• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ragam Jenis Dan Aktivitas Lalat Di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ragam Jenis Dan Aktivitas Lalat Di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

i

RAGAM JENIS DAN AKTIVITAS LALAT DI KAWASAN

USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH CIBUNGBULANG

KABUPATEN BOGOR

AGUS KURNIAWAN PUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Ragam Jenis dan Aktivitas Lalat di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 17 Mei 2016

Agus Kurniawan Putra

(4)
(5)

iii

RINGKASAN

AGUS KURNIAWAN PUTRA. Ragam Jenis dan Aktivitas Lalat di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh SUSI SOVIANA dan UPIK KESUMAWATI HADI.

Lalat merupakan vektor beberapa penyakit penting medis dan kedokteran hewan. Keberadaan lalat di peternakan sapi perah memberikan pengaruh negatif berupa penurunan produktivitas sapi perah, bobot badan dan mudahnya terjadi perpindahan patogen penyakit antar inang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan ragam jenis lalat, mengukur derajat infestasi, aktivitas harian, fluktuasi populasi dan faktor risiko yang mempengaruhi infestasi lalat di peternakan sapi perah Cibungbulang. Penelitian ini dilakukan pada 27 peternakan sapi perah yang dibagi ke dalam tiga kategori yaitu Peternakan Skala Kecil (1-10 ekor sapi perah/peternakan), Peternakan Skala Menengah (11-20 ekor sapi perah/peternakan) dan Peternakan Skala Besar (>20 ekor sapi perah/peternakan). Koleksi lalat dilakukan dengan menggunakan tangguk serangga pada tubuh lima ekor sapi perah di setiap peternakan (di dalam kandang) dan lima titik pengamatan di lingkungan (di luar kandang) yang terdiri atas 1 titik pada tumpukan jerami, 1 titik pada pakan sapi perah (ampas tahu dan konsentrat), 1 titik pada tempat pembuangan sisa pakan, 1 titik di lokasi pembuangan kotoran sapi perah dan 1 titik pada semak di sekitar kandang. Lalat yang tertangkap selanjutnya dimatikan menggunakan kloroform, kemudian dilakukan identifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi. Pengukuran fluktuasi populasi lalat dilakukan dengan menggunakan fly sticky paper pada lima titik di lingkungan yang terdiri atas 1 titik pada tumpukan jerami, 1 titik pada pakan sapi perah (ampas tahu dan konsentrat), 1 titik pada tempat pembuangan sisa pakan, 1 titik di lokasi pembuangan kotoran sapi perah dan 1 titik pada semak di sekitar kandang. Pengukuran faktor risiko terhadap infestasi lalat meliputi pengukuran suhu, kelembapan dan ketinggian tempat setiap peternakan.

Sebanyak 26 jenis lalat yang tergolong ke dalam 7 subfamili dan 5 famili telah diidentifikasi dalam penelitian ini. Sebanyak 8 jenis lalat tergolong pengisap darah yaitu Stomoxys calcitrans (19.15%), Haematobia exigua (5.40%), S. indicus

(3.20%), S. bengalensis (0.32%), Tabanus rubidus (0.08%), T. striatus (0.06%), S. sitiens (0.02%) dan Hippobosca spp dan 18 jenis lalat pengganggu bukan pengisap darah yaitu Musca domestica (61.72%), Pyrellia proferens (3.95%), M. convexifrons (1.24%), Morellia spp (1.19%), Chrysomya megacephala

(1.18%), M. conducens (0.85%), M. inferior (0.69%), M. ventrosa (0.45%), M. sorbens (0.32%), M. formosana (0.06%), Lucillia spp (0.04%), Sarcophaga dux (0.03%), M. asiatica (0.02%), C. rufifacies (0.01%), M. bakeri (0.01%), M. bezzi, M. crassirostris dan Lucillia sericata. Indeks keragaman lalat pada masing-masing kategori peternakan yaitu Peternakan Skala Kecil 1.78 (sedang) di dalam kandang dan 0.80 (rendah) di lingkungan, Peternakan Skala Menengah 1.42 (sedang) di dalam kandang dan 0.79 (rendah) di lingkungan dan Peternakan Skala Besar 1.27 (sedang) di dalam kandang dan 0.43 (rendah) di lingkungan.

(6)

iv

dan H. exigua (15.02 lalat/sapi/12 jam) ditemukan di Peternakan Skala Kecil.

S. calcitrans, H. exigua, T. rubidus dan T. striatus aktif sepanjang hari, sedangkan

S. sitiens, S. bengalensis dan S. indicus aktif pada pagi dan sore hari. Populasi Calliphoridae di Peternakan Skala Kecil pada April merupakan populasi tertinggi (49.89%) dari seluruh populasi Calliphoridae di ketiga kategori peternakan selama tiga bulan (April-Juni 2015). Sementara itu, populasi Muscidae tertinggi terdapat di Peternakan Skala Besar selama tiga bulan yaitu 20.41% pada April, 13.42% pada Mei dan 18.43% pada Juni 2015.

Terdapat korelasi yang kuat antara suhu (r=0.92) dan kelembapan (r=0.86) terhadap derajat infestasi S. calcitrans baik pada sapi perah maupun lingkungan. Faktor ketinggian tempat tidak berpengaruh terhadap derajat infestasi lalat di peternakan sapi perah. Faktor risiko yang mempengaruhi infestasi lalat selain suhu dan kelembapan adalah keberadaan tumpukan pakan di sekitar kandang, tumpahan pakan di dalam kandang, limbah pakan bercampur manur yang berserakan di sekitar kandang, frekuensi aktivitas pekerja dalam membersihkan kandang dan sapi perah yang rendah, kandang yang memiliki kedekatan dengan permukiman, ukuran populasi sapi perah di kandang dalam satu peternakan. Keywords: Lalat Diptera, aktivitas lalat, Stomoxys, peternakan sapi perah,

(7)

v

SUMMARY

AGUS KURNIAWAN PUTRA. Diversity and Activity of Flies in Usaha Peternakan Cibungbulang Dairy Farm, Bogor Regency. Supervised by SUSI SOVIANA and UPIK KESUMAWATI HADI.

Flies are important vectors of several diseases of medical and veterinary. The existence of flies on a dairy farm had a negative impact that cause decrease of cows productivity, body weight, and as pathogens transmitter. The purpose of this study was to determine flies species diversity, measuring the degree of flies infestation, daily activities, fluctuations in population and risk factors that affect flies infestation. This study was conducted in 27 dairy farms at Cibungbulang which divided into three categories namely Small Scale Farms (1-10 cattles/farm), Medium Scale Farms (11-20 cattles/farm) and Large Scale Farms (>20 cattles/farm). All farms, flies were collected by sweeping net on five cattle bodies (inside cowshed) and at outside cowshed i.e., one spot at feed storage, one spot at hay storage, one spot at waste feed disposal, one spot at bushes around and one spot at manure disposal. Measurement of flies fluctuation used fly sticky paper on five spot outside cowshed. Measurement risk factors of fly infestation include measurement of climatic parameter (temperature and humidity) and altitude of every farm used as risk factors.

There were twenty-six flies species at dairy farm Cibungbulang, eight species were bloodsucking flies i.e., Stomoxys calcitrans (19.15%), Haematobia exigua (5.40%), S. indicus (3.20%), S. bengalensis (0.32%), Tabanus rubidus

(0.01%), M. bezzi, M. crassirostris and Lucillia sericata. Flies diversity index in Small Scale Farms were 1.78 (moderate) inside cowshed and 0.80 (small) outside cowshed, Medium Scale Farms were 1.42 (moderate) inside cowshed and 0.79 (small) outside cowshed and Large Scale Farms were 1.27 (moderate) inside cowshed and 0.43 (small) outside cowshed.

The highest infestation of M. domestica had discovered on Medium Scale Farms (78.85 flies/cow/12 hours) and Large Scale Farms (77.26 flies/cow/12 hours), meanwhile S. calcitrans (48.60 flies/cow/12 hours) and H. exigua (15.24 flies/cow/12 hours) on Small Scale Farms. Bloodsucking flies that have activities during the day were S. calcitrans, H. exigua, T. rubidus and T. striatus. While the flies that were active in the morning and evening were S. sitiens. S. bengalensis

and S. indicus. Population of Calliphorids at Small Scale Farm on April was the highest (50%) of all Calliphorids population in three categories farm for three months (April-June 2015). While, Muscidae population was highest in Large Scale Farm for three months i.e., 20.41% on April, 13.42% on Mei and 18.43% on June 2015.

