• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kapal Tongkang (Studi Putusan Perdata Pengadilan Negeri Medan No. 503/PDT.G/2009/PN-Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kapal Tongkang (Studi Putusan Perdata Pengadilan Negeri Medan No. 503/PDT.G/2009/PN-Mdn)"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan

memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

H

HEERRIISSYYAAHHPPUUTTRRAA NIM. 080200389

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KAPAL TONGKANG

(Studi Putusan Perdata Pengadilan Negeri Medan No. 503/PDT.G/2009/PN-Mdn)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan

memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

H

HEERRIISSYYAAHHPPUUTTRRAA NIM. 080200389

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum

NIP. 196603031985081001

Pembimbing I

Sinta Uli, SH, M.Hum NIP. 195506261986012001

Pembimbing II

Aflah, SH.M.Hum NIP. 197005192002122002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

(3)

ABSTRAK

H

Heerrii SSyyaahhppuuttrraa** Sinta Uli, S.H.,M.Hum.**

Aflah, S.H.,M.Hum. ***

Hukum perjanjian merupakan suatu elemen penting dalam kehidupan sehari–hari, terutama dalam rangka pelaksanaan Pembangunan Nasional, ditambah dengan kemajuan teknologi terutama di bidang penyewaan kapal yang mempermudah hubungan seseorang dengan orang lainnya. Hubungan tersebut dilakukan melalui hubungan hukum yaitu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, salah satunya perjanjian sewa-menyewa yang diatur sesuai Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa kapal tersebut diantara pihak yang membuat perjanjian dapat menimbulkan suatu perbuatan pelanggaran perjanjian yang sudah mengikat disebut dengan perbuatan wanprestasi. Dalam hal ini pihak yang melakukan perbuatan wanprestasi terhadap perjanjian sewa menyewa tersebut haruslah bertanggung jawab dan dapat pula dituntut oleh pihak yang melakukan perbuatan wanprestasi tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Tinjauan Yuridis terhadap Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kapal Tongkang (Studi Putusan Perdata Pengadilan Negeri Medan No. 503/PDT.G/2009/PN-Mdn).

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah bersifat Deskriptif Analisis. Dalam hal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan menggumpulkan data-data dari berbagai macam tulisan seperti: buku-buku, peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah yang berhubungan dengan skripsi ini dan penelitian lapangan (field resaerch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengambil kasus yang relevan yakni perkara perdata No. 503/PDT.G/2009/PN-Mdn).

Perjanjian sewa menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian untuk memberikan/menyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sesuai dengan isi surat Perjanjian Sewa Menyewa Kapal Tongkang diantara kedua pihak yang menyewakan dan pihak penyewa kapal tongkang. Dalam pelaksanaannya sesuai dengan isi perjanjian dan tindakan pihak Tergugat melakukan tindakan ingkar janji (wanprestasi) sesuai dengan Putusan Perdata Pengadilan Negeri Medan No. 503/PDT.G/2009/PN-Mdn dengan putusan tersebut pihak Penggugat tersebut merasa dirugikan baik itu moril maupun materiil dan berhak menerima ganti rugi atas kerugian yang diderita pihak penggugat sesuai Pasal 1243 KUHPerdata tentang ganti rugi.

Kata Kunci: Wanprestasi, Perjanjian, Sewa Menyewa, Kapal Tongkang

*)Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadhirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun skripsi ini berjudul : “Tinjauan Yuridis terhadap Wanprestasi

(5)

karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof.,DR.Runtung, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum. selaku wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin, S.H.,MH.DFM. selaku wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H.,M.Hum. selaku wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H.,M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H.,M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(6)

masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

5. Ibu Aflah, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

7. Kepada Ayahanda Langsir Ginting dan Ibunda Tersayang Sumiati Sitepu, S.Pd. serta Adinda Sri Elmika Ginting, S.E., Rini Theresia Ginting, Christoper Ginting, atas segala perhatian, dukungan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU dan yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

8. Paman Sopian Sitepu, S.H.,M.Hum. yang telah memberikan support dan nasehat kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

9. Buat Andriaty Sinaria Sihombing, A.Md. yang telah memberikan motivasi kepada penulis selama masa perkulihan hingga penulisan skripsi ini.

10.Kepada Mahasiswa/i Fakultas Hukum USU stambuk 2008, selama menjalani perkuliahan.

11.Teman-teman Dedi Franata Ginting, S.H., Enda Prananta Ginting, A.Md, Aristo Tarigan, S.Kom., Enda Duanta Ginting. Maria Sihombing, A.Md. 12.Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini

(7)

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2015 P

Peennuulliiss

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK.. ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... .. vi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penelitian ... 6

F. Keaslian Penulisan ... 7

G. Sistematika Penulisan... 8

BAB II PERJANJIAN SEWA MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA ... 10

A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian ... 10

B. Perjanjian Sewa Menyewa dan Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Menyewa ... 15

C. Akibat Hukum Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Menyewa ... 28

BAB III PERJANJIAN SEWA MENYEWA KAPAL TONGKANG DALAM PRAKTEK ... 34

A. Hak dan kewajiban para pihak dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kapal Tongkang ... 34

(9)

C. Wanprestasi dan Force majure serta akibat hukumnya

dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kapal Tongkang ... 44

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KAPAL TONGKANG (STUDI PUTUSAN PERDATA PENGADILAN NEGERI MEDAN NO. 503/PDT.G/2009/PN-MDN) ... 61

A. Perjanjian Sewa Menyewa kapal tongkang Dan Pengaturan Hukumnya ... 61

B. Perjanjian Sewa Menyewa Kapal Tongkang dalam praktek 63

C. Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kapal Tongkang (Studi Putusan Perdata Pengadilan Negeri Medan No. 503/PDT.G/2009/PN-MDN) ... 66

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75

(10)

ABSTRAK

H

Heerrii SSyyaahhppuuttrraa** Sinta Uli, S.H.,M.Hum.**

Aflah, S.H.,M.Hum. ***

Hukum perjanjian merupakan suatu elemen penting dalam kehidupan sehari–hari, terutama dalam rangka pelaksanaan Pembangunan Nasional, ditambah dengan kemajuan teknologi terutama di bidang penyewaan kapal yang mempermudah hubungan seseorang dengan orang lainnya. Hubungan tersebut dilakukan melalui hubungan hukum yaitu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, salah satunya perjanjian sewa-menyewa yang diatur sesuai Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa kapal tersebut diantara pihak yang membuat perjanjian dapat menimbulkan suatu perbuatan pelanggaran perjanjian yang sudah mengikat disebut dengan perbuatan wanprestasi. Dalam hal ini pihak yang melakukan perbuatan wanprestasi terhadap perjanjian sewa menyewa tersebut haruslah bertanggung jawab dan dapat pula dituntut oleh pihak yang melakukan perbuatan wanprestasi tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Tinjauan Yuridis terhadap Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kapal Tongkang (Studi Putusan Perdata Pengadilan Negeri Medan No. 503/PDT.G/2009/PN-Mdn).

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah bersifat Deskriptif Analisis. Dalam hal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan menggumpulkan data-data dari berbagai macam tulisan seperti: buku-buku, peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah yang berhubungan dengan skripsi ini dan penelitian lapangan (field resaerch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengambil kasus yang relevan yakni perkara perdata No. 503/PDT.G/2009/PN-Mdn).

