• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model problem based instruction (PBI) terhadap hasil belajar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model problem based instruction (PBI) terhadap hasil belajar"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

(

JURUS

FA

UNIVER

Eksperimen Diajukan

PROGRA

SAN PEN

AKULTAS

RSITAS IS

n Di Kelas X

Untuk Mem Gelar Sarja N 10

AM STUD

DIDIKAN

S ILMU TA

SLAM NE

JA

201

SMU Nege Skripsi menuhi Persy ana Pendidik Oleh: NUR IKSAN 05016100515

DI PENDID

N ILMU P

ARBIYAH

EGERI SY

AKARTA

10M/1431

ri 6 Tangera

(2)
(3)
(4)
(5)

 

Belajar Biologi Siswa (Sebuah Eksperimen di SMA Negeri 6 Tangerang Selatan). Jurusan Pendidikan IPA Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model problem based instruction terhadap hasil belajar biologi siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 6 Tangerang Selatan. Jenis desain yang dipakai adalah pre-test post-test grup kontrol tidak secara random. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan non-probability sampling. Teknik yang dipakai adalah jenis purposive sampling. Dengan teknik purposive sampling diperoleh 2 kelas, yaitu kelas X7 sebagai kelas kontrol dan kelas X8 sebagai kelas eksperimen. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan instrumen tes hasil belajar (20 item) serta angket tanggapan siswa terhadap penerapan model problem based instruction. Analisis data menggunakan uji-t dan diperoleh nilai thitung sebesar 2,911 pada taraf signifikan 0,05 dan diperoleh ttabelsebesar 2,00. Dengan demikian

thitung > ttabel. Sehingga dapat disimpulkan penerapan model problem based

instruction berpengaruh positif terhadap hasil belajar biologi siswa.

(6)

ii 

 

student’s Biology achievement (an experiment in state senior high school 6 South Tangerang). Biology Education Study Program, Department of Natural Sciences Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta. This research aimed to know the influence of applying problem based instruction model. This research was conducted in state senior high school 6 South Tangerang. Nonrandomized control group pre-test post-test design was applied. Sampel technique applied was purposive sampling with non-probability sampling. There were two classes participated in this research. One of them was control group (X7 class) and the other was experiment group (X7 class). Data was collected using instrument test (20 item) and questionnaire to gain student’s responses through the application of Problem Based Instruction (PBI). Data was analysed with t-test. The result of the analyses shows that tc = 2,911 and ttable = 2,00 at the level of significance 0,05.It can be concluded that application of Problem Based Instruction (PBI) model has a positive effect on the student’s biology achievement.

(7)

iii 

 

É

Οó¡Î0

«

!$#

Ç

⎯≈uΗ÷q§9$#

É

ΟŠÏm§9$#

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan beribu – ribu kenikmatan, kesabaran, dan ketabahan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tercurahkan keharibaan Nabi Muhammad SAW yang mengangkat manusia dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan illmu pengetahuan.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini tidak telepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mencurahkan segenap pikiran, memberikan dorongan, bantuan baik material maupun spiritual. Dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti,M.Sc selaku ketua jurusan pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Sujiyo Miranto, M.Pd selaku ketua program studi Biologi dan para staf jurusan pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si, selaku pembimbing I, atas segala bimbingan, pengarahan dan waktu serta motivasinya bagi penulis

5. Ibu Eny S. Rosyidatun S.Si, MA, selaku pembimbing II yang sabar mengarahkan penulis, memberikan nasehat dan kritikan serta motivasi dalam penulisan skripsi ini.

(8)

iv 

 

memberi kesempatan dan waktu kepada penulis untuk melakukan penelitian di kelasnya.

9. Ayah dan ibu tercinta, Bapak Tego dan Ibu Kusnah, Kakak Amin, Adik Rohmat yang tiada henti selalu mendoakan, memberikan dorongan dan bantuan baik material maupun spiritual hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Dik Vina yang selalu memberi semangat dan memberikan inspirasi buat penulis.

11.Teman – teman angkatan 2005 : Obay, Sonny, Jajang, Irfan, Dewo, Harja, Sigit, Leo, Itya dan lainnya terima kasih atas motivasinya.

12.Serta pihak – pihak lain yang belum dapat disebutkan oleh penulis, terima kasih atas bantuannya.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, semoga semoga Allah SWT membalas amal dan jasa mereka diterima oleh Allah SWT dan dibalasnya dengan pahala yang berlipat ganda serta mendapatkan ridho Allah SWT, Amin. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan pada diri penulis sendiri pada khususnya. Amin.

Jakarta, April 2010

(9)

 

Kata Pengantar ... i

Abstrak ... iii

Abstract ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Lampiran ... x

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 7

C.Pembatasan Masalah ... 7

D.Parumusan Masalah ... 8

E.Manfaat penelitian ... 8

BAB II DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretis ... 9

1. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) ... a. Pengertian Model Pembelajaran PBI (Problem Based Instruction) ... 9

b. Ciri-Ciri Pembelajaran Berdasarkan Masalah ... 11

c. Tujuan Pembelajaran Berdarkan Masalah ... 14

d. Langkah-Langkah Pembelajaran Berdarkan Masalah ... 15

e. Implementasi Pembelajaran Berdasarkan Masalah ... 19

2. Hasil Belajar Biologi ... 23

a. Pengertian Hasil Belajar ... 23

(10)

vi 

 

B. Kerangka Pikir ... 33

C. Perumusan Hipotesis ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian ... 36

B. Waktu Dan Tempat Penelitian ... 36

C. Metode Penelitian ... 36

D. Populasi Sampel ... 38

E. Variabel Penelitian ... 39

F. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Sumber Data ... 40

2. Instrumen Penelitian ... 41

3. Uji Validitas ... 43

4. Uji Reliabilitas ... 44

5. Taraf Kesukaran ... 44

6. Daya Pembeda Soal ... 44

G. Teknik Analisis Data ... 45

1. Uji Normalitas ... 45

2. Uji Homogenitas ... 46

3. Uji Homogenitas ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 49

1. Hasil Belajar Biologi Dengan Menggunakan Model PBI ... 49

2. Hasil Belajar Biologi Dengan Tanpa Menggunakan Model PBI ... 50

3. Prasyarat pengujian analisis ... 51

a. Uji Normalitas ... 51

(11)

vii 

 

(12)

viii 

 

Tabel 2.2 Sintaks pengajaran berdasarkan masalah menurut Arends ... 16

Tabel 2.3 Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah ... 17

Tabel 3.1 Desain Pre-test dan Post-test Kelompok Kontrol Tanpa Acak... 37

Tabel 3.2 Pengambilan Sampel ... 38

Tabel 3.3 Variabel Penelitian ... 39

Tabel 3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 40

Tabel 3.5 Alternatif Jawaban Dan Skoring Setiap Jawaban ... 41

Tabel 3.6 Kisi-Kisi Instrumen Penerimaan Siswa Terhadap Penerapan PBI... 42

Tabel 3.7 Kisi-Kisi Instrumen Untuk Mengukur Hasil Belajar Pada Konsep Protista ... 43

Tabel 4.1 Rekapitulasi Data kelompokEksperimen ... 49

Tabel 4.2 Rekapitulasi Data dan Kelompok Kontrol ... 50

Tabel 4.3 Rekapitulasi Uji Normalitas ... 52

Tabel 4.4 Rekapitulasi Uji homogenitas ... 53

Tabel 4.5 Penentuan Uji t Pre-Test ... 53

Tabel 4.6 Penentuan Uji t Post-Test ... 54

Tabel 4.7 Kategori Pendapat Siswa Penerapan Model PBI ... 55

(13)

ix 

(14)

 

Lampiran 2 Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen Dan Kontrol ... 68

Lampiran 3 Uji Normalitas ... 76

Lampiran 4 Uji Homogenitas ... 89

Lampiran 5 Perhitungan Uji-t ... 94

Lampiran 6 Data Hasil Penyebaran Angket ... 98

Lampiran 7 Perhitungan Hasil Angket ... 100

Lampiran 8 Soal Validasi ... 105

Lampiran 9 Angket Penelitian ... 115

(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini pembangunan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan untuk menentukan maju atau mundurnya sebuah bangsa. Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia mutlak diperlukan mengingat masih rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Masih rendahnya kualitas sumber daya manusia ditunjukkan dengan masih rendahnya pendidikan Indonesia.

