• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman Keluarga dalam Merawat Penderita TB Paru di Rumah Wilayah Kota Sibolga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengalaman Keluarga dalam Merawat Penderita TB Paru di Rumah Wilayah Kota Sibolga"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

Pengalaman Keluarga dalam Merawat Penderita TB Paru di

Rumah Wilayah Kota Sibolga

SKRIPSI

oleh

Putri Sari Bungsu S

111101128

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)
(4)
(5)

Judul : Pengalaman Keluarga dalam Merawat Penderita TB Paru di Rumah Wilayah Kota Sibolga

Nama Mahasiswa : Putri Sari Bungsu S

NIM : 1111 0 1128

Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan USU Tahun akademik : 2014 / 2015

ABSTRAK

Menurut data dari rumah Sakit Umum disibolga jumlah penderita TB Paru tiga tahun terakhir dari tahun 2011-2013 berjumlah 174 orang penderita. Penyakit TB Paru sangat rawan untuk terjadi penularan terhadap oarang-orang terdekat sipenderita seperti pada keluarga penderita TB Paru sehingga diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya penularan keanggota keluarga yang lain. Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB Paru di rumah wilayah kota Sibolga.Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah partisipan sebanyak delapan orang partisipan. Penelitian ini dilaksanakan di rumah penderita di kota Sibolga pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Mei 2015. Analisa data pada penelitian ini menggunakan metode Collaizi. Penelitian ini menemukan ada 5 tema terkait dengan pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB Paru di Rumah wilayah kota Sibolga, yaitu melakukan pencegahan terhadap penularan TB Paru, memberikan respon negatif keluarga dalam merawat penderita TB paru, mengidentifikasi gejala TBC pada penderita, dampak selama perawatan penderita TB Paru, dan hambatan yang dialami keluarga dalam merawat penderita TB Paru. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan keluarga untuk lebih memahami dan dapat memberi masukan terhadap keluarga penderita sehingga diharapkan mampu melakukan pencegahan penularan TB Paru dirumah dan memotivasi keluarga penderita untuk lebih memberikan perhatian kepada anggota keluarganya tentang perawatan yang baik dan dapat mempengaruhi sikap yang pada akhirnya dengan kesadaran diri akan merubah perilakunya kearah yang lebih baik.

(6)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Pengalaman Keluarga dalam Merawat Penderita TB Paru di Rumah Wilayah Kota Sibolga”.

Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Dedi

Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara, demikian juga kepada Ibu Erniyati S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I

serta seluruh staf dan dosen pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk

menyelesaikan studi jenjang Sarjana Keperawatan. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Bapak Setiawan, S.Kp., MNS., Ph. D selaku dosen

pembimbing yang sudah meluangkan waktu untuk membimbing saya dalam

penulisan skripsi ini, memberikan pengetahuan, bimbingan yang update, masukan dan arahan yang sangat inspiratif sehingga penyusunan skripsi ini dapat

diselesaikan tepat waktu.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Asrizal,

S.Kep, Ns, WOC (ET) N dan bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku dosen

penguji yang juga banyak memberi saran dan masukan yang membangun dalam

penulisan skripsi ini.Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih teristimewa

kepada kedua orang tua, H. Nasaruddin Siregar dan ibunda Hj. Soviah Pasaribu

yang telah memberikan dukungannya secara moril, material dan doa yang tiada

henti mereka panjatkan demi kelancaran penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

teman-teman seperjuangan angkatan 2011 Fakultas Keperawata Universitas Sumatera

Utara terkhusus untuk sahabat penulis ugi, irma, suci dan dini yang telah banyak

membantu dan memberi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini serta teman satu

(7)

bertukar pikiran dan semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian

skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih ada

kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Medan, Agustus 2015

Penulis

Putri Sari Bungsu S

(8)

Daftar Isi

2. Prinsip-prinsip perawatan keluarga ... 17

3. Konsep TB Paru ... 18

3.1 Defenisi TB Paru ... 18

3.2 Etiologi TB Paru... 18

3.3 Manifestasi TB Paru ... 19

3.4 Klasifikasi TB Paru ... 20

3.5 Cara penularan TB Paru ... 22

3.6 Penatalaksanaan TB Paru ... 23

3.6.1 Pencegahan TB Paru ... 23

3.6.2 Pengobatan TB Paru ... 24

3.7 Efek samping OAT ... 26

4. Peran perawat keluarga ... 26

5. Peran keluarga dalam merawat penderita TB Paru ... 27

6. Riset fenomenologi ... 29

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 32

1. Desain penelitian ... 32

2. Partisipan ... 32

3. Tempat dan waktu penelitian ... 33

3.1 Tempat penelitian ... 33

(9)

4. Pertimbangan etik ... 33

5. Instrumen penelitian ... 34

6. Pengumpulan data ... 35

7. Analisa data ... 37

8. Tingkat kepercayaan data ... 38

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

1. Hasil penelitian ... 40

2. Karakteristik partisipan ... 40

3. Pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB Paru di rumah wilayah kota sibolga... 41

4. Pembahasan ... 58

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

1. Kesimpulan ... 70

2. Saran ... 70

Daftar Pustaka ... 72

Lampiran 1. Informed consent

Lampiran 2. Lembar persetujuan menjadi partisipan

Lampiran 3. Instrumen penelitian (Kuesioner Data Demografi) Lampiran 4. Panduan wawancara

Lampiran 5. Surat uji validasi pertanyaan wawancara Lampiran 6. Surat izin penelitian

Lampiran 7. Surat komite etik Lampiran 8. Jadwal penelitian Lampiran 9. Anggaran dana

(10)

DAFTAR TABEL

(11)
(12)

Judul : Pengalaman Keluarga dalam Merawat Penderita TB Paru di Rumah Wilayah Kota Sibolga

Nama Mahasiswa : Putri Sari Bungsu S

NIM : 1111 0 1128

Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan USU Tahun akademik : 2014 / 2015

ABSTRAK

Menurut data dari rumah Sakit Umum disibolga jumlah penderita TB Paru tiga tahun terakhir dari tahun 2011-2013 berjumlah 174 orang penderita. Penyakit TB Paru sangat rawan untuk terjadi penularan terhadap oarang-orang terdekat sipenderita seperti pada keluarga penderita TB Paru sehingga diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya penularan keanggota keluarga yang lain. Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB Paru di rumah wilayah kota Sibolga.Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah partisipan sebanyak delapan orang partisipan. Penelitian ini dilaksanakan di rumah penderita di kota Sibolga pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Mei 2015. Analisa data pada penelitian ini menggunakan metode Collaizi. Penelitian ini menemukan ada 5 tema terkait dengan pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB Paru di Rumah wilayah kota Sibolga, yaitu melakukan pencegahan terhadap penularan TB Paru, memberikan respon negatif keluarga dalam merawat penderita TB paru, mengidentifikasi gejala TBC pada penderita, dampak selama perawatan penderita TB Paru, dan hambatan yang dialami keluarga dalam merawat penderita TB Paru. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan keluarga untuk lebih memahami dan dapat memberi masukan terhadap keluarga penderita sehingga diharapkan mampu melakukan pencegahan penularan TB Paru dirumah dan memotivasi keluarga penderita untuk lebih memberikan perhatian kepada anggota keluarganya tentang perawatan yang baik dan dapat mempengaruhi sikap yang pada akhirnya dengan kesadaran diri akan merubah perilakunya kearah yang lebih baik.

