• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Nilai Ekonomi dan Kontribusi Penggunaan Lahan Sistem Agroforestri Di Desa Sosor Dolok, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Nilai Ekonomi dan Kontribusi Penggunaan Lahan Sistem Agroforestri Di Desa Sosor Dolok, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Nilai Ekonomi Produk Agroforestri yang Dimanfaatkan Petani

No Nama

Alpukat (Kg) Aren (Liter)

X FP TP Harga

6 Ediman Sihotang

7 Monang Sinaga 500 1 500 7.000 3.500.000

19 Japarden Sinaga

20 Maradat Sinaga

21 Hendrik Malau 30 1 30 7.000 210.000

22 Loren Br. Siahaan

23 Jonter Simbolon

24 Armen Malau 35 1 35 7.000 245.000

25 Bakti Sigalingging 50 12 600 5.000 3.000.000

TOTAL 1.735 1.735 12.145.000 750 9.000 45.000.000

TOTAL PENGAMBIL 13 4

RATA-RATA

(2)

Lampiran 1. Lanjutan...

No Nama

Bawang (Liter) Cabai (Kg)

X FP TP Harga

3 Kerespina Br. Sinaga

4 Budiman Limbong 150 1 150 15.000 2.250.000

5 Horas Malau

6 Ediman Sihotang

7 Monang Sinaga 90 1 90 15.000 1.350.000

8 Ledismawati Br. Nainggolan

9 Hotli Br. Sinaga 27 4 108 20.000 2.160.000

15 Pastiriama Br. Sagala

16 Kantiar Br. Simarmata

17 Darwin Sinaga 40 1 40 15.000 600.000

18 Jantiar Br. Simbolon 13 4 52 20.000 1.040.000

19 Japarden Sinaga

20 Maradat Sinaga

21 Hendrik Malau

22 Loren Br. Siahaan 15 4 60 20.000 1.200.000 100 1 100 15.000 1.500.000

23 Jonter Simbolon 45 1 45 15.000 675.000

24 Armen Malau

25 Bakti Sigalingging

TOTAL 88 352 7.040.000 1.155 1.155 17.325.000

TOTAL PENGAMBIL 5 10

RATA-RATA

(3)

Lampiran 1. Lanjutan...

3 Kerespina Br. Sinaga

4 Budiman Limbong

5 Horas Malau

6 Ediman Sihotang

7 Monang Sinaga 150 2 300 5.000 1.500.000

8 Ledismawati Br. Nainggolan

9 Hotli Br. Sinaga 200 2 400 5.000 2.000.000

10 Op. Immanuel Br. Sinaga

11 Jansen Sihotang

12 Op. Lourdes Br. Sinaga 13 Josmen Sinaga

14 Op. Asi Br. Sinaga

15 Pastiriama Br. Sagala

16 Kantiar Br. Simarmata

17 Darwin Sinaga

18 Jantiar Br. Simbolon

19 Japarden Sinaga 20 12 240 20.000 4.800.000

20 Maradat Sinaga

21 Hendrik Malau

22 Loren Br. Siahaan 30 12 360 20.000 7.200.000

23 Jonter Simbolon

24 Armen Malau

25 Bakti Sigalingging

TOTAL 50 600 12.000.000 350 700 3.500.000

TOTAL PENGAMBIL 2 2

RATA-RATA

(4)

Lampiran 1. Lanjutan... No

Nama

Jagung (kg) Kelapa (Buah)

X FP TP Harga

3 Kerespina Br. Sinaga

4 Budiman Limbong

5 Horas Malau

6 Ediman Sihotang

7 Monang Sinaga

8 Ledismawati Br. Nainggolan

9 Hotli Br. Sinaga

10 Op. Immanuel Br. Sinaga

11 Jansen Sihotang

12 Op. Lourdes Br. Sinaga 50 2 100 20.000 2.000.000

13 Josmen Sinaga

14 Op. Asi Br. Sinaga

15 Pastiriama Br. Sagala

16 Kantiar Br. Simarmata

17 Darwin Sinaga

23 Jonter Simbolon

(5)

Lampiran 1. Lanjutan...

(6)

Lampiran 1. Lanjutan...

No Nama

Mangga (Kg) Nangka (Buah)

X FP TP Harga

3 Kerespina Br. Sinaga

4 Budiman Limbong

5 Horas Malau 30 1 30 20.000 600.000

6 Ediman Sihotang

7 Monang Sinaga 10 1 10 20.000 200.000

8 Ledismawati Br. Nainggolan

9 Hotli Br. Sinaga

15 Pastiriama Br. Sagala

16 Kantiar Br. Simarmata

17 Darwin Sinaga

18 Jantiar Br. Simbolon

19 Japarden Sinaga

20 Maradat Sinaga

21 Hendrik Malau

22 Loren Br. Siahaan

23 Jonter Simbolon 15 1 15 20.000 300.000

24 Armen Malau

25 Bakti Sigalingging

TOTAL 250 250 3.750.000 55 55 1.100.000

TOTAL PENGAMBIL 3 3

RATA-RATA

(7)

Lampiran 1. Lanjutan...

No Nama

Petai (Ikat) Pisang (Tandan)

X FP TP Harga

11 Jansen Sihotang

12 Op. Lourdes Br. Sinaga 24 1 24 80.000 1.920.000

13 Josmen Sinaga 12 1 12 80.000 960.000

14 Op. Asi Br. Sinaga

15 Pastiriama Br. Sagala 24 1 24 80.000 1.920.000

16 Kantiar Br. Simarmata

17 Darwin Sinaga

23 Jonter Simbolon

24 Armen Malau

25 Bakti Sigalingging

TOTAL 100 100 1.000.000 143 143 11.440.000

TOTAL PENGAMBIL 1 13

RATA-RATA

(8)

Lampiran 1. Lanjutan...

4 Budiman Limbong

5 Horas Malau

6 Ediman Sihotang 50 12 600 2.000 1.200.000

7 Monang Sinaga

8 Ledismawati Br. Nainggolan

9 Hotli Br. Sinaga

10 Op. Immanuel Br. Sinaga

11 Jansen Sihotang

12 Op. Lourdes Br. Sinaga

13 Josmen Sinaga

14 Op. Asi Br. Sinaga

15 Pastiriama Br. Sagala

16 Kantiar Br. Simarmata

17 Darwin Sinaga

18 Jantiar Br. Simbolon

19 Japarden Sinaga

20 Maradat Sinaga

21 Hendrik Malau

22 Loren Br. Siahaan 15 12 180 5.000 900.000

23 Jonter Simbolon

24 Armen Malau

25 Bakti Sigalingging

TOTAL 90 1.080 2.160.000 25 300 1.500.000

TOTAL PENGAMBIL 4 2

RATA-RATA

(9)

Lampiran 1. Lanjutan...

No Nama

Terong Belanda (Kg) Tomat (Kg)

X FP TP Harga

3 Kerespina Br. Sinaga

4 Budiman Limbong

5 Horas Malau 50 2 100 7.000 700.000

6 Ediman Sihotang

7 Monang Sinaga 36 2 72 7.000 504.000

8 Ledismawati Br. Nainggolan 60 2 120 7.000 840.000 60 4 240 6.000 1.440.000

9 Hotli Br. Sinaga

10 Op. Immanuel Br. Sinaga 375 4 1500 6.000 9.000.000

11 Jansen Sihotang

12 Op. Lourdes Br. Sinaga

13 Josmen Sinaga 125 4 500 6.000 3.000.000

14 Op. Asi Br. Sinaga

15 Pastiriama Br. Sagala

16 Kantiar Br. Simarmata

17 Darwin Sinaga

18 Jantiar Br. Simbolon

19 Japarden Sinaga

20 Maradat Sinaga

21 Hendrik Malau

22 Loren Br. Siahaan

23 Jonter Simbolon

24 Armen Malau

25 Bakti Sigalingging

TOTAL 146 292 2.044.000 560 2.240 13.440.000

TOTAL PENGAMBIL 3 3

RATA-RATA

(10)

Lampiran 1. Lanjutan...