Rendahnya pendidikan di Indonesia ditunjukkan oleh data UNDP tentang HDI Indonesia yang masih rendah. Itu terbukti bahwa HDI Indonesia masih berada pada urutan lebih dari 100. Data terbaru yang dikeluarkan oleh UNDP pada November 2007 Indonesia berada pada peringkat 108 sedunia dan masih dibawah Vietnam1.

Dari data tersebut selayaknyalah kita harus sadar dan segera membenahi pendidikan di Negara kita ini. Perubahan peningkatan pendidikan dilakukan secara fundamental di semua lapisan bidang pendidikan. Karena pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa.

Dengan meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia maka akan tercipta manusia yang berkualitas pula. Sehingga mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, berakhlak mulia yang pada akhirnya mampu bersaing dengan negara-negara lainnya. Hal itu sesuai dengan Undang Undang SISDIKNAS no 20 pasal 3 tahun 2003 yang menyatakan:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

       1

Yunan Shalimow, Human Development Index (HDI) Indonesia, diakses di www. Blog.salimow.com pada November 2009

(16)

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, Berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab2.

Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan nasional di atas, maka tujuan pembangunan nasional dalam sektor pendidikan diturunkan ke dalam beberapa tujuan pendidikan, mulai dari tujuan nasional hingga tujuan di tingkat pengajaran. Hal itu dilakukan dengan diselenggarakan suatu rangkaian pendidikan secara sistematis melalui berbagai lembaga pendidikan seperti sekolah. Lembaga – lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar (SD) atau sederajatnya sampai dengan sekolah menengah umum (SMU) atau bahkan samapi perguruan tinggi (universitas) dengan berbagai bidang studi salah satunya adalah sains.

Sains sebagai mata pelajaran yang memberikan pengalaman pembelajaran cara berpikir dari suatu struktur pengetahuan yang utuh, dapat menjadikan undang-undang sebagai starting point dalam pengembangan pembelajarannya. Sains menggunakan pendekatan empiris yang sistematis dalam mencari penjelasan alami tentang fenomena alam. Dengan demikian, pembelajaran sains menjadi wahana dalam menyiapkan anak sebagai anggota masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam memenuhi kebutuhan dan mengkaji solusi atas masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

Prinsip pembelajaran sains adalah mengeksplorasi fakta-fakta aktual, di- mana anak dapat belajar merespon informasi terbaru dan melakukan eksperimen untuk menguji hipótesis, yang memberikan ruang bagi anak agar dapat mengembangkan kemampuan menganalisa, mengevaluasi dan mencipta. Dengan fakta yang ditemukan, anak dengan segala potensinya hendaknya dapat menggagas sebuah solusi kreatif dengan mengonstruksi sebuah fakta baru.

Biologi sebagai salah satu bidang sains yang mempelajari makhluk hidup3. Dalam proses pembelajarannya menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Keterampilan proses ini meliputi       

2Undang-undang SISDIKNAS tahun 2003, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal 5

3

(17)

keterampilan mengamati, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara baik dan benar dengan selalu mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau tertulis, menggali dan memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari.4

Mata pelajaran Biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Penyelesaian masalah yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pemahaman dalam bidang matematika, fisika, kimia dan pengetahuan pendukung lainnya.

Salah satu tantangan besar yang dihadapi guru mata pelajaran biologi saat ini yakni bagaimana membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir

(thinking skills), melangkah dari pengalaman konkret ke berpikir abstrak yang dapat menghasilkan terobosan baru melalui sebuah desain pembelajaran aktif sesuai dengan konsep biologi itu sendiri.

Guru dianggap sebagai ujung tombak yang dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai tuntutan zaman. Dalam proses pembelajaran seorang guru mempunyai peranan yang sangat vital. Hal itu sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Pasal 40 ayat 2 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional yang berbunyi:

Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: (1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. (2) Mempunyai komitmen yang profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan, (3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.5

Dari undang-undang tersebut kita dapat mengetahui peran seorang pendidik dan tenaga kependidikan (guru). Seorang guru merupakan unsur

       4

Departemen Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kurikulum Berbasis Kompetensi mata pelajaran biologi, (Jakarta: Pusat Kurikulum, 2001), hal 3 

(18)

dibidang pendidikan yang harus perperan aktif dalam menempatkan posisinya secara profesional sesuai dengan tuntutan masyarakat. Seorang guru harus mampu memberdayakan siswanya agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungan fisik dan sosialnya, sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia di sekitarnya (learning to know). Diharapkan hasil interaksi dengan lingkungannya dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan diri dan sekaligus membangun jati diri (learning to be). Kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok individu yang bervariasi akan membentuk kepribadiannya untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup (learning to live together).

Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guru terdapat suatu tanggung jawab untuk membawa siswanya pada suatu taraf kedewasaan dan kematangan tertentu. Dalam rangka itu, guru tidak hanya semata–mata sebagai “pengajar” yaitu transfer of knowledge, tetapi juga sebagai “pendidik” (transfer of value) dan sekaligus sebagai “pembimbing” yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu memiliki dan menguasai berbagai macam model, metode strategi mengajar yang inovatif dan konstruktif.

(19)

Untuk mengantisipasi masalah ini, guru perlu menemukan suatu pola pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah, menumbuhkan kembali motivasi dan minat siswa dalam belajar. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru hendaknya mampu menerapkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengembangkan, menemukan, menyelidiki, dan mengungkap ide siswa sendiri, serta melalukan proses penilaian yang berkelanjutan untuk mendapatkan hasil belajar siswa yang optimal. Dengan kata lain diharapkan kiranya guru mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah siswa dalam biologi dan melakukan penilaian yang berkelanjutan.

Kemampuan memecahkan masalah sangatlah penting. Karena kita sebagai makhluk hidup tidak dapat terlepas dari suatu masalah. Masalah itu muncul dalam kehidupan kita sehari-hari mulai dari kita bangun tidur hingga kita beranjak tidur, masalah itu selalu menyelimuti kita. Dengan adanya masalah itu, secara otomatis kita harus menyelesaikannya. Hal itu senada dengan pendapat Ruseffendi dalam Nurhayati bahwa, kemampuan memecahkan masalah amatlah penting buka saja bagi mereka yang dikemudian hari akan mendalami matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya baik dalam bidang studi lain maupun dalam kehidupan sehari-hari6.

Dengan diajukannya masalah dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan kehidupan siswa, siswa akan akan lebih termotivasi karena merasa akrab dengan pembelajaran yang disampaikan. Pembelajaran ini tentunya berdampak positif yaitu mampu melatih keterampilan berfikir siswa dan melatih menyelesaikan setiap masalah secara efektif dan efisien. Pembelajaran yang dilakukan akan terasa lebih bermakna dan berkesan bagi siswa karena para siswa atau keluarga dan masayarakat sekitar mereka telah mengalami masalah yang diajukan sehingga para siswa benar-benar mengetahui masalah tersebut.

