• Tidak ada hasil yang ditemukan

Osteopetrosis dan Penatalaksanaannya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Osteopetrosis dan Penatalaksanaannya."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

OSTEOPETROSIS DAN PENATALAKSANAANNYA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

CAROLYN PURNAMA SAGALA NIM : 050600148

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Osteopetrosis adalah suatu penyakit herediter dan kongenital dimana terjadi mineralisasi tulang yang berlebihan sehingga tulang menjadi lebih tebal daripada normal. Mekanisme utama yang berkaitan dengan semua bentuk osteopetrosis adalah kegagalan dari fungsi normal osteoklas dalam meresorbsi tulang yang mengakibatkan penebalan tulang.

Osteopetrosis mengakibatkan perubahan postur, fraktur berulang, dan kehilangan fungsi hematopoesis. Pada bidang Kedokteran Gigi, penyakit ini menimbulkan manifestasi oral dan osteomielitis. Osteomielitis terjadi oleh karena infeksi odontogen. Pada pengobatan klinik, pasien dianjurkan agar melanjutkan perawatan gigi untuk mencegah infeksi gigi dan osteomielitis sekunder. Adanya komplikasi fraktur rahang harus diberitahukan pada pasien yang akan melakukan ekstraksi gigi.

(3)

Transplantasi sumsum tulang merupakan pengobatan dalam memperbaiki proses hematopoiesis yang sudah rusak dan menghasilkan leukosit dalam melawan infeksi. Transplantasi sumsum tulang dan hiperbarik oksigen merupakan perawatan yang tepat dalam mempertahankan hidup.

(4)

OSTEOPETROSIS DAN PENATALAKSANAANNYA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

CAROLYN PURNAMA SAGALA NIM : 050600148

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 24 Juli 2009

Pembimbing : Tanda tangan

(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 24 Juli 2009

TIM PENGUJI

KETUA : Shaukat Osmani, drg., Sp.BM

ANGGOTA : 1. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM 2. Suprapti Arnus,drg.,Sp.BM

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat, karunia, serta izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah mendapat bimbingan dan pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Sp.Pros(K)., PhD., sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM., sebagai Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial dan seluruh staf pengajar Bedah Mulut dan Maksilofasial atas masukan yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini.

3. Olivia Avriyanti H, drg., Sp.BM., selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(8)

6. Kakak Silvana, abang Beny, serta adik Loretha yang menjadi motivator penulis serta menghibur penulis saat suka dan duka dalam penulisan skripsi ini.

7. Teman-temanku Selvia, Fery, Agita, Irene, Sri, Enamia, Ain, Puspa, Andi, Olin M, Sally, Meinarly, Sabrina, Thomas, Rohdo, Ina dan stambuk 05 semuanya yang selalu ceria menjalani hari bersama-sama, terima kasih untuk persahabatannya di kota Medan dan semoga untuk selamanya.

8. Teman-teman di IMPERATIF (Ikatan Mahasiswa Pemimpin Rasional dan Kreatif), bang Bima, teman-teman di KTB (K’Angel, Dian, Manda) yang memberi warna yang berbeda dalam kehidupan penulis.

9. Anggota geng Mar 45 (K’Yanti, K’Wina, Jesika, Anna) yang sama-sama menjalani hari-hari sebagai anak kos, saling berbagi, dan menjadi keluarga, serta saling mendukung, mendoakan sehingga hidup penulis lebih berarti 1 tahun terakhir.

10. Eddy Syah Ari Ginting,drg (alm), yang pernah membantu serta memperhatikan penulis dalam perkembangan mengerjakan skripsi dan membuat hari-hari penulis ceria dan sejahtera, bg Jeff, dan Riza terima kasih atas persahabatan penulis di praktek Citra Garden.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan mohon maaf atas segala kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna untuk kita semua.

Medan, 24 Juli 2009

Penulis,

(Carolyn Purnama S)

(9)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

2.2.1 Autosomal Resesif Osteopetrosis ... 5

2.2.2 Autosomal Dominan Osteopetrosis ... 6

2.3 Etiologi ... 7

2.4 Patofisiologi ... 8

BAB 3 TANDA-TANDA DAN DIAGNOSA 3.1 Gambaran Klinis ... 10

3.1.1 Kegagalan Penglihatan ... 12

3.1.2 Kegagalan Pendengaran ... 13

3.1.3 Hipokalsium ... 13

3.1.4 Gangguan Pertumbuhan ... 13

3.1.5 Fraktur Tulang ... 13

3.1.6 Makrosefali dan Penulangan Frontal ... 14

3.1.7 Infeksi Berulang ... 14

3.1.8 Hidrosefalus ... 14

3.1.9 Anemia ... 15

3.2 Gambaran Radiografi ... 15

3.3 Gambaran Histopatologi ... 17

3.4 Manifestasi Oral dan Osteomielitis ... 19

(10)

4.1.1 Definisi ... 24

4.1.2 Mekanisme Kerja ... 24

4.1.3 Prognosis ... 27

4.2 Transplantasi Sumsum Tulang ... 27

4.2.1 Definisi ... 27

4.2.2 Mekanisme Kerja ... 28

4.2.3 Prognosis ... 29

BAB 5 KESIMPULAN ... 30

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perubahan postur tulang pada penderita osteopetrosis . ... 4

2. Pemetaan keturunan autosomal resesif osteopetrosis ... 6

3. Pemetaan keturunan autosomal dominan osteopetrosis ... 7

4. Anak penderita osteopetrosis ... 10

5. Sklerosis pada orbital ... 16

6. Penebalan pada basis tengkorak, maksila dan bagian lain pada kalvarium ... 17

7. Fraktur rahang pada penderita osteopetrosis ... 17

8. Pada tulang trabekula terdapat inti kartilago (C) dan kerusakan osteoklas (OCL) dalam remodeling tulang ... 19

9. Osteomielitis pada mandibula dimana terdapat multipel fistula ... 21

10. Osteomielitis tulang yang terjadi secara sistemik ... 21

11. Fraktur rahang ... 22

12. Potongan mandibula yang fraktur ... 23

(12)

Fakultas Kedokteran Gigi

Osteopetrosis adalah suatu penyakit herediter dan kongenital dimana terjadi mineralisasi tulang yang berlebihan sehingga tulang menjadi lebih tebal daripada normal. Mekanisme utama yang berkaitan dengan semua bentuk osteopetrosis adalah kegagalan dari fungsi normal osteoklas dalam meresorbsi tulang yang mengakibatkan penebalan tulang.

