Pengalaman Keluarga dalam Merawat Penderita TB Paru di
Rumah Wilayah Kota Sibolga
SKRIPSI
oleh
Putri Sari Bungsu S
111101128
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Pengalaman Keluarga dalam Merawat Penderita TB Paru di Rumah Wilayah Kota Sibolga
Nama Mahasiswa : Putri Sari Bungsu S
NIM : 1111 0 1128
Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan USU Tahun akademik : 2014 / 2015
ABSTRAK
Menurut data dari rumah Sakit Umum disibolga jumlah penderita TB Paru tiga tahun terakhir dari tahun 2011-2013 berjumlah 174 orang penderita. Penyakit TB Paru sangat rawan untuk terjadi penularan terhadap oarang-orang terdekat sipenderita seperti pada keluarga penderita TB Paru sehingga diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya penularan keanggota keluarga yang lain. Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB Paru di rumah wilayah kota Sibolga.Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah partisipan sebanyak delapan orang partisipan. Penelitian ini dilaksanakan di rumah penderita di kota Sibolga pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Mei 2015. Analisa data pada penelitian ini menggunakan metode Collaizi. Penelitian ini menemukan ada 5 tema terkait dengan pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB Paru di Rumah wilayah kota Sibolga, yaitu melakukan pencegahan terhadap penularan TB Paru, memberikan respon negatif keluarga dalam merawat penderita TB paru, mengidentifikasi gejala TBC pada penderita, dampak selama perawatan penderita TB Paru, dan hambatan yang dialami keluarga dalam merawat penderita TB Paru. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan keluarga untuk lebih memahami dan dapat memberi masukan terhadap keluarga penderita sehingga diharapkan mampu melakukan pencegahan penularan TB Paru dirumah dan memotivasi keluarga penderita untuk lebih memberikan perhatian kepada anggota keluarganya tentang perawatan yang baik dan dapat mempengaruhi sikap yang pada akhirnya dengan kesadaran diri akan merubah perilakunya kearah yang lebih baik.
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Pengalaman Keluarga dalam Merawat Penderita TB Paru di Rumah Wilayah Kota Sibolga”.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Dedi
Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara, demikian juga kepada Ibu Erniyati S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I
serta seluruh staf dan dosen pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk
menyelesaikan studi jenjang Sarjana Keperawatan. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Setiawan, S.Kp., MNS., Ph. D selaku dosen
pembimbing yang sudah meluangkan waktu untuk membimbing saya dalam
penulisan skripsi ini, memberikan pengetahuan, bimbingan yang update, masukan dan arahan yang sangat inspiratif sehingga penyusunan skripsi ini dapat
diselesaikan tepat waktu.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Asrizal,
S.Kep, Ns, WOC (ET) N dan bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku dosen
penguji yang juga banyak memberi saran dan masukan yang membangun dalam
penulisan skripsi ini.Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih teristimewa
kepada kedua orang tua, H. Nasaruddin Siregar dan ibunda Hj. Soviah Pasaribu
yang telah memberikan dukungannya secara moril, material dan doa yang tiada
henti mereka panjatkan demi kelancaran penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman seperjuangan angkatan 2011 Fakultas Keperawata Universitas Sumatera
Utara terkhusus untuk sahabat penulis ugi, irma, suci dan dini yang telah banyak
membantu dan memberi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini serta teman satu
bertukar pikiran dan semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih ada
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Medan, Agustus 2015
Penulis
Putri Sari Bungsu S
Daftar Isi
2. Prinsip-prinsip perawatan keluarga ... 17
3. Konsep TB Paru ... 18
3.1 Defenisi TB Paru ... 18
3.2 Etiologi TB Paru... 18
3.3 Manifestasi TB Paru ... 19
3.4 Klasifikasi TB Paru ... 20
3.5 Cara penularan TB Paru ... 22
3.6 Penatalaksanaan TB Paru ... 23
3.6.1 Pencegahan TB Paru ... 23
3.6.2 Pengobatan TB Paru ... 24
3.7 Efek samping OAT ... 26
4. Peran perawat keluarga ... 26
5. Peran keluarga dalam merawat penderita TB Paru ... 27
6. Riset fenomenologi ... 29
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 32
1. Desain penelitian ... 32
2. Partisipan ... 32