Kebermaknaan dalam pembelajaran ini, diartikan sebagai suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam       

6Nurhayati Abbas dkk, Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Model

(20)

struktur kognitif peserta didik7. Dengan adanya pembelajaran yang bermakna siswa dapat menghubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif peserta didik. Kebermakanaan inilah yang pembelajaran tersebut akan selalu diingat oleh siswa karena telah masuk dalam long term memory mereka dan menjadi cikal bakal dari timbulnya minat dan motivasi untuk belajar.

Suatu model pembelajaran yang mengikutsertakan masalah dan mengedepankan kebermaknaan dalam pembelajaran adalah model Problem Based Instruction (PBI) atau yang lebih dikenal dengan model pembelajaran berdasarkan masalah. Melalui model pembelajaran ini siswa dituntut untuk lebih aktif dengan mencari berbagai sumber-sumber informasi yang kemudian menganalisisnya sehingga siswa dapat mengekspresikan pengetahuan yang diperolehnya dan akhirnya akan mendapatkan pengalaman baru Selama proses pembelajarannya.

Dengan model ini diharapkan dapat tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan proses belajar siswa. Dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif. Dalam pelaksanaanya diharapkan dapat membantu siswa dalam meningkatkan keaktifan siswa, menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah, menumbuhkan kembali motivasi, minat siswa dan meningkatkan hasil dalam belajar.

Hal di atas senada dengan pendapat Arends, yang mengungkapkan bahwa, Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu siswa memecahkan masalah adalah model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instruction). Model ini merupakan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik dan bermakna yang berfungsi sebagai batu loncatan bagi penyelidikan siswa.8 Sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, dan menumbuhkembangkan keterampilan yang tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan dirinya. Dari uraian di atas, maka peneliti

       7

Bambang Warsita, Penerapan KurikulumTingkat Satuan Pendidikan Implikasinya Pada Strategi Pembelajaran Tematik di SD Kelas Rendah, Edisi Agustus (Jurnal TEKNODIK, DEPDIKNAS, 2007) hal 206 

8

(21)

tertarik untuk mengangkat judul ” Pengaruh Model Problem Based Instruction

Terhadap Hasil Belajar Siswa Biologi Pada Konsep Protista”

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas dapat diidentifikasi berbagai masalah, diantaranya:

1. Dalam proses pembelajaran seorang guru mempunyai peranan yang sangat vital yaitu sebagai pengajar dan pendidik sekaligus pembimbing.

2. Penggunaan model pembelajaran yang berpusat teacher centred belum dapat mengaktifkan siswa dalam belajar, memotivasi siswa untuk mengemukakan ide dan pendapat para siswa.

3. Penggunaan model pembelajaran yang klasik yaitu ceramah dan Tanya jawab belum mampu mengajarkan siswa memecahkan soal-soal yang berbentuk masalah.

4. Dalam proses pembelajaran perlu diterapkan model berdasarkan masalah dengan mengajukan kebermaknaan dalam pelaksanaannya sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

C. Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan penelitian ini dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda, maka penulis memberikan batasan-batasan masalah yaitu

1. Pengajuan masalah dalam pembelajaran merupakan pengaplikasian dari model problem based instruction dalam proses pembelajaran

2. Dalam penelitian, penerapan model problem based instruction dilihat pengaruhnya dengan hasil belajar yang dicapai siswa, hasil belajar yang dicapai tersebut ditinjau dari aspek kognitif

(22)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:”Apakah penerapan model problem based instruction berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep protista?

E. Manfaaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Guru

Memberikan alternatif rujukan dan acuan sebagai solusi dalam penerapan model pembelajaran, sehingga dapat menjadikan suatu terobosan baru dalam

pelaksanaan pembelajaran di sekolah.

2. Sekolah

Memberikan wacana baru tentang model pembelajaran biologi yang diinginkan oleh siswa dan memberikan prestasi terbaik dengan hasil belajar yang ditunjukkan oleh siswa.

3. Siswa

(23)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

1. Deskripsi Teoritis

1. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) a. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

Sebelum menjelaskan pengertian model problem based instruction terlebih dahulu kita harus tahu pengertian dari model pembelajaran. Model pembelajaran menurut Soekamto dalam Trianto adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalamaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar9.

Sedangkan Arends menyatakan “The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, sintax, environment, and management system.” Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya dan system pengelolaannya10.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka dasar yang tersusun secara sistematis dan mencerminkan keseluruahan proses pembelajaran (tujuan, langkah-langkah pembelajaran, serta sistem pengolahannya).

Pembelajaran berdasarkan masalah telah dikenal pada saat John Dewey. Model ini sekarang mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berdasarkan masalah menyajikan kepada siswa situasi

      

9 Trianto, model – model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik, (Jakarta:

Prestasi Pustaka. 2007), hal 5

10Op.cit hal 5-6

(24)

masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri11.

Menurut pandangan Dewey dalam Arends yang mendeskripsikan pandangan tentang pendidikan dengan sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas akan menjadi laboratorium untuk penyelididikan dan pengatasan-masalah kehidupan nyata12. Pedagogi Dewey mendorong guru untuk melibatkan siswa di berbagai proyek berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki berbagai masalah sosial dan intelektual penting.

Menurut Savery dalam Strobel dan Angela ditegaskan lagi pengertian pembelajaran berdasarkan masalah yaitu pendekatan instruksional (dan kurikuler) yang berpusat pada peserta didik yang memberdayakan peserta didik mengadakan penelitian, pengintegrasikan teori dan praktik, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan solusi untuk masalah yang ditetapkan13.

Sedangkan menurut Arends pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dirancang terutama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya; mempelajari peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau simulasi yang disimulasikan; dan menjadi pelajar yang mandiri dan otonom14.

Pendapat lain berasal dari Hmelo-Silver (2004) yang menjelaskan”

PBI as an instructional method in which students learn through facilitated problem solving that centerson a omplex problem that does

       11

Trianto, Model – Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka. 2007), hal 67

12Arends, Learning To Teach, (penerjemah Helly Prajitno dan Sri Mulyantini),

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar . 2008), hal 46

13

Johannes Strobel and Angela Van Barneveld, When is PBL More Effective? A Meta-Synthesis of Meta-Analyses Comparing PBL to Conventional Classrooms, The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, volume 3, no. 1, 2009, hal 46

14

(25)

not have a single correct answer15” PBL sebagai suatu metode instruksional di mana para siswa belajar mudahkan pemecahan masalah yang kompleks yang tidak mempunyai satu jawaban yang benar.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model

problem based instruction merupakan suatu model pembelajaran yang melatih siswa untuk memecahkan masalah yang benar-benar nyata, dan melatih kemampuan keterampilan kognitifnya sehingga pada akhirnya terbentuklah karakter siswa yang mandiri.

Model pembelajaran berbasis masalah juga dikenal dengan nama lain seperti project-based teaching (pembelajaran berbasis proyek),

experienced based education (pendidikan berdasarkan pengalaman),

authentic learning (belajar autentik), dan anchored instruction

(pembelajaran berakar pada kehidupan nyata)16.

Model PBI ini, merupakan restrukturisasi dari model tadisional yang mendorong hubungan guru-siswa menjadi lebih aktif. Dalam pembelajaran ini peran guru hanya menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Masalah autentik dan bermakna yang diajukan oleh seorang guru kepada siswa berfungsi sebagai batu loncatan untuk inverstigasi dan penyelidikan.

