• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tayangan Debat Capres Dan Citra Capres (Studi Korelasional Pengaruh Tayangan Debat Capres di TV terhadap Peningkatan Citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di Kalangan Mahasiswa FISIP USU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tayangan Debat Capres Dan Citra Capres (Studi Korelasional Pengaruh Tayangan Debat Capres di TV terhadap Peningkatan Citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di Kalangan Mahasiswa FISIP USU)"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

TAYANGAN DEBAT CAPRES DAN CITRA CAPRES

(Studi Korelasional Pengaruh Tayangan Debat Capres di TV terhadap

Peningkatan Citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009

di Kalangan Mahasiswa FISIP USU)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan

Untuk Menyelesaikan Pendidikan Strata Satu (S1)

Di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Disusun oleh :

Jefri Marganda Simanjuntak

050904082

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Jefri Marganda Simanjuntak

NIM : 050904082

Departemen :Ilmu Komunikasi

Judul :TAYANGAN DEBAT CAPRES DAN CITRA

CAPRES ( Studi Korelasional Pengaruh Tayangan

Debat Capres di TV terhadap Peningkatan Citra

Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009

di Kalangan Mahasiswa FISIP USU )

Medan, 3 November 2009

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Ilmu Komunikasi

Drs. Syafruddin Pohan, M.Si Drs. Amir Purba, M.Si (NIP. 191812051989031002) (NIP. 195102191987011001)

Dekan FISIP USU

(3)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul tayangan Debat Capres dan citra Capres (Studi korelasional pengaruh tayangan Debat Capres di TV terhadap peningkatan citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di kalangan mahasiswa FISIP USU). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif mahasiswa/i FISIP USU menonton tayangan Debat Capres dan untuk mengetahui pengaruh tayangan Debat Capres terhadap peningkatan Citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di kalangan mahasiswa FISIP USU. Objek penelitian adalah mahasiswa/i Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU. Model teori yang digunakan adalah teori Uses and Gratification.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, seberapa besar hubungan tersebut dan berarti tidaknya hubungan antara tayangan Debat Capres di TV terhadap citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009.

Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa USU angkatan 2006 dan 2007, yang berjumlah 1.317 orang pada tahun ajaran 2006/2007. Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Arikunto sebanyak 10 % dari populasi sehingga diperoleh sampel sebanyak 131 orang. Sementara teknik penarikan sampel yang digunakan yaitu Purposive Sampling dan Accidental Sampling.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Tayangan Debat Capres dan Citra Capres (Studi korelasional pengaruh tayangan Debat Capres di TV terhadap peningkatan citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di kalangan mahasiswa FISIP USU). Guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada kedua orang tua, Bapak J. Simanjuntak dan Ibu N. BR Hutahaean yang selalu menjaga, mendoakan, memberi nasehat, semangat serta dukungan moral dan materi. Sungguh tiada kata yang bisa tergambarkan betapa berharganya kedua orang tua bagi peneliti. Dan juga kepada saudara-saudara penulis; abang tercinta Ronald H. Simanjuntak, Joandi P. Simanjuntak dan adik tersayang Lukman A. Simanjuntak untuk perhatian dan dukungannya.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. DR. Arif Nasution, MA, selaku Dekan FISIP USU.

2. Bapak Drs. Amir Purba, MA, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

(5)

5. Almarhum Bapak Drs. Siswo Suroso, selaku dosen wali penulis.

6. Terima kasih buat para dosen Departemen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu kepada peneliti. Terima kasih buat semangat, nasehat, motivasi dan arahannya selama proses belajar mengajar.

7. Pihak Dekanat FISIP USU yang telah banyak membantu khususnya dalam memperoleh data yang penting untuk mengerjakan skripsi ini.

8. Kak Icut, Kak Maya, dan Kak Ros yang telah membantu dalam proses administrasi.

9. Buat sahabat-sahabat peneliti angkatan 2005 Ilmu Komunikasi FISIP USU, Maria, Fika, Yogi, Gali, Hendra, Aditya, Irene, Nuri, Nita, Rica, Icha Jimmy, Tarik, Emir, Verikasi dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang selalu siap membantu, memberi motivasi dan yang selalu setia mendengarkan setiap keluhan dan hambatan penulis.

10.Teman-teman di lingkungan FISIP USU; Ari, Rolas, Franklin, Bung Cecep Risky yang telah mendukung secara mendalam menyelesaikan penelitian ini.

11.Buat responden, terima kasih telah meluangkan waktunya untuk menjawab kuesioner yang diberikan penulis.

12.Kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih banyak atas kepeduliannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Penulis, November 2009

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN...1

I.1 Latar Belakang Masalah ...1

I.2 Perumusan Masalah ...7

I.3 Pembatasan Masalah...7

I.4 Tujuan Penelitian ...8

I.5 Manfaat Penelitian ...8

I.6 Kerangka Teori ...9

I.6.1 Komunikasi dan Komunikasi Massa...9

I.6.2 Televisi ...10

I.6.3 Citra ...13

I.6.4 Model Uses and Gratification ...16

I.6.5 Kerangka Kerja Teori...18

I.7 Kerangka Konsep ...19

I.8 Model Teoritis ...21

I.9 Operasional Variabel...21

I.10 Defenisi Operasional ...22

I.11 Hipotesis...26

BAB II URAIAN TEORITIS...27

II.1 Komunikasi Massa ...27

II.1.1 Pengertian Komunikasi ...27

II.1.2 Fungsi dan Tujuan Komunikasi...29

II.1.3 Komunikasi Massa...29

II.1.4 Ciri-Ciri Komunikasi Massa...31

II.1.5 Fungsi Dan Efek Komunikasi Massa...34

II.2 Televisi ...35

II.2.1 Ciri-ciri dan Fungsi Televisi...36

II.2.2 Tayangan Televisi ...38

II.3 Citra ...39

II.3.1 Metode Rhetorical Analysis ...40

II.3.2 Fantasy Theme Analysis ...41

II.4 Teori Uses and Gratification ...42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...45

III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ...45

III.1.1 Sejarah dan Perkembangan FISIP USU...45

III.1.2 Program Studi ...49

III.1.3 Visi Dan Misi FISIP USU...50

(8)

III.2 Metodologi Penelitian ...52

III.2 Metode Penelitian ...52

III.2 Lokasi Penelitian...52

III.3 Populasi dan Sampel ...52

III.3.1 Populasi ...52

III.3.2 Sampel...53

III.4 Teknik Penarikan Sampel ...54

III.5 Teknik Pengumpulan Data...54

III.6 Teknik Analisis Data...55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...57

IV.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data ...57

IV.1.1 Tahap Awal...57

IV.1.2 Pengumpulan Data ...57

IV.2 Teknik Pengolahan Data ...57

IV.3 Analisis Tabel Tunggal ...58

IV.3.1 Anteseden...59

IV.3.2 Motif ...82

IV.3.3 Penggunaan Media...89

IV.3.4 Efek ...96

IV.4 Analisis Tabel Silang ...117

IV.5 Uji Hipotesis ...120

IV.6 Pembahasan...122

IV.7 Implikasi Teoritis ...123

BAB V PENUTUP...125

V.1 Kesimpulan ...125

V.2 Saran ...126 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan...61

Tabel 4.5 Tingkat Kejelasan Responden Mengetahui Karakter Para Kandidat di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...61

Tabel 4.6 Penilaian Tentang Karakter Capres Megawati Mengenai Penampilan di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...62

Tabel 4.7 Penilaian Tentang Karakter Capres SBY Mengenai Penampilan di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan63 Tabel 4.8 Penilaian Tentang Karakter Capres Jusuf Kalla Mengenai Penampilan di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...64

Tabel 4.9 Penilaian Tentang Karakter Capres Megawati Mengenai Cara Berbicara di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...65

Tabel 4.10 Penilaian Tentang Karakter Capres SBY Mengenai Cara Berbicara di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...66

Tabel 4.11 Penilaian Tentang Karakter Capres Jusuf Kalla Mengenai Cara Berbicara di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...67

Tabel 4.12 Penilaian Tentang Karakter Capres Megawati Mengenai Gesture di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...68

Tabel 4.13 Penilaian Tentang Karakter Capres SBY Mengenai Gesture di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...69

Tabel 4.14 Penilaian Tentang Karakter Capres Jusuf Kalla Mengenai Gesture di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...70

Tabel 4.15 Penilaian Tentang Karakter Capres Megawati Mengenai Tata Bahasa di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...71

