• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Metode Simulasi Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Guru Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja Di Sekolah Menengah Umum Dan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Pencawan Medan Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Metode Simulasi Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Guru Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja Di Sekolah Menengah Umum Dan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Pencawan Medan Tahun 2009"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH METODE SIMULASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TENTANG PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI

REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH UMUM DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SWASTA PENCAWAN MEDAN

TAHUN 2009

T E S I S

Oleh

JULIA VERONICA

077033016/IKM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E

K O L A

H

P A

S C

A S A R JA N

(2)

PENGARUH METODE SIMULASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TENTANG PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI

REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH UMUM DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SWASTA PENCAWAN MEDAN

TAHUN 2009

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Konsentrasi Ilmu Perilaku dan Promosi Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

JULIA VERONICA

077033016/IKM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH METODE SIMULASI TERHADAP

PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TENTANG

PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH UMUM DAN SEKOLAH

MENENGAH KEJURUAN SWASTA PENCAWAN

MEDAN TAHUN 2009 Nama Mahasiswa : Julia Veronica

Nomor Pokok : 077033016

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Konsentrasi : Ilmu Perilaku dan Promosi Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (dr. Muhammad Rusda, Sp.OG)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

(4)

Telah diuji pada Tanggal: 07 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM Anggota : 1. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG

(5)

ABSTRAK

Salah satu metode pembelajaran pendidikan kesehatan reproduksi yang bersifat partisipatif adalah penggunaan metode simulasi. Guru merupakan tenaga pengajar untuk meningkatkan pengetahuan bagi siswanya termasuk guru di SMU dan SMK Pencawan Medan khususnya menyangkut pendidikan kesehatan reproduksi.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan rancangan Non equivalent control group yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap guru SMU dan SMK Pencawan Medan tahun 2009. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang bertugas di SMU Swasta Pencawan Medan yang berjumlah 24 orang dan seluruh guru di SMK Swasta sebanyak 34 guru dengan total keseluruhan populasi sebanyak 58 guru dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Metode pengambilan sampel yang disebut sebagai responden dalam penelitian ini adalah keseluruhan populasi (total sampling) yang terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok kasus sebanyak 29 kasus dan kelompok kontrol sebanyak 29 kasus. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji pair T test dan Regresi Linear Berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan guru sebesar 30,0% dan sikap guru sebesar 31,0% setelah dilakukan intervensi simulasi. Hasil uji pair t-test menunjukkan terdapat perbedaan pengetahuan guru pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan nilai p=0,000, dan sikap guru pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan nilai p=0,000, dan terdapat pengaruh intervensi terhadap pengetahuan (p=0,000) dan sikap guru (p=0,000). Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan variabel umur (p=0,045) mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan kesehatan reproduksi.

Disarankan Kepada guru di SMU dan SMK Swasta Pencawan perlu dilakukan bimbingan secara berkala tentang pendidikan kesehatan reproduksi melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga konsultan pendidikan kesehatan, dan program pendidikan kesehatan reproduksi bagi guru yang dijadwalkan dengan menggunakan berbagai metode partisipatif misalnya dengan simulasi atau jenis lainnya, dan pemantauan dan bimbingan secara langsung kepada siswa tentang pentingnya pemahaman kesehatan reproduksi.

(6)

ABSTRACT

One method of reproductive health education that is participatory method is simulation method. Teachers are the educator to increase the students’s knowledge

for example teachers in Public and Vocational High School Pencawan Medan particularly concerning reproductive health education.

This research is a quasi experimental research with Non-equivalent control group design that aimed to analyze the influence of simulation method on teachers’s

knowledge and attitudes Public and Vocational High School Pencawan Medan in 2009. Population in this research is all teachers in Public High School Pencawan that is 24 people and teachers in Vocational High School that is 34 people with a total population is 58 teachers and also become the research samples. The sampling in this research is total sampling, which consists of two groups, namely the case group of 29 cases and the control group of 29 cases. Analysis of data in this research use pair T test and Double Linear regression on confidence level 95%.

Results of research shows that teachers's knowledge about reproductive health education before the intervention are good category (36.2%), after the intervention the better (56.9%). Teachers' attitudes about reproductive health education before the intervention are in good category (48.3%), after the intervention become better (58.6%). Test results of pair-t test shows there are differences in teachers' knowledge in the treatment/case group and control group with p value = 0.000, and attitudes of teachers in the treatment/case group and control group with p value = 0.000, and there is an influence of intervention on knowledge (p = 0.000) and attitudes of teachers (p = 0.000). Double Linear regression test results show variables age (p = 0.045) have any influence on teachers' knowledge and attitudes about reproductive health education.

It is suggested to the teachers in Public and Vocational High School Pencawan Medan to give regular counseling about reproductive health education through the cooperation with health education consultative institutions, and reproductive health education program to the teachers which been combined with many parcipatory methods such as simulation method or others, and do the monitoring and guidance directly to students about the importance of reproductive health.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada ALLAH SWT, berkat rahmat dan karunianya penulis telah

dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Metode Simulasi terhadap

Pengetahuan dan Sikap Guru tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja

di Sekolah Menengah Umum dan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Pencawan

Medan Tahun 2009

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu

Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTMH & Sp.A (K).

Selanjutnya kepada Ibu Prof. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Drs. R Kintoko

Rochadi, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Perilaku dan Promosi Kesehatan

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Ibu dr. Halida

Sari Lubis, MKKK selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Perilaku dan Promosi

Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi,

MKM selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak dr. Muhammad Rusda, SpOG

selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan

waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam

penyusunan tesis ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu dr. Halida Sari Lubis, MKKK dan

Ibu Ir. Indra Chahaya S, MSi selaku Komisi Pembanding yang telah bersedia menjadi

pembanding dan telah memberikan kritikan dan saran serta bimbingan demi

kesempurnaan tesis ini.

Tak terhingga terima kasih saya ucapkan kepada kedua orang tua, suami

(8)

Farrel serta seluruh keluarga yang telah mengizinkan dan memberi motivasi serta

dukungan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.

Selanjutnya terima kasih penulis kepada rekan-rekan mahasiswa angkatan

pertama Program Studi PKIP yang telah memberi motivasi dalam penyusunan tesis

ini dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan

kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Juni 2009

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Julia Veronica yang dilahirkan di Medan pada tanggal 23

Januari 1978, sudah menikah dan dikaruniai dua anak dengan alamat kompleks

Taman Setia Budi Indah Blok YY No. 11 Medan.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Inpres 066431 pada tahun 1986,

kemudian tahun 1989 menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP

Negeri 27 Medan, tahun 1995 menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan di SPK

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Medan, tahun 1996 menamatkan program

Pendidikan Kebidanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Medan, tahun

2001 menamatkan Akademi Kebidanan di AKBID Depkes RI Medan, dan tahun

2004 menamatkan pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis memulai karir sebagai bidan di Poliklinik PT Indofood Sukses

Makmur tahun 1996 sampai 1997, kemudian bekerja di Rumah Sakit Swasta

Gleaneagles sampai tahun 1998, dan sebagai tenaga pendidik di AKBID SEHAT

(10)

DAFTAR ISI

2.1 Pendidikan Kesehatan... 13

2.2 Metode Simulasi dalam Pendidikan Kesehatan... 14

2.3 Pengetahuan dan Sikap Individu... 25

2.4 Perubahan Perilaku Individu... 28

2.5 Proses Belajar Aktif Kesehatan Reproduksi Remaja untuk Orang Tua/Guru SMU ... 31

2.6 Kesehatan Reproduksi Remaja... 34

2.7 Landasan Teori ... 50

2.8 Kerangka Konsep Penelitian... 51

2.9 Alur Penelitian ... 52

BAB 3 METODE PENELITIAN... 53

3.1 Jenis Penelitian ... 53

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

3.3 Populasi dan Sampel ... 54

3.4 Metode Pengumpulan Data... 55

3.5 Variabel dan Definisi Operasional... 59

3.6 Metode Pengukuran ... 60

(11)

