• Tidak ada hasil yang ditemukan

Visualisasi Pohon Keputusan Spasial untuk Prediksi Kemunculan Titik Panas di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Visualisasi Pohon Keputusan Spasial untuk Prediksi Kemunculan Titik Panas di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

VISUALISASI POHON KEPUTUSAN SPASIAL UNTUK PREDIKSI

KEMUNCULAN TITIK PANAS DI KABUPATEN ROKAN HILIR

PROVINSI RIAU

AJI PRIMAJAYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Visualisasi Pohon Keputusan Spasial untuk Prediksi Kemunculan Titik Panas di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Aji Primajaya

(4)

RINGKASAN

AJI PRIMAJAYA. Visualisasi Pohon Keputusan Spasial untuk Prediksi Kemunculan Titik Panas di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Dibimbing oleh IMAS SUKAESIH SITANGGANG dan LAILAN SYAUFINA.

Kebakaran hutan dan lahan merupakan bencana yang perlu dicegah. Prediksi keberadaan titik panas sebagai salah satu upaya pencegahan terjadinya kebakaran perlu dilakukan. Algoritme spatial ID3 yang menghasilkan model klasifikasi dalam bentuk pohon keputusan spasial dapat digunakan untuk membuat prediksi keberadaan titik panas. Model klasifikasi pohon keputusan spasial tersebut adalah dalam bentuk aturan, dimana lokasi yang diprediksi belum bisa diketahui. Visualisasi output algoritme pohon keputusan spasial untuk prediksi titik panas di hutan dan lahan sebagai cara untuk memudahkan pemahaman dan penafsiran dengan memberikan informasi secara visual posisi titik panas dari wilayah yang diprediksi sangat penting untuk dibuat.

Tujuan dari penelitian ini adalah membangun modul visualisasi berbasis web untuk visualisasi pohon keputusan spasial untuk prediksi kemunculan titik panas sebagai indikator kebakaran hutan dan lahan. Ruang lingkup dari penelitian ini adalah keluaran algoritme pohon keputusan spasial yang digunakan merupakan hasil dari penelitian sebelumnya dan data spasial yang digunakan menyesuaikan dengan data spasial yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan Bottom-Up yang terdiri dari empat langkah. Langkah tersebut antara lain mendefinisikan kebutuhan sistem, perancangan sistem dasar, pemilihan perangkat lunak dan pengembangan.

Data spasial yang digunakan oleh penelitian ini terdiri dari sembilan layer

penjelas dan satu layer target. Layer penjelas terdiri dari layer fisik, layer cuaca,

layer sosial ekonomi, layer tipe gambut dan layer kedalaman gambut. Layer target terdiri dari titik panas pada tahun 2008. Hasil penelitian menunjukkan sistem visualisasi pohon keputusan spasial memvisualisasikan output pohon keputusan spasial dalam empat bentuk yaitu jendela pemetaan, jendela interaktif dan tampilan dalam bentuk tabel dan tree node.

(5)

SUMMARY

AJI PRMAJAYA. Visualization of Spatial Decision Tree for Predicting Hotspot Occurrences in Rokan Hilir District Riau Province. Supervised by IMAS SUKAESIH SITANGGANG and LAILAN SYAUFINA.

Land and forest fires are disaster that must be prevented. Prediction of existence of hotspots as one of the fire protection need to be done. The spatial ID3 algorithm to generate a classficication model in the form of spatial decision tree which can be used to make prediction of hotspots occurrences. The spatial decision tree is rule based knowledge. Visualizing output of the spatial decision tree algorithm as the way to ease understand and interpret where the hotspots location can be defined is essential to predict hotspots in land and forest.

The purpose of this research is to develop web-based visualization module for visualization of spatial decision tree to predict the occurrences of hotspot as indicator of land and forest fire. The scope of the research is the output of spatial decision tree algorithm used is the result of previous research and spatial data that is used to adjust the spatial data used in previous study. This research adopts the Bottom-Up approach composed in four main steps. The steps include defining the system requirements, basic system design, software selection, and development.

Spatial data applied by this work consists of nine explanatory layers and one target layer. Explanatory layers includes of physical, weather, socio-economic, peatland type and peatland depth. The target layer contains hotspot and non-hotspot points in 2008. The research resulted a visualization module of spatial decision tree with four forms of visualization namely mapping window, interactive window, tabular, and tree node.

Keywords: forest fire, hotspot, spatial decision tree

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Komputer

pada

Program Studi Ilmu Komputer

VISUALISASI POHON KEPUTUSAN SPASIAL UNTUK PREDIKSI

KEMUNCULAN TITIK PANAS DI KABUPATEN ROKAN HILIR

PROVINSI RIAU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Visualisasi Pohon Keputusan Spasial untuk Prediksi Kemunculan Titik Panas di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau

Nama : Aji Primajaya

NIM : G651120571

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom Ketua

Dr Ir Lailan Syaufina, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Komputer

Dr Eng Wisnu Ananta Kusuma, ST MT

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini ialah Sistem Informasi Geografis, dengan judul Visualisasi Pohon Keputusan Spasial Untuk Prediksi Kemunculan Titik Panas di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister Komputer pada program studi Ilmu Komputer Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Imas Sukaesih Sitanggang selaku pembimbing I dan Ibu Dr Ir Lailan Syaufina, M.Sc selaku pembimbing II. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada

1. Orang tua, saudara, dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dorongan dan mendoakan untuk keberhasilan studi bagi penulis.

2. Seluruh dosen dan staf akademik Departemen Ilmu Komputer.

3. Seluruh mahasiswa Departemen Ilmu Komputer khususnya teman-teman angkatan 2012 pada program studi S2 Ilmu Komputer.

4. Sahabat-sahabat yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga segala bantuan, bimbingan, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis senantiasa mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Akhirnya, semoga penulisan tesis ini dapat memperkaya pengalaman belajar serta wawasan kita semua.

Bogor, Januari 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Kebakaran Hutan dan Lahan 4

Titik Panas 6

Data Spasial 7

Visualisasi dalam KDD 8

3 METODE 9

Lokasi dan Waktu 9

Bahan 9

Alat 10

Tahapan Penelitian 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan 12

Pohon Keputusan Spasial 12

Pengembangan Modul Visualisasi 14

Kebutuhan Sistem 15

Perancangan Sistem Dasar 15

Pemilihan Perangkat Lunak 16

Pengembangan Sistem 17

Jendela Peta 18

Jendela Interaktif 19

Tampilan Dalam Bentuk Tabel 19

Tree Node 19

Pengujian 20

4 SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

(12)

DAFTAR TABEL

1. Data penelitiaan dan sumber data 9

2. Kebutuhan Sistem 15

DAFTAR GAMBAR

1 Desain WebGIS 10

2 Desain model visualisasi pohon keputusan spasial 16

3 Jendela peta 18

4 Jendela interaktif dengan masukan rule ke-114 19 5 Tampilan keluaran rule ke-114 dalam bentuk tabel 19

6 Tree Node 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Layer yang digunakan pada aturan pohon keputusan spasial 25

2 Aturan pohon keputusan spasial dengan jumlah 131 29

3 Rancangan basis data 32

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di wilayah Indonesia menjadi isu yang sangat penting karena tidak hanya berdampak pada Indonesia sendiri namun juga berpengaruh pada negara tetangga. Asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan lahan menjadi pemasalahan besar yang dihadapi oleh beberapa negara di kawasan yang terkena dampak kebakaran hutan dan lahan. Untuk mengatasi bencana kebakaran tersebut maka perlu dilakukan upaya pencegahan. Prediksi keberadaan titik panas perlu dilakukan agar bisa mendukung upaya untuk malakukan pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Prediksi keberadaan titik panas bisa dilakukan dengan menggunakan pendekatan

Knowledge Discovery in Database (KDD). KDD adalah metode yang digunakan untuk mencari pengetahuan dalam dataset ukuran besar (Han & Kamber 2012) dimana salah satu metode untuk KDD adalah pohon keputusan (Rojas dan Villegas 2013). Pohon keputusan spasial dapat diterapkan untuk menghasilkan pengetahuan pada basis data spasial dimana metode ini memiliki akurasi tinggi dalam memprediksi keberadaan titik panas (Sitanggang et al. 2013a). Output pohon keputusan spasial adalah dalam bentuk rule base knowledge. Output tersebut tidak mudah untuk dipahami dan ditafsirkan oleh pengguna sehingga hal tersebut menjadi masalah yang harus diselesaikan dalam kaitannya dengan algoritme pohon keputusan spasial.