3 Kerespina Br. Sinaga

4 Budiman Limbong 200 2 400 1.500 600.000

5 Horas Malau 200 1 200 25.000 5.000.000

6 Ediman Sihotang 60 1 60 100.000 6.000.000

7 Monang Sinaga

8 Ledismawati Br. Nainggolan

9 Hotli Br. Sinaga

10 Op. Immanuel Br. Sinaga 20 1 20 100.000 2.000.000

11 Jansen Sihotang

12 Op. Lourdes Br. Sinaga 500 2 1.000 1.500 1.500.000

13 Josmen Sinaga

14 Op. Asi Br. Sinaga

15 Pastiriama Br. Sagala 30 1 30 100.000 3.000.000

16 Kantiar Br. Simarmata

17 Darwin Sinaga 350 2 700 1.500 1.050.000

18 Jantiar Br. Simbolon 500 2 1000 1.500 1.500.000

19 Japarden Sinaga

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, O dan P. Patana. 2002. Penelitian : Perhitungan Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu Non-Marketable oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan. Penelitian. USU. Medan

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius : Yogyakarta

Awang, A. S., A. Wahyu, H. Barlatul, T. W. Wahyu, dan A. Agus. 2002. Hutan Rakyat Sosial Ekonomi dan Pemasaran. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta

Azmy, H. J. 2004. Kajian Agroforestri Karet ( Hevea brasilliensis Muell) Sebagai Model Hutan Rakyat dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Studi Kasus Di Desa Lau Damak, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat). Skripsi. USU. Medan

Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. 2012. Kecamatan Harian dalam Angka 2012. Penerbit Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. Pangururan

Bahruni. 1999. Penilaian Sumber Daya Hutan dan Lingkungan. IPB. Bogor

BAPPENAS, 2000. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Pedesaan. Jakarta

Budidarsono, S. 2001. Analisi Nilai Ekonomi Watani Di Nusa Tenggara.Prosiding Lokakarya Watani se-Nusa Tenggara. Denpasar. Bali

BPS. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta

Gautama, I. 2007. Studi Sosial Ekonomi Masyarakat Pada Sistem Agroforestri Di Desa Lasiwala Kabupaten Sidrap. Jurnal Hutan Masyarakat, Vol 2 No. 3 hal. 319-328

Ginonga, K. L dan M. Lugina. 2007. Metode Umum Kuantifikasi Nilai Ekonomi Sumber Daya Huta

Irwanto. 2007. Kajian Tumpangsari di Lahan Kayu Putih Terhadap Keberlanjutan Kegiatan Konservasi di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku. Tesis. IPB. Bogor

Kominta, P. Hadisiswoyo, dan M. Malik. Panduan Praktis Agroforestri. Yayasan Orang Utan Lestari- Orangutan Information Centre (YOSL-OIC). Medan

(12)

Muljadi. 1987. Distribusi Tenaga Kerja Dalam Pola Usahatani Tanaman/ Ternak di Batumarta, Sumatera Selatan. Departemen Pertanian. Jakarta

Nurfitriani, S. 2006. Strategi Pengelolaan Hutan Upaya Menyelamatkan Rimba yang Tersisa. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Nurrochmat, D.R. 2005. Strategi Pengelolaan Hutan Upaya Menyelamatkan Rimba yang Tersisa. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Purwanto, dkk. 2004. Model- Model Pengelolaan Hutan Rakyat (Private Forestry

Models). Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta. 3 Agustus 2004.

Kebumen. Hal 3

Puskap Fisip USU. 1997. Pengelolaan Hutan Partisipatif. WIM, Yayasan Sintesa dan PUSKAP FISIP USU. Medan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2008-2013 Desa Sosor Dolok, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. Lampiran Peraturan Desa Sosor Dolok.

Sardjono, A. S., T. Djogo, H. S. Arifin dan N. Wijayanto. 2003. Klasifikasi dan Pola Kombinasi Komponen Agroforestri. ICRAF. Bogor

Senoaji, G. 2009. Kontribusi Hutan Lindung Terhadap Pendapatan Masyarakat Desa di Sekitarnya: Studi Kasus di Desa Air Lanang Bengkulu. Penelitian. Universitas Bengkulu. Bengkulu

Simatupang, D. P. 2011. Kontribusi Produk Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan

Suharjito, D. dan D. Darusman. 1998. Kehutanan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor dan The Ford Foundation. Bogor

Tjakrawiralaksana, A dan C. Soeriatmadja. 1983. Usahatani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. Sinar Tani. Jakarta

Widiarti, A dan S. Prajadinata. 2008. Karakteristik Hutan Rakyat Pola Kebun Campuran. Bogor

(13)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sosor Dolok, Kecamatan Harian,

kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara yang dimulai dari bulan juni sampai

Juli 2014. Desa Sosor Dolok memiliki luas wilayah sekitar 438 ha dan sekitar

57% lahan yang dimanfaatkan untuk perkebunan, persawahan, dan perladangan.

Dengan batas- batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah utara : Desa Partungko Naginjang

b. Sebelah selatan : Kecamatan Sianjur Mulamula

c. Sebelah timur : Desa Turpuk Malau dan Desa Turpuk Sagala

d. Sebelah barat : Desa Partungko Naginjang

(RPJM Sosor Dolok, 2012).

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, alat tulis,

peta, buku panduan , komputer untuk mengolah data.

Bahan yang digunakan adalah lembar kuisioner sebagai bahan wawancara,

masyarakat sebagai objek penelitian, dan dokumen lain yang berkaitan dengan

lokasi penelitian.

Metode Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer yang dibutuhkan berupa karakteristik responden

(pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi), jenis-jenis dan jumlah tanaman yang

(14)

agroforestri. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan adalah data umum yang

terdapat di instansi pemerintahan desa seperti peta kawasan. Penentuan

pengambilan responden dilakukan dengan metode sensus yaitu sampel yang

diambil adalah seluruh petani yang memiliki lahan agroforestri di Desa Sosor

Dolok yakni sebanyak 25 KK.

Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan cara :

1. Identifikasi jenis- jenis produk agroforestri dan observasi

Observasi merupakan pengamatan atau survei dilapangan.

2. Kuisioner dan wawancara terbuka

berisikan sekumpulan pertanyaan yang ditujukan kepada responden dalam

penelitian. Wawancara adalah Tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih

secara langsung untuk menggali informasi dari tiap individu. Informasi yang

diperoleh diantaranya :

a. Identifikasi responden (umur, pekerjaan, luas lahan yang dimiliki,

pendapatan, pendidikan, dan jumlah tanggungan).

b. Jenis produk agroforestri yang ditanam, jumlahnya dan frekuensi

pengambilannya (baik hasil hutan kayu atau HHNK, pertanian dan peternakan).

3. Studi pustaka/ dokumentasi

Dokumentasi dapat berupa foto lahan agroforestri dan produk- produk hasil

agroforestri.

(15)

Nilai Ekonomi Produk Agroforestri

Data diperoleh dari hasil pengamatan dilapangan melalui wawancara dan

kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Nilai produk agroforestri untuk

setiap jenis per tahun yang diperoleh masyarakat(petani) dihitung dengan cara :

1. Harga barang hasil hutan (manfaat langsung/tangible) yang diperoleh

dianalisis dengan metode pendekatan pasar (jika sudah diketahui harga pasarnya).

2. Menghitung nilai rata- rata jumlah barang yang diambil per responden per

jenis. Dengan formulasi sebagai berikut :

X =

x1 + x2 +

+ xn

n

X = rata- rata jumlah barang yang diambil (RJ)

X1 = jumlah barang yang diambil responden

n

= jumlah pengambil per jenis barang

(Affandi dan Patana, 2002).

3. Menghitung total pengambilan per unit barang per tahun. Diformulasikan

dengan :

TP = RJ x FP x JP

TP = total pengambilan per tahun

RJ = rata- rata jumlah yang diambil

FP = frekuensi pengambilan

JP = jumlah pengambilan

(16)

4. Menghitung nilai ekonomi produk agroforestri per jenis barang per tahun,

diformulasikan dengan :

NH = TP x HH

NH = nilai produk agoforestri per jenis

TP = total pengambilan (unit/ tahun)

HH = harga produk agroforestri

(Affandi dan Patana, 2002).

5. Menghitung persentase nilai ekonomi dengan cara :

% NE =

���

∑ ��

X 100%

%NE = persentase nilai ekonomi

NEi = nilai ekonomi produk agroforestri per jenis

∑ �� = jumlah total nilai ekonomi dari seluruh produk agroforestri

(Affandi dan Patana, 2002).

4. Menghitung pendapatan dari agroforestri, dari luar agroforestri dan

pendapatan total.

a. Pendapatan dari praktek agroforestri = jumlah nilai ekonomi dari seluruh

jenis produk agroforestri

b. Pendapatan luar agroforestri = pendapatan total diluar agroforestri

c. Pendapatan total = jumlah pendapatan dari agroforestri dan luar agroforestri

Dengan demikian tingkat kontribusi dapat dihitung dengan rumus :

Kontribusi =Pendapatan dari Agroforestri

Pendapatan Total X 100%

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Daerah Penelitian

Desa Sosor Dolok merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan

Harian Kabupaten Samosir. Desa ini terdiri dari 2 dusun yaitu Dusun I seluas 288

ha dan Dusun II dengan luas 150 ha. Suhu harian rata-rata di desa ini adalah 18-20

°C. Letak desa Sosor Dolok berada di perbukitan dengan kemiringan ± 25° dan

berada pada ketinggian 1680 mdpl. Secara keseluruhan Desa Sosor Dolok

memiliki luas wilayah sekitar 438 ha dan sekitar 57% lahan yang dimanfaatkan

untuk perkebunan, persawahan, dan perladangan. Dengan batas- batas wilayah

sebagai berikut :

e. Sebelah utara : Desa Partungko Naginjang

f. Sebelah selatan : Kecamatan Sianjur Mulamula

g. Sebelah timur : Desa Turpuk Malau dan Desa Turpuk Sagala

h. Sebelah barat : Desa Partungko Naginjang

(RPJM Sosor Dolok, 2012).