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 64

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

4.2 Mekanisme Pelaksanaan Penelitian ... 65

4.3 Deskripsi Karakteristik Guru ... 66

4.4 Analisis Univariat ... 67

4.5 Analisis Bivariat ... 78

BAB 5 PEMBAHASAN ... 85

5.1 Pengetahuan Guru Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Simulasi ... 85

5.2 Sikap Guru Sebelum dan Sedudah Dilakukan Intervensi Simulasi . 91 5.3 Pengaruh Intervensi Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Guru ... 95

5.4 Keterbatasan Penelitian ... 97

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 99

6.1 Kesimpulan ... 99

6.2 Saran ... 100

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas dan Realiabilitas Alat Ukur ... 57

4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Guru di SMU dan SMK Pencawan

Medan ... 66

4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Guru Berdasarkan Intervensi Simulasi pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 68

4.3. Distribusi Frekuensi Indikator Pengetahuan Guru Sebelum Intervensi

Simulasi pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan... 70

4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Guru Sebelum Intervensi Simulasi

pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 71

4.5. Distribusi Frekuensi Indikator Pengetahuan Guru Sesudah Intervensi

Simulasi pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 72

4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Guru Sesudah Intervensi Simulasi

pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan... 74

4.7. Distribusi Frekuensi Indikator Sikap Guru Sebelum Intervensi Simulasi

pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 74

4.8. Distribusi Frekuensi Sikap Guru Sebelum Intervensi Simulasi pada

Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 76

4.9. Distribusi Frekuensi Indikator Sikap Guru Sesudah Intervensi Simulasi

pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan... 77

4.10. Distribusi Frekuensi Sikap Guru Sesudah Intervensi Simulasi pada

Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 78

4.11. Perbedaan Pengetahuan Guru Sebelum dan Sesudah Intervensi Simulasi pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 79

4.12. Perbedaan Sikap Guru Sebelum dan Sesudah Intervensi Simulasi pada

Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 80

4.13. Pengaruh Intervensi Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Guru

di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 80

4.14. Hubungan Karakteristik Guru dengan Pengetahuan Guru di SMU dan

(13)

4.15. Hubungan Karakteristik Guru dengan Sikap Guru di SMU dan SMK

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Model Proses Inovasi-Adopsi ... 31

2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 51

2.3. Alur Penelitian ... 52

3.1 Desain Penelitian ... 53

3.2. Kurva Normal Skala Interval Pengukuran Pengetahuan ... 61

3.3. Kurva Normal Skala Interval Pengukuran Sikap ... 62

5.1. Perbedaan Pengetahuan Guru Sebelum dan Sesudah Intervensi Simulasi tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi ... 89

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 103

2. Lembar Bacaan Kesehatan Reproduksi Remaja ... 107

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permasalahan kesehatan reproduksi remaja di Indonesia merupakan salah satu

program unggulan dalam pencapaian Visi Indonesia 2010. Namun pada realitasnya

masih kurang komitmen dan dukungan pemerintah atas kebijakan yang mengatur

tentang pendidikan bagi remaja terutama di sekolah, hal ini terlihat dari lemahnya

kerjasama lintas sektoral antara Depkes-Depdiknas. Norma adat dan nilai budaya

leluhur yang masih dianut sebagian besar masyarakat Indonesia juga menjadi

tantangan terbesar dalam penyelenggaraan pendidikan seksual dan reproduksi

berbasis sekolah. Selain itu masih banyak yang menganggap bahwa seks itu tabu

untuk dibicarakan kepada mereka yang belum menikah, memberikan pendidikan seks

dikhawatirkan akan meningkatkan kasus seperti kehamilan pranikah, aborsi, dan

PMS termasuk HIV/AIDS (Depkes RI, 2001).

Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000 yang dikutip dari

Badan Pusat Statistik (2000), jumlah remaja usia 10–24 tahun mencapai sekitar

60.901.709 atau 30% dari jumlah penduduk Indonesia. Melihat jumlahnya yang

sangat besar, maka remaja sebagai generasi penerus bangsa perlu di persiapkan

menjadi manusia yang sehat jasmani, rohani dan mental spiritual.

Program kesehatan reproduksi remaja seperti yang tertera dalam program

(17)

perilaku positif remaja tentang kesehatan reproduksi dalam rangka meningkatkan

derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga guna

mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang (Depkes RI, 2005).

Pengetahuan remaja terhadap reproduksi manusia masih rendah. Hasil SKRRI

(2002-2003) menunjukkan bahwa pengetahuan remaja terhadap ciri-ciri akil baligh

laki-laki masih terpaku pada perubahan fisik. Persentase remaja yang mengetahui

mimpi basah sebagai ciri akil baligh rendah, yaitu untuk remaja perempuan sebesar

13,8 persen dan 26,8 persen untuk laki-laki. Ciri akil baligh pada perempuan yang

menonjol adalah menstruasi. Persentase remaja yang menyebutkan menstruasi

sebagai ciri akil baligh perempuan yaitu 69,9 persen untuk remaja perempuan dan

untuk remaja laki-laki sebesar 36,5 persen. Selain itu, pengetahuan remaja terhadap

masa subur masih sangat rendah, yaitu remaja laki-laki sekitar 10 persen yang

menjawab secara tepat, sedangkan remaja perempuan sekitar 15 persen (BKKBN,

2005).

Seks pranikah di kalangan remaja seringkali menjadi sorotan, terutama

di kota-kota besar. Hasil SKRRI 2002-2003 bahwa 5 persen remaja laki-laki yang

berstatus belum menikah telah melakukan hubungan seksual. Sedangkan remaja

perempuan yang pernah melakukan hubungan seksual kurang dari satu persen. Data

Reproduksi Remaja Sejahtera (RRS) pada tahun 1998-1999 menunjukkan bahwa

di kalangan remaja laki-laki yang berstatus menikah 12 persen menyatakan pernah

melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Sedangkan remaja perempuan yang

(18)

sebelum menikah. Survei RRS dilakukan di empat propinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur dan Lampung. Sedangkan data SKRRI mencakup 26 propinsi,

namun DKI Jakarta tidak termasuk di dalamnya (BKKBN, 2005).

Beberapa penelitian menunjukkan banyak remaja pada usia dini sudah terjebak

dalam perilaku reproduksi tidak sehat, diantaranya adalah seks pranikah. Dari data

hasil penelitian Yayasan Kusuma Bangsa (1993) menunjukkan, antara 10%-31%

remaja yang belum menikah di 12 kota besar di Indonesia menyatakan pernah

melakukan hubungan seks. Data hasil penelitian Situmorang (2001) di Kota Medan

27% remaja laki-laki dan 9% remaja perempuan mengatakan sudah pernah

melakukan hubungan seksual.

Hasil penelitian (PKBI, 1997) ternyata 75 dari 100 remaja yang belum

menikah di Lampung dilaporkan sudah pernah melakukan hubungan seksual. Hasil

penelitian Pangkahila (1996) di Denpasar Bali, dari 633 pelajar SLTP kelas II,

sebanyak 23,4% (155 remaja) mempunyai pengalaman hubungan seksual.