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan

keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing

yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998).

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan

darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga,yang berinteraksi satu

dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya

(Ali, 2010).

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan

perkawinan yang sah,mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil

yang layak. (Sudiharto, 2007). Keluarga sebagai suatu kelompok dapat

menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah kesehatan

dalam kelompoknya (Fallen & Dwi, 2011)., bertaqwa kepada Tuhan, memiliki

hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara anggota keluarga dan

masyarakat serta lingkungannya.

Tingkat pengetahuan keluarga dalam perawatan merupakan suatu gambaran

suatu peran dan fungsi yang dapat dijalankan dalam keluarga, sifat kegiatan yang

berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu perawatan individu

dalam perannya didasari oleh harapan dan pada perilaku keluarga, kelompok dan

(14)

dan juga beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga yaitu fungsi

biologis, fungsi psikologis, fungsi sosial, fungsi ekonomi, fungsi pendidikan.

Keluarga sebagai unit pelayanan yang merawat adalah keluarga yang ada

disekitarnya, kesehatan keluarga diarahkan kepada bagaimana tingkat

pengetahuan keluarga dalam pengobatan untuk memelihara kesehatan

keluarganya. Berdasarkan pemikiran diatas maka kesehatan diarahkan kepada

bagaimana tingkat pengetahuan keluarga dalam pengobatan untuk memelihara

kesehatan keluarga. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan

lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat.

Penyakit TBC sudah dikenal sejak dahulu kala. Penyakit ini disebabkan oleh

kuman atau bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru-paru dan sebagian lagi dapat menyerang diluar paru-paru, seperti

kelenjar getah bening (kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak dan

sebagainya (Hudoyo, 2008).

Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

MycobacteriumTuberculosis. TB termasuk penyakit yang diperburuk dengan kemiskinan danumumnya menyerang penduduk yang termasuk dalam rentang

usia produktif (15-59 tahun).Penyakit TBC paru merupakan masalah yang besar

bagi negara berkembang termasuk indonesia,karena diperkirakan 95 % a penderita

TBC paru berada di negara berkemban,dan 75 % dari penderita TB Paru tersebut

adalah kelompok usia produktif (15 – 50 tahun). (Yoannes, 2008)

Laporan WHO tahun 2009 menunjukkan prevalensi TB dunia yang

(15)

dari prevalensi ditemukan di Asia (35% ada di India dan Cina) dan 30 % di

Afrika. (Jaji, 2010)

Masalah TB di Indonesia berada pada peringkat ke-3 di dunia selama

bertahun tahun dan pada tahun 2009 dari laporan WHO global TB control 2010,

Indonesia turun keperingkat 5 dengan jumlah penderita TB sebesar 429 ribu orang

dengan jumlah prevalensi tahunan dari semua kasus TB 224 per 100.000 dan

diperkirakan insiden kasus baru 228 per 100.000 penduduk. (Jaji, 2010)

Total prevalensi TB di Indonesia tahun 2009 ditemukan sebanyak 294.371

kasus, dengan perincian kasus TB BTA positif 169.213 dan kasus TB BTA

negatif 108.616 kasus. Penderita TB ekstra paru juga teridentifikasi sebanyak

11.215 kasus, kasus TB kambuh 3.709 dan pengobatan ulang diluar kasus kambuh

berjumlah 1.978 penderita.

Prevalensi TB di Jawa Tengah pada tahun 2008 mencapai 101 per 100.000

penduduk dengan CDR 48% Kabupaten Pekalongan 2010 mencapai 81,9%

dengan total prevalensi TB 1.226 kasus. Kasus yang ditemukan dapat dirinci

menjadi BTA positif 857 orang, BTA negatif 322 orang, penderita ekstra paru 30

orang, TB anak 28 orang dan kasus kambuh 17 orang (Dinas Kabupaten

Pekalongan, 2010).

Dari hasil penelitian pengalaman keluarga menunjukkan sikap keluarga

sebagian terjadi karena adanya perilaku dan sikap keluarga yang kurang baik.

Keluarga kurangnya perilaku keluarga tersebut ditunjukkan dengan tidak

(16)

pemberian vaksin BCG (pada orang yang tidak terinfeksi), dan terapi pencegahan

6-9 bulan (Linda, 2011).

Upaya keluarga berarti masih ada 52% kasus TB di Jawa tengah yang belum

tertangani. Sedang penemuan kasus TB di dalam mencegah TB paru adalah harus

dilakukan ketika salah seorang dari kerabat kita ada yang tertular penyakit TBC

paru. Karena penyakit TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang bisa

ditularkan melalui dahak penderita TB Paru. Selain itu makanan yang

mengandung kuman TB juga bisa menjadi penyebab menyebarkan penyakit TBC

Paru. Pencegahan TB Paru terkadang menjadi langkah yang dilupakan oleh

sebagian orang. Jika seseorang memiliki tes positif untuk infeksi laten TB, dokter

mungkin menyarankan untuk mengkonsumsi obat untuk mengurangi resiko

terkena TB aktif. Satu-satunya jenis TB yang menular adalah varietas aktif, saat

itu mempengaruhi paru-paru. Jadi, jika dapat mencegah TBC dari menjadi aktif,

penderita tersebut tidak akan mengirimkan TB ke orang lain.

Pencegahan TB dengan melindungi diri dan orang lain. Jika seseorang

memiliki TB Aktif, hal pertama yang perlu dicatat adalah menjaga kuman dari diri

sendiri. Hal ini biasanya memakan waktu beberapa minggu pengobatan dengan

obat TBC sebelum tidak menular lagi. Dampak yang berpengaruh pada keluarga

dalam merawat pasien TBC Paru adalah terjadinya penularan bagi keluarga yang

merawat bahkan akan tertular anggota keluarga lainnya yang ada didalam rumah

tersebut.

Keluarga yang merawat penderita TB Paru penting dilakukan untuk

(17)

harapan ada manfaatnya bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya, tidak terjadi

penularan, demikian pula bagi bidang pendidikan untuk dapat meningkatkan

asuhan keperawatan pada penderita TB Paru (Jaji, 2010).

Menurut data dari rumah sakit umum penderita TBC yang ada di sibolga

pada tahun 2013 sebayak 174 orang, meningkat dibanding tahun 2011 yang hanya

120 orang. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui seorang penderita

TB Paru, bukanlah usaha secara individu melainkan usaha keluarga bersama.

Namun, dukungan dari keluarga dan pengawasan terhadap pencegahan dan

pengobatan terhadap penderita TB paru yang penderitanya semakin bertambah

serta mengingat penyakit ini dapat dicegah. Berdasarkan uraian diatas peneliti

mengambil judiul penelitian “Pengalaman Keluarga dalam Merawat Penderita TB

Paru di Rumah Wilayah Kota Sibolga”.

