ARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN SKOR DESAKAN UNTUK
MEROKOK PADA SISWA SMPN 1 KASIHAN, BANTUL
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh : FIRDA SEPTIAN
20120310045
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
ARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN SKOR DESAKAN UNTUK
MEROKOK PADA SISWA SMPN 1 KASIHAN, BANTUL
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh : FIRDA SEPTIAN
20120310045
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
ii
KARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH TERAPI SEFT (SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) TERHADAP PENURUNAN SKOR DESAKAN UNTUK
MEROKOK PADA SISWA SMPN 1 KASIHAN, BANTUL
Disusun Oleh : FIRDA SEPTIAN
20120310045
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 4 Mei 2016
Dosen Pembimbing Dosen Penguji
Dr. Oryzati Hilman, M.Sc.,CMF,PhD. dr. Iman Permana M.Kes, PhD NIK: 0508017002/173043NIK NIK :19700131201104173146
Mengetahui,
Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama :Firda Septian
NIM :20120310045 Program Studi :Pendidikan Dokter
Fakultas :Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 4 Mei 2016 Yang membuat pernyataan,
Tandatangan
iv
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan hidayah-Nya sehingga pembuatan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dapat selesai sebagaimana yang diharapkan. Dalam proposal penelitian ini, penulis menyajikan informasi yang diharapkan dapat menambah wawasan para pembaca.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan serta petunjuk dari berbagai pihak. Tak lupa, penulis mengucapkan terima kasih untuk dosen pembimbing dan orang tua serta keluarga yang telah memberi bantuan baik moral maupun materil.
Penulis sadar bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga penulisan. Semoga penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat.
Yogyakarta, 4 Mei 2016
v DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
INTISARI ... viii
ABSTRACT ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Keaslian Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 10
1. Sejarah Rokok ... 10
2. Definisi Rokok ... 11
3. Perilaku Merokok ... 11
4. Kandungan Rokok ... 14
5. Efek terhadap Kesehatan ... 17
6. MPOWER ... 19
7. Metode pemberhentian Merokok (SEFT) ... 25
B. Kerangka Konsep ... 31
C. Hipotesis ... 32
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 32
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
D. Cara Pengambilan Sample ... 35
E. Variabel Penelitian ... 35
F. Definisi Operasional... 35
G. Instrumen Penelitian... 36
H. Uji Validitas dan Reabilitas ... 36
I. JalannyaPenelitian ... 37
J. Analisis Data ... 38
K. Kesulitan Penelitian ... 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 41
vi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan TerapiSEFT dan EFT ... 26
Tabel 2 Two Group Pretest-Post Test Design... 32
Tabel 3. Waktu Penelitian ... 35
Tabel 4. Karakteristik Subyek Penelitianberdasarkan Usia pada Kelompok Terapi ... 42
Tabel 5.Karakteristik Subyek Penelitianberdasarkan Kelaspada Kelompok Terapi ... 43
Tabel 6. Karakteristik Subyek Penelitianberdasarkan Usia pada Kelompok Kontrol ... 43
Tabel 7. Karakteristik Subyek Penelitianberdasarkan Kelaspada Kelompok Kontrol ... 44
Tabel.8 Uji Noramalitas ... 45
Tabel.9 Nilai Rata-Rata Kelompok Terapi ... 45
Tabel. 10. Uji Wilcoxon ... 45
Tabel. 11. Uji Normalitas Pre-test... 46
Tabel. 12. Nilai Rata-Rata Kelompok Kontrol ... 46
Tabel. 13. Uji Wilcoxon ... 46
Tabel. 14. Perbandingan Komogorov-Smirnov& Sharpiro-Wilk ... 47
Tabel. 15. Perubahan skor antara terapi dan control ... 47
viii INTISARI
Latar belakang : Rokok adalah hasil olahan tembakau termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiama tabacuma, Nicotiama rustica dan spesies lainnya yang merupakan racun saraf potensial dan pada konsentrasi rendah dapat menimbulkan kecanduan. Menghentikan kebiasaan merokok bukanlah usaha mudah, salah satunya disebabkan karena kurangnya motivasi seseorang untuk berhenti merokok. Terapi SEFT (Spiritual, Emotional, Freedom, Technic) merupakan metode yang efektif untuk mengatasi fobia, kecemasan, depresi, gangguan stres pasca trauma, nyeri, dan kecenderungan orang terhadap konsumsi rokok.
Metode : Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design dengan menggunakan rancangan two group pretest-post test design with control group design. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas 7,8 dan 9 SMP Negeri 1 Kasihan, Bantul, Yogyakarta yang merokok sejumlah 40 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kuesioner perilaku merokok yang digunakan diadaptasi dari The Questionnaire of Smoking Urges (QSU)
Hasil :.Pada kelompok terapi terdapat penurunan rata-rata 11.4000, sedangkan pada kelompok control terdapat penurunan rata-rata 0.9412. Dari penelitian didapatkan hasil analisis dengan uji Wilcolxonp = 0.00 (p<0.05 ).
Kesimpulan : Dari hasil Wilcoxon terdapat penurunan kecenderungan perilaku merokok pada sampel setelah dilakukan terapi SEFT. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil post-test yang mengalami penurunan setelah dilakukan terapi SEFT tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terapi SEFT berpengaruh terhadap upaya berhenti merokok.
ix ABSTRACT
Background: Smoking Tobacco is processed including cigars or any other form that is generated from the plant Nicotiama tabacuma, Nicotiama rustica and other species that are a potential and nerve toxins in low concentrations can cause addiction. Stop the smoking habit is not easy business, one of which is caused due to a lack of motivation to quit smoking. SEFT method (Spiritual, Emotional, Freedom, Technic) is an effective method to overcome phobias, anxiety, depression, post traumatic stress disorder, pain, and the tendency of the people against the consumption of cigarettes.
Methods: this research uses quasi experimental design using draft two group pretest-post test design with control group design. The sample in this study are grade 7.8 and 9 SMP Negeri 1 pity, Bantul, Yogyakarta who smoked a number of 40 people who meet the criteria for inclusion and exclusion. The smoking behaviour questionnaire used was adapted from The Questionnaire of Smoking Urges (QSU)
Results: Group therapy there is a decrease in the average 11.4000, whereas in the control group there was a decrease in the average 0.9412. Analysis of results obtained from studies with test Wilcolxonp = 0.00 (p < 0.05).
Conclusion: the results of behavioral tendencies decrease Wilcoxon there smoking on SEFT therapy after a sample. It can be seen from the results of a post-test that experienced a decline after the SEFT therapy. Thus it can be concluded that the therapy effect on SEFT attempts to stop smoking.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, yang dimaksud dengan
rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk
lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiama tabacuma, Nicotiama rustica
dan spesies lainnya. Selain itu, bisa juga dihasilkan dari sintesis yang
mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.
Menurut Mangku Sitepoe, merokok adalah membakar tembakau yang
kemudian dihisap, baik menggunakan rokok maupun pipa. Temperatur pada
sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 90 derajat celcius untuk ujung
rokok dan 30 derajat celcius untuk ujung rokok yang terselip diantara bibir
perokok (Istiqomah, 2002).
Salah satu kebiasaan masyarakat saat ini yang dapat ditemui hampir di
setiap kalangan masyarakat adalah perilaku merokok. Rokok bukanlah suatu
hal yang baru dan asing lagi di masyarakat, baik itu laki-laki maupun
perempuan, tua maupun muda. Orang merokok mudah ditemui, seperti di
rumah, kantor, cafe, tempat-tempat umum, di dalam kendaraan, bahkan hingga
di sekolah-sekolah (Redaksi Plus, 2007).
Perilaku merokok merupakan perilaku yang merugikan, tidak hanya bagi
individu yang merokok tetapi juga bagi orang-orang disekitar perokok yang
2
kesehatan dan ekonomi. Dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia
yang dikandung rokok seperti nikotin, karbomonoksida, dan tar akan memacu
kerja dari susunan sistem saraf pusat dan sususan saraf simpatis. Sehingga
mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah. Juga
menstimulasi kanker dan berbagai penyakit lain seperti penyempitan
pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru, dan bronchitis
kronis (Kaplan et.al., 1993).
