STRATEGI LANJUT USIA (LANSIA) MISKIN
DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KELUARGA DI
KELURAHAN SEMPAKATA KECAMATAN MEDAN
SELAYANG
KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Sosial
Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
LOLING DAMANIK
110902045
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh:
Nama : Loling Damanik
Nim : 110902045
Judul : Strategi Lanjut Usia (Lansia) Miskin dalam Pemenuhan Kebutuhan
Keluarga di Kelurahan Sempakata, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan.
Medan, Agustus 2015
PEMBIMBING
(Husni Thamrin, S.Sos, M.Sp)
NIP.196720308 2005011 001
KETUA DEPARTEMEN
ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
(Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P)
NIP. 19710927 1998012 001
DEKAN FISIP USU
(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
NAME : LOLING DAMANIK
NIM : 110902045
ABSTRACT
Strategy Elderly Poor Families In Need Fulfillment Sempakata In the village district of Medan Selayang Medan
(Thesis consist of 6 chapters, 87pages, 13 tables, 24 libraries and appendix) This study is intended to determine how the strategy in meeting the needs of the elderly poor families. The target group in this study were elderly people aged 60 years and over who worked as a night guard at the complex, farming, artisan buzz, a janitor who cleans the yard area residents, farming. The elderly chosen because they see their efforts to keep working at age no longer young and old that no longer work, but they should still work.
The location of this research is Sempakata village, subdistrict of Medan Selayang, Medan. Besides using secondary data monograph village or profile Village also using primary data obtained through the help Interview Guide (interview guide) to six elderly people working as officers on night duty in the complex, farming, artisan buzz, a janitor who cleans the area of the yard homes, farming. Analysis of the results of research using descriptive method which is based on qualitative data.
These results indicate the general condition of the elderly poor in Sub Sempakata subdistrict of Medan Kota Medan Selayang have financial conditions do not support the elderly. therefore they have to keep working. They work as required to meet the needs of their families with financial limitations of weak physical condition they still have to work so that their needs can be met. There are several strategies to meet the needs of the elderly poor their families following the strategy used by the elderly: Active Strategies conducted the elderly poor is to look for a second job, family members go to work and optimize available resources. Passive strategy carried the elderly poor is by adopting a frugal life. Network strategy that made the elderly poor are asked for help from their social networks, both formal and informal networks of networks.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NAMA : LOLING DAMANIK
NIM : 110902045
ABSTRAK
STRATEGI LANSIA MISKIN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KELUARGA DI KELURAHAN SEMPAKATA KECAMATAN MEDAN
SELAYANG KOTA MEDAN
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 87 halaman, 13 tabel, 24 kepustakaan) Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana strategi lansia miskin dalam pemenuhan kebutuhan keluarganya. Kelompok sasaran pada penelitian ini adalah lansia yang berusia 60 tahun keatas yang bekerja sebagai petugas jaga malam di komplek, berladang, tukang kusuk, petugas kebersihan yang membersihkan area pekarangan rumah warga, bertani. Dipilihnya lansia ini karena melihat usaha mereka tetap bekerja di usianya yang tidak lagi muda dan usia yang tidak seharusnya lagi bekerja namun mereka tetap bekerja.
Lokasi penelitian ini adalah Kelurahan Sempakata, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan. Disamping menggunakan data sekunder yaitu monografi Kelurahan atau profil Kelurahan juga menggunakan data primer yang diperoleh melalui bantuan Interview Guide (pedoman wawancara) kepada enam orang lansia bekerja sebagai petugas jaga malam di komplek, berladang, tukang kusuk, petugas kebersihan yang membersihkan area pekarangan rumah warga, bertani. . Analisis hasil penelitian dengan menggunakan metode deskriptif yang didasarkan pada data kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan Kondisi umum lansia miskin yang ada di Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang Kota Medan mempunyai kondisi finansial yang tidak mendukung para lansia. maka dari itu mereka harus tetap bekerja. Mereka bekerja karena dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka dengan keterbatasan finansial kondisi fisik yang lemah mereka tetap harus bekerja agar kebutuhan mereka bisa terpenuhi. Ada beberapa strategi lansia miskin untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka berikut strategi yang digunakan oleh para lansia: Strategi aktif yang dilakukan lansia miskin yaitu dengan mencari pekerjaan sampingan, anggota keluarga ikut bekerja dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Strategi pasif yang dilakukan lansia miskin yaitu dengan menerapkan pola hidup hemat. Strategi jaringan yang yang dilakukan lansia miskin yaitu meminta bantuan kepada jaringan sosial yang mereka miliki, baik jaringan formal maupun jaringan informal.
.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan Karunia-Nya yang selalu menyertai penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, karena itu Peneliti mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang
dapat membangun untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Dengan segala
kerendahan hati, Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Peneliti telah banyak mendapatkan bimbingan, nasihat, dan dorongan dari
Orangtua tercinta Ayah F. Damanik dan Mama H Br Rumahorbo serta seluruh
keluarga yang selama ini mendukung perkuliahan hingga penelitian skripsi ini
selesai. Dalam kesempatan ini, Peneliti menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan FISIP USU Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, MSP selaku ketua departemen Ilmu Kesejahteraan
Sosial FISIP USU
3. Bapak Husni Thamrin, S.Sos, M.Sp selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia membimbing, meluangkan waktu, tenaga dan kesabaran dalam
proses penulisan skripsi ini.
4. Seluruh dosen dan staf administrasi Ilmu Kesejahteraan Sosial Fisip USU
yang telah memberikan arahan dan pengajaran yang bermanfaat selama
penulis mengikuti proses perkuliahan.
5. Abang Satria Surya Darma Damanik, S.P.,S.S, Robert Fernando Damanik,
S.P, Krismanto Damanik, S.E., dan Kakak Silvia Angelina Br Tarigan, S.E.,
6. Kepada keluarga besar Kessos 2011 Fisip USU yang telah sama-sama
berjuang men-tamat kan kuliah ini. “VIVA KESSOS” kalian semua luar
biasa.
7. Kepada Seluruh perangkat Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan
Selayang, yang telah bersedia membantu memeberikan data dalam proses
penyusunan skripsi ini.
8. Keluarga lansia yang telah bersedia diwawancarai, Semoga hari esok lebih
baik dari hari ini.
Peneliti mengucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan anugerah dan Kasih-Nya atas cinta kasih, jerih payah, dan jasa-jasa
mereka.