Visualisasi dari output algoritme pohon keputusan spasial sangat penting untuk dibuat agar bisa mempermudah pemahaman dan penafsiran pengguna. KDD memiliki beberapa tahap diantaranya adalah pembersihan data, integrasi data, seleksi data, transformasi data, penambangan data, evaluasi pola dan penyajian knowledge (Han & Kamber 2012). Penyajian knowledge terdiri dari beberapa jenis salah satunya adalah dalam bentuk visualisasi berbasis web. Visualisasi berbasis web adalah tahap terakhir dariKDD dimana lebih ditekankan pada pemanfaatan kepada pengguna. Visualisasi menyediakan beberapa fasilitas yang digunakan untuk menganalisis pola dan hubungan spasial dalam distribusi data spasial (Andrienko et al. 1999). Visualisasi dalam bentuk Sistem Informasi Geografis berbasis Web (WebSIG) sebagai kombinasi teknologi web dan teknologi SIG (Zishana et al. 2012) dapat diterapkan untuk memvisualisasikan output pohon keputusan spasial. WebSIG merupakan sistem yang dibangun dari kolaborasi berbagai multidisiplin ilmu (Karydis et al. 2013).

Beberapa penelitian telah dilakukan terkait visualisasi dalam KDD. Metode visualisasi berbasis multiple tree diteliti oleh Graham et al. (2010) dimana

(14)

2

kepadatan dan kecepatan kendaraan pada berbagai wilayah di London. Penelitian mengenai pengelompokan berbagai jenis metode visualisasi dilakukan oleh Keim (2002) dimana teknik visualisasi dikelompokkan menjadi lima yaitu teknik visualisasi 2D/3D, transformasi geometri, icon-based, dense pixel, stacked display. Peta interaktif digunakan untuk memvisualisasikan data non-spasial pada penelitian Andrienko et al. (1999). Peta interaktif tersebut memiliki beberapa fasilitas pendukung diantaranya adalah input parameter data non-spasial dan interpretasi output dengan algoritme C4.5.

Pendekatan bottom-up diterapkan oleh (Evans dan Sabel 2012) untuk mengembangkan sistem WebSIG. WebSIG yang dibangun pada penelitian tersebut digunakan untuk membuat penilaian mengenai pengaruh suatu parameter terhadap wilayah tertentu dalam bidang kesehatan. Pendekatan bottom-up yang digunakan pada penelitian tersebut terdiri dari empat langkah. Sistem tersebut bersifat dinamis dimana bisa mengolah data terbaru yang diunggah oleh pengguna dan menampilkan hasil olahan ke antarmuka sistem. Sistem ini dibangun dengan menggunakan perangkat lunak open source. Hal ini dapat meminimalkan biaya pengembangan sistem. Sistem tersebut berhasil diuji coba dengan menggunakan kasus tentang dampak konsentrasi arsenik di beberapa wilayah di Eropa. Penelitian lain yang berhubungan dengan pengembangan sistem yang bisa digunakan sebagai alternatif metode untuk mendukung visualisasi dalam KDD adalah penelitian tentang WebSIG yang diterapkan oleh Karydis et al. (2013) untuk memvisualisasikan simulasi siklus hidup hama dengan menggunakan metode pendekatan Software as Service (SaaS). Penelitian tersebut mengembangkan sistem yang mampu menganalisis dampak keberadaan Olive Fruit Fly pada pertanian. Penelitian tersebut memprediksi siklus hidup Olive Fruit Fly. Penelitian tersebut menggunakan framework PHP CRUD dan Google Map API. Penelitian mengenai WebSIG yang diterapkan untuk memvisualisasikan analisis kesesuaian lahan pada daerah studi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah dilakukan oleh Hazain et al. (2013). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengembangkan informasi spasial untuk mendukung usaha pertanian di daerah itu. WebSIG yang digunakan untuk memvisualisasikan analisis karakteristik pertanian dan sistem ekologi diterapkan oleh Zhang et al. (2011). Sistem ini menggunakan empat fitur utama terdiri dari peta tematik, data spasial, analisis data dan fasilitas sistem pendukung keputusan.

Output pohon keputusan spasial untuk memprediksi keberadaan titik panas adalah dalam bentuk rule base knowledge dimana lokasi atau posisi wilayah yang akan diprediksi keberadaan titik apinya belum bisa diketahui. Visualisasi penting untuk memudahkan pengguna dalam menganalisis output termasuk mengetahui wilayah yang akan diprediksi keberadaan titik apinya tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul visualisasi dalam bentuk aplikasi berbasis web untuk memvisualisasikan output pohon keputusan spasial yang telah dihasilkan pada penelitian Sitanggang et al. (2013c). Sistem ini memprediksi keberadaan titik panas di hutan dan lahan untuk wilayah studi Rokan Hilir Provinsi Riau berdasarkan karakteristik wilayah mencakup karakteristik fisik (sungai, jalan, tutupan lahan), sosial ekonomi (sumber pendapatan), cuaca (suhu, curah hujan, kecepatan angin), jenis lahan, dan kedalaman lahan gambut. Kebaruan dari sistem ini adalah terletak pada fasilitas

(15)

3

Perumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan modul visualisasi pohon keputusan spasial berbasis WebSIG dimana pohon keputusan spasial yang divisualisasikan merupakan keluaran dari algoritme pohon keputusan spasial. Pohon keputusan spasial dipresentasikan dalam bentuk aturan (rule) kemudian aturan tersebut digunakan dalam pengembangan modul visualisasi.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah membangun modul visualisasi berbasis web untuk visualisasi pohon keputusan spasial untuk prediksi kemunculan titik panas sebagai indikator kebakaran hutan dan lahan.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memudahkan pemahaman dan penafsiran terhadap output model prediksi kemunculan titik panas berbasis pohon keputusan spasial bagi pengguna. Prediksi titik panas akan bisa memberikan dukungan terhadap sistem pencegahan dini dan sistem deteksi dini.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan pohon keputusan spasial yang telah dibangun dari penelitian sebelumnya (Sitanggang et al. 2013b). Data spasial yang digunakan juga menyesuaikan dengan penelitian sebelumnya (Sitanggang et al.