Tabel 4.16 Penilaian Tentang Karakter Capres SBY Mengenai Tata Bahasa di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...72

Tabel 4.17 Penilaian Tentang Karakter Capres Jusuf Kalla Mengenai Tata Bahasa di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...73

(10)

Tabel 4.19 Tingkat Kejelasan Responden Mengetahui Ide/Gagasan Capres SBY di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...75 Tabel 4.20 Tingkat Kejelasan Responden Mengetahui Ide/Gagasan Capres

Jusuf Kalla di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...75 Tabel 4.21 Tingkat Kesukaan Responden Terhadap Ide/Gagasan Capres

Megawati di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...76 Tabel 4.22 Tingkat Kesukaan Responden Terhadap Ide/Gagasan Capres SBY

di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres

Ditayangkan ...77 Tabel 4.23 Tingkat Kesukaan Responden Terhadap Ide/Gagasan Capres Jusuf

Kalla di Media TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...78 Tabel 4.24 Tingkat Kejelasan Dalam Situasi/Konteks Apa Ide/Gagasan Para

Kandidat Tersebut Disampaikan Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...79 Tabel 4.25 Tingkat Responden Menonton Pengamat Politik Tampil di Media

TV Apapun Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan...80 Tabel 4.26 Tingkat Responden Menonton Pengamat Politik Mengomentari

Para Kandidat Sebelum Tayangan Debat Capres Ditayangkan ...81 Tabel 4.27 Tingkat Kebutuhan Akan Informasi ...82 Tabel 4.28 Tingkat Penambahan Informasi dalam Tayangan Debat Capres ...82 Tabel 4.29 Tingkat Pengajaran/Edukasi dalam Tayangan Debat Capres ...83 Tabel 4.30 Penerimaan Segala Bentuk Informasi Yang Ada di Media ...84 Tabel 4.31 Penerimaan Segala Bentuk Informasi Yang Ada di Tayangan

Debat Capres Melalui Proses Pengawasan Responden...84 Tabel 4.32 Suatu informasi yang ada membuat responden menggali lebih

dalam lagi informasi yang ada tersebut melalui tayangan Debat Capres...85 Tabel 4.33 Tayangan Debat Capres Memenuhi Kebutuhan Pelepasan Dari

Tekanan Akan Hiburan pada Responden...86 Tabel 4.34 Tayangan Debat Capres Membuat Merasa Terhibur ...87 Tabel 4.35 Tayangan Debat Capres Untuk Mencari Hiburan...87 Tabel 4.36 Suatu informasi yang diterima oleh responden melalui tayangan

Debat Capres menguatkan informasi yang responden yakini

sebelumnya...88 Tabel 4.37 Akses Untuk Menonton Televisi...89 Tabel 4.38 Ketertarikan Menonton Tayangan Debat Capres...90 Tabel 4.39 Kesesuaian Pemilihan Jadwal Penayangan

Tayangan Debat Capres ...90 Tabel 4.40 Kesesuaian Durasi Penayangan Tayangan Debat Capres ...91 Tabel 4.41 Penilaian Metode Penyajian dalam bentuk penyampaian visi-misi

pada Tayangan Debat Capres yang Dikemas di TV ...92 Tabel 4.42 Penilaian Metode Penyajian dalam bentuk Pendalaman pada

Tayangan Debat Capres yang Dikemas di TV...92 Tabel 4.43 Penilaian Metode Penyajian dalam bentuk Diskusi dengan

Kesempatan Calon Lain Menanggapi pada Tayangan Debat Capres yang Dikemas di TV ...93 Tabel 4.44 Penilaian Metode Penyajian dalam sesi Penutup yang Dikemas di

(11)

Tabel 4.45 Keterkaitan antara Individu Responden dengan Isi Tayangan Debat Capres...95 Tabel 4.46 Kejelasan Tindakan yang Dilakukan Para Kandidat pada Tayangan

Debat Capres ...96 Tabel 4.47 Kejelasan Situasi Pada Tayangan Debat Capres Dalam Rangka

Menjelang Pilpres 2009...96 Tabel 4.48 Kejelasan Peran Para Kandidat Sebagai Capres RI Di Tayangan

Debat Capres ...97 Tabel 4.49 Kejelasan Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Para Kandidat

Untuk Menarik Simpati Rakyat ...98 Tabel 4.50 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Megawati

Mengenai Penampilan...98 Tabel 4.51 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres SBY

Mengenai Penampilan...99 Tabel 4.52 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Jusuf Kalla

Mengenai Penampilan...100 Tabel 4.53 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Megawati

Mengenai Cara Berbicara...100 Tabel 4.54 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres SBY

Mengenai Cara Berbicara...101 Tabel 4.55 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Jusuf Kalla

Mengenai Cara Berbicara...102 Tabel 4.56 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Megawati

Mengenai Gesture / Bahasa Tubuh ...103 Tabel 4.57 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres SBY

Mengenai Gesture / Bahasa Tubuh ...103 Tabel 4.58 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Jusuf Kalla

Mengenai Gesture / Bahasa Tubuh ...104 Tabel 4.59 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Megawati

Mengenai Tata Bahasa ...105 Tabel 4.60 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres SBY

Mengenai Tata Bahasa ...105 Tabel 4.61 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Jusuf Kalla

Mengenai Tata Bahasa ...106 Tabel 4.62 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Megawati

Mengenai Penyampaian Visi-Misi...107 Tabel 4.63 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres SBY

Mengenai Penyampaian Visi-Misi...107 Tabel 4.64 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Jusuf Kalla

Mengenai Penyampaian Visi-Misi...108 Tabel 4.65 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Megawati

Mengenai Pendalaman Topik...109 Tabel 4.66 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres SBY

Mengenai Pendalaman Topik...110 Tabel 4.67 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Jusuf Kalla

Mengenai Pendalaman Topik...110 Tabel 4.68 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Megawati

Mengenai Diskusi Dengan Kesempatan

Calon Lain Menanggapi...111 Tabel 4.69 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres SBY

Mengenai Diskusi Dengan Kesempatan

(12)

Tabel 4.70 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Jusuf Kalla Mengenai Diskusi Dengan Kesempatan

Calon Lain Menanggapi...113 Tabel 4.71 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Megawati

Mengenai Ucapan Penutup ...114 Tabel 4.72 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres SBY

Mengenai Ucapan Penutup ...114 Tabel 4.73 Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Jusuf Kalla

Mengenai Ucapan Penutup ...115 Tabel 4.74 Kejelasan Alasan Mengapa Semua Kandidat Melakukan

Perdebatan Ini ...116 Tabel 4.75 Hubungan Antara Ketertarikan Menonton Tayangan Debat Capres

dengan Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Megawati Mengenai Penampilan...117 Tabel 4.76 Hubungan Antara Ketertarikan Menonton Tayangan Debat Capres

dengan Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres SBY Mengenai Penampilan...118 Tabel 4.77 Hubungan Antara Ketertarikan Menonton Tayangan Debat Capres

dengan Penilaian Tentang Cara-Cara yang Dilakukan Capres Jusuf Kalla Mengenai Penampilan ...119 Tabel 4.78 Hasil Uji Korelasi Spearman...120

DAFTAR GAMBAR

(13)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul tayangan Debat Capres dan citra Capres (Studi korelasional pengaruh tayangan Debat Capres di TV terhadap peningkatan citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di kalangan mahasiswa FISIP USU). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif mahasiswa/i FISIP USU menonton tayangan Debat Capres dan untuk mengetahui pengaruh tayangan Debat Capres terhadap peningkatan Citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di kalangan mahasiswa FISIP USU. Objek penelitian adalah mahasiswa/i Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU. Model teori yang digunakan adalah teori Uses and Gratification.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, seberapa besar hubungan tersebut dan berarti tidaknya hubungan antara tayangan Debat Capres di TV terhadap citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009.

Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa USU angkatan 2006 dan 2007, yang berjumlah 1.317 orang pada tahun ajaran 2006/2007. Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Arikunto sebanyak 10 % dari populasi sehingga diperoleh sampel sebanyak 131 orang. Sementara teknik penarikan sampel yang digunakan yaitu Purposive Sampling dan Accidental Sampling.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang Masalah

Perhelatan politik telah dibuka kembali di pasar rakyat lima tahunan bernama pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres). Pelbagai menu berupa visi, misi, dan program pun dikemukakan kepada rakyat, salah satunya melalui tayangan debat capres di beberapa stasiun televisi.

