang tua atau keluarga, dan dokter gigi.

2.2.1 Rasa Takut dari Diri Sendiri

(18)

a. Usia

Setiap anak normal, yang sedang dalam masa tumbuh kembang pasti akan melalui tahap perkembangannya. Walaupun ada faktor lain yang juga ikut berpengaruh, tetapi gambaran secara umum mengenai sikap dan perilaku anak di setiap kelompok usia adalah sama antara satu anak dengan anak yang lainnya.3Anak yang belum cukup umur yang berusia kurang dari 2 tahun belum mampu diajak berkomunikasi dan tidak dapat diharapkan pengertian. Oleh karena itu kurang mampu untuk bersikap kooperatif.7

Pada umumnya rasa takut timbul akibat pengalaman perawatan gigi semasa anak-anak karena pada masa itu anak sudah dapat mengadakan sintesa logis, karena munculnya pengertian, wawasan, dan akal yang sudah mencapai taraf kematangan. Pendekatan dan cara menghadapi penderita anak-anak sangat berpengaruh terhadap kelancaran dan keberhasilan rencana perawatan yang dilakukan.3 Oleh karena itu,

perlu diperhatikan bahwa pencegahan timbulnya rasa takut harus dimulai pada usia dini.1Bahkan ketika anak memasuki usia enam tahun, ia memiliki kemampuan untuk

mengevaluasi rasa takutnya dan dapat memastikan adanya bahaya dari situasi-situasi yang mengancam dirinya.8

b. Pengalaman Buruk

Sebagian besar orang mengatakan bahwa mereka takut setelah mengalami traumatis atau pengalaman yang menyakitkan.1,4,7,9

c. Masalah Kesehatan

(19)

yang melemahkan, penyandang cacat, atau menderita gangguan perkembangan. Anak-anak tersebut biasanya berperilaku nonkooperatif, karena keparahan kondisi inilah tidak dapat diajak bekerja sama dengan cara-cara yang biasa.1,2,7

d. Rasa Sakit

Menghadapi seorang penderita anak-anak yang tidak kooperatif, sering menyulitkan dokter gigi dalam hal melakukan perawatan. Tidak semua dokter gigi dapat mengatasi hal ini dengan mudah, sementara penderita memerlukan tindakan darurat secepatnya. Rasa sakit juga dapat memberi toleransi yang rendah terhadap perawatan gigi dan mulut. Anak-anak kadang tidak dapat merasakan sakit sedikit sehingga hal ini menjadi sumber rasa takut ketika perawatan ke dokter gigi maupun ke tempat unit pelayanan kesehatan gigi.1,7 Tindakan sederhana sepertirelief of pain,

akan menjadi sulit bila penderitanya tidak kooperatif. Pada saat melakukan perawatan pada penderita anak-anak hal yang paling sulit dilakukan adalah pendekatan dan manajemen pada penderita, bukan pada prosedur perawatan itu sendiri. Cara yang paling penting adalah seorang dokter gigi dapat mengurangi atau menghilangkan rasa tidak nyaman selama perawatan gigi selama perawatan.3

2.2.2 Rasa Takut dari Orangtua atau Keluarga

(20)

mempengaruhi keberhasilan perawatan.1,3,7,10,11 Orang tua yang takut terhadap

perawatan gigi akan mempengaruhi anaknya ketika dilakukan perawatan gigi.7,10,12,13

Terlepas dari rasa takut yang dimiliki oleh anaknya, orang tua yang terlalu merasa takut, sering sekali bertanya tentang perawatan yang akan dilakukan terhadap anaknya. Hal tersebut menjadikan orang tua sebagai model yang takut terhadap perawatan gigi bagi anaknya.7,12,14 Rasa takut yang berasal dari orang tua atau

keluarga dapat ditularkan kepada anak dengan cara mengancam anak dengan menggunakan perawatan gigi untuk menakut-nakuti dan membicarakan perawatan gigi yang tidak menyenangkan di depan anak.1,7,11,12

Beberapa sikap atau perilaku orang tua seperti memanjakan anak (over affection), melindungi anak secara berlebihan (over protection), memenuhi keinginan anak tanpa batas (over indulgence), kekhawatiran yang berlebihan (over anxiety), sikap yang terlalu keras dan sikap menolak (rejection), dapat mempengaruhi perilaku anak. Akibatnya anak menjadi penakut, kurang percaya diri, pemalu, nakal, pembangkang, dan semuanya dapat menimbulkan perilaku negatif anak pada perawatan gigi.7