2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah pengalaman keluarga

dalam merawat penderita TB Paru ?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pengalaman keluarga

dalam merawat penderita TB Paru di rumah wilayah kota Sibolga

4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi atas tiga bagian, yaitu: pendidikan

keperawatan, pelayanan keperawatan, penelitian keperawatan, dan manfaat bagi

(18)

4.1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan kepada

pendidikan keperawatan khususnya keperawatan keluarga.

4.2. Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada perawat

keluarga tentang pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB paru,

sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal pada

pasien TB Paru dan keluarga.

4.3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan evidence based tentang pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB Paru di rumah. Hasil

penelitian ini juga diharapakan untuk pengembangan penelitian keperawatan

selanjutnya dalam menerapkan tentang pengalaman keluarga dalam merawat

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Keluarga

1.1. Defenisi Keluarga

Defenisi keluarga banyak di uraikan tentang keluarga sesuai dengan

perkembangan sosial masyarakat. Berikut ini akan dikemukakan pengertian

keluarga. Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang di ikat oleh

hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap tiap anggota keluarga selalu

berinteraksi satu sama lain.

Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan

antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang

laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik

anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam satu sebuah rumah tangga

(Sayekti, 1994).

Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah

suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes, RI, 1998).

Keluarga adalah unti terkecil dari masyarkat yang terdiri atas kepala

keluraga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu atap dalam

keadaan salaing ketergantungan. (Effendy, 1998).

Sesuai dengan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

(20)

1. Terdiri atas dua atau lebih individu yang di ikat oleh hubungan darah,

perkawinan, atau adopsi.

2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap

memperhatikan satu sama lain.

3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing – masing

mempunyai peran sosial sebagai suami, istri, anak, kakak, dan adik.

4. Mempunyai tujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya,

meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota.

1.2. Karakteristik Keluarga

Keluarga terdiri dari orang – orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan,

darah dan ikatan adopsi dimana anggota sebuah keluarga biasanya hidup

bersama-sama dalam satu rumah tangga atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka

tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota

keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran–peran sosial

keluarga seperti suami istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan,

saudara, saudara dan saudari. Selain itu, keluarga sama-sama menggunakan kultur

yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik

tersendiri ( Friedman, 1998 ).

1.3. Tipe keluarga

Di Indonesia dalam Undang-Undang Tahun 1998 disebutkan bahwa

keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri atas suami istri dan

anak atau ayah/ibu dan anak. Dalam konteks pembangunan, di Indonesia

(21)

dalam Undang-Undang No.10 disebut sebagai keluarga yang dibentuk

berdasarkan atas perkawinan yang sah, dan mampu memenuhi kebutuhan hidup

spiritual dan maternal, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Es, memiliki

hubungan yang serasi, selaras, seimbang antara dan dengan masyrakat.

Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai

macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial, maka tipe keluarga

berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam

meningkatkan derajat kesehatan, maka perawat perlu memahami dan mengetahui

berbagai macam keluarga.

1. Nuclear Family. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu

ikatan perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah.

2. Extended Family. Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan

sebagainya.

3. Reconstituted Nuclear. Pembentukan baru dari keluarga intimelalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan

anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun asal dari perkawinan

baru. Satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.

4. Middle Age/Aging Couple. Suami sbagai pencari uang,istri dirumah/kedua-duanya bekerja dirumah, anak -anak sudah meninggalkan rumah karena

(22)

5. Dyadic Nuclear. Suami istri yang sidah berumur dan tidak mempunyai anak, keduanya/salah satu bekerja dirumah.

6. Single Parent. Satu orang tua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya dan anak – anaknya dapat tinggal diru mah/diluar rumah.

7. Dual carier. Suami istri atau keduanya berkarir dan tanpa anak.

8. Commuter Married. Suami istri/keduanya orang karir dan tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu tertentu.

9. Single Adult. Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk menikah.

10. Three Generation. Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.

11. Institutional. Anak–anak atau orang–orang dewasa tinggal dalam suatu panti.

12. Comunal. Satu rumah terdiri atas dua /lebih pasangan yang monogami dengan anak – anaknya dan bersama – sama dalam penyediaan fasilitas.

13. Group Marriage. Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunan didalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah menikah dengan

yang lain dan semua adalah orangtua dari anak – anak.

14. Unmarried Parent and Child. Ibu dan anak perkawinan yang tidak dikehendaki, anaknya di adopsi.

15. Cohibing Couple. Dua orang /satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan.

Dari sekian macam tipe keluarga, maka secara umum di Negara Indonesia

(23)

Tipe keluarga tradisional

1. Keluarga inti : suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri dan anak

(kandung/angkat)

2. Keluarga besar : keluarga inti ditambah keluarga lain yang mempunyai

hubungan darah misalnya kakak, nenek, paman, bibi.

3. Single parent : suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan

anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat disebabakan oleh kematian atau

perceraian.

4. Single adult : suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang dewasa.

5. Keluarga lanjut usia terdiri dari suami istri lanjut usia.

Tipe keluarga non tradisional

1. Commune family : lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah. 2. Orang tua (ayah ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup

bersama dalam satu rumah tangga.

3. Homoseksual : dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu rumah

tangga.

1.4. Fungsi Keluarga

Harmoko, 2012, menyatakan dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi

keluarga yang dapat dijalankan. Fungsi keluarga adalah sebagai berikut :

1. Fungsi Biologis, yaitu fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara dan

(24)

2. Fungsi Psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi

keluarga, memberikan perhatian diantara keluarga, memberikan kedewasaan

kepribadian anggota keluarga, serta memberikan identitas pada keluarga.

3. Fungsi Sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingksh laku sesuai

dengan tingkat perkembangan masing-masing dan meneruskan nilai-nilai

budaya.

4. Fungsi Ekonomi, yaitu mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk memenuhi kebutuhan

keluarga dimasa yang akan datang.

5. Fungsi Pendidikan yaitu menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,

keletrampilan, membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang

dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang

dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa, serta mendidik anak

sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Friedman, 1988 menidentifikasi lima fungsi dasar keluarga diantaranya

adalah

1. Fungsi Afektif (The Affective Function)

Fungsi afektif berkaitan dengan fungsi internal keluarga yang, merupakan

basisi kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan

psikologis. Keberhasilan fungsi afektif tanpa melalui keluarga yang gembira dan

bahagia. Anggota keluarga, mengembangkan gambaran diri yang positif, perasaan

yang dimiliki, perasaan yang berarti, dan merupakan sumber kasih sayang.

(25)

interaksi dalam keluarga. Fungsi afektif merupakan sumber energi yang

menetukan kebahagiaan keluarga. Adanya perceraian, kenakalan anak, atau

masalah lain yang sering timbul dalam keluarga dikarenakan fungsi afektif yang

tidak terpenuhi. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk fungsi afektif

antara lain : memelihara saling asuh (mutual nurturance), keseimbangan saling menghargai, pertalian dan identifikasi, keterpisahan dan kepaduan.

