KUALITAS PELAYANAN PUBLIK PADA
PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM)
TIRTA WAMPU UNIT PANGKALAN BERANDAN
KABUPATEN LANGKAT – SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Disusun Oleh :
Rizky Ramadhan
080903084
DEPARTEMEN STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh:
Nama : Rizky Ramadhan
NIM : 080903084
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Judul : Kualitas Pelayanan Publik Pada Perusahaan Daerah Air Minum (Pdam) Tirta Wampu Unit Pangkalan Berandan Kabupaten Langkat – Sumatera Utara
Medan,
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Ilmu Administrasi Negara
Prof. Dr. Marlon Sihombing, M.A Drs. M. Husni Thamrin Nst, M.Si NIP. 195908161986111001 NIP. 196401081991021001
Dekan,
FISIP USU MEDAN
KATA PENGANTAR Bissmillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Kualitas Pelayanan Publik Pada Perusahaaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Wampu Unit Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat-Sumatera Utara”
Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sosial dalam proses penilaian untuk menyelesaikan
Program Pendidikan S1 pada Departemen Ilmu Administrasi Negara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan
dan bimbingan, baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Teristimewa
penulis ucapkan rasa cinta, sayang dan terimakasih sebesar-besarnya kepada
Ayahanda tercinta Drs. Abdul Karim Nst, M.A.P dan Ibunda tersayang Nila Wati.
Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan atas semua dukungan moril maupun
materil. Ribuan kata maaf penulis sampaikan karena belum bisa membalas semua
yang telah diberikan selama ini.
Pada kesempatan ini juga dengan segala kerendahan hati, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak
yang turut mengambil bagian dalam membantu penulis mulai dari pengarahan di
kampus sampai praktek sesungguhnya di lapangan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan, yaitu :
1. Bapak Prof.Dr.Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Drs.Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu
Administrasi Negara
3. Ibu Dra.Elita Dewi, MSP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi
4. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, M.A selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga bagi
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Untuk semua dosen-dosen Ilmu Administrasi Negara, Pak ‘Kar, Bu’ Feb,
Bang Ipin, Bang Faisal, Bang Arja, Kak Sis, Bu’ Asima, dll.. makasi tak
terhingga atas semua ilmu yang udah diberikan, yang tidak penulis dapat
di tempat lain.
6. Bapak Jufrizal, S.E selaku Direktur Utama PDAM Tirta Wampu
Kabupaten Langkat, yang telah memberikan izin kepada penulis dalam
melakukan penelitian ini, makasi banyak om buat semua bantuannya.
7. Bapak DP. Sinulingga dan para staf PDAM Tirta Wampu Unit Pangkalan
Brandan yang telah begitu banyak membantu dalam memberikan
informasi dan hal-hal lain yang penulis butuhkan.
8. Buat Bang ‘Is, Makasih ya bang buat semua masukannya selama ini,
sampai skripsi ini di ecece..
9. Kak Dian dan Kak Mega yang telah membantu penulis dalam pengurusan
segala administrasi selama masa perkuliahan.
10.Makasi banyak buat kawan-kawan awag yang sudah menjadi sebagian dari
cerita perjalanan ku, Rahmat, Edi, Alam, dan buat kawan-kawan magang
“water Zo” kesan istimewa buat holiday in magang kemaren, banyak
pelajaran yang bisa ku ambil. Makasih ya wwoooyy..
11.Terkhusus dan Teristimewa untuk Saftiani, Doping Kedua awag..
Makasi ia buat semua bantuannya, maaf belum bisa rizky balas..
Aaaaakkhhirnyaa selesai jugag tugas Negara ini ia “mi”…
12.Bwt smua anak AN 08, semangat terus ya kawan-kawan.. kalau dah jadi
pejabat, jangan sombong-sombong ya wwooy,, semangat terus…
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat di kemudian hari bagi penulis maupun bagi semua pihak yang
membacanya.
Medan, Juni 2012
Penulis
ABSTRAKSI
Kualitas Pelayanan Publik Pada Perusahaan Daerah Air Minum (Pdam) Tirta Wampu Unit Pangkalan Berandan
Kabupaten Langkat – Sumatera Utara
Nama : Rizky Ramadhan N I M : 080903084 Departemen : Il. Adm. Negara
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Marlon Sihombing, M.A
Sebagai sebuah organisasi publik yang terkait dengan pelaksanaan fungsi pelayanan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai salah satu lembaga publik dalam pelayaan penyediaan air bersih (minum) dituntut tingkat kualitas pelayanannya melalui peningkatan kinerja operasional para pegawai. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Wampu, Kabupaten Langkat saat ini beroperasi dalam kondisi yang kurang sehat, baik dalam aspek teknis maunpun non-teknis. Dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan publiknya, sebagai gambaran atau operasional pelayanan pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Langkat, terindikasi masih rendahnya kualitas pelayanan perusahaan ini, yakni dalam kemampuan perusahaan menyalurkan air bersih (minum) atas kebutuhan pelanggan (masyarakat) yang semakin meningkat. Penyaluran air yang terkadang jorok atau keruh, serta seringnya air tidak keluar di daerah tertentu. Menyebabkan pelayanan yang diberikan belum sepenuhnya maksimal memuaskan masyarakat.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Kualitas Pelayanan Publik Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Wampu Unit Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat – Sumatera Utara, yang dilihat dari dimensi Tangible (Bukti fisik), Reliability (kehandalan), Responsive ( daya tanggap), Assurance (jaminan), Emphaty (kemampuan dalam memahami).
Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan wawancara dan observasi. Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan kunci dan informan biasa, dimana informan kunci terdiri dari kepala unit PDAM Tirta Wampu Pangkalan Brandan, staf pegawai dan direktur PDAM Tirta Wampu, dan informan biasa terdiri dari pelanggan/masyarakat pengguna jasa PDAM Tirta Wampu.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, bahwa Kualitas Pelayanan Publik Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Wampu Unit Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat – Sumatera Utara yang dilihat dari dimensi Tangible (Bukti fisik), Reliability (kehandalan), Responsive ( daya tanggap), Assurance (jaminan), Emphaty (kemampuan dalam memahami), belum dapat dicapai oleh PDAM Tirta Wampu Unit Pangkalan Brandan. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa, fokus pelayanan PDAM Tirta Wampu masih berfokus pada kuantitas, belum berorientasi pada kualitas. Terutama pada indikator tangible, PDAM harus berupaya lagi dalam meningkatkan mutu air dan fasilitas-fasilitas lainnya terkait penyelenggaraan pelayanan public.