(21)

2.2.3 Dokter Gigi

Rasa takut pada anak dapat disebabkan oleh pengelolaan yang kurang tepat oleh dokter gigi. Sikap dokter gigi yang kaku atau keras, kurang sabar, kurang menunjukkan kehangatan dan perhatian dapat menyebabkan anak bersikap negatif.1,7,14 Dokter gigi harus bersikap lembut ketika merawat pasien anak, mempunyai wibawa serta dapat menjelaskan perawatan yang akan dilakukan dengan cara yang tidak membuat anak merasa takut.13 Selain itu, ruangan praktek yang

dianggap asing oleh anak dapat dibuat menjadi lebih aman. Misalnya ruang tunggu yang dilengkapi beberapa mainan, gambar maupun buku yang berhubungan dengan anak.9,11

Dokter gigi yang baik benar-benar peduli, mereka menjelaskan prosedur dan mencoba untuk membantu merasa rileks. Dokter gigi harus menunjukkan cara untuk berkomunikasi, bersabar, dapat dipercaya, dan memiliki kompetensi.4,9 Jika

diperlukan perawatan gigi, dokter gigi mulai dengan prosedur yang paling mudah. Hal ini memungkinkan anak untuk membangun kepercayaan untuk kunjungan berikutnya.9

2.3 Tipe Rasa Takut

(22)

2.3.1 Rasa Takut Objektif

Rasa takut objektif merupakan respons dari stimulus yang dirasakan, dilihat, didengar, dicium dan merupakan hal atau keadaan yang tidak enak atau tidak menyenangkan. Rasa takut objektif ditimbulkan oleh rangsangan langsung yang diterima organ perasa dan secara umum bukan bersumber dari orang lain.1,7,8,15Rasa takut objektif dapat disebabkan karena perasaan yang tidak menyenangkan terhadap perawatan gigi. Seorang anak yang pernah dirawat dan mengalami rasa sakit yang hebat di rumah sakit oleh dokter yang berseragam putih akan menimbulkan rasa takut yang hebat pada dokter gigi atau perawat gigi yang berseragam sama. Bahkan karakteristik bau dari obat-obatan atau bahan kimia tertentu dapat dihubungkan dengan keadaan yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan rasa takut yang tidak beralasan.8

Seorang anak yang pernah berobat ke dokter gigi, akibat rasa takut yang dimilikinya akan merasakan rasa sakit yang berlebihan pada setiap perawatan gigi yang dijalaninya. Seorang anak yang pernah merasa sakit dan takut untuk pergi ke dokter gigi akan sangat sulit untuk diajak ke dokter gigi kembali. Ketika dia dibujuk untuk kembali, dokter gigi harus menyadari tingkat emosionalnya dan mengembalikan secara perlahan kepercayaan anak terhadap dokter gigi dan perawatan gigi.8

2.3.2 Rasa Takut Subjektif

(23)

sehingga anak kecil yang tidak berpengalaman ketika mendengar pengalaman yang tidak menyenangkan atau situasi yang menimbulkan rasa sakit yang dialami oleh orang tua mereka, dengan segera akan menimbulkan rasa takut pada dirinya.12

Hal-hal yang dapat menimbulkan rasa takut akan disimpan dalam ingatannya, dengan segala imajinasi yang dimilikinya, dan rasa takut menjadi bertambah hebat.8

Anak memiliki rasa takut yang hebat terhadap suatu hal yang asing. Hal ini akan menghasilkan rasa takut yang terus menerus sampai anak tersebut dapat membuktikan bahwa tidak ada ancaman yang dapat mengganggunya. Rasa takutnya merupakan usaha untuk mengatur situasi yang dia rasa mungkin menyakitkan baginya. Sampai dia dapat meyakinkan dirinya, rasa takut akan tetap berlangsung lama.8