Hasil riset Darson menemukan bahwa sensitivitas ketajaman penciuman
dan pengecapan perokok berkurang dibandingkan dengan non-perokok. Sementara itu dari sisi ekonomi merokok pada dasarnya adalah “membakar
uang”, apalagi jika itu dilakukan oleh remaja yang belum mempunyai
penghasilan (Theodorus, 1994).
Menurut laporan World Health Organization (WHO) tentang konsumsi
tembakau dunia, angka prevalensi merokok di Indonesia merupakan salah satu
di antara yang tertinggi di dunia. Dengan 46,8 persen laki-laki dan 3,1 persen
perempuan usia 10 tahun ke atas yang diklasifikasikan sebagai perokok
(WHO, 2011). Jumlah perokok mencapai 62,8 juta, 40 persen di antaranya
berasal dari kalangan ekonomi bawah.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok
terbesar di dunia. Menurut data WHO, tahun 2012 persentase prevalensi
perokok pria yaitu 67% jauh lebih besar daripada perokok wanita yaitu 2,7%.
Diantara para perokok tersebut terdapat 56,7% pria dan 1,8% wanita merokok
perokok wanita yang merokok setiap hari (OECD, 2013). Diperkirakan
sebanyak seperempat perokok aktif akan meninggal pada usia 25 - 69 tahun
dan mereka kehilangan angka harapan hidup sekitar 20 tahun (Gajalakshmi
dkk., 2003).
Data Riset Kesehatan Dasar RI (2010) menunjukkan setiap hari ada 56
ribu perokok pemula pada kelompok umur 10- 64 tahun. Maka selama 540
hari masa penyesuaian yang diberikan pemerintah lebih dari 30 juta orang
telah menjadi perokok baru.
Ada berbagai alasan yang membuat seseorang merokok. Rosemary
mengatakan bahwa selain faktor adiktif dalam rokok, kebiasaan merokok di
kalangan mahasiswa dipicu oleh kondisi lingkungan yang mayoritas adalah
perokok. Kebiasaan merokok yang turun-temurun ditambah kurangnya
pemahaman akan bahaya rokok bagi kesehatan menjustifikasi perilaku
merokok mahasiswa. Pendapat lain dikemukakan oleh Smet mengatakan
bahwa seseorang merokok karena faktor-faktor sosio kultural seperti
kebiasaan budaya, kelas sosial, gengsi, dan tingkat pendidikan (Smet, 1994).
Menurut Oskamp dkk, individu mulai merokok dikarenakan pengaruh
lingkungan sosial seperti teman-teman, orang tua, dan media (Smet, 1994).
Pendapat tersebut didukung oleh Lewin (Komalasari dan Helmi, 2000) yang
menyatakan bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan
individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dalam
diri, juga disebabkan faktor lingkungan. Laventhal (Smet, 1994) juga
teman-4
teman (46%), seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%), dan orang tua
(14%).
Menghentikan kebiasaan merokok bukanlah usaha mudah terutama bagi
perokok di Indonesia. Hasil survei Lembaga Menanggulangi Masalah
Merokok (LM3). Sebanyak 66,2 persen perokok pernah mencoba berhenti
merokok tetapi tidak berhasil. Kegagalan ini disebabkan karena tidak tahu
caranya sebanyak 42,9 persen, 2,9 persen terikat sponsor rokok. Sedangkan
yang berhasil berhenti merokok disebabkan oleh kesadaran sendiri sebanyak
76 persen, 16 persen sakit, 8 tuntutan profesi.
Di Indonesia metode berhenti merokok belum banyak dikenal.
Kebanyakan berhenti merokok karena pengalaman orang lain. Metode
berhenti merokok yang dipakai di Indonesia selain dengan peraturan
pemerintah, biasanya menggunakan metode penyuluhan dan sekarang mulai
dikembangkan metode penyuluhan yang digunakan khusus bagi perokok yaitu
metode 5As (Ask, Advice, Assess, Assist, Arrange) (Rahayu, 2010).
Selain kedua metode di atas, terdapat juga metode hipnotis. Metode ini
digunakan karena mampu merubah perilaku orang secara setengah sadar tetapi
sukarela. Artinya, jika pada saat trance dia diberi intervensi oleh penghipnotis
bahwa merokok itu buruk dan dia harus berhenti, maka pada saat dia sadar
kembali, besar kemungkinan dia akan berhenti, sekalipun dia tidak tahu siapa
Saat ini terdapat metode yang relatif baru, yakni Spiritual, Emotional,
Freedom, Technic (SEFT).SEFT dikembangkan dari Emotional Freedom
Technique (EFT) yang digagas oleh Gary Craig (USA). Metode tersebut saat ini sangat populer di Amerika, Eropa, dan Australia sebagai solusi tercepat
dan termudah untuk mengatasi berbagai masalah fisik, emosi, serta untuk
meningkatkan performa kerja. Saat ini EFT telah digunakan oleh lebih dari
100.000 orang di seluruh dunia (Zainuddin, 2009).
Terapi SEFT merupakan metode baru dan masih dalam proses
eksperimental yang berkelanjutan. SEFT dapat diterapkan dalam berbagai
masalah/kasus seperti kecenderungan orang terhadap konsumsi rokok
(Zainuddin, 2009).
Setelah banyak dijelaskan tentang rokok diatas, bahwa rokok adalah
racun dan sesuatu yang membinasakan. Maka orang yang mengkonsumsi
rokok sama dengan orang yang meminum racun. Sedangkan
Allah SWT melarang manusia membunuh dirinya sendiri. Dalam Al-Qur’an
Surat An-Nisa ayat 29, Allah berfirman:
6
Melihat fenomena di atas, upaya untuk menurunkan kecanduan merokok
pada siswa yang dapat dilakukan salah satunya adalah terapi SEFT. Maka
peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh terapi SEFT (Spiritual
Emotional Freedom Technique) terhadap upaya menurunkan kecanduan merokok pada siswa SMP Negeri 1 Kasihan.
B. Perumusan Masalah
Bagaimana pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan skor desakan
untuk merokok pada siswa SMP?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk menilai pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan skor desakan
untuk merokok pada siswa SMP.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menilai gambaran penurunan skor desakan untuk merokok
siswa SMP sebelum diberikan terapi dengan terapi SEFT.
b. Untuk menilai gambaran penurunan skor desakan untuk merokok
sesudah diberikan terapi dengan terapi SEFT.
c. Untuk menilai perbedaan penurunan skor desakan untuk merokok
sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT.
d. Untuk menilai perbedaan penurunan skor desakan untuk merokok
siswa SMP yang telah dilakukan terapi SEFT dengan siswa SMP yang
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa SMP yang Merokok
Untuk menurunkan kecanduan merokok
2. Bagi Masyarakat dan Guru
Mendapatkan alternatif solusi untuk upaya berhenti merokok.
3. Bagi Ilmu Kedokteran
Memberikan bukti ilmiah untuk terapi SEFT dalam pengembangan ilmu
CAM (Complementary Alternatife Medicine). 4. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan terhadap terapi SEFT dalam
upaya berhenti merokok.
5. Bagi Pembuat Kebijakan
Menambah bukti ilmiah untuk membuat kebijakan terkait upaya berhenti
merokok.
E. Keaslian Penelitian
Penulis menemukan beberapa penelitian yang berhubungan dan telah
dilakukan sebelumnya adalah :
1. Ririn N Rahayu, (2010), dengan judul Pengaruh Metode 5As Terhadap
Sikap Merokok. Penelitian ini menggunakan rancangan experimental
design dengan pretest-postest control group design terhadap sikap berhenti merokok yaitu pada domain kognitif, domain afektif dan domain konatif.