Perjanjian sewa menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian untuk memberikan/menyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sesuai dengan isi surat Perjanjian Sewa Menyewa Kapal Tongkang diantara kedua pihak yang menyewakan dan pihak penyewa kapal tongkang. Dalam pelaksanaannya sesuai dengan isi perjanjian dan tindakan pihak Tergugat melakukan tindakan ingkar janji (wanprestasi) sesuai dengan Putusan Perdata Pengadilan Negeri Medan No. 503/PDT.G/2009/PN-Mdn dengan putusan tersebut pihak Penggugat tersebut merasa dirugikan baik itu moril maupun materiil dan berhak menerima ganti rugi atas kerugian yang diderita pihak penggugat sesuai Pasal 1243 KUHPerdata tentang ganti rugi.

Kata Kunci: Wanprestasi, Perjanjian, Sewa Menyewa, Kapal Tongkang

*)Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan sesuatu hal. Peristiwa ini menimbulkan hubungan hukum antara para pihak yang terikat dalam perjanjian yang disebut dengan perikatan. Dalam bentuknya perjanjian adalah serangkaian perkataan yang mengandung kesanggupan dari para pihak untuk memenuhi apa yang diperjanjikan baik yang dilakukan secara lisan maupun tertulis. Selain itu perjanjian dapat juga disebut dengan persetujuan karena adanya kesepakatan para pihak untuk saling memenuhi prestasi dan kesediaan untuk mengikatkan diri.

(12)

Apabila penggugat telah memenuhi panggilan tersebut dengan menghadiri acara persidangan dan ternyata dilain pihak tergugat tidak hadir dalam proses pemeriksaan perkara tersebut, maka menurut Hukum Acara Perdata, gugatan dari penggugat itu dapat diterima tanpa hadirnya tergugat melalui Putusan Verstek. Hal ini telah ditegaskan dalam pasal 149 RBg/pasal 125 HIR yang menyatakan sebagai berikut:

“Apabila pada hari yang telah ditentukan tergugat tidak hadir dan pula ia tidak menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya, padahal ia telah di panggil secara patut maka putusan itu diterima dengan putusan tidak hadir tergugat (Verstek), kecuali ternyata bagi pengadilan bahwa gugatan tersebut melawan hak atau tidak beralasan”.

Dari ketentuan diatas dapat dimengerti bahwa walaupun pada dasarnya majelis hakim yang memeriksa suatu perkara tersebut dibenarkan untuk menerima dan memeriksa gugatan penggugat tanpa kehadiran pihak tergugat melalui Putusan Verstek. Namun hal tersebut masih diberikan batasan dengan pengecualian bahwa majelis hakim tersebut tidak dibenarkan untuk menerima gugatan penggugat yang apabila ternyata bersifat melawan hak atau gugatan tersebut tidak beralasan menurut hukum yaitu apabila tidak diajukan peristiwa-peristiwa yang membenarkan tuntutan. Jadi Putusan Verstek tidak berarti selalu dikabulkannya gugatan penggugat.

(13)

dilakukan melalui hubungan hukum yaitu perjanjian, salah satunya merupakan perjanjian sewa-menyewa kapal.

Penyediaan kapal beserta alat perlengkapan oleh pihak pengusaha pengangkutan melalui sewa kapal ini dapat terjadi ditandai dengan adanya perjanjian terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang dituangkan dalam Pasal 453 kitab Undang-undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHDagang) dinyatakan bahwa :

“Sewa menurut waktu adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu (si yang menyewakan) mengikatkan diri untuk selama suatu waktu tertentu, menyediakan sebuah kapal tertentu, kepada pihak lawannya (si penyewa), dengan maksud untuk memakai kapal tersebut dalam pelayaran dilautan guna keperluan pihak yang terakhir ini dengan pembayaran suatu harga yang dihitung menurut lamanya waktu”.

Ketentuan pasal tersebut di atas merupakan dasar bagi pengusaha pengangkutan untuk mengadakan perjanjian sewa kapal dengan pihak -pihak yang membutuhkannya. Jika penyewaan kapal guna pengangkutan barang-barang maupun orang telah selesai dikerjakan oleh penyewa kapal, maka akan dilanjutkan dengan pengembalian kapal beserta alat perlengkapannya kepada pihak pengusaha pengangkutan sesuai dengan tanggal dan waktu yang telah diperjanjikan.

(14)

yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan keadaan memaksa.1

Permasalahan ditandai dengan adanya salah satu pihak (penyewa) yang telah memanfaatkan pemakaian kapal beserta alat perlengkapannya untuk memenuhi kebutuhan dalam mengangkut barang muatannya dan ternyata di belakangan hari setelah disepakati dan ditandatangani perjanjian sewa kapal dan ternyata tidak dapat memenuhi isi perjanjian sewa kapal yang sudah digariskan sebelumnya. Dengan kata lain, telah terjadi cidera janji (wanprestasi), baik terjadi karena adanya unsur kelalaian maupun unsur lainnya seperti keterlambatan sipenyewa dalam mengembalikan kapal beserta alat perlengkapannya sebagaimana yang sudah disepakati maupun karena mengangkut barang muatan kapasitas angkutan yang sudah ditetapkan dimana cukup membahayakan kondisi kapal dalam perjalananya. Hal ini akan menyebabkan pihak yang menyewakan merasa dirugikan haknya atas tindakan sipenyewa kapal tongkang tersebut. Sehingga, pihak yang menyewakan kapal tongkang berhak untuk melaporkan permasalahan ingkar janji (wanprestasi) yang dilakukan oleh pihak penyewa kapal tongkang tersebut kepada pihak yang berwajib.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merasa tertarik untuk membahas dan memilih judul Tinjauan Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kapal Tongkang (Studi Putusan Perdata Pengadilan Negeri Medan No. 503/Pdt.G/2009/PN-Mdn).

1

(15)

B.Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas antara lain :

1. Bagaimana perjanjian sewa-menyewa kapal tongkang dan pengaturan hukumnya?

2. Bagaimana perjanjian sewa-menyewa kapal tongkang dalam pelaksanaannya? 3. Bagaimana wanprestasi dalam perjanjian sewa-menyewa kapal tongkang

(Studi Putusan Perdata Pengadilan Negeri Medan No. 503/PDT.G/2009/PN-MDN)?

C.Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka tujuan dalam pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perjanjian sewa-menyewa kapal tongkang dan pengaturan hukumnya.

2. Untuk mengetahui perjanjian sewa-menyewa kapal tongkang dalam pelaksanaannya.

(16)

D. Manfaat Penulisan

Sedangkan yang menjadi manfaat penulisan skripsi ini adalah:

1. Secara teoritis sebagai suatu bentuk penambahan literatur tentang wanprestasi dalam perjanjian sewa-menyewa kapal tongkang.

2. Secara praktis sebagai suatu bentuk sumbangan pemikiran bagi para pembaca dan masukan bagi para pihak yang mungkin akan melakukan perjanjian dan yang berkepentingan khususnya wanprestasi dalam perjanjian sewa-menyewa kapal tongkang.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini terdiri atas:

1. Sifat atau Materi Penelitian

Sifat atau materi penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah deskriptif analisis yang mengarah kepada penelitian hukum yuridis normatif yaitu wujud atau penuangan hasil penelitian mengenai hukum yang berlaku di masyarakat.2

2. Sumber Data

Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data primer dan sekunder. Sumber data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer dalam penelitian ini dipakai adalah KUHPerdata, KUHDagang.

2

(17)

b. Bahan hukum sekunder berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun kamus umum dan literature dari internet baik itu melalui Google maupun Yahoo.

3. Alat pengumpul data

Dokumen-dokumen hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang seperti peraturan dasar perundang-undangan, dimana dalam tulisan ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan.

4. Analisis data

Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan studi dokumen dan studi lapangan, maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang dikemukakan sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.

