• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Lagu Batak Yang Digarap Dan Dipopulerkan Kembali Oleh Marsada Band

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Lagu Batak Yang Digarap Dan Dipopulerkan Kembali Oleh Marsada Band"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS LAGU BATAK YANG DIGARAP DAN

DIPOPULERKAN KEMBALI OLEH MARSADA BAND

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O L E H

NAMA : DAVID ANDARTUA SIMANUNGKALIT

NIM : 050707027

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa,

yang telah memberikan berkat dan kasih-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyajikan satu karya ilmiah berupa Skripsi Sarjana. Skiripsi yang berjudul

“Analisis lagu lagu Batak yang digarap dan dipertunjukan kembali oleh Marsada

Band “ ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni (S,Sn)

pada Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada kedua orangtua tercinta : ayahanda J Simanungkalit dan ibunda tercinta T br

Nainggolan yang banyak sekali memberikan dorongan moril dan materil serta selalu

mendoakan penulis setiap hari terutama dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Drs.Torang

Naiborhu,M.Hum.sebagai pembimbing I dan juga kepada bapak Drs.Muhammad

Takari,M.Hum,Ph.D. sebagai pembimbing II yang banyak membantu penulis hingga

selesainya skripsi ini saya sadari begitu banyak bantuan yang bapak berikan. Dan juga

kepada ibu Dra.Herstina Dewi,M.Pd, yang menjabat sebagai sekertaris Departemen

Etnomusikologi dan juga kepada bapak dan ibu dosen di Jurusan Etnomusikologi

yang telah membantu penulis selama perkuliahan.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada Marsada band

(Amput Sidabutar, Tonny Sidabutar, Marlundu Sidabutar, Lundu Sidabutar,Jannen

Sigalingging, T.Gultom, Hobby Sinaga) yang banyak memberikan informasi yang

sangat penulis perlukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan kepada informan

(3)

Simbolon, Marin Pasaribu dan kepada teman teman yang lain penulis mengucapkan

banyak terimakasih.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepda kawan kawan satu

stambuk 2005(Ivan, Apara Hendrik,Jenny,Candra,Tulus,Difpu,Agus Tarigan,Agus

Simamora,Seridah,Astry,Reza,Kasiro,) dan penulis juga tidak lupa berterima kasih

kepada Paduan Suara Mahasiswa Universitas Sumatera Utara, dan kepada saudara

Franseda Sitepu Ssn, dan saudara Markus Sirait Ssn yang banyak membantu penulis

dalam mengerjakan skripsi ini khususnya dibidang transkripsi, terlebih lebih kepada

seseorang yang spesial bagi penulis yaitu Sansri Silitonga.Ssn, cepat sembuh ya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih terdapat banyak

kekurangan-kekurangan yang mungkin karena keterbatasan penulis dalam

penyajiannya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian

demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita

semua.

Medan, 15 Agustus 2011 Penulis

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 POKOK PERMASALAHAN ... 10

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT ... 11

1.3.1 Tujuan penelitian ... 11

1.3.2 Manfaat penelitian ... 11

1.4 KONSEP DAN TEORI ... 12

1.4.1 Konsep ... 12

1.4.2 Teori ... 14

1.5 METODE PENELITIAN ... 16

1.5.1 Studi Kepustakaan ... 17

1.5.2 Pengumpulan data dilapangan ... 21

1.5.2.1 Observasi ... 21

1.5.2.2 Wawancara ... 21

1.5.2.3 Rekaman ... 22

1.6 Lokasi Penelitian ... 22

1.7Kerangka Penulisan ... 23

BAB II Deskripsi kebudayaan Batak Toba sebagai latar belakang budaya para anggota Marsada Band ... 25

(5)

2.2.1 Bahasa ... 26

2.2.2 Mata pencaharian hidup ... 27

2.2.3 Organisasi sosial ... 27

2.2.4 Sistem Pengetahuan ... 28

2.2.5 Religi( Agama) ... 29

2.2.6 Sistem Teknologi ... 31

2.2.7 Kesenian ... 31

BAB III Musik Populer Batak Toba dan perjalanan bermusik kelompok Marsada Band ... 55

3.1 Konsep Budaya dan Musik Populer ... 55

3.2 Musik Populer Batak Toba ... 60

3.3 Musik Populer Barat dan pengaruhnya pada musik Populer Batak ... 62

3.4 Sejarah terbentuknya Marsada Band ... 64

3.5 Sistem perekrutan anggota ... 66

3.6 Keberadaan ... 67

3.7 Sistem pembelajaran dan proses latihan ... 70

3.8 Alat alat musik Marsada Band ... 70

3.9 Manajemen Pertunjukan ... 74

3.10 Pandangan Masyarakat ... 75

3.11 Tempat pertunjukan ... 76

(6)

BAB IV ANALISIS TERHADAP GARAPAN DAN PERTUNJUKAN

KEMBALI LAGU LAGU BATAK OLEH MARSADA BAND ... 79

4.1 Garapan dan pertunjukan sebagai kekuatan utama Marsada Band ... 79

4.2 Promosi dan garapan lagu lagu Batak oleh Marsada Band ... 80

4.3 Deskripsi pertunjukan lagu lagu batak dalam album pertama Marsada Band ... 89

4.4 Analisis Semiotik Pertunjukan ... 109

4.5 Transkripsi ... 116

BAB V PENUTUP ... 158

5.1 Kesimpulan ... 158

5.2 Saran ... 161

DAFTAR PUSTAKA ... 164

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jika kita membicarakan musik tentunya tidak akan lengkap apabila tidak

membicarakannya dalam konteks kebudayaan. Musik bukanlah sebuah genre seni

dan unsur kebudayaan yang berdiri sendiri. Musik selalu berkaitan erat denga aspek

fungsi sosial dan sejarah. Musik adalah bahagian dari budaya, yang mencerminkan

aspek sosial kemasyarakatan di mana music itu hidup, tumbuh, dan berkembang.

Bisa dikatakan seperti itu, karena musik mampu mengekspresikan berbagai hal yang

terjadi dalam sistem sosial dan mempunyai fungsi yang sangat luas. Misalnya musik

diadakan untuk menghibur penguasa di istana, untuk upacara pernikahan, untuk

upacara yang bersifat ritual, hiburan, dan lain-lain--tergantung kepada konteks

penyajian dan jenis musik yang dibutuhkan.

Dalam mengamati perkembangan musik di Indonesia maupun dunia saat ini,

jenis musik yang paling pesat berkembang adalah jenis musik populer. Jenis musik

populer tersebut dapat berkembang dengan pesat karena diminati, dimengerti, dan

mudah dicerna dalam pemikiran dan kehidupan, oleh masyarakat dari berbagai

tingkatan sosial. Misalnya dari kalangan bawah sampai kalangan atas khususnya

generasi muda. Selain diminati dan dimengerti, segala sesuatu yang berhubungan

dengan musik populer dapat dengan cepat menyebar luas di tengah-tengah

masyarakat, melalui media cetak dan elektronik atau digital, seperti radio, televisi,

surat kabar, majalah, dan lain-lainnya.

Tumbuh dan berkembangnya sebuah unsur kebudayaan, dapat dilihat dari

(8)

termasuk musik populer. Pada awalnya musik populer tercipta karena adanya kontak

kebudayaan (culture contact). Blues adalah genre musik dalam budaya Afroamerika

yang mempunyai ciri sinkopasi dan blue note. Kemudian unsur klasik Barat

digabungkan dengan budaya Afroamerika sehingga terbentuk musik ragtime, yang

kemudian berkembang menjadi jazz. Sama halnya dengan terbentuknya rock n’roll

tokoh yang paling penting pada jenis musik ini adalah Elvis Presley yang

mempertemukan unsur blues dan country. Kontak kebudayaan itu terjadi, dan

didasari oleh ide-ide kreatif oleh tokoh musik sehingga tercipta banyak jenis musik

populer dewasa ini. Musik populer juga selalu memiliki hubungan dengan eksistensi

bangsa atau dalam tataran yang lebih kecil adalah etnik.

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki identitas sebagai negara

multietnik. Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari beragam etnik, seperti:

Jawa, Bali, Madura, Sunda, Tamiang, Kluet, Aneuk Jamee, Aceh Rayeuk, Alas,

Gayo, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Simalungun, Banjar, Bawean, Jawa, Sunda,

Madura, Bali, Sasak, Makassar, Bugis, Ambon, Dayak (Kadazan, Iban, Kenyah,

Modang), Asmat, Danu, Sentani, dan lainnya. Selain itu Indonesia juga dihuni oleh

para pendatang dari kawasan lainnya di dunia.

Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia, yang penduduknya

dari berbagai kelompok etnik, yang secara garis besar dapat digolongkan ke dalam

tiga kategori, yaitu: (a) etnik setempat, yang terdiri dari delapan kelompok etnik:

Melayu, Karo, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Simalungun, Mandailing-Angkola, Pesisir

Tapanuli Tengah, dan Nias, ditambah etnik Lubu dan Siladang; (b) etnik pendatang

Nusantara, seperti: Aceh, Minangkabau, Jawa, Sunda, Banjar, Makasar, Bugis, dan

lainnya; (c) etnik pendatang Dunia, seperti: Hokkian, Hakka, Kwong Fu, Kanton,

(9)

Sumatera Utara berjumlah sekitar 13 juta, termasuk salah satu provinsi terpadat

penduduknya di Indonesia (sumber: www.sumut.go.id).