Debat bagi pasangan calon presiden pada pemilu presiden ini akan dilakukan sebanyak tiga kali dan debat bagi calon wakil presiden sebayak dua kali. Komisi Pemilihan Umum diberikan tanggung jawab untuk menyelenggarakan debat yang wajib diikuti pasangan capres-cawapres. Debat ini direncanakan tanpa panelis. Penyelenggaraan debat ini untuk mengurangi kampanye dalam bentuk pengumpulan dan arak- arakan massa. Kampanye model konvensional ini tetap boleh diselenggarakan, tetapi bukan menjadi model utama.

Kampanye dalam bentuk pengumpulan massa kurang mampu menggali visi dan misi pasangan capres-cawapres. Acara hiburan lebih mengemuka dalam kampanye tersebut. Model kampanye ini juga rawan menimbulkan kesenjangan antara pasangan capres-cawapres yang memiliki dana kampanye berlimpah dan terbatas.

(15)

Jakarta, Anies Rasyid Baswedan itu dibagi atas empat tahapan, yaitu penyampaian visi-misi, pendalaman, diskusi dengan kesempatan calon menanggapi pandangan calon lain, serta penutup. Pada sesi ketiga, saat calon diberi kesempatan menanggapi pendapat calon lain, kesempatan untuk ”menyerang” itu tidak dipergunakan mereka.

Pada debat pertama, misalnya ketika menyoal perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri, Megawati menyatakan akar masalah ada di dalam negeri sehingga perlindungan harus dimulai dari dalam negeri. SBY menanggapinya dengan menyatakan ”setuju 200 persen”. Kalla juga menyebut apa yang disampaikan Megawati dikerjakannya saat ia menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada masa pemerintahan Megawati.

Ketika diberikan kesempatan menanggapi balik, Megawati hanya berujar singkat, ”Semua ngikut saya.” Dalam sesi kedua, Anies melontarkan tiga pertanyaan terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, anggaran pertahanan, dan penyelesaian kasus lumpur Lapindo Brantas. Kalla dan Megawati menekankan agar RUU itu bisa dirampungkan maksimal September 2009 oleh DPR periode sekarang. SBY menyebutkan, jika tidak bisa selesai, presiden punya hak menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). ”Saya sependapat dengan Pak SBY karena yang bisa membuat perppu Pak SBY,” kata Kalla.

(16)

Debat yang kedua pada 25 Juni dengan tema mengentaskan kemiskinan dan pengangguran serta dipandu oleh moderator Aviliani, sedangkan debat capres ketiga pada 2 Juli dengan tema NKRI, demokrasi dan otonomi daerah dan moderator Pratikno.

Debat merupakan momentum persuasi dari para capres untuk meyakinkan bahwa mereka layak menjadi pemenang. Debat akan berpengaruh pada politik pencitraan para capres. Ekspresi komunikasi dan wawasan para capres akan dilihat dan didengar oleh khalayak sehingga sangat mungkin untuk menaikkan atau menurunkan tingkat elektabilitas capres.

Dalam publik relations tidak bisa dilepaskan dengan image atau citra. Citra adalah sebuah pandangan mengenai suatu perusahaan atau suatu partai politik dan kandidatnya, yang bersifat penilaian obyektif masyarakat atas tindakan dan perilaku dan etika para kader partai tersebut yang berhubungan dengan eksistensinya dalam masyarakat. Citra merupakan kesan, perasaan, gambaran diri public terhadap perusahaan atau organisasi, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi ( Bill Clinton, dalam Elvinaro & Soemirat, 2003:112 ).

(17)

Sedangkan yang dimaksud pengaruh dari orang lain sebuah persepsi yang dikeluarkan oleh seseorang atau konsumen akibat dari pengaruh dari orang lain, tidak dengan melihat dan membuktikannya sendiri. Persepsi ini sering digunakan bagi seseorang yang sangat membenci organisasi tersebut dan dengan tujuan agar citra organisasi tersebut jatuh, maka ia membuat isu dan disebarkan kepada orang lain.

Media di manapun memiliki kekuatan yang signifikan dalam melakukan produksi dan reproduksi citra politik. Asumsi seperti ini relevan dengan pendapat Tuchman, yang mengatakan seluruh isi media sebagai realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality). Proses konstruksi citra melalui media, dilihat dari perspektif kerangka teori Berger dan Luckman (1966), berlangsung melalui suatu interaksi sosial. Proses dialektis yang menampilkan tiga bentuk realitas yakni subjective reality, symbolic reality, objective reality. Ketika seorang tokoh tampil sebagai fakta yang berada di luar diri publik, dan tampil seperti apa adanya itulah objective reality.

(18)

Debat tentu akan berpengaruh pada politik pencitraan para capres. Ekspresi komunikasi dan wawasan para capres secara langsung akan dilihat dan didengar oleh khalayak luas, sehingga sangat mungkin dapat menaikkan atau menurunkan tingkat elektablitas capres di mata pemilih. Sebagai prosesi komunikasi, indikator debat yang akan diperhatikan pertama kalinya oleh khalayak tentu saja retorika para capres. Retorika sebagai seni berbicara (art of speech) akan memberi kesan pada kemampuan kandidat dalam menangani persoalan susbtantif yang mereka janjikan. Dari debat calon akan diketahui kualitas dan kapabilitas pasangan calon. Di dalam debat tentu akan diketahui sejauh mana argumentasi dan rasionalisasi para calon dalam mempertahankan rencana program beserta strategi realisasinya. Tidak hanya dari visi, misi, dan program. Dari penampilan dan gaya berbicara capres pun akan tampak dalam acara debat capres ini.

Dari perdebatan ini, kita akan melihat bagaimana pencitraan yang terbentuk di masyarakat. Citra yang positif akan membantu masing-masing kandidat untuk menarik simpati dari masyarakat. Berbagai argumentasi yang dikemukakan pada khalayak berupa kebijakan politik calon presiden termasuk didalamnya citra sosial caleg, perasaan emosional caleg dan citra diri seorang caleg akan menentukan perilaku pemilih dalam menentukan pilihannya.

(19)

Penulis memilih objek penelitian pada kalangan mahasiswa/i FISIP USU. Ini disebabkan oleh tingkat pendidikan mahasiswa/i FISIP USU telah lebih baik. Dan pola berpikir mahasiswa/i FISIP lebih cenderung pada analisis-analisis bidang sosial dan politik.

(20)

I. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut :

“ Sejauhmanakah Pengaruh Tayangan Debat Capres terhadap Peningkatan Citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di Kalangan Mahasiswa FISIP USU ? ”

I. 3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari lingkup yang terlalu luas, sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalahnya tersebut sebagai berikut:

1. Penelitian ini menggunakan metode korelasional, metode yang bertujuan untuk meneliti sejauhmana pengaruh suatu variabel yang menjadi penyebab variabel lain.

2. Objek penelitian ini adalah Kalangan Mahasiswa/i FISIP USU yaitu mahasiswa/i yang berstatus stambuk 2006 dan 2007 dan pernah menonton tayangan Debat Capres setidaknya dua kali.

(21)

I. 4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. untuk mengetahui motif mahasiswa/i FISIP USU menonton Tayangan Debat Capres

2. untuk mengetahui pengaruh Tayangan Debat Capres terhadap Peningkatan Citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di Kalangan Mahasiswa FISIP USU

I. 5. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan dapat memperluas cakrawala pengetahuan peneliti mengenai perilaku masyarakat.

2. Secara Akademis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam bidang ilmu komunikasi dan sumbangan pemikiran di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

(22)

I. 6. Kerangka Teori

Untuk melakukan penelitian, seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori. Kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir yang menunjukkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang akan diteliti (Nawawi, 1997 ; 40).

Menurut Kerlinger, teori adalah himpunan konstruk (konsep), defenisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 1997 : 6). Dengan adanya kerangka teori, peneliti mempunyai landasan berpikir dalam menyusun penelitiannya.

Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah : I. 6. 1. Komunikasi dan Komunikasi Massa

Komunikasi dapat diartikan dalam proses komunikasi, yaitu bila seseorang/ kelompok menyampaikan lambang/idea yang ditujukan kepada orang lain/kelompok lain, dengan tujuan agar terjadi persamaan pendapat di antara yang semua yang terlibat di dalam mengartikan lambang itu. Komunikasi ini dapat dilakukan secara langsung, dengan atau tanpa media. Pengertian komunikasi memang sangat sederhana dan mudah dipahami, tetapi dalam pelaksanaannya sangat sulit dipahami, terlebih lagi bila yang terlibat komunikasi memiliki referensi yang berbeda, atau di dalam komunikasi berjalan satu arah misalnya dalam media massa, tentunya untuk membentuk persamaan ini akan mengalami banyak hambatan (Wahyudi, 1986: 29).

(23)

yang meliputi : komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek (Effendy, 2003 : 253).

Dalam kaitannya dengan media televisi, komunikasi massa yang dimaksud adalah yang menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam jumlahnya dengan menggunakan media, baik cetak maupun elektronik. Yang menjadi komunikator dalam komunikasi massa umumnya adalah lembaga atau institusi, sedangkan komunikannya adalah masyarakat umum.

Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada khalayak tersebar, heterogen dan menimbulkan media alat-alat elektronik sehingga pesan yang sama dapat diartikan secara serempak dan sesaat. Maka komunikasi yang ditujukan kepada massa dengan menggunakan media elektronik khususnya televisi merupakan komunikasi massa (Rakhmat, 1991 : 189).

Menurut Robert F. Avery yang dikutip oleh JB. Wahyudi memberi defenisi komunikasi massa yang menggunakan media massa yang terbit/disiarkan secara periodik. Massa dan komunikasi massa adalah pembaca surat kabar / majalah, pendengar radio, penonton televisi yang memiliki sifat-sifat yaitu :

a. Banyak jumlahnya b. Saling tidak mengenal c. Heterogen

d. Tidak diorganisasikan

e. Tidak dikenal oleh si pengirim / komunikator

f. Tidak dapat memberikan umpan balik secara langsung I. 6. 2. Televisi

(24)

melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menimbulkan serempak dalam komunikannya yang heterogen.

Televisi sebagai media massa menjadi penting artinya bagi manusia untuk memperoleh informasi, pendidikan, maupun hiburan. Kelebihan media televisi terletak pada kekuatannya menguasai jarak dan ruang, sasaran yang dicapai untuk mencapai massa yang cukup besar. Dan, daya rangsang seseorang terhadap televisi cukup tinggi, disebabkan oleh kekuatan suara dan gambar yang bergerak atau ekspresif (Kuswandi, 1996 : 23).

Televisi memiliki pengaruh yang sangat tinggi, hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Mar`at dalam Effendy (1993 : 122), bahwa acara televisi mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan perasaan para penonton adalah wajar. Jadi bila ada hal-hal yang mengakibatkan penonton terharu, terpesona atau latah bukanlah sesuatu yang jarang dijumpai. Sebab salah satu pengaruh psikologis dari televisi seolah-olah menghipnotis penonton sehingga mereka terhanyut dalam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang disajikan televisi.

Pesan yang akan disampaikan melalui media televisi, memerlukan pertimbangan-pertimbangan lain agar pesan tersebut dapat diterima oleh khalayak sasaran. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah pemirsa, waktu, durasi, dan metode penyajian.

1. Pemirsa

(25)

termasuk kategori anak-anak, remaja, dewasa maupun orang-orang. Jadi, setiap acara yang ditayangkan benar-benar berdasarkan kebutuhan pemirsa, bukan acara yang dijejalkan begitu saja.

2. Waktu

Faktor waktu menjadi bahan pertimbangan, agar setiap acara ditayangkan secara proporsional dan dapat diterima oleh khalayak sasaran atau khalayak yang dituju. Bagi semua stasiun, antara pukul 19.30 sampai pukul 21.00 WIB dianggap sebagai waktu utama (prime time), yakni waktu yang dianggap paling baik untuk menayangkan acara pilihan, karena pada waktu itulah seluruh anggota keluarga berkumpul dan punya waktu untuk menonton televisi. Karenanya tidak heran pada acara tersebut selalu dipenuhi oleh iklan. 3. Durasi

Durasi berkaitan dengan waktu, yaitu jumlah menit dalam setiap penayangan acara. Suatu acara tidak akan mencapai sasaran karena durasi terlalu singkat atau terlalu lama.

4. Metode Penyajian

Telah kita ketahui bahwa fungsi utama televisi menurut khalayak pada umumnya adalah untuk menghibur, selanjutnya adalah informasi. Dengan pesan informatif, selain melalui acara siaran berita, dapat dikemas dalam bentuk wawancara, panel diskusi, reportase, obrolan, dan sejenisnya, bahkan dalam bentuki sandiwara sekalipun.

(26)

I. 6. 3. Citra

Citra merupakan kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi (Bill Clinton, dalam Elvinaro & Soemirat, 2003:112). Citra itu dengan sengaja perlu diciptakan agar bernilai positif, citra itu sendiri merupakan salah satu aset terpenting dari suatu perusahaan atau organisasi. Yang membentuk citra adalah perusahaan tersebut, sedangkan publik hanyalah pihak yang menanggapi apakah citra yang coba ditunjukan oleh sebuah perusahaan itu berhasil atau tidak dan menilainya sehingga munculah persepsi. Citra ditimbulkan dari persepsi yang diberikan masing-masing masyarakat, pesepsi ini bersifat obyektif, tergantung dari siapa persepsi itu dikeluarkan.

Wujud dari citra dapat dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang khususnya datang dari publik (khalayak sasaran) dan masyarakat luas pada umumnya (Soemirat 2004 : 112). Penilaian atau tangapan masyarakat tersebut dapat berkaitan dengan timbulnya rasa hormat kesan-kesan baik dan menguntungkan terhadap suatu perusahaan atau pribadi.

Menurut Frank Jefkins, ada beberapa jenis citra yang dikenal di dunia aktivitas publik relations, yaitu:

1. Citra cermin (mirror image), yaitu citra yang dianut oleh orang dalam, mengenai pandangan luar terhadap perusahaannya.

2. Citra kini (current image), yaitu kesan yang diperoleh dari orang lain tentang perusahaan itu.

(27)

4. Citra perusahaan (corporate image), yaitu citra perusahaan dilihat dari secara keseluruhan, bukan hanya sekedar citra atas produk dan pelayanannya

5. Citra Serbaneka (multiple image), yaitu pelengkap dari unsur-unsur yang diintegrasikan terhadap citra perusahaan.

6. Citra Penampilan (performance), yaitu citra yang lebih ditujukan kepada subjeknya, bagaimana kinerja atau penampilan diri para profesional pada perusahaan bersangkutan, misalnya bagaimana pelaksanaan etika dalam berbicara pada khalayak.

(Ruslan, 1998: 65)

Kenneth Burke dengan Dramatism Pentad (Griffin, 2004 : 315) mengilustrasikan pentingnya sebuah retorika dalam bentukan :

1. Act, yaitu tindakan apa yang dilakukan oleh Aktor dalam situasi tertentu, 2. Scene, yaitu situasi atau konteks (setting) dimana tindakan (act) dilakukan, 3. Agent, yaitu actor yang melakukan tindakan,

4. Agency, yaitu alat atau cara-cara yang dilakukan oleh actor/agent untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan dan,

5. Purpose, yaitu alasan atau latar belakang yang menyebabkan sebuah tindakan (act) harus dilakukan dan hasil atau efek apa yang diharapkan dari tindakan itu.

(Littlejohn, 1996 : 169).

Dengan mengaplikasikan elemen-elemen retorika Kenneth Burke, dalam

(28)

Kegiatan komunikasi manusia dipengaruhi oleh Retorical Vision, menurut Bormann (Littlejohn, 1996: 172) berpendapat bahwa Bormann meyakini Rhetorical Vision, “ . . . structure our sense of reality in areas that we cannot experience directly but can only know by symbolic reproduction”.

Dalam memberikan pandangan kepada khalayak, diperlukan retorika yang baik. Selanjutnya Bormann menyatakan Fantasy Theme merupakan bagian dari

Rhetorical Vision yang lebih besar. Dalam Fantasy Theme manusia berupaya untuk memahami kejadian-kejadian yang terjadi disekelilingnya dengan berbagi cerita dengan sesama. Tindakan inilah yang kemudian memunculkan label tertentu untuk mengartikan kejadian-kejadian yang ada disekelilingnya.

