Lampiran 1. Nilai Ekonomi Produk Agroforestri yang Dimanfaatkan Petani
No Nama
Alpukat (Kg) Aren (Liter)
X FP TP Harga
6 Ediman Sihotang
7 Monang Sinaga 500 1 500 7.000 3.500.000
19 Japarden Sinaga
20 Maradat Sinaga
21 Hendrik Malau 30 1 30 7.000 210.000
22 Loren Br. Siahaan
23 Jonter Simbolon
24 Armen Malau 35 1 35 7.000 245.000
25 Bakti Sigalingging 50 12 600 5.000 3.000.000
TOTAL 1.735 1.735 12.145.000 750 9.000 45.000.000
TOTAL PENGAMBIL 13 4
RATA-RATA
Lampiran 1. Lanjutan...
No Nama
Bawang (Liter) Cabai (Kg)
X FP TP Harga
3 Kerespina Br. Sinaga
4 Budiman Limbong 150 1 150 15.000 2.250.000
5 Horas Malau
6 Ediman Sihotang
7 Monang Sinaga 90 1 90 15.000 1.350.000
8 Ledismawati Br. Nainggolan
9 Hotli Br. Sinaga 27 4 108 20.000 2.160.000
15 Pastiriama Br. Sagala
16 Kantiar Br. Simarmata
17 Darwin Sinaga 40 1 40 15.000 600.000
18 Jantiar Br. Simbolon 13 4 52 20.000 1.040.000
19 Japarden Sinaga
20 Maradat Sinaga
21 Hendrik Malau
22 Loren Br. Siahaan 15 4 60 20.000 1.200.000 100 1 100 15.000 1.500.000
23 Jonter Simbolon 45 1 45 15.000 675.000
24 Armen Malau
25 Bakti Sigalingging
TOTAL 88 352 7.040.000 1.155 1.155 17.325.000
TOTAL PENGAMBIL 5 10
RATA-RATA
Lampiran 1. Lanjutan...
3 Kerespina Br. Sinaga
4 Budiman Limbong
5 Horas Malau
6 Ediman Sihotang
7 Monang Sinaga 150 2 300 5.000 1.500.000
8 Ledismawati Br. Nainggolan
9 Hotli Br. Sinaga 200 2 400 5.000 2.000.000
10 Op. Immanuel Br. Sinaga
11 Jansen Sihotang
12 Op. Lourdes Br. Sinaga 13 Josmen Sinaga
14 Op. Asi Br. Sinaga
15 Pastiriama Br. Sagala
16 Kantiar Br. Simarmata
17 Darwin Sinaga
18 Jantiar Br. Simbolon
19 Japarden Sinaga 20 12 240 20.000 4.800.000
20 Maradat Sinaga
21 Hendrik Malau
22 Loren Br. Siahaan 30 12 360 20.000 7.200.000
23 Jonter Simbolon
24 Armen Malau
25 Bakti Sigalingging
TOTAL 50 600 12.000.000 350 700 3.500.000
TOTAL PENGAMBIL 2 2
RATA-RATA
Lampiran 1. Lanjutan... No
Nama
Jagung (kg) Kelapa (Buah)
X FP TP Harga
3 Kerespina Br. Sinaga
4 Budiman Limbong
5 Horas Malau
6 Ediman Sihotang
7 Monang Sinaga
8 Ledismawati Br. Nainggolan
9 Hotli Br. Sinaga
10 Op. Immanuel Br. Sinaga
11 Jansen Sihotang
12 Op. Lourdes Br. Sinaga 50 2 100 20.000 2.000.000
13 Josmen Sinaga
14 Op. Asi Br. Sinaga
15 Pastiriama Br. Sagala
16 Kantiar Br. Simarmata
17 Darwin Sinaga
23 Jonter Simbolon
Lampiran 1. Lanjutan...
Lampiran 1. Lanjutan...
No Nama
Mangga (Kg) Nangka (Buah)
X FP TP Harga
3 Kerespina Br. Sinaga
4 Budiman Limbong
5 Horas Malau 30 1 30 20.000 600.000
6 Ediman Sihotang
7 Monang Sinaga 10 1 10 20.000 200.000
8 Ledismawati Br. Nainggolan
9 Hotli Br. Sinaga
15 Pastiriama Br. Sagala
16 Kantiar Br. Simarmata
17 Darwin Sinaga
18 Jantiar Br. Simbolon
19 Japarden Sinaga
20 Maradat Sinaga
21 Hendrik Malau
22 Loren Br. Siahaan
23 Jonter Simbolon 15 1 15 20.000 300.000
24 Armen Malau
25 Bakti Sigalingging
TOTAL 250 250 3.750.000 55 55 1.100.000
TOTAL PENGAMBIL 3 3
RATA-RATA
Lampiran 1. Lanjutan...
No Nama
Petai (Ikat) Pisang (Tandan)
X FP TP Harga
11 Jansen Sihotang
12 Op. Lourdes Br. Sinaga 24 1 24 80.000 1.920.000
13 Josmen Sinaga 12 1 12 80.000 960.000
14 Op. Asi Br. Sinaga
15 Pastiriama Br. Sagala 24 1 24 80.000 1.920.000
16 Kantiar Br. Simarmata
17 Darwin Sinaga
23 Jonter Simbolon
24 Armen Malau
25 Bakti Sigalingging
TOTAL 100 100 1.000.000 143 143 11.440.000
TOTAL PENGAMBIL 1 13
RATA-RATA
Lampiran 1. Lanjutan...
4 Budiman Limbong
5 Horas Malau
6 Ediman Sihotang 50 12 600 2.000 1.200.000
7 Monang Sinaga
8 Ledismawati Br. Nainggolan
9 Hotli Br. Sinaga
10 Op. Immanuel Br. Sinaga
11 Jansen Sihotang
12 Op. Lourdes Br. Sinaga
13 Josmen Sinaga
14 Op. Asi Br. Sinaga
15 Pastiriama Br. Sagala
16 Kantiar Br. Simarmata
17 Darwin Sinaga
18 Jantiar Br. Simbolon
19 Japarden Sinaga
20 Maradat Sinaga
21 Hendrik Malau
22 Loren Br. Siahaan 15 12 180 5.000 900.000
23 Jonter Simbolon
24 Armen Malau
25 Bakti Sigalingging
TOTAL 90 1.080 2.160.000 25 300 1.500.000
TOTAL PENGAMBIL 4 2
RATA-RATA
Lampiran 1. Lanjutan...
No Nama
Terong Belanda (Kg) Tomat (Kg)
X FP TP Harga
3 Kerespina Br. Sinaga
4 Budiman Limbong
5 Horas Malau 50 2 100 7.000 700.000
6 Ediman Sihotang
7 Monang Sinaga 36 2 72 7.000 504.000
8 Ledismawati Br. Nainggolan 60 2 120 7.000 840.000 60 4 240 6.000 1.440.000
9 Hotli Br. Sinaga
10 Op. Immanuel Br. Sinaga 375 4 1500 6.000 9.000.000
11 Jansen Sihotang
12 Op. Lourdes Br. Sinaga
13 Josmen Sinaga 125 4 500 6.000 3.000.000
14 Op. Asi Br. Sinaga
15 Pastiriama Br. Sagala
16 Kantiar Br. Simarmata
17 Darwin Sinaga
18 Jantiar Br. Simbolon
19 Japarden Sinaga
20 Maradat Sinaga
21 Hendrik Malau
22 Loren Br. Siahaan
23 Jonter Simbolon
24 Armen Malau
25 Bakti Sigalingging
TOTAL 146 292 2.044.000 560 2.240 13.440.000
TOTAL PENGAMBIL 3 3
RATA-RATA
Lampiran 1. Lanjutan...