Daftar Isi
Kata Pengantar ... i
Abstraksi ... iv
Daftar isi ... v
Daftar Tabel ... vii
Daftar Gambar ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1 Latar belakang ... 1
I.2 Rumusan Masalah ... 5
I.3 Tujuan Penelitian ... 5
I.4 Manfaat Penelitian ... 5
I.5 Sistematika Penulisan ... 6
BAB II STUDI KEPUSTAKAAN ... 8
II.1 Pelayanan Publik ... 8
II.1.1 Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik ... 12
II.1.2 Standar Pelayanan Publik. ... 13
II.1.3 Faktor Pendukung Pelayanan Publik ... 16
II.1.4 Asas-asas Pelayanan Publik ... 20
II.2 Kualitas Pelayanan ... 21
II.2.1 Pengertian Kualitas ... 21
II.2.2 Kualitas Pelayanan ... 25
II.3 Peran Pemerintah Daerah dalam Menyelenggarakan Pelayanan Publik ... 36
II.4 Definisi konsep ... 43
BAB III METODE PENELITIAN ... 45
III.1 Bentuk Penelitian ... 45
III.2 Lokasi Penelitian ... 45
III.3 Informan Penelitian ... 45
III.5 Jenis dan Sumber Data ... 47
III.6 Teknik analisa data ... 48
III.7 Validitas Data ... 49
BAB IV Deskripsi Lokasi Penelitian ... 52
IV.1 Kabupaten Langkat ... 52
IV.2 PDAM Tirta Wampu Kabupaten Langkat ... 53
IV.2.1 Struktur Organisasi ... 55
BAB V Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 66
V.1 Hasil Penelitian ... 66
V.1.1 Data Jumlah Sambungan Aktif Tahun 2011 ... 66
V.1.2 Sumber Air... 67
V.1.3 Ketentuan Tarif ... 71
V.1.4 Keluhan Masyarakat ... 75
V.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 77
V.2.1 Indikator Kualitas Pelayanan Publik ... 77
BAB VI PENUTUP ... 94
VI.1 Kesimpulan ... 94
VI.2 Saran ... 94
ABSTRAKSI
Kualitas Pelayanan Publik Pada Perusahaan Daerah Air Minum (Pdam) Tirta Wampu Unit Pangkalan Berandan
Kabupaten Langkat – Sumatera Utara
Nama : Rizky Ramadhan N I M : 080903084 Departemen : Il. Adm. Negara
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Marlon Sihombing, M.A
Sebagai sebuah organisasi publik yang terkait dengan pelaksanaan fungsi pelayanan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai salah satu lembaga publik dalam pelayaan penyediaan air bersih (minum) dituntut tingkat kualitas pelayanannya melalui peningkatan kinerja operasional para pegawai. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Wampu, Kabupaten Langkat saat ini beroperasi dalam kondisi yang kurang sehat, baik dalam aspek teknis maunpun non-teknis. Dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan publiknya, sebagai gambaran atau operasional pelayanan pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Langkat, terindikasi masih rendahnya kualitas pelayanan perusahaan ini, yakni dalam kemampuan perusahaan menyalurkan air bersih (minum) atas kebutuhan pelanggan (masyarakat) yang semakin meningkat. Penyaluran air yang terkadang jorok atau keruh, serta seringnya air tidak keluar di daerah tertentu. Menyebabkan pelayanan yang diberikan belum sepenuhnya maksimal memuaskan masyarakat.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Kualitas Pelayanan Publik Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Wampu Unit Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat – Sumatera Utara, yang dilihat dari dimensi Tangible (Bukti fisik), Reliability (kehandalan), Responsive ( daya tanggap), Assurance (jaminan), Emphaty (kemampuan dalam memahami).
Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan wawancara dan observasi. Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan kunci dan informan biasa, dimana informan kunci terdiri dari kepala unit PDAM Tirta Wampu Pangkalan Brandan, staf pegawai dan direktur PDAM Tirta Wampu, dan informan biasa terdiri dari pelanggan/masyarakat pengguna jasa PDAM Tirta Wampu.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, bahwa Kualitas Pelayanan Publik Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Wampu Unit Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat – Sumatera Utara yang dilihat dari dimensi Tangible (Bukti fisik), Reliability (kehandalan), Responsive ( daya tanggap), Assurance (jaminan), Emphaty (kemampuan dalam memahami), belum dapat dicapai oleh PDAM Tirta Wampu Unit Pangkalan Brandan. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa, fokus pelayanan PDAM Tirta Wampu masih berfokus pada kuantitas, belum berorientasi pada kualitas. Terutama pada indikator tangible, PDAM harus berupaya lagi dalam meningkatkan mutu air dan fasilitas-fasilitas lainnya terkait penyelenggaraan pelayanan public.
BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Dalam tata hubungan pemerintahan, ada tiga fungsi utama pemerintahan
yang kemudian bisa diwujudkan dalam kelembagaan pemerintah daerah. Ketiga
fungsi dasar tersebut adalah pengaturan, pelayanan publik serta pemberdayaan.
Dalam hal pengaturan, peran pemerintah daerah seharusnya menciptakan dan
menjamin ketertiban dan kesejahteraan sosial melalui serangkaian regulasi yang
dikeluarkannya. Sedangkan dalam hal pelayanan, pemerintah daerah hendaknya
memberikan pelayanan-pelayanan dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat. Secara
sederhana dalam perspektif komparatif, ada beberapa jenis pelayanan yang
paling substansial. Beberapa fungsi pelayanan yang paling mendasar adalah
pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, ekonomi dan pelayanan sosial.
Setidaknya keempat pelayanan dasar tersebut menjadi sebuah pilar dalam
pemerintahan modern.
Suatu pelayanan publik dikatakan berkualitas apabila pelayanan tersebut
mampu memberikan kepuasan kepada masyarakat yang menerima pelayanan
karena pada dasarnya suatu pelayanan berkualitas akan selalu terkait dengan
pelayanan yang terbaik, yakni bagaimana para birokrat menunjukkan suatu sikap
pelayanan atau cara karyawan dalam melayani pelanggan atau masyarakat secara
baik dan memuaskan. Suatu pelayanan dikatakan memuaskan apabila pelayanan
tersebut dapat memenuhi harapan para pelanggan sehingga menjadi tugas para
kemampuannya untuk dapat memenuhi harapan masyarakat sebagai pelanggan
atas jasa publik tersebut.
Kemudian suatu kualitas atas jasa akan dinilai oleh para pelanggan atas
persepsi mereka, seperti pendapat Kotler dalam Tjiptono (2002:61), bahwa
kualitas tersebut harus dimulai dari pelanggan, yang memberi arti bahwa citra
kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak
penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan.
Jadi, pelanggan yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan sehingga
merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa.
Selanjutnya sebagai sebuah organisasi publik yang terkait dengan
pelaksanaan fungsi pelayanan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai
salah satu lembaga publik dalam pelayaan penyediaan air bersih (minum) dituntut
tingkat kualitas pelayanannya melalui peningkatan kinerja operasional para
pegawai, karena kinerja pegawai yang tinggi akan mencerminkan kinerja
organisasi secara keseluruhan. Sebaliknya rendahnya kinerja operasional pegawai
akan mencerminkan rendahnya kinerja organisasi.
Cakupan pelayanan air minum perpipaan di Indonesia sampai akhir 2007
masih rendah, dimana diperkotaan baru mencapai 45% dan di pedesaan 10% atau
rata-rata secara nasional adalah 24%. Hal ini disebabkan diantaranya oleh karena
kinerja PDAM sebagai penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
dinilai masih belum optimal. Berdasarkan data akhir tahun 2004 dari 318 PDAM
di seluruh Indonesia sebanyak 17% masuk dalam kategori sehat, 44% kurang
lain : (i) aspek keuangan (operating ratio, ratio hutang jangka panjang, ratio
pendapatan terhadap hutang jangka panjang dan kas terhadap pendapatan), (ii)
aspek manajemen (konsumsi air m3/pelanggan/bln, struktur pelanggan dan ratio
pegawai per 1.000 pelanggan) dan (iii) aspek teknis (kebocoran air, efisiensi
produksi, jam operasi produksi dan idle capacity) (Hasil penelitian ESP-USAID,
Juli 2009).
