• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Tahan Spermatozoa Kuda dalam Pengencer Dimitropoulos yang Disuplementasi dengan Fruktosa, Trehalosa atau Rafinosa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya Tahan Spermatozoa Kuda dalam Pengencer Dimitropoulos yang Disuplementasi dengan Fruktosa, Trehalosa atau Rafinosa"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA TAHAN SPERMATOZOA KUDA DALAM PENGENCER

DIMITROPOULOS YANG DISUPLEMENTASI DENGAN

FRUKTOSA, TREHALOSA ATAU RAFINOSA

J U D I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Daya Tahan Spermatozoa Kuda dalam

Pengencer Dimitropoulos yang disuplementasi dengan Fruktosa, Trehalosa atau Rafinosa” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2006

(3)

ABSTRAK

JUDI. Daya Tahan Spermatozoa Kuda dalam Pengencer Dimitropoulos yang Disuplementasi dengan Fruktosa,Trehalosa atau Rafinosa .Dibimbing oleh BAMBANG PURWANTARA,TUTY L.YUSUF dan MOZES R.TOELIHERE.

Peternakan kuda di Indonesia belum mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat.Perkembangabiakannya masih mengandalkan perkawinan alam, sehingga populasinya terus menurun.Padahal kuda dapat dimanfaatkan sebagai sarana transportasi, olahraga,hiburan,hewan kesayangan dan sumber protein hewani (daging dan susu).Oleh karena itu perlu usaha untuk meningkatkan populasinya,misalnya dengan penerapan teknik inseminasi buatan (IB)menggunakan semen cair. Hingga saat ini pengolahan semen cair kuda di Indonesia belum banyak dilakukan, sehingga jenis media dan metode yang tepat belum diketahui.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa enambahan disakarida dan oligosakarida mampu mempertahankan kualitas semen cair beberapa ternak.Oleh karena itu,pada enelitian ini ingin diketahui karakteristik dan daya simpan semen segar kuda,kualitas semen cair dalam pengencer dimitropoulos (DV)yang disuplementasi dengan fruktosa,trehalosa atau rafinosa,dan kualitas semen cair dengan konsentrasi spermatozoa berbeda. Semen (ejakulat)dikoleksi dengan vagina buatan dua kali per ming gu dari 3 ekor kuda (4-8 tahun,fertil).Ejakulat dievaluasi secara makroskopik dan mikroskopik.Sampel disimpan dalam tabung tertutup pada suhu ruang (26-28 o

C)dan lemari es (4-6oC) untuk mengetahui daya tahannya.Taha

berikutnya,semen disentrifugasi pada 3000 rpm selama 20 menit,dan pelet dilarutkan dengan DV (osmolaritas 293 mOsm/kg) yang disuplementasi fruktosa 50,100 dan 150 mM (osmolaritas 349,409 dan 461 mOsm/kg); trehalosa 50,100 dan 150 mM (osmolaritas 352,410 dan 472 mOsm/kg);atau rafinosa 50, 100 dan 150 mM (osmolaritas 354,414 dan 479 mOsm/kg);sampai konsentrasi 200 x 10 6

sel/mL.Tahap selanjutnya,semen diencerkan dengan DV yang disuplementasi fruktosa 50 mM sampai konsentrasi 200,100 dan 50 x 10 6 sel/mL.Sampel

disimpan dalam tabung tertutup pada suhu ruang dan lemari es.Semen cair dievaluasi presentase motilitas (M%) dan presentase hidup (H%)setiap 3 jam (suhu ruang)dan 12 jam (lemari es). Secara umum,karakteristik ejakulat berada pada kisaran normal (volume 29.3 mL, M%67.1,dan konsentrasi 211.9 x 10 6

sel/mL).Persentase motilitas ejakulat pada suhu ruang sebesar 48.33%dan 10.42%dicapai setelah 3 jam dan 12 jam penyimpanan.Ini menunjukkan bahwa daya tahan spermatozoa cukup baik.Uji daya tahan memperlihatkan bahwa M%dan H%pada suhu ruang selalu lebih tinggi daripada suhu lemari es.Hal ini menunjukkan bahwa spermatozoa kuda rentan terhadap cold shock . Pada suplementasi pengencer DV dengan karbohidrat,fruktosa 50 mM mampu memperbaiki kualitas semen cair.Sedangkan fruktosa 100 mM,trehalosa 50 mM dan rafinosa 50 mM cenderung tidak berbeda nyata dengan kontrol.Semakin besar suplementasi karbohidrat cenderung menurunkan kualitas semen cair.Hal ini kemungkinan berkaitan dengan peningkatan osmolaritas media.Semen cair dengan konsentrasi 50 x 10 6 sel/mL memperlihatkan M%nyata lebih tinggi

(4)

lemari es).Sedangkan berdasarkan H%berbeda nyata setelah 9 jam (suhu ruang)dan 42 jam (lemari es).Pada suhu ruang semen cair dapat dipakai untuk IB hingga 12-18 jam,sedangkan pada suhu 4-6 o C hingga 60-84 jam

penyimpanan.Dapat disimpulkan,suplementasi karbohidrat hingga osmolaritas melebihi 400 mOsm/kg dan konsentrasi spermatozoa di atas 100 x 10 6 sel/mL

(5)

DAYA TAHAN SPERMATOZOA KUDA DALAM PENGENCER

DIMITROPOULOS YANG DISUPLEMENTASI DENGAN

FRUKTOSA, TREHALOSA ATAU RAFINOSA

J U D I

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Biologi Reporoduksi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Tesis : Daya Tahan Spermatozoa Kuda dalam Pengencer

Dimitropoulos yang Disuplementasi dengan Fruktosa,

Trehalosa atau Rafinosa

Nama : Judi

Nomor Pokok : B651020011

Disetujui

Komisi Pembimbing:

Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc. (Ketua)

Dr. drh. Tuty L. Yusuf, M.S. Prof. Dr. drh. Mozes R. Toelihere, M.Sc. (Alm.)

(Anggota) (Anggota)

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Biologi Reproduksi

Dr. drh. Tuty L. Yusuf, M.S. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis ”Daya

Tahan Spermatozoa Kuda dalam Pengencer Dimitropoulos yang Disuplementasi

dengan Fruktosa, Trehalosa atau Rafinosa” dapat diselesaikan. Tesis ini disusun

sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains pada

Program Studi Biologi Reproduksi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Tesis ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan

Mei sampai dengan Oktober 2005. Penelitian dilaksanakan di Athena Stable

Sawangan, Kota Depok dan Laboratorium Teknologi Reproduksi, Bagian Reproduksi

dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor.

Selama penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini penulis banyak

mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis sampaikan terima kasih.

Terutama, penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada Komisi

Pembimbing: Dr. drh. Bambang Purwantara, MSc, Dr. drh. Tuty L. Yusuf, MS dan

Prof. Dr. drh. Mozes R. Toelihere, MSc (alm) atas bimbingan yang telah diberikan.

Terima kasih juga kepada Dr. drh. Iman Supriatna sebagai penguji dari luar komisi

atas masukannya untuk perbaikan tesis ini. Terima kasih kepada manajemen dan

pegawai Athena Stable yang telah mengijinkan pemakaian kuda. Tak lupa penulis

berterima kasih kepada seluruh staf dan pegawai di Bagian Reproduksi dan

Kebidanan, terutama Dra. Iis Arifiantini, MSi dan Bondan Ahmadi, SE dan

mahasiswa program sarjana FKH IPB (Don Bosko, Rizal, Azizah, Ami, dll). Terakhir,

penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada isteri tercinta Yuli Astuti, SP

dan puteri tersayang Fajrina Rizqi Riyadi, ibu/bapak, serta seluruh keluarga yang

senantiasa memberikan doa dan pengertian kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa isi tesis ini masih jauh dari sempurna. Namun

demikian, penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi pada umumnya.

Bogor, Agustus 2006

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Brati, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Jawa

Tengah pada tanggal 6 Februari 1974. Penulis merupakan anak keempat dari enam

bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Riyadi dan Ibu Sarinah.

Pendidikan SD, SMP dan SMA diselesaikan penulis di kota kelahiran,

masing-masing pada SDN 01 Brati Kecamatan Kayen (1988), SMPN 01 Kayen (1991), dan

SMAN 01 Pati (1994). Penulis masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 1994

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 1998 penulis

menyelesaikan pendidikan program sarjana pada Program Studi Kedokteran Hewan.

Pendidikan profesi dokter hewan penulis selesaikan dari perguruan tinggi yang sama

pada tahun 2000. Tahun 2002 penulis melanjutkan studi pada Program Magister

Sains, Program Studi Biologi Reproduksi Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa

dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,

Departemen Pendidikan Nasional.

Sejak tahun 2000 penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Bagian

Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas

Kedokteran Hewan - Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB). Pada tahun 2003 penulis

menikah dengan Yuli Astuti, SP dan dikaruniai seorang putri Fajrina Rizqi Riyadi.