Siswa dituntut untuk lebih aktif dalam mencari berbagai sumber informasi dari beberapa sumber sehingga mampu memecahkan masalah siswa dituntut untuk mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang permasalahan,

b. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Model pembelajaran berdasarkan masalah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan model pembelajaran yang lain. Karakteristik yang

       15 

John R. Savery, Overview Of Problem-Based Learning:Definitions And Distinctions, The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, volume 1, no. 1, 2006, hal 12 

16 Muslimin Ibrahim dan M Nur, Pembelajaran Berdasarkan Masalah, (Surabaya:

(26)

menjadi ciri dari model pembelajaran berdasarkan masalah menurut Ibrahim adalah17

1) Pengajuan masalah atau pertanyaan.

2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu (interdisipliner) 3) Penyelidikan yang autentik

4) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya 5) Kerjasama

Sedangkan menurut Arend terdapat 5 fitur-fitur khusus PBI, diantaranya adalah18:

1) Pertanyaan dan perangsang masalah. 2) Fokus interdisipliner

3) Investigasi autentik 4) Produk artefak dan exhibit

5) Kolaborasi

Dari beberapa pendapat mengenai ciri khusus PBI di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat 5 ciri khusus PBI yaitu:

1) Pengajuan masalah

Pembelajaran berdasarkan masalah bukan hanya sekedar mengorganisasikan pembelajaran di sekitar prinsip – prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah penting secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.

Pemilihan masalah harus memenuhi beberapa kriteria yaitu didasarkan dengan situasi dunia nyata, menghasilkan multiple

hipotesis, melatih keterampilan dan pengetahuan memecahkan masalah dan memerlukan pemikiran kreatif, memerlukan keterampilan

       17

Muslimin Ibrahim dan M Nur, Pembelajaran Berdasarkan Masalah, (Surabaya: UNESA-University press. 2001), hal 5-6

18Arends, Learning To Teach, (penerjemah Helly Prajitno dan Sri Mulyantini),

(27)

dan pengetahuan yang mencakupi sasaran kurikulum dan terintegrasi serta berisi komponen-komponen berbagai disiplin19.

2) Berfokus pada keterkaitan interdisipliner

Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah berpusat pada mata pelajaran tertentu (sains, matematika, ilmu – ilmu sosial) tetapi masalah yang diivestigasi dipilih karena solusinya menuntut siswa untuk menggali banyak subjek. Jadi dalam model ini, siswa dituntut untuk lebih aktif mencari informasi dari berbagai sumber dan mengintegrasikan informasi yang telah didapat dari semua disiplin yang berhubungan dengan pemahaman dan pemecahan masalah tertentu. Perluasan informasi yang cepat dapat mendukung timbulnya suatu suatu gagasan yang baru dan mendorong pengembangan disiplin baru20.

3) Penyelidikan yang autentik

Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika perlu), membuat referensi, dan merumuskan kesimpulan.

4) Mampu menghasilkan suatu karya/produk yang akan dipamerkan

Problem based instruction ini, dalam pelaksanannya mengacu pada masalah, peserta didik diharapkan mampu membahas masalah-masalah yang nyata atau masalah-masalah yang hanya disimulasikan. Inti dari masalah yang diajukan kemudian dipelajari dan diorganisir bukan sebagai kumpulan topik-topik. Jadi, dari sini dapat dilihat hubungan timbal balik antara pengetahuan dan masalah yang diajukan. Dalam model ini, belajar dirangsang dari masalah dan kemudian diterapkan       

19

Preetha Ram, Problem-Based Learning in Undergraduate Education, Journal of Chemical Education, Vol.7 no 8 tahun 1999, hal 1122

20

(28)

kembali ke masalah yang ada.21 Dari sinilah produk dari model ini diciptakan.

Produk itu dapat berupa laporan, model fisik, video, maupun program komputer. Hasil karya tersebut ditampilkan siswa didepan teman-temannya.

5) Kolaborasi

Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Kerjasama diatara para siswa dilakukan setelah mencari berbagai informasi dan penelitian tentang masalah yang ditugaskan. Masing-masing anggota kelompok melaporkan sesuatu yang telah mereka temukan kepada anggota kelompok yang lain. Kemudian mereka kembali dan memeriksa informasi yang diperoleh untuk menghasilkan solusi resmi untuk masalah22.

Dalam kolaborasi ini mereka didorong untuk bekerja sama memberikan motivasi secara berkelanjutan, terlibat dalam tugas – tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog serta untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.

c. Tujuan Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Pengajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak – banyaknya kepada siswa, akan tetapi sebaliknya. Menurut David H. Jonassen dan Woei Hung tujuan utama penggunaan pengajaran berdasarkan masalah adalah untuk meningkatkan aplikasi keterampilan berfikir siswa, keterampilan memecahkan masalah, dan keterampilan belajar mandiri

      

21 David H. Jonassen dan Woei Hung, All Problems are not Equal: Implications for

Problem-Based Learning, The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, volume 2, no. 2, tahun 2008, hal 15

22

(29)

dengan mengharuskan mereka secara aktif mengartikulasikan, memahami dan memecahkan masalah-masalah23.

Sedangkan menurut Arends PBI dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir, keterampilan menyelesaikan masalah dan keterampilan intelektulanya; mempelajarai peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan; dan menjadi pelajar yang mandiri dan autonom24.

Dari beberapa pendapat mengenai tujuan dilaksanakan PBI di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pokok dilaksanakannya PBI dalam proses pemelajaran adalah untuk melatih keterampilan intelektual siswa yaitu dengan melatih kemampuan berfikirnya melalui pemecahan suatu masalah dan mendorong siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam belajar mandiri.

d. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil karya siswa. Kelima langkah – langkah tersebut, menurut Ibrahim dan M. Nur dapat dijelaskan pada tabel berikut ini25.

Tabel 2.1 Sintaks pengajaran berdasarkan masalah menurut Ibrahim

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap-1 Orientasi siswa pada

masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah,

      

23David H. Jonassen dan Woei Hung, All Problems are not Equal : Implications for

Problem-Based Learning, The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, volume 2, no. 2, tahun 2008, hal 15

24Arends, Learning To Teach, (penerjemah Helly Prajitno dan Sri Mulyantini),

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar , 2008), hal 43

25

(30)

memotivasi siswa untuk telibat dalam pemecahan masalah yang dipilih

Tahap-2 Mengorganisasi siswa

untuk belajar

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

Tahap-3 Membimbing

penyelidikan individual maupun

kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap-4 Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses – proses yang mereka gunakan.

[image:30.612.103.515.102.696.2]

Kelima langkah langkah tersebut serupa dengan pendapat Arends yang digambarkan dalam tabel berikut ini26

Tabel 2.2 Sintaks pengajaran berdasarkan masalah menurut Arends

Tahap Tingkah Laku Guru

Fase-1

Memberikan orientasi tentang permasalahannya

kepada siswa

Guru membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi-masalah

fase-2 Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan       

26Arends, Learning To Teach, (penerjemah Helly Prajitno dan Sri Mulyantini),

(31)

Mengorganisasi siswa untuk meneliti

mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.

fase-3

membantu investigasi mandiri dan kelompok

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan serta solusi

fase-4

mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model- modelp, dan membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain Fase-5

Menganalisis dan mengevaluasi proses

mengatas masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

[image:31.612.100.519.101.700.2]

Dari berberapa sintaks pembelajaran berdasarkan masalah diatas dapat disimpulkan bahwa sintaks pembelajaran berdasarkan masalah terbagi ke dalam lima tahapan. Kelima tahapan tersebut dideskripsikan sebagai berikut:

Tabel 2.3 Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah

Tahap Tingkah Laku Guru Caranya

Tahap-1 Memperkenalkan

siswa pada suatu masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan

segala sesuatu fenomena atau kejadian untuk dijadikan sebagai masalah

, mendorong siswa memecahkan masalah

yang telah dipilih

Guru menyajikan suatu masalah dengan

(32)

kejadian yang

menggambarkan masalah kehidupan nyata seperti polusi Tahap-2 Mengorganisasikan siswa untuk melakukan penelitian

Guru membantuk siswa untuk mengelompokkan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan permasalahan

Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok yang beranggotakan 4-5 orang dengan memperhatikan kemapuan, etnis dan jenis kelamin.