Memperhatikan kondisi tersebut dan dalam rangka mendukung
perkembangan SPAM sesuai dengan kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan PDAM, maka pemerintah perlu melakukan upaya strategis untuk
meningkatkan kinerja PDAM. Upaya strategis tersebut diantaranya untuk
meningkatkan kinerja PDAM sakit dan PDAM kurang sehat menjadi PDAM sehat
melalui bantuan teknik, bantuan program dan restrukturisasi hutang jika
diperlukan.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Wampu, Kabupaten
Langkat saat ini beroperasi dalam kondisi yang kurang sehat, baik dalam aspek
teknis maunpun non-teknis. Namun demikian, upaya untuk memperbaiki kondisi
yang lebih baik senantiasa dilakukan sehingga dapat tetap eksis dalam
memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggannya. Sebagai perusahaan air
minum yang melayani penduduk di Kabupaten Langkat, PDAM Tirta Wampu,
Kabupaten Langkat harus mampu mengikuti perkembangan-perkembangan yang
terjadi dalam Kabupaten Langkat.
Namun, dengan adanya keterbatasan sumber daya dan kapasitas instalasi
kebutuhan air minum penduduk di daerah Kabupaten Langkat secara keseluruhan.
Perlu juga dilakukan peningkatan pengelolaan perusahaan dengan sistem
manajemen yang baik dan profesional agar dapat memenuhi kebutuhan air bersih.
Untuk itu, diperlukan penyusunan program-program kerja, anggaran dan
perencanaan strategis yang terpadu agar dapat digunakan oleh pihak menejemen
sebagai bahan referensi dalam pengambilan keputusan dan pengembangan
perusahaan. Program-program dan perencanaan tersebut berguna untuk memberi
arah terhadap perkembangan dan perbaikan perusahaan.
Dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan publiknya, sebagai gambaran atau
operasional pelayanan pada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Langkat,
terindikasi masih rendahnya kualitas pelayanan perusahaan ini, yakni dalam
kemampuan perusahaan menyalurkan air bersih (minum) atas kebutuhan
pelanggan (masyarakat) yang semakin meningkat. Penyaluran air yang terkadang
jorok atau keruh, serta seringnya air tidak keluar di daerah tertentu. Menyebabkan
pelayanan yang diberikan belum sepenuhnya maksimal memuaskan masyarakat.
Adapun yang menyebabkan penulis tertarik untuk melakukan penelitian
pada kantor PDAM Tirta Wampu Kabupaten Langkat Unit Pangkalan Brandan,
yaitu karena masih rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat, dilihat dari segi kualitas air yang disalurkan kepada masyarakat serta
respon yang diberikan ketika pelanggan menyampaikan keluhannya. Oleh sebab
I.2 RUMUSAN MASALAH
Dari penjelasan latar belakang penelitian ini maka rumusan permasalahan
penelitian ini adalah : Bagaimana Kualitas Pelayanan Publik Pada Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Wampu Unit Pangkalan Brandan Kabupaten
Langkat – Sumatera Utara yang dilihat dari dimensi Tangible (Bukti fisik),
Reliability (kehandalan), Responsive ( daya tanggap), Assurance (jaminan),
Emphaty (kemampuan dalam memahami) ?
I.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Kualitas Pelayanan Publik
Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Wampu Unit Pangkalan
Brandan Kabupaten Langkat – Sumatera Utara, yang dilihat dari dimensi Tangible
(Bukti fisik), Reliability (kehandalan), Responsive ( daya tanggap), Assurance
(jaminan), Emphaty (kemampuan dalam memahami).
I.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Secara subjektif, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk melatih,
meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis
dan metodelogi penulis dalam menyusun suatu wacana baru dalam
memperkaya mengenai penerapan ilmu pengetahuan dan wawasan khususnya
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau
sumbangan saran bagi PDAM Tirta Wampu guna pengembangan kualitas
pelayanan khususnya dalam pelayanan jasa penyaluran air bersih yang
diberikan kepada masyarakat luas (publik) sebagai penerima layanan.
3. Secara Akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi dan memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para
Mahasiswa Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta dapat digunakan sebagai bahan
kajian lebih lanjut bagi pihak-pihak yang akan mengadakan penelitian sejenis.
I.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika dalam penelitian ini adalah:
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan massalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II Studi Kepustakaan
Bab ini berisikan segala teori yang berhubungan dengan penelitian.
BAB III Metodologi Penelitian
Bab ini berisi tentang bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan
penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.
BAB IV Deskripsi Lokasi Penelitian
BAB V Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini berisikan tentang penyajian data serta hasil analisis dan
interpretasi penulis terhadap data-data yang diperoleh selama
penelitian berlangsung.
BAB VI Penutup
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
II.1. PELAYANAN PUBLIK
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan bahwa pelayanan adalah
suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang
lain. Sejalan dengan hal tersebut Cristopher dalam Tjandra (2005:10), menyatakan
bahwa pelayanan pelanggan dapat diartikan sebagai suatu sistem manajemen,
diorganisir untuk menyediakan hubungan pelayanan yang berkesinambungan
antara waktu pemesanan dan waktu barang atau jasa itu diterima dan digunakan
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan/harapan pelanggan dalam jangka
panjang.
Rohman (2008:3) mendefinisikan pelayanan publik adalah suatu
pelayanan atau pemberian terhadap masyarakat berupa penggunaan
fasilitas-fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang dilakukan oleh organisasi publik
yaitu pemerintahan.
Moenir dalam Sinambela (2006:42-43), menyatakan pelayanan sebagai
proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung,
merupakan konsep yang senantiasa aktual dalam berbagai aspek kelembagaan.
Bukan hanya pada organisasi bisnis, tetapi telah berkembang lebih luas pada
tatanan organisasi pemerintah. Hal ini disebabkan oleh perkembangan imu
Pelayanan publik diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi
itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan (Kurniawan.
2005:4). Selanjutnya dalam Kepmenpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan
publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara
pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan
maupun pelaksanaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ruang lingkup pelayanan publik menurut Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009, pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik
serta pelayanan administratif yang di atur dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam ruang lingkup tersebut, termasuk pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan
usaha, sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan
sektor strategis lainnya.
Adapun penyelenggaraan pelayanan publik adalah lembaga dan petugas
pelayanan publik baik pemerintah daerah maupun Badan Usaha Milik Daerah
yang menyelenggarakan pelayanan publik. Sedangkan penerima pelayanan publik
adalah orang perorangan dan atau kelompok orang dan atau badan hukum yang
memiliki hak, dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik. (Rohman. 2008;
3).
Pelayananan publik (publik services) oleh birokrasi publik merupakan
salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di
samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik dimaksudkan untuk
(welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998)
diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh
Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik
Negara/Daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Sementara Osborne dan Gaebler (1993: 231) menyatakan bahwa tugas
pelayanan publik adalah persoalan rowing, yang lebih cocok dilaksanakan oleh
swasta dan tugas pemerintah adalah steering. Untuk itu, solusi yang tepat menurut
kedua pakar tersebut adalah pelayanan publik perlu diserahkan kepada
pihak-pihak diluar pemerintah. Namun demikian, penyelenggaraan pelayanan publik
dengan model privatisasi di Indonesia ternyata belum menghasilkan sesuatu yang
menggembirakan. Sebagai contoh, kepemilikan pemerintah atas sebuah
perusahaan yang menguasai barang publik (publik goods) sekilas adalah sangat
ideal, karena tugas pemerintah adalah menjamin keseimbangan antara
kepentingan publik dan swasta. Barang publik dipercaya tidak akan dikelola
sepenuhnya oleh perusahaan swasta. Pada perjalanannya, inefektifitas
kepemilikan pemerintahan atas perusahaan penghasil barang dan jasa publik
malah makin menguat.
