• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) di Ekosistem Tanaman Karet, Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) di Ekosistem Tanaman Karet, Jambi"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) DI

EKOSISTEM TANAMAN KARET, JAMBI

IRVAN AFIKRI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) di Ekosistem Tanaman Karet, Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Irvan Afikri

(4)

ABSTRAK

IRVAN AFIKRI. Potensi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) di Ekosistem Tanaman Karet, Jambi. Dibimbing oleh SRI WILARSO BUDI R.

Mikoriza adalah suatu hubungan simbiosis mutualisme antara fungi dengan perakaran tumbuhan. Fungi mikoriza arbuskula merupakan fungi yang penyebarannya sangat luas di alam, tetapi penelitian FMA di ekosistem tanaman karet belum pernah dilakukan. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman dan potensi FMA di ekosistem tanaman karet. Pengamatan kolonisasi FMA pada akar Pueraria javanica menggunakan teknik pewarnaan akar sedangkan isolasi spora dengan menggunakan metode tuang basah. Penghitungan potensi propagul digunakan metode Most Probable Number (MPN). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah kepadatan spora tidak berpengaruh terhadap jumlah kolonisasi akar. Dalam penelitian ini ditemukan 3 genus spora yaitu Glomus sp., Acaulospora sp., dan Gigaspora sp. Genus Glomus merupakan genus yang paling dominan karena terdapat pada setiap lokasi. Jumlah propagul di ekosistem tanaman karet daerah Harapan lebih banyak dibandingkan dengan daerah Bukit Dua Belas.

Kata kunci: fungi mikoriza arbuskula, kolonisasi, potensi propagul

ABSTRACT

IRVAN AFIKRI. Potential of Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) in the Rubber Plantation Ecosystem, Jambi. Supervised by SRI WILARSO BUDI R.

Mycorrhiza is a symbiotic mutualisme association between fungus with the root of plant. Arbuscular mycorrhizal fungi is wide spread in nature, but AMF research in rubber plantation ecosystem have not been done. This research is needed to knowing the diversity and potential of AMF in the rubber plantation ecosystem. The observation of AMF colonization in Pueraria javanica roots using staining technique roots, spora isolation from soil samples were done by wet sieving and decanting method. Calculation of potential propagules used Most Probable Number (MPN) method. The results of the observations indicated that there is no effect the spores number to the colonization roots. It has been founded 3 types of Genus namely Glomus sp., Acaulospora sp., and Gigaspora sp. Glomus is the most dominant because it was founded in all location. The number of propagules in rubber plantation ecosystem Harapan more higher than Bukit Dua Belas.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

POTENSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) DI

EKOSISTEM TANAMAN KARET, JAMBI

IRVAN AFIKRI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Potensi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) di Ekosistem Tanaman Karet, Jambi

Nama : Irvan Afikri NIM : E44100049

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini ialah Potensi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) di Ekosistem Tanaman Karet, Jambi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi. Selanjutnya penghargaan penulis sampaikan kepada bapak Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MScFTrop selaku kepala Laboratorium Silvikultur yang telah memberikan izin dalam penggunaan Laboratorium Silvikultur, beserta Dr Ir Arum Sekar Wulandari, MS yang telah membantu atas perizinan peminjaman laboratorium. Selain itu terima kasih kepada Laboratorium Mikrobiologi Tanah Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hutan khususnya kepada Bapak Sugeng yang telah membantu dalam mengambil gambar spora. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik serta seluruh keluarga atas segala doa dan penyemangat dalam mengerjakan penelitian ini. Kepada Widya Sadela yang telah memberi dukungan dan kepada teman-teman Silvikultur 47 khususnya Iki, Dorin, Uci, Wahyu, Zakaria, dan Aji yang telah memberikan dukungan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2 Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur dan Analisis Data 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Sifat Kimia Tanah 5

Genus FMA 6

Kelimpahan Spora 9

Frekuensi Spora 10

Kepadatan Spora 11

Persentase Kolonisasi Akar 13

Penghitungan Jumlah Propagul 15

SIMPULAN DAN SARAN 17 Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 20

(11)

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis sampel tanah daerah Harapan Karet (HK) dan Bukit Dua

Belas Karet (BK) 6

2 Genus FMA ekosistem tanaman karet di daerah Harapan dan Bukit Dua

Belas 6

3 Hasil analisis regresi antara kepadatan spora dengan umur trapping 12

4 Hasil analisis regresi antara kepadatan spora dengan potensi propagul 13 5 Hasil analisis regresi antara sifat kima tanah dengan nilai kolonisasi

akar 15

6 Kolonisasi akar P. javanica pada uji MPN mikoriza dari daerah

Harapan 16

7 Kolonisasi akar P. javanica pada uji MPN mikoriza dari daerah Bukit

Dua Belas 16

DAFTAR GAMBAR

1 Spora Glomus sp. yang ditemukan pada tanaman inang P.javanica 7 2 Spora Acaulospora sp. yang ditemukan pada tanaman inang P.javanica 8 3 Spora Gigaspora sp. yang ditemukan pada tanaman inang P.javanica 8 4 Kelimpahan relatif spora hasil trapping dari ekosistem tanaman karet di

