PENGARUH METODE SIMULASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TENTANG PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI
REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH UMUM DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SWASTA PENCAWAN MEDAN
TAHUN 2009
T E S I S
Oleh
JULIA VERONICA
077033016/IKM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
S
E
K O L A
H
P A
S C
A S A R JA N
PENGARUH METODE SIMULASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TENTANG PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI
REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH UMUM DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SWASTA PENCAWAN MEDAN
TAHUN 2009
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi Ilmu Perilaku dan Promosi Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
JULIA VERONICA
077033016/IKM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH METODE SIMULASI TERHADAP
PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TENTANG
PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH UMUM DAN SEKOLAH
MENENGAH KEJURUAN SWASTA PENCAWAN
MEDAN TAHUN 2009 Nama Mahasiswa : Julia Veronica
Nomor Pokok : 077033016
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi : Ilmu Perilaku dan Promosi Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (dr. Muhammad Rusda, Sp.OG)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Telah diuji pada Tanggal: 07 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM Anggota : 1. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG
ABSTRAK
Salah satu metode pembelajaran pendidikan kesehatan reproduksi yang bersifat partisipatif adalah penggunaan metode simulasi. Guru merupakan tenaga pengajar untuk meningkatkan pengetahuan bagi siswanya termasuk guru di SMU dan SMK Pencawan Medan khususnya menyangkut pendidikan kesehatan reproduksi.
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan rancangan Non equivalent control group yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap guru SMU dan SMK Pencawan Medan tahun 2009. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang bertugas di SMU Swasta Pencawan Medan yang berjumlah 24 orang dan seluruh guru di SMK Swasta sebanyak 34 guru dengan total keseluruhan populasi sebanyak 58 guru dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Metode pengambilan sampel yang disebut sebagai responden dalam penelitian ini adalah keseluruhan populasi (total sampling) yang terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok kasus sebanyak 29 kasus dan kelompok kontrol sebanyak 29 kasus. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji pair T test dan Regresi Linear Berganda pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan guru sebesar 30,0% dan sikap guru sebesar 31,0% setelah dilakukan intervensi simulasi. Hasil uji pair t-test menunjukkan terdapat perbedaan pengetahuan guru pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan nilai p=0,000, dan sikap guru pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan nilai p=0,000, dan terdapat pengaruh intervensi terhadap pengetahuan (p=0,000) dan sikap guru (p=0,000). Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan variabel umur (p=0,045) mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan kesehatan reproduksi.
Disarankan Kepada guru di SMU dan SMK Swasta Pencawan perlu dilakukan bimbingan secara berkala tentang pendidikan kesehatan reproduksi melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga konsultan pendidikan kesehatan, dan program pendidikan kesehatan reproduksi bagi guru yang dijadwalkan dengan menggunakan berbagai metode partisipatif misalnya dengan simulasi atau jenis lainnya, dan pemantauan dan bimbingan secara langsung kepada siswa tentang pentingnya pemahaman kesehatan reproduksi.
ABSTRACT
One method of reproductive health education that is participatory method is simulation method. Teachers are the educator to increase the students’s knowledge
for example teachers in Public and Vocational High School Pencawan Medan particularly concerning reproductive health education.
This research is a quasi experimental research with Non-equivalent control group design that aimed to analyze the influence of simulation method on teachers’s
knowledge and attitudes Public and Vocational High School Pencawan Medan in 2009. Population in this research is all teachers in Public High School Pencawan that is 24 people and teachers in Vocational High School that is 34 people with a total population is 58 teachers and also become the research samples. The sampling in this research is total sampling, which consists of two groups, namely the case group of 29 cases and the control group of 29 cases. Analysis of data in this research use pair T test and Double Linear regression on confidence level 95%.
Results of research shows that teachers's knowledge about reproductive health education before the intervention are good category (36.2%), after the intervention the better (56.9%). Teachers' attitudes about reproductive health education before the intervention are in good category (48.3%), after the intervention become better (58.6%). Test results of pair-t test shows there are differences in teachers' knowledge in the treatment/case group and control group with p value = 0.000, and attitudes of teachers in the treatment/case group and control group with p value = 0.000, and there is an influence of intervention on knowledge (p = 0.000) and attitudes of teachers (p = 0.000). Double Linear regression test results show variables age (p = 0.045) have any influence on teachers' knowledge and attitudes about reproductive health education.
It is suggested to the teachers in Public and Vocational High School Pencawan Medan to give regular counseling about reproductive health education through the cooperation with health education consultative institutions, and reproductive health education program to the teachers which been combined with many parcipatory methods such as simulation method or others, and do the monitoring and guidance directly to students about the importance of reproductive health.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada ALLAH SWT, berkat rahmat dan karunianya penulis telah
dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Metode Simulasi terhadap
Pengetahuan dan Sikap Guru tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja
di Sekolah Menengah Umum dan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Pencawan
Medan Tahun 2009
Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu
Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTMH & Sp.A (K).
Selanjutnya kepada Ibu Prof. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Drs. R Kintoko
Rochadi, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Perilaku dan Promosi Kesehatan
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Ibu dr. Halida
Sari Lubis, MKKK selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Perilaku dan Promosi
Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi,
MKM selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak dr. Muhammad Rusda, SpOG
selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan
waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam
penyusunan tesis ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu dr. Halida Sari Lubis, MKKK dan
Ibu Ir. Indra Chahaya S, MSi selaku Komisi Pembanding yang telah bersedia menjadi
pembanding dan telah memberikan kritikan dan saran serta bimbingan demi
kesempurnaan tesis ini.
Tak terhingga terima kasih saya ucapkan kepada kedua orang tua, suami
Farrel serta seluruh keluarga yang telah mengizinkan dan memberi motivasi serta
dukungan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.
Selanjutnya terima kasih penulis kepada rekan-rekan mahasiswa angkatan
pertama Program Studi PKIP yang telah memberi motivasi dalam penyusunan tesis
ini dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan
kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Juni 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Julia Veronica yang dilahirkan di Medan pada tanggal 23
Januari 1978, sudah menikah dan dikaruniai dua anak dengan alamat kompleks
Taman Setia Budi Indah Blok YY No. 11 Medan.
Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Inpres 066431 pada tahun 1986,
kemudian tahun 1989 menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP
Negeri 27 Medan, tahun 1995 menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan di SPK
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Medan, tahun 1996 menamatkan program
Pendidikan Kebidanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Medan, tahun
2001 menamatkan Akademi Kebidanan di AKBID Depkes RI Medan, dan tahun
2004 menamatkan pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis memulai karir sebagai bidan di Poliklinik PT Indofood Sukses
Makmur tahun 1996 sampai 1997, kemudian bekerja di Rumah Sakit Swasta
Gleaneagles sampai tahun 1998, dan sebagai tenaga pendidik di AKBID SEHAT
DAFTAR ISI
2.1 Pendidikan Kesehatan... 13
2.2 Metode Simulasi dalam Pendidikan Kesehatan... 14
2.3 Pengetahuan dan Sikap Individu... 25
2.4 Perubahan Perilaku Individu... 28
2.5 Proses Belajar Aktif Kesehatan Reproduksi Remaja untuk Orang Tua/Guru SMU ... 31
2.6 Kesehatan Reproduksi Remaja... 34
2.7 Landasan Teori ... 50
2.8 Kerangka Konsep Penelitian... 51
2.9 Alur Penelitian ... 52
BAB 3 METODE PENELITIAN... 53
3.1 Jenis Penelitian ... 53
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54
3.3 Populasi dan Sampel ... 54
3.4 Metode Pengumpulan Data... 55
3.5 Variabel dan Definisi Operasional... 59
3.6 Metode Pengukuran ... 60
BAB 4 HASIL PENELITIAN... 64
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64
4.2 Mekanisme Pelaksanaan Penelitian ... 65
4.3 Deskripsi Karakteristik Guru ... 66
4.4 Analisis Univariat ... 67
4.5 Analisis Bivariat ... 78
BAB 5 PEMBAHASAN ... 85
5.1 Pengetahuan Guru Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Simulasi ... 85
5.2 Sikap Guru Sebelum dan Sedudah Dilakukan Intervensi Simulasi . 91 5.3 Pengaruh Intervensi Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Guru ... 95
5.4 Keterbatasan Penelitian ... 97
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 99
6.1 Kesimpulan ... 99
6.2 Saran ... 100
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Hasil Uji Validitas dan Realiabilitas Alat Ukur ... 57
4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Guru di SMU dan SMK Pencawan
Medan ... 66
4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Guru Berdasarkan Intervensi Simulasi pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 68
4.3. Distribusi Frekuensi Indikator Pengetahuan Guru Sebelum Intervensi
Simulasi pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan... 70
4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Guru Sebelum Intervensi Simulasi
pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 71
4.5. Distribusi Frekuensi Indikator Pengetahuan Guru Sesudah Intervensi
Simulasi pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 72
4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Guru Sesudah Intervensi Simulasi
pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan... 74
4.7. Distribusi Frekuensi Indikator Sikap Guru Sebelum Intervensi Simulasi
pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 74
4.8. Distribusi Frekuensi Sikap Guru Sebelum Intervensi Simulasi pada
Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 76
4.9. Distribusi Frekuensi Indikator Sikap Guru Sesudah Intervensi Simulasi
pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan... 77
4.10. Distribusi Frekuensi Sikap Guru Sesudah Intervensi Simulasi pada
Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 78
4.11. Perbedaan Pengetahuan Guru Sebelum dan Sesudah Intervensi Simulasi pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 79
4.12. Perbedaan Sikap Guru Sebelum dan Sesudah Intervensi Simulasi pada
Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 80
4.13. Pengaruh Intervensi Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Guru
di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 80
4.14. Hubungan Karakteristik Guru dengan Pengetahuan Guru di SMU dan
4.15. Hubungan Karakteristik Guru dengan Sikap Guru di SMU dan SMK
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Model Proses Inovasi-Adopsi ... 31
2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 51
2.3. Alur Penelitian ... 52
3.1 Desain Penelitian ... 53
3.2. Kurva Normal Skala Interval Pengukuran Pengetahuan ... 61
3.3. Kurva Normal Skala Interval Pengukuran Sikap ... 62
5.1. Perbedaan Pengetahuan Guru Sebelum dan Sesudah Intervensi Simulasi tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi ... 89
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 103
2. Lembar Bacaan Kesehatan Reproduksi Remaja ... 107
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Permasalahan kesehatan reproduksi remaja di Indonesia merupakan salah satu
program unggulan dalam pencapaian Visi Indonesia 2010. Namun pada realitasnya
masih kurang komitmen dan dukungan pemerintah atas kebijakan yang mengatur
tentang pendidikan bagi remaja terutama di sekolah, hal ini terlihat dari lemahnya
kerjasama lintas sektoral antara Depkes-Depdiknas. Norma adat dan nilai budaya
leluhur yang masih dianut sebagian besar masyarakat Indonesia juga menjadi
tantangan terbesar dalam penyelenggaraan pendidikan seksual dan reproduksi
berbasis sekolah. Selain itu masih banyak yang menganggap bahwa seks itu tabu
untuk dibicarakan kepada mereka yang belum menikah, memberikan pendidikan seks
dikhawatirkan akan meningkatkan kasus seperti kehamilan pranikah, aborsi, dan
PMS termasuk HIV/AIDS (Depkes RI, 2001).
Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000 yang dikutip dari
Badan Pusat Statistik (2000), jumlah remaja usia 10–24 tahun mencapai sekitar
60.901.709 atau 30% dari jumlah penduduk Indonesia. Melihat jumlahnya yang
sangat besar, maka remaja sebagai generasi penerus bangsa perlu di persiapkan
menjadi manusia yang sehat jasmani, rohani dan mental spiritual.
Program kesehatan reproduksi remaja seperti yang tertera dalam program
perilaku positif remaja tentang kesehatan reproduksi dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga guna
mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang (Depkes RI, 2005).
Pengetahuan remaja terhadap reproduksi manusia masih rendah. Hasil SKRRI
(2002-2003) menunjukkan bahwa pengetahuan remaja terhadap ciri-ciri akil baligh
laki-laki masih terpaku pada perubahan fisik. Persentase remaja yang mengetahui
mimpi basah sebagai ciri akil baligh rendah, yaitu untuk remaja perempuan sebesar
13,8 persen dan 26,8 persen untuk laki-laki. Ciri akil baligh pada perempuan yang
menonjol adalah menstruasi. Persentase remaja yang menyebutkan menstruasi
sebagai ciri akil baligh perempuan yaitu 69,9 persen untuk remaja perempuan dan
untuk remaja laki-laki sebesar 36,5 persen. Selain itu, pengetahuan remaja terhadap
masa subur masih sangat rendah, yaitu remaja laki-laki sekitar 10 persen yang
menjawab secara tepat, sedangkan remaja perempuan sekitar 15 persen (BKKBN,
2005).
Seks pranikah di kalangan remaja seringkali menjadi sorotan, terutama
di kota-kota besar. Hasil SKRRI 2002-2003 bahwa 5 persen remaja laki-laki yang
berstatus belum menikah telah melakukan hubungan seksual. Sedangkan remaja
perempuan yang pernah melakukan hubungan seksual kurang dari satu persen. Data
Reproduksi Remaja Sejahtera (RRS) pada tahun 1998-1999 menunjukkan bahwa
di kalangan remaja laki-laki yang berstatus menikah 12 persen menyatakan pernah
melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Sedangkan remaja perempuan yang
sebelum menikah. Survei RRS dilakukan di empat propinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur dan Lampung. Sedangkan data SKRRI mencakup 26 propinsi,
namun DKI Jakarta tidak termasuk di dalamnya (BKKBN, 2005).
Beberapa penelitian menunjukkan banyak remaja pada usia dini sudah terjebak
dalam perilaku reproduksi tidak sehat, diantaranya adalah seks pranikah. Dari data
hasil penelitian Yayasan Kusuma Bangsa (1993) menunjukkan, antara 10%-31%
remaja yang belum menikah di 12 kota besar di Indonesia menyatakan pernah
melakukan hubungan seks. Data hasil penelitian Situmorang (2001) di Kota Medan
27% remaja laki-laki dan 9% remaja perempuan mengatakan sudah pernah
melakukan hubungan seksual.
Hasil penelitian (PKBI, 1997) ternyata 75 dari 100 remaja yang belum
menikah di Lampung dilaporkan sudah pernah melakukan hubungan seksual. Hasil
penelitian Pangkahila (1996) di Denpasar Bali, dari 633 pelajar SLTP kelas II,
sebanyak 23,4% (155 remaja) mempunyai pengalaman hubungan seksual.
