HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP BIDAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN IBU NIFAS TERHADAP KONSELING KELUARGA BERENCANA (KB) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA
KECAMATAN MEDAN HELVETIA TAHUN 2009
ROLIES FEBRISA W.T
085102086
KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2009 Rolies Febrisa W.T
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Bidan dalam Pemenuhan Kebutuhan Ibu Nifas Terhadap Konseling Keluarga Berencana (KB) di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2009
Xii + 52 hal + 9 tabel + 1 skema + 15 lampiran
Abstrak
Masalah pertumbuhan penduduk banyak menyebabkan Angka Kematian Ibu (AKI) yang diakibatkan oleh kesuburan yang tidak terkendali. Dengan adanya masalah tersebut maka dibentuklah program Keluarga Berencana (KB). Masih lemahnya kemampuan SDM Kesehatan dalam membuat perencanaan pelayanan kesehatan serta sikap perilaku mereka dalam mengantisipasi permasalahan kesehatan yang terjadi khususnya program KB, ternyata tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling Keluarga Berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia tahun 2009. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan besar sampel sebanyak 36 orang yaitu seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2009 sampai dengan Mei 2009. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang meliputi data demografi, kuesioner pengetahuan, dan kuesioner sikap. Hasil penelitian berdasarkan tingkat pengatahuan menunjukkan mayoritas bidan memiliki pengetahuan yang cukup sebanyak 24 orang (66,7%) tentang konseling KB, pengetahuan baik sebanyak 8 orang (22,2%) tentang konseling KB, dan minoritas pengetahuan kurang sebanyak 4 orang (11,1%) tentang konseling KB. Hasil penelitian berdasarkan sikap menunjukkan mayoritas bidan memiliki sikap yang postif sebanyak 27 orang (75%) tentang konseling KB dan minoritas sikap negatif sebanyak 9 orang (25%) tentang konseling KB. Sedangkan hasil analisa chi square dengan nilai signifikan ρ=0,045, sehingga (ρ<0,05) atau dapat disimpulkan bahwa hipotesa dapat diterima, artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia. Diharapkan bidan mengetahui pemenuhan kebutuhan ibu nifas dalam upaya melakukan pemberian konseling keluarga berencana sehingga bidan dapat meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan kontrasepsi dengan baik.
Kata Kunci : Hubungan, pengetahuan, sikap, bidan, pemenuhan kebutuhan ibu nifas, konseling KB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan judul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Bidan dalam Pemenuhan Kebutuhan Ibu Nifas Terhadap Konseling Keluarga Berencana (KB) di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia tahun 2009”.
Dalam menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran USU. 2. dr. Murniati Manik, MSc, SpKK selaku Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik
FK USU.
3. dr. Juliandi Harahap, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.
4. Seluruh dosen, staf, dan pegawai administrasi Program Studi D-IV Bidan Pendidik FK USU.
5. Kepala Puskesmas Helvetia beserta seluruh staf, yang telah memberikan data yang diperlukan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
6. Orang tua tercinta, Ayahanda Drs. C.K Tampubolon dan Ibunda R.Aritonang yang telah memberikan kasih sayang, dorongan doa, moril dan material selama penulis menjalani pendidikan.
8. Semua pihak yang mendukung, membantu dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Penulis telah berusaha untuk menyelesaikan karya tuli ilmiah ini dengan sebaik-baiknya, namun peneliti tidak menutup diri dari kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam penulisan karya tulis ilmiah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Mudah-mudahan isi dan makna proposal karya tulis ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Juni 2009
Penulis
DAFTAR ISI JUDUL KTI………i LEMBARAN PENGESAHAN……….ii LEMBARAN PERNYATAAN……….iii ABSTRAK………...iv KATA PENGANTAR………v DAFTAR ISI………...vii DAFTAR TABEL...ix
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...4
C. Tujuan...4
D. Manfaat Penelitian...5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan...6
B. Sikap...7
C. Bidan...11
D. Ibu Nifas...12
E. Konseling...14
F. Keluarga berencana...17
BAB III. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFENISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep...29
B. Hipotesis...29
C. Defenisi Operasional...30
BAB IV. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian...31
B. Populasi dan Sampel...31
C. Tempat Penelitian...31
D. Waktu Penelitian...32
E. Etika Penelitian...32
F. Instrumen Penelitian...32
G. Prosedur Pengumpulan Data...35
H. Aspek Pengukuran...36
I. Analisa data...37
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian...38
1. Karakteristik responden...39
2. Tingkat Pengetahuan Bidan terhadap Konseling KB...46
3. Sikap Bidan terhadap Konseling KB...47
B. Pembahasan...48
1. Karakteristik responden...49
2. Tingkat Pengetahuan Bidan terhadap Konseling KB...50
3. Sikap Bidan terhadap Konseling KB...50
4. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Bidan terhadap Konseling KB...52
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...53
B. Saran...54 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Metode Kontrasepsi Pasca Persalinan Tabel 3.1. Defenisi Operasional
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Kuesioner Tingkat Pengetahuan
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Kuesioner Sikap Tabel 5.4. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan bidan dalam pemenuhan
kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB)
Tabel 5.5. Distribusi frekuensi sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB)
Tabel 5.6. Tabulasi Silang tingkat pengetahuan dengan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB)
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2009 Rolies Febrisa W.T
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Bidan dalam Pemenuhan Kebutuhan Ibu Nifas Terhadap Konseling Keluarga Berencana (KB) di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2009
Xii + 52 hal + 9 tabel + 1 skema + 15 lampiran
Abstrak
Masalah pertumbuhan penduduk banyak menyebabkan Angka Kematian Ibu (AKI) yang diakibatkan oleh kesuburan yang tidak terkendali. Dengan adanya masalah tersebut maka dibentuklah program Keluarga Berencana (KB). Masih lemahnya kemampuan SDM Kesehatan dalam membuat perencanaan pelayanan kesehatan serta sikap perilaku mereka dalam mengantisipasi permasalahan kesehatan yang terjadi khususnya program KB, ternyata tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling Keluarga Berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia tahun 2009. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan besar sampel sebanyak 36 orang yaitu seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2009 sampai dengan Mei 2009. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang meliputi data demografi, kuesioner pengetahuan, dan kuesioner sikap. Hasil penelitian berdasarkan tingkat pengatahuan menunjukkan mayoritas bidan memiliki pengetahuan yang cukup sebanyak 24 orang (66,7%) tentang konseling KB, pengetahuan baik sebanyak 8 orang (22,2%) tentang konseling KB, dan minoritas pengetahuan kurang sebanyak 4 orang (11,1%) tentang konseling KB. Hasil penelitian berdasarkan sikap menunjukkan mayoritas bidan memiliki sikap yang postif sebanyak 27 orang (75%) tentang konseling KB dan minoritas sikap negatif sebanyak 9 orang (25%) tentang konseling KB. Sedangkan hasil analisa chi square dengan nilai signifikan ρ=0,045, sehingga (ρ<0,05) atau dapat disimpulkan bahwa hipotesa dapat diterima, artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia. Diharapkan bidan mengetahui pemenuhan kebutuhan ibu nifas dalam upaya melakukan pemberian konseling keluarga berencana sehingga bidan dapat meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan kontrasepsi dengan baik.