(16)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kebakaran Hutan dan Lahan

Proses dan Faktor yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan adalah suatu kejadian dimana api secara liar dan tidak terkontrol membakar bahan bakar bervegetasi pada hutan sedangkan kebakaran lahan terjadi pada wilayah di luar hutan (Syaufina 2008). Kebakaran tidak hanya bisa diartikan sebagai nyala api (flame) melainkan suatu proses kimiawi. Prinsip segitiga api menerangkap mengenai penyebab dasar terjadinya pembakaran yaitu dipengaruhi oleh tiga hal diantaranya adalah bahan bakar, oksigen dan panas (Syaufina 2008). Ketiga hal itu menjadi faktor dasar yang menjadi acuan dalam mempelajari pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Bahan bakar meliputi berbagai jenis vegetatif di daerah hutan yang memiliki kandungan beberapa unsur diantaranya adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selain dari prinsip segitiga api, proses perpindahan panas juga perlu diketahui karena kebakaran yang terjadi di wilayah hutan dan lahan tidak terlepas dari proses perpindahan panas. Menurut Candler et al. (1983a) proses perpindahan panas dapat diibaratkan seperti menyalakan korek api dan bisa disimpulkan menjadi tiga jenis cara perpindahan yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi merupakan proses perpindahan panas dimana terjadi kontak langsung antara sumber panas dan benda yang akan dirambati panas. Konduksi merupakan proses perpindahan panas dimana sumber panas berpindah ke benda lain dimana tidak langsung terjadi kontak dengan benda lain namun melalui medium tertentu. Radiasi merupakan proses perpindahan panas dimana panas berpindah melalui gelombang elektromagnetik. Menurut DeBano et al. (1998) kebakaran hutan dan lahan lebih disebabkan karena perpindahan panas secara konveksi dan radiasi.

(17)

5 udara yang menyentuh permukaan bahan tersebut dan konsentrasi gas volatile

yang rendah (Syaufina 2008). Fase padam terjadi apabila kuantitas dari bahan bakar telah habis atau tidak cukup bisa untuk melakukan penguapan terhadap kandungan air di dalam bahan bakar. Beberapa parameter seperti air yang ada didalam bahan bakar, kondisi udara yang ada di lingkungan sekitar dan bahan inorganik bisa menghambat adanya suhu tinggi sehingga bisa mempercepat proses pemadaman.

Untuk mengetahui skala sensitivitas terbakarnya suatu bahan dalam satuan persen maka bisa digunakan kalkulasi Efisiensi Pembakaran (EP) (Syaufina 2008). DeBano et al. (1996) menyebutkan bahwa efisiensi pembakaran sangat penting untuk diketahui karena bisa membantu dalam hal melakukan pembakaran hutan terkendali. Dengan mengetahui EP maka bisa diprediksi terjadinya kebakaran akibat beberapa faktor yang mempengaruhi. Berdasarkan EP maka bisa didefinisikan beberapa faktor yang mempengaruhi sensitifitas terbakarnya suatu bahan diantaranya adalah kadar air bahan bakar, suplai oksigen, laju dan arah pembakaran api, tipe dan muatan serta susunan bahan bakar. Kadar air pada bahan bakar sangat berpengaruh karena sebagaimana yang telah diuraikan bahwa air mampu untuk menyerap panas sehingga apabila suatu bahan memiliki kuantitas air yang tinggi maka akan sulit untuk terjadi proses pembakaran atau jika memang terjadi pembakaran maka akan terjadi dalam waktu yang relatif lambat (Syaufina 2008). Selain itu, dalam hubunganya dengan nilai EP maka kadar air akan menurunkun nilai EP pada bahan. Suplai udara merupakan faktor yang utama pada EP dimana kuantitas dari suplai udara berbanding lurus dengan nilasi EP, artinya adalah semakin tinggi suplai udara maka akan semakin banyak gas oksigen yang akan tercampur dengan udara sehingga nilai EP akan tinggi sedangkan apabila terjadi sebaliknya yaitu jika suplai udara rendah maka oksigen yang tercampur dengan lingkungan juga akan sedikit sehingga akan menurunkan nilai EP. Penurunan nilai EP akan bisa menghasilkan emisi CO yang banyak (Syaufina 2008). Laju dan arah penjalaran api merupakan faktor penting yang mempengaruhi nilai EP. Jika laju penjalaran api cepat dan arah penjalarah api searah angin maka nilai EP akan turun dan emisi gas naik sedangkan apabila terjadi sebaliknya yaitu jika laju penjalaran api menurun dan penjalaran tidak searah dengan angin maka EP akan meningkat dan terjadi pembakaran sempurna (Syaufina 2008).

(18)

6

tanah dan tidak terlihat adanya nyala api sehingga sulit untuk diamati selain itu juga tidak dipengaruhi oleh angin dan penjalaranya berlangsung secara lambat dan dalam waktu yang lama sehingga dampak dari kebakaran bawah sangat merusak dan biasanya terjadi pada daerah lahan gambut (Syaufina 2008). Kebakaran permukaan terjadi pada tumbuhan sisa yang ada di permukaan tanah, sehingga bisa mempengaruhi terjadinya kebakaran di bagian tajuk pohon. Kebakaran permukaan dipengaruhi oleh angin. Kebakaran tajuk merupakan kebakaran yang terjadi pada tajuk pohon dan dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan arah angin selain itu kebakaran tajuk juga bisa megakibatkan api loncat dimana ranting pohon yang terbakar akan meloncat pada daerah lain sehingga menimbulkan kebakaran pada tumbuhan yang terkena api loncat tersebut (Syaufina 2008).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku api diantaranya adalah kandungan bahan bakar, iklim atau cuaca dan topografi (Syaufina 2008). Kandungan bahan bakar dapat dipandang menjadi dua hal yaitu sifat bahan bakar dan kadar air bahan bakar. Sifat bahan bakar dibagi menjadi dua macam yaitu yaitu sifat ekstrinsik dan intrinsik. Kadar air bahan bakar merupakan kuantitas air pada partikel bahan bakar yang mempengaruhi kecepatan pembakaran dan flamabilitas. Terdapat dua macam bahan bakar berdasarkan kandungan airnya, yaitu kadar air berbahan bakar mati dan kadar air berbahan bakar hidup. Kandungan air berbahan bakar mati memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap terjadinya kebakaran hutan, misalnya saja gambut. Iklim atau cuaca berhubungan dengan beberapa parameter diantaranya adalah radiasi matahari, suhu udara, kelembaban relatif, curah hujan, angin dan petir (Syaufina 2008). Radiasi matahari berbanding lurus dengan tingkat pemanasan bahan bakar hutan sehingga pada tengah hari menjadi waktu yang rawan untuk terjadinya pemanasan bahan bakar hutan sehingga suhu naik dan memungkinkan terjadinya kebakaran hutan (Syaufina 2008). Suhu udara juga menjadi parameter dari iklim atau cuaca dan menjadi indikator kondisi bahan bakar hutan karena mempengaruhi kepekaan nyala api dan kecepatan pembakaran (Chandler et al. 1983). Kelembaban relatif memiliki peran dalam hal tingkat kepekaan bahan bakar hutan terhadap kebakaran dimana semakin tinggi kelembaban maka semakin kurang sensitif terjadi kebakaran, hal itu bisa disimpulkan dari fenomena bahwa kebakaran bisa bertahan pada tingkat kelembaban di bawah 65 % (Kauffman dan Uhl 1990). Selain muatan bahan dan iklim, topografi juga menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku api (Syaufina 2008).