Pengaruh orang tua sangat penting terhadap pembentukan perilaku anak dalam menjalani perawatan gigi. Orang tua harus menginformasikan kepada anak mereka tentang apa yang sebaiknya dia lakukan selama berada di praktek dokter gigi. Anak harus terlebih dahulu diberi gambaran tentang dokter yang akan merawatnya serta situasi yang dapat timbulnya nanti sebelum membuat janji bertemu dengan dokter gigi, tidak perlu menceritakan rasa sakit yang begitu hebat kepada anak, tetapi diperlukan pernyataan yang jujur tanpa emosi yang dilebih-lebihkan.7,8

(24)

Hal yang sama juga terjadi ketika anak mengamati orang tua mereka. Anak sering mengidentifikasikan diri mereka dengan orang tuanya. Jika orang tua merasa sedih maka anak akan merasa sedih pula. Jika orang tua merasa takut, anak akan melakukan hal yang serupa. Rasa takut anak serta tingkah lakunya yang negatif sangat erat hubungannya dengan rasa takut yang dimiliki oleh orang tuanya.8,12

2.4 Status Kesehatan Gigi

Status kesehatan gigi dan mulut anak sekolah ditentukan berdasarkan indeks karies dan OHI-S. Status kesehatan gigi dan mulut pada anak kelompok usia 12 tahun merupakan indikator utama dalam kriteria pengukuran pengalaman karies yang dinyatakan dalam indeks DMFT ( Decay Missing Filling Tooth ). Menurut WHO, anak usia 12 tahun adalah usia penting, karena selain anak akan meninggalkan bangku SD, juga merupakan usia gigi bercampur karena gigi permanen telah erupsi. Anak usia 12 tahun adalah sebuah sampel yang reliable, dan mudah diperoleh di sekolah.16

2.4.1 Karies Gigi

Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan dimulai dari permukaan gigi ( pit, fisur, dan daerah interproksimal) meluas ke arah pulpa. Karies gigi yang disebut juga lubang gigi merupakan suatu penyakit dimana bakteri merusak struktur jaringan gigi ( enamel, dentin, dan sementum ) sehingga menyebabkan lubang pada gigi.17

(25)

dijumlahkan sesuai kode.18 Karies gigi merupakan penyakit kronis yang dapat

dicegah dan dirawat. Ada beberapa usaha pencegahan yang dapat dilakukan dalam menjaga kesehatan rongga mulut, yaitu menjaga kebersihan mulut, pengaturan makanan, serta terapi fluorida.18

1. Menjaga Kebersihan Mulut

Data SKRT 2001 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk indonesia (61,5 %) menyikat gigi kurang sesuai dengan anjuran gigi, yakni setelah makan dan sebelum tidur, bahkan 16,6 % tidak menyikat giginya, padahal plak hanya dapat dihilangkan dengan menyikat gigi.19 Peningkatan oral higiene dapat dilakukan

dengan cara menyikat gigi secara rutin, berkumur-kumur dengan menggunakan obat kumur yang dianjurkan 2x sehari dan dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi secara teratur. Hal ini dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies.17

2. Pengaturan Makanan

Untuk kesehatan gigi, pengaturan konsumsi gula perlu diperhatikan. Gula yang tersisa pada mulut dapat memproduksi asam. Contoh jajanan yang banyak mengandung gula adalah coklat dan permen, jajanan tersebut berpotensi tinggi karies. Untuk itu anak dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi makanan tersebut dalam jumlah yang terlalu banyak.17

3. Terapi Fluorida

(26)

mulut.20 Pemberian fluor dapat mengurangi terjadinya karies karena dapat

meningkatkan remineralisasi, namun pada saat pemberian dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.17

2.4.2 Oral Hygiene

Indeks Oral Higiene (OHI) mengukur debris dan kalkulus yang menutupi permukaan gigi, dan terdiri atas dua komponen : indeks debris dan indeks kalkulus yang masing-masingnya mempunyai rentangan skor 0-3. Jika yang diukur hanya keenam gigi indeks, indeksnya dinamakan Indeks Oral Higiene Simplified (OHI-S), dilakukan melalui pemeriksaan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46 permukaan lingualnya. Apabila gigi 11 tidak ada diganti dengan gigi 21 dan sebaliknya.17

Indeks Debris21

Skor Kriteria

0 Tidak ada debris atau stain

1 Debris lunak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau adanya stain ekstrinsik tanpa debris pada daerah tersebut 2 Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetap kurang dari 2/3

permukaan gigi

(27)

Gigi yang diperiksa adalah gigi yang telah erupsi sempurna dan jumlah gigi yang diperiksa ada enam buah gigi tertentu dan permukaan yang diperiksa tertentu pula. Skor debris diperoleh dari jumlah skor permukaan gigi dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa.