Selain banyaknya kasus hubungan seksual di luar nikah, masih ada lagi contoh
lain dari perilaku reproduksi tidak sehat yang mengakibatkan munculnya kasus-kasus
lain, menurut Affandi (2003), sekitar 2,1-2,4 juta perempuan setiap tahunnya
diperkirakan melakukan aborsi, dan 30% adalah remaja. Hubungan seks di luar nikah
yang dilakukan secara tidak aman juga terbukti telah menyebabkan infeksi penyakit
menular seksual termasuk HIV/AIDS yang mengakibatkan kematian. Sampai akhir
maret 2003 saja berdasarkan data dari Subdit PMS & AIDS Ditjen PPM & PL
orang diantaranya adalah remaja berusia antara 15 – 19 tahun. Dalam kurun 3 tahun
perkembangan data di Departemen Kesehatan tahun 2006 menyebutkan, hingga bulan
September 2005 kasus AIDS telah mencapai 4.186 orang dan yang terinfeksi HIV
4.065 orang.
Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS dan Narkoba
(KPAN-SUMUT) di Sumatera Utara sampai Desember 2006 terdapat 603 kasus dengan 330
diantaranya positif HIV. Tingginya angka kejadian orang dengan HIV/AIDS pada
kelompok remaja seperti di atas merupakan salah satu bentuk dari adanya
penyimpangan dalam perilaku reproduksi. Selain kasus HIV/AIDS pada remaja
angka kejadian aborsi juga cukup tinggi sebagai akibat dari perilaku reproduksi yang
tidak sehat, terbatasnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi juga telah
meningkatkan resiko terjadinya kehamilan tidak diinginkan (KTD) yang dapat
mengarah kepada dilakukannya aborsi, dari data hasil penelitian (UNFPA, 2001),
di Indonesia sendiri angka terjadinya aborsi mencapai 750.000 sampai 1.000.000
kejadian per tahun.
Permasalahan kesehatan reproduksi juga banyak terjadi di Kota Medan,
khususnya pada Sekolah Menengah Umum, baik SMU negeri maupun Swasta. Salah
satu SMU tersebut adalah SMU Pencawan Medan, di mana secara keseluruhan
merupakan siswa yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke
bawah. Berdasarkan Profil SMU Pencawan (2008), diketahui jumlah siswa tahun
ajaran 2008/2009 adalah sebanyak 218 orang yang terdistribusi dalam 3 (tiga) kelas,
Berdasarkan laporan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) tahun 2008, masalah
kesehatan juga dialami oleh siswa SMU Pencawan Medan, salah satunya masalah
kesehatan reproduksi. Hasil wawancara singkat dengan kepala sekolah, pernah terjadi
kehamilan di luar nikah terhadap salah satu siswanya, sehingga harus dikeluarkan
dari sekolah, selain itu banyak ditemui kasus-kasus asusila yang dilakukan oleh siswa
laki-laki terhadap siswa perempuan, dan pernah dijumpai siswa yang kedapatan
menyimpan film-film porno di handphone mereka. Kondisi ini mencerminkan bahwa
permasalahan seksual sudah menjamur dan terjadi di kalangan siswa-siswa di SMU
Pencawan Medan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh lemahnya pemantauan dan
pendidikan kesehatan di keluarga dan khususnya di sekolah. Hasil wawancara singkat
dengan guru pendidikan jasmani dan kesehatan, kurikulum tentang pendidikan
kesehatan, memang sudah disusun, namun pada aplikasinya cenderung tidak berjalan
dengan baik, hanya menyangkut masalah kesehatan tubuh seperti olah raga, sehingga
substansi pendidikan kesehatan tidak diperoleh oleh siswa di SMU Pencawan Medan.
Salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa terhadap
kesehatan reproduksi adalah melalui pendidikan kesehatan reproduksi. Pendidikan
kesehatan reproduksi yang diberikan secara dini, akan memudahkan remaja mencapai
sikap dan tingkah laku yang diinginkan yaitu sikap dan tingkah laku yang
bertanggung jawab. Informasi mengenai kesehatan reproduksi perlu diberikan sedini
mungkin, idealnya sebelum masa pubertas dengan cara yang berbeda-beda pada
Beberapa indikasi terhadap rendahnya pemahaman siswa tentang kesehatan
reproduksi adalah tercermin dari tingginya kasus-kasus seks pra nikah, peredaran film
porno atau bentuk kegiatan lain yang mengarah pada seks bebas pada kalangan siswa
SMU. Penelitian Guttmacher (2008) menunjukkan bahwa 65% remaja memperoleh
informasi seks dari temannya, 35% dari film porno, 19% dari sekolah dan hanya 5%
dari keluarga. Keadaan tersebut berimplikasi terhadap penyimpangan seks yang
dilakukan remaja seperti seks bebas, kebiasaan menonton film porno, dan kehamilan
di luar nikah.
Menyikapi fenomena perilaku seks remaja (siswa SMU) selama beberapa
tahun terakhir yang meningkat tajam, maka pemerintah melakukan berbagai upaya
untuk meningkatkan pengetahuan remaja dan orang tua tentang kesehatan reproduksi
dengan melibatkan berbagai sektor baik dari kesehatan, sosial dan BKKBN serta
lembaga kemasyarakatan termasuk pihak instansi pendidikan dengan sasaran
pendidikan kesehatan reproduksi tersebut adalah remaja dan orang tua.
Dalam konteks program pendidikan kesehatan di sekolah, maka individu yang
sangat bertanggung jawab adalah para guru. Tenaga guru adalah salah satu tenaga
kependidikan yang mempunyai peran sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan
tujuan pendidikan, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik,
untuk memberikan bimbingan yang akan menghasilkan tamatan yang diharapkan.
Guru merupakan sumber daya manusia yang menjadi perencana, pelaku dan penentu
Pada umumnya pekerjaan guru dibagi dua yakni pekerjaan berhubungan
dengan tugas-tugas mengajar, mendidik dan tugas-tugas kemasyarakatan (sosial).
Di lingkungan sekolah, guru mengemban tugas sebagai pengajar dan pendidik.
Sebagai pengajar, guru memberikan pengetahuan (kognitif), sikap dan nilai (afektif),
dan keterampilan (psikomotorik). Menyikapi peran dan fungsi guru tersebut maka
permasalahan kesehatan reproduksi anak didiknya menjadi salah satu tanggung jawab
yang sangat penting. Peran guru dalam konteks pendidikan kesehatan ini adalah
memberikan muatan informasi dan pelajaran tentang keseluruhan aspek kesehatan
reproduksi, penyakit akibat hubungan seksual maupun upaya-upaya preventif lainnya.
Melihat pentingnya peran guru tersebut, langkah awal yang harus dilakukan
adalah peningkatan pengetahuan dan pemahanan secara individu bagi guru tentang
kesehatan reproduksi. Guru juga harus memahami secara komprehensif seluruh aspek
pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah, sehingga mudah untuk mengajarkan
kepada siswanya. Maka sebelum dilakukan intervensi pendidikan kepada siswa
terlebih dahulu perlu dilakukan upaya pendidikan kepada guru-guru di sekolah
tentang pendidikan kesehatan reproduksi. Upaya pendidikan kesehatan terhadap guru
adalah bersifat pendidikan untuk orang dewasa, maka pendekatan yang dilakukan
berbeda dengan pendidikan pada orang belum dewasa. Pemahaman tentang kesehatan
reproduksi bagi guru cenderung bervariatif, sehingga akan berbeda penyampaian
informasinya kepada siswa-siswa. Apalagi guru yang bertanggung jawab terhadap
pendidikan kesehatan dan olah raga cenderung tidak memahami tentang kesehatan
Menurut Natoatmodjo (2003), guru merupakan unsur yang sangat penting
dalam pelaksanaan promosi kesehatan di sekolah, dalam bentuk implementasi
pendidikan kesehatan dalam mata ajaran yang terstruktur dalam kurikulum,
memonitoring pertumbuhan dan perkembangan siswa, serta mengawasi adanya
kelainan-kelainan yang mungkin terdapat pada siswa.