daerah Bukit Dua Belas dan Harapan 9

5 Frekuensi relatif spora hasil trapping dari ekosistem tanaman karet di

daerah Bukit Dua Belas dan Harapan 10

6 Perbandingan jumlah spora hasil trapping dari ekosistem tanaman karet

di daerah Bukit Dua Belas dan Harapan 11

7 Persamaan regresi antara kepadatan spora dengan umur trapping 12

8 Infeksi FMA pada akar P. javanica 14

9 Persentase kolonisasi akar hasil trapping pada ekosistem tanaman karet

Bukit Dua Belas dan Harapan 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kriteria sifat penilaian kimia tanah 20

2 Penentuan tingkat kolonisasi dan kategori kolonisasi 20 3 Nilai Most Probable Number untuk pengenceran 10 kali dan 5 ulangan 21

4 Kepadatan spora di ekosistem tanaman karet di daerah Bukit Dua

Belas dan Harapan 2 2

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara fungi dengan perakaran tumbuhan. Istilah mikoriza berasal dari bahasa Yunani yaitu

kata “Myces” yang berarti cendawan dan “Rhiza” yang berarti akar (Smith dan

Read 1997). Dalam simbiosis ini fungi mendapatkan unsur karbon dari tumbuhan, sedangkan tumbuhan mendapat air dan nutrisi terutama P (fosfor) dari fungi.

Interaksi simbiosis mutualisme antara tanaman dengan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) akan menghasilkan tanaman yang dapat tumbuh dengan baik dan dapat bertahan pada kondisi tanah yang kurang unsur hara tanpa melakukan pemupukan. Masyarakat cenderung menggunakan pupuk untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, namun jika pemupukan dilakukan dalam skala sangat besar tentunya mengeluarkan biaya yang besar juga. Oleh sebab itu, perlu alternatif untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Prihastuti et al. (2010) menyatakan bahwa mikoriza juga berpotensi untuk menghemat penggunaan pupuk nitrogen hingga 50%, pupuk fosfat 27% dan pupuk kalium 20%. Menurut Wilarso (1990), FMA adalah fungi yang dapat bersimbiosis dengan akar tanaman dan melalui hifa eksternal mampu meningkatkan serapan hara immobil dari dalam tanah (terutama fosfor), sehingga dapat mengurangi gejala defisiensi dan menghemat penggunaan pupuk TSP (Triple Super Phosphate) 70-90%.

Fungi mikoriza arbuskula sangat berperan penting bagi penyerapan unsur hara terutama P dan hara lainnya (N, K, Ca, Mg, Cu, Mn dan Zn) (Imas et al. 1989). Hal ini terjadi melalui pembentukan hifa pada permukaan akar yang berfungsi sebagai perpanjangan akar terutama di daerah yang kondisinya miskin unsur hara, pH rendah dan kurang air. Manfaat fungi mikoriza ini secara nyata terlihat jika kondisi tanahnya miskin hara atau kondisi kering, sedangkan pada kondisi tanah yang subur peran fungi ini tidak begitu nyata (Setiadi 2001). FMA juga berperan untuk tanaman dan tanah untuk peningkatan pertumbuhan, serapan hara, pengendali hayati berupa perbaikan gizi tanaman, kompetisi hara, pembenah tanah dan pereduksi stres abiotis.

Penyebaran FMA sangat luas di alam yaitu mulai dari daerah tropis, savana, hutan hujan, pantai, tanah gambut, tanah asam, tanah salin, tanah bersodium, tanah kapur, bukit batu, padang pasir, atau daerah-daerah kering lainnya (Brundrett et al. 1996). Penelitian FMA belum pernah dilakukan di ekosistem tanaman karet. Oleh sebab itu, penelitian di ekosistem tanaman karet perlu dilakukan agar mengetahui keanekaragaman dan potensi FMA di ekosistem tanaman karet tersebut.

Tujuan Penelitian

(14)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh informasi tentang keanekaragaman dan potensi fungi mikoriza arbuskula di ekosistem tanaman karet di daerah Harapan Kabupaten Batang Hari dan daerah Bukit Dua Belas Kabupaten Sarolangun, Jambi.

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 8 bulan. Penghitungan propagul dan penangkaran (trapping) dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Analisis akar dan pengamatan spora dilakukan di Laboratorium Silvikultur Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Identifikasi FMA dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hutan Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah, tanah steril, zeolit, benih P. javanica, alkohol, aquades, KOH 2.5%, HCl 0.1 N, trypan blue, gliserin 50% dan larutan glukosa 60%.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop stereo, timbangan, botol kaca, cawan petri, saringan bertingkat berukuran 250 µm, 125 µm, dan 63 µm, sentrifuse, oven, tabung reaksi, gelas ukur, sudip, pipet, plastik, gunting, kamera digital, label, alat tulis, sendok, pinset, spidol permanen, kantong plastik, sprayer dan pot plastik ukuran 200 mL.

Prosedur Penelitian dan Analisis Data

Pengambilan Sampel Tanah dari Bawah Tegakan Karet

(15)

3 Sampel tanah dari dua lokasi dikompositkan berdasarkan daerah asal, sehingga dihasilkan sampel Harapan Karet (HK) dan Bukit Dua Belas Karet (BK). Dua sampel ini dianalisis kimia untuk mengetahui beberapa sifat kimia sampel tanah seperti N, P, K, KTK dan pH. Analisis dilakukan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanah.

Mengecambahkan Benih Pueraria javanica

Tanaman inang yang digunakan untuk penangkaran yaitu benih P. javanica. Benih-benih P. javanica direndam dalam air steril selama ±24 jam yang bertujuan untuk merangsang perkecambahan dan menyeleksi benih yang dapat berkecambah dengan ciri-ciri benih tenggelam dalam air. Setelah itu, bak plastik yang berukuran 30 x 30 cm diisi dengan zeolit dan ditaburkan benih P. javanica hingga merata pada permukaan lalu dilapisi lagi dengan zeolit di atasnya.

Pemeliharaan Tanaman Inang

Pemeliharaan tanaman inang dengan cara melakukan penyiraman dan pengendalian terhadap hama dan penyakit. Penyiraman terhadap tanaman inang dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari yakni pada pagi dan sore hari. Pengendalian hama penyakit dengan cara membebaskan tanaman dari serangga dan membuang daun yang masuk kedalam gelas plastik sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman inang.

Penangkaran Mikoriza (Trapping)

Teknik penangkaran dengan menggunakan gelas plastik yang berukuran 200 mL. Media yang digunakan terdiri dari sampel tanah dari ekosistem tanaman karet sebanyak 20 gram dan campuran zeolit dengan tanah steril yang telah disterilisasi terlebih dahulu. Media tersusun atas 3 lapisan yaitu zeolit, sampel tanah dan zeolit. Penangkaran spora dilakukan untuk merangsang produksi spora-spora baru dari contoh sampel yang digunakan.

Pewarnaan (Staining)

(16)

4

Isolasi Spora

Isolasi spora FMA dilakukan dengan menggunakan metode tuang basah sesuai teori Gerdermann dan Nickolson (1963) yang dimodifikasi, dilanjutkan dengan metode sentrifugasi sesuai dengan teori Brundrett (1996). Sampel tanah ditimbang terlebih dahulu, tanah tersebut dimasukkan ke dalam gelas ukur dengan ditambah 2/3 air. Tanah yang ada di dalam gelas ukur tersebut diaduk dengan menggunakan sudip dan didiamkan selama 1 menit. Tanah tersebut dituangkan pada saringan bertingkat dengan diameter 250 µm, 125 µm dan 63 µm, pada proses ini berlangsung pastikan air kran terus mengalir. Penyaringan ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Tanah yang menempel pada saringan yang berukuran 125 µm dan 63 µm dikumpulkan dalam cawan petri.

Tanah dari dalam cawan petri dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan di dalamnya dituangkan larutan glukosa 60% sampai terisi 2/3 isi tabung. Selanjutnya tanah dan larutan glukosa diaduk sebelum dimasukkan kedalam

sentrifuse. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 3000 rpm (revolutions per minute) selama ±1 menit. Supernatan disedot lalu disaring pada saringan berukuran 63 µm. Larutan dicuci dengan air yang mengalir yang bertujuan untuk menghilangkan larutan gula yang masih tertinggal. Spora yang masih terperangkap di saringan dimasukkan ke dalam cawan petri untuk identifikasi genus dan dihitung jumlah sporanya di bawah mikroskop.

Penghitungan Potensi Propagul

Jumlah propagul infektif FMA dihitung dengan metode Most Probable Number (MPN) (Nusantara et al. 2012). Metode MPN bertujuan untuk menduga kerapatan populasi FMA tanpa harus menghitung cacah aktual dari spora, vesikula, hifa atau struktur lainnya. Metode ini dilakukan dengan cara mengencerkan sampel tanah (medium) sampai batas tertentu yang masih menghasilkan kolonisasi FMA. Setiap lokasi diambil 5 sampel tanah, sehingga jumlah keseluruhan pot yang diteliti sebanyak 45 setiap lokasi. Penghitungan MPN ini dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya akar yang terinfeksi. Setiap akar yang terinfeksi diberi tanda positif, jika pada cawan petri telah ditemukan satu infeksi maka tidak perlu dilakukan pengamatan lagi karena diutamakan adanya minimal satu infeksi pada akar.