Medan, Agustus 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK………..…… i
ABSTRACT………..…. ii
KATA PENGANTAR………...…iii
DAFTAR ISI………...…vi
DAFTAR TABEL………..… x
DAFTAR BAGAN………. xi
DAFTAR LAMPIRAN………..... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 5
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5
1.4Sistematika Penulisan ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia ... 8
2.1.1 Pengertian Lanjut Usia (Lansia) ... 8
2.1.2 Klasifikasi Lanjut Usia (Lansia) ... 9
2.1.3 Karakteristik Lanjut Usia (Lansia)... 10
2.1.4 Tipe Lanjut Usia (Lansia) ... 10
2.2.1 Teori-Teori Proses Penuaan ... 11
2.3 Kemiskinan ... 12
2.3.1 Pengertian Kemiskinan ... 12
2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan ... 14
2.3.3 Ciri-Ciri Kemiskinan ... 16
2.3.4 Aspek-Aspek Kemiskinan ... 18
2.4 Kesejahteraan Sosial ... 20
2.5 Teori Kebutuhan Keluarga ... 24
2.7 Kerangka Pemikiran ... 34
2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 36
2.8.1 Defenisi Konsep ... 36
2.8.2 Defenisi Operasional ... 37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 39
3.2 Lokasi Penelitian ... 39
3.3 Subjek Penelitian ... 40
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 41
3.5 Teknik Analisis Data ... 42
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Sempakata ... 43
4.2 Data Kependudukan ... 44
4.3 Pendidikan ... 48
4.4 Kesehatan Masyarakat ... 50
4.5 Ekonomi Masyarakat ... 51
4.5 Keamanan Dan Ketertiban ... 52
4.5 Tugas Pokok Dan Fungsi Kelurahan ... 55
4.5 Administrasi Kelurahan ... 58
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Hasil Pembahasan ... 62
5.1.1 Informan I ... 62
5.1.2 Informan II... 63
5.1.3 Informan III ... 64
5.1.5 Informan V ... 65
5.1.6 Informan VI ... 67
5.2 Pembahasan ... 68
5.2.1 Strategi Aktif Informan I ... 68
5.2.2 Strategi Aktif Informan II ... 70
5.2.3 Strategi Aktif Informan III ... 71
5.2.4 Strategi Aktif Informan IV ... 72
5.2.5 Strategi Aktif Informan V ... 73
5.2.6 Strategi Aktif Informan VI ... 73
5.3.1 Strategi Pasif Informan I ... 73
5.3.2 Strategi Pasif Informan II ... 75
5.3.3 Strategi Pasif Informan III ... 76
5.3.4 Strategi Pasif Informan IV ... 77
5.3.5 Strategi Pasif Informan V ... 78
5.3.6 Strategi Pasif Informan VI ... 78
5.4.1 Strategi Jaringan Informan I ... 79
5.4.2 Strategi Jaringan Informan II ... 80
5.4.3 Strategi Jaringan Informan III ... 81
5.4.4 Strategi Jaringan Informan IV ... 82
5.4.5 Strategi Jaringan Informan V ... 82
5.4.6 Strategi Jaringan Informan VI ... 83
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 82
6.2 Saran... 83
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Komposisi penduduk menurut jenis kelamin di Kelurahan Sempakata
tahun 2014………..……… 45
Tabel 4.2 Komposisi penduduk menurut jenis kelamin per lingkungan tahun
2014……….……….……. 46
Tabel 4.3 Komposisi penduduk menurut struktur umur di Kelurahan Sempakata
tahun 2014………... 46
Tabel 4.4 Komposisi penduduk menurut agama berdasarkan tingkat pendidikan
di Kelurahan Sempakata tahun
2014………... 47
Tabel 4.5 Komposisi Penduduk Menurut Etnis tahun 2014……….… 48
Tabel 4.6 Komposisi Menurut Jenis Pendidikan tahun 2014…………..….. 49
Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Pendidikan tahun 2014….. .49
Tabel 4.8 Prasarana Kesehatan di Kelurahan Sempakata tahun 2014... 50
Tabel 4.9 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian tahun 2014.. ...51
Tabel 4.10 Sarana Fasilitas Umum dan Hiburan tahun 2014……….. 52
Tabel 4.11 Kondisi Penduduk atau Tahapan Keluarga Sejahtera tahun
2014………... 53
Tabel 4.12 Data Kepegawaian Kelurahan Sempakata……….……60
Tabel 4.13 Jumlah Lingkungan dan Nama Kepala Lingkungan Kelurahan
DAFTAR BAGAN
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
NAME : LOLING DAMANIK
NIM : 110902045
ABSTRACT
Strategy Elderly Poor Families In Need Fulfillment Sempakata In the village district of Medan Selayang Medan
(Thesis consist of 6 chapters, 87pages, 13 tables, 24 libraries and appendix) This study is intended to determine how the strategy in meeting the needs of the elderly poor families. The target group in this study were elderly people aged 60 years and over who worked as a night guard at the complex, farming, artisan buzz, a janitor who cleans the yard area residents, farming. The elderly chosen because they see their efforts to keep working at age no longer young and old that no longer work, but they should still work.
The location of this research is Sempakata village, subdistrict of Medan Selayang, Medan. Besides using secondary data monograph village or profile Village also using primary data obtained through the help Interview Guide (interview guide) to six elderly people working as officers on night duty in the complex, farming, artisan buzz, a janitor who cleans the area of the yard homes, farming. Analysis of the results of research using descriptive method which is based on qualitative data.
These results indicate the general condition of the elderly poor in Sub Sempakata subdistrict of Medan Kota Medan Selayang have financial conditions do not support the elderly. therefore they have to keep working. They work as required to meet the needs of their families with financial limitations of weak physical condition they still have to work so that their needs can be met. There are several strategies to meet the needs of the elderly poor their families following the strategy used by the elderly: Active Strategies conducted the elderly poor is to look for a second job, family members go to work and optimize available resources. Passive strategy carried the elderly poor is by adopting a frugal life. Network strategy that made the elderly poor are asked for help from their social networks, both formal and informal networks of networks.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NAMA : LOLING DAMANIK
NIM : 110902045
ABSTRAK
STRATEGI LANSIA MISKIN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KELUARGA DI KELURAHAN SEMPAKATA KECAMATAN MEDAN
SELAYANG KOTA MEDAN
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 87 halaman, 13 tabel, 24 kepustakaan) Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana strategi lansia miskin dalam pemenuhan kebutuhan keluarganya. Kelompok sasaran pada penelitian ini adalah lansia yang berusia 60 tahun keatas yang bekerja sebagai petugas jaga malam di komplek, berladang, tukang kusuk, petugas kebersihan yang membersihkan area pekarangan rumah warga, bertani. Dipilihnya lansia ini karena melihat usaha mereka tetap bekerja di usianya yang tidak lagi muda dan usia yang tidak seharusnya lagi bekerja namun mereka tetap bekerja.
Lokasi penelitian ini adalah Kelurahan Sempakata, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan. Disamping menggunakan data sekunder yaitu monografi Kelurahan atau profil Kelurahan juga menggunakan data primer yang diperoleh melalui bantuan Interview Guide (pedoman wawancara) kepada enam orang lansia bekerja sebagai petugas jaga malam di komplek, berladang, tukang kusuk, petugas kebersihan yang membersihkan area pekarangan rumah warga, bertani. . Analisis hasil penelitian dengan menggunakan metode deskriptif yang didasarkan pada data kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan Kondisi umum lansia miskin yang ada di Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang Kota Medan mempunyai kondisi finansial yang tidak mendukung para lansia. maka dari itu mereka harus tetap bekerja. Mereka bekerja karena dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka dengan keterbatasan finansial kondisi fisik yang lemah mereka tetap harus bekerja agar kebutuhan mereka bisa terpenuhi. Ada beberapa strategi lansia miskin untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka berikut strategi yang digunakan oleh para lansia: Strategi aktif yang dilakukan lansia miskin yaitu dengan mencari pekerjaan sampingan, anggota keluarga ikut bekerja dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Strategi pasif yang dilakukan lansia miskin yaitu dengan menerapkan pola hidup hemat. Strategi jaringan yang yang dilakukan lansia miskin yaitu meminta bantuan kepada jaringan sosial yang mereka miliki, baik jaringan formal maupun jaringan informal.