3. Tempat dan waktu penelitian ... 33
3.1 Tempat penelitian ... 33
4. Pertimbangan etik ... 33
5. Instrumen penelitian ... 34
6. Pengumpulan data ... 35
7. Analisa data ... 37
8. Tingkat kepercayaan data ... 38
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
1. Hasil penelitian ... 40
2. Karakteristik partisipan ... 40
3. Pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB Paru di rumah wilayah kota sibolga... 41
4. Pembahasan ... 58
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
1. Kesimpulan ... 70
2. Saran ... 70
Daftar Pustaka ... 72
Lampiran 1. Informed consent
Lampiran 2. Lembar persetujuan menjadi partisipan
Lampiran 3. Instrumen penelitian (Kuesioner Data Demografi) Lampiran 4. Panduan wawancara
Lampiran 5. Surat uji validasi pertanyaan wawancara Lampiran 6. Surat izin penelitian
Lampiran 7. Surat komite etik Lampiran 8. Jadwal penelitian Lampiran 9. Anggaran dana
DAFTAR TABEL
Judul : Pengalaman Keluarga dalam Merawat Penderita TB Paru di Rumah Wilayah Kota Sibolga
Nama Mahasiswa : Putri Sari Bungsu S
NIM : 1111 0 1128
Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan USU Tahun akademik : 2014 / 2015
ABSTRAK
Menurut data dari rumah Sakit Umum disibolga jumlah penderita TB Paru tiga tahun terakhir dari tahun 2011-2013 berjumlah 174 orang penderita. Penyakit TB Paru sangat rawan untuk terjadi penularan terhadap oarang-orang terdekat sipenderita seperti pada keluarga penderita TB Paru sehingga diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya penularan keanggota keluarga yang lain. Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB Paru di rumah wilayah kota Sibolga.Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah partisipan sebanyak delapan orang partisipan. Penelitian ini dilaksanakan di rumah penderita di kota Sibolga pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Mei 2015. Analisa data pada penelitian ini menggunakan metode Collaizi. Penelitian ini menemukan ada 5 tema terkait dengan pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB Paru di Rumah wilayah kota Sibolga, yaitu melakukan pencegahan terhadap penularan TB Paru, memberikan respon negatif keluarga dalam merawat penderita TB paru, mengidentifikasi gejala TBC pada penderita, dampak selama perawatan penderita TB Paru, dan hambatan yang dialami keluarga dalam merawat penderita TB Paru. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan keluarga untuk lebih memahami dan dapat memberi masukan terhadap keluarga penderita sehingga diharapkan mampu melakukan pencegahan penularan TB Paru dirumah dan memotivasi keluarga penderita untuk lebih memberikan perhatian kepada anggota keluarganya tentang perawatan yang baik dan dapat mempengaruhi sikap yang pada akhirnya dengan kesadaran diri akan merubah perilakunya kearah yang lebih baik.
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing
yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan
darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga,yang berinteraksi satu
dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya
(Ali, 2010).
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan
perkawinan yang sah,mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil
yang layak. (Sudiharto, 2007). Keluarga sebagai suatu kelompok dapat
menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah kesehatan
dalam kelompoknya (Fallen & Dwi, 2011)., bertaqwa kepada Tuhan, memiliki
hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara anggota keluarga dan
masyarakat serta lingkungannya.
Tingkat pengetahuan keluarga dalam perawatan merupakan suatu gambaran
suatu peran dan fungsi yang dapat dijalankan dalam keluarga, sifat kegiatan yang
berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu perawatan individu
dalam perannya didasari oleh harapan dan pada perilaku keluarga, kelompok dan
dan juga beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga yaitu fungsi
biologis, fungsi psikologis, fungsi sosial, fungsi ekonomi, fungsi pendidikan.
Keluarga sebagai unit pelayanan yang merawat adalah keluarga yang ada
disekitarnya, kesehatan keluarga diarahkan kepada bagaimana tingkat
pengetahuan keluarga dalam pengobatan untuk memelihara kesehatan
keluarganya. Berdasarkan pemikiran diatas maka kesehatan diarahkan kepada
bagaimana tingkat pengetahuan keluarga dalam pengobatan untuk memelihara
kesehatan keluarga. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan
lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat.