2. Fungsi Sosialisasi (The socialzation function)

Sosialisasi dimulai pada saat lahir dan akan diakhiri dengan kematian.

Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, dimana

individu secara kontinu mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap

situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami.

Sosialisasi mencakup semua proses dalam sebuah komunitas tertentu atau

kelompok dimana manusia, berdasarkan sifat kelenturannya, melalui

pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama hidup, merka memperoleh karakteristik yang

terpola secara sosial. Sosial merujuk pada proses perkembangan atau perubahan

yang dialami seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran

peran-peran sosial. Anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta

perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga, sehingga individu

mampu berperan dimasyarakat.

3. Fungsi Reproduksi (The Reproductive Function)

Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan

menambah sumber daya manusia dengan adanya program keluarga berencana,

(26)

atau diluar ikatan perkawinan, sehingga lahirlah keluarga baru dengan satu orang

tua.

4. Fungsi Ekonomi (The Economic Function)

Untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti: makanan, pakaian, dan

perumahan, maka keluarga memerlukan sumber keuangan. Fungsi ini sulit

dipenuhi keluarga yang berbeda dibawah garis kemiskinan, berat bertanggung

jawab untuk mencari sumber-sumber dimasyarakat yang dapat digunakan oleh

keluarga dalam meningkatkan status kesehatan.

5. Fungsi Perawatan Keluarga/pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function)

Bagi para profesional keluarga, fungsi perawatan kesehatan merupakan

pertimbangan vital dalam pengkajian keluarga. Guna menempatkan dalam sebuah

persektif, fungsi ini merupakan salah satu fungsi keluarga yang menyediakan

kebutuhan-kebutuhan fisik seperti: makanan, pakaian, tempat tinggal dan

perawatan kesehatan.

Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan

secara bersama-sama merawat anggota keluarga yang sakit. Lebih jauh lagi

keluarga mempunyai tanggung jawab utama untuk memulai dan

mengkordinasikan pelayanan dan diberikan oleh para profesional perawat

kesehatan. Keluarga melakukan praktik asuhan kesehatan untuk mencegah

terjadinya gangguan atau merawat anggota yang sakit. Keluarga haruslah mampu

menentukan kapan meminta pertolongan kepada tenaga profesional ketika salah

(27)

Tingkat pengetahuan keluarga terkait konsep sehat sakit akan mempengaruhi

perilaku keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Misalnya

sering ditemukan keluarga yang menganggap diare sebagai tanda perkembangan,

imunisasi penyakit (anak menjadi demam), mengkonsumsi ikan menyebabakan

cacingan. Kesanggupan keluarga melaksanakan perawatan atau pemeliharaan

dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Tugas kesehatan

keluarga adalah sebagai berikut :

1. Mengenal masalah kesehatan keluarga

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

3. Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit

4. Mempertahankan suasana rumah yang sehat

5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada dimasyarakat

Kelima tugas kesehatan keluarga tersebut saling terkait dan perlu dilakukan

oleh keluarga, perawat perlu mengkaji sejauh mana keluarga mampu

melaksanakan tugas tersebut dengan baik dan memberikan bantuan atau

pembinaan terhadap keluarga untuk memenuhi tugas kesehatan keluarga.

1.5. Tugas kesehatan keluarga

Keluarga memiliki polanya tersendiri dalam membina hubungan dengan

anggota keluarga, antara lain : pola komunikasi, mengambil keputusan, sikap dan

nilai dalam keluarga serta kebudayaan, dan gaya hidup. Kemandirian anggota

keluarga sangat tergantung pada pola-pola yang diaktualisasikan keluarga, tingkat

(28)

komunikasi setempat. Pola-pola tersebut juga mempengaruhi kemampuan

keluarga dalam menjalankan tugas kesehatan keluarga (Sudiharto, 2007).

Setiap keluarga memiliki cara yang unik dalam melaksanakan tugas

kesehatan keluarga khususnya dalam menyelesaikan masalah kesehatan anggota

keluarga. Keluarga memiliki budaya yang unik yang diaktualisasikan dalam

mengatasi permasalahan kesehatan walaupun memiliki garis keturunan yang

sama. Masih ada budaya yang di pertahankan keluarga untuk mengatasi masalah

kesehatan keluarga, meskipun telah ratusan tahun berselang (Sudiharto, 2005).

Ada lima tugas kesehatan keluarga yaitu : mengenal gangguan

perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga, mengambil keputusan untuk

tindakan kesehatan yang tepat, memberikan perawatan kepada anggota keluarga

yang sakit (yang tidak dapat membantu diri karena cacat atau usianya terlalu

muda), memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga,

dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.

Kelima hal diatas menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara keluarga dan

status kesehatan anggotanya, bahwa peran dari keluarga dalam menyelesaikan

masalah kesehatan sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota

keluarga secara individu, mulai dari strategi-strategi hingga rehabilitasi

(Friedman, 1998).

2. Prinsip – prinsip perawatan keluarga

Setiadi (2008) ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam

memberikan Asuhan Keperawatan keluarga adalah :

(29)

b. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan Kesehatan keluarga sehat sebagai

tujuan utama.

c. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai

peningkatan kesehatan keluarga.

d. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan keluarga, perawat melibatkan peran

aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan kebutuhan keluarga

dalam mengatasi masalah kesehatannya.

e. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat proinotif dan preventif

dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.

f. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga, keluarga

memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk kepentingan

kesehatan keluarga.

g. Sasaran Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara

keseluruhan.

h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan Asuhan Keperawatan

kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan

menggunakan proses keperawatan.

i. Kegiatan utama dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga

adalah penyuluhan kesehatan dan Asuhan Keperawatan kesehatan dasar atau

perawatan dirumah.

(30)

3. Konsep TB Paru

3.1. Defenisi TB Paru

Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium

tuberculosa Tipe Humanus (jarang oleh Tipe M.Bovinos). TB paru merupakan

penyakit infeksi penting saluran napas bagian bawah setelah eradikasi penyakit

malaria. TB paru merupakan penyakit infeksi menular, menyerang pada paru,

disebabkan oleh Basil Micobakterium tuberkulose. (Depkes, 2007).

Penyakit Tubercolusis atau yang sering disebut TB Paru adalah infeksi

menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolusis.Tuberculosis merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Bersama dengan HIV/AIDS, Malaria dan TB Paru merupakan penyakit yang pengendaliannya

menjadi komitmen global dalam program MDGs.

3.2. Etiologi TB Paru

Penyakit tuberkulosis dahulu disingkat TBC,sekarang dipopulerkan sebagai

TB saja untuk menghindari stigma di masyarakat terhadap pasien-pasien TB.