.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas. Usia lanjut merupakan suatu keadaan yang tidak
terelakkan dan merupakan suatu masalah yang semua akan mengalaminya dan
berlaku secara universal. Proses terjadinya tua merupakan suatu proses yang tidak
dihindari oleh setiap manusia yang penting bagi kita adalah mempersiapkan diri dari
pada masa tua agar tetap sehat, bahagia dan produktif (Emile, 2010).
Lanjut usia (lansia) yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah
pasangan lansia yang secara fisik kesehatannya cukup prima. Dari aspek sosial
ekonomi dapat dikatakan jika cukup memadai dalam memenuhi segala macam
kebutuhan hidup. Bagi kehidupan lansia, keluarga merupakan sumber kepuasan,
karena keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala rumah
tangga, isteri, dan anak yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu
atap dalam keadaan saling ketergantungan guna mencapai pemenuhan kebutuhan
keluarga.
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global dan menjadi
perhatian banyak orang di seluruh dunia. Kemiskinan tidak hanya dijumpai disuatu
daerah, tempat atau negara tertentu. Akan tetapi, hampir disetiap belahan dunia dan
dinegara manapun. Kemiskinan akan selalu dijumpai sebagai suatu permasalahan
sosial yang kompleks. Kemiskinan juga dapat dikatakan sebagai permasalahan
Kemiskinan yang terjadi didalam suatu negara memang perlu dilihat sebagai
suatu masalah yang serius, karena saat ini kemiskinan membuat banyak masyarakat
indonesia mengalami kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Definisi kemiskinan terbagi atas tiga (3) yaitu adalah kemiskinan relatif,
kemiskinan absolut dan kemiskinan struktural dan kultural. Kemiskinan relatif
merupakan kondisi masyarakat karena kebijakan pembangunan yang belum mampu
menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan
distribusi pendapatan. Kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan
untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum. Kemiskinan struktural dan kultural
merupakan kemiskinan yang disebabkan kondisi struktur dan faktor-faktor adat
budaya dari suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang
(Sudantoko,2009:43-46).
Di Indonesia sendiri, kemiskinan merupakan masalah yang utama yang
sedang dihadapi dan masih belum terselesaikan. Menurut data Badan Pusat Statistik
(BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia perbulan September 2012 mencapai
28,59 juta jiwa atau sekitar 11,66 persen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik,
jumlah penduduk miskin di medan tahun 2013 mencapai 209,69 ribu jiwa atau
sekitar 9,64 persen. Dimana jumlah penduduk usia 60 s/d 64 tahun sebanyak 328.014
jiwa dan usia 65 tahun keatas sebanyak 514.899 jiwa. Berdasarkan data di kecamatan
medan selayang dimana jumlah penduduk pada kelurahan sempakata tahun 2012
adalah 11.201 jiwa. Jumlah penduduk lanjut usia (lansia) sebanyak 2201 jiwa.
Persentase tersebut dapat menjelaskan bahwa saat ini, jumlah penduduk di Indonesia
yang miskin sangat banyak. Penyebab kemiskinan itu sendiri dipengaruhi oleh
beberapa faktor, sebab jarang sekali ditemukan kemiskinan yang muncul oleh faktor
Faktor ekonomi sering disebut sebagai penyebab munculnya persoalan ini.
namun ada beberapa faktor lain yang juga menjadi pendukung atau bahkan penyebab
munculnya persoalan kemiskinan dibidang ekonomi adalah rendahnya pendidikan
seseorang yang mengakibatkannya sulit mendapatkan pekerjaan. Harus diakui
sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Tidak hanya
masyarakat desa, masyarakat di kotapun belum sepenuhnya mendapatkan pendidikan
yang mempuni untuk menjalani pendidikan.
Masalah ekonomi merupakan masalah yang sangat sulit bagi setiap manusia,
karena problema ekonomi menyangkut hajat hidup orang banyak. Setiap individu
atau kelompok masyarakat seperti halnya lanjut usia (lansia) miskin memiliki
berbagai cara yang berbeda dalam mengatasi kesulitan ekonomi yang mereka hadapi.
Berbagai cara tersebut merupakan wujud strategi guna untuk melangsungkan
kehidupan mereka yang disebabkan oleh berbagai kondisi seperti terjadinya krisis
ekonomi, kenaikan bahan pokok, kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan
lain-lain.
Dalam mengatasi hal tersebut, berbagai cara dilakukan lanjut usia (lansia)
miskin dalam mengatasi kesulitan ekonominya. Namun, kesulitan lanjut usia (lansia)
miskin dengan kondisi ekonomi dan lingkungannya tentunya memiliki strategi dalam
meningkatkan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan keluarga, seperti halnya lanjut
usia (lansia) miskin di kelurahan sempakata, kecamatan medan selayang.
Berbagai macam bentuk kegiatan tersebut yang dilakukan oleh lanjut usia
(lansia) miskin dalam mencari nafkah guna pemenuhan kebutuhan keluarga.
Kadangkala hasil yang diperoleh dari kegiatan ini tidak dapat pula mencukupi
kebutuhan sebagaimana yang dihadapkan, sehingga seringkali suami sebagai kepala
Permasalahan yang sering mereka hadapi adalah, ketika pendapatan lanjut
usia (lansia) miskin tidak sesuai dengan yang diharapkan atau rendah. Oleh
karenanya, ada berbagai cara atau strategi yang dilakukan lansia miskin untuk
memenuhi kebutuhan keluarga yaitu strategi aktif, strategi pasif dan strategi jaringan.
Strategi aktif adalah mengoptimalkan segala potensi keluarga, misalnya melakukan
aktivitas memperpanjang jam kerja ataupun bekerja sampingan (tambahan).
Disanalah mereka pergi keladang atau ke sawah bagi yang memiliki lahan, atau
mereka yang menggarap lahan milik sanak saudara atau tetangga. Dan bagi mereka
yang tidak memiliki lahan, biasanya mereka beralih menjadi membersihkan
pekarangan rumah warga, membersihkan pekarangan masjid dan lain sebagainya.