Dari hasil peneltian ini terdapat peningkatan yang bermakna terhadap skor
8
kelompok kontrol (t= 4,284; p=0,000 (<0,05)). Peningkatan skor pada
domain kognitif(t=2,522;p=0,018 (<0,05)), domain afektif . (Z=-0,376;
p=-0,001 (<0,05)), dan domain konatif(Z=-4,189; p=0,000 (<0,05)).
2. Laila Komariah, (2012), dengan judul Efektivitas Spiritual Emotional
Freedom Technique (SEFT) Untuk Menurunkan Perilaku Merokok Pada
Mahasiswa. Penelitian ini menggunakan analisis Uji Mann-Whitney dan
Uji Wicolxon dengan desain penelitian yang digunakan adalah pretest post
test control group design. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta. Hasil dalam
penelitian ini menunjukkan ada penurunan perilaku merokok yang
signifikan pada mahasiwa yang diberikan SEFT. Hal tersebut berdasarkan
pada hasil analisis dengan uji Wilcolxon pada Kelompok Eksperimen yang
menunjukkan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh data (T) sebesar
0,025 (T<0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah SEFT efektif
untuk menurunkan perilaku merokok pada mahasiswa. Hal tersebut
berdasarkan taraf signifikansi yang diperoleh dari data (U) sebesar 0,00
(U<0,05) yang diperoleh dari Uji Mann-Whitney gain score pretest dan
posttest skala perilaku merokok pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol. Yang membedakan dengan peneliti adalah: apabila
pada penelitian ini menggunakan sampel Mahasiswa dari salah satu
Perguruan Tinggi Swasta yang ada di Yogyakarta, sedangkan penelitian
3. Rosita R, Suswardany DL, Abidin Z, (2012), dengan judul Penentu
Keberhasilan Merokok Pada Mahasiswa. Metode penelitian menggunakan
survei dengan pendekatan cross sectional pada mahasiswa Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sampel merupakan
perokok aktif atau pernah menjadi perokok aktif, yang dipilih dengan
menggunakan teknik Snowball Sampling. Uji statistik yang digunakan
adalah uji Chi Square dan dilanjutkan dengan uji Logistic Regresion.
Variabel lama merokok, alasan berhenti merokok, dan upaya berhenti
merokok dianalisis berdasarkan hasil Fisher Exact (two-sided). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor
frekuensi merokok (p=0,001; OR=5,181) dan faktor niat berhenti merokok
(p=0,001; OR=14,389) dengan keberhasilan berhenti merokok pada
mahasiswa FIK UMS. Tidak ada hubungan antara jumlah rokok
(p=0,158), lama merokok (p=0,093), alasan berhenti merokok (p=0,155),
dan faktor upaya berhenti merokok (p= 0,706) dengan keberhasilan
berhenti merokok. Simpulan penelitian adalah frekuensi merokok dan
faktor niat berhenti merokok berhubungan dengan keberhasilan berhenti
merokok pada mahasiswa. Yang membedakan dengan penelitian ini
adalah metode yang digunakan. Pada menelitian ini menggunakan metode
penelitian survei dengan pendekatan cross sectional pada mahasiswa.
Sedangkan peneliti menggunakan metode quasi eksperimental design
10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Sejarah Rokok
Pada tahun 1492 Masehi, Christoper Colombus sampai di Benua
Amerika. Colombus melihat Bangsa Indian memiliki kebiasaan
menghisap tembakau, terutama ketika melakukan ritual keagamaan.
Kemudian Colombus terpengaruh untuk mengikuti kebiasaan Bangsa
Indian tersebut. Setelah Colombus pulang ke Eropa, dia memperkenalkan
kebiasan tersebut. Sejak saat itu, para Bangsawan dan penduduk Eropa
memiliki kebiasaan menghisap tembakau. Dan terus meluas hingga ke
Negara-Negara Balkan. Kemudian sampai ke Negara Islam di Timur
Tengah setelah para pedagang asal Spanyol datang pada abad 17 (Satiti,
2011).
Perkembangan rokok kretek Indonesia dimulai di Kudus pada tahun
1890 kemudian menyebar ke berbagai daerah lain di Jawa Tengah antara
lain Magelang, Surakarta, Pati, Rembang, Jepara, Semarang juga ke
Daerah Istimewa Yogyakarta. Perkembangan industri rokok di Indonesia
ditandai dengan lahirnya perusahaan rokok besar yang menguasai pasar
dalam industri ini, yaitu PT. Gudang Garam,Tbk yang berpusat di Kediri,
PT. Djarum yang berpusat di Kudus, PT.HM Sampoerna, Tbk yang
berpusat di Surabaya, PT. Bentoel yang berpusat di Malang dan PT.
2. Definisi Rokok
Rokok adalah gulungan tembakau yang disalut dengan daun nipah,
kertas,dsb. Merokok adalah suatu kata kerja yang berarti melakukan
kegiatan atau aktifitas menghisap, sedangkan perokok adalah orang yang
suka merokok (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2011).
Sitopoe menyebutkan bahwa alasan utama menjadi perokok adalah
karena ajakan teman-teman yang sukar ditolak. Selain itu juga, ada juga
pelajar mengatakan bahwa pria menjadi perokok setelah melihat iklan
rokok. Ini berarti bahwa tindakan merokok diawali dari adanya suatu
sikap, yaitu kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak,
setuju atau tidak setuju terhadap respon yang datang dari luar dalam hal ini
adalah rokok (Sitopoe, 2000).
3. Perilaku Merokok
Ada beberapa penyebab mengapa seseorang merokok, yaitu faktor
biologis, faktor psikologis, maupun faktor lingkungan sosial (Sarafino,
1994). Seseorang mulai merokok karena faktor sosial antara lain karena
pengaruh orang tua, karena teman sekelompok (takut tidak diterima dalam
kelompok tertentu) maupun karena adanya contoh dari saudara, orang tua,
guru maupun media massa. Faktor ini terkait dengan pengalaman dan
pengetahuan manusia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah
dilakukan (Trihandini dan Wismanto, 2000) yang menunjukkan bahwa
12
modern. Gaya hidup modern ini dipersepsi dari teman-teman
sekelompoknya.
Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Clearly (dalam Cahyani,
1995) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok
yaitu:
a. Tahap Preparatory
Pada tahap ini seseorang mendapatkan gambaran yang
menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat,
atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbukan minat untuk merokok.
b. Tahap Initiation.
Ini merupakan tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah
seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.
c. Tahap becoming a smoker
Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang
per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.
d. Tahap maintenance of smoking
Tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara
pengaturan diri (selfregulating). Merokok dilakukan untuk
memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
Sarafino (1994) juga membahas tentang faktor-faktor yang
a. Faktor Biologis
Banyak penelitian menunjukan bahwa nikotin yang terkandung
di dalam rokok, adalah salah satu bahan kimia yang berperan penting
pada ketergantungan merokok. Pendapat ini didukung oleh Aditama
(1992) yang mengatakan bahwa nikotin dalam darah perokok cukup
tinggi.
b. Faktor Psikologis
Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi,
menghilangkan rasa ngantuk, mengakrabkan suasana sehingga
terciptanya rasa persaudaraan, serta dapat memberi kesan seorang
perokok itu mempunyai wibawa yang tinggi. Sehingga bagi individu
perokok yang sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok
sangat sulit untuk dihilangkan.
c. Faktor Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan, dan
perhatian individu terhadap perokok. Seseorang akan berperilaku
merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya.
Sementara itu Komalasari dan Helmi (2000), menjelaskan bahwa ada
empat prediktor yang dijadikan alat ukur bantu perilaku merokok, yaitu:
a. Intensitas merokok
Intensitas merokok adalah seberapa sering individu melakukan
aktivitas merokok.
14
Tempat merokok adalah tempat individu melakukan aktivitas
merokoknya (rumah, sekolah, jalan, dan lain-lain). Mu’tadin (2002)
mengatakan bahwa tipe perokok berdasarkan tempat dibagi menjadi
dua, yaitu :
1) Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik.
2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi seperti kamar tidur
dan toilet.
c. Waktu merokok
Waktu merokok adalah kapan (pada momen apa saja) individu
melakukan aktivitas merokoknya.
d. Fungsi merokok
Fungsi merokok yaitu seberapa penting aktivitas merokok bagi
seorang perokok dalam kehidupan sehari-hari dan makna merokok itu
sendiri bagi individu yang bersangkutan.
4. Kandungan Rokok
Manakala sebatang rokok dibakar, maka terbentuklah 4.000 senyawa
kimia yang berbahaya, diantaranya sekitar 200 yang beracun dan telah
dinyatakan berbahaya bagi kesehatan tubuh, sementara sekitar 43 bahan
kimia lainnya dapat berpotensi menyebabkan kanker. Dan setengah dari
zat kimia tersebut telah diketahui berasal dari substansi yang terkandung di
dalam tembakau (Satiti,2011).
Bahan kimia yang paling berbahaya terhadap kesehatan tubuh yang
a. Tar
Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan
mengiritasi paru-paru. Racun ini membunuh sel dalam saluran udara
dan paru-paru, serta meningkatkan produksi lendir di dalam paru-paru.
Akibatnya, orang yang kecanduan rokok dan telah merokok
bertahun-tahun sulit bernafas karena saluran udara ke dalam paru-paru
terhambat. Racun ini juga dapat memicu kanker paru-paru (Satiti,
2011).
b. Nikotin
Nikotin adalah senyawa pirrolidin, suatu zat kimia organik kelompok alkaloid yang dihasilkan secara alami oleh tumbuhan
terutama suku terung-terungan (Solanaceae), termasuk diantaranya pada tomat, terung ungu, kentang dan lada hijau namun dengan kadar
rendah (Sukendro, 2007). Nikotin berkadar 0,3 sampai 5 % dari berat
kering tembakau berasal dari hasil biosintesis di akar dan terakumulasi
di daun. Nikotin merupakan racun saraf yang potensial dan digunakan
sebagai bahan baku berbagai jenis insektisida. Pada konsentrasi
rendah, zat ini dapat menimbulkan kecanduan, khususnya pada rokok,
yang dengan kadar 1 – 3 mg pada sebatangnya setelah dikonsumsi
25% dari jumlah tersebut akan masuk kedalam darah, dan dalam 15
16
c. Karbon Monoksida (CO)
Karbon Monoksida (CO) merupakan salah satu zat yang terdapat
pada asap rokok. Sifatnya yang tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak
berasa membuat CO menjadi gas yang sangat berbahaya
(US.EPA,2005). CO dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna
dari unsur zat arang atau karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang
rokok dapat mencapai 2 – 5% (Murdiyati,2009). Orang yang terpapar
gas CO pada tingkat tertentu dapat menyebabkan sakit kepala,
kelelahan dan mual. Pada tingkat yang lebih seirus, paparan CO dapat
mengakibatkan disorientasi atau tidak sadarkan diri bahkan kematian
(Hidayat,2012).
Menurut Satiti (2011), adapun bahan kimia lainnya yang terbukti
dapat menyerang selaput halus pada saluran pernapasan dan memasuki
aliran darah sehingga mengganggu peredaran darah adalah:
a. Acatona (Bahan penghapus cat)
b. Ammonia (Bahan kimia pembersih lantai)
c. Arsenic (Racun tikus)
d. Butane (Bahan bakar korek api)
e. Methanol
5. Efek terhadap Kesehatan a. Penyakit Kardiovaskuler
Menurut Satiti (2011), senyawa kimia yang terkandung di dalam
rokok akan meningkatkan detak jantung, tekanan darah, resiko
hipertensi dan penyumbatan arteri. Di samping itu, rokok juga akan
menurunkan kadar HDL (kolesterol baik di dalam darah) dan
menurunkan tingkat elastisitas aorta (pembuluh darah terbesar pada
tubuh manusia) yang dapat meningkatkan terjadinya penggumpalan
pembuluh darah sehingga dapat memicu penyakit seperti:
1) Serangan jantung
Kondisi dimana adanya penggumpalan darah pada arteri yang
menyumbat suplai darah pada jantung sehingga dapat
mengakibatkan serangan jantung.
2) Gagal Ginjal
Terjadi karena adanya penggumpalan darah pada arteri yang
menyumbat suplai darah pada ginjal sehingga dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan darah, bahkan gagal ginjal.
b. Pengaruh Rokok terhadap Rongga Mulut Rongga
Mulut adalah bagian yang sangat mudah terpapar efek rokok,
karena merupakan tempat terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran
rokok yang utama (Aditama, 1997).
Komponen toksik dalam rokok dapat mengiritasi jaringan lunak
18
memperlambat penyembuhan luka, memperlemah kemampuan
fagositosis, menekan proliferasi osteoblas, serta dapat mengurangi
asupan aliran darah ke gingiva (Bergstrom et al, 2000).
Kelainan jaringan lunak mulut akibat komponen toksik dan agen
karsinogen yang terkandung dalam asap rokok, antara lain eritroplakia,
leukoplakia, keratosis rokok, squamous cell carcinoma, serta verrucous
carcinoma. Kondisi patologis dalam rongga mulut yang juga sering
ditemukan pada perokok adalah karies akar, halitosis, periimplantitis,
penurunan fungsi pengecapan, staining pada gigi atau restorasi, serta
penyakit periodontal. Penyakit periodontal termasuk akumulasi plak
dan kalkulus, saku periodontal, inflamasi gingiva, resesi gingiva, serta
kehilangan tulang alveolar (Sham dkk, 2003).
Merokok juga menyebabkan rangsangan pada papilla filiformis
sehingga menjadi lebih panjang (hipertropi). Rangsangan asap rokok
yang lama, dapat menyebabkan kerusakan pada bagian mukosa mulut
yang terpapar, penebalan menyeluruh bagian epitel mulut, hingga
dapat menimbulkan bercak putih keratotik yang menandai leukoplakia
dan kanker mulut (Sham dkk, 2003).
e. Dampak paru-paru
Menurut Satiti (2011), merokok dapat menyebabkan perubahan
struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran
napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus
radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan
penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan
jumlah sel radang dan kerusakan alveoli.
Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan
timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala
klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruksi
paru menahun (PPOM).
Merokok merupakan penyebab utama timbulnya PPOM,
termasuk emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan asma. Hubungan
antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-5 dekade
terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok,
terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada
yang secara tegas menyatakan bahwa rokok sebagai penyebab utama
terjadinya kanker paru-paru.
Partikel asap rokok, seperti benzopiren, dibenzopiren, dan uretan,
dikenal sebagai bahan karsinogen. Juga tar berhubungan dengan risiko
terjadinya kanker. Dibandingkan dengan bukan perokok, kemungkinan
timbul kanker paru-paru pada perokok mencapai 10-30 kali lebih
sering.
6. MPOWER
MPOWER merupakan enam paket kebijakaan yang dibuat oleh
WHO (World Health Organization) pada bulan Mei tahun 2003 untuk
20
rokok (WHO, 2008). Enam paket kebijakan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Monitor Penggunaan Tembakau dan Pencegahannya
Sistem monitoring penggunaan tembakau yang kuat diperlukan
baik dalam perumusan maupun evaluasi kebijakaan pengendalian
tembakau. Sistem monitoring yang baik ini harus memantau
setidaknya tiga indikator, yaitu: prevalensi penggunaan tembakau,
dampak implementasi kebijakan pengendalian tembakau, serta iklan
atau promosi dan perkembangan industri rokok. (WHO, 2008).
Di Indonesia sendiri, data yang ada menunjukan penggunaan
tembakau sangat meningkat dalam tiga dekade terakhir. Berdasarkan
Susenas 2004, prevalensi perokok pada orang dewasa usia 15 tahun
keatas adalah 63,1% pada laki-laki (meningkat 1,4% dari tahun 2001)
dan 4,5% pada wanita (lebih besar tiga kali lipat prevalensi tahun 2001
yakni sebesar 1,3%), dengan prevalensi merokok secara keseluruhan
telah meningkat dari 31,5% (2001) menjadi 34,4% pada tahun 2004
(BPS, 2004). Pada kelompok usia 13-15 tahun, data Global Youth
Tobacco Survey (GYTS) tahun 2006 menyebutkan bahwa sebesar 13,7% anak usia 13-15 tahun di Jawa adalah pengguna tembakau.
Angka yang lebih tinggi didapatkan di Sumatra yaitu sebesar 22,8%,
artinya setiap 1 dari 5 anak usia 13-15 tahun di wilayah tersebut
Saat ini regulasi pengendalian tembakau atau secara spesifik
pengendalian masalah rokok di Indonesia ada dalam bentuk Peraturan
Pemerintahan (PP) N0.19 tahun 203 tentang Pengamanan Rokok bagi
Kesehatan yang merupakan perubahan dari dua Peraturan
Pemerintahan sebelumnya. Peraturan Pemerintaha No.81 tahun 1999
dan Peraturan Pemerintahan No.38 tahun 2000. Dicantumkan secara
spesifik dalam Peraturan Pemerintahan No.19 tahun 2003, bahwa PP
ini bertujuan mencegah penyakit akibat rokok baik bagi individu
perokok maupun bagi masyarakat. Hal-hal yang diatur dalam peraturan
ini meliputi pengaturan tentang kandungan kadar nikotin dan tar;
persyaratan produksi dan penjualan rokok, persyaratan iklan dan
promosi rokok; serta penetapan kawasan tanpa rokok (PP No.19, 2003)
b. Perlindungan terhadap Asap Tembakau
Rokok tidak hanya berbahaya bagi penggunanya tetapi juga
membahayakan bagi orang yang berada disekitarnya. Perokok pasif
dewasa dapat menderita berbagai penyakit kronis seperti stroke,
kanker paru-paru, penyakit jantung kororner dan lain-lain. Pada
anak-anak asap rokok juga dapat meningkatkan risiko penyakit asma, tumor
otak serta gangguan napas bagian bawah (U.S. Department of Health
and Human Service, 2006).
Hal yang ironis adalah dari separuh negara di dunia, dengan
jumlah penduduk mencakup 2/3 populasi dunia belum memberi
22
mengizinkan orang merokok di dalam gedung ataupun di tempat kerja
(WHO, 2008).
Larangan untuk merokok di dalam ruangan ataupun di tempat
kerja yang ditetapkan di berbagai negara telah terbukti mampu
menurunkan prevalensi penggunaan tembakau di negara tersebut. Di
berbagai negara industri, penetapan kawasan tanpa rokok di tempat
kerja mengurangi 29% konsumsi tembakau dan juga mengurang
prevalensi perokok sebesar 4% (California Environmental Protection
Agency, 2005). Penelitian lain di Irlandia menyebutkan penetapan kawasan tanpa rokok pada tahun 2004 telah mengurangi konsentrasi
nikotin di udara sebesar 83% (Mulcahy M et al, 2005).
c. Optimalkan Dukungan untuk Berhenti Merokok
Tiga dari 4 perokok di seluruh dunia menyatakan ingin berhenti
merokok namun bantuan komprehensif yang tersedia baru dapat
menjangkau 5% nya (Jones JM, 2006).
Dari berbagai pengalaman di dunia, WHO mengajukan tiga
bentuk dukungan layanan berhenti merokok yang dapat diberikan
yaitu: 1) Pelayanan konsultasi bantuan berhenti merokok yang
terintegrasi di pelayanan kesehatan primer; 2) Quitline: Telepon layanan bantuan berhenti merokok yang mudah diakses dan
cuma-cuma; 3) Terapi obat yang murah dengan pengawasan dokter (WHO,
d. Waspadakan Masyarakat akan Bahaya Tembakau
Walaupun informasi mengenai bahaya tembakau bagi kesehata
telah sering dipublikasikan, namun hanya sebagian kecil perokok
mengerti apa saja sebenarnya bahaya rokok bagi kesehatan. Karena
itulah peringatan kesehatan wajib dicantumkan pada setiap kemasan
produk tembakau dalam bentuk gambar untuk memastikan pesan
tersebut tersampaikan kepada masyarakat (Hammond D et al, 2006).
Dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang telah di keluarkan oleh WHO, pesan kesehatan yang dianjurkan
adalah berupa gambar dengan area minimal sepertiga permukaan
kemasan produk tembakau dengan pergantian gambar secara periodik
(WHO, 2003).
Saat ini baru 15 negara di dunia, mencakup 6% populasi dunia
yang mencantumkan pesan kesehatan berupa gambar pada kemasan
produk tembakau. Langkah tersebut terbukti efektif untuk
menyadarkan masyarakat khususnya pengguna tembakau akan bahaya
penggunaan tembakau dan mendorong mereka untuk berhenti (Borlan
R, 1997).
Di Indonesia, pesan kesehatan diatur dalam PP Republik
Indonesia No.19 tahun 2003 berupa pesan teks dengan ukuran 3 mm
yang diberi kotak dengan warna dasar kontras dengan tulisan ( PP
24
e. Eliminasi iklan, Promosi dan Sponsor terkait Tembakau
Pemasaran tembakau memiliki peranan besar dalam
meningkatkan gangguan kesehatan dan kematian karena tembakau.
Larangan terhadap promosi produk tembakau adalah senjata yang
ampuh untuk memerangi tembakau. Sepuluh tahun sejak inisiasi
larangan iklan rokok dijalankan, konsumsi rokok di negara dengan
larangan iklan turun 9 kali lipat dibandingkan dengan negara tanpa
larangan iklan (Saffer H, 2000).
f. Raih Kenaikan Cukai Tembakau
Kenaikan harga tembakau melalui pajak merupakan upaya paling
efektif untuk mengurangi konsumsi dan mendorong orang berhenti
merokok. Peningkatan 70% harga produk tembakau dapat mencegah
hingga seperempat kematian terkait tembakau di dunia ( Jha P et al,
2006).
Di Indonesia, peraturan tentang cukai tembakau telah ditetapkan
dalam Undang-undang No.39 tahun 2007 dan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No. 134/PMK.04/2007. Peraturan tersebut
menetapkan pajak cukai yang berkisar 15-36% untuk kretek dan rokok
putih buatan mesin, serta 0-18% untuk kretek buatan tangan.
Penurunan cukai tersebut diimbangi dengan kenaikan pajak khusus
menjadi RP. 35,-/ batang untuk semua jenis rokok kecuali kretek
buatan tangan ukuran kecil yang dinaikan Rp. 30,-/ batang, serta pajak
7. Metode pemberhentian Merokok (SEFT)
SEFT pertama dikembangkan dari EFT (Emotional freedom
Technique) yaitu versi akupuntur tanpa jarum berdasarkan suatu temuan bahwa adanya hubungan antara aliran enegy dalam tubuh dan emosi
dengan masalah kesehatan mulai dari permasalahan emosi, kesehatan dan
performance (Zainuddin,2009). EFT menggunakan unsur Cognitive
Therapy dan Terapi Exposure, dan menggabungkan mereka dengan akupresur, dalam bentukujung jari menekan pada 12 titik akupunktur.
Lebih dari 20 uji klinis yang diterbitkan dalam jurnal medis dan
psikologipeer-review telah menunjukkan bahwa EFT efektif untuk fobia, kecemasan, depresi, gangguan stres pasca trauma, nyeri, dan masalah
lainnya (Gary, 2012).
Walaupun terapi SEFT merupakan perkembangan dari EFT, terdapat
[image:36.595.149.519.500.752.2]perbedaan antara kedua metode tersebut, yaitu:
Tabel 2.1. Perbedaan Terapi SEFT dan EFT
EFT SEFT
Asumsi kesembuhan berasal dari diri sendiri
Asumsi kesembuhan berasal dari Tuhan
Dilakukan dalam suasana santai dan nyaman
Dilakukan dengan penuh keyakinan bahwa kesembuhan berasal dari Tuhan.
Tapping menggunakan 14 titik Tapping menggunakan 18 titik Tidak mengandung unsur
spiritualitas
90% penekanan pada unsur spiritualitas
Teknik yang terlibat:
a. Neuro linguistik
programming b. Behavioral therapy c. Psychoanalisa d. EMDR
e. Sugesty & affirmasi f. Visualization
Teknik yang telibat:
a. Semua teknik dalam EFT b. Logotherapy
c. Sedona method d. Ericksonian hypnosis e. Provokative therapy
26
g. Gesalt hterapy h. Energy therapy
g. Powerful prayer
h. Loving-kindness therapy
a. Cara Melakukan SEFT
Cara melakukan SEFT terdiri dari 4 langkah, yaitu.
1) The set-up
Pada langkah pertama ini bertujuan untuk memastikan agar
energi tubuh terarah dengan tepat. Langkah ini dilakukan dengan
menetralisir pikiran negatif spontan atau keyakinan bawah sadar
negatif dengan cara mengucapkan doa dengan penuh perasaan
yang dipanjatkan kepada Allah SWT bahwa apapun permasalahan
yang di alami saat ini. Sebelum melakukan set-up sebaiknya kita
melakuka langkah berikut:
a) Minum air putih diiringi doa sepenuh hati.
b) Melepaskan jam tangan dan perhiasan, mematikan telepon
genggam dan menjauhkan diri dari alat elektronik.
c) Mengklarifikasi masalah:
d) Rasa sakit yang dirasakan.
e) Lokasi spesifik rasa sakit atau perasaan negatif yang dirasakan.
f) Intensitas rasa sakit (0=hilang, 10=paling parah).
2) The tune-in
Cara melakukan tune-in dengan cara merasakan rasa sakit
yang di alami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat rasa sakit
3) The tapping
Tapping adalah mengetuk ringan dengan 2 ujung jari pada
titik-titik tertentu di bagian tubuh dan tetap terus melakukan
tune-in. Titik-titik ini merupakan kunci dari The Major Energy
Meridians yang akan menetralisirgangguan emosi atau rasa sakit. 4) Nine Gamut Procedure
Langkah ini disebut dengan EMDR (Eye Movement
Desensitization Reprocessing), dan biasanya ini dilakukan untuk mengatasi masalah yang berat. Khusus untuk titik ini dilakukan
tapping terus menerus sambil melakukan 9 gerakan :
a) Menutup mata kuat-kuat.
b) Membuka mata lebar-lebar.
c) Melirik kuat-kuat ke arah kanan bawah.
d) Melirik kuat-kuat kearah kiri bawah.
e) Memutar bola mata searah jarum jam.
f) Memutar bola mata berlawanan arah jarum jam.
g) Bergumam berirama selama 3 detik (happy birthday to you) h) Berhitung 1,2,3,4,5.
i) Bergumam berirama lagi selama 3 detik.
j) Diakhiri dengan mengambil nafas panjang, kemudian
hembuskan perlahan sambil mengucapkan rasa syukur kepada
28
b. 5 Kondisi Hati Penentu Efektifitas SEFT
1) Yakin
Pada beberapa teknik terapi yang lain, sangat menekankan
pentingnya aspek yakin baik kepada teknik terapinya ataupun
kepada terapisnya. Namun yang berbeda di dalam SEFT, yakin
yang paling penting adalah keyakinan kita pada:
a) Maha Kuasanya Tuhan
Bahwa jika Allah turun tangan maka tidak ada yang tidak
mungkin, tetapi jika Allah tidak berkehendak, maka tidak ada
yang bisa kita capai.
b) Maha Kasihnya Tuhan
Bahwa apapun kondisi kita saat ini, sembuh maupun belum,
itulah yang terbaik untuk kita saat ini menurut Allah SWT.
2) Khusyuk
Selama proses terapi SEFT ini, khususnya pada tahap set-up
dan tune-in, kita diharuskan untuk bisa berkonsentrasi penuh
(khusyuk). Pusatkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan
masalah kita kepada Allah SWT. Selama proses tapping, tetaplah
berkonsentrasi pada rasa sakit atau kondisi emosi yang ingin
dihilangkan.
3) Ikhlas
M.Scott Peck, seorang psikiater yang berengalaman
berjudul “The Road Less Traveled” mengatakan, asal orang-orang
yang sakit (fisik maupun emosi) mau menerima menerima apapun
keadaan dan masalahnya, maka penderitaan mereka akan sangat
berkurang dan bahkan pada akhirnya bisa lebih mudah sembuh dari
penyakit dan masalahnya.
4) Pasrah
Pasrah adalah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah
SWT apapun yang akan terjadi kepada kita kedepannya nanti.
Namun pasrah juga harus dibarengi dengan usaha. Kita berusaha
sebisa dan seoptimal mungkin mencari solusi, sembari
menggantungkan hati kita hanya kepada Allah SWT.
5) Syukur
Syukur merupakan suatu hal yang tidaklah mudah apalagi
disaat kita berada dalam keadaan sakit atau mempunyai masalah.
Namun kita harus mendisiplinkan diri untuk selalu bersyukur
meski dalam kondisi seberat apapun. Cari dan temukan kemudian
syukuri apapun hal dalam hidup kita. Seringkali ketika seseorang
terus mensyukuri nikmat yang diberikan ataupun kondisi yang
diberikan, maka masalah yang kita hadapi berangsur membaik dan
bahkan terselesaikan.
c. Manfaat SEFT
Menurut Ahmad Faiz Zainudin SEFT mempunyai banyak
30
1) Individu
SEFT dapat mengatasi dan membebaskan berbagai masalah pribadi
dan dapat mengembangkan potensi diri dengan optimal, sehingga
menuju ke arah yang lebih baik untuk menjadi manusia paripurna.
2) Keluarga
Dalam bidang ini, SEFT dapat menjadi alat bantu untuk
menciptakan hubungan yang kuat serta harmonis dalam keluarga.
3) Sekolah
Penerapan SEFT di lingkungan sekolah dapat digunakan oleh guru,
pelajar dan mahasiswa untuk menyelesaikan
B. Kerangka Teori
Perilaku merokok
Psikologis Lingkungansosial Biologis
Adanya rasa nyaman ketika merokok
Sikap
Kepercayaan
Perhatian Nikotin
Perasaan Senang Pengeluaran Dopamin
Peningkatan A4β2 nicotinic receptor di Ventral Tegmental Area (VTA)
Peningkatan nicitinic acetylcholine (nACh) receptor di Central Nervous System (CNS)
- Rasa ingin marah - Depresi
- Emosi - Insomnia - Sulit konsentrasi - Nafsu makan ↑ - Rasa tidak sabar - Keinginan merokok
Perilaku berulang
32
C. Kerangka Konsep
D. Hipotesis
H0 : Tidak terdapat perbedaan terhadap perubahan skor desakan untuk
merokok pada orang yang mendapatkan edukasi bahaya merokok dan
terapi SEFT dibandingkan orang yang hanya mendapatkan edukasi
bahaya merokok.
H1 : Terdapat perbedaan terhadap perubahan skor desakan untuk merokok
pada orang yang mendapatkan edukasi bahaya merokok dan terapi
SEFT dibandingkan orang yang hanya mendapatkan edukasi bahaya
merokok.
Perubahan skor desakan merokok
Faktor yang mempengaruhi:
Faktor biologis
Faktor psikologis
Faktor lingkungan sosial
Prilaku merokok:
Intensitas merokok
Tempat merokok
Fungsi merokok
32 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan quasi eksperimental design dengan menggunakan rancangan two group pretest-posttest with control group design. Observasi dilakukan dua kali yaitu sebelum eksperimen (O1) disebut pretest,
dan sesudah eksperimen (O2) disebut dengan posttest.
pretest Perlakuan posttest
Kel. intervensi O1 X O2
Kel. kontrol O1 X O2
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian
Menurut Sudjiono (2012), populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri dari subyek atau obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulan.
Populasi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh
subyek atau obyek yang diteliti. Populasi dapat juga diartikan kumpulan
orang atau subyek dan obyek yang diamati.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 1 dan 2 SMPNegeri
33
2. Sampel penelitian
Menurut Sudjiono (2012),bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi. Ada yang dipelajari dari sampel, kesimpulannya
akan diberlakukan untuk populasi, oleh karena itu sampel harus
refresentatif.
Menurut Supranto J (2000) untuk penelitian eksperimental secara
sederhana dapat dirumuskan menggunakan rumus berikut ini:
(t-1) (r-1) ≥ 15
Keterangan :
t = jumlah intervensi
r = sample/kelompok
jika jumlah intervensi ada 1 buah, maka jumlah ulangan untuk tiap
intervensi dapat dihitung:
(t-1)(r-1) ≥ 15
(1-1)(r-1) ≥ 15
(r-1) ≥ 15 (r) ≥ 15 + 1
(r) ≥ 16
Karena hasil yang didapatkan adalah 16, maka jumlah sampel
minimal yang harus didapatkan oleh penelitih adalah 16 sampel. Untuk
mengatasi responden yang mengalami drop out jumlah sampel ditambah
10%.
= n+n (10%)
= 16+16 (10%)
= 17,6 ≈ 18
Jumlah sampel ditetapkan dengan mengunakan total sampling, yaitu 18 anak. Hal ini dilakukan untuk memperoleh sampel yang representatif.
Dalam penelitian ini, pengambilan sampel didasarkan pada kriteria
penerimaan yang meliputi kriteria inklusi, eksklusi. Kriteria tersebut antara
lain:
a. Kriteria inklusi
1) Merupakan perokok dari siswa SMAN 1 Kasihan, Bantul
2) Tidak sedang mengikuti terapi atau program lain yang berkaitan
dengan rokok.
b. Kriteria ekskusi
1) Siswa yang tidak masuk sekolah.
2) Siswa yang tidak mengikuti sesi terapi
3) Siswa yang sedang menjalankan ujian di sekolah.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Penelitian ini berlangsung sekitar 5 bulan yang dimulai dari bulan Oktober
35
D. Cara Pengambilan Sample
Pengambilan sampel diambil dari sebagian populasi dengan kriteria
inklusi dan ekslusi. Pengumpulan data melalui pretest dan posttest pada siswa SMP Negeri 1 Kasihan, meliputi kelengkapan subjek (seperti umur, jenis
kelamin,).
E. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Variabel Bebas
Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique).
2. Variabel Terikat
Intensitas merokok siswa SMP NEGERI 1 Kasihan Yogyakara sebelum
terapi SEFT dan sesudah terapi SEFT.
F. Definisi Operasional 1. Intervensi penelitian
a. Terapi SEFT
Terapi yang diberikan kepada kelompok intervensi adalah terapi
SEFTSpiritual Emotional Freedom Technique) yang merupakan terapi komplementer body mind therapy untuk membebaskan aliran energi
negatif di tubuh. Terapi ini dilakukan dengan 4 prosedur, yaitu: the
set-up, the tune in, the tapping dan yang terakhir nine gamut procedure. Terapis SEFTmerupakan alumni pelatihan SEFT atau disebut juga
SEFT.Terapi SEFT dilakukian sebanyak satu kali kepada responden
selama 15 – 20 menit.
b. Edukasi bahaya merokok
Edukasi bahaya merokok diberikan kepada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol dilakuakan oleh seorang dokterpakar kedokteran
keluarga. Edukasi ini diberikan dalam bentuk penyuluhan selama satu
jam yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada responden
tentang hal-hal yang terkait bahaya merokok.
3. Skor desakan untuk merokok
Skor sikap dan perilaku merokok didapatkan daripenilaian kuesioner hasil
pre-test dan post-test kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil pretest dari responden digunakan untuk menentukan kelompok responden,
sedangkan hasil skor dari posttest digunakan untuk menilai apakah ada
penurun sebelum dilakukan terapi SEFT dan setelah dilakukan terapi
SEFT.
G. Instrumen Penelitian
1. Kusioner Desakan Merokok
2. Skala persepsi pasien tentang kecanduan rokok
H. Uji Validitas dan Reabilitas
Kuesioner yang digunakan sebagai alat ukur dinyatakan valid
berdasarkan uji validitas dan perhitungan reabilitas semua butir kuesioner
dinyatakan reable karena kuesioner ini diadaptasi dari The Questionnaire of
37
Ussher (2009). Di Indonesia telah diterapkan oleh Retno Rusdjijati dan Riana
Mashar (2014) dalam penelitian Efektifitas Metode SEFT Guna
Meminimalisasi Kebiasaan Merokok Di Kalangan Pekerja Home Industri
dengan nilai r hitung> r(0,05;13) dan nilai Cronbach’s Alpha berada di atas
0,6.
I. JalannyaPenelitian
Langkah penelitian yang dilaksanakan:
1. Meminta persetujuan Dekan Fakultas Kedokteran untuk mendapatkan izin
penelitian di SMP Negeri 1 Kasihan.
2. Menghubungi pihak sekolah untuk mendapatkan izin melakukan
penelitian.
3. Penentuan populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 1 Kasihan. Demi
memperoleh sampel yang representatif, pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik snowball.
4. Pengisian informed consent oleh kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.
5. Pemberian pretest
Setelah pengisian informed consent dilakukan pengisian pretest oleh
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
6. Pemberian edukasi
Edukasi diberikan oleh dokter kepada kelompok intervensi dan kelompok
7. Pemberian posttest kepada kelompok kontrol
Kelompok kontrol diminta untuk mengisi posttest selah dilakukan edukasi. 8. Pemberian intervensi
Kelompok intervensi diberikan terapi SEFT selama kurang lebih 25 menit
per-orang.
9. Pemberian posttest kepada kelompok kontrol
Sampel yang telah mendapat intervensi langsung mengisi lembar posttest yang telah disediakan.
10.Pengolahan data yang dikerjakan menggunakan program komputer SPSS
versi 15.
J. Analisis Data
Data yang diambil berupa data sebelum perlakuan (pretest) dan setelah perlakuan (posttest). Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan
program komputer dengan uji statistic SPSS versi 15, diuji memakai
Shapiro-Wilk untuk mengetahui distribusi dari data normal atau tidak. Dipilih uji Shapiro-Wilkkarena sampel berjumlah ≤ 50. Data terdistribusi normal jika P>0,05, karena distribusi data tidak normal Uji Wilcoxon Signed Rank Test ini digunakan untuk melihat hasil perbandingan pretest dan posttest kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol. Kemudian analisa data dilanjutkan dengan
39
K. KesulitanPenelitian
1. Sulitnya menemukan sampel penelitian dikarenakan banyaknya siswa
yang tidak mengaku merokok.
2. Adanya siswa yang tidak mengembalikan lembar pretest kepada peneliti
sesaat setelah pengisian lembar pretest.
Saat pemberian terapi ada beberapa siswa yang tidak mengaku jika ia
merokok dan jumlah rokok yang diisap karena takut dilaporkan guru BK dan
41 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian tentang pengaruh terapi SEFT (Spiritual
emotional freedom technique) terhadap upaya berhenti merokok pada siswa SMPN 1 Kasihan dilakukan di SMPN 1 Kasihan yang beralamat di
Jalan Wates No. 62. SMPN 1 Kasihan ini berdiri semenjak tahun 1987,
tepatnya tanggal 2 September 1987. SMPN 1 Kasihan memiliki siswa
berjumlah 423 siswa, laki-laki berjumlah 185 sedangkan perempuan
berjumlah 247 siswa.
2. Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian ini melibatkan subyek penelitian sebanyak 40 orang siswa
SMPN 1 Kasihan. Subyek penelitian ini dinyatakan masuk dalam kriteria
[image:52.595.145.519.556.749.2]inklusi dan eksklusi.
Tabel 4.1Hasil Karakteristik Siswa Kelompok intervensi dan kontrol
Karakteristik Kelompok Total P
Intervensi Kontrol Frekuensi
(%)
Frekuensi (%)
Jenis kelamin
Laki-laki 20(%) 17(%) 37
-
Perempuan 0 0 0
Usia
≤13 3 (42,9%) 4 (57,1%) 7
0,509 >13 17 (56,7%) 13 (43,3%) 30
Kelas
7 2 (50%) 2 (50%) 4
0, 977
8 8 (53,3%) 7 (46,7%) 15
42
Tabel diatas menunjukkan usia berdasarkan nilai Chi-Square
didapatkan p= 0,509 yang artinya p= >0,05, maka hubungan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol berdasarkan usia tidak
terdapat perbedaan. Sedangkan berdasarkan kelas, didapatkan p= 0, 977
yang artinya p= >0,05, maka hubungan antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol menurut kelas tidak terdapat perbedaan.
3. Analisis Kecanduan Rokok
Pada penelitian ini didapatkan 37 sampel yang memenuhi
kriteriayang mana dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok
kontrol. Masing-masing kelompok mendapatkan pretes dan postes yang
mana hasil keduanya dibandingkan dan dilihat hasil perubahanya.
Hasil perubahan pretes dan postes kedua kelompok sampel tersebut
[image:53.595.143.541.501.611.2]dapat dilihat dalm tabel dibawah:
Tabel 4.2 Perbedaan Skor Kecanduan Kelompok Intervensi dan Kontrol Perbedaan tingkat kecanduan
merokok pretest dan posttest
Intervensi Kontrol Total
N % N %
Turun 20 100 9 52,94 29
Naik 0 0 2 11,76 2
Tetap 0 0 6 35,3 6
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai presentase perbedaan
tingkat kecanduan rokok pretes dan postes kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Dari total sampel sebanyak 37 terdapat 29 sampel yang
dan yang tetap didapatkan 6 sampel yang seluruhnya berasal dari
kelompok kontrol.
4. Uji Normalitas Tingkat Kecanduan Merokok Sebelum dan Sesudah Terapi pada Kelompok Kontrol dan Intervensi
Uji normalitas pada kelompok intervensi maupun kelompok
[image:54.595.140.518.374.446.2]kontrol dilakukan sebelum dilakukannya hipotesis. Uji normalitas pretest dan posttest tingkat kecanduan rokok pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.3 Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelompok Intervensi dan Kontrol
Pengukuran Waktu Kelompok Rerata P
Kecanduan merokok
Sebelum kontrol 16,82 0,004
Intervensi 32,95 0,175
Sesudah Kontrol 15,88 0,000
Intervensi 21,55 0,000
Tabel di atas menunjukkan hasil uji normalitas pretes dan postes
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada penelitian ini
digunakan uji normalitas Shapiro-Wilk karena data yang digunakan kurang
dari 50. Nilai p pada tabel diatas menunjukan ada yang bernilai > 0.05 dan
sebagiannya memiliki nilai < 0.05, yang berarti distribusi data tidak
normal.
Dari uji normalitas diatas didapatkan hasil bahwa distribusi data
tidak normal, sehingga uji yang digunakan adalah uji non-parametrik yaitu
44
5. Perbedaan tingkat kecanduan merokok sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Hasil uji normalitas data dari kedua kelompok menunjukan
distribusi data yang tidak normal. Sehingga pada uji hipotesis dan uji beda
tingkat kecanduan merokok pada kelompok intervensi dan kelompok
[image:55.595.145.516.334.373.2]kontrol menggunakan uji non-parametrik Wilcoxon dan Mann-Whitney.
Tabel 4.4 Hasil uji wilcoxon kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan kuesioner desakan merokok
Intervensi Kontrol
Sig pre-post 0,000 0,034
Z -3,832 -2,121
Tabel diatas menunjukan hasil skor pretest dan skor posttest pada kelompok intervensi dengan nilai p= 0,000 yang artinya p= <0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa kelompok intervensi memiliki perbedaan
sebelum dan sesudah dilakukan terapi SEFT. Sedangkan hasil skor pretest dan posttest pada kelompok kontrol didapatkan nilai p= 0,034 yang artinya
p= <0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok kontrol memiliki
perbedaan sebelum dilakukan edukasi bahaya merokok dan setelah
[image:55.595.142.515.674.723.2]dilakukan edukasi bahaya merokok.
Tabel 4.5 Hasil uji Wilcoxon Tingkat Kecanduan Merokok dengan Skala Persepsi pasien tentang kecanduan merokok
Intervensi Sig pre-post
Z
Pada tabel diatas didapatkan nilai p= 0,000 yang berarti p= <0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kecanduan merokok pada
kelompok intervensi terdapat perbedaan yang bermakna.
Tabel 4.6 Perbedaan hasil posttest kuesioner desakan merokok dengan skala persepsi pasien
Kuisioner desakan merokok
Rerata ± Std. Deviation
Skala persepsi pasien Rerata ± Std.
Deviation
P
Perbedaan tingkat kecanduan merokok posttest
-5,0500 ± 1,95946 -11,4000 ± 8,31232 0,11
Tabel diatas menunjukkan nilai p= 0,11 yang artinya p= >0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan penurunan
tingkat kecanduan merokok yang diukur dengan kuesioner desakan
[image:56.595.142.517.254.345.2]merokok dan skala persepsi pasien.
Tabel 4.7 Uji beda pretest dan posttes antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Sig intervensi-kontrol
Pretest 0,000
Posttest 0,000
Dari tabel diatas kita dapat menyimpulkan bahwa dari uji coba
[image:56.595.142.515.535.578.2]46
B. Pembahasan
Hasil dari penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Laila Komariah, (2012) dengan judul Efektivitas Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) Untuk Menurunkan Perilaku Merokok Pada Mahasiswa. Penelitian ini menggunakan analisis Uji Mann-Whitney dan Uji Wicolxon
dengan desain penelitian yang digunakan adalah pretest post test control
group design. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan ada penurunan perilaku merokok yang signifikan pada mahasiwa yang diberikan SEFT. Hal tersebut
berdasarkan pada hasil analisis dengan uji Wilcolxon pada Kelompok
Eksperimen yang menunjukkan bahwa taraf signifikansi yang diperoleh data
(T) sebesar 0,025 (T<0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah SEFT
efektif untuk menurunkan perilaku merokok pada mahasiswa.
Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Rosita R, Suswardany
DL, Abidin Z, (2012), dengan judul Penentu Keberhasilan Merokok Pada
Mahasiswa. Metode penelitian menggunakan survei dengan pendekatan cross
sectional pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square
dan dilanjutkan dengan uji Logistic Regresion. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor frekuensi merokok
(p=0,001; OR=5,181) dan faktor niat berhenti merokok (p=0,001;
OR=14,389) dengan keberhasilan berhenti merokok pada mahasiswa FIK
UMS. Tidak ada hubungan antara jumlah rokok (p=0,158), lama merokok
merokok (p= 0,706) dengan keberhasilan berhenti merokok. Simpulan
penelitian adalah frekuensi merokok dan faktor niat berhenti merokok
berhubungan dengan keberhasilan berhenti merokok pada mahasiswa.
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada masing-masing SMP
mempunyai peraturan larangan merokok bagi siswa dan berjualan rokok bagi
kantin-kantin di dalam sekolah, namun siswa masih dapat memperoleh rokok
di warung sekitar sekolah. Di masing-masing SMP didapatkan banyaknya
poster yang menghimbau untuk tidak merokok dan tentang efek negatif rokok
terhadap kesehatan, tetapi masih ada guru dan pegawai yang merokok di
lingkungan sekolah bahkan di hadapan siswa. Hal-hal tersebut memungkinkan
siswa untuk merokok (Rahmadi, 2013).
Kebiasaan rokok dimulai dengan adanya rokok pertama. Kebiasaan
merokok pada remaja di-pengaruhi oleh orang tua, teman sebaya, kepribadian
dan media informasi yang mengiklankan rokok. Menurut Green, perilaku
seseorang dipengaruhi oleh faktor pendahulu (predisposing) yang meliputi pe-ngetahuan, sikap, ke