Titik Panas

(19)

7 dimiliki oleh ASMC (ASEAN Specialist Meteorological Center) sedangkan MODIS dari dua lembaga yaitu NASA dan Indofire Map Service. Menurut Vetrita et al. (2014), perbedaan antara ketiga penyedia data titik panas tersebut adalah terdapat pada algoritme yang digunakan, waktu akuisisi data, dan cakupan informasi titik panas. NOAA-AVHRR menggunakan algoritme temperature brightness kanal 3 dan 4, waktu akuisisi pada siang hari pukul 07-09 UTC, dan cakupan informasi titik panas hanya satu kali setiap hari. MODIS-NASA menggunakan algoritme pendeteksi api yang dibuat oleh Giglio et al. (2003), akuisisi data pada siang dan sore hari pukul 02-18 UTC, dan cakupan informasi menggunakan semua level confidence. MODIS-Indofire menggunakan algoritme pendeteksi api yang dibuat oleh Giglio et al. (2003), waktu akuisisi sama dengan MODIS-NASA, cakupan informasi titik panas di atas level confidence 80%. Sesuai dengan algoritme pendeteksi api yang dibuat oleh Giglio et al. (2003), suatu data dikatakan titik panas apabila memenuhi beberapa kriteria ambang batas dengan melibatkan beberapa simbol. Suhu kecerahan pada panjang gelombang 4 µm disimbolkan T4, suhu kecerahan pada panjang gelombang 11 µm disimbolkan

T11, ΔT selisih T4 dan T11,T 4 merupakan suhu rata-rata T4 pixel tetangga yang

valid karena tergolong background fires. Syarat ambang batas dikatakan sebagai titik panas adalah sebagai berikut, T4 > 360°K (pada siang hari), atau 320°K mempunyai kemampuan untuk menyimpan data spasial dan mengolah data spasial yang tersimpan tersebut dengan beberapa fitur diantaranya adalah query

(20)

8

Visualisasi dalam KDD

Visualisasi merupakan salah satu jenis dari presentasi pengetahuan.

Presentasi pengetahuan merupakan tahap terakhir dari proses KDD (Han dan Kamber 2012). Dengan adanya visualisasi maka pengetahuan yang diperoleh pada suatu data yang dianalisis menggunakan teknik data mining bisa diketahui dan lebih mudah dipahami. Salah satu bentuk visualisasi adalah peta interaktif yang dapat mendukung keseluruhan proses dari suatu eksplorasi data. Peta interaktif penting untuk dibuat sebagai visualisasi dari data spasial (Andrienko et al. 1999). Penyajian dalam bentuk peta diperlukan karena dapat memvisualisasikan data spasial.

Pada pohon keputusan, visualisasi dalam bentuk peta interaktif bisa membantu dalam memudahkan eksplorasi data karena bisa mendukung adanya penggunaan algoritme untuk pengolahan data, menafsirkan hasil atau output dari algoritme (decision tree), mengubah bebearapa pengaturan misalnya pada atribut target dan melakukan pengulangan dalam hal pengolahan data (Andrienko et al.

1999). Dalam membuat peta interakif diperlukan dua tahap yaitu persiapan input dan penafsiran hasil atau penafsiran output (Andrienko et al. 1999). Pada tahap persiapan input perlu disiapkan data spasial dimana terdapat atribut di dalamnya. Setelah data spasial tersedia maka selanjutnya adalah membuat gambaran mengenai distribuasi spasial dari data spasial. Untuk membuat visualisasi distribusi spasial maka bisa dilakukan dengan tiga cara yaitu pertama dengan memasukkan nilai atribut untuk setiap obyek spasial berdasarkan propertinya, kedua adalah dengan membuat pembagian wilayah serta penamaan untuk setiap bagian wilayah, ketiga adalah dengan membuat desain interaktif sehingga pengguna bisa membuat partisi atribut dari data spasial.

Pada tahap penafsiran hasil, secara umum terdapat tiga jenis bentuk visualisasi dari output pohon keputusan selain dalam bentuk peta yaitu pohon klasifikasi, aturan, kelompok obyek (berdasarkan kesamaan) (Andrienko et al.

1999). Ketiga jenis visualisasi perlu dibuat hubungan dinamis dengan peta agar bisa memudahkan pengguna dalam melakukan penafsiran hasil dari decision tree. Apikasi dalam bentuk peta interaktif yang memuat hubungan dinamis antara peta dan tiga jenis visualisasi tersebut harus memiliki lima jenis kemampuan, diantaranya adalah pertama tampilan peta harus mampu memberikan fasilitas berupa manipulasi secara langsung dari pengguna terhadap tampilan tersebut (Andrienko et al. 1999). Manipulasi bisa berbentuk pembagian teritorial menjadi beberapa wilayah-wilayah. Kedua adalah fasilitas manipulasi diskritisasi atribut numerik terdapat pada antarmuka software (Andrienko et al.

1999). Ketiga adalah terdapat fasilitas berupa penampilan secara bersamaan untuk sejumlah layer atau peta dalam satu jendela antarmuka (Andrienko et al.

1999). Keempat adalah kemampuan modul visualisasi untuk bisa menghasikan suatu bentuk peta baru berdasarkan permintaan pengguna (Andrienko et al.

1999). Kelima adalah terdapat hubungan dinamis antara penyajian data secara grafik atau histogram dengan penyajian data dalam bentuk peta (Andrienko et al.

(21)

9

3

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan Juli 2014, bertempat di bagian Komputasi Terapan, Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Penelitian ini mengembangkan modul visualisasi pohon keputusan spasial untuk memprediksi kemunculan titik panas di daerah Rokan Hilir Provinsi Riau. Data spasial yang terdiri dari layer penjelas dan layer target yang digunakan pada penelitian disimpan pada basis data. Layer penjelas menyimpan data spasial dengan karakteristik tertentu yang digunakan untuk memprediksi layer target sedangkan layer targetadalah layer yang berisi obyek yang akan diprediksi. Layer

penjelas terdiri dari data fisik, sosial ekonomi, cuaca, jenis gambut, kedalaman gambut. Layer fisik adalah sungai, jalan, tutupan lahan. Data cuaca terdiri dari curah hujan (mm), suhu (°K), kecepatan angin (m/s). Data sosial ekonomi adalah sumber pendapatan. Layer tergetberupa data titik panas tahun 2008. Sumber data ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Data penelitian dan sumber data

No Jenis data Sumber data

5 Data sosial ekonomi : sumber pendapatan di Rokan Hilir Provinsi Riau

(22)

10

Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat lunak terdiri dari OpenGeoSuite 3.0, OpenLayer, PHP CI dan Proj4Js. Perangkat keras yaitu computer personal dengan spesifikasi Prosesor Intel Pentium T4400 (2.2 GHz), memori sebesar 1 GB, hardisk sebesar 160 GB.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan bottom-up untuk mengembangkan sistem. Metode ini dibagi menjadi empat langkah utama yaitu kebutuhan sistem, desain sistem, pemilihan perangkat lunak dan pengembangan sistem (Evans dan Sabel 2012). Metode bottom-up telah diterapkan oleh Evans dan Sabel (2012) pada pengembangan sistem informasi geografis berbasis web untuk kasus lingkungan dan kesehatan. Penjelasan setiap tahapan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Kebutuhan Sistem

Kebutuhan sistem terdiri dari dua bagian yaitu kebutuhan utama (essential requirements) dan kebutuhan tambahan (additional requirements) (Evans dan Sabel 2012). Kebutuhan utama adalah kebutuhan yang penting untuk dimiliki oleh sistem sedangkan kebutuhan tambahan merupakan kebutuhan yang digunakan sebagai pendukung kebutuhan utama sistem.

2. Perancangan desain sistem

Desain sistem dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu basis data spasial,

map server, antarmuka web (Evans dan Sabel 2012). Basis data spasial adalah bagian dari desain yang menyimpan basis data spasial. Map server adalah bagian dari desain yang menghubungkan antara basis data dan antarmuka pengguna atau antarmuka web. Antarmuka web merupakan bagian dari sistem yang berinteraksi langsung dengan pengguna. Desain sistem diupayakan menggunakan perangkat lunak open source untuk efisiensi biaya dan pengguna tidak perlu perangkat lunak tambahan untuk berinteraksi dengan sistem. Perancangan sistem mengadopsi perancangan WebGIS (Evans dan Sabel 2012) seperti yang digambarkan pada pada Gambar 1. Client side berisi antarmuka yang langsung berinteraksi dengan pengguna (user). Ketika pengguna mengirimkan permintaan maka akan diterima oleh server kemudian memanggil data yang ada di basis data spasial. Basis data spasial memberikan respon ke server (web server dan

map server) kemudian diteruskan ke user.

