• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sistem Subak (Kasus: Usahatani Padi Beras Merah Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sistem Subak (Kasus: Usahatani Padi Beras Merah Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali)"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI

PADI SISTEM SUBAK (Kasus : Usahatani Padi Beras Merah

Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali)

PUTU DEBBY SARI MUSTIKA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sistem Subak (Kasus: Usahatani Padi Beras Merah Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

PUTU DEBBY SARI MUSTIKA. Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sistem Subak (Kasus: Usahatani Padi Beras Merah Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali). Dibimbing oleh UJANG SEHABUDIN.

Kabupaten Tabanan merupakan kabupaten yang menghasilkan padi paling banyak di Provinsi Bali (BPS 2012). Kabupaten Tabanan memiliki luas lahan panen padi terbesar yaitu 40 859 ha dengan jumlah produksi padi sebesar 210 762 ton dan produktivitas sebesar 5.16 ton/ha. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi pada usahatani padi dengan sistem Subak di Desa Jatiluwih dan menganalisis pendapatan usahatani padi dengan sistem Subak di Desa Jatiluwih.Analisis fungsi produksi menggunakan model fungsi produksi Cobb Douglas dan analisis pendapatan usahatani didapatkan dengan mencari selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi padi di Desa Jatiluwih meliputi benih, pupuk Kandang, pupuk Urea, pupuk KCl, pestisida cair, dan tenaga kerja. R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2.95 dan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 2.43 yang menunjukkan bahwa penerimaan yang diterima petnai dapat menutupi seluruh biaya usahatani.

Kata kunci: analisis produksi, padi, pendapatan, Subak

ABSTRACT

PUTU DEBBY SARI MUSTIKA. Production and Revenue Analysis of Rice Farm in Subak System. Supervised by UJANG SEHABUDIN.

The increasing of rice consumption level in Indonesia with high population growth indicates the need for effort to increase the productivity of rice farm. Tabanan as the district that produced the most rice in Bali is mentioned by BPS (2012). Tabanan has 40 859 ha rice farm area with a total production of 210 762 ton of rice and productivity of 5.16 ton/ha. The purpose of this research are to analyze the characteristics and the factors that affecting the rice production rice farm at Jatiluwih, to analyze the income of rice farming at Jatiluwih. Production function analysis use Cobb Douglas production function model and the analysis of rice farm income earned by finding the gap between total revenue and total expenditure. Factors that affecting rice production in Jatiluwih are seed, fertilizer, urea, KCl, liquid pesticides, and labor. R/C ratio of the direct cost is 2.95 and R/C ratio of total cost is 2.43, which indicates that the revenue which is received by the farmer can cover the entire cost of farming .

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI

PADI SISTEM SUBAK (Kasus : Usahatani Padi Beras Merah

Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali)

PUTU DEBBY SARI MUSTIKA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sistem Subak (Kasus: Usahatani Padi Beras Merah Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali)

Nama : Putu Debby Sari Mustika

NIM : H44090009

Disetujui oleh

Ir. Ujang Sehabudin Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Aceng Hidayat, MT. Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi dengan judul Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi dengan Sistem Subak di Desa Jatiluwih, Bali. Penelitian dilakukan pada bulan April 2013.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada :

1. Bapak (I Putu Pidada, S.E.) dan Mama tercinta (Ni Made Dewi Anggarini), kedua adik tersayang (Made Surya Giri Mustika dan Nyoman Ima Sati Mustika), serta Bu Mang (Ni Nyoman Sunapti), dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril dan materiil yang tak pernah terputus kepada penulis.

2. Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan inspirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan sehingga membuat skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Adi Hadianto, SP, M.Si. selaku dosen penguji utama dan Beni Osta Nababan, S.Pi, M.Si. selaku dosen perwakilan departemen.

4. Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberikan masukan serta arahan selama penulis menjalani kuliah.

5. Ketua Subak Desa Jatiluwih Bapak Nyoman Sutama, BSc. yang telah membantu penulis dalam mendampingi dan memperoleh data.

6. Teman-teman satu bimbingan (Gugat, Kukuh, Mufqi, Faithy, Tari, Willy, dan Kiki) atas dukungan, semangat, saran, kritik dan menemani selama menjalani proses pembuatan skripsi hingga selesai.

7. Eno, Astari, Nyoman, Ratna, Made Ayu, Mimi, Mayun, Yoga, Kartika, Didi, Darya, seluruh teman-teman ESL angkatan 46 dan KMHD, terima kasih atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya.

8. Seluruh Dosen dan Tenaga Pendidikan Departemen ESL yang telah membantu penulis selama masa studi di Departemen ESL.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

2.7. Konsep Biaya Transaksi... 12

2.8. Beras Merah... 13

2.9. Penelitian Terdahulu... 14

2.10. Penelitian tentang Analisis Pendapatan Usahatani... 15

2.11. Penelitian tentang Analisis Pendapatan dan Produksi... 15

3. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 17

3.1.1. Konsep Fungsi dan Elastisitas Produksi... 17

3.1.2. Konsep Pendapatan, Penerimaan, dan Biaya... 20

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)... 20

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 21

4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu... 24

4.2. Jenis dan Sumber Data... 24

4.3. Metode Pengumpulan Data... 24

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 25

4.4.1. Analisis Fungsi Produksi... 25

4.5. Metode Pengujian Hipotesis... 28

4.5.1. Uji Statistik... 28

Uji F... 29

Uji t... 29

Koefisien Determinasi (R-squared)... 30

4.5.2. Uji Ekonometrik... 30

Uji Normalitas... 30

Uji Heteroskedastisitas... 31

Uji Multikolinearitas... 32

Uji Autokorelasi... 32

(12)

4.5.4. Analisis Kelembagaan... 34

4.5.5. Uji Beda Dua Sample Bebas... 35

4.6. Definisi Operasional... 35

5. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Gambaran Daerah Penelitian... 38

5.1.1. Wilayah dan Topografi... 38

5.1.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian... 38

5.1.3. Karakteristik Petani Responden... 40

5.1.4. Kelembagaan Subak... 43

6. KARAKTERISTIK USAHATANI PADI BERAS MERAH 6.1. Proses Budidaya... 46

6.2. Penggunaan Input... 49

6.3. Output Usahatani... 53

6.4. Alat-alat Petanian... 55

6.5. Biaya Transaksi Kelembagaan Subak... 56

7. ANALISIS USAHATANI PADI SISTEM SUBAK 7.1. Struktur Biaya Usahatani Padi Beras Merah per Hektar... 58

7.2. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Beras Merah... 66

8. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHATANI PADI SITEM SUBAK 8.1. Analisis Fungsi Produksi...70

8.2. Analisis Elastisitas Produksi dan Skala Usaha...80

9. SIMPULAN DAN SARAN... 93

DAFTAR PUSTAKA...94

LAMPIRAN... 96

(13)

DAFTAR TABEL

1. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman padi Indonesia tahun

2009-2013... 1

2. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman padi Provinsi Bali tahun 2007-2011... 2

3. Luas panen, produksi padi sawah dan padi ladang, dan rata-rata produksi menurut Kabupaten/ Kota di Bali tahun 2012 bulan Januari-Desember... 3

4. Sebaran penduduk Desa Jatiluwih menurut umur dan jenis kelamin... 39

5. Sebaran penduduk Desa Jatiluwih menurut tingkat pendidikan... 39

6. Sebaran penduduk Desa Jatiluwih menurut mata pencaharian... 40

7. Petani responden di Desa Jatiluwih berdasarkan umur... 43

8. Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan di Desa Jatiluwih Tahun 2013... 43

9. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Jatiluwih... 44

10. Karakteristik responden petani padi sawah berdasarkan status kepemilikan lahan di Desa Jatiluwih tahun 2013... 44

11. Karakteristik petani responden berdasarkan status usahatani... 45

12. Rata-rata penggunaan benih berdasarkan tipe petani dan luas lahan di Desa Jatiluwih tahun 2013... 50

13. Rata-rata pupuk per hektar yang digunakan usahatani padi berdasarkan tipe petani dan luas lahan di Desa Jatiluwih tahun 2013... 51

14. Rata-rata penggunaan pestisida pada usahatani padi berdasarkan tipe petani dan luas lahan di Desa Jatiluwih tahun 2013... 51

15. Rata-rata penggunaan tenaga kerja usahatani padi di Desa Jatiluwih tahun 2013... 52

16. Rata-rata penggunaan tenaga kerja usahatani padi berdasarkan tipe petani dan luas lahan di Desa Jatiluwih tahun 2013... 53

17. Rata-rata penerimaan usahatani padi berdasarkan tipe petani dan luas lahan di Desa Jatiluwih tahun 2013... 53

18. Rata-rata biaya penyusutan pada alat-alat pertanian usahatani padi sawah di Desa Jatiluwih tahun 2013... 54

19. Rata-rata biaya penyusutan pada alat-alat pertanian usahatani padi berdasarkan tipe petani dan luas lahan di Desa Jatiluwih tahun 2013... 55

20. Rincian biaya transaksi usahatani padi Desa Jatiluwih tahun 2013... 56

21. Rincian biaya transaksi usahatani padi petani beras merah berdasarkan tipe petani dan luas lahan di Desa Jatiluwih tahun 2013... 56

22. Struktur biaya rata-rata usahatani padi di Desa Jatiluwih tahun 2013... 59

23. Struktur biaya rata-rata usahatani padi petani pemilik dan penggarap berdasarkan luas lahan di Desa Jatiluwih tahun 2013... 61

24. Unit Cost usahatani padi beras merah di Desa Jatiluwih Tahun 2013... 66

25. Pendapatan rata-rata usahatani padi beras merah di Desa Jatiluwih dengan biaya transaksi tahun 2013... 67

(14)

27. Rata-rata penggunaan faktor-faktor produksi per hektar yang diusahakan petani responden pada usahatani padi sawah di Desa

Jatiluwih tahun 2013... 69 

28. Analisis ragam fungsi produksi usahatani padi sawah di Desa Jatiluwih tahun 2013... 70 

29. Hasil parameter penduga fungsi produksi per hektar yang diusahakan petani responden pada usahatani padi sawah di Desa Jatiluwih tahun 2013... 70 

30. Analisis ragam fungsi produksi usahatani padi sawah di Desa Jatiluwih tahun 2013... 72 

31. Hasil parameter penduga fungsi produksi per hektar yang diusahakan petani responden pada usahatani padi sawah di Desa Jatiluwih tahun 2013... 72 

32. Analisis ragam fungsi produksi usahatani padi sawah di Desa Jatiluwih tahun 2013... 74 

33. Hasil parameter penduga fungsi produksi per hektar yang diusahakan petani responden pada usahatani padi sawah di Desa Jatiluwih tahun 2013... 74 

34. Analisis ragam fungsi produksi usahatani padi sawah di Desa Jatiluwih tahun 2013... 76 

35. Hasil parameter penduga fungsi produksi per hektar yang diusahakan petani responden pada usahatani padi sawah di Desa Jatiluwih tahun 2013... 76 

36. Besaran koefisien regresi usahatani padi Sistem Subak di Desa Jatiluwih tahun 2013... 78 

37. Hasil uji beda pendapatan... 82 

DAFTAR GAMBAR

1. Hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marjinal (PM), dan Produk Rata-Rata (PR) ... 20 

2. Kerangka Pemikiran ... 24 

DAFTAR LAMPIRAN

1. Gambar lokasi penelitian... 88 

2. Kuesioner penelitian... 89 

3. Karakteristik petani responden... 95 

4. Bentuk Ln faktor-faktor produksi... 98 

5. Dokumentasi penelitian... 101 

6. Hasil olahan data penelitian dengan Minitab 14... 102 

(15)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor ekonomi terpenting di Indonesia karena sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Menurut BPS (2014), hingga Agustus 2013 penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas yang bekerja pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan sebanyak 38 068 254 jiwa. Angka ini menunjukkan besarnya nilai sektor tersebut pada pendapatan negara sebagai lapangan pekerjaan utama. Pertanian juga memiliki produktivitas yang tinggi di Indonesia. Rincian luasan lahan panen, besar produksi, dan produktivitas tanaman padi Indonesia pada tahun 2009-2013 dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman padi Indonesia tahun 2009-2013

Tahun Luas Panen(ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

2009 12 883 576 64 398 890 4.99

2010 13 253 450 66 469 394 5.02

2011 13 203 643 65 756 904 4.98

2012 13 445 524 69 056 126 5.36

2013 13 837 213 71 291 494 5.15

Sumber: http://bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3&id_subyek=53&notab=0 [diunduh 6 April 2014]

Peningkatan produksi padi terus mengalami peningkatan dari tahun 2009 hingga tahun 2010 yang ditunjukkan pada Tabel 1. Penurunan jumlah produksi padi terjadi pada tahun 2011, dimana produksi hanya mencapai 65 756 904 ton. Pada tahun 2012 produksi padi mencapai 69 056 126 ton padi dengan produktivitas sebesar 5.36 ton/ha. Penurunan produksi padi tidak dapat diprediksi, sementara jumlah penduduk terus meningkat. Hal ini menunjukkan perlunya menjaga produktivitas padi yang stabil karena besarnya kontribusi usahatani padi bagi masyarakat Indonesia.

(16)

peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang tinggi. Jumlah penduduk Indonesia menurut sensus penduduk tahun 2000 mencapai 206 264 595 jiwa dan pada sensus penduduk yang diadakan pada tahun 2010 meningkat menjadi 237 641 326 jiwa (BPS 2013). Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir terjadi penambahan jumlah penduduk sebanyak 31 376 731 jiwa. Tingginya tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia disertai laju pertumbuhan penduduk yang tinggi menunjukkan perlunya usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas usahatani padi. Produktivitas usahatani didukung oleh faktor penunjang seperti sistem irigasi. Petani harus membuat agar irigasi cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan usahatani dan juga keuntungan pemakaian irigasi tersebut (Soekartawi 1986). Salah satu sistem pengelolaan sumberdaya air tradisional yang terkenal terdapat di Bali (Gandakoesoemah 1975).

Bali merupakan daerah tujuan wisata yang sudah terkenal di mancanegara. Selain sektor pariwisata, Bali juga memiliki potensi pada sektor pertaniannya. Rincian luasan panen, produktivitas, dan produksi tanaman padi Provinsi Bali pada tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman padi Provinsi Bali tahun 2007-2011

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

2009 150 283 878 764 5.85

2010 152 190 869 161 5.71

2011 152 585 858 316 5.63

2012 149 000 865 553 5.81

2013 149 010 857 157 5.75

Keterangan : Data Tahun 2011 adalah Angka Sementara;

Sumber : http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3[diunduh 6 April 2014]

(17)

Kabupaten Tabanan merupakan kabupaten dengan luas lahan panen padi terbesar yaitu 39 437 ha dengan jumlah produksi padi sebesar 222 706 ton dan produktivitas sebesar 5.65 ton/ha ditunjukkan oleh Tabel 3. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Tabanan merupakan penghasil padi terbesar di Bali dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya di Bali. Kabupaten Tabanan juga memiliki sistem Subak yang dapat menggabungkan aspek pertanian, pariwisata, dan juga kelompok sosial masyarakat Bali dalam mengelola irigasi.