Kata Kunci : Hubungan, pengetahuan, sikap, bidan, pemenuhan kebutuhan ibu nifas, konseling KB.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesadaran dunia tentang bahaya pertumbuhan penduduk yang besar dan cepat telah mengundang pemimpin dunia untuk mempersoalkan penduduk dunia yang makin membahayakan. Masalah pertumbuhan penduduk ini banyak menyebabkan Angka Kematian Ibu (AKI) yang diakibatkan oleh kesuburan yang tidak terkendali. Dengan adanya masalah tersebut maka dibentuklah program Keluarga Berencana (KB).
Menurut Departemen Kesehatan dan Survei Demografi Kesehatan Indonesia AKI di Indonesia tahun 2007 mencapai 248 kematian ibu per 100 ribu kelahiran hidup. Diharapkan tahun 2010, AKI turun menjadi 226 per 100 ribu kelahiran. Di Indonesia setiap tahun terjadi 13.815 kematian ibu atau setiap hari terjadi 38 kematian ibu atau setiap jam ada ibu hamil, bersalin, dan nifas yang meninggal karena berbagai penyebab. Sedangkan di Sumatera Utara setiap tahun terjadi 132 kematian ibu (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2007).
Program Keluarga Berencana Nasional dimana visinya adalah mewujudkan “ Keluarga Berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru program Keluarga Berencana ini, misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Berdasarkan visi dan misi tersebut, Program Keluarga Berencana Nasional mempunyai kontribusi penting dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk.
Pelayanan Keluarga Berencana (KB) yang merupakan salah satu di dalam paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena dengan mutu pelayanan keluarga berencana berkualitas diharapkan akan dapat meningkatkan tingkat kesehatan dan kesejahteraan.
Banyaknya akseptor baru KB di kota Medan tahun 2006 sebanyak 82,09% dari 292.411 pasangan usia subur. Pencapaian akseptor KB aktif di kota Medan sebanyak 93,06% dari 196.243 target. Akseptor KB baru menurut alat kontrasepsi yang digunakan, seperti : pil sebanyak 12.857, Intra Uterine Device (IUD) sebanyak 2.586, kondom sebanyak 1.241, suntik sebanyak 14.697, lain-lain sebanyak 2.252 (BKKBN Kota Medan, 2007).
samping potensial, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan, bahkan norma budaya lingkungan dan orang tua. Untuk ini semua, konseling merupakan bagian integral yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (Saifuddin, et al. 2004).
Untuk menunjang pelayanan kontrasepsi yang berkualitas diperlukan tenaga pengelola dan pelaksana yang terampil dalam memberikan penjelasan yang bermutu serta tidak meragukan (Murad, et al. 1998).
Tenaga Kesehatan khususnya bidan merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan yang pada satu sisi adalah unsur penunjang utama dalam pelayanan kesehatan, pada sisi lain, ternyata kondisinya saat ini masih jauh dari kurang, baik pada kuantitas maupun kualitasnya. Disini perlu perhatian pemerintah pada peningkatan dan pemberdayaan SDM Kesehatan secara profesional. Utamanya dalam pembentukan sikap dan perilaku profesional SDM Kesehatannya melalui jalur pendidikan formal maupun non formal. Disamping itu, masalah yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah mengenai SDM Kesehatan ini adalah kurang efisien, efektif, dan profesionalisme dalam menanggulangi permasalahan kesehatan. Masih lemahnya kemampuan SDM Kesehatan dalam membuat perencanaan pelayanan kesehatan serta sikap perilaku mereka dalam mengantisipasi permasalahan kesehatan yang terjadi, ternyata tidak sesuai dengan harapan masyarakat (Roesmono, 2006).
Oleh karena itu dalam pelayanan kontrasepsi, para pengelola dan pelaksana pelayanan kontrasepsi perlu memberikan konseling secara akrab dengan kliennya guna memantapkan penerimaan pelayanan kontrasepsinya (Murad, et al. 1998).
peka terhadap adat setempat. Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam penyediaan asuhan masa nifas (Wijono, 2003).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang hubungan pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling Keluarga Berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia tahun 2009.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling Keluarga Berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia tahun 2009?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling Keluarga Berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia tahun 2009.
2. Tujuan Khusus
b. Mengetahui sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling Keluarga Berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia tahun 2009.
c. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling Keluarga Berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia tahun 2009.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Tempat Penelitian
Bahan masukan untuk pembuatan atau perbaikan kebijakan pengelolaan tenaga kesehatan kususnya bidan dalam upaya meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan kontrasepsi khususnya pemberian konseling keluarga berencana.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menambah referensi pustaka dan informasi ilmiah serta bisa sebagai data untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi Penelitian Kebidanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGETAHUAN
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari pendidikan, pengalaman diri sendiri, pengalaman orang lain, media massa, maupun lingkungan. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominasi yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
2. Tingkat Pengetahuan a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (aplication)
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sisntesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. (Notoatmodjo. 1997).
B. SIKAP
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan “pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap itu merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni :
4. Kecenderungan untuk bertindak.
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu : 1. Menerima
Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2003).
Sikap dan perilaku seseorang dibatasi oleh hukum dan moral. Hukum membatasi sisi lahiriahnya, sedangkan moral membatasi sisi sikap batiniahnya. Disamping itu, sikap dan perilaku seseorang juga dipengaruhi oleh kecerdasan emosinal orang itu sendiri.Kecerdasan emosinal adalah kemempuan seseorang dalam mengendalikan emosinya saat menghadapi situasi atau masalah yang menyenangkan maupun menyakitkan.
organisasi/ institusi yang ada, sangat membutuhkan SDM kesehatan yang mempunyai sikap dan perilaku sebagai berikut :
1. Memperlakukan pelanggan sebagai mitra seumur hidup.
2. Mampu menciptakan strategi pelayanan yang baik dan benar sesuai dengan profesi dan kompetensinya.
3. Hargai keluhan pelanggan dengan kebaikan, simpati dan pemecahan masalah.
4. Perlakukan setiap pelanggan sebagai sesuatu yang unik dan khusus. 5. Lakukan doktrin Informed Consent secara ikhlas.
6. Laksanakan tindakan rekam medik sesuai dengan ketentuan yang ada. 7. Dapat mengetahui kepuasan pelanggan melalui sisi mata pelanggan memandang
kepuasan yang didapat.
8. Paham, mengerti, dan mempu melaksanakan seni pelayanan pelanggan yang berkualitas sesuai dengan etika dan hukum yang berlaku.
9. Tetapkan sasaran-sasaran kualitas pelayanan dan penghargaan yang akan diberikan.
10.Mau terjun langsung ke lapangan dan melihat apa yang terjadi. 11.Bersikap sabar dan tidak mudah puas dengan hasil yang didapat.
12.Mau mendengar dan mensikapi terhadap gagasan yang timbul terhadap pelayanan yang berkualitas (Roesmono, 2008).
Bagaimana sikap petugas kesehatan dalam melakukan konseling yang baik terutama bagi calon klien KB baru?