Osteopetrosis mengakibatkan perubahan postur, fraktur berulang, dan kehilangan fungsi hematopoesis. Pada bidang Kedokteran Gigi, penyakit ini menimbulkan manifestasi oral dan osteomielitis. Osteomielitis terjadi oleh karena infeksi odontogen. Pada pengobatan klinik, pasien dianjurkan agar melanjutkan perawatan gigi untuk mencegah infeksi gigi dan osteomielitis sekunder. Adanya komplikasi fraktur rahang harus diberitahukan pada pasien yang akan melakukan ekstraksi gigi.

(13)

Transplantasi sumsum tulang merupakan pengobatan dalam memperbaiki proses hematopoiesis yang sudah rusak dan menghasilkan leukosit dalam melawan infeksi. Transplantasi sumsum tulang dan hiperbarik oksigen merupakan perawatan yang tepat dalam mempertahankan hidup.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

Osteopetrosis atau dikenal dengan marble bone disease, albers-schonberg disease, osteosclerosis fragilis generalisata. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Albers-Schonberg seorang radiologi dari Jerman pada tahun 1904 yang mendapati adanya pengerasan tulang skletal yang menyeluruh.

Penyakit ini merupakan penyakit herediter dan kongenital dimana tulang menjadi lebih tebal daripada keadaan normalnya.1 Pada penderita osteopetrosis jumlah osteoklas meningkat atau normal, tetapi osteoklas kehilangan fungsi normalnya. Oleh karena itu, osteoklas tidak dapat menjalankan fungsinya dalam meresobsi tulang sehingga terjadi osifikasi yang tidak sempurna yang mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan mudah fraktur.2,3,4,5,6,7

Diagnosis yang terutama adalah pada test gen dan gambaran radiografi, dimana pada gambaran radiografi terdapat penebalan tulang seperti kapur dan “bone in bone”. Pada penderita ini ditemukan tanda-tanda seperti anemia, hepatosplenomegali, trombositopenia, makrosefali, hidrosefalus, ketulian, kebutaan, dan fraktur berulang. Dalam bidang Kedokteran Gigi, komplikasi rongga mulut yang sering terjadi pada pasien osteopetrosis adalah osteomielitis yang disebabkan oleh infeksi odontogen.

Anemia terjadi oleh karena kegagalan sumsum tulang dalam proses pembentukan darah. Kegagalan pembentukan darah menyebabkan hepatosplenomegali dan trombositopenia. Makrosefali dan penulangan frontal yang menyebabkan bentuk kepala yang tidak normal biasanya terjadi pada awal

(15)

masa anak-anak. Pembesaran kepala atau hidrosefalus karena peningkatan cairan yang terisi pada ruangan di otak disebabkan oleh adanya interupsi pada aliran normal cairan spinal dari otak ke spinal cord karena overgrowth bone.4 Ketulian disebabkan oleh penekanan nervus auditori karena penebalan tulang pada daerah tersebut.Kegagalan penglihatan juga disebabkan karena terjadi penebalan tulang pada foramen optik. Fraktur berulang terjadi karena kegagalan makrofag.10

Kelainan tulang ini terbawa secara autosomal, dapat bersifat resesif dan dominan. Transmisi autosomal resesif menghasilkan bentuk maligna osteopetrosis dengan ciri klinis pucat, kegagalan penglihatan, tuli, infeksi berulang, fraktur tulang, kraniofasial abnormal, hepatosplenomegali. Sedangkan transmisi autosomal dominan menghasilkan bentuk benigna osteopetrosis dengan ciri klinis fraktur tulang multipel, kranial nervus palsi (termasuk nervus optik dan nervus fasial), asimtomatik, dan osteomielitis.7 Epidemiologi penyakit ini adalah 1:250.000 kelahiran untuk autosomal resesif osteopetrosis (ARO) dan 1:20.000 kelahiran untuk autosomal dominan osteopetrosis (ADO).3

Pada umumnya prognosis dari osteopetrosis adalah tidak baik, dimana akan berakhir dengan kematian. Pengobatan yang diberikan bermacam-macam, tetapi yang paling efektif adalah transplantasi sumsum tulang dengan prognosis baik dalam mempertahankan hidup, dan hiperbarik oksigen untuk pengobatan osteomielitis rahang dengan prognosis baik.

Skripsi ini dibuat karena penyakit osteopetrosis ini sangat jarang terjadi tetapi sudah ditemukan beberapa kasus di Indonesia dengan manifestasi oral yang terdapat di dalamnya. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai penyakit osteopetrosis dan penatalaksanaan pasien yang menderita osteopetrosis atau

(16)
(17)

BAB 2

OSTEOPETROSIS

2.1 Definisi

Osteopetrosis adalah suatu penyakit herediter yang terjadi karena mineralisasi tulang yang berlebihan sehingga tulang menjadi lebih tebal daripada normal. Resorbsi tulang yang abnormal ini disebabkan karena kegagalan osteoklas untuk meresorbsi tulang yang belum matang sehingga menyebabkan pembentukkan tulang menjadi lemah. Hal ini mengakibatkan perubahan postur, fraktur berulang, kehilangan fungsi hematopoesis pada sumsum tulang dan cenderung menuju osteomielitis yang ganas pada tulang.1,7,29

Osteopetrosis juga dikenal sebagai “marble bone disease” yang termasuk dalam kelompok penyakit pada anak-anak dimana terdapat peningkatan ketebalan tulang skeletal dan lebih rapuh dibandingkan tulang yang normal.