Fantasy Theme terdiri dari beberapa elemen yakni :

1. Dramatis personae, karakter-karakter yang dilakoni sebuah peran tertentu. 2. The plot line, alur cerita yang diperankan oleh para karakter tersebut 3. The scene-setting, konteks, atau situasi dimana plot tengah terjadi

4. Sanctioning agent, figure yang dapat memberi legitimasi cerita. (Littlejohn, 1996: 172)

(29)

I. 6. 4. Model Uses and Gratification

Model ini merupakan fokus dari tujuan komunikator ke tujuan komunikan. Model ini menentukan fungsi komunikasi massa dalam melayani khalayak. Pendekatan uses and gratification untuk pertama kalinya dijelaskan oleh Elihu Katz (1959) dalam suatu artikel sebagai reaksinya terhadap pernyataan Bernard Berelson (1959) bahwa penelitian komunikasi tampaknya mati.

Teori uses and gratification adalah teori yang menjelaskan bagaimana komunikan memilih medianya sendiri sesuai dengan kebutuhan. Model uses and gratification menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama adalah bukan bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana khalayak memenuhi kebutuhan pribadi dan sosialnya. Jadi bobotnya ialah pada khalayak yang aktif, yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus (Effendy 2003:289-290).

Katz, Blumer dan Gurevitch menjelaskan mengenai asumsi dasar dari teori uses and gratifications, yaitu :

1. Khalayak dianggap aktif, artinya khalayak sebagai bagian penting dari penggunaan media massanya diasumsikan mempunyai tujuan.

2. Dalam proses komunikasi massa, inisiatif untuk mengaitkan pemuasaan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada khalayak.

3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media luas bergantung kepada khalayak yang bersangkutan.

(30)

5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus dipertangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak (Komala, 2004:71) .

Dilihat dengan gambar, model Uses And Gratification adalah sebagai berikut:

Gambar 1 Model Uses And Gratification

Sumber : ( Jallaludin Rakhmat, 2004 )

Lingkungan sosial meliputi variabel individual yang terdiri dari data demografis seperti usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor psikologi komunikan. Semua variabel lingkungan seperti organisasi, sistem sosial dan struktur sosial. Menurut Blumer, kebutuhan individual (motif) dapat dioperasionalisasikan menjadi dua orientasi; orientasi diversi (kebutuhan hiburan), serta identitas ( yakni menggunakan isi media untuk memperkuat/ menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan/ situasi khalayak sendiri).

(31)

I. 6. 5 Kerangka Kerja Teori

Gambar 2. Kerangka Kerja Teori Uses and Gratification

Dengan melihat gambar ini, maka akan diketahui suatu teori beserta variabelnya yang sistematis, inovatif, dan tujuan yang jelas. Tanda panah satu arah merupakan tanda yang menghubungkan dan mempengaruhi bagian yang satu ke bagian yang dituju.

(32)

I. 7. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Dengan kerangka konsep akan menuntun penelitian dalam merumuskan hipotesis (Nawawi, 1995 : 40).

Kerangka Konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang akan diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang akan diteliti, yaitu : Variabel Anteseden:

1. Variabel Individu Jenis Kelamin

2. Variabel Lingkungan  Departemen  Stambuk

3. Preferensi Citra Capres RI

Variabel Motif:

1. Orientasi Kognitif.

 Informasi – edukasi yaitu informasi yang didapat mahasiswa setelah menonton tayangan.

(33)

 Eksplorasi (selektivitas), yaitu khalayak dianggap aktif menyeleksi tayangan yang diinginkannya.

2. Personal Diversi, yakni kebutuhan akan pelepasan dari tekanan akan hiburan 3. Personal Identity, yakni penguatan nilai atau penambah pemahaman kepada diri sendiri mengenai citra yang dibuat Capres

Variabel Penggunaan Media:

1. Macam isi, yakni isi media yang dikonsumsi. Media itu adalah Tayangan Debat Capres.

2. Hubungan dengan isi, yakni keterkaitan antara individu konsumen dengan isi media yang dikonsumsi. Dalam hal ini khalayak aktif mempunyai hubungan dengan tayangan Debat Capres.

Variabel Efek:

(34)

I. 8. Model Teoritis

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut :

Gambar 3. Model Teoritis

I. 9. Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang ada diatas, maka dibuat operasional variabel untuk membentuk kesatuan dan kesesuaian dalam penelitian, yaitu :

Tabel 1.1

Variabel Teoritis Variabel Operasional

Anteseden 1. Variabel Individual

 Jenis Kelamin 2. Variabel Lingkungan

 Departemen

 Stambuk / Angkatan 3. Preferensi Citra Capres RI

Motif 1. Orientasi Kognitif

 Informasi – edukasi

(35)

2. Personal Diversi

Kebutuhan akan pelepasan dari tekanan akan hiburan

3. Personal Identity Penggunaan Media - Macam isi

- Hubungan dengan isi

Efek 1. Gratifikasi

( Citra Capres RI ) 2. Pengetahuan

I. 10. Defenisi Variabel Operasional

Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Defenisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Defenisi operasional juga merupakan suatu informasi alamiah yang amat membantu penelitian lain yang akan menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 2006 : 46).

Defenisi operasional variabel-variabel dalam peneltian ini adalah : Anteseden:

1. Variabel Individu

Jenis Kelamin, yaitu jenis kelamin responden yang mengisi kuesioner

2. Variabel Lingkungan

 Departemen, yaitu departemen responden

 Stambuk, yaitu tahun angkatan masuk mahasiswa.

(36)

Motif:

1. Orientasi Kognitif adalah kebutuhan mahasiswa akan informasi dan pemahaman akan suatu kondisi atau keadaan.

 Informasi – edukasi yaitu informasi yang didapat mahasiswa setelah menonton tayangan.

 Surveillence (pengawasan), yaitu informasi mengenai hal-hal yang mungkin mempengaruhi seseorang atau akan membantu seseorang melakukan atau memastikan karakter Capres RI tertentu.

 Eksplorasi (selektivitas), yaitu khalayak dianggap aktif menyeleksi tayangan yang diinginkannya.

2. Personal Diversi, yakni kebutuhan akan pelepasan dari tekanan akan hiburan 3. Personal Identity, yakni penguatan nilai atau penambah pemahaman kepada diri sendiri mengenai citra yang dibuat Capres

Penggunaan Media:

1. Macam isi, yakni isi media yang dikonsumsi. Media itu adalah Tayangan Debat Capres.

Faktor-faktor pada setiap tayangan, sebagai berikut:

- Pemirsa adalah khalayak yang mempunyai akses untuk menonton televisi. Kelompok pemirsa dalam Tayangan Debat Capres biasanya adalah khalayak dewasa yang menyukai hal-hal pada bidang politik.

- Waktu Penayangan adalah jadwal penayangan acara tersebut. Waktu penayangan Debat Capres yaitu debat pada 18 Juni akan digelar di Trans 7, 25 Juni digelar di Metro TV, dan 2 Juli di RCTI pada pukul 19.00 WIB. - Durasi adalah berapa lama jumlah menit dalam setiap penayangan acara.

(37)

- Metode Penyajian adalah bagaimana bentuk suatu acara dikemas.

Tayangan Debat Capres dikemas dalam bentuk penyampaian visi-misi, pendalaman, diskusi dengan kesempatan calon menanggapi pandangan calon lain, serta penutup.

2. Hubungan dengan isi, yakni keterkaitan antara individu konsumen dengan isi media yang dikonsumsi. Dalam hal ini khalayak aktif mempunyai hubungan dengan tayangan Debat Capres.

Efek:

1. Gratifikasi ( Citra Capres RI ), yakni kemampuan media untuk memberikan kepuasan. Dalam hal ini, Dramatistic Pentad merupakan bagian dari retorika yang menjadi variabel pada Citra Capres. Dengan menggunakan retorika akan dilihat bagaimana Capres RI mengungkapkan pandangannya.

Dramatistic Pentad terdiri dari beberapa bagian, yakni:

- Act, yaitu tindakan apa yang dilakukan oleh Aktor dalam situasi tertentu. Tindakan yang dilakukan Capres adalah menyampaikan gagasannya tentang materi apa yang dibahas dalam setiap perdebatan.

- Scene, yaitu situasi atau konteks (setting) dimana tindakan (act) dilakukan. Situasi pada saat tayangan ini adalah situasi menyampaikan pesan pada khalayak agar pemirsa dapat dengan jelas mengetahui karakter masing-masing capres

- Agent, yaitu aktor yang melakukan tindakan.

Aktornya ada tiga kandidat, yakni Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Jusuf Kalla. Ketiganya berperan sebagai Capres RI.