Karakteristik Responden

Jumlah penduduk Desa Sosor Dolok menurut sensus terakhir tahun 2012

sebanyak 433 jiwa atau sekitar 110 kepala keluarga dengan rincian jumlah

laki-laki sebanyak 203 jiwa dan perempuan sebanyak 230 jiwa. Responden yang

diambil sebanyak 25 KK yang memiliki lahan agroforestri . Setiap responden

memiliki lahan agroforestri berkisar 13 rante (0,4 ha) hingga 75 rante (3 ha)

dengan jenis tanaman yang bervariasi disetiap lahannya. Karakteristik responden

yang dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan umur, pekerjaan, jumlah anggota

(18)

Tabel 1. Karakteristik Responden

No Identitas Responden Jumlah (Orang) Proporsi (%)

1 Umur (Tahun)

3 Jumlah Anggota Keluarga

1-3 5 20

Responden yang memiliki dan mengelola lahan agroforestri di desa ini paling

banyak berada dalam kelompok usia antara 41- 50 tahun (40%), dimana dalam hal

ini responden berada pada usia yang lebih produktif. Tjakrawiralaksana

(1983) menjelaskan bahwa tenaga kerja yang dipergunakan dalam usaha tani

dapat berupa tenaga kerja dewasa, tenaga kerja wanita dewasa, dan tenaga kerja

anak-anak. Sebagai batasan tenaga kerja dewasa sering dipakai batasan umur 15

tahun keatas, sedangkan tenaga kerja anak-anak termasuk batasan 15 tahun

kebawah.

Pekerjaan utama responden pada umumnya adalah petani (68%). Hal ini

menunjukkan bahwa di desa ini masyarakatnya memang mayoritas bekerja

(19)

kegiatan agroforestri, responden umumnya memiliki jumlah anggota keluarga

berkisar 4-6 orang (40%). Banyaknya jumlah anggota keluarga yang terlibat

dalam kegiatan agroforestri mempengaruhi tingkat pemasukan maupun

pengeluaran petani. Menurut Muljadi (1987), makin banyak luas garapan, makin

banyak tenaga kerja yang tercurah. Perbedaan curahan tenaga kerja antara

berbagai macam kegiatan disebabkan oleh luas garapan yang berbeda, dimana

curahan tenaga kerja cenderung berbanding lurus dengan luas garapan. Pada lahan

yang cukup luas, masyarakat umumnya menyewa tenaga kerja sekitar 4-7 orang

Tingkat pendidikan responden di desa ini umumnya adalah SMA yaitu

sebanyak 10 orang (40%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan

responden sudah cukup tinggi. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Sosor

Dolok sangat berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat untuk menyerap

informasi (IPTEK) dan lebih terampil dalam mengelola lahan agroforestri.

Pola Agroforestri

Lahan agroforestri yang dimiliki masyarakat Desa Sosor Dolok adalah

lahan warisan. Lahan yang ada didesa ini sejak dahulu sudah ditumbuhi oleh

pohon pinus dan tanaman liar seperti aren dan pisang. Lahan yang ada digunakan

oleh masyarakat untuk menanam sayur dan buah-buahan dengan memanfaatkan

tanah kosong disekitar pohon pinus. Namun seiring kemajuan pengetahuan,

mereka kemudian melakukan penanaman jenis tanaman lainnyadisekitar pinus

dan aren dengan lebih intensif atau yang lebih dikenal dengan pola agroforestri.

Hal ini sejalan dengan pendapat Irwanto (2007) yang menyatakan bahwa dengan

(20)

sudah dapat memanfaatkan lahan kosong (lahan yang kurang produktif) untuk

menanam jenis tanaman lain seperti tanaman palawija dan tahunan.

Pola agroforestri di Desa Sosor Dolok, Kecamatan Harian dapat

diklasifikasi dalam dua jenis pola yaitu pola agrisilvikultur dan pola

agrosilvopastural. Sardjono, dkk (2003) mengatakan bahwa agrisilvikultur adalah

sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan

(tanaman berkayu) dengan komponen pertanian (tanaman non kayu). Tanaman

berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non kayu

dari jenis tanaman semusim (annual crops). Pada pola agrisilvikultur di desa ini

terdapat komponen tanaman kehutanan dengan komponen tanaman pertanian.

Kombinasi pada pola ini meliputi komponen kehutanan seperti alpukat, aren,

kelapa, kemiri, mangga, nangka, dan petai. Serta komponen pertanian seperti

bawang, cabai, cokelat, jahe, jagung, kopi, pisang, rias, sirih, terong belanda,

tomat, dan ubi kayu. Salah satu contoh pola penggunaan lahan sistem agroforestri

di Desa Sosor Dolok dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pola Agrisilvikultur Tanaman Kopi dan Pinus

Agrisilvopastura adalah pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan)

(21)

lahan yang sama. Pada pola agrisilvopastura di Desa Sosor Dolok, Kecamatan

Harian terdapat komponen tanaman kehutanan, pertanian, dan peternakan seperti

ternak babi dan ayam kampung. Pada pola-pola agroforestri di desa ini, proporsi

masing-masing jenis tanaman tidak beraturan. Hal ini disebabkan kebutuhan

setiap responden berbeda-beda dan tidak adanya perencanaan untuk menanam

jenis-jenis tanaman tertentu, sehingga tanaman yang ditanam beragam jenis dan

jumlahnya. Hal ini didukung hasil penelitian Widiarti dan Sukaesih (2008) yang

menyatakan bahwa petani dalam memilih jenis tanaman yang diusahakan tidak

melalui perencanaan yang matang, melainkan tergantung ketersediaan bibit di

wilayahnya. Pada kebun campuran, jarak tanam umumnya tidak teratur, jumlah

pohonnya setiap jenis bervariasi, demikian juga dalam satu jenis dijumpai varisasi

umur yang berbeda. Pola agrosilvopastura dapat dilihat pada Gambar 2.

a. Ternak babi b. Ternak ayam Kampung Gambar 2. Pola agrosilvopastura pada lahan pertanian

Keragaman jenis-jenis tanaman ini dianggap mampu mengatasi

permasalahan dalam hal pendapatan rumah tangga. Masyarakat dapat

sewaktu-waktu menuai hasil dan memperoleh pendapatan dari produk agroforestri yang

(22)

diproduksi setiap waktu dan kapan saja tergantung jenis tanamannya. Hal ini

dikarenakan jenis tanaman yang terdapat dilahan agroforestri beragam. Ada yang

dipanen setiap hari seperti air nira(aren), setiap minggu seperti kopi, sirih, dan

rias. Setiap bulan seperti cokelat,kemiri, dan setiap tahun seperti alpukat, nangka,

mangga,petai, kelapa dan pisang. Dengan demikian terdapat variasi pemanenan

antara masing-masing jenis produk dalam memperoleh penghasilan agroforestri.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Widiarti dan Sukaesih (2008) yang mengatakan

bahwa pola tanam kebun campuran memberikan penghasilan yang bervariasi

yakni bersifat rutin, harian, mingguan, bulanan, musiman dan tahunan sehingga

kebun campuran memberikan hasil secara berkelanjutan bagi para petani.

Berdasarkan hasil penelitian di desa ini, praktik agroforestri memiliki beberapa

keunggulan. Adapun keunggulan-keunggulan dari agroforestri ini yaitu (a)

pengolahan dan pemanfaatan lahan yang lebih efektif dan efisien, (b)

kesinambungan ekologi dan ekonomi tetap terjaga, (c) pendapatan yang diperoleh

dari praktik agroforestri setara atau bahkan bisa lebih besar dari pendapatan

diluar agroforestri. (d) waktu panen dapat bervariasi antara satu produk dengan

yang lain, dan (e) dapat mengurangi kerugian akibat gagal panen terhadap salah

satu produk agroforestri.

Jenis-Jenis Komoditi Agroforestri Di Desa Sosor Dolok

Masyarakat di Desa Sosor Dolok memanfaatkan produk-produk

agroforestri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari dan juga

sebagian besar produk- produk tersebut dijual untuk menambah penghasilan

rumah tangga. Jenis- jenis produk agroforestri yang dimanfaatkan oleh petani

(23)

No Produk Agroforestri Bagian yang

Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa ada 20 jenis produk agroforestri

yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Sosor Dolok. Berdasarkan tabel 2 dapat

juga dilihat bahwa produk agroforestri yang paling banyak ditanam masyarakat

(24)

memiliki tanaman kopi pada lahan agroforestri mereka. Yang menjadi faktor

penyebab jenis tanaman tersebut dimanfaakan adalah karena kopi dapat tumbuh

lebih baik dari tanaman lain serta memiliki nilai komersil yang tinggi dan

memiliki waktu produksi yang lama. Sementara jenis tananam yang paling sedikit

dimanfaatkan oleh masyarakat adalah petai dengan jumlah responden sebanyak 1

orang. Hal ini dikarenakan petai membutuhkan waktu yang sangat lama untuk

berproduksi dan musim berbuah hanya sekali setahun serta peminat buah petai

yang sangat minim sehingga membuat petani kurang tertarik untuk menanam

tanaman tersebut. Gambar 3 berikut ini menggambarkan proporsi jumlah petani

agroforestri di Desa Sosor Dolok, Kecamatan Harian.