Selama menjadi staf pengajar di FKH-IPB penulis pernah mengikuti berbagai

kegiatan akademik baik di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan tersebut antara

lain: Instruktur pada pelatihan tenaga lapangan untuk IB, PKB dan ATR di Dinas

Pertanian Kabupaten Blora Jawa Tengah (2001-2002), Instruktur pada Pelatihan

Pengolahan Semen untuk Program IB pada Sapi di Kabupaten Blora (November

2003), peserta pada Pelatihan Pemahaman Buku Ajar Perguruan Tinggi yang diadakan

oleh Dikti Depdiknas (Bandung, Oktober 2004), peserta pada Workshop on Semen

Processing and Artificial Insemination di BIB Bali (Asia Link Project, Agustus 2005),

peserta pada Short Course and Symposium on Spermatology and Reproductive

Biotechnology di Swedish University of Agricultural Sciences - Swedia (Asia Link

Project, November 2005), dan peserta pada Training Course and Symposium on

Swamp Buffalo Reproduction and Reproductive Biotechnology di Chulalongkorn

(9)

DAFTAR ISI

Bangsa, Populasi dan Manfaat Kuda di Indonesia ... 5

Anatomi-Fisiologi Organ Reproduksi Kuda Jantan ... 7

Koleksi Semen Kuda ... 9

Fisiologi Semen Kuda ... 10

Evaluasi Semen dan Dosis Inseminasi Buatan ... 15

Pengolahan Semen dan Pengaruhnya terhadap Spermatozoa ... 17

Karbohidrat di dalam Media Pengencer ... 21

Kuning Telur di dalam Media Pengencer ... 22

Pengencer Dimitropoulos (DV) ... 24

Daya Tahan Spermatozoa dalam Semen Segar ... 29

Kualitas Semen Cair dalam Pengencer Dimitropoulos yang Disuplementasi dengan Fruktosa, Trehalosa atau Rafinosa ... 29

Kualitas Semen Cair dengan Konsentrasi Spermatozoa Berbeda .... 30

Parameter yang Diamati ... 31

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

Karaktersitik Sifat Fisik Semen Segar ... 32

Daya Tahan Spermatozoa dalam Semen Segar ... 38

Kualitas Semen Cair dalam Pengencer Dimitropoulos yang Disuplementasi dengan Fruktosa, Trehalosa atau Rafinosa ... 43

(10)

SIMPULAN DAN SARAN ... 57

Simpulan ... 57

Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perkembangan populasi kuda di Indonesia dan lima provinsi dengan

populasi terbesar (tahun 1995, 1997, 1999, 2001 dan 2003)…... 6

2. Kisaran normal parameter evaluasi semen segar kuda ... 16

3. Pengaruh jenis pengencer terhadap motilitas spermatozoa kuda pada suhu 5 o C ... 18

4. Komposisi bahan kimia di dalam kuning telur ayam ... 23

5. Komposisi dasar bahan pengencer Dimitropoulos ... 25

6. Data identitas hewan percobaan ... 26

7. Suplementasi fruktosa, trehalosa atau rafinosa dalam pengencer Dimitropoulos ... 30

8. Perlakuan semen cair dengan konsentrasi spermatozoa berbeda ... 31

9. Karakteristik sifat fisik semen segar kuda ... 32

10. Presentase spermatozoa motil progresif dan presentase hidup semen segar pada suhu ruang dan 4-6 o C ... 39

11. Penurunan presentase spermatozoa motil progresif semen segar pada suhu ruang dan 4-6 o C ... 49

12. Presentase motilitas dan hidup semen cair dalam pengencer DV yang disuplementasi dengan fruktosa, trehalosa atau rafinosa pada suhu ruang ... 45

13. Presentase motilitas dan hidup semen cair dalam pengencer DV yang disuplementasi dengan fruktosa, trehalosa atau rafinosa pada suhu suhu 4-6 o C ... 46

14. Presentase motilitas dan hidup semen cair dalam pengencer DV + fruktosa 50 mM dengan konsentrasi berbeda pada suhu ruang ... 51

15. Presentase motilitas dan hidup semen cair dalam pengencer DV + fruktosa 50 mM dengan konsentrasi berbeda pada suhu ruang ... 52

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skematis organ reproduksi kuda jantan ... 8

2. Tiga model dasar vagina buatan kuda ... 10

3. Ilustrasi spermatozoa dengan bagian-bagiannya ... 11

4. Jalur metabolisme glukosa dan fruktosa di dalam sel spermatozoa ... 14

5. Skematis hubungan proses metabolisme sel dan peroksidasi asam lemak ... 20

6. Pengaruh pendinginan dan pemanasan terhadap membran spermatozoa ... 20

7. Rangkaian alur seluruh tapan penelitian ... 27

8. Spermatozoa hidup dan mati dengan pewarnaan eosin-negrosin 2% ... 35

9. Beberapa bentuk abnormalitas pada spermatozoa kuda ... 37

10. Jenis dan presentase abnormalitas primer pada spermatozoa kuda ... 37

11. Jenis dan presentase abnormalitas sekunder pada spermatozoa kuda ... 37

12. Grafik penurunan motilitas dan presentase hidup semen segar pada suhu ruang dan suhu 4-6 o C ... 40

13. Grafik penurunan motilitas semen cair dalam pengencer DV yang disuplementasi dengan fruktosa, trehalosa atau rafinosa pada suhu ruang ... 47

14. Grafik penurunan spermatozoa hidup semen cair dalam pengencer DV yang disuplementasi dengan fruktosa, trehalosa atau rafinosa pada suhu ruang ...47

15 Grafik penurunan motilitas semen cair dalam pengencer DV yang disuplementasi fruktosa, trehalosa atau rafinosa pada suhu 4-6 oC ... 49

16. Grafik penurunan presentase hidup semen cair dalam pengencer DV yang disuplementasi fruktosa, trehalosa atau rafinosa pada suhu 4-6 o C ... 49

17. Grafik penurunan motilitas dan spermatozoa hidup semen cair dengan konsentrasi spermatozoa berbeda pada suhu ruang ... 52

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Pembuatan pengencer Dimitropoulos (DV)... 64

2. Metode pewarnaan diferensial eosin-negrosin untuk evaluasi hidup-mati dan abnormalitas spermatozoa ... 65

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan sektor peternakan akhir-akhir ini mendapat perhatian serius dari

pemerintah dan seluruh masyarakat seiring dengan peningkatan kebutuhan sumber

protein hewani (daging dan susu). Hal ini karena hingga saat ini produksi daging dan

susu dalam negeri sulit memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, perlu

dikembangkan ternak alternatif misalnya kuda, disamping peternakan yang sudah ada

seperti sapi, kambing dan unggas. Peternakan kuda di Indonesia belum mendapatkan

perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat. Bahkan perkembangbiakannya

masih mengandalkan perkawinan alam, sehingga populasinya terus menurun.

Sebenarnya, ternak kuda dapat dimanfaatkan sebagai sarana transportasi,

sarana olahraga, sarana hiburan, hewan kesayangan, serta sumber protein hewani

(daging dan susu). Di sekitar Yogyakarta dan Jawa Tengah cukup banyak masyarakat

mengkonsumsi daging kuda sebagai sumber protein hewani karena diyakini dapat

menghilangkan pegal linu, mempertinggi daya tahan tubuh, dan menambah vitalitas

pria (Putro 2003). Sementara itu, susu kuda liar (kuda Sumbawa) sudah lama

dikonsumsi oleh masyarakat karena diyakini bisa menyembuhkan kanker, bronkhitis,

tipus dan menambah stamina pria. Susu kuda Sumbawa terbukti mempunyai aktivitas

antimikroba paling baik diantara semua kuda di Indonesia (Hermawati 2003).

Hingga tahun 2003, di Indonesia terdapat 11 jenis kuda lokal, yaitu kuda

Gayo, kuda Batak, kuda Jawa, kuda Priangan, kuda Sulawesi, kuda Lombok, kuda

Bali, kuda Sumbawa, kuda Sandel, kuda Flores dan kuda Timor (Sudarjat 2003).

Namun demikian, populasi kuda terus mengalami penurunan yang diduga terkait

dengan tingginya angka pemotongan yang didorong oleh kesulitan ekonomi peternak

dan rendahnya angka kelahiran.

Usaha untuk meningkatkan populasi ternak kuda di Indonesia perlu terus

dilakukan, diantaranya dengan penerapan teknologi reproduksi inseminasi buatan

(IB). Saat ini, IB pada kuda telah dilakukan secara terbatas menggunakan semen beku

impor. Adanya Balai IB, balai/pusat penelitian bidang peternakan dan perguruan

tinggi, potensi kuda lokal dapat lebih dikembangkan melalui teknik IB. Pelaksanaan

(15)

Pelaksanaan IB dengan semen cair terbukti mempunyai fertilitas lebih tinggi dan lebih

murah daripada semen beku (Morel 1999). Squires dan Pickett (1986) mendapatkan

angka kebuntingan IB dengan segar, cair dan beku masing-masing adalah 76%, 65%

dan 56%.

Keberhasilan IB memerlukan semen yang berkualitas baik. Oleh karena itu,

proses pengolahannya perlu perhatian serius karena karakteristik semen kuda berbeda

dengan semen ternak lainnya. Semen kuda terdiri atas tiga fraksi, yaitu fraksi

pra-spermatozoa, fraksi kaya-spermatozoa dan fraksi pasca-spermatozoa (Allen 1988,

Morel 1999). Semen kuda mempunyai volume banyak dengan konsentrasi rendah.