Petugas bersikap sabar, memperlihatkan sikap menghargai setiap klien, dan menciptakan suatu rasa percaya diri sehingga klien dapat berbicara secara terbuka dalam segala hal termasuk masalah-masalah pribadi sekalipun. Petugas meyakinkan klien bahwa ia tidak akan mendiskusikan rahasia klien dengan orang lain.
2. Interaksi antara petugas dan klien
Petugas harus mendengarkan, mempelajari dan menanggapi keadaan klien karena setiap klien mempunyai kebutuhan dan tujuan reproduksi yang berbeda. Bantuan terbaik seorang petugas adalah dengan cara memahami bahwa klien adalah manusia yang membutuhkan perhatian dan bantuan.
3. Memberikan informasi yang baik kepada klien
Dengan mendengarkan apa yang disampaikan klien berarti petugas belajar mendengarkan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh setiap klien.
4. Menghindari pemberian informasi yang berlebihan
Petugas membantu klien membuat keputusan mengenai pilihannya, dan harus tanggap terhadap pilihan klien meskipun klien menolak memutuskan penggunaan kontrasepsi.
6. Membantu klien untuk mengerti dan mengingat.
Petugas memberi contoh alat kontrasepsi dan menjelaskan pada klien agar memahaminya dengan memperlihatkan bagaimana cara-cara penggunaannya. Petugas juga memperlihatkan dan menjelaskan dengan flip charts, poster, pamflet, atau halaman bergambar (Saifuddin, et al. 2003).
C. BIDAN
1. Pengertian Bidan
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
dari ginekologi, keluarga berencana dan asuhan anak. Dia bisa berpraktek di rumah sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan atau tempat-tempat pelayanan lainnya.
2. Etika Pelayanan Kontrasepsi dalam Kebidanan
Kontrasepsi dan Keluarga Berencana menentukan kapan, berapa banyak dan jarak (interval) untuk mempunyai anak. Dalam merencanakan jumlah anak, seorang ibu telah merundingkan dengan suaminya dan telah menetapkan metode kontrasepsi apa yang akan digunakan. Oleh karena itu keputusan untuk memilih kontrasepsi ada pada wanita.
Dengan demikian, keputusan yang diambil oleh klien ini berada di luar kompetensi bidan. Jika klien belum mempunyai keputusan karena disebabkan ketidaktahuan klien tentang kontrasepsi yang akan digunakan, menjadi kewajiban bidan untuk memberikan informasi tentang kontrasepsi yang dapat dipergunakan oleh klien, dengan memberikan beberapa alternatif sehingga klien dapat memilih sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki (Sofyan, et al. 2005).
D. IBU NIFAS
1. Pengertian
Ibu nifas adalah seorang wanita yang mengalami perubahan organ alat kelamin, khususnya rahim, dimulai dari sesudah lahirnya plasenta perlahan-lahan kembali ke keadaan sebelum hamil dan mencakup 6 minggu berikutnya (Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO. 2003).
Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
a. Kunjungan I
Pada waktu 6-8 jam setelah persalinan Tujuan :
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan : rujuk bila perdarahan berlanjut.
3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga tentang keadaannya.
4) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. 5) Pemberian Air Susu Ibu awal.
6) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
7) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.
Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
b. Kunjungan II
Pada waktu 6 hari setelah persalinan Tujuan :
3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat. 4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda tanda penyulit.
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan perawatan bayi sehari-hari.
c. Kunjungan III
Pada waktu 2 minggu setelah persalinan. Sama seperti diatas ( 6 hari setelah persalinan ) d. Kunjungan IV
Pada waktu 6 minggu setelah persalinan
1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ibu atau bayi alami. 2) Memberikan konseling untuk KB secara dini (Manuaba, 1998).
E. KONSELING
1. Pengertian Konseling
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Prayitno, et al. 2004).
2. Tujuan Konseling oleh Bidan adalah :
a. Agar calon peserta KB memahami manfaat KB bagi dirinya.
Interaksi atau konseling yang berkualitas antara klien dan konselor (tenaga medis) merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan bagi keberhasilan program KB. Sangat mudah dimengerti jika hal itu membuat tingkat keberhasilan KB di Indonesia menurun.
Klien yang mendapatkan konseling dengan baik akan cenderung memilih alat kontrasepsi dengan benar dan tepat. Pada akhirnya hal itu juga akan menurunkan tingkat kegagalan KB dan mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan.
Untuk meraih keinginan tersebut, tentunya sangat diperlukan tenaga-tenaga konselor yang profesional. Mereka bukan hanya harus mengerti seluk-beluk masalah KB, tetapi juga memiliki dedikasi tinggi pada tugasnya serta memiliki kepribadian yang baik, sabar, penuh pengertian, dan menghargai klien.
Dengan demikian, konseling akan benar-benar menghasilkan keputusan terbaik seperti yang diinginkan klien, bukan sekedar konsultasi yang menghabiskan waktu dan biaya.
Siswanto mengatakan, di Indonesia, konseling yang berkualitas masih sangat minim bahkan masih sangat sulit sekali menemukan klinik yang secara khusus menyediakan konseling yang memenuhi standar. Selain itu, ia menambahkan, ketidakseimbangan antara jumlah klien dan tenaga medis yang bertugas sebagai konselor juga akan mempengaruhi keberhasilan konseling.
memunculkan jarak dengan klien sehingga akan sulit terjalin interaksi yang sebenarnya (Erlina, 2008).
Kenali klien dengan baik dengan sikap ramah, respek, tumbuhkan rasa saling percaya. Konselor dapat menunjukkan bahwa klien dapat berbicara terbuka sekalipun hal yang sensitive. Jawablah pertanyaan yang diajukannya secara lengkap dan terbuka. Jaga kerahasiaan dan jangan membicarakannya kepada orang lain.
Interaksi dengarkan, pelajari dan respon klien. Karena tiap klien itu berbeda, mengerti benar apa yang dibutuhkannya, penuh perhatian, dan mengerti keadaanya. Oleh karena itu, dorong klien untuk bicara dan menjawab tiap pertanyaan yang diajukan secara terbuka.
Pelajari informasi yang dibutuhkan klien, sesuaikan dengan tahap kehidupan yang dilaluinya. Contoh, pasangan muda tentunya ingin mengetahui lebih banyak tentang metoda sementara guna menunda kehamilan; wanita usia tua dengan informasi kontrasepsi mantap. Oleh karenanya, konselor memberikan informasi yang akurat dengan bahasa yang dimengerti klien.
Hindarkan informasi berlebihan, karena klien tidak dapat menggunakan semua informasi tentang tiap metode KB. Informasi berlebih membuat klien sulit mengingat informasi pentingnya. Jangan menyita banyak waktu dalam menyampaikan pesan/informasi.
memikirkan metoda lain juga dan bandingkanlah. Dengan cara ini memberi keyakinan atas metoda pilihannya. Jika tidak ada pertimbangan medis, klien dapat menggunakan metodanya. Yang penting ialah klien menggunakan dalam waktu lama (konsisten) dan efektif (Heti, 2007).