F. Keaslian Penulisan

(18)

Negeri Medan No. 503/Pdt.G/2009/PN-Mdn)” belum pernah ditulis dan belum terdaftar di dalam perpustakaan sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keaslian dan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas segala kritikan dan masukan yang sifatnya membangun guna penyempurnaan hasil penulisan.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar dapat memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan, metode penulisan, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II PERJANJIAN SEWA MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

(19)

BAB III PERJANJIAN SEWA-MENYEWA KAPAL TONGKANG DALAM PRAKTEK

Bab ini berisikan mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian sewa-menyewa kapal tongkang dan pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa kapal tongkang antara PT. Armada Intan Raya dengan PT. Alek Buana Piling serta wanprestasi dan force majeure serta akibat hukumnya dalam perjanjian sewa-menyewa kapal tongkang.

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI DALAM

PERJANJIAN SEWA-MENYEWA KAPAL TONGKANG (STUDI PUTUSAN PERDATA PENGADILAN NEGERI MEDAN NO. 503/PDT.G/2009/PN-MDN)

Bab ini berisikan mengenai perjanian sewa-menyewa dan pengaturan hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan perjanjian sewa-menyewa kapal tongkang dalam praktek wanprestasi dalam perjanjian sewa-menyewa kapal tongkang (Studi Putusan Perdata Pengadilan Negeri Medan No. 503/PDT.G/2009/PN-MDN).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(20)

BAB II

PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM

DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan- perikatan yang berasal dari perjanjian yang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak.3 Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga

overeenkomst dan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrech.4 Hukum

perjanjian diatur dalam buku III BW (KUHPerdata). Pada Pasal 1313 KUHPerdata, dikemukakan tentang defenisi daripada perjanjian. Menurut ketentuan pasal ini yakni :

“perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, “Suatu persetujuan adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satuorang atau lebih”.5

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan

3

Suharnoko, Hukum Perjanjian, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 117 4

(21)

terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam ruang lingkup hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, tetapi bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.6

R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.7

Menurut Salim HS, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya”.8

Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut Subekti, perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.9

Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain yang tercakup dengan nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatan

5

Sudarsono, Kamus Hukum,(Jakarta: Rincka Cipta, 2007), hal. 363 6

Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung: Alumi. 2005), hal. 89.

7

(22)

yang lahir dari “undang-undang”. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat

dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja (Pasal 1352 KUHPerdata) dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang. Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang dapat dibagi lagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang berlawanan dengan hukum (Pasal 1353 KUHPerdata).

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa defenisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan juga terlalu luas.10

Adapun kelemahan-kelemahan dari defenisi di atas adalah seperti diuraikan berikut ini:

a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

atau lebih lainnya”. Kata kerja “mengikatkan” sifatnya hanya datang dari

satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara pihak-pihak seperti

misalnya pada perjanjian jual-beli, sewa-menyewa.

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa

8

Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 27

9

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa), 2005 hal 1 10

(23)

(zaakwarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung konsensus, seharusnya digunakan kata persetujuan. c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal

tersebut terlalu luas, karena mencakup juga pelaksanaan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam ruang lingkup hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki Buku III KUHPerdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan perjanjian yang bersifat personal.

d. Tanpa menyebut tujuan. Dalam perumusan perjanjian tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.11

Atas dasar alasan-alasan yang dikemukakan di atas maka perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. “Perjanjian adalah

suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam ruang lingkup harta kekayaan”.12

Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang dimana isinya dituangkan dalam bentuk tulisan. Sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak). Ada tiga jenis perjanjian tertulis.13

11

Ibid 12

Komariah, Hukum Perdata, (UMM Press, Malang, 2008), hal.169 13

(24)

Perjanjian dibawah tangan yaitu yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak. Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notaris. Akta notaris adalah akta yang dibuat di hadapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu.

Interpretasi dalam perjanjian penafsiran tentang perjanjian diatur dalam Pasal 1342 s/d 1351 KUHPerdata. Pada dasarnya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah dimengerti dan dipahami isinya. Namun, dalam kenyataannya banyak kontrak yang isinya tidak dimengerti oleh para pihak. Dengan demikian, maka isi perjanjian ada yang kata-katanya jelas dan tidak jelas sehingga menimbulkan berbagai penafsiran.

Pasal 1343 untuk melakukan penafsiran haruslah dilihat beberapa aspek yaitu jika kata-katanya dalam kontrak memberikan berbagai macam penafsiran, maka harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat perjanjian

Pasal 1344

”Jika suatu janji dalam memberikan berbagai penafsiran, maka harus diselidiki pengertian yang memungkinkan perjanjian itu dapat dilaksanakan”.

Pasal 1345

“Jika kata-kata dalam perjanjian diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian”.

Pasal 1349

(25)

Fungsi perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi yuridis dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis perjanjian adalah dapat memberikan kepastian hukum para pihak, sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi.14

B. Perjanjian menyewa dan Wanprestasi dalam Perjanjian

Sewa-menyewa

Perjanjian sewa-menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian untuk memberikan/menyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III KUHPerdata (Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600). Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 KUHPerdata, yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah

“Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain manfaat dan kegunaan dari suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut itu telah menyanggupi dan menyetujui pembayarannya”.

Dari defenisi Pasal 1548 KUHPerdata dapat dilihat bahwa ada 3 (tiga) unsur yang melekat, yaitu:

1. Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan (pada umumnya pemilik barang) dengan pihak penyewa (yang memakai barang).

2. Pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada pihak penyewa untuk sepenuhnya dipergunakan.

14

(26)

3. Pemanfaatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu dan sudah disepakati pula.

Untuk menunjukkan bahwa itu merupakan perjanjian sewa-menyewa, maka penyewa yang diserahi barang yang dipakai tersebut diwajibkan membayar harga sewa atau uang sewa kepada pemilik barang sebagai berikut:

a. Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan (pada umumnya pemilik barang) dengan pihak penyewa (pemakai barang).

b. Pihak yang menyewakan atau menyerahkan sesuatu barang kepada pihak penyewa untuk sepenuhnya dipergunakan dan dipakai.

c. Pemakaian berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu pula.

Untuk menunjukkan bahwa itu merupakan perjanjian sewa-menyewa, maka penyewa yang diserahi barang yang untuk dipakai tersebut diwajibkan membayar harga sewa atau uang sewa kepada pemilik barang. Pada hakekatnya sewa-menyewa tidak dimaksud untuk jangka waktu yang berlangsung terus-menerus melainkan pada saat tertentu pemakaian dari barang tersebut akan berakhir dan barang akan dikembalikan lagi kepada pemilik semula. Mengingat hak milik atas barang tersebut tetap berada dalam tangan pemilik semula.

Adapun unsur “waktu tertentu” di dalam definisi yang diberikan dalam

(27)

“Jika sewa dibuat dengan tulisan maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya sesuatu pemberhentian untuk itu.

Pasal 1571 KUHPerdata.

“Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat”.