Plasma semen, karena kandungan natrium yang tinggi diduga berpengaruh negatif

pada saat pengolahan, pendinginan atau pembekuan (Morel 1999). Untuk itu perlu

dilakukan pembuangan plasma semen, yang biasa dilakukan dengan sentrifugasi.

Pemrosesan semen kuda membutuhkan media pengencer yang spesifik, yang

seharusnya mengandung sumber energi, buffer, bahan anti cold shock, isotonik dengan

plasma semen, mengandung mineral tertentu yang seimbang, isotermal dengan semen

dan mengandung antibiotik. Toelihere (1979b) dan Morel (1999) menyatakan bahwa

sumber karbohidrat yang banyak digunakan pada preservasi semen kuda adalah

glukosa, sedangkan pada ternak lain adalah fruktosa. Namun demikian, penambahan

disakarida dan oligosakarida dalam media pengencer pada semen beberapa ternak

mampu mempertahankan kualitas semen cair maupun semen beku (Yildiz et al. 2000).

Penambahan trehalosa yang dikombinasikan dengan EDTA pada pembekuan semen

domba dilaporkan dapat meningkatkan persentase spermatozoa motil dibandingkan

dengan menggunakan fruktosa (Aisen et al. 2000).

Penentuan jenis karbohidrat sebagai sumber energi sekaligus sebagai

pelindung spermatozoa terhadap suhu rendah (anti-cold shock) menjadi penting

karena karbohidrat yang sesuai akan meningkatkan daya simpan spermatozoa. Di

samping itu, kualitas dan daya tahan semen cair selain dipengaruhi kualitas semen

segar dan media pengencer juga ditentukan oleh teknik pengolahan dan konsentrasi

semen cair. Hal ini karena metabolisme spermatozoa selama penyimpanan sangat

mempengaruhi daya tahannya (Toelihere 1979b).

Untuk itu pada penelitian ini ingin diketahui daya tahan simpan spermatozoa

(16)

digunakan di Eropa yaitu Dimitropoulos (DV) yang disuplementasi dengan fruktosa,

trehalosa dan rafinosa. Mengingat peternakan kuda di Indonesia tersebar di beberapa

daerah dan biasanya jauh dari perkotaan, maka penyimpanan semen pada suhu ruang

(26-28 o

C) dan lemari es (4-6 o

C) diharapkan memberi gambaran transportasi semen

dari tempat pengolahan ke peternak. Selanjutnya ingin diketahui daya simpan semen

pada konsentrasi spermatozoa berbeda, yang berkaitan dengan dosis dan volume IB.

Kerangka Pemikiran

Untuk menghasilkan semen cair dengan kualitas baik perlu dikembangkan

metode pengolahan dan bahan pengencer yang sesuai. Karbohidrat merupakan salah

satu komponen penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi spermatozoa selama dalam

penyimpanan. Pada penelitian ini akan dicobakan pengencer DV yang berbahan dasar

kuning telur, buffer Na-sitrat dan sumber energi berupa glukosa dan fruktosa.

Glukosa dan fruktosa merupakan monosakarida yang biasa dijumpai di dalam plasma

semen, dan umum ditambahkan ke dalam pengencer semen pada berbagai ternak.

Sedangkan trehalosa (disakarida) dan rafinosa (oligosakarida) dilaporkan dapat

berperan pada stabilitas membran plasma karena berfungsi sebagai krioprotektan

ekstra-seluler (anti-cold shock), disamping sebagai sumber energi. Oleh karena itu,

pada penelitian ini dilakukan suplementasi fruktosa, trehalosa atau rafinosa ke dalam

DV. Senyawa buffer yang baik akan mempertahankan pH media relatif tidak berubah.

Kuning telur sering ditambahkan ke dalam pengencer karena peranan lesitin dan

lipoprotein yang dikandungnya sebagai anti-cold shock. Dosis pengenceran semen

cair terkait dengan dosis inseminasi perlu diketahui untuk mendapatkan angka

kebuntingan yang tinggi pada program IB. Penyimpanan semen pada suhu ruang

(26-28 o

C) dan lemari es (4-6 o

C) diharapkan memberi gambaran transportasi semen dari

(17)

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari metode produksi

semen cair yang aplikatif di lapangan dengan kualitas baik. Secara rinci, tujuan

penelitian adalah :

1. Mengetahui karakteristik ejakulat (semen segar) kuda

2. Mengetahui daya tahan simpan spermatozoa (semen segar) pada suhu ruang

(26-28 o

C) dan suhu lemari es (4-6 o

C).

3. Menentukan suplementasi karohidrat dalam pengencer dimitropoulos yang terbaik

pada semen cair yang disimpan pada suhu ruang dan lemari es.

4. Menentukan konsentrasi spermatozoa terbaik pada semen cair menggunakan

pengencer dimitropolous pada suhu ruang dan lemari es.

Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan akan dihasilkan metode pengolahan semen cair

kuda (preservasi) yang tepat sehingga aplikasi IB pada kuda dapat dioptimalkan

dengan semen cair untuk meningkatkan populasi dan kualitas kuda di Indonesia.

Apabila IB dilakukan kepada kuda betina lokal menggunakan semen cair dari kuda

impor (ras), maka secara tidak langsung program up grading telah dijalankan.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

1. Penyimpanan semen segar di dalam lemari es (4-6 o

C) akan menurunkan kualitas

dan daya tahan spermatozoa kuda dibandingkan dengan suhu ruang (26-28 o

C).

2. Suplementasi fruktosa, trehalosa dan rafinosa dengan konsentrasi optimal dapat

memperbaiki kualitas semen cair kuda dalam pengencer Dimitropoulos.

3. Daya tahan semen cair kuda dengan konsentrasi spermatozoa lebih rendah akan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Bangsa, Populasi dan Manfaat Kuda di Indonesia

Secara zoologis kuda termasuk pada ordo Perissodactyla, famili Equidae,

genus Equus, dan spesies Equus caballus (Radiopoetra 1977). Berdasarkan

asal-usulnya ada dua atau tiga jenis kuda yang memberikan kontribusi pada kuda yang

didomestikasikan saat ini, yaitu kuda liar (Equus przewalskii), keledai (Equus mullus)

dan zebra (Equus burchelli) (Soehadji 2003).

Menurut Bongianni (1995) terdapat 178 jenis kuda yang tesebar di seluruh

dunia dan 6 diantaranya terdapat di Indonesia, yaitu kuda Timor, Bali, Sandalwood,

Jawa, Batak dan Sumba-Sumbawa. Sedangkan menurut Sudarjat (2003), ada 11 jenis

kuda lokal Indonesia yaitu kuda Gayo, Batak, Jawa dan Bali, Priangan, Sulawesi,

Lombok, Sumbawa, Sandel, Flores dan Timor. Namun demikian, menurut

Soehardjono (1990) sampai tahun 1920-an sebenarnya terdapat 13 jenis kuda lokal

Indonesia, yaitu kuda Makasar, Gorontalo dan Minahasa, Sumba, Sumbawa, Bima,

Flores, Savoe, Roti, Timor, Sumatera, Bali, Lombok, dan Kuningan. Kuda Sumatera

terdiri atas empat jenis yaitu kuda Padang, Batak, Agam dan Gayo.

Populasi kuda di Indonesia terus mengalami penurunan. Pada tahun 1997

populasi kuda mencapai 582 300 ekor, sedangan tahun 2003 sekitar 452 900 ekor

(Tabel 1). Rata-rata penurunan populasi kuda di Indonesia dari tahun 1997 sampai

dengan 2003 adalah sekitar 22.20% (3.7% per tahun). Penurunan tersebut diduga

terkait dengan tingginya angka pemotongan yang didorong oleh kesulitan ekonomi

peternak, pengafkiran oleh berbagai sebab, dan rendahnya angka kelahiran.

Kuda banyak dimanfaatkan sebagai hewan pacu, olahraga polo, permainan

dalam sirkus, penarik kereta, penarik beban, tenaga pertanian, kepentingan militer

(kaveleri), pariwisata, serta sumber daging dan susu (Hermawati 2003, Putro 2003,

Sudarjat 2003). Susu kuda, karena kandungan kalsium, lisozim dan protein relatif

tinggi, sedangkan kandungan lemak dan kolesterol relatif rendah dipercaya dapat

meningkatkan kesehatan orang tua, orang dalam proses penyembuhan penyakit, dan

anak balita yang sering mengalami gangguan pencernaan (Soedarwanto et al. 1998).

Susu kuda liar (kuda Sumbawa) sudah lama dikonsumsi masyarakat karena diyakini

(19)

menambah stamina pria. Di samping itu, susu kuda Sumbawa terbukti mempunyai

aktivitas antimikroba, paling baik diantara semua jenis kuda yang ada di Indonesia

(Hermawati 2003). Beberapa bakteri yang peka terhadap susu kuda Sumbawa antara

lain adalah Salmonella typhymurium, Staphylococcus aureus, Vibrio cholera,

Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, dan Bacillus subtilis.

Tabel 1. Perkembangan populasi kuda di Indonesia dan lima provinsi dengan populasi terbesar (tahun 1997, 1999, 2001 dan 2003)

No Provinsi Tahun (ekor) Keterangan : *) data sampai dengan akhir Mei 1999; (-) tidak ada data

(...) angka dalam kurung adalah jumlah pemotongan Sumber : a [Ditjennak Deptan dan Asohi](1999) (diolah)

b BPS (2001) (diolah) c BPS (2003) (diolah)

Daging kuda sebagai sumber protein hewani dikonsumsi oleh masyarakat di

beberapa daerah di Indonesia. Di beberapa wilayah di Yogyakarta dan Jawa Tengah

terdapat komunitas yang biasa mengkonsumsi daging kuda (Putro 2003). Hal ini

karena daging kuda diyakini mempunyai banyak manfaat, diantaranya adalah dapat

menghilangkan pegal linu, mempertinggi daya tahan tubuh, menambah vitalitas pria,

menyembuhkan gatal-gatal dan eksim, serta menyembuhkan sesak nafas dan batuk.

Namun, selain kadar lemak yang relatif lebih rendah (kuda 2.5%, sapi 1.5-13%) dan

protein yang relatif lebih tinggi (kuda 20%, sapi 16-22%), sesungguhnya kualitas

(20)

Anatomi-fisiologi Organ Reproduksi Kuda Jantan

Organ reproduksi kuda jantan terdiri atas organ kelamin primer (testis),

epididimis, kelenjar pelengkap yang terdiri atas ampulla, vesikularis (vesica

seminalis), prostat, bulbouretralis (Cowper’s), dan organ kelamin luar (penis)

(Gambar 1) (Morel 1999).

Testis. Testis kuda terdapat sepasang dan berada pada bagian luar badan, dengan sumbu memanjang horisontal. Testis berbentuk oval dengan ukuran panjang

7.5-12.5 cm, lebar sekitar 4 cm dan tinggi 4-7 cm, dengan berat 150-170 g (Hafez &

Hafez 2000, Peter 2005). Pada Thoroughbred ukuran panjang, lebar dan tinggi testis

rata-rata adalah 10 cm, 6 cm, dan 5 cm, dan berat 300-350 g (Allen 1988). Ukuran ini

dapat meningkat sampai pertumbuhan maksimal, yaitu sekitar umur 5 tahun.

Testis berfungsi sebagai organ endokrin yang menghasilkan hormon (terutama

testosteron) dan tempat spermatogenesis (di tubuli seminiferi). Testis berada pada

bagian luar badan agar dapat mengatur suhunya 35-36 o

C (sekitar 3 o

C di bawah suhu

tubuh), sehingga spermatogenesis berlangsung optimal. Selama dalam kandungan

induk, testis terdapat pada ruang abdomen dekat ginjal dan akan turun masuk ke

dalam skrotum melalui canalis inguinalis dalam waktu 1-3 minggu setelah lahir

(Hafez 2000), atau hari ke-315 kebuntingan sampai dengan 2 minggu setelah lahir

(Peter 2005). Testis kuda yang menetap di dalam ruang abdomen (bila keduanya

disebut cryptorchid, bila salah satu disebut monorchid) mungkin tetap menghasilkan

spermatozoa, tetapi jumlahnya berkurang atau abnormalitasnya tinggi (Peter 2005).

Epididimis. Epididimis melekat pada bagian atas testis dengan kepala (caput), badan (corpus) dan ekor (cauda) epididimis terletak pada bagian depan, atas dan

belakang (Morel 1999, Peter 2005). Bagian kepala epididimis berhubungan dengan

beberapa saluran dari rete testis. Pada bagian ujung epididimis saluran-saluran kecil

tadi bergabung menjadi satu membentuk saluran tunggal yang disebut vas deferens.

Epididimis berperan di dalam pematangan (bagian kepala dan badan) dan

penyimpanan spermatozoa (bagian ekor), sehingga spermatozoa menjadi lebih motil

dan fertil (Hafez 2000).

Vas deferens. Vas deferens merupakan kelanjutan dari epididimis, dengan ukuran panjang 25-30 cm dan diameter 4-5 mm (Morel 1999). Pada bagian akhir yang

(21)

ternak lain fungsi vas deferens pada kuda lebih kompleks, terutama bagian yang

berdekatan dengan epididimis, dimana pada mukosanya terdapat banyak lipatan,

sehingga memperluas permukaan untuk penyimpanan spermatozoa. Vas deferens

memasuki ruang abdomen melalui canalis inguinalis, dan selanjutnya menyalurkan

spermatozoa ke uretra.

Gambar 1. Skematis organ reproduksi kuda jantan (Morel 1999)

Kelenjar pelengkap (accessory glands). Terdapat empat kelenjar pelengkap yaitu ampula, vesikularis (vesica seminalis), prostat dan bulbouretralis (Cowper’s)

(Morel 1999, Hafez 2000). Fungsi kelenjar tersebut bersama-sama menghasilkan

sebagian besar plasma semen. Ampula menghasilkan sekresi yang banyak

mengandung ergotionin, inositol, fruktosa dan asam sitrat. Kelenjar vesikularis

terdapat sepasang dan berlobus, menghasilkan sekresi yang banyak mengandung

kalium dan asam sitrat. Sekresi kelenjar vesikularis merupakan komponen terbanyak

dari plasma semen dan fraksi gel. Kelenjar prostat terdapat satu yang terdiri dari dua

lobus, menghasilkan sekresi seperti air, encer, pH asam dan banyak mengandung musculus ischiocavernosus

anus

ampula

vesikularis

bulbourethralis

ligamen suspensorius prostat

akar penis

musculus retractor penis musculus bulbospongiosa testis

corpus cavernosus

coprus cavernosus urethra

prosesus dorsalis glan penis arteri cranialis penis arteri pudenda eksterna canalis inguinalis

ginjal

(22)

protein, asam sitrat dan Zn. Kelenjar Cowper’s terdapat sepasang, menghasilkan

sekresi seperti air, encer dan banyak mengandung NaCl.

Penis. Penis dengan saluran uretra di dalamnya, merupakan organ kopulatoris (menyalurkan semen ke luar pada saat kopulasi). Penis terbagi atas bagian akar atau

pangkal (radix), badan (corpus) dan kepala (glans) penis. Pada posisi istirahat penis

terdapat di dalam dan dilindungi oleh preputium. Pada badan penis terdapat dua

corpora cavernosa, yang bagian bawah disebut corpus cavernosus uretra dan bagian

atas disebut corpus cavernosus penis (Morel 1999). Corpora cavernosa pada penis

kuda sangat besar (tipe musculocavernosum) sehingga pada saat ereksi penis nyata

bertambah besar karena cavernosa lebih banyak diisi darah dibandingkan dengan

hewan lain yang termasuk tipe fibroelastis, seperti sapi dan domba.

Koleksi Semen Kuda

Koleksi semen dari hewan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu

mengambil kembali ejakulat dari vagina (recovery), menggunakan vagina buatan,

elekroejakulator dan pengurutan (masase) (Sorenson 1979). Pada kuda, koleksi semen

umumnya dilakukan dengan menggunakan vagina buatan, karena semen yang

dihasilkan paling mendekati fisiologik. Alternatif lain adalah stimulasi manual dengan

merangsang penis menggunakan handuk yang dihangatkan pada suhu 45-50 o

C.

Kualitas semen yang dihasilkan bervariasi, tetapi jika dilakukan secara rutin akan

menimbulkan kebiasaan sehingga semen terkoleksi berkualitas baik (Morel 1999).

Saat ini banyak model vagina buatan digunakan dalam koleksi semen kuda.

Tetapi, pada dasarnya terdiri atas tiga model yaitu model Nishikawa, Cambridge dan

Missouri (Gambar 2) (Morel 1999). Pengembangan model vagina buatan diantaranya

menghasilkan tipe lebih kecil (tipe Colorado, INRA, Hannover dan Roanoke) dan

vagina buatan open ended yang memungkinkan untuk mengkoleksi semen hanya dari

fraksi kaya-spermatozoa.

Sebelum digunakan, vagina buatan disiapkan dengan memasang semua

komponen, memasukkan air hangat, memompakan udara dan mengolesi pelicin pada

bagian dalam. Suhu pada bagian dalam vagina buatan sebaiknya adalah sekitar 43-45

o

(23)

berapa lapis untuk menyaring ejakulat sehingga fraksi gel tidak ikut masuk. Hal ini

karena fraksi gel mempunyai efek tidak baik terhadap spermatozoa (Morel 1999).

Gambar 2. Tiga model dasar vagina buatan kuda: a) tipe Nishikawa, b) tipe Cambridge, dan c) tipe Missouri (Morel 1999).

Fisiologi Semen Kuda Spermatozoa

Semen merupakan cairan suspensi yang terdiri atas sel gamet jantan

(spermatozoa) dan cairan yang disekresikan oleh saluran reproduksi dan kelenjar

pelengkap (plasma semen). Spermatozoa sebagai hasil akhir proses spermatogenesis

merupakan sel yang berbentuk memanjang dengan bagian kepala sedikit pipih dan

ekor yang panjang (Garner & Hafez 2000) (Gambar 3). Untuk proses fertilisasi,

spermatozoa harus mempunyai cukup energi untuk pergerakan, protein dan senyawa

lain yang penting selama dalam saluran kelamin betina, dan plasma membran yang

baik sehingga dapat melakukan fertilisasi tepat waktu (Graham 1996a).

Kepala spermatozoa secara umum berbentuk oval, sedikit pipih, dan terdapat

nukleus yang mengandung kromosom (deoxyribonucleic acid = DNA) (Morel 1999).