Metode ini dilakukan dengan cara mencampurkan tanah steril dan zeolit dengan komposisi zeolit 50% dan tanah steril 50%, tanah yang telah dicampur zeolit ditimbang seberat 90 gram dan dimasukkan kedalam plastik, kemudian sampel tanah yang diambil di lapangan ditimbang seberat 10 gram kemudian dicampurkan ke dalam plastik yang telah terisi oleh tanah steril dan zeolit kemudian diaduk sampai komposit. Setelah itu dikeluarkan dan diambil sebanyak 10 gram dan sisanya dimasukkan kedalam pot plastik. Sampel 10 gram yang dikeluarkan itu dicampurkan lagi dengan 90 gram tanah campuran zeolit dan begitu seterusnya sampai pengenceran 10-8.

(17)

5

Penghitungan Spora Mikoriza

Rumus penghitungan spora mikoriza (Shi et al. 2004) :

Persentase Kolonisasi Akar

Akar P. javanica yang telah dilakukan proses pewarnaan dipotong kira-kira 1 cm dengan menggunakan gunting, kemudian akar disebar secara merata di atas cawan petri yang telah dibuat garis grid. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo dengan cara menghitung kolonisasi akar pada garis grid horizontal dan garis grid vertikal, setelah itu dirata-ratakan hasil yang didapat. Akar yang terinfeksi ditunjukkan dengan adanya tanda-tanda seperti hifa, vesikula maupun arbuskula. Rumus persentase akar terinfeksi (Giovannetti dan Moose 1980), sebagai berikut :

Analisis Data

Pengolahan data hubungan sifat kimia tanah dengan kolonisasi akar, hubungan kepadatan spora dengan umur trapping dan hubungan kepadatan spora dengan jumlah propagul dianalisis dengan menggunakan software SPSS ( Statistical Product and Service Solutions).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Kimia Tanah

(18)

6 daerah Bukit Dua Belas menunjukkan nilai masam yaitu 4.6 (Hardjowigeno 1995).

Berdasarkan data analisis tanah di atas dapat diketahui bahwa kandungan P pada kedua lokasi tergolong sangat rendah. Dalam kondisi kandungan P tidak tersedia atau rendah, kolonisasi mikoriza lebih cepat terbentuk (Mosse 1981). Unsur yang paling berpengaruh adalah unsur P, kandungan P yang tinggi di dalam tanah akan menghambat terjadinya kolonisasi, sama halnya dengan kandungan nilai N tanah, jika N tanah tinggi juga berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pertumbuhan mikoriza. Efek tersebut berhubungan dengan tingkat N yang tersedia. Jumlah N terlarut akan menentukan aktivitas mikoriza di dalam tanah. Unsur P, N dan K ini mampu diserap oleh tanaman karena adanya bantuan mikroba tanah, mikroba tanah akan melepaskan ikatan dari mineral tanah dan kemudian menyediakannya bagi tanaman. Menurut Prihastuti (2011) bahwa mikroba tanah bermanfaat untuk membantu penyerapan unsur hara, melarutkan unsur hara dan merangsang pertumbuhan tanaman.

Genus FMA

Genus Glomus merupakan genus terbanyak ditemukan pada sampel yang diamati. Hasil identifikasi yang dilakukan terdapat 3 genus spora FMA, yaitu:

Glomus, Acaulospora, dan Gigaspora dapat dilihat pada Tabel 2.

(19)

7 Hasil identifikasi genus FMA Tabel 2 pada ekosistem tanaman karet di daerah Harapan dan Bukit Dua Belas menunjukan bahwa genus Glomus dan

Acaulospora terdapat pada kedua lokasi dari semua ulangan yang dilakukan. Genus Gigaspora hanya terdapat pada daerah Harapan ulangan kedua dan ketiga dan daerah Bukit Dua Belas pada ulangan pertama.

Tabel 2 menunjukkan bahwa genus Glomus mendominasi disemua lokasi, hal ini dikarenakan genus Glomus lebih tinggi penyebarannya dibandingkan dengan genus yang lain. Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa genus

Glomus merupakan genus yang paling mendominasi dalam suatu ekosistem. Rengganis (2013) meneliti keanekaragaman genus di bawah perakaran jabon di 9 lokasi yang berbeda menunjukkan bahwa setiap lokasi yang diteliti terdapat genus

Glomus. Fauziah (2013) membuktikan juga bahwa genus Glomus memiliki tingkat keragaman yang tinggi, dari 3 lokasi yang diteliti menunjukkan bahwa dari semua lokasi terdapat genus Glomus.