(38)

- Purpose, yaitu alasan atau latar belakang yang menyebabkan sebuah tindakan (act) harus dilakukan dan hasil atau efek apa yang diharapkan dari tindakan itu.

Efek yang diharapkan dari ketiga capres ini adalah pencitraan yang positif.

(39)

I. 11. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau masih belum sempurna. Pengertian ini kemudian diperluas dengan maksud sebagai kesimpulan penelitian yang belum sempurna, sehingga perlu disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis itu melalui penelitian (Bungin, 2005 : 75).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ho : Tidak terdapat hubungan antara Pengaruh Tayangan Debat Capres terhadap Peningkatan Citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di Kalangan Mahasiswa FISIP USU.

(40)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1 Komunikasi Massa

Liliweri ( 1991 : 1 ), menjelaskan bahwa di dalam kehidupan setiap hari semua orang selalu berbicara tentang komunikasi atau paling tidak menggunakan kata komunikasi. Namun demikian tidak banyak yang benar-benar mengerti makna kata-kata komunikasi yang selalu dibicarakan atau bahkan pernah dilaksanakan.

II. 1. 1. Pengertian Komunikasi

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasl dari bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama

(communis) adalah istilah yang paling sering sebagai asal usul komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana, 2005 : 4).

Secara paradigmatis, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tal langsung melalui media (Effendy, 2004 : 5).

(41)

Pengertian komunikasi menurut Berelson dan Starainer dalam Fisher adalah penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan, dan seterusnya melalui penggunaan simbol kata, angka, grafik dan lain-lain (Fisher, 1990:10). Sedangkan menurut Onong U. Effendy (1984 : 6), komunikasi adalah peristiwa penyampaian ide manusia.

Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan yang dapat berupa pesan informasi, ide, emosi, keterampilan dan sebagainya melalui simbol atau lambang yang dapat menimbulkan efek berupa tingkah laku yang dilakukan dengan media-media tertentu.

Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society dalam Effendy (2005: 10), mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect?

Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni :

- Komunikator ( communicator, source, sender )

- Pesan ( message )

- Media ( channel, media )

- Komunikan ( communicant, communicatee, receiver, recipient )

- Efek (effect, impact, influence)

(42)

II. 1. 2. Fungsi dan Tujuan Komunikasi

Adapun fungsi dari komunikasi, adalah sebagai berikut: a. Menyampaikan informasi (to inform)

b. Mendidik (to educate)

c. Menghibur (to entertain)

d. Mempengaruhi (to influence) ( Effendy, 2005: 8 )

Adapun tujuan dari komunikasi, adalah sebagai berikut: a. Perubahan sikap (attitude change)

b. Perubahan pendapat (opinion change)

c. Perubahan perilaku (behavior change)

d. Perubahan sosial (social change) ( Effendy, 2005: 8 )

Menurut Widjaya (2000: 109), tujuan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan, yakni kepentingan sumber/pengirim/komunikator dan kepentingan penerima/komunikan. Tujuan komunikasi dari sudut kepentingan sumber yaitu : 1)Memberikan informasi 2)Mendidik 3)Menyenangkan/Menghibur 4) Mengajukan suatu tindakan/persuasi. Sedangkan tujuan komunikasi dari sudut kepentingan penerima yaitu : 1) Memahami Informasi 2) Mempelajari 3) Menikmati 4)Menerima atau menolak anjuran. II. 1. 3. Komunikasi Massa

(43)

Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Ardianto, 2004 : 3), yakni : komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang ( mass communication is messages communicated through a mass medium to a large

number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa.

Definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh ahli komunikasi lain, yaitu Gebner, komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkesinambungan serta paling luas dimiliki orang dalam masnyarakat industri (Ardianto, 2004 : 4).

Sementara itu, menurut Jay Black dan Frederick C (Nurudin, 2006 : 12) disebutkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massal/tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim, dan heterogen.

Luas disini berarti lebih besar daripada sekadar kumpulan orang yang berdekatan secara fisik, sedangkan anonim berarti individu yang menerima pesan cenderung asing satu sama lain, dan heterogen berarti pesan dikirimkan kepada orang-orang dari berbagai macam status, pekerjaan, dan jabatan dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain dan bukan penerima pesan yang homogen.

(44)

II. 1. 4. Ciri-Ciri Komunikasi Massa

Melalui definisi-definisi komunikasi massa tersebut, kita dapat mengetahui ciri-ciri komunikasi massa. Menurut Nurudin dalam bukunya Pengantar Komunikasi Massa (2004: 19), ciri-ciri dari komunikasi massa adalah :

1. Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga

Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang, tetapi kumpulan orang. Artinya, gabungan antarberbagai macam unsur dan bekerja sama satu sama lain dalam sebuah lembaga. Lembaga yang dimaksud disini menyerupai sebuah sistem. Sistem itu adalah sekelompok orang, pedoman, dan media yang melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan, menuangkan ide, gagasan, simbol, lambang menjadi pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai suatu kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain dengan mengolah pesan itu menjadi sumber informasi.

Dengan demikian, komunikator dalam komunikasi massa setidak-tidaknya mempunyai ciri sebagai berikut : (1) kumpulan individu, (2) dalam berkomunikasi individu-individu itu terbatasi perannya dengan sistem dalam media massa, (3) pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama pribadi unsur-unsur yang terlibat, (4) apa yang dikemukakan oleh komunikator biasannya untuk mencapai keuntungan atau mendapatkan laba secara ekonomis. 2. Komunikasi dalam Komunikasi Massa Bersifat Heterogen

Komunikan dalam komunikasi massa sifatnya heterogen/beragam. Artinya, komunikan terdiri dari beragam pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, jabatan yang beragam, dan memiliki agama atau kepercayaan ynag berbeda pula.

Herbert Blumer pernah memberikan ciri tentang karakteristik

(45)

a. Audience dalam komunikasi massa sangatlah heterogen. Artinya, ia mempunyai heterogenitas komposisi atau susunan. Jika ditinjau dari asalnya, mereka berasal dari berbagai kelompok dalam masyarakat.

b. Berisi individu-individu yang tidak tahu atau mengenal satu sama lain. Di samping itu, antarindividu itu tidak berinteraksi satu sama lain secara langsung.

c. Mereka tidak mempunyai kepemimpinan atau organisasi formal

3. Pesannya Bersifat Umum.

Pesan-pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang atau kelompok masyarakat tertentu. Dengan kata lain, pesan-pesannya ditujukan kepada khalayak yang plural. Oleh karena itu, pesan-pesan yang dikemukakan pun tidak boleh bersifat khusus. Khusus disini, artinya pesan memang tidak disengaja untuk golongan tertentu.

Ketika melihat televisi misalnya, karena televisi ditujukan untuk dinikmati oleh orang banyak, pesannya harus bersifat umum. Misalnya dalam pemilihan kata-katanya, sebisa mungkin memakai kata populer bukan kata-kata ilmiah. Sebab, kata ilmiah merupakan monopoli kelompok tertentu.

4. Komunikasinya Berlangsung Satu Arah

Pada media massa, komunikasi hanya berjalan satu arah. Kita tidak bias langsung memberikan respon kepada komunikatornya (media massa yang bersangkutan). Kalaupun bisa, sifatnya tertunda.

5. Komunikasi Massa Menimbulkan Keserempakan

(46)

6. Komunikasi Massa Mengandalkan Peralatan Teknis

Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan kepada khalayaknya sangat membutuhkan bantuan peralatan teknis. Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar untuk media elektronik (mekanik atau elektronik).

Televisi disebut media massa yang kita bayangkan saat ini tidak terlepas dari pemancar. Apalagi dewasa ini telah terjadi revolusi komunikasi massa dengan perantaraan satelit. Peran satelit akan memudahkan proses pemancaran pesan yang dilakukan media elektronik seperti televisi. Bahkan saat ini sudah sering televisi melakukan siaran langsung (live) dan bukannya siaran yang direkam (recorded).

7. Komunikasi Massa Dikontrol oleh Gatekeeper

Gatekeeper atau yang sering disebut penapis informasi/palang pintu/penjaga gawang, adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami.

Gatekeeper ini juga berfungsi untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah data, dan mengurangi pesan-pesannya. Intinya, gatekeeper merupakan pihak yang ikut menentukan pengemasan sebuah pesan dari media massa. Semakin kompleks sistem media yang dimiliki, semakin banyak pula (pemalang pintu atau penapis informasi) yang dilakukan. Bahkan, bisa dikatakan, gatekeeper

(47)

II. 1. 5. Fungsi dan Efek Komunikasi Massa

Fungsi komunikasi media massa sebagai bagian dari komunikasi massa terdiri atas:

a. Fungsi Pengawasan

Berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk aktivitas preventif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Fungsi persuasif sebagai upaya memberi reward dan punishment kepada masyarakat sesuai dengan apa yang dilakukannya.

b. Fungsi Social Learning

Melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media Massa bertugas untuk memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat dimana komunikasi massa itu berlangsung. c. Fungsi Penyampaian Informasi

Yaitu menjadi proses penyampaian informasi kepada masyarakat luas. Yang memungkinkan informasi dari sebuah institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat.

d. Fungsi Transformasi Budaya

Komunikasi massa menjadi proses transformasi budaya yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama yang didukung oleh media massa.

e. Hiburan

(48)

fungsi-fungsi hiburan yang ada pada media massa juga merupakan bagian dari fungsi media massa.

Adapun efek komunikasi massa oleh Keith R Stamm dan John E Bowes, 1990 dalam Nurudin (2004 : 192) membagi kedua bagian dasar. Pertama efek primer meliputi terpaan, perhatian dan pemahaman. Kedua, efek sekunder meliputi perubahan tingkat kognitif (perubahan pengetahuan dan sikap) dan perubahan perilaku (menerima dan memilih).

II. 2. Televisi

Televisi berasal dari dua kata yang berbeda yaitu tele (bahasa Yunani) yang berarti jauh dari visi (videre: bahasa Latin) yang berarti penglihatan. Dengan demikian televisi yang dalam bahasa Inggris disebut television dapat diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh disini diartikan dengan gambar dan suara yang diproduksi di suatu tempat dan dapat dilihat dari tempat lain melalui sebuah perangkat penerima / Televisi Set (Wahyudi, 1992: 49).

Salah satu media dalam komunikasi adalah televisi, dari semua media komunikasi yang ada, televisi lah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia (Ardianto, 2004 : 125).

(49)

Televisi merupakan media massa yang sangat besar manfaatnya, karena dalam waktu yang relatif singkat dapat menjangkau wilayah dan jumlah penonton yang tidak terbatas (Darwanto, 2005 : 26). Bahkan, peristiwa yang terjadi pada saat itu juga, dapat segera diikuti sepenuhnya oleh penonton di belahan bumi yang lain.

II. 2. 1. Ciri-Ciri dan Fungsi Televisi

Sebagai suatu media elektronik, televisi memiliki ciri-ciri seperti disebut oleh Effendy (1993: 24), yaitu:

1. Hal ini berarti tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator. Penyiar radio, televisi atau sutradara film tidak mengetahui tanggapan khalayak yang dijadikan sasarannya pada waktu proses komunikasi berlangsung. Mungkin saja komunikator mengetahuinya melalui surat pembaca, kritik dan saran.

2. Komunikator melembaga

Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni institusi atau organisasi. Komunikator pada komunikasi massa bertindak atas nama lembaga harus sejalan dengan kebijaksanaan surat kabar atau televisi yang diwakilinya. Komunikator tidak dapat bekerja sendiri melainkan harus ditunjang oleh orang lain. Wajah atau suara seorang penyiar televisi tidak mungkin dapat kita lihat ataupun kita dengar tanpa ada peranan dari pengarah acara, juru kamera, dan lain sebagainya.

3. Pesannya bersifat umum

(50)

4. Sasarannya menimbulkan keserempakan

Televisi sebagai media massa elektronik dalam proses komunikasinya dengan khalayak melancarkan pesan yang diterima secara serempak oleh khalayak yang menonton suatau acara di televisi.

5. Komunikan yang heterogen

Komunikan atau khalayak yang menjadi pengguna media massa merupakan kumpulan dari berbagai elemen masyarakat yang berbeda suku, ras, agama, jenis kelamin, pekerjaan dan sebagainya yang terlibat dalam proses komunikasi.

Televisi mempunyai fungsi sebagai berikut (Effendy 1993 : 27) : 1. Fungsi Penerangan (The Informational Function).

Ada dua faktor yang mampu menyiarkan informasi yang memusatkan. Faktor yang pertama adalah faktor immediately (langsung dan dekat) dan faktor yang kedua realism (kenyataan).

2. Fungsi Pendidikan (The Educational Function)

Televisi merupakan sarana yang ampuh untuk menyiarkan acara pendidikan yang sifatnya menambah pengetahuan khalayak.

3. Fungsi Hiburan (The Entertainment Function)

(51)

II. 2. 2. Tayangan Televisi

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada tayangan televisi adalah pemirsa, waktu, durasi, dan metode penyajian.

5. Pemirsa

Sesungguhnya dalam setiap bentuk komunikasi dengan menggunakan media apapun, komunikator akan menyesuaikan pesan dengan latar belakang komunikannya. Namun untuk komunikasi melalui media elektronik, khususnya televisi, faktor pemirsa perlu mendapat perhatian lebih. Dalam hal ini komunikator harus memahami kebiasaan dan minat pemirsa baik yang termasuk kategori anak-anak, remaja, dewasa maupun orang-orang. Jadi, setiap acara yang ditayangkan benar-benar berdasarkan kebutuhan pemirsa, bukan acara yang dijejalkan begitu saja.

6. Waktu

Faktor waktu menjadi bahan pertimbangan, agar setiap acara ditayangkan secara proporsional dan dapat diterima oleh khalayak sasaran atau khalayak yang dituju. Bagi semua stasiun, antara pukul 19.30 sampai pukul 21.00 WIB dianggap sebagai waktu utama (prime time), yakni waktu yang dianggap paling baik untuk menayangkan acara pilihan, karena pada waktu itulah seluruh anggota keluarga berkumpul dan punya waktu untuk menonton televisi. Karenanya tidak heran pada acara tersebut selalu dipenuhi oleh iklan. 7. Durasi

Durasi berkaitan dengan waktu, yaitu jumlah menit dalam setiap penayangan acara. Suatu acara tidak akan mencapai sasaran karena durasi terlalu singkat atau terlalu lama.

(52)

Telah kita ketahui bahwa fungsi utama televisi menurut khalayak pada umumnya adalah untuk menghibur, selanjutnya adalah informasi. Dengan pesan informatif, selain melalui acara siaran berita, dapat dikemas dalam bentuk wawancara, panel diskusi, reportase, obrolan, dan sejenisnya, bahkan dalam bentuki sandiwara sekalipun.

(Ardianto, 2004: 131)

II. 3. Citra

Lawrence L. Steinmetz, penulis buku Managing Small Business mengartikan citra sebagai “Pancaran atau reproduksi jati diri atau bentuk orang perorangan, benda atau organisasi”. Menurut beliau bagi perusahaan citra juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan (Sutojo, 2004 : 1)

Menurut Bill Clinton, citra merupakan kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi (Elvinaro & Soemirat, 2003:112). Citra itu dengan sengaja perlu diciptakan agar bernilai positif, citra itu sendiri merupakan salah satu aset terpenting dari suatu perusahaan atau organisasi.

Pengertian citra itu sendiri abstrak atau intangible, tetapi wujudnya bisa dirasakan dari hasil penilaian, penerimaan, kesadaran, dan pengertian baik semacam tanda respek dan rasa hormat, dari publik sekelilingnya atau masyarakat luas terhadap perusahaan sebagai sebuah badan usaha ataupun terhadap personelnya (dipercaya, profesional, dan dapat diandalkan dalam pemberian pelayanan yang baik) (Ruslan, 1998: 50).

(53)

Capres RI. Terciptanya suatu citra perusahaan yang baik di mata khalayak atau publiknya akan menguntungkan, terutama menguntungkan bagi produk atau jasa yang dihasilkan.

II. 3. 1. Metode Rhetorical Analysis dari Kenneth Burke

Burke memiliki metode yang paling besar dalam menganalisis suatu kegiatan, yaitu dengan Dramatistic Pentad.Dalam analisis ini, ada lima kelompok dalam suatu kerangka yang analitis untuk studi yang paling efisien tentang segala kegiatan retorika dalam bentukan :

6. Act, yaitu tindakan apa yang dilakukan oleh Aktor dalam situasi tertentu, 7. Scene, yaitu situasi atau konteks (setting) dimana tindakan (act) dilakukan, 8. Agent, yaitu actor yang melakukan tindakan,

9. Agency, yaitu alat atau cara-cara yang dilakukan oleh actor/agent untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan dan,

10.Purpose, yaitu alasan atau latar belakang yang menyebabkan sebuah tindakan (act) harus dilakukan dan hasil atau efek apa yang diharapkan dari tindakan itu.

(Littlejohn, 1996 : 169).

Dengan mengaplikasikan elemen-elemen retorika Kenneth Burke, dalam

(54)

II. 3. 2. Fantasy Theme Analysis dari Ernest Bormann

Kegiatan komunikasi manusia dipengaruhi oleh Retorical Vision, menurut Bormann (Littlejohn, 1996: 172) berpendapat bahwa Bormann meyakini Rhetorical Vision, “ . . . structure our sense of reality in areas that we cannot experience directly but can only know by symbolic reproduction”.

Dalam memberikan pandangan kepada khalayak, diperlukan retorika yang baik. Selanjutnya Bormann menyatakan Fantasy Theme merupakan bagian dari

Rhetorical Vision yang lebih besar. Dalam Fantasy Theme manusia berupaya untuk memahami kejadian-kejadian yang terjadi disekelilingnya dengan berbagi cerita dengan sesama. Tindakan inilah yang kemudian memunculkan label tertentu untuk mengartikan kejadian-kejadian yang ada disekelilingnya.

Fantasy Theme terdiri dari beberapa elemen yakni :

5. Dramatis personae, karakter-karakter yang dilakoni sebuah peran tertentu. 6. The plot line, alur cerita yang diperankan oleh para karakter tersebut 7. The scene-setting, konteks, atau situasi dimana plot tengah terjadi

8. Sanctioning agent, figure yang dapat memberi legitimasi cerita. (Littlejohn, 1996: 172)

(55)

II. 4. Teori Uses and Gratification

Menurut Swanson (1979) dalam (Rakhmat, 1993: 65). Secara konseptualisasi, model ini digambarkan sebagai a dramatic break with effect tradition of the past, suatu loncatan dramatis dari model jarum hipodermik. Timbulnya uses and gratification, penggunaan dan pemenuhan kebutuhan tergambar karena model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan media pada diri orang, tetapi ia tertarik pada apa yang dilakukan oirang terhadap media, sehingga dapat disimpulkan anggota khalayak dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya.

Penggunaan (uses) isi media untuk mendapatkan pemenuhan

(gratifications) atas kebutuhan seseorang atau uses and gratification salah satu teori dan pendekatan yang sering digunakan dalam komunikasi. Teori dan pendekatan ini tidak mencakup atau mewakili keseluruhan proses komunikasi, karena sebagian besar perilaku audience hanya dijelaskan melalui berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan (interest) mereka sebagai suatu fenomena mengenai proses penerimaan (pesan media) (Bungin, 2006: 284).

Riset yang lebih mutakhir dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan dan mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media – persons interactions sebagai berikut (Severin dan Tankard, 2007: 356):

1. Pengalihan –pelarian dari rutinitas dan masalah;pelepasan emosi.

2. Hubungan personal – manfaat social informasi dalam percakapan; pengganti media untuk kepentingan perkawanan.

(56)

4. Pengawasan – informasi mengenai hal-hal yang mungkin mempengaruhi seseorang atau akan membantu seseorang melakukan atau menuntaskan sesuatu.

Dalam kajian yang dilakukan oleh Frank Biocca dalam artikelnya yang berjudul “Opposing Conceptions of he Audience : the Aktive and Passive Hemispheres of Communication Theory” (1998), yang kemudian diakui menjadi tulisan paling komprehensif mengenai perdebatan tentang khalayak aktif versus khalayak pasif, ditemukan beberapa tipologi khalayak aktif.

Pertama adalah selektivitas (selectivity). Khalayak aktif dianggap selektif dalam proses konsumsi media yang mereka pilih untuk digunakan. Mereka tidak asal-asalan dalam mengkonsumsi media, namun didasari alasan dan tujuan tertentu.

Karakteristik kedua adalah utilitarianisme (utilitarianism) dimana khalayak aktif dikatakan mengkonsumsi media dalam rangka suatu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan tertentu yang mereka miliki.

Karakteristik yang ketiga adalah intensionalitas (intentionality) yang mengandung makna penggunaan secara sengaja dari isi media. Karakteristik yang keempat adalah keikutsertaan (involvement), atau uasaha. Maksudnya khalayak secara aktif berfikir mengenai alasan mereka dalam mengkonsumsi media.

Yang kelima, khalayak aktif dipercaya sebagai komunitas yang tahan dalam meghadapi pengaruh media (impervious to influence), atau tidak mudah dibujuk oleh media itu sendiri.

(57)
(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III. 1. Deskripsi Lokasi Penelitian

III. 1. 1. Sejarah dan Perkembangan FISIP USU

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) didirikan atas prakarsa beberapa dosen dalam bidang ilmu sosial, administrasi dan manajemen yang berada di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada tahun 1979. Proposal pendiriannya disusun oleh Drs. M Adhan Nasution, Asma Afan, MPA, Dr.

Dr. A.P Parlindungan, SH, yang pada saat itu menjabat sebagai Rektor USU, kemudian memperjuangkan proposal tersebut sehingga didirikan FISIP sebagai fakultas kesembilan di lingkungan USU.

Pada tahun 1980, mulanya FISIP USU merupakan jurusan ilmu pengetahuan masyarakat di Fakultas Hukum USU dengan ketua jurusan Dr. M. Adhan Nasution yang diangkat berdasarkan surat keputusan Rektor USU No. 1181/PT05/C.80 tertanggal 1 Juli 1980. Jurusan ini pertama kali menerima mahasiswa pada tahun ajaran 1980/1981 melalui ujian SIPENMARU dengan jumlah mahasiswa sebanyak 75 orang. Kuliah perdana dimulai 18 Agustus 1980 di gedung perkuliahan Fakultas Kedokteran Gigi USU pembukaannya diresmikan oleh Rektor USU Dr. A. Parlindungan, SH. Perkuliahan selanjutnya dilaksanakan sore hari di gedung tersebut.

(59)

April 1983 dipindahkan ke gedung Biro Rakyat (sekarang gedung pusat komputer).

Jurusan ilmu pengetahuan masyarakat yang merupakan asal mula FISIP USU terus mengalami perkembangan. Dua tahun sejak peresmiannya yakni tanggal 7 september 1982, keluarlah surat keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1982 sebagai fakultas kesembilan di USU. Dengan demikian jurusan ilmu pengetahuan masyarakat tersebut menjadi mandiri menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU).

Kemudian pada tahun 1983, dengan SK menteri pendidikan dan kebudayaan RI No. 77121/IC/83, diangkat Drs. M Adhan Nasution menjadi dekan pertama FISIP USU periode 1983-1986. Pembantu Dekan (Pudek I) adalah Dra. Arnita Zainuddin, Pudek II Drs Haniful Chair, sementara Pudek III adalah Drs Arifin Siregar.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0535/0/83 tentang jenis dan jumlah pada fakultas di lingkungan Universitas Sumatera Utara, disebutkan bahwa FISIP USU mempunyai lima jurusan dengan urutan sebagai berikut:

1. Jurusan Ilmu Administrasi 2. Jurusan Ilmu Komunikasi

3. Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial 4. Jurusan Sosiologi

5. Jurusan Antropologi

Gambar

Gambar 1 Model Uses And Gratification
Gambar 2. Kerangka Kerja Teori Uses and Gratification
Gambar 3. Model Teoritis
Tabel 3.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

The voicemail authentication rules are numeric only because they are used for logging to Cisco Unity Connection using the telephony user interface (TUI), where the web

Dari hasil wawancara yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa guru kurang memerhatikan waktu melaksanakan pengajaran pengayaan, dan dari observasi dapat disimpulkan

Persentase laju pertumbuhan ikan komet ...33.

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

Penulisan ini menjelaskan langkah-langkah secara visualisasi bagaimana setting up pada DNS Server, WEB Server, dan MAIL Server dilakukan dengan menggunakan Sistem

Modul Pembelajaran Mengenai Mata Kuliah Basis Data, dibuat dengan menggunakan Macromedia Dreamweaver MX dan SwiSH v2.0 ini dapat memberi kemudahan kepada para user yang ingin

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN