INTERAKSI SOSIAL DALAM KELUARGAYANG BERPOLIGAMI
(Studi kasus : Pada Sepuluh Keluarga Poligami di Kota Medan)
Oleh:
RIZKI ZULAIKHA PARLINA
030901030
Dosen Pembimbing
: Drs. P. Anthonius Sitepu M.si
Dosen Pembaca
: Dra. Evi Novida Ginting. M.SP
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya yang senantiasa menyertai dan menaungi penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi ini dengan
sebaik-baiknya. Berkat rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat
merangkai kata demi kata dan menghadapi berbagai hambatan selama proses
penyusunan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi ini merupakan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk dapat
menyelesaikan studi di Dapertemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara dengan judul Interaksi Sosial Dalam Keluarga Yang
Berpoligami (Studi Kasus : Pada Sepuluh Keluarga Poligami di Kota Medan).
Dengan ketulusan hati, skripsi ini penulis persembahkan sebagai tanda cinta
dan bakti penulis kepada Ayahanda Suparlan dan Ibunda Zulhayati Alwi yang
telah banyak mencurahkan doa, kasih sayang, pengorbanan baik moril dan materil,
yang sangat tulus dan tiada henti kepada penulis mulai dari kecil hingga saat ini.
Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak dan adikku tercinta Fikha
Gustia Parlina, SP dan Abdul Gafar Pring’s Martoyo yang telah memberikan
dorongan, motivasi dan semangat yang sangat luar biasa dalam penyelesaian skripsi
ini.
Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat kerjasama, bantuan dan
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah
membantu dengan sepenuh hati sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Dengan kerendahan hati, izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan yang tulus dan terima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang
membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Badaruddin, Msi sebagai Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Rosmiani, Msi selaku sekretaris Departemen Sosiologi yang telah
banyak membantu dan mencurahkan ide-ide dan pemikiran kepada penulis
dalam penyusunan proposal penelitian.
4. Rasa hormat dan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk ibu Hj.
Harmona Daulay, S.sos.,M.si selaku dosen pembimbing yang telah banyak
mencurahkan waktu, tenaga, masukan serta ide-ide dan pemikiran untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Ria Manurung, M.si sebagai dosen wali yang telah memberikan
pengarahan, nasehat serta semangat kepada penulis selama menuntut ilmu di
Departemen Sosiologi.
6. Dengan rasa cinta dan sayang yang sedalam-dalamnya penulis mengucapkan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada kedua orang tuaku tercinta
Ayahanda Suparlan dan Ibunda Zulhayati Alwi atas doa, kasih sayang,
yang sangat besar dan tiada henti-hentinya diberikan kepada penulis. Skripsi
ini ananda persembahkan sebagai tanda ucapan terima kasih dan bakti ananda.
(Karena mereka, aku termotivasi untuk menyelesaikan skripsi dan kuliahku
secepatnya).
7. Seluruh staf pengajar khususnya dosen-dosen di Departemen Sosiologi dan
pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya kak Feni dan kak
Betty dan juga yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan andil besar dalam studi penulis.
8. Terima kasih penulis persembahkan kepada ibu Hj. Rini Purwanti, SE atas
kerja samanya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
9. Ungkapan terima kasih yang setulus-tulusnya penulis persembahkan kepada
Briptu Dedi Muhammad Rasidi Nasution atas cinta dan kasih sayang, canda,
perhatian, dukungan, semangat dan selalu memberikan warna-warni terindah
kepada penulis. Semoga harapan dan cita-cita kita dapat tercapai Amiiin.
(You’re the best between the best).
10.Terima Kasih kepada kakakku Fikha Gustia Parlina, SP dan adikku Abdul
Gafar Pring’s Martoyo yang selalu memberikan semangat dan motivasi yang
sangat besar kepada penulis sehingga penulis tetap semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
11.Terima kasih juga untuk seluruh keluarga besarku di Medan dan Solo yang
selalu menanyakan kapan aku wisuda. Pertanyaan ini terkadang membuatku
kesal tetapi juga menjadi dorongan bagiku agar bisa secepatnya
12.Kepada sahabat-sahabat terbaikku ; Enda, Riza, Ami dan kak Endang yang
selalu menemani penulis dan berbagi dalam suka dan duka. Semoga
persahabatan kita tetap abadi. Kenangan indah bersama kalian akan tetap
selalu aku ingat.
13.Teman-teman seperjuangan di Departemen Sosiologi Stambuk 2003 ; Dewi,
Ilham, Acong, Dicki, Bagus, Sara, Sri, Grace, Ratna, Siddiq, Mansyur,
Madan, Ferdinan, Sari, Kiki, Eva Ramadhani, Ayu, Yuna, Lena, serta semua
stambuk 03 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas
perhatian dan dukungannya semoga sukses dalam meraih cita-cita.
Akhirnya terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu atas doa, dukungan dan partisipasinya. Semoga amal kebaikan yang telah
diberikan senantiasa mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin Ya Robbal Alamin.
Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sehingga dapat
menambah kesempurnaan kajian dan penulisan ini. Akhirnya penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan,
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………..………i
DAFTAR ISI………..………..v
DAFTAR TABEL………..vii
ABSTRAK……….viii
BAB I PENDAHULUAN………...1
1.1.Latar Belakang Masalah……….….1
1.2.Perumusan Masalah………...12
1.3.Tujuan Penelitian………...13
1.4.Manfaat Penelitian………...13
1.5.Definisi Konsep……….………....14
BAB II KAJIAN PUSTAKA…….………..……….……..17
2.1. Proses Interaksi Sosial dalam Keluarga……….………17
2.2. Konflik Sosial dan Ekonomi dalam Keluarga……….………..19
2.3. Sistem Patriarkhi Dalam Keluarga………...….…23
BAB III METODE PENELITIAN……….26
3.1. Jenis Penelitian………..26
3.2. Lokasi Penelitian………...26
3.3. Unit Analisis dan Informan………...27
3.4. Teknik Pengumpulan Data………....28
3.5. Interpretasi Data………30
3.6. Jadwal Penelitian..……….…31
BAB IV ANALISIS DAN PENYAJIAN DATA………34
4.1. Profil Informan………..34
4.1.1. Informan Kunci : Istri yang dipoligami……….…...34
4.1.2. Informan Biasa : Suami yang berpoligami……….…61
4.1.3. Informan : Anak dari keluarga yang berpoligami………..73
4.2. Interaksi Keluarga Yang berpoligami………...76
4.3. Kebutuhan Ekonomi Keluarga Setelah Berpoligami…………..……….….89
4.4. Interpretasi Data Lapangan………...99
4.4.1. Pola Interaksi Sosial Keluarga Yang Berpoligami………….…………99
4.4.1.1. Interaksi Sosial Antara Suami dan Istri Pertama……….…..99
4.4.1.2. Interaksi Sosial Antara Orang Tua Dengan Anak………….…..104
4.4.1.3. Interaksi Sosial Antara Sesama Istri…….………...107
4.4.1.4. Interaksi Sosial Antara Keluarga Luas Dengan Keluarga Yang Berpoligami………...112
4.4.2. Kebutuhan Ekonomi Keluarga Setelah Berpoligami…………...……115
4.4.3. Konflik Sosial Dalam Keluarga Yang Berpoligami………120
4.4.3.1. Kecemburuan Diantara Istri………124
4.4.3.2. Sikap Adil Suami Yang Berpoligami……….126
4.4.4. Alasan Poligami………...129
4.4.4.1. Alasan Para Istri Menerima Dipoligami……….129
4.4.4.2. Alasan Para Suami Untuk Berpoligami………..137
4.4.5. Analisa Data Mengenai Keluarga Poligami……….………140
BAB V PENUTUP………..………..146
5.1. Kesimpulan……….….146
5.2. Saran………...……….149
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
TABEL 1.1 : Dampak Poligami Terhadap Istri Pertama……….………...…...5 TABEL 1.2 : Data Izin Perkawinan Poligami Di Pengadilan Tinggi
Agama Seluruh Indonesia Tahun 2006……….……. ………...9 TABEL 1.3 : Data Izin Perkawinan Poligami di Pengadilan Agama Medan……..10 TABEL 1.4 : Modus Pelaku Poligami……….10 TABEL 3.5 : Jadwal Kegiatan Penelitian ……….…..31 TABEL 4.6 : Hubungan Interaksi Antara Suami Dengan Istri Pertama………....102 TABEL 4.7 : Interaksi Sosial Antara Ayah dan anak………..…..107 TABEL 4.8 : Interaksi Sosial Antara Sesama Istri………...…...111 TABEL 4.9 : Interaksi Sosial Antara Keluarga Luas dengan Keluarga
Yang Berpoligami………...………...114 TABEL 4.10 : Kebutuhan Ekonomi Setelah Berpoligami……..………..…...119 TABEL 4.11 : Perasaan Cemburu Para Istri dan Cara Mengatasinya………..…...126 TABEL 4.12 : Perlakuan Adil Suami Yang Berpoligami………..……….….129 TABEL 4.13 : Dampak Poligami Terhadap Istri Pertama…………..………..131 TABEL 4.14 : Hubungan Alasan Poligami Dengan Interaksi, Konflik Sosial
ABSTRAK
Latar belakang dari penulisan skripsi yang berjudul : Interaksi Sosial Dalam Keluarga Yang Berpoligami (Studi Kasus : Para Istri Yang Dipoligami Di Kota Medan), ini berangkat dari pemikiran bahwa perkawinan poligami akan membawa dampak dan reaksi baik itu positif maupun negatif dari pihak-pihak tertentu terutama keluarga karena keluarga merupakan unit interaksi personal dimana ayah, ibu dan anak akan menjalin hubungan interaksi dan komunikasi yang akan berpengaruh terhadap keadaan bahagia (harmonis) maupun keadaan tidak bahagia (disharmonis). Dengan terjadinya perkawinan poligami bisa saja menyebabkan terjadinya ketidakharmonisan atau bahkan bisa juga menciptakan keharmonisan dalam keluarga tersebut. Ini disebabkan karena adanya interaksi yang terjadi antara angota-anggota keluarga tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini berlokasi di Kota Medan. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah 10 keluarga yang berpoligami sedangkan yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah 10 orang istri, 10 orang suami beserta 6 orang anak dari masing-masing keluarga yang berpoligami. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan informasi bahwa interaksi sosial dalam keluarga yang berpoligami dapat berjalan dengan baik dan harmonis apabila seorang suami dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga dan menjalankan fungsi-fungsi keluarga dengan sebaik-baiknya. Perkawinan poligami juga akan akan berjalan lancar jika dilakukan secara terbuka, jujur, tidak sembunyi-sembunyi, adanya izin dari istri pertama serta adanya nilai-nilai dan motivasi agama yang mempangaruhi dalam menjalankan keluarga poligami. Konflik yang biasanya muncul dalam keluarga yang berpoligami adalah adanya kecemburuan antara sesama istri dan tidak adilnya seorang suami dalam membagi tanggung jawabnya. Akibat dari permasalahan ini interaksi antara anggota-anggota keluarga baik antara suami dan istri, antara sesama istri dan antara orang tua dengan anak akan terganggu.
ABSTRAK
Latar belakang dari penulisan skripsi yang berjudul : Interaksi Sosial Dalam Keluarga Yang Berpoligami (Studi Kasus : Para Istri Yang Dipoligami Di Kota Medan), ini berangkat dari pemikiran bahwa perkawinan poligami akan membawa dampak dan reaksi baik itu positif maupun negatif dari pihak-pihak tertentu terutama keluarga karena keluarga merupakan unit interaksi personal dimana ayah, ibu dan anak akan menjalin hubungan interaksi dan komunikasi yang akan berpengaruh terhadap keadaan bahagia (harmonis) maupun keadaan tidak bahagia (disharmonis). Dengan terjadinya perkawinan poligami bisa saja menyebabkan terjadinya ketidakharmonisan atau bahkan bisa juga menciptakan keharmonisan dalam keluarga tersebut. Ini disebabkan karena adanya interaksi yang terjadi antara angota-anggota keluarga tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini berlokasi di Kota Medan. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah 10 keluarga yang berpoligami sedangkan yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah 10 orang istri, 10 orang suami beserta 6 orang anak dari masing-masing keluarga yang berpoligami. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan informasi bahwa interaksi sosial dalam keluarga yang berpoligami dapat berjalan dengan baik dan harmonis apabila seorang suami dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga dan menjalankan fungsi-fungsi keluarga dengan sebaik-baiknya. Perkawinan poligami juga akan akan berjalan lancar jika dilakukan secara terbuka, jujur, tidak sembunyi-sembunyi, adanya izin dari istri pertama serta adanya nilai-nilai dan motivasi agama yang mempangaruhi dalam menjalankan keluarga poligami. Konflik yang biasanya muncul dalam keluarga yang berpoligami adalah adanya kecemburuan antara sesama istri dan tidak adilnya seorang suami dalam membagi tanggung jawabnya. Akibat dari permasalahan ini interaksi antara anggota-anggota keluarga baik antara suami dan istri, antara sesama istri dan antara orang tua dengan anak akan terganggu.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana
bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk
dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Maka untuk menegakkan
keluarga yang bahagia dan menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat, suami istri
memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.
Perkawinan pada hakekatnya merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara
pria dan wanita di dalam masyarakat dibawah suatu peraturan khusus atau khas dan
hal ini sangat diperhatikan baik oleh Agama, Negara maupun Adat, artinya bahwa
dari peraturan tersebut bertujuan untuk mengumumkan status baru kepada orang lain
sehingga pasangan ini diterima dan diakui statusnya sebagai pasangan yang sah
menurut hukum, baik agama, negara maupun adat dengan sederatan hak dan
kewajiban untuk dijalankan oleh keduanya sehingga pria itu bertindak sebagai suami
sedangkan wanita bertindak sebagai istri.
Dalam perkawinan pasangan suami istri mengikat dirinya pada persetujuan
umum yang diakui, untuk setia mentaati peraturan dan ketentuan-ketentuan di dalam
masyarakat mereka secara timbal balik, terhadap anak-anaknya, sanak keluarganya
dan terhadap orang lain dalam masyarakat. Dari perkawinan laki-laki dan perempuan
Setiap orang mendambakan keluarga yang bahagia. Kebahagiaan harus
didukung oleh rasa cinta kepada pasangan. Cinta yang sebenarnya menuntut agar
seseorang tidak mencintai orang lain kecuali pasangannya. Cinta dan kasih sayang
merupakan jembatan dari suatu pernikahan dan dasar dalam pernikahan adalah
memberikan kebahagiaan. Namun kenyataannya dalam menjalani kehidupan
perkawinan pasti selalu ada permasalahan-permasalahan yang muncul yang mana hal
ini dapat memicu timbulnya keinginan suami untuk melakukan poligami. Persoalan
yang muncul biasanya mencakup tiga hal yaitu kekurangan ekonomi, hubungan
keluarga yang kurang harmonis, seks dan perselingkuhan.
Ada berbagai macam bentuk perkawinan dalam masyarakat yaitu perkawinan
monogami, poligami, poliandri dan perkawinan kelompok (group marriage). Dari
keempat bentuk perkawinan ini perkawinan monogami dianggap paling ideal dan
sesuai untuk dilakukan. Perkawinan monogami adalah perkawinan antara seorang
laki-laki dengan seorang wanita dimana pada prinsipnya bahwa suami mempunyai
satu istri saja dan sebaliknya. Walaupun perkawinan monogami merupakan
perkawinan yang paling sesuai untuk dilakukan tetapi banyak juga masyarakat yang
melakukan perkawinan poligami, hal ini dapat dilihat dari banyaknya public figur
yang melakukan poligami. Sehingga istilah poligami semakin mencuat dan menjadi
perbincangan di berbagai media baik itu media massa ataupun media elektronik dan
juga diberbagai diskusi dan seminar-seminar. Begitu juga di kalangan birokrasi
pemerintah, kaum agamawan, LSM, dan masyarakat umum. Mereka ada yang setuju
dan menerima adanya praktek poligami dengan berbagai persyaratannya dan sebagian
Poligami berasal dari bahasa yunani. Kata ini merupakan penggalan dari kata
Poli atau Polus yang artinya banyak, dan kata Gamein atau Gamos yang berarti
kawin atau perkawinan. Maka ketika kedua kata ini digabungkan akan berarti suatu
perkawinan yang banyak. Islam membolehkan seorang suami memiliki istri lebih dari
satu (berpoligami) tetapi tidak mewajibkannya. Oleh karena itu Islam tidak dengan
mudah membolehkan poligami. Ada beberapa syarat dan konsiderasi yang harus
dipenuhi seorang suami bila hendak melakukan poligami, diantaranya adalah sang
suami harus memberikan tempat tinggal yang layak dan memisahkan tempat tinggal
itu dari istri pertama, memberi nafkah yang adil di antara keduanya, tidur secara adil
diantara mereka, dan memperlakukan mereka dengan adil pula. Dengan kata lain
diantara syarat melakukan poligami adalah berlaku adil terhadap masing-masing istri
dalam berbagai hal (Al-Buthi, 2002: 154-155).
Perkawinan poligami pasti mengundang reaksi dari pihak lain terutama
keluarga dan masyarakat sekitar. Reaksi tersebut bisa saja berimplikasi buruk atau
bisa juga tidak menjadi masalah. Apabila sejak pertama pelaku poligami menabur
kebaikan, komunikasi dan solusinya baik, tanggung jawab penuh tanpa ada sesuatu
yang merasa ada yang kehilangan maka efek yang muncul juga bersifat kebaikan,
namun jika yang terjadi sebaliknya maka poligami akan melahirkan banyak persoalan
yang mengancam keutuhan bangunan mahligai rumah tangga dan belum lagi efek
domino bagi perkembangan psikologi anak yang lahir dari pernikahan poligami.
Mereka merasa kurang diperhatikan, haus kasih sayang dan mereka secara tidak
langsung dididik dalam suasana keluarga yang selalu dihiasi dengan pertengkaran
Reaksi yang berimplikasi buruk dari praktek poligami ini dapat dilihat dari
praktek poligami yang dilakukan Aa Gym. Praktek poligami Aa Gym ini membawa
dampak pada sektor perekonomian dan menurunnya jumlah kunjungan wisata dan
jumlah jamaah yang ingin mengikuti pengajian di Daarut Tauhit. Keputusan Aa Gym
melakukan poligami membuat banyak jamaahnya kecewa. Rencana-rencana mereka
untuk berkunjung ke Daarut Tauhiit banyak yang dibatalkan karena rasa kekecewaan
mereka tersebut. Selain itu, pendapatan dari bisnis Manajement Qalbu (MQ)
Corporation yang dipimpinnya juga mengalami penurunan semenjak pemberitaan
media massa dan media elektronika mengenai pernikahan poligami yang
dilakukannya tersebut (Tommy dalam Genie, 2006:22-23)
Poligami telah menjadi bagian gaya hidup laki-laki dan karenanya di
lingkungan tertentu dan praktik ini telah membudaya. Faktanya poligami telah ada
sejak zaman dulu bahkan sebelum adanya agama Islam dan terus terpelihara hingga
kini dengan berbagai pembenaran dan legitimasi kultural, sosial, ekonomi dan agama.
Poligami sebelum Islam mengambil bentuk yang tidak terbatas, dimana seorang
suami boleh saja memiliki istri sebanyak mungkin sesuai keinginan nafsunya. Selain
itu, poligami tidak mesti memperhatikan unsur keadilan sehingga terjadi perampasan
hak-hak perempuan yang pada gilirannya membawa kesengsaraan dan ketidakadilan
(Mulia, 1999:7).
Pada hakikatnya tidak ada perempuan yang rela dan bersedia untuk
dipoligami. Secara psikologis semua istri akan merasa sakit hati bila melihat
suaminya berhubungan dengan perempuan lain. Ini disebabkan karena permasalahan
ungkapan-ungkapan yang muncul di masyarakat mengenai poligami. Mereka mengatakan
bahwa poligami merupakan eksploitasi atas nasib perempuan, egoisme pria berharta
dan bertolak belakang dengan kesetaraan gender bahkan poligami diasumsikan
sebagai penghinaan terhadap perempuan. Pandangan buruk mengenai poligami ini
muncul karena praktek-praktek poligami yang terjadi ditengah-tengah masyarakat
lebih banyak dampak negatifnya daripada dampak positifnya. Beberapa dampak
negatif dari perkawinan poligami ini adalah perceraian, suami akan meninggalkan
istri dan anak-anak dari perkawinan sebelumnya, suami tidak berlaku adil antara
keluarga yang satu dengan keluarga yang lainnya dimana suami yang berpoligami
lebih mementingkan istri mudanya daripada istri tuanya sehingga suami yang
berpoligami tersebut cenderung memperlihatkan sikap yang tidak bertanggung jawab
sebagai suami yang berpoligami dan juga tidak jarang keluarga yang berpoligami ini
akan mengalami ketidakharmonisan di dalam keluarganya. Dari Tabel 1.1. dapat
dilihat beberapa dampak poligami terhadap istri pertama.
Tabel 1.1.
Dampak Poligami Terhadap Istri Pertama
No. Jenis Dampak Jumlah
1. Tidak memberi nafkah 37
2. Tekanan psikis 21
3. Penganiayaan fisik 7 4. Diceraikan suami 6 5. Ditelantarkan suami 23
6. Pisah ranjang 11
7. Mendapat teror dari istri ke-2 2
Jumlah 107
Menurut data dari LBH-APIK tersebut banyak sekali akibat atau dampak dari
praktek poligami yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istri pertama, yaitu
mulai dari tidak memberikan nafkah, tekanan psikis, penganiayaan fisik, diceraikan
suami, ditelantarkan suami, pisah ranjang dan mendapat teror dari istri kedua. Oleh
sebab itu poligami hanya menguntungkan satu pihak saja yaitu suami sedangkan istri
merupakan pihak yang sangat dirugikan dalam masalah ini.
Disamping pendapat-pendapat negatif yang muncul mengenai poligami, ada
juga sebagian masyarakat yang menganggap bahwa poligami juga berdampak positif.
Ini dapat dilihat dari keluarga Puspo Wardoyo yang sukses menjalani kehidupan
poligaminya bersama keempat istri-istrinya. Bahkan piala Poligami Award yang
diberikan oleh komunitas muslim kepadanya ingin diberikannya juga kepada para
suami-suami atas keberhasilan mereka menjalani kehidupan keluarga poligaminya
melalui acara penganugrahan Poligami Award. Selain keluarga Puspo Wardoyo,
berdasarkan observasi yang penulis lakukan salah satu informan mengatakan bahwa
wanita yang dipoligami bukanlah orang yang tereksploitasi bahkan yang sebenarnya
terjadi adalah sebaliknya. Wanita lebih mendapatkan kebebasan dan mampu
meluaskan pandangannya dibandingkan wanita yang hidup dalam perkawinan
monogami. Karena menurut pendapatnya, mereka bisa berbagi dalam tugas rumah
tangga, memasak, mendidik anak, dan masing-masing dari mereka memiliki waktu
yang cukup untuk memenuhi berbagai tujuan hidup. Eksploitasi dan pemaksaan dapat
terjadi dalam berbagai situasi termasuk juga dalam perkawinan monogami. Bentuk
perkawinan bukanlah sebuah masalah, tetapi setiap pribadi yang terlibat dalam
Begitu juga dengan Organisasi Wanita Nasional Utah (NOWU), yang
berpendapat bahwa poligami mampu memberikan solusi bagi permasalahan para ibu
yang bekerja, dimana poligami merupakan ide yang cukup baik bagi para wanita
karir. Mereka dapat mengembangkan karir dan sekaligus memiliki orang di rumah
yang dapat mereka percaya untuk merawat anak-anaknya. Tentu hal ini akan
menyelesaikan permasalahan yang biasanya muncul dalam keluarga tetapi ini bukan
merupakan dukungan terbuka untuk poligami, namun mungkin poligami dapat
bermanfaat bagi sebagian orang dan mungkin ini dapat menjadikan pengasuhan
anak-anak menjadi lebih mudah bagi mereka yang berusaha menyiasati karir dan tanggung
jawab sebagai ibu rumah tangga (Thalib, 2004:66-67).
Selama ini, banyak alasan-alasan yang muncul untuk membenarkan suami
menikah lagi. Mulai dari keikhlasan karena tidak mampu mendampingi suami
sepenuhnya, ketidakmampuan memberi keturunan, ketergantungan dalam ekonomi
dan lain-lain. Alasan-alasan ini yang membuat beberapa perempuan terpaksa
menerima kenyataan pahit dipoligami karena secara status sosial sangat bergantung
pada suami. Akibatnya seorang istri memilih diam dan berpura-pura ikhlas menerima
kehadiran wanita lain asal suami masih mau bertanggung jawab untuk memenuhi
segala kebutuhan hidup khususnya kebutuhan ekonomi.
Badan Peradilan Agama (Badilag) mencatat bahwa sepanjang tahun 2005
perceraian yang disebabkan poligami berjumlah 879 dari seluruh perkara perceraian
di Indonesia. Pengadilan Tinggi Agama Bandung merupakan Pengadilan Tinggi
Agama yang paling sering menangani perceraian yang disebabkan poligami. Kasus
perkara. Sedangkan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya menempati urutan kedua
dengan jumlah kasus sebanyak 162 perkara dan Pengadilan Tinggi Agama Semarang
menempati urutan ketiga dengan jumlah 104 kasus.
Pengadilan Agama terkesan cukup hati-hati dalam mengabulkan permohonan
izin poligami. Pada tahun 2006, tercatat ada 989 permohonan izin poligami yang
diajukan di Pengadilan Agama di seluruh Indonesia, tetapi tidak semua pengajuan
permohonan poligami itu yang dikabulkan. Ada 803 permohonan izin poligami yang
dikabulkan sedangkan 186 lainnya ditolak. Penolakan tersebut disebabkan karena
syarat-syarat poligami yang tidak memenuhi persyaratan. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 1.2.
Data Izin Perkawinan Poligami Di Pengadilan Tinggi Agama Seluruh Indonesia Tahun 2006
Sumber : Pengadilan Agama Medan
Pengadilan Agama kota Medan juga mencatat mengenai data izin perkawinan
poligami yang terjadi di kota Medan dari tahun 2000-2006. Tetapi tidak semua izin
perkawinan poligami ini yang dikabulkan. Penolakan ini juga disebabkan karena
syarat-syarat poligami yang belum memenuhi persyaratan. Ini dapat dilihat pada tabel
Tabel 1.3.