Pada bagian ujung depan kepala ditutupi oleh akrosom, yaitu sebuah kantung tipis

dengan membran-ganda yang mengandung acrosin, hyaluronidase, dan enzim

hidrolitik lain yang berperan pada penembusan corona radiata dan zona pellucida

pada proses fertilisasi (Bearden & Fuquay 1997). Sedangkan bagian equatorial

(24)

berperan sebagai tempat yang mengawali proses penempelan dan penggabungan

membran spermatozoa dengan membran oosit selama proses fertilisasi (Morel 1999).

Ekor spermatozoa terdiri atas bagian leher (neck), tengah (midle), principal

dan ujung (end) (Garner & Hafez 2000). Bagian leher menghubungkan kepala dengan

ekor. Ekor spermatozoa mengandung serabut-serabut fibril (axial filament) yang

tersusun secara radial. Axial filament ini tersusun mulai dari sentriol atas dan berjalan

sampai dengan ujung ekor. Susunannya dari luar ke tengah adalah 9 filamen besar, 9

pasang filamen kecil dan 2 filamen kecil di pusat (Bearden & Fuquay 1997).

Serabut-serabut ini bertanggung jawab terhadap pergerakan spermatozoa. Pada middle piece

serabut-serabut tersebut diselubungi oleh mitokondria yang tersusun secara heliks

mengelilingi sumbu memanjang. Mitokondria merupakan tempat metabolisme yang

menghasilkan energi. Pada principal piece, serabut-serabut yang ada hanya 2 filamen

pusat dikelilingi 9 pasang filamen kecil. Sedangkan pada end piece hanya

mengandung 2 filamen pusat yang diselubungi membran.

(25)

Plasma Semen

Plasma semen merupakan fraksi cair dari semen, yang sebagian besar

disekresikan oleh kelenjar pelengkap. Secara umum, plasma semen mengandung

banyak senyawa kimia yang penting bagi spermatozoa dan proses reproduksi berupa

ion anorganik, ion organik dan sumber energi. Kandungan senyawa kimia (anorganik)

pada plasma semen bervariasi antar-individu, level testosteron, frekuensi ejakulasi

(perkawinan), fraksi semen terkoleksi dan musim (Morel 1999).

Ion-ion anorganik utama pada plasma semen adalah Na, Cl, Ca, Mg dan K.

Ion-ion tersebut penting untuk viabilitas spermatozoa, melalui peranannya dalam

menjaga integritas membran dan tekanan osmotik (Bearden & Fuquay 1997).

Sedangkan ion organik yang utama adalah bikarbonat yang berperan sebagai buffer

(mencegah penurunan pH semen).

Semen kuda diejakulasikan dalam 6-8 jets. Semen yang diejakulasikan terdiri

atas tiga fraksi yaitu fraksi pra-spermatozoa, kaya-spermatozoa dan

pasca-spermatozoa (Morel 1999). Fraksi pra-pasca-spermatozoa merupakan cairan yang bertindak

sebagai pelumas uretra sehingga membuang sisa urin, mikroba dan kotoran lain di

sepanjang uretra. Fraksi pra-spermatozoa berasal dari sekresi kelenjar Cowper’s,

prostat dan mungkin ampula yang keluar sebelum berkopulasi, dengan konsistensi

encer seperti air. Pada fraksi ini umumnya tidak ditemukan spermatozoa, atau banyak

yang sudah tua atau mati. Fraksi ini hanya sedikit mengandung ergotionin,

glycerylphosphoryl choline (GPC) dan asam sitrat, tetapi banyak mengandung NaCl.

Fraksi kaya-spermatozoa mengandung 80–90% spermatozoa dan 80-90% komponen

biokimia semen. Plasma semen terutama berasal dari kelenjar sepanjang epididimis,

ampula dan Cowper’s. Fraksi ini banyak mengandung ergotionin dan GPC, tetapi

rendah NaCl dan asam sitrat. Fraksi kaya-spermatozoa diejakulasikan dalam 3 jets

pertama ejakulasi. Fraksi pasca-spermatozoa disebut juga fraksi gel, sebagian besar

berasal dari sekresi kelenjar vesikularis. Kandungan spermatozoa dan ergotionin pada

fraksi ini sedikit, tetapi banyak mengandung kalium.

Pada semen kuda, plasma semen dianggap mempunyai efek negatif terhadap

spermatozoa selama penyimpanan pada suhu dingin. Oleh karena itu, pemisahan

plasma semen perlu dilakukan untuk menghindari pengaruh negatif dari tingginya

(26)

pendinginan dan pembekuan (Morel 1999). Pemisahan plasma semen juga akan

membuang sebagian mikroba patogen yang ada (Pickett et al. 2005) dan

meningkatkan perlindungan terhadap kromatin spermatozoa (Love et al. 2002). Ini

ditunjukkan dengan semakin sedikit plasma semen yang tersisa dalam pengolahan

semen dalam berbagai jenis pengencer akan semakin tinggi motilitas spermatozoa.

Namun demikian, penambahan plasma semen dari kuda yang tahan pendinginan ke

kuda yang tidak tahan dapat meningkatkan motilitas dan keutuhan membran Aurich et

al. (1996). Hal ini kemungkinan terkait dengan konsentrasi kolesterol atau faktor

penghambat pelepasan kolesterol yang lebih tinggi pada plasma semen dari kuda yang

tahan pendinginan.

Metabolisme Spermatozoa

Mitokondria yang terdapat mengelilingi bagian midpiece spermatozoa

berperan di dalam metabolisme yang menghasilkan energi untuk pergerakan, dengan

bantuan berbagai enzim yang terdapat di dalamnya. Secara umum, sel spermatozoa

akan mengubah substrat menjadi energi melalui dua jalur, yaitu jalur glikolisis dan

jalur siklus Krebs. Pada kondisi an-aerob, spermatozoa akan mengubah glukosa,

fruktosa dan manosa menjadi energi dan asam laktat melalui jalur Embden-Meyerhof

(glikolisis) yang terjadi di dalam sitosol (Garner & Hafez 2000). Kondisi ini penting

bagi spermatozoa untuk bertahan hidup selama penyimpanan untuk keperluan

inseminasi buatan karena metabolisme anerobik berjalan lambat. Sedangkan pada

kondisi aerob, spermatozoa akan mengubah laktat atau piruvat hasil perombakan

fruktosa untuk menghasilkan karbon dioksida dan air melalui jalur siklus Krebs

(siklus asam sitrat) yang terjadi di dalam mitokondria (Mayes 1996, Mann 1964

dalam Morel 1999) (Gambar 4). Pada kondisi tanpa substrat eksogen, spermatozoa

akan menggunakan plasmalogen (glikolipid) membran sebagai sumber energi jangka

pendek (Garner & Hafez 2000).

Menurut Garner dan Hafez (2000), energi untuk motilitas spermatozoa berasal

dari perombakan adenosin trifosfat (ATP) di dalam membran mitokondria melalui

reaksi-reaksi penguraiannya menjadi adenosin difosfat (ADP) dan adenosin

monofosfat (AMP). Pengubahan ATP menjadi ADP menghasilkan energi sebanyak

(27)

Fosfatase

ATP + H2O ADP + H3PO4 + energi (7000 kalori/mol)

Perombakan glukosa atau fruktosa ekstraseluler menghasilkan 2 molekul ATP

melalui jalur glikolisis dan 36 ATP melalui siklus asam sitrat (Morel 1999) (Gambar

4). Pemanfaatan substrat ekstraseluler termasuk fosfolipid memenuhi 90% kebutuhan

energi spermatozoa, sedangkan sisanya berasal dari perombakan substrat intraseluler.

Pada sapi, 60% dari total ATP dipergunakan untuk pergerakan, sedangkan 40% ATP

untuk fosforilasi dan defosforilasi kembali dalam tahapan metabolisme.

Glukosa-6-fosfat Glukosa

Fruktosa-6-fosfat Fruktosa Kondisi an-aerob

(glikolisis)

Asam laktat (+ 2 ATP + 2H20)

(2 ATP = 14000 kalori)

Siklus asam sitrat : Kondisi aerob

CO2 + H2O (+ 36 ATP / 1 glukosa) atau

(+ 36 ATP / 1 fruktosa)

(36 ATP = 266000 kalori)

Sumber : Bearden dan Fuquay (1997) dan Morel (1999)

Gambar 4. Jalur metabolisme glukosa dan fruktosa di dalam sel spermatozoa

Sorbitol, GPC dan plasmalogen juga dapat dimetabolisme sebagai sumber

energi cadangan. Perombakan sorbitol dan GPC melalui jalur metabolisme yang mirip

dengan fruktosa dan glukosa, sedangkan plasmalogen (glikolipid) karena lebih bersifat

lipid melalui jalur metabolisme yang berbeda (Bearden & Fuquay (1997).

Proses metabolisme energi yang berlangsung dominan berbeda pada

(28)

metabolisme secara anaerobik, sedangkan pada spermatozoa kuda nampaknya lebih

banyak menjalani metabolisme secara aerobik untuk menghasilkan energi (Morel

1999). Asam laktat (sisa metabolisme anaerobik) dan CO2 (sisa metabolisme

anaerobik) dapat menurunkan pH media. Pada proses metabolisme aerobik akan

menghasilkan banyak hidrogen peroksida di dalam mitokondria, yang diketahui

mempunyai efek merusak membran plasma melalui peroksidasi asam lemak. Efek

peroksidasi asam lemak antara lain adalah menurunkan integritas membran, kerusakan

enzim, serta menurunkan motilitas dan daya tahan hidup. Di lain pihak, pada proses

metabolisme secara an-aerobik juga terbentuk asam laktat. Penumpukan asam laktat

akan menyebabkan penurunan pH media yang dapat berpengaruh pada motilitas dan

viabilitas spermatozoa.