Selain banyaknya kasus hubungan seksual di luar nikah, masih ada lagi contoh

lain dari perilaku reproduksi tidak sehat yang mengakibatkan munculnya kasus-kasus

lain, menurut Affandi (2003), sekitar 2,1-2,4 juta perempuan setiap tahunnya

diperkirakan melakukan aborsi, dan 30% adalah remaja. Hubungan seks di luar nikah

yang dilakukan secara tidak aman juga terbukti telah menyebabkan infeksi penyakit

menular seksual termasuk HIV/AIDS yang mengakibatkan kematian. Sampai akhir

maret 2003 saja berdasarkan data dari Subdit PMS & AIDS Ditjen PPM & PL

(19)

orang diantaranya adalah remaja berusia antara 15 – 19 tahun. Dalam kurun 3 tahun

perkembangan data di Departemen Kesehatan tahun 2006 menyebutkan, hingga bulan

September 2005 kasus AIDS telah mencapai 4.186 orang dan yang terinfeksi HIV

4.065 orang.

Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS dan Narkoba

(KPAN-SUMUT) di Sumatera Utara sampai Desember 2006 terdapat 603 kasus dengan 330

diantaranya positif HIV. Tingginya angka kejadian orang dengan HIV/AIDS pada

kelompok remaja seperti di atas merupakan salah satu bentuk dari adanya

penyimpangan dalam perilaku reproduksi. Selain kasus HIV/AIDS pada remaja

angka kejadian aborsi juga cukup tinggi sebagai akibat dari perilaku reproduksi yang

tidak sehat, terbatasnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi juga telah

meningkatkan resiko terjadinya kehamilan tidak diinginkan (KTD) yang dapat

mengarah kepada dilakukannya aborsi, dari data hasil penelitian (UNFPA, 2001),

di Indonesia sendiri angka terjadinya aborsi mencapai 750.000 sampai 1.000.000

kejadian per tahun.

Permasalahan kesehatan reproduksi juga banyak terjadi di Kota Medan,

khususnya pada Sekolah Menengah Umum, baik SMU negeri maupun Swasta. Salah

satu SMU tersebut adalah SMU Pencawan Medan, di mana secara keseluruhan

merupakan siswa yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke

bawah. Berdasarkan Profil SMU Pencawan (2008), diketahui jumlah siswa tahun

ajaran 2008/2009 adalah sebanyak 218 orang yang terdistribusi dalam 3 (tiga) kelas,

(20)

Berdasarkan laporan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) tahun 2008, masalah

kesehatan juga dialami oleh siswa SMU Pencawan Medan, salah satunya masalah

kesehatan reproduksi. Hasil wawancara singkat dengan kepala sekolah, pernah terjadi

kehamilan di luar nikah terhadap salah satu siswanya, sehingga harus dikeluarkan

dari sekolah, selain itu banyak ditemui kasus-kasus asusila yang dilakukan oleh siswa

laki-laki terhadap siswa perempuan, dan pernah dijumpai siswa yang kedapatan

menyimpan film-film porno di handphone mereka. Kondisi ini mencerminkan bahwa

permasalahan seksual sudah menjamur dan terjadi di kalangan siswa-siswa di SMU

Pencawan Medan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh lemahnya pemantauan dan

pendidikan kesehatan di keluarga dan khususnya di sekolah. Hasil wawancara singkat

dengan guru pendidikan jasmani dan kesehatan, kurikulum tentang pendidikan

kesehatan, memang sudah disusun, namun pada aplikasinya cenderung tidak berjalan

dengan baik, hanya menyangkut masalah kesehatan tubuh seperti olah raga, sehingga

substansi pendidikan kesehatan tidak diperoleh oleh siswa di SMU Pencawan Medan.

Salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa terhadap

kesehatan reproduksi adalah melalui pendidikan kesehatan reproduksi. Pendidikan

kesehatan reproduksi yang diberikan secara dini, akan memudahkan remaja mencapai

sikap dan tingkah laku yang diinginkan yaitu sikap dan tingkah laku yang

bertanggung jawab. Informasi mengenai kesehatan reproduksi perlu diberikan sedini

mungkin, idealnya sebelum masa pubertas dengan cara yang berbeda-beda pada

(21)

Beberapa indikasi terhadap rendahnya pemahaman siswa tentang kesehatan

reproduksi adalah tercermin dari tingginya kasus-kasus seks pra nikah, peredaran film

porno atau bentuk kegiatan lain yang mengarah pada seks bebas pada kalangan siswa

SMU. Penelitian Guttmacher (2008) menunjukkan bahwa 65% remaja memperoleh

informasi seks dari temannya, 35% dari film porno, 19% dari sekolah dan hanya 5%

dari keluarga. Keadaan tersebut berimplikasi terhadap penyimpangan seks yang

dilakukan remaja seperti seks bebas, kebiasaan menonton film porno, dan kehamilan

di luar nikah.

Menyikapi fenomena perilaku seks remaja (siswa SMU) selama beberapa

tahun terakhir yang meningkat tajam, maka pemerintah melakukan berbagai upaya

untuk meningkatkan pengetahuan remaja dan orang tua tentang kesehatan reproduksi

dengan melibatkan berbagai sektor baik dari kesehatan, sosial dan BKKBN serta

lembaga kemasyarakatan termasuk pihak instansi pendidikan dengan sasaran

pendidikan kesehatan reproduksi tersebut adalah remaja dan orang tua.

Dalam konteks program pendidikan kesehatan di sekolah, maka individu yang

sangat bertanggung jawab adalah para guru. Tenaga guru adalah salah satu tenaga

kependidikan yang mempunyai peran sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan

tujuan pendidikan, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik,

untuk memberikan bimbingan yang akan menghasilkan tamatan yang diharapkan.

Guru merupakan sumber daya manusia yang menjadi perencana, pelaku dan penentu

(22)

Pada umumnya pekerjaan guru dibagi dua yakni pekerjaan berhubungan

dengan tugas-tugas mengajar, mendidik dan tugas-tugas kemasyarakatan (sosial).

Di lingkungan sekolah, guru mengemban tugas sebagai pengajar dan pendidik.

Sebagai pengajar, guru memberikan pengetahuan (kognitif), sikap dan nilai (afektif),

dan keterampilan (psikomotorik). Menyikapi peran dan fungsi guru tersebut maka

permasalahan kesehatan reproduksi anak didiknya menjadi salah satu tanggung jawab

yang sangat penting. Peran guru dalam konteks pendidikan kesehatan ini adalah

memberikan muatan informasi dan pelajaran tentang keseluruhan aspek kesehatan

reproduksi, penyakit akibat hubungan seksual maupun upaya-upaya preventif lainnya.

Melihat pentingnya peran guru tersebut, langkah awal yang harus dilakukan

adalah peningkatan pengetahuan dan pemahanan secara individu bagi guru tentang

kesehatan reproduksi. Guru juga harus memahami secara komprehensif seluruh aspek

pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah, sehingga mudah untuk mengajarkan

kepada siswanya. Maka sebelum dilakukan intervensi pendidikan kepada siswa

terlebih dahulu perlu dilakukan upaya pendidikan kepada guru-guru di sekolah

tentang pendidikan kesehatan reproduksi. Upaya pendidikan kesehatan terhadap guru

adalah bersifat pendidikan untuk orang dewasa, maka pendekatan yang dilakukan

berbeda dengan pendidikan pada orang belum dewasa. Pemahaman tentang kesehatan

reproduksi bagi guru cenderung bervariatif, sehingga akan berbeda penyampaian

informasinya kepada siswa-siswa. Apalagi guru yang bertanggung jawab terhadap

pendidikan kesehatan dan olah raga cenderung tidak memahami tentang kesehatan

(23)

Menurut Natoatmodjo (2003), guru merupakan unsur yang sangat penting

dalam pelaksanaan promosi kesehatan di sekolah, dalam bentuk implementasi

pendidikan kesehatan dalam mata ajaran yang terstruktur dalam kurikulum,

memonitoring pertumbuhan dan perkembangan siswa, serta mengawasi adanya

kelainan-kelainan yang mungkin terdapat pada siswa.