3. Langkah-Langkah Konseling KB (Saifuddin, et al. 2003). Kata kunci SATU TUJU adalah sebagai berikut :
a. SA: SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan. b. T: Tanyakan pada klien informasi tentang dirinya.
c. U: Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beri tahu apa pilihan reproduksi yang paling mungkin, termasuk pilihan beberapa jenis kontrasepsi.
d. TU: BanTUlah klien menentukan pilihannya
e. J: Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya. f. U: Perlunya dilakukan kunjungan Ulang.
F. KELUARGA BERENCANA
Pada umumnya klien pascapersalinan ingin menunda kehamilan berikutnya paling sedikit 2 tahun lagi, atau tidak ingin tambahan anak lagi. Konseling tentang keluarga berencana atau metode kontrasepsi sebaiknya diberikan sewaktu asuhan antenatal maupun pasca persalinan.
1. Klien Pascapersalinan Dianjurkan
pendamping ASI, dengan pemberian ASI diteruskan sampai anak berusia 2 tahun.
b. Tidak menghentikan ASI untuk mulai suatu metode kontrasepsi.
c. Metode kontrasepsi pada klien menyusui dipilih agar tidak mempengaruhi ASI atau kesehatan bayi (Saifuddin, B.A. 2003)
2. Resiko Kehamilan
Di antara wanita-wanita yang tidak menggunakan perlindungan pada waktu sanggama selama amenore laktasi dan menggunakan kontrasepsi pada waktu haid sudah kembali, 1,7% wanita menjadi hamil pada 6 bulan pertama menyusui, 7% wanita menjadi hamil setelah 12 bulan, dan 13% wanita menjadi hamil setelah 24 bulan.
Efek penjarangan kelahiran maksimal dari menyusui dicapai jika ibu menyusui penuh atau hampir penuh menyusui dan tetap amenoreik. Apabila kedua kondisi ini dipenuhi menyusui memberikan perlindungan terhadap kehamilan sebesar lebih dari 98% selama 6 bulan pertama.
3. Metode Kontrasepsi Pascapersalinan Tabel 2.1
Metode Kontrasepsi Pascapersalinan Metode
Kontrasepsi
Waktu Pascapersalinan Ciri-ciri Khusus Catatan
MAL Mulai segera
pascapersalinan
Evektivitas tinggi sampai 6
bulan pascapersalinan/
belum dapat haid
Manfaat kesehatan
bagi ibu dan bayi.
Memberikan waktu
untuk memilih
metode kontrasepsi
lain.
Harus benar-benar
ASI eksklusif.
Efektivitas
berkurang jika mulai
suplementasi.
Kontrasepsi
Kombinasi
Jika menyusui :
- Jangan dipakai sebelum
6-8 minggu
- Sebaiknya tidak dipakai
dalam waktu 6 minggu-6
bulan pascapersalinan.
Selama 6-8 minggu
pascapersalinan, kontrasepsi kombinasi akan mengurangi ASI dapat mempengaruhi Kontrasepsi kombinasi merupakan pilihan
terakhir pada klien
menyusui.
Jika pakai MAL tunda
sampai 6 bulan
Jika tidak menyusui dapat
dimulai 3 minggu
pascapersalinan.
tumbuh kembang bayi
Selama 3 minggu
pascapersalinan kontrasepsi kombinasi meningkatkan risiko masalah pembekuan darah.
Jika klien tidak
Dapat diberikan pada
klien dengan riwayat
preeklamsia atau
hipertensi dalam
kehamilan
Sesudah 3 minggu
pascapersalinan tidak
meningkatkan risiko
Metode
Kontrasepsi
Waktu Pascapersalinan Ciri-ciri Khusus Catatan
dapat haid dan sudah
berhubungan
seksual, mulailah
kontrasepsi
kombinasi setelah
yakin tidak ada
kehamilan.
Kontrasepsi
Progestin
Sebelum 6 minggu
pascapersalinan, klien
menyusui jangan
menggunakan kontrasepsi
progestin.
Jika menggunakan MAL,
kontrasepsi progestin dapat
Selama 6 minggu
pertama pascapersalinan, progestin mempengaruhi tumbuh kembang bayi.
Perdarahan ireguler
dapat terjadi.
ditunda sampai 6 bulan.
Jika tidak menyusui, lebih
dari 6 minggu
pascapersalinan, atau sudah
dapat haid, kontrasepsi
progestin dapat dimulai
setelah yakin tidak ada
kehamilan.
Tidak ada pengaruh
Metode
Kontrasepsi
Waktu Pascapersalinan Ciri-ciri Khusus Catatan
AKDR Dapat dipasang langsung
pascapersalinan, sewaktu
seksio sesarea, atau 48 jam
pascapersalinan.
Jika tidak, insersiditunda
sampai 4-6 minggu
pascapersalinan.
Jika laktasi/ haid sudah
dapat, insersi dilakukan
sesudah yakin tidak hamil.
Tidak ada pengaruh
terhadap ASI.
Efek samping lebih
sedikit pada klien
yang menyusui.
Insersi postplasental
memerlukan petugas
terlatih khusus.
Konseling perlu
dilakukan sewaktu
asuhan antenatal.
Angka pencabutan
AKDR tahun
pertama lebih tinggi
pada klien menyusui.
Sesudah 4-6 minggu
pascapersalinan
teknik sama dengan
pemasangan waktu
inerval.
Diafragma Sebaiknya tunggu sampai 6
minggu pascapersalinan.
Tidak ada pengaruh
terhadap laktasi.
Perlu pemeriksaan
dalam oleh petugas.
Penggunaan
spermisida
membantu mengatasi
masalah keringnya
Metode
Kontrasepsi
Waktu Pascapersalinan Ciri-ciri Khusus Catatan
KB alamiah Tidak dianjurkan sampai
siklus haid kembali teratur.
Tidak ada pengaruh
terhadap laktasi
Lendir servik tidak
keluar.
Suhu basal tubuh
kurang akurat jika
klien sering
terbangun waktu
malam untuk
menyusui.
Tubektomi Dapat dilakukan dalam 48
jam pascapersalinan.
Jika tidak, tunggu sampai 6
minggu pascapersalinan.
Tidak ada pengaruh
terhadap laktasi.
Minilaparotomi
pascapersalinan
paling mudah
dilakukan dalam 48
jam pascapersalinan.
Perlu anastesi lokal.
Konseling sudah
harus
dilakukansewaktu
asuhan antenatal.
1. Jenis Metode Kontrasepsi
a. Metode Amenore Laktasi (MAL) Keuntungan :
1) Evektivitas tinggi. 2) Segera efektif
3) Tidak menggangu sanggama.
5) Tidak perlu pengawasan medis. 6) Tidak perlu obat atau alat.
7) Tanpa biaya (Saifuddin, et al. 2003). b. Pil KB
Macam-macam pil KB
1) Pil kombinasi: sejak semula telah terdapat kombinasi komponen progesteron-estrogen.
2) Pil sekuensial: pil ini mengandung komponen yang disesuaikan dengan sistem hormonal tubuh.
3) Dua belas pil pertama hanya mengandung estrogen. 4) Pil ketiga belas dan seterusnya merupakan kombinasi. Keuntungan memakai pil KB:
1) Bila minum pil sesuai dengan aturan dijamin berhasil 100%. 2) Dapat dipakai pengobatan beberapa masalah:
a) Ketegangan menjelang menstruasi. b) Perdarahan menstruasi yang tidak teratur. c) Nyeri saat menstruasi.
d) Pengobatan pasangan mandul.