Gambar 1. Perubahan postur tulang pada penderita osteopetrosis

(18)

2.2 Klasifikasi

Osteopetrosis merupakan suatu penyakit tulang yang langka dimana terdapat kalsifikasi kartilago abnormal dan terus-menerus pada orang yang normal, keadaan ini menyebabkan kehilangan pertumbuhan tulang.

Secara garis besar osteopetrosis dibedakan atas 2 bentuk yaitu : 1. Osteopetrosis Maligna

1,2,3,7,8,13

Osteopetrosis maligna atau dikenal sebagai osteopetrosis kongenital merupakan bentuk resesif yang terdapat pada masa infantil atau pada masa anak-anak.

2. Osteopetrosis Benigna

Osteopetrosis benigna atau dikenal sebagai osteopetrosis tarda merupakan bentuk dominan yang terlihat pada masa remaja.

2.2.1 Autosomal Resesif Osteopetrosis

(19)

Gambar 2. Pemetaan keturunan autosomal resesif osteopetrosis.28

2.2.2 Autosomal Dominan Osteopetrosis

(20)

Gambar 3. Pemetaan keturunan autosomal dominan osteopetrosis.

Osteopetrosis disebabkan oleh kegagalan diferensiasi atau kegagalan fungsi dari osteoklas dan penyebab pada manusia diidentifikasikan terdapat paling tidak sepuluh mutasi gen.

28

2.3. Etiologi

3

(21)

Patofisiologi

Mekanisme utama yang berkaitan dengan semua bentuk osteopetrosis adalah kegagalan dari fungsi normal osteoklas dalam meresorbsi tulang yang mengakibatkan penebalan tulang. Osteopetrosis kongenital muncul saat dalam bayi dan dapat mengakibatkan kegagalan sumsum tulang yang disebabkan penggantian ruang sumsum tulang dengan osteoklas.13

Osteoklas merupakan sel yang sangat khusus, dapat mendegradasi mineral tulang dan zat organik pada matriks tulang. Proses-proses ini sangat penting untuk remodeling tulang dan menjaga kestabilan biomekanika tulang dan homeostasis mineral. Telah diperkirakan bahwa tulang orang dewasa mengalami regenerasi setiap sepuluh tahun. Osteoklas berasal dari prekursor mononuklear pada garis turunan myeloid yaitu suatu sel hematopoetik yang juga meningkatkan jumlah makrofag.3

Defisiensi proton pump pada osteoklas dan kerusakan gen ClCN7 juga merupakan penyebab penyakit ini.16 Gen ClCN7 ini dapat merusak fungsi dari osteoklas dalam berdiferensiasi sehingga tidak ada osteoklas matang ditemukan.3 Osteoklas yang berdiferensiasi berguna untuk melarutkan mineral tulang dan medegradasi matriks tulang menggunakan enzim-enzim khusus. Yang sangat penting pada fungsi ini adalah polarisasi sel dan khususnya pembentukan kerutan-kerutan pada pinggir dan daerah pembatas pada sel. Hal ini membentuk daerah resorbsi lakuna, dan asam hidroklorida disekresi secara aktif dan menghasilkan pelarutan mineral tulang hidroksiapatit.

Osteopetrosis yang jarang ditemukan adalah gen yang diwariskan secara autosomal resesif yang biasanya terdapat pada masa anak-anak. Sindrom ini

(22)
(23)

BAB 3

TANDA-TANDA DAN DIAGNOSA

3.1 Gambaran Klinis

Sifat klinik yang serius pada osteopetrosis adalah kekurangan resorbsi pada kalsifikasi kartilago selama pertumbuhan endokhondral, pengurangan ruangan pada sumsum tulang pada perkembangan sel darah putih dan sel darah merah, deposit dan mineralisasi yang berlebihan. Akibatnya, pasien akan mudah terkena infeksi dan pendarahan sehingga mereka enggan mengikuti kegiatan yang beresiko seperti olahraga karena tulangnya mudah fraktur.

Gambar 4. Anak penderita osteopetrosis.

Autosomal resesif osteopetrosis/ Maligna resesif osteopetrosis

1

(24)

penglihatan juling sering dilaporkan. Gerritsen EJ et al melaporkan bahwa manifestasi okular merupakan simptom awal pada 33 pasien yang berumur lebih dari 16 tahun. Sedangkan Lorea Cortes et al menemukan obstruksi nasal sebagai simptom awal oleh karena adanya infeksi saluran nafas bagian atas.10 Tanda awal lainnya adalah terdapat normositik anemia disertai hepatoslenomegali akibat dari hematopoiesis ekstramedulari, dan terjadi peningkatan kerentanan akibat granulositopenia.2 Gangguan dalam pertumbuhan dan infeksi berulang juga ditemukan yang keduanya berhubungan dengan anemia dan kegagalan sumsum tulang. Keluhan umum lainnya seperti kejang hipokalsemia, memar, fraktur, kongesti nasal, dan kraniofasial yang abnormal. Makrosefali dan penulangan frontal berkembang pada tahun pertama yang mengakibatkan tipe wajah yang abnormal.11 Perluasan tulang dapat mempersempit foramen untuk nervus yang mengakibatkan kebutaan, ketulian dan fasial palsi.3 Selain itu anemia dan trombositopenia yang ditemukan sebagai penyebab anemia megaloblastik pada pasien dengan masalah gizi.

(25)

Autosomal dominan osteopetrosis/ Benigna dominan osteopetrosis

Autosomal dominan osteopetrosis merupakan bentuk yang kurang ganas yang umumnya sedikit berkembang setelah hidup dan kadang-kadang tidak dapat didiagnosa sampai pertengahan usia. Pasien ini diharapkan dapat bertahan sampai usia tua.

Keterlibatan tulang, perluasan tulang dan keganasan dapat sama seperti pada osteopetrosis maligna. Hampir setengah dari seluruh pasien dengan bentuk benigna memiliki ciri khas asimtomatik. Fraktur patologik dengan bentuk multipel merupakan manifestasi klinik yang sering terjadi (kira-kira 40 % kasus) diikuti dengan bone pain, kranial nervus palsi (termasuk nervus optik dan fasial) dan osteomielitis. Nervus kranial yang terlibat pada kedua tipe osteopetrosis disebabkan oleh penyempitan foramen kranial oleh penumpukan tulang yang menyebabkan penekanan nervus tersebut.12

3.1.1 Kegagalan Penglihatan

(26)

3.1.2 Kegagalan Pendengaran

Kegagalan pendengaran biasanya terjadi pada tahun pertama kehidupan. Selain itu dapat terjadi karena kombinasi penulangan pada foramen nervus auditori, tulang wajah dan tulang mastoid sehingga terjadi kerusakan nervus trigeminal dan okular dan mengakibatkan kesulitan dalam bernafas dan mendengar. Sklerosis tulang pendengaran dibagian tengah juga mengakibatkan kegagalan pendengaran.1,11

3.1.3 Hipokalsium

Hipokalsium terjadi karena rendahnya level serum fosfor yang diketahui dapat menurunkan aktivitas osteoklastik dan terkadang menyebabkan kejang.10

3.1.4 Gangguan Pertumbuhan

Gangguan pertumbuhan terlihat pada anak-anak yang terkena osteopetrosis terjadi karena anemia kronik, kongesti nasal, infeksi berulang, dan masalah gizi yang melibatkan nervus bulbar. Banyak anak yang memerlukan asupan makanan melalui hidung untuk meningkatkan masukan energi. Kemungkinan prosedur ini sulit untuk penderita osteopetrosis yang sering kali disertai penyempitan choanal, kongesti nasal, dan penyempitan yang mengakibatkan tidur mendengkur yang tidak dapat mentoleransi selang (nasal gastric tube) pada hidungnya.

Kehadiran fraktur tulang merupakan satu dari ciri khas osteopetrosis. Kerentanan terhadap fraktur bervariasi dan pada beberapa anak fraktur berulang terjadi pada bagian yang paling melemahkan. Fraktur ini cenderung terjadi hanya

10,11

(27)

besar fraktur dapat diobati dengan teknik konservatif tertutup dan banyak kasus fraktur yang penyembuhannya normal tetapi kadang terlambat.

Pengobatan dengan fiksasi terbuka merupakan teknik yang digunakan karena terjadi penebalan tulang. Pada bagian intermedular rod, fiksasi fraktur femur sangat sulit dilakukan karena kehilangan tulang pada kavitas normal sumsum.11

3.1.6 Makrosefali dan Penulangan Pada Frontal

Makrosefali dan penulangan frontal menyebabkan bentuk kepala yang tidak normal biasanya terjadi pada awal masa anak-anak. Pemeriksaan rutin ukuran lingkar kepala dan perhitungan scan tomografi diperlukan saat pembedahan..11

3.1.7 Infeksi Berulang

Infeksi berulang terjadi karena pada saat pembentukan tulang terdapat kegagalan sistem imun. Selain itu dapat disertai pendarahan yang terjadi karena kegagalan produksi platelet.27

3.1.8 Hidrosefalus

(28)

3.1.9 Anemia

Pada orang dewasa seluruh eritrosit diproduksi dari bagian dalam sumsum tulang merah, yang letaknya terbatas pada tulang aksial skelet-vertebra, pelvis, dan femur proksimalis. Pada bayi dan anak kecil, seluruh tulang mengandung sumsum tulang yang aktif untuk hemopoiesis. Pada kehidupan fetal, hati dan limfa merupakan organ hemopoiesis utama antara umur kehamilan 6 minggu sampai 6-7 bulan. Pada waktu sakit, hati dan limfa dapat bertindak kembali sebagai organ hemopoiesis, begitu juga pada orang dewasa. Keadaan ini disebut hemopoiesis ekstramedular terutama berkaitan dengan fibrosis progresif dari sumsum tulang seperti yang ditemukan pada gangguan mieloproliferatif.15

Pada anemia yang disertai hepatosplenomegali terdapat leukopenia dan trombositopenia. Hal ini disebabkan karena meningkatnya sequestrasi eritrosit dalam limpa yang membesar, dan fagositosis oleh makrofag.

Pada penderita osteopetrosis terdapat kerusakan sumsum tulang karena celah medula telah diisi oleh penebalan tulang. Sebagian besar pasien memiliki masalah hematologi, dikarenakan kegagalan dalam pembentukan sumsum tulang sehingga penderita bergantung oleh transfusi. Tranfusi darah yang dilakukan sebelum usia 3 bulan merupakan tanda bahwa penyakit ini ganas dan memiliki prognosis yang buruk. Anak-anak tersebut memiliki mekanisme kompensatori ekstramedular hematopoiesis dengan pembesaran hati dan limpa.11

Gambaran radiografi osteopetrosis menurut Johnston et al merupakan syarat mutlak untuk mendiagnosa. Pada gambaran radiografi terdapat banyak variasi keganasan osteopetrosis dengan karakteristik difusi, homogen, gambaran

(29)

sklerosis yang simetri pada seluruh tulang dengan striasi transversal pada akhir tulang panjang. Kavitas medula digantikan oleh tulang, dan korteks tulang menebal.12

Secara umum gambaran radiografis menunjukkan peningkatan pemadatan tulang dengan kehilangan arsitektur dalam ukuran normal. Hal ini terutama dapat dilihat pada osteopetrosis yang ganas pada endokhondral tulang panjang. Bagian kartilago pada tulang menunjukkan sifat yang tidak khas yaitu opak. Penebalan lapisan kranial dan dasar kranial terlihat lebih tebal dibandingkan tulang yang lain. Ukuran kavitas sinus sangat berkurang, terdapat fraktur tulang panjang, dan biasanya tidak terjadi erupsinya gigi pada osteopetrosis ganas.