Beberapa bentuk metode pendidikan kesehatan yang sering dilakukan
misalnya penyuluhan atau ceramah, namun kenyataannya metode ini belum
memberikan kontribusi pengetahuan yang memadai bagi guru dan cenderung
membosankan, apalagi bagi remaja dan orang tua. Maka perlu dilakukan metode lain
seperti simulasi, hal ini cenderung dinilai lebih bermuatan, karena sifatnya tidak
monoton dan langsung berdasarkan analisis kasus, dan melibatkan objek secara
menyeluruh dan aktif.
Menurut Syaefuddin (2002), metode simulasi dapat digunakan untuk
menyampaikan materi pendidikan kesehatan reproduksi dalam bentuk sosiodrama,
permainan dan dramatisasi. Metode ini bertujuan untuk melatih dan memahami
konsep atau prinsip dari pendidikan yang disampaikan sehingga dapat memecahkan
masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Dengan metode simulasi,
hasil yang diharapkan ialah agar kelompok belajar menghargai pendapat orang lain,
menumbuhkan ide yang ditemukannya dan dianggap benar.
Hasil penelitian Buyung (2004) telah membuktikan bahwa terdapat perbedaan
secara signifikan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi pada siswa
bahwa terdapat hubungan signifikan metode simulasi dan peer education terhadap
perubahan perilaku siswa terhadap penggunaan narkoba dan perilaku seks bebas pada
remaja SMU di Kota Sibolga.
Penerapan pendidikan kesehatan melalui metode promosi kesehatan secara
umum sangat bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan siswa tentang kesehatan
reproduksi untuk mereduksi penyimpangan seks, dan terjaganya kesehatan reproduksi
mereka secara utuh, karena siswa adalah kelompok usia yang sangat rentan terhadap
segala informasi yang menyimpang, dan cenderung cepat untuk mengadopsinya.
Untuk itu sangat dibutuhkan peran guru sebagai orang tua kedua di sekolah untuk
membimbing dan memberikan pendidikan kesehatan kepada siswanya.
Kebutuhan informasi kesehatan reproduksi bagi remaja SMU sangat mutlak
diperlukan. Salah satu sumber informasi tersebut adalah melalui pendidikan
kesehatan di sekolah. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa remaja SMU relatif
sedikit memperoleh informasi dari guru di sekolahnya. Hasil penelitian Ramdani dan
Dewi (1996) terhadap 113 siswa SMP di Yogyakarta. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa bagi remaja putri orang tua merupakan sumber informasi
mengenai menstruasi, sedangkan bagi remaja putra sumber informasi mengenai
mimpi basah adalah teman. Informasi tentang kehamilan juga tidak sama antara
remaja putri dan remaja putra. Majalah, surat kabar, rubrik konsultasi ternyata banyak
diminati oleh remaja perempuan untuk memuaskan keingintahuan mengenai resiko
majalah. Keadaan ini memberikan suatu fenomena bahwa peran guru dalam
pemberian informasi kesehatan reproduksi sangat penting.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk
meneliti tentang pengaruh metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap guru
tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja di SMU dan SMK Swasta Pencawan
Medan, sehingga dapat dilakukan langkah strategis dalam membimbing dan
memberikan pendidikan kesehatan kepada siswanya.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana pengaruh metode simulasi terhadap pengetahuan dan
sikap guru tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja di SMU dan SMK Swasta
Pencawan Medan.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh metode simulasi
terhadap pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja
di SMU dan SMK Swasta Pencawan Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk menganalisis gambaran pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan
2. Untuk menganalisis gambaran pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan
kesehatan reproduksi remaja sesudah dintervensi dengan metode simulasi.
3. Untuk menganalisis perbedaan pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan
kesehatan reproduksi remaja sebelum dan sesudah dintervensi dengan metode
simulasi.
1.4. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap guru tentang
pendidikan kesehatan reproduksi remaja di SMU dan SMK Swasta Pencawan
Medan.
2. Ada perbedaan pengetahuan tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan metode simulasi pada guru
di SMU dan SMK Swasta Pencawan Medan.
3. Ada perbedaan sikap tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi dengan simulasi pada guru di SMU dan
SMK Swasta Pencawan Medan.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi Departemen Pendidikan dan Pengajaran di Sumatera
Utara dalam membuat perencanaan kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah.
2. Memberikan masukan kepada sekolah SMU Swasta tentang pemahaman guru
terhadap pendidikan kesehatan reproduksi remaja.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendidikan Kesehatan
Konsep dasar pendidikan adalah proses belajar yang berarti di dalam
pendidikan itu sendiri terjadi proses pertumbuhan perkembangan atau perubahan
kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada individu, kelompok atau
masyarakat dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak
mampu menjadi menjadi mampu mengatasi masalah-masalah kesehatannya sendiri.
Selanjutnya dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok yang saling
berkaitan yaitu: (Natoatmodjo, 2004)
1) Persoalan masukan (input) yang menyangkut sasaran belajar itu sendiri dengan
latar belakangnya,
2) Proses (process) yaitu mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan
pada diri subyek belajar, dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara
berbagai faktor antara lain subjek belajar, pengajar, metode dan teknik belajar, alat
bantu belajar dan materi yang dipelajari,
3) Keluaran (out put) adalah merupakan hasil belajar.
Pendidikan kesehatan pada dasarnya ialah suatu proses mendidik individu/
masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan yang
dihadapi. Seperti halnya proses pendidikan lainya, pendidikan kesehatan mempunyai
menghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan atau tujuan kegiatan tersebut.
Dengan demikian pendidikan kesehatan merupakan suatu proses yang dinamis. Tidak
dapat disangkal pendidikan bukanlah satu-satunya cara mengubah perilaku, tetapi
pendidikan juga mempunyai peranan yang cukup penting dalam perubahan
pengetahuan setiap individu (Sarwono, 2004).
2.2. Metode Simulasi dalam Pendidikan Kesehatan
Simulasi adalah kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada
pembelajar untuk meniru satu kegiatan yang dituntut dalam pekerjaan sehari-hari atau
yang berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari atau yang berkaitan dengan tanggung
jawabnya. Dapat dikatakan pula bahwa simulasi diartikan sebagai satu kegiatan
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada pembelajar untuk meniru satu
kegiatan atau pekerjaan yang dituntut dalam kehidupan sehari-hari atau yang
berkaitan dengan tugas-tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya jika kelak
pembelajar sudah bekerja.
Tujuan metode simulasi adalah sebagai berikut: 1) meningkatkan akselarasi
pemikiran dan perasaan dengan sikap dan psikomotorik pembelajar, kemampuan
pembelajar ditingkatkan dalam keterampilan berkomunikasi sederhana dan kepekaan
terhadap aksi orang lain agar terbentuk sikap peduli terhadap lingkungan sekitarnya;
2) menghayati berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh peran yang dimainkan;
3) menggunakan pengalaman perannya dalam simulasi untuk mengatasi
perasaan kejiwaan dan batin tertentu; 5) menanamkan disiplin dan sikap berhati-hati;
6) memberi kesempatan berlatih menguasai keterampilan tertentu melalui situasi
buatan, sehingga pembelajar terbebas dari resiko pekerjaan berbahaya. Sedangkan
kelebihan dan kekurangan dari metode simulasi adalah sebagai berikut:
A. Kelebihan:
1) Menguasai keterampilan tanpa membahayakan dirinya atau orang lain dan
tanpa menanggung kerugian;
2) Melibatkan pembelajar secara aktif; dan memberikan kesempatan kepada
pembelajar secar langsung terlibat dalam kegiatan belajar dan melakukan
eksperimen tanpa takut-takut terhadap akibat yang mungkin timbul di dalam
lingkungan yang sesungguhnya;
3) Meningkatkan berfikir secara kritis, karena pembelajar dilibatkan secara aktif
dalam proses pembelajaran;
4) Belajar mengalami suatu kegiatan tertentu;
5) Dapat meningkatkan motivasi pembelajar;
6) Bermanfaat untuk tugas-tugas yang memerlukan praktek tetapi lahan praktek
tidak memadai;
7) Memberi kesempatan berlatih mengambil keputusan yang mungkin tidak dapat
dilakukan dalam situasi nyata;
8) Dapat membentuk kemampuan menilai situasi dan membuat pertimbangan
berdasarkan kemungkinan yang muncul;
B. Kekurangan:
1) Kurang efektif menyampaikan informasi umum;
2) Kurang efektif untuk kelas yang besar, karena umumnya akan lebih efektif bila
dilakukan untuk perorangan atau group yang kecil;
3) Memerlukan fasilitas khusus yang mungkin sulit untuk disediakan di tempat
latihan, karena diperlukan banyak alat bantu;
4) Dibutuhkan waktu yang lama, bila semua pembelajar harus melakukannya;
5) Media berlatih yang merupakan situasi buatan tidak selalu sama dengan situasi
sebelumnya, baik dalam hal kecanggihan alat, lingkungan dan sebagainya;
6) Memerlukan waktu dan biaya yang lebih banyak (Syaefuddin, 2002).
Penerapan proses belajar aktif dengan metode simulasi bagi guru dilakukan
dengan cara sebagai berikut: fasilitator memberikan lengkap seluruh materi secara
tertulis terlebih dahulu kepada guru untuk dibaca secara mandiri, materi yang
diberikan tentang kesehatan reproduksi yang terdiri dari pokok bahasan: organ
reproduksi, pembuahan dan kehamilan, kebersihan dan kesehatan diri, NAPZA, dan
risiko reproduksi. Selanjutnya fasilitator dan guru bertemu pada satu waktu yang
telah disepakati bersama, dibagi dalam beberapa kelompok kecil dan terdiri dari
beberapa sesi untuk meluruskan beberapa konsep dalam proses belajar aktif dengan
metode simulasi. Berikut ini adalah pelaksanaan proses belajar aktif kesehatan
reproduksi dengan menggunakan metode simulasi pada guru kelompok perlakuan:
1. Organ Reproduksi
b. Fasilitator memberi intruksi untuk permainan games puzzle.
c. Fasilitator menjelaskan secara rinci organ-organ reproduksi laki-laki dan
perempuan, dilanjutkan dengan penjelasan mengenai menstruasi dan mimpi
basah.
d. Fasilitator menanyakan pendapat peserta terhadap bagaimana sikap guru
menghadapi hari pertama anak menstruasi dan mimpi basah.
e. Fasilitator kembali membagi peserta dalam kelompok untuk menggambar
sepasang laki-laki dan perempuan telanjang bulat (bugil). Kelompok pertama
menggambar anak-anak (sekitar usia 5-7 tahun), kelompok kedua menggambar
remaja (sekitar usia 10-15 tahun), kelompok ketiga menggambar orang dewasa
muda (sekitar usia 25-30 tahun), kelompok empat menggambar orang setengah
baya (sekitar 40-50 tahun), dan kelompok lima menggambar orang usia lanjut
(70 tahun).
f. Fasilitator meminta peserta untuk menuliskan di bawah gambar: kebiasaan dan
perilaku yang biasa dilakukan orang seusia itu.
g. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi.
h. Fasilitator menjelaskan perubahan bentuk tubuh dan kebiasaan, dan
menekankan perubahan tersebut banyak terjadi di masa remaja.
2. Pembuahan dan Kehamilan
a. Fasilitator membuka sesi ini dengan memberikan gambaran mengenai maksud
b. Fasilitator meminta peserta untuk menuliskan pada potongan karton (meta
plan) apa yang diketahui sekitar kebersihan dan kesehatan diri yang harus
dijaga oleh remaja. Setiap lembar potongan karton hanya ditulis satu kata,
kemudian diminta menempelkan di papan yang disediakan panitia. Peserta
boleh menuliskan lebih dari satu potongan karton.
c. Fasilitator bersama peserta mengelompokkan dalam tiga kelompok yaitu
anggota tubuh, alat reproduksi dan bukan anggota tubuh/alat reproduksi.
d. Fasilitator menjelaskan tentang kebersihan dan kesehatan diri melalui
potongan karton yang sudah ditulis peserta dan sudah dikelompokkan dalam 3
kategori tersebut.
e. Fasilitator memberi penjelasan singkat tentang kebersihan alat reproduksi dan
anggota tubuh lainnya serta cara-cara membersihkan yang perlu diperhatikan
dan dikomunikasikan kepada siswa/siswi.
3. Kebersihan dan Kesehatan Diri
a. Fasilitator membuka sesi ini dengan memberikan gambaran mengenai
fenomena penyalahgunaan NAPZA (menggambarkan berbagai contoh yang
aktual). Kemudian menyebutkan pokok-pokok bahasan serta tujuan yang
diharapkan dari sesi ini.
b. Fasilitator meminta peserta untuk memberikan pengertian serta tanggapan
hal-hal yang berhubungan dengan NAPZA, penyalahgunaan, toleransi, gejala
c. Fasilitator memberikan klarifikasi terhadap pendapat peserta dengan
penjelasan singkat tentang pengertian dan istilah-istilah seputar
penyalahgunaan NAPZA.
d. Fasilitator menempelkan kertas plano kosong di depan ruangan, kemudian
menuliskan “jenis-jenis NAPZA”.
e. Fasilitator mengajak peserta untuk mengidentifikasi jenis-jenis NAPZA yang
sering disalahgunakan. Mintalah kepada seluruh peserta untuk menuliskannya
pada kertas plano yang sudah disediakan. Setiap peserta mendapat giliran,
dengan catatan peserta yang maju menuliskan jawaban yang berbeda dengan
peserta lain.
f. Fasilitator mengklarifikasi jawaban peserta. Selanjutnya fasilitator mengajak
peserta untuk mengklasifikasikan jenis-jenis NAPZA hasil identifikasi tersebut
kedalam lembar tugas. Kemudian fasilitator memberikan pengertian mengenai
efek yang ditimbulkan dari penyalahgunaan NAPZA.
g. Fasilitator mengakhiri sesi ini dengan penjelasan singkat tentang jenis-jenis
serta klasifikasi NAPZA yang sering disalahgunakan, kemudian menunjukkan
alat peraga yang berisi contoh narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
4. Kehamilan Tak Diinginkan (KTD) dan Aborsi
a. Fasilitator menjelaskan tujuan dari sesi ini dan rangkaian kegiatan yang akan
dilakukan oleh peserta.
b. Fasilitator menggali pengetahuan peserta tentang pengertian KTD, penyebab
c. Fasilitator menuliskan seluruh pendapat peserta kedalam plano yang ditempel
di depan kelas.
d. Fasilitator bersama peserta melakukan klarifikasi terhadap pendapat-pendapat
peserta selama sesi curah pendapat.
e. Fasilitator membagi peserta kedalam 5 kelompok dan membagikan naskah
kasus kepada kelompok.
f. Fasilitator menjelaskan tugas setiap kelompok, yaitu mendiskusikan penilaian
peserta terhadap kasus, meliputi penyebab, risiko, solusi dan pandangan
peserta terhadap kasus KTD.
g. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan
kasus KTD dalam kelompok.
h. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk membahas hasil
diskusi kelompok.
i. Fasilitator memberikan komentar terhadap pembahasan hasil diskusi
kelompok.
j. Fasilitator membagikan lembaran bacaan kepada peserta.
k. Fasilitator menutup sesi ini.
5. Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS
a. Fasilitator menjelaskan tujuan dari session.
b. Fasilitator membagikan kertas kosong dan meminta peserta untuk menuliskan
nama lain dari alat kelamin laki-laki dan perempuan sebanyak-banyaknya
jalanan, bahasa daerah, diberi waktu 5 menit. Namun sebelum memberikan
perintah ini fasilitator memberikan pengantar bahwa: “karena kita akan
membahas IMS yang notabene adalah penyakit yang sebagian besar
menyerang alat kelamin, maka salah satu kuncinya adalah harus terbuka, tidak
malu, tidak tabu ketika membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan alat
kelamin. Untuk tujuan itu saya meminta saudara-saudara mendiskusikan hal
ini...”.
c. Setiap peserta membacakan tulisannya dan fasilitator mencatatnya di kertas
plano. Fasilitator dan peserta lain meminta klarifikasi kepada kelompok
presentator tentang bahasa yang tidak dimengerti.
d. Fasilitator menanyakan kepada peserta: apa perasaan peserta ketika diminta
mendiskusikan topik tadi?, apa perasaan wakil kelompok yang harus
mempresentasikan hasil diskusinya? mengapa begitu?, kata-kata yang mana
disenangi atau tidak disenangi untuk mendengarnya atau memakainya? kata
apa yang akan kita pakai pada kesempatan kali ini?, apa yang tersirat dari
kata-kata tersebut tentang sikap seks laki-laki dan perempuan dalam budaya
kita?.
e. Fasilitator menegaskan bahwa: “dalam membicarakan masalah kesehatan
reproduksi termasuk IMS kita tidak boleh malu dan merasa tabu untuk
mengemukakannya. Faktor penting agar kita mengetahui IMS, gejala-gejala,
cara penularan dan pencegahannya adalah bicara terbuka dan tidak
f. Selanjutnya fasilitator menanyakan kepada peserta apa yang mereka ketahui
tentang IMS atau penyakit kelamin. Fasilitaor menuliskan pendapat inti
peserta di kertas plano/whiteboard.
g. Fasilitator memulai penjelasan tentang definisi dan konsep IMS. Tekankan
mengapa namanya sekarang IMS, bukan penyakit kelamin atau PMS.
6. Kekerasan Seksual
a. Fasilitator meminta kepada setiap peserta untuk saling berpasangan.
b. Fasilitator membagikan makanan kecil kepada salah seorang dari setiap
pasangan.
c. Fasilitator kemudian menjelaskan bahwa makanan kecil tersebut adalah
miliknya dan harus tetap menjadi miliknya yang harus dipertahankan dengan
cara apapun.
d. Kemudian peserta yang tidak memiliki makanan kecil harus berusaha
mendapatkan makanan kecil dari pasangannya dengan cara apapun.
e. Permainan dimulai secara bersamaan dengan waktu 3-4 menit. Permainan
selesai jika makanan berhasil direbut atau waktu habis sebelum terebut.
f. Usai permainan fasilitator menggali kepada peserta tentang bagaimana
pendapat peserta tentang pengambilan paksa barang milik orang lain apa yang
dirasakan ketika barang miliknya dipaksa diminta? apa yang dilakukan untuk
melindunginya?.
g. Kemudian fasilitator mengaitkan permainan tersebut dengan kekerasan
alat reproduksi kita yang sangat penting dan tidak boleh direbut/disentuh
dengan paksa oleh orang lain, remaja perempuan dan laki-laki harus selalu
waspada mengenai kemungkinan menghadapi kekerasan atau pemaksaan oleh
orang lain, kekerasan dan pemaksaan bisa terjadi secara seksual yaitu ketika
orang lain menyentuh/mencium/memeluk/memegang bagian-bagian tubuh
seperti payudara, pantat dan kemaluan. Pelaku kekerasan seksual bisa orang
yang tidak kita kenal, tetapi sering kali dilakukan oleh orang yang kita kenal
bahkan saudara atau keluarga sendiri (ayah, paman, kakak, kakek, dan
lain-lain), pelaku bisa orang dewasa atau remaja. Kekerasan seksual juga bisa
dalam bentuk kata-kata, misalnya dengan mengatakan hal-hal yang tidak
seronok dan bernada melecehkan.
h. Setelah peserta memahami tentang kekerasan seksual kemudian fasilitator
meminta peserta untuk berpasang-pasangan kembali, untuk bermain peran
satu orang berperan sebagai guru dan yang satunya berperan sebagai remaja.
i. Setiap pasangan diminta untuk melakukan dialog seputar kekerasan seksual
selama 5 menit.
j. Kemudian setiap pasangan berganti peran dan melakukan hal yang sama.
k. Kemudian fasilitator mengajak peserta untuk bertukar pikiran tentang
hambatan-hambatan dalam mengkomunikasikan kekerasan seksual.
Proses belajar aktif dengan metode simulasi, partisipan guru diharapkan:
a. Bisa mengidentifikasi berbagai perubahan fisik dan psikis yang terjadi selama
proses pubertas pada remaja.
b. Mempersiapkan diri menghadapi berbagai perubahan pada anak remaja selama
masa pubertas (haid, mimpi basah).
c. Mulai mengembangkan kemampuan berempati untuk berusaha memahami
perubahan perasaan dan bersikap benar dalam berinteraksi dengan anak remaja
agar remaja lebih merasa nyaman mengekspresikan perasaan kepada guru.
d. Bisa menentukan sikap dalam interaksi dengan orang lain berkaitan dengan
pengasuhan anak remaja.
e. Mampu bersikap percaya diri dan mampu memberi kondisi yang mendukung
terbentuknya sikap percaya diri pada anak remaja.
f. Membantu anak mengembangkan perilaku sehat dan tidak berisiko (menunda
hubungan seks, menjaga diri) dengan cara yang efektif.