Basis data spasial Server User

Server side Client side

Request Request

Respon Respon

(23)

11

3. Pemilihan perangkat lunak

Pemilihan perangkat lunak didasarkan pada perancangan dasar sistem. Basis data spasial memerlukan perangkat lunak open source yang dapat melakukan pengolahan data spasial termasuk query spasial dan menyimpan data spasial.

4. Pengembangan (Development)

(24)

12

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan melibatkan faktor yang mempengaruhinya dan faktor yang menyebabkannya. Faktor yang mempengaruhi artinya sebatas berpengaruh pada perilaku kebakaran hutan sedangkan faktor yang menyebabkan artinya adalah pemicu terjadinya kebakaran hutan. Secara umum kebakaran hutan dan lahan dipengaruhi oleh tiga hal yaitu bahan bakar, oksigen dan panas (sumber panas). Cuaca kebakaran (fire weather) merupakan faktor alam yang berpengaruh pada kebakaran hutan (Suratmo et al. 2003), meliputi suhu, kelembaban, kecepatan angin, dan curah hujan (Suratmo et al. 2003). Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia disebabkan oleh dua jenis faktor yaitu faktor alam dan faktor manusia (Syaufina 2008). Indonesia sebagai negara tropis sangat jarang terjadi kebakaran yang disebabkan oleh faktor alam tetapi lebih banyak disebabkan oleh faktor manusia. Disamping itu, sifat fisik gambut seperti kadar air, kerapatan, tingkat dekomposisi gambut dan ketebalan gambut merupakan faktor yang berpengaruh juga terhadap peluang terjadinya kebakaran (Syaufina 2008). Penelitian yang dihasilkan CIFOR juga memberikan informasi bahwa faktor sosial ekonomi mempengaruhi peluang terjadinya kebakaran (Syaufina 2008). Perubahan penggunaan lahan dari areal hutan ke perkebunan dan pada penggunaan lainnya meningkatkan jumlah titik panas di wilayah Rokan Hilir, Riau (Syaufina 2008). Pembukaan jalan untuk aksesibilitas ke kebun juga dapat meningkatkan peluang adanya kebakaran hutan. Dengan demikian, adanya akses jalan dan sungai dari suatu wilayah dapat mempengaruhi potensi terjadinya kebakaran.

Pohon Keputusan Spasial

Algoritme pohon keputusan terdiri dari berbagai jenis salah satunya adalah algoritme pohon keputusan spasial (spatial ID3). Algoritme tersebut merupakan pengembangan dari algoritme pohon keputusan ID3. Algoritme pohon keputusan spasial menghasilkan aturan klasifikasi yang diturunkan dari pohon klasifikasi spasial. Pohon klasifikasi spasial sendiri merupakan output dari algoritme spatial

ID3 dimana terdiri dari tiga bagian utama yaitu root node, internal node dan

leaves node. Root node merupakan node dari pohon klasifikasi spasial yang dibuat pertama atau menjadi parameter utama sedangkan internal node merupakan node

yang meneruskan node sebelumnya. Leaves node sering juga dinamakan sebagai

terminal node karena pada bagian tersebut diberikan keputusan atau diberikan

class label. Untuk mendapatkan satu rule maka pohon keputusan spasial dibaca mulai dari root node kemudian dilanjutkan ke bagian internal node dengan cara pemilihan dengan memilih fitur yang memiliki information gain tertinggi dan berakhir pada bagian leaves node. Information gain merupakan perhitungan berdasarkan pada entropi untuk memilih fitur terbaik yang akan dibagi.

(25)

13 H(S) diartikan sebagai nilai entropi yangdiharapkan atau dicari dari sekumpulan data spasial S. Simbol 1i=1 diartikan sebagai kalkulasi penjumlahan pada suatu variabel ke-i dimana nilai i diawali dengan 1 sampai dengan l, dimana l merupakan simbol dari jumlah distinc class yang ada di suatu layer dataset. SpatMes(S) artinya adalah perhitungan spasial untuk dataset layer dimana perumusannya adalah sebagai berikut (Sitanggang et al. 2013a).

SpatMes S =f (SpatMes c1 ,SpatMes c2 ,…..SpatMes cl ) (2) Simbol f diartikan sebagai jenis kalkulasi (penjumlahan, maksimum, minimum, rata-rata dan sebagainya) sedangan cl merupakan fitur c pada data spasial S.

SpatMes cl merupakan hubungan spasial (spatial relationship) diantara dua

layer misalnya jarak sungai dengan posisi yang akan diprediksi keberadaan titik panas (river) dimana untuk mendapatkan nilainya bisa digunakan spatial query.

Persamaan 2 merupakan perumusan untuk penghitungan entropi, sedangkan untuk

spatial entropi digunakan Spatial Join Relation dimana menyimpan perhitungan pada perumusan 2. Rumus untuk SJR adalah sebagai berikut (Sitanggang et al.

2013a).

SpatMes S = {(p, (SpatMes c , q)|c merupakan fitur dalam S} ) (3)

Untuk mencari nilai entropi pada saat pemilihan atau bisa disebut sebagai seberapa besar informasi yang dibutuhkan untuk menentukan nilai klasifikasi maka bisa digunakan rumus entropi untuk pembagian sebagaimana rumus berikut (Sitanggang et.al 2013a).

Information gain merupakan nilai yang didapatkan ketika entropy pada suatu kelompok data dikurangi dengan nilai dari entropi pada saat pemilihan terjadi pada fitur tertentu (Marsland 2009). Spatial informational gain adalah perumusan informational gain yang didapatkan pada layer L. Rumus spatial information gain adalah sebagai berikut (Sitanggang et.al 2013a).

Gain(S)= H S - H S|L (5)

Algoritme pohon keputusan spasial ditunjukkan adalah sebagai berikut (Sitanggang et al. 2013a).

Algoritme : Generate_SDT (Spatial Decision Tree) Masukan :

1. Sekelompok data spasial (D) dimana terdiri dari sekelompok training tuples

(26)

14

terdiri dari sekelompok layer (P) yang dihasilkan dari perhitungan hubungan spasial (spatial relationship).

2. Sebuah layer target S dimana semua data S merupakan anggota dari sekelompok layer P dan masing-masing memiliki sebuah atribut target dengan nilai prediksi C (ada dua kemungkinan nilai C yaitu True atau False). 3. Sekelompok layer penjelas (L) dan semua layer L merupakan anggota dari

sekelompok layerP dimana memiliki atribut prediksi V.

4. Spatial Join Relation (SJR) yang didapat dari perhitungan dengan menggunakan data berupa sekelompok layer P disimbolkan sebagai SJR(P). Perumusan sebagaimana dijelaskan pada (2)

Output : pohon keputusan spasial Metode :

Membuat sebuah node N

Jika hanya terdapat satu layer penjelas di L maka

Buat N sebagai sebuah node daun dengan diberi nilai atribut target paling banyak yang ada di D

Berhenti

Jika Obyek di D semua memiliki nilai kelas C yang sama maka Buat N sebagai node daun dan diberikan label kelas C

Berhenti

Terapkan metode pemilihan layer (D, L, SJR, (P)) untuk mencari pembagian

layer pembagian dataset terbaik dimana hasil dari metode pemilihan tersebut disimbolkan dengan L*.

Node N diberikan label L*.

Bagi D menurut layer pembagi terbaik L* di {D(Vi),…., D(Vm)}. D(Vi)

adalah hasil i pada pembagian layer L* dan Vi,…Vm adalah nilai

kemungkinan pada atribut prediksi V di L*.