Etnik Batak Toba adalah salah satu etnik natif Sumatera Utara, yang daerah

kebudayaannya berada di seputar danau Toba, yang kini adalah sebagai salah satu

pusat industri pariwisata di Indonesia. Etnik Batak Toba pada masa sekarang ini

daerah budayanya meliputi empat Kabupaten di Sumatera Utara, yaitu Kabupaten: (a)

Tapanuli Utara, (b) Toba Samosir, (c) Samosir, dan (d) Humbang Hasundutan.

Mereka memiliki berbagai kesenian, seperti sastra, tari (tortor), musik (gondang), dan

rupa (gorga), dan lain-lain. Masyarakat Batak Toba ini sejak abad ke-19 telah

berinteraksi secara pesat dengan peradaban Eropa dan agama Kristen Protetan

khususnya dari organisasi Reinische Mission Gesselschaft (RMG) yang kemudian

berubah menjadi Verenigte Evangelische Mission (VEM). Awalnya agama Protestan

ini berkembang dibawa oleh Ingwer Ludwig Nommensen. Dalam gereja Huria

Kristen Batak Protestan (HKBP) dimasukkan berbagai unsur musik Eropa, seperti

penggunaan ensambel musik tiup, penggunaan empat suara dalam paduan suara

dengan teknik khordal, dan lain-lain.

Kemudian selaras dengan perkembangan teknologi, budaya musik populer

Barat juga masuk ke Indonesia, termasuk ke wilayah budaya etnik Batak Toba.

Mereka dengan didasari oleh pengalaman kultural sebelumnya dengan antusias

mencipta lagu-lagu (musik) populer Batak Toba, dengan berbagai kreativitas dan

akulturasinya dengan budaya Barat. Pada paruh pertama abad ke-20, muncullah

berbagai komponis ternama dari etnik Batak Toba ini. Bahkan beberapa di antaranya

adalah komponis lagu-lagu nasional Indonesia, di antaranya adalah Cornel

Simanjuntak, di samping itu ada Ismail Hutajulu, Nahum Situmorang, Tilhang

(10)

Batak Toba seperti Sidik Sitompul (S. Dis) dan Buntora Situmorang. Sementara itu

muncul pula berbagai kelompok musik populer Batak Toba seperti: Trio Ambisi,

Trio Amsisi, Trio Lasidos, Trio Maduma, Panjaitan Bersaudara, Nainggolan Sisters,

dan yang terkini adalah Marsada Band, dan lain-lain. Dalam pertunjukannya, mereka

melakukan akulturasi antara budaya Barat dan Batak Toba, yang diadun sedemikian

rupa menjadi budaya populer. Musik populer Batak Toba itu berkembang dengan

masuknya pengaruh budaya asing dan berinteraksi dengan budaya Batak Toba.

Awalnya musik populer Batak Toba dipengaruhi oleh musik gereja, yang dapat

ditelusuri melalui penggunaan tangga nada diatonis (diatonic scale) nampak di dalam

melodi-melodi yang diciptakan dan digunakan dalam berbagai peristiwa budaya.

Seiring perkembangan zaman dan teknologi, masyarakat dan para pemusik

Batak Toba banyak mendengar berbagai jenis irama, dengan media utamanya adalah

radio, tape recorder, video compact disk, dan televisi. Karena seringnya mendengar

musik dalam berbagai irama, para pemusik mendapatkan wawasan secara musikal,

alhasil timbul keinginan para pemusik membuat sesuatu yang baru di dalam musik

populer Batak Toba yang membawa musik Batak Toba itu kepada

perkembangan-perkembangan.

Lagu-lagu Batak sendiri banyak dinikmati oleh masyarakat baik yang dari

masyarakat Batak sendiri maupun masyarakat diluar kebudayaa Batak Toba.

Lagu-lagu tersebut merupakan hasil karya dari musisi-musisi Batak seperti Nahum

Situmorang, Tilhang Gultom, Cornel Simanjuntak, Joe Harlen Simanjuntak, L.

Manik, Daulat Hutagaol, Bachtiar Panjaitan, Erick Silitonga, Parhiutan Manik,

Abidin Simamora, dan lain sebagainya. Mereka inilah yang membuat musik dan lagu

Batak bisa dinikmati oleh masyarakat luas khususnya penduduk yang ada di

(11)

Ada beberapa lagu Batak yang cukup popular hinga saat ini, seperti lagu yang

diciptakan oleh musisi-musisi Batak ini sangat terkenal sebut saja Sitogol, Maria,

Sihutur Sanggul, dan lainnya. Lagu-lagu tersebut sudah beberapa kali dirilis ulang

oleh beberapa musisi lain bahkan oleh musisi di era yang berbeda. Selain itu lagu-lagu

tersebut masih terbilang sering disiarakan di beberapa media radio yang menyiarkan

khusus lagu-lagu yang berakar pada budaya Batak, seperti stasiun radio Teladan FM

dan Kardopa FM.

Namun demikian, disisi lain, pada saat musisi-musisi Batak meninggal dunia

dan tidak bisa menghasilkan karya lagi, maka musik Batak pun redup karena adanya

kejenuhan. Sehingga ada sekelompok musisi Batak yang membuat garapan dan

pertunjukan baru dari ciptaan-ciptaan terdahulu dengan memberi warna baru dalam

perindustrian musik Batak, seperti yang dilakukan oleh Marsada Band. Pada masa

kini kelompok band ini sangat diminati oleh para pencinta musik popular Batak.

Bahkan setiap hari di tahun 2011 ini lagu Maria yang mereka garap dan pertunjukkan

ditayangkan di televisi Deli TV, pagi dan sore hari.

Marsada Band adalah kelompok musisi Batak yang berasal dari Pulau Samosir

yang terdirir dari tujuh personil yaitu, (1) Marlundu Situmorang, (2) Monang

Sidabutar, (3) Jannen Sigalinging, (4) Kolous Sidabutar, (5) Pardi Sidabutar, (6)

Lundu Sidabutar, dan (7) Hobbi Sinaga. Mereka inilah yang membawa musik yang

baru, tetapi dengan menggunakan lagu-lagu “lama” (artinya lagu Batak Toba yang

telah ada sebelumnya), yang dikolaborasikan dengan alat musik tradisi Batak dan

modern.

Alat musik yang mereka gunakan antara lain: gitar (melodi, ritem, bas),

marakas, taganing, garantung, kadang-kadang memakai hasapi, dan sulim. Kemudian

(12)

pengatur tempo yang mereka sebut hesek. Mereka ini adalah pemuda-pemuda Batak

Toba yang bisa saya katakan sebagai musisi yang kreatif, karena di samping mereka

memainkan alat musik, mereka juga membuat sebuah kesepakatan untuk bernyanyi

sekaligus memainkan alat musik.

Di saat mereka membuat sebuah grup Marsada Band ternyata respon dari

masyarakat cukup menyukai karya mereka dengan kualitas musik yang mereka buat

sendiri. Sehingga mereka membuat sebuah album musik pertamanya yang terdiri dari

14 lagu dari berebagai pencipta. Tampaknya kelompok Marsada Band ini

memilih-milih lagu-lagu Batak baik yang sifatnya anonim maupun yang telah ada

pengarangnya, yang mereka anggap akan dapat diterima masyarakat pencinta musik

populer Batak.

Lagu-lagu tersebut semuanya adalah lagu Batak. Secara teknis lagu-lagu ini

dinyanyikan dengan vokal, secara responsorial, dengan tekstur homofoni atau

polifoni, dan menggunakan unsur seri harmoni, sebagaimana yang lazim dalam tradisi

music popular Batak Toba. Selain itu, dalam video compact disk (VCD) yang mereka

hasilkan, mereka menggunakan para penari Batak Toba yang cantik-cantik untuk

memanjakan penonton secara audiovisual. Ini juga teknik tersendiri Marsada Band

dalam menggarap dan mempertunjukkan lagu-lagu Batak. Di bawah ini, terdapat 14

(13)

Tabel 1.1

Daftar Lagu-lagu Batak yang Dipertunjukkan Marsada Banda dalam

Album Pertama Mereka

No Judul Lagu Pencipta

1 Maria Joe Harlen Simanjuntak

2 Boasa Ma Abidin Simamora

3 Molo Hu Ingot Parhiutan Manik

4 Marsitogol Nahum Situmorang

5 Di Parsobanan Daulat Hutagaol

6 Rosita Nahum Situmorang

7 Sada Do Bachtiar Simanjuntak

8 Marmasak Sandiri Erick Silitonga

9 Pulau Samosir Nahum Situmorang

10 Baringin Sabatola Nahum Situmorang

11 Sihutur Sanggul NN

12 Gondang Mula-mula NN

13 Silambiak Ni Pinasa NN

14 Sirait Nabolon NN

Sumber: Album Pertama Marsada Band (2009)

Dengan pola-pola menggarap dan mempertunjukkan lagu-lagu dan music

Batak Toba seperti di atas, akhirnya mereka sangat laris diundang oleh masyarakat

(14)

lagu-lagu Batak. Misalnya pada Pesta Danau Toba tahun 2010 dan Pekan Raya 2010.

