Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh : Muhammad Faisal
107044102074
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A GA M A PROGRAM STUDI AHWAL AS-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
Alhamdulillah, puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat ilahi rabii, Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa penulis curahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang merubah dunia dari kegelapan menjadi alam yang terang benderang. Dan salam sejahterta semoga Allah limpahkan kepada keluarganya, sahabatnya, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat jasa-jasa, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih yang tulus kepada segenap pihak yang membantu terselesaikannya skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH. MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga sebagai pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membantu penulis dalam menyadari kekurangan dalam pembuatan skripsi ini.
membantu penulis banyak sekali dalam pengolahan data skripsi.
5. Terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda Bahder Djohan dan ibunda Hj. Suryanah yang telah membesarkan dengan penuh cinta dan pengorbanan baik berupa dukungan moril dan finansial serta doa restunya sehingga penulis dapat menyelesikan pendidikan Strata I Jurusan Peradilan Agama Fakultas Syariah dan Hukum. Dan juga kepada adik-adikku M. Iskandar Fauzi dan Farhatunnisa Afriliana yang telah memberikan semangat serta peringatan untuk selalu melihat kedepan. Dan tidak lupa kepada seluruh keluarga yang sangat penulis cintai dan sayangi.
6. Teristimewa untuk Maya Ulfahsari, yang telah memberikan banyak hal termasuk semangat, sayang, cinta, motivasi dan kesabaran untuk membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga kita bisa lebih baik lagi dalam segala hal. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Muhammad Muachir, Fitrah Nurhalim, yang selalu memberikan penulis informasi dan pengetahuan tambahan. Dan juga kepada teman-teman angkatan 2007/2008 Jurusan Ahwal al-Syakhsiyyah yang tak mampu penulis sebutkan satu persatu, terim kasih atas kebersamaan kalian selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Thanks a lot guys.
7. Dan tak lupa jua kepada PASKIBRA SMAN 44 Jakarta yang telah membuat penulis bisa menjadi seperti sekarang ini dan juga turut memberikan semangat serta dukungan untuk penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
dari para pembaca yang budiman sangat penulis harapkan demi kebaikan dan perbaikan karya ilmiyah ini.
Semoga skipsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua, terutama bagi penulis sendiri. Amin.
Wassalam Jakarta, 31 Mei 2011
Penulis
KATA PENGANTAR ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Metode Penelitian... 8
E. Review Studi Terdahulu ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II : PERCERAIAN A. Pengertian dan Dasar Perceraian ... 13
B. Jenis dan Alasan Perceraian ... 16
C. Akibat dan Hikmah Perceraian ... 25
BAB III : LESBI A. Pengertian Penyimpangan Seksual ... 30
B. Pengertian Lesbi ... 32
C. Sebab-sebab terjadinya Lesbi ... 33
D. Akibat dari Lesbi ... 37
B. Kronologis kasus perceraian ... 49 C. Opini terhadap putusan ... 51
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 62 B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN-LAMPIRAN:
1. Salinan putusan
2. Surat permohonan pembimbing skripsi 3. Wawancara dengan hakim
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia hidup di dunia tidaklah sendirian, melainkan berdampingan
dengan manusia lain. Ini dikarenakan manusia sebagai makhluk sosial yang
membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupan. Akibat manusia yang
saling berhubungan tersebut, manusia memiliki ketertarikan terhadap lawan
jenisnya yaitu, perempuan. Islam mengatur manusia dalam hidup
berjodoh-jodohan iu melalui jenjang perkawinan yang ketentunnya dirumuskan dalam ujud
aturan-aturan yang disebut hukum perkawinan.1 Perkawinan itu adalah salah satu
cara yang telah ditetapkan oleh Allah untuk memperoleh anak dan memperbanyak
keturunan serta melangsungkan kehidupan manusia.2
Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sangat dalam dan kuat sebagai
penghubung antara seorang pria dengan seorang wanita dalam membentuk suatu
keluarga atau biduk rumah tangga. Aturan mengenai perkawinan tersebut di
Indonesia diatur oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan
juga Kompilasi Hukum Islam. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut
dikatakan bahwa, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau
1 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) h.13.
2 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), h.42.
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.3
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam dikatakan perkawinan menurut hukum
Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliidhan
untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.4
Menurut syara nikah adalah sebuah ikatan yang meliputi rukun-rukun dan
syarat-syarat untuk menghalalkan hubungan suami istri.5 Secara pendek
pengertian perkawinan itu ialah perjanjian suci membentuk keluarga antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan.6
Dalam pandangan Islam di samping perkawinan itu sebagai perbuatan
ibadah, ia juga merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul.7 Dan dalam hukum
Islam pernikahan harus memenuhi syarat dan rukunnya. Rukun pernikahan itu
harus terdiri dari, calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab
kabul. Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan itu ada dua :
3 Lihat Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1
4 Lihat Kompilasi Hukum Islam Pasal 2
5 Imam Taqiyuddin Abi Bakr ibn Muhammad Al Husainy, Kifayatul al-Akhyar, (Beirut : Dar al Fikr), Jilid 2, h.36.
6 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI-Press, 1986). h. 47.
1. Calon mempelai perempuannya halal dikawin oleh laki-laki yang ingin
menjadikannya istri.
2. Akad nikahnya dihadiri para saksi.8
Bagi Ulama Hanafiah akad nikah membawa konsekuensi bahwa suami
istri berhak memiliki kesenangan (mik al mut’ah) dari istrinya, dari Ulama
Malikiyah akad nikah membawa akibat pemilikan bagi suami untuk mendapatkan
kelezatan (talazuz) dari istrinya. Sedangkan bagi ulama Syafi’iyah akad
membawa akibat suami memiliki kesempatan untuk melakukan jima’
(bersetubuh) dengan istrinya.9
Akibat ikatan pernikahan ini, maka lahirlah hak dan kewajiban yang harus
dijalani oleh suami dan juga istri. Hak ialah sesuatu yang harus diterima.
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan.10 Keseimbangan dalam
menjalankan kedua hal ini merupakan kunci untuk menuju keluarga yang
harmonis. Dengan demikian, tujuan hidup berkeluarga akan terwujud sesuai
dengan tuntutan agama, yaitu sakinah, mawwadah wa rahmah.11
8 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat. h.49.