Laju metabolisme spermatozoa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain suhu, pH, tekanan osmotik, konsentrasi spermatozoa, hormon, gas, cahaya, dan

anti-bakterial (Bearden & Fuquay 1997). Penurunan suhu, pH terlalu asam atau basa,

media tidak isotonik, dan adanya androgen dapat menurunkan laju metabolisme.

Peningkatan konsentrasi spermatozoa di atas konsentrasi ejakulat atau pengenceran

berlebihan menurunkan laju metabolisme spermatozoa. Peningkatan asam laktat dan

CO2 dapat menurunkan metabolisme, sedangkan peningkatan O2 meningkatkan

metabolisme. Intensitas cahaya berlebihan diketahui menurunkan metabolisme,

motilitas dan fertilitas spermatzoa. Antibakterial berperan menahan perkembangan

bakteri, sehingga pemanfaatan sumber energi oleh spermatozoa lebih optimal.

Evaluasi Semen dan Dosis Inseminasi Buatan

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kualitas semen yang dikoleksi, kadar

pengenceran dan jumlah betina yang dapat diinseminasi. Secara umum evaluasi semen

kuda dilakukan seperti pada semen ternak lain, yaitu evaluasi secara makroskopik dan

mikroskopik. Evaluasi secara makroskopik dilakukan untuk mengetahui volume,

warna, konsistensi dan pH semen. Sedangkan secara mikroskopik antara lain untuk

mengetahui motilitas, konsentrasi, persentase hidup, morfologi dan daya tahan simpan

(Tabel 2). Berdasarkan beberapa parameter tersebut dapat diputuskan apakah semen

(29)

Evaluasi secara makroskopik dilakukan untuk menduga kualitas semen

sebelum dievaluasi mikroskopik. Menurut Toelihere (1979b) semen kuda mempunyai

volume 60-100 mL, pH 7.4, warna putih terang sampai kelabu, dan konsistensi encer.

Semen kuda mempunyai motilitas sekitar 65%, konsentrasi (100-150) x 106

sel/mL,

dan morfologi normal sekitar 80%. Konsentrasi spermatozoa dapat dihitung dsengan

hemositometer atau spektrofotometer. Sedangkan evaluasi persentase hidup dan

morfologi spermatozoa dengan pewarna diferensial, misalnya eosin-nigrosin.

Tabel 2. Kisaran normal parameter evaluasi semen segar kuda

Parameter Nilai normal rata-rata

A* B*

Warna -- Putih pucat sampai

putih susu

Volume (dengan fraksi gel) (mL) 30 – 300 30-300 (60-70) Konsentrasi (x 106

sel/mL) 30 – 600 100-800

Morfologi normal (%) 65 di atas 50

Perbandingan hidup : mati 65 : 35

--Motilitas (progresif) (%) 40 di atas 50

berkaitan langsung dengan dosis IB. Sedikit berbeda dengan ternak lain, perhitungan

dosis IB pada kuda sedikit kompleks. Jumlah spermatozoa minimal yang

diinseminasikan dihitung dalam total spermatozoa normal motil (TNM = volume x

konsentrasi x % morfologi normal x % motilitas) (Colenbrander et al. 1992). Dosis

IB pada kuda setidaknya mengandung 300 x 106 TNM. Bahkan apabila semen harus

ditransportasi sekitar 5-6 jam (chilled semen), maka dosis perlu dinaikkan menjadi

600 x 106

TNM. Namun demikian, Jasko et al. (1992) dan Morel (1999) menyatakan

IB pada kuda cukup dengan dosis sekitar 250 x 106

spermatozoa motil progresif.

Untuk alasan jaminan fertilitas, semen beku dengan motilitas setelah thawing kurang

dari 25-30% sebaiknya tidak diinseminasikan (Pickett & Squires 1990, Colenbrander

(30)

Volume semen per dosis IB adalah sekitar 10-30 mL untuk semen segar, 30-60

mL untuk semen cair (chilled semen) dan 0.5-5.0 mL untuk semen beku (British

Equine Veterinary Association 1997 dalam Morel 1999). Namun demikian, Jasko et

al. (1992) berhasil mengoleksi embrio dengan hasil tidak berbeda nyata pada

inseminasi menggunakan semen cair dengan volume 10 dan 50 mL (konsentrasi 25 x

106

sel/mL). Dinyatakan juga bahwa pengenceran sampai dengan 5 x 106

sel/mL

sehingga semen terlalu encer dapat menurunkan fertilitas.

Pengolahan Semen dan Pengaruhnya terhadap Spermatozoa

Pengolahan semen dilakukan jika semen segar yang diperoleh berkualitas baik

yang ditandai dengan motilitas dan konsentrasi yang tinggi serta abnormalitas yang

rendah (Tabel 5). Permasalahan dalam pengolahan semen kuda adalah volume semen

yang tinggi dengan konsentrasi spermatozoa rendah, dan efek negatif dari plasma

semen. Oleh karena itu dalam pengolahan semen dilakukan sentrifugasi untuk

membuang plasma dan menggantikannya dengan bahan pengencer yang dapat

mempertahankan viabilitasnya. Beberapa kecepatan sentrifugasi yang sudah diteliti

tanpa banyak efek negatif adalah 400 g selama 9-15 menit, 350-450 g selama 12 menit

atau 2500-3000 rpm selama 10 menit (Morel 1999). Yang perlu diperhatikan adalah

semakin cepat dan semakin lama sentrifugasi mungkin dapat meningkatkan kerusakan

pada spermatozoa.

Untuk keperluan semen cair, setelah sentrifugasi pelet spermatozoa dilarutkan

menggunakan pengencer yang mengandung karbohidrat, buffer, lipoprotein sebagai

anti-cold shock, dan bakteristatik (antibiotika) (Garner & Hafez 2000). Karbohidrat

yang umum dipakai antara lain glukosa, fruktosa dan laktosa. Bahan buffer yang

sering ditambahkan adalah Tris dan Na-sitrat. Sedangkan bahan anti cold shock yang

sering ditambahkan untuk mencegah kerusakan spermatozoa akibat penyimpanan

pada suhu rendah adalah lipoprotein kuning telur atau lesitin kedelai. Berbagai bahan

pengencer yang telah digunakan dalam pengolahan semen kuda antara lain pengencer

berbahan dasar susu atau produk susu (misalnya E-Z Mixin, INRA 82 dan Kenney’s),

pengencer berbahan dasar Tris (misalnya Tris-Kuning telur), dan pengencer berbahan

(31)

Ijaz dan Ducharme (1995) meneliti berbagai jenis pengencer untuk mengetahui

kualitas (motilitas) semen cair kuda pada suhu 5 oC. Hasilnya pengencer INRA 82

mampu mempertahankan motilitas lebih baik dari dimitropoulos (DV), E-Mixin dan

Kenney’s hingga 96 jam penyimpanan (Tabel 3). Walaupun demikian, sampai dengan

48 jam penyimpanan motilitas spermatozoa dalam media INRA 82, dimitropoulos dan

E-Mixin tidak berbeda nyata. Sedangkan Singh et al. (1994) melaporkan bahwa

pengencer tris-fruktosa-kuning telur lebih baik dibandingkan dengan

tris-glukosa-kuning telur dan tris-laktosa-tris-glukosa-kuning telur dalam mempertahankan daya hidup

spermatozoa kerbau Murrah yang dibekukan. Namun demikian, pengencer

tris-laktosa-fruktosa lebih baik dibanding tris-fruktosa dan skim-fruktosa dalam

mempertahankan motilitas, persentase hidup, persentase membran plasma utuh dan

tudung akrosom utuh pada semen beku kerbau Lumpur (Amin, 1998).

Tabel 3. Pengaruh jenis pengencer terhadap motilitas spermatozoa kuda pada suhu 5 oC

Pengencer Motilitas (M%) (jam penyimpanan)

0 24 48 72 96

Dimitropoulos 74,7±9,1 56,0±7,7 40,7±8,3 28,6±9,9 13,1±16,0

INRA 82 74,8±3,0 67,0±4,2 58,4±9,8 61,1±8,2 56,1±4,6

Kenney’s 68,7±11,3 27,0±11,8 16,5±12,2 12,6±9,8 5,8±8,6

E-Mixin 72,7±8,3 47,0±7,1 49,1±6,1 47,9±6,8 40,5±8,5

Sumber : Ijaz dan Ducharme (1995)

Penyimpanan semen cair untuk preservasi seringkali mengalami kendala.

Penyimpanan pada suhu ruang menyebabkan spermatozoa cepat kehilangan sumber

energi, penurunan pH media karena penimbunan asam laktat sebagai sisa

metabolisme, perubahan penuaan dan pertumbuhan kuman (Toelihere 1979b). Di lain

pihak, penyimpanan pada suhu dingin dapat menekan metabolisme sehingga dapat

sumber energi, tetapi rentan terhadap efek cold shock (Brinsko et al. 2000). Oleh

karena penyimpanan spermatozoa kuda di bawah suhu 20 o

C sangat rentan terhadap

efek cold shock, maka perlu proses pendinginan secara perlahan dari 20 o

C sampai

dengan 5 o

C, yaitu sekitar 0.05 o

C/menit (Kayser et al. 1992) dan penambahan

senyawa anti-cold shock (Graham 1996a). Penyimpanan semen cair pada suhu rendah

yang terbaik adalah pada suhu 4-6 o

(32)

Kerentanan spermatozoa terhadap efek cold shock berkaitan dengan komposisi

asam lemak di dalam fosfolipid, dan kandungan kolesterol pada membran (White

1993). Semakin tinggi rasio asam lemak takjenuh (unsaturated fatty acids) terhadap

asam lemak jenuh (saturated fatty acids) dan semakin rendah kandungan kolesterol

pada struktur membran maka spermatozoa tersebut relatif lebih rentan terhadap efek

penyimpanan pada suhu dingin. Kandungan asam lemak takjenuh yang tinggi pada

kondisi aerob rentan terhadap reaksi peroksidasi yang menghasilkan radikal bebas

(anion superoksida), misalnya hydroxynonenal (White 1993). Pada spermatozoa kuda

dan sapi peroksidasi asam lemak terutama ditemukan pada daerah midpiece (Neild et

al. 2002). Efek peroksidasi pada spermatozoa domba, babi, kuda, manusia, kelinci

dan sapi menyebabkan kehilangan motilitas permanen, penghambatan fruktolisis dan

respirasi, serta kerusakan enzim intraseluler dan struktur membran plasma

(Hammerstedt 1993, White 1993). Di pihak lain, lesitin kuning telur yang

ditambahkan ke dalam media akan berikatan dengan membran sehingga membatasi

reaksi oksigen dengan asam lemak pada membran spermatozoa. Dengan demikian

akan mengurangi peroksidasi asam lemak dan pembentukan anion superoksida. Lebih

dari itu beberapa enzim intraseluler seperti peroksidase dan superoksida dismutase

dapat menyelamatkan sel dengan mengubah radikal bebas menjadi senyawa tidak

toksik, yaitu O2 dan H2O (Hammerstedt 1993) (Gambar 5).

Efek cold shock berkaitan dengan fase transisi fosfolipid, yaitu perubahan

bentuk dari cair (liqiud crystalline) ke bentuk gel (solid state) yang terjadi pada suhu

di bawah 20 oC (Kayser et al. 1992). Akibat perubahan bentuk fosfolipid diantaranya

adalah terjadi perubahan tatanan rantai asam lemak dan protein secara acak (berbeda

dari seharusnya) sehingga selektivitas membran menjadi menurun yang menyebabkan

ion-ion tertentu bebas masuk (Morel 1999). Akibat berkumpulnya asam lemak yang

tidak biasanya, dapat terbentuk formasi heksagonal-II sehingga pada tempat tertentu

terjadi kebocoran (Graham 1996a) (Gambar 6). Penyimpanan pada suhu dingin juga

dapat menyebabkan kehilangan fosfolipid substansial dari plasma membran

(33)

O2

Gambar 5. Skematis hubungan proses metabolisme sel dan peroksidasi asam lemak (Hammerstedt 1993)

Keterangan : A) Membran spermatozoa normal, B) Pendinginan 4oC, lipid tertentu (hitam) berkelompok mendekati fase transisi, protein berikatan dengan lipid yang tidak biasanya (putih), C) Pemanasan kembali ke suhu 37oC, interaksi lipid-lipid dan lipid-protein yang berbeda dari normal, D) Interaksi lipid-lipid oleh lipid yang secara normal berikatan dengan protein menyebabkan formasi heksagonal-II.

Sumber : Graham (1996a)

Gambar 6. Pengaruh pendinginan dan pemanasan terhadap membran spermatozoa metabolisme seluler

C D: pembentukan HEX-II, suhu 37 o

C

lipid menyukai konfigurasi bilayer

(34)

Karbohidrat di dalam Media Pengencer

Sebagai sumber energi selama dalam preservasi dan kriopreservasi, kedalam

media pengencer ditambahkan senyawa karbohidrat. Beberapa yang biasa

ditambahkan adalah monosakarida (glukosa dan fruktosa), disakarida (laktosa, sukrosa

dan trehalosa), dan oligosakarida (rafinosa).

Glukosa (C6H12O6)adalah heksosa, dimana gugus karbonil terdapat pada ujung

rantai (termasuk aldosa). Glukosa merupakan molekul karbohidrat yang berfungsi

sebagai sumber energi utama pada semua tipe sel organisme. Glukosa merupakan gula

pereduksi karena mempunyai gugus aldehid yang bebas (Girindra 1986). Fruktosa

(C6H12O6) adalah heksosa, dimana gugus kabonil tidak terdapat pada ujung rantai

(termasuk ketosa) (Girindra 1986). Fruktosa merupakan gula pereduksi, karena gugus

keton yang bebas. Gugus aldehid dan keton dapat direduksi secara kimia atau

enzimatis menjadi gula alkohol, misalnya sorbitol. Secara fisiologik fruktosa

ditemukan di dalam plasma semen yang merupakan sumber energi utama di dalam

metabolisme spermatozoa dari berbagai spesies (Morel 1999). Trehalosa (C12H22O11)

merupakan disakarida. Hidrolisis sempurna 1 molekul trehalosa akan menghasilkan 2

molekul glukosa. Trehalosa bukan merupakan gula pereduksi, karena 2 atom karbon

anomerik berikatan satu sama lain. Rafinosa (C18H32O16) merupakan oligosakarida.

Hidrolisis sempurna 1 molekul rafinosa akan menghasilkan masing-masing 1 molekul

glukosa, fruktosa dan galaktosa (Girindra 1986).

Toelihere (1979b), menyatakan bahwa fruktosa lebih mudah dimetabolisme

oleh spermatozoa dan umum ditambahkan kedalam pengencer semen cair maupun

semen beku pada berbagai ternak. Penambahan laktosa dengan konsentrasi 60 mM ke

dalam media pengencer tris dapat mempertahankan persentase motilitas, presentase

spermatozoa hidup, persentase membran plasma utuh dan persentase tudung akrosom

utuh setelah thawing dibandingkan dengan 0 mM dan 120 mM pada semen beku

domba Garut (Amin 2005). Sementara itu, Hartawan (2003) mencatat bahwa

penambahan laktosa (30 mM, 60 mM, dan 90 mM) kedalam media pengencer

tris-fruktosa-kuning telur tidak efektif dalam mempertahankan persentase motilitas,

persentase hidup dan persentase membran plasma utuh semen cair kambing Saanen.

Supriatna dan Pasaribu (1992) menyebutkan bahwa lipoprotein, sukrosa,

(35)

melindungi membran dari kerusakan selama penyimpanan pada suhu dingin dan

pembekuan. Namun demikian, nampak ada kecenderungan kespesifikan karbohidrat

diantara beberapa spesies. Penambahan disakarida dan oligosakarida dalam media

pengolahan semen selain berfungsi sebagai sumber energi juga berfungsi sebagai

kriprotektan ekstra-seluler (Suwarso 1999).

Kuning Telur di dalam Media Pengencer

Penambahan fosfolipid dan lipoprotein pada preservasi semen dapat

menstabilkan membran plasma, sehingga menjaga perubahan komposisi lipid

membran plasma selama penyimpanan dan pembekuan. Kuning telur (tanpa membran

vitelin) sering ditambahkan ke dalam media pengencer dan penyimpan spermatozoa.

Ketertarikan pada kuning telur dimulai sejak diketahui bahwa penurunan motilitas

spermatozoa setelah efek cold shock adalah karena kerusakan membran plasma, yang

diduga karena fosfolipid dan kolesterol yang hilang pada membran (White, 1993).

Kuning telur juga mempunyai sifat sebagai penyangga tekanan osmotik

sehingga spermatozoa lebih toleran terhadap lingkungan yang hipotonik atau

hipertonik (Burlee & Vadehra 1989 dalam Zeidler et al. 1994).Hal ini karena kuning

telur mengandung beberapa senyawa yang penting untuk kelangsungan hidup

spermatozoa selama penyimpanan (Tabel 4). Komposisi fosfolipid kuning telur

menurut Juneja et al. (1994) terdiri atas phosphatidylcholine (lesitin) 80.8%,

phosphatidylethanolamine 11.7%, lysophosphatidylcholine 1.9%, sphingomyelin

1.9%, serta lemak netral (nonpolar) dan bahan lain 3.7%.

Fraksi lipoprotein pada kuning telur yang berperanan aktif pada perlindungan

proses pembekuan adalah spesifik, misalnya lecithin untuk sperma sapi dan domba,

phosphatidyl serine atau phosphatidyl ethanolamine untuk sperma babi (Weitze &

Petzoldt 1992). Sedangkan untuk sperma kuda biasanya digunakan lipoprotein dari

susu skim atau gliserin.