Bahkan kelompok musik ini akan mengisi acara pada Perayaan Hari Jadi Kabupaten

Samosir (Samosir Fiesta 2011) pada akhir bulan Juli, dan masih banyak lagi.

Di sisi lain, teryata kelompok ini dikenal dan diminati oleh masyarakat luar

negeri terbukti mereka sering diundang untuk mengisi acara bertaraf internasional.

Misalnya pada tahun 2009 mereka diundang untuk melakukan pertunjukan music di

Inggris dan beberapa Negara Eropa lainnya seperti Jerman dan Belanda di tahun yang

sama.

Keunikan lain dari Marsada Band adalah alat musik yang digunakan selain

alat musik yang tersebut di atas, adalah menggunakan balanga (kuali). Awalnya ide

ini datang dari inspirasi pribadi personil Marsada Band, Jannen Sigalingging. Ia

membuat tambahan equipment musik dalam Marsada Band yang mereka sebut Sambo

(Samosir Bonggo). Sambo ini terdiri dari drum, simbal, serta balanga (kuali) yang

juga berfungsi sebagai bas, yang menghasilkan suara boom-boom. Kolaborasi

equipment ini sudah berjalan sejak tahun 2009, tutur Lundu Sidabutar (wawancara

penulis dengannya 20 November 2010).

Dari uraian ini penulis sangat tertarik dengan keunikan dan kreativitas yang

mereka miliki serta menambahkan unsur-unsur musik modern seperti gitar, kontrabas,

dan bas. Sedangkan musik tradisinya garantung, hesek, taganing, dan sulim. Untuk

itu penulis merasa bahwa Marsada Band memang sangat baik untuk dibahas dengan

pendekatan etnomusikologi, karena kemampuan mereka menggarap dan

mempertunjukkan lagu-lagu Batak dengan sentuhan estetikanya, yang kemudian

diterima oleh masyarakat luas.

Berbagai definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan dianalisis oleh

(15)

Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni

Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi

etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk Etnomusikologi, 1995,

yang disunting oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan

Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam

mengemukakan 42 definisi etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi

sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976

(Supanggah ed., 1995).1

`Lihat lebih jauh R. Supanggah, 1995. Etnomusikologi. Surakarta: Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi,

Dari 42 definisi tentang etnomusikologi dapat diketahui bahwa etnomusikologi

adalah fusi dari dua disiplin utama yaitu musikologi dan atropologi, pendekatannya

cenderung multi disiplin dan interdisiplin. Etnomusikologi masuk ke dalam bidang

ilmu humaniora dan sosial sekali gus, merupakan kajian musik dalam kebudayaan,

dan tujuan akhirnya mengkaji manusia yang melakukan musik sedemikian rupa itu.

Walau awalnya mengkaji budaya musik non-Barat, namun sekarang ini semua jenis

musik menjadi kajiannya namun jangan lepas dari konteks budaya. Dengan

demikian, masalah definisi dan lingkup kajian etnomusikologi sendiri akan terus

(16)

Dalam penelitian ini, Marsada Band dapat dikaji dari sisi etnomusikologi, yaitu

mengkaji musik yang digarap dan dipertunjukkannya dalam konteks kebudayaan

Batak Toba secara umum. Yang menjadi permasalahan utama kajian adalah unsur

kreativitas garapan dan pertunjukan musik mereka. Kemudian dalam konteks budaya,

unsur-unsur tradisional dan modern dipadukan dalam garapan musik mereka.

Masyarakat Batak secara umum juga menyukai musik mereka ini. Untuk itu penulis

memberi judul skripsi ini dengan, Analisis Lagu-lagu Batak yang Digarap dan

Dipertunjukan Kembali oleh Marsada Band.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian pada Latar Belakang yang tertera diatas, maka terdapat

pokok permasalahan mengenai tulisan karya ilmiah ini:

1. Bagaimana lagu-lagu Batak (baik yang anonim atau telah ada pengarangnya)

yang digarap dan dipertunjukan kembali dengan kemampuan estetis oleh grup

Marsada Band sehingga disukai oleh masyarakat?

2. Bagaimana eksistensi dan perjalanan karir Marsada Band sehingga dapat

dikenal oleh kalangan masyarakat Batak, bahkan sampai ke Eropa?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian bertujuan untuk mengetahui atau mengungkapkan objek

yang diteliti yang bertujuan untuk menemukan sebuah kesimpulan dari sebuah

masalah antara lain,

1. Untuk mengetahui lebih jelas struktur musikal yang digarap dan

(17)

2. Untuk mengetahui eksistensi perjalanan dari kelompok Marsada Band.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini khusunya terhadap masyarakat luar, pada saat

membaca penulisan karya ilmiah ini. Adapun manfaat tersebut antara lain;

1. Untuk mengetahui alasan mereka dalam mengarap dan mempertunjukkan

musik Batak, menjadi musik gaya mereka sendiri, dan menjadikan musik

Batak lebih dicintai dan dapat dinikmati oleh para pemiliknya.

2. Dapat memberi sumbangsih pemikiran yang sederhana terhadap

perkembangan musik-musik Batak yang lain.

3. Agar masyarakat lebih menyadari bahwa pentingnya musik daerah sendiri.

4. Untuk pengembangan keilmuan, khususnya disiplin etnomusikologi dalam

konteks mengkaji bagaimana seniman-seniman di tempat tertentu mengolah,

menggarap, dan mempertunjukan music dengan estetika yang baru sehingga

diterima oleh masyarakat luas. Tentu saja dalam hal ini menekankan kajian

kepada musik, estetika, fungsionalisasi, dan budaya populer.

5. Menjadikan penulis menjadi sarjana seni dalam konteks menyelesaikan studi

di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera

Utara, yang telah menyelesaikan mata-mata kuliah lainnya. Semoga penulis

bermanfaat bagi etnik Batak Toba, bangsa, dan negara Republik Indonesia.

6. Sebagai bahan kajian lebih lanjut bagi disiplin-disiplin ilmu terkait, baik

(18)

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep merupakan defenisi singkat dari apa yang diamati. Konsep

menentukan variabel-variabel utama dan kita ingin menentukan adanya hubungan

empiris ( Merton, 1963:89).

Dalam penulisan konsep ini, penulis akan menerangkan kata-kata kunci

dalam judul tulisan yaitu: Analisis Lagu-lagu Batak yang Digarap dan Dipertunjukan

Kembali oleh Marsada Band. Agar pembaca memahami maksud dari judul tulisan

ini.

Kata analisis berasal dari kata analisa yaitu, penyelidikan dan penguraian

terhadap masalah untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya serta proses

pemecahan masalah yang dimulai dengan dugaan akan sebenarnya.

Sedangkan struktur adalah bagunan (teoritis) yang terdiri atas unsur-unsur

yang berhubungan satu dengan lain dalam satu kesatuan (Kamus Besar Bahasa

Indonesia 1988).

Kata garapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) adalah

mengandung makna diolah dan diberi suasana estetika. Kata ini juga mengandung

makna adanya proses kreativitas seni yang menjadikan karya-karya seperti music, tari,

teater, dan seni rupa menjadi indah, dan akhirnya disukai oleh banyak orang.

Menurut Takari (2010) seni persembahan telah menjadi suatu disiplin ilmu

pengetahuan yang mencoba menerapkan berbagai kajian dan metodologi, yang

bersifat integratif dan interdisiplin. Kajian perbandingan dilakukan terhadap perilaku

manusia dalam kehidupan sehari-hari, olah raga, sirkus, perayaan, upacara, hingga

kepada pertunjukan musik, tari, dan teater, yang menekankan aspek estetika. Dalam

(19)

sekumpulan konsep dan pendekatan yang spesifik. Ilmu ini menggunakan teori-teori

dan metodologi-metodologi dalam disiplin ilmu antropologi, sosiologi, sejarah, teori

sastera, semiotik, analisis struktural, teori feminimisme, etnologi, analisis gerak-gerik,

psikologi perseptual, estetika, dan teori seni pertunjukan itu sendiri. Untuk

memberikan perspektif persembahan yang terintegrasi, tari dan musik tidak hanya

dipelajari sebagai pertunjukan yang berdiri sendiri, tetapi juga sebagai bagian dari

teater, ritual, dan kehidupan sosiobudaya.

1.4.2 Teori

Untuk mengkaji musik Batak yang digarap dan dipertunjukkan kembali oleh

Marsada Band, penulis menggunakan teori semioti pertunjukan. Seperti yang

dikemukakan oleh owzan dan Pavis (dalam Takari 2008), pendekatan seni salah

satunya mengambil teori semiotika dalam usaha untuk memahami bagaimana makna

diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang membangun sebuah

peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotik adalah Ferdinand de Saussure seorang ahli

bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof dari Amerika Serikat.

Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari

sebuah imaji bunyi (sound image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep

(signified). Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri.

Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri

dari tiga bagian yang saling berkaitan: (1) representatum, (2) pengamat (interpretant),

dan (3) objek. Dalam kajian kesenian berarti kita harus memperhitungkan peranan

seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita

untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Peirce membedakan

(20)

itu menyerupai yang dilambangkan seperti foto, maka disebut ikon. Jika lambang itu

menunjukkan akan adanya sesuatu seperti timbulnya asap akan diikuti api, disebut

indeks. Jika lambang tidak menyerupai yang dilambangkan, seperti burung garuda

melambangkan negara Republik Indonesia, maka disebut dengan simbol.

Dengan mengikuti pendekatan semiotik, maka dua pakar pertunjukan budaya,

Tadeuz Kowzan dan Patrice Pavis dari Perancis, mengaplikasikannya dalam

pertunjukan. Kowzan menawarkan 13 sistem lambang dari sebuah pertunjukan

teater--8 berkaitan langsung dengan pemain dan 5 berada di luarnya. Ketiga belas

lambang itu adalah: kata-kata, nada bicara, mimik, gestur, gerak, make-up, gaya

rambut, kostum, properti, setting, lighting, musik, dan efek suara.

Meriam (1964:44-47) mengatakan apa yang dikerjakan oleh etnomusikologi di

lapangan ditentukan oleh rumusan metodenya yang tidak hanya dari aspek saja, tetapi

sosial budaya, psikologi, dan estetika yang baik. Oleh karena itu ada enam area

pemeriksaan untuk diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah ini, antara lain:

1. kebudayaan material musik,

2. studi terhadap teks nyanyian,

3. studi terhadap kategori musik,

4. studi terhadap para pemusik,

5. studi dengan penekanan pada penggunaan dan fungsi musik, dan

6. studi tentang musik sebagai aktivitas kreatif kebudayaan.

Melalui teori di atas, penulis mengarahkan tulisan ini dengan pembahasan

utama yaitu studi terhadap poin keenam yaitu tentang musik sebagai aktivitas dan

kreativitas kebudayaan yang dilakukan oleh Marsada Band dalam merubah musik

(21)

Bila dilihat dalam pokok permasalahan yang berbicara gaya dan karakter,

disini penulis juga menjelaskan apa itu gaya dan karakter. Menurut Jeff Todd Titon

yang dimaksud gaya dan karakter adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

organisasi bunyi musikal itu sendiri, anatara lain:

1. elemen-elemen nada yaitu, tengga nada, modus, melodi, harmoni, sistem laras,

dan lain-lain,

2. elemen-elemen waktu yaitu, ritme dan metrik,

3. elemen warna suara yaitu, kualitas suara dan warna suara instrumen, dan

4. intensitas bunyi yaitu, keras dan lembut.

Keseluruhan ini tergantung pada aspek estetika suatu kebudayaan musik.

Dengan kata lain, gaya dan nilai estetika secara bersamaan diciptakan suatu bunyi

musikal yang dapat dikenal suatu kelompok masyarakat dan memahaminya sebagai

milik sendiri. Dari uraian konsep dan teori yang tertera diatas inilah yang akan penulis

bahas dalam tulisan karya ilmiah ini terhadap objek yang diteliti.

1.5 Metode Penelitian

Metode yang penulis lakukan adalah dengan cara mencari tahu dan

mewawancari informan pangkal dan informan kunci. Informal pangkal adalah sebuah

informan yang dianggap banyak tahu dan mengerti mengenai kebudayaan Batak.

Mereka sendiri terdiri dari musisi-musisi Batak, dan para budayawan Batak,

selanjutnya dari mereka ini akan terkuat siapa-siapa saja yang sangat cocok untuk

dituliskan ke dalam tulisan karya ilmiah yang menjadi topik pembahasan yang

biasanya disebut informan kunci.

Pada tahap sebelum penulis turun ke lapangan, penulis mempersiapkan segala

(22)

gambar agar lebih jelas dan terbukti. Serta alat perekam suara, pada saat melakukan

wawancara. Kemudian studi kepustakaan sebagai informan awal yang dijadikan acuan

dengan membaca buku-buku serta mencari tahu dengan menggunakan internet yang

berhubungan dengan objek penelitian. Agar dapat berjalan dengan lancar sampai

selesainya penulisan karya ilmiah ini.

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam tulisan ini adalah metode

deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang berdasarkan atas

tujuannya dalam menggambarkan dan menafsirkan data yang dijumpai di lapangan.

Metode ini bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas sifat-sifat suatu individu,

keadaan, gejala, kelompok tertentu, menentukan frekuensi atau penyebaran dari suatu

gejala lain dalam suatu masyarakat (Koentjaraning-rat,1990:29).

Dalam rangka kerja penelitian ini, penulis juga berpedoman pada disiplin

etnomusikologi. Seperti yang disarankan Curt Sachs dalam Nettl (1964:62) yaitu

penelitian etnomusikologi dibagi dalam dua jenis pekerjaan yakni kerja lapangan

(field work) dan kerja laboratorium (deks work). Kerja lapangan meliputi studi

kepustakaan, observasi, wawancara, dan perekaman lagu. Sedangkan kerja

laboratorium meliputi pembahasan dan penganalisisan data yang telah diperoleh

selama penelitian. Sehingga melalui pendekatan ini penulis lebih terfokus dan

memusatkan objek yang ingin diteliti untuk dituliskan kedalam karya ilmiah ini serta

dapat dipertangung jawabkan.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Maksud dari studi kepustakaan adalah mendapat data berupa tulisan yang

bersal dari buku-buku, jurnal, majalah seni, skripsi-skripsi di Perpustakaan

(23)

Sehingga pada tahap awal dalam kerja lapangan ini, penulis terlebih dahulu

melakukan studi kepustakaan yaitu mencari buku, makalah, skipsi-skripsi

Etnomusikologi dan literatur-literatur yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

Studi kepustakaan ini dipergunakan untuk mengetahui konsep-konsep dan teori-teori

yang erat kaitannya dengan apa yang akan diteliti. Studi ini merupakan landasan bagi

penulis dalam melakukan penelitian.

1. Buku-buku yang digunakan adalah Kebudayaan Musik Pasifik, Timur Tengah,

dan Asia yang diterjemahkan oleh Muhammad Takari (1993). Bku aslinya adalah

dalam bahasa Inggris oleh William P. Malm, 1977. Music Cultures of the Pacific,

Near East, and Asia. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Buku ini menjadi

panduan untuk menganalisis melodi lagu-lagu yang dipertunjukkan dan digarap

kembali oleh Marsada Band.

Untuk penulisan karya ilmiah ini, penulis juga mencari tahu lewat internet.

2. Tulisan ilmiah lainnya yang digunakan untuk enambah wawasan adalah

skripsi Ruth Apulina Sitompul yang berjudul Musik Populer Barat dalam Kehidupan

Generasi Muda di Medan: Suatu Kajian Sosiomusikologis. Dalam skripsi ini dibahas

pengaruh musik terhadap generasi muda ditinjau dari aspek sosiologi dan psikologi.

Ruth Apulina Sitompul mengatakan musik populer yang diciptakan seorang atau lebih

disukai dan diminati masyarakat cepat menyebar luas, sarana penyebarannya adalah

media massa elektronik. Musik populer sangat dekat dengan masyarakat khususnya

generasi muda karena dapat mewakili jiwa mereka dan menunjukkan hubungan antara

sosiologi dan musik. Dalam skripsi ini juga dibahas tentang masyarakat khususnya

generasi muda dalam kehidupan sehari-hari mempunyai hubungan dengan dunia

musik dan saling mempengaruhi timbal balik.

3. Skripsi Ivo Kesuma yang berjudul Musik Populer Batak Toba: Suatu

Observasi Musikologi-diskografis. Di dalam skripsi ini dikaji perkembangan musik

populer Batak Toba dan minat umum masyarakat Batak Toba secara umum di dalam

(24)

dari tradisinya sendiri sangat umum khususnya generasi muda, lagu-lagu populer

Batak Toba merupakan gambaran tentang kehidupan masyarakat Batak Toba.

4. Buku yang berjudul Musik dan Ideologi Pasar karangan C. Teguh Budiarto.

Di dalam buku ini diutarakan bahwa musik tidak hhanya enak didengarkan melainkan

juga bisa melenakan pendengarnya. Musik modern telah kehilangan auura, telah

kehilangan pamornya. Penyebabnya musik tidak lagi otonom dalam penciptaannya,

dia hanya menjadi alat ideologis kelompok tertentu. Tegasnya, musik telah menjadi

propaganda pihak-pihak tertentu. Termasuk menjadi alat kepentingan pasar, ketika

kaum borjuis memperhitungkan pasar dalam segala bidang seiring dengan

meningkatnya industrialisasi—industri budaya dan perdagangan seni.