Penyakit TBC sudah dikenal sejak dahulu kala. Penyakit ini disebabkan oleh
kuman atau bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru-paru dan sebagian lagi dapat menyerang diluar paru-paru, seperti
kelenjar getah bening (kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak dan
sebagainya (Hudoyo, 2008).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
MycobacteriumTuberculosis. TB termasuk penyakit yang diperburuk dengan kemiskinan danumumnya menyerang penduduk yang termasuk dalam rentang
usia produktif (15-59 tahun).Penyakit TBC paru merupakan masalah yang besar
bagi negara berkembang termasuk indonesia,karena diperkirakan 95 % a penderita
TBC paru berada di negara berkemban,dan 75 % dari penderita TB Paru tersebut
adalah kelompok usia produktif (15 – 50 tahun). (Yoannes, 2008)
Laporan WHO tahun 2009 menunjukkan prevalensi TB dunia yang
dari prevalensi ditemukan di Asia (35% ada di India dan Cina) dan 30 % di
Afrika. (Jaji, 2010)
Masalah TB di Indonesia berada pada peringkat ke-3 di dunia selama
bertahun tahun dan pada tahun 2009 dari laporan WHO global TB control 2010,
Indonesia turun keperingkat 5 dengan jumlah penderita TB sebesar 429 ribu orang
dengan jumlah prevalensi tahunan dari semua kasus TB 224 per 100.000 dan
diperkirakan insiden kasus baru 228 per 100.000 penduduk. (Jaji, 2010)
Total prevalensi TB di Indonesia tahun 2009 ditemukan sebanyak 294.371
kasus, dengan perincian kasus TB BTA positif 169.213 dan kasus TB BTA
negatif 108.616 kasus. Penderita TB ekstra paru juga teridentifikasi sebanyak
11.215 kasus, kasus TB kambuh 3.709 dan pengobatan ulang diluar kasus kambuh
berjumlah 1.978 penderita.
Prevalensi TB di Jawa Tengah pada tahun 2008 mencapai 101 per 100.000
penduduk dengan CDR 48% Kabupaten Pekalongan 2010 mencapai 81,9%
dengan total prevalensi TB 1.226 kasus. Kasus yang ditemukan dapat dirinci
menjadi BTA positif 857 orang, BTA negatif 322 orang, penderita ekstra paru 30
orang, TB anak 28 orang dan kasus kambuh 17 orang (Dinas Kabupaten
Pekalongan, 2010).
Dari hasil penelitian pengalaman keluarga menunjukkan sikap keluarga
sebagian terjadi karena adanya perilaku dan sikap keluarga yang kurang baik.
Keluarga kurangnya perilaku keluarga tersebut ditunjukkan dengan tidak
pemberian vaksin BCG (pada orang yang tidak terinfeksi), dan terapi pencegahan
6-9 bulan (Linda, 2011).
Upaya keluarga berarti masih ada 52% kasus TB di Jawa tengah yang belum
tertangani. Sedang penemuan kasus TB di dalam mencegah TB paru adalah harus
dilakukan ketika salah seorang dari kerabat kita ada yang tertular penyakit TBC
paru. Karena penyakit TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang bisa
ditularkan melalui dahak penderita TB Paru. Selain itu makanan yang
mengandung kuman TB juga bisa menjadi penyebab menyebarkan penyakit TBC
Paru. Pencegahan TB Paru terkadang menjadi langkah yang dilupakan oleh
sebagian orang. Jika seseorang memiliki tes positif untuk infeksi laten TB, dokter
mungkin menyarankan untuk mengkonsumsi obat untuk mengurangi resiko
terkena TB aktif. Satu-satunya jenis TB yang menular adalah varietas aktif, saat
itu mempengaruhi paru-paru. Jadi, jika dapat mencegah TBC dari menjadi aktif,
penderita tersebut tidak akan mengirimkan TB ke orang lain.
Pencegahan TB dengan melindungi diri dan orang lain. Jika seseorang
memiliki TB Aktif, hal pertama yang perlu dicatat adalah menjaga kuman dari diri
sendiri. Hal ini biasanya memakan waktu beberapa minggu pengobatan dengan
obat TBC sebelum tidak menular lagi. Dampak yang berpengaruh pada keluarga
dalam merawat pasien TBC Paru adalah terjadinya penularan bagi keluarga yang
merawat bahkan akan tertular anggota keluarga lainnya yang ada didalam rumah
tersebut.