Bukal Labial Bukal

6 1 6

6 1 6

Lingual Labial Lingual

Kalkulus adalah pengendapan dari garam-garam anorganis yang terutama terdiri atas kalsium karbonat dan kalsium fosfat tercampur dengan sisa-sisa makanan, bakteri-bakteri dan sel-sel epitel yang telah mati. Berdasarkan lokasi perlekatannya dikaitkan dengan tepi gingival, kalkulus dapat dibedakan atas dua macam yaitu :21

1. Kalkulus supra gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah oklusal dari tepi free gingiva. Biasanya berwarna putih sampai kecoklat-coklatan. Konsistensinya keras seperti batu apung, dan mudah dilepas dari perlekatannya ke permukaan gigi.

(28)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian adalah survei deskriptif.

3.2 Populasi dan sampel

Populasi adalah siswa kelas IV, V dan VI SD Islam Namira dengan jumlah murid 85 orang dan SDN 060919 dengan jumlah murid 67 orang. Seluruh murid dijadikan sampel, jumlah sampel seluruhnya yaitu 152 orang. Penelitian dilakukan di SD Islam Namira karena adanya fasilitas klinik gigi dan di SDN 060919 tidak adanya fasilitas klinik gigi disekolahnya.

3.3 Variabel penelitian

1. Pernah pergi ke praktek dokter gigi

2. Perawatan yang pernah diperoleh di praktek dokter gigi

3. Rasa takut ke dokter gigi : berasal dari orang tua, dokter gigi dan lingkungan dokter gigi.

4. Status kesehatan gigi dan mulut : karies gigi dan OHI-S

3.4 Definisi operasional

(29)

2. Perawatan yang pernah diperoleh di praktek dokter gigi yaitu pencabutan gigi, penambalan gigi, pembersihan karang gigi, pengobatan gigi dan hanya pemeriksaan gigi saja.

3. Rasa takut ke dokter gigi yaitu : 3.1. Berasal dari orangtua

a. Dipaksa orang tua atau keluarga sebelum berangkat ke klinik agar anak mendapatkan atau tidak mendapatkan perawatan gigi.

b. Mendengar cerita tentang perawatan gigi dari orang tua atau keluarga yaitu mendengar pengalaman orang tua dan keluarga tentang perawatan gigi yang tidak menyenangkan.

c. Sikap orang tua yang menakut-nakuti anak yaitu mengancam anak dengan menggunakan perawatan gigi untuk menakut-nakuti jika anak melakukan kesalahan sehingga anak merasa takut.

d. Menyaksikan anggota keluarga yang sedang berobat yaitu pada saat anak melihat anggota keluarga yang sakit maka anak akan merasa sakit pula.

3.2. Berasal dari dokter gigi :

a. Sikap dokter gigi dan perawat gigi yang kaku, kurang sabar dan kurang menunjukkan kehangatan ketika merawat pasien.

b. Takut melihat dokter gigi atau perawat mengenakan pakaian jas putih. c. Pada saat dokter menyuruh untuk membuka mulut.

3.2. Berasal dari lingkungan klinik dokter gigi :

(30)

b. Pada saat duduk di kursi gigi dan melihat peralatan yang ada di kursi gigi seperti alat semprot, bor dan instrumen lainnya..

c. Pada saat akan dilakukan penyuntikan yaitu dokter memegang alat suntik dan siap untuk melakukan penyuntikan terhadap perawatan yang akan dilakukan.

d. Pada saat akan dilakukan penambalan yaitu pada saat gigi dibor dan memasukkan bahan tambalan pada gigi yang akan ditambal.

e. Pada saat akan dilakukan pencabutan gigi yaitu mencabut gigi yang sudah ada indikasi cabut atau dicabut karena karies.

f. Mencium bau obat-obatan atau bahan kimia berasal dari klinik yaitu mencium bau-bau yang mengandung bahan karakteristik dan tidak menyenangkan.