4. Peter Manuel dalam bukunya yang bertajuk Popular Music of the

non-Western Worlds: An Introduction Survey. Dalam buku in dikaji secara umum

keberadaan mussik-musik populer yang ada di seluruh dunia di luar kebudayaan

Barat. Misalnya saja musik-musik populer di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

5. Untuk mengkaji fungsi musik populer Batak Toba dalam masyarakatnya,

peneliti menggunakan teori fungsionalisme. Teori ini pada prinsipnya menyatakan

bahwa segala aktivitas kebudayaan sebenarnya bermaksud memuaskan suatu

rangkaian dan kebutuhan-kebutuhan naluri manusia yang berhubungan dengan

kehidupannya, misalnya: kesenian timbul karena pada mulanya manusia hendak

memuaskan kebutuhan nalurinya akan keindahan; ilmu pengetahuan timbul karena

kebutuhan naluri manusia untuk selalu ingin tahu. Dalam konteks seni dangdut,

seni ini muncul karena berbagai kebutuhan dalam budaya masyarakat Indonesia.

6. Buku lainnya yang menjadi panduan untuk mengkaji fungsi musik populer

dalam budaya etnik Batak Toba, terutama penerimaan masyarakat Batak Toba

terhadap lagu-lagu garapan Marsada Band dan fungsinya, adalah karya Merriam yang

berjudul The Anthropology of Music (1964). Sebagai salah seorang ahli teori

fungsionalisme dalam etnomusikologi, secara implisit mengemukakan gagasan bahwa

fungsi itu memiliki dua pengertian, yaitu sebagai penggunaan (uses) dan fungsi

sebagai fungsi (function).

(25)

hand, is inseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment af a sense of security vis-vis the universe. "Use" them, refers to the situation in which music is employed in human action; "function" concerns the reason for its employment and particularly the broader purpose which it serves (1964:210).

Menurut Merriam, seperti kutipan di atas, musik dipergunakan dalam

situasi tertentu yang menjadi bagian darinya--fungsi ini dapat atau tidak dapat

menjadi fungsi yang lebih dalam. Ia memberikan contoh, jika seseorang

menggunakan nyanyian untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu dapat

dianalisis sebagai kontinuitas dan kesinambungan keturunan. Mekanismenya

fungsional seperti itu adalah melalui penari, pembaca doa, ritual yang

diorganisasikan, dan kegiatan-kegiatan seremonial. "Penggunaan" menunjukkan

situasi musik dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan "fungsi" memperhatikan

pada sebab yang ditimbulkan oleh pemakaiannya, dan terutama tujuan-tujuan yang

lebih jauh dari apa yang dilayaninya.

7. Untuk mengkaji respons masyarakat Batak Toba terhadap musik populer

Batak Toba yang digarap dan dipertunjukkan oleh Marsada Band, penulis

mempergunakan teori perilaku musik. Seperti yang dikemukakan oleh R. Douglas

Greer.

Music behaviors include performance, composition, analytical conceptualization (e.g., verbal behavior), and listening. One may assume responsibility for music instruction and not regard oneself as responsible for music learning. Many, if not all, professional musicians have some responsibility for music instruction: performer, musicologists, composers, theoriests, and conductors commit a portion of their careers to educationally related tasks such as children’s concerta and academic appointments. Indeed, it is difficult to think of a single musician who is not concerned in some manner with music instruction. Although many rerecognize this association with music instruction, some musicians do not regard themselves as being responsible for music learning (Greer 1975:3).

Menurut Greer seperti kutipan di atas perilaku musik mencakup pertunjukan,

komposisi, konseptualisasi analitis (misalnya perilaku verbal atau bahasa), dan belajar

dengan cara mendengar. Sebagian besar musisi (seniman, musikolog, komposer, ahli

teori, dan dirigen) memiliki berbagai respons dalam menginstruksikan musik yang

(26)

Batak Toba dalam merespons musik populer Batak Toba yang digarap dan

dipertunjukkan oleh Marsada Band.

1.5.2 Pegumpulan Data di Lapangan

1.5.2.1 Observasi

Kerja lapangan berkaitan dengan pengumpulan data melalui kaset-kaset dan

CD kemudian penulis pun langsung melakukan penelitian di lapangan yaitu melihat

bagaimana cara Marsada Band merubah musik dari lagu-lagu batak yang terdahulu.

Selain itu, mencari informal pangkal yang mendukung dan membuka jalan bagi

penulis untuk bertemu dan mengenal lebih jauh group Marsada Band itu sendiri,

sehingga sedapat mungkin informan pangkal tersebut berasal dari kebudayaan yang

sama dengan informal kunci.

1.5.2.2 Wawancara

Dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara jenis wawancara

riwayat secara lisan (Moleong, 2000:137). Wawancara ini dimaksudkan

mewawancarai sang informan kunci secara mengalir tanpa adanya draft pertayaaan

yang disusun. Wawancara tidak terkesan kaku melainkan terkesan santai seperti

pembicaraan sehari-hari.

Kemudian penulis menggunakan 2 jenis informan yaitu, informan pangkal,

dan informan pokok (koetjaraningrat 1977:163-164), yang menjadi informan pangkal

saya adalah teman saya sendiri marin mahasiswa Universitas Negeri Medan sebagai

penunjuk tempat ataupun lokasi dari personil Marsada Band sendiri. Sebagai

informan pokok (kunci) adalah Marsada Band sendiri sebagai objek penelitian penulis

(27)

1.5.2.3 Rekaman

Dalam penulisan ini penulis menggunakan beberapa instrumen pendukung

antara lain kamera digital merk Lumix DMC-FX 12. Kamera digunakan untuk

merekam proses wawancara dan saat masa observasi/ penelitian lapangan. Selain itu,

penulis juga menggunakan rekaman komersial dalam bentuk Album Pertama Marsada

Band. Alasannya melalui album inilah Marsada Band menjadi popular di kalangan

masyarakat. Album ini juga mengekspresikan aspek garapan dan pertunjukan musik

dipadu dengan tarian.

1. 5. 3 Kerja Laboratorium

Seluruh hasil wawancara dan rekaman oleh informan kunci yang penulis

dapatkan dari penelitian, penulis langsung kelapangan kemudian diolah kedalam

laboratorium. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan hasil transkripsi dan analisis

musik yang mereka buat serta menyusun perjalan karir mereka.

Kemudian pada tahap akhir semua data yang sudah terkumpul di analisa

kembali dengan menyaring data, meyeleksi data, menambah data yang kurang,

memodifikasi teori dan pengkalsifikasian data, dengan tujuan agar penulis dapat

menjawab permasalahan yang ada dengan benar sesuai dengan fakta.

1. 6 Lokasi Penelitian

Pada tahap penelitian penulis mencari tahu letak kehadiran dari markas

Marsada Band sendiri. Setelah penulis sempat mencari tahu dengan bertanya-tanya

kepada orang yang mengenal dan mengetahui lebih dekat terhadap group Marsada

Band ini, pada akhirnya penulis mendapat informasi dari salah seorang teman saya

(28)

Adapun alas an penulis memilih lokasi penelitian di Samosi dikarenakan

personil Marsada Band tinggal dan kebanyakan berkarya di daerah tersebut, tetapi

tidak menutup kemungkinan didaerah-daerah lain seperti tarutung dan di Medan

sendiri, untuk mendapatkan informan untuk memperoleh data-data yang konkrit

dalam penulisan karya ilmiah ini.

1.7 Kerangka Penulisan

Tulisan dalam bentuk skripsi ini, secara pengorganisasiannya ditbagi ke dalam

lima bab. Setiap bab dipandag sebagai satu kesatuan yang dekat dan menyatu. Adapun

setiap bab dirinci sebagai berikut.

Bab I, merupakan Pendahuluan yang terdiri dari sub-sub bab: Latar Belakang

Masalah, Pokok Permasalahan, Tujuan daan Manfaat Penelitian, Tujuan Penelitian,

Manfaat Peneilitian, Konsep dan Teori (Konsep, Teori), Metode Penelitian (Studi

Kepustakaan, Pengumpulan Data di Lapangan, Observasi, Wawancara, Rekaman,

Kerja Laboratorium, dan Lokasi Penelitian).

Bab II diberi judul Deskripsi Kebudayaan Batak Toba di Pulau Samosir.

Adapun sub-sub babnya adalah sebagai berikut: Agama, Bahasa, Mata Pencaharian

(Ekonomi), Sistem Organisasi, Kesenian, Pendidikan, dan Teknologi. Ini dilakukan

menurut kajian antropologis yang biasanya dalam mendeskripsikan kebudayaan

mencakup tujuh unsur universalnya seperti tersebut di atas.

Bab III berjudul Perjalanan Karir Bermusik Marsada Band. Kemudian judul

ini didukung oleh sub-sub bab: Sejarah terbentuknya grup Marsada Band, Sistem

Perekrutan Anggota, Keberadaan dan Eksistensi, Sistem Pembelajaran dan Proses

(29)

Pandangan Masyarakat, Tempat Pertunjukan, Pendukung, dan Prestasi yang Pernah

Diraih.

Selanjutnya Bab IV berjudul Garapan, Pertunjukan, Transkripsi, dan Analisis

Lagu-lagu Batak oleh Marsada Band. Judul ini didukung oleh sub-sub bab sebagai

berikut: Garapan, Pertunjukan, Transkripsi (Metode Pentranskrip-sian, Sistem

Notasi, Analisis musik Batak yang Digarap kembali oleh Marsada Band.

Bab V adalah Bab Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Kesimpulan dibuat dalam rangka menjawab dua pokok permasalahan yang telah

ditetapkan di dalam Bab I. Sementara saran adalah berupa pemikiran penulis untuk

menjaga eksistensi musik Batak, khususnya dalam kerangka bagaiman kebijakan

(30)

BAB II

DESKRIPSI KEBUDAYAAN BATAK TOBA

SEBAGAI LATAR BELAKANG BUDAYA

PARA ANGGOTA MARSADA BAND

2.1 Asal-usul Orang Batak

Asal-usul orang Batak sulit untuk ditelusuri dikarenakan minimnya situs

menelusuri asal-usul suku Batak. Dengan mengutip dari berbagai sumber termasuk

tulisan diberbagai buku-buku dan artikel-artikel yang membahas mengenai Batak,

bahwa suku Batak adalah salah satu dari ratusan suku yang terdapat di Indonesia.

Suku Batak terdapat di wilayah Sumatera Utara. Menurut legenda yang dipercayai

sebahagian masyarakat Batak bahwa suku Batak berasal dari Pusuk Buhit, Daerah

Sianjur Mula-Mula sebelah barat Pangururan di pinggiran Danau Toba (Batara Sangti

1977).

Menurut beberapa ahli sejarah, mereka menjelaskan bahwa si Raja Batak dan

rombonganya berasal dari Thailand yang menyeberang ke Sumatera melalui

Semenanjung Malaysia dan akhirnya sampai ke Sianjur Mula-mula dan menetap di

sana. Sedangkan dari prasasti yang ditemukan di Portibi, yang bertahun 1208 dan

dibaca oleh Prof. Nilakantisari seorang guru besar ahli kepurbakalaan yang berasal

dari Madras India, peninggalan sejarah yang menceritakan tentang suku Batak, maka

sering dikatakan bahwa India pada tahun 1024 di bawah pemerintahan kerajaan Cola

menyerang Sriwijaya dan menguasai daerah Barus. Pasukan dari kerajaan Cola

kemungkinan adalah orang-orang Tamil karena ditemukan sekitar 1500 orang Tamil

yg bermukim di Barus pada masa itu. Tamil adalah nama salah satu suku yg terdapat

(31)

2.2 Tujuh Unsur Kebudayaan Suku Batak Toba

Manusia adalah makluk hidup yang tidak akan pernah lepas dari yang

namanya kebudayaan, dalam budaya terdapa 3 unsur kebudayaan antara lain, (1)

budaya sebagai wujub suatu kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia, (2)

budaya wujud dari aktivitas manusia itu sendiri, (3) budaya juga wujud sebagai benda.

Di samping itu, kebudayaan juga memiliki 7 unsur kebudayaan yang setiap

budaya pasti memilikinya termaksud suku Batak Toba, seperti bahasa, sistem

ekonomi, sistem teknologi, sistem mata pencaharian hidup, organisasi sosial, sistem

pengetahuan (pendidikan), religi, dan kesenian. Di bawah ini akan dibahas

satu-persatu tujuh unsur dalam budaya khususnya Batak Toba berikut.

2.2.1 Bahasa

Bahasa adalah sebuah alat komunikasi bagi manusia termasuk suku Batak,

bahasa yang digunakan dalam suku Batak Toba disebut bahasa Batak, yang dimana

ini menjadi bahasa sehari-hari bagi orang Batak. Sama halnya dengan Marsada Band,

grup ini menggunakan bahasa Batak Toba sebagai bahasa sehari-hari mereka dan

lagu-lagu yang digunakan juga bernuasa Batak.

2.2.2 Mata Pencaharian Hidup

Pada umumnya masyarakat Batak yang tinggal di seputaran Samosir

bermatapencaharian dengan bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat

dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mendapat tanah, tetapi tidak

boleh menjualnya. Berternak juga merupakan salah satu mata pencaharian suku Batak

antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan

(32)

kerajinan juga cukup berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu,

tembikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.

2.2.3 Organisasi Sosial

Organisasi adalah sebuah kumpulan masyarkat yang memiliki tujuan, baik

dalam bentuk mempererat persaudaran, dan lain sebagainya, sehingga dalam konsep

orang Batak teman itu sangat penting ada ungkapan yang selalu dipegang oleh orang

Batak dalam mempererat hubungan persaudaraan yaitu manat mardongan tubu, elek

marboru, dan somba marhula-hula yang artinya bagus-bagus lah berteman, sayangi

boru, dan hormati hula-hula.

Kumpulan atau organisasi yang sering dibentuk oleh orang Batak adalah,

kumpulan gereja, yang disebut Partagiangan. Kemudian Serikat Tolong Menolong

(STM) ini biasanya organisasi satu kampung, yang tujuannya di saat salah satu

kerabat yang berpesta semua ikut membantu. Kemudian organisasi yang dikuti oleh

orang Batak adalah kumpulan marga (klen). Jadi kumpulan tersebut marganya sama,

ini biasanya mereka meneruskan organisasi atau kumpulan yang pernah di ikuti oleh

orang tuanya (turun temurun).

2.2.4 Sistem Pengetahuan

Orang Batak terkenal sebagai orang yang keras, pemberani, kasar, tetapi tegas.

Sehingga banyak sekali orang Batak yang menjadi pengacara-pengacara hebat sebut

saja Hotman Paris Hutapea, Hotman Sitompul, Ruhut Sitpmpul, Muchtar Pakpahan,

dan masih banyak lagi. Selain itu orang Batak sendiri, salah satu masyarakat yang

suku pintar dalam berhitung, sehingga banyak sekali orang Batak yang bekerja di

(33)

Konsep orang tua dalam dunia pendidikan adalah anaknya harus bertitel. Jadi

tidak heran jika kita lihat ibu-ibu berjualan di pasar pagi di kawasan Batak Toba yang

memang mayoritas itu orang Batak, tetapi anak-anak mereka selalu sekolahnya tinggi,

dalam arti tidak ketinggalan zaman. Sehingga ada lagu yang mengatakan Anakkhoki

Do Hamoraon Di Ahu, yang artinya anakku itulah kekayaanku.

Begitu juga dengan Marsada Band, konsep itu juga melekat di dirinya untuk

menyekolahkan anaknya sampai tamat dan memiliki gelar. Karena itu menjadi satu

kebanggaan tersendiri bagi orang Batak.

2.2.5 Religi (Agama)

Religi berasal dari religion yang berarti kepercayaan kepada hal-hal spiritual,

perangkat kepercayaan dan spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri dari

ideologi mengenai hal-hal yang bersifat spiritual. Koentjaraningrat (1985:144-145)

mengatakan bahwa religi terdiri dari 4 komponen yaitu:

1. Emosi keagamaan,

2. Sistem keyakinan manusia tentang sifat Tuhan, tentang wujud akan gaib

(supranatural), serta nilai, norma-norma dan ajaran dari religi yang bersangkutan,

3. Sistem ritus dan upacara yang merupakan usaha manusia mencari hubungan

dengan Tuhan, dewa-dewa atau mahluk halus yang mendiami alam gaib, dan

4. Umat dan kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan dan melaksanakan

ritus dan upacara.

Sebelum masuknya agama Kristen dan agama Islam ke tanah Batak,

masyarakat mengenal konsepsi kepercayaan bahwa yang menguasai alam semesta ini

dan yang menciptakannya adalah Mulajadi Nabolon. Ia Maha Besar, Maha Mutlak,

(34)

Masyarakat Batak Toba mengenal beberapa konsep tentang roh dan jiwa,

yakni: (1) Tondi, yang merupakan roh seseorang yang memiliki kekuatan sebagai

penggerak raga. Tondi sudah dapat diterima seseorang semasa dalam kandungan. (2)

Sahala, yaitu kekuatan atau daya khusus dari tondi. Sahala merupakan pemberian

Mulajadi Nabolon kepada seseorang dalam kualitas dan jumlah yang berbeda. (3)

Begu, yaitu tondi dari orang yang telah meninggal.

Setelah agama Kristen dan agama Islam memasuki Tanah Batak khususnya,

sebagian besar masyarakat menerima agama tersebut. Masyarakat desa mayoritas

memeluk agama Kristen Katholik dan Kristen Protestan. Akan tetapi sampai saat ini

masih ada masyarakat yang menganut kepercayaan Batak Toba asli yang disebut

dengan Ugamo Malim (Parmalim).

Sama seperti agama lainnya, Parmalim juga mempunyai acara ibadah rutin

yang biasanya dilaksanakan pada hari sabtu. Ibadah ini disebut dengan Mararisabtu.

Selain Mararisabtu ibadah yang rutin dilaksanakan, yakni : Mangan Napaet, yaitu

upacara peribadatan memohon pengampunan dosa ; Sipaha Sada, yaitu upacara

peribadatan penyambutan kelahiran Tuhan Simarimbulubosi dan juga merupakan

penyambutan tahun baru Ugamo Malim; Sipaha Lima, yaitu upacara syukuran kepada

Ompung Mulajadi Nabolon.

Selain upacara tersebut, upacara peribadatan yang secara khusus yang

dilakukan parmalim yakni: martutuaek, yaitu upacara pembabtisan dan pemberian

nama pada bayi yang baru lahir; mardebata, yaitu upacara yang dilakukan sebagai

sarana pengampunan dosa; pasahat tondi, yaitu upacara penyerahan roh orang yang

telah meninggal.

Kini, di tahun 2000-an sebagian besar masyarakat Batak Toba beragama

(35)

Protestan (HKBP). Selain itu, di antara orang Batak Toba sendiri ada ang beragama

Katholik, Isaam, dan lainnya. Mereka berinteraksi dan membentuk jalinan social

sebagai etnik Batak Toba. Ini sangat dirasakan baik di daerah maupun perantauan

orang Batak Toba.

2.2.6 Sistem Teknologi

Masyarakat Batak Toba telah mengenal dan mempergunakan alat-alat

sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti

cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa

Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata

tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang

panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi

lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi

dalam kehidupan adat Batak.

2.2.7 Kesenian

Seni adalah ekspresi seseorang dalam berkarya baik dalam bentuk musik, tari,

lukis, dan lain sebagainya. Dalam arti luas seni patung adalah seni tiga dimensi.

Setiap bentuk tiga dimensi dapat disebut patung. 1. Seni rupa adalah kesenian yang

dinikmati melalui indra penglihatan atau mata. 2. Seni suara adalah kesenian yang

dinikmati melalui indra pendengaran atau telinga. Seni rupa dapat dibedakan menjadi

empat macam, yaitu: 1. seni patung, 2. seni relief, 3. seni lukis atau gambar, dan 4.

seni rias. Adapun seni suara dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1. seni

vokal, 2. seni instrumental, dan 3. seni sastra. Berdasarkan bentuknya seni sastra

(36)

Musik dalam budaya Batak Toba terdiri dari musik vokal dan instrumental.

Musik vokal yang disebut ende dan musik instrumental yang disebut gondang. Ende

dapat dibagi menurut fungsi dan tujuan lagu tersebut. Jenis-jenis ende adalah ende:

(a) mandideng, nyanyian untuk menidurkan anak, (b) sipaingot nyanyian yang isi

teksnya berupa pesan kepada anak perempuan yang akan menikah,, (c) pargaulan,

nyanyian solo khorus oleh kaum muda pada waktu senggang, (d) tumba, nyanyian

khusus untuk iringan tari tumba, biasanya saat terangbulan, (e) sibaran yanyian yang

menceritakan penderitaan yang berkepanjangan yang menimpa seseorang atau

keluarga, (f) pasu-pasuan, nyanyian yang berkenaan dengan pemberkatan, yang

bersiri lirik-lirik tentang kekuasaan Tuhan, biasanya dinyanyikan oleh orang tua

kepada anaknya, (g) hata yaitu nyanyian yang dinyanyikan dengan ritme yang

“monoton” seperti metric speech atau rap dengan lirik berupa pantuk dengan

persajakan AABB dengan memiliki jumlah suku kata yang relatif sama setiap

barisnya. Biasanya nyanyian ini dilakukan sekelompok anak yang dipimpin oleh

seorang yang lebih dewasa atau orang tua, (h) andung, yaitu nyanyian yang

menceritakan riwayat hidup seseorang yang telah meninggal, baik pada waktu di

depan jenazah ataupun setelah dikubur. Nyanyian ini secara spontanitas dengan garis

melodi yang bebas (Ben Pasaribu 1986:27-28).

Masyarakat Batak Toba umumnya memiliki rasa musikalitas dalam

kehidupannya, yang dalam penciptaan musik baru tanpa perlu terlalau jauh

meninggalkan tradisi nenek moyangnya. Orang Batak Toba umumnya terkenal

memiliki suara yang baik, yang dapat dilihat melalui kebiasaannya yang hobi

bernyanyi pada saat-saat berkumpul dan juga dalam mengadakan upacara-upacara

adat Batak, selalu menghadirkan musik. Misalnya pada upacara kematian,

(37)

memiliki berbagai fungsi sosial, baik yang sifatnya sekuler, maupun ritual. Hal ini

juga dideskripsikan oleh Hilman Situmorang (1988:151): “Rap adong do kesenian

marende dohot marandung di halak Batak, alai gumondang ma ummalo marende

sian na malo mangandung.” Artinya adalah bahwa kesenian menyanyi dan

bersenandung bersamaan kelahirannya pada masyarakat batak Toba, tetapi lebih

banyak orang yang lebih pandai menyanyi dari pada bersenandung (mangandung).

Seni suara masyarakat Batak Toba berbagai macam jenis ada seni suara joting

yaitu nyanyian di atas sampan (perahu) yang biasanya berisi 12 orang. Bila satu

orang bernyanyi maka yang lainnya menyahut sambil mengayunkan dayungnya.

Tujuan dari joting ini agar rasa lelah yang merendah bisa dikesampingkan, selain

untuk menjalin kekompakan, joting biasanya nyanyian yang selalu menceritakan

tetang kehidupan. Joting juga ada khusus untuk muda-mudi. Biasanya dalam

nyanyian joting ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu, wanita dan pria, yang dimana

masing-masing kelompok akan berusaha saling menjatuhkan dalam bahasa Batak

maraloalo. Baik dalam bentuk pujian, sanjungan, ejekan, dan sindiran sepanjang tidak

meremehkan dan merendahkan. Kemudian ada seni suara yang dikenal dengan oing

nyanyian sedikit mirip dengan Sinden di Jawa, nyanyian ini pun biasanya di

nyanyikan oleh wanita sudah lanjut usia, sambil bertenun ulos,dan merajuk keranjang

di tengah malam, kemudian angguk dan andung sama-sama nyanyian ratapan. Namun

demikian, kedua nyanyian ini memiliki perbedaannya masing-masing. Jika andung

adalah nyanyian untuk mengundang orang untuk meneteskan air mata, sedangkan

angguk adalah tidak nyanyian yang semua di sekelilingnya histeris, dan lain

(38)

Selain seni suara ada juga ensambel musik Batak Toba yaitu gondang. Pada

tradisi musik Toba, kata gondang (secara harfiah) memiliki banyak pengertian. Antara

lain mengandung arti sebagai:

1. seperangkat alat musik,

2. ensambel musik,

3. komposisi lagu (kumpulan dari beberapa lagu), makna lain dari kata ini, berarti

juga sebagai

4. menunjukkan satu bagian dari kelompok kekerabatan, tingkat usia; atau

orang-orang dalam tingkatan status sosial tertentu yang sedang menari (manortor) pada

saat upacara berlangsung.

Pengertian gondang sebagai perangkat alat musik, yakni gondang Batak.

Gondang Batak sering diidentikkan dengan gondang sabangunan atau ogung

sabangunan dan kadang-kadang juga diidentikkan dengan taganing (salah satu alat

musik yang terdapat di dalam gondang sabangunan). Hal ini berarti memberi kesan

kepada kita seolah-olah yang termasuk ke dalam gondang Batak itu hanyalah

gondang sabangunan, sedangkan perangkat alat musik Batak yang lain, yaitu:

gondang hasapi tidak termasuk gondang Batak. Padahal sebenarnya gondang hasapi

juga adalah gondang Batak, akan tetapi istilah gondang hasapi lebih dikenal dengan

istilah uning-uningan daripada gondang Batak. Gondang dalam pengertian ensambel

musik terbagi atas dua bagian, yakni gondang sabangunan (gondang bolon) dan

gondang hasapi (uning-uningan). Gondang sabangunan dan gondang hasapi adalah

dua jenis ensambel musik yang terdapat pada tradisi musik Batak Toba. Secara umum

fungsi kedua jenis ensambel ini hampir tidak memiliki perbedaan keduanya selalu

(39)

upacara-upacara seremonial lainnya. Namun demikian kalau diteliti lebih lanjut, kita akan

menemukan perbedaan yang cukup mendasar dari kedua ensambel ini.

Sebutan gondang dalam pengertian komposisi menunjukkan arti sebagai

sebuah komposisi dari lagu (judul lagu secara individu) atau menunjukkan kumpulan

dari beberapa lagu/repertoar, yang masing-masing ini bisa dimainkan pada upacara

yang berbeda tergantung permintaan kelompok orang yang terlibat dalam upacara

untuk menari, termasuk di dalam upacara kematian saur matua. Misalnya Gondang

Si Bunga Jambu, Gondang Si Boru Mauliate, dan sebagainya. Kata si bunga jambu, si

boru mauliate, dan malim menunjukkan sebuah komposisi lagu, sekaligus juga

merupakan judul dari lagu (komposisi) itu sendiri.