g. Mampu memberi informasi yang benar kepada remaja dan membantu remaja
dengan keluhan kesehatan reproduksi, sehingga remaja tahu haknya untuk
memperoleh informasi kesehatan dan pelayanan kesehatan reproduksi baik secara
2.3. Pengetahuan dan Sikap Individu 2.3.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni melalui mata dan telinga. Pada dasarnya
pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang
dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan
kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, foster majalah dan surat
kabar. Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab
masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk
menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat
diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan
yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003), domain kognitif pengetahuan mempunyai 6
(enam) tingkatan, yaitu: 1) tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini ialah mengingat
kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat
pengetahuan yang rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat diukur dari
kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan, dan mendefinisikan;
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari;
3) aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks
atau situasi lain; 4) analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain; 5) sintesis, yaitu menunjukkan
kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian
di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada;
6) evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seseorang manusia yang sadar, secara
nyata terkandung dalam otaknya. Dalam lingkungannya ada bermacam-macam hal
yang dialami individu itu melalui penerimaan panca inderanya, serta alat penerimaan
atau reseptor. Hal-hal yang dialaminya tersebut masuk ke dalam sel-sel otaknya
sehingga terjadi bermacam-macam proses seperti proses fisik, fisiologi dan psikolog,
kemudian dipancarkan dan diproyeksikan individu tersebut menjadi suatu
Jadi pengetahuan itu terdiri dari: 1) Penggambaran, yaitu penggambaran
tentang lingkungan berbeda-beda pada setiap individu. Penggambaran oleh akal
manusia hanya mengandung bagian-bagian khusus yang mendapat perhatian dari akal
si individu sehingga terfokus pada bagian-bagian khusus saja; 2) Persepsi/pandangan;
3) Pengamatan, yaitu persepsi/pandangan setelah diproteksikan kembali oleh individu
menjadi suatu pengamatan penggambaran yang mengandung bagian-bagian yang
menyebabkan bahwa individu karena tertarik akan lebih intensif memusatkan akal
terhadap hal-hal yang khusus (Notoatmodjo, 1993).
2.3.2. Sikap
Menurut Notoatmodjo (2003) sikap adalah reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak
dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku
yang tertutup. Dengan kata lain sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb yang
dikutip oleh Notoatmojo (1997), bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.
Menurut Ahmadi (2004) sikap dibedakan menjadi: a) sikap positif, yaitu:
sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima, menyetujui terhadap norma
-norma yang berlaku di mana individu itu beda; b) sikap negatif, yaitu: menunjukkan
penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana
Sedangkan Menurut Alport (1954) dalam Achmadi (2004) sikap mempunyai
3 komponen pokok yaitu: 1) kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu
objek; 2) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek; 3) kecenderungan
untuk bertindak (tend to behave).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan,
yakni (Notoatmodjo, 2003): a) receiving (menerima), bila seseorang atau subyek mau
memperhatikan stimulus yang diberikan obyek; b) responding (merespon), yaitu
apabila ditanya memberikan jawaban, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan. Ini adalah suatu indikasi dari sikap; c) valuing (menghargai), bila
seseorang atau mendiskusikan suatu masalah. Ini adalah indikasi dari sikap tingkat
tiga; d) bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala resiko. Ini adalah tingkatan sikap yang paling tinggi.
Menurut Sax (1980) dalam Saifuddin (2008), bahwa beberapa dimensi dari
sikap yaitu arah, intensitas, keluasaan, konsistensi, dan spontanitasnya. Pengukuran
sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat
dinyatakan pendapat atau pernyataan respon terhadap suatu objek, secara tidak
langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian
ditanyakan pendapat responden.
2.4. Perubahan Perilaku Individu
Menurut teori Lawrence Green (1980) perilaku manusia dalam hal kesehatan
di luar perilaku (non behaviour cause), kemudian dijabarkan menjadi tiga faktor
yaitu: a) faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai; b) faktor-faktor pendukung (enabling
factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia tidaknya fasilitas-fasilitas
atau sarana-sarana kesehatan; c) faktor-faktor pendorong (reinforching factor), yang
terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau
masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,
tradisi dari masyarakat itu sendiri. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan
perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku.
Implisit dari proses perubahan perilaku adalah adanya sesuatu ide atau
gagasan baru yang diperkenalkan kepada individu dan diharapkan untuk diterima/
dipakai oleh individu tersebut (Liliweri, 2007). Menurut Rogers (1971) dalam teori
Innovation Decision Process, yang diartikan sebagai proses kejiwaan yang dialami
oleh seorang individu, sejak menerima informasi/pengetahuan tentang suatu hal yang
baru, sampai pada saat dia menerima atau menolak ide baru itu. Menurut Shoemaker
(1971), proses adopsi inovasi itu melalui lima tahap, yaitu: 1) mengetahui/menyadari
tentang adanya ide baru itu (awareness); 2) menaruh perhatian terhadap ide itu
(interest); 3) memberikan penilaian (evaluation); 4) mencoba memakainya (trial),
Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), proses adopsi ini tidak berhenti
segera setelah suatu inovasi diterima/ditolak. Situasi ini kelak dapat berubah lagi
sebagai akibat dari pengaruh lingkungannya. Proses pembuatan keputusan tentang
inovasi ini menjadi empat tahap: 1) individu menerima informasi dan pengetahuan
berkaitan dengan suatu ide baru (tahap knowledge). Pengetahuan ini menimbulkan
minatnya untuk mengenal lebih jauh tentang objek tersebut, dan kemudian petugas
kesehatan mulai membujuk atau meningkatkan motivasinya guna bersedia menerima
objek/topik yang dianjurkan; 2) persuasion (pendekatan), yaitu tahap di mana
individu membentuk suatu sikap kurang baik atau yang baik terhadap inovasi;
3) tahap decision, yaitu tahap dimana individu mengambil keputusan untuk menerima
konsep baru yang ditawarkan petugas kesehatan; 4) tahap implementation, yaitu tahap
penggunaan, yaitu individu menempatkan inovasi tersebut untuk dimanfaatkan atau
diadopsi; 5) tahap confirmation, yaitu tahap penguatan, di mana individu meminta
Secara skematis, proses adopsi inovasi dapat dilihat pada Gambar 2.1:
Sumber: Rogers, M, E, 1992
Gambar 2.1. Model Proses Inovasi-Adopsi
2.5. Proses Belajar Aktif Kesehatan Reproduksi Remaja untuk Orang Tua/Guru SMU
Banyak orang dewasa seperti orang tua, guru, pemuka masyarakat, dan tokoh
pemuda tidak siap membantu remaja menghadapi masa pubertas. Akibatnya remaja
tidak memiliki cukup pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi berbagai
perubahan gejolak dan masalah yang sering timbul pada masa remaja. Mereka
kemudian terjebak dalam masalah fisik, psikologis dan emosional yang
kadang-kadang sangat merugikan seperti stres dan depresi, kehamilan tidak diinginkan,
penyakit dan infeksi menular seksual, dan lain-lain. Hal ini sebetulnya tidak perlu
terjadi bila mereka lebih memahami berbagai proses perubahan yang akan terjadi
Communication Channel
Knowledge Persuasion Decision Implementation Confirmation
pada dirinya sehingga lebih siap menghadapi persoalan pubertas, seksualitas dan
kesehatan reproduksi.
Penyebaran informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja masih sangat
dibutuhkan karena selama ini seluk beluk kesehatan reproduksi masih belum cukup
dipahami baik oleh orang dewasa maupun remaja sendiri. Informasi ini
sesungguhnya berguna untuk: 1) meningkatkan kesadaran dan pemahaman remaja
maupun orang dewasa mengenai pentingnya kesehatan reproduksi remaja; 2)
mempersiapkan remaja menghadapi dan melewati masa pubertas yang seringkali
cukup berat; 3) melindungi anak dan remaja dari berbagai resiko kesehatan
reproduksi seperti Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS serta Kehamilan
yang Tidak Diinginkan (KTD); 4) membuka akses pada informasi dan pelayanan
kesehatan reproduksi remaja melalui sekolah maupun luar sekolah.