Gambar 3. Proporsi petani yang menggunakan sistem agroforestri di Desa Sosor Dolok

Beragam produk agroforestri yang ada di Desa Sosor Dolok, Kecamatan Harian

ditanam dengan sistem agroforestri tradisional. Bentuk agroforestri tersebut

berupa pola agrisilvikultur dan agrosilvopastura. Dalam pola agroforestri yang

ada, terdapat perbedaan produk agroforestri yang ditanam disetiap polanya. Jenis

(25)

produk agroforestri yang ditanam dalam berbagai pola agroforestri dapat dilihat

pada gambar berikut :

(a) Tanaman Kopi dan Aren (b) Tanaman Cokelat dan Kemiri

(c) Tanaman Kopi dan Pisang diantara Pinus (d) Tanaman Kopi dan jagung

(26)

(g) Tanaman Buah Naga dipinggiran Kopi (h) Pakan Ternak disela pohon pinus

(i) Pembibitan Kopi dan Cabai (j) Wawancara dengan Petani

Gambar 4. Produk-Produk Agroforestri pada lahan Pertanian

Pemanfaatan tanaman aren dapat dikombinasikan dengan tanaman kopi

seperti pada gambar 4 (a). aren merupakan salah satu produk agroforestri yang

dimanfaatkan masyarakat. Bagian aren yang dimanfaatkan masyrakat hanyalah air

nira nya saja yang diolah menjadi tuak (minuman fermentasi). Pemanfaatan aren

oleh masyarakat di desa ini termasuk cukup tinggi mengingat air nira merupakan

salah satu pruduk yang komersil. Selain itu, pengambilan air nira dapat dilakukan

setiap hari sehingga memberikan penghasilan yang rutin. Meskipun frekuensi

pengambilan air nira dilakukan setiap hari, namun sewaktu-waktu air nira tidak

(27)

wawancara yang dilakukan, untuk menghasilkan air nira yang baik dan banyak

petani harus memiliki teknik pengambilan yang khusus dan tidak memanfaatkan

buah kolang-kaling karena dapat mengurangi produksi air nira dan disamping itu

kolang-kaling memiliki harga yang kurang bersaing dan peminat/konsumen

sedikit. Satu pohon aren dapat menghasilkan ± 15 liter per hari tergantung kualitas

pohon aren itu sendiri. Tidak setiap hari selama setahun aren berproduksi secara

aktif, hanya 5-6 bulan air nira dapat diproduksi. Air nira umumnya dijual ke agen

dengan harga Rp 5.000/ liternya.

Kopi merupakan tanaman inti dilahan agroforestri Desa Sosor Dolok. Kopi

merupakan tanaman keras yang hidup tumbuh dengan baik didataran tinggi

dengan iklim yang dingin. Kopi di Desa Sosor Dolok dapat berproduksi dengan

baik hanya dua kali dalam setahun yaitu antara bulan april dan oktober atau biasa

disebut panen raya. Namun jika panen liar dapat dilakukan sekali seminggu. Buah

kopi yang dipetik oleh petani rata-rata sekitar 5 kaleng/ bulannya. Bagian yang

dimanfaatkan adalah biji yang sudah ranum dengan ciri-ciri berwarna merah dan

kemudian digiling lalu dijemur. Biji kopi biasanya dijual ke agen yang datang

kerumah maupun langsung kepasar dengan selang waktu sekali seminggu. Biji

kopi dijual dengan harga rata-rata Rp 250.000,- per kalengnya. Berdasarkan hasil

penelitian, masyarakat menanam kopi dikarenakan selain dapat menambah

penghasilan yang rutin setiap minggunya dapat juga menjaga lahan dari

kelongsoran yang kerap terjadi di desa tersebut. Selain bermanfaat dari segi

ekonomi, kopi juga bermanfaat dari segi ekologinya dimana kulit buah kopi hasil

(28)

Cokelat umumnya dapat berbuah mulai dari umur 2-3 tahun. Bagian

tanaman yang dimanfaatkan adalah bijinya. Jika sudah cukup umur, buah cokelat

akan mengalami perubahan warna menjadi kuning dan dapat dipanen setiap hari

namun dengan jumlah yang sedikit sehingga biji cokelat tersebut dikumpulkan

terlebih dahulu selama satu bulan dan kemudian dapat dijual. Tanaman coklat

ditanam diantara tanaman kopi dan kemiri sebagai penaung dengan sistem

agroforestri yang terlihat pada gambar 4 (b). Dari hasil penelitian, petani yang

memanfaatkan tanaman ini hanya dua responden saja. Para petani dapat

menghasilkan coklat rata-rata sebanyak 25 kg/bulannya. masyarakat di desa ini

menjual hasil panen biji cokelat kepasar dengan kondisi yang sudah kering/

dijemur terlebih dahulu dengan harga berkisar Rp 18.000 hingga Rp 22.000,-/ kg.

Pada pola kebun campuran di desa ini, pisang tumbuh secara alami dan ada juga

yang sengaja ditanam. Menurut BAPPENAS (2000), tanaman tumpang sari/

lorong dapat berupa sayur-sayuran atau tanaman pangan semusim. Kebanyakan

pisang ditanam bersama-sama dengan tanaman perkebunan kopi seperti pada

gambar 4 (c). masyarakat di desa ini biasanya menanam pisang barangan dan

pisang kapok. Bagian tanaman yang diambil adalah buahnya saja. Hasil

wawancara menunjukkan bahwa responden yang memanfaatkan buah ini

sebanyak 11 orang (9,63 %). Buah pisang biasanya dikonsumsi pribadi maupun

dibagikan ke tetangga yang meminta, namun jika berbuah baik dan banyak maka

pisang bisa dijual kepasar. Pisang dijual seharga Rp 80.000/ tandan.

Tanaman palawija seperti jagung, cabai, tomat dan terong belanda

merupakan salah satu tanaman pengisi lahan agroforestri. Bagian jagung, cabai,

(29)

dipanen 2 kali dalam setahun dan apabila masa produksi habis maka tanaman

akan mati. Tanaman tersebut sangat membutuhkan perawatan khusus karena

sangat rentan terhadap serangan hama penyakit, sehingga dalam sekali 2 minggu

harus melakukan penyemprotan obat anti hama supaya tanaman tidak rusak dan

mati. Seperti pada gambar 4 (d,e) cabai ditanam disela-sela tanaman kopi dengan

naungan dari pohon pinus. Cabai yang telah dipetik dan masih segar biasanya

langsung dijual kepada agen yang menampung supaya harga lebih mahal, karena

apabila sudah bertahan maka cabai akan mengalami penyusutan dan dapat

mempengaruhi harga. Cabai yang baru dipetik dijual dengan harga Rp 15.000/ kg.

Pola tanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pada pola tumpang

sari, tanaman juga harus diperhatikan intensitas cahayanya, terutama pada

tanaman yang ternaungi. Intensitas cahaya yang tepat akan memberikan

pertumbuhan yang baik pada tanaman. Menurut warsana (2009), sebaran sinar

matahari sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini bertujuan untuk menghindari

persaingan antar tanaman yang ditumpang sarikan dalam hal mendapatkan sinar

matahari.

Kemiri dan alpukat merupakan tanaman yang memberikan kontribusi yang

tinggi terhadap pendapatan rumah tangga di desa ini. Tanaman keras ini tumbuh

secara alami dan tanpa ada perawatan khusus. Tanaman ini dibiarkan hidup hanya

untuk sebagai penaung terhadap tumbuhan dibawahnya, namun ternyata dapat

diambil hasilnya dan dapat menambah penghasilan. Berdasarkan wawancara

dengan responden, sebenarnya kemiri dan alpukat ini jika dikelola dengan baik

akan memberikan kontribusi yang lebih baik lagi terhadap pendapatan mereka.

(30)

kontribusi hasil dari kebun seharusnya diikuti dengan memberikan perhatian yang

serius dalam hal pengelolaannya. Untuk peningkatan produktivitas kebun

campuran perlu dilakukan penataan teknik budidaya pola tanam agroforestri untuk

menjaga keserasian pertumbuhan tanaman dengan penataan jarak dan jalur untuk

pertumbuhan. Yang perlu diusahakan yaitu, dengan memperhatikan sifat fisiologi

pohon, tajuk dan perakaran. Petani yang memanfaatkan kemiri yaitu sebanyak 12

responden. Bagian kemiri yang dimanfaatkan adalah bijinya. Petani menjual biji

kemiri ke agen dengan harga Rp 7.500/ kg. Sementara yang memanfaatkan

alpukat yaitu sebanyak 13 petani dengan rata-rata buah alpukat yang dihasilkan

sebanyak 133 kg/ musim. Buah alpukat yang dijual harus dengan kondisi yang

hampir matang dan berukuran besar. Alpukat dijual ke pasar atau agen dengan

harga rata-rata Rp 7.000/ kg.

Mangga dan nangka merupakan tanaman buah-buahan yang dimanfaatkan

dilahan agroforestri petani Sosor Dolok. Mangga dan nangka di desa ini masih

tergolong sedikit karena kurang tanaman ini kurang baik tumbuh di daaerah ini.

Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan masyarakat, setiap ingin musim

berbuah, kebanyakan bunga yang gugur sehingga gagal menjadi buah, sehingga

hasil tidak sesuai dengan harapan petani. Mangga yang dihasilkan rata-rata hanya

83 kg/ tahun dan nangka hanya 18 buah/ tahun dan kadang-kadang dalam setahun

pohon mangga maupun nangka tidak berproduksi. Ini membuktikan bahwa hasil

dari kedua jenis tanaman agroforestri di desa ini masih sangat rendah. Mangga

yang dijual kepasar dihargai sebesar Rp 1.5000/kg dan nangka diharagai sebesar

(31)

Ubi kayu merupakan tanaman umbi-umbian yang cocok dikombinasikan

dengan tanaman lainnya dilahan agroforestri. Salah satu pengkombinasiannya

adalah dengan tanaman kopi seperti pada gambar 4 (f). bagian tanaman ubi kayu

yang diambil adalah umbinya dan juga daunnya yang dapat dijadikan sayur.

Tanaman sayur-sayuran dapat dijadikan salah satu jenis produk agroforestri di

desa ini. Ubi kayu yang dihasilkan dari desa ini adalah sekitar 391 kg/ musim.