Keluarga yang merawat penderita TB Paru penting dilakukan untuk
harapan ada manfaatnya bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya, tidak terjadi
penularan, demikian pula bagi bidang pendidikan untuk dapat meningkatkan
asuhan keperawatan pada penderita TB Paru (Jaji, 2010).
Menurut data dari rumah sakit umum penderita TBC yang ada di sibolga
pada tahun 2013 sebayak 174 orang, meningkat dibanding tahun 2011 yang hanya
120 orang. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui seorang penderita
TB Paru, bukanlah usaha secara individu melainkan usaha keluarga bersama.
Namun, dukungan dari keluarga dan pengawasan terhadap pencegahan dan
pengobatan terhadap penderita TB paru yang penderitanya semakin bertambah
serta mengingat penyakit ini dapat dicegah. Berdasarkan uraian diatas peneliti
mengambil judiul penelitian “Pengalaman Keluarga dalam Merawat Penderita TB
Paru di Rumah Wilayah Kota Sibolga”.
2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah pengalaman keluarga
dalam merawat penderita TB Paru ?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pengalaman keluarga
dalam merawat penderita TB Paru di rumah wilayah kota Sibolga
4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terbagi atas tiga bagian, yaitu: pendidikan
keperawatan, pelayanan keperawatan, penelitian keperawatan, dan manfaat bagi
4.1. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan kepada
pendidikan keperawatan khususnya keperawatan keluarga.
4.2. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada perawat
keluarga tentang pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB paru,
sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal pada
pasien TB Paru dan keluarga.
4.3. Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan evidence based tentang pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB Paru di rumah. Hasil
penelitian ini juga diharapakan untuk pengembangan penelitian keperawatan
selanjutnya dalam menerapkan tentang pengalaman keluarga dalam merawat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Keluarga
1.1. Defenisi Keluarga
Defenisi keluarga banyak di uraikan tentang keluarga sesuai dengan
perkembangan sosial masyarakat. Berikut ini akan dikemukakan pengertian
keluarga. Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang di ikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap tiap anggota keluarga selalu
berinteraksi satu sama lain.
Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan
antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang
laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik
anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam satu sebuah rumah tangga
(Sayekti, 1994).
Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes, RI, 1998).
Keluarga adalah unti terkecil dari masyarkat yang terdiri atas kepala
keluraga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu atap dalam
keadaan salaing ketergantungan. (Effendy, 1998).
Sesuai dengan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
1. Terdiri atas dua atau lebih individu yang di ikat oleh hubungan darah,
perkawinan, atau adopsi.
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain.
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing – masing
mempunyai peran sosial sebagai suami, istri, anak, kakak, dan adik.
4. Mempunyai tujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota.
1.2. Karakteristik Keluarga
Keluarga terdiri dari orang – orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan,
darah dan ikatan adopsi dimana anggota sebuah keluarga biasanya hidup
bersama-sama dalam satu rumah tangga atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka
tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota
keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran–peran sosial
keluarga seperti suami istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan,
saudara, saudara dan saudari. Selain itu, keluarga sama-sama menggunakan kultur
yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik
tersendiri ( Friedman, 1998 ).
1.3. Tipe keluarga
Di Indonesia dalam Undang-Undang Tahun 1998 disebutkan bahwa
keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri atas suami istri dan
anak atau ayah/ibu dan anak. Dalam konteks pembangunan, di Indonesia
dalam Undang-Undang No.10 disebut sebagai keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah, dan mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan maternal, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Es, memiliki
hubungan yang serasi, selaras, seimbang antara dan dengan masyrakat.
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai
macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial, maka tipe keluarga
berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam
meningkatkan derajat kesehatan, maka perawat perlu memahami dan mengetahui
berbagai macam keluarga.
1. Nuclear Family. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu
ikatan perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah.
2. Extended Family. Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan
sebagainya.
3. Reconstituted Nuclear. Pembentukan baru dari keluarga intimelalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan
anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun asal dari perkawinan
baru. Satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.