4. Status kesehatan gigi dan mulut yaitu :

4.1. Karies gigi dapat berbentukdecay,missingdanfilling.

Decay adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan, mulai dari permukaan gigi hingga ke arah pulpa yang dapat dideteksi dengan sonde, yaitu :

a. Pit dan fisur berwarna kehitaman dan ujung sonde terasa menyangkut.

b. Jaringan permukaan gigi terasa lunak dan ujung sonde terasa masuk ke dalam.

Missingadalah gigi yang sudah dicabut karena karies atau indikasi cabut.

Fillingadalah gigi karies yang sudah ditambal.

(31)

a. Baik, apabila nilai OHIS antara 0-1,2. b. Sedang, apabila nilai OHIS antara 1,3-3. c. Kurang, apabila nilai OHIS antara 3,1-6.

3.5 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data rasa takut terhadap perawatan gigi dilakukan di sekolah yang diperoleh dengan mewawancarai anak dengan mengisi kuesioner. Data status kesehatan gigi dan mulut diperoleh dengan memeriksa rongga mulut sampel yang telah dipilih.

Pemeriksaan karies gigi dilakukan dengan menggunakan kaca mulut datar dan sonde tajam setengah lingkaran dengan penerangan sinar matahari melalui jendela. Pemeriksaan dilakukan pada setiap gigi. Untuk gigi posterior, yang merupakan daerah penting adalah permukaan oklusal yang disebut dengan daerah fisur, serta permukaan bukal yang disebut daerah pit. Untuk gigi anterior, yang merupakan daerah penting adalah daerah singulum. Untuk mengetahui adanya karies di daerah proksimal dengan melihat adanya warna hitam, kemudian dipastikan dengan sonde. Indeks pengukuran karies yang digunakan adalah indeks DMFT menurut Klein.

(32)

dahulu, kemudian digerakkan dari mesial ke distal dan naik ke arah insisal dan diberi skor sesuai kriteria. Indeks oral higiene yang digunakan adalah menurut Green dan Vermillion, yaitu indeks Oral Hygiene Simplified (OHI-S) yang terdiri atas indeks debris dan indeks kalkulus. Hasil pemeriksaan DMFT, debris, dan kalkulus dicatat pada formulir yang tersedia. Pemeriksaan dilakukan oleh tim yang terdiri atas pemeriksa dan pencatat. Dua hari sebelum penelitian dilakukan kalibrasi pada tim untuk menyamakan persepsi agar hasil yang diperoleh lebih baik.

3.6 Cara Pengolahan Data

Editing dilakukan pada semua kuesioner untuk memeriksa kelengkapan jawabannya. Diperiksa kembali apakah semua isian telah dijawab. Selanjutnya semua data yang diperoleh dipindahkan ke kartu kode menurut tujuan penelitian.

3.7 Analisis data

Analisis data dilakukan dengan cara :

1. Menghitung persentase pernah mendapatkan perawatan gigi dan jenis perawatan diperoleh.

(33)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada SD Islam Namira yang memiliki fasilitas klinik gigi dan SDN 060919 yang tidak memiliki fasilitas klinik gigi. SD Islam Namira merupakan sekolah dasar yang sudah memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut berupa tindakan preventif, promotif, dan kuratif. Beberapa tindakan yang dilakukan rutin adalah pemeriksaan gigi setiap enam bulan sekali, menyikat gigi massal setiap tiga bulan sekali, penyuluhan, pencabutan, penambalan dan pembersihan karang gigi. SDN 060919 merupakan sekolah dasar yang tidak memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

4.2 Rasa Takut terhadap Perawatan Gigi

Persentase takut datang ke klinik dokter gigi pada siswa kelas IV, V dan VI pada SD Islam Namira 20% lebih kecil dari SDN 060919 52,2% (Tabel 1).