Guru menyediakan waktu untuk menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal waktu kemudian membantu siswa menentukan subtropik mana yang akan mereka selidiki Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan masalah, mendorong untuk melakukan eksperimen, mencari penjelasan dan solusi terhadap masalah

Guru membantu siswa mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, dan mengajukan pertanyaan untuk membuat para siswa memikirkan tentang masalah dan jenis-jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah.

Guru mengajarkan siswa

(33)

bagaimana menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang mereka pelajari.

Selain itu juga, guru hendaknya mangajarkan etika penyelidikan yang benar.

Tahap-4 Mengembangkan

dan menyajikan hasil karya yang

diperoleh

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan menyajikannya kepada siswa yang lain

Guru mengorganisasikan pemeran untuk memamerkan dan mempublikasikan hasil karya siswa tersebut

Tahap-5 Menganalisis dan

mengevaluasi proses pembelajaran

Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses – proses yang mereka gunakan.

Guru meminta siswa untuk melakukan rekonstruksi pemikiran dan aktivitas mereka selama tahap-tahap pelajaran yang mereka lewati. Kapan mereka pertama kali memperoleh pemahaman yang jelas tentang situasi masalah? Kapan mereka merasa yakin dalam pemecahan tertentu? Dan sebagainya.

e. Implementasi Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

(34)

sekali-kali guru tidak boleh tidak menghargai pendapat siswa, sekalipun pendapat yang disampaikan tersebut tidak sesuai atau salah menurut guru27. Hal itu merupakan suatu penghargaan yang harus dilakukan guru, supaya siswa merasa bahwa pendapat mereka itu dianggap oleh orang lain. Dengan demikian para siswa akan terdorong untuk lebih aktif mengemukakan pendapatnya.

Pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan masalah meliputi beberapa kegiatan berikut ini.

1) Kegiatan Pendahuluan

Pada kegitan ini guru mengingatkan siswa tentang materi pelajaran yang lalu, memotivasi siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan menjelaskan model pembelajaran yang akan dijalani.

2) Kegiatan Inti

Guru bersama siswa membahas konsep atau teori yang diperlukan dalam kegiatan pemecahan masalah dan membahas soal-soal yang belum tuntas. Selanjutnya guru melaksanakan pembelajaran sesuai tahapan pembelajaran berdasarkan masalah.

Tahap I: Memperkenalkan siswa pada suatu masalah

Pada kegiatan ini guru mengajukan masalah dan meminta siswa untuk mencermati masalah tersebut. Selanjutnya guru meminta siswa untuk mengemukakan teori dan ide yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah tersebut.

Guru perlu menyajikan situasi masalah dengan hati-hati atau denga prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam identifikasi masalah. Situasi masalah yang disampaikan haruslah semenarik dan setepat mungkin. Biasanya dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melihat, merasakan, dan menyentuh sesuatu dapat memunculkan ketertarikan dan motivasi inkuiri. Seringkali

       27

(35)

menggunakan kejadian-kejadian yang tak terduga (suatu masalah di mana hasilnya di luar harapan dan mencengangkan) dapat menggugah siswa.

Tahap II: Mengorganisasikan siswa untuk melakukan penelitian

Pada tahap ini guru membagi siswa ke dalam kelompok yang bervariasi, masing-masing kelompok beranggotakan 4 – 5 orang. Pembagian kelompok dengan memperhatikan kemampuan, etnis, dan jenis kelamin. Jika terdapat perbedaan kelompok, guru dapat memberikan tanda pada kelompok itu. Pembagian kelompok dapat pula dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antar siswa dengan guru. Selama tahap pelajaran ini guru seharusnya mebekali siswa dengan alasan yang kuat tentang mengapa siswa dikelompokkan seperti itu.

Setelah siswa diorientasikan kepada situasi masalah dan telah membentuk kelompok studi, guru dan siswa harus menyediakan waktu yang cukup untuk menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal waktu.

Untuk beberapa proyek tugas perencanaan utama adalah akan membagi situasi masalah lebih umum menjadi subtropik-subtropik yang sesuai kemudian membantu siswa menentukan subtropik mana yang akan mereka selidiki.

Tahap III: Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

(36)

Pada tahapan ini, kegiatan guru yaitu dengan membantu siswa mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, dan mengajukan pertanyaan untuk membuat para siswa memikirkan tentang masalah dan jenis-jenis informasi yang dibutuhkan untuk sampai kepada pemecahan masalah.

Guru harus mengajarkan kepada bagaimana menjadi penyelidik yang aktif dan bagaimana menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang mereka pelajari. Selain itu juga, guru hendaknya mangajarkan etika penyelidikan yang benar.

Tahap IV: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya yang diperoleh

Tahap penyelidikan diikuti dengan dengan menciptakan suatu karya dan pameran. Karya disini lebih dari sekedar laporan tertulis, akan tetapi cakupannya lebih luas seperti videotape yang menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan. Baik tidaknya atau kecanggihan karya ini bergantung pada umur dan kemampuan siswa.

Setelah karya dikembangkan, guru mengorganisasikan pemeran untuk memamerkan dan mempublikasikan hasil karya siswa tersebut. Pameran ini seharusnya melibatkan-siswa, guru, orang tua, dan lain-lain. Pemeran ini memiliki arti penting lainnya yaitu selain untuk memamerkan hasil-hasil kerja siswa, juga sebagai penutup dari proyek berdasarkan masalah tersebut.

Tahap V: Menganalisis dan mengevaluasi prospes pembelajaran

Pada tahap ini, guru membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka tentang pemecahan masalah yang telah dikerjakan. Sementara itu siswa menyusun kembali hasil pemikiran dan kegiatan yang dilampaui pada setiap tahap penyelesaian masalah.

(37)

tahap-tahap pelajaran yang mereka lewati. Kapan mereka pertama kali memperoleh pemahaman yang jelas tentang situasi masalah? Kapan mereka merasa yakin dalam pemecahan tertentu? Mengapa mereka dapat menerima beberapa penjelasan lebih dahulu daripada yang lainnya? Mengapa mereka menolak beberapa penjelasan? Mengapa mereka mengadopsi pemecahan final mereka? Apakah mereka akan melakukan secara berbeda di waktu yang akan datang?

3) Penutup

Pada akhir pembelajaran guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan dan memberikan soal-soal untuk dikerjakan di rumah.

2. Hasil belajar biologi

a. Pengertiaan hasil belajar

Setiap makhluk hidup pastilah mengalami suatu proses spesifik yang dinamakan belajar. Pengertian belajar menurut slameto dalam Syaiful Bahri Djamarah adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya.28

Seorang dinamakan telah belajar, apabila ia telah dapat melakukan sesuatu hal yang baru dan berbeda sebelum seseorang tersebut mengalami proses belajar. Sesuatu yang baru baik itu pola pikirnya maupun tingkah laku. Menurut Winkel, perubahan-perubahan itu dapat berupa suatu hasil yang baru atau pula penyempunaan terhadap hasil yang telah diperoleh29. Perubahan tersebut tidak disebabkan karena gangguan penyakitatau urat syaraf, melainkan perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh hasil latihan, ataupun karena kematangan. Perubahan tingkah laku terwujudkan dalam berbagai bentuk, baik dalam bentuk kognitif, afektif dan psikomotorik, itulah yang dikatakan hasil belajar.

       28

Syaiful bahri djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta:T.Rineka cipta, 2008), hal 13

29

(38)

Dari berbagai pendapat mengenai hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan baik dapat diamati berupa perilaku dan tidak bisa diamati (pengetahuan, kamatangan jiwa) yang terbagi menjadi tiga kelompok yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik. Dalam proses pembelajaran hasil belajar dapat diartikan sebagai nilai akhir siswa yang diukur melalaui teknik-teknik evaluasi dan dapat digunakan sebagai tolak ukur seberapa besar materi dapat diserap oleh siswa.

b. Jenis-jenis hasil belajar

Menurut Gagne dalam Dahar penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar disebut sebagai kemampuan (capabilitis). Menurutnya, terdapat lima macam kemampuan, tiga di antaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik. Kelima kemampuan tersebut diantaranya: keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, informasi verbal, dan keterampilan motorik30.

1) Keterampilan intelektual

Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Belajar keterampilan intelektual ini sudah dimulai sejak tingkatan pertama sekolah dasar atau bahkan sewaktu taman kanak-kanak dan dilanjutkan sesuai dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang.

Selama bersekolah, banyak sekali jumlah keterampilan-keterampilan intelektual yang dipelajari seseorang. Keterampilan-keterampilan yang didapat melalui berbagai mata pelajaran yang dapat digolongkan berdasarkan tingkat kompleksitasnya.

Selama proses belajar inilah perkembangan intelektual seseorang dapat berubah. Semakin tinggi jenjang pendidikan dan semakin dewasa seseorang semakin banyak pula tantangan dan hambatan yang akan menjadi masalah. Oleh karena itu, untuk memecahkan masalah       

30

(39)

siswa memerlukan aturan-aturan yang tinggi, yaitu aturan-aturan yang kompleks. Demikian pula diperlukan aturan-aturan dan konsep-konsep terdefinisi. Untuk memperoleh aturan tersebut, siswa sudah harus belajar beberapa konsep konkret, dan untuk belajar konsep-konsep konkret ini, siswa harus menguasai diskriminasi-diskriminasi. 2) Strategi-strategi kognitif

Suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berfikir ialah strategi kognitif. Dalam teori belajar modern, suatu strategi kognitif merupakan suatu proses kontrol, yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir.

Strategi-strategi kognitif sesuai dengan fungsinya dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam diantaranya: strategi menghafal (rehearsal strategies), strategi elaborasi, strategi pengaturan (organizing strategies), strategi metakognitif, dan strategi afektif.

3) Informasi verbal

Informasi verbal juga disebut dengan pengetahuan verbal, nama lain untuk pengetahuan verbal ini ialah pengetahuan deklaratif. Informasi verbal diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah, dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang, dari membaca, radio, televisi, dan media lainnya.

4) Sikap-sikap

Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari, dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian, atau makhluk-makhluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain.

(40)

siswa jangan menghadapkan mulut tabung reaksi itu pada temannya, agar temannya jangan sampai kena percikan zat yang dipanaskan. Perlu diingat bahwa, suatu sikap dapat mempengaruhi perilaku khusus seseorang

5) Keterampilan-keterampilan motorik

Keterampilan-keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan-kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan-kegiatan motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual, misalnya membaca, menulis, memainkan sebuah instrumen musik, atau misalanya dalam pelajaran sains tentang cara menggunakan mikroskop, menggunakan neraca timbangan dan sebagainya.

c. Domain Dan Tingkatan Hierarkis Hasil Belajar

Domain hasil belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan yang akan diubah dalam proses pendidikan. Perilaku kejiwaan itu dibagi dalam tiga domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotorik31. Hal itu senada dengan pendapat Bloom dalam Arikunto, terdapat tiga ranah yang merupakan hasil belajar diantaranya ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain) dan ranah psikomotorik (psychomotor domain)32. Untuk tujuan pengukuran, ketiga domain dari hasil belajar tersebut disusun secara hirarkhis dalam tingkat-tingkat mulai tingkat terendah dan sederhana hingga tertinggi dan paling kompleks

1) Ranah kognitif (cognitive domain), ranah kognitif hasil belajar dibedakan dalam beberapa tingkat yaitu C1 mengenal/menghafal), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4 (analisis), C5 (sintesis) dan C6 (evaluasi).

a) Hapalan atau pengetahuan (C1) mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal-hal itu       

31

Purwanto, Tujuan Pendidikan dan Hasil Belajar: Domain Dan Taksonomi, (jurnal TEKNODIK, Departemen Pendidikan Nasional Pusat Teknologi Komunikasi Dan Informasi Pendidikan) diakses di http://www.pustekkom.go.id pada 10 september 2009 jam 14.00 WIB, hal 158 

32

(41)

dapat berupa fakta, konsep, prinsip, prinsip atau istilah sreta metode yang diketahui.

b) Pemahaman (C2) mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan; mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke dalam bentuk yang lain, seperti rumus matematika ke dalam kata-kata; membuat kecenderungan yang nanpak dalam data tertentu, seperti dalam grafik.

c) Penerapan (C3) meliputi kemampuan menggunakan prinsip, teori, hukum, aturan, maupun metode yang dipelajari pada situasi baru atau kongkrit.

d) Analisis (C4) meliputu kemampuan menganalisa atau merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. e) Sintesis (C5) meliputi kemampuan menemukan hubungan

yang unik, seperti mengkomunikasikan gagasan atau pengalaman dalam bentuk tulisan, gambar dan symbol ilmiah, kemampuan menyusun suatu rencana atau langkah-langkah operasional dari suatu tugas atau masalah yang diberikan, kemampuan mengabstraksi sejumlah besar fenomena, data, ataupun hasil observasi menjadi teori, proposisi, hipotesis, dan lain-lain

f) Evaluasi (C6) merupakan kemampuan, mencaup kemampuan untuk membentuk membentuk pandangan mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat ituyang berdasarkan kriteria tertentu. Kemampuan ini dinyatakan dalam pemberian penilaian terhadap sesuatu33.

      

(42)

2) Ranah afektif (affective domain), ranah afektif hasil belajar dibedakan menjadi: penerimaan, partisipasi, penilaian atau penentuan sikap, organisasi, pembentukan pola hidup.

a) Penerima dengan: mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleh guru.

b) Partisipasi: mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

c) Penilaiana atau penentuan sikap: mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap seseuatu dan membawa diri sesuai dengan penlilaian itu.

d) Organisasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. e) Pembentukan pola hidup: mencakup kemampuan untuk

menghayati nilai-nilai sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehudupannya sendiri34.

3) Ranah psikomotorik (psychomotor domain), ranah psikomotorik hasil belajar dibedakan menjadi: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks.

a) Persepsi: mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan.

b) Kesiapan: mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan.