Petani menjual ubi kayu tersebut kepasar dengan harga Rp 1.500/kg. dari sini

dapat dilihat walaupun dengan harga yang murah tetapi petani tetap menanam ubi

kayu karena sekali memproduksi hasil yang didapat cukup banyak dan tidak perlu

ada perawatan khusus.

Komponen peternakan yang dimanfaatkan di desa ini adalah babi dan

ayam kampung. Hewan-hewan ini dipelihara dengan cara diberi kandang disekitar

perladangan petani dan ayam kampung biasanya dilepas disiang hari untuk

mencari makan. Pola agroforestri yang memanfaatkan hewan ini disebut pola

agrosilvopastura. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat memelihara

hewan-hewan ini karena sumber pakan yang melimpah yang tumbuh secara liar dilahan

pertanian dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak seperti pada gambar 4 (h),

sehingga tidak memerlukan biaya yang banyak untuk memlihara ternak tersebut.

Ternak babi dapat dijual setelah dipelihara selama 8 bulan dan ayam kampung

hanya membutuhkan waktu 4-5 bulan. Hewan ternak ini dijual kepasar dalam

keadaan hidup. Namun telur ayam kampung dikonsumsi oleh petani untuk

memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Ternak babi dijual kepasar dengan harga

(32)

Nilai Ekonomi Produk Agroforestri

Sumberdaya hutan khususnya pada pola agroforestri mempunyai nilai

sumberdaya yang sangat tinggi. Nilai ekonomi jenis-jenis produk agroforestri

diperoleh dari perkalian antara total pengambilan per unit per tahun dengan harga

hasil hutan per unit per jenis barang per tahun. Berdasarkan hasil penelitian,

beberapa jenis produk agroforestri menghasilkan produk yang dapat dikonsumsi

langsung oleh masyarakat. Sejalan dengan itu, Nurfatriani (2006) mengatakan

bahwa nilai sumberdaya hutan sendiri bersumber dari berbagai manfaat yang

diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara langsung akan

memiliki persepsi yang positif terhadap nilai sumberdaya hutan yang ditunjukkan

dengan tingginya nilai sumberdaya hutan tersebut.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Pemanfaatan Produk Agroforestri

(33)

15 Rias (Etlingera elatior) Ikat 22,5 4 12 1080 3,25%

16 Sirih (Piper betle) Ikat 12,5 2 12 300 1,63%

17 Terong Belanda (C. betaceae) Kg 48,66 3 2 292 2,44% 18 Tomat (Solanum lycopersicum) Kg 186,66 3 4 2240 2,44% 19 Ubi kayu (Manihot utilisima) Kg 391,66 6 2 4700 4,88%

20 Ternak Kg 142 5 1 710 4,07%

TOTAL 123 100%

Ket : Xi = Jumlah barang yang diambil responden n = Jumlah pengambil per jenis

FP = Frekuensi Pengambilan TP = Total pengambilan per tahun

Hasil perhitungan hingga diperoleh total pengambilan per jenis per tahun dapat

dilihat pada tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa besarnya

pemanfaatan tiap jenis produk agroforestri dipengaruhi oleh jumlah barang yang

diambil tiap responden dan frekuensi pengambilan. Masyarakat berhasil menuai

panen dari jenis produk agroforestri dalam takaran yang cukup banyak. Hal ini

membuktikan masyarakat mampu mengolah lahan dengan baik sehingga produksi

lahan dinyatakan berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat. Pemanfaatan

produk agroforestri memberikan nilai guna langsung bagi petani berupa makanan,

kayu, maupun tanaman obat. Bahruni (1999) mengatakan nilai guna langsung

merupakan nilai yang bersumber dari penggunaan secara langsung oleh

masyarakat terhadap komoditas hasil hutan berupa flora dan fauna.

Jenis produk agroforestri yang banyak dimanfaatkan masyarakat

berdasarkan persentase jumlah pengambil per jenis adalah kopi yaitu sebanyak

25 orang (20,33%). Hal ini dikarenakan semua responden memanfaatkan tanaman

(34)

dan pisang sebanyak 13 orang (10,57%). Sementara itu, jenis produk agroforestri

yang sedikit dimanfaatkan masyarakat adalah petai yaitu sebanyak 1 orang

(0,81%). Perhitungan selanjutnya dilakukan untuk memperoleh nilai jenis-jenis

produk agroforestri. Secara terperinci, persentase nilai ekonomi produk

agroforestri dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Persentase Nilai Ekonomi (Rp/ tahun) Produk Agroforestri

No Produk Agroforestri Satuan TP Harga NE (Rp/Thn) %NE

(35)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua produk agroforestri yang ditanam dan

dimanfaatkan oleh petani agroforestri telah tersedia informasi tentang harganya

dipasaran sehingga penilaiannya juga sudah bisa dilakukan berdasarkan harga

pasar tanpa melakukan pendekatan-pendekatan dimana hasil penilaian tersebut

dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Bahruni (1999), jika nilai sumberdaya (ekosistem) hutan telah tersedia

informasinya, maka pengelola hutan dapat memanfaatkan untuk berbagai

keperluan seperti pengambilan keputusan pengelolaan, perencanaan dan lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4 menunjukkan bahwa total nilai ekonomi

produk agroforestri secara komersil oleh petani agroforestri Desa Sosor dolok,

Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir adalah sebesar Rp

576.684.000,- per tahun. Jenis agroforestri yang memberikan kontribusi terbesar

terhadap pendapatan masyarakat adalah kopi dengan nilai ekonomi Rp

391.500.000 dengan persentase nilai ekonomi sebesar 67,89%. Hal ini disebabkan

karena jenis kopi yang ditanam yaitu kopi ateng dengan produksi buah yang

cukup cepat sehingga dalam seminggu petani dapat memetik buah yang rutin

setiap minggu. Jenis produksi agroforestri selanjutnya yang memberikan

kontribusi terbesar kedua adalah aren dengan nilai ekonomi Rp 45.000.000

dengan persentase nilai ekonomi sebesar 7,80%. Hal ini dikarenakan aren dapat

berproduksi dari 5-6 bulan dengan frekuensi pengambilan air nira dilakukan setiap

hari dengan rata-rata air nira yang dihasilkan 15 liter per harinya.

Jenis produk agroforestri yang memberikan kontribusi terkecil terhadap

pendapatan rumah tangga petani adalah petai dengan nilai ekonomi sebesar

(36)

sebesar Rp 1.100.000 atau sekitar 0,19%. Menurut wawancara dengan petani,

Kedua produk agroforestri ditanam hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan

sehari-hari saja karena ditanam hanya dipinggiran perladangan. Besar kecilnya

nilai ekonomi jenis-jenis produk agroforestri sangat tergantung pada jumlah

barang yang diambil. Frekuensi pengambilan, total pengambilan, harga tiap jenis

produk agroforestri dan tiap satuannya.

Kontribusi Produk Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga

Masyarakat Desa Sosor Dolok memiliki beragam profesi, namun

umumnya masyarakat di desa ini bekerja sebagai petani. Responden yang diteliti

adalah masyarakat yang memiliki lahan agroforestri sehingga petani memperoleh

pendapatan dari penggunan lahan sistem agroforestri tersebut. Pendapatan bersih

rumah tangga yang diperoleh dari pemanfaatan produk agroforestri dapat dilihat

pada lampiran 6. Dari lampiran tersebut diketahui bahwa pendapatan bersih

masyarakat dari agroforestri diperoleh dari pengurangan antara pendapatan kotor

agroforestri dengan pengeluaran dalam praktik agroforestri. Hasil perhitungan

menunjukkan bahwa pendapatan bersih dari praktik agroforestri sebesar Rp

479.074.000/ tahun.

Gambar 5. Diagram persentase pendapatan bersih Agroforestri Rp 576.474.000

Rp 97.400.000

Pendapatan Kotor Agroforestri

(37)

Pendapatan kotor dari produk agroforestri merupakan penjumlahan nilai

ekonomi masing produk agorforestri yang dimanfaatkan oleh

masing-masing responden yaitu dengan jumlah Rp 576.474.000/ tahun .Pemanfaatan

jenis-jenis produk agroforestri pada masing-masing responden dapat dilihat pada

lampiran 2. Sementara itu, pengeluaran dari praktik agroforestri oleh

masing-masing responden dapat dilihat pada lampiran 5 dengan jumlah pengeluaran yaitu

sebesar Rp 97.400.000/ tahun. Pengeluaran ini dapat berupa pembelian pupuk,

perawatan, dan upah tenaga kerja.

Petani di desa ini umumnya menggunakan tenaga kerja keluarga dalam praktik

agroforestri, namun pada lahan agroforestri yang cukup luas, petani menyewa

tenaga kerja dari luar. Hal ini pastinya menambah pengeluaran biaya terhadap

tenaga kerja. Muljadi (1987) mengatakan semakin banyak anggota keluarga yang

terlibat, maka akan mengurangi pengeluaran karena mendeskripsikan jumlah

orang terlibat dalam kegiatan agroforestri, apalagi jika lahannya luas. Hal ini

mampu mengurangi penggunaan tenaga kerja dari luar anggota keluarga sehingga

dapat menekan pengeluaran biaya terhadap tenaga kerja.