Strategi pasif adalah mengurangi pengeluaran keluarga. Misalnya dengan
pendapatan yang cukup maka lansia diharapkan dapat mengatur segala pengeluaran
kebutuhan mereka sehari-hari. Strategi jaringan adalah menjalin relansi, baik formal
maupun informal dengan lingkungan sosial dan lingkungan kelembagaan. Hal lain
yang dilakukan lanjut usia (lansia) miskin pada umumnya adalah memanfaatkan
program kemiskinan dari pemerintah yaitu sebagai berikut, seperti BLT (Bantuan
Langsung Tunai), bantuan raskin yang dapat meringankan sedikit biaya hidupnya,
selain itu mereka juga menyisihkan sebagian dari penghasilan yang didapatkan per
harinya, agar nantinya apabila dibutuhkan maka dapat dipergunakan untuk keperluan
yang besar. Misalnya untuk biaya kuliah anak, bagi yang memiliki anak yang duduk
di perguruan tinggi, membantu modal usaha anak, dan lain-lain. Apabila pendapatan
mereka tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maka dapat
dilakukan dengan cara berhutang kewarung atau bisa juga meminjam uang kepada
Beranjak dari apa yang sudah dipaparkan sebelumnya, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian lebih mendalam lagi untuk melihat bagaimana strategi lanjut
usia miskin dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Untuk itu peneliti membuat dalam
suatu kajian ilmiah dengan judul “Strategi Lanjut Usia (Lansia) Miskin Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Keluarga di Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan
Selayang Kota Medan ”.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan
sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Bagaimana strategi yang dilakukan oleh lanjut usia (lansia) miskin dalam pemenuhan
kebutuhan keluarga di Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang Kota
Medan.
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi
yang dilakukan oleh lanjut usia (lansia) miskin dalam pemenuhan kebutuhan
keluarga di Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang Kota Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan atau
1. Pengembangan teori-teori strategi dalam pemenuhan kebutuhan keluarga
oleh lanjut usia (lansia) miskin dan teori tentang ilmu kesejahteraan sosial
pada umumnya.
2. Pengembangan model dalam pembuatan program-program yang dibuat
oleh pemerintah dalam proses pemberdayaan lanjut usia (lansia) miskin
serta untuk meningkatkan kesejahteraan di dalam pemenuhan kebutuhan
1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan
objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi
operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian,
teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan secara singkat gambaran umum lokasi penelitian
dan data-data lain yang mendukung penelitian ini.
BAB V : ANALISIS DATA
Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian
beserta dengan analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia
2.1.1 Pengertian Lanjut Usia (Lansia)
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas. Usia lanjut merupakan suatu keadaan yang tidak
terelakkan dan merupakan suatu masalah yang semua akan mengalaminya dan
berlaku secara universal. Proses terjadinya tua merupakan suatu proses yang tidak
dihindari oleh setiap manusia yang penting bagi kita adalah mempersiapkan diri dari
pada masa tua agar tetap sehat, bahagia dan produktif (Emile, 2010).
Departemen Sosial RI dalam bukunya “Pedoman Penyelenggaraan
Kesejahteraan Lanjut Usia dalam Keluarga memberi batasan penduduk berusia lanjut
yaitu: Lanjut Usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, baik secara
fisik masih berkemampuan (potensial) maupun karena permasalahannya tidak
mampu berperan secara kontributif dalam pembangunan (non-potensial) (Djamal,
1998:6). Selanjutnya keputusan Menteri Sosial RI No. HUK. 3-1-50/107 tahun 1971.
Pengertian sebagai berikut seorang tindakan jompo adalah setelah yang bersangkutan
mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya guna mencari nafkah
dari orang lain.
Selanjutnya Prof. Dr. H. Mulyono Gandadiputra MA dalam Djamal (1998)
mengatakan sebagai berikut: Manusia lanjut usia, sebagaimana masyarakat pada
umumnya juga akan mengalami berbagai macam permasalahan dalam kehidupannya
proses kemunduran kemudian panca indra, kulit yang menjadi keriput serta
kemunduran pada organ tubuh lainnya yang ditandai dengan seringnya mereka
menderita beberapa sakit tua. Proses ketuaan dilihat dari segi psikis ditandai dengan
proses lupa mengenai hal- hal yang baru saja terjadi, mudah sedih, sikap curiga serta
sering merasa sebatang kara.
2.1.2 Klasifikasi Lanjut Usia (Lansia)
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lanjut usia (lansia) :
1. Pralansia (prasenilis)
Adalah seseorang yang berusia diantara 45-59 tahun.
2. Lansia
Adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia resiko tinggi
Adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI,
2003).
4. Lansia potensial
Adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa (Depkes RI, 2003).
5. Lansia tidak potensial
Adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
2.1.3 Karakteristik Lanjut Usia (Lansia)
Menurut Budi Anna Keliat (1999), Lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan).
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
2.1.4 Tipe Lanjut Usia (Lansia)
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya (Nugroho,2000).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut, yaitu:
1. Tipe arif bijaksana
Adalah kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, renda hati,
sederhana, dermawan dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Adalah mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan dan bergaul dengan teman.
3. Tipe tidak puas
Adalah konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan
4. Tipe pasrah
Adalah menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama
dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Adalah kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif dan acuh tak acuh.
2.2 Proses Penuaan
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah
sel-sel yang ada didalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami
penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dinamakan proses penuaan.
2.2.1 Teori-teori proses penuaan
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu sebagai
berikut:
1. Teori biologi
Adalah teori yang mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow
theory, teori stress, teori radikal bebas dan teori rantai silang.
2. Teori psikologi
Adalah kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan inteligensi dapat
menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif
dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap
3. Teori sosial
Adalah mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin
interaksi sosial dimana merupakan kunci untuk mempertahankan status
sosialnya atas dasar kemampuan lansia didalam berinteraksi. Pada teori sosial
ini mencakup teori interaksi sosial, teori penarikan diri, teori aktivitas, teori
kesinambungan dan lain sebagainya.
4. Teori spiritual
Adalah komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian
hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti
kehidupan.
2.3 Kemiskinan
2.3.1 Pengertian Kemiskinan
Tidak mudah untuk mendefenisikan kemiskinan, karena kemiskinan itu
mengandung unsur ruang dan waktu. Menurut Sejarah, keadaan kaya dan miskin
secara berdampingan tidak merupakan masalah sosial sampai saatnya perdagangan
berkembang pesat dan timbulnya nilai-nilai sosial yang baru. Dengan
berkembangnya perdagangan ke seluruh dunia dan ditetapkannya taraf kehidupan
tertentu sebagai kebiasaan suatu masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah
sosial. Pada waktu itu individu sadar akan kedudukan ekonominsnya sehingga
mereka mampu untuk mengatakan apakah dirinya kaya atau miskin. (Soerjono 2006:
320)
Konsep kemiskinan pada jaman perang akan berbeda dengan konsep
kemiskinan pada jaman merdeka dan modern sekarang ini. Seseorang dikatakan
ini. Demikian juga dari sisi tempat, konsep kemiskinan di negara maju tentulah
berbeda dengan konsep kemiskinan di negara berkembang dan terbelakang. Mungkin
keluarga yang tidak memiliki televisi atau kulkas, seseorang yang tidak dapat
membayar asuransi kesehatan, anak-anak yang bermain tanpa alas kaki, seseorang
yang tidak memiliki telepon genggam, akses internet dan lainnya di negara-negara
Eropa dapat dikatakan miskin. Namun tidak demikian di negara kurang berkembang
seperti negara-negara di Afrika.