TABEL 1. PERSENTASE TAKUT DATANG KE KLINIK DOKTER GIGI SISWA KELAS IV, V DAN VI SD ISLAM NAMIRA DAN SDN 060919

Takut ke dokter gigi JumlahSD Islam Namira% JumlahSDN 060919% Ya

Tidak 1768 2080 3532 52,247,8

Jumlah 85 100 67 100

(34)

TABEL 2. PERSENTASE PERNAH DATANG KE KLINIK DOKTER GIGI SISWA KELAS IV, V DAN 6 SD ISLAM NAMIRA DAN SDN 060919

Pernah ke dokter gigi JumlahSD Islam Namira% JumlahSDN 060919% Ya

Tidak 814 95,34,7 2542 37,362,7

Jumlah 85 100 67 100

(35)

Tabel 3. PERAWATAN YANG DIPEROLEH DAN RASA TAKUT DI KLINIK DOKTER GIGI SISWA KELAS IV, V DAN VI SD ISLAM NAMIRA DAN SDN 060919

Perawatan yang

diperoleh dan rasa takut SD Islam Namira (N = 81)Jumlah % SDN 060919 (N = 25)Jumlah % Pernah disuntik dokter

(36)

Tabel 4. PERSENTASE RASA TAKUT YANG BERASAL DARI DOKTER GIGI PADA SISWA KELAS IV, V DAN VI PADA SD ISLAM NAMIRA DAN SDN 060919.

Berasal dari dokter gigi SD Islam Namira (N=81)Jumlah % JumlahSDN 060919 (N=25)% Ada dokter gigi yang

tidak ramah Ya

Tidak

Takut melihat dokter bersikap tidak ramah Takut melihat dokter

memakai jas putih Ya

Tidak 801 98,81,2 205 2080

Takut disuruh buka mulut

Ya

Tidak 738 90,19,9 178 3268

(37)

Tabel 5. PERSENTASE RASA TAKUT YANG BERASAL DARI LINGKUNGAN KLINIK DOKTER GIGI PADA SISWA KELAS IV, V DAN VI SD ISLAM NAMIRA DAN SDN 060919.

Berasal dari lingkungan

(38)

Tabel 6. PERSENTASE RASA TAKUT KE DOKTER GIGI YANG BERASAL DARI ORANGTUA PADA SISWA KELAS IV, V DAN VI PADA SD ISLAM NAMIRA DAN SDN 060919.

Berasal dari orang tua SD Islam Namira (N=85)Jumlah % JumlahSDN 060919 (N=67)% Takut mendengar cerita

Pengalaman karies rata-rata SD Islam Namira masih banyak berbentuk decay

(39)

Tabel 7. RATA-RATA PENGALAMAN KARIES SISWA KELAS IV, V DAN VI SD ISLAM NAMIRA DAN SDN 060919.

Pengalaman karies gigi rata-rata

Rata-rata karies gigi

SD Islam Namira SDN 060919

D 1,21±1,14 2,18±1,52

M 0,01±0,11 0,03±0,17

F 0,10±0,55 0,01±0,12

DMF 1,33±1,16 2,23 ±1,58

Rata-rata indeks oral higiene pada siswa kelas IV, V dan VI SD Islam Namira 1,09±0,57 (indeks debris 1,05±0,55 dan indeks kalkulus 0,04±0,16), lebih rendah dari SDN 060919 yaitu rata-rata indeks oral higiene 2,41±0,78 (indeks debris 1,94±0,58 dan indeks kalkulus 0,48±0,42). (Tabel 8)

Tabel 8. RATA-RATA OHI-S SISWA KELAS IV, V DAN VI SD ISLAM NAMIRA DAN SDN 060919

SEKOLAH Indeks Kebersihan Rongga Mulut (OHI-S) Jumlah siswa

Indeks Debris

rata-rata Indeks Kalkulusrata-rata OHI-S rata-rata SD Islam

Namira 1,05±0,55 0,04±0,16 1,09±0,57 85

(40)

BAB 5 PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, takut untuk berobat ke dokter gigi pada siswa SD Islam Namira 20% , lebih rendah dari SDN 060919 yaitu 52,2%. Sebaliknya yang pernah datang dan berobat gigi pada SD Islam Namira 95,3% , lebih tinggi dari SDN 060919 yaitu 37,3%. Hal ini menunjukkan bahwa pengadaan fasilitas klinik gigi di sekolah sangat mengurangi rasa takut yang timbul karena anak terbiasa dengan kegiatan-kegiatan yang diadakan klinik gigi tersebut. Misalnya, tindakan promotif dengan mengadakan penyuluhan, tindakan pencegahan dengan mengadakan pemeriksaan gigi setiap enam bulan sekali dan tindakan pengobatan dengan mengobati atau menambal gigi anak-anak tersebut.