(8)

vi

farm altitudes. In addition to temperature and humidity that influence flies infestation were the existence of pile of cow feed, spills cow feed and manure which scattered around cowshed, the low frequency of labor activity to clean the cowshed and dairy cows, layout of the cowshed proximity to the settlements and population size of dairy cows inside cowshed.

(9)

vii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

i

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

RAGAM JENIS DAN AKTIVITAS LALAT DI KAWASAN

USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH CIBUNGBULANG

KABUPATEN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(12)

ii

(13)

iii Judul Tesis : Ragam Jenis dan Aktivitas Lalat di Kawasan Usaha Peternakan Sapi

Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor Nama : Agus Kurniawan Putra

NIM : B252130061

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Drh Susi Soviana, MSi Ketua

Prof Dr Drh Upik Kesumawati Hadi, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

Prof Dr Drh Upik Kesumawati Hadi, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)

iv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 ini ialah Ragam Jenis Lalat, dengan judul Ragam Jenis dan Aktivitas Lalat di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor.

Terima kasih yang sangat besar penulis ucapkan kepada komisi pembimbing Prof Dr Drh Upik Kesumawati Hadi, MS dan Dr Drh Susi Soviana, MSi atas bimbingan, arahan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama pendidikan hingga penyelesaian studi. Ucapan terima kasih juga saya peruntukkan kepada penguji luar komisi Dr Drh Elok Budi Retnani, MS atas koreksi yang sangat membangun dalam penyempurnaan tesis ini. Jasa dan kebaikan dari komisi pembimbing kepada penulis sungguh sangat berharga dan tidak akan terlupakan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada dosen, staf di Mayor PEK, Bapak Prof Dr Drh Singgih Harsojo Sigit MSc, Bapak Dr Drh FX. Koesharto MSc, Ibu Dr Drh Dwi Jayanti Gunandini MSi, dan Bapak Dr Drh Ahmad Arif Amin MSc yang selama ini telah memberikan ilmunya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para staf di Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan (PEK) Drh supriyono, MSi, Ibu Juju, Bapak Heri, Bapak Taofik, Bapak Nanang, Bapak Guspriyadi, Ibu Een dan juga teman-teman Pascasarjana PS PEK atas bantuan, motivasi dan keceriaanya selama ini. Ucapan terimakasih serta penghargaan juga disampaikan kepada Bapak Nanang beserta staf Koperasi Peternak Susu (KPS) yang telah membantu selama pengumpulan data dan mendukung secara penuh kegiatan penelitian yang saya lakukan.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada ayahanda tercinta Ir Alimin Midi dan Ibunda Sitti Aliyah serta saudara-saudariku (Nursanty A, Bobby A, Sriariyati, Adi JR, Agustina RP dan Firman A) atas segala do‟a, kasih sayang dan bantuan materil yang tak henti-hentinya serta semua pengorbanannya yang tak ternilai harganya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah ini. Disamping itu, penulis juga mengucakan terimah kasih banyak kepada Rhia Z yang selalu memberikan semangat dan motivasi dan tim PEK 2013 (Bapak Thaif, Bapak Taryu, Bapak Ikhwan, Imam, Wendi, Bapak Aji, Ibu Maya, dan Ibu Wati) sebagai teman seperjuangan di PS PEK.

Semoga bantuan, dukungan, dorongan dan perhatian dari semua pihak yang telah diberikan dengan tulus kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah subhanahu wa ta’ala. Tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dan menyempurnakan tesis ini sangat penulis harapkan. Semoga tesis ini bermanfaat, khususnya di bidang Parasitologi dan Entomologi Kesehatan.

Bogor, 17 Mei 2016

(15)

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Ragam Jenis dan Biologi Lalat di Peternakan Sapi Perah 2

Peran Lalat pada Peternakan Sapi Perah 4

3 METODE 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Koleksi, Identifikasi, Penentuan Derajat Infestasi dan Aktivitas

Harian Lalat 5

Penangkapan Lalat untuk Menentukan Fluktuasi Populasi Lalat 6 Pengukuran Faktor-Faktor Penyebab Tingginya Infestasi Lalat 6

Analisis Data 7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Deskripsi Peternakan Sapi Perah Cibungbulang 8

Ragam Jenis Lalat pada Sapi Perah Cibungbulang 9

Kepadatan, Kelimpahan Nisbi dan Angka Dominansi Lalat di

Peternakan Sapi Perah 26

Derajat Infestasi Lalat pada Ternak Sapi perah 33 Aktivitas Harian Lalat Pengisap Darah pada Ternak Sapi Perah 35 Fluktuasi Populasi Lalat Bukan Pengisap Darah di Lingkungan

Peternakan Sapi Perah 37

Pengaruh Suhu terhadap Infestasi Lalat 40

Pengaruh Kelembapan terhadap Infestasi Lalat 43

Pengaruh Ketinggian terhadap Infestasi Lalat 45

5 SIMPULAN 47

DAFTAR PUSTAKA 48

LAMPIRAN 52

(16)

vi

DAFTAR TABEL

1 Jenis lalat yang ditemukan di 27 peternakan sapi perah Cibungbulang,

Kab. Bogor, Mei-Agustus 2015. 10

2 Rata-rata jumlah lalat pada sapi perah dan lingkungan di 27 peternakan sapi perah Cibungbulang, Kab. Bogor, Mei-Agustus 2015. 27 3 Kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominansi spesies lalat pada Peternakan

Skala Kecil, Cibungbulang, Kab. Bogor, Mei-Agustus 2015. 29 4 Kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominansi spesies lalat pada Peternakan

Skala Menengah, Cibungbulang, Kab. Bogor, Mei-Agustus 2015. 30 5 Kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominansi spesies lalat pada Peternakan

Skala Besar, Cibungbulang, Kab. Bogor, Mei-Agustus 2015. 32 6 Derajat Infestasi Lalat pada Peternakan Sapi Perah Cibungbulang, Kab.

Bogor, Mei-Agustus 2015. 33

DAFTAR GAMBAR

1 Peternakan Sapi Perah Cibungbulang (A)(B) Peternakan Skala Kecil (C)(D) Peternakan Skala Menengah (E)(F) Peternakan Skala Besar 9 2 Morfologi M. domestica (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral)

(a) vittae longitudinal (b) tergit ke 2 abdomen (c) venasi Sayap m1+2

(d) propleuron 11

3 Morfologi M. convexifrons (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron (d) posterior suprasquamal ridge (e) lower squama (f) tergit ke dua abdomen 11 4 Morfologi M. ventrosa (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral)

(a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron

(d) suprasquamal ridge (e) abdomen 12

5 Morfologi M. conducens (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral)

(a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron

(d) suprasquama ridge (e) tibia kaki depan (f) tergit ke dua abdomen 12 6 Morfologi M inferior (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral)

(a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) tergit ke dua abdomen

(d) propleuron (e) lower squama (f) proboscis 13

7 Morfologi M. sorbens (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) 2 vittae longitudinal (c) abdomen

(d) propleuron (e) lower squama 14

8 Morfologi M. formosana (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron (d) lower

squama (e) tergit ke dua abdomen 14

9 Morfologi M. asiatica (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron (d) tergit ke

dua abdomen 15

(17)

vii abdomen (h) tergit ketiga (i) tergit keempat (j) tergit kelima (k) median

vittae 16

11 Morfologi M. bezzi (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron (d) lower

squama (e) tergit ke dua abdomen (f) median vittae 16

12 Morfologi M. crassirostris (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron (d) proboscis 17

13 Morfologi P. proferens (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) proboscis (b) lower squama (c) abdomen segmen ke lima (d) venasi

sayap m1+2 (f) scutellum 17

14 Morfologi Morellia spp (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) proboscis (b) lower squama (c) scutellum (d) venasi sayap m1+2

(e) tergir ke-2 abdomen (f) batang vena sayap 18

15 Morfologi H. exigua (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) antena (b) palpi (c) proboscis (d) lower squama (e) abdomen