3) Dapat meningkatkan libido (Manuaba, 1998).
4) Bisa mencegah kehamilann di luar rahim, kanker rahim, kanker indung telur, kista penyakit payudara.
5) Kesuburan segera kembali setelah dihentikan (DKT Indonesia, 2008). Kerugian memakai pil KB:
2) Dalam waktu panjang menekan fungsi ovarium. 3) Penyulit ringan:
a) Berat badan bertambah. b) Rambut rontok.
c) Tumbuh akne.
d) Mual sampai muntah.
4) Mempengaruhi fungsi hati dan ginjal. c. Suntikan KB
Dua farmasi menemukan suntikan KB hampir bersamaan: 1) Upjohn company (1958)
a) Depo provera yang mengandung medroxyprogesteron acetat 150 mgr. b) Cyclofem yang mengandung medroxyprogesteron acetat 50 mgr dan
komponen nestrogen. 2) Schering AG (1957)
Norigest 200 mgr yang merupakan derivat testosteron. Keuntungan suntikan KB:
1) Pemberiannya sederhana setiap 8-12 minggu. 2) Tingkat efektivitasnya tinggi.
3) Hubungan seks dengan suntikan KB bebas 4) Pengawasan medis yang ringan.
5) Tidak mengganggu pengeluaran laktasi dan tumbuh kembang bayi.
Kerugian suntikan KB:
1) Perdarahan yang tidak menentu. 2) Terjadi amenorea berkepanjangan. 3) Masih terjadi kemungkinan hamil.
d. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit/Implan (Susuk KB)
Setiap kapsul susuk KB mengandung 36 mgr Levonolgestrel yang akan dikeluarkan setiap harinya sebanyak 80 mcg. Konsep mekanisme kerjanya sebagai progesteron yang dapat menghalangi pengeluaran LH sehingga tidak terjadi ovulasi, mengentalkan lendir servik dan menghalangi migrasi spermatozoa, dan menyebabkan situasi endometerium tidak siap menjadi tempat nidasi.
Keuntungan metode susuk KB: 1) Dipasang selama lima tahun. 2) Kontol medis ringan.
3) Penyulit medis tidak terlalu tinggi. 4) Biaya ringan.
Kerugian metode susuk KB:
1) Menimbulkan gangguan menstruasi, yaitu tidak mendapat menstruasi dan terjadi perdarahan yang tidak teratur.
2) Berat badan bertambah.
3) Menimbulkan akne, ketegangan payudara. 4) Liang senggama terasa kering.
Keinginan peserta KB untuk mencabut susuk KB dengan alasan ingin punya anak lagi dan terjadi perdarahan/ gangguan menstruasi.
e. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Cara kerja AKDR adalah menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii, mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri, AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu atau mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi, serta memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.
Keuntungan AKDR:
1) Dapat mencegah kehamilan paling tidak 10 tahun. 2) Tidak mempengaruhi hubungan seks.
3) Tidak terpengaruh obat-obatan.
4) Bisa segera subur kembali, bila dilepas.
5) Tidak mempengaruhi kuantitas dan kualitas ASI.
6) Membantu mencegah kehamilan ektopik (DKT Indonesia, 2008). Kerugian AKDR:
1) Masih terjadi kehamilan dengan AKDR in situ. 2) Terdapat perdarahan: spotting dan menometroragia.
3) Leokorea, sehingga menguras protein tubuh dan liang senggama terasa lebih basah.
4) Dapat terjadi infeksi.
6) Tali AKDR dapat menimbulkan perlukaan portio uteri dan mengganggu hubungan seksual (Manuaba, 1998).
Jangan lupa melakukan pemeriksaan ulang. Apakah itu 2 mingggu sekali, 1-2 bulan sekali, atau setiap 6 bulan sampai 1 tahun setelah pemasangan. Untuk AKDR tanpa bahan aktif Copper, pemakaiannya dapat berlangsung sampai menjelang menopause. Sedangkan kontrasepsi dengan bahan aktif Copper dapat terus berlangsung, 3-4 tahun harus diganti (Erlina, 2008).
f. Tubektomi.
Pada wanita sterilisasi lazimnya dilakukan dengan memotong dan mengambil sebagian saluran telur (tuba). Kadang-kadang prosedur sterilisasi tidak dilakukan dengan memotong tuba tetapi cukup dengan mengikatnya (membuat buntu).
Keuntungan tubektomi:
1) Cara KB yang paling efektif.
2) Paling aman, bebas dari efek samping asal semua prosedur operasi terpenuhi.
3) Tidak membutuhkan kunjungan ulang yang terjadwal. 4) Tidak mengganggu hubungan seksual.
Kerugian tubektomi: 1) Sifatnya permanen.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan dugaan adanya hubungan antara pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia tahun 2009 dapat digambarkan sebagai berikut:
B. Hipotesa
Hipotesa alternatif (Ha) dalam penelitian ini adalah ”Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB)”. Ada perbedaan proporsi sikap antara tingkat berpengetahuan bidan yang kurang, cukup dan baik.
Pengetahuan : - Baik - Cukup - Kurang
Sikap : - Positif - Negatif
C. Defenisi Operasional
Tabel 3.1
Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Cara
Ukur
Hasil
Ukur
Skala
1. Pengetahuan Segala sesuatu yang
diketahui bidan dalam
pemenuhan kebutuhan
ibu nifas terhadap
konseling keluarga
berencana (KB)
kuesioner - 80%-100%
- 50%-70%
- 20% -40%
- Baik
- Cukup
- Kurang
Ordinal
2. Sikap Pandangan atau
perasaan, penilaian
positif atau penolakan
terhadap upaya-upaya
yang dilakukan dalam
pemenuhan kebutuhan
ibu nifas akan konseling
keluarga berencana
(KB).
kuesioner - 31-50%
- 10-30%
Sikap positif
Sikap negatif
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap bidan tentang KB serta hubungan tingkat pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bidan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia tahun 2009 yang berjumlah 36 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian yaitu seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.
C. Tempat Penelitian
D. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009.
E. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan izin dari Ketua Program Studi D IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dengan mengajukan permohonan izin penelitian kepada Kepala Puskesmas Helvetia
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada calon responden bahwa partisipasi responden yang diteliti tersebut bersifat sukarela, responden berhak mengundurkan diri dari penelitian. Peneliti akan membagi lembar persetujuan (informed consent) yang dilanjutkan dengan pengisian kuesioner.
Anominity (tanpa nama), yaitu untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden, lembar tersebut hanya diberi nomor dan kode tertentu.