Penyakit ini disebabkan oleh kuman jenis Mycrobacterium tuberculosis. Kuman ini pertama kali ditemukan oleh Dokter Robert Koch. Kuman ini sangat kecil,

untuk melihat kuman ini perlu dilihat dengan mikroskop. Kuman ini dapat

ditemukan dalam dahak atau sputum seseorang yang sedang sakit TB. Kuman ini

bersifat tahan terhadap larutan asam sehingga mendapat julukan atau bahkan lebih

terkenal dengan nama Basil Tahan Asam (BTA). Jadi untuk pemeriksaan dahak

(31)

Pemeriksaan dahak BTA lazimnya dilakukan 3x berturut-turut untuk menghindari

faktor kebutulan. Bila hasil pemeriksaan dahak minimal 2x positif, maka sudah

dapat dipastikan orang tersebut sakit TB Paru.

3.3. Manifestasi Klinis

Penyakit tuberculosis atau TB paling sering menyerang organ paru, tetapi

sebagian kecil dapat menyerang organ – organ lain, misalnya otak, tulang,

kelenjar getah bening, kulit, usus, mata, telinga, dll. Gejala dan tanda yang

muncul tergantung organ mana yang terkena. Seorang disangka menderita TB,

terutma TB Paru dijumpai keluhan dan tanda – tanda sebagai berikut :

1. Nafsu makan berkurang

2. Berat badan turun

3. Keringat malam hari

4. Batuk – batuk (lebih 3 minggu)

5. Demam – demam (terutama sore hari)

6. Batuk darah

7. Dahak bercampur darah

8. Badan terasa lemah/mudah capek/rasa malas

9. Sesak napas (bila penyakit sudah lanjut)

10. Sakit dada (bila terjadi peradangan selaput paru/dinding paru)

11. Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan

12. Demam meriang lebih dari sebulan

(32)

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak

termasuk pleura (selaput paru).Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC paru

dibagi dalam :

1. Tuberkulosis Paru BTA Positif

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 1

spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan

gambaran tuberkulosis aktif

2. Tuberkulosis Paru BTA Negatif

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasil BTA negatif dan foto rotgen dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TBC paru BTA negatif rontgen positif

dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu berat dan ringan. Bentuk

berat bila digambarkan foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan

paru yang luas.

3. Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalkan pleura,

selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. TBC ekstra paru

dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :

1. TBC ekstra paru ringan

Misalnya : TBC kelenjar lymfe, pleuritis, eksudativa unilateral, tulang

(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

(33)

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.

Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa

tipe pasien, yaitu:

1) Kasus Baru

Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kasus Kambuh (Relaps)

Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis

dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali

dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)

Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif.

4) Kasus Gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5) Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain

untuk melanjutkan pengobatannya.

(34)

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok

ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih

BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

3.5. Cara Penularan

Sumber penularan adalah penderita TBC BTA Positif. Pada waktu batuk

atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada

suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut

terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh

manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke

bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh

banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif

hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut, bila hasil

pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut

dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh

konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

3.6. Penatalaksanaan TB Paru

3.6.1 Pencegahan

Ada beberapa cara untuk pencegahan TB Paru yaitu:

1. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu-individu yang

bergaul erat dengan sipenderita tubekulosis paru BTA positif. Pemeriksaan

meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes teberkulin positif, maka

(35)

Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi

konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.

2. Mass chest X-tray, yaitu pemeriksaanmassal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/ puskesmas/ balai

pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.

3. Vaksinasi BCG

4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan

dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bekteri yang masih

sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu

pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan

bagi kelompok berikut:

Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena risiko

timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja dibawah 20 tahun

dengan hasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang

menular, individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif

menjadi positif, penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat

imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes melitus.

5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang pneyakit tuberkulosis

kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh

petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan

(36)

3.6.2 Pengobatan

Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk

mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan

mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru,

berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk diketahui.

Mekanisme kejrja Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

1. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.

Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Streptomisin.

Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid

(INH).

2. Aktivitas strerilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant). Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid.

Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z). 3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas

bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.

Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam

para-amino salisilik (PAS), dan sikloserine.

Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam

keadaan telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3

bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri atas

(37)

rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan

Etambutol (Depkes, RI, 2004)

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu

berdasarkan lokasi TB, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bekeriologi,

apusan sputum, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping itu, perlu

pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC).

DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen

yaitu:

1. Adanya komponen politis berupa dukungan para pengambil keputusan

dalam penanggulangan TB.

2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung,

sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis

dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana

tersebut.

3. Pengobatan TB dengan OAT jangka pendek dibawah pengawasan langsung

oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya dalam dua bulan pertama

dimna penderita harus minum obat setiap hari.

4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.

5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

3.7. Efek samping OAT

Efek samping yang ditimbulkan oleh OAT bisa dibedakan menjadi dua

(38)

1. Efek samping ringan

Nafsu makan menurun, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai

rasa terbakar dikaki, dan warna kemerahan pada air seni.

2. Efek samping berat

Gatal dan kemerahan kulit, tuli/gangguan pendengaran, gangguan

keseimbangan, kulit menjadi kekuning-kuningan, bingung dan muntah-muntah,

dan gangguan penglihatan.

4. Peran perawat Keluarga

Sebagai kekhususan perawat keluarga memiliki peran yang cukup banyak

dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga diantaranya :

1. Peran perawat sebagai pendidik/educator

Perawat memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga dalam rentang

sehat sakit.

2. Peran perawat sebagai penghubung/koordinator/kolaborator

Dalam menjalankan peran ini, perawat mengkoordinasikan keluarga dengan

pelayanan kesehatan

3. Peran perawat sebagai pelindung/advocate

Perawat memberikan perlindungan atas kesamaan keluarga dalam

mendapatkan pelayanan kesehatan.

4. Peran perawat sebagai pemberi pelayanan langsung.

Perawat memberikan pelayanan kesehatan langsung pada keluarga.

(39)

Perawat memberikan beberapa alternatif pemecahan masalah berkaitan

dengan masalah yang dihadapi keluarga tanpa harus ikut dalam

pengambilan keputusan keluarga tersebut.

6. Peran perawat sebagai modifikator lingkungan

5. Peran keluarga dalam merawat penderita TB paru

Agar keluarga dapat menjadi sumber kesehatan yang efektif dan utama

keluarga harus lebih terlibat dalam tim perawatan kesehatan dan keseluruhan

proses terapetik. Pada penderita TB, peran keluarga sangat dibutuhkan khususnya

dalam memberikan perawatan, tidak hanya perawatan secara fisik namun juga

perawatan secara psikososial (International Union Against Tuberculosis and Lung

Disease, 2007). Hal ini dikarenakan keluarga merupakan orang terdekat dari klien

dan juga sesuai dengan salah satu fungsi keluarga yaitu memberikan perawatan

pada anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998).

Penderita TB sangat membutuhkan dukungan, kasih sayang, dan perhatian

khususnya dari keluarga, hal ini dapat ditunjukkan dari keikutsertaan keluarga

dalam membantu perawatan pada penderita TB, baik memberikan perawatan

secara fisik maupun secara psikis karena banyaknya stigma buruk berkembang

dimasyarakat terhadap penderita TB, sehingga dengan adanya dukungan, kasih

sayang serta perawatan yang baik tersebut akan membantu mempercepat

kesembuhan pasien TB.

Hal-hal yang dapat lakukan keluarga dalam merawat penderita TB paru

diantaranya mengawasi klien dalam meminum obat secara teratur hingga klien

(40)

tersebut paling baik bekerja ketika pagi hari, keluarga juga harus dapat

memotivasi pasien agar sabar dalam pengobatannya, menempatkan obat di tempat

yang bersih dan kering, tidak terpapar langsung dengan sinar matahari dan aman

dari jangkauan anak-anak, selain itu keluarga dapat membawa atau mengajak

pasien ke fasilitas kesehatan setiap dua minggu sekali untuk melihat

perkembangan penyakitnya atau jika pasien mengalami keluhan-keluhan yang

harus segera di tangani.

Keluarga juga harus lebih terbuka dan memahami serta menghargai perasaan

klien, mendengarkan keluhan-keluhan yang disampaikan klien, menanyakan apa

yang saat ini klien rasakan, ini merupakan salah satu bentuk dukungan dari

keluarga secara psikis.

Untuk kebutuhan nutrisinya keluarga harus memberikan makan yang cukup

gizi pada pasien untuk menguatkan dan meningkatkan daya dahan tubuh agar bisa

menangkal kuman TB yang merusak paru-paru, kebersihan lingkungan rumah

juga harus diperhatikan misalnya dengan pengaturan ventilasi yang cukup, ajarkan

keluarga untuk tidak meludah sembarangan, menutup mulut ketika batuk atau

bersin, keluarga juga dapat menjemur tempat tidur bekas pasien secara teratur,

membuka jendela lebar-lebar agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk,

karena kuman TB paru akan mati bila terkena sinar matahari (BPN, 2007).

6. Riset Fenomenologi

Riset fenomenologi didasarkan pada falsafah fenomenologi yang didukung

oleh Edmund Husserl. Husserl menyatakan bahwa “makna” merupakan

(41)

secara objektif dan diambil intinya saja agar orang lain lebih cepat memahami.

Penelitian fenomenologi berusaha untuk memahami respon seluruh manusia

terhadap suatu hal atau sejumlah situasi (Dempsey & Dempsey, 2002).

Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan

fenomena, penampilan dari sesuatu yang khusus, misalnya pengalaman hidup.

Fokus utama fenomenologi adalah pengalaman nyata (Saryono & Anggraeni,

2010). Tujuan dari penelitian fenomenologi adalah mengembangkan makna

pengalaman hidup dari suatu fenomena dalam mencari kesatuan makna dengan

mengidentifikasi inti fenomena dan menggambarkan secara akurat dalam

pengalaman hidup sehari-hari (Streybert & Carpenter, 2003).

Fokus pendekatan fenomenologi adalah memahami keunikan fenomenal

dunia kehiduipan individu, bahwa realitas dunia kehidupan masing-masing

individu itu berbeda, dalam hal ini adalah respon-respon yang unik dan spesifik

yang dialami tiap individu termasuk interaksinya dengan orang lain, untuk

selanjutnya mengeksplorasi makna atau arti dari fenomena tersebut.

Penelitian fenomenologi menggunakan penjelasan-penjelasan secara rinci

sehingga menghasilkan deskripsi padat (thick description) dan anlisis yang rinci tentang berbagai pengalaman (seperti apa) yang dialami individu dalam dunia

kehidupannya dari situasi atau peristiwa (bagaimana) yang dialami seorang

individu sehingga dapat memperoleh intisari (essence) dari pengalaman tersebut dengan menambah berbagai persepsi (Sandelowski, 2004). Interpretasi dan

analisis hasil-hasil temuannya memungkinkan peneliti mengungkapkan suatu

(42)

individu, sekaligus melalui perspektif mereka bersama sebagai pemahaman yang

universal.

Khusus penelitian fenomenologi deskripsi, peneliti wajib melakukan

“braketing” yaitu usaha yang dilakukan peneliti untuk menyimpan dan

mengurung asumsi, pengetahuan dan kepercayaannya tentang segala hal yang

diketahuinya tentang fenomena yang sedang diteliti selama melakukan riset

dengan tujuan agar memperdalam pemahaman peneliti tentang fenomena yang

sedang dipelajari (Straubert & Carpenter, 2012). Peran peneliti adalah memberi

penjelasan berupa deskripsi dan interpretasi fenomena tersebut berdasarkan sudut

pandang para partisipannya.

Fenomenologist dalam proses analisis data untuk fenomenologi deskriptif adalah Colaizi (1978), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1959). Ketiga tokoh

tersebut berpedoman pada filosofi Husserl yang mana fokus utamanya adalah

mengetahui gambaran sebuah fenomena. Untuk pendekatan interpretif, tokoh

yang terkenal adalah Diekelmann, Allen dan Tannes (1989). Van Mannen (1990)

percakapan yang mendalam, dengan peneliti dan informan sebagai partisipan.

Peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidup tanpa

memimpin diskusi. Selanjutnya, dalam percakapan yang mendalam, peneliti

berusaha untuk masuk kedalam dunia informan untuk mendapatkan akses penuh

(43)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain fenomenologi.

Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan

fenomena penampilan dari sesuatu yang khusus, misalnya pengalaman hidup.

Fokus utama dari studi fenomenologi adalah bagaimana orang mengalami suatu

pengalaman hidup dan menginterpretasikan pengalamannya (Polit & Beck, 2012).

Sehingga dari pendekatan fenomenologi ini diharapkan memperoleh pemahaman

yang mendalam tentang pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB Paru

di Rumah Wilayah Kota Sibolga.

2. Partisipan

Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu metode pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukkan dalam penelitian

(Polit & Beck, 2012). Adapun kriteria partisipan dalam penelitian ini adalah (1)

Keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami TB Paru, (2) Bertempat

tinggal di kota Sibolga, Sumatera Utara, (3) keluarga dalam kondisi yang sehat,

tidak dalam kondisi yang sakit yang dapat menyulitkan proses wawancara, (4)

Bersedia diwawancarai atau menjadi partisipan dengan menandatangani lembar

persetujuan (informed concent), (5) Komunikatif.

Jumlah partisipan pada penelitian ini berjumlah 8 orang. Pengambilan

sampel pada penelitian kualitatif tidak diarahkan pada jumlah tetapi berdasarkan

(44)

(Polit & Beck, 2012). Pada penelitian ini sudah terjadi saturasi data saat partisipan

kedelapan.

3. Tempat dan waktu penelitian

3.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah keluarga yang menderita TB Paru yaitu di

kota Sibolga. Pemilihan lokasi ini adalah insidensi kelaurga dengan penderita TB

paru pada daerah ini sering ditemukan. Selain itu, karakteristik keluarga didaerah

ini sangat beragam sehingga penelitian ini dapat mewakili pengalaman keluarga

yang merawat penderita TB Paru dengan latar budaya, agama, suku dan

kehidupan sosial yang berbeda.

3.2 Waktu penelitian

Pengumpulan data dimulai dari Februari 2015 sampai Mei 2015, yaitu mulai

pengumpulan data sampai dengan selesai pengumpulan data.

4. Pertimbangan etik

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu mengajukan

surat ethical clearance oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (Lampiran 6). Setelah mendapatkan

izin, selanjutnya peneliti mencari partisipan sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan. Setelah terbina hubungan saling percaya antara peneliti dan partisipan,

peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian.

Apabila calon partisipan bersedia berpatisipasi dalam penelitian, maka partisipan

(45)

Peneliti tidak memaksa jika partisipan menolak untuk diwawancarai dan

menghormati hak-haknya sebagai partisipan dalam penelitian ini. Untuk menjaga

kerahasiaan identitas partisipan maka peneliti tidak mencantumkan nama dari

partisipan (anonymity). Nama partisipan dibuat dengan inisial. Selanjutnya identitas partisipan juga dirahasiakan (confidentiality) dimana hanya informasi yang diperlukan saja yang akan dituliskan dan dicantumkan dalam penelitian.

5. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dua bagian. Pertama

merupakan Kuesioner Data Demografi (KDD) yang berisi pernyataan mengenai

data umum partisipan meliputi inisial, usia, jenis kelamin, agama, suku bangsa

dan program pendidikan yang sedang ditempuh oleh partisipan (Lampiran 3).

Instrumen kedua merupakan panduan wawancara. Panduan wawancara ini berisi

pertanyaan yang diajukan kepada partisipan, dimana pertanyaan tersebut dibuat

sendiri oleh peneliti. Panduan wawancara ini berisi lima pertanyaan yang diajukan

seputar pengalaman keluarga dalam merawat penderita TBParu di rumah wilayah

kota Sibolga (Lampiran 4). Instrumen panduan wawancara ini telah divalidasi

oleh salah satu dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang

expert dalam bidangnya yaitu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS. Hasil dari validasi pertanyaan tersebut didapatkan lima pertanyaan yang dibuat peneliti telah

relevant dengan judul penelitian.

6. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari Dekan Fakultas

(46)

Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara. Selanjutnya peneliti melakukan pilot study. Pilot study dilakukan dengan cara mewawancarai seorang keluarga yang dengan anggota kelaurga yang

mengalami TB Paru. Pilot study pada penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah peneliti sebagai instrumen sudah cukup baik dalam melakukan wawancara

dan melakukan analisa data kualitatif. Setelah melakukan pilot study, hasil wawancara dari pilot study dibuat dalam bentuk transkrip. Selanjutnya dikonsultasikan dengan pembimbing. Setelah mendapat persetujuan pembimbing,

kemudian peneliti melanjutkan wawancara kepada partisipan berikutnya.

Setelah pilot study dilakukan, peneliti melakukan wawancara kepada partisipan. Proses wawancara dimulai dengan melakukan prolonged engagement yaitu dengan cara mengadakan hanya 1 kali pertemuan dengan partisipan

dikarenakan peneliti sudah membina hubungan yang baik dengan partisipan

sebelumnya. Dengan demikian, antara peneliti dan partisipan tumbuh hubungan

saling percaya dan memiliki keterkaitan yang lama sehingga akan semakin akrab,

semakin terbuka dalam memberikan informasi dan informasi yang diperoleh akan

lebih lengkap. Pada tahap ini, peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan maksud,

tujuan dan pengumpulan data yang dilakukan terhadap partisipan.

Langkah selanjutnya, setelah partisipan bersedia untuk diwawancarai maka

partisipan diminta membaca dan mengisi lembar persetujuan dan data demografi

untuk mendapatkan data dasar kemudian peneliti melakukan wawancara

(47)

dengan partisipan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang

makna-makna subjektifitas yang dipahami oleh individu (Polit & Beck, 2012). Pada

metode ini peneliti dan partisipan bertemu secara langsung untuk mendapatkan

informasi secara jelas dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan

permasalahan penelitian. Dalam hal ini wawancara dilakukan di rumah keluarga

yaitu di kota Sibolga.

Wawancara dilakukan sekitar 60 menit. Pada penelitiani ini, 8 partisipan

dilakukan wawancara dengan 1 kali pertemuan. Peneliti menggunakan panduan

wawancara yang telah dibuat untuk memandu peneliti dalam mengumpulkan

informasi. Kemudian peneliti melanjutkan mengajukan berbagai pertanyaan

dengan menggunakan teknik probing. Peneliti menggunakan alat perekam untuk merekam wawancara..

Langkah selanjutnya adalah peneliti membuat transkrip hasil wawancara

setiap kali selesai wawancara. Peneliti mengelompokan data dan menguraikan

data kedalam bentuk narasi kedalam bentuk tema, sub tema dan kategori yang

utama. Kemudian peneliti membahas ulang hasil penelitian sesuai dengan analisa

data yang telah dilakukan. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan

kepada delapan partisipan.

7. Analisa Data

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan

cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,

(48)

yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri dan orang lain (Polit & Beck, 2012).

Proses analisa data dilakukan segera setelah selesai setiap satu proses

wawancara, yaitu bersamaan dengan dibuatnya transkrip wawancara, kemudian

transkrip tersebut dibaca berulang kali atau dilakukan seleksi data satu persatu

(kata perkata). Peneliti menggunakan metode Colaizzi (1978, dalam Polit & Beck,

2012) meliputi : (a) membaca semua transkip wawancara untuk mendapatkan

perasaan mereka, (b) meninjau setiap transkip dan menarik pernyataan yang

signifikan, (c) menguraikan arti dari setiap setiap pernyataan yang signifikan, (d)

mengelompokkan makna-makna tersebut kedalam kelompok-kelompok tema, (e)

mengintegrasikan hasil kedalam bentuk deskripsi, (f) memformulasikan deskripsi

lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas

mungkin, (g) memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai

tahap validasi akhir. Dalam menganalisa data karena metode ini memberikan

langkah-langkah yang jelas, sistematis, rinci dan sederhana. Ini adalah salah satu

metode yang umum untuk analisa data yang direkomendasikan untuk studi

fenomenologi.

8. Tingkat Kepercayaan Data

Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data di

validasi dengan beberapa kriteria, yaitu credibility, transferability, dependability, dan confirmability (Lincoln & Guba, 1985 dalam Polit & Beck, 2004). Kredibilitas (uji tingkat kepercayaan) merupakan kriteria untuk memenuhi nilai

(49)

teknik prolonged engagement dan member checking. Teknik prolonged engagement yaitu mengadakan pertemuan dengan beberapa kali kerumah partisipan untuk menjalin hubungan yang baik. Peneliti akan berkunjung kerumah

partisipan untuk melihat kondisi penderita TB Paru dan berbincang-bincang

dengan keluarga untuk semakin mendekatkan diri dengan partisipan, sehingga

antara peneliti dan partisipan memiliki keterkaitan yang lama dan akan semakin

akrab, semakin terbuka, dan saling mempercayai dalam memberikan informasi

dan informasi yang diperoleh akan lebih lengkap.

Peneliti juga akan melakukan member checking yaitu melakukan pengecekan data yang peneliti peroleh kepada partisipan dan hasil dari

pengecekan tersebut disebut tema. Pengecekan tersebut langsung dilakukan pada

saat wawancara dengan cara peneliti mengkonfirmasi perkataan dari partisipan

secara berulang sehingga antara peneliti dan partisipan memiliki pemahaman yang

sama terhadap perkataan partisipan.