9 Abdu Ar Rahman Al Jaziri, Kitab al Fiqh ‘Ala Al Ma’zahib Al Arba’ah, (Dar Al Fikr, Beirut, 1969), h.2-3.
10 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. 1. h.1006.
Dalam menjalani bahtera rumah tangga yang diidamkan tidak selamanya
berjalan harmonis, karena banyak sekali halangan dan rintangan yang akan
menghadang di depannya nanti yang memungkinkan pasangan suami istri untuk
mengakhiri perkawinan tersebut akibat tidak mampu menghadapi permasalahan
yang datang tersebut. Hal ini karena sudah tidak dapat lagi dipertahankan lagi
lebih lama, ditinjau dari beberapa sudut, mereka lebih baik putuskan
perkawinannya daripada dilangsungkan terus.12 Oleh karena itu, pasangan suami
istri harus menjadi sebuah tim yang kompak untuk mengatasi masalah tersebut.
Jangan sampai setiap permasalahan yang datang di hadapi dengan emosi sehingga
bukannya menyelesaikan permasalahan tapi malah menghasilkan permasalahan
baru.
Pada umumnya yang menimbulkan perselisihan dan percekcokan dalam
rumah tangga itu karena salah satu pihaknya tidak dapat menjalankan fungsinya
dengan baik, mereka tidak saling menghargai, tidak saling menghormati, tidak
saling pengertian antara sesama mereka dalam rumah tangganya.13 Sebab yang
mendasar adalah keduanya hidup dalam satu tempat selama dua puluh empat jam
sehari semalam. Keduanya selalu bersama-sama meniti kehidupan rumah tangga,
12 Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1987) , Cet. Ke-1. h.175.
maka tidak heran, jika mereka selalu menemukan perbedaan pendapat dalam
berbagai hal.14
Akibatnya, dalam sebuah keluarga mudah sekali terjadi perselisihan dan
percekcokan yang membuat mereka berfikir untuk mengakhiri pernikahan mereka
dengan jalan perceraian.
Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara laki-laki dengan
perempuan sehingga mengakibatkan berakhirnya hubungannya sebagai suami
istri. Perceraian itu dapat dilakukan atas kehendak dari suami atau dari pihak istri.
Permohonan cerai yang dilakukan atas kehendak suami dinamakan talak, dan
permohonan cerai yang berasal dari pihak istri dinamakan khulu’.
Hak talaq ini dapat digunakan untuk menjadi jalan keluar bagi kesulitan
yang dihadapi suami dalam melangsungkan situasi rukun damai dalam kehidupan
rumah tangga.15 Talak secara bahasa memutuskan ikatan, secara syara’
memutuskan ikatan pernikahan atau memutuskan akad nikah dengan lafaz talak
atau sejenisnya atau menghilangkan ikatan nikah dalam keadaan apapun dan
dimanapun dengan lafaz yang ditentukan (khusus).16 Talak yang dijatuhkan
14 Syaikh Abdul Aziz Bin Abdurrahman Al-Musnad, Perkawinan dan Masalahnya. Penerjemah Musifin As’ad dan Salim Basyarahil. (Jakarta: Pustaka Al-kautsar,1993), cet. II. h.15.
15 Ahmad Khuzari, Nikah Sebagai Perikatan. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h.118-119.
seorang suami kepada istrinya harus memilik alasan yang sesuai, agar talak yang
dijatuhkan suami kepada istrinya tidak terkesan semena-mena.
Talak adalah sesuatu yang halal yang dibenci Allah Swt, tetapi ada talak
yang dijatuhkan oleh seorang suami yang tidak dibenci oleh Allah SWT
disebabkan oleh tindakan dan perilaku pasangannya:
1. Istrinya diketahui berbuat zina;
2. Istrinya berbuat nusyuz dan sudah berkali-kali dikasih peringatan;
3. Istrinya suka mabuk, penjudi, bertindak tanduk yang bisa
merugikan lingkungan sekitarnya; dan
4. Istrinya susah diajak kerja sama dalam membina rumah tangga
yang lebih damai dam tentram, mau menang sendiri, kurang menghargai
peran suami, dan sebagainya.17
Tapi dengan seiring berjalannya waktu, faktor-faktor yang menyebabkan
suami mejatuhkan talak kepada istrinya menjadi lebih kompleks dari biasanya,
yaitu seperti penyimpangan seksual yang dilakukan oleh istri yang penulis
temukan dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur yang menyatakan
bahwa istri memiliki penyimpangan seksual, yaitu menyukai sesama jenis atau
lesbian. Oleh karena itu penulis tergerak untuk meneliti hal tersebut ke dalam
sebuah skripsi. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengambil
permasalahan ini sebagai skripsi dengan judul “LESBI SEBAGAI PEMICU
PERCERAIAN (Analisa Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur No.
207/Pdt.G/2009/PAJT)”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Penelitian ini membahas tentang perceraian, alasan perceraian, akibat
perceraian, hikmah perceraian, alasan hakim dalam memutuskan perkara,
pandangan fiqh dan hukum positif terhadap lesbi, alasan seseorang bisa
menjadi lesbi dan akibatnya, serta alasan diterimanya lesbi sebagai pemicu
perceraian pada Pengadilan Agama Jakarta Timur.
2. Perumusan Masalah
Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 116, perceraian tidak dapat terjadi
karena alasan lesbi. Tapi kenyataannya, dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta
Timur dengan perkara No.207/Pdt.G/2009/PAJT, pemohon dalam mengajukan
permohonan cerainya, menyatakan lesbi sebagai salah satu alasan perceraian.
Rumusan masalah tersebut penulis rinci dalam bentuk pernyataan sebagai berikut:
1. Apakah penyimpangan seksual yang dialami oleh istri bisa dijadikan
sebagai alasan perceraian?
2. Bagaimana hukum Islam dan hukum positif memandang lesbi?
3. Apa pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut?
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bisa atau tidaknya suami memohon perceraian
karena alasan penyimpangan seksual (lesbi) yang dialami oleh istrinya.