L = L – {L*}

Untuk setiap D(Vi) dimana nilai i=1,2,……,m lakukan

Ni= Generate_SDT(D(Vi), L, SJR(P))

Masukkan node Ni ke N dan beri masing-masing sebuah nilai prediksi

V di L*.

Berhenti

Keluaran dari algoritme pohon keputusan spasial adalah berupa pohon keputusan dimana dari pohon keputusan tersebut akan dihasilkan aturan-aturan dengan jumlah tertentu. Daftar aturan pohon keputusan spasial beserta keterangan kode dituliskan pada Lampiran 1 dan 2.

Pengembangan Modul Visualisasi

(27)

15

Kebutuhan Sistem

Kebutuhan utama sistem diantaranya adalah koneksi dengan modul aturan pohon keputusan spasial, visualisasi data spasial dan visualisasi prediksi titik panas. Visualisasi data spasial artinya adalah sistem harus bisa memvisualisasikan semua data spasial yang tersimpan di dalam basis data spasial. Visualisasi prediksi titik panas artinya adalah sistem harus bisa memprediksi keberadaan titik panas berdasarkan aturan pohon keputusan spasial. Kebutuhan tambahan untuk sistem yang dikembangkan adalah visualisasi tabular. Visualisasi tabular adalah kamampuan sistem untuk bisa menyajikan data hasil query dalam bentuk tabel.

Tabel 2 Kebutuhan sistem

Kebutuhan utama Kebutuhan tambahan

Visualisasi data spasial Visualisasi tabular Visualisasi prediksi titik panas Skala zooming

Tree node

Profil WebGIS

Perancangan Sistem Dasar

Secara keseluruhan desain dasar sistem ditunjukkan pada Gambar 2 diamana diadopsi dari Evans dan Sabel (2012). Desain sistem ini terdiri dari client side dan server side. Client side berhubungan dengan antarmuka pengguna sedangkan server side berhubungan dengan webserver dan server basis data. Beberapa framework misalnya OpenLayer, PHP CI, Proj4Js berjalan di server side. Alur dari sistem menunjukkan bahwa untuk mendapatkan prediksi keberadaan titik panas maka pengguna (user) menggunakan fasilitas visualisasi untuk melakukan query. Query akan melewati webserver, map server dan server

basis datakemudian sistem memberikan response.

Secara rinci dapat dijelaskan bahwa client side merupakan bagian dimana proses kerja sistem berjalan pada sisi client, misalnya proses bekerja di browser

antarmuka webGIS dimana melibatkan fitur yang berhubungan langsung dengan pengguna. Pada client side terdapat fitur – fitur visualisasi dimana fitur tersebut memberikan fasilitas kepada pengguna untuk menampilkan visualisasi parameter – parameter spasial berdasarkan modul pohon keputusan spasial. Fitur – fitur yang terdapat pada client side sesuai dengan pendefinisian kebutuhan. Apabila fitur pada client side mendapatkan trigger maka akan menjadi permintaan (request) yang akan dijalankan menggunakan Javascripts, setelah itu akan diteruskan menuju webserver. Respon akan didapatkan secara langsung melalui web server

(28)

16

Gambar 2 Desain model visualisasi pohon keputusan spasial

Pemilihan Perangkat Lunak

(29)

17 PostgreSQL dipilih sebagai perangkat lunak open source yang dapat memfasilitasi kebutuhan sistem basis data spasial. PostgreSQL harus dikombinasikan dengan PostGIS untuk melakukan pengolahan data spasial. Perangkat lunak ini dipilih karena memiliki jangkauan yang lebih besar dari pengolahan data spasial dari pada MySQL (Evans dan Sabel 2012). Perangkat lunak ini mampu melakukan query spasial karena memiliki fungsi analisis spasial yang siap untuk digunakan dalam pengembangan SIG. Perangkat lunak ini dapat menyimpan data spasial pada bentuk tabular dan dapat dilengkapi dengan data geometri yang dapat diolah dengan menggunakan operasi query spasial.

Map server adalah bagian dari desain sistem yang dapat digunakan untuk menyimpan data dalam bentuk tabel kemudian dapat dilakukan query untuk ditampilkan pada halaman WebSIG. Geoserver adalah perangkat lunak yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Data spasial dihubungkan ke antarmuka sistem melalui map server dengan menciptakan workspace kemudian meng-upload data spasial yang tersimpan pada basis data spasial dengan nama tertentu. Penamaan tersebut kemudian menjadi nama layer dan dapat diminta untuk menampilkan data spasial atau untuk memvisualisasikan analisis spasial dari output algoritme tertentu.

Antarmuka web memerlukan perangkat lunak yang dapat melakukan visualisasi pengetahuan berbasis aturan dari pohon keputusan spasial. Beberapa kerangka dapat digunakan untuk mengembangkan web viewer. PHP CI adalah

framework yang bisa digunakan untuk mengembangkan antarmuka dengan kombinasi beberapa framework lain untuk membuat antarmuka WebSIG.

Framework lain yang digabungkan adalah Dtree, proj4js, openlayer. Dtree adalah

framework berbasis plugin yang digunakan untuk membuat tree node yang memudahkan pengguna untuk melakukan query pada data spasial. Proj4js adalah perangkat lunak berbasis javascript digunakan untuk mengkonversi sistem koordinat. Layer yang memiliki sistem koordinat tertentu misalnya UTM Zone 47 dapat dikonversi dengan mudah menjadi sistem koordinat lain misalnya WGS 98 dengan framework tersebut. Openlayer adalah framework yang dapat membuat WebSIG dengan beberapa library. Openlayer ditanamkan ke PHP CI untuk membuat antarmuka. Openlayer menyediakan beberapa fungsi untuk meminta

layer dalam basis data spasial dan berkolaborasi dengan Google API untuk membentuk tampilan peta dasar. Selain itu OpenGeoSuitebisa digunakan sebagai perangkat lunak yang mengintegrasikan PostGIS, GeoWebChace dan Geoserver sehingga bisa memudahkan proses pengembangan sistem. Antarmuka juga bisa dibangun dengan OpenGeo Suitedimana dalam pengembangan sistem yang lebih rumit dibutuhkan penggunaan OpenLayer atau SuiteSDK yang merupakan fasilitas yang sudah terintegrasi dengan OpenGeo Suite. Pengembangan sistem yang sederhana hanya perlu digunakan GeoExplorer yang juga sudah terintegrasi dengan OpenGeoSuite.

Pengembangan Sistem

(30)

18

ke dalam PostGIS secara langsung artinya layer-layer penjelas dan layer target sudah bisa secara otomatis dilakukan import karena basis data sudah dirancang sebelumnya dan sudah melewati tahap pemillihan data, praproses serta transformasi data. Peta dasar Rokan Hilir yang disimpan dalam basis data spasial dan peta dasar Rokan Hilir dari google map dapat ditampilkan dengan membuka halaman utama. Layer penjelas dan layer target dapat ditampilkan oleh fasilitas visualisasi yang ada dalam halaman web namun sebelumnya data spasial yang ada di dalam basis data (PostGIS) terlebih dahulu harus diupload dahulu ke GeoServer agar bisa dipanggil dan keluar di halaman antarmuka webGIS. Proses tersebut berlangsung secara otomatis sesuai dengan langkah pada penggunaan Geoserver. Pengembangan halaman web secara keseluruhan terdiri dari tiga bagian yaitu jendela peta, jendela interaktif dan tampilan dalam bentuk tabel. Jendela peta dan interaktif memenuhi kebutuhan utama sistem yaitu visualisasi data spasial dan prediksi keberapaan titik panas sedangkan tampilan dalam bentuk tabel memenuhi kebutuhan tambahan dari sistem.