Gambar 6. Perbandingan Pendapatan dari Agrosilvopastura dan Agrisilvikultur Rp 15.618.200

Rp 33.342.000

(38)

Pola agroforestri yang diterapkan di desa ini ada dua yakni pola

agrosilvopastura dan pola agrosilvikultur. Gambar 6 menunjukkan rata-rata

pendapatan tiap tahunnya dari kedua pola tersebut. Rata-rata pendapatan

masyarakat per tahun dari pola agrisilvikultur adalah sebesar Rp 15.618.200 dan

rata-rata pendapatan masyarakat per tahun dari pola agrosilvopastura adalah

sebesar Rp 33.342.000. Pendapatan dari kedua pola tersebut didapatkan dari

perhitungan lampiran 6. Berdasarkan rata-rata pendapatan tersebut dapat

disimpulkan bahwa pola agroforestri yang paling layak dikembangkan adalah pola

agrosilvopastura.

Keseluruhan pendapatan masyarakat diperoleh dari hasil penjualan produk

agroforestri dengan hasil dari luar agroforestri. Dimana pendapatan dari luar

agroforestri dilihat dari pekerjaan mereka kecuali bertani seperti PNS, wiraswasta,

maupun pedagang. Hal ini didukung penelitian Senoaji (2009) yang menyatakan

pendapatan masyarakat dibedakan menjadi pendapatan yang diperoleh dari

kegiatannya di dalam kawasan hutan dan pendapatan lainnya dari kegiatan di luar

kawasan hutan.

Gambar 7. Perbandingan Pendapatan diluar Agroforestri dan dari Agroforestri

48%

52% Pendapatan diluar

Agroforestri

(39)

Berdasarkan gambar 7 menunjukkan bahwa perbandingan pendapatan yang

diperoleh masyarakat dari luar agroforestri dengan dari agroforestri sangat sedikit

yaitu hanya selisih 2 %. Dari hasil penelitian, pendapatan total yang didapat

masyarakat dihitung dari pengeluaran rumah tangga per tahun yaitu sebesar Rp

916.572.000. Pengeluaran ini dilihat dari biaya yang dikeluarkan oleh petani

untuk memenuhi kebutuhan makanan dan minuman, kebutuhan non makanan

seperti sandang, pendidikan, kesehatan dan biaya pengeluaran lainnya seperti

membayar utang, menabung, maupun pinjaman yang dapat dilihat pada lampiran

7. Menurut BPS (2011) mengatakan bahwa Pengeluaran konsumsi rumah tangga

mencakup berbagai pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga atas barang dan

jasa untuk memenuhi kebutuhan individu ataupun kelompok secara langsung.

Pengeluaran rumah tangga di sini mencakup pembelian untuk makanan dan bukan

makanan (barang dan jasa) di dalam negeri maupun di luar negeri. Termasuk pula

di sini pengeluaran lembaga nirlaba yang tujuan usahanya adalah untuk melayani

keperluan rumah tangga. Total pendapatan masyarakat ini kemudian dikurangi

pendapatan bersih dari agroforestri sehingga didapat jumlah pendapatan

masyarakat dari luar agroforestri. Hasil pendapatan dari luar agroforestri dalam

satu tahun dapat mencapai Rp 437.498.000 atau sekitar 48% dan pendapatan

masyarakat dari pemanfaatan produk agroforestri sebesar Rp 479.074.000

per tahun atau sekitar 52 %.

Dari lampiran 8 dapat diketahui bahwa pendapatan dari produk-produk

agroforestri memberikan kontribusi yang cukup besar karena bila dibandingkan

pendapatan dari luar agroforestri hanya berselisih 2 %. Hal ini menandakan

(40)

tinggi. Sejalan dengan hasil penelitian Senoaji (2009) yang menyatakan bahwa

kontribusi yang disumbangkan dari hasil hutan sangat besar. Kondisi ini

mengindikasi bahwa ketergantungan masyarakat terhadap keberadaan hutan

sebagai sumber pendapatan keluarga sangat tinggi.

Berdasarkan BPS (2011), pengeluaran rata-rata perkapita masyarakat Indonesia

menurut kelompok barang berupa makanan dan nonmakanan yaitu sebesar Rp

593.664 per bulan atau sekitar Rp 19.788 per hari. Berdasarkan hasil perhitungan

pengeluaran masyarakat Desa Sosor Dolok diketahui bahwa rata-rata pengeluaran

masyarakat per rumah tangga yaitu sebesar Rp 3.055.240 per bulan atau sekitar

Rp 101.841 per hari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat

kemiskinan/ kesejahteraan masyarakat di desa ini sudah sejahtera. Dalam hal ini

dapat dikatakan praktik agroforestri mampu meningkatkan kesejahteraan dan taraf

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis-jenis produk agroforestri yang dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa

Sosor Dolok adalah alpukat, aren, bawang, cabai, cokelat, jahe, jagung, kelapa,

kemiri, kopi, mangga, nangka, pisang, rias, sirih, terong belanda, tomat, ubi kayu,

ternak babi dan ayam kampung.

2. Nilai ekonomi produk agroforestri yang memberikan kontribusi terbesar

terhadap pendapatan masyarakat adalah kopi dengan nilai ekonomi sebesar Rp

391.500.000 (67,89%) per tahun. Jenis produk agroforestri yang memberikan

kontribusi terkecil terhadap pendapatan masyarakat adalah petai dengan nilai

ekonomi sebesar Rp 1.000.000 atau sekitar 0,17%.

3. Produk agroforestri secara total mampu memberikan kontribusi terhadap

pendapatan masyarakat sebesar Rp 479.074.000 per tahun atau sekitar 52 %.

Sementara itu pendapatan dari luar agroforestri mampu memberikan kontribusi

sebesar Rp 437.498.000 atau sekitar 48% dari total keseluruhan pendapatan

masyarakat per tahun.

Saran

Diharapkan agar pengelolaan lahan dengan sistem agroforestri di Desa

Sosor Dolok lebih ditingkatkan lagi dan diharapkan peran serta pemerintah dalam

mengembangkan praktik agroforestri yang selama ini masih bersifat agroforestri

(42)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat

Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi

masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun

lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan ekosistem

kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

daya semusim, peternakan, barang dan jasa, serta rekreasi alam (Awang. dkk.

2002).

Salah satu jenis hutan berdasarkan kepemilikan status (status hukum) yaitu hutan

kemasyarakatan (social forest) yang merupakan suatu sistem pengelolaan hutan

yang bertujuan untuk mendukung kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitar

hutan dengan meningkatkan daya dukung lahan dan sumber daya alam tanpa

mengurangi fungsi pokoknya, misalnya melakukan agroforestri oleh kelompok

tani hutan. Hal ini diharapkan tidak merusak lahan dan tanaman pokok hutan

(Arief, 2001).

Salah satu solusi untuk mengurangi tekanan terhadap hutan dan mengatasi

masalah kebutuhan lahan pertanian adalah dengan menerapkan sistem

agroforestri. Agroforestri merupakan sistem pemanfaatan lahan secara optimal

berasaskan kelestarian lingkungan dengan mengusahakan atau mengkombinasikan

tanaman kehutanan dan pertanian (perkebunan, ternak) sehingga dapat

(43)

Lembaga Penelitian IPB (1983) dalam Purwanto. dkk, (2004) membagi hutan

rakyat dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Hutan rakyat murni (monoculture), yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari

satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau monokultur.

2. Hutan rakyat campuran (polyculture), yaitu hutan rakyat yang terdiri dari

berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran.

3. Hutan rakyat wana tani (agroforestry), yaitu yang mempunyai bentuk usaha

kombinasi antara kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti tanaman

pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan lain-lain yang dikembangkan

secara terpadu.

AGROFORESTRI

Pengertian Agroforestri

Agroforestri adalah suatu bentuk hutan kemasyarakatan yang memanfaatkan lahan

secara optimal dalam hamparan yang menggunakan produksi berdaur panjang dan

berdaur pendek, baik secara bersamaan maupun berurutan. Agroforestri secara

ekonomi penting bagi penduduk pedesaan. di Sumatera, agroforestri

menghasilkan 80% dari pendapatan penduduk desa dan meningkatkan standard

hidup mayoritas rumah tangga. Agroforestri dapat menjadi contoh srategi “

pemulihan hutan” yang bisa mendukung perkembangan pedesaan dan

membangun kembali jalur-jalur keanekaragaman hayati dalam bentang alam

pertanian. Bentuk-bentuk agroforestri dapat dilaksanakan dalam beberapa model

yakni tumpang sari, silvopasture, silvofishery, dan farmforestry

(44)

Fungsi Agroforestri

Fungsi agroforestri terhadap aspek sosial, budaya dan ekonomi antara lain:

a. Kaitannya dengan aspek tenurial, agroforestri memiliki potensi di masa

kini dan masa yang akan datang sebagai solusi dalam memecahkan konflik

menyangkut lahan negara yang dikuasai oleh para petani penggarap.

b. Upaya melestarikan identitas kultural masyarakat, pemahaman akan

nilai-nilai kultural dari suatu aktivitas produksi hingga peran berbagai jenis pohon atau

tanaman lainnya di lingkungan masyarakat lokal dalam rangka keberhasilan

pemilihan desain dan kombinasi jenis pada bentuk-bentuk agroforestri modern

yang akan diperkenalkan atau dikembangkan di suatu tempat.

c. Kaitannya dengan kelembagaan lokal, dengan praktik agroforestri lokal

tidak hanya melestarikan fungsi dari kepala adat, tetapi juga norma, sanksi, nilai,

dan kepercayaan (unsur-unsur dari kelembagaan) tradisional yang berlaku di

lingkungan suatu komunitas.

d. Kaitannya dalam pelestarian pengetahuan tradisional, salah satu ciri dari

agroforestri tradisional adalah diversitas komponen terutama hayati yang tinggi

(polyculture).