(f) scutellum (g) vittae longitudinal 19

16 Morfologi S. calcitrans (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) median vittae (c) titik bulat lateral abdomen

(d) vittae longitudinal (e) antena (f) proboscis 19

17 Morfologi S. indicus (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) pita melintang abdomen (c) vittae longitudinal

(d) proboscis (e) antena 20

18 Morfologi S. bengalensis (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) proboscis (d) antena 20

19 Morfologi S. sitiens (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) median vittae (c) spot bulat memanjang lateral

(d) vittae longitudinal (e) proboscis 21

20 Morfologi C. megacephala (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) spirakel anterior (b) scutellum (c) venasi sayap m1+2 (d) dasar batang

vena 22

21 Morfologi C. rufifacies (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) wajah (b) spirakel anterior (c) lower squama (d) venasi sayap m1+2

(e) dasar batang vena 22

22 Morfologi L. sericata (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral)

(g) Palpus (h) proboscis 25

(18)

viii

andomen (c) garis lateral abdomen (d) verteks (e) palpus (f) proboscis

(g) antena 25

27 Morfologi Hippobosca spp (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) sayap (b) proboscis (c) scutellum (d) cakar 26 28 Aktivitas lalat penghisap darah pada sapi perah yang dominan di

peternakan sapi perah, Cibungbulang, Kab. Bogor, Mei-Agustus 2015. 35 29 Aktivitas lalat penghisap darah pada sapi perah yang tidak dominan di

peternakan sapi perah, Cibungbulang, Kab. Bogor, Mei-Agustus 2015. 36 30 Perbandingan fluktuasi Muscidae terhadap Calliphoridae dari 8

peternakan sapi perah, Cibungbulang, Kab. Bogor, April-Juni 2015. 38 31 Perbandingan fluktuasi Muscidae dan Calliphoridae setiap bulan dari 8

peternakan sapi perah, Cibungbulang, Kab. Bogor, April-Juni 2015.

(A) Calliphoridae (B) Muscidae. 39

32 Hubungan antara infestasi S. calcitrans dan suhu pada peternakan sapi perah Cibungbulang Kab. Bogor, Mei –Agustus 2015. 41 33 Hubungan antara infestasi M. domestica dan suhu pada peternakan sapi

perah Cibungbulang Kab. Bogor, Mei –Agustus 2015. 42 34 Hubungan antara infestasi H. exigua dan suhu pada peternakan sapi perah

Cibungbulang Kab. Bogor, Mei –Agustus 2015. 42

35 Hubungan antara infestasi S. calcitrans dan kelembapan pada peternakan sapi perah Cibungbulang Kab. Bogor, Mei –Agustus 2015. 43 36 Hubungan antara infestasi M. domestica dan kelembapan pada peternakan

sapi perah Cibungbulang Kab. Bogor, Mei –Agustus 2015. 44 37 Hubungan antara infestasi H. exigua dan kelembapan pada peternakan

sapi perah Cibungbulang Kab. Bogor, Mei –Agustus 2015. 45 38 Hubungan Ketinggian Tempat Terhadap Infestasi Lalat di Peternakan

Sapi Perah, Cibungbulang, Kab. Bogor, Mei-Agustus 2015. 46

DAFTAR LAMPIRAN

1. Morfologi lalat yang dikoleksi dari 27 peternakan sapi perah

Cibungbulang, Kab. Bogor, Mei-Agustus 2015 49

2. Hasil uji korelasi spearman hubungan suhu terhadap infestasi

S. calcitrans pada sapi perah dan lingkungan. 49

3. Hasil uji korelasi spearman hubungan suhu terhadap infestasi

M. domestica pada sapi perah dan lingkungan. 49

4. Hasil uji korelasi spearman hubungan suhu terhadap infestasi H. exigua

pada sapi perah dan lingkungan. 49

5. Hasil uji korelasi spearman hubungan kelembapan terhadap Infestasi

S. calcitrans pada sapi perah dan lingkungan 49

6. Hasil uji korelasi spearman hubungan kelembapan terhadap Infestasi

M. domestica pada sapi perah dan lingkungan 49

7. Hasil uji korelasi spearman hubungan kelembapan terhadap Infestasi

(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lalat pengganggu kesehatan tergolong ke dalam ordo Diptera, sub ordo Cyclorrhapha dan anggotanya terdiri atas lebih dari 116.000 spesies di seluruh dunia. Berbagai spesies lalat terutama tergolong ke dalam famili Muscidae (lalat rumah, lalat kandang dan lalat tanduk), Calliphoridae (berbagai jenis lalat hijau), Sarcophagidae (berbagai jenis lalat daging) (Hadi dan Koesharto 2006)

Lalat yang menginfestasi sapi perah terbagi menjadi dua kelompok yaitu lalat pengisap darah dan lalat bukan pengisap darah. Jenis lalat pengisap darah yang pernah dilaporkan menginfestasi sapi perah adalah Stomoxys calcitrans L. (Kaufman et al. 2005, Zimmer et al. 2010), S. sitiens, S. indica (Masmeatathip et al. 2006) dan Haematobia irritans (Zimmer et al. 2010, Changbujong et al. 2012). Adapun jenis lalat bukan pengisap darah yaitu Musca domestica L. (Kaufman et al. 2005, Zimmer et al. 2010). Lalat-lalat ini umumnya bereproduksi pada kotoran sapi perah (Meyer dan Petersen 1983) yang banyak menumpuk di sekitar peternakan yang menggunakan kandang sebagai tempat pemeliharaan sekaligus perawatan sapi perah.

Lalat S. calcitrans L. atau yang dikenal sebagai lalat kandang, baik jantan maupun betina keduanya bersifat hematophagy obligate. Akibat aktivitas lalat ini mengisap darah, menyebabkan rasa sakit yang parah pada ternak, yang dapat menurunkan produktivitas susu dan bobot badan ternak (Campbell et al. 2001) Selain itu, lalat kandang dapat mentransmisikan beberapa patogen antar inang sapi perah seperti Trypanosoma vivax (Amico et al. 1996) dan T. evansi (Rodriguez et al. 2014), berbagai jenis bakteri seperti Escherichia coli, Staphylococcus aureus

dan S. intermedius yang terdapat pada bagian kutikula, mulut dan saluran pencernaan S. calcitrans (De Castro et al. 2007). Lalat ini dilaporkan menimbulkan kerugian ekonomi secara nasional di Amerika Serikat yang mencapai 72 juta dolar pertahun (Taylor et al. 2012).

Lalat H. exigua atau dikenal sebagai lalat kerbau juga merupakan lalat

hematophagy obligate. Derajat infestasi lalat yang tinggi (200 ekor lalat) dapat mengurangi produktivitas susu sebesar 2.6 ml/lalat/hari dan penurunan bobot badan sebesar 0.14 g/lalat/hari. Hasil tersebut menjadi acuan estimasi kehilangan susu di lapangan sebesar 520 ml/hari/ekor sapi dan penurunan berat badan sapi perah sebesar 28 g/hari/ekor sapi (Jonsson dan Mayer 1999)

Lalat rumah M. domestica (L.), tidak hanya sebagai hama pengganggu, tetapi dapat menjadi ancaman utama di sekitar kandang peternakan karena potensinya sebagai vektor berbagai macam patogen penyakit. Lalat ini sangat aktif di lingkungan dan bersifat omnivorous yang memungkinkan mereka untuk membawa patogen penyakit dari berbagai tempat seperti manur, tempat penyimpanan susu, atau dari hunian manusia. Lalat rumah diketahui berpotensi sebagai vektor mekanik yang penting dalam penyebaran patogen seperti bakteri, protozoa, cacing, jamur dan virus di antara manusia dan hewan (Cafarchia et al.

(20)

2

Infestasi lalat yang tinggi dapat meningkatkan frekuensi transmisi penyakit hewan yang menyebabkan peningkatan biaya pembelian obat dan penggunaan jasa dokter hewan dan dapat mengurangi produktivitas pekerja melalui makanan dan susu yang tercemar oleh patogen penyakit. Selain itu, rendahnya produktivitas susu dapat menjadikan pendapatan peternak menjadi berkurang.