3 Kerespina Br. Sinaga
4 Budiman Limbong 200 2 400 1.500 600.000
5 Horas Malau 200 1 200 25.000 5.000.000
6 Ediman Sihotang 60 1 60 100.000 6.000.000
7 Monang Sinaga
8 Ledismawati Br. Nainggolan
9 Hotli Br. Sinaga
10 Op. Immanuel Br. Sinaga 20 1 20 100.000 2.000.000
11 Jansen Sihotang
12 Op. Lourdes Br. Sinaga 500 2 1.000 1.500 1.500.000
13 Josmen Sinaga
14 Op. Asi Br. Sinaga
15 Pastiriama Br. Sagala 30 1 30 100.000 3.000.000
16 Kantiar Br. Simarmata
17 Darwin Sinaga 350 2 700 1.500 1.050.000
18 Jantiar Br. Simbolon 500 2 1000 1.500 1.500.000
19 Japarden Sinaga
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, O dan P. Patana. 2002. Penelitian : Perhitungan Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu Non-Marketable oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan. Penelitian. USU. Medan
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius : Yogyakarta
Awang, A. S., A. Wahyu, H. Barlatul, T. W. Wahyu, dan A. Agus. 2002. Hutan Rakyat Sosial Ekonomi dan Pemasaran. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta
Azmy, H. J. 2004. Kajian Agroforestri Karet ( Hevea brasilliensis Muell) Sebagai Model Hutan Rakyat dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Studi Kasus Di Desa Lau Damak, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat). Skripsi. USU. Medan
Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. 2012. Kecamatan Harian dalam Angka 2012. Penerbit Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. Pangururan
Bahruni. 1999. Penilaian Sumber Daya Hutan dan Lingkungan. IPB. Bogor
BAPPENAS, 2000. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Pedesaan. Jakarta
Budidarsono, S. 2001. Analisi Nilai Ekonomi Watani Di Nusa Tenggara.Prosiding Lokakarya Watani se-Nusa Tenggara. Denpasar. Bali
BPS. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta
Gautama, I. 2007. Studi Sosial Ekonomi Masyarakat Pada Sistem Agroforestri Di Desa Lasiwala Kabupaten Sidrap. Jurnal Hutan Masyarakat, Vol 2 No. 3 hal. 319-328
Ginonga, K. L dan M. Lugina. 2007. Metode Umum Kuantifikasi Nilai Ekonomi Sumber Daya Huta
Irwanto. 2007. Kajian Tumpangsari di Lahan Kayu Putih Terhadap Keberlanjutan Kegiatan Konservasi di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku. Tesis. IPB. Bogor
Kominta, P. Hadisiswoyo, dan M. Malik. Panduan Praktis Agroforestri. Yayasan Orang Utan Lestari- Orangutan Information Centre (YOSL-OIC). Medan
Muljadi. 1987. Distribusi Tenaga Kerja Dalam Pola Usahatani Tanaman/ Ternak di Batumarta, Sumatera Selatan. Departemen Pertanian. Jakarta
Nurfitriani, S. 2006. Strategi Pengelolaan Hutan Upaya Menyelamatkan Rimba yang Tersisa. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Nurrochmat, D.R. 2005. Strategi Pengelolaan Hutan Upaya Menyelamatkan Rimba yang Tersisa. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Purwanto, dkk. 2004. Model- Model Pengelolaan Hutan Rakyat (Private Forestry
Models). Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta. 3 Agustus 2004.
Kebumen. Hal 3
Puskap Fisip USU. 1997. Pengelolaan Hutan Partisipatif. WIM, Yayasan Sintesa dan PUSKAP FISIP USU. Medan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2008-2013 Desa Sosor Dolok, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. Lampiran Peraturan Desa Sosor Dolok.
Sardjono, A. S., T. Djogo, H. S. Arifin dan N. Wijayanto. 2003. Klasifikasi dan Pola Kombinasi Komponen Agroforestri. ICRAF. Bogor
Senoaji, G. 2009. Kontribusi Hutan Lindung Terhadap Pendapatan Masyarakat Desa di Sekitarnya: Studi Kasus di Desa Air Lanang Bengkulu. Penelitian. Universitas Bengkulu. Bengkulu
Simatupang, D. P. 2011. Kontribusi Produk Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan
Suharjito, D. dan D. Darusman. 1998. Kehutanan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor dan The Ford Foundation. Bogor
Tjakrawiralaksana, A dan C. Soeriatmadja. 1983. Usahatani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta
Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. Sinar Tani. Jakarta
Widiarti, A dan S. Prajadinata. 2008. Karakteristik Hutan Rakyat Pola Kebun Campuran. Bogor
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sosor Dolok, Kecamatan Harian,
kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara yang dimulai dari bulan juni sampai
Juli 2014. Desa Sosor Dolok memiliki luas wilayah sekitar 438 ha dan sekitar
57% lahan yang dimanfaatkan untuk perkebunan, persawahan, dan perladangan.
Dengan batas- batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah utara : Desa Partungko Naginjang
b. Sebelah selatan : Kecamatan Sianjur Mulamula
c. Sebelah timur : Desa Turpuk Malau dan Desa Turpuk Sagala
d. Sebelah barat : Desa Partungko Naginjang
(RPJM Sosor Dolok, 2012).
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, alat tulis,
peta, buku panduan , komputer untuk mengolah data.
Bahan yang digunakan adalah lembar kuisioner sebagai bahan wawancara,
masyarakat sebagai objek penelitian, dan dokumen lain yang berkaitan dengan
lokasi penelitian.
Metode Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yang dibutuhkan berupa karakteristik responden
(pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi), jenis-jenis dan jumlah tanaman yang
agroforestri. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan adalah data umum yang
terdapat di instansi pemerintahan desa seperti peta kawasan. Penentuan
pengambilan responden dilakukan dengan metode sensus yaitu sampel yang
diambil adalah seluruh petani yang memiliki lahan agroforestri di Desa Sosor
Dolok yakni sebanyak 25 KK.
Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan dengan cara :
1. Identifikasi jenis- jenis produk agroforestri dan observasi
Observasi merupakan pengamatan atau survei dilapangan.
2. Kuisioner dan wawancara terbuka
berisikan sekumpulan pertanyaan yang ditujukan kepada responden dalam
penelitian. Wawancara adalah Tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih
secara langsung untuk menggali informasi dari tiap individu. Informasi yang
diperoleh diantaranya :
a. Identifikasi responden (umur, pekerjaan, luas lahan yang dimiliki,
pendapatan, pendidikan, dan jumlah tanggungan).
b. Jenis produk agroforestri yang ditanam, jumlahnya dan frekuensi
pengambilannya (baik hasil hutan kayu atau HHNK, pertanian dan peternakan).
3. Studi pustaka/ dokumentasi
Dokumentasi dapat berupa foto lahan agroforestri dan produk- produk hasil
agroforestri.
Nilai Ekonomi Produk Agroforestri
Data diperoleh dari hasil pengamatan dilapangan melalui wawancara dan
kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Nilai produk agroforestri untuk
setiap jenis per tahun yang diperoleh masyarakat(petani) dihitung dengan cara :
1. Harga barang hasil hutan (manfaat langsung/tangible) yang diperoleh
dianalisis dengan metode pendekatan pasar (jika sudah diketahui harga pasarnya).
2. Menghitung nilai rata- rata jumlah barang yang diambil per responden per
jenis. Dengan formulasi sebagai berikut :
X =
x1 + x2 +
⋯
+ xn
n
X = rata- rata jumlah barang yang diambil (RJ)
X1 = jumlah barang yang diambil responden
n
= jumlah pengambil per jenis barang(Affandi dan Patana, 2002).
3. Menghitung total pengambilan per unit barang per tahun. Diformulasikan
dengan :
TP = RJ x FP x JP
TP = total pengambilan per tahun
RJ = rata- rata jumlah yang diambil
FP = frekuensi pengambilan
JP = jumlah pengambilan
4. Menghitung nilai ekonomi produk agroforestri per jenis barang per tahun,
diformulasikan dengan :
NH = TP x HH
NH = nilai produk agoforestri per jenis
TP = total pengambilan (unit/ tahun)
HH = harga produk agroforestri
(Affandi dan Patana, 2002).
5. Menghitung persentase nilai ekonomi dengan cara :
% NE =
���
∑ ��
X 100%
%NE = persentase nilai ekonomi
NEi = nilai ekonomi produk agroforestri per jenis
∑ �� = jumlah total nilai ekonomi dari seluruh produk agroforestri
(Affandi dan Patana, 2002).
4. Menghitung pendapatan dari agroforestri, dari luar agroforestri dan
pendapatan total.
a. Pendapatan dari praktek agroforestri = jumlah nilai ekonomi dari seluruh
jenis produk agroforestri
b. Pendapatan luar agroforestri = pendapatan total diluar agroforestri
c. Pendapatan total = jumlah pendapatan dari agroforestri dan luar agroforestri
Dengan demikian tingkat kontribusi dapat dihitung dengan rumus :
Kontribusi =Pendapatan dari Agroforestri
Pendapatan Total X 100%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Daerah Penelitian
Desa Sosor Dolok merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan
Harian Kabupaten Samosir. Desa ini terdiri dari 2 dusun yaitu Dusun I seluas 288
ha dan Dusun II dengan luas 150 ha. Suhu harian rata-rata di desa ini adalah 18-20
°C. Letak desa Sosor Dolok berada di perbukitan dengan kemiringan ± 25° dan
berada pada ketinggian 1680 mdpl. Secara keseluruhan Desa Sosor Dolok
memiliki luas wilayah sekitar 438 ha dan sekitar 57% lahan yang dimanfaatkan
untuk perkebunan, persawahan, dan perladangan. Dengan batas- batas wilayah
sebagai berikut :
e. Sebelah utara : Desa Partungko Naginjang
f. Sebelah selatan : Kecamatan Sianjur Mulamula
g. Sebelah timur : Desa Turpuk Malau dan Desa Turpuk Sagala
h. Sebelah barat : Desa Partungko Naginjang
(RPJM Sosor Dolok, 2012).