Selama ini proses penyelenggaraan pelayanan publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah masih sangat tertutup bagi partisipasi warga
negara. Warga ditempatkan hanya sebagai pengguna yang pasif dan harus
mengenai apa pelayanan yang akan diselenggarakan, bagaimana kualitasnya, dan
bagaimana pelayanan tersebut seharusnya dilakukan. Namun dengan pendekatan
paradigma baru tentang pelayanan publik, warga masyarakat bisa diberdayakan
potensinya bukan hanya sebagai pengguna pasif tetapi juga bisa ikut menentukan
bagaimana proses penyelenggaraan pelayanan tersebut seharusnya
diselenggarakan.
Dengan demikian, peneliti berasumsi bahwa pelayanan publik adalah
pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara.
Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya negara dalam hal ini
pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi
berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, misalnya
kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.
Mengikuti definisi tersebut di atas, pelayanan publik atas pelayanan umum
dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk
barang publik maupun jasa publik yang ada pada prinsipnya menjadi
tanggungjawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan
di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
II.1.1 Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik
Pemerintah merupakan pihak yang memberikan pelayanan bagi
masyarakat. Adapun didalam pelaksanaannya pelayanan ini terdiri dari beberapa
bentuk. Menurut Moenir (2002:190) , bentuk pelayanan itu terdiri dari :
1. Pelayanan lisan
Pelayanan dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas di bidang
hubungan masyarakat (HUMAS), dibidang layanan informasi dan di
bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan
kepada masyarakat mengenai berbagai fasilitas yang tersedia. Agar
layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat-syarat
yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan yaitu :
a. Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang
tugasnya.
b. Mampu memberikan penjelasan apa saja yang perlu dengan lancar,
singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang
ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.
c. Bertingkah laku sopan dan ramah tamah.
2.Pelayanan berbentuk tulisan
Ini merupakan jenis pelayanan dengan memberikan penjelasan melalui
tulisan di dalam pengelolahan masalah masyarakat. Pelayanan dalam
bentuk tulisan ini terdiri dari dua jenis yakni:
a. Pelayanan yang berupa petunjuk, informasi dan yang sejenis
memudahkan mereka dalam berurusan dengan institusi atau
lembaga.
b. Pelayanan yang berupa reaksi tertulis atas permohonan,
laporan, keluhan, pemberian/penyerahan, pemberitahuan dan
lain sebagainya.
3. Pelayanan yang berbentuk perbuatan.
Pelayanan yang berbentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan
dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekadar kesanggupan
dan penjelasan secara lisan. Oleh sebab itu faktor keahlian dan
keterampilan petugas tersebut sangat menentukan terhadap hasil perbuatan
atau pekerjaan tersebut.
II.1.2 Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi standar
pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima
pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau
penerima pelayanan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, standar pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi :
1. Dasar Hukum
Setiap bentuk kebijakan pelayanan publik yang dikeluarkan oleh instansi
pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan, harus memiliki dasar
bahwa pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan publik yang sah
menurut hukum dan perundangan.
2. Sistem, Mekanisme dan Prosedur
Bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintahan
harus memiliki sistem yang jelas, mekanisme pelaksanaan yang mudah
diimplementasikan oleh seluruh masyarakat serta memiliki prosedur atau
tata laksana yang jelas dan diketahui oleh pengguna layanan publik.
3. Jangka Waktu Penyelesaian
Pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah dalam
pelaksanaannya harus memiliki batas waktu penyelesaian kegiatan yang
efisien, pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dilakukan
dalam standar waktu yang singkat.
4. Biaya/Tarif
Pelayanan publik pada hakikatnya adalah bentuk pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu biaya atau tarif yang
diberikan harus memiliki standar harga yang dapat dijangkau oleh
masyarakat. Dengan kata lain harga untuk pelayanan publik adalah harga
yang murah.
5. Produk Pelayanan
Pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi dapat dikatakan sebagai
pelayanan publik apabila produk yang dihasilkan dapat berupa publik
6. Sarana, Prasarana dan Fasilitas
Keefektifan pelayanan publik yang diberikan oleh organisasi dapat dilihat
dari ketersediaan sarana dan prasarana dalam proses pemberian pelayanan
serta terdapat fasilitas yang memadai demi kenyamanan pelanggan atau
masyarakat.
7. Kompetensi Pelaksana
Petugas pemberi pelayaanan publik harus memiliki keahlian, kreativitas
serta kemampuan yang menyangkut sikap dan perilaku dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
8. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan
Setiap organisasi pemerintah harus memiliki sarana yang menampung
aspirasi masyarakat yang berisi kritik, saran dan juga pengaduan. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemberian pelayanan publik
kepada masyarakat.
9. Jumlah Pelaksana
Organisasi pemerintahan memiliki pelaksanaan pelayaanan yang
memadai agar dalam pemberian pelayanan dapat berjalan efektif.
Sedangkan dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004,
standar-standar pelayanan publik dalam Ratminto (2005:24) yaitu :
1. Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima layanan
termasuk pengaduan.
2. Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan
3. Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses
pemberian layanan.
4. Produk pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
5. Sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggaraan
pelayanan publik.
6. Kompetensi petugas pemberi layanan publik harus ditetapkan dengan tepat
berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang
dibutuhkan.
II.1.3 Faktor Pendukung Pelayanan Publik
Pelayanan publik pada dasarnya memuaskan kebutuhan masyarakat yang
diberikan oleh pemerintah, oleh karena itu Moenir (2006:47) berpendapat bahwa
pemerintah dalam memberikan pelayanan publik terbaik kepada publik, dapat
dilakukan dengan cara:
a.Kemudahan dalam pengurusan kepentingan.
b.Mendapatkan pelayanan secara wajar.
c.Mendapatkan perlakuan yang sama tanpa pilih-kasih.
d.Mendapatkan perlakuan yang jujur dan terus terang.
Pelayanan yang baik dan memuaskan yang dilakukan oleh institusi
pemerintah ataupun organisasi publik lainnya terhadap masyarakatnya, bahwa
pelayanan yang terbaik harus dilakukan dengan cara-cara seperti yang dikutip
dalam pengurusan berbagai urusan agar pelayanan yang dilakukan bisa berjalan
dengan cepat. Kedua, harus memberikan pelayanan yang wajar dan tidak
berlebihan sesuai dengan keperluannya masing-masing.
Pelayanan yang diperoleh secara wajar tanpa gerutu, sindiran atau untaian
kata lain semacam itu yang nadanya mengarah pada permintaan sesuatu, baik
alasan untuk institusi pemerintah ataupun organisasi publik atau alasan untuk
kesejahteraan. Misalnya apabila ingin mendapatkan pelayanan yang cepat maka
unit kerja diberikan sesuatu sebagai imbalannya agar mendapatkan pelayanan
yang sewajarnya, hal demikian sebenarnya ikut membantu penyimpangan secara
tidak langsung.
Ketiga, harus memberikan perlakuan yang sama tanpa pilih kasih dan tidak
membeda-bedakan masyarakat dari segi ekonomi maupun dari segi apapun,
sehingga masyarakat mendapatkan perlakuan yang adil dalam mengurus berbagai
urusan tanpa membedakan status apapun. Mendapatkan perlakuan yang sama
dalam pelayanan terhadap kepentingan yang sama, tertib dan tidak pandang status,
artinya apabila memang untuk mendapatkan pelayanan diharuskan antre secara
tertib, hendaknya semuanya diwajibkan antre sebagaimana yang lain.