Confidentiality (kerahasiaan), informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti dan digunakan hanya untuk keperluan penelitian (Nursalam, 2003)
F. Instrumen Penelitian
Bagian instrumen kedua dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka. Kuesioner ini berisi pernyataan untuk mengetahui pengetahuan bidan tentang konseling keluarga berencana (KB). Bagian ini terdiri dari 10 pernyataan, 5 (lima) pernyataan positif dan 5 (lima) pernyataan negatif, dengan pilihan jawaban benar/salah. Untuk pernyataan positif, jawaban ”benar” diberi skor 1 (satu) dan jawaban ”salah” diberi skor 0. Sedangkan untuk pernyataan yang negatif, jawaban ”benar” diberi skor 0 dan jawaban ”salah” diberi skor 1.
rentang
Berdasarkan rumus statistika p = menurut Sudjana (1992), Banyak kelas
dimana p merupakan panjang kelas, rentang (nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) sebesar 10 dan kategori kelas untuk pengetahuan (pengetahuan baik, cukup, kurang), didapatlah panjang kelas sebesar 3 (tiga).
Menggunakan p=3 dan nilai terendah 2 sebagai batas kelas interval pertama, data pengetahuan bidan tentang konseling KB dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut :
8 – 10 = Pengetahuan baik 5 – 7 = Pengetahuan cukup 2 – 4 = Pengetahuan kurang
Bobot nilai yang diberikan bagi pernyataan positif untuk jawaban SS=5, S=4, TPP=3, TS=2, STS=1, begitu juga sebaliknya bagi pernyataan negatif.
Berdasarkan rumus statistika diatas, rentang kelas sebesar 50 dan 2 kategori kelas (positif dan negatif), maka didapatlah panjang kelas sebesar 25. Menggunakan p=25 dan nilai terendah 10 sebagai batas kelas interval pertama, data sikap bidan terhadap konseling KB dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut :
31 – 50 = Sikap Positif 10 – 30 = Sikap Negatif
Peneliti terlebih dahulu melakukan uji validitas pada instrumen penelitian. Validitas adalah suatu proses yang menunjukkan alat-alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang kita ukur. Dalam menguji validitas instrumen penelitian menggunakan menggunakan rumus alpha dengan bantuan sistem komputerisasi dilakukan dengan membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hitung.
Menentukan nilai r tabel dilihat melalui tabel r (pada lampiran) dengan menggunakan df = n-2 = 20-2=18. Pada tingkat kemaknaan 5%, didapat angka r tabel = 0,468. Menentukan nilai r hasil perhitungan dapat dilihat pada kolom Corrected item-Total Correlation”. Maka instrumen valid bila masing-masing pernyataan dibandingkan nilai r hasil dengan nilai r tabelnya, dengan ketentuan r hasil > r tabel.
Kuesioner berdasarkan pengetahuan bidan di uji dengan bantuan sistem komputerisasi menggunakan Cronbach Alpa dengan reabilitas = 0,928. Kuesioner berdasarkan sikap bidan di uji dengan menggunakan Cronbach Alpa dengan bantuan komputerisasi dengan reabilitas = 0,936 (Sutanto, 2001).
G. Prosedur Pengumpulan Data
Ada beberapa prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data penelitian ini yaitu :
1. Mendapatkan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian dari program D IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada kepala Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia.
3. Menyatakan persetujuan responden menjadi responden secara sukarela.
4. Setelah calon responden bersedia maka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent).
5. Menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada responden dan selanjutnya dipersilahkan untuk mengisi lembar kuesioner dengan jujur dan agar mengisi seluruh pertanyaan.
6. Peneliti mendampingi responden dalam pengisian untuk menjelaskan apabila ada pertanyaan yang kurang jelas dalam pengisian kuesioner.
H. Aspek Pengukuran
Sebelum menentukan kategori baik, cukup, kurang terlebih dahulu menentukan kriteria (tolak ukur) yang akan dijadikan patokan penelitian, yaitu :
1. Skor untuk jawaban yang salah adalah : 0 (skor minimum dari setiap aspek jawaban dikali jumlah skor yang ditetapkan).
2. Skor untuk jawaban yang benar adalah : 1 (skor maksimum dari setiap aspek jawaban dikali jumlah skor yang ditetapkan).
X
Rumus : S = x 100% r
Keterangan: S = Skor
X = Jumlah jawaban yang benar r = Jumlah soal
2.1. Setelah dijumlahkan hasil jawaban responden, maka tentang kategori pengetahuan (Arikunto, 2002) adalah :
2.1.1. Baik : apabila mampu mendapat skor 8-10 soal (80-100%). 2.1.2. Cukup : apabila mampu mendapat skor 5-7 soal (50-70%). 2.1.3. Kurang : apabila mampu mendapat skor 2-4 soal (20-40%).
2.2. Setelah dijumlahkan hasil jawaban responden, maka tentang kategori sikap (Arikunto, 2002) adalah :
I. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel yang bertujuan mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit & Hungler, 2002). Pada penelitian ini, analisa data dengan metode statistik univariat akan digunakan untuk menganalisa pengetahuan bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB). Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase untuk melihat tingkat pengetahuan tentang konseling KB digambarkan dalam kategori baik, cukup, kurang. Hasil analisa data berdasarkan sikap bidan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase untuk melihat sikap bidan tentang konseling KB digambarkan dalam kategori positif dan negatif pembagian rentang kelas menggunakan rumus menurut Sudjana (1992).
2. Analisa Bivariat
Untuk melihat hubungan antara dua variabel maka dilakukan uji statistik secara komputerisasi. Untuk menguji hubungan antar variabel digunakan uji statistik Chi Square.
Untuk uji hipotesa yang digunakan adalah Chi Square tes dengan kemaknaan signifikan 0,05 dengan df =2 untuk mengetahui apakah ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB).
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dikemukakan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB) terhadap 36 bidan di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2009.
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Tabel 5.1.
Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden (N=36) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia kecamatan Medan Helvetia
Karakteristik Frekuensi Persentase
Umur
- 22-31 tahun - 32-41 tahun - 42-52 tahun
8 22 6 22.2 61.1 16.7 Lama Bekerja - <5 tahun - 5-10 tahun - >10 tahun
2 19 15 5.6 52.8 41.6 Pendidikan - DI - DIII - DIV 4 30 2 11.1 83.3 5.6
Dari tabel diatas menunjukkan karakteristik responden berdasarkan umur adalah berumur antara 22-31 tahun sebanyak 8 orang (22,2%), berumur antara 32-41 tahun sebanyak 22 orang (61,1%) dan berumur 42-52 tahun sebanyak 6 orang (16,7%). Hal ini berarti mayoritas umur responden 32-41 tahun sebanyak 22 orang (61,1%).
Dari tabel diatas menunjukkan karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan adalah berpendidikan DI sebanyak 4 orang (11,1%), berpendidikan DIII sebanyak 30 orang (83,3%), dan DIV sebanyak 2 orang (5,6%). Hal ini berarti bahwa mayoritas berpendidikan DIII sebanyak 30 orang (83,3%)
Tabel 5.2.
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Kuesioner Tingkat Pengetahuan di wilayah kerja Puskesmas Helvetia
kecamatan Medan Helvetia
No Pertanyaan Penilaian Jawaban
Benar Salah Total
F % F % F %
1. MAL adalah kontrasepsi yang sangat
efektif.