Beberapa bentuk metode pendidikan kesehatan yang sering dilakukan

misalnya penyuluhan atau ceramah, namun kenyataannya metode ini belum

memberikan kontribusi pengetahuan yang memadai bagi guru dan cenderung

membosankan, apalagi bagi remaja dan orang tua. Maka perlu dilakukan metode lain

seperti simulasi, hal ini cenderung dinilai lebih bermuatan, karena sifatnya tidak

monoton dan langsung berdasarkan analisis kasus, dan melibatkan objek secara

menyeluruh dan aktif.

Menurut Syaefuddin (2002), metode simulasi dapat digunakan untuk

menyampaikan materi pendidikan kesehatan reproduksi dalam bentuk sosiodrama,

permainan dan dramatisasi. Metode ini bertujuan untuk melatih dan memahami

konsep atau prinsip dari pendidikan yang disampaikan sehingga dapat memecahkan

masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Dengan metode simulasi,

hasil yang diharapkan ialah agar kelompok belajar menghargai pendapat orang lain,

menumbuhkan ide yang ditemukannya dan dianggap benar.

Hasil penelitian Buyung (2004) telah membuktikan bahwa terdapat perbedaan

secara signifikan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi pada siswa

(24)

bahwa terdapat hubungan signifikan metode simulasi dan peer education terhadap

perubahan perilaku siswa terhadap penggunaan narkoba dan perilaku seks bebas pada

remaja SMU di Kota Sibolga.

Penerapan pendidikan kesehatan melalui metode promosi kesehatan secara

umum sangat bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan siswa tentang kesehatan

reproduksi untuk mereduksi penyimpangan seks, dan terjaganya kesehatan reproduksi

mereka secara utuh, karena siswa adalah kelompok usia yang sangat rentan terhadap

segala informasi yang menyimpang, dan cenderung cepat untuk mengadopsinya.

Untuk itu sangat dibutuhkan peran guru sebagai orang tua kedua di sekolah untuk

membimbing dan memberikan pendidikan kesehatan kepada siswanya.

Kebutuhan informasi kesehatan reproduksi bagi remaja SMU sangat mutlak

diperlukan. Salah satu sumber informasi tersebut adalah melalui pendidikan

kesehatan di sekolah. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa remaja SMU relatif

sedikit memperoleh informasi dari guru di sekolahnya. Hasil penelitian Ramdani dan

Dewi (1996) terhadap 113 siswa SMP di Yogyakarta. Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa bagi remaja putri orang tua merupakan sumber informasi

mengenai menstruasi, sedangkan bagi remaja putra sumber informasi mengenai

mimpi basah adalah teman. Informasi tentang kehamilan juga tidak sama antara

remaja putri dan remaja putra. Majalah, surat kabar, rubrik konsultasi ternyata banyak

diminati oleh remaja perempuan untuk memuaskan keingintahuan mengenai resiko

(25)

majalah. Keadaan ini memberikan suatu fenomena bahwa peran guru dalam

pemberian informasi kesehatan reproduksi sangat penting.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk

meneliti tentang pengaruh metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap guru

tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja di SMU dan SMK Swasta Pencawan

Medan, sehingga dapat dilakukan langkah strategis dalam membimbing dan

memberikan pendidikan kesehatan kepada siswanya.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana pengaruh metode simulasi terhadap pengetahuan dan

sikap guru tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja di SMU dan SMK Swasta

Pencawan Medan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh metode simulasi

terhadap pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja

di SMU dan SMK Swasta Pencawan Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk menganalisis gambaran pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan

(26)

2. Untuk menganalisis gambaran pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan

kesehatan reproduksi remaja sesudah dintervensi dengan metode simulasi.

3. Untuk menganalisis perbedaan pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan

kesehatan reproduksi remaja sebelum dan sesudah dintervensi dengan metode

simulasi.

1.4. Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap guru tentang

pendidikan kesehatan reproduksi remaja di SMU dan SMK Swasta Pencawan

Medan.

2. Ada perbedaan pengetahuan tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja

sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan metode simulasi pada guru

di SMU dan SMK Swasta Pencawan Medan.

3. Ada perbedaan sikap tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja sebelum

dan sesudah dilakukan intervensi dengan simulasi pada guru di SMU dan

SMK Swasta Pencawan Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi Departemen Pendidikan dan Pengajaran di Sumatera

Utara dalam membuat perencanaan kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah.

2. Memberikan masukan kepada sekolah SMU Swasta tentang pemahaman guru

terhadap pendidikan kesehatan reproduksi remaja.

(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Kesehatan

Konsep dasar pendidikan adalah proses belajar yang berarti di dalam

pendidikan itu sendiri terjadi proses pertumbuhan perkembangan atau perubahan

kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada individu, kelompok atau

masyarakat dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak

mampu menjadi menjadi mampu mengatasi masalah-masalah kesehatannya sendiri.

Selanjutnya dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok yang saling

berkaitan yaitu: (Natoatmodjo, 2004)

1) Persoalan masukan (input) yang menyangkut sasaran belajar itu sendiri dengan

latar belakangnya,

2) Proses (process) yaitu mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan

pada diri subyek belajar, dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara

berbagai faktor antara lain subjek belajar, pengajar, metode dan teknik belajar, alat

bantu belajar dan materi yang dipelajari,

3) Keluaran (out put) adalah merupakan hasil belajar.

Pendidikan kesehatan pada dasarnya ialah suatu proses mendidik individu/

masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan yang

dihadapi. Seperti halnya proses pendidikan lainya, pendidikan kesehatan mempunyai

(28)

menghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan atau tujuan kegiatan tersebut.

Dengan demikian pendidikan kesehatan merupakan suatu proses yang dinamis. Tidak

dapat disangkal pendidikan bukanlah satu-satunya cara mengubah perilaku, tetapi

pendidikan juga mempunyai peranan yang cukup penting dalam perubahan

pengetahuan setiap individu (Sarwono, 2004).

2.2. Metode Simulasi dalam Pendidikan Kesehatan

Simulasi adalah kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada

pembelajar untuk meniru satu kegiatan yang dituntut dalam pekerjaan sehari-hari atau

yang berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari atau yang berkaitan dengan tanggung

jawabnya. Dapat dikatakan pula bahwa simulasi diartikan sebagai satu kegiatan

pembelajaran yang memberi kesempatan kepada pembelajar untuk meniru satu

kegiatan atau pekerjaan yang dituntut dalam kehidupan sehari-hari atau yang

berkaitan dengan tugas-tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya jika kelak

pembelajar sudah bekerja.

Tujuan metode simulasi adalah sebagai berikut: 1) meningkatkan akselarasi

pemikiran dan perasaan dengan sikap dan psikomotorik pembelajar, kemampuan

pembelajar ditingkatkan dalam keterampilan berkomunikasi sederhana dan kepekaan

terhadap aksi orang lain agar terbentuk sikap peduli terhadap lingkungan sekitarnya;

2) menghayati berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh peran yang dimainkan;

3) menggunakan pengalaman perannya dalam simulasi untuk mengatasi

(29)

perasaan kejiwaan dan batin tertentu; 5) menanamkan disiplin dan sikap berhati-hati;

6) memberi kesempatan berlatih menguasai keterampilan tertentu melalui situasi

buatan, sehingga pembelajar terbebas dari resiko pekerjaan berbahaya. Sedangkan

kelebihan dan kekurangan dari metode simulasi adalah sebagai berikut:

A. Kelebihan:

1) Menguasai keterampilan tanpa membahayakan dirinya atau orang lain dan

tanpa menanggung kerugian;

2) Melibatkan pembelajar secara aktif; dan memberikan kesempatan kepada

pembelajar secar langsung terlibat dalam kegiatan belajar dan melakukan

eksperimen tanpa takut-takut terhadap akibat yang mungkin timbul di dalam

lingkungan yang sesungguhnya;

3) Meningkatkan berfikir secara kritis, karena pembelajar dilibatkan secara aktif

dalam proses pembelajaran;

4) Belajar mengalami suatu kegiatan tertentu;

5) Dapat meningkatkan motivasi pembelajar;

6) Bermanfaat untuk tugas-tugas yang memerlukan praktek tetapi lahan praktek

tidak memadai;

7) Memberi kesempatan berlatih mengambil keputusan yang mungkin tidak dapat

dilakukan dalam situasi nyata;

8) Dapat membentuk kemampuan menilai situasi dan membuat pertimbangan

berdasarkan kemungkinan yang muncul;

(30)

B. Kekurangan:

1) Kurang efektif menyampaikan informasi umum;

2) Kurang efektif untuk kelas yang besar, karena umumnya akan lebih efektif bila

dilakukan untuk perorangan atau group yang kecil;

3) Memerlukan fasilitas khusus yang mungkin sulit untuk disediakan di tempat

latihan, karena diperlukan banyak alat bantu;

4) Dibutuhkan waktu yang lama, bila semua pembelajar harus melakukannya;

5) Media berlatih yang merupakan situasi buatan tidak selalu sama dengan situasi

sebelumnya, baik dalam hal kecanggihan alat, lingkungan dan sebagainya;

6) Memerlukan waktu dan biaya yang lebih banyak (Syaefuddin, 2002).

Penerapan proses belajar aktif dengan metode simulasi bagi guru dilakukan

dengan cara sebagai berikut: fasilitator memberikan lengkap seluruh materi secara

tertulis terlebih dahulu kepada guru untuk dibaca secara mandiri, materi yang

diberikan tentang kesehatan reproduksi yang terdiri dari pokok bahasan: organ

reproduksi, pembuahan dan kehamilan, kebersihan dan kesehatan diri, NAPZA, dan

risiko reproduksi. Selanjutnya fasilitator dan guru bertemu pada satu waktu yang

telah disepakati bersama, dibagi dalam beberapa kelompok kecil dan terdiri dari

beberapa sesi untuk meluruskan beberapa konsep dalam proses belajar aktif dengan

metode simulasi. Berikut ini adalah pelaksanaan proses belajar aktif kesehatan

reproduksi dengan menggunakan metode simulasi pada guru kelompok perlakuan:

1. Organ Reproduksi

(31)

b. Fasilitator memberi intruksi untuk permainan games puzzle.

c. Fasilitator menjelaskan secara rinci organ-organ reproduksi laki-laki dan

perempuan, dilanjutkan dengan penjelasan mengenai menstruasi dan mimpi

basah.

d. Fasilitator menanyakan pendapat peserta terhadap bagaimana sikap guru

menghadapi hari pertama anak menstruasi dan mimpi basah.

e. Fasilitator kembali membagi peserta dalam kelompok untuk menggambar

sepasang laki-laki dan perempuan telanjang bulat (bugil). Kelompok pertama

menggambar anak-anak (sekitar usia 5-7 tahun), kelompok kedua menggambar

remaja (sekitar usia 10-15 tahun), kelompok ketiga menggambar orang dewasa

muda (sekitar usia 25-30 tahun), kelompok empat menggambar orang setengah

baya (sekitar 40-50 tahun), dan kelompok lima menggambar orang usia lanjut

(70 tahun).

f. Fasilitator meminta peserta untuk menuliskan di bawah gambar: kebiasaan dan

perilaku yang biasa dilakukan orang seusia itu.

g. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi.

h. Fasilitator menjelaskan perubahan bentuk tubuh dan kebiasaan, dan

menekankan perubahan tersebut banyak terjadi di masa remaja.

2. Pembuahan dan Kehamilan

a. Fasilitator membuka sesi ini dengan memberikan gambaran mengenai maksud

(32)

b. Fasilitator meminta peserta untuk menuliskan pada potongan karton (meta

plan) apa yang diketahui sekitar kebersihan dan kesehatan diri yang harus

dijaga oleh remaja. Setiap lembar potongan karton hanya ditulis satu kata,

kemudian diminta menempelkan di papan yang disediakan panitia. Peserta

boleh menuliskan lebih dari satu potongan karton.

c. Fasilitator bersama peserta mengelompokkan dalam tiga kelompok yaitu

anggota tubuh, alat reproduksi dan bukan anggota tubuh/alat reproduksi.

d. Fasilitator menjelaskan tentang kebersihan dan kesehatan diri melalui

potongan karton yang sudah ditulis peserta dan sudah dikelompokkan dalam 3

kategori tersebut.

e. Fasilitator memberi penjelasan singkat tentang kebersihan alat reproduksi dan

anggota tubuh lainnya serta cara-cara membersihkan yang perlu diperhatikan

dan dikomunikasikan kepada siswa/siswi.

3. Kebersihan dan Kesehatan Diri

a. Fasilitator membuka sesi ini dengan memberikan gambaran mengenai

fenomena penyalahgunaan NAPZA (menggambarkan berbagai contoh yang

aktual). Kemudian menyebutkan pokok-pokok bahasan serta tujuan yang

diharapkan dari sesi ini.

b. Fasilitator meminta peserta untuk memberikan pengertian serta tanggapan

hal-hal yang berhubungan dengan NAPZA, penyalahgunaan, toleransi, gejala

(33)

c. Fasilitator memberikan klarifikasi terhadap pendapat peserta dengan

penjelasan singkat tentang pengertian dan istilah-istilah seputar

penyalahgunaan NAPZA.

d. Fasilitator menempelkan kertas plano kosong di depan ruangan, kemudian

menuliskan “jenis-jenis NAPZA”.

e. Fasilitator mengajak peserta untuk mengidentifikasi jenis-jenis NAPZA yang

sering disalahgunakan. Mintalah kepada seluruh peserta untuk menuliskannya

pada kertas plano yang sudah disediakan. Setiap peserta mendapat giliran,

dengan catatan peserta yang maju menuliskan jawaban yang berbeda dengan

peserta lain.

f. Fasilitator mengklarifikasi jawaban peserta. Selanjutnya fasilitator mengajak

peserta untuk mengklasifikasikan jenis-jenis NAPZA hasil identifikasi tersebut

kedalam lembar tugas. Kemudian fasilitator memberikan pengertian mengenai

efek yang ditimbulkan dari penyalahgunaan NAPZA.

g. Fasilitator mengakhiri sesi ini dengan penjelasan singkat tentang jenis-jenis

serta klasifikasi NAPZA yang sering disalahgunakan, kemudian menunjukkan

alat peraga yang berisi contoh narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

4. Kehamilan Tak Diinginkan (KTD) dan Aborsi

a. Fasilitator menjelaskan tujuan dari sesi ini dan rangkaian kegiatan yang akan

dilakukan oleh peserta.

b. Fasilitator menggali pengetahuan peserta tentang pengertian KTD, penyebab

(34)

c. Fasilitator menuliskan seluruh pendapat peserta kedalam plano yang ditempel

di depan kelas.

d. Fasilitator bersama peserta melakukan klarifikasi terhadap pendapat-pendapat

peserta selama sesi curah pendapat.

e. Fasilitator membagi peserta kedalam 5 kelompok dan membagikan naskah

kasus kepada kelompok.

f. Fasilitator menjelaskan tugas setiap kelompok, yaitu mendiskusikan penilaian

peserta terhadap kasus, meliputi penyebab, risiko, solusi dan pandangan

peserta terhadap kasus KTD.

g. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan

kasus KTD dalam kelompok.

h. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk membahas hasil

diskusi kelompok.

i. Fasilitator memberikan komentar terhadap pembahasan hasil diskusi

kelompok.

j. Fasilitator membagikan lembaran bacaan kepada peserta.

k. Fasilitator menutup sesi ini.

5. Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS

a. Fasilitator menjelaskan tujuan dari session.

b. Fasilitator membagikan kertas kosong dan meminta peserta untuk menuliskan

nama lain dari alat kelamin laki-laki dan perempuan sebanyak-banyaknya

(35)

jalanan, bahasa daerah, diberi waktu 5 menit. Namun sebelum memberikan

perintah ini fasilitator memberikan pengantar bahwa: “karena kita akan

membahas IMS yang notabene adalah penyakit yang sebagian besar

menyerang alat kelamin, maka salah satu kuncinya adalah harus terbuka, tidak

malu, tidak tabu ketika membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan alat

kelamin. Untuk tujuan itu saya meminta saudara-saudara mendiskusikan hal

ini...”.

c. Setiap peserta membacakan tulisannya dan fasilitator mencatatnya di kertas

plano. Fasilitator dan peserta lain meminta klarifikasi kepada kelompok

presentator tentang bahasa yang tidak dimengerti.

d. Fasilitator menanyakan kepada peserta: apa perasaan peserta ketika diminta

mendiskusikan topik tadi?, apa perasaan wakil kelompok yang harus

mempresentasikan hasil diskusinya? mengapa begitu?, kata-kata yang mana

disenangi atau tidak disenangi untuk mendengarnya atau memakainya? kata

apa yang akan kita pakai pada kesempatan kali ini?, apa yang tersirat dari

kata-kata tersebut tentang sikap seks laki-laki dan perempuan dalam budaya

kita?.

e. Fasilitator menegaskan bahwa: “dalam membicarakan masalah kesehatan

reproduksi termasuk IMS kita tidak boleh malu dan merasa tabu untuk

mengemukakannya. Faktor penting agar kita mengetahui IMS, gejala-gejala,

cara penularan dan pencegahannya adalah bicara terbuka dan tidak

(36)

f. Selanjutnya fasilitator menanyakan kepada peserta apa yang mereka ketahui

tentang IMS atau penyakit kelamin. Fasilitaor menuliskan pendapat inti

peserta di kertas plano/whiteboard.

g. Fasilitator memulai penjelasan tentang definisi dan konsep IMS. Tekankan

mengapa namanya sekarang IMS, bukan penyakit kelamin atau PMS.

6. Kekerasan Seksual

a. Fasilitator meminta kepada setiap peserta untuk saling berpasangan.

b. Fasilitator membagikan makanan kecil kepada salah seorang dari setiap

pasangan.

c. Fasilitator kemudian menjelaskan bahwa makanan kecil tersebut adalah

miliknya dan harus tetap menjadi miliknya yang harus dipertahankan dengan

cara apapun.

d. Kemudian peserta yang tidak memiliki makanan kecil harus berusaha

mendapatkan makanan kecil dari pasangannya dengan cara apapun.

e. Permainan dimulai secara bersamaan dengan waktu 3-4 menit. Permainan

selesai jika makanan berhasil direbut atau waktu habis sebelum terebut.

f. Usai permainan fasilitator menggali kepada peserta tentang bagaimana

pendapat peserta tentang pengambilan paksa barang milik orang lain apa yang

dirasakan ketika barang miliknya dipaksa diminta? apa yang dilakukan untuk

melindunginya?.

g. Kemudian fasilitator mengaitkan permainan tersebut dengan kekerasan

(37)

alat reproduksi kita yang sangat penting dan tidak boleh direbut/disentuh

dengan paksa oleh orang lain, remaja perempuan dan laki-laki harus selalu

waspada mengenai kemungkinan menghadapi kekerasan atau pemaksaan oleh

orang lain, kekerasan dan pemaksaan bisa terjadi secara seksual yaitu ketika

orang lain menyentuh/mencium/memeluk/memegang bagian-bagian tubuh

seperti payudara, pantat dan kemaluan. Pelaku kekerasan seksual bisa orang

yang tidak kita kenal, tetapi sering kali dilakukan oleh orang yang kita kenal

bahkan saudara atau keluarga sendiri (ayah, paman, kakak, kakek, dan

lain-lain), pelaku bisa orang dewasa atau remaja. Kekerasan seksual juga bisa

dalam bentuk kata-kata, misalnya dengan mengatakan hal-hal yang tidak

seronok dan bernada melecehkan.

h. Setelah peserta memahami tentang kekerasan seksual kemudian fasilitator

meminta peserta untuk berpasang-pasangan kembali, untuk bermain peran

satu orang berperan sebagai guru dan yang satunya berperan sebagai remaja.

i. Setiap pasangan diminta untuk melakukan dialog seputar kekerasan seksual

selama 5 menit.

j. Kemudian setiap pasangan berganti peran dan melakukan hal yang sama.

k. Kemudian fasilitator mengajak peserta untuk bertukar pikiran tentang

hambatan-hambatan dalam mengkomunikasikan kekerasan seksual.

(38)

Proses belajar aktif dengan metode simulasi, partisipan guru diharapkan:

a. Bisa mengidentifikasi berbagai perubahan fisik dan psikis yang terjadi selama

proses pubertas pada remaja.

b. Mempersiapkan diri menghadapi berbagai perubahan pada anak remaja selama

masa pubertas (haid, mimpi basah).

c. Mulai mengembangkan kemampuan berempati untuk berusaha memahami

perubahan perasaan dan bersikap benar dalam berinteraksi dengan anak remaja

agar remaja lebih merasa nyaman mengekspresikan perasaan kepada guru.

d. Bisa menentukan sikap dalam interaksi dengan orang lain berkaitan dengan

pengasuhan anak remaja.

e. Mampu bersikap percaya diri dan mampu memberi kondisi yang mendukung

terbentuknya sikap percaya diri pada anak remaja.

f. Membantu anak mengembangkan perilaku sehat dan tidak berisiko (menunda

hubungan seks, menjaga diri) dengan cara yang efektif.

g. Mampu memberi informasi yang benar kepada remaja dan membantu remaja

dengan keluhan kesehatan reproduksi, sehingga remaja tahu haknya untuk

memperoleh informasi kesehatan dan pelayanan kesehatan reproduksi baik secara

(39)

2.3. Pengetahuan dan Sikap Individu 2.3.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia, yakni melalui mata dan telinga. Pada dasarnya

pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang

dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya.

Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan

kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, foster majalah dan surat

kabar. Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab

masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk

menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat

diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan

yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), domain kognitif pengetahuan mempunyai 6

(enam) tingkatan, yaitu: 1) tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini ialah mengingat

kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat

pengetahuan yang rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat diukur dari

kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan, dan mendefinisikan;

(40)

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari;

3) aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks

atau situasi lain; 4) analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain; 5) sintesis, yaitu menunjukkan

kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian

di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada;

6) evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap

suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan

sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seseorang manusia yang sadar, secara

nyata terkandung dalam otaknya. Dalam lingkungannya ada bermacam-macam hal

yang dialami individu itu melalui penerimaan panca inderanya, serta alat penerimaan

atau reseptor. Hal-hal yang dialaminya tersebut masuk ke dalam sel-sel otaknya

sehingga terjadi bermacam-macam proses seperti proses fisik, fisiologi dan psikolog,

kemudian dipancarkan dan diproyeksikan individu tersebut menjadi suatu

(41)

Jadi pengetahuan itu terdiri dari: 1) Penggambaran, yaitu penggambaran

tentang lingkungan berbeda-beda pada setiap individu. Penggambaran oleh akal

manusia hanya mengandung bagian-bagian khusus yang mendapat perhatian dari akal

si individu sehingga terfokus pada bagian-bagian khusus saja; 2) Persepsi/pandangan;

3) Pengamatan, yaitu persepsi/pandangan setelah diproteksikan kembali oleh individu

menjadi suatu pengamatan penggambaran yang mengandung bagian-bagian yang

menyebabkan bahwa individu karena tertarik akan lebih intensif memusatkan akal

terhadap hal-hal yang khusus (Notoatmodjo, 1993).

2.3.2. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap adalah reaksi atau respon yang masih

tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak

dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku

yang tertutup. Dengan kata lain sikap merupakan reaksi atau respon yang masih

tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb yang

dikutip oleh Notoatmojo (1997), bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan

untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.

Menurut Ahmadi (2004) sikap dibedakan menjadi: a) sikap positif, yaitu:

sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima, menyetujui terhadap norma

-norma yang berlaku di mana individu itu beda; b) sikap negatif, yaitu: menunjukkan

penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana

(42)

Sedangkan Menurut Alport (1954) dalam Achmadi (2004) sikap mempunyai

3 komponen pokok yaitu: 1) kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu

objek; 2) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek; 3) kecenderungan

untuk bertindak (tend to behave).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan,

yakni (Notoatmodjo, 2003): a) receiving (menerima), bila seseorang atau subyek mau

memperhatikan stimulus yang diberikan obyek; b) responding (merespon), yaitu

apabila ditanya memberikan jawaban, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang

diberikan. Ini adalah suatu indikasi dari sikap; c) valuing (menghargai), bila

seseorang atau mendiskusikan suatu masalah. Ini adalah indikasi dari sikap tingkat

tiga; d) bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya dengan segala resiko. Ini adalah tingkatan sikap yang paling tinggi.

Menurut Sax (1980) dalam Saifuddin (2008), bahwa beberapa dimensi dari

sikap yaitu arah, intensitas, keluasaan, konsistensi, dan spontanitasnya. Pengukuran

sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat

dinyatakan pendapat atau pernyataan respon terhadap suatu objek, secara tidak

langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian

ditanyakan pendapat responden.

2.4. Perubahan Perilaku Individu

Menurut teori Lawrence Green (1980) perilaku manusia dalam hal kesehatan

(43)

di luar perilaku (non behaviour cause), kemudian dijabarkan menjadi tiga faktor

yaitu: a) faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai; b) faktor-faktor pendukung (enabling

factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia tidaknya fasilitas-fasilitas

atau sarana-sarana kesehatan; c) faktor-faktor pendorong (reinforching factor), yang

terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau

masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,

tradisi dari masyarakat itu sendiri. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan

perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan

memperkuat terbentuknya perilaku.

Implisit dari proses perubahan perilaku adalah adanya sesuatu ide atau

gagasan baru yang diperkenalkan kepada individu dan diharapkan untuk diterima/

dipakai oleh individu tersebut (Liliweri, 2007). Menurut Rogers (1971) dalam teori

Innovation Decision Process, yang diartikan sebagai proses kejiwaan yang dialami

oleh seorang individu, sejak menerima informasi/pengetahuan tentang suatu hal yang

baru, sampai pada saat dia menerima atau menolak ide baru itu. Menurut Shoemaker

(1971), proses adopsi inovasi itu melalui lima tahap, yaitu: 1) mengetahui/menyadari

tentang adanya ide baru itu (awareness); 2) menaruh perhatian terhadap ide itu

(interest); 3) memberikan penilaian (evaluation); 4) mencoba memakainya (trial),

(44)

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), proses adopsi ini tidak berhenti

segera setelah suatu inovasi diterima/ditolak. Situasi ini kelak dapat berubah lagi

sebagai akibat dari pengaruh lingkungannya. Proses pembuatan keputusan tentang

inovasi ini menjadi empat tahap: 1) individu menerima informasi dan pengetahuan

berkaitan dengan suatu ide baru (tahap knowledge). Pengetahuan ini menimbulkan

minatnya untuk mengenal lebih jauh tentang objek tersebut, dan kemudian petugas

kesehatan mulai membujuk atau meningkatkan motivasinya guna bersedia menerima

objek/topik yang dianjurkan; 2) persuasion (pendekatan), yaitu tahap di mana

individu membentuk suatu sikap kurang baik atau yang baik terhadap inovasi;

3) tahap decision, yaitu tahap dimana individu mengambil keputusan untuk menerima

konsep baru yang ditawarkan petugas kesehatan; 4) tahap implementation, yaitu tahap

penggunaan, yaitu individu menempatkan inovasi tersebut untuk dimanfaatkan atau

diadopsi; 5) tahap confirmation, yaitu tahap penguatan, di mana individu meminta

(45)

Secara skematis, proses adopsi inovasi dapat dilihat pada Gambar 2.1:

Sumber: Rogers, M, E, 1992

Gambar 2.1. Model Proses Inovasi-Adopsi

2.5. Proses Belajar Aktif Kesehatan Reproduksi Remaja untuk Orang Tua/Guru SMU

Banyak orang dewasa seperti orang tua, guru, pemuka masyarakat, dan tokoh

pemuda tidak siap membantu remaja menghadapi masa pubertas. Akibatnya remaja

tidak memiliki cukup pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi berbagai

perubahan gejolak dan masalah yang sering timbul pada masa remaja. Mereka

kemudian terjebak dalam masalah fisik, psikologis dan emosional yang

kadang-kadang sangat merugikan seperti stres dan depresi, kehamilan tidak diinginkan,

penyakit dan infeksi menular seksual, dan lain-lain. Hal ini sebetulnya tidak perlu

terjadi bila mereka lebih memahami berbagai proses perubahan yang akan terjadi

Communication Channel

Knowledge Persuasion Decision Implementation Confirmation

(46)

pada dirinya sehingga lebih siap menghadapi persoalan pubertas, seksualitas dan

kesehatan reproduksi.

Penyebaran informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja masih sangat

dibutuhkan karena selama ini seluk beluk kesehatan reproduksi masih belum cukup

dipahami baik oleh orang dewasa maupun remaja sendiri. Informasi ini

sesungguhnya berguna untuk: 1) meningkatkan kesadaran dan pemahaman remaja

maupun orang dewasa mengenai pentingnya kesehatan reproduksi remaja; 2)

mempersiapkan remaja menghadapi dan melewati masa pubertas yang seringkali

cukup berat; 3) melindungi anak dan remaja dari berbagai resiko kesehatan

reproduksi seperti Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS serta Kehamilan

yang Tidak Diinginkan (KTD); 4) membuka akses pada informasi dan pelayanan

kesehatan reproduksi remaja melalui sekolah maupun luar sekolah.

Guru/orang tua perlu memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja

sedini mungkin kepada anak remaja. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan

mengapa informasi kesehatan reproduksi sudah mendesak untuk diberikan pada

orang tua/guru, yaitu: 1) anak remaja adalah individu yang masih berada dalam

tanggung jawab orang tuanya, dan sangat umum/wajar jika orang tua adalah orang

yang paling peduli pada proses tumbuh kembang anak remajanya; 2) bagi anak

remaja sendiri, orang tua adalah pihak yang paling penting dan sangat besar

pengaruhnya. Akan lebih nyaman bila informasi kesehatan reproduksi diberikan oleh

orang yang disayangi dan dipercaya; 3) dewasa ini pubertas lebih cepat dialami oleh

(47)

memberi pengetahuan yang berkaitan dengan perubahan-perubahan pada anak

remajanya; 4) anak dan remaja mudah sekali terpapar pada informasi yang buruk dan

menyesatkan mengenai seks melalui berbagai media.

Kesiapan orang tua/guru akan membantu anak untuk menghadapi dan

menerima perubahan tersebut secara wajar. Anak akan menyadari bahwa perubahan

fisik, psikologis, dan sosial yang dialaminya adalah sesuatu yang normal dan bukan

kelainan atau penyimpangan. Pengetahuan ini akan menjadi dasar yang kuat bagi

anak dalam mengambil keputusan-keputusan penting yang menyangkut kesehatan

reproduksinya. Dengan demikian remaja diharapkan akan siap melewati masa

remajanya dengan lebih mantap dan memasuki masa dewasa yang lebih cerah.

Tujuan proses belajar aktif ini adalah: 1) memberikan pemahaman tentang

beberapa topik penting menyangkut seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja;

2) penekanan mengapa topik-topik tersebut penting untuk melindungi remaja;

3) bantuan bagi orang dewasa yang tidak siap memberikan pengetahuan yang

dibutuhkan remaja.

Sedangkan sasaran proses belajar aktif ini diperuntukkan bagi orang tua

remaja, guru atau anak remaja, melalui perantaraan fasilitator dalam menyampaikan

materi kesehatan reproduksi dengan cara-cara yang mudah dipahami, menyenangkan

serta sesuai untuk kelompok orang tua/guru. Secara teoritis materi kesehatan

reproduksi untuk orang tua dan guru tidak berbeda, tetapi proses belajar bisa

dilakukan terpisah, sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi di lapangan (PKBI,

(48)

2.6. Kesehatan Reproduksi Remaja

Kesehatan Reproduksi (KR) secara umum didefinisikan sebagai kondisi sehat

dari sistem, fungsi dan proses alat reproduksi yang kita miliki. Pengertian sehat

tersebut tidak semata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga

sehat secara mental serta sosial-kultural. Ada beberapa hal yang harus diketahui

dalam perkembangan kesehatan reproduksi remaja, antara lain: pengenalan sistem,

proses dan fungsi alat reproduksi.

2.6.1. Organ Reproduksi

Organ reproduksi adalah bagian-bagian tubuh yang menjalankan fungsi

reproduksi. Organ-organ reproduksi itu juga bisa disebut dengan organ seks. Baik

remaja laki-laki maupun perempuan mempunyai organ seks bagian luar dan bagian

dalam.

A. Organ Reproduksi Laki-laki

1. Zakar/Penis, Penis mempunyai beberapa fungsi yaitu untuk melakukan

sanggama, untuk mengeluarkan air kencing dan sebagai alat reproduksi ketika

mengeluarkan sperma. Penis akan menegang dan membesar karena terisi

darah, bila terangsang (disebut ereksi).

2. Kepala Zakar/penis, adalah bagian ujung penis yang mempunyai lubang untuk

menyalurkan air kencing dan sperma. Kepala penis merupakan bagian yang

sangat sensitif dan bagian yang paling mudah terangsang karena mengandung

(49)

3. Kantong Pelir, Testis dan Sperma. Kantung pelir adalah tempat dua biji pelir

atau testis. Testis berfungsi memproduksi sperma setiap hari dengan bantuan

hormon testosteron. Sperma, adalah set yang berbentuk seperti berudu berekor.

Sperma dapat membuahi sel telur yang matang dalam tubuh perempuan dan

menyebabkan perempuan tersebut hamil.

4. Saluran kemih, berfungsi untuk menyalurkan cairan kencing dan juga saluran

air mani yang mengandung sperma. Keluarnya kencing dan air mani diatur

olehj sebuah katub sehingga tidak bisa keluar secara bersamaan.

5. Epididimis, berfungsi mematang sperma yang dihasilkan oleh testis. Setelah

matang, sperma akan masuk dalam saluran sperma. Epididimis berbentuk

saluran yang lebih besar dan berkelok-kelok

6. Saluran sperma, berfungsi untuk menyalurkan spema dari testis menuju ke

prostat. Kelenjar prostat, berfungsi untuk menghasilkan cairan mulai yang ikut

mempengaruhi kesuburan sperma.

B. Organ Reproduksi Perempuan

1. Indung Telur (Ovarium), berfungsi mengeluarkan sel telur satu bulan satu kali.

Organ ini ada dalam rongga pinggul, terletak di kiri dan kanan rahim.

2. Saluran indung telur (tuba fallopi), berfungsi untuk menyalurkan sel telur

setelah keluar dari indung telur (proses ovulast) dan tempat di mana terjadi

pembuahan (konsepsi) atau bertemunya sel telur dan sperma.

3. Rahim (Uterus), berfungsi sebagai tempat calon bayi dibesarkan. Bentuknya

(50)

besar rahim kurang lebih sebesar telur ayam kampung. Dindingnya terdiri dari

lapisan parametrium, lapisan metomtrium dan lapisan endometrium.

4. Vagina/Liang Kemaluan, adalah lubang tempat masuknya penis saat

bersenggama, vagina juga merupakan jalan keluar darah haid dan bayi yang

dilahirkan. Dalam vagina terdapat mikro organime yang sangat bermanfaat

kalau keseimbangannya tidak terganggu. Keseimbangannya terganggu bila

perempuan terlalu sering mencuci vagina dengan antiseptik, makan obat

antibiotika yang membunuh kuman, atau terlalu sering berhubungan seks

berganti pasangan. Keputihan adalah salah satu akibat dari terganggunya

keseimbangan organisme tersebut dalam vagina.

5. Selaput dara (Hymen), adalah lapisan tipis yang berada dalam liang kemaluan,

tidak jauh dari mulut vagina. Ada selaput yang sangat tipis dan mudah robek

dan ada selaput dara yang kaku dan tidak mudah robek. Selaput dara yang tipis

tidak hanya akan robek karena hubungan seks, tetapi bisa robek karena hal lain

seperti kecelakaan, jatuh, olah raga, dan lain-lain.

6. Bibir kemaluan (Labia), berada di bagian luar vagina. Ada yang disebut bibir

besar dan bibir kecil. Bibir besar adalah bagian yang paling luar yang biasanya

ditumbuhi bulu. Bibir terletak di belakang bibir besar dan banyak mengandung

saraf pembuluh darah.

7. Kelentit (Klitoris), berada di bagian atas di antara bibir kemaluan. Bentuknya

seperti kacang. Kelentit mempunyai syaraf yang sangat banyak seperti

Gambar

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................... Mekanisme Pelaksanaan Penelitian ...............................................
Gambar 2.1. Model Proses Inovasi-Adopsi  Proses Belajar Aktif Kesehatan Reproduksi Remaja untuk Orang
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.3. Alur Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

This research were divided into two stages, namely (1) determining the appropriate type of biogas reactor by distributing questionnaires to 3 (three) experts

Sistem penilaian adalah sistem gabungan antara Penilaian Acuan Patokan (PAP) untuk standar minimal kelulusan dan Penilaian Acuan Normal (PAN) untuk penentukan

Pantai Sembilangan masih kurang memadai untuk daerah tujuan wisata, yaitu kurangnya prasarana seperti lampu jalan yang masih minim bahkan dibeberapa jalan tidak ada penerangan

Dari penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa bahan pengisi komposit atau filler serta prensatasi fraksi volume dan variasi ukuran serbuk

Paket Hemat 2 terdiri dari Modul SD, SMP, Skill Count SD dan SMP, English Skill, Administrasi v.4 dengan Logo Aqila Course, Biaya bagi hasil sebesar Rp 1.000,- per siswa

Dalam percobaan ini didapatkan hasil bahwa penggunaan Abu Batu semakin besar akan menurunkan mutu dari batu bata beton ringan ini semakin turun hal bisa terjadi dikarenakan Abu

Berdasarkan hasil analisis data mengenai pengaruh insentif, lingkungan kerja, dan keselamatan kerja terhadap semagat kerja pada Waterboom Mulia Wisata Klambu

4 Kepala terlihat jelas sepalotoraks sepalotoraks terlihat jelas sepalotoraks Berdasarkan tabel di atas, ciri-ciri yang menentukan Nephila maculata(laba-laba) dikelompokkan ke