Keempat, masyarakat harus mendapatkan perlakuan yang jujur dan terus
terang tanpa membohongi masyarakat yang akan mengurus urusannya. Pelayanan
yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan karena suatu masalah
yang tidak dapat dielakkan hendaknya diberitahukan. Cara tersebut menjadikan
orang lebih mengerti dan akan menyesuaikan diri secara ikhlas tanpa emosi.
masyarakat, sesuai dengan pendapat Moenir (2006:47) bahwa dampak positif
tersebut adalah:
a.Masyarakat menghargai kepada korps pegawai,
b.Masyarakat patuh terhadap aturan-aturan layanan,
c.Masyarakat akan merasa bangga kepada korps pegawai,
d.Adanya kegairahan usaha dalam masyarakat, dan
e.Adanya peningkatan dan pengembangan dalam masyarakat menuju segera
tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berlandaskan Pancasila.
Dampak positif untuk masyarakat menurut Moenir di atas terdapat lima
indikator, pertama masyarakat menghargai korps pegawai sehingga pegawai
tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Kedua, masyarakat akan
patuh terhadap aturan yang telah dibuat sehingga tercipta suasana yang tertib,
aman, dan nyaman.
Ketiga, masyarakat akan bangga terhadap pegawai sehingga masyarakat
mengagumi pegawai tersebut dan ditunjukan dengan saling menghormati dan
menghargai antara masyarakat dengan pegawai atau pegawai dengan pegawai.
Keempat adanya kegairahan usaha dalam masyarakat, kelima adanya peningkatan
dan pengembangan dalam masyarakat. Kelima dampak positif di atas dapat
Menjelaskan uraian di atas bahwa pelayanan yang baik juga dapat
memberikan kepuasan masyarakat, maka menurut Moenir (2006:45) dampak
kepuasan masyarakat dapat terlihat pada:
a. Masyarakat sangat menghargai kepada korps pegawai yang bertugas di
bidang pelayanan umum. Mereka tidak memandang remeh dan
mencemooh korps itu dan tidak pula berlaku sembarang.
b. Masyarakat terdorong mematuhi aturan dengan penuh kesadaran tanpa
prasangka buruk, sehingga lambat laun dapat terbentuk sistem
pengendalian diri yang akan sangat efektif dalam ketertiban
berpemerintahan dan bernegara.
c. Ada rasa bangga pada masyarakat atas karya korps pegawai di bidang
layanan umum, meskipun di lain pihak ada yang merasa ruang geraknya
dipersempit karena tidak dapat lagi mempermainkan masyarakat.
d. Kelambatan-kelambatan yang biasa ditemui, dapat dihindarkan dan
ditiadakan. Sebaliknya akan dapat ditumbuhkan percepatan kegiatan di
masyarakat di semua bidang kegiatan baik ekonomi, sosial maupun
budaya.
e. Adanya kelancaran di bidang pelayanan umum, usaha dan inisiatif
masyarakat mengalami peningkatan, yang berdampak meningkatnya pula
usaha pengembangan ideologi, politik, sosial dan budaya masyarakat ke
Masyarakat akan sangat menghargai kepada pegawai karena pelayanan
yang mereka dapatkan sangat memuaskan dengan begitu masyarakat dapat
mematuhi peraturan yang ada dengan penuh kesadaran dan pada akhirnya adanya
kelancaran dalam pelayanan umum yang diberikan kepada masyarakat.
II.1.4 Asas-Asas Pelayanan Publik
Asas dapat berarti dasar, landasan, fundamen, prinsip dan jiwa atau
cita-cita. Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum dengan
tidak menyebutkan secara khusus cara pelaksanaannya. Asas juga dapat diartikan
sebagai pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak berfikir
tentang sesuatu. Pelaksanaan pelayanan publik dilaksanakan berdasarkan
asas-asas pelayanan publik. Dalam Riawan (2005:11), asas-asas-asas-asas pelayanan publik
adalah:
1. Transparan
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan
4. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
5. Kesamaan hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, gender
dan status ekonomi.
6. Keseimbangan hak dan tanggung jawab
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
Dengan melaksanakan pelayanan publik yang berdasarkan asas-asas yang
telah dijelaskan di atas maka aparatur publik dapat melaksanakan peranan yang
baik dalam memberikan pelayanan.
II.2 Kualitas Pelayanan
II.2.1 Pengertian Kualitas
Konsep kualitas itu sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu
produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas
desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah
suatu ukuran seberapa jauh produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi
kualitas yang telah ditetapkan.
Definisi kualitas juga dapat diartikan sebagai sebuah kata yang bagi
penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Kualitas
menunjukkan dan membandingkan seberapa baik atau buruk pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya. Suatu pelayanan
dikatakan baik dan berkualitas jika masyarakat merasa bahwa kebutuhan atau
kepentingannya dapat terpenuhi dan dapat merasa puas akan pelayanan tersebut.
Dalam perspektif TQM (Total Quality Management), kualitas dipandang
secara lebih luas, dimana tidak hanya aspek hasil saja yang ditekankan, melainkan
juga meliputi proses, lingkungan dan manusia. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan Goetsch dan Davis dalam Tjiptono (2005:110) menyatakan bahwa
kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapannya.
Davis dalam Yamit (2004:8) mengemukakan definisi kualitas yang lebih
luas cakupannya yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang dikemukakan Davis
menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek akhir yaitu
produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan
kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang
berkualitas tanpa melalui manusia dan produk yang berkualitas. Dari pengertian
tersebut mengandung elemen-elemen yang meliputi usaha yang memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan, yang mencakup produk, jasa, manusia, proses, serta
lingkungan yang merupakan kondisi yang selalu berubah.
Jadi kualitas dapat diartikan sebagai suatu penyajian produk atau jasa
penyampaiannya setidaknya sama dengan yang diinginkan dan diharapkan oleh
pengguna jasa atau produk tersebut.
Suatu mutu atau kualitas disebut sangat baik jika penyedia jasa atau
produk tersebut memberikan pelayanan yang melebihi harapan pelanggan atau
setara dengan apa yang diharapkan pelanggan. Sedangkan mutu atau kualitas yang
disebut jelek jika pelanggan memperoleh pelayanan yang lebih rendah dari
harapannya.
Berkaitan dengan kualitas, Tangkilisan (2005:211-213) menyatakan bahwa
harapan pelanggan mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas
barang dan jasa, hal ini dikarenakan pelanggan adalah orang menerima hasil
pekerjaan seseorang atau suatu organisasi, maka hanya pelangganlah yang dapat
menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya mereka pula yang dapat
menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka. Harapan pelanggan
tersebut umumnya meliputi kebutuhan pribadi, pengalaman masa lampau,
rekomendasi dari mulut ke mulut, dan iklan.
Davis dalam Yamit (2004:9) mengidentifikasikan lima pendekatan
perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu :
1. Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi
sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur.
2. Product-based Approach
Kulitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang
yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini tidak dapat
menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual.
3. User-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas
tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling
memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera (fitnes for used)
merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
4. Manufacturing-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut
pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang
sesuai dengan persyaratan (conformance quality) dan prosedur.
Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan
perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas
adalah standar – standar yang ditetapkan perusahaan, dan bukan konsumen
yang menggunakannya.