Kemiskinan disebahagian negara justru ditandai dengan kelaparan,
kukurangan gizi, ketiadaan tempat tinggal, mengemis, tidak dapat sekolah, tidak
punya akses air bersih dan listrik. Defenisi kemiskinan biasanya sangat bergantung
dari sudut mana konsep tersebut dipandang.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan adalah ketidakmampuan
memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan
maupun non makan. Bank Dunia mendefenisikan bahwa kemiskinan berkenaan
dengan ketiadaan tempat tinggal, sakit dan tidak mampu untuk berobat ke dokter,
tidak mampu untuk sekolah dan tidak tahu baca tulis. Kemiskinan adalah bila tidak
memiliki pekerjaan sehingga takut menatap masa depan, tidak memiliki akses akan
sumber air bersih.
Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:
1. Kemiskinan absolut
Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan
kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar
minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan
demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang
yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan
hidupnya.
2. Kemiskinan relatif
Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang
sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah
dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan
antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin
besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan
relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan.
(http://www.repository.usu.ac.id diakses pada tangaal 21 Januari 2015 pukul 11: 12
WIB)
2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Menurut Matias Siagian (2012: 114) secara umum faktor-faktor penyebab
kemiskinan secara kategoris dengan menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri
dari dua bagian besar, yaitu:
1. Faktor Internal
Adalah dalam hal ini berasal dari dalam diri individu yang mengalami
kemiskinan itu yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan,
yang meliputi:
a. Fisik , misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.
b. Intelektual, seperti kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya
informasi.
c. Mental emosional atau temperamental, seperti: malas, mudah menyerah
d. Spritual, seperti tidak jujur, penipu, serakah dan tidak disiplin.
e. Sosial psikologis, seperti kurang motovasi, kurang percaya diri. depresi,
stress, kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.
f. Keterampilan, seperti tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan
tuntutan lapangan kerja.
g. Asset, seperti tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah,
tabungan, kendaraan dan modal kerja.
2. Faktor Eksternal
Adalah bersumber dari luar diri individu dan keluarga yang mengalami dan
menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya miskin,
meliputi:
a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.
b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat
memenuhi kebutuhan hidup.
c. Terbatasnya pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha
sektor informal.
d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga
yang tidak mendukung sektor usaha mikro.
e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil
masyarakat banyak.
f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang
belum optimal, seperti zakat.
g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian program struktural
h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.
i. Kondisi Geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana.
j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.
k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.
l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.
2.3.3 Ciri- Ciri Kemiskinan
Sulit memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkaitan dengan
indikasi-indikasi seperti apa yang dapat digunakan sebagai penanganan untuk
menytakan secara akurat, bahwa orang-orang seperti inilah yang disebut orang
miskin, sementara orang-orang yang seperti itu disebut tidak miskin. Namun suatu
studi menunjukkan adanya lima ciri-ciri kemiskinan yaitu:
1. Mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki
faktor produksi sendiri seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai ataupun
keterampilan untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata
pencahariannya. Sebagai contoh kemiskinan itu bercirikan antara lain bahwa faktor
produksi yang dimiliki pada umumnya sedikit atau bahkan tidak ada, sehingga
kemampuan untuk mempertahankan apalagi meningkatkan produksipun tidak
mungkin. Lebih menyesakkan lagi faktor-faktor produksi yang dimiliki justru
digunakan untuk kebutuhan komsumsi, bukan untuk kebutuhan produksi, misalnya
modal atau dana tidak digunakan untuk investasi melainkan hanya untuk komsumsi
demi mempertahankan hidup. Kondisi seperti ini mengakibatkan banyak kasus
berhentinya usaha karena kekurangan atau ketiadaan modal.
2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk
dengan perolehan pendapatan hanya untuk komsumsi. Mereka tidak berpeluang
untuk memperoleh tanah garapan, benih, ataupun pupuk sebagai faktor-faktor
produksi.
3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah. Kondisi seperti ini akan
berpengaruh terhadap wawasan mereka. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa
waktu mereka pada umumnya habis tersita semata-mata hanya untuk mencari nafkah
sehingga tidak ada waktu untuk belajar atau meningkatkan keterampilan. Demikian
juga dengan anak-anak mereka, tidak dapat menyelesaikan sekolahnya karena harus
membantu orang tua mencari tambahan pendapatan. Artinya bagi mereka, anak
tersebut memiliki nilai ekonomis.
4. Pada umumnya mereka yang masuk ke dalam kelompok penduduk dengan
kategori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah
mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor formal bagaikan
tertutup rapat. Akibatnya mereka terpaksa memasuki sektor-sektor informal. bahkan
pada umumnya mereka bekerja serabutan maupun musiman. Jika dikaji secara
totalitas, mereka sesungguhnya bukan bekerja sepenuhnya, bahkan mereka justru
lebih sering tidak bekerja. Sekilas mereka tidak menganggur, namun jika digunakan
indikator jam kerja, mereka justru masuk ke dalam kategori pengangguran tidak
kentara. Kondisi demikian mengakibatkan mereka memperoleh pendapatan yang
rendah pula.
5. Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi tidak
memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai. Sementara itu, kota tidak siap
menampung gerak urbanisasi dari desa yang semakin keras. Artinya laju investasi di
perkotaan tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja sebagai akibat
statis desa dalam mendukung kehidupan penduduknya, Dalam keadaan demikian,
masyarakat desa cenderung melakukan migrasi ke kota karena dianggap sebagai
alternatif dalam upaya mengubah nasib (Siagian, 2012: 20).
2.3.4 Aspek - Aspek Kemiskinan
Adapun aspek-aspek kemiskinan menurut Matias Siagian, yaitu:
1. Kemiskinan bersifat multidimensi
Sifat kemiskinan sebagai suatu konsep yang multi dimensi berakar dari
kondisi kebutuhan manusia yang beraneka ragam. ditinjau dari segi kebijakan umum,
maka kemiskinan itu meliputi aspek-aspek primer seperti miskin akan aset,
organisasi sosial, kelembagaan sosial berbagai pengetahuan dan keterampilan yang
dianggap dapat mendukung kehidupan manusia. Sedangkan aspek sekunder dari
kemiskinan adalah miskinnya informasi, jaringan sosial dan sumber keuntungan
yang semuanya merupakan faktor-faktor yang dapat digunakan sebagai jembatan
memperoleh suatu fasilitas yang dapat mendukung upaya mempertahankan bahkan
meningkatkan kualitas hidup.
Aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun secara
tidak langsung. Sebagai konsekwensi logisnya kemajuan atau kemunduran pada
salah satu aspek dapat mengakibatkan kemajuan atau kemunduran pada aspek
lainnya. Justru kondisi seperti inilah yang mengakibatkan tidak mudahnya
menganalisis kemiskinan itu menuju pada pemahaman yang komprehensif. Hal lain
yang juga harus dipahami sebagai konsekwensi logis dari kondisi kemiskinan seperti
ini adalah, pemahaman tentang kemiskinan hanya dapat diperoleh jika kita
akan membawa kita pada pemahaman yang salah tentang kemiskinan itu sendiri.