       34

(43)

c) Gerakan terbimbing: mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik, sesuai dengan contoh yang diberikan (imitasi).

d) Gerakan yang terbiasa: mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak gerik dengan lancar, karena sudah dilatih secukupnya, tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan.

e) Gerakan kompleks: mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan, yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar tepat, dan efisien35.

f) Penyesuaian pola gerakan: mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran.

g) Kreativitas: mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.

d. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Hasil belajar siswa yang diperoleh siswa secara umum dipengaruhi dua faktor pertama yang pertama adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal). Sedangkan yang kedua adalah faktor – faktor yang ada di luar diri siswa (eksternal) 36. Kedua faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi dan berinteraksi satu sama lain dalam menghasilkan keluaran tertentu37.

1) Faktor internal a) Faktor fisiologis

Faktor fisiologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk       

35Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Grasindo, 1999), hal 249-250

36

Edi Sutarto, Moving Class Dan Motivasi Belajar Mempengaruhi Prestasi Belajar, diakses di http://www.al-izhar-jkt.sch.id/public/media/warta/386_moving%20class.pdf pada 12/09/2009 jam 13.30 WIB  

37

(44)

ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar38.

b) Faktor psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. namun, diantara factor-faktor rohaniah yang dipandang yang dipandang esessial itu adalah tingkat kecerdasan/intelegensis siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, dan motivasi siswa39.

2) Faktor eksternal a) Faktor lingkungan

Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial (keluarga, sekolah dan masyarakat), juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.

b) Instrumental

Yang termasuk factor instrumental adalah factor yang sengaja dirancang dan dimanipulasikan seperti: kurikulum, bahan pembelajaran, guru yang memberikan pengajaran, strategi,

       38

Imas Masitoh, Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar, diakses di http://biologi-staincrb.web.id/blog/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-proses-dan-hasil-belajar, pada 12/09/2009 jam 13.50 WIB 

39

(45)

metode pembelajaran, sarana dan prasarana, serta manajemen yang berlaku di sekolah yang bersangkutan40.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar di atas harus bisa diantisipasi oleh seorang guru sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, pada akhirnya hasil belajaran dapat dioptimalisasikan.

e. Hasil belajar biologi

Biologi yang merupakan disiplin ilmu yang mempelajari makhluk hidup dalam pelaksanan pembelajarannya bukan hanya memahami konsep biologi semata-mata. Melainkan juga mengajar siswa berpikir melalui biologi sebagai keterampilan proses IPA, sehingga pemahaman siswa terhadap hakekat IPA menjadi utuh, baik IPA sebagai proses maupun sebagai produk. Proses berfikir inilah yang dinamankan belajar.

Pendidikan biologi dilihat dari dimensi isi atau produk harus mampu menanamkan kepada siswa untuk mengerti dan memahami secara luas tentang fakta, konsep, prinsip dan materi sebagai bukti adanya kekuasaan Allah SWT. Dimensi prosesnya adalah kemampuan mengembangkan keterampilan berpikir melalui pengamatan, pengklasifikasian, penafsiran, perencanaan, penelitian, dan pengkomunikasian dengan mengajukan pertanyaan. Sedangkan dimensi sikapnya ialah mampu menanamkan sikap ilmiah yang meliputi kejujuran, obyektif, menghargai pendapat/karya orang lain dan mampu menghadapi masalah lingkungan dengan menggunakan pengetahuan ilmiahnya. Hasil akhir dari biologi sebagai dimensi isi, dimensi produk, proses dan sikap yang bisa diperlihatkan inilah yang pada akhirnya dinamakan hasil belajar.

3. Penelitian Relevan

Telah kita ketahui diatas bahwa model problem based instruction

merupakan suatu model pembelajaran yang dirancang terutama untuk

       40

(46)

membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya; mempelajari peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau simulasi yang disimulasikan; dan menjadi pelajar yang mandiri dan otonom41.

Dengan diterapkannya model problem based instruction dalam pembelajaran akan mendorong siswa untuk lebih aktif menggali informasi-informasi yang berkaitan dengan pelajarannya. Penerapan model problem based instruction yang mengedepankan proses pendidikan yang berpusat pada siswa (student centre) dan memfokuskan pada kebermaknaan akan mendorong siswa untuk lebih mengingat pelajaran yang telah dilakukan. Dengan demikian kemampuan berfikir setiap siswa dapat ditingkatkan secara perlahan-lahan.

Menurut berbagai penelitian yang dilakukan, penerapan model based instruction, hasil penelitian siklus pertama menunjukkan ada 60% siswa termasuk dalam kategori siswa aktif, dan dari 35 orang siswa, ada 26 orang siswa (74,29%) mencapai ketuntasan belajar. Berdasarkan temuan tersebut, dilakukan kegiatan pembelajaran siklus kedua. Hasil penelitian siklus kedua menunjukkan bahwa seluruh siswa telah dikategorikan sebagai siswa yang aktif dan ada 32 orang siswa (91,43%) mencapai ketuntasan belajar42.  

Penelitian lain yang dilakukan membuktikan bahwa keaktifan berfikir pada prasiklus sebesar 69,59% kemudian setelah dilakukan tindakan meningkat menjadi 78,60 % atau bisa dikatakan meningkat 9,01% dari keadaan semula43.

Semakin bertambahnya keaktifan siswa berarti pula semangat dan minat belajar siswa dengan model ini semakin meningkat pula. Bertambahnya minat belajar siswa akan mendorong rasa antusias siswa dalam pelajaran. Rasa antusias dalam belajar inilah yang memunculkan timbulnya minat dan

       41

Arends, Learning To Teach, (penerjemah Helly Prajitno dan Sri Mulyantini), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar , 2008), hal 43

42Nurhayati Abbas dkk, Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Model

Pembelajaran Berdasarkan Masalah Dengan Penilaian Portofolio di SMPN 10 Kota Gorontalo. http://puslitjaknov.org/data/file/2008 diakses pada 25/01/2009 jam 20.00 WIB

43 Dema Wahyu Tursina, Upaya Meningkatkan Keaktifan Berfikir Siswa dalam

(47)

motivasi dalam belajar. Minat dan motivasi belajar inilah yang kemudian akan membantu siswa untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal, Sehingga pada akhirnya tujuan pembelajaran yang ditetapkan dapat tercapai secara optimal. Tujuan pembelajaran yang dimaksud dapat dimanifestasikan dalam sebuah hasil belajar.

A. Kerangka Pikir

Dalam proses belajar mengajar di kelas, cara seorang guru menyampaikan materi pelajaran sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa. Untuk itu guru dituntut kreatifitasnya dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Kreatifitas tersebut ditunjukkan dengan penerapan model-model pembelajaran yang mampu membangkitakan minat dan motivasi belajar siswa.

Salah satunya yaitu penerapan model problem based instruction (PBI). Model

problem based instruction ini merupakan model pembelajaran yang bersifat

student centre yang dirancang untuk mampu meningkatkan keterampilan berfikir dan keterampilan menyelesaikan masalah. Keterampilan berfikir yang dimaksud adalah adalah keterampilan berfikir tingkat tinggi.

Dengan itu, siswa dilatih untuk mampu berfikir lebih kompleks terhadap suatu hal dengan tidak melihat pada satu sudut saja melainkan melihat pada berbagai sudut. Untuk mencapai hal tersebut maka siswa didorong untuk lebih aktif melakukan usaha-usaha untuk mencapainya.

(48)

Dari hasil belajar mandiri yang diperoleh siswa terhadap pemecahan suatu masalah. Maka solusi dari masalah yang ada tidak langsung di pemerkan akan tetapi dikonsultasikan terlebih dahulu dalam kerja kelompok.