5. Value-based Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai
dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai “affordable ascellence”. Oleh
karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk
yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling
II.2.2 Kualitas Pelayanan
Dalam bisnis jasa, pelayanan merupakan aspek yang sangat penting dan
menentukan kualitas jasa yang dihasilkan. Untuk bisa tampil dalam suasana yang
kompetitif, organisasi harus berusaha meningkatkan kualitas pelayanannya
sebagai strategi untuk memenangkan persaingan. Kualitas harus dimulai dari
kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Dengan demikian
produk-produk didesain, diproduksi serta pelayanan yang diberikan untuk
memenuhi keinginan pelanggan. Suatu produk yang dihasilkan baru dapat
dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat
dimanfaatkan dengan baik, selain diproduksi dengan cara baik dan benar.
Menurut Usmara (2005:231), Kualitas pelayanan merupakan suatu
pernyataan tentang sikap, hubungan yang dihasilkan dari perbandingan antara
ekspektasi (harapan) dengan kinerja (hasil). Sedangkan menurut Tjiptono
(2002:59), kualitas pelayanan adalah upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan
pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan
pelanggan.
Wyckof dalam Tjiptono (2002 :58) mengartikan kualitas jasa atau layanan,
yaitu tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut memenuhi keinginan pelanggan. Ini berarti, bila jasa atau
layanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka
kualitas jasa atau layanan dipersepsikan baik dan memuaskan, sebaiknya bila jasa
atau layanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas jasa
Konsep kualitas pelayanan dipahami pula melalui “consumer behaviour”
(perilaku konsumen) yaitu suatu perilaku yang dimainkan oleh konsumen dalam
mencari, membeli, menggunakan dan mengevaluasi suatu produk pelayanan yang
diharapkan dapat memuaskan kebutuhannya. Keputusan-keputusan konsumen
untuk mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsi suatu barang/jasa dipengaruhi
oleh berbagai faktor antara lain persepsinya terhadap kualitas pelayanan.
Kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan yang terbaik, yaitu suatu
sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan atau masyarakat secara
memuaskan. Kaitannya dengan pelayanan publik, dapat diartikan bahwa segala
seuatu yang berkaitan dengan pelayanan, semuanya sudah terukur ketepatannya
karena pelayanan/jasa yang diberikan adalah jasa yang berkualitas. Di samping
itu, pengertian dari pelayanan itu sendiri adalah proses pemenuhan kebutuhan
melalui aktivitas orang lain secara langsung. Pelayanan yang diperlukan manusia
pada dasarnya ada dua jenis, yaitu layanan yang fisik yang sifatnya pribadi
sebagai manusia dan layanan administratif yang diberikan oleh orang lain selaku
anggota organisasi, baik organiasi massa atau negara.
Sistem pelayanan publik yang baik akan menghasilkan kualitas pelayanan
publik yang baik pula. Oleh karena itu sebagai suatu kesatuan yang terorganisir
dalam membentuk keutuhan sebagai sistem, maka dalam sistem pelayanan perlu
diperhatikan unsur-unsur dari pelayanan itu sendiri. Unsur-unsur dari pelayanan
publik terdiri dari : pedoman pelayanan publik, syarat pelayanan yang jelas, batas
waktu, biaya atau tarif, prosedur buku panduan, media informasi yang terpadu
berkualitas dan memiliki mutu yang prima apabila dalam pelaksanaannya
berpedoman pada standar umum pelayanan publik.
Karl Albert dalam Dwiyanto (2005:153) mengemukakan suatu
pendekatan pelayanan berkualitas berdasarkan pada dua konsep pelayanan
berkualitas, yaitu :
1. Service Triangel
Service Triangel adalah suatu model interaktif manajemen pelayanan yang
menghubungkan antara perusahaan dan pelanggannya. Model tersebut
terdiri dari tiga elemen dengan pelanggan sebagai titik fokus, yaitu :
a) Strategi Pelayanan
Strategi Pelayanan adalah strategi untuk memberikan pelayanan
kepada pelanggan dengan kualitas sebaik mungkin sesuai standar
yang telah ditetapkan perusahaan. Standar pelayanan ditetapkan
sesuai keinginan dan harapan pelanggan sehingga tidak terjadi
kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan harapan
pelanggan. Strategi Pelayanan harus pula dirumuskan dan
diimplementasikan seefektif mungkin sehingga mampu membuat
pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tampil beda dengan
pesaingnya. Untuk merumuskan dan mengimplementasikan
strategi pelayanan yang efektif, perusahaan harus fokus kepada
pelanggan sehingga perusahaan harus mampu membuat pelanggan
melakukan pembelian ulang, bahkan mampu meraih pelanggan
b) Sumber Daya Manusia yang memberikan pelayanan
Orang yang berinteraksi secara langsung maupun yang tidak
berinteraksi langsung dengan pelanggan harus memberikan
pelayanan kepada pelanggan secara tulus (emphaty), responsif,
ramah, fokus dan menyadari bahwa kepuasan pelanggan adalah
segalanya. Untuk itu perusahaan harus pula memperhatikan
kebutuhan pelanggan internalnya (karyawan) dengan cara
menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, rasa aman dalam
bekerja, penghasilan yang wajar, manusiawi, sistem penilaian kerja
yang objektif, dan menumbuhkan motivasi. Tidak ada gunanya
perusahaan membuat standar pelayanan dan menerapkannya secara
baik untuk memuaskan pelanggan, sementara pada saat yang sama
perusahaan gagal memberikan kepuasan kepada pelanggan
internal, demikian pula sebaiknya.
c) Sistem pelayanan
Sistem pelayanan adalah prosedur pelayanan kepada pelanggan
yang melibatkan seluruh fasilitas fisik termasuk sumber daya
manusia yang dimiliki perusahaan. Sistem pelayanan harus dibuat
secara sederhana, tidak berbelit-belit dan sesuai standar yang
ditetapkan perusahaan. Untuk itu perusahaan harus mampu
melakukan desain ulang sistem pelayanannya, jika pelayanan yang
diberikan tidak memuaskan pelanggan. Desain ulang sistem
pelayanan tidak berarti merubah total sistem pelayanan, tetapi
penentu kualitas pelayanan. Misalnya dengan memperpendek
prosedur pelayanan atau karyawan diminta melakukan pekerjaan
secara general sehingga pelayanan dapat dilayani secara cepat
dengan menciptakan one stop service.
2. Total Quality Service (TQS)
Pelayanan mutu terpadu adalah kemampuan perusahaan untuk
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada orang yang
berkepentingan dengan pelayanan (stakehoders) yaitu pelanggan, pegawai
dan pemilik. Pelayanan mutu tepadu memiliki lima elemen penting yang
saling terkait :
a) Market and customer research adalah penelitian untuk mengetahui
struktur pasar segmen pasar, analisis pasar potensial, analisis
kekuatan pasar, mengetahui harapan dan keinginan pelanggan atas
pelayanan yang diberikan.
b) Stategy Formula adalah petunjuk arah dalam memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan sehingga perusahaan
dapat mempertahankan pelanggan bahkan meraih pelanggan baru.
c) Education, training, and communication tindakan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu
memberikan pelayanan yang berkualitas, mampu memahami
keinginan dan harapan pelanggan.
d) Process improvement adalah desain ulang berkelanjutan untuk
e) Assesment, measurement and feedback adalah penilaian dan
pengukuran kinerja yang telah dicapai oleh karyawan tentang
proses pelayanan apa yang perlu diperbaiki.