2. Untuk mengetahui pandangan fiqh dan Hukum positif terhadap
penyimpangan seksual seperti lesbi.
3. Untuk mengetahui alasan pertimbangan hakim dalam memutus
perkara tersebut.
4. Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapt memberikan kontribusi yang positif terhadap
pembaca dan juga para mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum sebagai
bagian dari peningkatan kualitas intelektual.
2. Manfaat Praktis
Untuk memberikan masukan tambahan serta menambah wawasan bagi para
mahasiswa yang akan bergerak sebagai praktisi hukum nantinya.
D.Metode Penelitian
Untuk mengumpulkan data dalam penulisan skripsi ini, penulis
menggunakan metode sebagai berikut:
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian
kualitatif. Data kualitatif pada umumnya dalam bentuk pernyataan kata-kata
atau gambarantentang sesuatu yang dinyatakan dalam bentuk penjelasan
dengan kata-kata atau tulisan.18 Dan penelitian ini bersifat pendekatan
normatif yuridis, yaitu meneliti hasil putusan pengadilan.
2. Sumber Data dan Proses Pengumpulan Data
a. Data primer
Data pimer adalah data yang dikumpulkan peneliti langsung dari
sumbernya.19 Data primer Data primer berbentuk “putusan” yang
didapatkan dari Pengadilan Agama Jakarta Timur.
b. Data sekunder
Data yang bersumber dari hasil penelitian orang lain yang dibuat
untuk maksud yang berbeda.20
Data sekunder adalah data yang diperoleh
dari buku-buku, internet dan beberapa hasil penelitian yang berhubungan
dengan penelitian ini.
c. Data tertier
Data tertier adalah data yang diperoleh dari kamus dan jurnal
18 Ronny Kountur, Metode Penelitian untuk penulisan Skripsi dan Tesis, Seri Umum No. 12., Ed. Revisi, h.191.
19 Ibid, h.182.
hukum.
3. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data yang diperoleh meliputi transkip interview dari
wawancara dengan hakim yang memutuskan perkara tersebut, catatan
lapangan, dokumen pribadi dan lain-lain.
4. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan
analisa kualitatif dengan pendekatan konten analisis yaitu menganalisis isi
(conten analysis)21 dengan mendeskripsikan putusan perceraian tersebut dan
menghubungkannya dengan hasil wawancara.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini menggunakan buku “Pedoman Penulisan
Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2007”.
E. Review Studi Terdahulu
Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan kajian
terhadap skripsi terdahulu. Dan penulis telah menemukan beberapa skripsi yang
memiliki tema mirip dan memberikan perbedaannya. Skripsi-skripsi tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Surya Darma Batu Bara, “Disfungsi Seksual Sebagai Alasan Terjadinya
Perceraian (Studi Putusan Cerai Gugat Akibat Suami Disfungsi Seksual
Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2007)”, skripsi ini membahas
tentang kelamahan fungsi alat seksual suami segai alasan perceraian.
2. Rahmat Hidayat, “Kekerasan Seksual Sebagai Alasan Perceraian (studi
Putusan No. 322/Pdt.G/2007/PAJT)”, skripsi ini membahas tentang
kekerasan seksual yang dilakukan suami terhadap istri sebagai alasan untuk
melakukan perceraian.
3. Jamilah, “Kelainan Seks Pada Suami Sebagai Pemicu Terjadinya
Perceraian (Analisa Putusan PA Depok Perkara Nomor 662/Pdt.G/
2008/PA.Dpk.Jawa Barat)”, skripsi ini membahas tentang kelainan seksual
yang dilakukan oleh suami yang suka mengintip dan menggerayangi orang
lain (Voyeurisme) sebagai alasan perceraian.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan
dalam penulisan ini, maka penulis membuat sistematika penyusunan penulisan ini
ke dalam lima Bab. Dimana masing-masing bab dibagi ke dalam sub-sub sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan hal-hal yang meliputi Latar
Manfaat Penelitian, Tinjauan Kajian Terdahulu serta Sistematika
Penulisan.
BAB II : Perceraian. Dalam bab ini diuraikan hal-hal yang meliputi
Pengertian dan Dasar Perceraian, Jenis dan Alasan Perceraian,
Akibat dan Hikmah Perceraian.
BAB III : Lesbi. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai pengertian
Penyimpangan seksual, Pengertian Lesbi, sebab-sebab terjadinya
terjadinya Lesbi, dan pandangan hukum Islam dan hukum positif
mengenai lesbi.
BAB IV : Analisa Terhadap Putusan PA Jaktim. Dalam bab ini diuraikan
hal-hal yang meliputi profil Pengadilan Agama Jakarta Timur,
duduknya perkara, pertimbangan hukum para hakim, kronologis
kasus perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur, dan analisa
penulis.
BAB V : Penutup. Bab ini merupakan kesimpulan yang menggambarkan
secara umum tentang permasalahan yang dibahas, dalam bab ini juga
mencakup saran-saran dari peneliti atas permasalahan yang diteliti
sehingga upaya mencapai tujuan dari penelitian yang dilakukan dan
diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan akademis umumnya dan
BAB II
PERCERAIAN
A. Pengertian dan Dasar Perceraian
1. Pengertian Perceraian
Cerai adalah putus hubungan sebagai suami istri.22 Ta’rif talak
menurut bahasa Arab adalah “melepaskan ikatan”.23 Talak secara bahasa
memutuskan ikatan, secara syara’ memutuskan ikatan pernikahan atau
memutuskan akad nikah dengan lafaz talak atau sejenisnya atau
22 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), ed .3 cet.ke-3. h. 208.
menghilangkan ikatan nikah dalam keadaan apapun dan dimanapun dengan
lafaz yang ditentukan (khusus).24
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah arti kata talak, yaitu:
ةِيّجِوْزّلا ةِقَل
َ عَلْا ءُاَهنْإِوَ جِوْزّلا ةُط
َ بِاَر لّحَ
25
Artinya: “Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami isteri.”
Perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim
atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.26 Dari definisi talak di
atas, jelaslah bahwa talak merupakan sebuah institusi yang digunakan untuk
melepaskan sebuah ikatan perkawinan.27
2. Dasar Perceraian
Talak ini merupakan suatu yang disyariatkan.28 Dalil persyariatan talak
ini berasal dari al-Qur’an, as-Sunnah, maupun ijma’ ulama.29
24 Wahbah Zuhaili, al- Fiqh al- Islam Wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1989) Juz 7. h. 356.
25 Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), Juz. 2, h. 206.
26 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 1995), cet. Ke-27, h. 42.
27 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, UU no.1/74, sampai KHI), (Jakarta: Kencana, 2004), cet. 1. h. 207.
28 Syekh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Penerjemah Abdul Ghofar (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), cet. ke-5. h. 207.
Adapun dalil-dalil yang melandasi terjadinya perceraian adalah
sebagai berikut:
a. Surat Ath-Thalaq ayat 1.
Artinya: “Hai nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.” (QS.Ath-Thalaq: 1)
b. Surat An-Nisa ayat 130
)ءاسنلا
130:4 / (Artinya: “Jika keduanya bercerai, Maka Allah akan memberi kecukupan
kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. dan
adalah Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana.”
)
ةراقبلا
227:2 / (
Artinya: “Dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka
Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.”(QS. Al-Baqarah: 227)
d. Dari hadits nabi Muhammad SAW.
هِلللِآوَ هِيْلَعَ هُللا ىلّص
َ
ي
ّ بِنّلا ن
ِ ع
َ رَمَعُ نِبْا نْعَوَ
ل
ّ لجَوَ زّلعَ هِلللا ىللَإِ لِل
َ حَلْا ض
ُ
لغَبْأَ ل
َ اَق م
َ لّس
َ وَ
)
دانللسإب ةللجام نللباو دواد وللبأ هاور ق
ُ ل
َ ط
ّ لا
(
حيحص
30
Artinya: “Dan dari Ibnu Umar, bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw.
bersabda: “Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah ‘Azza
wa Jalla adalah talak.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah dengan
sanad yang shahih)
e. Ijma’
Para ulama sepakat membolehkan talak.31 Hikmah dibolehkannya
talak itu adalah karena dinamika kehidupan rumah tangga kadang-kadang
menjurus kepada sesuatu yang bertentangan dengan tujuan pembentukan
30 Imam Hafidz Abi Daud Sulaiman ibn al-Asy’ats al-Sajastani al-Azdi, Sunan Abi Daud, (Beirut: Dar Ibn Hazm, 1998), Cet. 1, h. 334.
rumah tangga itu.32 Karena walaupun perbuatan ini dibenci oleh Allah,
akan tetapi perbuatan ini tetap dibolehkan untuk menghindari dan
menghilangkan berbagai hal negatif dalam rumah tangga.
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, masalah
perceraian ini diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan pada Pasal 38 sampai dengan Pasal 41 dan juga terdapat
dalam Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 113 sampai dengan Pasal 148.
B. Jenis dan Alasan Perceraian
1. Jenis Perceraian
a. Cerai Talak
Cerai talak ini adalah cerai yang datang atas inisiatif dari pihak
suami. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 117 diterangkan bahwa,
“Talak adalah ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang
menjadi salah satu sebab putusnya hubungan perkawinan dengan cara
sebagaimana pasal 129, 130, 131.”33
b. Cerai Gugat
Cerai gugat adalah cerai yang inisiatifnya datang dari pihak istri.
Dalam Islam cerai seperi ini dikenal dengan istilah khulu’. Khulu adalah
32 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003), cet. 1., h. 127.
perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberikan tebusan
atau iwadh kepada dan atas persetujuan suaminya.34 Hukum Islam
memberi jalan kepada istri yang menghendaki perceraian dengan
mengajukan khulu’, sebagaimana hukum Islam memberi jalan kepada
suami untuk menceraikan istrinya dengan jalan talak.35 Dalam istilah
sehari-hari khulu’ biasa di sebut dengan thalaq tebus atau gugat cerai.36
Menurut bahasa, kata khulu’ berarti tebusan.37 Karena istri
meminta cerai kepada suaminya dengan membayar tebusan atau
imbalan.38 Menurut istilah syariat, khulu’ adalah perpisahan wanita
dengan ganti dan dengan kata-kata khusus.39 Dalam khulu ganti rugi dari
34 Lihat KHI Pasal 1 huruf i. Lihat juga A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2003), Cet. V, h. 234.
35 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) h. 220.
36 Zurinal. Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga penelitian UIN Syarif Hidayatullah), cet. Ke-1, h. 261.
37 Syekh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, h. 305.
38 A. Fuad, Perceraian Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1994), h. 96.
pihak istri merupakan unsur penting. Unsur inilah yang membedakannya
dengan cerai biasa. 40
Talak tebus ini boleh dilakukan baik sewaktu suci maupun sewaktu
haid, karena biasanya talak tebus itu terjadi dari kehendak dan kemauan si
istri.41
Dasar dari khulu’, adalah firman Allah,
)ةراقبلا
229:2 / (Artinya:“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 229)
40 Dewan Redaksi Ensklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994) cet. Ke-3, jilid 5, h. 57.
)ءاسنلا
128:4 / (Artinya: ”Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa: 128)
2. Alasan Perceraian
Alasan perceraian adalah suatu kondisi dimana suami atau istri
mempergunakannya sebagai alasan untuk mengakhiri atau memutuskan tali
perkawinan.42
Setidaknya ada empat kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan
rumah tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian yaitu:43
a. Terjadinya nusyuz dari pihak isteri
42 Taufiqurrohman, Pengaruh Wanita Karir Terhadap Perceraian, Skripsi S1, fakultas syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah Jakarta, h. 45.
Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang isteri
terhadap suaminya. Hal ini dapat terjadi dalam bentuk pelanggaran
perintah, penyelewengan dan hal-hal yang dapat mengganggu
keharmonisan rumah tangga. Mengenai hal ini Al-Quran memberikan
petunjuk agar tidak terjadi perceraian, yaitu:
)ءاسنلا
34:4 / (Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (An-Nisa’: 34)
Berangkat dari surah an-Nisa ayat 34 al-Qur’an memberikan opsi
sebagai berikut:
1) Isteri diberi nasihat dengan cara yang ma’ruf agar ia segera sadar
terhadap kekeliruan yang dibuatnya.
2) Pisah ranjang. Cara ini bermakna sebagai hukuman psikologis bagi isteri
dan dalam kesendiriannya tersebut ia dapat melakukan koreksi diri
3) Apabila dengan cara ini tidak berhasil, langkah berikutnya adalah
memberi hukuman fisik dengan cara memukulnya. Penting untuk dicatat,
yang boleh dipukul hanyalah bagian yang tidak membahayakan si isteri
seperti betisnya.
b. Terjadinya nusyuz dari pihak suami
Nusyuz tidak hanya dapat terjadi dan dilakukan oleh isteri, suami juga
dapat berlaku nusyuz. Selama ini sering disalahpahami bahwa nusyuz hanya
datang dari pihak isteri saja. Padahal al-Quran menyebutkan adanya nusyuz
dari suami sesuai dengan ayat al-Quran:
)ءاسنلا
/ 128:4 (Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa’: 128)
Kemungkinan nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian
dari pihak suami untuk memenuhi kewajibannya pada isteri, baik nafkah lahir
maupun nafkah bathin.
c. Terjadinya Syiqaq
Jika dua kemungkinan di atas menggambarkan salah satu pihak
nusyuz sedangkan pihak lain dalam kondisi normal, maka kemungkinan yang
misalnya disebabkan kesulitan ekonomi, sehingga keduanya sering
bertengkar. Dalam hal ini al-Quran memberi petunjuk:
)ءاسنلا
) 35:4 /Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. An-Nisa’: 35)
Dari ayat di atas jelas sekali aturan Islam dalam menangani problema
kericuhan dalam rumah tangga. Dipilihnya hakam (arbitrator) dari
masing-masing pihak dikarenakan para perantara itu akan lebih mengetahui karakter,
sifat keluarga sendiri.
d. Terjadinya salah satu pihak berbuat zina
Hal ini juga disebut dengan fakhisyah, yang mana menimbulkan
saling tuduh menuduh antara keduanya. Cara penyelesaiannya adalah dengan
membuktikan tuduhan yang didakwakan dengan li’an. Li’an sesungguhnya
telah memasuki “gerbang putusnya” perkawinan dan bahkan untuk
selama-lamanya karena akibat li’an adalah terjadinnya talak ba’in kubra.
Selain itu, dalam hukum Islam perceraian dapat disebabkan oleh
alasan-alasan sebagai berikut:44
1) Tidak ada lagi keserasian dan keseimbangan dalam suaasan rumah
tangga, tidak ada lagi rasa kasih saying yang merupakan tujuan dan
hikmah dari perkawinan.
2) karena salah satu pihak berpindah agama (murtad).
3) Salah satu pihak melakukan perbuatan keji yang dilarang agama.
4) Istri meminta cerai kepada suami dengan alasan suami tidak berapologi
dengan alasan yang dicari-cari dan menyusahkan istri.
5) Suami tidak memberi apa yang seharusnya menjadi hak istri.
6) Suami melanggar janji yang pernah di ucapkan sewaktu akad pernikahan
(taklik talak).
Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 116 juga menyatakan bahwa
perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan sebagai berikut:
1) salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,penjudi dan
lain sebagaianya yang sukar disembuhkan;
2) salah satu pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak
lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuanya.
3) Salah satu pihak mendapatkan hukuman mendapatkan hukuman penjara 5
(tahun) atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
5) Salah satu pihak mendapatkan cacad badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri.
6) Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan peertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7) Suami melanggar taklik-talak.
8) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga.45
Dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan juga menyatakan
alasan yang dapat menyebabkan perceraian adalah sebagai berikut:
1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat,
penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena
hal lain diluar kemampuannya;
3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain;
5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
6) Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga. 46
C. Akibat dan Hikmah Perceraian
1. Akibat Perceraian
Setelah putus suatu perkawinan, maka hal tersebut akan mempunyai
akibat-akibat, seperti akibat talak, perceraian, khulu’ dan li’an. Disamping itu
adapula mut’ah dan masa tunggu (iddah).47
Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal
41 menyatakan akibat dari perceraian ialah:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi
keputusannya.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan
46 Lihat Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 19
tidak dapat memberi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan
bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan
biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas
isteri.
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) bahwa akibat dari
perceraian dijelaskan dalam Pasal 149 sampai dengan Pasal 162, yaitu: Pasal
149 yang menjelaskan kewajiban suami setelah perceraian harus memberikan
mut’ah kepada bekas isterinya dengan jumlah atau kadar yang wajar kecuali
bila isterinya qobla al-dukhul; memberi nafkah kepada bekas isteri selama
berlangsungnya masa iddah kecuali jika isteri tersebut dijatuhi talak ba’in atau
nusyuz dan dalam keadaan hamil; membayar lunas mahar yang belum
dibayarkan; dan memberikan hak hadhonah kepada anaknya yang belum
berumur 21 tahun.48
Pasal 150 dan 151 berisi kebolehan bagi suami untuk merujuk
isterinya yang masih dalam masa iddah dan untuk isteri yang masih dalam
masa iddah mempunyai kewajiban untuk menjaga dirinya dan tidak menerima
pinangan dari orang lain. Sedangkan dalam Pasal 152 dijelaskan bagi isteri
berhak menerima nafkah iddah jika dia tidak nusyuz.49
48 Lihat Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam
Selanjutnya dalam Pasal 153 menjelaskan tentang resiko bagi wanita
yang bercerai dari suaminya untuk melaksanakan iddah yang hitungannya
bermacam-macam tergantung dari bagaimana kondisi antara suami isteri
tersebut berpisah. Dalam pasal itu juga terdapat pengecualian bahwa tidak ada
masa iddah bagi bekas isteri jika bercerai qabla al-dukhul.50
Pasal 154 dan 155 juga masih menjelaskan tentang masa tunggu
(iddah) untuk wanita yang bercerai karena khuluk, fasakh dan li’an berlaku
juga iddah talak. Sedangkan untuk isteri yang ditalak raj’i yang ditinggal mati
suaminya, iddahnya menjadi empat bulan sepuluh hari yang dihitung dari
sejak kematian suaminya.51
Sedangkan Pasal 156 menjelaskan tentang akibat perceraian yang
berkaitan dengan orang yang berhak untuk mendapatkan hak pemeliharaan
dan biaya keperluan anak dari mulai anak yang belum mumayyiz sampai anak
yang sudah mumayyiz52.
Kemudian Pasal 157 mengatur tentang harta bersama yang harus
diperhitungkan ketika perceraian terjadi. Sedang Pasal 158 sampai 160
membicarakan mengenai mut’ah yang wajib dbayarkan oleh bekas suami
50 Lihat Pasal 153 Kompilasi Hukum Islam
51 Lihat Pasal 154 dan 155 Kompilasi Hukum Islam
kepada bekas isteri dengan syarat-syarat tertentu yang diatur dalam Kompilasi
Hukum Islam dan sunnah diberikan oleh bekas suami tanpa syarat serta
besarnya mut’ah itu sendiri.53
Selanjutnya Pasal 161 menyatakan bahwa, perceraian dengan khulu’
mengurangi jumlah talak dan tidak dapat dirujuk. Dan dalam Pasal 162 yang
menyatakan, bilamana li`an terjadi maka perkawinan itu putus untuk
selamanya dan anak yang dikandung dinasabkan kepada ibunya, sedang
suaminya terbebas dari kewajiban memberi nafkah.54
2. Hikmah Perceraian
Maksud perkawinan, untuk membina rumah tangga bahagia dan abadi,
tenteram, penuh rasa kasih dan cinta serta dapat bergaul dengan baik sebagai
suami isteri yang sehati. 55 Namun sering kali tujuan tersebut tidak tercapai dan
berakhir sebelum tujuan itu tercapai. Karena tidak adanya kesepakatan antara
suami istri, maka dengan keadilan Allah Swt. Dibukakan-Nya suatu jalan keluar
dari segala kesukaran itu, yakni pintu perceraian. Dalam Al-Qur’an dan Hadits
dinyatakan bahwa perceraian di perbolehkan tetapi dibenci dan tidak di
53 Lihat Pasal 157 sampai 160 Kompilasi Hukum Islam
54 Lihat Pasal 161 dan 162 Kompilasi Hukum Islam
seyogiakan oleh Allah.56 Sebenarnya putusnya perkawinan merupakan hal yang
wajar saja, karena makna dasar sebuah akad nikah adalah ikatan atau dapat juga
dikatakan perkawinan pada dasarnya adalah kontrak.57
Walaupun demikian, seandainya Islam tidak memberikan jalan menuju
talak bagi suami isteri dan tidak membolehkan mereka untuk bercerai pada saat
yang kritis, niscaya hal itu akan membahayakan bagi pasangan tersebut.58 Karena
talak merupakan satu-satunya jalan, tak ubahnya seperti membalut luka yang
harus terjaga untuk menyelamatkan seluruh tubuh.59
BAB III
LESBIAN
A. Pengertian Penyimpangan Seksual
56 Hisako Nakamura, Perceraian Orang Jawa, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), h. 31.
57 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, h. 206.
58 Syekh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, h. 205.
Penyimpangan adalah sikap tindak diluar ukuran (kaidah) yang berlaku.60
Deviasi atau penyimpangan diartikan sebagai tingkah laku yang menyimpang dari
tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata dari rakyat
kebanyakan/populasi.61 Sedangkan seksual, berkenaan dengan perkara
persetubuhan antara laki-laki dan perempuan.62
Jadi, Deviasi seksual ialah gangguan arah-tujuan seksual.63 Karena
mendapatkan kepuasan seksualnya dengan cara yang keluar dari kebiasaan.
Penyimpangan seks tidak terbatas kepada pribadi tertentu saja, akan tetapi
banyak tampak pada keadaan pribadi biasa, akan tetapi banyak tampak pada
keadaan pribadi psikopatik.64 Dan penyimpangan seksual ini memilki beberapa
jenis.
Jenisnya antara lain:
1. Fetishism
60 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), ed.3, cet.4, h. 1067.
61 Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2005), jil.1. h. 11
62 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1015
63 W.F. Maramis, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, (Surabaya: Airlangga University Press, 2004), cet. 8. h. 314
Yaitu ketergantungan seseorang pada obyek yang tidak hidup untuk
memperoleh rangsangan seksual.
2. Transvestic Fetishism
Adalah gangguan dimana seorang laki-laki terangsang secara seksual dengan
menggunakan pakaian atau perlengkapan perempuan lainnya, meskipun ia
masih menyadari dirinya sendiri sebagai laki-laki.
3. Pedofilia
Pedofilia berasal dari kata “pedos” (bahasa Yunani untuk “anak”), adalah
orang dewasa yang emeperoleh kepuasan seksual melalui kontak fisik dan
seksual dengan anak prapubertas yang tidak berhubungan dengannya.
4. Inses
Mengacu pada hubungan seksual antara keluarga dekat, dimana pernikahan
tidak diperbolehkan antara mereka.
5. Voyeurism
Adalah prefensi yang nyata untuk memperoleh kepuasan seksual dengan
melihat orang lain dalam keadaan tanpa busana atau sedang melakukan
hubungan seksual.
6. Eksibisionisme
Adalah prefensi yang jelas dan berulang untuk memperolah kepuasan seksual
dengan mempertontonkan alat kelaminnya pada orang lain yang tidak
7. Frotteurism
Yaitu orientasi seksual dengan menyentuh orang yang tidak disangka-sangka.
8. Sadisme dan masokisme seksual
Sadisme adalah kegemaran untuk memperoleh atau meningkatkan kepuasan
seksual dengan menimbulkan kesakitan atau penderitaan psikologis (misalnya
mempermalukan) pada orang lain
Sedangkan masokisme adalah kegemaran seseorang untuk memperoleh atau
meningkatkan kepuasan seksual dengan menjadikan dirinya sebagai subyek
untuk disakiti atau dipermalukan.65
9. Homosexualitas dan lesbianism
Homoseksual adalah keadaan seseorang yang menunjukkan perilaku seksual
diantara orang-orang dari sex yang sama.66
B. Pengertian Lesbian
Lesbianisme adalah homoseksual antara sesama wanita.67 Homoseksual
adalah keadaan seseorang yang menunjukkan perilaku seksual diantara
orang-orang dari sex yang sama.68 Dalam Psikologi, lesbian ini tidak dipisahkan
pembahasannya dengan homoseksual karena mereka tersebut merupakan bentuk
65 Fitri Fausiah dan Julianti Widury, Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta: UI press, 2005), h. 61-64.
66 Iyus Yosep, Keperawatan Jiwa, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), h. 194.
67 Ensiklopedi Umum, (Jakarta: Yayasan Kanisius), h. 747.
penyimpangan yang sejenis. Istilah homoseksual lebih lazim digunakan bagi pria
yang menderita penyimpangan ini, sedang bagi wanita, keadaan yang sama lebih
lazim disebut “lesbian”.69 Sering juga homoseks ini disebut gay.
Homoseks dalam bahasa Arab disebut liwath; dinisbatkan kepada
perbuatan kaum Nabi Luth yang pertama kali dalam sejarah kehidupan manusia
melakukan perbuatan keji tersebut. Sedangkan lesbianism (dari kata Lesbos, atau
pulau di tengah lautan Egeis dalam mitologi Yunani dan dihuni oleh para
wanita).70
Lesbian adalah wanita yang mencintai atau merasakan rangsangan seksual
sesama jenisnya.71 Secara sederhana, homoseksualitas dapat diartikan sebagai
kecenderungan yang kuat akan daya tarik erotis sesorang justru terhadap jenis
kelamin yang sama. Gay dan lesbian memiliki minat erotis pada anggota gender
mereka sendiri, tetapi identitas gender mereka (perasaan menjadi pria atau wanita)
konsisten dengan anatomi seks mereka.72
C. Sebab-sebab terjadinya Lesbi
69 Sawitri Supardi Sadarjoen, Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), cet. 1, h. 41.
70 Didi Junaedi, 17+ Seks Menyimpang: Tinjauan dan solusi berdasarkan Al_quran dan Psikologi, (Jakarta: Sejuk, 2010), h. 41.
71 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus besar bahasa Indonesia, (Jakarta: balai Pustaka, 2005), ed. 3 cet. 3, h. 665.
Menjadi hetero atau homo atau bisek, atau orientasi seksual lain bukanlah
sebuah pilihan, juga bukan akibat kontruksi sosial. Akan tetapi, tidak tertutup
kemungkinan potensi kecenderungan orientasi seksual seseorang menjadi actual
setelah mendapat pengaruh lingkungan. Misalnya, potensi homo dalam diri
seseorang menjadi dominan karena desakan faktor lingkungan tertentu, seperti
pesantren.73
Diantara sebab-sebab seseorang bisa terjangkit hubungan seks sejenis
adalah:
1. Faktor lingkungan, tempat tinggal atau pergaulan
2. Faktor biologis yang memang mempunyai kecenderungan untuk
tertareik pada lawan jenis dan sejenis
3. Faktor psiko dinamika, karena mempunyai konflik atau pengalaman
hidup
4. Faktor sosio-kultural, karena merasa minder dan takut mencintai lawan
jenisnya.
Beberapa faktor yang memicu timbulnya lesbianisme antara lain:
1. Wanita yang bersangkutan terlalu mudah jenuh dalam hubungan
seksual dengan suami atau laki-laki serta ia tidak pernah merasakan orgasme,
2. Pengalaman traumatis dari wanita yang bersangkutan dengan seorang
laki-laki atau suami yang kejam, sehingga timbul rasa benci dan antipasti
terhadap laki-laki.74
Dalam buku Marzuki Umar Sa’abah, dikatakan ada beberapa tinjauan
kemunculan lesbianisme antara lain:
1. Wanita yang bersangkutan terlalu mudah jenuh dalam hubungan
senggama ddengan suami atau laki-laki serta ia tidak pernah merasakan
orgasme.
2. Faktor traumatis berkait dengan pengalaman mendapat perlakuan
kejam dari laki-laki atau suaminya bisa juga menjai penyebab. Trauma
tersebut berubah menjai sikap benci terhadap semua laki-laki.
3. Bisa juga lesbianism yang ia lakukan merupakan pelarian akan ketidak
bahagiaan hidup dan kekecewaan, keputusasaan selama ini, hingga mencoba
mencari hal yang baru dalam hidupnya.75
Kartini Kartono menyebutkan ada dua faktor yang menyebabkan
penyimpangan seks:
1. Faktor intrinsik ialah faktor-faktor herediter atau keturunan, berupa
predisposisi dan konstitusi jasmaniah dan mentalnya.
74 Didi Junaedi, 17+ Seks Menyimpang: Tinjauan dan solusi berdasarkan Al_quran dan Psikologi, h. 42-43.
2. Faktro ekstrinsik ialah mencakup adanya kerusakan-kerusakan psikis
dan fisik disebabkan oleh pengaruh-pengaruh luar, atau oleh adanya interaksi
pengalaman dengan lingkungan yang traumatis sifatnya.76
Selain itu pula, Lesbianisme terbangun secara ilmiah karena manusia
memiliki kecenderungan homoseksual. Lesbianisme terbangun secara sosial
karena perempuan ingin membebaskan diri dari konstruksi ideologi seksual
dominan, yaitu heteroseksual, yang menjadi alat patriarki untuk menindas
perempuan.77
Sedangkan menurut Ma’ruf Asrori, dorongan seks yang tidak terkendali
disebabkan oleh dua faktor:
1. Faktor endogen (dari dalam), yakni lemahnya iman dan intelegensinya
tidak dapat mengendalikan hawa nafsu.
2. Faktor eksogin, yakni datangnya dari hampir setiap aspek kehidupan
modern yang tumbuh dan berkembang tidak atas dasar konsep agama.
Misalnya, trend mode, make up, pegaulan bebas, film dan bacaan porno, panti
pijat, klub malam, bar dan lain-lain.78
76 Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas seksual, (Bandung: Mandar Maju, 1989), hal. 252.
77 Bernadet Rosinta Nirmala Situmorang, Analisis Isi Berprespektif Feminis Dan Pembongkaran Pemikiran Lesbianism Dalam Teks Naraktif Fiksi Bertema Lesbian. (Tesis., Program Kajian Wanita Program Pascasarjana UI, 2001), h. 28.