Kerja kelompok inilah yang kemudian disebut dengan kolaborasi. Kolaborasi inilah yang dapat melatih keterampilan sosial siswa untuk meniru peran orang dewasa. Kolaborasi tersebut ditunjukkan dengan melakukan kerjasama atau kerja kelompok, baik dalam melakukan observasi maupun dialog dalam pemecahan suatu masalah. Dalam kolaborasi inilah peran aktif siswa di dalam kelas ditingkatkan. Hal itu ditunjukkan dengan adanya berbagai argumen dan pendapat dari masing masing siswa.

Dengan adalanya kolaborasi maka suasana kelas menjadi semakin terbuka untuk tempat pertukaran ide ataupun solusi antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. Sehingga ide ataupun solusi yang tercipta merupakan pikiran bersama yang saling melengkapi kekurangan masing-masing siswa.

Dari proses belajar inilah diharapkan timbul kesan kebermaknaan dalam diri setiap siswa. Kesan kebermaknaan ini begitu penting, karena materi pelajaran yang telah dipelajari akan selalau diingat oleh siswa karena mampu disimpan dalam memori jangka panjang mereka. Dengan kebermaknaan ini diharapkan dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa. Pada akhirnya hasil belajar yang diperoleh pada masing-masing siswa akan meningkat.

B. Perumusan Hipotesis

(49)
[image:49.792.57.696.38.458.2]

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 

Kebermaknaan dalam pembelajaran

Meningkatkan minat dan motivasi belajar

i

Hasil belajar siswa meningkat Keterampilan berpikir tingkat

tinggi

Ditemukannya solusi dari berbagai hal

Mendorong kolaborasi dengan orang lain

Mendorong observasi dan dialog dengan pihak lain

Mengajukan pertanyaan dan mencari solusi untuk berbagai

masalah riil

Self regulated dan mendorong siswa menjadi pembelajar

mandiri Keterampilan berfikir dan

keterampilan mengatasi masalah

Perilaku dan keterampilan sosial sesuai peran orang dewasa

Keterampilan untuk belajar secara mandiri

Model PBI

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh model

Problem Based Instruction (PBI) terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 6 Tangerang Selatan. Diharapkan penelitian ini bisa menjadi referensi bagi guru sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2 tahun ajaran 2009/2010 di SMU Negeri 6 Tangerang Selatan.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen atau eksperimen semu. Jenis desain yang dipakai adalah nonrandomized control group pre-test post-test design atau pre-test post-test grup kontrol tidak secara random.

Dalam desain ini Peneliti menggunakan dua kelas dengan kemampuan kelas yang setara.

Dua kelas tersebut dibagi menjadi dua, kelompok satu dinamakan kelompok eksperimen dan kelompok yang lain dinamakan kelompok kontrol. Kedua kelompok, baik eksperimen maupun kontrol setelah mendapat perlakuan yang berbeda kemudian dibandingkan, kendati kelompok tersebut dipilih dan ditempatkan tanpa melalui randomisasi44. Meskipun terdapat kelompok kontrol, akan tetapi kelompok kontrol tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksaan eksperimen45.

      

44Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif Dan Kualitatif, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2008), hal 102

45

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007) hal 114

(51)
[image:51.612.102.517.154.535.2]

Secara umum desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Pre-test dan Post-test Kelompok Kontrol Tanpa Acak

Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test

E Y1 X Y2

K Y1 - Y2

Sumber:46 Keterangan:

E = Kelompok eksperimen

K = Kelompok kontrol

Y1 = Hasil pretest siswa kelompok eksperimen

Y2 = Hasil pretest siswa kelompok kontrol

X = Perlakuan siswa pada kelas eksperimen dengan menggunakan PBI

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa sampel dibedakan menjadi dua kelompok yaitu, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada awal pelajaran, kedua kelompok tersebut diberikan beberapa soal pre-test yang sama dan pada materi yang sama. Pre-test di sini berfungsi sebagai tolak ukur, sejauh mana pemahaman dan persiapan awal terhadap materi yang akan disampaikan.

Kemudian, proses pembelajaran dimulai dengan menerapkan perlakuan (model pembelajaran). Untuk kelompok eksperimen (E), sistem pembelajaran menggunakan model Problem Based Instruction (PBI) sedangkan untuk kelompok kontrol diajar dengan menggunakan metode konvensional.

Sebagai evaluasi pemahaman siswa terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, maka guru memberikan soal post-test yang sama pada masing – masing kelompok. Soal post-test tersebut sama dengan soal pre-test, hal itu dilakukan supaya pengetahuan – pengetahuan awal dalam menjawab soal–soal

pre-test yang belum dimengerti oleh siswa dapat di fahami selama proses       

46 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta:

(52)

pembelajaran berlangsung. Pada akhirnya siswa–siswa dapat menjawab soal–soal

post-test yang mirip dengan pre-test tersebut. Hasil post-test inilah yang secara umum disebut sebagai hasil belajar siswa.

Peningkatan hasil test (dari pre-test dan post-test) dari masing-masing kelas dibandingkan (diuji perbedaannya. Perbedaan yang signifikan antara gain dan gain nomal kedua kelompok menunjukkan pengaruh dari perlakuan yang diberikan.

D. Populasi dan Sampel

[image:52.612.96.512.143.531.2]

Sebelum pengambilan data terlebih dahulu harus ditentukan populasi dan sampel yang akan diambil untuk dijadikan sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen. Dari sampel inilah kemudian data pada masing – masing kelas dapat diambil.

Tabel 3.2 Pengambilan Sampel

Populasi target Populasi terjangkau sampel

1. Kelas X yang

berjumlah 9 kelas

2. Kelas XI yang

berjumlah 9 kelas

3. Kelas XII yang

berjumlah 7 kelas

kelas X yang berjumlah 9

kelas

kelas X7 dan X8

Dari tabel di atas dijelaskan bahwa:

Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi target adalah seluruh siswa SMU Negeri 6 Tangerang Selatan yang terdaftar pada semester 1 tahun ajaran 2009/2010. Mulai dari kelas Xyang berjumlah 9 kelas, kelas XI berjumlah 9 kelas dan kelas XII berjumlah 7 kelas. Jadi, yang menjadi populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa yang berada pada 27 kelas tersebut.

(53)

Gambar

Tabel 2.2 Sintaks pengajaran berdasarkan masalah menurut Arends
Tabel 2.3 Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 
Tabel 3.1 Desain Pre-test dan Post-test Kelompok Kontrol Tanpa Acak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain gangguan regulasi di pusat hipotalamus, terdapat faktor internal lain yaitu faktor endokrinopati (gangguan/kelainan pada system endokrin) yang dapat menyebabkan

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK TEXT SUMMARY ASSIGNMENT ( TSA) DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA TEKS BAHASA ARAB SISWA. Studi Eksperimen Kuasi Pada Siswa Kelas X MAN

The transformNode metho d returns a String value c o ntaining a fo rmatted XML do c ument using the spec ified XSL style sheet.. You m ust use the r eadyState property

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan segala anugerah-Nya, sehingga penulisan skripsi dengan judul Pengaruh Motivasi dan Disiplin Kerja

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa: (1) peran guru sebagai fasilitator dalam pemanfaatan perpustakaan di SDN 1 Karangan adalah guru berusaha membantu

Penyajian dimulai dari data umum tentang karakteristik ibu inpartu yang meliputi umur ibu inpartu, pendidikan ibu inpartu, pekerjaan ibu inpartu, dan jumlah

Bentuk lahan lembah vulkanik (V4) dengan jumlah lokasi gerakan massa terbanyak .... Potensi longsor pada lereng Lereng 1, Hulu

Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan, diperoleh temuan penelitian sebagai berikut; terdapat hubungan positif antara kepuasan kerja dengan kualitas produksi