Sejauh ini di Indonesia, informasi mengenai ragam jenis lalat di peternakan sapi perah kurang tersedia. Dampak yang ditimbulkan oleh lalat pengganggu menjadi salah satu dasar dilakukannya penelitian terhadap lalat pengganggu di peternakan sapi perah Kawasan Usaha Peternakan Rakyat (KUNAK) di Kabupaten Bogor

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan (1) menentukan ragam jenis lalat (2) mengukur derajat infestasi, aktivitas harian dan fluktuasi populasi lalat (3) mengukur faktor-faktor risiko yang menyebabkan tingginya infestasi lalat di peternakan sapi perah kawasan usaha peternakan di Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data terbaru khususnya tentang prevalensi dan derajat infestasi lalat pada peternakan sapi perah Kawasan Usaha Peternakan Rakyat di Kabupaten Bogor. Pentingnya pengetahuan terhadap biologi lalat dapat menjadi acuan dalam pemilihan strategi pengendalian yang tepat dan efisien sehingga infestasinya dapat ditekan dan dampak yang ditimbulkannya pun dapat diminimalisir.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Ragam Jenis dan Biologi Lalat di Peternakan Sapi Perah

Jenis lalat dari famili Muscidae yang biasanya ditemukan di peternakan sapi perah adalah H. irritans, merupakan spesies yang sangat melimpah dan ditemukan dalam frekuensi yang tinggi menginfestasi bagian lambung ternak, diikuti oleh S. calcitrans, dengan kelimpahan terbesar pada kaki depan dan belakang, dan

M. domestica pada bagian kepala, perut dan rusuk atau lambung (Zimmer et al.

2010). Masmeatathip et al. (2006) melaporkan bahwa lalat yang menginfestasi sapi perah selain S. calcitrans, ditemukan juga S. sitiens dan S. indica.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Masmeatathip et al. (2006) di peternakan sapi potong dan sapi perah selama bulan Juli 2004 - Juni 2005 dengan interval waktu pengambilan lalat yaitu dua jam selama 12 jam dengan kisaran waktu pengambilan lalat antara pengambilan pertama dan pengambilan berikutnya adalah dua minggu, berhasil memetakan jam-jam aktivitas lalat Stomoxyini.

(21)

3 sedangkan S. sitiens dan S. indica aktivitasnya mulai meningkat pada pagi hari yaitu antara pukul 06.00 sampai 08.00 dan mulai menurun pada jam-jam berikutnya tetapi menjelang senja aktivitas kedua lalat tersebut kembali meningkat.

Masmeatathip et al. (2006) melaporkan 80% lalat Stomoxyini di Thailand tertangkap selama musim hujan (Juli-Oktober 2004 dan Mei-Juni 2005) dan 20%

pada musim kemarau (November 2004 sampai April 2005). Hanya dua S. calcitrans yang tertangkap pada bulan Maret tetapi setelah hujan pertama

selama bulan ini, jumlah lalat meningkat menjadi 17 lalat pada bulan April, dan hanya 9 lalat pada bulan Mei. Namun, pada awal musim hujan pada bulan Juni, jumlah lalat yang tertangkap di peternakan sapi perah meningkat. Kelimpahan lalat Stomoxyini bervariasi bergantung pada perubahan musim dan iklim. Cruz-Vazquez et al. (2004) menemukan bahwa peningkatan populasi S. calcitrans di Meksiko berhubungan erat dengan peningkatan kelembapan relatif selama periode musim semi sampai musim panas (r = 0,6-0,8). Puncak peningkatan S. calcitrans

terjadi pada bulan Juni, Agustus dan September di setiap tahun. Populasi lalat ini menurun pada minggu terakhir musim panas menjelang musim gugur. Hal ini juga ditunjukkan dari pengukuran indeks korelasi populasi lalat yang tinggi terhadap suhu lingkungannya (r=0,9). Suhu bertanggung jawab terhadap munculnya lalat dewasa dari kepompong yang hibernasi selama musim dingin.

Masmeatathip et al. (2006) juga melaporkan jumlah S. calcitrans jantan yang tertangkap jauh lebih besar (68 lalat) dibandingkan betina (64 lalat), sedangkan spesies lain (S. sitiens dan S. indica), jumlah lalat betina melebihi jumlah lalat jantannya yaitu 36 lalat dan 23 lalat serta 14 lalat dan 8 lalat masing-masing. S. calcitrans adalah spesies yang paling umum tertangkap (62%), diikuti oleh S. sitiens. (28%) dan S. indica (10%). S. indica di Thailand digambarkan sebagai spesies Stomoxys paling umum di wilayah Oriental setelah S. calcitrans,

tetapi pada penelitian ini, hanya diperoleh 14 lalat S. indica dibandingkan

S. sitiens sebanyak 32 ekor dan S. calcitrans sebanyak 72 ekor. Hal ini dilaporkan sebagai akibat aktivitas beberapa spesies Stomoxys yang nokturnal, sehingga jarang tertangkap pada koleksi di siang hari. Muenworn et al. (2010) memperlihatkan hasil yang berbeda yaitu S. sitiens yang tertangkap di wilayah konservasi gajah, taman nasional dan peternakan sapi perah di Thailand jauh lebih kecil (0,6%) dibandingkan dengan S. indica (7.9%) dan S. calcitrans (91.5%).

Perbedaan juga terjadi oleh temuan Keawrayup et al. (2012) di peternakan sapi perah di Thailand yang menjelaskan bahwa S. uruma (0.1%) dan S. sitiens (0.2%) tertangkap lebih sedikit dibandingkan S. calcitrans (49.5%), dan S. indica (50.2%) mempunyai jumlah yang lebih banyak dibandingkan spesies lainnya. Perbedaan tersebut dimungkinkan akibat perbedaan lokasi penangkapan yang memiliki wilayah geografis dan ekologi yang berbeda.

Stomoxys calcitrans menyebar secara kosmopolit di semua tempat pemeliharaan hewan, baik itu di kebun binatang, peternakan, wilayah konservasi satwa liar dan taman nasional. Di wilayah peternakan sapi perah S. calcitrans

(22)

4

peternakan memperlihatkan jumlah yang cukup rendah, walaupun kondisi cuaca sangat mendukung (curah hujan bulanan 80-180mm, kelembapan relatif bulanan 72-80%, dan suhu rata-rata bulanan 27-30 0C). Hal ini diduga berkaitan dengan aplikasi insektisida oleh peternak, adanya kompetisi interspesifik antara larva

Stomoxys, tingginya infestasi H. irritans selama penangkapan dan kehadiran musuh alami lalat Stomoxys (Masmeatathip et al. 2006)

Hasil penelitian lain menunjukkan adanya korelasi yang positif antara kelimpahan lalat Stomoxyini dengan ketinggian tempat (Changbujong et al. 2012). Hasil tersebut berbeda dengan Gilles et al. (2008) yang menyatakan adanya korelasi yang tidak signifikan antara kelimpahan S. calcitrans dan S. niger

terhadap ketinggian tempat. Meskipun ketinggian bukan merupakan faktor iklim tetapi dapat memberikan pengaruh distribusi lalat Stomoxyini karena mempengaruhi habitat dan variasi iklim terhadap kelimpahan lalat Stomoxyini di peternakan.

Sanitasi kandang juga mempengaruhi jumlah populasi S. calcitrans pada peternakan (Thomas et al. 1996). Perlakuan sanitasi menurunkan jumlah populasi

S. calcitrans sebesar 50,9% untuk tahun pertama dan 36,2% untuk tahun kedua. Sanitasi kandang meliputi pembersihan sampah organik (feses, pengalas tidur ternak, dan sisa pakan ternak) dari dalam dan luar kandang. Peralatan yang digunakan untuk membersihkan kadang juga termasuk indikator penilaian sehingga setelah digunakan, alat yang digunakan juga dibersihkan.