Tindakan perawatan gigi yang paling ditakuti adalah takut disuntik oleh dokter gigi pada SD Islam Namira 39,3% sedangkan pada SDN 060919 takut diperiksa giginya yaitu 52%. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian IGAAP Swastini, dkk. yaitu perawatan yang paling ditakuti adalah takut disuntik oleh dokter gigi 86,81% pada anak usia sekolah yang berobat di puskesmas IV Denpasar Barat. Dokter gigi diharapkan dapat menjelaskan prosedur penyuntikan dan memahami rasa takut pada anak-anak karena akan berpengaruh terhadap kelancaran dan keberhasilan rencana perawatan yang akan dilakukan.3

(41)

datang ke klinik dokter gigi diperoleh rasa takut yang berasal dari dokter gigi, pada SD Islam Namira 90,9% takut melihat dokter yang bersikap tidak ramah dan pada SDN 060919 40%. Selain itu, ada juga rasa takut yang berasal dari lingkungan dokter gigi yaitu takut duduk di kursi dan melihat alat pada SD Islam Namira 29,6%, lebih kecil dari SDN 060919 yaitu 64%. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah yang memiliki fasilitas klinik gigi akan menyebabkan rasa takut terhadap perawatan gigi lebih kecil, karena siswa sudah terbiasa dengan kegiatan-kegiatan yang diadakan klinik gigi. Rasa takut yang berasal dari orangtua, pada SD Islam Namira disebabkan oleh karena dipaksa orangtua ke klinik gigi 29,4%, sedangkan pada SDN 060919 disebabkan takut melihat anggota keluarga berobat sebanyak 44%. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan orangtua dalam menjelaskan kepada anak tujuan ke dokter gigi agar anak tidak takut lagi ke dokter gigi.

(42)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Jenis perawatan gigi yang pernah diperoleh siswa SD Islam Namira yaitu 98,8% diperiksa , 92,6% dicabut dan 55,6% ditambal. Pada SDN 060919 yaitu 100% diperiksa, 56% dicabut giginya dan 12% ditambal giginya.

Persentase takut ke datang dokter gigi pada SD Islam Namira 20%, lebih rendah dari SDN 060919 yaitu 52,2%. Penyebab rasa takut yang berasal dari dokter gigi pada SD Islam Namira 90,9% takut melihat dokter bersikap tidak ramah dan pada SDN 060919 yaitu 40%. Rasa takut yang berasal dari lingkungan dokter gigi adalah takut duduk di kursi gigi dan melihat alat pada SD Islam Namira 29,6% lebih kecil dari SDN 060919 yaitu 64%. Sedangkan rasa takut yang berasal dari orangtua adalah pada SD Islam Namira 29,4% karena dipaksa orangtua pergi ke klinik dan SDN 060919 44% disebabkan takut melihat anggota keluarga berobat.

Rata-rata pengalaman karies pada siswa SD Islam Namira 1,33±1,16 lebih rendah dari siswa SDN 060919 2,23 ±1,58. Rata-rata OHIS pada siswa SD Islam Namira 1,09±0,57 lebih baik dari siswa SDN 060919 yaitu 2,41±0,78.

6.2 Saran

1. Orangtua

(43)

secara teratur. Selain itu orangtua diharapkan untuk mengajak anak untuk pergi berobat ke dokter gigi dengan cara tidak memaksa.

2. Pihak Sekolah

Memberikan pelayanan kesehatan gigi melalui pengadaan fasilitas klinik gigi di sekolah dan menjalankan program penyuluhan mengenai pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dan pengobatan gigi.

3. Dokter gigi

(44)

DAFTAR PUSTAKA

1. Swastini IGAAP, Tedjasulaksana R, Nahak MM. Gambaran rasa takut terhadap perawatan gigi pada anak usia sekolah yang berobat ke puskesmas IV Denpasar Barat. Interdental (Jurnal Kedokteran Gigi) 2007; 5(1): 21-5.

2. Horax S, Kansi A, S Niniek. Pengaruh penanganan psikologi terhadap kecemasan pasien gigi anak di poliklinik FKG UNHAS. Majalah kedokteran gigi (Dental Journal) 2005; 1: 81-3.