4. Middle Age/Aging Couple. Suami sbagai pencari uang,istri dirumah/kedua-duanya bekerja dirumah, anak -anak sudah meninggalkan rumah karena
5. Dyadic Nuclear. Suami istri yang sidah berumur dan tidak mempunyai anak, keduanya/salah satu bekerja dirumah.
6. Single Parent. Satu orang tua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya dan anak – anaknya dapat tinggal diru mah/diluar rumah.
7. Dual carier. Suami istri atau keduanya berkarir dan tanpa anak.
8. Commuter Married. Suami istri/keduanya orang karir dan tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu tertentu.
9. Single Adult. Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk menikah.
10. Three Generation. Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
11. Institutional. Anak–anak atau orang–orang dewasa tinggal dalam suatu panti.
12. Comunal. Satu rumah terdiri atas dua /lebih pasangan yang monogami dengan anak – anaknya dan bersama – sama dalam penyediaan fasilitas.
13. Group Marriage. Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunan didalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah menikah dengan
yang lain dan semua adalah orangtua dari anak – anak.
14. Unmarried Parent and Child. Ibu dan anak perkawinan yang tidak dikehendaki, anaknya di adopsi.
15. Cohibing Couple. Dua orang /satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan.
Dari sekian macam tipe keluarga, maka secara umum di Negara Indonesia
Tipe keluarga tradisional
1. Keluarga inti : suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri dan anak
(kandung/angkat)
2. Keluarga besar : keluarga inti ditambah keluarga lain yang mempunyai
hubungan darah misalnya kakak, nenek, paman, bibi.
3. Single parent : suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan
anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat disebabakan oleh kematian atau
perceraian.
4. Single adult : suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang dewasa.
5. Keluarga lanjut usia terdiri dari suami istri lanjut usia.
Tipe keluarga non tradisional
1. Commune family : lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah. 2. Orang tua (ayah ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup
bersama dalam satu rumah tangga.
3. Homoseksual : dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu rumah
tangga.
1.4. Fungsi Keluarga
Harmoko, 2012, menyatakan dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi
keluarga yang dapat dijalankan. Fungsi keluarga adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Biologis, yaitu fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara dan
2. Fungsi Psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi
keluarga, memberikan perhatian diantara keluarga, memberikan kedewasaan
kepribadian anggota keluarga, serta memberikan identitas pada keluarga.
3. Fungsi Sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingksh laku sesuai
dengan tingkat perkembangan masing-masing dan meneruskan nilai-nilai
budaya.
4. Fungsi Ekonomi, yaitu mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk memenuhi kebutuhan
keluarga dimasa yang akan datang.
5. Fungsi Pendidikan yaitu menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,
keletrampilan, membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa, serta mendidik anak
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Friedman, 1988 menidentifikasi lima fungsi dasar keluarga diantaranya
adalah
1. Fungsi Afektif (The Affective Function)
Fungsi afektif berkaitan dengan fungsi internal keluarga yang, merupakan
basisi kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan
psikologis. Keberhasilan fungsi afektif tanpa melalui keluarga yang gembira dan
bahagia. Anggota keluarga, mengembangkan gambaran diri yang positif, perasaan
yang dimiliki, perasaan yang berarti, dan merupakan sumber kasih sayang.
interaksi dalam keluarga. Fungsi afektif merupakan sumber energi yang
menetukan kebahagiaan keluarga. Adanya perceraian, kenakalan anak, atau
masalah lain yang sering timbul dalam keluarga dikarenakan fungsi afektif yang
tidak terpenuhi. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk fungsi afektif
antara lain : memelihara saling asuh (mutual nurturance), keseimbangan saling menghargai, pertalian dan identifikasi, keterpisahan dan kepaduan.
2. Fungsi Sosialisasi (The socialzation function)
Sosialisasi dimulai pada saat lahir dan akan diakhiri dengan kematian.
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, dimana
individu secara kontinu mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap
situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami.
Sosialisasi mencakup semua proses dalam sebuah komunitas tertentu atau
kelompok dimana manusia, berdasarkan sifat kelenturannya, melalui
pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama hidup, merka memperoleh karakteristik yang
terpola secara sosial. Sosial merujuk pada proses perkembangan atau perubahan
yang dialami seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran
peran-peran sosial. Anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta
perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga, sehingga individu
mampu berperan dimasyarakat.
