• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN SKOR DESAKAN UNTUK MEROKOK PADA SISWA SMPN 1 KASIHAN, BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN SKOR DESAKAN UNTUK MEROKOK PADA SISWA SMPN 1 KASIHAN, BANTUL"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN SKOR DESAKAN UNTUK

MEROKOK PADA SISWA SMPN 1 KASIHAN, BANTUL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : FIRDA SEPTIAN

20120310045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

ARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN SKOR DESAKAN UNTUK

MEROKOK PADA SISWA SMPN 1 KASIHAN, BANTUL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : FIRDA SEPTIAN

20120310045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(3)

ii

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN SKOR DESAKAN UNTUK

MEROKOK PADA SISWA SMPN 1 KASIHAN, BANTUL

Disusun Oleh : FIRDA SEPTIAN

20120310045

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 4 Mei 2016

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

Dr. Oryzati Hilman, M.Sc.,CMF,PhD. dr. Iman Permana M.Kes, PhD NIK: 0508017002/173043NIK NIK :19700131201104173146

Mengetahui,

Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama :Firda Septian

NIM :20120310045 Program Studi :Pendidikan Dokter

Fakultas :Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 4 Mei 2016 Yang membuat pernyataan,

Tandatangan

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan hidayah-Nya sehingga pembuatan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dapat selesai sebagaimana yang diharapkan. Dalam proposal penelitian ini, penulis menyajikan informasi yang diharapkan dapat menambah wawasan para pembaca.

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan serta petunjuk dari berbagai pihak. Tak lupa, penulis mengucapkan terima kasih untuk dosen pembimbing dan orang tua serta keluarga yang telah memberi bantuan baik moral maupun materil.

Penulis sadar bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga penulisan. Semoga penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, 4 Mei 2016

(6)

v DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 10

1. Sejarah Rokok ... 10

2. Definisi Rokok ... 11

3. Perilaku Merokok ... 11

4. Kandungan Rokok ... 14

5. Efek terhadap Kesehatan ... 17

6. MPOWER ... 19

7. Metode pemberhentian Merokok (SEFT) ... 25

B. Kerangka Konsep ... 31

C. Hipotesis ... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 32

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

D. Cara Pengambilan Sample ... 35

E. Variabel Penelitian ... 35

F. Definisi Operasional... 35

G. Instrumen Penelitian... 36

H. Uji Validitas dan Reabilitas ... 36

I. JalannyaPenelitian ... 37

J. Analisis Data ... 38

K. Kesulitan Penelitian ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 41

(7)

vi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan TerapiSEFT dan EFT ... 26

Tabel 2 Two Group Pretest-Post Test Design... 32

Tabel 3. Waktu Penelitian ... 35

Tabel 4. Karakteristik Subyek Penelitianberdasarkan Usia pada Kelompok Terapi ... 42

Tabel 5.Karakteristik Subyek Penelitianberdasarkan Kelaspada Kelompok Terapi ... 43

Tabel 6. Karakteristik Subyek Penelitianberdasarkan Usia pada Kelompok Kontrol ... 43

Tabel 7. Karakteristik Subyek Penelitianberdasarkan Kelaspada Kelompok Kontrol ... 44

Tabel.8 Uji Noramalitas ... 45

Tabel.9 Nilai Rata-Rata Kelompok Terapi ... 45

Tabel. 10. Uji Wilcoxon ... 45

Tabel. 11. Uji Normalitas Pre-test... 46

Tabel. 12. Nilai Rata-Rata Kelompok Kontrol ... 46

Tabel. 13. Uji Wilcoxon ... 46

Tabel. 14. Perbandingan Komogorov-Smirnov& Sharpiro-Wilk ... 47

Tabel. 15. Perubahan skor antara terapi dan control ... 47

(9)
(10)

viii INTISARI

Latar belakang : Rokok adalah hasil olahan tembakau termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiama tabacuma, Nicotiama rustica dan spesies lainnya yang merupakan racun saraf potensial dan pada konsentrasi rendah dapat menimbulkan kecanduan. Menghentikan kebiasaan merokok bukanlah usaha mudah, salah satunya disebabkan karena kurangnya motivasi seseorang untuk berhenti merokok. Terapi SEFT (Spiritual, Emotional, Freedom, Technic) merupakan metode yang efektif untuk mengatasi fobia, kecemasan, depresi, gangguan stres pasca trauma, nyeri, dan kecenderungan orang terhadap konsumsi rokok.

Metode : Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design dengan menggunakan rancangan two group pretest-post test design with control group design. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas 7,8 dan 9 SMP Negeri 1 Kasihan, Bantul, Yogyakarta yang merokok sejumlah 40 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kuesioner perilaku merokok yang digunakan diadaptasi dari The Questionnaire of Smoking Urges (QSU)

Hasil :.Pada kelompok terapi terdapat penurunan rata-rata 11.4000, sedangkan pada kelompok control terdapat penurunan rata-rata 0.9412. Dari penelitian didapatkan hasil analisis dengan uji Wilcolxonp = 0.00 (p<0.05 ).

Kesimpulan : Dari hasil Wilcoxon terdapat penurunan kecenderungan perilaku merokok pada sampel setelah dilakukan terapi SEFT. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil post-test yang mengalami penurunan setelah dilakukan terapi SEFT tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terapi SEFT berpengaruh terhadap upaya berhenti merokok.

(11)

ix ABSTRACT

Background: Smoking Tobacco is processed including cigars or any other form that is generated from the plant Nicotiama tabacuma, Nicotiama rustica and other species that are a potential and nerve toxins in low concentrations can cause addiction. Stop the smoking habit is not easy business, one of which is caused due to a lack of motivation to quit smoking. SEFT method (Spiritual, Emotional, Freedom, Technic) is an effective method to overcome phobias, anxiety, depression, post traumatic stress disorder, pain, and the tendency of the people against the consumption of cigarettes.

Methods: this research uses quasi experimental design using draft two group pretest-post test design with control group design. The sample in this study are grade 7.8 and 9 SMP Negeri 1 pity, Bantul, Yogyakarta who smoked a number of 40 people who meet the criteria for inclusion and exclusion. The smoking behaviour questionnaire used was adapted from The Questionnaire of Smoking Urges (QSU)

Results: Group therapy there is a decrease in the average 11.4000, whereas in the control group there was a decrease in the average 0.9412. Analysis of results obtained from studies with test Wilcolxonp = 0.00 (p < 0.05).

Conclusion: the results of behavioral tendencies decrease Wilcoxon there smoking on SEFT therapy after a sample. It can be seen from the results of a post-test that experienced a decline after the SEFT therapy. Thus it can be concluded that the therapy effect on SEFT attempts to stop smoking.

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, yang dimaksud dengan

rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk

lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiama tabacuma, Nicotiama rustica

dan spesies lainnya. Selain itu, bisa juga dihasilkan dari sintesis yang

mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

Menurut Mangku Sitepoe, merokok adalah membakar tembakau yang

kemudian dihisap, baik menggunakan rokok maupun pipa. Temperatur pada

sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 90 derajat celcius untuk ujung

rokok dan 30 derajat celcius untuk ujung rokok yang terselip diantara bibir

perokok (Istiqomah, 2002).

Salah satu kebiasaan masyarakat saat ini yang dapat ditemui hampir di

setiap kalangan masyarakat adalah perilaku merokok. Rokok bukanlah suatu

hal yang baru dan asing lagi di masyarakat, baik itu laki-laki maupun

perempuan, tua maupun muda. Orang merokok mudah ditemui, seperti di

rumah, kantor, cafe, tempat-tempat umum, di dalam kendaraan, bahkan hingga

di sekolah-sekolah (Redaksi Plus, 2007).

Perilaku merokok merupakan perilaku yang merugikan, tidak hanya bagi

individu yang merokok tetapi juga bagi orang-orang disekitar perokok yang

(13)

2

kesehatan dan ekonomi. Dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia

yang dikandung rokok seperti nikotin, karbomonoksida, dan tar akan memacu

kerja dari susunan sistem saraf pusat dan sususan saraf simpatis. Sehingga

mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah. Juga

menstimulasi kanker dan berbagai penyakit lain seperti penyempitan

pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru, dan bronchitis

kronis (Kaplan et.al., 1993).