Peran Lalat pada Peternakan Sapi Perah

Infestasi lalat pada sapi perah menimbulkan berbagai dampak yang merugikan karena mengakibatkan terjadinya penurunan produksi susu ataupun

pengurangan bobot badan. Campbell et al. (2001) melaporkan infestasi

S. calcitrans menurunkan berat badan sebesar 0,2 kg/hari/sapi. Hasil estimasi 200.000 lalat diperkirakan dapat menurunkan berat badan 50 ekor anak sapi

preweanling, stockers, dan sapi feeder masing-masing adalah sebesar 58, 680, dan 84 kg secara berurutan (Taylor et al. 2012). Gangguan S. calcitrans dapat menimbulkan kegelisahan pada sapi sehingga nafsu makan berkurang. Ketika gangguan S. calcitrans dihilangkan dengan menggunakan insektisida, terjadi peningkatan aktivitas makan yang akan menjadi kompensasi dalam peningkatan kembali berat badan sapi (Campbell et al. 2001). Pengurangan berat badan pada sapi perah akibat infestasi lalat kurang di publikasikan, tetapi informasi tentang pengurangan berat badan sapi potong dapat menjadi indikator dampak kerugian yang dapat dialami oleh sapi perah akibat infestasi lalat pada tubuhnya.

Taylor et al. (2012) menyebutkan bahwa maksimum infestasi lalat pengisap darah sebesar 15 lalat/ekor sapi perah dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi susu sebesar 0,22 kg/ekor sapi. 200.000 lalat dapat mengurangi produksi susu 50 ekor sapi perah sebesar 890 kg. Selama 5 tahun (2005-2009), kerugian dapat mencapai 360 juta dolar untuk sapi perah. Sementara itu, kerugian per tahun mencapai 2,211 juta dolar dari kedua sumber peternakan yaitu peternakan sapi perah dan sapi potong.

Kerugian lain yang diakibatkan oleh S. calcitrans adalah karena peranannya sebagai vektor bagi patogen yang terdapat di dalam darah dan kulit inangnya,

(23)

5

S. calcitrans berupa lesi kulit, pengurangan asupan makanan, stres, kehilangan darah, dan efek imunosupresif global. S. calcitrans juga menyebabkan pengumpulan hewan untuk membentuk perlindungan bersama. Transmisi patogen secara langsung dapat terjadi akibat proses mengisap darah yang berpindah antar inang. Stomoxys juga dapat menyimpan patogen dalam crop nya, sehingga patogen dapat bertahan hidup dalam tubuh lalat. Mekanisme tersebut memiliki dampak yang cukup besar terhadap epidemiologi karena memungkinkan transmisi patogen di antara kelompok hewan ternak (Baldacchino et al. 2013).

Trypanosoma evansi (Amico et al. 1996) dan T. congolense di Afrika Selatan ditularkan oleh S. niger dan S. taeniatus (Sumba et al. 1998). Selain itu, lalat kandang dapat mentransmisikan beberapa agen patogen pada inang yang jaraknya berjauhan (Desquesnes et al. 2011, Rodriguez et al. 2014).

Isolasi sejumlah besar bakterial aerobik dari permukaan kutikula

S. calcitrans, menunjukkan potensinya sebagai vektor mekanik. S. calcitrans

berperan sebagai vektor Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan

S. intermedius (De Castro et al. 2007). Enterobacter sakazakii yang diisolasi dari usus larva S. calcitrans dapat menyebabkan meningitis, sepsis atau necrotisis enterocolitis (Hamilton et al. 2003).

3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian telah dilakukan dari bulan April sampai November 2015. Lokasi pengambilan sampel lalat dilakukan di 27 peternakan sapi perah (30%) dari total 91 peternakan sapi perah aktif di KUNAK Kabupaten Bogor. Peternakan sapi perah dibagi menjadi tiga kategori yaitu Peternakan Skala Kecil (1-10 ekor sapi perah), Peternakan Skala Menengah (11-20 ekor sapi perah) dan Peternakan Skala Besar (>20 ekor sapi perah). Penentuan jumlah peternak untuk masing-masing kategori dilakukan secara proporsional dari seluruh populasi yang terdapat di KUNAK. Identifikasi lalat dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (IPHK), Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB).

Koleksi, Identifikasi, Penentuan Derajat Infestasi dan Aktivitas Harian Lalat

(24)

6

selama 12 jam (06.00-18.00 WIB). Lalat yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dimatikan menggunakan kloroform. Lalat selanjutnya di

pinning dan diidentifikasi menggunakan kunci identifikasi lalat menurut Tumrasvin dan Shinonaga (1978) untuk mengetahui ragam jenis lalat yang tertangkap.

Penangkapan Lalat untuk Menentukan Fluktuasi Populasi Lalat

Penangkapan lalat untuk menentukan fluktuasi populasi lalat menggunakan kertas berperekat (sticky fly paper) pada 8 peternakan dari 27 peternakan sapi perah yang telah dipilih sebelumnya. Peternakan tersebut dibagi secara proporsional menjadi 3 Peternakan untuk Peternakan Skala Kecil, 3 Peternakan untuk Peternakan Skala Menengah dan 2 Peternakan untuk Peternakan Skala Besar. Masing-masing kandang dipasang 5 sticky fly paper yang ditempatkan pada 5 titik pengamatan yaitu tumpukan jerami, pakan sapi perah (ampas tahu dan konsentrat), tempat pembuangan sisa pakan, parit pembuangan kotoran sapi perah dan di semak sekitar kandang. Sticky fly paper pada setiap titik diganti setiap jam selama 12 jam (06.00-18.00 WIB). Penangkapan lalat untuk masing-masing peternakan dilakukan selama tiga bulan dengan frekuensi penangkapan sekali sebulan.

Pengukuran Faktor-Faktor Penyebab Tingginya Infestasi Lalat

Pengukuran faktor-faktor penyebab tingginya infestasi lalat meliputi pengukuran suhu, kelembapan dan ketinggian tempat di setiap peternakan.

Pengukuran suhu dan kelembapan

Pengukuran faktor lingkungan seperti suhu (0C) dan kelembapan (%) dilakukan menggunakan alat termometer digital HTC-1. Alat ini digantung di rangka atap kandang peternakan dengan jarak 2.5 m dari permukaan tanah. pengukuran suhu dan kelembapan dilakukan setiap jam pengamatan selama 12 jam (06.00-18.00 WIB)

Pengukuran ketinggian tempat

(25)

7

individu lalat spesies tertentu yang tertangkap

∑ total seluruh spesies lalat yang tertangkap x 100 % lalat spesies tertentu yang tertangkap setiap jam

∑ jam penangkapan Analisis Data

Ragam Jenis

Ragam jenis lalat dapat diketahui melalui perkalian antara kelimpahan nisbi dan frekuensi spesies lalat. Perhitungan kelimpahan nisbi, frekuensi spesies, dan dominansi spesies berdasarkan Sigit (1968). Indeks ragam jenis menggunakan persamaan Shannon-Wiener (Odum et al. 1993).

Kelimpahan Nisbi (%) = Frekuensi Spesies =

Dominasi Spesies (%) = Kelimpahan nisbi (%) x Frekuensi spesies

Indeks Ragam Jenis (H) = -∑ Pi ln Pi; dengan Pi = Ni/N Keterangan :

Pi : perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis Ni : Jumlah individu ke-i

N : Jumlah total individu Kriteria indeks ragam jenis adalah:

Tinggi (H>3); Sedang (1≤H≤3); Rendah (H<1)

Derajat Infestasi Lalat pada Peternakan

Pengukuran derajat infestasi lalat pada sapi perah dengan menghitung rata-rata jumlah lalat pada tubuh sapi perah dari setiap kategori peternakan selama 12 jam. Derajat infestasi lalat dinyatakan dalam jumlah lalat/sapi/12 jam.

Pengukuran Aktivitas Harian Lalat

Pengukuran aktivitas harian lalat pada sapi perah dilakukan dengan menghitung jumlah lalat spesies tertentu yang tertangkap pada setiap ekor sapi perah setiap jam pengamatan dan digambarkan dalam bentuk grafik.

Pengukuran Fluktuasi Populasi Lalat

(26)

8

Hubungan Suhu, Kelembapan dan Ketinggian Tempat Terhadap Infestasi Lalat

Data yang diperoleh dari hasil survei diinput dalam data dasar menggunakan SPSS 18 (Uji Korelasi Spearman) untuk mengetahui hubungan faktor risiko yang mempengaruhi infestasi lalat. Pembagian tingkat kekuatan korelasi menurut Trihendriadi (2009) yaitu hubungan dapat diabaikan (r = <0.20), rendah (r = 0.21-0.40), substansial (r = 0.41-0.70), dan tinggi (r = 0.71-1.00)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Peternakan Sapi Perah Cibungbulang

Peternakan sapi perah Cibungbulang (Gambar 1) adalah peternakan sapi perah rakyat yang bernaung di bawah KPS KUNAK (Koperasi Peternakan Susu Kawasan Usaha Peternakan Rakyat) kecamatan Cibungbulang kabupaten Bogor yang merupakan bagian dari KPS Bogor. Pada saat penelitian dilakukan terdapat 91 peternakan aktif dengan jumlah sapi perah sekitar ± 2500 ekor.

Pada umumnya kandang sapi perah berdekatan dengan perumahan pekerja pemerah susu, tetapi sebagian lainnya memiliki kandang yang terisolasi oleh kebun rumput dan jauh dari rumah pekerja pemerah susu. Kadang yang terisolasi oleh kebun rumput umumnya memiliki derajat infestasi lalat yang tinggi dibandingkan dengan kandang yang berdekatan dengan rumah pekerja pemerah susu. Kandang sapi perah memiliki struktur bangunan yang terdiri atas tempat penampungan air, tempat pakan ternak, tempat air minum ternak, dan gudang penyimpanan konsentrat dan parit pembuangan feses sapi perah.

(27)

9

A

B

C

D

E

F

Gambar 1 Peternakan Sapi Perah Cibungbulang (A)(B) Peternakan Skala Kecil (C)(D) Peternakan Skala Menengah (E)(F) Peternakan Skala Besar Setiap kandang memiliki parit yang langsung mengalirkan feses/manur sapi perah ke kebun rumput di sekitar kandang. Tidak ada pengolahan limbah ternak sama sekali. Limbah pakan ternak di buang di sekitar kandang dan dibiarkan menumpuk. Ketika musim hujan, limbah pakan ternak akan menjadi silase alami yang baik bagi perkembangbiakan larva lalat.

Ragam Jenis Lalat pada Sapi Perah Cibungbulang

(28)

10

Tabel 1 Jenis lalat yang ditemukan di 27 peternakan sapi perah Cibungbulang, Kab. Bogor, Mei-Agustus 2015.

No. Famili Subfamili Spesies Keterangan

1 Muscidae Muscinae Musca domestica Bukan pengisap darah

M. convexifrons Bukan pengisap darah

M. inferior Bukan pengisap darah

M. conducens Bukan pengisap darah

M. ventrosa Bukan pengisap darah

M. sorbens Bukan pengisap darah

M. formosana Bukan pengisap darah

M. asiatica Bukan pengisap darah

M. bakeri Bukan pengisap darah

M. bezzi Bukan pengisap darah

M. crassirostris Bukan pengisap darah

Pyrellia proferens Bukan pengisap darah

Morellia spp Bukan pengisap darah Stomoxyinae Haematobia exigua Pengisap darah

Stomoxys calcitrans Pengisap darah

S. indicus Pengisap darah

S. bengalensis Pengisap darah

S. sitiens Pengisap darah 2 Calliphoridae Chrysomyiinae Chrysomya megacephala Bukan pengisap darah

C. rufifacies Bukan pengisap darah Calliphorinae Lucillia sericata Bukan pengisap darah

Lucillia spp Bukan pengisap darah 3 Sarcophagidae Sarcophaginae Sarcophaga dux Bukan pengisap darah 4 Tabanidae Tabaninae Tabanus rubidus Pengisap darah

T. striatus Pengisap darah 5 Hippoboscidae Hippoboscinae Hippobosca spp Pengisap darah

Famili Muscidae yang tertangkap di peternakan sapi perah Cibungbulang terdiri atas lima genus yaitu Musca, Pyrellia, Morellia, Haematobia dan Stomoxys. Genus Musca yang tertangkap sebanyak 11 spesies, Genus Morellia, Pyrellia dan

Haematobia hanya 1 spesies dan Genus Stomoxys sebanyak 4 spesies. Famili Calliphoridae yang tertangkap sebanyak dua genus yaitu Chrysomya dan Lucillia

yang masing-masing terdiri dari 2 spesies. Famili Sarcophagidae dan Hippoboscidae yang tertangkap sebanyak 1 genus yaitu Sarcophaga dan

Hippobosca yang hanya terdiri atas 1 spesies. Famili Tabanidae yang tertangkap sebanyak 1 genus yaitu Tabanus yang terdiri atas 2 spesies. Dua puluh enam spesies tersebut yang tergolong pengisap darah adalah Stomoxys calcitrans, S. indicus, S. bengalensis, S. sitiens, Haematobia exigua, Tabanus rubidus, T. striatus, dan Hippobosca spp dan lalat pengganggu bukan pengisap darah yaitu

Musca domestica, M. convexifrons, M. conducens, M. inferior, M. ventrosa, M. sorbens, M. formosana, M. asiatica, M. bakeri, M. bezzi, M. crassirostris, Pyrellia proferens, Morellia spp, Chrysomya megacephala, C. rufifacies, Lucillia

spp, Lucillia sericata dan Sarcophaga dux (Tabel 1). Gambaran morfologi dari berbagai spesies lalat yang ditemukan sebagaimana berikut :

Musca domestica

(29)

11

Gambar 2 Morfologi M. domestica (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) vittae longitudinal (b) tergit ke 2 abdomen (c) venasi Sayap m1+2

(d) propleuron

a

b

c

d

dengan 4 vittae longitudinal yang jelas, propleuron berambut, tergit ke dua andomen sebagian besar kuning dengan median vittae yang tipis. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978)

Musca convexifrons

Morfologi M. convexifrons disajikan pada Gambar 3. Ciri spesifik dari lalat ini adalah venasi sayap m1+2 membentuk lengkung sudut yang tajam, toraks

dengan 4 vittae longitudinal yang jelas, propleuron tidak berambut, suprasquamal ridge posterior dengan bristle yang tegak, parafacialia dan lower squama tidak berambut, tergit ke dua abdomen sebagian besar atau sepenuhnya pudar/kusam, abdomen orange dengan pola mosaik. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978)

Gambar 3 Morfologi M. convexifrons (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron

(d) posterior suprasquamal ridge (e) lower squama (f) tergit ke dua abdomen

c

d e

a b

(30)

12

Musca ventrosa

Morfologi M. ventrosa disajikan pada Gambar 4. Ciri spesifik dari lalat ini adalahvenasi sayap m1+2 membentuk lengkung sudut yang tajam, toraks hitam

keabuan dengan 4 vittae longitudinal yang kurang jelas, propleuron tidak berambut, suprasquamal ridge tidak berambut, tibia kaki depan tanpa

bristle posteroventral, abdomen sepenuhnya orange tanpa median vittae. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978)

Musca conducens

Morfologi M. conducens disajikan pada Gambar 5.Ciri spesifik dari lalat ini adalahvenasi sayap m1+2 membentuk lengkung sudut yang tajam, toraks hitam

keabuan dengan 4 vittae longitudinal yang kurang jelas, propleuron tidak berambut, suprasquama ridge tidak berambut, tibia kaki depan memiliki bristle

posteroventral, tergit ke dua abdomen sepenuhnya hitam, abdomen cokelat kehitaman dengan pola kotak yang bagian dalamnya berwarna keemasan atau silver. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978)

Gambar 5 Morfologi M. conducens (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron

(d) suprasquama ridge (e) tibia kaki depan (f) tergit ke dua abdomen c

d

e c

a b

f c

Gambar 4 Morfologi M. ventrosa (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron

(d) suprasquamal ridge (e) abdomen a

e b

c

(31)

13

Musca inferior

Morfologi M. inferior disajikan pada Gambar 6.Ciri spesifik dari lalat ini adalahvenasi sayap m1+2 membentuk lengkung sudut yang tajam, toraks dengan 4 vittae longitudinal yang jelas, propleuron tidak berambut, bagian posterior suprasquamal ridge dengan bristle yang tegak, lower squama berambut,

parafacialia tidak berambut, post dorsocentral anterior kurang jelas, abdomen hitam kecokelatan dengan median vittae hitam dengan satu garis pada masing-masing sisi tergit, bagian anterior dari tergit ke dua sepenuhnya hitam. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978)

Musca sorbens

Morfologi M. sorbens disajikan pada Gambar 7. Ciri spesifik dari lalat ini adalah venasi sayap m1+2 membentuk lengkung sudut yang tajam, propleuron

tidak berambut, suprasquamal ridge tidak berambut, tibia kaki depan tanpa bristle

posteroventral, vena ke empat secara tajam melengkung anterior, toraks dengan 2

vittae longitudinal yang jelas, vittae pada masing-masing sisi toraks bergabung di belakang suture, sternit orange, hypopleuron dengan rambut yang jelas hanya di bawah spirakel metathoracic, abdomen sepenuhnya gelap dengan pola papan catur. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978)

Musca formosana

Morfologi M. formosana disajikan pada Gambar 8. Ciri spesifik dari lalat ini adalah venasi sayap m1+2 membentuk lengkung sudut yang tajam, toraks

dengan 4 vittae longitudinal yang jelas, propleuron tidak berambut, bagian posterior suprasquamal ridge dengan bristle yang tegak, parafacialia dan lower squama tidak berambut, tergit ke dua abdomen sebagian besar atau sepenuhnya pudar/kusam, abdomen hitam dengan pola tessellated, lateral dari tergite ke 3, 4, dan 5 pucat. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978)

Gambar 6 Morfologi M inferior (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) tergit ke dua abdomen

(d) propleuron (e) lower squama (f) proboscis

a b

c

c c

d

e c

(32)

14

Musca asiatica

Morfologi M. asiatica disajikan pada Gambar 9. Ciri spesifik dari lalat ini adalah venasi sayap m1+2 membentuk lengkung sudut yang tajam, propleuron

tidak berambut, suprasquamal ridge tidak berambut, tibia kaki depan tanpa

bristle posteroventral, abdomen kuning pucat sampai hitam dengan median vittae

berwarna hitam atau cokelat atau berpola tessellated, vena ke empat sayap secara tajam melengkung anterior, thoraks dengan empat vittae longitudinal yang jelas, tergit ke dua sepenuhnya hitam, tergit ke 3-5 cokelat kemerahan dengan median

vittae yang menyolok, bagian ventral dari tergit ke dua berwarna kuning, batang vena dengan satu seta di sisi posterior atas, lower squama hitam kecokelatan, tergit ke empat jarang dengan sebuah pita tipis pada daerah batas posteriornya.

Gambar 7 Morfologi M. sorbens (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) 2 vittae longitudinal (c) abdomen

(d) propleuron (e) lower squama

d

e c

a b

c

Gambar 8 Morfologi M. formosana (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron (d) lower squama (e) tergit ke dua abdomen

a c

d e

(33)

15

Musca bakeri

Morfologi M. bakeri disajikan pada Gambar 10.Ciri spesifik dari lalat ini adalahvenasi sayap m1+2 membentuk lengkung sudut yang tajam, toraks dengan 4 vittae longitudinal yang jelas, propleuron tidak berambut, bagian posterior

suprasquamal ridge dengan bristle yang tegak, parafacialia dan lower squama

tidak berambut, tergit ke dua abdomen sebagian besar atau sepenuhnya gelap, tergit ketiga dan keempat kuning pucat dengan sebuah median vittae hitam yang secara tajam melebar ke arah batas depan dari masing-masing segmen, tergit kelima dengan 2 atau 3 vittae yang letaknya tidak tetap, sternit 1-5 hitam. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978)

Musca bezzi

Morfologi M. bezzi disajikan pada Gambar 11. Ciri spesifik dari lalat ini adalahvenasi sayap m1+2 membentuk lengkung sudut yang tajam, toraks dengan 4 vittae longitudinal yang jelas, propleuron tidak berambut, bagian posterior

suprasquamal ridge dengan bristle yang tegak, parafacialia dan lower squama

tidak berambut, tergit ke dua abdomen sebagian besar atau sepenuhnya gelap, jantan : tergite ke 3-5 berwarna kuning dengan sebuah median vittae yang meluas di dasar dari tergit kedua, sternit 3 dan 4 kuning, 1, 2 dan 5 hitam. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978)

Musca crassirostris

Morfologi M. crassirostris disajikan pada Gambar 12. Ciri spesifik dari lalat ini adalah venasi sayap m1+2 membentuk lengkung sudut yang tajam, toraks

dengan 4 vittae longitudinal yang kurang jelas, propleuron dan suprasquamal ridge tidak berambut, memiliki bristle sternopleural anterior, proboscis gemuk, tibia kaki tengah dengan bristle anteroventrral pada apical third, jantan : Gambar 9 Morfologi M. asiatica (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral)

(a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron (d) tergit

ke dua abdomen d

a b

(34)

16

infrontalia sangat sempit menjadi linear di bagian tegah belakang, betina :

infrontalia agak sempit sampai sedikit lebar dibandingkan parafrontalia. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978)

Pyrellia proferens

Morfologi P. proferens disajikan pada Gambar 13. Ciri spesifik dari lalat ini adalah proboscis tipe menjilat, sternopleural dengan 1+2 bristle, lower squama melebar, batas bagian dalam melekat di daerah scutellum, toraks dan abdomen berwarna hijau atau biru metalik tanpa butiran keabu-abuan, bristle yang kokoh di bagian meron tidak ditemukan, venasi sayap m1+2 tidak membentuk

lengkung sudut yang tajam tetapi bulat melebar, prosternal tidak mengalami penebalan atau penebalan sedikit di anterior, preapical pada femur kaki tengah

Gambar 10 Morfologi M. bakeri (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron

(d) posterior suprasquamal ridge (e) parafacialia (f) lower squama

(g) tergit ke dua abdomen (h) tergit ketiga (i) tergit keempat (j) tergit kelima (k) median vittae

c

d c

e c

f

g

a b

i

k j h

Gambar 11 Morfologi M. bezzi (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron (d) lower squama (e) tergit ke dua abdomen (f) median vittae

d c

a e

b

(35)

17

normal, suprasquamal ridge tidak berambut, prosternum tidak berambut, memiliki 1 intra-alar bristle, tibia kaki tengah memiliki anterodorsal bristle, setengah apikal abdomen segmen ke lima dengan bintik bulat abu-abu keperakan pada masing-masing sisi. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978) dan Marshall et al. (2011)

Morellia spp

Morfologi Morellia spp disajikan pada Gambar 14.Ciri spesifik dari lalat ini adalah proboscis tipe menjilat, sternopleural dengan 1+2 bristle, lower squama melebar, batas bagian dalam melekat di daerah scutellum, torak dan abdomen hitam atau kuning dengan vittae hitam atau berpola tesellated, venasi sayap m1+2 bulat melebar, bristle prostigmal tidak ada atau tidak jelas, batang

vena sayap tidak memiliki rambut. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978).

Gambar 13 Morfologi P. proferens (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) proboscis (b) lower squama (c) abdomen segmen ke lima (d) venasi sayap m1+2 (f) scutellum

e

a

d

b

c c

Gambar 12 Morfologi M. crassirostris (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) propleuron

(d) proboscis a b

d

(36)

18

Gambar 14 Morfologi Morellia spp (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) proboscis (b) lower squama (c) scutellum (d) venasi sayap m1+2

(e) tergir ke-2 abdomen (f) batang vena sayap b

c c

a c e

d f

Haematobia exigua

Morfologi H. exigua disajikan pada Gambar 15.Ciri spesifik dari lalat ini adalah panjang tubuhnya 2,5-3,5mm, proboscis tipe pengisap darah, kuat dan tersklerotisasi dengan baik, sternopleural dengan 1+1 bristle, lower squama

berbentuk hidung dan membulat pada bagian apikal, batas bagian dalam terpisah dari scutellum, palpi memiliki panjang yang hampir sama dengan panjang

proboscis dan melebar hanya ke arah apex, arista dengan rambut panjang pada bagian sisi atas saja, notopleura tidak memiliki rambut, antena kuning kecoklatan, toraks cokelat pucat dengan butiran putih kehijauan yang memiliki 4 vittae

longitudinal yang duanya merupakan paramedian vittae yang melebar dan jelas, intra-alar 0+2-3, presutural bristle 1, humeral bristle 2-3, posthumeral bristle 1, notopleural bristle 2, supra-alar bristle 1, post-alar bristle 2, apicoscutellar bristle

1, discoscutellar bristle 2, lateroscutellar bristle 2-3, abdomen berbintik hijau kecokelatan dengan median vittae yang sempit. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978).

Stomoxys calcitrans

Morfologi S. calcitrans disajikan pada Gambar 16.Ciri spesifik dari lalat ini adalah proboscis tipe pengisap darah, kuat dan tersklerotisasi dengan baik,

sternopleural dengan 1+1 bristle, lower squama berbentuk hidung dan membulat pada bagian apikal, batas bagian dalam terpisah dari scutellum, arista dengan rambut panjang pada bagian sisi atas saja, palpi kurang dari setengah panjang

proboscis, batas belakang dari mata secara jelas melengkung, abdomen dengan titik bulat, median vittae pendek dan melebar, tergit ke 3 dan 4 masing-masing dengan titik bulat hitam bagian lateral, mata dipisahkan di verteks dengan jarak 0,25 dari lebar kepala, toraks memiliki 4 vittae longitudinal, venasi sayap m1+2

(37)

19

Stomoxys indicus

Morfologi S. indicus disajikan pada Gambar 17.Ciri spesifik dari lalat ini adalah ukuran tubuh lebih dari 4,5 mm, proboscis tipe pengisap darah, kuat dan tersklerotisasi dengan baik, sternopleural dengan 1+1 bristle, lower squama

berbentuk hidung dan membulat pada bagian apikal, batas bagian dalam terpisah dari scutellum, arista dengan rambut panjang pada bagian sisi atas saja, palpi kurang dari setengah panjang proboscis, batas belakang dari mata secara jelas melengkung, abdomen dengan pita melintang gelap tanpa median vittae, panjang palpi tidak mencapai batas depan mulut, bagian basal antena segmen ketiga orange kekuningan, tibia dan tarsi kuning pucat. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978)

Gambar 15 Morfologi H. exigua (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) antena (b) palpi (c) proboscis (d) lower squama (e) abdomen (f) scutellum (g) vittae longitudinal

f g

d

e

c c b c a c

Gambar 16 Morfologi S. calcitrans (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) median vittae (c) titik bulat lateral abdomen

(d) vittae longitudinal (e) antena (f) proboscis

a b

c c d

e c

(38)

20

Stomoxys bengalensis

Morfologi S. bengalensis disajikan pada Gambar 18. Ciri spesifik dari lalat ini adalah proboscis tipe pengisap darah, kuat dan tersklerotisasi dengan baik,

sternopleural dengan 1+1 bristle, lower squama berbentuk hidung dan membulat pada bagian apikal, batas bagian dalam terpisah dari scutellum, arista dengan rambut panjang pada bagian sisi atas saja, palpi kurang dari setengah panjang

proboscis, batas belakang dari mata secara jelas melengkung, abdomen median

vittae pendek dan melebar, tergit ke 3 dan 4 masing-masing dengan titik bulat hitam memanjang bagian lateral, mata dipisahkan di verteks dengan jarak 1/5 atau kurang dari lebar kepala, femur kaki belakang dengan rambut yang relatif panjang pada permukaan ventral. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978)

Stomoxys sitiens

Morfologi S. sitiens disajikan pada Gambar 19.Ciri spesifik dari lalat ini adalah proboscis tipe pengisap darah, kuat dan tersklerotisasi dengan baik.

Sternopleural dengan 1+1 bristle, lower squama berbentuk hidung dan membulat

Gambar 17 Morfologi S. indicus (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) pita melintang abdomen (c) vittae

longitudinal (d) proboscis (e) antena

c

a b

c

a b

e d

b

a

Gambar 18 Morfologi S. bengalensis (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) venasi sayap m1+2 (b) vittae longitudinal (c) proboscis (d) antena

(39)

21

pada bagian apikal, batas bagian dalam terpisah dari scutellum, arista dengan rambut panjang pada bagian sisi atas saja, palpi kurang dari setengah panjang

proboscis, batas belakang dari mata secara jelas melengkung, median vittae

pendek dan melebar, tergit ke 3 dan 4 masing-masing dengan titik bulat hitam memanjang bagian lateral, mata dipisahkan di verteks dengan jarak 1/5 atau kurang dari lebar kepala, femur kaki belakang dengan rambut yang relatif pendek pada permukaan ventral. Hal ini sesuai dengan deskripsi Tumrasvin dan Shinonaga (1978)

Chrysomya megacephala

Morfologi C. megacephala disajikan pada Gambar 20. Ciri spesifik dari lalat ini adalah subscutellum tidak berkembang, lalat berwarna biru atau hijau metalik, dasar batang vena bagian dorsal dengan sebaris bristle, lower squama

ditutupi dengan rambut halus diatasnya, toraks tidak memiliki garis longitudinal, spirakel anterior berwarna hitam, kehitam-hitaman, cokelat kehitaman atau setidaknya orange gelap, lower squama cokelat kehitaman atau hijau gelap, garis frontal betina lebih luas di bagian tengah, tidak pada sisi yang paralel, tidak ada tanda lekukan di pipi, setulae yang mengelilingi vibrisae pada wajah dan

parafacial setidaknya beberapa, biasanya banyak, satu hitam, mata faset jantan sangat besar di bagian atas dan terpisah dari mata faset kecil di bawahnya oleh garis pemisah yang jelas. Hal ini sesuai dengan deskripsi Spradbery (2002)

Chrysomya rufifacies

Morfologi C. rufifacies disajikan pada Gambar 21. Ciri spesifik dari lalat ini adalah lalat berukuran besar (7mm), subscutellum tidak berkembang, warna biru atau hijau metalik, dasar batang vena bagian dorsal dengan sebaris bristle,

lower squama ditutupi dengan rambut halus di atasnya, toraks tidak memiliki garis longitudinal, spirakel anterior kuning pucat, berwarna cream atau putih, memiliki Proepisternalseta (stimatig bristle), wajah dan leher dengan rambut Gambar 19 Morfologi S. sitiens (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral)

(a) venasi sayap m1+2 (b) median vittae (c) spot bulat memanjang

lateral (d) vittae longitudinal (e) proboscis

d

a c

b c

c

(40)

22

silver yang padat pada permukaan cokelat kehitaman sampai hitam. Hal ini sesuai dengan deskripsi Spradbery (2002)

Lucillia sericata

Morfologi L. sericata disajikan pada Gambar 22. Ciri spesifik dari lalat ini adalah lalat berukuran kecil sampai sedang (<8mm panjangnya), subscutellum

tidak berkembang, warna hijau metalik, dasar batang vena bagian dorsal tanpa sebaris bristle, ampula berambut, pipi berwarna putih kehitaman, palpus orange atau kuning dan bagian apikalnya tidak gelap, 3 pasang bristlepostsutural acrostical. Hal ini sesuai dengan deskripsi Marshall et al. (2011)

Lucillia spp

Morfologi Lucillia spp disajikan pada Gambar 23. Ciri spesifik dari lalat ini adalah lalat berukuran kecil sampai sedang (<8mm panjangnya), subscutellum

Gambar 20 Morfologi C. megacephala (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) spirakel anterior (b) scutellum (c) venasi sayap m1+2

(d) dasar batang vena

b c

a c d

c

Gambar 21 Morfologi C. rufifacies (kiri=tampak dorsal, kanan=tampak lateral) (a) wajah (b) spirakel anterior (c) lower squama (d) venasi sayap m1+2

(e) dasar batang vena e

d

c c

Gambar

Gambar 1 Peternakan Sapi Perah Cibungbulang (A)(B) Peternakan Skala Kecil
Tabel 1
Gambar 3 Morfologi
Gambar 4  Morfologi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi peternakan di Peternakan Sapi Perah di KUNAK, karakteristik peternak, mendeskripsikan peubah

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Jenis Hijauan Makanan Ternak di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang

Pembangunan Kawasan Usaha Pertemakan (KUNAK) sapi perah Cibungbulang Bogor berdampak terhadap sosial ekonomi masyarakat menyangkut : mobilitas penduduk, pemukiman baru,

Skenario progresif-optimistik dibangun berdasarkan keadaan (state) dari faktor kunci dengan kondisi: (1) harga susu berada pada tingkatan yang mensejahterakan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kasus Proteinuria pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan Cibungbulang, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi peternakan di kawasan usaha Peternakan Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi peternakan di kawasan usaha Peternakan Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Jenis Hijauan Makanan Ternak di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang