• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di MTs Islamiyah Ciputat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di MTs Islamiyah Ciputat"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

DI MTs ISLAMIYAH CIPUTAT

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)

Oleh : SITI FUJIYATI 1110011000021

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.I)

Oleh:

SITI FUJIYATI NIM: 1110011000021

Menyetujui,

Pembimbing

Tanenji, MA

NIP :19720712 199803 1 004

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Pelajaran Fiqih di MTs Islamiyah Ciputat” yang disusun oleh SITI FUJIYATI. NIM: 1110011000021, Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 31 Maret 2015

Yang mengesahkan, Pembimbing

Tanenji, MA

(4)
(5)

NIM : 1110011000021

Jurusan : Pendidikan Agama Islam Angkatan : 2010

Alamat : JL. Perintis Bawah No. 81A RT. 008/012 Desa Kedaung, Kec.Pamulang, Kab. Tangerang Selatan, Provinsi Banten (15415)

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Fiqih di MTs Islamiyah Ciputat” adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama : Tanenji, MA

NIP : 19720712 199803 1 004

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila ternyata skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 13 April 2015 Yang menyatakan,

(6)

Siswa pada Mata Pelajaran Fiqih di MTs Islamiyah Ciputat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Fiqih di MTs Islamiyah Ciputat. Metode yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas dan kelas MTs Islamiyah Ciputat. Kelas sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dan kelas sebagai kelas kontrol dengan menggunakan metode Puzzle. Instrument yang digunakan adalah tes hasil belajar. Soal tes hasil belajar yang digunakan sebanyak 40 soal berbentuk pilihan ganda dan setelah melalui proses uji validitas, terdapat 24 soal yang valid dengan reliabilitas 0,79 dan termasuk kategori tinggi atau dengan kata lain instrumen ini layak digunakan dalam penelitian. Teknik analisis data menggunakan metode statistik uji “t” (uji beda), untuk menguji hipotesis penelitian dilakukan konsultasi pada tabel distribusi “t” pada taraf signifikansi 0,05%.

Temuan hasil penelitian ini adalah adanya pengaruh penggunaan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar Fiqih siswa. Hal ini ditunjukan dari hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t diperoleh nilai Thitung > Ttabel yaitu 3,0239 > 2,042 dengan taraf signifikasi 0,05

%. Selain itu dilihat dari hasil perhitungan post-test kelas eksperimen yang menggunakan metode Teams Games Tournament (TGT) (nilai rata-rata 85) menunjukan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan metode Puzzle (nilai rata-rata 77). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) berpengaruh terhadap hasil belajar Fiqih siswa.

(7)

Subjects Fiqh in MTs Islamiyah Ciputat.

The purpose of this study was to determine the effect of cooperative learning model Teams Games Tournament (TGT) on student learning outcomes in subjects Fiqh in MTs Islamiyah Chester. The method used is a quasi-experimental method. In this study, the subjects were students of class and class MTs Islamiyah Ciputat. Class as an experimental class using learning model Teams Games Tournament (TGT) and class as the control class using the Puzzle. The instrument used is the achievement test. Problem achievement test used by 40 multiple choice questions and after going through the process of test validity, there are 24 questions are valid with the reliability of 0.79 and a high category or in other words, these instruments are fit for use in research. Data were analyzed using statistical methods “t” test (difference test), to test the hypothesis of the research carried out a consultation on the distribution table "t" at the significance level of 0.05%.

The findings of this research is the influence of the use of learning models Teams Games Tournament (TGT) on Fiqh student learning outcomes. It can be seen from the results of hypothesis testing using t-test values obtained Thitung > Ttabel 3.0239> 2.042 with significance level of 0.05%. Additionally seen

from the calculation of post-test experimental class that uses the method Teams Games Tournament (TGT) (average value 85) showed higher values than the control class that uses the method Puzzle (average value 77). From this study it can be concluded that the learning model Teams Games Tournament (TGT) effect on students' learning outcomes Fiqh.

(8)

Al-hamdulillahi rabibbil-„aalamiin. Puji syukur atas rahmat, taufiq dan hidayah-Nya yang telah memberikan kelapangaan kepada penulis sehinnga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Hanya kepada-Nya penulis memohon pertolongan dan kemudahan dalam segala urusan.

Allahumma shalli „alaa sayyidina Muhammad wa „alaa aali sayyidinaa

Muhammad. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan dan suri tauladan umat manusia, Nabi Muhammad SAW, makhluk mulia yang penuh dengan rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia dan membawa kita pada jalan yang di ridhai Allah SWT. Terimakasih yang teramat banyak kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda H. Ahmad Sayyidi dan Ibunda Miftahur Rahmah, atas segala pengorbanan dan kasih sayang yang tercurahkan, yang telah mengajarkan penulis tentang kebaikan, arti cinta, makna kehidupan dan yang telah mendidik penulis dengan penuh kasih sayang.

Dalam proses penyusunan skripsi dan belajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, maka penulis mengucapkan terima kasih juga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Ibu Marhamah Saleh, Lc., MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Bapak Tanenji, MA selaku Dosen Pembimbing yang selalu meluangkan waktunya untuk membimbing dan memotivasi kepada penulis.

(9)

6. Ibu Hj. Tatu Uyainah selaku guru Fiqih kelas VII dan VIII di MTs Islamiyah Ciputat yang telah memberikan saran dan pengarahan dalam proses pelaksanaan pembelajaran.

7. Kepada Kakakku Ahmad Bishri, S. E. Sy dan Adikku tersayang Siti Nur ‘Izzah yang selalu mendampingi dan memberikan motivasi serta do’a dan kasih sayang kepada penulis secara moril maupun nonmoril.

8. Terkhusus kepada Muhamad Muchris, S. Pd. I yang selalu mendampingi, memberikan motivasi, semangat, perhatian, do’a dan kasih sayang yang tanpa batas akhir.

9. Sahabat-sahabatku Shofa, S. Pd. I, Aqilatul Munawwaroh, S. Pd. I, Herdiyanti Fhauziah, S. Pd. I, Septia Rahayu, S. Pd. I, Endang, S. Pd. I, Uni Fadhillah, S. Pd. I, Rosdhiana, SE. Sy, Siti Ikhwanul Muthmainnah Pamungkas, S. Th. I, Elis Rostiani, S. Th. I dan Husen Zailani, S. Kom serta sahabat PAI angkatan 2010 yang senantiasa membantu dalam menyelesaikan penelitian.

10. Adik-adik MTs Islamiyah Ciputat yang telah mendukung proses berjalannya penelitian.

Begitu panjang perjalanan untuk menempuh sebuah proses yang dinanti untuk mendapatkan sebuah kebanggaan, lika-liku perjuangan, pengorbanan, harapan dan semoga pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Amin.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Jakarta, 13 April 2015 Penulis,

(10)

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK. ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Pembelajaran Kooperatif ... 10

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 10

2. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif ... 13

3. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif ... 15

4. Aturan Dasar Pembelajaran Kooperatif ... 15

5. Keterampilan Pembelajaran Kooperatif ... 15

6. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 17

B. Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) ... 19

(11)

2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Teams Games

Tournament (TGT) ... 19

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) ... 21

C. Model Pembelajaran Puzzle ... 22

D. Hasil Belajar ... 23

1. Pengertian Hasil Belajar ... 23

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar ... 27

3. Kriteria Pengukuran Hasil Belajar ... 30

E. Pengertian Fiqih ... 31

F. Hasil Penelitian yang Relevan ... 32

G. Kerangka Berfikir... 34

H. Hipotesis Penelitian ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

B. Metode dan Desain Penelitian ... 38

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

D. Variabel Penelitian ... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

F. Instrumen Penelitian... 41

G. Uji Coba Instrumen ... 41

1. Uji Validitas ... 42

2. Uji Reliabilitas ... 43

3. Uji Taraf Kesukaran Soal ... 43

4. Daya Pembeda ... 44

H. Teknis Analisis Data ... 45

1. Uji Normalitas ... 45

2. Uji Homogenitas ... 46

3. Uji Hipotesis ... 47

(12)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil MTs Islamiyah Ciputat ... 49

1. Sejarah Singkat Sekolah ... 49

2. Identitas, Georafis, dan Sarana Prasarana ... 50

3. Visi, Misi dan Motto ... 51

4. Guru dan Tenaga Kependidikan... 52

5. Sarana dan Prasarana... 53

B. Deskripsi Data ... 54

1. Hasil Uji Validitas Soal... 54

2. Hasil Uji Reliabilitas Soal ... 54

3. Hasil Uji Tingkat Kesukaran Soal ... 54

4. Hasil Uji Daya Pembeda Soal ... 55

C. Kegiatan Pembelajaran... 56

1. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran pada Kelas Eksperimen (Teams Games Tournament/TGT) ... 56

2. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran pada Kelas Kontrol ( Puzzle) ... 56

D. Deskripsi Data ... 57

1. Hasil Pre-Test Kelas Eksperimen (TGT) dan Pre-Test Kelas Kontrol (Puzzle) ... 58

2. Hasil Post-Test Kelas Eksperimen (TGT) dan Post-Test Kelas Kontrol (Puzzle) ... 62

3. Perbandingan Hasil Pre-Test Kelas Eksperimen dan Post-Test Kelas Kontrol ... 67

4. Hasil Post-Test Kelas Eksperimen (TGT) dan Post-Test Kelas Kontrol (Puzzle) dengan Diagran Frekuensi ... 68

E. Pengujian Persyaratan Analisis ... 70

1. Uji Normalitas ... 70

2. Uji Homogenitas ... 70

F. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 71

(13)

2. Pembahasan Hasil Penelitian ... 72

G. Keterbatasan Penelitian. ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 74

B. Implikasi ... 74

C. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(14)

Tabel 3.1 Tabel Desain Penelitian Pre-Test dan Post Test Kontrol Group

Design ... 39

Tabel 3.2 Tabel Matrik Variabel. ... 40

Tabel 3.3 Tabel Kriteria Reliabilitas Soal ... 43

Tabel 4.1 Tabel Daftar Kepala Sekolah MTs Islamiyah Ciputat ... 50

Tabel 4.2 Tabel Daftar Sarana Prasaran ... 53

Tabel 4.3 Tabel Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 55

Tabel 4.4 Tabel Kalsifikasi Tingkat Daya Pembeda ... 55

Tabel 4.5 Tabel Nilai Pre-Test Kelas Eksperimen ... 58

Tabel 4.6 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Pre-Test Kelas Eksperimen . 60 Tabel 4.7 Tabel Nilai Pre-Test Kelas Kontrol ... 60

Tabel 4.8 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Pre-Test Kelas Kontrol ... 62

Tabel 4.9 Tabel Nilai Post-Test Kelas Ekspeimen ... 62

Tabel 4.10 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Post-Test Kelas Eksperimen 64 Tabel 4.11 Tabel Nilai Post-Test Kelas Kontrol ... 65

Tabel 4.12 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Post-Test Kelas Kontrol ... 66

Tabel 4.13 Tabel Keterangan Diagram Hasil Pre-Test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 68

Tabel 4.14 Tabel Keterangan Diagram Hasil Post-Test Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 69

Tabel 4.15 Tabel Hasil Uji Normalitas Pre-Test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 70

Tabel 4.16 Tabel Hasil Uji Normalitas Post-Test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 70

Tabel 4.17 Tabel Hasil Uji Homogenitas Pre-Test ... 71

(15)
[image:15.595.112.519.150.612.2]

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Diagram Frekuensi Nilai Pre-Test Kelas Ekperimen... 59

Gambar 4.2 Diagram Frekuensi Nilai Pre- Test Kelas Kontrol ... 61

Gambar 4.3 Diagram Frekuensi Nilai Post-Test Kelas Eksperimen. ... 64

Gambar 4.4 Diagram Frekuensi Nilai Post-Test Kelas Kontrol. ... 66

Gambar 4.5 Diagram Frekuensi Hasil Pre-Test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol. ... 67

(16)

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada hakikatnya berlangsung dalam suatu proses. Proses ini berupa transformasi nilai-nilai pengetahuan, teknologi dan keterampilan. Penerima proses adalah anak atau siswa yang sedang tumbuh dan berkembang menuju kearah pendewasaan kepribadian dan penguasaan pengetahuan. Selain itu, pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang diperoleh melalui proses yang panjang dan berlangsung sepanjang kehidupan. Belajar sepanjang hayat adalah belajar terus menerus dan berkesinambungan (continuing-learning) dari buaian sampai akhir hayat, sejalan dengan fase-fase perkembangan pada manusia. Oleh karena setiap fase perkembangan pada masing-masing individu harus dilalui dengan belajar agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembanganya, maka belajar itu dimulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan bahkan masa tua.1 Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW:

“Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat” (HR. Muslim)

Suatu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).2

Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik

1

http://santri-sarung.blogspot.com/2014/07/konsep-pendidikan-sepanjang-hayatdalam.html

2

(17)

ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Oleh karenanya pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para guru. Kekeliruan atau ketidak lengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai oleh peserta didik.3

Menurut Slameto belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.4

Anthony Robins mendefinisikan yang dikutip dalam buku Trianto, bahwa belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.5

Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar memiliki kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Belajar juga dapat dipandang sebagai sebuah proses elaborasi dalam upaya pencarian makna yang dilakukan oleh individu. Proses belajar pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi personal.6

Sedangkan menurut Oemar Hamalik, belajar adalah perubahan dalam perbuatan melalui aktivitas, praktek dan pengalaman.7

Ahli pendidikan modern merumuskan perbuatan belajar adalah sebagai berikut: belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Tingkah laku yang baru itu misalnya dari tidak tahu

3

Asep Jihad, Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi PressIndo, 2010), hal. 1

4

Slameto, Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 2

5

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif - Progresif Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hal. 15

6

Benny A. Pribadi, Model Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Dian Rakyat, 2011), hal. 6

7

(18)

menjadi tahu, timbulnya pengertian baru, timbul dan berkembangnya sifat-sifat social, susila dan emosional.8

Proses pembelajaran pada prinsipnya proses pengembangan moral keagamaan, aktivitas dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Namun demikian dalam implementasinya masih banyak kegiatan pembelajaran yang mengabaikan aktivitas dan kreatifitas peserta didik tersebut. Hal ini banyak disebabkan oleh model dan system pembelajaran yang lebih menekankan pada penguasaan kemampuan intelektual saja serta proses pembelajaran terpusat pada guru di kelas sehingga keberadaan peserta didik hanya menunggu uraian guru kemudian mencatat dan menghafalnya.9

Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara siswa dengan lingkungannya, oleh karena itu lingkungan pendidikan perlu diatur sedemikian rupa sehingga timbul reaksi siswa kearah perubahan tingkah laku yang diinginkan. Iklim yang tidak kondusif akan berdampak negatif terhadap proses pembelajaran dan sulitnya tercapai tujuan pembelajaran terutama pada pelajaran Fiqih, siswa merasa gelisah, resah, bosan, dan jenuh. Sebaliknya, iklim belajar yang kondusif dan menarik dapat dengan mudah tercapainya tujuan pembelajaran, dan proses pembelajaran yang dilakukan itu menyenangkan bagi peserta didik.

Lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan tertib, merupakan harapan yang tinggi bagi seluruh warga sekolah, agar peserta didik semangat dalam belajar. Karena lingkungan juga dapat mempengaruhi situasi belajar bagi siswa.

Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas seharusnya diarahkan kepada kemampuan anak, agar anak dapat berpikir kritis dan sistematis, sebab biasanya strategi pembelajaran berpikir kritis

8

Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 256

9

(19)

kurang digunakan secara baik dalam setiap proses pembelajaran di dalam kelas.

Seseorang yang mendapatkan pengetahuan, maka akan tampak perubahan dalam dirinya, karena orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui itu pasti akan sangat berbeda. Sebagaimana di dalam surat Az-Zumar ayat 9 Allah SWT berfirman:





















“Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.10(QS. Az-Zumar: 9)

Pembelajaran merupakan upaya untuk membelajarkan siswa. Sebagaimana di dalam prosesnya terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.11 Mengajar tidak hanya sebatas pentransferan ilmu pengetahuan semata, melainkan agar siswa mampu mengekspresikan diri mereka sesuai dengan potensi dan bakat yang mereka miliki, sehingga siswa dapat menjadi manusia yang mengerti akan dirinya sendiri.

Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan bagian penting dari tugas seorang guru. Hal ini berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39 ayat (2), disebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan

10

Al-Qur’an dan Terjemahnya, Al-Qur’an Cordoba Spesial for Muslimah. (Bandung: PT

Cordoba Internasional Indonesia, 2012), hal. 459

11

(20)

pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.12

Di dalam kelas kita sering melihat dan menjumpai bahwa guru sangat menguasai materi dengan baik dan penyampainnya kepada siswa juga sudah cukup baik pula, tetapi tidak dalam melaksanakan pembelajarannya. Karena hal itu terjadi proses pembelajaranya tidak didasarkan kepada model pembelajaran tertentu dan menjadikan kondisi yang tidak menyenangkan dan membosankan, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah dan menjadikan siswa tidak menguasai materi pelajaran Fiqih yang diberikan oleh guru secara maksimal.

Guru merupakan faktor dominan yang menentukan suasana belajar siswa di sekolah, “kualitas interaksi guru dan murid dipengaruhi oleh karakteristik dari setting (ruang kelas, penggunaan ruangan, sumber belajar dan lain-lain) dan dimensi sosial kelompok (norma, peraturan, keterkaitan, distribusi kekuatan dan pengaruh)”.13 Pengaturan latar dan dimensi sosial yang tepat dalam pembelajaran akan membantu dalam proses pembelajaran, meningkatkan suasana belajar, dan juga membantu mempermudah interaksi antara guru dan murid. Meski demikian, masih banyak dijumpai pengajaran yang dilakukan oleh guru dengan memaksakan kehendak dalam pembelajarannya tanpa memperhatikan kebutuhan, minat, dan bakat yang dimiliki siswa, padahal bakat dan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa berbeda-beda.

Penggunaan variasi model pembelajaran dapat membantu siswa dalam meningkatkan motivasi belajar sehingga proses pembelajaran yang terjadi akan lebih aktif dan menyenangkan, suasana belajar yang aktif dari semua pihak di dalam kelas, maka pembelajaran akan memberikan hasil yang baik.

Berdasarkan pengalam penulis ketika melaksanakan tugas Praktek Prosefi Keguruan Terpadu (PPKT) pada semester 7 di MTs Islamiyah Ciputat, dalam

12

Undang – Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, hal. 20

13

(21)

praktek tersebut penulis mengampu mata pelajaran Fiqih pada kelas VII dan VIII. Tugas awal praktek di dalam kelas yaitu asistensi, ketika kegiatan KBM berlangsung penulis menemukan kejanggalan yang terdapat pada KBM ini, akibat kegiatan yang hanya dilakukan satu arah menjadikan para siswa merasa jenuh dan bosan ketika mendengarkan guru Fiqih bercerita soal materi. Dari sinilah penulis mulai mengangkat masalah ini.

Fiqih secara umum merupakan salah satu bidang studi Islam yang banyak membahas hukum yang mengatur pola hubungan manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Melalui bidang studi Fiqih ini diharapkan siswa tidak lepas dari jangkauan norma-norma agama dan menjalankan aturan syariat Islam.

Fiqh sebagai bahan pelajaran di madrasah, baik tingkat ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah terkenal sebagai pelajaran yang membutuhkan praktek langsung oleh siswa, namun faktanya kondisi di MTs Islamiyah Ciputat selama ini dalam proses kegiatan belajar mengajar siswa sangat pasif, sulitnya materi yang diterima siswa terutama materi Fiqih, siswa tidak menghiraukan materi yang disampaikan, tidak terjalin komunikasi yang baik antara guru dengan siswa bahkan ada beberapa siswa yang bercanda dengan temannya, yang mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa pada materi Fiqih.

Sering kali guru terjebak dengan cara-cara konvensional yaitu berpusat pada guru (teacher centered) yang hanya berorientasi pada pencapaian aspek-aspek kognitif yang mengandalkan metode ceramah dalam pembelajarannya sehingga menyebabkan kejenuhan, membosankan, dan siswa tertekan karena harus mendengarkan guru bercerita beberapa jam tanpa memperhatikan siswa terlibat dalam proses pembelajaran, tidak menggunakan variasi model pembelajaran, dan lingkungan di luar sekolah siswa yang kurang mendukung. Jika keadaan ini dibiarkan terus menerus dalam waktu yang panjang, tentu akan berpengaruh bagi hasil belajar siswa baik pada pelajaran Fiqih maupun pada pelajaran lainnya.

(22)

kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan peserta didik bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka dalam kelompok.14 Pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe yang dapat dipergunakan dalam menyajikan proses pembelajaran kepada siswa-siswa diantaranya, pembelajaran kooperatif tipe Make a Match, demonstrasi, simulasi, dan lain-lain. Dari banyaknya model pembelajaran yang ada, penulis akan mengulas tentang model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) yang berpengaruh dalam meningkatkan belajar

siswa.

Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif berkomunikasi dengan guru atau siswa lainnya di dalam kelas, sehingga terjadilah suatu pembelajaran yang hidup di dalam kelas. Pada model ini setiap siswa dituntut untuk memberikan hasil diskusi, kerjasama dalam kelompok, pendapat, ide, bahkan untuk menjawab soal yang diberikan guru.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul “PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) TERHADAP HASIL

BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MTs

ISLAMIYAH CIPUTAT”.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Dalam proses kegiatan belajar mengajar siswa sangat pasif.

2. Pada proses pembelajaran, guru kurang melakukan variasi-variasi metode pembelajaran, hal ini menyebabkan pembelajaran berlangsung secara monoton dan mengakibatkan siswa menjadi jenuh.

3. Tidak terjalin komunikasi yang baik antara guru dengan siswa. Hal ini berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa pada materi Fiqih.

14

(23)

4. Guru kurang maksimal dalam melaksanakan pengajaran.

5. Sulitnya tercapai tujuan pembelajaran terutama pada mata pelajaran Fiqih.

C.

Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini dapat lebih terarah, jelas dan tidak meluas, maka penulis membatasi masalah ini dan difokuskan pada:

1. Guru kurang maksimal dalam melaksanakan pengajaran.

2. Sulitnya tercapainya tujuan pembelajaran terutama pada mata pelajaran Fiqih.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa

pada mata pelajaran Fiqih di MTs Islamiyah Ciputat?”.

E.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Fiqih di MTs Islamiyah Ciputat.

F.

Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, maka penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan. Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

(24)

Fiqih sehingga peneliti dapat menerapkan model pembelajaran yang lebih bervariasi kepada para siswa.

2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti

Untuk bukti akhir perkuliahan dan sebagai syarat penyelesaian untuk menyandang gelar S1 (Strata I).

b. Bagi Siswa

1) Mengajak siswa untuk menjadi lebih aktif dalam proses belajar 2) Menumbuhkan kerjasama serta rasa kebersamaan antar siswa 3) Menciptakan suasana belajar yang menyengangkan, bervariasi dan

memperoleh pengalaman belajar serta menghilangkan rasa jenuh, bosan saat belajar

4) Mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam diskusi kelompok dan menumbuhkan rasa tanggung jawab pada setiap siswa

5) Meningkatkan minat serta hasil belajar pada mata pelajaran Fiqih sehingga siswa pun dapat menerapkan ilmu Fiqih dalam kehidupan sehari-hari.

c. Bagi Guru

1) Sebagai seorang fasilitator mengajar di sekolah agar lebih efektif dan efisien

2) Diharapkan guru lebih meningkatkan pengetahuannya dalam menggunakan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif serta menyenangkan agar proses pembelajaran Fiqih dapat lebih efektif dan tidak menjenuhkan

d. Bagi Sekolah atau Madrasah

(25)

A.

Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran yang bernaung dalam teori konstruktivis adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.15

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.16

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi dan saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.17

15

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hal. 41

16

Agus Suprijono, Cooperatif Learning dan Teori Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2012), hal. 54

17

(26)

Menurut Slavin di dalam buku karangan Etin Solihatin dan Raharjo bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran dimana peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan dari kelompok tergantung dari kemampuan dan aktifitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.18

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada tim (kelompok). Pada pembelajaran kooperatif ini peserta didik berada dalam kelompok kecil dengan anggota sebanyak kurang lebih 4 sampai 5 orang. Dalam belajar secara kooperatif ini terjadi interaksi antara anggota kelompok. Semua anggota kelompok harus turut terlibat, karena keberhasilan kelompok ditunjang oleh aktivitas anggotanya, sehingga anggota kelompok saling membantu.

Sehubungan dengan pengertian tersebut, penulis menambahkan bahwa belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan peserta didik bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok.

Sebuah analisis penelitian menunjukan, dalam kelompok siswa-siswa akan belajar lebih cepat, dan bahwa pengalaman kelompok sering beralih ke anggota-anggota kelompok sehingga mereka bekerja lebih efektif. Akan tetapi ada beberapa keterbatasannya. Beberapa siswa yang pandai tidak menikmati manfaat dari pengalaman belajar berkelompok, dan bagi mereka proses sosial yang terjadi di dalam kelompok sebenarnya merupakan hambatan bagi kegiatan belajar mereka. Namun keuntungan kerja kelompok ini terletak pada perubahan yang menyangkut motivasi, emosi dan sikap.19

18

Etin Solihatin dan Raharja, Cooperatif Learning, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 4

19

(27)

Melalui strategi pembelajaran kooperatif, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam proses belajar mengajar, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunya kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain, sehingga semua siswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relative sama atau sejajar. Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya dan belajar secara bekerjasama. Pada saat proses pembelajaran, guru bukan lagi berperan sebagai satu-satunya nara sumber, tetapi berperan sebagai mediator, stabilisator dan menejer pembelajaran.20

Strategi pembelajaran kooperatif tampak akan dapat melatih siswa untuk mendengar pendapat-pendapat orang lain dan menyimpulkan dalam suatu pendapat, pendidik membentuk siswanya untuk mudah memahami materi dan sesama siswa harus saling membantu. Hal ini memang sangat dianjurkan dalam Al-Qur’an untuk saling tolong menolong, yang dijelaskan dalam surat At-Taubah ayat 71:























Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah: 71).21

20

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), hal. 232

21

Al-Qur’an dan Terjemahnya. Al-Qur’an Cordoba Spesial for Muslimah, (Bandung: PT

(28)

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menekankan peserta didiknya untuk belajar bekerja sama dalam memecahkan suatu permasalahan yang ada, dengan bentuk kelompok kecil, yang bertujuan untuk mengasah imajinasi peserta didik, yang memiliki tingkat kemampuan dengan latar belakang yang berbeda, mulai dari tingkat kemampuan yang tinggi, sedang maupun yang rendah. Serta dapat melatih peserta didik untuk bisa berinteraksi dengan baik antar sesama, akan menciptakan pribadi-pribadi yang memiliki rasa tanggung jawab dan mampu menghargai pendapat orang lain.

2. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Sanjaya mengungkapkan pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok, perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap peserta didik akan saling membantu dalam belajar, karena mereka ingin semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan, perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi antar anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi peserta didik untuk berfikir mengolah informasi.

Adapun karakteristik atau pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:22

a. Pembelajaran Secara Tim

Pembelajaran kooperatif pembelajaran yang dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan, oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap peserta didik belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan.

22

(29)

b. Didasarkan Pada Manajemen Kooperatif

Manajemen mempunyai tiga fungsi yaitu 1) fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan, dan lain sebagainya. 2) fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. 3) fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun non tes.

c. Kemauan Untuk Bekerja Sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditentukan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang maksimal.

d. Keterampilan Bekerja Sama

Keterampilan bekerja sama itu dipraktkikan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara kelompok. Dengan demikian, peserta didik perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

(30)

pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai penghargaan bersama.

3. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif

Dalam menggunakan model pembelajaran, ada beberapa konsep dasar yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Perumusan tujuan belajar siswa harus jelas

b. Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar c. Ketergantungan yang bersifat pasif

d. Interaksi yang bersifat terbuka e. Tanggung jawab individu f. Kelompok bersifat heterogen

g. Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif h. Tindak lanjut

i. Kepuasan dalam belajar.23

4. Aturan Dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kelompok mempunyai aturan dasar, yaitu:

a. Siswa tetap berada dalam kelompoknya selama proses pembelajaran berlangsung.

b. Siswa mengajukan pertanyaaan kepada kelompoknya sebelum menayakan kepada gurunya.

c. Siswa harus memberikan umpan balik pada ide-ide temannya dan siswa dianjurkan untuk menghindari pemberian kritik.24

5. Keterampilan Pembelajaran Kooperatif

Sebagai suatu keterampilan belajar, keterampilan kooperatif memiliki tingkat-tingkat, yaitu:

23

Etin Solihatin dan Raharja, Coopertif Learing, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. .4, hal. 6-9

24

(31)

a. Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal 1) Menggunakan kesepakan

2) Menghargai pendapat 3) Menggunakan suara pelan

4) Mengambil giliran dan berbagi tugas 5) Berada dalam kelompok

6) Berada dalam tugas 7) Mendorong partisipasi

8) Mengundang orang lain untuk berbicara 9) Menyelesaikan tugas tepat waktu

10) Menyebut nama orang memandang pembicara 11) Mengatasi gangguan

12) Menolong tanpa member jawaban 13) Menghormati perbedaan individu

b. Keterampilan Kooperatif Tingkat Menengah 1) Menunjukakan penghargaan dan empati

2) Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima 3) Mendengarkaan secara aktif

4) Bertanya

5) Menggunakan pesan “saya” 6) Membuat ringkasan

7) Menafsirkan

8) Mengatur dan mengotganisasi 9) Memeriksa ketepatan

10) Menerima tanggung jawab 11) Menggunakan kesabaran

(32)

c. Keterampilan Kooperatif Tingkat Mahir 1) Mengelaborasi

2) Memeriksa secara cermat 3) Menanyakan kebenaran 4) Menganjurkan suatu posisi 5) Menetapkan tujuan25

6. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siwa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang beebeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesame manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.

Tujuan-tujuan ini mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berfikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan bagi siswa yang bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik.pembelajaran kooperatif mempunyai efek yang berarti terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial, kemampuan, dan ketidak mampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluan kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas

25

(33)

tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

Keterampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatikan keterampilan-keterampilan kerjasama dan kolaborasi, dan juga keterampilan-keterampilan tanya-jawab.26

Tujuan pokok belajar kooperatif memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu tim, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.27

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran yang sangat penting, yakni:

a. Prestasi Akademik

Meskipun pembelajaram kooperatif mencangkup bebagai tujuan sosial, namun pembelajaraan kooperatif dapat juga digunakan untuk meningkatkan pretasi akademik.

b. Penerimaan akan Keanakaragaman

Efek penting ke dua dari model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan yang lebih luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya.

c. Pengembangan Keterampilan Sosial

Efek penting ketiga adalah mengajarkan kepada siswa ketrampilan-ketrampilan kerjasama dan kolaborasi.28

26

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruksivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hal. 41-45

27

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hal. 57

28

(34)

B.

Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

1. Pengertian Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

Slavin mengatakan dalam buku Hidayatullah, menjelaskan bahwa Teams Games Tournament (TGT) pada prinsipnya sama dengan Student

Team Achievement Davision (STAD), namun pada TGT menggunakan

turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, para siswa berlomba-lomba sebagai wakil team dengan anggota lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka.

Menurut Rusman, Teams Games Tournament adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok, tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.

Pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament terdiri dari lima langkah tahapan, yaitu tahap penyajian kelas (Class Precentation), belajar dalam kelompok (Teams), permainan (Games), pertandingan

(Tournament), dan penghargaan kelompok (Team Recognition).29

2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Teams Games Tournament

Dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) ini memiliki beberapa bagian yaitu presentasi kelas, belajar kelompok, permainan, turnamen akademik dan penghargaaan.

29

(35)

Sebagaimana langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament dijelaskan di bawah ini:

a. Presentasi Kelas

Pada kegiatan ini guru menyampaikan materi pelajaran yang akan dibahas, yaitu dengan cara pengajaran langsung, diskusi atau dapat menggunakan cara yang lainnya. Hal yang perlu diperhatikan dalam presentasi kelas ini berbeda dengan presentasi kelas biasa, karena presentasi kelas pada pembelajaran kooperatif tipe ini yang disampaikan hanya pokok-pokok materi dan penjelasan tentang teknik pembelajaran yang akan digunakan.

b. Belajar Kelompok

Pada bagian ini siswa dibagi-bagi ke dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari lima siswa. Di dalam kelompoknya siswa bertugas untuk saling membantu dalam memahami bahan ajar dan menyelesaikan soal-soal dari materi yang dibahas guru kepada setiap kelompok.diharapkan pada bagian ini terjadi komunikasi dan saling mengeksplorasi kemampuan masing-masing dalam kelompok, saling mengoreksi pekerjaan anggota-anggotanya sampai menemukan jawaban yang disepakati.

c. Turnamen Akademik

(36)

d. Penghargaan

Pemberian penghaegaan pada setiap akhir turnamen dilakukan perhitungan skor, ini dimaksudkan untuk menentukan kelompok mana yang memperoleh nilai tertinggi. Untuk kelompok yang memperoleh nilai rata-rata mencapat kriteria tertentu maka diberi julukan super team, great team, dan good team.30

3. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams

Games Tournament (TGT)

Slavin menyampaikan beberapa kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, sebagai berikut:

a. Kelebihan

1) Melalui interaksi dengan anggota kelompok, siswa memiliki kesempatan untuk belajar mengemukaakan pendapatnya atau memperoleh pengetahuan dari hasil diskusi dengan anggota kelompoknya

2) Pengelompokkan siswa secara heterogen dalam hal tingkat kemampuan, jenis kelamin, maupun ras diharapkan dapat membentuk rasa hormat diantara siswa.

3) Dengan belajar kooperatif siswa mendapatkan keterampilan kooperatif yang tidak dimiliki pada pembelajaran yang lain

b. Kekurangan

1) Penggunaan waktu yang relative lama dan biaya yang tidak sedikit 2) Jika kemampuan guru sebagai motivator dan fasilitator kurang

memadai atau sarana tidak cukup tersedia, maka pembelajaran kooperatif tipe TGT sulit dilaksanakan

3) Apabila sportivitas siswa dalam turnamen kurang, maka keterampilan siswa berkompetisi siswa yang terbentuk bukanlah keterampilan yang diharapkan.31

30

Muslihuddin, Ade Sudrajat dan Ujang Hendra, Revolusi Mengajar Panduan Praktis Seorang Guru untuk Mendesain Pembelajaran dan Penelitian, (Bandung: HPD Press, 2012), hal. 244-245

31

(37)

C.

Model Pembelajaran Puzzle

Mendesain tes ujian pada teka-teki silang mengundang keterlibatan dan partisipasi langsung. Teka-teki silang dapat diselesaikan secara individu atau secara tim. Prosedur pelaksanaan model pembelajaran Puzzle, yaitu:

1. Mencurahkan gagasan (brainstorming) beberapa istilah atau nama-nama kunci yang berkaitan dengan pelajaran studi yang telah diselesaikan. 2. Susunlah teka-teki silah sederhana, yang mencakup item-item sebanyak

yang didapatkan. Hitamkan kotak-kotak yang tidak diperlukan. 3. Buatlah contoh-contoh item silang, gunakan diantara sebagi berikut:

a. Definisi pendek, contohnya : tes yang digunakan untuk menentukan reliabilitas

b. Kategori yang sesuai dengan item, contohnya: jenis gas c. Lawan kata, contohnya: lawan kata dari haram

4. Bagikan teka-teki kepada kepada peserta didik, baik secara individual maupun secara tim

5. Tentukan batasan waktu. Serahkan hadiah kepada individu atau tim dengan benda yang paling konkret.32

Metode pembelajaran aktif Puzzle dapat divariasikan sebagai berikut: a. Perintahkan seluruh kelompok bekerja secara kooperatif untuk

menyelesaikan teka-teki silang

b. Sederhanakan teka-teki silanh dengan menentukan satu kata yang menjadi kunci untuk seluruh pelajaran.tulislah teka-teki itu secara saling horizontal, gunakan kata yang meringkas poin-poin lain dalam sesi latihan dan susunlah kata itu secara vertikal ke dalam kata kunci.33

Menurut penulis model pembelajaran Puzzle ini belum efektif jika digunakan dalam pembelajaran, sebab model pembelajaran ini hanya membuat para siswanya kritis sponatisan tapi lebih kepada individual saja, jadi untuk kerjasama dan interaksi dalam team tidak maksimal.34

32

Melvin L. Silberman. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. (Bandung: Nuansa, 2012), hal. 246

33

Ibid, hal. 247

34

(38)

D.

Hasil Belajar

1. Definisi Hasil Belajar

Pengertian hasil belajar secara etimologi terdiri dari dua kata yaitu kata “hasil” dan “belajar”, menurut kamus besar bahasa Indonesia kata “hasil” adalah sesuatu yang diperoleh dengan usaha. Sedangkan kata “belajar” adalah suatu perubahan dalam tingkah laku, perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.35

Hasil belajar merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar dari seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berfikir, maupun keterampilan motorik.36

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan pembelajaran. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relative menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.37

Menurut Nana Sudjana hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman-pengalaman belajarnya.38 Menurut Muhibin Syah hasil belajar adalah Perubahan sebagai akibat pengalaman belajar dan proses belajar siswa.39

35

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 81

36

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007), hal. 102-103

37

Asep Jihad dan Abdul Haris. Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi PressIndo, 2010), hal. 14

38

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 22

39

(39)

Soedijarto menyatakan bahwa, hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pengajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.40

Adapun Bringgs menyatakan bahwa hasil belajar merupakan seluruh kecakapan dan segala hal yang diperoleh melalu proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar.

Tenaga pendidik yang professional seyogyanya melihat hasil belajar siswa dari berbagai sudut kinerja psikologis yang utuh dan menyeluruh. Seorang siswa yang menempuh proses belajar, idealnya ditandai dengan munculnya pengalaman-pengalaman psikologis baru yang positif, yang diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sifat, sikap dan kecakapan yang konstruktif, bukan kecakapan yang destruktif (merusak).41

Dari teori yang dikemukakan para ahli tentang hasil belajar tersebut di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dapat dicapai oleh siswa setelah diadakan proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu dan materi penyajian yang tertentu pula sebagai akibat pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang telah disusun dalam indikator pembelajaran.

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dapat dilihat dari tiga kategori ranah yaitu:

a. Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

b. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau

40

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 2

41

(40)

reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

c. Ranah Psikomotor, meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).42

Dalam penelitian ini hasil belajar menurut teori Taksonomi Bloom dibatasi dengan ranah kognitif saja. Beberapa kemampuan kognitif antara lain:

a. Pengetahuan, tentang suatu materi yang dipelajari. b. Pemahaman, memahami makna materi

c. Aplikasi atau penerapan penggunaan materi atau aturan teoritis yang prinsip

d. Analisa, sebuah proses analisis teoritis dengan menggunakan kemampuan akal

e. Sintesa, kemampuan memadukan konsep, sehingga menemukan konsep baru

f. Evaluasi, kemampuan melakukan evaluatif atas penguasaan materi pengetahuan.43

Untuk mengukur dan memperoleh data hasil belajar peserta didik sebagaimana yang terurai diatas adalah mengetahui garis-garis besar indikator yang dikaitkan dengan jenis hasil belajar yang hendak diukur. Agar memudahkan dalam menggunakan alat dan kiat evaluasi yang dipandang tepat, berikut adalah tabel penyusunan jenis, indikator dan evaluasi hasil belajar.44

42

Oemar Hamalik, Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 4

43

Ibid, hal. 41

44

(41)
[image:41.595.114.512.145.763.2]

Tabel 2.1

Penilaian Dalam Ranah Kognitif

Ranah / Jenis Hasil

Belajar Indikator Cara Evaluasi

Ranah Kognitif 1. Pengetahuan 2. Pemahaman 3. Penerapan 4. Analisis 5. Sintetis 6. Evaluasi

a. Dapat menjelaskan b. Dapat menunjukkan c. Dapat menyebutkan

a. Dapat menjelaskan b. Dapat menguraikan c. Dapat membedakan

a. Dapat menentukan b. Dapat menerapkan

atau memberikan contoh

c. Dapat

menggambarkan a. Dapat menguraikan b. Dapat menemukan c. Dapat

menyimpulkan

a. Dapat melengkapi b. Dapat

menyimpulkan c. Dapat membentuk

a. Dapat membuktikan b. Dapat

Menyimpulkan

a. Tes tertulis b. Observasi

a. Tes tertulis b. Observasi

Pemberian tugas

a. Tes tertulis b. Observasi

a. Tes tertulis b. Observasi

a. Tes tertuli b. Pemberian

(42)

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Pada dasarnya hasil belajar siswa yang baik dalam kegiatan pembelajaran di sekolah bukan hanya disebabkan oleh kecerdasan saja, akan tetapi masih terdapat hal ini yang juga menjadi faktor penentu yang tidak dapat dipisahkan dalam mencapai keberhasilan siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak sekali jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal pada diri individu itu sendiri, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu.

Hasil belajar ini tidak selalu disebabkan oleh factor-faktor intelegensi akan tetapi juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin prestasi yang tinggi atau keberhasilan dalam belajar.45

Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

a. Faktor Internal Siswa

Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang meliputi dua aspek, yakni:

1) Aspek Fisiologis

Faktor ini ditinjau berdasarkan jasmani. Jasamani yang sehat akan berbeda pengarunya terhadap hasil belajar dibandingkan dengan jasmani yang kurang sehat. Kondisi fisiologis siswa terdiri atas kondisi kesehatan dan kebugaran fisik serta kondisi panca inderanya, terutama sekali indera penglihatan dan pendengaran. Secara umum kondisi fisiologis seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya karena semuanya akan membantu dalam proses dan hasil belajar.46

45

Penulis menambahkan pendapatnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

46

(43)

2) Aspek Psikologis

Setiap siswa pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, terutama dalam hal kadar bukan dalam hal jenis, tentunya perbedaan-perbedaan ini akan berpengaruh pada proses dan hasil belajarnya masing-masing. Beberapa faktor psikologis yang dapat diuraikan diantaranya, yakni intelegensi, perhatian, minat dan bakat, motif dan motifasi, kognitif dan daya nalar.47

Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Belajar menyebutkan, bahwa yang termasuk ke dalam faktor psikologis diantaranya adalah: tingkat kecerdasan siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa dan motivasi siswa.48 Apabila seseorang memiliki motivasi. Minat, dan bakat maka ia akan terpacu untuk terus belajar. Dengan kata lain ia memiliki semangat yang luar biasa untuk terus belajar. Akan tetapi sebaliknya apabila ada keadaan individunya seperti kurang sehat, gangguan pada inderanya, dan lain-lain maka hal tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi kegiatan belajarnya.

b. Faktor Eksternal Siswa

Faktor eksternal adalah factor yang berasal dari luar diri siswa, faktor ini terdiri dari faktor-faktor lingkungan dan faktor-faktor instrumental.49

1) Faktor-Faktor Lingkungan a) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial ini dapat kita rinci menjadi lingkungan sosial sekolah dan lingkungan sosial siswa. Lingkungan social sekolah seperti para guru, para staf dan teman-teman sekelas yang dapat mempengaruhi semangat belajar seseorang baik positif maupun negatif. Misalnya, guru yang menunjukkan

47

Ibid, hal. 26

48

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 3, hal. 133

49

(44)

sikap dan perilaku yang simpati maka hal itu akan menjadi daya dorong positif bagi kegiatan belajar siswa. Kemudian lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga serat teman-teman sepermainan di sekitan tempat tinggal siswa tersebut di luar pendidikan formal. Namun lingkungan sosial yang paling banyak berpengaruh pada siswa adalah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri.50

Seringkali guru dan para siswa yang sedang belajar di dalam kelas merasa terganggu oleh obrolan orang-orang yang berada di luar persis di depan kelas tersebut, apalagi obrolan itu diiringi dengan gelak tawa yang keras dan teriakan. Hiruk pikuk lingkungan sosial seperti suara mesin pabrik, lalu lintas, gemuruhnya pasar, dan lain-lain juga akan berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Karena itu sekolah hendaknya didirikan dalam lingkungan yang kondusif untuk belajar.51 b) Lingkungan Non-Sosial

Lingkungan non sosial yang dimaksud adalah hal-hal yang dipandang turut menentukan menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa yang tak terhitung jumlahnya, misalnya: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu, gedung sekolah dan letaknya, alat-alat sekolah, yang digunakan siswa, untuk belajar, tempat tinggal siswa, dan letak tempat tinggal tersebut.52

2) Faktor-Faktor Instrumental

Faktor instrumental ini terdiri dari gedung atau sarana fisik kelas, sarana atau alat mengajar, guru dan kurikulum atau materi pelajaran serta strategi belajar mengajar yang digunakan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.53

50

Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem Pengjaran Modul, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 132-138

51

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), hal. 32

52

Fadhilah Suralaga, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Pres, 2005), hal. 232

53

(45)

Dengan mengetahui adanya pengaruh dari dalam diri siswa hal yang logis dan wajar, karena hakikat perbuatan belajar adalah perbuatan tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Siswa harus merasakan adanya suatu kebutuhan untuk belajar dan berprestasi, maka siswa harus berusaha mengerahkan seluruh daya dan upaya untk dapat mencapainya.

Selama proses belajar mengajar berlangsung, terjadilah interaksi antara guru dan siswa, namun interaksi ini bercirikan khusus, karena siswa menghadapi tugas belajar dan guru harus mendampingi siswa dalam belajarnya.54

c. Faktor Pendekatan Belajar

Disamping faktor-faktor internal dan eksternal siswa sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses belajar siswa tersebut. Seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan belajar deep misalnya, mungkin sekali berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu daripada siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface atau reproductive.55

3. Kriteria Pengukuran Hasil Belajar

Untuk mengetahui baik buruknya hasil belajar peserta didik maka diperlukan suatu tindakan yaitu evaluasi. Evaluasi merupakan suatu penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Menurut Tardif et al, evaluasi adalah proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.56 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi sangat diperlukan dalam pendidikan dan pengajaran untuk mengetahui tingkat kemampuan yang dicapai peserta didik.

54

Yudhi Munadi, Op., Cit., hal. 34

55

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 129-136

56

(46)

Dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran menempuh tiga fase yaitu: a. Pre Test (Tes Awal)

Dilakukan deng

Gambar

Gambar 4.1
Tabel  2.1 Penilaian Dalam Ranah Kognitif
Table 3.1
Tabel 3.2 Matrik Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, maka penyelenggara

INSIDEN INFEKSI SALURAN KEMIH BERDASARKAN HITUNG LEUKOSIT PADA WANITA HAMIL TRIMESTER III PERIODE SEPTEMBER-OKTOBER 2015 DI RUMAH SAKIT

Another Disisis, utilization of the graphics card into the era of General Purpose Graphical Processing Units ( GPGPU ) , namely the use of graphics cards to work umum.GPU

Dari uraian-uraian di atas dapat diketahui bahwa perilaku informasi yang dikemukakan oleh Niedzwiedzka (2003) adalah seluruh perilaku manusia yang berkaitan dengan sumber

Jika dilihat dari data masukan dan struktur algoritma setiap metode, CNN LeNet 5 memiliki arsitektur yang cukup baik karna dapat menangkap setiap piksel masukan

Pada tahap ini akan dilakukan analisis permasalahan, analisis kebutuhan sistem, dan analisis pemecahan masalah dengan menggunakan metode K-Nearest Neighbor dengan

tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.. Diperiksa oleh :

Human error atau kesalahan manusia kerap sering terjadi pada penyusunan data-data, pencatatan transaksi, pembuatan laporan dan pekerjaan yang masih mengandalkan teknologi manual.