Guru/orang tua perlu memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja
sedini mungkin kepada anak remaja. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan
mengapa informasi kesehatan reproduksi sudah mendesak untuk diberikan pada
orang tua/guru, yaitu: 1) anak remaja adalah individu yang masih berada dalam
tanggung jawab orang tuanya, dan sangat umum/wajar jika orang tua adalah orang
yang paling peduli pada proses tumbuh kembang anak remajanya; 2) bagi anak
remaja sendiri, orang tua adalah pihak yang paling penting dan sangat besar
pengaruhnya. Akan lebih nyaman bila informasi kesehatan reproduksi diberikan oleh
orang yang disayangi dan dipercaya; 3) dewasa ini pubertas lebih cepat dialami oleh
memberi pengetahuan yang berkaitan dengan perubahan-perubahan pada anak
remajanya; 4) anak dan remaja mudah sekali terpapar pada informasi yang buruk dan
menyesatkan mengenai seks melalui berbagai media.
Kesiapan orang tua/guru akan membantu anak untuk menghadapi dan
menerima perubahan tersebut secara wajar. Anak akan menyadari bahwa perubahan
fisik, psikologis, dan sosial yang dialaminya adalah sesuatu yang normal dan bukan
kelainan atau penyimpangan. Pengetahuan ini akan menjadi dasar yang kuat bagi
anak dalam mengambil keputusan-keputusan penting yang menyangkut kesehatan
reproduksinya. Dengan demikian remaja diharapkan akan siap melewati masa
remajanya dengan lebih mantap dan memasuki masa dewasa yang lebih cerah.
Tujuan proses belajar aktif ini adalah: 1) memberikan pemahaman tentang
beberapa topik penting menyangkut seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja;
2) penekanan mengapa topik-topik tersebut penting untuk melindungi remaja;
3) bantuan bagi orang dewasa yang tidak siap memberikan pengetahuan yang
dibutuhkan remaja.
Sedangkan sasaran proses belajar aktif ini diperuntukkan bagi orang tua
remaja, guru atau anak remaja, melalui perantaraan fasilitator dalam menyampaikan
materi kesehatan reproduksi dengan cara-cara yang mudah dipahami, menyenangkan
serta sesuai untuk kelompok orang tua/guru. Secara teoritis materi kesehatan
reproduksi untuk orang tua dan guru tidak berbeda, tetapi proses belajar bisa
dilakukan terpisah, sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi di lapangan (PKBI,
2.6. Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan Reproduksi (KR) secara umum didefinisikan sebagai kondisi sehat
dari sistem, fungsi dan proses alat reproduksi yang kita miliki. Pengertian sehat
tersebut tidak semata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga
sehat secara mental serta sosial-kultural. Ada beberapa hal yang harus diketahui
dalam perkembangan kesehatan reproduksi remaja, antara lain: pengenalan sistem,
proses dan fungsi alat reproduksi.
2.6.1. Organ Reproduksi
Organ reproduksi adalah bagian-bagian tubuh yang menjalankan fungsi
reproduksi. Organ-organ reproduksi itu juga bisa disebut dengan organ seks. Baik
remaja laki-laki maupun perempuan mempunyai organ seks bagian luar dan bagian
dalam.
A. Organ Reproduksi Laki-laki
1. Zakar/Penis, Penis mempunyai beberapa fungsi yaitu untuk melakukan
sanggama, untuk mengeluarkan air kencing dan sebagai alat reproduksi ketika
mengeluarkan sperma. Penis akan menegang dan membesar karena terisi
darah, bila terangsang (disebut ereksi).
2. Kepala Zakar/penis, adalah bagian ujung penis yang mempunyai lubang untuk
menyalurkan air kencing dan sperma. Kepala penis merupakan bagian yang
sangat sensitif dan bagian yang paling mudah terangsang karena mengandung
3. Kantong Pelir, Testis dan Sperma. Kantung pelir adalah tempat dua biji pelir
atau testis. Testis berfungsi memproduksi sperma setiap hari dengan bantuan
hormon testosteron. Sperma, adalah set yang berbentuk seperti berudu berekor.
Sperma dapat membuahi sel telur yang matang dalam tubuh perempuan dan
menyebabkan perempuan tersebut hamil.
4. Saluran kemih, berfungsi untuk menyalurkan cairan kencing dan juga saluran
air mani yang mengandung sperma. Keluarnya kencing dan air mani diatur
olehj sebuah katub sehingga tidak bisa keluar secara bersamaan.
5. Epididimis, berfungsi mematang sperma yang dihasilkan oleh testis. Setelah
matang, sperma akan masuk dalam saluran sperma. Epididimis berbentuk
saluran yang lebih besar dan berkelok-kelok
6. Saluran sperma, berfungsi untuk menyalurkan spema dari testis menuju ke
prostat. Kelenjar prostat, berfungsi untuk menghasilkan cairan mulai yang ikut
mempengaruhi kesuburan sperma.
B. Organ Reproduksi Perempuan
1. Indung Telur (Ovarium), berfungsi mengeluarkan sel telur satu bulan satu kali.
Organ ini ada dalam rongga pinggul, terletak di kiri dan kanan rahim.
2. Saluran indung telur (tuba fallopi), berfungsi untuk menyalurkan sel telur
setelah keluar dari indung telur (proses ovulast) dan tempat di mana terjadi
pembuahan (konsepsi) atau bertemunya sel telur dan sperma.
3. Rahim (Uterus), berfungsi sebagai tempat calon bayi dibesarkan. Bentuknya
besar rahim kurang lebih sebesar telur ayam kampung. Dindingnya terdiri dari
lapisan parametrium, lapisan metomtrium dan lapisan endometrium.
4. Vagina/Liang Kemaluan, adalah lubang tempat masuknya penis saat
bersenggama, vagina juga merupakan jalan keluar darah haid dan bayi yang
dilahirkan. Dalam vagina terdapat mikro organime yang sangat bermanfaat
kalau keseimbangannya tidak terganggu. Keseimbangannya terganggu bila
perempuan terlalu sering mencuci vagina dengan antiseptik, makan obat
antibiotika yang membunuh kuman, atau terlalu sering berhubungan seks
berganti pasangan. Keputihan adalah salah satu akibat dari terganggunya
keseimbangan organisme tersebut dalam vagina.
5. Selaput dara (Hymen), adalah lapisan tipis yang berada dalam liang kemaluan,
tidak jauh dari mulut vagina. Ada selaput yang sangat tipis dan mudah robek
dan ada selaput dara yang kaku dan tidak mudah robek. Selaput dara yang tipis
tidak hanya akan robek karena hubungan seks, tetapi bisa robek karena hal lain
seperti kecelakaan, jatuh, olah raga, dan lain-lain.
6. Bibir kemaluan (Labia), berada di bagian luar vagina. Ada yang disebut bibir
besar dan bibir kecil. Bibir besar adalah bagian yang paling luar yang biasanya
ditumbuhi bulu. Bibir terletak di belakang bibir besar dan banyak mengandung
saraf pembuluh darah.
7. Kelentit (Klitoris), berada di bagian atas di antara bibir kemaluan. Bentuknya
seperti kacang. Kelentit mempunyai syaraf yang sangat banyak seperti