Dalam wawancara yang penulis lakukan dengan psikolog, dikatakan
bahwa pola pengasuhan anak mulai pada saat balita sangat berpengaruh terhadap
perkembangan seksual anak.79
Berdasarkan penjelasan di atas maka secara sederhana dapat diketahui
bahwa tidak adanya pola pengasuhan yang benar dari orangtua, pengendalian diri
yang sempurna, pengalaman dan faktor lingkungan merupakan sebab-sebab atau
faktor-faktor yang dapat menyebabkan seseorang menjadi lesbi atau mengalami
penyimpangan seksual.
D. Akibat dari lesbi
Akibat lesbi secara sosial itu tidak ada, karena bila ia mampu
bersosialisasi dengan masyarakatnya secara baik hal tersebut tentu tidak akan
diketahui.80
Lesbi bukan hanya perbuatan yang dilarang tapi juga perbuatan yang
dapat mendatangkan penyakit terhadap tubuh khususnya daerah kelamin. Lesbi
juga rentan untuk mendapatkan penyakit kelamin, karena kelamin perempuan
lebih rentan terhadap virus dan bakteri.81
Diantaranya penyakit yang dapat menular akibat seksual adalah:
1. AIDS
79 Wawancara pribadi dengan Yunilia Juhana, Jakarta, 30 Mei 2011
80 Wawancara pribadi dengan Yunilia Juhana, Jakarta, 30 Mei 2011
AIDS (Acquire immunodeficiency syndrome) adalah sindrom dengan gejala
penyakit infeksi atau kanker terntentu akibat menurunnya system kekebalan
tubuh oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus).82
Virus masuk ke tubuh melalui perantara darah,semen, dan secret
vagina.sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual.
2. Gonore
Gonore mencakup semu penyakit yang disebabkan oleh neisseria
gonorrhoeae. Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan
mukosa epitelkuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur),
yakni pada vagina wanita sebelum pubertas.83
3. Trikomoniasis
Trikomoniasismerupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh
trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan
sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah pada wanita maupun pria,
namun pada pria peranannya sebagai penyebab penyakit masih diragukan.84
4. Hepatitis-B
82 N. Wirya Duarsa, Infeksi HIV & AIDS, dalam Sjaiful Fahmi Daili dkk ed., Infeksi Menular Seksual, (Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009), Ed. Ke-4, cet. Ke-1, h. 146
83 Sjaiful Fahmi daili, Gonore, Ibid, h. 65.
Penularan hepatitis-B terjadi secara parenteral melalui jarum suntik, transfusi
darah, hemodialisa, hubungan seksual. Villareyos dkk melaporkan, antigen
virus hepatitis-B dapat ditemukan pada air liur, cairan vagina dan semen, dan
menyimpulkan bahwa penyakit ini dapat ditularkan memlui hubungan intim
seperti ciuman mesra dan kontak seksual.
Meningkatnya insidens infeksi VHB di banyak negara pada tahun 70-an
diduga erat kaitannya dengan peningkatan promiskuitas dan peningkatan pola
perilaku hubungan seksual yaitu homoseksual, hubungan oro-genital dan
ano-genital.85
5. Sifilis
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh trponema pallidum,
merupakanpenyaki kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit
dapat menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di
tubuh,dan dapat ditularkan kepada bayi.86
E. Pandangan fiqh dan hukum positif mengenai lesbi
1. Pandangan fiqh
Lesbi dalam hukum Islam merupakan hal yang dilarang. Hal ini
berdasarkan surat An-Naml ayat 54-56 yang menceritakan kisah kaum Nabi
85 Winsy F. Th. Warouw, Hepatitis B, Ibid, h. 161.
Luth a.s yang melakukan perbuatan homoseksual. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:
.
.
لمنلا)
/
54 -56:27(
Artinya: “Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan
perbuatan fahisyah itu sedang kamu
memperlihatkan(nya)?.Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu). Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: "Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; Karena Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (menda'wakan dirinya) bersih". (QS. An-Naml:54-56)
Menurut Jumhur Mufassir yang dimaksud perbuatan keji ialah
perbuatan zina, sedang menurut pendapat yang lain ialah segala perbuatan
mesum seperti: zina, homoseksual dan yang sejenisnya. Menurut pendapat
Muslim dan Mujahid, yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah musahaqah
(homoseks antara wanita dengan wanita).87
Jadi, bisa diartikan maksud dari perbuatan keji tersebut adalah
perbuatan mesum baik homoseksual ataupun lesbi.
Ayat-ayat tersebut menunjukan kecaman terhadap perbuatan kaum
Nabi Luth a.s yang melepaskan hasrat seksualnya tidak pada pasangan yang
seharusnya tapi pada sejenisnya atau yang memiliki jenis kelamin sama
dengannya.
Disamping itu, larangan dan ancaman tehadap perbuatan ini juga
terdapat dalam hadits-hadits Nabi Muhammad saw. Hadits-hadits tersebut
adalah
:
ل
َ ولس
ُ رَ ل
َ القَ ل
َ القَ سالبّعَ ن
ِ لبْا ن
ْ لع
َ ةَمَرِك
ْ عِ ن
ْ ع
َ
:
ل
ُ للمَعْيَ هُومُتُدْجَوَ ن
ْ مَ م
َ لّس
َ وَ هِيْلَع
َ هُلّلا ىلّص
َ
هِلّلا
م
ِ وْقَ ل
َ مَعَ
ط
ٍ ولُ
(
هِللبِ ل
َ وعُفْمَلْاوَ لَعِافَلْا اولُتُقْافَ
ئاسنلا لإ ةسمخلا هاور
)
88
Artinya: “Dari Ikrimah dari ibn Abbas ia berkata: telah bersabda Rasulullah saw.: “Barangsiapa yang kamu dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth maka bunuhlah si pelaku dan yang dikerjainya.” (Diriwayatkan oleh lima ahli hadits kecuali Nasa’i)
Selain itu juga hadits
انَثَدّللحَ ن
َ ورُاهَ ن
ُ بْ د
ُ يزِيَ انَثَدّحَ عٍينِمَ ن
ُ بْ د
ُ مَحْأ
َ انَثَدّحَ
<