Genus Glomus

Glomus sp. merupakan genus mikoriza dari family Glomaceae. Genus

Glomus memiliki ciri-ciri yaitu terdapat hypal attachment, berbentuk globos sub globos, avoid, dan obovoid berwarna hyaline sampai kuning, coklat, merah kecoklatan dan hitam, dinding spora terdiri dari satu lapis, berukuran 20-80 (INVAM 2013). Glomus berkembang dengan baik pada pH 5.5 sampai 6.5 (Sastrahidayat 2011). Spora Glomus sp. dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Spora Glomus sp. yang ditemukan pada tanaman inang

(20)

8

Genus Acaulospora

Acaulospora sp. adalah genus mikoriza yang termasuk dalam famili

Acaulosporaceae. Genus ini memiliki ciri-ciri antara lain yaitu memiliki 2-3 dinding spora, berbentuk globos hingga elips, berwarna hyaline, kuning, ataupun merah kekuningan, spora terbentuk di sisi samping leher soporiferous saccule dan berukuran antara 100-400 µm (INVAM 2013). Spora Acaulospora sp. dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Spora Acaulospora sp. yang ditemukan pada tanaman inang P. javanica (kiri perbesaran 200 x dan kanan perbesaran 400 x)

Genus Gigaspora

Genus Gigaspora memiliki ciri-ciri yaitu berbentuk bulat besar, coklat kehitaman berukuran rata-rata 300 µm dan tidak dapat terlihat perbedaan antara dinding spora dengan germination wall, serta memiliki ciri khusus yaitu Bulbous suspensor. Spora Gigaspora sp. dapat dilihat pada Gambar 3.

(21)

9 Kelimpahan Spora

Persentase kelimpahan relatif spora ekosistem tanaman karet di daerah Bukit Dua Belas dan Harapan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kelimpahan relatif spora hasil trapping dari ekosistem tanaman karet daerah (a) Bukit Dua Belas dan (b) Harapan. (1) panen pertama umur

trapping 6 minggu, (2) panen kedua umur trapping 8 minggu, (3) panen ketiga umur trapping 10 minggu

(22)

10

Frekuensi Spora

Frekuensi spora berkaitan dengan penyebaran spora pada lokasi tempat pengambilan sampel tanah. Frekuensi spora pada ekosistem tanaman karet daerah Bukit Dua Belas dan Harapan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Frekuensi relatif spora hasil trapping dari ekosistem tanaman karet daerah (a) Bukit Dua Belas dan (b) Harapan

Genus Glomus memiliki frekuensi paling tinggi dengan frekuensi relatif di setiap lokasi dengan nilai sebesar 100%, hal ini menunjukkan bahwa setiap sampel yang diamati ditemukan genus Glomus. Genus Acaulospora mempunyai frekuensi yang paling rendah bahkan di kode BK2, BK3 dan HK1 sama sekali tidak ditemukan genus Gigaspora. Glomus adalah jenis FMA yang mempunyai penyebaran paling dominan, karena 10 dari 14 yang didapatkan adalah tipe

Glomus (Hartoyo et al. 2011).

Dominannya genus Glomus yang ditemukan mengindikasikan bahwa genus

Glomus merupakan genus yang paling banyak penyebarannya dan adaptasi dari genus ini sangat baik jika dibandingkan dengan genus lainnya. Glomus

merupakan genus yang dominan ditemukan di berbagai penelitian yang telah dilakukan, seperti di bawah tegakan tanaman jabon di Pemalang Jawa Tengah (Amelia 2013) dan di jati Ambon (Karepesina 2007).

(23)

11 Kepadatan Spora

Kepadatan spora merupakan jumlah seluruh spora yang ditemukan pada masing-masing contoh tanah. Perbandingan jumlah spora pada ekosistem tanaman karet daerah Bukit Dua Belas dan Harapan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Perbandingan jumlah spora hasil trapping dari ekosistem tanaman karet daerah (a) Bukit Dua Belas dan (b) Harapan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan jumlah spora per 5 gram tanah pada ekosistem tanaman karet daerah Bukit Dua Belas yaitu 99-142 spora dan pada ekosistem tanaman karet daerah Harapan yaitu 100-116. Hasil ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Fauziah (2013) yang menemukan 32-58 spora/ 10 gram tanah di bawah tegakan tanaman agroforestri jabon di Purwakarta Jawa Barat.

Gambar 6 menunjukkan bahwa kepadatan spora ditiap lokasi memiliki jumlah spora yang berbeda. Perbedaan jumlah spora ini dimungkinkan karena adanya perbedaan lingkungan seperti jenis tanah, cahaya, tinggi tempat dan hara tanaman (Rainiyati 2007). Menurut Patriyasari (2006) jumlah spora juga dipengaruhi oleh akumulasi beberapa faktor yaitu mikoriza itu sendiri, varietas tanaman inang dan kondisi lingkungan, seperti cahaya dan suhu. Cahaya matahari berperan dalam pembentukan karbohidrat melalui asimilasi karbon. Menurut Delvian (2003) bahwa adanya perubahan kepadatan spora dalam setiap pengamatan karena setiap jenis FMA membentuk spora pada saat yang berbeda, tergantung responnya terhadap tanaman inang.

(24)

12

Gambar 6 menunjukkan juga bahwa kepadatan spora pada tanaman inang P. javanica meningkat dari umur 6 minggu sampai umur 10 minggu penelitian. Hal ini dikarenakan akar tanaman semakin tumbuh dan berkembang akan memberi reaksi terhadap perkembangan spora dan produksi spora akan semakin banyak setelah tanaman inang menjadi dewasa bahkan mendekati tua (Suhardi 1989). Oleh sebab itu, diperlukan analisis regresi linier untuk mengetahui hubungan antara umur trapping dengan kepadatan spora. Hasil analisis regresi antara kepadatan spora dengan umur trapping dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil analisis regresi antara kepadatan spora dengan umur trapping

Lokasi Umur trapping Persamaan

BK 6-10 minggu Nilai kepadatan spora = 25.16 + 10.84 *umur

trapping, R2 = 68 %

HK 6-10 minggu Nilai kepadatan spora = 76.56 + 3.76 * umur

trapping), R2 = 91%

Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa koefisien determinasi (R2) di daerah Bukit Dua Belas sebesar 68% artinya kepadatan spora memiliki tingkat hubungan yang sedang terhadap umur trapping. Umur trapping

mempengaruhi sebesar 68% sedangkan 32% ditentukan oleh faktor lain. Koefisien determinasi di daerah Harapan lebih tinggi dari daerah Bukit Dua Belas dengan nilai sebesar 91% yang artinya kepadatan spora di daerah Harapan lebih memiliki tingkat hubungan yang tinggi dengan umur trapping. Semakin besar umur

trapping akan menghasilkan nilai kepadatan spora yang semakin tinggi karena adanya pengaruh positif dari persamaan yang dihasilkan. Persamaan regresi antara kepadatan spora dengan umur trapping dapat dilihat pada Gambar 7.

(25)

13

Kepadatan spora tidak hanya ditentukan oleh umur trapping tetapi ditentukan juga oleh potensi propagul yang ditemukan. Hasil analisis regresi antara kepadatan spora dengan potensi propaguldapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis regresi antara kepadatan spora dengan potensi propagul

Lokasi Potensi propagul Persamaan

BK 1.32-5.93 x 108 Nilai kepadatan spora = 79.85 + 8.32 *potensi propagul, R2 = 77 %

HK 7.55-33.89 x 108 Nilai kepadatan spora = 95.16 + 0.62 * potensi propagul, R2 = 100%

Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa koefisien determinasi (R2) potensi propagul di daerah Bukit Dua Belas sebesar 77% artinya kepadatan spora memiliki tingkat hubungan yang tinggi terhadap potensi propagul. Potensi propagul mempengaruhi sebesar 77% sedangkan 23% ditentukan oleh faktor lain. Koefisien determinasi di daerah Harapan lebih tinggi dari daerah Bukit Dua Belas dengan nilai sebesar 100% yang artinya kepadatan spora di daerah Harapan lebih memiliki tingkat hubungan yang sangat tinggi dengan potensi propagul. Semakin tinggi potensi propagul akan menghasilkan nilai kepadatan spora yang semakin tinggi karena adanya pengaruh positif dari persamaan yang dihasilkan.

Persentase Kolonisasi Akar

(26)

14 Gambar 8 Infeksi FMA pada akar P. javanica :(a) Hifa, (b)Vesikula

Kolonisasi akar pada tanaman P. javanica yang ditanam di sampel tanah dari ekosistem tanaman karet daerah Bukit Dua Belas didapatkan hasil yang bervariasi yaitu 34.8±8.6 pada tanaman berumur enam minggu, 36.63±8.8 pada tanaman berumur delapan minggu dan 42.78±6.8 pada tanaman berumur sepuluh minggu. Tanaman berumur enam minggu hingga umur tanaman sepuluh minggu menunjukkan hasil kolonisasi yang meningkat, hal ini menunjukkan bahwa pada tanaman berumur sepuluh minggu tanaman inang sudah dewasa sehingga tingkat kolonisasi akar juga meningkat. Tingkat kolonisasi dari ketiga waktu yang berbeda termasuk kriteria sedang.

Kolonisasi akar pada tanaman P. javanica di sampel tanah dari ekosistem tanaman karet daerah Harapan didapatkan hasil yang bervariasi yaitu 34.9±10.2 pada tanaman berumur enam minggu, 42.43±10.3 pada tanaman berumur delapan minggu dan 39.68±5.34 pada tanaman berumur sepuluh minggu. Tingkat kolonisasi dari ketiga waktu yang berbeda termasuk kriteria sedang. Klasifikasi banyaknya infeksi akar dapat dilihat pada (Lampiran 2). Persentase kolonisasi akar di daerah Bukit Dua Belas dan Harapan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Persentase kolonisasi akar hasil trapping pada ekosistem tanaman karet daerah (a) Bukit Dua Belas dan (b) Harapan

(27)