Gambar 5. Sklerosis pada orbital.

1

(30)

Gambar 6. Penebalan pada basis tengkorak, maksila dan bagian lain pada calvarium.

Gambar 7. Fraktur rahang pada penderita osteopetrosis

3.3 Gambaran Histopatologis

Osteopetrosis dikarakteristik oleh produksi tulang endosteal yang terlihat bersamaan dengan berkurangnya fisiologi resorbsi tulang. Terdapat osteoblas, tetapi osteoklas jarang ditemukan dengan jumlah yang mencolok pada jaringan. Pembentukan tulang yang berlebih selama resorbsi secara khusus memicu inti kartilago dari trabekula tulang panjang setelah pergantian tulang yang terjadi pada tulang endokondral. Trabekula merusak susunan dan jaringan sumsum yang ada bersifat fibrous.

8

(31)

Beberapa tanda-tanda pada pembentukan abnormal tulang endosteal:

• Lamelar trabekula menggantikan tulang kanselous

2

• Globular amorphouse mengendap pada celah sumsum

• Pembentukan tulang osteophtik

Terlihat banyak osteoklas, tetapi disana tidak menunjukkan fungsinya karena Howship’s lakuna tidak ada.

Johnston et al melaporkan bahwa pasien dewasa dengan osteopetrosis benigna tidak memperlihatkan aktivitas osteoklas tetapi memperlihatkan ketidaknormalan pada tipe dan struktur tulang. Mereka menemukan aktivitas osteoklas dan osteoblas pada remodeling tulang. Dengan cahaya polarisasi, pada tulang ditemukan defisiensi yang mencolok pada fibril matriks kolagen dan jarang berpindah dari satu sel tulang ke sel tulang yang lain. Defisiensi fibril dapat menambah kecenderungan fraktur pada pasien.12

(32)

Gambar 8. Pada tulang trabekula terdapat inti kartilago (C) dan kerusakan osteoklas (OCL) dalam remodeling tulang.

Kaslick dan Brustein telah meninjau manifestasi oral dan tulang rahang yang terlibat dengan cara yang sama dengan tulang yang lain. Celah medula rahang sangat berkurang pada tipe osteopetrosis dominan dan resesif sehingga menjadi tanda khas untuk perkembangan osteomielitis yang akan menjadi jalan masuk infeksi tulang. Hal ini merupakan komplikasi pada saat ekstraksi gigi yang telah dilaporkan oleh Dyson. Penemuan yang sama yang dicatat oleh Bjorvatn et al pada 4 anak yang menderita osteopetrosis maligna. Mereka menekankan pada pengaturan dosis terbesar antibiotik untuk mengontrol infeksi berulang, walaupun hal tersebut tidak mencegah destruksi tulang yang progresif. Fraktur rahang dapat terjadi selama ektraksi gigi. Fraktur dapat terjadi saat ekstraksi dilakukan tanpa tekanan karena kerapuhan tulang.

30

3.4 Manifestasi Oral dan Osteomielitis

(33)

Dokter gigi dapat memperhatikan keabnormalan gigi dan jaringan periodontal secara tepat terlepas dari peningkatan ketebalan rahang. Hal yang sering terjadi pada gigi adalah perubahan dari beberapa bentuk akar gigi. Keller (1975) mencatat bahwa akar gigi dapat mengalami perubahan bentuk dan mengecil. Daerah enamel hipoplasia telah dicatat pada beberapa kasus osteopetrosis (Bergmen et al,1956), walaupun kelainan hipoplastik ini tidak selalu terlihat pada gambaran radiografi. Pola erupsi normal pada pertumbuhan gigi primer dan sekunder dapat terlambat oleh penebalan dari tulang alveolar.8

Pada osteopetrosis benigna, erupsi gigi cenderung menjadi ankilosis. Ektraksi rutin dan infeksi periapikal akibat dari perkembangan karies akibat dari osteomielitis dikarenakan oleh penebalan dan pemadatan tulang yang avaskular dan terbatasnya jaringan konektif untuk respon penyembuhan yang adekuat.1

Osteomielitis

Osteomielitis merupakan suatu proses inflamasi dengan infeksi bakteri dalam sumsum tulang. Mineralisasi tulang yang berlebihan mengakibatkan tulang mudah fraktur, karena fungsi hematopoetik sumsum tulang. Jaringan yang kurang mendapat suplai oksigen atau hanya memiliki sedikit pembuluh darah merupakan tempat yang rentan terhadap infeksi. Mandibula adalah daerah yang sering terkena osteomielitis dibandingkan maksila oleh karena tulangnya lebih padat dan tidak terdapat banyak suplai darah

Patogenesis perubahan pada osteomielitis:

1. Terinfeksi secara bakterimia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus.

15

(34)

4. Reaktif pembentukan tulang baru, involukrum.

5. Apabila tidak diobati, terbentuk sinus, pembuangan nanah ke permukaan kulit melalui kloaka.

Gambar 9. Osteomielitis pada mandibula dimana terdapat multipel fistula.

Gambar 10. Osteomielitis tulang yang terjadi secara sistemik.

2

(35)

mandibula menjadi sulit dikontrol karena kepadatan tulang yang relatif avaskular. Keterlibatan mandibula terlihat jelas pada banyak kasus osteopetrosis, dan pemeriksaan radiografi dental dapat menjadi petunjuk utama pada kehadiran penyakit ini.8

Pada pengobatan klinik harus diingatkan kepada pasien agar melanjutkan perawatan gigi untuk mencegah infeksi gigi dan osteomielitis sekunder. Sebagai catatan kepada dokter gigi untuk memberitahu kepada pasien terhadap komplikasi fraktur rahang sebagai akibat dari prosedur eksodonsi.8

Osteomielitis rahang memerlukan tindakan yang cepat untuk meminimalisasi penghancuran tulang. Pasien ini harus segera didiagnosa dengan akurat, drainase, surgical debridement, kultur bakteri, terapi antibiotik, dan rekonstruksi rahang bila dibutuhkan.

Gambar 11. Fraktur rahang.

1

(36)

Gambar 12. Potongan fraktur mandibula.

(37)

BAB 4

PERAWATAN DAN PROGNOSIS

4.1. Hiperbarik Oksigen 4.1.1. Definisi

Terapi hiperbarik oksigen berkaitan dengan perrnafasan dengan oksigen murni pada ruang tertutup yang telah diberi tekanan udara pada 1,5 sampai 3 kali tekanan atmosfer normal.20

4.1.2. Mekanisme Kerja

Pada orang yang tinggal di daerah Asia Tenggara, 98 % oksigen pada darah dibawa oleh hemoglobin dan sel darah merah dan sisanya dihancurkan di plasma. Tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk mempertahankan fungsi sel. Saat oksigen meningkat normal 19 % ke 21 % kita bernafas sampai batas 100 persen dan tekanan atmosfer meningkat, oksigen terdorong dari sistem sirkulasi kedalam cairan dan jaringan tubuh. Hiperbarik oksigen dapat mengurangi penyempitan pembuluh darah, sehingga edema berkurang saat oksigen meningkat.

Terapi hiperbarik oksigen dapat dilakukan pada ruangan untuk satu orang atau bilik ruangan yang dapat menampung lebih dari 12 orang. Ruangan untuk satu orang terdiri dari pipa yang terbuat dari plastik dengan panjang kira-kira 7 kaki. Ruangan ini diberi oksigen murni secara berangsur-angsur dan tekanan ruangan ini ditingkatkan sampai 2,5 kali lebih dari tekanan atmosfer normal. Pasien mengalami rasa tidak nyaman pada telinga yang biasanya akan hilang jika

(38)

tekanan dikurangi sedikit. Pada akhir sesi, teknisi mengurangi pemberian tekanan.20

Terapi hiperbarik oksigen digunakan sebagai terapi konvensional untuk decompression sickness, menghambat cedera karena radiasi, serta memperlambat infeksi pada tulang dan otak.20 Terapi hiperbarik oksigen telah dilaporkan memiliki anti inflamasi yang kuat dan menunjukkan peningkatan fungsi imun. Terdapat bukti bahwa tekanan oksidasi dapat dikurangi dengan terapi hiperbarik oksigen diikuti peningkatan regulasi dari enzim antioksidan. Terapi hiperbarik oksigen juga menunjukkan pergerakan sel induk dari sumsum tulang ke sirkulasi sistemik.

1. Mengubah jaringan yang hipoksia karena infeksi

21

Oksigen adalah kunci untuk proses fagositosis dan membunuh bakteri oleh neutrofil atau polimorfonuklear (PMN). Pada proses ini dihasilkan oksigen yang radikal dan superoksida oleh konsentrasi oksigen didalam jaringan. Saat tekanan oksigen menurun dibawah 30 mmHg maka aksi bakterisid pada PMN turun drastis. Hal ini didemonstrasikan oleh Knighton et al pada tahun 1984 dimana aktivitas fagosit dari neutrofil dibandingkan dengan tekanan oksigen pada saat mencerna Staphylococcus Aureus.

Terapi hiperbarik oksigen memiliki enam aksi dalam melawan infeksi:

(39)

2. Pengaktifan neutrofil Ketika tekanan O2

3. Peningkatan aktifitas makrofag

meningkat pada jaringan, leukosit membunuh bakteri lebih efisien. Pada tekanan oksigen dibawah 30 mmHg kekuatan PMN dalam membunuh bakteri berkurang. Terapi hiperbarik oksigen merupakan cara untuk meningkatkan tekanan oksigen pada level dimana PMN dapat berfungsi secara efektif pada daerah hipoksia disertai dengan jaringan yang terinfeksi. Dengan peningkatan tekanan oksigen pada jaringan ke level yang lebih tinggi daripada tekanan lingkungan saat kita bernafas, maka efek PMN dalam membunuh bakteri dapat ditingkatkan.

Makrofag berperan dalam menyerang infeksi dengan mencari bakteri dan material asing. Pada kondisi under hypoxic, makrofag mudah dalam mencari bakteri dan menghasilkan peroksida. Hipoksia juga menyebabkan makrofag memproduksi sitokin inflamatori TNF-alpha, IL-1, IL-8, perlekatan interseluler molekul-1, dimana dapat memberi respon yang tidak baik pada infeksi.

4. Pencegahan pertumbuhan bakteri

(40)

5. Pencegahan pelepasan bakteri endotoksin

Satu dari mekanisme terapi hiperbarik oksigen terlihat bekerja berlawanan dengan beberapa efek pengeluaran dari bakteri endotoksin. Agar bekerja lebih optimal, hiperbarik oksigen harus diberikan lebih awal pada daerah infeksi dan dikombinasi dengan surgical debridement dan antibiotik. 6. Kemampuan potensial efek antobiotik

Knighton et al dan Hunt et al menunjukkan bahwa oksigen menambah efektifitas antibiotik. Semakin besar konsentrasi oksigen, maka semakin terlihat efeknya. Hal ini telah didemonstrasikan pada percobaan Staphylococcus Aureus pada pengobatan osteomielitis dengan cefazolin.