3. Laksmiastuti SR, Wardani I. Psikologi perkembangan anak dalam kaitannya dengan perawatan gigi.Majalah kedokteran gigi (Dental Journal) 2005; 4:127-9. 4. Chardamone P. Questions and answers on overcoming dental fears an interview

with clinical psychologist. (http://www.dentalfear.com/cardamone.asp ) (26 Agustus 2009).

5. Maramis WF. Ilmu perilaku dalam pelayanan kesehatan. Surabaya : Airlangga University Press, 2006: 182-3.

6. Rubin JG, Kaplan A. The dental clinics of North America. Philadelpia: WB Saunders Company, 1988: 667-89.

7. Budiyanti EA, Heriandi YY. Pengelolaan Anak Nonkooperatif pada Perawatan Gigi.Dentika dental journal 2001;6 (1):12-17.

8. Finn S.B.Clinical Pedodontics 4thed.Philadelpia: WB Saunders Company, 1973:

(45)

9. Little JW. Anxiety disorders : Dental implications. Dental article review and testing 2002 :562-9 (www.agd.org)

10. Siegelman L. Dental phobia bringing you the softer side of dentistry.

( www.dentalphobia.com/lsd-phobia_explanation.htm) (26 Agustus 2009). 11. Parkin SF.Notes on Paediatic Dentistry 1sted.Oxford: Wright, 1991: 6-26. 12. Wright GZ, Starkey PE, Gardner DE.Child Management in Dentistry2nd.Bristol:

Wright, 1987:28-41.

13. Margolis F.Dental fear in children.2005 (http://www.dentalfear.com/margolis. asp) (26 Agustus 2009).

14. Kent GG, Blinkhorn AS.The psychology of dental care 2nd ed.Oxford: Wright, 1991: 55-74.

15. Brauer JC, Dameritt WW, Higley LB. Dentistry for Children 4th ed. New york :

McGraw-Hill company.

16. World Health Organization. Oral health surveys basic methods. 4th ed. Geneva,

1997: 7-8.

17. Pintauli S., Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan : USU Press, 2008: 10 15.

18. Ariningrum R.Beberapa cara menjaga kebersihan gigi dan mulut. Cermin Dunia Kedokteran 2000; (126): 45-51.

(46)

20. The American Dental Hygienists Association.Fluoride facts. < http://www.pdgi-online.com> (11 September 2009).

Gambar

TABEL 2. PERSENTASE PERNAH DATANG KE KLINIK DOKTER GIGISISWA KELAS IV, V DAN 6 SD ISLAM NAMIRA DAN SDN060919
Tabel 4. PERSENTASE RASA TAKUT YANG BERASAL DARI DOKTER GIGIPADA SISWA KELAS IV, V DAN VI PADA SD ISLAM NAMIRADAN SDN 060919.
Tabel 5. PERSENTASE RASA TAKUT YANG BERASAL DARI LINGKUNGANKLINIK DOKTER GIGI PADA SISWA KELAS IV, V DAN VI SDISLAM NAMIRA DAN SDN 060919.
Tabel 6. PERSENTASE RASA TAKUT KE DOKTER GIGI YANG BERASALDARI ORANGTUA PADA SISWA KELAS IV, V DAN VI PADA SDISLAM NAMIRA DAN SDN 060919.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan model sikat dan rasa pasta gigi terhadap motivasi menggosok gigi pada anak usia pra-sekolah di TK Islam Ahmad Yani Pakisaji

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap siswa SD tentang kesehatan gigi dan mulut di Sekolah Dasar Negeri Buah Batu

Kondisi ini mendorong peneliti untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya melalui analisa hubungan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan status kesehatan

Data-data hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa status kesehatan gigi pada karyawan PERUM DAMRI Bandung berdasarkan gigi yang dinyatakan sehat secara keseluruhan dari rongga

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu variabel yang diukur adalah pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut serta sampel yang diteliti adalah anak

22 Hal ini juga disampaikan oleh Shaw yang menemukan bahwa ibu anak yang merasa cemas atau takut terhadap perawatan gigi memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan dari

Peneliti ingin melihat apakah kecerdasan intelektual dari siswa-siswi di sekolah ini berpengaruh terhadap status karies gigi mereka sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakan kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pasien di klinik gigi Pekanbaru, untuk mengetahui apakah kualitas pelayanan