Bahkan, kemiskinan hanya dapat dipahami melalui pendekatan interdisiplinear.
2. Kemiskinan itu adalah fakta yang terukur.
Fenomena yang sering kita temui adalah, pendekatan yang diperoleh
sekelompok yang bermukin di tempat yang sama, namun kualitas individu atau
keluarga yang dimiliki mungkin saja berbeda. Keadaan yang demikian sering
mengondisikan kita untuk mengidentifikasi kemiskinan sebagai sesuatu yang serba
abstrak dan tidak mungkin diukur. Ada pula yang cenderung menyatakan
kemiskinan itu sebagai abstraksi dari perasaan sehingga mustahil untuk diukur cara
berfikir seperti ini harus dicegah karena akan menjauhkan kita dari pemahaman yang
benar dan holistik tentang kemiskinan itu sehingga kita pun mustahil dapat
menemukan solusi (Siagian, 2012: 13).
Karena kemiskinan adalah fakta yang terukur, maka kemiskinan dapat
diklasifikasikan ke dalam berbagai tingkatan (Siagian, 2012: 14), seperti:
1. Miskin
2. Sangat miskin
3. Sangat miskin sekali
Demikian halnya dengan BKKBN sering mengklasifikasi kondisi kehidupan
masyarakat ke dalam berbagai tingkat seperti:
1. Prasejahtera
2. Sejahtera 1
3. Sejahtera 2
Berbagai klasifikasi yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa,
kemiskinan merupakan fakta yang terukur. Bahwa yang miskin adalah manusianya,
pedesaan (rural poverty), kemiskinan perkotaan (urban poverty), dan sebagainya.
berbagai istilah tersebut bukanlah berarti bahwa yang mengalami kemiskinan itu
adalah desa atau kota secara an sich. Kondisi desa atau kota itu merupakan penyebab
kemiskinan bagi manusia. Dengan demikian pihak yang menderita miskin hanyalah
manusia, baik secara individual maupun kelompok dan bukan wilayah.
Sementara itu menurut Drewnoski (dalam Siagian, 2012) mengemukakan
adanya sembilan komponen yang harus disertakan dalam kajian kebutuhan pokok
dalam rangka penentuan indikator kemisinan. kesembilan indikator tersebut adalah:
1. Gizi
2. Sandang
3. Tempat berlindung
4. Kesehatan
5. Pendidikan
6. Waktu terluang
7. Ketenagan hidup
8. Lingkungan sosial
9. Lingkungan fisik
Dengan indikator kemiskinan tersebut juga merupakan indikator
kesejahteraan sosial ekonomi suatu masyarakat.
2.4 Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial sering diidentikkan dengan kesejahteraan masyarakat
atau kesejahteraan umum. Namun ada baiknya jika kata tersebut dipilah, yaitu
kesejahteraan dan sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah
gangguan dan kesusahan). Sedangkan kesejahteraan artinya keamanan, keselamatan,
ketentraman dan keselamatan hidup, dan kemakmuran. Di dalam kamus ilmu
kesejahteraan sosial disebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah keadaan sejahtera
yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial tertentu saja. Dalam
Undang-Undang No.11 tahun 2009 tentang Kesejateraan Sosial menyebutkan bahwa
kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan
sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
PBB mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan-kegiatan
yang terorganisir dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara
individu-individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama
melalui teknik-teknik dan metode-metode dengan maksud supaya memungkinkan
individu-individu, kelompok-kelompok, maupun komunitas-komunitas untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyesuaian
diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat serta melalui tindakan kerja
sama untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial.
Tujuan kesejahteraan sosial adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial,
keuangan, kesehatan, rekreasi semua individu dan masyarakat. Kesejahteraan sosial
berupaya meningkatkan keberfungsian semua kelompok usia, tanpa memandang
status sosial setiap individu. Ketika institusi lain dalam masyarakat, seperti ekonomi
pasar atau keluarga pada suatu waktu gagal memenuhi kebutuhan dasar individu atau
kelompok masyarakat, maka dibutuhkan bentuk pelayanan sosial untuk membantu
mereka.
Istilah kesejahteraan sosial telah lama dikenal di Indonesia, bahkan konsep
sosial memiliki beberapa makna yang relatif berbeda walaupun substansinya tetap
sama dan mencakup tiga konsepsi, yaitu:
1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial.
2. Institusi, bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan
berbagai profesi kemanusiaan yang meyelenggarakan usaha kesejahteraan
sosial dan pelayanan sosial.
3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan usaha yang terorganisir untuk
mencapai kondisi sejahtera.
Kesejahteraan sosial dapat diukur dari ukuran-ukuran seperti tingkat
kehidupan (levels of livings), pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs fulfillment),
kualitas hidup (quality of life), dan pembangunan manusia (human development).
Dari beberapa defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial adalah
berbagai uasaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik
secara fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi, kehhidupan spritual agar terwujud
kehidupan yang layak dan bermartabat.
Kesejahteraan sosial dalam arti luas mencakup berbagai tindakan yang
dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf kehidupan
yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi, dan fisik belaka, tetapi juga
ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spritual. Kesejahteraan
sosial dapat dilihat dari empat sudut pandang yaitu:
1. Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi).
Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi, kesejahteaan sosial dapat dilihat
dari rumusan Undang-Undanng NO. 11 tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan
kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spritual yang diliputi oleh rasa
keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi
setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah, rohanian dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta
masyarakat dengan menjungjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia
sesuai dengan pancasila.
2. Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu.
Sebagi suatu ilmu, pada dasarnya merupakan suatu ilmu yang mencoba
mengembangkan pemikiran, strategi dan teknik untuk meningkatkan kesejahteraan
suatu masyarakat, baik dari level mikro, maupun makro dengan mengembangkan
metode intervensi termasuk didalamnya aspek strategi dan teknik.
3. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan.
Sebagai suatu kegiatan, pengertian kesejahteraan sosial dapat dilihat antara
lain dari definisi yang dikembangkan oleh Friedlander “Kesejahteraan sosial
merupakan sistem yang terorganisir dari berbagai institusi dan usaha-usaha
kesejahteraan sosial yang dirancang guna membantu individu atau kelompok agar
dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan”. Pengertian ini
sekurang-kuranya menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem
pelayanan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Meskipun
dalam pengertian yanng dikemukakan Friedlander secara eksplisif menyatakan
bahwa target dari kegiatan tersebut adalah individu dan kelompok, tetapi dalam arti
luas pengertian Friedlander juga melihat masyarakat sebagai suatu totalitas.
4. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan
Sebagai suatu gerakan, isu kesejahteraan sosial sudah menyebar luas hampir
memberitahukan kepada dunia bahwa masalah kesejahteraan sosial merupakan hal
yang perlu diperhatikan secara seksama oleh masyarakat dunia, baik secara global
maupun parsial. Oleh karena itu, muncullah berbagai macam gerakan dalam wujud
organisasi lokal, regional, maupun internasional yang berusaha menangani isu
kesejahteraan sosial ini (Adi, 2013: 40).