15 Perbedaan tingkat kolonisasi pada masing-masing tempat dan waktu ini diakibatkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi mikoriza terhadap tanaman yaitu dilihat dari keefektifan isolat, ketergantungan tanaman terhadap mikoriza dan kondisi nutrisi terhadap unsur P (Setiadi 1995). Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa nilai kolonisasi akar tidak berbanding lurus dengan kepadatan spora. Hal ini sesuai dengan penelitian Tuheteru (2003) bahwa antara infeksi akar dan jumlah spora yang dihasilkan tidak memiliki korelasi yang erat, sehingga infeksi akar yang tinggi belum tentu diakibatkan oleh jumlah spora yang banyak karena persentase kolonisasi adalah faktor bebas dari jumlah spora yang ada di tanah. Setiap jenis FMA mempunyai kemampuan untuk menginfeksi akar yang berbeda (Delvian 2003). Hasil analisis regresi antara sifat kimia tanah dengan nilai rata-rata infeksi akar dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis regresi antara sifat kimia tanah dengan nilai kolonisasi akar

Sifat kimia tanah Persamaan

Hasil analisis regresi sifat kimia tanah dengan tingkat kolonisasi akar menunjukkan bahwa persamaan regresi antara kandungan karbon, fosfor dan kandungan pH dengan nilai kolonisasi akar menghasilkan koefisien determinasi (R2) sebesar 2% yang artinya C organik, fosfor dan pH memiliki tingkat hubungan yang sangat rendah terhadap infeksi akar karena kandungan karbon, fosfor dan pH mempengaruhi hanya sebesar 2% sedangkan 98 % ditentukan oleh variabel lain. Nilai koefisien determinasi (R2) N terhadap nilai kolonisasi akar sebesar 0.7% artinya N memiliki hubungan yang sangat rendah karena hanya dipengaruhi oleh 0.7 % sedangkan 99.3 % dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil analisis sifat kimia tanah yang diuji menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai C, N dan pH maka nilai kolonisasi akan semakin rendah. Nilai P semakin besar maka nilai kolonisasi semakin tinggi. Pengaruh dari keempat sifat kimia yang diuji tidak terlalu signifikan karena nilai R2 yang kecil.

Penghitungan Potensi Propagul

Penghitungan potensi propagul dilakukan dengan cara pengenceran, menggunakan metode Most Probable Number (MPN), metode ini menentukan jumlah propagul infektif dengan beberapa pengenceran yang berbeda.

(28)

16

Tabel 6 Kolonisasi akar P. javanica pada uji MPN mikoriza dari daerah Harapan

Seri pengenceran Ulangan Jumlah

kolonisasi menunjukkan hasil yang hampir sama, hampir semua ulangan dan pengenceran terinfeksi oleh FMA kecuali ulangan ke dua pada pengenceran 10-7,10-8 dan ulangan ke lima pada pengenceran 10-8. Kolonisasi akar setiap seri pengenceran daerah Bukit Dua Belas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kolonisasi akar P. javanica pada uji MPN mikoriza dari daerah Bukit Dua Belas

Seri pengenceran Ulangan Jumlah

kolonisasi

(29)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Genus yang ditemukan di ekosistem tanaman karet di Jambi khususnya daerah Harapan dan Bukit Dua Belas ada 3 genus yaitu Glomus, Acaulospora dan

Gigaspora. Genus yang mendominasi pada berbagai lokasi yaitu genus Glomus. Jumlah propagul lebih banyak ditemukan di daerah Harapan karena daerah Harapan kandungan pH lebih kecil dari pH daerah Bukit Dua Belas menandakan bahwa tanah daerah Harapan kurang subur dibandingkan dengan daerah Bukit Dua Belas.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji efektivitas FMA dalam meningkatkan pertumbuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia T. 2013. Keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula di bawah tegakan tanaman jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Brundrett M, Boucher N, Dell NB, Gove T, Malajczuk N. 1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. Canberra (AU): Australian Centre for International Agriculture Research.

Delvian. 2003. Keanekaragaman dan potensi pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) di hutan pantai [disertasi]. Bogor (ID): Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Dewi RI. 2007. Peran, prospek dan kendala dalam pemanfaatan endomikoriza Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung.

Fakuara Y. 1988. Mikoriza, Teori dan Kegunaannya dalam Praktik. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Fauziah L. 2013. Keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula di bawah tegakan tanaman agroforestri jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gendermann JW, Nicolson TH. 1963. Spores of mycorrhizal endogene spesies extracted from soil by wet sieving and decanting. Trans Brit Mycol Soc. 46:235-244.

(30)

18

Hartoyo B, Ghulamadhi M, Darusman LK, Azis SA, Mansur I. 2011. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada rizosfer tanaman pegagan. Jurnal Littri 17(1):32-40.

Halvorson HO, Ziegler NR. 1933. Aplication of statistics to problems in bacteriology. I. A means determining bacterial population by the delution method. J Bacteriol. 25:101-121.

Imas, Tedja RS, Hadioetomo HW, Gunawan dan Setiadi Y. 1989. Mikrobiologi Tanah. Jilid II. Pusat Antar Universitas dan LSI IPB. Bogor. 117 hal.

[INVAM] International culture collection of (vesikular) arbuscular mycorrhizal fungi. 2013. Reference cultures of spesies (vesikular) arbuscular mycorrhizal fungi [Internet]. [diunduh 2014 Jul 12]. Tersedia pada http://invam.caf.wvu.edu/Myco-info/Taxonomy/classification. htm.

Karepesina S. 2007. Keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula dari bawah tegakan jati Ambon (Tectona grandis Linn. F) dan potensi pemanfaatannya [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mosse B. 1981. Vesicular-Arbuscular Mycorrhiza Research for Tropica. Agricultural Ress. Bull. Hawai. Inst. Tropica Agricultural and Human Resources.

Nusantara AD, Bertham YH, Mansur I. 2012. Bekerja Dengan Fungi Mikoriza Arbuskula. Bogor (ID) : SEAMEO BIOTROP.

Patriyasari T. 2006. Efektivitas cendawan mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan dan produktivitas Cynodon dactylon (L) Pers yang diberi level salinitas berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Prihastuti, Sudaryono, Handayanto E. 2010. Keanekaragaman jenis mikoriza vesikular arbuskular dan potensinya dalam pengelolaan kesuburan lahan ultisol. Di dalam: Prihastuti, Sudaryono, Handayanto, editor. Seminar Nasional Biologi. [24-25 Sept 2010, Yogyakarta]. Yogyakarta (ID): Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada.

Prihastuti. 2011. Struktur komunitas mikroba tanah dan implikasinya dalam mewujudkan sistem pertanian. El Hayah 4(1):174-181.

Rainiyati. 2007. Status dan keanekaragaman fungi mikoriza arbuskula (FMA) pisang raja nangka dan potensi pemanfaatannya untuk peningkatan produksi pisang asal kultur jaringan di Kabupaten Merangin, Jambi [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rengganis D. 2013. Studi keanekargaman genus fungi mikoriza arbuskula di sekitar perakaran pohon jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) Alami[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(31)

19 Setiadi Y. 2001. Peranan mikoriza arbuskula dalam reboisasi lahan kritis di Indonesia. Seminar Penggunaan CMA dalam Sistem Pertanian Organik dan Rehabilitasi Lahan. 2001 April 21-23: Bandung, Indonesia.

Setiawan A. 2011. Studi status fungi mikoriza arbuskular di areal rehabilitasi pasca penambangan nikel (studi kasus PT INCO Tbk. Sorowako, Sulawesi Selatan) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Shi ZY, Chen YL, Feng G, Liu RG, Christie P, Li XL. 2004. Arbuscular Mychorrhizal Fungi Assosiated With the Meliace on Hainan Island, China. College of Resources and Enviromental Science. China Agricultural University. China.

Smith SE, Read DJ. 1997. Mychorrhizal Symbiosis. Academic press. London. Suhardi. 1989. Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA). Yogyakarta (ID):

Universitas Gadjah Mada.

Tuheteru FD. 2003. Aplikasi asam humat terhadap sporulasi CMA dari bawah tegakan alami sengon [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Wilarso S. 1990. Peranan Endomikoriza dalam kehutanan. Kerjasama Antara

(32)

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kriteria penilaian sifat kimia tanah Sifat tanah Sangat

rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat

(33)
(34)
(35)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bukittinggi pada tanggal 12 Maret 1991 dari ayah Jon Ismedi dan ibu Nurlaili. Penulis adalah putra kedua dari lima bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ampek Angkek dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan.

Gambar

Gambar 1  Spora Glomus sp. yang ditemukan pada tanaman inang
Gambar 3  Spora Gigaspora sp. yang ditemukan pada tanaman inang
Gambar 4  Kelimpahan relatif spora hasil trapping dari ekosistem tanaman karet daerah (a) Bukit Dua Belas dan (b) Harapan
Gambar 5  Frekuensi relatif spora hasil trapping dari ekosistem tanaman karet
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan dilakukan adalah pembuatan seminar dan workshop dengan tema Program Pencegahan dan Pengendalian penularan HIV dari ibu ke bayi (PMTCT) di Unit Kebidanan

Permasalahan yang dibahas adalah mengetahui urgensi Lembaga Pembinaan Khusus Anak dalam pemidanaan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dan untuk mengetahui

Sedangkan koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0,445 atau 44,5% yang berarti variabel kepuasan kerja karyawan dapat dijelaskan oleh variabel kepemimpinan, insentif

Penelitian ini tentunya diharapkan mampu menjawab seberapa penting variabel kualitas layanan untuk mengukur tingkat kepuasan dan loyalitas pelanggan, penelitian ini

Hasil penelitian menunjukkan, terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi orang tua dengan kepatuhan pengobatan, menunjukkan nilai probabilitas 0,027 < a = 0,05,

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

[r]