Fungsi agroforestri ditinjau dari aspek biofisik dan lingkungan pada skala

bentang lahan adalah kemampuannya untuk menjaga dan mempertahankan

kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, khususnya terhadap kesesuaian

lahan antara lain: (a) Memelihara sifat fisik dan kesuburan tanah; (b)

Mempertahankan fungsi hidrologi kawasan; (c) Mempertahankan cadangan

karbon; (d) Mengurangi emisi gas rumah kaca; dan (e) mempertahankan

(45)

Klasifikasi sistem agroforestri

Berbagai tipe agroforestri telah banyak diinventarisir dan dikembangkan dengan

bentuk yang beragam tergantung kondisi wilayah, lokasi dan tujuan agroforestri

itu sendiri. Namun demikian, keragaman agroforestri tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam empat dasar utama (Sardjono dkk., 2003), yaitu:

1. Berdasarkan strukturnya / komponen-komponen penyusunnya :

a. Agrisilvikultur

Sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan

(tanaman berkayu) dengan komponen pertanian (tanaman non kayu). Tanaman

berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non kayu

dari jenis tanaman semusim (annual crops).

b. Silvopastura

Sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan (tanaman berkayu)

dengan komponen peternakan (ternak/pasture). Kedua komponen dalam

silvopastura seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu yang sama (misal:

penanaman rumput hijauan ternak di bawah tegakan pinus.

c. Agrosilvopastura

Merupakan pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian

(semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang

sama. Contoh: berbagai bentuk kebun pekarangan, kebun hutan, ataupun kebun

desa.

2. Berdasarkan sistem produksi:

(46)

Adalah bentuk agroforestri yang diawali dengan pembukaan sebagian areal hutan

dan/atau belukar untuk aktivitas pertanian.

b. Agroforestri berbasis pada pertanian

Yaitu produk utama tanaman pertanian dan atau peternakan tergantung sistem

produksi pertanian dominan di daerah tersebut. Komponen kehutanan merupakan

elemen pendukung bagi peningkatan produktivitas dan/atau sustainabilitas.

c. Agroforestri berbasis pada keluarga adalah agroforestri yang dikembangkan di

areal pekarangan rumah.

3. Berdasarkan masa perkembangannya :

a. Agroforestri tradisional/klasik

Yaitu tiap sistem pertanian, dimana pohon-pohonan baik yang berasal dari

penanaman atau pemeliharaan tegakan/tanaman yang telah ada menjadi bagian

terpadu, sosial ekonomi dan ekologis dari keseluruhan sistem atau yang biasa

disebut agroekosistem. Penerapan agroforestri ini memiliki banyak kelebihan

diantaranya yaitu ditinjau dari kombinasi jenis, agroforestri ini Tersusun atas

banyak jenis (polyculture), dan hampir keseluruhannya dipandang penting serta

banyak dari jenis-jenis lokal (dan berasal dari permudaan alami) dan dari

keterkaitan sosial budaya, Memiliki keterkaitan sangat erat dengan sosial-budaya

lokal karena telah dipraktekkan secara turun temurun oleh masyarakat

Akan tetapi agroforestri ini tetap memiliki kelemahan yaitu ditinjau dari orientasi

penggunaan lahan, dimana hasil yang didapat dari agroforestri ini hanya dapat

memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sehingga tidak dapat diharapkan untuk

meningkatkan pendapatan rumah tangga. Hal ini dapat disebabkan karena luasan

(47)

penanaman yang tidak beraturan dan perawatan yang kurang intensif. Serta dari

struktur tegakan, agroforestri ini sangat tidak beraturan dan rapat sehingga

membuat persaingan dalam memperoleh hara lebih tinggi yang menyebabkan

hasil produksi semakin menurun.

b. Agroforestri modernumumnya hanya melihat pengkombinasian antara tanaman

keras atau pohon komersial dengan tanaman sela terpilih. Salah satu kelebihan

dari sistem agroforestri modern saat ini yaitu tidak lagi hanya berfokus kepada

masalah produksi dan produktivitas namun telah berkembang kepada hal-hal yang

berkaitan dengan perhatian masyarakat secara global, seperti kaitannya dengan

global warming atau climate change, jasa-jasa lingkungan serta dengan upaya

upaya pengentasan kemiskinan.

4. Berdasarkan orientasi ekonomi :

a. agroforestri skala subsisten

merupakan pemanfaatan lahan yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup

sehari-hari. Dengan ciri-ciri : lahan yang diusahakan terbatas, jenis yang

diusahakan beragam dan non-komersial, serta penanaman tidak beraturan dan

perawatan tidak intensif.

b. agroforestri skala semi-komersil

peningkatan produktivitas serta kualitas hasil yang dapat dipasarkan untuk

memperoleh uang tunai. Meskipun dengan keterbatasan investasi yang dimiliki,

jangkauan pemasaran produk yang belum meluas, serta ditambah dengan pola

hidup yang masih subsisten, maka jaminan pemenuhan kebutuhan hidup

(48)

c. agroforestri skala komersil

pada orientasi skala komersial, produk utama biasanya hanya satu jenis dalam

kombinasi tanaman yang dijumpai. Dengan ciri-ciri, komposisi hanya terdiri dari

2-3 kombinasi jenis dimana hanya satu jenis kombinasi yang menjadi komoditi

utama, dikembangkan pada skala yang cukup luas dan menggunakan teknologi

yang memadai, serta menuntut manajemen yang profesional.

Nilai Ekonomi Agroforestri

Analisis nilai ekonomiadalah analisis yang mengacu pada keunggulan komparatif

atau efisiensi dari penggunaan barang dan jasa dalam satu kegiatan produktif.

Efisien di sini diartikan bahwa alokasi sumber-sumber ekonomi digunakan untuk

kegiatan yang menghasilkan output dengan nilai ekonomi tertinggi. Sedangkan

perbedaannya dengan analisis finansial yaitu dalam evaluasi manfaat – biaya

mengacu kepada penerimaan dan pengeluaran yang mencerminkan harga pasar

aktual yang benar-benar diterima atau yang dibayar oleh petani (Budidarsono,

2001)

Menurut hasil penelitian dari Simatupang (2011) bahwa besar kecilnya nilai

ekonomi jenis- jenis agroforestri sangat tergantung pada jumlah barang yang

diambil, frekuensi pengambilan, total pengambilan, harga tiap jenis produk

agroforestri dan tiap satuannya. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa

komponen agroforestri yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap

pendapatan rumah tangga adalah komponen kehutanan dengan nilai ekonomi

sebesar Rp 491.740.000 dan yang terendah adalah komponen peternakan sebesar

(49)

Beberapa ahli ekonomi telah mengembangkan dan mengaplikasikan beberapa

metode penilaian manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan

moneter. Beberapa metode mencoba untuk menggambarkan permintaan

konsumen, sebagai contoh kesedian membayar konsumen terhadap manfaat hutan

yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter atau kesediaan menerima

konsumen terhadap kompensasi yang memberikan kepada konsumen untuk

manfaat yang hilang dalam satuan moneter. Terdapat lima metode perhitungan

ekonomi untuk manfaat yang diperoleh dari sumber daya alam dan lingkungan :

1. Penilaian berdasarkan harga pasar ditempat lain

2. Pendekatan harga pengganti, termasuk metode biaya perjalanan dan

pendekatan biaya pengganti

3. Pendekatan fungsi produksi, dengan focus pada hubungan biofisik antara

fungsi hutan dan kegiatan pasar

4. Pendekatan dengan metode penilaian

5. Pendekatan biaya

(Gigona dan Lugina, 2007).

Penilaian manfaat agroforestri

Penilaian adalah penentuan nilai manfaat suatu barang ataupun jasa bagi

manusia atau masyarakat. Adanya nilai yang dimiliki oleh suatu barang dan jasa

(sumber daya lingkungan) pada gilirannya akan mengarahkan perilaku

pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu, masyarakat, maupun

organisasi. Jika nilai sumber daya hutan, ataupun lebih spesifik barang dan jasa

hutan telah tersedia informasinya, seperti halnya harga berbagai produk yang ada

(50)

keperluan seperti pengambilan keputusan pengelolaan, perencanaan dan lain-lain

(Bahruni, 1999).

Sebagai salah satu sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk

memenuhi kebutuhan manusia, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

: manfaat langsung (tangible)dan manfaat tidak langsung (intangible). Manfaat

langsung hutan antara lain : kayu, hasil hutan ikutan, dan lain-lain. Sedangkan

manfaat tidak langsungnya antara lain : pengaturan tata air, pendidikan,

kenyamanan lingkungan, dan lain-lain (Affandi dan Patana, 2002).

Tidak tersedianya informasi nilai (harga) dari produk/jasa hutan maka

diperlukan suatu usaha kreatif untuk menduga nilai sumber daya hutan. Belum

tersedianya informasi nilai dari hutan disebabkan karena produk barang/jasa hutan

tidak seragam, karena merupakan hasil alam, sehingga membuat standar yang

berlaku umum. Oleh itu perlu dilakukan suatu usaha untuk menduga nilai dari

sumber daya hutan (Bahruni, 1999).