Okamura (2005) menjabarkan tujuh karakteristik di dalam kesejahteraan
sosial, diantaranya:
1. Ekonomi yang stabil
2. Pekerjaan yang layak
3. Keluarga yang stabil
4. Jaminan kesehatan
5. Jaminan pendidikan
6. Kesempatan dalam masyarakat
7. Kesempatan budaya atau rekreasi
Hal-hal di atas menjadi tuntutan dasar dalam masyarakat sosial. ketika semua
karakteristik atau tuntutan dasar dalam kehidupan bermasyarakat sudah terpenuhi,
secara otomatis kesejahteraan sosial juga sudah didapat (Lubis, Suwardi. 2013).
2.5 Teori Kebutuhan Keluarga
Kebutuhan merupakan segala sesuatu yang diperlukan manusia, kebutuhan
yang wajib dipenuhi manusia adalah kebutuhan hidup. Menurut Gilarso (2002:19)
kebutuhan hidup adalah kebutuhan yang minimal harus dipenuhi untuk hidup
layaknya manusia. Mangkunegara (2002:5) kebutuhan muncul akibat adanya
dorongan dalam diri manusia dan kenyataan bahwa manusia memerlukan sesuatu
Soekanto (2009:1) keluarga adalah unit pergaulan hidup yang paling kecil
dalam masyarakat, secara umum keluarga masih bisa dibagi menjadi keluarga batih
dan keluarga besar. Keluarga batih merupakan kelompok sosial yang terdiri dari
suami, isteri, dan anak-anak yang belum menikah, sedangkan keluarga besar adalah
keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga batih. Dalam satu keluarga terdapat
kepala keluarga yang berkewajiban untuk bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan
hidup keluarganya. Setiap keluarga memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda dan
beranekaragam. Perbedaan tingkat kebutuhan keluarga juga terlihat pada keluarga
lanjut usia (lansia) di Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang Kota
Medan yang disebabkan oleh perbedaan tingkat pendapatan dan jumlah tanggungan
keluarga lanjut usia (lansia). Semakin besar pendapatan dan jumlah tanggungan
keluarga lanjut usia (lansia) maka semakin beragam pula kebutuhan yang harus
dipenuhi oleh keluarga lanjut usia (lansia) begitupun sebaliknya.
Maslow (dalam Mangkunegara, 2002:6-7) membagi kebutuhan manusia
dalam beberapa tingkatan yaitu:
a. Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan dasar atau tingkat terendah yang
diperlukan seorang manusia seperti: kebutuhan akan makanan, minuman,
pakaian, dan sebagainya.
b. Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan rasa aman merupakan kebutuhan yang diperlukan seseorang agar
c. Kebutuhan untuk merasa memiliki
Kebutuhan untuk merasa memiliki merupakan kebutuhan yang diperlukan
seseorang untuk diterima oleh kelompok seperti berinteraksi dan kebutuhan
untuk mencintai dan dicintai
d. Kebutuhan akan harga diri
Kebutuhan akan harga diri merupakan kebutuhan manusia untuk dihormati
dan dihargai oleh orang lain
e. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri
Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk
menggunakan potensi dan skill yang dimiliki, kebutuhan untuk berpendapat,
menentukan penilaian terhadap sesuatu.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
kebutuhan keluarga adalah segala sesuatu yang dibutuhkan keluarga baik untuk tetap
hidup maupun sebagai penunjang hidup. Pada penelitian ini peneliti hanya
memfokuskan pada kebutuhan keluarga lanjut usia (lansia) miskin yang bersifat
fisiologis atau kebutuhan pokok keluarga harus dipenuhi keluarga lanjut usia (lansia)
miskin. Menurut Gilarso (2002:19) unsur kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh
setiap masyarakat termasuk masyarakat miskin antara lain: kebutuhan pangan,
sandang atau pakaian, perumahan, kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan uraian di
atas secara rinci kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi keluarga lanjut usia (lansia)
miskin dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kebutuhan Pangan
Kebutuhan pokok pertama yang wajib dipenuhi oleh setiap keluarga adalah
kebutuhan pangan atau makanan. Menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996
baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia. Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan
yang sangat dasar dan wajib dipenuhi karena kebutuhan pangan adalah kebutuhan
yang diperlukan manusia untuk tetap hidup. Kekurangan kebutuhan pangan dapat
berakibat negatif bagi tubuh seseorang sebagaimana pendapat yang dikemukaan
Tejasari (2005:1) yang menyatakan bahwa kebutuhan pangan sangat dibutuhkan
manusia untuk bartahan hidup, karena didalam makanan mengandung senyawa kimia
yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Senyawa kimia dalam makanan yang mutlak
diperlukan manusia adalah zat gizi karena jika tubuh manusia kekurangan zat
tersebut maka fungsi organ akan terganggu yang mengakibatkan penyakit.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
kebutuhan pangan adalah kebutuhan manusia akan makanan dan minuman yang
diperlukan oleh tubuh manusia kebutuhan pangan wajib dipenuhi oleh manusia untuk
tetap bisa hidup. Bagi lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin jumlah gizi yang
terkandung dalam makanan tidaklah penting karena yang terpenting bagi mereka
adalah makanan yang mereka makan bisa mangenyangkan.
2. Kebutuhan Sandang
Kebutuhan yang perlu dipenuhi setelah kebutuhan pangan adalah kebutuhan
sandang. Sandang adalah pakaian yang diperlukan oleh manusia sebagai makhluk
berbudaya. Pada zaman dahulu manusia membuat pakaian dari kulit kayu dan kulit
binatang yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari cuaca. Kemudian manusia
mengembangkan teknologi pemintal kapas menjadi benang untuk ditenun menjadi
bahan pakaian. Kemajuan teknologi membuat fungsi pakaian bukan hanya sebagai
pelindung tubuh saja tetapi untuk memberi kenyamanan sesuai dengan jenis-jenis
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kebutuhan_primer). Seiring berjalannya waktu fungsi
pakaian tidak hanya digunakan sebagai pelindung tubuh tetapi pakaian juga
digunakan untuk menunjukkan kelas sosial seseorang. Seseorang yang memiliki
kedudukan tinggi atau berada pada kelas sosial atas akan memilih pakaian dengan
merk terkenal walaupun dengan harga mahal sedangkan untuk seseorang dengan
kelas sosial menengah kebawah akan membeli pakaian sesuai kebutuhan tanpa
melihat merk dengan harga relatif murah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Sumardi dan Evers (1985:200) yang menyatakan bahwa pakaian
bagi seseorang dapat mencerminkan keadaan atau kelas sosial keluarganya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan sandang atau
pakaian adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan yang berfungsi untuk
melindungi tubuh dari panas dan dingin serta untuk menjaga nilai kesopanan
manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Model dan kualitas pakaian bukanlah hal
yang penting bagi keluarga lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin, tetapi yang
terpenting bagi mereka adalah pakaian yang mereka pakai bisa menutupi anggota
badan dan melindungi mereka dari cuaca. Pada umumnya setiap anggota keluarga
lamjut usia (lansia) yang tergolong miskin hanya memiliki pakaian dalam jumlah
yang terbatas.