Pelayanan yang berkualitas juga dapat dilakukan dengan konsep “layanan
sepenuh hati”, yaitu “pelayanan yang berasal dari diri sendiri yang mencerminkan
emosi, watak, keyakinan, nilai, sudut pandang, dan perasaan”. Oleh karena itu,
aparatur pelayanan dituntut untuk memberikan layanan kepada pelanggan dengan
sepenuh hati. Layanan seperti ini tercermin dari kesungguhan aparatur untuk
melayani. Kesungguhan yang dimaksudkan, aparatur pelayanan menjadikan
kepuasan pelanggan sebagai tujuan utamanya. Menurut Patton dalam Sinambela,
(2006:8) nilai yang sebenarnya dalam pelayanan sepenuh hati terletak pada
kesungguhan empat sikap “P”, yaitu:
1. Passionate (gairah), ini menghasilkan semangat yang besar terhadap
pekerjaan, diri sendiri, dan orang lain.
2. Progressive (progresif), penciptaan cara baru dan menarik untuk
meningkatkan layanan dan gaya pribadi.
3. Proactive (proaktif), untuk mencapai kualitas layanan yang lebih bagus
diperlukan inisiatif yang tepat.
4. Positive (positif), sikap ini mengubah suasana dan kegairahan interaksi
dengan konsumen.
Kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh Chistopher Lovelock
(2004:76) dalam bukunya “Product Plus”. Apa yang dikemukakan merupakan
dengan pelayanan (service) akan meghasilkan suatu kekuatan yang memberikan
manfaat pada organisasi dalam meraih keuntungan bahkan untuk menghadapi
persaingan. Ada 8 suplemen pelayanan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Information yaitu proses suatu pelayanan yang berkualitas dimulai dari
produk dan jasa yang diperlukan pelanggan. Penyediaan saluran yang
langsung memberikan kemudahan dalam rangka menjawab keinginan
pelanggan tersebut adalah penting.
2. Consultation, setelah memperoleh informasi yang diinginkan, pelanggan
memerlukan konsultasi baik menyangkut masalah teknis, administrasi,
biaya. Untuk itu, suatu organisasi harus menyiapkan sarananya
menyangkut materi konsultasi, tempat konsultasi, karyawan/petugas yang
melayani, dan waktu untuk konsultasi secara cuma-cuma.
3. Ordertaking, penilaian pelanggan pada titik ini adalah ditekankan pada
kualitas pelayanan yang mengacu pada pengisian aplikasi maupun
administrasi yang tidak berbelit-belit, fleksibel, biaya murah, dan
syarat-syarat yang ringan.
4. Hospitality, pelanggan yang berurusan secara langsung akan memberikan
penilaian kepada sikap ramah dan sopan dari karyawan, ruang tunggu
yang nyaman dan fasilitas lain yang memadai.
5. Caretaking, variasi latar belakang pelanggan yang berbeda-beda akan
menuntut pelayanan yang berbeda-beda pula.
6. Exceptation, beberapa pelanggan kadang-kadang menginginkan
7. Billing, titik rawan berada pada administrasi pembayaran. Artinya
pelayanan harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan
administrasi pembayaran hingga keakuratan perhitungan tagihan.
8. Payment, pada ujung pelayanan harus disediakan fasilitas pembayaran
berdasarkan keinginan pelanggan.
Menurut Zeithaml et. all dalam Tjiptono (2002:69) ada sepuluh dimensi
yang saling melengkapi dan merupakan faktor utama dalam menentukan kualitas
pelayanan. Kesepuluh dimensi tersebut meliputi:
1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance)
dan kemampuan untuk dipercaya (dependability), selain itu
memperhatikan saat pertama berhadapan dengan pelanggan baru (right the
first time), hal ini berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan memenuhi
janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai jadwal yang disepakati.
2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk
memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.
3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki
keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan
jasa tertentu.
4. Acess, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti
lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu menunggu tidak terlalu lama,
saluran komunikasi perusahaan yang mudah dihubungi, dan lain-lain.
5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan
6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam
bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan
keluhan pelanggan.
7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup
nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakterisrik pribadi, contact
personal, dan interkasi dengan pelanggan.
8. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan. Aspek ini
meliputi keamanan secara fisik (physical safety), keamanan finansial
(financial security), dan kerahasiaan (confidentiality).
9. Understanding/knowing the costumer, yaitu usaha untuk memahami
kebutuhan pelanggan.
10. Tangibles, yakni bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan
yang digunakan, dan lain-lain.
Metode pengukuran kualitas pelayanan dengan menggunakan sepuluh
dimensi tersebut di atas, dikenal dengan metode SERVQUAL (Service Quality).
Dalam perkembangannya, dari sepuluh dimensi yang ada dapat dirangkum
menjadi hanya lima dimensi pokok. Kelima dimensi tersebut menurut
Parasuraman dalam Tangkilisan (2005:216-217) meliputi:
1. Tangible (bukti fisik), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik,
perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan
karyawan.
2. Reliability (keandalan), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk
kesalahan apapun dalam menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu
yang disepakati.
3. Responsiveness (daya tanggap), berkenaan dengan kesediaan dan
kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan
merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan
diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.
4. Assurance (jaminan), yakni perilaku para karyawan yang mampu
menimbulkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaaan dan
perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi pelanggannya. Jaminan juga
berarti para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai setiap
pertanyaan atau masalah pelanggan. Dalam dimensi assurance, terbagi lagi
menjadi empat, yaitu :
a. Comptence (kompetensi), yaitu penguasaan keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat menyampaikan jasa
sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
b. Courtesy (kesopanan), yaitu berkaitan dengan sikap santun, respek,
dan keramahan para karyawan terhadap pelanggan.
c. Credibility (kredibilitas), yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya.
Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan,
karakter pribadi karyawan penyedia jasa, dan interaksi dengan
pelanggan.
5. Emphaty, berarti kemudahan memahami masalah para pelanggannya dan
personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
Dimensi empahty terdiri atas :
a. Acces (akses), kemudahan melalui komunikasi, berhubungan
dengan penyedia jasa.
b. Communication (komunikasi), yaitu berkomunikasi dengan bahasa
yang mudah dimengerti oleh pelanggan dan selalu mendengarkan
saran dan keluhan pelanggan.
c. Understanding The Customer (kemampuan memahami pelanggan),
yaitu berupaya memahami pelanggan dengan kebutuhan spesifik
mereka, memberikan perhatian individual, dan mengenal
pelanggan reguler.
Sedangkan menurut Gronsroos dalam Tjiptono (2005:72-73) menyatakan
bahwa ada tiga kriteria pokok dalam menilai kualitas jasa, yaitu outcome-related,
process-related, dan image-related criteria. Ketiga kriteria tersebut masih dapat
dijabarkan menjadi enam unsur, yaitu:
1. Profesionalism dan skills, kriteria ini merupakan outcome-related criteria,
dimana pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa (service provider),
karyawan, sistem operasional, dan sumbangan fisik, memiliki pengetahuan
dan keterampilan dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan
secara profesional.
2. Attitudes and behavioral, kriteria ini adalah process-related, pelanggan
merasa bahwa karyawan perusahaan (contact personal) menaruh
perhatian terhadap mereka dan berusaha membantu mereka dalam
3. Accessibility and flecsibility, kriteria ini termasuk process-related criteria.
Pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan
sistem operasinalnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa,
sehingga pelanggan dapat melakukan dengan mudah. Selain itu juga
dirancang agar dapat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan
keinginan pelanggan.
4. Reliability and trustworthtiness, kriteria ini termasuk process-related
criteria. Pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka bisa
mempercayakan segala sesuatu kepada penyedia jasa beserta karyawan
dan sistemnya.