4.1.3 Prognosis

Hiperbarik oksigen digunakan unuk penyembuhan kasus yang berat.2 Penggunaan terapeutik ini menggunakan oksigen tekanan rendah yang dikenal sebagai terapi hiperbarik oksigen (HBO2) dan telah digunakan untuk membantu

penyembuhan luka hampir 40 tahun. HBO2 memiliki beberapa aksi biologi

spesifik yang mempertinggi proses penyembuhan luka.19 Pada kasus yang sedang, osteomielitis rahang berhasil dirawat dengan hiperbarik oksigen.

Sumsum tulang adalah salah satu organ-organ besar tubuh dan tempat utama hematopoiesis. Pada kondisi normal, produksi sel-sel darah oleh sumsum tulang dengan tepat disesuaikan dengan fungsi organ. Produksi sumsum tulang disesuaikan dengan keperluan tubuh, yaitu dengan meningkatkan aktivitas

1

(41)

sumsum beberapa kali lipat dalam waktu yang singkat bila dibutuhkan.17 Tiga jenis sel darah yang diperlukan tubuh untuk berfungsi yaitu sel-sel darah merah yang mengangkut oksigen, sel-sel darah putih yang melawan atau memberantas infeksi, dan platelet-platelet yang membentuk bekuan adalah semuanya terbuat didalam sumsum tulang.18

4.2.2. Mekanisme Kerja

Pasien berada pada ruangan khusus dimana terdapat unit untuk transplantasi sumsum tulang. Sebelum dilakukan prosedur transplantasi sumsum tulang dilakukan sejumlah test untuk memastikan apakah pasien mampu secara fisik untuk menjalani suatu transplantasi. Bagian yang penting dalam prosedur ini adalah penempatan central venous kateter yang dimasukkan melalui suatu vena di dada dengan prosedur operasi yang sederhana. Central venous ini biasanya disebut dengan Hickman atau Broviac. Kateter ini sangat lentur sehingga sumsum tulang dapat masuk kedalam darah tanpa harus menggunakan jarum suntik secara berulang-ulang. ”Colony-stimulating factors” adalah obat-obatan seperti hormon yang diberikan sebelum tranplantasi sumsum tulang yang dapat meningkatkan jumlah dari sel-sel induk (stem cells), dan membantu sel-sel darah putih dalam melawan infeksi.18,25

Sumsum tulang yang diberikan sewaktu transplantasi berasal dari seorang donor yang sumsum tulangnya cocok dengan punya pasien. Proses pencocokan ini disebut human leukocyte antigen testing (HLA testing). Perawatan penderita osteopetrosis akan lebih berhasil jika memiliki saudara kandung sehingga tipe jaringan akan lebih cocok bagi pasien. Jika donor tidak mempunyai hubungan

(42)

yang dekat dengan pasien, tranplantasi bisa dilakukan tetapi dengan komplikasi yang besar.27

A B

Gambar 13:

A.Sebelum transplantasi sumsum tulang dimana terdapat tulang trabekula dengan lapisan hialin kartilago, kavitas medula berkurang, dan penurunan jumlah sel induk hematopoiesis.

B.Setelah transplantasi sumsum tulang terdapat pulau hematopoiesis.

4.1.3 Prognosis

Sejak tahun 1976 transplantasi sumsum tulang allogenik telah berhasil digunakan dalam pengobatan osteopetrosis maligna. Telah dilaporkan bahwa setelah sukses dengan perawatan transplantasi sumsum tulang maka kasus perkembangan gigi menjadi baik. Tranplantasi sumsum tulang lebih awal dapat mengoreksi anemia, trombositopenia, leukoeritroblastik yang biasanya ditemukan pada minggu ke 12.24

(43)

BAB 5 KESIMPULAN

Osteopetrosis adalah suatu penyakit herediter dan kongenital dimana terjadi mineralisasi tulang yang berlebihan yang mengakibatkan perubahan postur tubuh, fraktur berulang, kehilangan fungsi hematopoesis pada sumsum tulang dan cenderung menuju osteomielitis yang ganas pada tulang. Pada penderita osteopetrosis jumlah osteoklas meningkat atau normal, tetapi osteoklas kehilangan fungsi normalnya. Oleh karena itu osteoklas tidak dapat menjalankan fungsinya dalam meresobsi tulang sehingga terjadi osifikasi yang tidak sempurna yang mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan mudah fraktur.

Autosomal resesif osteopetrosis merupakan kelainan tulang dimana terjadi sklerosis yang disebabkan oleh mutasi heterozigot gen chloride channel 7 (ClCN7) dan mutasi gen TC1RG1 dan autosomal dominan osteopetrosis yang disebabkan oleh mutasi heterozigot gen chloride channel 7 (ClCN7). Kedua protein ini bertanggung jawab dalam meningkatkan keasaman microenvironment dibawah osteoklas dalam meresorbsi lakuna untuk melarutkan kristal tulang hidroksiapatit. Sindrom ini juga akibat dari kekurangan carbonic anhydrase isoenzim II dimana enzim ini penting untuk resorbsi tulang yang normal oleh osteoklas.13

Mekanisme utama yang berkaitan dengan semua bentuk osteopetrosis adalah kegagalan dari fungsi normal osteoklas dalam meresorbsi tulang yang

(44)

mengakibatkan penebalan tulang. Osteopetrosis yang jarang ditemukan adalah gen yang diwariskan secara autosomal resesif yang biasanya terdapat pada masa anak-anak

Osteomielitis dicatat pada banyak kasus osteopetrosis, khususnya pada mandibula, dimana umumnya terjadi oleh karena infeksi sekunder gigi dan, osteomielitis mandibula sulit dikontrol karena kepadatan tulang yang relatif avaskular.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Oral and maxillofacial pathologi. Second edition. St.Lois. The CV Mosby Company, 2004 : 110-1.

2. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and maksillofacial pathology. 2nd

3. Stark Z, Savarirayan R.Osteopetrosis

ed. Philadelphia. WB Saunders company, 2002 : 535-7.

4. Jolly H, Levene MI. Disease of children. Fifth Edition. Melbourne. Blackwell scientific publication, 1985 : 216-7.

5. Baraitser M, Winter R. A colour atlas of clinical genetics. London. Walfe Medical Publication, 1983 : 83.

6. Ghai. Essential pediatrics. 5th

7. Wasserman E, Gromisch D. Survey of clinical pediatrics. 7

ed. New Delhi. Metha Publisher, 2001 : 485-6.

th

8. Sanders B. Pediatric oral and maxillofacial surgery. London. The C.V.Mosby Company, 1979 : 71-7, 407.

ed. New York: McGraw-Hill International Book Company, 1981 : 352.

9. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson textbook of pediatrics. 18th

10. Vonkateshwar V, Vaidya A, Roy P, Sampat S, Marshal AV. Osteopetrosis. MJAFI, 2003 : 344-6.

ed. Saunders, 2007 : 2882-3,2647.

11. Wilson CJ. Autosomal recessive osteopetrosis. Orphant encyclopedia 2003

(46)

13. Carolino J, Perez JA, Popa A. Osteopetrosis. American Family Physician. New Jersey,

14. Waguespack SG, Hui SL, Dimeglio LA, Econs MJ. Autosomal dominant osteopetrosis: clinical severity and natural history of 94 subjects with a chloride channel 7 gene mutation. The journal of clinical endocrinology & metabolism.2007 ; 92(3) : 771-8.

15. Underwood JCE. Patologi umum dan sistemik. ed 2. Alih bahasa: Sarjadi. Jakarta: EGC, 2000 : 718, 819-820.

16. Anonymous.Osteopetrosis

17. Junqueira LC, Carneiro J, Kelley RO. Histologi dasar. Ed 8. Alih bahasa: Tambayong J. Jakarta: EGC, 1998 : 137-9.

18. Anonymous. Transplantasi sumsum tulang April 2009).

19. Wright J. Hyperbaric oxygen therapy for wound healing

20. Anonymous. Hyperbaric oxygen therapy

21. Anonymous. Hyperbaric oxygen therapy (hbot) 2009).

22. Spiegel AM. History of hyperbaric oxygen therapy

(47)

24. Jalavik B, Fasth A, Dahllot G. Case report dental development after successful treatment of infantile osteopetrosis with bone marrow transplantation. 2002 ; 29(6) : 537-540.

25. Wheeler DS. Bone marrow transplantation:what parents should know

26. Tolar J, Teitelbaum SL, Orchard PJ. Mechanism of disease osteopetrosis. The new England journal of medicine, 2004 ; 351(1): 27.

27. Kevin, Kniebel MA. Osteopetrosis update <www.kcattle.com> (15 Juni 2009).

28. Anonymous.Osteopetrosis <www.genetic home reference.com> (23 Juni 2009).

29. Ziai M, eds. Pediatrics. Toronto. Little, Brown and company, 1984 : 376-7. 30. Fetter AW, Siemering GH, Risser WH. Osteoporosis dan osteopetrosis

(48)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Carolyn Purnama Sagala Tempat/ Tanggal Lahir : Jakarta / 05-05-1987 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Protestan

Orangtua Ayah : Ir.Edison Sagala.,Msi Ibu : Dra.Aida Flora Siahaan MM

Alamat : Jl. Batu Kinyang RT 11/04 No.49 Condet, Jakarta Timur

Riwayat Pendidikan :

1. 1991-1993 TK Santo Markus, Jakarta 2. 1993-1999 SD. Santo Markus , Jakarta 3. 1999-2002 SLTP. Marsudirini, Jakarta 4. 2002-2005 SMU Negeri 62, Jakarta

Gambar

Gambar Halaman
Gambar 1. Perubahan postur tulang pada penderita osteopetrosis
Gambar 2. Pemetaan keturunan autosomal resesif osteopetrosis.28
Gambar 3. Pemetaan keturunan autosomal dominan 28
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kurikulum sekolah disusun Kurikulum sekolah disusun oleh TPK sekolah oleh TPK sekolah Penyusunan Penyusunan Kurikulum sudah Kurikulum sudah sesuai sesuai Penyusunan Penyusunan

Sehingga, jika suatu hukum hendak dibuat dalam bentuk formal oleh negara maka hal yang seharusnya dijadikan sebagai sumber pembentuk substansi hukum tersebut tidak lain adalah

Penulis memilih Novel Jilbab Traveler: Love Sparks In Korea karya Asma Nadia sebagai bahan penelitian yang akan dituliskan dalam karya ilmiah skripsi dengan judul

Pemendekan merupakan proses pengekalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi bentuk yang lebih singkat dari bentuk aslinya, akan tetapi makna

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang ilmu politik, terkait dengan masalah

PROGRAM ON THE JOB TRAINING ON THE JOB TRAINING PEGAWA PEGAWAI I BARU/CPNS BARU/CPNS KPP PRATAMA KEPANJEN. KPP PRATAMA KEPANJEN KANWIL DJP JAWA TIMUR III KANWIL DJP JAWA TIMUR

Berdasarkan asumsi -asumsi makroekonomi di atas, serta mengacu pada kerangka logis adanya dampak simultan antar variabel ekonomi, maka berikut ini dapat disampaikan hasil

Menggunakan deskriptif kualitatif studi kasus sebagai pendekatan penelitian sambil menggunakan wawancara mendalam dengan informan kunci, dan Analytic Network Process (ANP)