Tabel 3. Luas panen, produksi padi sawah dan padi ladang, dan rata-rata produksi menurut Kabupaten/ Kota di Bali tahun 2012 bulan Januari-Desember Kabupaten/Kota Luas Panen

Sumber : http://bali.bps.go.id/tabel_detail.php?ed=607002&od=7&id=7 [diunduh 6 April 2014]

Usahatani di Bali dengan sistem Subak perlu dipertahankan demi mempertahankan produksi padi yang dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Bali sehingga tidak lagi bergantung pada impor (Sutawan et. al 2005). Berdasarkan pemaparan tersebut, menarik dan perlu untuk dilakukan penelitian mengenai Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi dengan Sistem Subak di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Hal ini dikarenakan Desa Jatiluwih merupakan salah satu desa yang memiliki produksi padi tinggi dan tetap menjaga sistem Subak yang telah diwarisi dari tahun ke tahun.

1.2. Perumusan Masalah

(18)

tanah sawah seluas 303 ha. Ada dua jenis padi yang ditanam pada wilayah persawahan Desa Jatiluwih yaitu; padi merah tahunan dan padi hibrida (IR 64) yang mana masing-masing jenis padi tersebut ditanam setahun sekali (Subadra dan Nadra 2006). Penetapan Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia telah diputuskan dalam sidang komite warisan dunia UNESCO di Saint Petersburg pada tanggal 29 Juni 2012. Sistem irigasi di Desa Jatiluwih dinamakan sistem Subak.

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 2 Tahun 1972 tentang Irigasi Daerah Bali, Subak adalah masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio-agraris religius, yang secara historis didirikan sejak dahulu dan berkembang terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air dan lain-lain persawahan dari suatu sumber di dalam suatu daerah. Ciri khas Subak terdapat dalam hal pelaksanaan kegiatan ritual keagamaan yang sangat padat dan terkait erat dengan tahap-tahap pertumbuhan tanaman padi (Sutawan et al. 2005). Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai karakteristik usahatani dengan sistem Subak di Desa Jatiluwih tersebut dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi padi pada usahatani dengan sistem Subak.

Subak kini semakin ditinggalkan oleh masyarakat Bali padahal fungsi utama Subak adalah pengelolaan air untuk memproduksi pangan, khususnya beras, yang merupakan makanan pokok utama bagi orang Bali, seperti halnya juga kebanyakan penduduk Asia. Hal tersebut disebabkan pendapatan usahatani padi yang tidak sebanding dengan biaya produksi dan masuknya arus globalisasi melalui perdagangan bebas atau WTO sehingga masyarakat tidak lagi tertarik pada usahatani. Usahatani di Bali dengan sistem Subak perlu dipertahankan demi mempertahankan produksi padi yang dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Bali sehingga tidak lagi bergantung pada impor (Sutawan et. al 2005). Sehubungan dengan hal tersebut maka timbul pertanyaan bagaimanakah pendapatan usahatani padi dengan sistem Subak di Bali.

(19)

1. Bagaimanakah karakteristik usahatani dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi pada usahatani dengan sistem Subak di Desa Jatiluwih ?

2. Bagaimanakah pendapatan usahatani padi dengan sistem Subak di Desa Jatiluwih?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi pada usahatani padi dengan sistem Subak di Desa Jatiluwih;

2. Menganalisis pendapatan usahatani padi dengan sistem Subak di Desa Jatiluwih;

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

1. Melatih kemampuan analisis penulis terhadap suatu permasalahan yang terkait dengan analisis produksi dan pendapatan usahatani padi dengan mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan selama kuliah;

2. Memberikan informasi bagi petani mengenai alokasi faktor-faktor produksi, pendapatan, dan pentingnya menjaga keberlanjutan sistem Subak di Bali sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan dalam melakukan produksi maupun bagi perbaikan usahatani padi selanjutnya; 3. Memberikan manfaat bagi pelaku usaha, pemerintah, maupun pemilik modal

yang berminat terhadap usahatani padi sehingga penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dan informasi mengenai keuntungan usahatani padi dan sistem Subak di Bali;

(20)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis produksi dan pendapatan usahatani padi sistem Subak di Desa jatiluwih, Tabanan, Bali. Ruang lingkup dan keterbatasan dalam penelitian mencakup :

1. Penelitian ini melakukan analisis produksi usahatani dengan sistem Subak di Desa Jatiluwih, Tabanan, Bali.

2. Ruang contoh dalam penelitian ini adalah petani padi sawah yang tergabung dalam Subak di Desa Jatiluwih.

3. Data yang digunakan adalah data Cross Section pada tahun 2013, yaitu data data hasil produksi, data penggunaan input usahatani, pendapatan, dan pengeluaran.

4. Perhitungan elastisitas produksi yang dilakukan untuk jangka pendek dan tidak melakukan proyeksi terhadap kondisi yang akan datang.

(21)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Usahatani Padi

Soekartawi (2002) menyatakan ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat (Rahim.dan.Hastuti.2007).

Menurut Soekartawi (2002), faktor-faktor produksi yang diperlukan dalam suatu usahatani dibagi dalam dua aspek sebagai berikut.

1. Aspek Sumberdaya

Pada awalnya, aspek penting yang dimasukkan dalam klasifikasi sumberdaya pertanian adalah aspek alam (tanah), modal, dan tenaga kerja. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dituntut adanya aspek lain yang dianggap penting dalam pengelolaan sumberdaya produksi tersebut yaitu aspek manajemen. Hal tersebut dikarenakan walaupun sumberdaya tersedia dalam jumlah yang memadai, namun tanpa adanya kemampuan untuk mengelola yang baik, maka penggunaan sumberdaya tersebut tidak akan lebih efisien.

2. Faktor Produksi Alam atau Tanah

(22)

3. Faktor Produksi Modal

Petani dapat digolongkan menjadi golongan pemilik modal yang kuat dan petani yang tidak bermodal kuat. Modal dalam usahatani dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses produksi.

4. Faktor Produksi Tenaga Kerja

Dalam analisa ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dan menentukan macam tenaga kerja yang bagaimana yang diperlukan.

5. Manajemen

Faktor produksi manajemen sangat berkaitan dengan efisiensi. Artinya, walaupun faktor produksi tanah, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, dan modal dirasa cukup, tetapi kalau tidak dikelola dengan baik (mismanagement), maka produksi tinggi yang diharapkan juga tidak akan tercapai.

6. Aspek Kelembagaan

Aspek kelembagaan ini dapat berupa kelembagaan Pemerintah maupun non-Pemerintah, tergantung dari segi kepentingannya. Kelembagaan formal dan kelembagaan non formal tersebut sangat beragam.

2.2. Biaya Usahatani

Menurut Daniel (2002), biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi, atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi. Biaya dapat dibedakan menjadi empat (Soekartawi et al. 1986), keempat kriteria tersebut adalah sebagai berikut.

1. Biaya Tetap

(23)

diproduksi dan tetap harus dikeluarkan walaupun tidak ada produksi. Komponen biaya tetap, antara lain : pajak, tanah, pajak air, penyusutan alat, pemeliharaan tenaga ternak, pemeliharaan traktor, biaya kredit atau pinjaman, dan lain sebagainya.

2. Biaya Variabel

Biaya variabel atau biaya tidak tetap ialah biaya yang berubah apabila luas usahanya berubah. Komponen biaya variabel, antara lain : pupuk, benih atau bibit, pestisida, upah tenaga kerja, biaya pemanenan, pengolahan tanah.

3. Biaya Tunai

Biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam usahataninya. Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa pajak tanah dan pajak air, sedangkan biaya tunai dari biaya variabel antara lain biaya pemakaian bibit atau benih, pupuk, pestisida, dan tenaga luar keluarga.