Dari dua pasal tersebut tampak bahwa di dalam perjanjian sewa-menyewa, batas waktu merupakan hal yang penting dan meskipun dalam Pasal 1548 KUHPerdata tidak secara tegas dicantumkan adanya batas waktu tetapi undang-undang memerintahkan untuk memperhatikan kebiasaan setempat atau mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan berdasarkan kebiasaan setempat. 1. Perjanjian Sewa-Menyewa

Sewa-menyewa adalah perjanjian dimana pihak yang menyewakan tersebut mengikatkan diri untuk memberikan kepada pihak penyewa manfaat atas suatu benda selama waktu tertentu dengan pembayaran harga sewa tertentu (Pasal 1548 KUHPerdata). Berdasarkan pada rumusan pasal tersebut, dapat diidentifikasi empat unsur utama menyewa yaitu subjek menyewa, perbuatan sewa-menyewa, objek sewa-sewa-menyewa, dan jangka waktu sewa-menyewa. Keempat unsur tersebut dibahas dalam uraian selanjutnya. Dalam bahasa inggris, perjanjian sewa-menyewa disebut hire agreement.15

(28)

dalam perjanjian sewa-menyewa itu dapat juga tidak ditetapkan suatu jangka waktu tertentu. Asal sudah disetujui harga sewa untuk satu jam, satu hari, satu bulan, dan lain-lain. Jadi para pihak bebas untuk menentukan berapa lama waktu tersebut. Dalam praktek pada umumnya perjanjian sewa-menyewa ini diadakan untuk jangka waktu tertentu, sebab para pihak menginginkan adanya suatu kepastian hukum bagi mereka.

1. Subjek sewa-menyewa

Istilah sewa-menyewa menyatakan bahwa terdapat dua pihak yang saling membutuhkan sesuatu. Pihak pertama disebut “yang menyewakan, yaitu pihak

yang membutuhkan sejumlah uang sewa dan pihak kedua yang dapat disebut “penyewa” yaitu pihak yang membutuhkan atas suatu benda yang ingin dinikmati

melalui proses tawar-menawar (offer and acceptance). Pihak pertama disebut pihak yang menyewakan dan pihak kedua disebut pihak penyewa.

Sewa-menyewa dapat diartikan sebagai perbuatan sehari-hari yang terjadi antara pihak yang menyewakan benda tertentu untuk sekadar memperoleh sejumlah uang dan pihak penyewa untuk sekadar memenuhi kebutuhan dan manfaat atas benda tertentu selama waktu tertentu. Akan tetapi, secara khusus, sewa-menyewa dapat juga menjadi suatu sumber mata pencarian bagi pihak yang menyewakan benda. Dalam hubungan ini, pihak yang menyewakan benda dapat berstatus sebagai pengusaha produsen (profit oriented), sedangkan pihak penyewa dapat sebagai manusia pribadi, konsumen, badan hukum yang menikmati benda.16

15

Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011, hal 345 16

(29)

2. Perbuatan sewa-menyewa

Perbuatan sewa-menyewa memiliki lima unsur yang harus melekat didalamnya yakni persetujuan, penyerahan benda sewaan, pembayaran uang sewa, waktu sewa, dan persyaratan sewa-menyewa.

a. Persetujuan adalah perbuatan yang menyatakan tercapai kata sepakat antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa mengenai benda yang disewakan, uang sewa, waktu sewa, dan persyaratan sewa-menyewa. b. Penyerahan adalah perbuatan mengalihkan hak penguasaan benda yang

disewakan dari pihak yang menyewakan kepada pihak penyewa untuk dipergunakan.

c. Pembayaran uang sewa adalah perbuatan memberikan sejumlah uang dari pihak penyewa kepada pihak yang menyewakan sebagai kontraprestasi atas benda yang dikuasai untuk dipergunakan oleh pihak penyewa.

d. Waktu sewa adalah ukuran jangka waktu lamanya proses sewa-menyewa berlangsung.

e. Persyaratan sewa-menyewa adalah ketentuan yang disepakati bersama untuk memungkinkan pemenuhan kewajiban dan memperoleh hak pihak yang menyewakan dan pihak penyewa.

3. Objek sewa-menyewa

(30)

demikian, benda yang disewakan itu statusnya jelas dan sah menurut hukum dan diketahui jelas atau calon penyewa atas tawaran dari pihak yang menyewakan dan didukung pula oleh alat bukti yang sah. Harga sewa selalu dinyatakan dalam jumlah uang, tetapi boleh juga dinyatakan baik berupa benda atau jasa.17

Peraturan tentang sewa-menyewa yang termuat dalam Buku III Bab VII KUHPerdata dapat diberlakukan untuk segala macam sewa-menyewa mengenai semua jenis benda, baik bergerak maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, baik yang disewakan menurut waktu tertentu maupun yang tidak menurut waktu tertentu. Dengan demikian sudah jelas bahwa peraturan sewa-menyewa yang termuat dalam Buku III Bab VII KUHPerdata diberlakukan untuk semua jenis benda yang menjadi objek segala macam sewa-menyewa dan harga sewa.

Harga sewa yang dapat diberlakukan sering juga dalam bentuk sewa (borongan). Bentuk sewa sering digunakan dalam kegiatan pengangkutan benda atau penumpang, antara lain kapal laut, pesawat udara, kereta api, dan bus pariwisata. Bentuk sewa sering digunakan menurut waktu atau menurut perjalanan yang dilengkapi dengan nahkoda, pilot, masinis, dan pengemudi yang tunduk pada pemerintah penyewa.

4. Jangka waktu sewa-menyewa

Jangka waktu sewa dalam Pasal 1548 KUHPerdata dinyatakan dengan “waktu tertentu”. Apa yang dimaksud dengan waktu tertentu? Dalam praktik

sewa-menyewa, yang dimaksud “waktu tertentu” adalah jangka waktu yang

17

(31)

dihitung menurut kelaziman, misalnya jumlah jam, hari, minggu, bulan, dan tahun. Jangka waktu tersebut dapat juga digunakan dalam bentuk sewa, baik sewa menurut waktu maupun sewa menurut perjalanan. Bentuk sewa biasa digunakan pada jasa pengangkutan darat, laut, udara, dan kereta api. Waktu tertentu ini digunakan sebagai pedoman untuk menentukan lama proses sewa-menyewa berlangsung yang sesuai dengan jumlah uang sewa pada saat pembayaran uang sewa, dan berakhirnya waktu sewa.

Menurut ketentuan Pasal 1579 KUHPerdata, pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewa-menyewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya. Pasal ini ditujukan dan hanya diberlakukan pada sewa-menyewa dengan waktu tertentu. Contohnya adalah orang sudah menyewakan bendanya untuk jangka waktu tiga tahun tidak dapat memutuskan sewa-menyewa jika jangka waktu tersebut belum berakhir walaupun dengan alasan hendak memakai sendiri benda yang disewakan itu.

Akan tetapi, apabila pihak yang menyewakan benda itu tidak menentukan jangka waktu sewa, maka dia berhak menghentikan proses sewa-menyewa setiap saat dengan mengindahkan waktu yang diperlukan untuk pemberitahuan penghentian menyewa menurut kebiasaan setempat. Namun ketentuan sewa-menyewa yang diatur dalam Buku III Bab VII KUHPerdata berlaku untuk semua sewa-menyewa benda bergerak dan tidak bergerak, baik dengan waktu tertentu maupun jangka waktu yang tidak tertentu karena waktu tertentu “bukan syarat

(32)

Untuk mengetahui jangka waktu tertentu berlakunya sewa-menyewa, ada beberapa cara yang dapat ditempuh, yaitu:

a. Kepastian jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian

Misalnya, satu tahun terhitung sejak ditandatanginya perjanjian sewa-menyewa. Jika perjanjian ditandatangani 10 Januari 2009, maka perhitungan jangka waktu satu tahun sejak 10 Januari 2009 dan akan berakhir 10 Januari 2010.

b. Tarif sewa untuk setiap unit waktu

Misalnya, ditentukan secara harian tarif kamar hotel 350 ribu rupiah, tetapi tidak ditentukan berapa hari menginap satu hari, jangka waktu berakhirnya pukul 13.00 hari besoknya.

c. Penafsiran pasal-pasal tertentu dalam peraturan sewa-menyewa

Misalnya, Pasal 1579 KUHPerdata tidak menentukan jangka waktu sewa, dapat diakhiri dengan penafsiran untuk dipakai sendiri dan pemberitahuannya kepada penyewa dalam waktu yang layak menurut kebiasaan setempat.