Data Izin Perkawinan Poligami di Pengadilan Agama Medan
No. Tahun Jumlah
Walaupun Pengadilan Agama memberikan izin untuk berpoligami dengan
berbagai persyaratannya, tetapi kenyataan di masyarakat masih banyak seorang suami
yang melakukan poligami secara tidak resmi atau tidak dilakukan didepan petugas
pencatat nikah dan Pengadilan Agama, pelaku poligami ini hanya melakukan nikah
siri dan ada juga yang melakukan pemalsuan identitas di KUA. Hal ini dilakukan
untuk menyembunyikan pernikahannya dari istri sebelumnya karena kemungkinan
pelaku poligami tersebut tidak mendapatkan izin dari istri yang sebelumnya. Dari
tabel 1.4. di bawah ini dapat dilihat modus pelaku poligami :
Tabel 1.4.
Ketentuan mengenai masalah poligami diatur dalam Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia. Walaupun sudah ada UU Perkawinan
tersebut, kenyataannya poligami tetap saja terjadi dan terkadang poligami terjadi
tanpa memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan Peraturan
Peradilan. Praktek poligami yang tidak sesuai dengan aturan-aturan dan syarat-syarat
yang telah ditetapkan tersebut baik itu dalam hukum perkawinan di Indonesia dan
juga dalam ajaran agama khususnya Islam akan menimbulkan berbagai masalah yang
serius dalam keluarga. Dimana hubungan antara suami dengan istri pertamanya dan
juga istri-istri lainnya akan menjadi tegang dan hubungan anak-anak yang berlainan
ibu kemungkinan tidak harmonis. Selain itu juga, dengan terjadinya perkawinan
poligami ini, maka keluarga yang semula hanya terdiri dari satu keluarga inti saja
menjadi terbentuk dari dua atau lebih keluarga inti dimana seorang suami menjadi
suami atau kepala rumah tangga yang sama untuk beberapa keluarganya karena itu
perkawinan poligami dapat berpengaruh terhadap kehidupan sosial-ekonomi
keluarga, karena jika semula suami hanya mempunyai tanggungjawab pada satu
keluarga saja maka setelah ia berpoligami ia akan mempunyai tanggung jawab yang
lebih besar untuk istri-istri dan anak-anaknya.
Dalam penelitian ini ada beberapa alasan yang membuat peneliti merasa
tertarik untuk mengangkat masalah interaksi sosial dan konflik ekonomi keluarga
yang berpoligami tersebut. Diantaranya adalah :
1. Terjadinya perkawinan poligami ini kemungkinan akan menimbulkan berbagai
permasalahan dalam keluarga, seperti terjadinya ketidakharmonisan/hilangnya
diketahui bagaimana interaksi sosial dan konflik ekonomi yang terjadi pada
keluarga yang berpoligami tersebut.
2. Pada dasarnya tujuan dari pernikahan adalah menciptakan hubungan yang bahagia
dan harmonis diantara anggota keluarga yang dilandasi oleh rasa cinta dan kasih
sayang. Tetapi realitanya, didalam kehidupan berkeluarga permasalahan selalu
saja muncul misalnya istri tidak bisa memberikan keturunan, sakit/cacat, suami
tidak mendapatkan kebutuhn seksual yang akhirnya memicu keinginan suami
untuk berpoligami. Dengan demikian perlu kiranya dilakukan penelitian agar
diketahui apakah poligami merupakan solusi satu-satunya untuk memecahkan
permasalahan tersebut.
3. Adanya opini di dalam masyarakat bahwa poligami juga membawa dampak yang
positif bagi keluarga. Pendapat ini perlu kiranya dibuktikan melalui suatu
penelitian.
1.2. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi perumusan
masalah adalah :
a) Apakah yang melatarbelakangi seorang istri bersedia untuk dipoligami ?
b) Bagaimanakah interaksi sosial keluarga yang berpoligami ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
a) Untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi seorang istri bersedia untuk
dipoligami.
b) Untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial keluarga yang berpoligami.
c) Untuk mengetahui bagaimana konflik sosial dan ekonomi keluarga yang
berpoligami.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
1. Untuk melatih kemampuan akademis sekaligus penerapan ilmu
pengetahuan yang telah diperoleh.
2. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini nantinya akan dapat
dimanfaatkan sebagai referensi bagi perkembangan ilmu sosiologi,
khususnya sosiologi keluarga.
3. Sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya yang mempunyai
keterkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Memberikan wawasan kepada peneliti mengenai interaksi sosial keluarga
2. Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh
institusi-institusi terkait dalam melihat realita kehidupan sosial-ekonomi
keluarga yang berpoligami.
1.5. Definisi Konsep
Untuk lebih memahami kajian penelitian ini, maka perlu pembatasan
konsep-konsep dengan mendefinisikan secara operasional.
1. Perkawinan
Yaitu suatu akad suci yang mengandung serangkaian perjanjian diantara dua
pihak yaitu suami dan istri untuk hidup bersama, berumah tangga dengan landasan
hukum agama, adat dan negara.
2. Poligami
Yaitu seorang laki-laki mempunyai dua orang atau lebih istri dimana istri-istri
tersebut ada yang dinikahkan secara resmi menurut agama dan negara maupun yang
hanya dinikahkan secara siri dan dengan terjadinya perkawinan poligami tersebut
akan menyebabkan rumah tangga itu terbentuk dari dua atau lebih keluarga inti
dimana lelaki yang sama menjadi suami bagi beberapa wanita.
3. Interaksi Sosial
Yaitu bagaimana antara individu yang satu berinteraksi dan berhubungan
dengan individu lainnya didalam lingkungan sosialnya dalam rangka menjalani
fungsi dan perannya sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial. Interaksi sosial yang
pertama, bagaimana interaksi antara istri yang satu dengan keluarga istri yang lain,
bagaimana interaksi orang tua (ayah dan ibu) dengan anak-anaknya.
4. Konflik Sosial
Yaitu terjadinya perselisihan dan pertengkaran di dalam sebuah keluarga
karena adanya suatu masalah yang terjadi yang akan mempengaruhi interaksi sosial
diantara anggota keluarga tersebut.
5. Konflik Ekonomi
Yaitu terjadinya perselisihan antara anggota-anggota keluarga yang
disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ekonomi keluarga seperti
kebutuhan pangan, sandang, papan, biaya pendidikan anak dan lain-lain.
6. Keluarga
Keluarga adalah lembaga terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah,
ibu, dan anak dan diikat oleh ikatan perkawinan yang syah oleh negara atau lembaga
norma (adat) dan ada hubungan darah. Jadi keluarga dalam penelitian ini adalah
keluarga dalam hal pengertian keluarga inti sebagai kelompok sosial terkecil yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
7. Disorganisasi Keluarga
Disorganisasi keluarga adalah pecahnya suatu unit keluarga atau terpecahnya
suatu struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan peran
8. Adil
Yaitu salah satu syarat poligami. Berlaku adil dalam penelitian ini meliputi
semua aspek dari ekonomi, jatah giliran, kasih sayang, perlindungan dan yang
terpenting para istri mempunyai hak yang sama.
9. UU No.1 Tahun 1974
Yaitu suatu Undang-Undang Perkawinan yang mengatur tentang masalah
poligami. Ini dapat dilihat dari pasal 3 dari UU tersebut menyatakan bahwa pada
prinsipnya asas perkawinan adalah monogami, yaitu seorang pria hanya mempunyai
seorang istri dan seorang wanita hanya mempunyai seorang suami. Pengadilan dapat
memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari satu orang apabila
dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dan pasal 4 menyatakan bahwa
pengadilan yang memutuskan boleh tidaknya seorang suami beristri lebih dari satu,
apabila memenuhi syarat-syarat seperti istri tidak dapat memberikan keturunan, istri
dalam keadaan sakit dan cacat tubuh. Pada pasal 5 juga dijelaskan bahwa poligami
tidak dapat dilakukan oleh setiap orang dengan sekehendak hati tetapi harus ada
persetujuan dari istri sebelumnya, yakni adanya jaminan bahwa suami mampu
menjamin keperluan hidup para istri dan anak mereka serta adanya jaminan bahwa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Proses Interaksi Sosial dalam Keluarga
Menurut Kimbal Young dan Reymond W.Mack dalam Soekanto
(1990:60-61), menyatakan bahwa interaksi sosial adalah kunci semua kehidupan sosial, oleh
karena tanpa interaksi tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Sedangkan menurut
Gillin dan Gillin menyebutkan interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-orang perorangan dengan
kelompok-kelompok manusia.
Adapun ciri-ciri interaksi sosial menurut Charles P. Loomis adalah :
1. Jumlah pelakunya lebih dari seorang, biasanya dua atau lebih.
2. Adanya komunikasi antar para pelaku dengan menggunakan simbol-simbol.
3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini dan akan
datang yang menentukan sifat dari aksi yang sedang berlangsung.
4. Adanya suatu tujuan yang hendak dicapai sebagai hasil dari interaksi tersebut
Interaksi yang dilakukan oleh manusia mempunyai syarat-syarat agar interaksi
terjadi dengan baik, yaitu kontak dan komunikasi. Kontak pada dasarnya merupakan
aksi dari individu atau kelompok agar mempunyai makna bagi pelakunya dan
kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain. Penangkapan makna tersebut
yang menjadi pangkal tolak untuk memberikan reaksi. Sebagaimana yang dikatakan
aksi diantara orang-orang, jadi tidak memperdulikan secara berhadapan muka secara
langsung ataukah melalui simbol-simbol seperti bahasa, tulisan yang disampaikan
dari jarak ribuan kilometer jauhnya. Semua itu tercakup didalam konsep interaksi
selama hubungan itu mengharapkan adanya satu atau lebih bentuk respons.
Komunikasi muncul setelah kontak berlangsung. Terjadinya kontak belum berarti
telah ada komunikasi, oleh karena komunikasi itu timbul apabila seseorang individu
memberi tafsiran pada prilaku orang lain. Dengan tafsiran tadi, lalu seseorang itu
mewujudkan dengan prilaku, dimana prilaku tersebut merupakan reaksi terhadap
perasaan yang ingin di sampaikan
Menurut pendekatan interaksionis faktor yang menentukan dalam upaya untuk
memahami prilaku keluarga adalah kajian terhadap interaksi antara para anggota
keluarga dan interpretasi apa yang para individu bersangkutan berikan pada interaksi
tersebut. Karena para anggota keluarga secara terus-menerus saling mempengaruhi
maka keluarga adalah suatu unit sosial yang senantiasa tumbuh, berkembang dan
bersifat dinamis (Ihromi, 1999:276-277). Dengan kata lain pendekatan interaksi
melihat keluarga sebagai unit interaksi personal, dimana ayah, ibu, dan anak-anak
akan saling menjalin hubungan dalam interaksi dan komunikasi. Pendekatan ini juga
melihat bagaimana individu memainkan perannya masing-masing dalam keluarga dan
bagaimana mereka memikirkan dan merasakan apa yang mereka lakukan dalam
keluarga mereka dan terhadap anggota keluarga lainnya.
Secara ideal keluarga terdiri dari suami, istri dan beberapa orang anak.
Keluarga merupakan kelompok orang-orang yang dipersatukan oleh ikatan
melalui perannya masing-masing sebagai anggota keluarga. Sebagai unit terkecil
dalam masyarakat keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan karena itu perlu
adanya peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga. Keluarga terdiri dari dari
beberapa orang, maka akan terjadi interaksi antara anggotanya dan ini berpengaruh
terhadap keadaan bahagia (harmonis) atau tidak bahagia (disharmonis) pada salah
seorang anggota keluarga yang selanjutnya berpengaruh pula terhadap pribadi-pribadi
lain dalam keluarga (Gunarsa, 1993:210-211).
Keluarga sebagai satuan emosional yang memenuhi peran dan tanggung
jawab semakin dianggap penting oleh umumnya masyarakat. Keluarga ideal juga
tidak lepas dari sejauh mana ia mampu menjalankan fungsi keluarga dengan baik di
dalam keluarga, karena fungsi keluarga tidak dapat dipisahkan dari keluarga ideal.
Adapun fungsi keluarga tersebut adalah fungsi pengaturan seksual, fungsi reproduksi,
fungsi sosialisasi, fungsi afeksi, fungsi penentuan status, fungsi perlindungan dan
fungsi ekonomi. Berjalannya fungsi-fungsi ini membawa keluarga pada pola
penyesuaian sebagai dasar hubungan sosial dengan penuh cinta kasih sehingga
tercipta pola interaksi sosial yang lebih luas baik dengan sesama anggota keluarga
maupun masyarakat sekitar.
2.2. Konflik Sosial dan Ekonomi dalam Keluarga
Simmel dalam Ihromi (1999:177) mengatakan bahwa hubungan suami istri
dalam perkawinan dapat dikatakan sebagai hubungan dua orang atau dyadic, yang
secara kualitatif memiliki perbedaan dengan kelompok yang beranggotakan lebih dari
orang tersebut. Di dalam hubungan dyadic ini terdapat tingkat keamanan maksimum
yang disebabkan oleh adanya suatu kekhususan yang berbeda dengan hubungan yang
terdiri atas banyak orang yaitu struktur sosial hanya terdapat di antara mereka berdua.
Pengunduran salah satu akan menghancurkan keseluruhan. Bila kedua belah pihak
berkeinginan untuk mempertahankan keutuhan kelompok, dengan sendirinya
kesewenang-wenangan dari salah satu pihak tidak akan terjadi. Tetapi juga
sebaliknya, bila salah satu pihak melakukan kesewenangan akan mudah
membubarkan kelompok ini.
Hal ini disebabkan karena adanya pemicu konflik yang mempengaruhi
keharmonisan keluarga tersebut diantaranya:
a) Tidak adanya tanggung jawab suami dalam hal kebutuhan ekonomi.
b) Suami ingin menikah lagi dengan orang lain (berpoligami).
c) Adanya perselingkuhan baik yang dilakukan oleh pihak suami maupun istri.
d) Biologis adalah keadaan suami dan istri yang tidak mempunyai kemampuann
jasmani untuk membina perkawinan yang bahagia, seperti sakit, impoten, dan
mandul.
e) Berbeda prinsip dalam mengarungi bahtera rumah tangga seperti masalah
anak, pekerjaan dan lain-lain.
Dengan adanya sebab-sebab di atas, maka dalam keluarga tersebut akan
terjadi konflik yang pada akhirnya akan menyebabkan adanya ketidaksepahaman,
perselisihan, silang pendapat diantara keduanya dan juga akan berpengaruh kepada
anggota keluarga lainnya sehingga menyebabkan terjadinya kegoncangan dan
disharmonisasi keluarga karena jika dalam keluarga antara suami dengan istri
bermasalah maka seluruh interaksi orang tua dan anak-anaknya juga akan
berpengaruh sehingga kebahagiaan dalam keluarga akan mengalami hambatan.
Dalam keluarga yang efektif, kepentingan utama terletak pada kesatuan.
Apabila terdapat kesatuan maka keluarga tersebut akan terorganisasi. Tetapi apabila
tidak adanya kesatuan maka keluarga telah mulai mengalami disorganisasi.
Runtuhnya kesatuan dapat disebabkan oleh perselisihan dalam keluarga, yang
membuat hubungan sulit untuk serasi (harmonis) walaupun kebutuhan yang jelas
dalam kesatuan formal dari kelompok mungkin tidak pernah terjadi.
Ketegangan-ketegangan dapat membentuk hal yang lebih jelas lagi yaitu perpisahan atau
perceraian. Anggota-anggota harus menyusun kembali untaian kekusutan kehidupan
mereka dengan suasana baru dan suasana yang berlainan (Khairuddin, 1997:111).
Menurut Dr. Al-Athar, akibat dari tindakan poligami, sebagaimana yang
ditulis dalam bukunya Ta’adduduz Zawjat adalah :
a. Menimbulkan kecemburuan antara istri.
b. Kekhawatiran dari istri kalau suami tidak dapat berlaku bijaksana dan adil.
c. Terjadi perselisihan antara anak-anak yang berlainan ibu.
d. Kekurangan ekonomi.
Kalau hal-hal negatif ini muncul, maka dalam sebuah keluarga tidak lain dari
kekacauan dan kedisharmonisan. Akibat-akibat negatif tersebut muncul dari
kekurangan suami memenuhi syarat. Terlalu banyak contoh yang terjadi yang
menimbulkan ketidakharmonisan didalam suatu keluarga yang berpoligami, yang
kekurangmampuan suami berbuat adil dalam memberikan giliran kepada para istri,
maupun akibat tidak langsung, seperti perasaan kurang adil dalam memberikan dan
memenuhi kebutuhan anak-anak. Demikian juga sangat banyak contoh kasus-kasus
yang membuat anak menjadi berani kepada orang tua yang melakukan poligami. Ini
dikarenakan ketidakpuasan terhadap prilaku atau sikap ayah yang kurang mampu
memberi dan mencukupi kebutuhan anak (Khoiruddin, 1996:100).
Problem psikologis yang lainnya dari praktek poligami yang dilakukan oleh
seorang suami adalah dalam bentuk konflik internal dalam keluarga, baik diantara
sesama istri, antara istri dengan anak tiri atau diantara anak-anak yang berlainan ibu.
Ada rasa persaingan yang tidak sehat diantara istri. Hal itu terjadi karena suami
biasanya lebih memperhatikan istri muda ketimbang istri lainnya. Bahkan tidak
jarang setelah menikah suami menelantarkan segala kebutuhan hidup istri dan
anak-anaknya. Tentu ini akan menimbulkan problem sosial yang serius dalam masyarakat.
Bentuk implikasi lain dari poligami adalah kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan
perempuan justru lebih banyak terjadi didalam keluarga, dan pelakunya adalah
suaminya sendiri. Kekerasan terhadap istri biasanya sulit dan jarang diungkapkan
karena dianggap sebagai masalah pribadi. Selain dalam bentuk penyiksaan fisik, istri
juga mengalami kekerasan seksual dalam bentuk suami tidak memperhatikan
kebutuhan dan kepuasaan seksual istrinya. Dari hasil penelitian Khairuddin N.M
menyimpulkan bahwa poligami merupakan faktor yang paling banyak memicu
pelecehan hak-hak istri, termasuk hak-hak yang berkaitan dengan seksualitas. Hal ini
terjadi karena dalam poligami suami biasanya hanya tertarik melakukan hubungan
kebutuhan seksualnya. Pada umumnya sikap suami yang mulai melirik perempuan
lain lebih sensitif dan emosional terhadap istrinya. Dia menjadi ringan tangan dan
mudah menampar dan memukul istri. Bahkan tidak sedikit suami membawa pulang
istri muda ke rumahnya dan tentu saja itu merupakan pelecehan yang luar biasa
terhadap perempuan (Mulia, 1999:52-55).
2.3. Sistem Patriarkhi dalam Keluarga
Menurut Herdi Hartman, patriarkhi merupakan relasi hirarkis antara laki-laki
dan perempuan dimana laki-laki lebih dominan dan perempuan menempati posisi
subordinat. Menurutnya patriarkhi adalah merupakan suatu relasi hirarkis dan
semacam forum solidaritas antara laki-laki yang mempunyai landasan materil serta
memungkinkan mereka untuk mengontrol perempuan. Sedangkan menurut Nancy
Chodorow, perbedaan fisik secara sistematis antara laki-laki dan perempuan
mendukung laki-laki untuk menolak feminitas dan untuk semua emosional berjarak
dari perempuan dan memisahkan laki-laki dan perempuan. Konsekuensi sosialnya
adalah laki-laki mendominasi perempuan dan pada intinya secara natural laki-laki itu
superior dan perempuan inferior, yang superior mengatur yang inferior dan inferior
harus rela untuk diatur.
Keluarga merupakan konstruksi awal dari struktur patriarkhi dan
menempatkan perempuan pada posisi yang subordinat, telah menjadi penghalang
utama untuk memperoleh kesempatan posisi dan peran yang lebih baik. Struktur yang
timpang ini selalu menempatkan laki-laki pada posisi dan peran yang lebih tinggi
secara langsung menegaskan superioritas laki-laki. Dalam keluarga, perempuan
ditetapkan sebagai pihak yang dipimpin sedangkan laki-laki adalah pemimpin.
Akibatnya, perempuan tidak memiliki hak untuk memutuskan sesuatu dalam
keluarga.
Menurut Dair dalam Djanan (2003: 34) mengatakan bahwa dalam pandangan
masyarakat Indonesia, suami adalah orang yang memiliki kekuasaan dalam keluarga.
Artinya suamilah yang memiliki pengaruh terhadap istri dan anggota keluarga
lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuasaan suami di dalam perkawinan terjadi
karena unsur-unsur kultural dimana terdapat norma-norma dalam kebudayan yang
memberi pengaruh menguntungkan suami. Kekuasaan suami yang tinggi terhadap
istri juga dipengaruhi oleh penguasaan suami dalam sistem keuangan. Suami sebagai
pencari nafkah dan mengurusi ekonomi sedangkan istri bertugas melaksanakan
pekerjaan rumah tangga. Sehingga otoritas ekonomi dalam keluarga ada di tangan
suami.
Dalam poligami walaupun ada keyakinan bahwa poligami merupakan
kekerasan terhadap wanita tetapi sangat sulit bagi perempuan untuk menolak
poligami. Hal ini terjadi karena kekuasaan patriarkhi terus menurus disokong oleh
sistem simbol yang membutakan perempuan dan laki-laki akan suatu tatanan
hubungan laki dan perempuan yang lebih demokratis. Jaques Lacan mengatakan
bahwa setiap masyarakat diatur lewat suatu rangkain tanda (simbol) yang saling
berhubungan, serta peranan-peranan dan ritual-ritual yang ada di masyarakat atau
yang disebut “aturan simbolis”. Aturan simbolis ini terus menerus memproduksi
simbolis yang mengatur sistem masyarakat lahir dari proses bekerjanya tatanan
kemasyarakatan (social order) sebagai norma yang mengatur tata cara warganya
berhubungan satu sama lain dalam aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi dan
budaya. Dalam masyarakat Indonesia terdapat suatu norma-norma yang
sensitifitasnya rendah terhadap kepentingan perempuan dalam kasus poligami yakni
norma agama (terutama Islam), hukum dan tradisi atau adat (Farida dalam Jurnal
Perempuan, 2002:73-74).
Dalam struktur sosial yang patriarkhi, perempuan cenderung selalu mengalah
pada suami. Ini merupakan tindakan yang dilakukan perempuan untuk
mempertahankan keutuhan dan keharmonisan keluarga. Ideologi patriarkhi tumbuh
dan berkembang dalam keluarga yang menganut sistem patrilineal dimana laki-laki
pada sistem ini menjadi tokoh penting dan dominan dalam keluarga termasuk dalam
bidang kekuasaan dalam rumah tangga sehingga perempuan menjadi sangat
tergantung pada laki-laki.
Dalam masyarakat ada stereotipe yang melekat bahwa seorang istri hanya
bertugas untuk melayani suami, patuh terhadap suami dan stereotipe terhadap
perempuan ini terjadi pada level dan segmen masyarakat, diantaranya Peraturan
Pemerintah, Aturan keagamaan, kultur dan kebiasaan masyarakat yang
dikembangkan. Akar dari stereotipe yang melahirkan ketidakadilan ini berawal dari
kebijakan yang dilahirkan dari budaya patriarkhi, dimana laki-laki mendapatkan
kekuasaan penuh untuk dapat mengatur peran dan fungsi perempuan dalam keluarga
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian studi kasus dengan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik (utuh). Misalnya
tentang perilaku, motivasi, tindakan dan sebagainya. Metode kualitatif digunakan
dalam penelitian ini karena :
a) Pendekatan ini melihat individu secara holistik (utuh).
b) Pendekatan ini mengutamakan latar alamiah, dengan maksud menggambarkan
fenomena yang terjadi dengan melibatkan berbagai metode seperti wawancara,
observasi dan lain-lain.
c) Pendekatan ini bersifat emik, maksudnya peneliti dapat membangun
pandangannya sendiri tentang apa yang diteliti secara rinci (Moleong, 2005:4-6).
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi
penelitian ini adalah :
1. Sesuai dengan data dari Pengadilan Agama Medan diketahui bahwa kasus
poligami yang terjadi di kota Medan pada tahun 2006 mengalami peningkatan
yaitu ada 14 kasus izin permohonan poligami yang tercatat di Pengadilan
2. Medan sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia dapat menjadi tolak
ukur dari perkembangan poligami.
3. Peneliti merupakan warga kota Medan sehingga memudahkan peneliti dalam
mencari informasi yang dibutuhkan untuk penelitian ini dan juga memperoleh
kemudahan seperti akses, biaya, hemat waktu, dan sebagainya.
3.3. Unit Analisis dan Informan
3.3.1. Unit Analisis
Penelitian kualitatif ini bertolak dari asumsi sosial tentang realitas atau
fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Data dan informan harus ditelusuri
sedalam mungkin sesuai dengan permasalahan dan informan dalam penelitian ini
dipilih secara sengaja. Informan yang akan dijadikan unit analisis dalam penelitian ini
adalah sepuluh keluarga yaitu suami beserta istri-istri dan anak-anaknya. Jumlah istri
dalam penelitian ini dibatasi yaitu minimal mempunyai 2 istri dan maksimal
mempunyai 4 istri.
3.3.2. Informan
Informan dibedakan atas dua jenis, yakni informan kunci dan informan biasa.
3.3.2.1. Informan Kunci
a) Istri dari suami yang berpoligami, dengan kriteria :
- Istri dari pernikahan yang syah menurut agama dan negara maupun istri
- Masih berstatus sebagai istri atau dengan kata lain belum bercerai.
Alasannya karena agar diketahui bagaimana informan menjalankan
kehidupan sehari-harinya sebagai istri yang dipoligami.
3.3.2.2. Informan Biasa
a) Suami yang berpoligami, dengan kriteria :
- Telah berpoligami selama minimal 3 tahun. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan penulis dalam melihat bagaimana kehidupan poligami yang
telah dijalaninya.
- Memiliki minimal 2 istri dan maksimal 4 istri.
- Memiliki pekerjaan yang tetap. Alasannya karena agar diketahui sejauh
mana informan dapat bertanggung jawab secara ekonomi kepada
keluarga-keluarganya.
- Berpoligami secara resmi maupun tidak resmi (nikah siri)
b) Anak, dengan kriteria :
- Telah berusia minimal 17 tahun, dimana pada usia tersebut seseorang telah
dianggap dewasa.
- Masih tinggal bersama orang tuanya. Alasannya karena agar diketahui
bagaimana interaksi informan dengan orang tuanya.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Dalam mengumpulkan data, peneliti
pada berbagai faktor terutama jenis data dan ciri informan. Metode pengumpulan data
tergantung karakteristik data, maka metode yang digunakan tidak selalu sama untuk
setiap informan (Gulo, 2002:110-115).
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu data
primer dan data sekunder. Untuk mendapatkan data tersebut, maka peneliti memakai
teknik pengumpulan data melalui :
a) Data Primer
Yaitu cara mengumpulkan data yang dilakukan di lapangan. Dalam hal ini,
pengumpulan data pada sepuluh keluarga yang berpoligami di kota Medan. Adapun
teknik pengumpulan data dengan cara :
• Observasi Langsung
Observasi langsung adalah peneliti turun ke lapangan penelitian langsung
untuk mengamati dan melihat bagaimana kehidupan sehari-hari dari
keluarga-keluarga yang berpoligami ini. Disini peneliti hanya sebagai
pengamat.
• Wawancara mendalam
Adalah melakukan suatu percakapan atau tanya jawab dengan informan
secara mendalam. Disini peneliti akan berusaha menggali informasi yang
sebanyak-banyaknya dari informan dengan menggunakan pedoman
wawancara yaitu interview guide (draf wawancara) yang telah disusun
sebelumnya. Hal-hal yang akan diwawancara berupa bagaimana interaksi
b) Data Sekunder
• Studi Kepustakaan
Yaitu cara untuk memperoleh data yang dilakukan melalui studi
kepustakaan. Dalam hal ini kajian kepustakaan dilakukan untuk
mendapatkan data yang bersifat teoritis, asas-asas, konsepsi, pandangan,
tema melalui buku, dokumen, artikel, jurnal, tulisan dan catatan lainnya
yang berhubungan dengan topik penelitian ini.
• Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk menelusuri
data historis, sebagian data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat,
catatan harian, laporan, memorial, dokumen dan foto.
3.5. Interpretasi Data
Data-data yang diperoleh dari lapangan baik itu data utama hasil wawancara
maupun dari data penunjang lainnya akan direkam dalam catatan lapangan setelah
seluruh data terkumpul, maka dilakukan analisa data dan interprestasi dengan
mengacu pada tinjauan pustaka. Sedangkan hasil observasi diuraikan dan dinarasikan
untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus untuk melengkapi data. Berdasarkan
data yang diperoleh diinterprestasikan untuk menggambarkan dengan jelas keadaan
3.7. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup keterbatasan pengetahuan
peneliti mengenai keterbatasan data melalui buku atau dokumen yang mendukung
penelitian dan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para informan.
Keterbatasan pengetahuan peneliti mengenai matode penelitian menyebabkan
lambatnya proses penelitian yang dilakukan dan data-data yang diperoleh di lapangan
menjadi tidak terlalu dalam. Namun teknik pengumpulan data yang ditentukan baik
observasi maupun wawancara mendalam telah mampu menjawab permasalahan yang
dimaksud peneliti.
Keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sulitnya mencari
informan yang bersedia dan mau untuk dijadikan informan. Hal ini disebabkan
keengganan informan untuk diwawancarai karena takut jika keterangan yang
diberikan akan disebarluaskan pada masyarakat luas. Menyikapi hal seperti itu,
melalui interaksi yang akrab peneliti meyakinkan informan bahwa kegiatan yang
dilakukan ini merupakan bagian dari perkuliahan dan hasil wawancara dari informan
akan dijaga kerahasiaannya. Kesulitan dalam pelaksanaan penelitian ini juga
mencakup peneliti tidak dapat melakukan wawancara dengan beberapa informan
secara langsung, hal ini dikarenakan para informan memiliki kegiatan yang cukup
sibuk sehingga sebagai alternatifnya, selain melakukan wawancara langsung dengan
informan yang mempunyai waktu, peneliti juga melakukan wawancara melalui
telepon, wawancara melalui telepon sangat efektif dan efisien karena informan dapat
diwawancarai ketika ada waktu luang. Namun, walaupun terdapat berbagai
informasi dari informan serta informasi yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan
validitasnya.
Kendala lain yang juga menghambat penelitian ini adalah terbatasnya
buku-buku poligami yang membahas dan mengungkapkan fakta-fakta mengenai kehidupan
BAB IV
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
4.1. Profil Informan
4.1.1. Informan Kunci : Istri yang dipoligami
4.1.1.1. Ibu EF, korban poligami dari suami yang tidak bertanggung
jawab.
Ibu EF yang berkulit kuning langsat ini sekarang berusia 48 tahun. Ia menikah
di usia muda dengan seorang laki-laki yang bersuku sama dengannya yaitu suku
Mandailing. Ibu EF menikah karena dijodohkan oleh keluarga dengan seorang
laki-laki yang masih mempunyai hubungan keluarganya. Sebelum menikah mereka sudah
saling mengenal dan dekat sehingga sama-sama tidak keberatan ketika dijodohkan.
Dari pernikahan ini ia dikarunia tiga orang anak, yaitu dua orang laki-laki dan satu
orang perempuan. Anak pertamanya berusia 27 tahun sudah bekerja sebagai pegawai
negeri sipil dan sudah menikah, anak kedua yang berusia 23 tahun sudah bekerja
sebagai karyawan di sebuah Hotel yang terletak di Jl. Sisingamangaraja, sementara
itu anak perempuan yang paling bungsu yang berusia 18 tahun baru menyelesaikan
pendidikan di bangku SMU.
Ibu EF tinggal di kawasan kota Matsum. Rumah ibu EF berada tepat didepan
jalan raya yang selalu ramai dilintasi mobil dan sepeda motor. Rumah itu sudah
menjadi miliknya sendiri. Kondisi rumahnya memiliki fasilitas yang bisa dikatakan
layak. Rumah ibu EF terdiri dari tiga kamar tidur, satu kamar mandi, 1 ruang
sedangkan di ruang keluarga yang berukuran tidak terlalu luas terdapat 1 buah TV
yang berukuran 21 inci, VCD Player, serta fasilitas-fasilitas lainnya. Rumah itu hanya
ditempati ibu EF bersama dua orang anaknya karena semenjak suaminya menikah
lagi, suami ibu EF jarang sekali pulang kerumah.
Sehari-harinya ibu EF menjaga kios kecil yang berada di depan rumahnya. Ia
menjual beranekaragam jajanan anak-anak mulai dari snack, permen, kerupuk,
minuman botol dan juga rokok. Selain itu juga ada beberapa perlengkapan sekolah
seperti buku, pulpen, pinsil dan lain-lain. Pendapatan yang ia peroleh lebih kurang
Rp. 250.000/hari, itupun kalau hari minggu yang pembelinya lumayan ramai, tetapi
kalau hari-hari biasa, biasanya ia hanya memperoleh pendapatan lebih kurang Rp.
80.000 sampai dengan Rp. 100.000/hari. Selain membuka kios kecil, ibu EF juga
menjual dan mengansurkan barang-barang seperti pakaian, perhiasan, barang-barang
rumah tangga dan lain-lain.
Wanita yang berpendidikan hanya sampai SMU ini mengetahui suaminya
berselingkuh dan telah menikah lagi dari sms-sms yang dibacanya di handphone
suaminya. Dari nomor yang tertera di sms tersebut, ibu EF kemudian menghubungi
nomor tersebut dan ternyata wanita itu memang telah menikah dengan suaminya
secara sirri. Wanita tersebut masih muda umurnya kurang lebih 22 tahun dan
berdomisili di Medan. Mereka telah menikah hampir 3 tahun. Setelah mengetahui
suaminya telah menikah lagi, hatinya sangat hancur dan sakit, karena sudah hampir
28 tahun ia membina perkawinan dengan suaminya. Ia berharap perkawinan ini bisa
yang ia rasakan karena suaminya lebih memilih hidup bersama wanita muda yang
kini telah menjadi istrinya daripada hidup dengannya.
Pada awalnya rumah tangga ibu EF bisa dibilang harmonis dan baik-baik saja.
Menurut penuturan ibu EF, dulu suaminya adalah seorang yang baik dan sangat
bertanggung jawab terhadap keluarganya. Akan tetapi sudah hampir empat tahun
belakangan ini rumah tangganya sudah mulai goyah. Mereka sering terlibat
pertengkaran. Permasalahan yang timbul tidak jelas dan jika ia bertengkar dengan
suaminya, ia selalu mendapatkan perlakuan yang kasar seperti dipukul dan dicaci
maki olah suaminya. Walaupun demikian ibu EF tidak pernah membalas karena
takut.
Menurut wanita yang tampak tegar, kuat dan pekerja keras ini mengatakan
bahwa poligami merupakan tindakan yang dilakukan seorang suami tanpa
memikirkan perasaan orang-orang disekitarnya. Suami yang berpoligami adalah
seorang suami yang egois yang hanya memikirkan kesenangan bagi dirinya sendiri.
Dengan terjadinya perkawinan poligami dalam sebuah keluarga, menurutnya akan
menambah permasalahan yang ada di dalam keluarga tersebut.
Bagi ibu Ef menjaga hubungan keluarga dan nama baik keluarga adalah
satu-satunya alasan mengapa ia tetap bertahan hidup berumah tangga dengan suaminya
walaupun suaminya telah menikah lagi, ibu EF tidak ingin hubungan keluarga mereka
terpecah karena suaminya telah menikah lagi. Kini kehidupan sebagai istri yang
dipoligami telah dijalaninya hampir 3 tahun dan selama menjadi istri yang dipoligami
hanya penderitaan-penderitaan yang ia dapatkan karena suami ibu EF tidak
4.1.1.2. Ibu NR, istri yang tegar menerima nasib dipoligami
Ibu NR yang biasa disapa dengan Butet ini adalah seorang ibu rumah tangga
yang dilahirkan pada tahun 1952 dan sekarang beliau berusia 55 tahun. Ibu Butet
yang berpostur tinggi besar ini merupakan wanita yang bersuku Batak. Pernikahan
ibu Butet dengan suaminya kini adalah pernikahan yang ke-2. Suaminya terdahulu
sudah meninggal dunia karena kecelakaan sepeda motor. Dari penikahannya
terdahulu itu, ibu Butet mempunyai seorang putri yang kini sudah menikah.
Sedangkan dari pernikahannya yang ke-2, ia dikarunia empat orang putra dimana
anak pertama, kedua dan keempatnya sudah bekerja sebagai Polisi dan ditugaskan di
Medan, Penyabungan dan Kisaran. Sedangkan anak ketiganya telah bekerja sebagai
satpam di salah satu Bank swasta di Medan.
Ibu Butet yang hanya menamatkan pendidikan sampai bangku SMU ini
mengatakan bahwa selama berumah tangga dengan suaminya hingga sekarang ia
hanya berstatus sebagai ibu rumah tangga, karena suaminya melarangnya agar tidak
bekerja dan mengurus anak-anaknya saja. Ibu NR dan kedua putranya tinggal di
rumah yang sudah menjadi milikya sendiri. Mereka tinggal di Jl. Gurila. Ibu NR
tinggal di daerah itu sejak tahun 1992. Rumah yang mempunyai 4 kamar tidur itu
tidak tertata dengan rapi. Banyak terlihat tumpukan buku-buku di lemari dan di meja.
Di ruang tamu terdapat 1 set kursi tamu dan 2 buah guci besar. Di dindingnya
terdapat sebuah foto keluarga yang kira-kira berukuran 1 ½ m x 1m. Ada satu set
meja makan dan sebuah kulkas yang terletak di dekat dapur. Sementara di ruang
keluarga hanya ada 1 buah televisi, sebuah VCD player beserta 2 bauh loud speaker
Setiap paginya ibu Butet selalu memasak sarapan pagi untuk anaknya yang
harus bekerja. Anak-anaknya sudah dibiasakan untuk sarapan pagi karena
menurutnya sarapan pagi itu sangat penting. Setelah menyiapkan sarapan ia lalu
membereskan dan membersihkan rumah. Setelah semua pekerjaan rumah selesai, ia
pergi kepasar untuk berbelanja keperluan esok harinya.
Menurut pengakuan ibu NR, sejak dulu suaminya adalah sosok suami yang
cuek yang tidak mau tau dan peduli dengan apapun dan kurang bertanggung jawab
kepada keluarganya. Sikap dan prilaku suaminya ini semakin parah setelah ia
berpoligami. Menurut pengakuan ibu NR, sejak dulu suaminya sangat gemar main
perempuan dan tingkah lakunya ini tidak berubah walaupun semua anak-anaknya
sudah beranjak dewasa. Di club-club karoeke dan diskotik ini suaminya berkenalan
dengan seorang wanita yang kebetulan bekerja sebagai pelayan di club karoeke
tersebut. Hal ini semakin diketahui oleh ibu NR setelah suaminya semakin jarang
pulang ke rumah.
Ibu Butet yang selalu tersenyum kepada penulis ketika wawancara
berlangsung mengatakan bahwa hubunganya dengan suaminya memang sudah lama
tidak harmonis. Mereka sering terlibat pertengkaran. Selama terjadi hubungan yang
tidak harmonis ini, ibu Butet dan suaminya sangat jarang melakukan hubungan
suami-istri, bahkan terkadang suaminya memaksanya hingga pernah memukul dan
mencekiknya. Mungkin karena permasalahan inilah yang mendorong suaminya untuk
menikah lagi. Setelah mengetahui suaminya telah menikah lagi, ibu NR merasa
sangat sakit hati atas penghianatan yang dilakukan suaminya itu. Belum lagi rasa
keluarganya, namun ibu NR tetap tabah dan sabar menghadapi segala cobaan yang
menimpa kehidupan keluarganya.
Bagi ibu NR poligami merupakan suatu hal yang bisa mengancam
keharmonisan dalam sebuah keluarga, karena menurutnya tidak mungkin seorang
suami dapat berlaku adil terhadap semua keluarganya dan juga mana ada perempuan
di dunia ini yang rela untuk dipoligami. Dengan berpoligami seorang suami akan
semakin mengabaikan istri dan anak-anaknya dan labih mementingkan kehidupan
istri keduanya. Menurut ibu NR, sebenarnya ia tidak ingin dipoligami karena itu ia
pernah mencoba untuk melaporkan prilaku dan tindakan suaminya yang telah
menikah lagi ini kepada atasan suaminya dan juga pernah menuntut cerai. Ia mengaku
sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan kasar suaminya, tetapi usahanya ini tidak
berhasil karena suaminya terlanjur mengetahui niat ibu NR ini. Setelah kejadian ini
ibu NR mendapat ancaman dari suaminya apabila ingin melaporkannya kembali.
Kini jika suaminya pulang dan marah-marah padanya, ibu NR hanya bisa diam dan
menghindar dari suaminya.
Kini, sudah hampir 5 tahun ia menjalani perannya sebagai seorang istri yang
dipoligami. Selama 5 tahun menjalaninya ibu NR hanya bisa pasrah dan tegar
terhadap cobaan yang diberikan Allah padanya. Ia hanya bisa terus berdoa semoga
suaminya dapat berubah menjadi suami yang baik dan kehidupan keluarganya dapat
4.1.1.3. Ibu AN, istri yang bersedia dipoligami karena sangat
menggantungkan hidup keluarganya pada suaminya.
Ibu AN adalah seorang ibu rumah tangga yang berusia 50 tahun. Ibu AN yang
sangat kental logat Mandailingnya ini menikah pada umur 19 tahun. Dari
pernikahannya ini ia dikarunia lima orang anak yang terdiri dari dua orang laki-laki
dan tiga orang perempuan. Anak laki-lakinya yang sulung berusia 29 tahun sudah
menikah. Anak keduanya telah meninggal dunia 8 tahun yang lalu karena sakit. Anak
perempuannya yang ketiga berusia 24 tahun baru saja menikah dan sedang
mengandung, sedangkan anak keempat yang masih duduk di bangku kelas II SLTP
kini berusia 13 tahun dan anak perempuannya yang paling bungsu yang kini berusia 8
tahun masih duduk di bangku kelas III SD.
Ibu AN tinggal di kawasan Perumnas Mandala. Rumah tersebut sudah
menjadi milik sendiri. Rumah ini ditempati ibu AN bersama tiga orang anaknya
termasuk anak perempuannya yang telah menikah sedangkan suaminya jarang pulang
kerumah. Kondisi rumah ibu AN tidak begitu bagus dan tidak begitu bersih. Ada
beberapa asbes yang sudah lapuk karena terkena air. Begitu juga dengan perabotan
yang ada di dalam rumah. Hanya terlihat beberapa kursi plastik dan lemari dinding
yang terletak di ruang tamu. Sedangkan di ruang TV yang menyatu dengan ruang
tamu hanya terdapat satu buah TV dan sebuah VCD. Ada satu set meja makan yang
terletak didekat dapur. Dibelakang rumah ada sebuah tangga untuk naik keloteng
yang dulunya dijadikan kamar untuk anak sulungnya. Tetapi kini setelah anak