4. Biaya Tidak Tunai

Biaya tidak tunai adalah biaya yang tidak benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam menjalankan usahataninya, namun ikut diperhitungkan. Biaya tidak tunai dari biaya tetap, antara lain : biaya sewa lahan milik sendiri, penyusutan alat-alat pertanian, bunga kredit bank dan sebagainya. Biaya tidak tunai dari biaya variabel, antara lain biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga dalam pengolahan lahan dan pencemaran, serta jumlah pupuk kandang yang dipakai. Biaya langsung adalah semua biaya yang langsung digunakan dalam proses produksi (actual cost), sedangkan biaya tidak langsung meliputi biaya penyusutan, dan lain sebagainya.

2.3. Pendapatan Usahatani

(24)

2.4. Irigasi

Irigasi adalah usaha mendatangkan air dengan membuat bangunan-bangunan dan saluran-saluran untuk mengalirkan air guna keperluan pertanian, membagi-bagikan air ke sawah-sawah atau ladang-ladang dengan cara yang teratur dan membuang air yang tidak diperlukannya lagi setelah air itu dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Di Indonesia, irigasi yang dikelola oleh pemerintah dulu disebut ―irigasi rakyat‖ atau ―irigasi tradisional‖, tetapi menurut peraturan perundang -undangan yang berlaku resminya disebut ―irigasi pedesaan‖ atau ―irigasi desa‖. Irigasi tersebut telah dibangun dengan atau tanpa bantuan dari pemerintah dan dikelola sepenuhnya oleh petani yang bersangkutan. Irigasi sejenis ini dapat disebut ―irigasi petani‖ (Gandakoesoemah 1975).

2.5. Kelembagaan

Yang dimaksud lembaga (institution) adalah organisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu (Mubyarto 1989). Menurut Ambler et al. (1991), indikator keragaan (performance) kelembagaan terdiri dari efisiensi teknis, efisiensi ekonomis, dan efisiensi sosial. Organisasi yang efisien secara teknis adalah organisasi yang dapat mengoperasikan sarana fisik yang ada sedemikian rupa sehingga jaringannya dapat mencapai efisiensi teknis yang setinggi mungkin. Efisiensi ekonomis menurut teori ekonomi murni, setiap tindakan memerlukan biaya dan setiap tindakan juga dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai. Nilai yang diharapkan itu lebih besar dari biaya yang harus dikeluarkan, maka orang terdorong untuk melakukannya. Kemampuan organisasi petani pengelola air untuk memperhitungkan faktor-faktor ekonomis tidak dapat diabaikan.

(25)

pemakai air merupakan suatu mekanisme dimana petani secara aktif berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi. Aspek-aspek kebijaksanaan terhadap organisasi petani pemakai air, terdiri dari :

a. Status hukum;

b. Status pemilikan sarana fisik; c. Hak pemakai air;

d. Wewenang wilayah hidrologis;

e. Kewajiban serta wewenang keuangan; serta

f. Keterlibatan dalam desain dan konstruksi fasilitas fisik jaringan irigasi.

Kelembagaan pangan merupakan salah satu komponen penting dalam menunjang kerangka dasar perumusan kebijakan pangan dan pembangunan pertanian untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kelembagaan yang dimaksud disini adalah suatu aturan yang dikenal, diikuti, dan ditegakkan secara baik oleh anggota masyarakat, yang memberi naungan dan hambatan (constraints) bagi individu atau anggota masyarakat. Pendekatan dan kerangka analisis yang ditempuh dalam penelusuran ekonomi kelembagaan pangan lebih banyak bersifat kualitatif, walaupun beberapa penarikan kesimpulan juga dilakukan berdasarkan data kuantitatif dan informasi relevan lain. Fokus analisis kelembagaan mencakup 2 aspek penting, yaitu: aturan main dan organisasi, terutama yang berhubungan erat dengan skema kebijakan publik bidang pangan (Arifin 2005).

2.6. Subak

(26)

merupakan makanan pokok utama bagi orang Bali, seperti halnya juga kebanyakan penduduk Asia (Sutawan et al. 2005).

Sebagai lembaga adat, Subak berlandaskan pula falsafah ―Tri Hita Karana‖, yaitu hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhannya. Menurut Gandakoesoemah (1975), Subak dalam penyelenggaraan usahataninya tidak terlepas kaitannya dengan landasan Tri Hita Karana (tiga penyebab kebaikan), dimana terdapat tiga unsur, yaitu:

1. Unsur Parahyangan dengan membangun Pura Subak sebagai perwujudan bakti ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa);

2. Unsur Pawongan perwujudan hubungan yang harmonis diantara para anggota Subak yang diikat dengan susunan organisasi dan peraturan-peraturan yang dibuat lewat musyawarah mufakat;

3. Unsur Palemahan, yang berwujud lahan persawahan serta semua prasarana dan sarana irigasi dari Subak itu yang dikelola dengan penuh tanggung jawab.

Supartama et al. (2013) menyatakan bahwa konsep Tri Hita Karana memiliki hubungan timbal balik antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan manusia sehingga kegiatan usahatani berjalan dengan baik dan harmonis. Dalam pelaksanaan kegiatannya, Subak mempunyai landasan operasional yang disebut paras paros salunglung subayantaka sarpanaya, artinya segala baik buruk atau berat ringan dipikul bersama. Hal itu menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan Subak berdasarkan atas prinsip kerja sama atau gotong royong.

2.7. Konsep Biaya Transaksi

(27)

penggunaan, perubahan, dan yang lainnya dari suatu lembaga dan organisasi. Biaya transaksi dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Biaya Transaksi Pasar

Biaya transaksi pasar adalah seluruh biaya yang dikeluarkan agar barang atau jasa dapat sampai di pasar. Biaya ini mencakup biaya persiapan kontrak, biaya monitoring dan penegakan kontrak, biaya informasi, biaya iklan, biaya mendatangi konsumen, biaya pameran, biaya komunikasi, biaya pengujian kualitas, dan biaya mencari pegawai.

2. Biaya Transaksi Manajerial

Biaya transaksi manajerial adalah biaya yang terkait upaya menciptakan keteraturan, yaitu : 1. Biaya membuat, mempertahankan atau mengubah rancangan atau struktur organisasi, meliputi biaya personal management, mempertahankan kemungkinan pengambilalihan pihak lain, public relation, dan lobby; 2. Biaya menjalankan organisasi, meliputi biaya informasi (biaya pembuatan keputusan, pengawasan pelaksanaan perintah sesuai keputusan), mengukur kinerja pegawai, biaya agen, manajemen informasi.

3. Biaya Transaksi Politik

(28)

2.8. Beras Merah

Beras merah mengandung pigmen antosianin yang termasuk komponen flavonoid, yaitu turunan polifenol yang mempunyai kemampuan antioksidan, antikanker, dan antiatherogenik. Masyarakat di Indonesia yang mengonsumsi beras merah masih sedikit, umumnya varietas lokal, seperti Jembar Beureum, Cere Beurem dari Jawa Barat, Lembah Pasaman dari Sumatera Barat, Gunung Sari dari Bali, dan ketan merah Mandoti dari Sulawesi Selatan. Preferensi konsumen terhadap beras merah telah diteliti di tujuh provinsi pada tahun 2005. Dari 86 responden yang dikunjungi di Bali, 38% mengonsumsi beras merah lokal setiap hari, 16% mengonsumsi lebih dari 6 bulan sekali dan sisanya mengonsumsi 3-6 bulan sekali (Indrasari et al. 2010).

Agroinovasi (2012) menyatakan beras merah mempunyai khasiat yang lebih dibandingkan dengan beras putih. Kandungan asitonin dalam beras merah dapat menjadi sumber antioksidan yang baik bagi kesehatan. Komposisi gizi beras merah per 100 gram terdiri atas protein 7.5 g, lemak 0.9 g, karbohidrat 77.6 g, kalsium 16 mg, fosfor 163 g, zat besi 0.3 g, dan vitamin B1 0.21 g. Konsumsi beras merah tanpa penyosohan ternyata mengandung banyak serat, minyak alami, dan lemak esensial yang berguna bagi tubuh manusia.

Kebutuhan beras merah terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan. Hal ini mendorong produsen beras untuk menyediakan beras merah di pasaran. Kendala yang dihadapi adalah terbatasnya verietas unggul beras merah di petani. Sebagian besar varietas beras merah yang ada berasal dari beras merah lokal yang berumur panjang (5-6 bulan). Persediaan yang terbatas membuat harga beras merah lebih mahal dari beras putih.

2.9. Penelitian Terdahulu

(29)

2.9.1. Penelitian tentang Analisis Pendapatan Usahatani

Amri (2011) melakukan penelitian tentang ―Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu‖. Tujuan penelitian tersebut, antara lain :

1. Menganalisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu (POB) di Desa Pasirlaja; 2. Menganalisis pendapatan petani dalam usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja; 3. Menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubi kayu di

Desa Pasirlaja.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke petani dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari literatur, baik buku, jurnal, situs internet,maupun dari instansi-instansi terkait, seperti BPS Pusat, BPS Kabupaten Bogor, Departemen Pertanian,dan beberapa instansi lainnya yang terkait dengan penelitian tersebut.

Pemilihan responden dilakukan dengan metode Simple Random Sampling, dimana kriteria petani yang dipilih adalah petani yang menanam ubi kayu pada satu musim tanam dan dipilih sebanyak 30 orang responden. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan mencari selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran. Analisis fungsi produksi dilakukan dengan menggunakan model Cobb-Douglas. Hasil penelitian mengemukakan bahwa usahatani ubi kayu memberikan keuntungan secara ekonomi bagi petani. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2.80 dan R/C rasio atas biaya total sebesar 1.59.

2.9.2. Penelitian tentang Analisis Pendapatan dan Produksi

Damayanti (2007) melakukan penelitian tentang ―Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Sawah‖. Tujuan penelitian tersebut, antara lain : 1. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani padi sawah di Desa Purwoadi;

(30)

3. Menganalisis dan menentukan kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksi yang dapat memberikan keuntungan maksimal.

Data yang diambil mencakup data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan petani responden yang dibantu kuesioner. Data sekunder dikumpulkan melalui studi pustaka seperti buku, literatur-literatur, sumber bacaan lain yang berkaitan dengan topik penelitian, serta data dari kantor desa, kantor Balai Penyuluhan Pertanian, kantor Dinas Pertanian, serta instansi lainnya.

Jumlah petani responden yang dijadikan sebagai sampel pada penelitian sebanyak 42 orang (15% dari total petani) yang dipilih secara acak sederhana (simple random sampling) dari populasi dengan cara undian. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum yang diurai secara deksriktif. Analisis kuantatitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani, analisis R/C ratio, analisis fungsi Cobb-Douglas, dan analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan kalkulator, program Microsoft Excel, dan Minitab versi 14 for windows.

Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 5 525 684/ha, pendapatan atas biaya total sebesar Rp 3 596 309/ha, dan pendapatan tunai yang diperoleh sebesar Rp 2.876.596/ha. Nilai R/C rasio atas biaya total adalah sebesar 1.74. Hasil uji-t menunjukkan faktor produksi luas lahan, benih, pupuk urea, tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah, sedangkan pupuk SP-36, pupuk KCL, pupuk ZA, serta pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah. Penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi di Desa Purwoadi belum mencapai kondisi efisien dan optimal karena rasio antara NPM dan BKM untuk setiap faktor produksi tidak sama dengan 1.

(31)
(32)

3.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai hal-hal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini diantaranya mengenai karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani padi sistem Subak, serta pendapatan usahatani padi sistem Subak. Beberapa teori yang dipaparkan adalah mengenai fungsi produksi, elastisitas produksi, pendapatan, penerimaan, biaya, dan biaya transaksi sistem Subak.

3.1.1. Konsep Fungsi dan Elastisitas Produksi

Menurut Debertin (1986), fungsi produksi menjelaskan hubungan teknis yang mengubah input (sumberdaya) menjadi output (komoditi). Secara umum, fungsi produksi ditulis sebagai berikut.

y = f(x)

dimana y adalah output dan x adalah input. Semua nilai x yang lebih besar atau sama dengan 0 merupakan daerah hasil dari fungsi tersebut.

Soekartawi (2002) mendefinisikan fungsi produksi sebagai hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Fungsi produksi menunjukkan hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung. Fungsi produksi juga untuk mengetahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variable), Y, dan variabel yang menjelaskan (independent variable), X, serta sekaligus mengetahui hubungan antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Y = f (X1, X2,….Xi,….,Xn)

dimana : Y = Output

X1,X2,Xi, Xn = input-input yang digunakan dalam proses produksi

(33)

Tambahan satu-satu input X yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu satuan output, Y, disebut dengan istilah produk marjinal (PM). PM dapat dituliskan dengan . Jika PM konstan, maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan setiap unit input, X, dapat menyebabkan tambahan satu satuan unit output, Y, secara proporsional (Soekartawi 2002).

Elastisitas produksi (Ep) menurut Soekartawi (2002) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Ep dapat dituliskan melalui rumus sebagai berikut :

Ep = atau Ep = . ;

Karena adalah PM, maka besarnya Ep tergantung dari besar kecilnya PM dari suatu input, misalnya input X.

(34)

Sumber : Coelli et al. (1998)

Grafik pada Gambar 1 dapat dibagi menjadi 3 daerah produksi. Ketiga daerah tersebut antara lain :

I. PR yang meningkat;

II. PR yang menurun dimana PM positif; dan III. PM negatif.

Keuntungan maksimum dicapai pada taraf II karena taraf I dan III tidak efisien. Daerah III tidak efisien karena penambahan beberapa unit xi mengakibatkan

penurunan jumlah output yang dihasilkan. Daerah I tidak efisien karena penambahan dari unit tenaga kerja mengakibatkan kenaikan produk rata-rata dari seluruh unit tenaga kerja yang dipekerjakan. Suatu unit usaha seharusnya tidak berproduksi saat PR meningkat karena hal tersebut mengindikasikan unit usaha dapat meningkatkan

T

Gambar 1. Hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marjinal (PM), dan Produk Rata-Rata (PR)

PT [y=f(x1|x2=x20]

PM, PR

xi

0

xi

0

Daerah III Daerah II

Daerah I y

PM PR x3

x2

(35)

produktivitas tenaga kerja rata-rata dengan memperkerjakan lebih banyak tenaga kerja. Unit usaha seharusnya berproduksi di daerah II. Pemilihan titik optimal (maksimalisasi keuntungan) pada daerah II tidak hanya memerlukan pengetahuan tentang teknologi produksi, tetapi juga memerlukan pengetahuan tentang harga input dan output.

3.1.2. Konsep Pendapatan, Penerimaan, dan Biaya

Total pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi, sedangkan total penerimaan diperoleh dari produksi fisik dikalikan dengan harga produksi (Soekartawi 1986). Pendapatan yang nilainya positif disebut keuntungan, sedangkan pendapatan yang nilainya negatif disebut kerugian. Biaya usahatani atau pengeluaran usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan dan peternak) dalam mengelola usahanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap umumnya diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tidak tetap atau biaya variabel merupakan biaya besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh (Rahim dan Hastuti 2007).

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (B/C Ratio)

Soekartawi (1981) mendefinisikan R/C ratio sebagai perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Semakin besar R/C ratio maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh petani. Hal ini dapat dicapai bila petani mengalokasikan faktor produksi dengan lebih efisien. Analisis Revenue Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut (Rahim et al. 2007) :

(36)

a = Py. Y / (FC + VC) dimana :

a = R/C ratio

R = penerimaan (revenue) C= biaya (cost)

Y = output

FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya variabel (variable cost) Py = harga output

Kriteria keputusan :

R/C > 1, usahatani untung R/C < 1, usahatani tugi

R/C = 1,usahatani impas (tidak untung/tidak rugi)

3.1. Kerangka Pemikiran Operasional

Produksi padi yang menurun menyebabkan perlunya perhatian khusus pada usahatani padi di Indonesia karena banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan pokok. Salah satu faktor pendukung dalam usahatani padi adalah irigasi. Di Bali terdapat kelembagaan adat yang mengatur irigasi yang disebut Sistem Subak. Subak di Bali memiliki upacara-upacara adat tertentu yang dilaksanakan sesuai dengan umur tanaman yang menjadikan suatu ciri khas bagi usahatani padi di Bali. Fakta tersebut menarik sehingga perlu diteliti mengenai bagaimana karakteristik usahatani padi di Bali, faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani padi tersebut, dan bagaimana pendapatan usahatani dengan sistem Subak di Bali.

(37)

Subak juga dijabarkan secara deksriptif, dimana faktor-faktor tersebut mencakup tanah, modal, tenaga kerja, manajemen, dan kelembagaan.

Analisis produksi usahatani padi dengan sistem Subak di Bali dicari dengan menggunakan fungsi produksi linear, dimana kemudian dilakukan uji statistik untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang berpengaruh sehingga faktor-faktor produksi dapat dialokasikan secara optimal. Analisis pendapatan dilakukan dengan mencari pendapatan dan rasio R/C sehingga dapat diketahui tingkat keuntungan usahatani padi.

(38)
(39)

4.

METODOLOGI PENELITIAN

4.1.Lokasi dan Waktu

Penelitian ini mengkaji mengenai keadaan umum suatu usahatani padi yang memiliki sistem Subak, baik analisis karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya maupun pendapatannya. Studi kasus penelitian ini dilaksanakan di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Jatiluwih merupakan salah satu lumbung padi Provinsi Bali dan masuk dalam nominasi warisan dunia UNESCO. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan April sampai Juni 2013. Kurun waktu penelitian tersebut mencakup pencarian dan pengumpulan data, pengolahan, penulisan hasil laporan, dan penyajian hasil secara keseluruhan.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke petani dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data primer yang dikumpulkan meliputi keadaan umum mengenai petani dan pertanian padi secara umum, data penggunaan sarana produksi, biaya produksi yang dikeluarkan untuk satu musim tanam, data penerimaan usaha serta data lain yang berkenaan dengan penelitian ini. Data sekunder yang dipergunakan diperoleh dari literatur, baik buku, jurnal, situs internet, maupun dari instansi-instansi terkait, seperti BPS Pusat, BPS Provinsi Bali, Dinas Pertanian Provinsi Bali, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, dan beberapa instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.

4.3.Metode Pengumpulan Data

(40)

contoh yang diinginkan tercapai. Cara ini dijamin bahwa setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai contoh (Soekartawi et.al. 1986). Kriteria petani yang dipilih adalah petani yang menanam padi pada satu musim tanam. Jumlah petani padi beras merah dengan sistem Subak di Desa Jatiluwih sebanyak 395 orang. Petani dipilih dengan acak sederhana sebanyak 66 orang sebagai responden. Pemilihan sampel sebanyak 66 orang yang dilakukan dengan pertimbangan bahwa karakteristik petani tidak terlalu beragam, sehingga jumlah 66 orang responden dianggap mewakili.

4.4.Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis keadaan umum usahatani padi serta penerapan pedoman usahatani padi, sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usahatani padi dan analisis efisiensi produksi. Tahap analisis data dimulai dengan transfer data, editing, serta pengolahan data menggunakan Software Microsoft Excel, SPSS 20, dan Minitab 14, serta alat hitung kalkulator, kemudian dilanjutkan dengan tahap interpretasi data.

4.4.1. Analisis Fungsi Produksi

Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya (Soekartawi 2002). Hubungan fisik antara faktor-faktor produksi dengan hasil produksi sangat kompleks. Sulit untuk mengetahui secara pasti pengaruh faktor-faktor produksi terhadap hasil produksi. Pemodelan diperlukan untuk melakukan analisis ini. Model yang diajukan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Penjelasan dari fungsi produksi tersebut adalah sebagai berikut :

Y = aX1b1X2b2 X3b3X4b4 X5b5X6b6 X7b7X8b8X9b9…Xnbneu... (4.1)

dimana

Y : jumlah produksi

(41)

bi: besaran parameter, elastisitas masing-masing faktor produksi

a : konstanta, intersep, besaran parameter e : bilangan natural (2.781)

u : sisa (residual) i : 1,2,3,…n

Dengan mentransformasikan dari fungsi Cobb-Douglas ke dalam bentuk linear logaritmik, maka model fungsi produksi tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

Model I Tanpa Variabel Dummy

Ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6

+ b7 ln X7 + b8 ln X8 + b9 ln X9 + u... (4.2)

Besaran parameter yang diharapkan adalah b1, b2, b3, b4, b5, b6, b7, b8, b9 > 0

Model II dengan Variabel Dummy Tipe Petani

Ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6

+ b7 ln X7 + b8 ln X8 + b9 ln X9 + D1 + u... (4.3)

Besaran parameter yang diharapkan adalah b1, b2, b3, b4, b5, b6, b7, b8, b9 > 0

Model III dengan Variabel Dummy Luas Lahan

Ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6

+ b7 ln X7 + b8 ln X8 + b9 ln X9 + D2 + u... (4.4)

Besaran parameter yang diharapkan adalah b1, b2, b3, b4, b5, b6, b7, b8, b9 > 0

Model IV dengan Variabel Dummy Tipe Petani dan Luas Lahan

Ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6

+ b7 ln X7 + b8 ln X8 + b9 ln X9 + D1 + D2 + u... (4.5)

Besaran parameter yang diharapkan adalah b1, b2, b3, b4, b5, b6, b7, b8, b9 > 0

Keterangan :

(42)

Ln X2 = Pupuk kandang (kg/ha)

Ln X3 = Pupuk Urea (kg/ha)

Ln X4 = Pupuk KCL (kg/ha)

Ln X5 = Pupuk NPK (kg/ha)

Ln X6 = Pestisida cair (ml/ha)

Ln X7 = Pestisida padat (kg/ha)

Ln X8 = Tenaga kerja (HOK)

Ln X9 = Biaya transaksi (Rp)

D1 = Tipe petani : 0 = petani penggarap lahan, 1 = petani pemilik lahan

D2 = Luas lahan : 0 = lahan sempit (kurang dari 0.5 ha), 1 = lahan luas (lebih

dari 0.5 ha)

b1, b2, b3, b4,....bi = besaran parameter, elastisitas masing-masing faktor produksi

a = konstanta, intersep, besaran parameter u = sisa (residual)

i = 1, 2, 3, ....n

Menurut Soekartawi (2002), ada tiga alasan pokok mengapa fungsi Cobb-Douglas lebih banyak dipakai oleh para peneliti, yaitu :

1. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain, misalnya pada fungsi kuadratik. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linear;

2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas;

3. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran returns to scale.

(43)

4.5.Metode Pengujian Hipotesis

Metode pengujian hipotesis terdiri dari uji statistik dan uji ekonometrik. Uji statistik terdiri dari uji t dan uji F. Uji ekonometrik terdiri dari uji kenormalan, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas.

4.5.1. Uji Statistik

Terdapat dua hipotesis dalam uji statistik. Hipotesis pertama adalah bahwa model yang telah dipilih berpengaruh nyata terhadap keragaman hasil produksi padi. Hipotesis ini diuji dengan menggunakan uji-F. Hipotesis yang kedua adalah bahwa faktor-faktor produksi luas lahan, jumlah bibit, jumlah penggunaan pupuk, jumlah penggunaan tenaga kerja, biaya transaksi secara terpisah benar-benar berpengaruh nyata terhadap hasil produksi padi. Hipotesis ini diuji dengan menggunakan uji-t. Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependennya (Juanda 2009). Hipotesis yang digunakan untuk uji F, secara matematis adalah sebagai berikut (Juanda 2009) :

H0 : b1 = b2= …=b10 = 0 ; artinya tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh

nyata

H1 : minimal ada satu b1 0 ; artinya ada minimal satu variabel bebas yang

berpengaruh nyata

Rumus untuk menghitung F-hitung adalah sebagai berikut:

F hitung = ... (4.6) dimana;

dbe = n-k

n = jumlah pengamatan

k = jumlah variabel termasuk intersep Kriteria uji :

P-value uji F > (k-1, n-k),maka terima H0; model tidak berpengaruh

(44)

Uji t

Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara terpisah mempengaruhi variabel dependennya. Hipotesis yang digunakan untuk uji t secara matematis (Juanda 2009) adalah sebagai berikut:

H0 : bi = 0 ; artinya variabel bebas tidak memiliki pengaruh nyata

H1 : bi > 0 ; i = 1, 2, 3,…., 10 ; artinya variabel bebas memiliki pengaruh yang nyata

Rumus untuk menentukan t-hitung dan t-tabel adalah sebagai berikut :

t hitung = ... (4.7) t tabel = (a, dbe)... (4.8) dimana :

bi = koefisien regresi ke-i yang diduga

Sbi = standar deviasi koefisien regresi ke-i yang diduga

Kriteria uji :

P value uji t < , maka terima H1 ; artinya variabel bebas berpengaruh

P value uji t > , maka terima H0 ; artinya variabel bebas tidak berpengaruh

Koefisien Determinasi (R-squared)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana keragaman variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen di dalam model (Gujarati 2007). Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 dan 1. Nilai koefisien determinasi yang semakin mendekati 1 menunjukkan model yang semakin baik, karena semakin sedikit keragaman variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel lain di luar model (Gujarati 2003). Rumus koefisien determinasi adalah sebagai berikut (Juanda 2009):

(45)

4.5.2. Uji Ekonometrik

Pengujian ekonometrik yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri atas tiga jenis pengujian. Pengujian ini meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas, serta uji multikolinearitas.

Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat di dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model regresi yang berdistribusi normal (Wijaya, 2012). Penelitian ini menggunakan uji Jarque-Berra. Uji Jarque-Berra ini menggunakan perhitungan Skwennes dan Kurtosis. Rumus uji Jarque-Berra adalah sebagai berikut (Gujarati 2003):

JB = ... (4.9) dimana;

n = jumlah pengamatan S = Koefisien Swekness K = Koefisien Kurtosis

Hipotesis pada uji normalitas adalah sebagai berikut : H0 : Error term terdistribusi normal

H1 : Error term tidak terdistribusi normal Kriteria uji :

Jika P-value uji normalitas < maka tolak H0; error term tidak terdistribusi normal. Jika P-value uji normalitas > maka terima H0; error term terdistribusi normal. Uji Heteroskedastisitas

(46)

meregresikan nilai absolut residual terhadap variabel independen. Rumus uji Glejser adalah sebagai berikut (Gujarati 2003) :

... (4.10) dimana :

= nilai absolute residual Xt = variabel independen

Apakah variabel independen dalam persamaan regresi ini signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen,maka ada indikasi heteroskedastisitas (Gujarati 2003). Hipotesis yang digunakan dalam pengujian heteroskedastisitas dengan adalah sebagai berikut :

H0 : tidak terdapat heteroskedastisitas

H1 : terdapat heteroskedastisitas

Kriteria uji yang digunakan adalah :

Jika P-value uji heteroskedastisitas < maka tolak H0; artinya terdapat

heteroskedastisitas.

Jika P-value uji heteroskedastisitas > maka terima H0; artinya tidak terdapat

heteroskedastisitas. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah adanya hubungan linear sempurna antara peubah bebas di dalam model (Juanda 2009). Adanya multikolinearitas dalam persamaan regresi akan berdampak pada varian penduga koefisien regresi menjadi tidak signifikan. Pengujian adanya multikolinearitas dapat dilihat dengan menggunakan pengujian Variance Inflation Faktor (VIF). Apabila nilai VIF kurang dari 10, maka tidak terdapat masalah multikolinearitas. Adapun rumus VIF sebagai berikut :

VIF = ... (4.11)

Uji Autokorelasi

(47)

atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model dapat dilakukan uji Durbin Watson (DW). Masalah autokorelasi umumnya terdapat pada data time series, sehingga penelitian ini tidak dilakukan uji autokolinearitas karena menggunakan data cross section.

4.5.3. Analisis Pendapatan Usahatani

Penerimaan total usahatani adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses produksi, sedangkan pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran (Soekartawi et al 1986). Secara matematis, penerimaan total, biaya, dan pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut :

TR = P*Q... (4.12) TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan... (4.13) II atas biaya tunai = TR – biaya tunai...(4.14) II atas biaya total = TR – TC... (4.15) Keterangan :

TR : total penerimaan usahatani (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp) II : keuntungan usahatani (Rp) P : harga output (Rp)

Q : jumlah output (Rp)

Pendapatan petani padi dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yakni pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah pendapatan berdasarkan biaya yang benar-benar dikeluarkan petani (explicit cost), sedangkan pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang diperoleh dengan memperhitungkan input milik keluarga sebagai biaya (inputed cost). Pendapatan tersebut dirumuskan sebagai berikut :

= NP-BT-BD... (4.16) dimana

= pendapatan (Rp)

(48)

BT = biaya tunai (Rp)

BD = biaya diperhitungkan (Rp)

Biaya penyusutan alat-alat pertanian dihitung dengan membagi selisih antara nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal dipakai. Rumus biaya penyusutan adalah sebagai berikut :

Biaya penyusutan = ... (4.17) Keterangan :

Nb : nilai pembelian (Rp) n : umur ekonomis (tahun)

Umumnya petani di Desa Jatiluwih tidak membeli alat pertaniannya setiap musim. Hal ini disebabkan karena alat-alat tersebut masih dapat digunakan beberapa kali sampai sudah tidak dapat digunakan kembali, sehingga yang diperhitungkan dalam analisis pendapatan hanya nilai penyusutan dari penggunaan peralatan tersebut.

Seberapa jauh petani memberikan keuntungan bagi petani sebagai pelaku usaha dinilai dengan Revenue dan Cost Ratio (R/C Rasio). R/C rasio menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut, sedangkan nilai R/C < 1 menunjukkan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh. R/C rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. R/C rasio atas biaya tunai diperoleh dengan membandingkan antara penerimaan total (TR) dengan biaya tunai pada periode tertentu. R/C rasio atas biaya total diperoleh dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total pada periode tertentu (Soekartawi et al 1986).

4.5.4. Analisis Kelembagaan

(49)

perubahan desain (S11) dan biaya menjalankan organisasi (S12). Sementara itu, biaya

transaksi politik terdiri dari biaya penyusutan (S21), pemeliharaan (S22), dan

perubahan organisasi politik (S23) formal dan informal, serta biaya untuk menjalankan

politik (S24). Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

TrC = ... (4.18) Keterangan :

TrC : Total biaya transaksi Sij : Komponen biaya transaksi

Analisis biaya transaksi pada penelitian ini lebih difokuskan pada biaya menjalankan organisasi, seperti biaya pengambilan keputusan, biaya kumpul rutin dan upacara adat.

4.5.5. Uji Beda Dua Sampel Bebas (Independent Samples T Test)

Uji beda dua sampel bebas (Independent Samples T Test) menggunakan asumsi sample menyebar normal. Menurut Walpole (1993), rumus yang digunakan untuk mencari t hitung dan standar deviasi adalah sebagai berikut :

t

Sd =

Keterangan: d = Rata-rata selisih pasangan di = Contoh responden

Sd = Standar deviasi selisih pasangan

n = jumlah populasi

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah H0 : Pendapatan petani pemilik = petani penggarap

H1 : Pendapatan petani pemilik > petani penggarap

Level signifikan (α) yang digunakan adalah 5% (0.05). Hipotesis H0 akan ditolak

(50)

4.5.6. Definisi Operasional

Beberapa definisi dari istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian. Definisi operasional tersebut antara lain :

1. Petani padi adalah petani yang melakukan usahatani padi selama satu musim tanam.

2. Luas lahan garapan adalah luas lahan usahatani padi dalam satuan hektar.

3. Modal berupa lahan,alat-alat,tanaman di lahan, sarana produksi, dan uang tunai yang digunakan untuk menghasilkan padi.

4. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi, baik untuk pengolahan lahan, alat-alat, tanaman di lahan, sarana produksi, dan uang tunai yang digunakan untuk menghasilkan padi.

5. Produksi total adalah hasil padi yang didapat dari luas lahan tertentu setelah dibersihkan dari tanah yang menempel (dicuci dengan air), diukur dalam kilogram. 6. Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani untuk membeli pupuk dan upah tenaga kerja keluarga. Biaya yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah biaya penyusutan alat, pajak lahan, penggunaan bibit, serta penggunaan tenaga kerja dalam keluarga.

7. Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan.

8. Harga produk adalah harga padi di tingkat petani dalam satu musim panen dalam satuan rupiah per kilogram.

Dalam rangka menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani padi, fungsi produksi yang dianalisis adalah fungsi produksi per rata-rata luas lahan di desa Jatiluwih. Variabel-variabel yang diamati adalah :

1. Jumlah bibit (X1) adalah jumlah batang bibit yang digunakan dalam satu musim

tanam padi.

2. Pupuk Kandang (X2) adalah jumlah kilogram pupuk Kandang yang digunakan

dalam satu musim tanam.

3. Pupuk Urea (X3) adalah jumlah kilogram pupuk Urea yang digunakan dalam satu

(51)

4. Pupuk KCl (X4) adalah jumlah kilogram pupuk KCl yang digunakan dalam satu

musim tanam.

5. Pupuk NPK (X5) adalah jumlah kilogram pupuk NPK yang digunakan dalam satu

musim tanam.

6. Pestisida cair (X6) adalah jumlah mililiter pestisida cair yang digunakan dalam

satu musim tanam.

7. Pestisida padat (X7) adalah jumlah kilogram pestisida padat yang digunakan dalam

satu musim tanam.

8. Tenaga kerja (X8) adalah jumlah hari kerja pria yang digunakan dalam satu musim

tanam padi. Satuan yang digunakan adalah hari kerja pria (HKP). Perhitungan HKP untuk pria sebesar 1, dan untuk wanita sebesar 0.8.

9. Kelembagaan (X9) adalah jumlah biaya kelembagaan Subak yang digunakan

dalam satu musim tanam.

10. Dummy tipe petani (D1) adalah tipe petani di Desa Jatiluwih, dimana 1 untuk

petani pemilik lahan, sedangkan 0 untuk petani penggarap.

11. Dummy luas lahan (D2) adalah luas lahan di Desa Jatiluwih, dimana 1 untuk

(52)

5.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.4.Gambaran Daerah Penelitian

1.1.1. Wilayah dan Topografi

Penelitian dilaksanakan di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Menurut Monografi Desa Jatiluwih (2011), Desa Jatiluwih terletak pada ketinggian 500-1500 m dari permukaan laut dengan curah hujan sebanyak 2600 cm/tahun. Suhu udara rata-rata antara 26° C hingga 29° C. Jarak desa dari ibukota kabupaten terdekat sejauh 26 km, jarak desa dari ibukota provinsi sejauh 47 km. Jalan desa terbuat dari aspal dan sarana angkutan yang menjangkau desa ini berupa mobil dan motor.

Desa Jatiluwih terletak di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Desa penelitian ini berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan hutan

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Babahan c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Wangaya Gede

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Senganan dan Desa Babahan.

Luas wilayah Desa Jatiluwih secara keseluruhan adalah 2 233 ha. Pemanfaatan lahan desa sebagian besar digunakan untuk persawahan yaitu seluas 303 ha. Sedangkan peruntukan lain adalah untuk jalur hijau 68 ha, pemukiman 24 ha, jalan 17 ha, bangunan umum 11.02 ha, perkuburan 0.35 ha, serta sarana dan prasarana lain seluas 383.55 ha. Monografi desa Jatiluwih tahun 2011 menyatakan bahwa jenis tanah Desa Jatiluwih adalah tanah Latosol kekuning-kuningan. Sesuai dengan pedoman usahatani padi sawah, tekstur tanah ini cocok untuk menanam padi.

1.1.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian

(53)

a. Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Berdasarkan data tahun 2011, penduduk desa Jatiluwih berjumlah 2 685 jiwa dengan 823 kepala keluarga yang terdiri dari 1 280 laki-laki dan (47.67%) dan 1405 perempuan (52.33%). Sebaran penduduk desa Jatiluwih adalah sebagai berikut. Tabel 4. Sebaran penduduk Desa Jatiluwih menurut umur dan jenis kelamin

Golongan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

0-10 293 10.91

Sumber : Monografi Desa Jatiluwih 2011

Rata-rata umur petani di Desa Jatiluwih adalah lebuh tua dari 57 tahun. Komposisi tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di Desa Jatiluwih terbilang banyak, termasuk untuk sektor pertanian.

b. Sebaran Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sebagian besar penduduk desa Jatiluwih berpendidikan tamat Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 643 jiwa ( 41.14%). Mayoritas penduduk berpendidikan SD sehingga perlunya pelatihan dalam pengelolaan usahatani. Sebaran penduduk desa Jatiluwih menurut pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sebaran penduduk Desa Jatiluwih menurut tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Tidak Tamat SD 180 11.52

Gambar

Gambar 1.  Hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marjinal (PM), dan Produk   Rata-Rata (PR)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Tabel 4. Sebaran penduduk Desa Jatiluwih menurut umur dan jenis kelamin
Tabel 6. Sebaran penduduk Desa Jatiluwih menurut mata pencaharian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Reliabilitas merupakann sesuatu yang dibutuhkan tetapi bukan persyaratan mutlak untuk validitas suatu instrument (Rasyid dan Mansur,2007).. Masalah dalam penelitian ini

Rasa gangguan akan kebisingan yang timbulkan dari suara peralatan kegiatan pertambangan akan menghasilkan persepsi ketergangguan yang berbeda beda setiap individu,

Dari hasil penelitian dapat diketahui baliwa metode dekonvolusi yang menggunakan jumlah luas puncak 3, 4 dan 5 sebagai dosis, memiliki keunggulan dalam memperbaiki kedapatulangan

Penggunaan sistem informasi peraturan perundang- undangan harus memberikan nilai lebih bagi seorang perancang karena sarana tersebut dapat mempermudah dalam pencarian data

Pengamatan terhadap jumlah tukak setelah pemberian ekstrak etanol dringo membuktikan bahwa ekstrak etanol dringo dosis 20 mg/kg berat badan mempunyai efek anti tukak yang

Dari hasil yang telah di dapat terhadap pada tahapan implementasi dan pengujian, dapat di nyatakan bahwa Implementasi Policy Base Routing dan Failover Menggunakan

Berdasarkan data pada tabel 1 diatas, dapat diketahui bahwa dari 58 responden yang diteliti ternyata sebagian besar untuk pengetahuan tentang bahaya merokok berada pada

 bakar dapat dapat dipompa dipompa secara secara optimal optimal terlepas terlepas dari dari kecepatan kecepatan putaran putaran mesin. *leh *leh karena karena