14 38.9 22 61.1 36 100
2. MAL efektif bila menyusui lebih dari 8 kali sehari dan ibu belum mendapat haid.
35 97.2 1 2.8 36 100
3. Ibu nifas lebih cocok memakai kontrasepsi pil progestin.
30 83.3 6 16.7 36 100
4. Ibu menyusui dibawah 6 minggu
pascapersalinan dapat memakai alat
kontrasepsi suntik kombinasi.
25 69.4 11 30.6 36 100
5. Efek penjarangan kelahiran akan maksimal jika ibu hampir penuh menyusui.
4 11.1 32 88.9 36 100
6. Ibu dianjurkan berhenti menyusui bila
memakai kontrasepsi
36 100 - - 36 100
7. Implan dipakai oleh ibu dalam usia
reproduksi
No Pertanyaan Pertanyaan
Benar Salah Total
F % F % F %
8. Ibu nifas yang menyusui tidak boleh
menggunakan implan.
17 47.2 19 52.8 30 100
9. Ibu nifas dapat menggunakan AKDR Cu. 34 94.4 2 5.6 30 100
10 Ttubektomi dipakai dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu pascapersalinan.
31 86,1 5 13.9 30 100
[image:48.595.137.532.119.278.2]Berdasarkan tabel diatas distribusi frekuensi jawaban responden berdasarkan kuesioner tingkat pengetahuan dari 36 responden yang paling banyak menjawab salah adalah untuk pernyataan nomor satu ada 14 orang (38,9%) menjawab benar dan sebanyak 22 orang (61,1%) menjawab salah, pernyataan nomor lima ada 4 orang (11,1%) menjawab benar dan sebanyak 32 orang (88,9%) menjawab salah, pernyataan nomor tujuh ada 12 orang (33,3%) menjawab benar dan sebanyak 24 orang (66,7%) menjawab salah, pernyataan nomor delapan ada 17 orang (47,2%) menjawab benar dan sebanyak 19 orang (52,8%) menjawab salah.
Tabel 5.3.
Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Kuesioner Sikap di wilayah kerja Puskesmas Helvetia kecamatan Medan Helvetia
No Pernyataan SS S TPP TS STS
F % F % F % F % F %
1 Bidan yang menentukan alat kontrasepsi.
No Pernyataan SS S TPP TS STS
F % F % F % F % F %
2 Bidan tidak boleh
menginformasikan KB
secara berlebihan.
- - 12 33.3 - - 4 11.1 20 55.6
3 Bidan memberitahukan waktu kunjungan ulang
setelah pemberian alat
kontrasepsi.
21 58.4 12 33.3 3 8.3 - - - -
4 Bidan menjelaskan
manfaat dan efek
samping alat
kontrasepsi.
21 58.3 14 38.9 1 2.8 - - - -
5 Bidan mendapat
pelatihan bila
memberikan konseling
KB.
8 22.2 22 61.1 6 16.7 - - - -
6 Bidan tidak akan
menceritakan rahasia
klien.
10 27.8 10 27.8 - - 15 41.6 1 2.8
7 Bidan melakukan
konseling dengan
menyediakan metode
secara terbatas.
7 19.4 2 5.6 6 16.7 17 47.2 4 11.1
8 Bidan yang terlatih
yang harus memasang
pelepasan IUD
No Pernyataan SS S TPP TS STS
F % F % F % F % F %
9 Kontrol ulang pada
pemasangan IUD dapat
dilakukan oleh bidan
yang berbeda.
20 55.5 13 36.1 1 2.8 2 5.6 - -
10 Bidan menghargai
keputusan yang dipilih.
13 36.1 22 61.1 1 2.8 - - - -
2. Tingkat pengetahuan Bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia kecamatan Medan Helvetia
Tabel 5.4.
Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB) di wilayah kerja
Puskesmas Helvetia kecamatan Medan Helvetia
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Kurang 4 11.1
Cukup 24 66.7
Baik 8 22.2
Total 36 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi frekuensi tingkat pengetahuan bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB) dari 36 responden mayoritas memiliki pengetahuan yang cukup sebanyak 24 orang (66,7%) dan minoritas pengetahuan kurang sebanyak 4 orang (11,1%).
3. Sikap Bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia kecamatan Medan Helvetia
Tabel 5.5.
Distribusi frekuensi sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia
kecamatan Medan Helvetia
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Negatif 9 15
Positif 27 75
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi frekuensi sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB) dari 36 responden mayoritas memiliki sikap positif sebanyak 27 orang (75%), dan minoritas sikap negatif sebanyak 9 orang (15%).
4. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Bidan Tabel 5.6.
Tabulasi Silang tingkat pengetahuan dengan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia kecamatan Medan Helvetia Tingkat
Pengetahuan
Sikap
Jumlah Persentase (%)
Negatif Positif
F % F %
Kurang 3 8.3 1 2.8 4 11.1
Cukup 5 13.9 19 52.8 24 66.7
Baik 1 2.8 7 19.4 8 22.2
Total 9 25 27 75 36 100 χ = 6.22 ρ = 0.045
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 36 responden, ada 19 orang (52,8%) yang berpengetahuan cukup memiliki sikap positif sedangkan ibu yang berpengetahuan baik ada 7 orang (19,4%) yang bersikap positif.
Tabel 5.7. Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 6.222(a) 2 .045
Likelihood Ratio 5.398 2 .067
Linear-by-Linear Association 4.038 1 .044
N of Valid Cases 36
a 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00.
B. Pembahasan
Dalam pembahasan ini, peneliti mencoba menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimana tingkat pengetahuan bidan terhadap konseling keluarga berencana, sikap bidan terhadap konseling keluarga berencana, serta hubungan tingkat pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB).
1. Karakteristik Responden
Hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti terhadap 36 responden, diketahui mayoritas bidan berumur antara 32-41 tahun sebanyak 22 orang (61,1%). Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo, (2003) bahwa umur seseorang berpengaruh terhadap kehidupannya. Menurut UNFD (2001) umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang karena dengan bertambahnya umur maka pengetahuan akan bertambah. Maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat kesesuaian antara teori dan kenyataan dimana umur bidan mempengaruhi tingkat pemahaman terhadap konseling keluarga berencana (KB).
pekerjaan dan lama bekerja yang dilakukan seseorang memberikan pengaruh terhadap hal lain. Maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat kesesuaian antara teori dan kenyataan dimana lama bekerja bidan mempengaruhi tingkat pemahaman terhadap konseling keluarga berencana (KB).
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas bidan berpendidikan DIII sebanyak 30 orang (83,3%). Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock, (2004) bahwa pendidikan berperan penting dalam menentukan kwalitas manusia, dan akan dianggap lebih berpengetahuan apabila mengecap pendidikan. Maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat kesesuaian antara teori dan kenyataan dimana pendidikan bidan mempengaruhi tingkat pemahaman terhadap konseling keluarga berencana (KB).
2. Tingkat pengetahuan bidan terhadap konseling keluarga berencana
Menurut Suhartono, (2005) pengetahuan adalah proses mengetahui dan menghasilkan sesuatu. Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Menurut Salam, (1997) pengetahuan adalah ungkapan apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan.
3. Sikap bidan terhadap konseling keluarga berencana
Sikap yang terdapat pada individu akan memberikan warna atau corak tingkah laku ataupun perbuatan individu yang bersangkutan. Menurut Notoatmodjo, (2003) sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya reaksi individu. Reaksi evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai positif-negatif yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap. Dalam sikap positif, tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu (Azwar, 2005).
4. Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan
kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB) di
wilayah kerja Puskesmas Helvetia kecamatan Medan Helvetia.
Berdasarkan hasil analisa statistik yang diperoleh maka peneliti menyimpulkan bahwa hipotesis ini diterima yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan sikap bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan terhadap 36 bidan di wilayah kerja Puskesmas Helvetia kecamatan Medan Helvetia sebagai berikut :
1. Mayoritas bidan memiliki pengetahuan yang cukup sebanyak 24 orang (66,7%) tentang konseling KB dan minoritas pengetahuan kurang sebanyak 4 orang (11,1%) tentang konseling KB.
2. Sikap bidan terhadap konseling keluarga berencana mayoritas responden memiliki sikap yang postif sebanyak 27 orang (75%) tentang konseling KB dan minoritas sikap negatif sebanyak 9 orang (25%) tentang konseling KB.
B. Saran
1. Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan bidan mengetahui pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling keluarga berencana dalam upaya melakukan pemberian konseling keluarga berencana sehingga bidan dapat meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan kontrasepsi dengan baik.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan adanya peningkatan dan pengembangan pendidikan kebidanan khususnya yang berkaitan dengan pelayanan KB.
3. Bagi Penelitian Kebidanan
DAFTAR PUSTAKA
Andalan Alat Kontrasepsi. (2008). Tentang KB, Jakarta: DKT Indonesia.
Budiarto, E. Biostatistika Untuk kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: EGC. Kepala Dinas kesehatan Propinsi Sumatera Utara. (2007). Kebijakan Program kesehatan
Ibu dan Anak dalam Rangka Akselerasi Penurunan AKI, AKB, AKBAL.
Manuaba. (1998). Penyakit Kandungan dan keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC.
Menteri kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.900/Menkes/SK/VII/2002 Tentang Registrasi dan Praktik Bidan, Jakarta.
Murad, J. (1998). Panduan Tehnik Konseling Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta: BKKBN. Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika
Prayitno, H., et al. (2004). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta.
Saifuddin, B.A. (2003). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Siswosudarmo, et al. (2001). Teknologi Kontrasepsi. Jakarta.
Suprijadi. (2003). Asuhan Kebidanan Post Partum Tenaga Kesehatan, Jakarta : PUSDIKNAKES-WHO-JHPIEGO.
Sutanto. (2001). Analisis Data, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Wijono, W. (2003). Standar Pelayanan Kebidanan, Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan
Bidan Indonesia.
BKKBN Kota Medan. (2007), Banyaknya Akseptor Baru Keluarga Berencana Menurut Kecamatan. http://www.pemko-medan.com.pdf.
Erlina. (2008). http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi.
Erlina. (2008). http://www.kuliahbidan.wordpress.com) Juli. (2007). http://www.kesrepro.info).
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP BIDAN DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN IBU NIFAS TERHADAP KONSELING KELUARGA BERENCANA (KB)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA KECAMATAN MEDAN HELVETIA
TAHUN 2008
I. Identitas Responden
No responden :
Umur : tahun
Lama bekerja : tahun
Pendikan terakhir :
Petunjuk Pengisian:
B. Bacalah pernyataan berikut dengan baik kemudian pilih salah satu jawaban yang
tersedia dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai.
C. Untuk mendapatkan data yang akurat, saya mohon pada ibu untuk mengisi kuesioner ini
dengan kemampuan ibu yang sebenarnya, oleh karenanya jangan ragu-ragu dalam
menjawab, jawablah dengan jujur, karena jawaban ibu sangat membantu.
II. Pengetahuan
No Pernyataan Benar Salah
1. Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah metode kontrasepsi yang sangat
efektif bagi ibu nifas.
2. MAL efektif bila menyusui lebih dari 8 kali sehari dan bayi mendapat
cukup asupan per laktasi; ibu belum mendapat haid, dan dalam 6 bulan
No Pernyataan Benar Salah
3. Ibu nifas dengan menyusui lebih cocok memakai kontrasepsi pil
progestin dari pada pil kombinasi.
4. Pada ibu menyusui dibawah 6 minggu pascapersalinan dapat
menggunakan alat kontrasepsi suntik kombinasi yang sebulan sekali.
5. Efek penjarangan kelahiran akan maksimal jika ibu hampir penuh
menyusui.
6. Ibu pascapersalinan dianjurkan menghentikan pemberian ASI bila
memulai suatu metode kontrasepsi.
7. Kontrasepsi implan dapat dipakai oleh semua ibu dalam usia reproduksi.
8. Pada ibu nifas yang menyusui tidak boleh menggunakan metode
kontrasepsi implan karena tidak aman dipakai.
9. Ibu nifas dapat menggunakan AKDR Cu dengan aman dan efektif.
10. Metode kontrasepsi tubektomi dapat dipakai dalam waktu 2 hari atau
setelah 6 minggu atau 12 minggu pascapersalinan.
III. Sikap
Petunjuk Pengisian:
Isilah salah satu kolom yang dianggap benar dengan tanda check list ()
No. Pernyataan Sangat Setuju
Setuju Tidak Punya Pendapat
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
1. Bidan menentukan alat kontrasepsi yang
digunakan pada ibu masa nifas.
2. Bidan tidak boleh memberikan informasi
tentang KB pada ibu nifas secara
No. Pernyataan Sangat
Setuju
Setuju Tidak
Punya
Pendapat
Tidak
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
3. Bidan perlu memberitahukan waktu
kunjungan ulang kepada ibu nifas setelah
pemberian alat kontrasepsi.
4. Bidan perlu menjelaskan manfaat dan
efek samping alat kontrasepsi pada ibu
nifas.
5. Bidan harus mendapat pelatihan bila
memberikan konseling KB pada ibu nifas.
6. Bidan meyakinkan klien bahwa ia tidak
akan mendiskusikan rahasia klien dengan
orang lain.
7. Sikap bidan dalam melakukan konseling
yang baik terutama bagi calon klien KB
yang baru adalah menyediakan metode
secara terbatas.
8. Bidan yang terlatih yang harus memasang
pelepasan IUD
9. Kontrol ulang pada ibu masa nifas yang
melakukan pemasangan IUD dapat
dilakukan oleh bidan yang berbeda.
10. Bidan harus menghargai keputusan yang
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP BIDAN DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN IBU NIFAS TERHADAP KONSELING KELUARGA BERENCANA (KB) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA
KECAMATAN MEDAN HELVETIA TAHUN 2009
Saya adalah mahasiswa Program Studi D-IV Bidan Pendidik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan bidan dalam pemenuhan kebutuhan ibu nifas terhadap konseling Keluarga Berencana (KB) di wilayah kerja Puskesmas Helvetia kecamatan Medan Helvetia tahun 2009.
Saya mengharapkan kesediaan saudari untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, dimana tidak akan member dampak yang membahayakan. Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga saudara bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun. Semua informasi yang saudara berikan yang akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini.
Jika saudara bersedia menjadi responden penelitian ini, maka silahkan saudara menandatangani formulir ini.
Tanda tangan : Tanggal :