Hasil riset Darson menemukan bahwa sensitivitas ketajaman penciuman

dan pengecapan perokok berkurang dibandingkan dengan non-perokok. Sementara itu dari sisi ekonomi merokok pada dasarnya adalah “membakar

uang”, apalagi jika itu dilakukan oleh remaja yang belum mempunyai

penghasilan (Theodorus, 1994).

Menurut laporan World Health Organization (WHO) tentang konsumsi

tembakau dunia, angka prevalensi merokok di Indonesia merupakan salah satu

di antara yang tertinggi di dunia. Dengan 46,8 persen laki-laki dan 3,1 persen

perempuan usia 10 tahun ke atas yang diklasifikasikan sebagai perokok

(WHO, 2011). Jumlah perokok mencapai 62,8 juta, 40 persen di antaranya

berasal dari kalangan ekonomi bawah.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok

terbesar di dunia. Menurut data WHO, tahun 2012 persentase prevalensi

perokok pria yaitu 67% jauh lebih besar daripada perokok wanita yaitu 2,7%.

Diantara para perokok tersebut terdapat 56,7% pria dan 1,8% wanita merokok

(14)

perokok wanita yang merokok setiap hari (OECD, 2013). Diperkirakan

sebanyak seperempat perokok aktif akan meninggal pada usia 25 - 69 tahun

dan mereka kehilangan angka harapan hidup sekitar 20 tahun (Gajalakshmi

dkk., 2003).

Data Riset Kesehatan Dasar RI (2010) menunjukkan setiap hari ada 56

ribu perokok pemula pada kelompok umur 10- 64 tahun. Maka selama 540

hari masa penyesuaian yang diberikan pemerintah lebih dari 30 juta orang

telah menjadi perokok baru.

Ada berbagai alasan yang membuat seseorang merokok. Rosemary

mengatakan bahwa selain faktor adiktif dalam rokok, kebiasaan merokok di

kalangan mahasiswa dipicu oleh kondisi lingkungan yang mayoritas adalah

perokok. Kebiasaan merokok yang turun-temurun ditambah kurangnya

pemahaman akan bahaya rokok bagi kesehatan menjustifikasi perilaku

merokok mahasiswa. Pendapat lain dikemukakan oleh Smet mengatakan

bahwa seseorang merokok karena faktor-faktor sosio kultural seperti

kebiasaan budaya, kelas sosial, gengsi, dan tingkat pendidikan (Smet, 1994).

Menurut Oskamp dkk, individu mulai merokok dikarenakan pengaruh

lingkungan sosial seperti teman-teman, orang tua, dan media (Smet, 1994).

Pendapat tersebut didukung oleh Lewin (Komalasari dan Helmi, 2000) yang

menyatakan bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan

individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dalam

diri, juga disebabkan faktor lingkungan. Laventhal (Smet, 1994) juga

(15)

teman-4

teman (46%), seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%), dan orang tua

(14%).

Menghentikan kebiasaan merokok bukanlah usaha mudah terutama bagi

perokok di Indonesia. Hasil survei Lembaga Menanggulangi Masalah

Merokok (LM3). Sebanyak 66,2 persen perokok pernah mencoba berhenti

merokok tetapi tidak berhasil. Kegagalan ini disebabkan karena tidak tahu

caranya sebanyak 42,9 persen, 2,9 persen terikat sponsor rokok. Sedangkan

yang berhasil berhenti merokok disebabkan oleh kesadaran sendiri sebanyak

76 persen, 16 persen sakit, 8 tuntutan profesi.

Di Indonesia metode berhenti merokok belum banyak dikenal.

Kebanyakan berhenti merokok karena pengalaman orang lain. Metode

berhenti merokok yang dipakai di Indonesia selain dengan peraturan

pemerintah, biasanya menggunakan metode penyuluhan dan sekarang mulai

dikembangkan metode penyuluhan yang digunakan khusus bagi perokok yaitu

metode 5As (Ask, Advice, Assess, Assist, Arrange) (Rahayu, 2010).

Selain kedua metode di atas, terdapat juga metode hipnotis. Metode ini

digunakan karena mampu merubah perilaku orang secara setengah sadar tetapi

sukarela. Artinya, jika pada saat trance dia diberi intervensi oleh penghipnotis

bahwa merokok itu buruk dan dia harus berhenti, maka pada saat dia sadar

kembali, besar kemungkinan dia akan berhenti, sekalipun dia tidak tahu siapa

(16)

Saat ini terdapat metode yang relatif baru, yakni Spiritual, Emotional,

Freedom, Technic (SEFT).SEFT dikembangkan dari Emotional Freedom

Technique (EFT) yang digagas oleh Gary Craig (USA). Metode tersebut saat ini sangat populer di Amerika, Eropa, dan Australia sebagai solusi tercepat

dan termudah untuk mengatasi berbagai masalah fisik, emosi, serta untuk

meningkatkan performa kerja. Saat ini EFT telah digunakan oleh lebih dari

100.000 orang di seluruh dunia (Zainuddin, 2009).

Terapi SEFT merupakan metode baru dan masih dalam proses

eksperimental yang berkelanjutan. SEFT dapat diterapkan dalam berbagai

masalah/kasus seperti kecenderungan orang terhadap konsumsi rokok

(Zainuddin, 2009).

Setelah banyak dijelaskan tentang rokok diatas, bahwa rokok adalah

racun dan sesuatu yang membinasakan. Maka orang yang mengkonsumsi

rokok sama dengan orang yang meminum racun. Sedangkan

Allah SWT melarang manusia membunuh dirinya sendiri. Dalam Al-Qur’an

Surat An-Nisa ayat 29, Allah berfirman:

(17)

6

Melihat fenomena di atas, upaya untuk menurunkan kecanduan merokok

pada siswa yang dapat dilakukan salah satunya adalah terapi SEFT. Maka

peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh terapi SEFT (Spiritual

Emotional Freedom Technique) terhadap upaya menurunkan kecanduan merokok pada siswa SMP Negeri 1 Kasihan.

B. Perumusan Masalah

Bagaimana pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan skor desakan

untuk merokok pada siswa SMP?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk menilai pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan skor desakan

untuk merokok pada siswa SMP.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menilai gambaran penurunan skor desakan untuk merokok

siswa SMP sebelum diberikan terapi dengan terapi SEFT.

b. Untuk menilai gambaran penurunan skor desakan untuk merokok

sesudah diberikan terapi dengan terapi SEFT.

c. Untuk menilai perbedaan penurunan skor desakan untuk merokok

sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT.

d. Untuk menilai perbedaan penurunan skor desakan untuk merokok

siswa SMP yang telah dilakukan terapi SEFT dengan siswa SMP yang

(18)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Siswa SMP yang Merokok

Untuk menurunkan kecanduan merokok

2. Bagi Masyarakat dan Guru

Mendapatkan alternatif solusi untuk upaya berhenti merokok.

3. Bagi Ilmu Kedokteran

Memberikan bukti ilmiah untuk terapi SEFT dalam pengembangan ilmu

CAM (Complementary Alternatife Medicine). 4. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan terhadap terapi SEFT dalam

upaya berhenti merokok.

5. Bagi Pembuat Kebijakan

Menambah bukti ilmiah untuk membuat kebijakan terkait upaya berhenti

merokok.

E. Keaslian Penelitian

Penulis menemukan beberapa penelitian yang berhubungan dan telah

dilakukan sebelumnya adalah :

1. Ririn N Rahayu, (2010), dengan judul Pengaruh Metode 5As Terhadap

Sikap Merokok. Penelitian ini menggunakan rancangan experimental

design dengan pretest-postest control group design terhadap sikap berhenti merokok yaitu pada domain kognitif, domain afektif dan domain konatif.

Dari hasil peneltian ini terdapat peningkatan yang bermakna terhadap skor

(19)

8

kelompok kontrol (t= 4,284; p=0,000 (<0,05)). Peningkatan skor pada

domain kognitif(t=2,522;p=0,018 (<0,05)), domain afektif . (Z=-0,376;

p=-0,001 (<0,05)), dan domain konatif(Z=-4,189; p=0,000 (<0,05)).