Jendela Peta

Data spasial akan divisualisasikan pada beberapa bagian dari halaman web, termasuk di jendela peta. Jendela peta menunjukkan peta dasar dan marker

sebagai indikator target layer (titik panas). Peta dasar yang digunakan ada dua macam yaitu peta dasar yang berasal dari google map dan peta dasar tematik yang disimpan dalam basis data spasial yang ada di PostGIS. Marker memberi informasi tentang lokasi titik panas hasil query berdasarkan pohon keputusan pengetahuan spasial. Marker yang berwarna merah menunjukkan potensi munculnya titik panas (true) dan biru menandakan bahwa titik panas tidak berpotensi muncul pada wilayah yang ditandai. Skala zooming pada bagian kiri atas disajikan agar pengguna bisa mengetahui lebih detail kawasan yang tertentu. Jendela peta ditampilkan pada Gambar 3.

(31)

19

Jendela Interaktif

Jendela interaktif digunakan untuk memudahkan pengguna dalam memilih kategori dari layer penjelas. Nama – nama layer penjelas disajikan pada bagian kiri. Jendela interaktif menyediakan beberapa fitur terdiri dari fitur scroll down, tombol prediksi, tombol lokasi, jendela hasil prediksi. Fitur scroll down

memungkinkan pengguna untuk memilih jenis layer penjelas. Tombol Prediksi adalah digunakan untuk trigger tampilan hasil prediksi. Hasil prediksi keberadaan titik panas ditunjukkan pada hasil jendela prediksi. Tombol lokasi adalah trigger marker pada jendela peta. Gambar 4 menunjukkan jendela interaktif ketika mendapat masukan sumber pendapatan berupa Other dan menghasilkan prediksi

False yang artinya adalah apabila pada suatu lokasi diketahui sumber pendapat penduduk adalah Others dan layer penjelas lain tidak diketahui maka bisa diprediksi pada wilayah tersebut tidak terdapat potensi terjadinya kebakaran hutan. Rule ke-114 yang menjadi contoh masukan untuk Gambar 4 adalah “if income source is others than false’. Titik panas memiliki buffer dengan nilai tertentu sehingga bisa diartikan terdapat daerah dengan radius tertentu dari titik panas yang dipengaruhi prediksi.

Gambar 4 Jendela interaktif dengan masukan rule ke-114

Tampilan Dalam Bentuk Tabel

Tampilan dalam bentuk Tabel menyajikan data yang di-query oleh pengguna dan menyajikan informasi tentang prediksi keberadaan titik panas. Gambar 5 menunjukkan tampilan hasil pencarian dalam bentuk tabel. Tampilan pada Gambar 5 yaitu menampilkan data yang sesuai dengan aturan ke 114 dari pohon keputusan spasial.

Gambar 5 Tampilan keluaran rule ke-114 dalam bentuk tabel

Tree Node

Cara visualisasi prediksi keberadaan titik panas dalam bentuk tree node

memungkinkan pengguna untuk melihat hasil prediksi dengan memilih salah satu

(32)

20

dari daftar aturan pohon keputusan spasial. Tampilan tree node ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Tree Node

Rule 114 (jika income_source = others maka target adalah false) bisa divisualisasikan dengan memilih others pada tree node. Ketika others dipilih maka akan memicu keluarnya data pada jendela peta dan tabel.

Kesulitan dalam pengembangan sistem adalah terletak pada adopsi basis data dan pembuatan program. Basis data yang digunakan adalah dari penelitian Sitanggang et al. (2013a) sehingga perangkat lunak yang digunakan harus disesuaikan dengan penelitian sebelumnya.

Pengujian

Sistem diuji dengan menggunakan metode black box yaitu mencoba satu persatu modul pohon keputusan spasial dan mengamati hasilnya apakah sudah sesuai dengan aturan pohon keputusan spasial atau belum. Hasil pengujian adalah modul sistem sudah berjalan dengan baik namun terdapat 18 aturan yang tidak memberikan hasil sesuai dengan aturan pohon keputusan spasial. Hal itu dimungkinkan karena layer distance city tidak dimasukkan ke dalam basis data. Tindak lanjut yang bisa dilakukan adalah adopsi layer distance city ke dalam basis data. Interpretasi logis dari keluaran sistem masih perlu dilakukan oleh pengguna. Misalnya adalah pada keluaran dari aturan ke-114 dimana posisi titik panas berada pada water body. Titik panas diprediksi true pada water bodies

dimungkinkan merupakan kesalahan prediksi karena pada kenyataanya pada

(33)

21

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian visualisasi pohon keputusan spasial menggunakan data berupa sembilan layer penjelas yang terdiri dari data fisik, sosial ekonomi, cuaca, tipe gambut, kedalaman gambut dan satu layer target untuk yang dijelaskan. Visualisasi dalam bentuk WebSIG telah mampu memberikan informasi lokasi titik panas sehingga dapat membantu pengguna untuk memahami wilayah rawan kebakaran berdasarkan pohon keputusan spasial tersebut. Penelitian ini menghasilkan modul visualisasi yang mampu menampilkan hasil prediksi titik panas di wilayah Rokan Hilir berdasarkan aturan dari pohon keputusan spasial yang merupakan keluaran dari algoritme pohon keputusan spasial dalam bentuk jendela peta, jendela interaktif, tree node dan tabel. Jendela peta mampu untuk memberikan informasi lokasi data yang diprediksi dengan menggunakan penanda (marker) berdasarkan data masukan yang diberikan pada jendela interaktif dan

tree node. Hasil visualisasi masih memerlukan interpretasi logis pengguna tentang keluaran sistem.

Saran

(34)

22

DAFTAR PUSTAKA

Andrienko GL, Andrienko NV. 1999. SIG Visualization support to the C4.5 classification algorithm of KDD. Di dalam: Keller CP, editor. International

Cartographic Conference Proceedings, International Cartographic

Association[Internet]. 1999; Ottawa, Kanada. [Tempat terbit dan Nama penerbit tidak diketahui]. hlm 747-755; [diunduh 2013 Sep 29]. Tersedia pada: http://geoanalytics.net/and/pub-conferences.html

Chandler C, P. Cheney, P.Thomas, L. Trabaud, D. Williams. 1983. Fire in Forestry. Canada: John Wiley and Sons.

Chang KT. 2008. Introduction to Geographic Information System. New York(US): Mcgraw-hill.

DeBano L F, Neary DG, Ffolliott PF. 1998. Fire’s Effect on Ecosystem. US: John Willey and Sons.

Evans B, Sabel CE. 2012. Open-Source Web-based geographical information system for health exposure assessment. International Journal of Health Geographics.11(2).[Halaman tidak diketahui]. doi: 10.1186/1476-072X-11-2 Giglio L, Descloitres J, Justice CO, Kaufman YJ. 2003. An Enhanced Contextual

Fire Detection Algorithm for MODIS. Remote Sensing of Environment. 87(4): 273-282. doi:10.1016/S0034-4257(03)00184-6

Graham M, Kennedy J. 2010. A survey of multiple tree visualization. Information Visualization. 9(4): 235-252. doi:10.1057/ivs.2009.29. central java and daerah istimewa yogyakarta provinces based on webSIG.

International Conference of Advances Science and Contemporary

Engineer[Internet]. [Waktu dan Tempat pertemuan tidak diketahui]. hlm 532-543. [Tempat terbit tidak diketahui]. Elsevier. hlm 532-543; [diunduh 2014 Agustus 25]. Tersedia pada: sciencedirect.com.

(35)

23

Marsland, S. [Tahun tidak diketahui]. Machine Learning: An Algorithmic Perspective. [Kota dan kode Negara tidak diketahui]. CRC Press.

Perry DG. 1990. Wildland Fire Fighting: Fire Behaviour, Tactics, and Command. US: Fire Publication.

Pyne SJ, Andrews PL, Laven RD. 1996. Introduction to Wildland Fire. New York(US) : John Willey and Sons.

Rojas MWAC, Villegas MCJM. 2013. Graphical representation and exploratory visualization for decision trees in the KDD process. Procedia-Social and Behavioral Sciences. Medellin)[Internet]. [Waktu dan Tempat pertemuan tidak diketahui]. [Tempat terbit tidak diketahui]. Elsevier. hlm 136 – 144; [diunduh 2013 Sep 29]. Tersedia pada: sciencedirect.com.

Sitanggang IS, Yaakob R, Mustapha N, Ainuddin AN. 2013a. Classification model for hotspot occurrences using spatial decision tree algorithm. Journal of computer science. 9(2): 244-251.doi:10.3844/jcssp.2013.244.251

Sitanggang IS, Yaakob R, Mustapha N, Ainuddin AN. 2013b. Predictive models for hotspot occurrence using decision tree algorithms and logistic regression.

Journal of applied sciences. 13(2): 252-261. doi: 10.3923/jas 2013.252.261 Sitanggang IS, Yaakob R, Mustapha N, Ainuddin AN. 2013c. Decision tree based

on spatial relationships for predicting hotspot in peatland. TELKOMNIKA. 12(2): 511-518. doi: 10.12928/TELKOMNIKA.v12i2.2036.

Slingsby A, Dykes J, Wood J. 2008. Using treemaps for variable selection in spatio-temporal visualisation. information visualization. 7:210-224. [edisi tidak diketahui]. doi:10.1057/palgrave.ivs.9500185

Suratmo GF, Husaeni EA, Jaya SN. 2003. Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor(IN): Fakultas Kehutanan IPB.

Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia : Perilaku Api, Penyebab dan Dampak Kebakaran. Malang(ID) : Bayumedia Publishing. Vetrita Y, Zubaidah A, Priyatna M, Sukowati KDA. 2014. Validasi Hotspot di

(36)

24

Zhang H, Yi S, Wu Y. 2011. Decision support system and monitoring of eco-agricultural based on webSIG shule basin. 2nd International Conference in Energy Engineering [Internet]. [Waktu pertemuan tidak diketahui]. Bangkok. hlm 382-386. [Tempat terbit tidak diketahui]. Elsevier. hlm 532-543; [diunduh 2014 Agustus 25]. Tersedia pada: sciencedirect.com.

(37)

25

(38)
(39)

27 Lampiran 1 Layer yang digunakan pada aturan pohon keputusan spasial

Layer

l3 income_source l3v0 Plantation l3v1 Others l4 land_cover l4v0 Plantation

l4v1 Dryland_forest

l5 peatland_type l5v0 Hemists/Saprists(60/40),Moderate l5v1 Saprists(100),Deep l7 peatland_depth l7v0 D1: (Shallow/Thin 50-100 cm)

l7v1 D4: (very deep/very thick > 400 cm) l7v2 D3: (Deep/Thick 200-400 cm), l7v3 non_peatland

(40)

28

l8 screen_temp l8v0 298: [298 K, 299 K) l8v1 299: >=299 K

l8v2 297: [297 K, 298 K) l9 wind_speed l9v0 1: [1 m/s, 2 m/s)

(41)

29 Lampiran 2 Aturan pohon keputusan spasial dengan jumlah 131

(42)
(43)
(44)

32

Lampiran 3 Rancangan basis data (Sitanggang et al. 2013a) a. Deskripsi tabel

No. Entitas Atribut Keterangan atribut

1. l1

exp_attr Atribut yang memberikan informasi kategori jarak minimum dengan sungai geom Atribut yang memberikan

informasi lokasi

exp_attr Atribut yang memberikan informasi kategori jarak minimum dengan jalan geom Atribut yang memberikan

informasi lokasi

exp_attr Atribut yang memberikan informasi kategori sumber pendapatan

geom Atribut yang memberikan informasi lokasi

exp_attr Atribut yang memberikan informasi tutupan lahan geom Atribut yang memberikan

informasi lokasi

exp_attr Atribut yang memberikan informasi kategori tipe lahan gambut

geom Atribut yang memberikan informasi lokasi

exp_attr Atribut yang memberikan informasi kategori curah hujan

geom Atribut yang memberikan informasi lokasi

(45)

33

gambut informasi kategori

kedalaman lahan gambut geom Atribut yang memberikan

informasi lokasi

exp_attr Atribut yang memberikan informasi kategori suhu geom Atribut yang memberikan

informasi lokasi

exp_attr Atribut yang memberikan informasi kategori kecepatan angin

geom Atribut yang memberikan informasi lokasi

(46)

34

pendapatan

3. geom geometri

4. Tabel l4

No. Nama Kelas Tipe data Ukuran Keterangan

1. gid Numerik

2. exp_attr Karakter 255 Kategori

tutupan lahan

3. geom geometri

5. Tabel l5

No. Nama Kelas Tipe data Ukuran Keterangan

1. gid Numerik

2. exp_attr Karakter 255 Kategori tipe

lahan gambut

3. geom geometri

6. Tabel l6

No. Nama Kelas Tipe data Ukuran Keterangan

1. gid Numerik

2. exp_attr Karakter 255 Kategori curah

hujan

3. geom geometri

7. Tabel l7

No. Nama Kelas Tipe data Ukuran Keterangan

1. gid Numerik

2. exp_attr Karakter 255 Kategori

kedalaman lahan gambut

3. geom geometri

8. Tabel l8

No. Nama Kelas Tipe data Ukuran Keterangan

1. gid Numerik

2. exp_attr Karakter 255 Kategori suhu

3. geom geometri

9. Tabel l9

No. Nama Kelas Tipe data Ukuran Keterangan

(47)
(48)

36

Lampiran 4 Pengujian jendela interaktif, jendela peta, viasualisasi tabel.

Rule ke- Hasil

prediksi Marker Hasil Prediksi

(49)

37

Rule ke- Hasil

prediksi Marker Hasil Prediksi

(50)

38

Rule ke- Hasil

prediksi Marker Hasil Prediksi

(51)

39

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 2 Desain model visualisasi pohon keputusan spasial
Gambar 3 Jendela peta
Gambar 4 Jendela interaktif dengan masukan rule ke-114

Referensi

Dokumen terkait

Setelah berakhirnya program pendampingan keluarga KKN-PPM Universitas Udayana Periode XIII ini diharapkan keluarga Bapak Anak Agung Gde Raka kedepannya tetap

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah dengan penerapan bermain katak berburu dapat meningkatkan hasil belajar lompat jauh gaya jongkok pada saat

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil tes diagnostik miskonsepsi dapat disimpulkan bahwa penggunaan multimedia interaktif efektif untuk

Pengusaha Home Industry Eggroll Waluhdi Kelurahan Ngroto IMPLEMENTASI PENDAFTARAN MEREK SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM PADA HOME INDUSTRY EGGROLL DI KELURAHAN NGROTO KECAMATAN

Keuangan merupakan salah satu fungsi penting bagi perusahaan dalam kegiatan usaha, dalam mengelola fungsi keuangan salah satu unsur yang perlu diperhatikan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Peranan korban dalam terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan

Hal tersebut mengindikasikan bahwa emas berpeluang naik kembali untuk menuju titik resistance terdekatnya di level 1312, jika level tersebut mampu ditembus maka pergerakan

Membantu bengkel Auto 2000 Cabang Radio Dalam untuk mengetahui bagaimana menganalisa Pengaruh Bauran Pemasaran dan Lingkungan Sosio-Budaya Pelanggan terhadap Pengambilan Keputusan