5. Recovery, termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan memahami
bahwa bila ada kesalahan atau terjadi sesuatu yang tidak diharapkan,
maka pemyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk
mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat.
6. Reputation and credibility, kriteria ini merupakan process-related criteria.
Pelanggan menyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya
dan memberikan nilai atau imbangan yang sesuai dengan pengorbanannya.
II.3 Peran Pemerintah Daerah Dalam Menyelenggarakan Pelayanan Publik
Peranan pemerintahan daerah dalam pelayanan publik selama ini lebih
bermuatan dekonsentrasi dibanding desentralisasi (devolusi), dengan alasan
efisiensi dan kesatuan bangsa, standarisasi pelayanan public dalam berbagai
bidang dibuat dengan prinsip herarkhi sentralistis. Dengan penerapan model
Daerah sebagai representasi masyarakatnya, secara otonom dapat melayani secara
langsung kebutuhan masyarakatnya.
Penentuan kualitas pelayanan inilah yang tidak mudah. Lucy Gaster (1995
: 35) mengemukakan bahwa kesulitan menetapkan kualitas pelayanan disebabkan
adanya berbagai dimensi perbedaan; antara harapan dan kenyataan, kepentingan
warga negara secara langsung dengan kepentingan pemerintah atau produsen
secara tidak langsung. Karena itulah diperlukan penentuan standarisasi kualitas
pelayanan dalam berbagai dimensi secara cermat, dan merepresentasikan
kebutuhan masyarakat di daerah yang bersangkutan.
Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, terdapat beberapa
dimensi pelayanan yang harus diperhatikan yaitu menyangkut diterapkannya
mekanisme pasar, penerapan sistem manajemen modern, dan terlaksananya proses
demokratisasi. Relevan dengan pendapat Leach, Stewart, dan Waish (1994 : 236)
bahwa petunjuk ke arah pilihan publik dalam Pemerintahan Daerah adalah
menyangkut dimensi ekonomis (economics), pemerintahan (govermental), dan
bentuk demokratisasi (form of democracy).
Dimensi ekonomis adalah menyangkut pilihan antara market emphasis dan
public sector agencies; dimensi pemerintahan pilihan antara weak role for local
government dan strong role for local government; sedangkan dimensi bentuk
demokratisasi pilihan antara representative democracy dan participatory
democracy. Selanjutnya dikemukakan bahwa pilihan dari dimensi-dimensi
tersebut adalah berada pada kontinum antara model traditional bureaucratic
Berdasarkan kerangka dimensi pilihan-pilihan tersebut dapat dikemukakan
bahwa Pemerintahan Daerah di Indonesia selama ini adalah menganut model
traditional bureaucratic authority. Pelayanan publik sepenuhnya dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dengan pilihan penggunaan strong local goverment dan strong
public sector. Artinya meskipun Pemerintahan Daerah tidak memiliki otonomi
yang kuat (dari sisi kewenangan dan keuangan), namun memiliki peranan yang
kuat dalam memberikan pelayanan publik.
Dalam kondisi seperti itu dapat dipahami apabila pelayanan public
menjadi tidak memuaskan, bersifat bloated, underperforming, wasteful, bahkan
menjadi overbureaucratic. Dalam rangka perubahan ke arah peningkatan kualitas
pelayanan, tentunya harus berorientasi pada model community oriented enabler.
Model ini merupakan suatu pilihan bahwa Pemerintah Daerah harus
berperan besar dalam menghadapi tuntutan masyarakat yang beraneka ragam.
Seperti telah dikemukakan, sulitnya menentukan kualitas pelayanan karena
adanya berbagai kepentingan di masyarakat. Menghadapi kenyataan ini;
Pemerintah Daerah melalui demokrasi perwakilan atau demokrasi partisipatif
menentukan perlunya penyediaan pelayanan publik baik yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah, privat sector, maupun menyerahkan pada mekanisme pasar.
Model dengan baik dapat diterapkan apabila ditunjang pertumbuhan ekonomi
suatu daerah yang signifikan dan proses demokrasi yang berjalan normal.
Dalam model ini ada variasi model yang disebut residual enabling
authority; pengertiannya karena pemerintah daerah memiliki keterbatasan dalam
memberikan pelayanan maka kebijakan yang dilakukan lebih berorientasi pada
pada sector-sektor yang tidak dapat diserahkan pada mekanisme pasar. Sekalipun
dimungkinkan berperannya privat sector, sedapat mungkin hal ini tetap dibatasi
dan pelayanan publik lebih berorientasi pada market mecanism. Variasi lain dari
model community oriented enabler adalah model oriented enabling authority.
Model ini dalam memberikan pelayanan juga lebih berorientasi pada berjalannya
mekanisme pasar, meskipun demikian Pemerintah Daerah tetap memegang
peranan penting dalam perencanaan dan implementasi kebijakan terhadap
pelayanan publik.
Dasar pemikiran yang digunakan bahwa pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat memerlukan keterlibatan intervensi yang kuat dari
Pemerintah Daerah, untuk kepentingan semua lapisan masyarakat tidak bisa
terlalu menggantungkan pada berjalannya mekanisme pasar. Alternatif model
terakhir ini tampaknya merupakan pilihan yang baik untuk dilakukan Pemerintah
Daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, meskipun demikian dalam
jangka panjang apabila pertumbuhan ekonomi daerah dan proses demokrasi telah
berjalan baik harus berorientasi pada penerapan model community oriented
enabler. Berdasarkan analisis model pilihan alternatif tersebut semakin jelas
bahwa perubahan dalam berbagai dimensi perlu dilakukan oleh Pemerintahan
Daerah dalam mewujudkan otonomi dan memberikan pelayanan publik yang
berkualitas.
Upaya perbaikan kualitas pelayanan public harus dilakukan melalui
pembenahan system pelayanan public secara menyeluruh dan terintegrasi yang
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dalam bentuk undang-undang
public dan yang memiliki sanksi sehingga memiliki daya paksa terhadap
pemenuhan standar tertentu dalam pelayanan public.
Paling tidak terdapat dua hal pokok dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan yaitu unsure sumber daya manusia aparaturnya serta system
manajemen pelayanannya. Pelayanan public dapat lebih berkualitas apabila
petugas pelayanan dapat diandalkan, responsive, meyakinkan dan empati. Dapat
diandalkan berarti dapat dipercaya, teliti dan konsisten. Responsive berarti
tanggap terhadap kebutuhan masyarakat serta cepat dalam memberikan pelayanan.
Meyakinkan dalam arti percaya diri, professional, berkompeten, sehingga
memberikan rasa aman bagi yang dilayani, sedangkan empati adalah perhatian,
sopan, sabar dan mau mendengarkan keluhan penerima layanan.
Tjandra (2005) berpendapat bahwa peningkatan kualitas SDM untuk
meningkatkan kualitas pelayanan public merupakan kebutuhan yang mendesak.
Untuk dapat menciptakan SDM yang berkualitas dalam memberikan pelayanan
public juga harus diperkuat oleh mekanisme kerja yang adil dan memberikan
kesempatan kepada masing-masing pihak untuk berkompetisi dalam memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat. Mekanisme reward and punishment bisa
menjadi alternative sehingga aparat yang berprestasi baik dan penuh inisiatif
dalam memberikan pelayanan mendapat reward yang lebih baik dibandingkan
aparat yang tidak berprestasi.
Sejalan dengan satu semangat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004, yaitu adanya peningkatan pelayanan kepada masyarakat maka maka