2. Laila Komariah, (2012), dengan judul Efektivitas Spiritual Emotional

Freedom Technique (SEFT) Untuk Menurunkan Perilaku Merokok Pada

Mahasiswa. Penelitian ini menggunakan analisis Uji Mann-Whitney dan

Uji Wicolxon dengan desain penelitian yang digunakan adalah pretest post

test control group design. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta. Hasil dalam

penelitian ini menunjukkan ada penurunan perilaku merokok yang

signifikan pada mahasiwa yang diberikan SEFT. Hal tersebut berdasarkan

pada hasil analisis dengan uji Wilcolxon pada Kelompok Eksperimen yang

menunjukkan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh data (T) sebesar

0,025 (T<0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah SEFT efektif

untuk menurunkan perilaku merokok pada mahasiswa. Hal tersebut

berdasarkan taraf signifikansi yang diperoleh dari data (U) sebesar 0,00

(U<0,05) yang diperoleh dari Uji Mann-Whitney gain score pretest dan

posttest skala perilaku merokok pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Yang membedakan dengan peneliti adalah: apabila

pada penelitian ini menggunakan sampel Mahasiswa dari salah satu

Perguruan Tinggi Swasta yang ada di Yogyakarta, sedangkan penelitian

(20)

3. Rosita R, Suswardany DL, Abidin Z, (2012), dengan judul Penentu

Keberhasilan Merokok Pada Mahasiswa. Metode penelitian menggunakan

survei dengan pendekatan cross sectional pada mahasiswa Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sampel merupakan

perokok aktif atau pernah menjadi perokok aktif, yang dipilih dengan

menggunakan teknik Snowball Sampling. Uji statistik yang digunakan

adalah uji Chi Square dan dilanjutkan dengan uji Logistic Regresion.

Variabel lama merokok, alasan berhenti merokok, dan upaya berhenti

merokok dianalisis berdasarkan hasil Fisher Exact (two-sided). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor

frekuensi merokok (p=0,001; OR=5,181) dan faktor niat berhenti merokok

(p=0,001; OR=14,389) dengan keberhasilan berhenti merokok pada

mahasiswa FIK UMS. Tidak ada hubungan antara jumlah rokok

(p=0,158), lama merokok (p=0,093), alasan berhenti merokok (p=0,155),

dan faktor upaya berhenti merokok (p= 0,706) dengan keberhasilan

berhenti merokok. Simpulan penelitian adalah frekuensi merokok dan

faktor niat berhenti merokok berhubungan dengan keberhasilan berhenti

merokok pada mahasiswa. Yang membedakan dengan penelitian ini

adalah metode yang digunakan. Pada menelitian ini menggunakan metode

penelitian survei dengan pendekatan cross sectional pada mahasiswa.

Sedangkan peneliti menggunakan metode quasi eksperimental design

(21)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Sejarah Rokok

Pada tahun 1492 Masehi, Christoper Colombus sampai di Benua

Amerika. Colombus melihat Bangsa Indian memiliki kebiasaan

menghisap tembakau, terutama ketika melakukan ritual keagamaan.

Kemudian Colombus terpengaruh untuk mengikuti kebiasaan Bangsa

Indian tersebut. Setelah Colombus pulang ke Eropa, dia memperkenalkan

kebiasan tersebut. Sejak saat itu, para Bangsawan dan penduduk Eropa

memiliki kebiasaan menghisap tembakau. Dan terus meluas hingga ke

Negara-Negara Balkan. Kemudian sampai ke Negara Islam di Timur

Tengah setelah para pedagang asal Spanyol datang pada abad 17 (Satiti,

2011).

Perkembangan rokok kretek Indonesia dimulai di Kudus pada tahun

1890 kemudian menyebar ke berbagai daerah lain di Jawa Tengah antara

lain Magelang, Surakarta, Pati, Rembang, Jepara, Semarang juga ke

Daerah Istimewa Yogyakarta. Perkembangan industri rokok di Indonesia

ditandai dengan lahirnya perusahaan rokok besar yang menguasai pasar

dalam industri ini, yaitu PT. Gudang Garam,Tbk yang berpusat di Kediri,

PT. Djarum yang berpusat di Kudus, PT.HM Sampoerna, Tbk yang

berpusat di Surabaya, PT. Bentoel yang berpusat di Malang dan PT.

(22)

2. Definisi Rokok

Rokok adalah gulungan tembakau yang disalut dengan daun nipah,

kertas,dsb. Merokok adalah suatu kata kerja yang berarti melakukan

kegiatan atau aktifitas menghisap, sedangkan perokok adalah orang yang

suka merokok (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2011).

Sitopoe menyebutkan bahwa alasan utama menjadi perokok adalah

karena ajakan teman-teman yang sukar ditolak. Selain itu juga, ada juga

pelajar mengatakan bahwa pria menjadi perokok setelah melihat iklan

rokok. Ini berarti bahwa tindakan merokok diawali dari adanya suatu

sikap, yaitu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak,

setuju atau tidak setuju terhadap respon yang datang dari luar dalam hal ini

adalah rokok (Sitopoe, 2000).

3. Perilaku Merokok

Ada beberapa penyebab mengapa seseorang merokok, yaitu faktor

biologis, faktor psikologis, maupun faktor lingkungan sosial (Sarafino,

1994). Seseorang mulai merokok karena faktor sosial antara lain karena

pengaruh orang tua, karena teman sekelompok (takut tidak diterima dalam

kelompok tertentu) maupun karena adanya contoh dari saudara, orang tua,

guru maupun media massa. Faktor ini terkait dengan pengalaman dan

pengetahuan manusia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah

dilakukan (Trihandini dan Wismanto, 2000) yang menunjukkan bahwa

(23)

12

modern. Gaya hidup modern ini dipersepsi dari teman-teman

sekelompoknya.

Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Clearly (dalam Cahyani,

1995) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok

yaitu:

a. Tahap Preparatory

Pada tahap ini seseorang mendapatkan gambaran yang

menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat,

atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbukan minat untuk merokok.

b. Tahap Initiation.

Ini merupakan tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah

seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.

c. Tahap becoming a smoker

Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang

per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

d. Tahap maintenance of smoking

Tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara

pengaturan diri (selfregulating). Merokok dilakukan untuk

memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.

Sarafino (1994) juga membahas tentang faktor-faktor yang

(24)

a. Faktor Biologis

Banyak penelitian menunjukan bahwa nikotin yang terkandung

di dalam rokok, adalah salah satu bahan kimia yang berperan penting

pada ketergantungan merokok. Pendapat ini didukung oleh Aditama

(1992) yang mengatakan bahwa nikotin dalam darah perokok cukup

tinggi.

b. Faktor Psikologis

Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi,

menghilangkan rasa ngantuk, mengakrabkan suasana sehingga

terciptanya rasa persaudaraan, serta dapat memberi kesan seorang

perokok itu mempunyai wibawa yang tinggi. Sehingga bagi individu

perokok yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok

sangat sulit untuk dihilangkan.

c. Faktor Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan, dan

perhatian individu terhadap perokok. Seseorang akan berperilaku

merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya.

Sementara itu Komalasari dan Helmi (2000), menjelaskan bahwa ada

empat prediktor yang dijadikan alat ukur bantu perilaku merokok, yaitu:

a. Intensitas merokok

Intensitas merokok adalah seberapa sering individu melakukan

aktivitas merokok.

(25)

14

Tempat merokok adalah tempat individu melakukan aktivitas

merokoknya (rumah, sekolah, jalan, dan lain-lain). Mu’tadin (2002)

mengatakan bahwa tipe perokok berdasarkan tempat dibagi menjadi

dua, yaitu :

1) Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik.

2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi seperti kamar tidur

dan toilet.

c. Waktu merokok

Waktu merokok adalah kapan (pada momen apa saja) individu

melakukan aktivitas merokoknya.

d. Fungsi merokok

Fungsi merokok yaitu seberapa penting aktivitas merokok bagi

seorang perokok dalam kehidupan sehari-hari dan makna merokok itu

sendiri bagi individu yang bersangkutan.

4. Kandungan Rokok

Manakala sebatang rokok dibakar, maka terbentuklah 4.000 senyawa

kimia yang berbahaya, diantaranya sekitar 200 yang beracun dan telah

dinyatakan berbahaya bagi kesehatan tubuh, sementara sekitar 43 bahan

kimia lainnya dapat berpotensi menyebabkan kanker. Dan setengah dari

zat kimia tersebut telah diketahui berasal dari substansi yang terkandung di

dalam tembakau (Satiti,2011).

Bahan kimia yang paling berbahaya terhadap kesehatan tubuh yang

(26)

a. Tar

Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan

mengiritasi paru-paru. Racun ini membunuh sel dalam saluran udara

dan paru-paru, serta meningkatkan produksi lendir di dalam paru-paru.

Akibatnya, orang yang kecanduan rokok dan telah merokok

bertahun-tahun sulit bernafas karena saluran udara ke dalam paru-paru

terhambat. Racun ini juga dapat memicu kanker paru-paru (Satiti,

2011).

b. Nikotin

Nikotin adalah senyawa pirrolidin, suatu zat kimia organik kelompok alkaloid yang dihasilkan secara alami oleh tumbuhan

terutama suku terung-terungan (Solanaceae), termasuk diantaranya pada tomat, terung ungu, kentang dan lada hijau namun dengan kadar

rendah (Sukendro, 2007). Nikotin berkadar 0,3 sampai 5 % dari berat

kering tembakau berasal dari hasil biosintesis di akar dan terakumulasi

di daun. Nikotin merupakan racun saraf yang potensial dan digunakan

sebagai bahan baku berbagai jenis insektisida. Pada konsentrasi

rendah, zat ini dapat menimbulkan kecanduan, khususnya pada rokok,

yang dengan kadar 1 – 3 mg pada sebatangnya setelah dikonsumsi

25% dari jumlah tersebut akan masuk kedalam darah, dan dalam 15

(27)

16

c. Karbon Monoksida (CO)

Karbon Monoksida (CO) merupakan salah satu zat yang terdapat

pada asap rokok. Sifatnya yang tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak

berasa membuat CO menjadi gas yang sangat berbahaya

(US.EPA,2005). CO dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna

dari unsur zat arang atau karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang

rokok dapat mencapai 2 – 5% (Murdiyati,2009). Orang yang terpapar

gas CO pada tingkat tertentu dapat menyebabkan sakit kepala,

kelelahan dan mual. Pada tingkat yang lebih seirus, paparan CO dapat

mengakibatkan disorientasi atau tidak sadarkan diri bahkan kematian

(Hidayat,2012).

Menurut Satiti (2011), adapun bahan kimia lainnya yang terbukti

dapat menyerang selaput halus pada saluran pernapasan dan memasuki

aliran darah sehingga mengganggu peredaran darah adalah:

a. Acatona (Bahan penghapus cat)

b. Ammonia (Bahan kimia pembersih lantai)

c. Arsenic (Racun tikus)

d. Butane (Bahan bakar korek api)

e. Methanol

(28)

5. Efek terhadap Kesehatan a. Penyakit Kardiovaskuler

Menurut Satiti (2011), senyawa kimia yang terkandung di dalam

rokok akan meningkatkan detak jantung, tekanan darah, resiko

hipertensi dan penyumbatan arteri. Di samping itu, rokok juga akan

menurunkan kadar HDL (kolesterol baik di dalam darah) dan

menurunkan tingkat elastisitas aorta (pembuluh darah terbesar pada

tubuh manusia) yang dapat meningkatkan terjadinya penggumpalan

pembuluh darah sehingga dapat memicu penyakit seperti:

1) Serangan jantung

Kondisi dimana adanya penggumpalan darah pada arteri yang

menyumbat suplai darah pada jantung sehingga dapat

mengakibatkan serangan jantung.

2) Gagal Ginjal

Terjadi karena adanya penggumpalan darah pada arteri yang

menyumbat suplai darah pada ginjal sehingga dapat

mengakibatkan peningkatan tekanan darah, bahkan gagal ginjal.

b. Pengaruh Rokok terhadap Rongga Mulut Rongga

Mulut adalah bagian yang sangat mudah terpapar efek rokok,

karena merupakan tempat terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran

rokok yang utama (Aditama, 1997).

Komponen toksik dalam rokok dapat mengiritasi jaringan lunak

(29)

18

memperlambat penyembuhan luka, memperlemah kemampuan

fagositosis, menekan proliferasi osteoblas, serta dapat mengurangi

asupan aliran darah ke gingiva (Bergstrom et al, 2000).

Kelainan jaringan lunak mulut akibat komponen toksik dan agen

karsinogen yang terkandung dalam asap rokok, antara lain eritroplakia,

leukoplakia, keratosis rokok, squamous cell carcinoma, serta verrucous

carcinoma. Kondisi patologis dalam rongga mulut yang juga sering

ditemukan pada perokok adalah karies akar, halitosis, periimplantitis,

penurunan fungsi pengecapan, staining pada gigi atau restorasi, serta

penyakit periodontal. Penyakit periodontal termasuk akumulasi plak

dan kalkulus, saku periodontal, inflamasi gingiva, resesi gingiva, serta

kehilangan tulang alveolar (Sham dkk, 2003).

Merokok juga menyebabkan rangsangan pada papilla filiformis

sehingga menjadi lebih panjang (hipertropi). Rangsangan asap rokok

yang lama, dapat menyebabkan kerusakan pada bagian mukosa mulut

yang terpapar, penebalan menyeluruh bagian epitel mulut, hingga

dapat menimbulkan bercak putih keratotik yang menandai leukoplakia

dan kanker mulut (Sham dkk, 2003).

e. Dampak paru-paru

Menurut Satiti (2011), merokok dapat menyebabkan perubahan

struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran

napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus

(30)

radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan

penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan

jumlah sel radang dan kerusakan alveoli.

Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan

timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala

klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruksi

paru menahun (PPOM).

Merokok merupakan penyebab utama timbulnya PPOM,

termasuk emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan asma. Hubungan

antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-5 dekade

terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok,

terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada

yang secara tegas menyatakan bahwa rokok sebagai penyebab utama

terjadinya kanker paru-paru.

Partikel asap rokok, seperti benzopiren, dibenzopiren, dan uretan,

dikenal sebagai bahan karsinogen. Juga tar berhubungan dengan risiko

terjadinya kanker. Dibandingkan dengan bukan perokok, kemungkinan

timbul kanker paru-paru pada perokok mencapai 10-30 kali lebih

sering.

6. MPOWER

MPOWER merupakan enam paket kebijakaan yang dibuat oleh

WHO (World Health Organization) pada bulan Mei tahun 2003 untuk

(31)

20

rokok (WHO, 2008). Enam paket kebijakan tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Monitor Penggunaan Tembakau dan Pencegahannya

Sistem monitoring penggunaan tembakau yang kuat diperlukan

baik dalam perumusan maupun evaluasi kebijakaan pengendalian

tembakau. Sistem monitoring yang baik ini harus memantau

setidaknya tiga indikator, yaitu: prevalensi penggunaan tembakau,

dampak implementasi kebijakan pengendalian tembakau, serta iklan

atau promosi dan perkembangan industri rokok. (WHO, 2008).

Di Indonesia sendiri, data yang ada menunjukan penggunaan

tembakau sangat meningkat dalam tiga dekade terakhir. Berdasarkan

Susenas 2004, prevalensi perokok pada orang dewasa usia 15 tahun

keatas adalah 63,1% pada laki-laki (meningkat 1,4% dari tahun 2001)

dan 4,5% pada wanita (lebih besar tiga kali lipat prevalensi tahun 2001

yakni sebesar 1,3%), dengan prevalensi merokok secara keseluruhan

telah meningkat dari 31,5% (2001) menjadi 34,4% pada tahun 2004

(BPS, 2004). Pada kelompok usia 13-15 tahun, data Global Youth

Tobacco Survey (GYTS) tahun 2006 menyebutkan bahwa sebesar 13,7% anak usia 13-15 tahun di Jawa adalah pengguna tembakau.

Angka yang lebih tinggi didapatkan di Sumatra yaitu sebesar 22,8%,

artinya setiap 1 dari 5 anak usia 13-15 tahun di wilayah tersebut

(32)

Saat ini regulasi pengendalian tembakau atau secara spesifik

pengendalian masalah rokok di Indonesia ada dalam bentuk Peraturan

Pemerintahan (PP) N0.19 tahun 203 tentang Pengamanan Rokok bagi

Kesehatan yang merupakan perubahan dari dua Peraturan

Pemerintahan sebelumnya. Peraturan Pemerintaha No.81 tahun 1999

dan Peraturan Pemerintahan No.38 tahun 2000. Dicantumkan secara

spesifik dalam Peraturan Pemerintahan No.19 tahun 2003, bahwa PP

ini bertujuan mencegah penyakit akibat rokok baik bagi individu

perokok maupun bagi masyarakat. Hal-hal yang diatur dalam peraturan

ini meliputi pengaturan tentang kandungan kadar nikotin dan tar;

persyaratan produksi dan penjualan rokok, persyaratan iklan dan

promosi rokok; serta penetapan kawasan tanpa rokok (PP No.19, 2003)

b. Perlindungan terhadap Asap Tembakau

Rokok tidak hanya berbahaya bagi penggunanya tetapi juga

membahayakan bagi orang yang berada disekitarnya. Perokok pasif

dewasa dapat menderita berbagai penyakit kronis seperti stroke,

kanker paru-paru, penyakit jantung kororner dan lain-lain. Pada

anak-anak asap rokok juga dapat meningkatkan risiko penyakit asma, tumor

otak serta gangguan napas bagian bawah (U.S. Department of Health

and Human Service, 2006).

Hal yang ironis adalah dari separuh negara di dunia, dengan

jumlah penduduk mencakup 2/3 populasi dunia belum memberi

(33)

22

mengizinkan orang merokok di dalam gedung ataupun di tempat kerja

(WHO, 2008).

Larangan untuk merokok di dalam ruangan ataupun di tempat

kerja yang ditetapkan di berbagai negara telah terbukti mampu

menurunkan prevalensi penggunaan tembakau di negara tersebut. Di

berbagai negara industri, penetapan kawasan tanpa rokok di tempat

kerja mengurangi 29% konsumsi tembakau dan juga mengurang

prevalensi perokok sebesar 4% (California Environmental Protection

Agency, 2005). Penelitian lain di Irlandia menyebutkan penetapan kawasan tanpa rokok pada tahun 2004 telah mengurangi konsentrasi

nikotin di udara sebesar 83% (Mulcahy M et al, 2005).

c. Optimalkan Dukungan untuk Berhenti Merokok

Tiga dari 4 perokok di seluruh dunia menyatakan ingin berhenti

merokok namun bantuan komprehensif yang tersedia baru dapat

menjangkau 5% nya (Jones JM, 2006).

Dari berbagai pengalaman di dunia, WHO mengajukan tiga

bentuk dukungan layanan berhenti merokok yang dapat diberikan

yaitu: 1) Pelayanan konsultasi bantuan berhenti merokok yang

terintegrasi di pelayanan kesehatan primer; 2) Quitline: Telepon layanan bantuan berhenti merokok yang mudah diakses dan

cuma-cuma; 3) Terapi obat yang murah dengan pengawasan dokter (WHO,

(34)

d. Waspadakan Masyarakat akan Bahaya Tembakau

Walaupun informasi mengenai bahaya tembakau bagi kesehata

telah sering dipublikasikan, namun hanya sebagian kecil perokok

mengerti apa saja sebenarnya bahaya rokok bagi kesehatan. Karena

itulah peringatan kesehatan wajib dicantumkan pada setiap kemasan

produk tembakau dalam bentuk gambar untuk memastikan pesan

tersebut tersampaikan kepada masyarakat (Hammond D et al, 2006).

Dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang telah di keluarkan oleh WHO, pesan kesehatan yang dianjurkan

adalah berupa gambar dengan area minimal sepertiga permukaan

kemasan produk tembakau dengan pergantian gambar secara periodik

(WHO, 2003).

Saat ini baru 15 negara di dunia, mencakup 6% populasi dunia

yang mencantumkan pesan kesehatan berupa gambar pada kemasan

produk tembakau. Langkah tersebut terbukti efektif untuk

menyadarkan masyarakat khususnya pengguna tembakau akan bahaya

penggunaan tembakau dan mendorong mereka untuk berhenti (Borlan

R, 1997).

Di Indonesia, pesan kesehatan diatur dalam PP Republik

Indonesia No.19 tahun 2003 berupa pesan teks dengan ukuran 3 mm

yang diberi kotak dengan warna dasar kontras dengan tulisan ( PP

(35)

24

e. Eliminasi iklan, Promosi dan Sponsor terkait Tembakau

Pemasaran tembakau memiliki peranan besar dalam

meningkatkan gangguan kesehatan dan kematian karena tembakau.

Larangan terhadap promosi produk tembakau adalah senjata yang

ampuh untuk memerangi tembakau. Sepuluh tahun sejak inisiasi

larangan iklan rokok dijalankan, konsumsi rokok di negara dengan

larangan iklan turun 9 kali lipat dibandingkan dengan negara tanpa

larangan iklan (Saffer H, 2000).

f. Raih Kenaikan Cukai Tembakau

Kenaikan harga tembakau melalui pajak merupakan upaya paling

efektif untuk mengurangi konsumsi dan mendorong orang berhenti

merokok. Peningkatan 70% harga produk tembakau dapat mencegah

hingga seperempat kematian terkait tembakau di dunia ( Jha P et al,

2006).

Di Indonesia, peraturan tentang cukai tembakau telah ditetapkan

dalam Undang-undang No.39 tahun 2007 dan Peraturan Menteri

Keuangan (PMK) No. 134/PMK.04/2007. Peraturan tersebut

menetapkan pajak cukai yang berkisar 15-36% untuk kretek dan rokok

putih buatan mesin, serta 0-18% untuk kretek buatan tangan.

Penurunan cukai tersebut diimbangi dengan kenaikan pajak khusus

menjadi RP. 35,-/ batang untuk semua jenis rokok kecuali kretek

buatan tangan ukuran kecil yang dinaikan Rp. 30,-/ batang, serta pajak

(36)

7. Metode pemberhentian Merokok (SEFT)

SEFT pertama dikembangkan dari EFT (Emotional freedom

Technique) yaitu versi akupuntur tanpa jarum berdasarkan suatu temuan bahwa adanya hubungan antara aliran enegy dalam tubuh dan emosi

dengan masalah kesehatan mulai dari permasalahan emosi, kesehatan dan

performance (Zainuddin,2009). EFT menggunakan unsur Cognitive

Therapy dan Terapi Exposure, dan menggabungkan mereka dengan akupresur, dalam bentukujung jari menekan pada 12 titik akupunktur.

Lebih dari 20 uji klinis yang diterbitkan dalam jurnal medis dan

psikologipeer-review telah menunjukkan bahwa EFT efektif untuk fobia, kecemasan, depresi, gangguan stres pasca trauma, nyeri, dan masalah

lainnya (Gary, 2012).

Walaupun terapi SEFT merupakan perkembangan dari EFT, terdapat

[image:36.595.149.519.500.752.2]

perbedaan antara kedua metode tersebut, yaitu:

Tabel 2.1. Perbedaan Terapi SEFT dan EFT

EFT SEFT

Asumsi kesembuhan berasal dari diri sendiri

Asumsi kesembuhan berasal dari Tuhan

Dilakukan dalam suasana santai dan nyaman

Dilakukan dengan penuh keyakinan bahwa kesembuhan berasal dari Tuhan.

Tapping menggunakan 14 titik Tapping menggunakan 18 titik Tidak mengandung unsur

spiritualitas

90% penekanan pada unsur spiritualitas

Teknik yang terlibat:

a. Neuro linguistik

programming b. Behavioral therapy c. Psychoanalisa d. EMDR

e. Sugesty & affirmasi f. Visualization

Teknik yang telibat:

a. Semua teknik dalam EFT b. Logotherapy

c. Sedona method d. Ericksonian hypnosis e. Provokative therapy

(37)

26

g. Gesalt hterapy h. Energy therapy

g. Powerful prayer

h. Loving-kindness therapy

a. Cara Melakukan SEFT

Cara melakukan SEFT terdiri dari 4 langkah, yaitu.

1) The set-up

Pada langkah pertama ini bertujuan untuk memastikan agar

energi tubuh terarah dengan tepat. Langkah ini dilakukan dengan

menetralisir pikiran negatif spontan atau keyakinan bawah sadar

negatif dengan cara mengucapkan doa dengan penuh perasaan

yang dipanjatkan kepada Allah SWT bahwa apapun permasalahan

yang di alami saat ini. Sebelum melakukan set-up sebaiknya kita

melakuka langkah berikut:

a) Minum air putih diiringi doa sepenuh hati.

b) Melepaskan jam tangan dan perhiasan, mematikan telepon

genggam dan menjauhkan diri dari alat elektronik.

c) Mengklarifikasi masalah:

d) Rasa sakit yang dirasakan.

e) Lokasi spesifik rasa sakit atau perasaan negatif yang dirasakan.

f) Intensitas rasa sakit (0=hilang, 10=paling parah).

2) The tune-in

Cara melakukan tune-in dengan cara merasakan rasa sakit

yang di alami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat rasa sakit

(38)

3) The tapping

Tapping adalah mengetuk ringan dengan 2 ujung jari pada

titik-titik tertentu di bagian tubuh dan tetap terus melakukan

tune-in. Titik-titik ini merupakan kunci dari The Major Energy

Meridians yang akan menetralisirgangguan emosi atau rasa sakit. 4) Nine Gamut Procedure

Langkah ini disebut dengan EMDR (Eye Movement

Desensitization Reprocessing), dan biasanya ini dilakukan untuk mengatasi masalah yang berat. Khusus untuk titik ini dilakukan

tapping terus menerus sambil melakukan 9 gerakan :

a) Menutup mata kuat-kuat.

b) Membuka mata lebar-lebar.

c) Melirik kuat-kuat ke arah kanan bawah.

d) Melirik kuat-kuat kearah kiri bawah.

e) Memutar bola mata searah jarum jam.

f) Memutar bola mata berlawanan arah jarum jam.

g) Bergumam berirama selama 3 detik (happy birthday to you) h) Berhitung 1,2,3,4,5.

i) Bergumam berirama lagi selama 3 detik.

j) Diakhiri dengan mengambil nafas panjang, kemudian

hembuskan perlahan sambil mengucapkan rasa syukur kepada

(39)

28

b. 5 Kondisi Hati Penentu Efektifitas SEFT

1) Yakin

Pada beberapa teknik terapi yang lain, sangat menekankan

pentingnya aspek yakin baik kepada teknik terapinya ataupun

kepada terapisnya. Namun yang berbeda di dalam SEFT, yakin

yang paling penting adalah keyakinan kita pada:

a) Maha Kuasanya Tuhan

Bahwa jika Allah turun tangan maka tidak ada yang tidak

mungkin, tetapi jika Allah tidak berkehendak, maka tidak ada

yang bisa kita capai.

b) Maha Kasihnya Tuhan

Bahwa apapun kondisi kita saat ini, sembuh maupun belum,

itulah yang terbaik untuk kita saat ini menurut Allah SWT.

2) Khusyuk

Selama proses terapi SEFT ini, khususnya pada tahap set-up

dan tune-in, kita diharuskan untuk bisa berkonsentrasi penuh

(khusyuk). Pusatkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan

masalah kita kepada Allah SWT. Selama proses tapping, tetaplah

berkonsentrasi pada rasa sakit atau kondisi emosi yang ingin

dihilangkan.

3) Ikhlas

M.Scott Peck, seorang psikiater yang berengalaman

(40)

berjudul “The Road Less Traveled” mengatakan, asal orang-orang

yang sakit (fisik maupun emosi) mau menerima menerima apapun

keadaan dan masalahnya, maka penderitaan mereka akan sangat

berkurang dan bahkan pada akhirnya bisa lebih mudah sembuh dari

penyakit dan masalahnya.

4) Pasrah

Pasrah adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah

SWT apapun yang akan terjadi kepada kita kedepannya nanti.

Namun pasrah juga harus dibarengi dengan usaha. Kita berusaha

sebisa dan seoptimal mungkin mencari solusi, sembari

menggantungkan hati kita hanya kepada Allah SWT.

5) Syukur

Syukur merupakan suatu hal yang tidaklah mudah apalagi

disaat kita berada dalam keadaan sakit atau mempunyai masalah.

Namun kita harus mendisiplinkan diri untuk selalu bersyukur

meski dalam kondisi seberat apapun. Cari dan temukan kemudian

syukuri apapun hal dalam hidup kita. Seringkali ketika seseorang

terus mensyukuri nikmat yang diberikan ataupun kondisi yang

diberikan, maka masalah yang kita hadapi berangsur membaik dan

bahkan terselesaikan.

c. Manfaat SEFT

Menurut Ahmad Faiz Zainudin SEFT mempunyai banyak

(41)

30

1) Individu

SEFT dapat mengatasi dan membebaskan berbagai masalah pribadi

dan dapat mengembangkan potensi diri dengan optimal, sehingga

menuju ke arah yang lebih baik untuk menjadi manusia paripurna.

2) Keluarga

Dalam bidang ini, SEFT dapat menjadi alat bantu untuk

menciptakan hubungan yang kuat serta harmonis dalam keluarga.

3) Sekolah

Penerapan SEFT di lingkungan sekolah dapat digunakan oleh guru,

pelajar dan mahasiswa untuk menyelesaikan

(42)

B. Kerangka Teori

Perilaku merokok

Psikologis Lingkungansosial Biologis

Adanya rasa nyaman ketika merokok

 Sikap

 Kepercayaan

 Perhatian Nikotin

Perasaan Senang Pengeluaran Dopamin

Peningkatan A4β2 nicotinic receptor di Ventral Tegmental Area (VTA)

Peningkatan nicitinic acetylcholine (nACh) receptor di Central Nervous System (CNS)

- Rasa ingin marah - Depresi

- Emosi - Insomnia - Sulit konsentrasi - Nafsu makan ↑ - Rasa tidak sabar - Keinginan merokok

Perilaku berulang

(43)

32

C. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

H0 : Tidak terdapat perbedaan terhadap perubahan skor desakan untuk

merokok pada orang yang mendapatkan edukasi bahaya merokok dan

terapi SEFT dibandingkan orang yang hanya mendapatkan edukasi

bahaya merokok.

H1 : Terdapat perbedaan terhadap perubahan skor desakan untuk merokok

pada orang yang mendapatkan edukasi bahaya merokok dan terapi

SEFT dibandingkan orang yang hanya mendapatkan edukasi bahaya

merokok.

Perubahan skor desakan merokok

Faktor yang mempengaruhi:

 Faktor biologis

 Faktor psikologis

 Faktor lingkungan sosial

Prilaku merokok:

 Intensitas merokok

 Tempat merokok

 Fungsi merokok

(44)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design dengan menggunakan rancangan two group pretest-posttest with control group design. Observasi dilakukan dua kali yaitu sebelum eksperimen (O1) disebut pretest,

dan sesudah eksperimen (O2) disebut dengan posttest.

pretest Perlakuan posttest

Kel. intervensi O1 X O2

Kel. kontrol O1 X O2

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Menurut Sudjiono (2012), populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri dari subyek atau obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulan.

Populasi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh

subyek atau obyek yang diteliti. Populasi dapat juga diartikan kumpulan

orang atau subyek dan obyek yang diamati.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 1 dan 2 SMPNegeri

(45)

33

2. Sampel penelitian

Menurut Sudjiono (2012),bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi. Ada yang dipelajari dari sampel, kesimpulannya

akan diberlakukan untuk populasi, oleh karena itu sampel harus

refresentatif.

Menurut Supranto J (2000) untuk penelitian eksperimental secara

sederhana dapat dirumuskan menggunakan rumus berikut ini:

(t-1) (r-1) ≥ 15

Keterangan :

t = jumlah intervensi

r = sample/kelompok

jika jumlah intervensi ada 1 buah, maka jumlah ulangan untuk tiap

intervensi dapat dihitung:

(t-1)(r-1) ≥ 15

(1-1)(r-1) ≥ 15

(r-1) ≥ 15 (r) ≥ 15 + 1

(r) ≥ 16

Karena hasil yang didapatkan adalah 16, maka jumlah sampel

minimal yang harus didapatkan oleh penelitih adalah 16 sampel. Untuk

mengatasi responden yang mengalami drop out jumlah sampel ditambah

10%.

(46)

= n+n (10%)

= 16+16 (10%)

= 17,6 ≈ 18

Jumlah sampel ditetapkan dengan mengunakan total sampling, yaitu 18 anak. Hal ini dilakukan untuk memperoleh sampel yang representatif.

Dalam penelitian ini, pengambilan sampel didasarkan pada kriteria

penerimaan yang meliputi kriteria inklusi, eksklusi. Kriteria tersebut antara

lain:

a. Kriteria inklusi

1) Merupakan perokok dari siswa SMAN 1 Kasihan, Bantul

2) Tidak sedang mengikuti terapi atau program lain yang berkaitan

dengan rokok.

b. Kriteria ekskusi

1) Siswa yang tidak masuk sekolah.

2) Siswa yang tidak mengikuti sesi terapi

3) Siswa yang sedang menjalankan ujian di sekolah.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Kasihan, Bantul, Yogyakarta.

Penelitian ini berlangsung sekitar 5 bulan yang dimulai dari bulan Oktober

(47)

35

D. Cara Pengambilan Sample

Pengambilan sampel diambil dari sebagian populasi dengan kriteria

inklusi dan ekslusi. Pengumpulan data melalui pretest dan posttest pada siswa SMP Negeri 1 Kasihan, meliputi kelengkapan subjek (seperti umur, jenis

kelamin,).

E. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Variabel Bebas

Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique).

2. Variabel Terikat

Intensitas merokok siswa SMP NEGERI 1 Kasihan Yogyakara sebelum

terapi SEFT dan sesudah terapi SEFT.

F. Definisi Operasional 1. Intervensi penelitian

a. Terapi SEFT

Terapi yang diberikan kepada kelompok intervensi adalah terapi

SEFTSpiritual Emotional Freedom Technique) yang merupakan terapi komplementer body mind therapy untuk membebaskan aliran energi

negatif di tubuh. Terapi ini dilakukan dengan 4 prosedur, yaitu: the

set-up, the tune in, the tapping dan yang terakhir nine gamut procedure. Terapis SEFTmerupakan alumni pelatihan SEFT atau disebut juga

(48)

SEFT.Terapi SEFT dilakukian sebanyak satu kali kepada responden

selama 15 – 20 menit.

b. Edukasi bahaya merokok

Edukasi bahaya merokok diberikan kepada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol dilakuakan oleh seorang dokterpakar kedokteran

keluarga. Edukasi ini diberikan dalam bentuk penyuluhan selama satu

jam yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada responden

tentang hal-hal yang terkait bahaya merokok.

3. Skor desakan untuk merokok

Skor sikap dan perilaku merokok didapatkan daripenilaian kuesioner hasil

pre-test dan post-test kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil pretest dari responden digunakan untuk menentukan kelompok responden,

sedangkan hasil skor dari posttest digunakan untuk menilai apakah ada

penurun sebelum dilakukan terapi SEFT dan setelah dilakukan terapi

SEFT.

G. Instrumen Penelitian

1. Kusioner Desakan Merokok

2. Skala persepsi pasien tentang kecanduan rokok

H. Uji Validitas dan Reabilitas

Kuesioner yang digunakan sebagai alat ukur dinyatakan valid

berdasarkan uji validitas dan perhitungan reabilitas semua butir kuesioner

dinyatakan reable karena kuesioner ini diadaptasi dari The Questionnaire of

(49)

37

Ussher (2009). Di Indonesia telah diterapkan oleh Retno Rusdjijati dan Riana

Mashar (2014) dalam penelitian Efektifitas Metode SEFT Guna

Meminimalisasi Kebiasaan Merokok Di Kalangan Pekerja Home Industri

dengan nilai r hitung> r(0,05;13) dan nilai Cronbach’s Alpha berada di atas

0,6.

I. JalannyaPenelitian

Langkah penelitian yang dilaksanakan:

1. Meminta persetujuan Dekan Fakultas Kedokteran untuk mendapatkan izin

penelitian di SMP Negeri 1 Kasihan.

2. Menghubungi pihak sekolah untuk mendapatkan izin melakukan

penelitian.

3. Penentuan populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 1 Kasihan. Demi

memperoleh sampel yang representatif, pengambilan sampel dilakukan

dengan teknik snowball.

4. Pengisian informed consent oleh kelompok intervensi dan kelompok

kontrol.

5. Pemberian pretest

Setelah pengisian informed consent dilakukan pengisian pretest oleh

kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

6. Pemberian edukasi

Edukasi diberikan oleh dokter kepada kelompok intervensi dan kelompok

(50)

7. Pemberian posttest kepada kelompok kontrol

Kelompok kontrol diminta untuk mengisi posttest selah dilakukan edukasi. 8. Pemberian intervensi

Kelompok intervensi diberikan terapi SEFT selama kurang lebih 25 menit

per-orang.

9. Pemberian posttest kepada kelompok kontrol

Sampel yang telah mendapat intervensi langsung mengisi lembar posttest yang telah disediakan.

10.Pengolahan data yang dikerjakan menggunakan program komputer SPSS

versi 15.

J. Analisis Data

Data yang diambil berupa data sebelum perlakuan (pretest) dan setelah perlakuan (posttest). Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan

program komputer dengan uji statistic SPSS versi 15, diuji memakai

Shapiro-Wilk untuk mengetahui distribusi dari data normal atau tidak. Dipilih uji Shapiro-Wilkkarena sampel berjumlah ≤ 50. Data terdistribusi normal jika P>0,05, karena distribusi data tidak normal Uji Wilcoxon Signed Rank Test ini digunakan untuk melihat hasil perbandingan pretest dan posttest kelompok

perlakuan dan kelompok kontrol. Kemudian analisa data dilanjutkan dengan

(51)

39

K. KesulitanPenelitian

1. Sulitnya menemukan sampel penelitian dikarenakan banyaknya siswa

yang tidak mengaku merokok.

2. Adanya siswa yang tidak mengembalikan lembar pretest kepada peneliti

sesaat setelah pengisian lembar pretest.

Saat pemberian terapi ada beberapa siswa yang tidak mengaku jika ia

merokok dan jumlah rokok yang diisap karena takut dilaporkan guru BK dan

(52)

41 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian tentang pengaruh terapi SEFT (Spiritual

emotional freedom technique) terhadap upaya berhenti merokok pada siswa SMPN 1 Kasihan dilakukan di SMPN 1 Kasihan yang beralamat di

Jalan Wates No. 62. SMPN 1 Kasihan ini berdiri semenjak tahun 1987,

tepatnya tanggal 2 September 1987. SMPN 1 Kasihan memiliki siswa

berjumlah 423 siswa, laki-laki berjumlah 185 sedangkan perempuan

berjumlah 247 siswa.

2. Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini melibatkan subyek penelitian sebanyak 40 orang siswa

SMPN 1 Kasihan. Subyek penelitian ini dinyatakan masuk dalam kriteria

[image:52.595.145.519.556.749.2]

inklusi dan eksklusi.

Tabel 4.1Hasil Karakteristik Siswa Kelompok intervensi dan kontrol

Karakteristik Kelompok Total P

Intervensi Kontrol Frekuensi

(%)

Frekuensi (%)

Jenis kelamin

Laki-laki 20(%) 17(%) 37

-

Perempuan 0 0 0

Usia

≤13 3 (42,9%) 4 (57,1%) 7

0,509 >13 17 (56,7%) 13 (43,3%) 30

Kelas

7 2 (50%) 2 (50%) 4

0, 977

8 8 (53,3%) 7 (46,7%) 15

(53)

42

Tabel diatas menunjukkan usia berdasarkan nilai Chi-Square

didapatkan p= 0,509 yang artinya p= >0,05, maka hubungan antara

kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan usia tidak

terdapat perbedaan. Sedangkan berdasarkan kelas, didapatkan p= 0, 977

yang artinya p= >0,05, maka hubungan antara kelompok intervensi dan

kelompok kontrol menurut kelas tidak terdapat perbedaan.

3. Analisis Kecanduan Rokok

Pada penelitian ini didapatkan 37 sampel yang memenuhi

kriteriayang mana dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok

kontrol. Masing-masing kelompok mendapatkan pretes dan postes yang

mana hasil keduanya dibandingkan dan dilihat hasil perubahanya.

Hasil perubahan pretes dan postes kedua kelompok sampel tersebut

[image:53.595.143.541.501.611.2]

dapat dilihat dalm tabel dibawah:

Tabel 4.2 Perbedaan Skor Kecanduan Kelompok Intervensi dan Kontrol Perbedaan tingkat kecanduan

merokok pretest dan posttest

Intervensi Kontrol Total

N % N %

Turun 20 100 9 52,94 29

Naik 0 0 2 11,76 2

Tetap 0 0 6 35,3 6

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai presentase perbedaan

tingkat kecanduan rokok pretes dan postes kelompok intervensi dan

kelompok kontrol. Dari total sampel sebanyak 37 terdapat 29 sampel yang

(54)

dan yang tetap didapatkan 6 sampel yang seluruhnya berasal dari

kelompok kontrol.

4. Uji Normalitas Tingkat Kecanduan Merokok Sebelum dan Sesudah Terapi pada Kelompok Kontrol dan Intervensi

Uji normalitas pada kelompok intervensi maupun kelompok

[image:54.595.140.518.374.446.2]

kontrol dilakukan sebelum dilakukannya hipotesis. Uji normalitas pretest dan posttest tingkat kecanduan rokok pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.3 Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelompok Intervensi dan Kontrol

Pengukuran Waktu Kelompok Rerata P

Kecanduan merokok

Sebelum kontrol 16,82 0,004

Intervensi 32,95 0,175

Sesudah Kontrol 15,88 0,000

Intervensi 21,55 0,000

Tabel di atas menunjukkan hasil uji normalitas pretes dan postes

pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada penelitian ini

digunakan uji normalitas Shapiro-Wilk karena data yang digunakan kurang

dari 50. Nilai p pada tabel diatas menunjukan ada yang bernilai > 0.05 dan

sebagiannya memiliki nilai < 0.05, yang berarti distribusi data tidak

normal.

Dari uji normalitas diatas didapatkan hasil bahwa distribusi data

tidak normal, sehingga uji yang digunakan adalah uji non-parametrik yaitu

(55)

44

5. Perbedaan tingkat kecanduan merokok sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Hasil uji normalitas data dari kedua kelompok menunjukan

distribusi data yang tidak normal. Sehingga pada uji hipotesis dan uji beda

tingkat kecanduan merokok pada kelompok intervensi dan kelompok

[image:55.595.145.516.334.373.2]

kontrol menggunakan uji non-parametrik Wilcoxon dan Mann-Whitney.

Tabel 4.4 Hasil uji wilcoxon kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan kuesioner desakan merokok

Intervensi Kontrol

Sig pre-post 0,000 0,034

Z -3,832 -2,121

Tabel diatas menunjukan hasil skor pretest dan skor posttest pada kelompok intervensi dengan nilai p= 0,000 yang artinya p= <0,05, maka

dapat disimpulkan bahwa kelompok intervensi memiliki perbedaan

sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT. Sedangkan hasil skor pretest dan posttest pada kelompok kontrol didapatkan nilai p= 0,034 yang artinya

p= <0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok kontrol memiliki

perbedaan sebelum dilakukan edukasi bahaya merokok dan setelah

[image:55.595.142.515.674.723.2]

dilakukan edukasi bahaya merokok.

Tabel 4.5 Hasil uji Wilcoxon Tingkat Kecanduan Merokok dengan Skala Persepsi pasien tentang kecanduan merokok

Intervensi Sig pre-post

Z

(56)

Pada tabel diatas didapatkan nilai p= 0,000 yang berarti p= <0,05,

maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kecanduan merokok pada

kelompok intervensi terdapat perbedaan yang bermakna.

Tabel 4.6 Perbedaan hasil posttest kuesioner desakan merokok dengan skala persepsi pasien

Kuisioner desakan merokok

Rerata ± Std. Deviation

Skala persepsi pasien Rerata ± Std.

Deviation

P

Perbedaan tingkat kecanduan merokok posttest

-5,0500 ± 1,95946 -11,4000 ± 8,31232 0,11

Tabel diatas menunjukkan nilai p= 0,11 yang artinya p= >0,05,

maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan penurunan

tingkat kecanduan merokok yang diukur dengan kuesioner desakan

[image:56.595.142.517.254.345.2]

merokok dan skala persepsi pasien.

Tabel 4.7 Uji beda pretest dan posttes antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Sig intervensi-kontrol

Pretest 0,000

Posttest 0,000

Dari tabel diatas kita dapat menyimpulkan bahwa dari uji coba

[image:56.595.142.515.535.578.2]
(57)

46

B. Pembahasan

Hasil dari penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

Laila Komariah, (2012) dengan judul Efektivitas Spiritual Emotional Freedom

Technique (SEFT) Untuk Menurunkan Perilaku Merokok Pada Mahasiswa. Penelitian ini menggunakan analisis Uji Mann-Whitney dan Uji Wicolxon

dengan desain penelitian yang digunakan adalah pretest post test control

group design. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan ada penurunan perilaku merokok yang signifikan pada mahasiwa yang diberikan SEFT. Hal tersebut

berdasarkan pada hasil analisis dengan uji Wilcolxon pada Kelompok

Eksperimen yang menunjukkan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh data

(T) sebesar 0,025 (T<0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah SEFT

efektif untuk menurunkan perilaku merokok pada mahasiswa.

Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Rosita R, Suswardany

DL, Abidin Z, (2012), dengan judul Penentu Keberhasilan Merokok Pada

Mahasiswa. Metode penelitian menggunakan survei dengan pendekatan cross

sectional pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Surakarta. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square

dan dilanjutkan dengan uji Logistic Regresion. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor frekuensi merokok

(p=0,001; OR=5,181) dan faktor niat berhenti merokok (p=0,001;

OR=14,389) dengan keberhasilan berhenti merokok pada mahasiswa FIK

UMS. Tidak ada hubungan antara jumlah rokok (p=0,158), lama merokok

(58)

merokok (p= 0,706) dengan keberhasilan berhenti merokok. Simpulan

penelitian adalah frekuensi merokok dan faktor niat berhenti merokok

berhubungan dengan keberhasilan berhenti merokok pada mahasiswa.

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada masing-masing SMP

mempunyai peraturan larangan merokok bagi siswa dan berjualan rokok bagi

kantin-kantin di dalam sekolah, namun siswa masih dapat memperoleh rokok

di warung sekitar sekolah. Di masing-masing SMP didapatkan banyaknya

poster yang menghimbau untuk tidak merokok dan tentang efek negatif rokok

terhadap kesehatan, tetapi masih ada guru dan pegawai yang merokok di

lingkungan sekolah bahkan di hadapan siswa. Hal-hal tersebut memungkinkan

siswa untuk merokok (Rahmadi, 2013).

Kebiasaan rokok dimulai dengan adanya rokok pertama. Kebiasaan

merokok pada remaja di-pengaruhi oleh orang tua, teman sebaya, kepribadian

dan media informasi yang mengiklankan rokok. Menurut Green, perilaku

seseorang dipengaruhi oleh faktor pendahulu (predisposing) yang meliputi pe-ngetahuan, sikap, ke

Gambar

Tabel 2.1. Perbedaan Terapi SEFT dan EFT
Tabel 4.1 Hasil Karakteristik Siswa Kelompok intervensi dan kontrol
Tabel 4.2 Perbedaan Skor Kecanduan Kelompok Intervensi dan Kontrol
Tabel 4.3 Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelompok Intervensi dan Kontrol
+3

Referensi

Dokumen terkait

status of intensive shrimp culture ( Litopenaeus vannamei ) ponds in Situbondo based on Trophic Diatom

Abdul Wahab Chasbullah Hidup dan Perjuangannya, (Surabaya: PT Duta Aksara Mulia, Cet.. Fase keempat adalah perjuangan menuju independensi. Usaha-usaha yang dilakukan

dilakukan terhadap hasil produksi beberapa jenis ikan pelagis yang didaratkan seperti layang (Decapterus russeli), selar (Selaroides leptolepis), tongkol (Auxis thazard), dan

Bila hasil produksi tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan, maka dilakukan komplain kepada kepala produksi untuk dilakukan tindakan perbaikana. Mengisi laporan hasil

Teriampir rindan harta kekayaan dalam ikhtisar LHKPN mempakan dokumen yang dicetak secara otomatis dan elhkpn@kpk.go.id. Selumh data dan informasi yang tercantum dalam Dokumen

Kedua jenis isolat bakteri mampu menghasilkan Indole Acetic Acid (IAA) tanpa menggunakan L- trytofan sebagai prekursor pada media pertumbuhannya.. Escherichia coli

Prior to test the hypotheses, the researcher employed regression model to determine normal and abnormal cash flow from operating activities. Then,