5. Hubungan kewajiban dan hak

(33)

a. Subjek hukum

Pihak yang menyewakan dan pihak penyewa. b. Status hukum

Untuk kepentingan diri sendiri atau pihak lain. c. Peristiwa hukum

Persetujuan penyerahan penguasaan (bezit) benda untuk dinikmati dan pembayaran sewa sebagai imbalan selama jangka waktu tertentu.

d. Objek hukum

Benda dan sewa sebagai prestasi. e. Hubungan hukum

Keterikatan pihak-pihak untuk memenuhi kewajiban dan memperoleh hak. 6. Sewa-menyewa tertulis dan tidak tertulis

Perjanjian sewa-menyewa dapat dibuat secara tertulis dan dapat pula secara tidak tertulis yaitu:

a. Secara tertulis

Apabila dibuat secara tertulis, berlakulah ketentuan Pasal 1570 KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal tersebut, apabila sewa-menyewa dibuat secara tertulis, sewa-sewa-menyewa itu berakhir demi hukum jika waktu sewa yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukan pemberitahuan untuk itu.

b. Secara tidak tertulis

(34)

pasal tersebut, apabila perjanjian sewa-menyewa dibuat secara tidak tertulis. Sewa-menyewa itu tidak berakhir pada waktu ditentukan, tetapi apabila pihak yang menyewakan hendak menghentikan sewa-menyewa dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Jadi, tanpa pemberitahuan tersebut, pihak yang menyewakan dianggap telah menyetujui perpanjangan sewa-menyewa untuk jangka waktu yang sama.

Jangka waktu pihak yang menyewakan telah memberitahukan kepada pihak penyewa bahwa dia hendak menghentikan sewa-menyewa. Pihak penyewa meskipun tetap memakai bendanya, tidak dapat mengajukan alasan telah terjadi sewa-menyewa ulang secara diam-diam (Pasal 1572 KUHPerdata). Jika setelah berakhirnya sewa-menyewa yang dibuat secara tertulis pihak penyewa tetap menguasai benda yang disewa dan dibiarkan menguasainya. Dengan demikian terjadi sewa-menyewa baru yang akibatnya diatur menurut perjanjian tidak tertulis (Pasal 1573 KUHPerdata).

(35)

Apabila pihak yang menyewakan telah memberitahukan kepada pihak penyewa bahwa dia hendak menghentikan sewa-menyewa meskipun pihak penyewa tetap menguasai dan menikmati benda yang disewanya itu, dia tidak dapat menyatakan adanya sewa-menyewa berulang secara diam-diam. Dengan habisnya jangka waktu sewa-menyewa, berakhirlah sewa-menyewa itu. Penyewa wajib mengembalikan benda yang disewa kepada pihak yang menyewakan.

Perjanjian sewa menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian untuk memberikan/menyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III KUH Perdata. Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 KUHPerdata, yang dimaksud dengan sewa-menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang selama periode suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya.18

Pasal 1548 KUHPerdata menggunakan istilah sewa-menyewa (huur en verhuur). Perkataan tersebut seolah-olah memberikan pengertian yang sama yang

dapat menimbulkan salah pengertian seolah-olah para pihak saling sewa menyewakan antara mereka. Padahal sebenarnya tidak demikian dan yang benar-benar terjadi adalah satu pihak menyewakan barang kepada pihak penyewa dan si penyewa membayar sejumlah harga atas barang yang disewakan. Dengan perkataan lain, hanya sepihak saja yang menyewakan dan bukan saling sewa menyewakan antara mereka. Karena itu yang dimaksud dengan sewa-menyewa dalam Pasal 1548KUHPerdata tersebut tiada lain ialah persewaan.

18

(36)

Perjanjian sewa-menyewa termasuk dalam perjanjian bernama. Perjanjian ini adalah suatu perjanjian konsensuil yang artinya perjanjian ini sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya kesepakatan mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. Peraturan tentang sewa-menyewa ini berlaku untuk segala macam sewa-menyewa, mengenai semua jenis barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak, yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, karena waktu tertentu bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa menyewa.19

1. Wanprestasi dalam perjanjian sewa-menyewa

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestatie, yang artinya tidak memenuhi kewajiban yang merupakan kewajibannya dan telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun undang-undang. Adapun unsur-unsur wanprestasi antara lain:

a. Adanya perjanjian yang sah.

Maksudnya perjanjian sah apabila terdapat syarat sahnya perjanjian, antara lain adanya kata sepakat atau persesuaian kehendak, kecakapan para pihak, objek tertentu dan kausal atau dasar yang halal.

b. Adanya kesalahan (karena kelalaian dan kesengajaan).

Maksud kelalaian adalah dalam hal suatu perjanjian yang dimaksudkan untuk tidak melakukan suatu perbuatan. Apabila kemudian ternyata dilakukannya sesuatu perbuatan yang seharusnya tidak untuk dikerjakan dengan dilakukannya sesuatu tersebut.

19

(37)

c. Adanya kerugian.

Maksudnya disini adalah bahwa setiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian terhadap orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. d. Adanya sanksi.

Maksud sanksi disini dapat berupa kewajiban membayar kerugian yang diderita oleh pihak lawan (ganti rugi), berakibat pembatalan perjanjian, peralihan risiko, dan membayar biaya perkara (apabila masalahnya sampai di bawa ke pengadilan).20

Akibat dari wanprestasi tersebut adalah munculnya suatu ganti rugi bagi pihak yang merasa dirugikan. Menurut Nieuwenhuis, kerugian adalah berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu disebabkan oleh perbuatan (melakukan atau membiarkan) yang melanggar norma oleh pihak lain. KUHPerdata hanya mengatur tentang ganti rugi dari kerugian yang bersifat material (berwujud) yang dapat dinilai dengan uang dan tidak mengatur ganti rugi dari kerugian yang bersifat immaterial, tidak berwujud (moral, ideal).

Pada wanprestasi, perhitungan ganti rugi dihitung sejak terjadinya kelalaian. Hal ini sebagaimana diatur Pasal 1237 KUHPerdata: ”pada suatu

perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu, semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya.

20

(38)

C. Akibat Hukum Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa-Menyewa

Wanprestasi (ingkar janji) adalah berhubungan erat dengan adanya perikatan atau perjanjian antara para pihak. Baik perikatan itu didasarkan atas perjanjian maupun yang bersumber pada undang–undang. Apabila salah satu pihak ingkar janji maka itu dapat menjadi alasan bagi pihak lainnya untuk mengajukan gugatan. Demikian juga tidak terpenuhinya ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menjadi alasan untuk batal atau dapat dibatalkannya suatu persetujuan/perjanjian melalui gugatan.

Adapun akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi atas berbagai kemungkinan yakni:

1. Ia dapat meminta pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan ini sudah terlambat.

2. Ia dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan atau dilakukan tetapi tidak sebagaimana mestinya.

3. Ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian. 4. Dalam hal suatu perjanjian yang meletakan kewajiban timbal balik,

kelalaian suatu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta pada hakim supaya perjanjian dibatalkan yang disertai dengan permintaan penggantian kerugian.

(39)

pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.

Pasal 1226 dan Pasal 1267 KUHPerdata secara khusus memberikan pengaturan tentang syarat batal dalam perjanjian timbal balik. Undang-undang tersebut menentukan bahwa syarat yang membatalkan perjanjian timbal balik adalah kalau salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban (ingkar janji). Ketentuan undang – undang ini, terutama Pasal 1226 KUHPerdata adalah merupakan suatu yang menarik perhatian karena didalamnya banyak terkandung kelemahan-kelemahan yang kadang–kadang satu sama lain mempunyai sifat yang bertentangan. Maka sifat yang bertentangan itu adalah:

a. Materi yang diatur dalam ayat (1) dan ayat (2). Ayat pertama menyatakan bahwa syarat batal itu dianggap selalu ada didalam perjanjian, tetapi ayat (2) menyatakan bahwa kalau syarat batal terjadi maka perjanjian itu tidak batal dengan sedirinya melainkan harus diucapkan oleh hakim.

b. Pembentuk undang–undang memandang atau meletakan syarat dan kewajiban memenuhi prestasi itu dalam kedudukan yang sederajat.

c. Apabila syarat batal dipenuhi maka segala sesuatu dikembali kedalam keadaan semula. Ketentuan ini mengandung kelemahan karena tidak mendekati keadilan. Pihak yang tidak lalai dibebani pula dengan suatu kewajiban untuk menerima kembali segala apa yang mungkin telah diserahkannya kepada pihak lain.

(40)

1320 KUHPerdata tentang syarat–syarat sahnya suatu perjanjian menjadi alasan untuk batal atau dapat dibatalkan suatu perjanjian atau persetujuan melalui gugatan.

Dalam perkara perdata No.503/Pdt.G/2009/PN.Mdn terlihat akibat adanya perbuatan wanprestasi (ingkar janji) yang telah dilakukan oleh tergugat tersebut. Penggugat telah mengalami kerugian yang sangat besar baik itu kerugian materiil maupun moriil. Adapun kerugian materiil yang ditimbulkan tergugat yaitu:

1. Biaya sewa kapal tiga bulan pertama setelah dipotong biaya operasional docking sejumlah Rp. 23. 627. 979,- (dua puluh tiga juta enam ratus dua

puluh tujuh ribu sembilan ratus tujuh puluh sembilan rupiah).

2. Kerugian yang dialami tergugat yang harus mengeluarkan gaji anak buah kapal yang tidak diperkerjakan oleh tergugat sesuai dengan perjanjian perbulan Rp. 14. 306.000,- (empat belas juta tiga ratus enam ribu rupiah). 3. Penggugat dirugikan menggantungkan 1 (satu) unit kursi sebesar Rp.

1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) yang harus dibayar oleh tergugat kepada penggugat.

(41)

Disamping kerugian materiil yang dialami penggugat yang harus dibayar tergugat kepada penggugat, penggugat juga mengalami kerugian moriil sebesar sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Adapun akibat hukum bagi debitur yang teleh melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi atas berbagai kemungkinan, yaitu :

1. Ia dapat meminta pelaksanaan perjanjian meskipun pelaksanaan ini sudah terlambat.

2. Ia dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau dilakukan tetapi tidak sebagaimana mestinya.

3. Ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.

Sebagaimana dalam suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta pada hakim supaya perjanjian dibatalkan yang disertai dengan permintaan penggantian kerugian.21

Pasal 1226 KUHPerdata memberikan ketentuan bahwa tiap perjanjian bilateral selalu dianggap telah dibuat dengan syarat, bahwa kelalaian salah satu pihak akan mengakibatkan pembatalan perjanjian. Pembatalan tersebut harus diminta pada hakim.

21

(42)

Ada empat akibat dari terjadinya wanprestasi, yaitu:

1. Melakukan pembayaran atas kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti rugi;

2. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian; 3. Peralihan resiko;

4. Melakukan pembayaran biaya perkara kalau sampai diperkarakan didepan hakim.22

Akibat-akibat dari terjadinya wanprestasi : a. Ganti rugi

Ganti rugi sering diperinci dalam tiga unsur yakni biaya, rugi dan bunga. Biaya adalah segala pengeluaran yang harus dibayarkan dan perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak. Misalnya jika seorang sutradara mengadakan perjanjian dengan seorang pemain sandiwara untuk mengadakan suatu pertunjukan dan pemain ini kemudian tidak datang sehingga pertunjukkan terpaksa dibatalkan, maka yang termasuk biaya adalah ongkos cetak iklan, sewa gedung, sewa kursi dan lain-lain. Istilah rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan debitur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur. Misalnya dalam hal jual beli sapi. Kalau sapi yang dibelinya itu mengandung suatu penyakit yang menular kepada sapi-sapi lainnya milik si pembeli, hingga sapi-sapi ini mati karena penyakit tersebut. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau

22

(43)

dihitung oleh kreditur. Misalnya dalam hal jual beli barang, jika barang tersebut sudah mendapat tawaran yang lebih tinggi dari harga pembeliannya.

Menurut Pasal 1247 KUHPerdata menyatakan bahwa:

“siberutang hanya diwajibkan mengganti biaya,rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduga sewaktu perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya”.

Pasal 1248 KUHPerdata menyatakan bahwa:

bahkan jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena tipu daya siberutang, penggantian biaya, rugi, bunga, sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perjanjian”.

Dari kedua pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ganti rugi itu dibatasi, hanya meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi.

b. Pembatalan perjanjian.

(44)

A. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kapal

Tongkang

Dalam perjanjian sewa-menyewa tentu ada hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan baik oleh pihak penyewa maupun pihak yang menyewakan. Kewajiban-kewajiban pihak penyewa maupun yang menyewakan telah diatur di dalam KUHPerdata Buku ke III Bab IV bagian kedua dan ketiga. Dalam Pasal 1550 BW menentukan ada tiga macam kewajiban pihak yang menyewakan. Ketiga macam kewajiban tersebut merupakan kewajiban yang harus dibebankan kepada pihak yang menyewakan, sekalipun hal tersebut tidak ditentukan dalam perjanjian. Ketiga macam kewajiban tersebut adalah :

a. Kewajiban untuk menyerahkan barang yang disewa kepada pihak penyewa.

b. Kewajiban pihak yang menyewa untuk memelihara barang yang disewa selama waktu yang diperjanjikan sehingga barang yang disewa tersebut tetap dapat dipergunakan dan dapat dinikmati sesuai dengan maksud yang dimaksud pihak penyewa.

(45)

menyewakan adalah bahwa ia berhak atas harga yang telah disepakati dan menerima hasil pembayaran atas sewa tersebut.

Kewajiban pihak penyewa diatur dalam Pasal 1560, 1561, 1564, dan 1566 KUHPerdata. Secara garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Penyewa wajib melunasi uang sewa sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian sewa-menyewa tersebut.

b. Memelihara benda yang disewakan itu sebaik-baiknya dan mempergunakan benda tersebut menurut kegunaannya tanpa menyalahi aturan perjanjian sewa-menyewa yang telah disepakati.

c. Menanggung segala kerusakan benda atau barang yang terjadi selama masa perjanjian sewa-menyewa, kecuali ia dapat membuktikan bahwa kerusakan itu bukan karena kesalahannya tetapi terjadi diluar kekuasaannya.

d. Harus mengembalikan barang yang disewa dalam keadaan seperti menerima barang tersebut.

Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Menurut R. Suroso subjek hukum adalah : “sesuatu yang menurut hukum berhak atau berwenang

untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap bertindak dalam hukum, sesuatu pendukung hak (rechtsbevoedgheid) dan merupakan sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban”.23

Hak dan kewajiban dapat timbul dari adanya suatu perjanjian yang dibuat para pihak ataupun yang telah ditentukan oleh undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan suatu perikatan yang mana

23

(46)

perikatan merupakan isi dari suatu perjanjian. Jadi perikatan yang telah dilaksanakan para pihak dalam suatu perjanjian memberikan tuntutan pemenuhan hak dan kewajiban terhadap pelaksanaan isi dari perjanjian, khususnya perjanjian sewa-menyewa ini.

Hak dan kewajiban dapat timbul dari adanya suatu perjanjian yang dibuat para pihak ataupun yang telah ditentukan oleh undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan suatu perikatan yang mana perikatan merupakan isi dari suatu perjanjian. Jadi perikatan yang telah dilaksanakan para pihak dalam suatu perjanjian memberikan tuntutan pemenuhan hak dan kewajiban terhadap pelaksanaan isi dari perjanjian khususnya perjanjian sewa-menyewa ini.

Perjanjian sewa-menyewa adalah sebagai salah satu bentuk perjanjian yang diatur di dalam KUHPerdata dan merupakan perjanjian timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan kesepakatan para pihak dan merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi dalam kehidupan di masyarakat.

(47)

B. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Kapal Tongkang Antara PT.

Armada Intan Raya dengan PT. Alek Buana Piling

Penyediaan kapal tongkang beserta alat perlengkapannya telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi yang membutuhkannya. Begitu pula penyediaan armada angkutan yang telah disediakan oleh PT. Armada Intan Sari yang dapat dilakukan penyewaannya. Tentunya dalam proses penyewaan tersebut tidak bisa dilakukan dengan cara mudah, tetapi harus menempuh beberapa proses yang harus dilalui sebelum menggunakan armada pengangkutan yang telah disediakan oleh PT. Armada Intan Sari tersebut. Adapun proses yang dapat ditempuh untuk melakukan penyewaan armada pengangkutan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tahap persetujuan

Tahap ini adalah suatu tahap awal yang harus ditempuh terlebih dahulu. Di dalam tahap awal ini terjadi perjanjian penyewaan kapal beserta alat perlengkapannya antara PT. Armada Intan Sari dengan penyewa. Kesemuanya tersebut haruslah terlebih dahulu memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan di antara para pihak, kecakapan untuk membuat perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab (causa) yang halal. Setelah dipenuhi keempat persyaratan di atas untuk dapat dikatakan sahnya suatu perjanjian penyewaan kapal, maka harus pula diikuti dengan memenuhi persyaratan teknis dan administrasi yang sudah ditetapkan.

(48)

berupa KTP atau SIM, memiliki alamat yang jelas, bersedia dan sanggup mematuhi peraturan yang berlaku dan telah mengisi formulir yang sudah disediakan. Setelah semua syarat dan proses tahap pertama sudah dilaksanakan dan sudah terpenuhi, barulah semua berkas tersebut dikuatkan dengan mengikatnya dengan surat kontrak perjanjian sewa.

2. Tahap pembuatan kontrak persetujuan

Di dalam tahap ini, jika telah tercapai kata sepakat di antara kedua belah pihak dalam hal sewa menyewa kapal beserta alat perlengkapannya dan terpenuhi semua persyaratan teknis serta administrasi yang sudah ditentukan dan tahap berikutnya juga telah dikuatkan dalam kontrak persetujuan sewa-menyewa kapal dimaksud dalam bentuk tertentu yang tertuang dalam suatu surat kontrak perjanjian.

Surat kontrak penyewaan kapal antara PT. Armada Intan Sari dengan penyewa di Pelabuhan Belawan Medan, pada dasarnya memuat materi sebagai berikut :

a. Nama dan alamat pemilik kapal sebagai pihak pertama dan nama serta alamat penyewa kapal sebagai pihak kedua.

b. Nama kapal beserta spesifikasinya, kecepatan, beban yang dapat diangkut, bahan bakar dan lainnya.

c. Tempat dan waktu penyerahan kapal serta penyerahan kapal kembali dan tempat atau waktu pemuatan serta pembongkaran.

(49)

e. Pemakaian kapal oleh penyewa untuk tujuan yang menurut hukum yang berlaku.

f. Syarat-syarat pengangkutan dan tanggung jawab masing-masing pihak yang menyewa dan penyewa.

g. Pembatasan lalu lintas dan pelabuhan-pelabuhan yang akan dimasuki dan dilalui.

h. Besarnya harga sewa kapal dan syarat-syarat pembayaran.

Setelah surat kontrak sewa kapal selesai dibuat dan sudah disepakati juga ditandatangani, barulah apa yang menjadi barang dari kapal tersebut sudah dapat dimasukkan kedalam kapal dan siap untuk digunakan oleh pihak penyewa. Selanjutnya barulah dapat dilakukan tahap penataan administrasi dari persetujuan sewa yang sudah disepakati bersama.

3. Tahap penataan administrasi persetujuan

Dalam tahap ini diatur mengenai pelaksanaan administrasi dari persetujuan sewa kapal antara PT. Armada Intan Sari dengan PT.Alek Buana Piling. Pada pengaturan administrasinya masing-masing pihak diminta untuk menandatangani surat kontrak/sewa kapal yang sudah dibuat dan disiapkan. Besarnya uang sewa kapal sangat tergantung dari jenis kapal yang diinginkan dan daya tampung dari kapal tersebut.

(50)

untuk kepentingannya dalam mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat yang ingin dituju ataupun dikehendaki.

Pihak yang menyewa kapal tersebut mempunyai hak mutlak untuk dapat memanfaatkan penggunaan kapal tersebut tanpa adanya gangguan dari pihak laindan tentunya juga punya kewajiban mengembalikan kapal sesuai dengan jadwal waktu yang sudah kedua belah pihak tentukan. Sedangkan kewajiban PT. Armada Intan Sari adalah menyerahkan kapal dalam keadaan baik dengan hak untuk menerima sejumlah uang sewa tertentu dari yang menyewa kapal tersebut dan menerima kapal tersebut kembali tepat pada waktu yang sesuai dengan yang telah diperjanjikan.

Surat perjanjian sewa-menyewa ini dibuat pada hari Selasa, tanggal 12 bulan Januari dua ribu enam (12-01-2006) oleh dan antara:

I. Nama : Nura Sadikun

Jabatan : Manager Operasional PT. Armada Intan Raya Alamat : Jl. Veteran No. 214 Belawan

Selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai Pihak Pertama II. Nama : Rudy Darlek

Jabatan : Direktur PT. Alek Buana Piling Alamat : Jl. Wahidin No. 362 Medan

Selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai Pihak Kedua.

(51)

Pasal I maksud dan tujuan

1. Pihak Pertama setuju untuk menyewakan kapal tongkang terhadap pihak kedua dan pihak kedua setuju untuk menyewakan kapal tongkang milik pihak pertama seperti tersebut dalam Pasal II perjanjian ini.

2. Pihak kedua menyewa kapal tongkang tersebut untuk keperluan pelaksanaan proyek di Sinabang (Aceh Barat) untuk memuat tiang pancang proyek.

3. Pihak kedua tidak diizinkan membawa barang-barang diluar proyek Sinabang kecuali ada kesepakatan dengan pihak pertama.

4. Serah terima tongkang dilaksanakan di Pelabuhan Belawan. Pasal II Tongkang

Tongkang yang disewakan pihak pertama kepada pihak kedua adalah berupa : - 1 (satu) unit PATON ARON I GRT 378 ukuran 42 x 12 x 3.0 M Pasal III Biaya Sewa

1. Biaya sewa tongkang per bulan Rp. 85.000.000,- Biaya mobilisasi dan demobilisasi ditanggung oleh pihak kedua

Disetujui menjadi Rp. 82.500.000,- (delapan puluh dua juta lima ratus ribu rupiah).

Kelebihan waktu dihitung Rp. 2.750.000,- (dua juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) per hari.

(52)

Pasal IV Cara Pembayaran

Sistem pembayaran untuk sewa tongkang adalah dibayar dimuka sebesar RP. 85.000.000,- (delapan puluh lima juta rupiah) sebelum kapal berangkat dan dengan masa sewa paling lama 30 (tiga puluh) hari dan apabila pihak kedua berkeinginan untuk memperpanjang masa pemakaian kapal tongkang, maka sebelum 1 minggu habis masa jangka waktu sewa harus memberitahukan kepada pihak pertama secara lisan yang kemudian akan dilanjutkan dengan pemberitahuan tertulis.

Pasal V Jangka Waktu

1. Surat perjanjian sewa-menyewa kapal tongkang ini dihitung mulai dari tanggal 12 Januari 2006, yang diberangkatkan dari Belawan dan sampai kembali di Belawan.

2. Apabila pihak kedua memakai kapal tongkang lewat dari 7 (tujuh) hari tanpa pemberitahuan kepada pihak pertama maka otomatis dihitung 1½ bulan dan tiap ½ bulan sewa dihitung Rp. 45.000.000,- (empat puluh lima juta rupiah) dan pemakaian lebih dari ½ bulan maka dihitung 1 bulan dengan sewa Rp. 85.000,000,- (delapan puluh lima juta rupiah).

3. Pihak kedua menyediakan pengawalan penuh mulai berangkat kapal dari Belawan sampai kembali ke Belawan.

(53)

Pasal VI Tanggung Jawab Pihak Pertama

1. Pihak pertama wajib dan bertanggung jawab sepenuhnya untuk melengkapi surat-surat kapal tongkang sebagaimana mestinya dan tongkang tidak mempunyai anak buah kapal.

2. Pihak pertama hanya menerima barang dari pihak kedua diatas kapal tongkang dan kapal tongkang tersebut ditarik dengan tug boat pihak kedua.

Pasal VII Tanggung Jawab Pihak Kedua 1. Izin pekerjaan dilokasi proyek.

2. Kerusakan terhadap kapal tongkang selama pelaksanaan pekerjaan yang disebabkan oleh equipment pihak kedua.

3. Biaya bongkar muat pihak kedua.

4. Biaya jasa pelabuhan selama di proyek atau lokasi dan keamanan.

5. Seluruh pengurusan atau in-out (Clearance) adalah tanggung jawab pihak kedua.

6. Pihak kedua tidak diizinkan untuk mengisi air laut kedalam kapal tongkang dengan alasan apapun.

Pasal VIII Force Majeure

(54)

2. Bila terjadi force majeure seperti Pasal 1 diatas maka dalam tempo 2 x 24 jam pihak kedua wajib memberikan laporan secara tertulis kepada pihak pertama.

3. Apabila dalam waktu 2 x 24 jam sejak timbulnya keadaan force majeure yang dibuktikan dengan keterangan pihak berwajib dan ternyata pihak kedua tidak melaporkan kepada pihak pertama secara tertulis maka force majeure tersebut dianggap tidak ada.

Pasal IX Penyelesaian Perselisihan

Surat perjanjian ini dibuat dengan penuh tanggung jawab dan itikad baik dari kedua belah pihak yang karena itu segala perselisihan yang mungkin akan timbul akan diselesaikan secara musyawarah dan apabila tidak dapat diselesaikan secara musyawarah maka kedua belah pihak akan menyelesaikan melalui Pengadilan Negeri Medan.

Pasal X Penutup

Surat perjanjian sewa menyewa ini dibuat dan ditandatangani di Medan dalam rangkap 2 (dua) diatas materai yang cukup dengan ketentuan hukum yang sama dan diperuntukkan bagi masing-masing pihak pertama dan pihak kedua.

C. Wanprestasi dan Force Majeure serta akibat hukumnya dalam

Perjanjian Sewa-menyewa Kapal Tongkang

(55)

terlaksananya perjanjian sebagaimana mestinya menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak dan terhadap hal itu pihak lainnya harus memberikan ganti rugi, bunga dan lain sebagainya sebagai bentuk pertanggungjawabannya terhadap kelalaian yang dilakukan dalam memenuhi prestasinya.

Kelalaian atau wanprestasi pada pihak si berhutang ini harus dinyatakan dahulu secara resmi yaitu dengan memperingatkan si berhutang itu bahwa si berpiutang menghendaki pembayaran seketika atau dalam jangka waktu yang pendek. Hal ini diatur pada Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan sebagai berikut : “Si berutang dinyatakan dalam keadaan lalai, baik dengan perintah atau

dengan sebuah akta sejenis itu, atau ia berada dalam keadaan lalai demi perikatannya sendiri, jika perikatan itu membawa akibat, bahwa si berutang berada dalam keadaan lalai, dengan lewatnya waktu yang ditentukan saja”.24

Kata “perintah” (bevel) dalam Pasal 1238 di atas mengandung suatu

peringatan dan karenanya “bevel“ juga bisa diterjemahkan dengan “peringatan“. Karena di sana dikatakan bahwa perintah atau peringatan itu ditujukan kepada debitur (si berhutang) dan debitur (si berhutang) adalah pihak yang dalam perikatan mempunyai kewajiban prestasi. Tentunya “perintah/peringatan” itu

datang dari krediturnya, yaitu pihak yang dalam perikatan mempunyai hak (tuntut) atas prestasi. Sekalipun pasal yang bersangkutan tidak secara tegas mengatakan apa isi perintah kreditur, namun demikian kedudukan para pihak dalam perikatan yang bersangkutan bisa disimpulkan bahwa perintah kreditur adalah agar debitur memenuhi kewajiban perikatannya. Jadi debitur berada dalam

24

(56)

keadaan lalai setelah ada perintah atau peringatan agar debitur melaksanakan kewajiban perikatannya. Perintah atau peringatan (surat teguran) itu dalam doktrin dan yurisprudensi disebut “somasi”.25

Referensi

Dokumen terkait

Perjanjain sewa-menyewa ini tunduk kepada ketentuan -ketentuan umum dari perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1548 KUHPerdata

Dalam pelaksanaannya sesuai dengan isi perjanjian dan tindakan pihak Tergugat melakukan tindakan ingkar janji (wanprestasi) sesuai dengan Putusan Perdata Pengadilan

Permasalahan ditandai dengan adanya salah satu pihak (penyewa) yang telah memanfaatkan pemakaian kapal beserta alat perlengkapannya untuk memenuhi kebutuhan dalam

Dalam hal terjadinya wanprestasi pada sewa menyewa tempat berjualan pada pasar Kumbasari Denpasar sesuai dengan ketentuan pada Perjanjian Sewa Menyewa Tempat Usaha

Pada perjanjian pihak pemilik kos dengan penyewa bebas mengadakan perjanjian sewa menyewa seperti ditentukan di dalam Pasal 1548 KUH Perdata yang menyatakan “Sewa menyewa

Apabila tidak ada persetujuan dari Pihak Pertama maka perjanjian sewa menyewa berakhir dan Pihak Kedua segera mengembalikan kapal dan tongkang tersebut kepada Pihak Pertama

Pasal 1548 KUH Perdata merumuskan bahwa “sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari

Rahail3 Abstrak: Perjanjian sewa menyewa diatur di dalam Pasal 1548 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa, sewa menyewa merupakan suatu persetujuan di mana satu pihak mengikatkan diri