Berbeda dengan Gondang Somba, Somba Didang-Didang dan Gondang

Elek-elek (Lae-lae). Meskipun kata gondang di sini juga memiliki pengertian komposisi,

namun kata sombai; didang-didangi dan elek-elek memiliki pengertian yang

menunjukkan sifat dari gondang tersebut, yang artinya ada beberapa komposisi yang

bisa dikategorikan di dalam gondang-gondang yang disebut di atas, yang merupakan

“satu keluarga gondang”. Komposisi dalam “satu keluarga gondang,” memberi

pengertian ada beberapa komposisi yang memiliki sifat dan fungsi yang sama, yang

dalam pelaksanaannya tergantung kepada jenis upacara dan permintaan kelompok

orang yang terlibat dalam upacara. Misalnya Gondang Debata (termasuk di dalamnya

komposisi gondang Debata Guru, Debata Sari, Bana Bulan, dan Mulajadi); Gondang

Sahalai, dan Gondang Habonaran.

Gondang dalam pengertian repertoar contohnya Si Pitu Gondang atau

kadang-kadang disebut juga Gondang Parngosi (baca Pargocci) atau Panjujuran Gondang

(40)

awal dari semua jenis upacara yang melibatkan aktivitas musik sebagai salah satu

sarana dari upacara masyarakat Batak Toba.

Semua jenis lagu yang terdapat pada Si Pitu Gondang merupakan “inti” dari

keseluruhan gondang yang ada. Namun, untuk dapat mengetahui lebih lanjut jenis

bagian apa saja yang terdapat pada Si Pitu Gondang tampaknya cukup rumit juga

umumnya hanya diketahui oleh pargonsi saja. Lagu-lagu yang terdapat pada Si Pitu

Gondang dapat dimainkan secara menyeluruh tanpa berhenti, atau dimainkan secara

terpisah (berhenti pada saat pergantian gondang). Repertoar ini tidak boleh ditarikan.

Jumlah gondang (komposisi lagu yang dimainkan harus di dalam jumlah bilangan

ganjil, misalnya: satu, tiga, lima, tujuh).

Kata gondang dapat dipakai dalam pengertian suatu upacara misalnya

Gondang Mandudu (upacara memanggil roh) dan upacara Saem (upacara ritual).

Gondang dapat juga menunjukkan satu bagian dari upacara di mana kelompok

kekerabatan atau satu kelompok dari tingkatan usia dan status sosial tertentu yang

sedang menari, pada saat upacara tertentu misalnya: gondang suhut, gondang boru,

gondang datu, gondang naposo dan sebagainya. Jika dikatakan gondang suhut,

artinya pada saat itu Suhut yang mengambil bagian untuk meminta gondang dan

menyampaikan setiap keinginannya untuk dapat menari bersama kelompok

kekerabatan lain yang didinginkannya. Demikian juga boru, artinya yang mendapat

kesempatan untuk menari; gondang datu, artinya yang meminta gondang dan menari;

dan gondang naposo, artinya muda-mudi yang mendapat kesempatan untuk menari.

Selain kelima pengertian kata gondang tersebut, ada juga pengertian yang lain

yaitu yang dipakai untuk pembagian waktu dalam upacara, misalnya gondang sadari

saboringin yaitu upacara yang didalamnya menyertakan aktivitas margondang dan

(41)

secara keseluruhan dalam satu upacara dapat meliputi beberapa pengertian seperti

yang tertera di atas. pengertian gondang sebagai suatu ensambel musik tradisional

khususnya, maksudnya untuk mengiring jalannya upacara kematian saur matua.

Banyak istilah yang diberikan para ahli kebudayaan ataupun istilah dari

masyarakat Batak itu sendiri terhadap gondang sabangunan, antara lain: ogung,

ogung sabangunan, gordang parhohas na ualu (perkakas nan delapan) dan

sebagainya. Tetapi semua ini merupakan istilah saja, karena masing-masing pada

umumnya mempunyai pengertian yang sama.

Di antara istilah-istilah tersebut di atas, istilah yang paling menarik perhatian

adalah parhohas na ualu yang mempunyai pengertian perkakas nan delapan. Istilah

ini umumnya dipakai oleh tokoh-tokoh tua saja, dan biasanya disambung lagi dengan

kalimat, “Simaningguak di langit natondol di tano” (artinya berpijak di atas tanah

sampai juga ke langit). Menurut keyakinan suku bangsa Batak Toba dahulu, apabila

gondang sabangunan tersebut dimainkan, maka suaranya akan kedengaran sampai ke

langit dan semua penari mengikuti gondang itu akan melompat-lompat seperti

kesurupan di atas tanah (na tondol di tano). Biasanya semua pendengar mengakui

adanya sesuatu kekuatan di dalam gondang itu yang dapat membuat orang bersuka

cita, sedih, dan merasa bersatu di dalam suasana kekeluargaan.

Gondang sabangunan disebut parhohas na ualu, karena terdiri dari delapan

jenis instrumen tradisional Batak Toba, yaitu: taganing, sarune, gordang, ogling

ihutan, ogling oloan, ogling panggora, ogung doal, dan hesek tanpa odap. Kedelapan

intrumen itu merupakan lambang dari kedelapan mata angin, yang disebut desa na

ualu dan merupakan dasar yang dipakai untuk sebutan Raja Na Ualu (Raja Nan

(42)

Pada masa awal perkembangan musik gondang Batak, instrumen-instrumen

ini masing-masing dimainkan oleh satu orang saja. Tetapi sejalan dengan perubahan

zaman, ogling oloan dan ogling ihutan telah dapat dimainkan hanya oleh satu orang

saja. Sedangkan odap sudah tidak dipakai lagi. Kadang-kadang peran hesek juga

dirangkap oleh pemain taganing, sehingga jumlah pemain ensambel itu bervariasi.

Keseluruhan pemain yang memainkan instrumen-instrumen dalam gondang

sabangunan ini disebut pargonsi dan kegiatan yang menggunakan perangkat

perangkat musik tradisional ini disebut margondang (memainkan gondang).

Gondang sabangunan sebagai kumpulan alat-alat musik tradiosional Batak

Toba, terdiri dari: taganing, gordang, sarune, ogling oloan, ogling ihutan, ogling

panggora, ogling doal, dan hesek. Dalam uraian berikut ini akan dijelaskan

masing-masing instrumen yakni fungsinya. 1. Taganing dari segi teknis, instrumen taganing

memiliki tanggung jawab dalam penguasaan repertoar dan memainkan melodi

bersama-sama dengan sarune. Walaupun tidak seluruh repetoar berfungsi sebagai

pembawa melodi, namun pada setiap penyajian gondang, taganing berfungsi sebagai

“pengaba” atau “dirigen” (pemain grup gondang) dengan isyarat-isyarat ritme yang

harus dipatuhi oleh seluruh anggota ensambel dan pemberi semangat kepada pemain

lainnya. 2. Gordang, berfungsi sebagai instrumen ritme variabel, yaitu memainkan

iringan musik lagu yang bervariasi. 3. Sarune berfungsi sebagai alat untuk

memainkan melodi lagu yang dibawakan oleh taganing. 4. Ogung oloan (pemiapin

atau yang harus dituruti). Ogung oloan mempunyai fungsi sebagai instrumen ritme

konstan, yaitu memainkan iringan irama lagu dengan model yang tetap. Fungsi ogung

oloan ini umumnya sama dengan fungsi ogung ihutan, ogung panggora, dan ogung

Gambar

Gambar 3.1:
Gambar 3.2:
Gambar 3.3:
Gambar 5: Mikrofon sebagai Bagian dari Sistem Pengeras Suara
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tesis magister seni ini bertajuk “Tiga Lagu Populer Batak Toba dengan Melodi yang Diadopsi dari Musik Barat: Kajian Komparatif Melodi, Makna Teks, dan Respons Pendengar.”

Penelitian ini mendeskripsikan perilaku fungsi gramatikal dan menjabarkan kaidah struktur frasa verba Bahasa Batak Toba dengan menggunakan teori X- bar.Data yang digunakan adalah

atas peran perempuan yang tergambar melalui sepuluh lagu Batak Toba yang. menjadi

Disinilah kedudukan lirik sangat berperan, sehingga dengan demikian musik tidak hanya bunyi suara belaka, karena juga menyangkut perilaku manusia sebagai individu maupun kelompok

Penelitian ini bertajuk mengenai Deskripsi MIDI dan Proses Produksi Musik Berformat MIDI Menggunakan Lagu Suara Jiwa Dari Band Equaliz di Kota Medan.. Penulis menggunakan teori

ANALISIS FUNGSI, STR UKTUR MUSIK, DAN LIRIK LAGU-LAGU YANG DIPERTUNJUKKAN OLEH KELOMPOK MUSIK PADANG PASIR NURUL HASANAH DI BINJAI, SUMATERA UTAR A.. SKRIPSI SARJANA

Setelah penulis analisis bahwa trio pada musik populer Batak Toba muncul dikarenakan kebiasaan orang Batak Toba bernyanyi, yang sudah dimulai dari masa tradisi,

Oleh karena itu, penulis tertarik dan berusaha untuk menyusun dan menganalisis penelitian tentang umpasa bahasa Batak Toba kajian teori Roland Barthes dan tidak hanya