3. Kebutuhan Papan
Kebutuhan rumah atau papan menduduki tingkat ke tiga dalam tangga
kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh suatu rumah tangga. Menurut (Sardjono,
2004:1) rumah atau papan dalam tingkat kebutuhan manusia menempati tingkat
utama atau primer bersama dengan makanan (pangan) dan pakaian (sandang).
Penyediaan rumah memerlukan investasi yang cukup besar tidak seperti kebutuhan
tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap keluarga membutuhkan rumah
untuk kelangsungan hidupnya serta sebagai wadah kegiatan keluarga dalam
membentuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia sebagai individu, keluarga dan
masyarakat. Pendapat Sardjono sesuai dengan pendapat Sedayu (2010:89) yang
mengatakan bahwa rumah merupakan kebutuhan yang mendasar yang harus
dipenuhi oleh manusia karena rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan
melangsungkan keturunan.
Sedangkan menurut Maslow (dalam Sastra dan Marlina, 2006:2) sesudah
manusia terpenuhi kebutuhan jasmaninya, yaitu pangan sandang dan kesehatan,
kebutuhan akan rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu motivasi untuk
mengembangkan kehidupan yang lebih tinggi. Menurut Sastra dan Marlina (2006:2)
rumah dapat didefinisikan sebagai tempat dimana manusia bernaung dan tinggal
dalam kehidupannya. Bagi manusia tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar
(basic need), disamping kebutuhan akan pangan dan sandang.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
kebutuhan papan atau rumah adalah kebutuhan manusia akan tempat tinggal yang
digunakan untuk berlindung dari cuaca, beristirahat, dan sebagai tempat
berkumpulnya anggota keluarga. Bagi lanjut usia (lansia) yang tergolong miskin
yang terpenting bukanlah luas dan model suatu rumah tapi yang terpenting bagi
mereka adalah rumah yang mereka tempati bisa digunakan untuk berteduh dan
melindungi mereka dari cuaca.
4. Kebutuhan Kesehatan
Sehat merupakan suatu syarat bagi seseorang untuk tetap produktif karena
seseorang tidak bisa menjalankan fungsinya secara maksimal dalam keadaan sakit.
melakukan peran dan fungsinya dengan baik. Menurut World Healt Organization
(WHO) kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani, dan bukan
hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. King (dalam Wiranto, 2013:3)
mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan yang dinamis di dalam siklus hidup dan
memperoleh adaptasi terus menerus terhadap stres.
Sedangkan Menurut Sudarma (2008:16-17) kesehatan secara lebih rinci dapat
diartikan sebagai kebutuhan manusia dari berbagai kalangan dilihat dari status
ekonomi (kaya-miskin), status sosial (kalangan elit-wong alit), status geografi
(desa-kota), psikologi perkembangan (bayi-manula) maupun status kesehatan (sakit-sehat).
Orang sakit memerlukan penyebuhan (kuartif) sedangkan orang sehat memerlukan
peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), perbaikan (rehabilitatif) dan
pemeliharaan (konservatif).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
kebutuhan kesehatan adalah kebutuhan manusia akan kesejahteraan badan, jiwa dan
sosial agar bisa produktif secara sosial maupun secara ekonomi. Bagi lanjut usia
(lansia) yang tergolong miskin ketika dalam kondisi sakit mereka akan lebih memilih
membeli obat di warung atau berobat ke puskesmas karena lebih murah dibanding
harus periksa ke klinik dokter.
5. Kebutuhan Pendidikan
Proses pendidikan merupakan proses yang penting bagi perkembangan
seorang anak karena pendidikan merupakan proses pembentukan karakter seorang
anak. Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi seorang anak karena
orang tua adalah orang pertama yang berinteraksi dan membentuk karakter awal
seorang anak. Menurut Purwadaminta (dalam Tatang, 2012:13) pendidikan
mendewasakan manusia dengan pengajaran dan latihan. Sedangkan menurut Basri
(dalam Tatang, 2012:14) pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara sengaja
dan secara sistematis untuk memotivasi membina, membantu, dan membimbing
seseorang untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki sehingga ia bisa
mencapai kualitas diri yang lebih baik.
Selain pendidikan keluarga, pendidikan formal merupakan pendidikan yang
sangat penting karena melalui pendidikan formal seorang anak akan dapat belajar
dan mengasah keterampilannya sebagai bekal seorang anak untuk bekerja
sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Tirtarahardja dan La Sulo (2005:165)
yang menyatakan bahwa pendidikan formal berfungsi mengajarkan pengetahuan
umum dan pengetahuan yang bersifat khusus dalam rangka mempersiapkan anak
untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu. Pendidikan formal terdiri dari beberapa jenjang
pendidikan. Menurut Tirtarahardja dan La Sulo (2005:268) jenjang pendidikan yang
termasuk dalam pendidikan formal adalah SD, SMP, SMA dan Universitas.
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang melibatkan instansi pendidikan
sehingga diperlukan biaya untuk menempuh pendidikan ini. Menurut Suseno (2001:
131) indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan sekolah adalah uang saku, iuran
sekolah, alat tulis dan buku.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
kebutuhan pendidikan adalah kebutuhan untuk mengembangkan potensi di dalam
diri seseorang agar menjadi lebih cerdas dan terampil. Berdasarkan observasi awal
yang dilakukan peneliti tingkat pendidikan tertinggi anak lanjut usia (lansia) miskin
di Kelurahan Sempakata Kecamatan Medan Selayang Kota Medan hanya sampai
jenjang SMA bahkan ada sebagian anak lanjut usia (lansia) yang terpaksa berhenti
2.6 Strategi Memenuhi Kebutuhan Keluarga
Strategi memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat dipahami sebagai cara
untuk mengatasi kesulitan dalam hidup. Strategi bertahan hidup dirumuskan oleh
Snel dan Traring (dalam Setia, 2005) sebagai serangkaian tindakan yang dipilih
secara sadar oleh individu dan rumah tangga yang miskin secara sosial ekonomi.
Dengan strategi ini seorang individu berusaha untuk menambah penghasilan lewat
pemanfaatan sumber-sumber lain ataupun mengurangi pengeluaran lewat
pengurangan kuantitas barang dan jasa.
Edi Suhartono seorang pengamat masalah kemiskinan dari IPB, menyatakan
bahwa defenisi dari bertahan hidup (coping strategi) adalah kemampuan seseorang
dalam menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang
melingkupi kehidupannya. Dalam konteks keluarga miskin, strategi penanganan
masalah ini pada dasarnya merupakan segenap aset yang dimilikinya bisa juga
dinamakan dengan kapabilitas keluarga miskin dalam menanggapi goncangan dan
tekanan (Shock and Stress) (Suhartono, 2007. http://www.policy.hu diakses tanggal
11 Mei 2015 pukul 08.30 WIB).
Selanjutnya Edi Suhartono menyatakan strategi bertahan hidup (coping
strategi) dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakkukan dengan
berbagai cara yang dapat dikelompokkan dengan 3 cara yaitu :
1. Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga
untuk (misalnya melakukan aktivitasnya sendiri, memperpanjang jam kerja,
memanfaatkan sumber atau tanaman liar dilingkungan sekitar dan