Karakteristik Responden
Jumlah penduduk Desa Sosor Dolok menurut sensus terakhir tahun 2012
sebanyak 433 jiwa atau sekitar 110 kepala keluarga dengan rincian jumlah
laki-laki sebanyak 203 jiwa dan perempuan sebanyak 230 jiwa. Responden yang
diambil sebanyak 25 KK yang memiliki lahan agroforestri . Setiap responden
memiliki lahan agroforestri berkisar 13 rante (0,4 ha) hingga 75 rante (3 ha)
dengan jenis tanaman yang bervariasi disetiap lahannya. Karakteristik responden
yang dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan umur, pekerjaan, jumlah anggota
Tabel 1. Karakteristik Responden
No Identitas Responden Jumlah (Orang) Proporsi (%)
1 Umur (Tahun)
3 Jumlah Anggota Keluarga
1-3 5 20
Responden yang memiliki dan mengelola lahan agroforestri di desa ini paling
banyak berada dalam kelompok usia antara 41- 50 tahun (40%), dimana dalam hal
ini responden berada pada usia yang lebih produktif. Tjakrawiralaksana
(1983) menjelaskan bahwa tenaga kerja yang dipergunakan dalam usaha tani
dapat berupa tenaga kerja dewasa, tenaga kerja wanita dewasa, dan tenaga kerja
anak-anak. Sebagai batasan tenaga kerja dewasa sering dipakai batasan umur 15
tahun keatas, sedangkan tenaga kerja anak-anak termasuk batasan 15 tahun
kebawah.
Pekerjaan utama responden pada umumnya adalah petani (68%). Hal ini
menunjukkan bahwa di desa ini masyarakatnya memang mayoritas bekerja
kegiatan agroforestri, responden umumnya memiliki jumlah anggota keluarga
berkisar 4-6 orang (40%). Banyaknya jumlah anggota keluarga yang terlibat
dalam kegiatan agroforestri mempengaruhi tingkat pemasukan maupun
pengeluaran petani. Menurut Muljadi (1987), makin banyak luas garapan, makin
banyak tenaga kerja yang tercurah. Perbedaan curahan tenaga kerja antara
berbagai macam kegiatan disebabkan oleh luas garapan yang berbeda, dimana
curahan tenaga kerja cenderung berbanding lurus dengan luas garapan. Pada lahan
yang cukup luas, masyarakat umumnya menyewa tenaga kerja sekitar 4-7 orang
Tingkat pendidikan responden di desa ini umumnya adalah SMA yaitu
sebanyak 10 orang (40%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
responden sudah cukup tinggi. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Sosor
Dolok sangat berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat untuk menyerap
informasi (IPTEK) dan lebih terampil dalam mengelola lahan agroforestri.
Pola Agroforestri
Lahan agroforestri yang dimiliki masyarakat Desa Sosor Dolok adalah
lahan warisan. Lahan yang ada didesa ini sejak dahulu sudah ditumbuhi oleh
pohon pinus dan tanaman liar seperti aren dan pisang. Lahan yang ada digunakan
oleh masyarakat untuk menanam sayur dan buah-buahan dengan memanfaatkan
tanah kosong disekitar pohon pinus. Namun seiring kemajuan pengetahuan,
mereka kemudian melakukan penanaman jenis tanaman lainnyadisekitar pinus
dan aren dengan lebih intensif atau yang lebih dikenal dengan pola agroforestri.
Hal ini sejalan dengan pendapat Irwanto (2007) yang menyatakan bahwa dengan
sudah dapat memanfaatkan lahan kosong (lahan yang kurang produktif) untuk
menanam jenis tanaman lain seperti tanaman palawija dan tahunan.
Pola agroforestri di Desa Sosor Dolok, Kecamatan Harian dapat
diklasifikasi dalam dua jenis pola yaitu pola agrisilvikultur dan pola
agrosilvopastural. Sardjono, dkk (2003) mengatakan bahwa agrisilvikultur adalah
sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan
(tanaman berkayu) dengan komponen pertanian (tanaman non kayu). Tanaman
berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non kayu
dari jenis tanaman semusim (annual crops). Pada pola agrisilvikultur di desa ini
terdapat komponen tanaman kehutanan dengan komponen tanaman pertanian.
Kombinasi pada pola ini meliputi komponen kehutanan seperti alpukat, aren,
kelapa, kemiri, mangga, nangka, dan petai. Serta komponen pertanian seperti
bawang, cabai, cokelat, jahe, jagung, kopi, pisang, rias, sirih, terong belanda,
tomat, dan ubi kayu. Salah satu contoh pola penggunaan lahan sistem agroforestri
di Desa Sosor Dolok dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pola Agrisilvikultur Tanaman Kopi dan Pinus
Agrisilvopastura adalah pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan)
lahan yang sama. Pada pola agrisilvopastura di Desa Sosor Dolok, Kecamatan
Harian terdapat komponen tanaman kehutanan, pertanian, dan peternakan seperti
ternak babi dan ayam kampung. Pada pola-pola agroforestri di desa ini, proporsi
masing-masing jenis tanaman tidak beraturan. Hal ini disebabkan kebutuhan
setiap responden berbeda-beda dan tidak adanya perencanaan untuk menanam
jenis-jenis tanaman tertentu, sehingga tanaman yang ditanam beragam jenis dan
jumlahnya. Hal ini didukung hasil penelitian Widiarti dan Sukaesih (2008) yang
menyatakan bahwa petani dalam memilih jenis tanaman yang diusahakan tidak
melalui perencanaan yang matang, melainkan tergantung ketersediaan bibit di
wilayahnya. Pada kebun campuran, jarak tanam umumnya tidak teratur, jumlah
pohonnya setiap jenis bervariasi, demikian juga dalam satu jenis dijumpai varisasi
umur yang berbeda. Pola agrosilvopastura dapat dilihat pada Gambar 2.
a. Ternak babi b. Ternak ayam Kampung Gambar 2. Pola agrosilvopastura pada lahan pertanian
Keragaman jenis-jenis tanaman ini dianggap mampu mengatasi
permasalahan dalam hal pendapatan rumah tangga. Masyarakat dapat
sewaktu-waktu menuai hasil dan memperoleh pendapatan dari produk agroforestri yang
diproduksi setiap waktu dan kapan saja tergantung jenis tanamannya. Hal ini
dikarenakan jenis tanaman yang terdapat dilahan agroforestri beragam. Ada yang
dipanen setiap hari seperti air nira(aren), setiap minggu seperti kopi, sirih, dan
rias. Setiap bulan seperti cokelat,kemiri, dan setiap tahun seperti alpukat, nangka,
mangga,petai, kelapa dan pisang. Dengan demikian terdapat variasi pemanenan
antara masing-masing jenis produk dalam memperoleh penghasilan agroforestri.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Widiarti dan Sukaesih (2008) yang mengatakan
bahwa pola tanam kebun campuran memberikan penghasilan yang bervariasi
yakni bersifat rutin, harian, mingguan, bulanan, musiman dan tahunan sehingga
kebun campuran memberikan hasil secara berkelanjutan bagi para petani.
Berdasarkan hasil penelitian di desa ini, praktik agroforestri memiliki beberapa
keunggulan. Adapun keunggulan-keunggulan dari agroforestri ini yaitu (a)
pengolahan dan pemanfaatan lahan yang lebih efektif dan efisien, (b)
kesinambungan ekologi dan ekonomi tetap terjaga, (c) pendapatan yang diperoleh
dari praktik agroforestri setara atau bahkan bisa lebih besar dari pendapatan
diluar agroforestri. (d) waktu panen dapat bervariasi antara satu produk dengan
yang lain, dan (e) dapat mengurangi kerugian akibat gagal panen terhadap salah
satu produk agroforestri.
Jenis-Jenis Komoditi Agroforestri Di Desa Sosor Dolok
Masyarakat di Desa Sosor Dolok memanfaatkan produk-produk
agroforestri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari dan juga
sebagian besar produk- produk tersebut dijual untuk menambah penghasilan
rumah tangga. Jenis- jenis produk agroforestri yang dimanfaatkan oleh petani
No Produk Agroforestri Bagian yang
Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa ada 20 jenis produk agroforestri
yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Sosor Dolok. Berdasarkan tabel 2 dapat
juga dilihat bahwa produk agroforestri yang paling banyak ditanam masyarakat
memiliki tanaman kopi pada lahan agroforestri mereka. Yang menjadi faktor
penyebab jenis tanaman tersebut dimanfaakan adalah karena kopi dapat tumbuh
lebih baik dari tanaman lain serta memiliki nilai komersil yang tinggi dan
memiliki waktu produksi yang lama. Sementara jenis tananam yang paling sedikit
dimanfaatkan oleh masyarakat adalah petai dengan jumlah responden sebanyak 1
orang. Hal ini dikarenakan petai membutuhkan waktu yang sangat lama untuk
berproduksi dan musim berbuah hanya sekali setahun serta peminat buah petai
yang sangat minim sehingga membuat petani kurang tertarik untuk menanam
tanaman tersebut. Gambar 3 berikut ini menggambarkan proporsi jumlah petani
agroforestri di Desa Sosor Dolok, Kecamatan Harian.
Gambar 3. Proporsi petani yang menggunakan sistem agroforestri di Desa Sosor Dolok
Beragam produk agroforestri yang ada di Desa Sosor Dolok, Kecamatan Harian
ditanam dengan sistem agroforestri tradisional. Bentuk agroforestri tersebut
berupa pola agrisilvikultur dan agrosilvopastura. Dalam pola agroforestri yang
ada, terdapat perbedaan produk agroforestri yang ditanam disetiap polanya. Jenis
produk agroforestri yang ditanam dalam berbagai pola agroforestri dapat dilihat
pada gambar berikut :
(a) Tanaman Kopi dan Aren (b) Tanaman Cokelat dan Kemiri
(c) Tanaman Kopi dan Pisang diantara Pinus (d) Tanaman Kopi dan jagung
(g) Tanaman Buah Naga dipinggiran Kopi (h) Pakan Ternak disela pohon pinus
(i) Pembibitan Kopi dan Cabai (j) Wawancara dengan Petani
Gambar 4. Produk-Produk Agroforestri pada lahan Pertanian
Pemanfaatan tanaman aren dapat dikombinasikan dengan tanaman kopi
seperti pada gambar 4 (a). aren merupakan salah satu produk agroforestri yang
dimanfaatkan masyarakat. Bagian aren yang dimanfaatkan masyrakat hanyalah air
nira nya saja yang diolah menjadi tuak (minuman fermentasi). Pemanfaatan aren
oleh masyarakat di desa ini termasuk cukup tinggi mengingat air nira merupakan
salah satu pruduk yang komersil. Selain itu, pengambilan air nira dapat dilakukan
setiap hari sehingga memberikan penghasilan yang rutin. Meskipun frekuensi
pengambilan air nira dilakukan setiap hari, namun sewaktu-waktu air nira tidak
wawancara yang dilakukan, untuk menghasilkan air nira yang baik dan banyak
petani harus memiliki teknik pengambilan yang khusus dan tidak memanfaatkan
buah kolang-kaling karena dapat mengurangi produksi air nira dan disamping itu
kolang-kaling memiliki harga yang kurang bersaing dan peminat/konsumen
sedikit. Satu pohon aren dapat menghasilkan ± 15 liter per hari tergantung kualitas
pohon aren itu sendiri. Tidak setiap hari selama setahun aren berproduksi secara
aktif, hanya 5-6 bulan air nira dapat diproduksi. Air nira umumnya dijual ke agen
dengan harga Rp 5.000/ liternya.
Kopi merupakan tanaman inti dilahan agroforestri Desa Sosor Dolok. Kopi
merupakan tanaman keras yang hidup tumbuh dengan baik didataran tinggi
dengan iklim yang dingin. Kopi di Desa Sosor Dolok dapat berproduksi dengan
baik hanya dua kali dalam setahun yaitu antara bulan april dan oktober atau biasa
disebut panen raya. Namun jika panen liar dapat dilakukan sekali seminggu. Buah
kopi yang dipetik oleh petani rata-rata sekitar 5 kaleng/ bulannya. Bagian yang
dimanfaatkan adalah biji yang sudah ranum dengan ciri-ciri berwarna merah dan
kemudian digiling lalu dijemur. Biji kopi biasanya dijual ke agen yang datang
kerumah maupun langsung kepasar dengan selang waktu sekali seminggu. Biji
kopi dijual dengan harga rata-rata Rp 250.000,- per kalengnya. Berdasarkan hasil
penelitian, masyarakat menanam kopi dikarenakan selain dapat menambah
penghasilan yang rutin setiap minggunya dapat juga menjaga lahan dari
kelongsoran yang kerap terjadi di desa tersebut. Selain bermanfaat dari segi
ekonomi, kopi juga bermanfaat dari segi ekologinya dimana kulit buah kopi hasil
Cokelat umumnya dapat berbuah mulai dari umur 2-3 tahun. Bagian
tanaman yang dimanfaatkan adalah bijinya. Jika sudah cukup umur, buah cokelat
akan mengalami perubahan warna menjadi kuning dan dapat dipanen setiap hari
namun dengan jumlah yang sedikit sehingga biji cokelat tersebut dikumpulkan
terlebih dahulu selama satu bulan dan kemudian dapat dijual. Tanaman coklat
ditanam diantara tanaman kopi dan kemiri sebagai penaung dengan sistem
agroforestri yang terlihat pada gambar 4 (b). Dari hasil penelitian, petani yang
memanfaatkan tanaman ini hanya dua responden saja. Para petani dapat
menghasilkan coklat rata-rata sebanyak 25 kg/bulannya. masyarakat di desa ini
menjual hasil panen biji cokelat kepasar dengan kondisi yang sudah kering/
dijemur terlebih dahulu dengan harga berkisar Rp 18.000 hingga Rp 22.000,-/ kg.
Pada pola kebun campuran di desa ini, pisang tumbuh secara alami dan ada juga
yang sengaja ditanam. Menurut BAPPENAS (2000), tanaman tumpang sari/
lorong dapat berupa sayur-sayuran atau tanaman pangan semusim. Kebanyakan
pisang ditanam bersama-sama dengan tanaman perkebunan kopi seperti pada
gambar 4 (c). masyarakat di desa ini biasanya menanam pisang barangan dan
pisang kapok. Bagian tanaman yang diambil adalah buahnya saja. Hasil
wawancara menunjukkan bahwa responden yang memanfaatkan buah ini
sebanyak 11 orang (9,63 %). Buah pisang biasanya dikonsumsi pribadi maupun
dibagikan ke tetangga yang meminta, namun jika berbuah baik dan banyak maka
pisang bisa dijual kepasar. Pisang dijual seharga Rp 80.000/ tandan.
Tanaman palawija seperti jagung, cabai, tomat dan terong belanda
merupakan salah satu tanaman pengisi lahan agroforestri. Bagian jagung, cabai,
dipanen 2 kali dalam setahun dan apabila masa produksi habis maka tanaman
akan mati. Tanaman tersebut sangat membutuhkan perawatan khusus karena
sangat rentan terhadap serangan hama penyakit, sehingga dalam sekali 2 minggu
harus melakukan penyemprotan obat anti hama supaya tanaman tidak rusak dan
mati. Seperti pada gambar 4 (d,e) cabai ditanam disela-sela tanaman kopi dengan
naungan dari pohon pinus. Cabai yang telah dipetik dan masih segar biasanya
langsung dijual kepada agen yang menampung supaya harga lebih mahal, karena
apabila sudah bertahan maka cabai akan mengalami penyusutan dan dapat
mempengaruhi harga. Cabai yang baru dipetik dijual dengan harga Rp 15.000/ kg.
Pola tanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pada pola tumpang
sari, tanaman juga harus diperhatikan intensitas cahayanya, terutama pada
tanaman yang ternaungi. Intensitas cahaya yang tepat akan memberikan
pertumbuhan yang baik pada tanaman. Menurut warsana (2009), sebaran sinar
matahari sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini bertujuan untuk menghindari
persaingan antar tanaman yang ditumpang sarikan dalam hal mendapatkan sinar
matahari.
Kemiri dan alpukat merupakan tanaman yang memberikan kontribusi yang
tinggi terhadap pendapatan rumah tangga di desa ini. Tanaman keras ini tumbuh
secara alami dan tanpa ada perawatan khusus. Tanaman ini dibiarkan hidup hanya
untuk sebagai penaung terhadap tumbuhan dibawahnya, namun ternyata dapat
diambil hasilnya dan dapat menambah penghasilan. Berdasarkan wawancara
dengan responden, sebenarnya kemiri dan alpukat ini jika dikelola dengan baik
akan memberikan kontribusi yang lebih baik lagi terhadap pendapatan mereka.
kontribusi hasil dari kebun seharusnya diikuti dengan memberikan perhatian yang
serius dalam hal pengelolaannya. Untuk peningkatan produktivitas kebun
campuran perlu dilakukan penataan teknik budidaya pola tanam agroforestri untuk
menjaga keserasian pertumbuhan tanaman dengan penataan jarak dan jalur untuk
pertumbuhan. Yang perlu diusahakan yaitu, dengan memperhatikan sifat fisiologi
pohon, tajuk dan perakaran. Petani yang memanfaatkan kemiri yaitu sebanyak 12
responden. Bagian kemiri yang dimanfaatkan adalah bijinya. Petani menjual biji
kemiri ke agen dengan harga Rp 7.500/ kg. Sementara yang memanfaatkan
alpukat yaitu sebanyak 13 petani dengan rata-rata buah alpukat yang dihasilkan
sebanyak 133 kg/ musim. Buah alpukat yang dijual harus dengan kondisi yang
hampir matang dan berukuran besar. Alpukat dijual ke pasar atau agen dengan
harga rata-rata Rp 7.000/ kg.
Mangga dan nangka merupakan tanaman buah-buahan yang dimanfaatkan
dilahan agroforestri petani Sosor Dolok. Mangga dan nangka di desa ini masih
tergolong sedikit karena kurang tanaman ini kurang baik tumbuh di daaerah ini.
Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan masyarakat, setiap ingin musim
berbuah, kebanyakan bunga yang gugur sehingga gagal menjadi buah, sehingga
hasil tidak sesuai dengan harapan petani. Mangga yang dihasilkan rata-rata hanya
83 kg/ tahun dan nangka hanya 18 buah/ tahun dan kadang-kadang dalam setahun
pohon mangga maupun nangka tidak berproduksi. Ini membuktikan bahwa hasil
dari kedua jenis tanaman agroforestri di desa ini masih sangat rendah. Mangga
yang dijual kepasar dihargai sebesar Rp 1.5000/kg dan nangka diharagai sebesar
Ubi kayu merupakan tanaman umbi-umbian yang cocok dikombinasikan
dengan tanaman lainnya dilahan agroforestri. Salah satu pengkombinasiannya
adalah dengan tanaman kopi seperti pada gambar 4 (f). bagian tanaman ubi kayu
yang diambil adalah umbinya dan juga daunnya yang dapat dijadikan sayur.
Tanaman sayur-sayuran dapat dijadikan salah satu jenis produk agroforestri di
desa ini. Ubi kayu yang dihasilkan dari desa ini adalah sekitar 391 kg/ musim.
Petani menjual ubi kayu tersebut kepasar dengan harga Rp 1.500/kg. dari sini
dapat dilihat walaupun dengan harga yang murah tetapi petani tetap menanam ubi
kayu karena sekali memproduksi hasil yang didapat cukup banyak dan tidak perlu
ada perawatan khusus.
Komponen peternakan yang dimanfaatkan di desa ini adalah babi dan
ayam kampung. Hewan-hewan ini dipelihara dengan cara diberi kandang disekitar
perladangan petani dan ayam kampung biasanya dilepas disiang hari untuk
mencari makan. Pola agroforestri yang memanfaatkan hewan ini disebut pola
agrosilvopastura. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat memelihara
hewan-hewan ini karena sumber pakan yang melimpah yang tumbuh secara liar dilahan
pertanian dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak seperti pada gambar 4 (h),
sehingga tidak memerlukan biaya yang banyak untuk memlihara ternak tersebut.
Ternak babi dapat dijual setelah dipelihara selama 8 bulan dan ayam kampung
hanya membutuhkan waktu 4-5 bulan. Hewan ternak ini dijual kepasar dalam
keadaan hidup. Namun telur ayam kampung dikonsumsi oleh petani untuk
memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Ternak babi dijual kepasar dengan harga
Nilai Ekonomi Produk Agroforestri
Sumberdaya hutan khususnya pada pola agroforestri mempunyai nilai
sumberdaya yang sangat tinggi. Nilai ekonomi jenis-jenis produk agroforestri
diperoleh dari perkalian antara total pengambilan per unit per tahun dengan harga
hasil hutan per unit per jenis barang per tahun. Berdasarkan hasil penelitian,
beberapa jenis produk agroforestri menghasilkan produk yang dapat dikonsumsi
langsung oleh masyarakat. Sejalan dengan itu, Nurfatriani (2006) mengatakan
bahwa nilai sumberdaya hutan sendiri bersumber dari berbagai manfaat yang
diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara langsung akan
memiliki persepsi yang positif terhadap nilai sumberdaya hutan yang ditunjukkan
dengan tingginya nilai sumberdaya hutan tersebut.
Tabel 3. Hasil Perhitungan Pemanfaatan Produk Agroforestri
15 Rias (Etlingera elatior) Ikat 22,5 4 12 1080 3,25%
16 Sirih (Piper betle) Ikat 12,5 2 12 300 1,63%
17 Terong Belanda (C. betaceae) Kg 48,66 3 2 292 2,44% 18 Tomat (Solanum lycopersicum) Kg 186,66 3 4 2240 2,44% 19 Ubi kayu (Manihot utilisima) Kg 391,66 6 2 4700 4,88%
20 Ternak Kg 142 5 1 710 4,07%
TOTAL 123 100%
Ket : Xi = Jumlah barang yang diambil responden n = Jumlah pengambil per jenis
FP = Frekuensi Pengambilan TP = Total pengambilan per tahun
Hasil perhitungan hingga diperoleh total pengambilan per jenis per tahun dapat
dilihat pada tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa besarnya
pemanfaatan tiap jenis produk agroforestri dipengaruhi oleh jumlah barang yang
diambil tiap responden dan frekuensi pengambilan. Masyarakat berhasil menuai
panen dari jenis produk agroforestri dalam takaran yang cukup banyak. Hal ini
membuktikan masyarakat mampu mengolah lahan dengan baik sehingga produksi
lahan dinyatakan berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat. Pemanfaatan
produk agroforestri memberikan nilai guna langsung bagi petani berupa makanan,
kayu, maupun tanaman obat. Bahruni (1999) mengatakan nilai guna langsung
merupakan nilai yang bersumber dari penggunaan secara langsung oleh
masyarakat terhadap komoditas hasil hutan berupa flora dan fauna.
Jenis produk agroforestri yang banyak dimanfaatkan masyarakat
berdasarkan persentase jumlah pengambil per jenis adalah kopi yaitu sebanyak
25 orang (20,33%). Hal ini dikarenakan semua responden memanfaatkan tanaman
dan pisang sebanyak 13 orang (10,57%). Sementara itu, jenis produk agroforestri
yang sedikit dimanfaatkan masyarakat adalah petai yaitu sebanyak 1 orang
(0,81%). Perhitungan selanjutnya dilakukan untuk memperoleh nilai jenis-jenis
produk agroforestri. Secara terperinci, persentase nilai ekonomi produk
agroforestri dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Persentase Nilai Ekonomi (Rp/ tahun) Produk Agroforestri
No Produk Agroforestri Satuan TP Harga NE (Rp/Thn) %NE
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua produk agroforestri yang ditanam dan
dimanfaatkan oleh petani agroforestri telah tersedia informasi tentang harganya
dipasaran sehingga penilaiannya juga sudah bisa dilakukan berdasarkan harga
pasar tanpa melakukan pendekatan-pendekatan dimana hasil penilaian tersebut
dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Bahruni (1999), jika nilai sumberdaya (ekosistem) hutan telah tersedia
informasinya, maka pengelola hutan dapat memanfaatkan untuk berbagai
keperluan seperti pengambilan keputusan pengelolaan, perencanaan dan lain-lain.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 menunjukkan bahwa total nilai ekonomi
produk agroforestri secara komersil oleh petani agroforestri Desa Sosor dolok,
Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir adalah sebesar Rp
576.684.000,- per tahun. Jenis agroforestri yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap pendapatan masyarakat adalah kopi dengan nilai ekonomi Rp
391.500.000 dengan persentase nilai ekonomi sebesar 67,89%. Hal ini disebabkan
karena jenis kopi yang ditanam yaitu kopi ateng dengan produksi buah yang
cukup cepat sehingga dalam seminggu petani dapat memetik buah yang rutin
setiap minggu. Jenis produksi agroforestri selanjutnya yang memberikan
kontribusi terbesar kedua adalah aren dengan nilai ekonomi Rp 45.000.000
dengan persentase nilai ekonomi sebesar 7,80%. Hal ini dikarenakan aren dapat
berproduksi dari 5-6 bulan dengan frekuensi pengambilan air nira dilakukan setiap
hari dengan rata-rata air nira yang dihasilkan 15 liter per harinya.
Jenis produk agroforestri yang memberikan kontribusi terkecil terhadap
pendapatan rumah tangga petani adalah petai dengan nilai ekonomi sebesar
sebesar Rp 1.100.000 atau sekitar 0,19%. Menurut wawancara dengan petani,
Kedua produk agroforestri ditanam hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan
sehari-hari saja karena ditanam hanya dipinggiran perladangan. Besar kecilnya
nilai ekonomi jenis-jenis produk agroforestri sangat tergantung pada jumlah
barang yang diambil. Frekuensi pengambilan, total pengambilan, harga tiap jenis
produk agroforestri dan tiap satuannya.
Kontribusi Produk Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Masyarakat Desa Sosor Dolok memiliki beragam profesi, namun
umumnya masyarakat di desa ini bekerja sebagai petani. Responden yang diteliti
adalah masyarakat yang memiliki lahan agroforestri sehingga petani memperoleh
pendapatan dari penggunan lahan sistem agroforestri tersebut. Pendapatan bersih
rumah tangga yang diperoleh dari pemanfaatan produk agroforestri dapat dilihat
pada lampiran 6. Dari lampiran tersebut diketahui bahwa pendapatan bersih
masyarakat dari agroforestri diperoleh dari pengurangan antara pendapatan kotor
agroforestri dengan pengeluaran dalam praktik agroforestri. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa pendapatan bersih dari praktik agroforestri sebesar Rp
479.074.000/ tahun.
Gambar 5. Diagram persentase pendapatan bersih Agroforestri Rp 576.474.000
Rp 97.400.000
Pendapatan Kotor Agroforestri
Pendapatan kotor dari produk agroforestri merupakan penjumlahan nilai
ekonomi masing produk agorforestri yang dimanfaatkan oleh
masing-masing responden yaitu dengan jumlah Rp 576.474.000/ tahun .Pemanfaatan
jenis-jenis produk agroforestri pada masing-masing responden dapat dilihat pada
lampiran 2. Sementara itu, pengeluaran dari praktik agroforestri oleh
masing-masing responden dapat dilihat pada lampiran 5 dengan jumlah pengeluaran yaitu
sebesar Rp 97.400.000/ tahun. Pengeluaran ini dapat berupa pembelian pupuk,
perawatan, dan upah tenaga kerja.
Petani di desa ini umumnya menggunakan tenaga kerja keluarga dalam praktik
agroforestri, namun pada lahan agroforestri yang cukup luas, petani menyewa
tenaga kerja dari luar. Hal ini pastinya menambah pengeluaran biaya terhadap
tenaga kerja. Muljadi (1987) mengatakan semakin banyak anggota keluarga yang
terlibat, maka akan mengurangi pengeluaran karena mendeskripsikan jumlah
orang terlibat dalam kegiatan agroforestri, apalagi jika lahannya luas. Hal ini
mampu mengurangi penggunaan tenaga kerja dari luar anggota keluarga sehingga
dapat menekan pengeluaran biaya terhadap tenaga kerja.
Gambar 6. Perbandingan Pendapatan dari Agrosilvopastura dan Agrisilvikultur Rp 15.618.200
Rp 33.342.000
Pola agroforestri yang diterapkan di desa ini ada dua yakni pola
agrosilvopastura dan pola agrosilvikultur. Gambar 6 menunjukkan rata-rata
pendapatan tiap tahunnya dari kedua pola tersebut. Rata-rata pendapatan
masyarakat per tahun dari pola agrisilvikultur adalah sebesar Rp 15.618.200 dan
rata-rata pendapatan masyarakat per tahun dari pola agrosilvopastura adalah
sebesar Rp 33.342.000. Pendapatan dari kedua pola tersebut didapatkan dari
perhitungan lampiran 6. Berdasarkan rata-rata pendapatan tersebut dapat
disimpulkan bahwa pola agroforestri yang paling layak dikembangkan adalah pola
agrosilvopastura.
Keseluruhan pendapatan masyarakat diperoleh dari hasil penjualan produk
agroforestri dengan hasil dari luar agroforestri. Dimana pendapatan dari luar
agroforestri dilihat dari pekerjaan mereka kecuali bertani seperti PNS, wiraswasta,
maupun pedagang. Hal ini didukung penelitian Senoaji (2009) yang menyatakan
pendapatan masyarakat dibedakan menjadi pendapatan yang diperoleh dari
kegiatannya di dalam kawasan hutan dan pendapatan lainnya dari kegiatan di luar
kawasan hutan.
Gambar 7. Perbandingan Pendapatan diluar Agroforestri dan dari Agroforestri
48%
52% Pendapatan diluar
Agroforestri
Berdasarkan gambar 7 menunjukkan bahwa perbandingan pendapatan yang
diperoleh masyarakat dari luar agroforestri dengan dari agroforestri sangat sedikit
yaitu hanya selisih 2 %. Dari hasil penelitian, pendapatan total yang didapat
masyarakat dihitung dari pengeluaran rumah tangga per tahun yaitu sebesar Rp
916.572.000. Pengeluaran ini dilihat dari biaya yang dikeluarkan oleh petani
untuk memenuhi kebutuhan makanan dan minuman, kebutuhan non makanan
seperti sandang, pendidikan, kesehatan dan biaya pengeluaran lainnya seperti
membayar utang, menabung, maupun pinjaman yang dapat dilihat pada lampiran
7. Menurut BPS (2011) mengatakan bahwa Pengeluaran konsumsi rumah tangga
mencakup berbagai pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga atas barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan individu ataupun kelompok secara langsung.
Pengeluaran rumah tangga di sini mencakup pembelian untuk makanan dan bukan
makanan (barang dan jasa) di dalam negeri maupun di luar negeri. Termasuk pula
di sini pengeluaran lembaga nirlaba yang tujuan usahanya adalah untuk melayani
keperluan rumah tangga. Total pendapatan masyarakat ini kemudian dikurangi
pendapatan bersih dari agroforestri sehingga didapat jumlah pendapatan
masyarakat dari luar agroforestri. Hasil pendapatan dari luar agroforestri dalam
satu tahun dapat mencapai Rp 437.498.000 atau sekitar 48% dan pendapatan
masyarakat dari pemanfaatan produk agroforestri sebesar Rp 479.074.000
per tahun atau sekitar 52 %.
Dari lampiran 8 dapat diketahui bahwa pendapatan dari produk-produk
agroforestri memberikan kontribusi yang cukup besar karena bila dibandingkan
pendapatan dari luar agroforestri hanya berselisih 2 %. Hal ini menandakan
tinggi. Sejalan dengan hasil penelitian Senoaji (2009) yang menyatakan bahwa
kontribusi yang disumbangkan dari hasil hutan sangat besar. Kondisi ini
mengindikasi bahwa ketergantungan masyarakat terhadap keberadaan hutan
sebagai sumber pendapatan keluarga sangat tinggi.
Berdasarkan BPS (2011), pengeluaran rata-rata perkapita masyarakat Indonesia
menurut kelompok barang berupa makanan dan nonmakanan yaitu sebesar Rp
593.664 per bulan atau sekitar Rp 19.788 per hari. Berdasarkan hasil perhitungan
pengeluaran masyarakat Desa Sosor Dolok diketahui bahwa rata-rata pengeluaran
masyarakat per rumah tangga yaitu sebesar Rp 3.055.240 per bulan atau sekitar
Rp 101.841 per hari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat
kemiskinan/ kesejahteraan masyarakat di desa ini sudah sejahtera. Dalam hal ini
dapat dikatakan praktik agroforestri mampu meningkatkan kesejahteraan dan taraf
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Jenis-jenis produk agroforestri yang dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa
Sosor Dolok adalah alpukat, aren, bawang, cabai, cokelat, jahe, jagung, kelapa,
kemiri, kopi, mangga, nangka, pisang, rias, sirih, terong belanda, tomat, ubi kayu,
ternak babi dan ayam kampung.
2. Nilai ekonomi produk agroforestri yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap pendapatan masyarakat adalah kopi dengan nilai ekonomi sebesar Rp
391.500.000 (67,89%) per tahun. Jenis produk agroforestri yang memberikan
kontribusi terkecil terhadap pendapatan masyarakat adalah petai dengan nilai
ekonomi sebesar Rp 1.000.000 atau sekitar 0,17%.
3. Produk agroforestri secara total mampu memberikan kontribusi terhadap
pendapatan masyarakat sebesar Rp 479.074.000 per tahun atau sekitar 52 %.
Sementara itu pendapatan dari luar agroforestri mampu memberikan kontribusi
sebesar Rp 437.498.000 atau sekitar 48% dari total keseluruhan pendapatan
masyarakat per tahun.
Saran
Diharapkan agar pengelolaan lahan dengan sistem agroforestri di Desa
Sosor Dolok lebih ditingkatkan lagi dan diharapkan peran serta pemerintah dalam
mengembangkan praktik agroforestri yang selama ini masih bersifat agroforestri
TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi
masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun
lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan ekosistem
kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi
daya semusim, peternakan, barang dan jasa, serta rekreasi alam (Awang. dkk.
2002).
Salah satu jenis hutan berdasarkan kepemilikan status (status hukum) yaitu hutan
kemasyarakatan (social forest) yang merupakan suatu sistem pengelolaan hutan
yang bertujuan untuk mendukung kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitar
hutan dengan meningkatkan daya dukung lahan dan sumber daya alam tanpa
mengurangi fungsi pokoknya, misalnya melakukan agroforestri oleh kelompok
tani hutan. Hal ini diharapkan tidak merusak lahan dan tanaman pokok hutan
(Arief, 2001).
Salah satu solusi untuk mengurangi tekanan terhadap hutan dan mengatasi
masalah kebutuhan lahan pertanian adalah dengan menerapkan sistem
agroforestri. Agroforestri merupakan sistem pemanfaatan lahan secara optimal
berasaskan kelestarian lingkungan dengan mengusahakan atau mengkombinasikan
tanaman kehutanan dan pertanian (perkebunan, ternak) sehingga dapat
Lembaga Penelitian IPB (1983) dalam Purwanto. dkk, (2004) membagi hutan
rakyat dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Hutan rakyat murni (monoculture), yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari
satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau monokultur.
2. Hutan rakyat campuran (polyculture), yaitu hutan rakyat yang terdiri dari
berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran.
3. Hutan rakyat wana tani (agroforestry), yaitu yang mempunyai bentuk usaha
kombinasi antara kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan lain-lain yang dikembangkan
secara terpadu.
AGROFORESTRI
Pengertian Agroforestri
Agroforestri adalah suatu bentuk hutan kemasyarakatan yang memanfaatkan lahan
secara optimal dalam hamparan yang menggunakan produksi berdaur panjang dan
berdaur pendek, baik secara bersamaan maupun berurutan. Agroforestri secara
ekonomi penting bagi penduduk pedesaan. di Sumatera, agroforestri
menghasilkan 80% dari pendapatan penduduk desa dan meningkatkan standard
hidup mayoritas rumah tangga. Agroforestri dapat menjadi contoh srategi “
pemulihan hutan” yang bisa mendukung perkembangan pedesaan dan
membangun kembali jalur-jalur keanekaragaman hayati dalam bentang alam
pertanian. Bentuk-bentuk agroforestri dapat dilaksanakan dalam beberapa model
yakni tumpang sari, silvopasture, silvofishery, dan farmforestry
Fungsi Agroforestri
Fungsi agroforestri terhadap aspek sosial, budaya dan ekonomi antara lain:
a. Kaitannya dengan aspek tenurial, agroforestri memiliki potensi di masa
kini dan masa yang akan datang sebagai solusi dalam memecahkan konflik
menyangkut lahan negara yang dikuasai oleh para petani penggarap.
b. Upaya melestarikan identitas kultural masyarakat, pemahaman akan
nilai-nilai kultural dari suatu aktivitas produksi hingga peran berbagai jenis pohon atau
tanaman lainnya di lingkungan masyarakat lokal dalam rangka keberhasilan
pemilihan desain dan kombinasi jenis pada bentuk-bentuk agroforestri modern
yang akan diperkenalkan atau dikembangkan di suatu tempat.
c. Kaitannya dengan kelembagaan lokal, dengan praktik agroforestri lokal
tidak hanya melestarikan fungsi dari kepala adat, tetapi juga norma, sanksi, nilai,
dan kepercayaan (unsur-unsur dari kelembagaan) tradisional yang berlaku di
lingkungan suatu komunitas.
d. Kaitannya dalam pelestarian pengetahuan tradisional, salah satu ciri dari
agroforestri tradisional adalah diversitas komponen terutama hayati yang tinggi
(polyculture).
Fungsi agroforestri ditinjau dari aspek biofisik dan lingkungan pada skala
bentang lahan adalah kemampuannya untuk menjaga dan mempertahankan
kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, khususnya terhadap kesesuaian
lahan antara lain: (a) Memelihara sifat fisik dan kesuburan tanah; (b)
Mempertahankan fungsi hidrologi kawasan; (c) Mempertahankan cadangan
karbon; (d) Mengurangi emisi gas rumah kaca; dan (e) mempertahankan
Klasifikasi sistem agroforestri
Berbagai tipe agroforestri telah banyak diinventarisir dan dikembangkan dengan
bentuk yang beragam tergantung kondisi wilayah, lokasi dan tujuan agroforestri
itu sendiri. Namun demikian, keragaman agroforestri tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam empat dasar utama (Sardjono dkk., 2003), yaitu:
1. Berdasarkan strukturnya / komponen-komponen penyusunnya :
a. Agrisilvikultur
Sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan
(tanaman berkayu) dengan komponen pertanian (tanaman non kayu). Tanaman
berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non kayu
dari jenis tanaman semusim (annual crops).
b. Silvopastura
Sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan (tanaman berkayu)
dengan komponen peternakan (ternak/pasture). Kedua komponen dalam
silvopastura seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu yang sama (misal:
penanaman rumput hijauan ternak di bawah tegakan pinus.
c. Agrosilvopastura
Merupakan pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian
(semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang
sama. Contoh: berbagai bentuk kebun pekarangan, kebun hutan, ataupun kebun
desa.
2. Berdasarkan sistem produksi:
Adalah bentuk agroforestri yang diawali dengan pembukaan sebagian areal hutan
dan/atau belukar untuk aktivitas pertanian.
b. Agroforestri berbasis pada pertanian
Yaitu produk utama tanaman pertanian dan atau peternakan tergantung sistem
produksi pertanian dominan di daerah tersebut. Komponen kehutanan merupakan
elemen pendukung bagi peningkatan produktivitas dan/atau sustainabilitas.
c. Agroforestri berbasis pada keluarga adalah agroforestri yang dikembangkan di
areal pekarangan rumah.
3. Berdasarkan masa perkembangannya :
a. Agroforestri tradisional/klasik
Yaitu tiap sistem pertanian, dimana pohon-pohonan baik yang berasal dari
penanaman atau pemeliharaan tegakan/tanaman yang telah ada menjadi bagian
terpadu, sosial ekonomi dan ekologis dari keseluruhan sistem atau yang biasa
disebut agroekosistem. Penerapan agroforestri ini memiliki banyak kelebihan
diantaranya yaitu ditinjau dari kombinasi jenis, agroforestri ini Tersusun atas
banyak jenis (polyculture), dan hampir keseluruhannya dipandang penting serta
banyak dari jenis-jenis lokal (dan berasal dari permudaan alami) dan dari
keterkaitan sosial budaya, Memiliki keterkaitan sangat erat dengan sosial-budaya
lokal karena telah dipraktekkan secara turun temurun oleh masyarakat
Akan tetapi agroforestri ini tetap memiliki kelemahan yaitu ditinjau dari orientasi
penggunaan lahan, dimana hasil yang didapat dari agroforestri ini hanya dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sehingga tidak dapat diharapkan untuk
meningkatkan pendapatan rumah tangga. Hal ini dapat disebabkan karena luasan
penanaman yang tidak beraturan dan perawatan yang kurang intensif. Serta dari
struktur tegakan, agroforestri ini sangat tidak beraturan dan rapat sehingga
membuat persaingan dalam memperoleh hara lebih tinggi yang menyebabkan
hasil produksi semakin menurun.
b. Agroforestri modernumumnya hanya melihat pengkombinasian antara tanaman
keras atau pohon komersial dengan tanaman sela terpilih. Salah satu kelebihan
dari sistem agroforestri modern saat ini yaitu tidak lagi hanya berfokus kepada
masalah produksi dan produktivitas namun telah berkembang kepada hal-hal yang
berkaitan dengan perhatian masyarakat secara global, seperti kaitannya dengan
global warming atau climate change, jasa-jasa lingkungan serta dengan upaya
upaya pengentasan kemiskinan.
4. Berdasarkan orientasi ekonomi :
a. agroforestri skala subsisten
merupakan pemanfaatan lahan yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup
sehari-hari. Dengan ciri-ciri : lahan yang diusahakan terbatas, jenis yang
diusahakan beragam dan non-komersial, serta penanaman tidak beraturan dan
perawatan tidak intensif.
b. agroforestri skala semi-komersil
peningkatan produktivitas serta kualitas hasil yang dapat dipasarkan untuk
memperoleh uang tunai. Meskipun dengan keterbatasan investasi yang dimiliki,
jangkauan pemasaran produk yang belum meluas, serta ditambah dengan pola
hidup yang masih subsisten, maka jaminan pemenuhan kebutuhan hidup
c. agroforestri skala komersil
pada orientasi skala komersial, produk utama biasanya hanya satu jenis dalam
kombinasi tanaman yang dijumpai. Dengan ciri-ciri, komposisi hanya terdiri dari
2-3 kombinasi jenis dimana hanya satu jenis kombinasi yang menjadi komoditi
utama, dikembangkan pada skala yang cukup luas dan menggunakan teknologi
yang memadai, serta menuntut manajemen yang profesional.
Nilai Ekonomi Agroforestri
Analisis nilai ekonomiadalah analisis yang mengacu pada keunggulan komparatif
atau efisiensi dari penggunaan barang dan jasa dalam satu kegiatan produktif.
Efisien di sini diartikan bahwa alokasi sumber-sumber ekonomi digunakan untuk
kegiatan yang menghasilkan output dengan nilai ekonomi tertinggi. Sedangkan
perbedaannya dengan analisis finansial yaitu dalam evaluasi manfaat – biaya
mengacu kepada penerimaan dan pengeluaran yang mencerminkan harga pasar
aktual yang benar-benar diterima atau yang dibayar oleh petani (Budidarsono,
2001)
Menurut hasil penelitian dari Simatupang (2011) bahwa besar kecilnya nilai
ekonomi jenis- jenis agroforestri sangat tergantung pada jumlah barang yang
diambil, frekuensi pengambilan, total pengambilan, harga tiap jenis produk
agroforestri dan tiap satuannya. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa
komponen agroforestri yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap
pendapatan rumah tangga adalah komponen kehutanan dengan nilai ekonomi
sebesar Rp 491.740.000 dan yang terendah adalah komponen peternakan sebesar
Beberapa ahli ekonomi telah mengembangkan dan mengaplikasikan beberapa
metode penilaian manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan
moneter. Beberapa metode mencoba untuk menggambarkan permintaan
konsumen, sebagai contoh kesedian membayar konsumen terhadap manfaat hutan
yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter atau kesediaan menerima
konsumen terhadap kompensasi yang memberikan kepada konsumen untuk
manfaat yang hilang dalam satuan moneter. Terdapat lima metode perhitungan
ekonomi untuk manfaat yang diperoleh dari sumber daya alam dan lingkungan :
1. Penilaian berdasarkan harga pasar ditempat lain
2. Pendekatan harga pengganti, termasuk metode biaya perjalanan dan
pendekatan biaya pengganti
3. Pendekatan fungsi produksi, dengan focus pada hubungan biofisik antara
fungsi hutan dan kegiatan pasar
4. Pendekatan dengan metode penilaian
5. Pendekatan biaya
(Gigona dan Lugina, 2007).
Penilaian manfaat agroforestri
Penilaian adalah penentuan nilai manfaat suatu barang ataupun jasa bagi
manusia atau masyarakat. Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang dan jasa
(sumber daya lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu, masyarakat, maupun
organisasi. Jika nilai sumber daya hutan, ataupun lebih spesifik barang dan jasa
hutan telah tersedia informasinya, seperti halnya harga berbagai produk yang ada
keperluan seperti pengambilan keputusan pengelolaan, perencanaan dan lain-lain
(Bahruni, 1999).
Sebagai salah satu sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
: manfaat langsung (tangible)dan manfaat tidak langsung (intangible). Manfaat
langsung hutan antara lain : kayu, hasil hutan ikutan, dan lain-lain. Sedangkan
manfaat tidak langsungnya antara lain : pengaturan tata air, pendidikan,
kenyamanan lingkungan, dan lain-lain (Affandi dan Patana, 2002).
Tidak tersedianya informasi nilai (harga) dari produk/jasa hutan maka
diperlukan suatu usaha kreatif untuk menduga nilai sumber daya hutan. Belum
tersedianya informasi nilai dari hutan disebabkan karena produk barang/jasa hutan
tidak seragam, karena merupakan hasil alam, sehingga membuat standar yang
berlaku umum. Oleh itu perlu dilakukan suatu usaha untuk menduga nilai dari
sumber daya hutan (Bahruni, 1999).
Menilai Keberadaan dan Mengukur Efisiensi
Salah satu cara untuk menilai keberadaan agroforestri adalah
mengevaluasi produktivitas agroforestri baik secara ekonomi. Produktivitas disini
diartikan sebagai kemampuan untuk berproduksi secara ekonomi diukur dari
seberapa besar agroforestri mampu memberikan keuntungan berupa pendapatan
bersih atau sering disebut dengan profitabilitas. Pertanyaan pertama yang harus
dikemukakan adalah siapa yang berkepentingan terhadap agroforestri dan apa
kepentingannya (Kominta dkk, 2013).
Evaluasi ekonomi agroforestri perlu dimulai dari pemahaman atas model atau
proses dan tahapan pengembangannya, karakteristik lingkungannya, output yang
dihasilkan termasuk jasa lingkungan, teknologi yang digunakan, kebutuhan
modal, biaya sosial, serta manfaat ekologis yang sering kali tidak dengan sengaja
dihasilkan oleh petaninya. Menyangkut apa yang dihasilkan oleh agroforestri,
dengan bertolak dari pandangan nilai ekonomi total, penilaian ekonomi
agroforestri tidak hanya terbatas pada hasil produksi yang memiliki nilai pasar/
marketable, akan tetapi juga terhadap jasa lingkungan yang secara empiris tidak
memiliki nilai ekonomi/ non-marketeble (Kominta dkk, 2013).
Seperti halnya kegiatan pertanian, keberadaan wanatani tidak hanya menjadi
kepentingan petani saja. Akan tetapi juga merupakan kepentingan pemerintah
(pengambil keputusan). Para pengambil keputusan berkentingan terhadap
produktivitas penggunaan lahan, kelestarian lingkungan, tersedianya lapangan
pekerjaan di pedesaan, kecukupan pangan bagi masyarakat. Kepentingan petani
dalam membudidayakan wanatani terutama terletak harapan untuk mendapatkan
penerimaan dari hasil wanatani. Kedua kepentingan tersebut akan menentukan
parameter produktivitas yang akan dipakai (Budidarsono, 2001).
Kontribusi Terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Agroforestri sebagai suatu sistem produksi tentunya memberikan pendapatan
terhadap pengelolanya baik langsung (tangible) maupun tidak langsung
(intangible). Analisis ekonomi yang banyak dilakukan di Indonesia adalah melihat
seberapa besar suatu sistem agroforestri memberikan kontribusi terhadap
pendapatan total keluarga dan juga bagaimana kontribusi hasil dari suatu sistem
agroforestri terhadap perekonomian daerah setempat (Suharjito.
Menurut hasil penelitian dari Azmy (2004) bahwa beberapa alasan utama
masyarakat menanam berbagai jenis tanaman keras, palawija, dan mpon- mpon di
dalam dan disekitar kebun karet. Kebanyakan masyarakat menanam tanaman
lainnya dalam bentuk agroforestri bertujuan untuk menambah pendapatan (31,09
%), memenuhi kebutuhan rumah tangga (16,80 %), menjaga kelestarian hutan
(26,05 %), menjaga kondisi tanah (12,62%), mengisi lahan kosong (7,56%),
mengisi waktu luang (3,36%), dan tidak ada alasan khusus (2,52%). Ini
menunjukkan bahwa keinginan masyarakat menerapkan sistem agroforestri dalam
pengelolaan lahannya sangat tinggi terutama dalam hal menambah pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya masing-masing.
Aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat
pada suatu periode tertentu. Dengan kegiatan-kegiatan kehutanan yang baik,
sumber-sumber daya hutan mampu memberikan kontribusi langsung dalam
meningkatkan pendapatan masyarakat. Mata pencaharian masyarakat di pedesaan,
mengandalkan pemanfaatan langsung hasil pertanian dan hutan serta berbagai
sumber pendapatan lainnya yang dihasilkan dari penjualan hasil hutan atau dari
upah pekerja (Wirakusumah, 2003).
Sumber pendapatan utama rumah tangga dilokasi penelitian berasal dari
pengelolaan agroforestri karet yaitu Rp. 485. 415.000,- (78, 47 %), dan sisanya
Rp. 133.333.000,- (21,53%) berasal dari luar agroforestri. Dengan persentase
pendapatan sebesar 78, 47% terhadap total pendapatan rumah tangga, maka
pengelolaan agroforestri karet di Desa Lau Demak memberikan kontribusi yang
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki bentangan hutan yang cukup luas.
Hutan Indonesia termasuk hutan tropika yang memiliki berbagai formasi atau
bentuk berdasarkan habitatnya dan diklasifikasikan berdasarkan fungsinya.
Sumber daya hutan yang bersifat renewable mempunyai peranan, fungsi, dan
manfaat yang begitu penting bagi hidup dan kehidupan manusia. Fungsi hutan
bersifat “multi benefit” artinya selain mempunyai fungsi ekologis dan hidrologis
juga mempunyai fungsi lain seperti sosial ekonomi. Fungsi sosial ekonomi ini
dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Agroforestri merupakan salah satu bentuk terpenting dari penerapan konsep
perhutanan sosial. Nurrochmat (2005) mengatakan bahwa perhutanan sosial dapat
dipahami sebagai ilmu dan seni menumbuhkan pepohonan dan tanaman lain
didalam dan disekitar kawasan hutan dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan
untuk mencapai tujuan ganda meliputi pengelolaan hutan lestari dan peningkatan
taraf hidup (pendapatan) masyarakat.
Pengelolaan agroforestri berkaitan dengan optimalisasi penggunaan lahan untuk
mencukupi kebutuhan hidup petani dan dalam rangka pelestarian sumber daya
alam. Pengelolaan mencakup pengertian pengertian luas mulai dari bentuk
sederhana yaitu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sampai pada bentuk
yang paling modern yaitu keuntungan. Produk yang dihasilkan sistem agroforestri
dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni (a) yang langsung menambah
penghasilan petani, misalnya makanan, pakan ternak, bahan bakar, aneka produk
memberikan jasa lingkungan bagi masyarakat luas, misalnya konservasi tanah dan
air, memelihara kesuburan tanah.
Pendapatan merupakan indikator ekonomi petani agroforestri karena besarnya
pendapatan akan menetukan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Petani umumnya
lebih tertarik melakukan kegiatan yang mampu memberikan pendapatan yang
sesuai dan lebih menguntungkan. Pendapatan dari sistem agroforestri umumnya
memberikan nilai yang beragam sesuai dengan luasan lahan yang dikelola dan
kesesuaian lahan terhadap jenis komoditinya. Proporsi kontribusi pendapatan dari
penerapan agroforestri terhadap total pendapatan masyarakat sangat bervariasi
dari tempat yang satu dengan tempat yang lain. Pendapatan dari agroforestri
tergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah teknik bercocok tanam,
kondisi iklim, luas dan kualitas lahan, curahan waktu kerja serta harga pasar dari
produk yang dihasilkan.
Analisis ekonomi terhadap agroforestri antara lain diarahkan untuk menilai
apakah sumberdaya yang digunakan dalam kegiatan agroforestri sudah cukup
effisien; dalam hal ini dilakukan dengan membandingkan antara manfaat yang
dihasilkan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Dalam analisis yang
konvensional, penilaian atas hasil yang diperoleh (output) dan penilaian
pengeluaran dalam kegiatan agroforestri hanya terbatas pada barang privat, yaitu
barang dan jasa yang mempunyai nilai finansial (memiliki harga pasar). Padahal,
di samping barang privat tersebut, agroforestri juga menghasilkan jasa lingkungan