Transferabilitas menagcu pada sejauh mana hasil penelitian dapat

diterapkan dalam situasi atau kelompok yang lain. Kriteria ini digunakan untuk

melihat bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks (setting) tertentu dapat ditransfer kesubjek lain yang memilki karakteristik yang sama.

Dependabilitas merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai kualitas

dari proses yang peneliti lakukan. Teknik utama untuk menilai kriteria

dependabilitas ini adalah dengan cara mereview semua proses penelitian meliputi

catatan mulai dari menentukan masalah, pengambilan data penelitian, analisa data,

(50)

dsiebut audit trail sehingga penelitian ini terjamin kebenarannya. Dalam penelitian ini, bebrapa catatan yang dapat digunakan untuk memperoleh audit trail yang adekuat adalah data mentah yang diperoleh melalui pengumpulan transkip-transkip wawancara, catatan lapangan (field note), hasil analisa data, membuat koding-koding (pengkodean), dan draft hasil laporan penelitian untuk menunjukkan adanya kesimpulan yang ditarik pada akhir penelitian.

Konfirmabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan memeriksa seluruh

wawancara, catatan lapangan (field note) dan tabel analisis tema kepada ahli kualitatif. Dalam hal ini dilakukan oleh pembimbing yang merupakan pakatr

penelitian kualitatif. Kemudian peneliti menentukan tema dari penelitian dalam

(51)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam

pengalaman keluarga dalam merawat penderita Tb Paru di rumah wilayah kota

Sibolga. Hasil penelitian yang dibahas adalah karakteristik partisipan dan tema

hasil analisa data penelitian.

2. Karakteristik Partisipan

Kedelapan partisipan dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria dan

bersedia untuk diwawancarai. Para partisipan adalah keluarga dengan anggota

keluarga yang mengalami TB Paru yang bertempat tinggal di kota Sibolga. Usia

kedelapan partisipan berkisar antara 25-50 tahun. Satu orang partisipan menganut

agama kristen protestan dan tujuh partisipan lainnya menganut agama islam. Dari

delapan partisipan, tiga orang partisipan berasal dari suku batak toba, empat orang

partisipan berasal dari suku batak mandailing, satu orang partisipan berasal dari

suku jawa. Dan dari delapan partisipan, dua orang partisipan memiliki pendidikan

terakhir SMA, satu orang partisipan memiliki pendidikan terakhir perguruan

tinggi, dan dua orang lainnya partisipan memiliki pendidikan terakhir D3. Tiga

orang partisipan bekerja sebagai PNS, satu orang partisipan bekerja dibidang

wiraswasta, dua orang partisipan bekerja sebagai IRT dan dua orang paritisipan

bekerja lain-lain. Dari delapan partisipan, 2 orang anak partisipan memiliki

anggota keluarga yang menderita TB, 3 orang partisipan ayah nya yang menderita

TB, dan 3 orang partisipan ibu nya yang menderita TB paru. Dari delapan

(52)

berobat kurang dari 6 bulan, dan 5 orang penderita berobat lebih dari 6 bulan.

Dari delapan partisipan, tujuh orang pernah mengalami putus obat, dan satu orang

tidak pernah mengalami putus obat. Dari delapan partisipan, delpan orang

menagalami kekambuhan penyakit. Data demografi partisipan dapat dilihat pada

Tabel 4.1.

TABEL 4.1

KARAKTERISTIK PARTISIPAN

K P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

IN Ny. R Ny. A Nn. I Ny. M Ny. H Nn. P Ny. K Ny. Y

U 42 30 27 35 38 25 45 48

AG Islam Islam Islam Islam KP Islam Islam Islam

SK J BT BM BM BT BT BM BM

PT SMP SMA S1 D3 SMP D3 SMP SMA

PJ WS IRT PNS PNS LL LL IRT PNS

Keterangan:

IN : Iisial Nama p : Partisipan

U : Usia KP : Kristen Protestan

AG : Agama J : Jawa

SK : Suku BT : Batak Toba

PT : Perguruan Tinggi BM : Batak Mandailing

PJ : Pekerjaan WS : Wiraswasta

IRT : Ibu Rumah Tangga PNS : Pegawai Negeri Sipil

LL : Lain-lain

3. Pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB paru di rumah

(53)

Hasil penelitian ini mendapatkan 5 tema terkait pengalaman keluarga dalam

merawat penderita Tb Paru di Rumah wilayah kota Sibolga meliputi (1)

melakukan pencegahan terhadap penularan Tb paru pada keluarga, (2) Respon

keluarga dalam merawat penderita TB Paru, (3) Mengidentifikasi gejala TBC

pada penderita, (4) Dampak selama perawatan penderita TB Paru, (5) Hambatan

yang dialami kelaurga dalam merawat penderita TB Paru. Matriks tema dapat

dilihat pada Tabel 4.2.

3.1. Melakukan pencegahan terhadap penularan Tb Paru pada keluarga

Berdasarkan analisa data didapatkan ada 4 makna yang dilakukuan keluarga

dalam pencegahan menurut partisipan yaitu (1) menggunakan alat pelindung diri

(APD), (2) tindakan yang dilakukan dirumah, (3) memodifikasi lingkunagn

rumah, (4) memotivasi penderita TB Paru selama proses penyembuhan.

1. Menggunakan alat pelindung diri (APD)

Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa melakukan pencegahan

terhadap penularan TB Paru dengan selalu memakai alat pelindung diri ketika

berkomunikasi. Bentuk dari alat pelindung diri yaitu memakai masker ketika

berkomunikasi.

a. Memakai masker ketika berkomunikasi

Beberapa partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa salah satu alat

pelindung diri yang dilakukan keluarga terhadap penderita dengan menggunakan

masker ketika berkomunikasi dan pada saat keluar rumah. Hal ini sesuai dengan

pernyataan partisipan sebagai berikut :

Gambar

TABEL 4.1 KARAKTERISTIK PARTISIPAN

Referensi

Dokumen terkait

In primary cultures of rat cortical neurons, exposure to CRF (10 pM–100 nM) for 24 h failed to cause cell death directly, or to modify the neurotoxic effects of N-methyl- D

[r]

mathematical model of ascorbic acid transport was developed to evaluate the hypothesis that Na -ascorbate cotransport across the plasma membrane regulates the steady state

[r]

Iwata, The effects of N-methyl- D -aspartate (NMDA) and its drum, Induction of audiogenic seizures in normal and genetically competitive

Rekonsiliasi antara beban pajak penghasilan yang dihitung dengan menggunakan tarif pajak yang berlaku sebesar 25% pada tahun 2010 dan 28% pada tahun 2009 atas laba

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W3, 2017 3D Virtual Reconstruction and Visualization of

saling hapus dan nilai netonya disajikan dalam laporan posisi keuangan jika, dan hanya jika, terdapat hak yang berkekuatan hukum untuk melakukan saling hapus atas