Diduga komponen yang berperan aktif dalam melindungi membran

spermatozoa selama pembekuan adalah fraksi dengan berat jenis rendah, yaitu low

density lipoprotein (LDL) (Moussa et al. 2002). Low density lipoprotein menyusun

(36)

jenis 0.982 g/mL, molekulnya bulat (spherical) dengan diameter 17-60 nm, dan

mempunyai inti lipid (trigliserida nonpolar dan ester kolesterol) yang dikelilingi oleh

lapisan fosfolipid dan protein dimana bagian ujung polarnya kontak dengan aquous

phase (Mayes 1999, Moussa et al. 2002). Low density lipoprotein tersusun atas

85-90% lipid (69% trigliserida, 26% fosfolipid dan 5% kolesterol) dan 10-15% protein.

Selama proses pembekuan fraksi lipid dan protein membran spermatozoa

rusak sehingga perlu menambahkan lipid dan protein dari luar. Fosfolipid (LDL) dari

kuning telur dapat menggantikan beberapa komponen lipid dan protein yang hilang

atau rusak, dan dapat membentuk membran protektif menempel pada permukaan

membran selama pembekuan, sehingga menjaga konsentrasi Ca di dalam sel (White

1993, Moussa et al. 2002). Lesitin kuning telur yang berikatan dengan membran

plasma spermatozoa akan membatasi reaksi oksigen dengan asam lemak pada

fosfolipid membran, sehingga akan mengurangi terbentuknya anion superoksida

(radikal bebas) yang terbentuk akibat peroksidasi asam lemak (Hammerstedt 1993).

Penambahan fraksi LDL disarankan adalah 5-10% dari total volume media.

Pada konsentrasi kurang dari 5%, LDL tidak mampu melindungi efek cold shock

selama penyimpanan, sedangkan diatas 10% akan menurunkan berat jenis dan tekanan

osmotik media, sehingga mempunyai efek tidak baik terhadap spermatozoa. Dengan

asumsi kuning telur mengandung sekitar 50% bahan kering dan LDL menyusun 2/3

bagian dari bahan kering tersebut, maka 6-7% (w/v) LDL diperoleh dengan

penambahan 20% kuning telur pada media preservasi (Moussa et al. 2002).

Tabel 4. Komposisi bahan kimia di dalam kuning telur ayam

Komponen % berat Komponen % berat

air 47.5 komponen lemak (dari total lemak):

lemak 33.0 trigliserida 71-73

protein 17.4 kolesterol 4-6

karbohidrat (bebas) 0.2 fosfolipid 23-25 elemen anorganik 1.1 lecithin (dalam fosfolipid) 70-77 lain-lain 0.8 asam lemak C16-C18 : 99.5 makromolekul: saturated fatty acids 44 low density lipoprotein (LDL) 30.0 monounsaturated fatty acids 44 granul 12.0 polyunsaturated fatty acids 10.2

levitin 8.0

(37)

Pengencer Dimitropoulos

Pengencer dimitropoulos (DV) diperkenalkan oleh de Vires (1987) (Morel

1999). Dimitropoulos merupakan bahan pengencer berbahan dasar kuning telur

dengan buffer Na sitrat. Komposisi bahan penyusun pengencer dimitropoulos adalah

seperti pada Tabel 5. Ijaz dan Ducharme (1995) meneliti pengaruh dimitropoulos dan

pengencer lain (INRA 82, E-Mixin, dan Kenney’s) untuk mengetahui kualitas

(motilitas) semen cair kuda pada suhu 5 o

C. Hasilnya, sampai dengan 48 jam

penyimpanan motilitas spermatozoa dalam media dimitropoulos, INRA 82 dan

E-Mixin tidak berbeda nyata. Walaupun demikian, pada penyimpanan sampai dengan

96 jam pengencer INRA 82 mampu mempertahankan motilitas lebih baik daripada

dimitropoulos (DV), E-Mixin dan Kenney’s.

Manfaat kuning telur terhadap kualitas semen cair kuda juga pernah dilaporkan

oleh Jasko et al. (1992). Penambahan kuning telur sebanyak 4%, 8% dan 16% dari

volume media mampu meningkatkan motilitas semen cair dibandingkan dengan media

tanpa kuning telur, hingga 48 jam penyimpanan. Sedangkan Parlevliet et al. (1992)

menunjukkan bahwa penyimpanan semen cair dalam pengencer DV dan susu skim

pada suhu 20 o

C, hingga 18 jam memperlihatkan M% yang tidak berbeda nyata.

Namun demikian, setelah 42 jam penyimpanan pengencer DV memperlihatkan M%

nyata lebih baik daripada pengencer susu skim. Sebaliknya, penyimpanan pada suhu 5

oC menunjukkan pengencer susu skim mempunyai M% nyata lebih baik daripada

pengencer DV pada semua titik pengamatan.

Natrium sitrat sebagai buffer sebenarnya telah digunakan dalam menyusun

media oleh banyak peneliti. Salisbury et al. (1941) di dalam Toelihere (1979b)

berhasil menunjukkan manfaat Na sitrat pada pengenceran semen sapi, berdasarkan

daya tahan hidup dan fertilitasnya. Senyawa buffer yang sering digunakan dalam

media pengencer semen selain Na sitrat adalah Hepes, Na fosfat, Na bikarbonat dan

(38)

Tabel 5. Komposisi dasar bahan pengencer dimitropoulos (DV)

Bahan Komposisi

Larutan A :

Glukosa (g) 2.00

Fruktosa (g) 2.00

Aquades (mL) 100.00

Larutan B :

Na sitrat dihidrat (g) 2.00

Glisin (g) 0.94

Sulfanilamid (g) 0.35

Aquades (mL) 100.00

Kuning telur (mL) 20.00

Sumber : de Vires (1987) dalam Morel (1999)

Keterangan : 1. 100 mL DV dibuat dari : 30 mL larutan A, 50 mL larutan B dan 20 mL kuning telur

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sifat Fisik Semen Segar

Evaluasi terhadap karakteristik semen segar bertujuan untuk mengetahui

potensi reproduksi seekor pejantan. Selanjutnya akan diketahui apakah semen tersebut

layak diproses lebih lanjut menjadi semen cair atau semen beku. Dengan demikian

dapat diperkirakan jumlah betina yang dapat diinseminasi oleh seekor pejantan dalam

waktu tertentu. Seluruh pejantan pada penelitian ini menghasilkan semen segar

dengan kualitas cukup baik (Tabel 9). Data-data tersebut secara umum berada dalam

kisaran normal, sehingga semua semen segar dari ketiga pejantan layak diproses

menjadi semen cair.

Tabel 9. Karakteristik sifat fisik semen segar kuda

Karakteritik Rataan Kisaran

Volume (mL) 29.25±9.33 15-55

Warna putih keruh

-Konsistensi Encer

-pH 7.00±0.12 6.70-7.20

Motilitas (%) 67.08±9.08 35-75

Hidup (%) 77.89±6.46 52.20-82.70

Konsentrasi (106

/mL) 211.88±21.15 180-265

Total spermatozoa / ejakulat (109

) 6.28±2.45 2.93-12.93

Abnormalitas (%) : 27.26±4.64 19.23-37.49

• Primer (%) 6.21±1.18 2.02-14.57

• Sekunder (%) 21.02±2.58 13.43-33.97

Karakteristik Makroskopik

Secara keseluruhan semen segar kuda mempunyai rataan volume (tanpa fraksi

gel) sebesar 29.25±9.33 mL (berkisar 15-55 mL), berwarna putih-keruh, konsistensi

encer dan pH relatif netral dengan rataan 7.00±0.12 (berkisar 6.70-7.20). Volume

semen segar pada penelitian ini tidak berbeda dengan data Morel (1999) yang

menyebutkan bahwa volume semen dari kuda Thoroughbred adalah 28.3 mL (31.0

mL termasuk fraksi gel), Standarbred adalah 30.2 mL (33.3 mL termasuk fraksi gel),

Gambar

Gambar 1.  Skematis organ reproduksi kuda jantan (Morel 1999)
Gambar 2. Tiga model dasar vagina buatan kuda: a) tipe Nishikawa,                         b) tipe   Cambridge, dan c) tipe  Missouri (Morel  1999).
Gambar  3.  Ilustrasi spermatozoa dengan bagian-bagiannya (Graham 1996a)
Gambar 4.  Jalur metabolisme glukosa dan fruktosa di dalam sel spermatozoa
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industrib. dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah LDR, IPR, APB, NPL, IRR, PDN, BOPO, FBIR, ROA dan NIM secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan

mereka lakukan dan yang mereka alami terhadap fokus penelitian. Penelitian kualitatif memiliki karakteristik antara lain: ilmiah, manusia sebagai instrumen, menggunakan

Hasil dari penelitian pendahuluan akan dijadikan acuan untuk penelitian utama, pada penelitian pendahuluan didapatkan hasil bahwa pada perlakuan P2 dengan menggunakan

Hasil interpretasi tujuan Perpusda Kota XYZ dengan analisis CSF digunakan untuk mendefinisikan sasaran bisnis yang kemudian akan ditentukan aktivitas yang harus

Pada kontrol 6 bulan, tidak ada kegoyahan gigi, test vitalitas gigi dengan chlor ethyl menunjukkan gigi vital, dan pada pemeriksaan radiologi tampak gambaran radiolusen

Mengenai pengaruh kebudayaan terhadap budaya politik masyarakat Samin (Sedulur Sikep) dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan asli yang dipegang warga masyarakat Samin