Menilai Keberadaan dan Mengukur Efisiensi

Salah satu cara untuk menilai keberadaan agroforestri adalah

mengevaluasi produktivitas agroforestri baik secara ekonomi. Produktivitas disini

diartikan sebagai kemampuan untuk berproduksi secara ekonomi diukur dari

seberapa besar agroforestri mampu memberikan keuntungan berupa pendapatan

bersih atau sering disebut dengan profitabilitas. Pertanyaan pertama yang harus

dikemukakan adalah siapa yang berkepentingan terhadap agroforestri dan apa

kepentingannya (Kominta dkk, 2013).

Evaluasi ekonomi agroforestri perlu dimulai dari pemahaman atas model atau

(51)

proses dan tahapan pengembangannya, karakteristik lingkungannya, output yang

dihasilkan termasuk jasa lingkungan, teknologi yang digunakan, kebutuhan

modal, biaya sosial, serta manfaat ekologis yang sering kali tidak dengan sengaja

dihasilkan oleh petaninya. Menyangkut apa yang dihasilkan oleh agroforestri,

dengan bertolak dari pandangan nilai ekonomi total, penilaian ekonomi

agroforestri tidak hanya terbatas pada hasil produksi yang memiliki nilai pasar/

marketable, akan tetapi juga terhadap jasa lingkungan yang secara empiris tidak

memiliki nilai ekonomi/ non-marketeble (Kominta dkk, 2013).

Seperti halnya kegiatan pertanian, keberadaan wanatani tidak hanya menjadi

kepentingan petani saja. Akan tetapi juga merupakan kepentingan pemerintah

(pengambil keputusan). Para pengambil keputusan berkentingan terhadap

produktivitas penggunaan lahan, kelestarian lingkungan, tersedianya lapangan

pekerjaan di pedesaan, kecukupan pangan bagi masyarakat. Kepentingan petani

dalam membudidayakan wanatani terutama terletak harapan untuk mendapatkan

penerimaan dari hasil wanatani. Kedua kepentingan tersebut akan menentukan

parameter produktivitas yang akan dipakai (Budidarsono, 2001).

Kontribusi Terhadap Pendapatan Rumah Tangga

Agroforestri sebagai suatu sistem produksi tentunya memberikan pendapatan

terhadap pengelolanya baik langsung (tangible) maupun tidak langsung

(intangible). Analisis ekonomi yang banyak dilakukan di Indonesia adalah melihat

seberapa besar suatu sistem agroforestri memberikan kontribusi terhadap

pendapatan total keluarga dan juga bagaimana kontribusi hasil dari suatu sistem

agroforestri terhadap perekonomian daerah setempat (Suharjito.

(52)

Menurut hasil penelitian dari Azmy (2004) bahwa beberapa alasan utama

masyarakat menanam berbagai jenis tanaman keras, palawija, dan mpon- mpon di

dalam dan disekitar kebun karet. Kebanyakan masyarakat menanam tanaman

lainnya dalam bentuk agroforestri bertujuan untuk menambah pendapatan (31,09

%), memenuhi kebutuhan rumah tangga (16,80 %), menjaga kelestarian hutan

(26,05 %), menjaga kondisi tanah (12,62%), mengisi lahan kosong (7,56%),

mengisi waktu luang (3,36%), dan tidak ada alasan khusus (2,52%). Ini

menunjukkan bahwa keinginan masyarakat menerapkan sistem agroforestri dalam

pengelolaan lahannya sangat tinggi terutama dalam hal menambah pendapatan

untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya masing-masing.

Aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat

pada suatu periode tertentu. Dengan kegiatan-kegiatan kehutanan yang baik,

sumber-sumber daya hutan mampu memberikan kontribusi langsung dalam

meningkatkan pendapatan masyarakat. Mata pencaharian masyarakat di pedesaan,

mengandalkan pemanfaatan langsung hasil pertanian dan hutan serta berbagai

sumber pendapatan lainnya yang dihasilkan dari penjualan hasil hutan atau dari

upah pekerja (Wirakusumah, 2003).

Sumber pendapatan utama rumah tangga dilokasi penelitian berasal dari

pengelolaan agroforestri karet yaitu Rp. 485. 415.000,- (78, 47 %), dan sisanya

Rp. 133.333.000,- (21,53%) berasal dari luar agroforestri. Dengan persentase

pendapatan sebesar 78, 47% terhadap total pendapatan rumah tangga, maka

pengelolaan agroforestri karet di Desa Lau Demak memberikan kontribusi yang

(53)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki bentangan hutan yang cukup luas.

Hutan Indonesia termasuk hutan tropika yang memiliki berbagai formasi atau

bentuk berdasarkan habitatnya dan diklasifikasikan berdasarkan fungsinya.

Sumber daya hutan yang bersifat renewable mempunyai peranan, fungsi, dan

manfaat yang begitu penting bagi hidup dan kehidupan manusia. Fungsi hutan

bersifat “multi benefit” artinya selain mempunyai fungsi ekologis dan hidrologis

juga mempunyai fungsi lain seperti sosial ekonomi. Fungsi sosial ekonomi ini

dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Agroforestri merupakan salah satu bentuk terpenting dari penerapan konsep

perhutanan sosial. Nurrochmat (2005) mengatakan bahwa perhutanan sosial dapat

dipahami sebagai ilmu dan seni menumbuhkan pepohonan dan tanaman lain

didalam dan disekitar kawasan hutan dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan

untuk mencapai tujuan ganda meliputi pengelolaan hutan lestari dan peningkatan

taraf hidup (pendapatan) masyarakat.

Pengelolaan agroforestri berkaitan dengan optimalisasi penggunaan lahan untuk

mencukupi kebutuhan hidup petani dan dalam rangka pelestarian sumber daya

alam. Pengelolaan mencakup pengertian pengertian luas mulai dari bentuk

sederhana yaitu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sampai pada bentuk

yang paling modern yaitu keuntungan. Produk yang dihasilkan sistem agroforestri

dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni (a) yang langsung menambah

penghasilan petani, misalnya makanan, pakan ternak, bahan bakar, aneka produk

(54)

memberikan jasa lingkungan bagi masyarakat luas, misalnya konservasi tanah dan

air, memelihara kesuburan tanah.

Pendapatan merupakan indikator ekonomi petani agroforestri karena besarnya

pendapatan akan menetukan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Petani umumnya

lebih tertarik melakukan kegiatan yang mampu memberikan pendapatan yang

sesuai dan lebih menguntungkan. Pendapatan dari sistem agroforestri umumnya

memberikan nilai yang beragam sesuai dengan luasan lahan yang dikelola dan

kesesuaian lahan terhadap jenis komoditinya. Proporsi kontribusi pendapatan dari

penerapan agroforestri terhadap total pendapatan masyarakat sangat bervariasi

dari tempat yang satu dengan tempat yang lain. Pendapatan dari agroforestri

tergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah teknik bercocok tanam,

kondisi iklim, luas dan kualitas lahan, curahan waktu kerja serta harga pasar dari

produk yang dihasilkan.

Analisis ekonomi terhadap agroforestri antara lain diarahkan untuk menilai

apakah sumberdaya yang digunakan dalam kegiatan agroforestri sudah cukup

effisien; dalam hal ini dilakukan dengan membandingkan antara manfaat yang

dihasilkan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Dalam analisis yang

konvensional, penilaian atas hasil yang diperoleh (output) dan penilaian

pengeluaran dalam kegiatan agroforestri hanya terbatas pada barang privat, yaitu

barang dan jasa yang mempunyai nilai finansial (memiliki harga pasar). Padahal,

di samping barang privat tersebut, agroforestri juga menghasilkan jasa lingkungan

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Responden
Gambar 2. Pola agrosilvopastura pada lahan pertanian
Gambar 3. Proporsi petani yang menggunakan sistem agroforestri di Desa Sosor       Dolok
Gambar 4. Produk-Produk Agroforestri pada lahan Pertanian
+6

Referensi

Dokumen terkait

Additionally, We noted a number of plant species arround the habitat which were widespread in montain forest of Lore Lindu National Park such as Xanthomyrtus

Beberapa paket software telah banyak di gunakan dalam aktifitas bisnis dalam skala komputer pribadi, antara lain paket program terpadu seperti Microsoft Access; Word, Excel,

Bagi peserta lelang yang merasa keberatan atas Penetapan tersebut diatas, diberi kesempatan untuk mengajukan sanggahan lewat LPSE kepada Panitia Pengadaan Barang/Jasa IAIN.

Pesert a yang t idak mendaft arkan dan melakukan pengambilan Undangan, sert a pengambilan Dokumen Lelang, maka dokumen penaw aran yang diserahkan t ersebut dinyat akan

Bagi peserta lelang yang merasa keberatan atas Penetapan tersebut diatas, diberi kesempatan untuk mengajukan sanggahan lewat LPSE kepada Panitia Pengadaan Barang/Jasa IAIN.

Pesert a yang t idak mendaft arkan dan melakukan pengambilan Undangan, sert a pengambilan Dokumen Lelang, maka dokumen penaw aran yang diserahkan t ersebut dinyat akan

Jumlah dan jenis jamur yang diperoleh hasil isolasi rizosfer tanaman kentang sehat dari lahan pertanian kentang organik di Dusun Sembungan Desa Gondangsari Kecamatan

Pendaftaran/pengambilan Dokumen Lelang dilakukan per Paket Pekerjaan langsung ke Pokja Pengadaan Barang ULP Kabupaten Klaten. Pendaftaran/Pengambilan Undangan dengan