3. Fungsi Reproduksi (The Reproductive Function)
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan
menambah sumber daya manusia dengan adanya program keluarga berencana,
atau diluar ikatan perkawinan, sehingga lahirlah keluarga baru dengan satu orang
tua.
4. Fungsi Ekonomi (The Economic Function)
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti: makanan, pakaian, dan
perumahan, maka keluarga memerlukan sumber keuangan. Fungsi ini sulit
dipenuhi keluarga yang berbeda dibawah garis kemiskinan, berat bertanggung
jawab untuk mencari sumber-sumber dimasyarakat yang dapat digunakan oleh
keluarga dalam meningkatkan status kesehatan.
5. Fungsi Perawatan Keluarga/pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function)
Bagi para profesional keluarga, fungsi perawatan kesehatan merupakan
pertimbangan vital dalam pengkajian keluarga. Guna menempatkan dalam sebuah
persektif, fungsi ini merupakan salah satu fungsi keluarga yang menyediakan
kebutuhan-kebutuhan fisik seperti: makanan, pakaian, tempat tinggal dan
perawatan kesehatan.
Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan
secara bersama-sama merawat anggota keluarga yang sakit. Lebih jauh lagi
keluarga mempunyai tanggung jawab utama untuk memulai dan
mengkordinasikan pelayanan dan diberikan oleh para profesional perawat
kesehatan. Keluarga melakukan praktik asuhan kesehatan untuk mencegah
terjadinya gangguan atau merawat anggota yang sakit. Keluarga haruslah mampu
menentukan kapan meminta pertolongan kepada tenaga profesional ketika salah
Tingkat pengetahuan keluarga terkait konsep sehat sakit akan mempengaruhi
perilaku keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Misalnya
sering ditemukan keluarga yang menganggap diare sebagai tanda perkembangan,
imunisasi penyakit (anak menjadi demam), mengkonsumsi ikan menyebabakan
cacingan. Kesanggupan keluarga melaksanakan perawatan atau pemeliharaan
dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Tugas kesehatan
keluarga adalah sebagai berikut :
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga
2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
3. Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit
4. Mempertahankan suasana rumah yang sehat
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada dimasyarakat
Kelima tugas kesehatan keluarga tersebut saling terkait dan perlu dilakukan
oleh keluarga, perawat perlu mengkaji sejauh mana keluarga mampu
melaksanakan tugas tersebut dengan baik dan memberikan bantuan atau
pembinaan terhadap keluarga untuk memenuhi tugas kesehatan keluarga.
1.5. Tugas kesehatan keluarga
Keluarga memiliki polanya tersendiri dalam membina hubungan dengan
anggota keluarga, antara lain : pola komunikasi, mengambil keputusan, sikap dan
nilai dalam keluarga serta kebudayaan, dan gaya hidup. Kemandirian anggota
keluarga sangat tergantung pada pola-pola yang diaktualisasikan keluarga, tingkat
komunikasi setempat. Pola-pola tersebut juga mempengaruhi kemampuan
keluarga dalam menjalankan tugas kesehatan keluarga (Sudiharto, 2007).
Setiap keluarga memiliki cara yang unik dalam melaksanakan tugas
kesehatan keluarga khususnya dalam menyelesaikan masalah kesehatan anggota
keluarga. Keluarga memiliki budaya yang unik yang diaktualisasikan dalam
mengatasi permasalahan kesehatan walaupun memiliki garis keturunan yang
sama. Masih ada budaya yang di pertahankan keluarga untuk mengatasi masalah
kesehatan keluarga, meskipun telah ratusan tahun berselang (Sudiharto, 2005).
Ada lima tugas kesehatan keluarga yaitu : mengenal gangguan
perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga, mengambil keputusan untuk
tindakan kesehatan yang tepat, memberikan perawatan kepada anggota keluarga
yang sakit (yang tidak dapat membantu diri karena cacat atau usianya terlalu
muda), memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga,
dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.
Kelima hal diatas menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara keluarga dan
status kesehatan anggotanya, bahwa peran dari keluarga dalam menyelesaikan
masalah kesehatan sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota
keluarga secara individu, mulai dari strategi-strategi hingga rehabilitasi
(Friedman, 1998).
2. Prinsip – prinsip perawatan keluarga
Setiadi (2008) ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam
memberikan Asuhan Keperawatan keluarga adalah :
b. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan Kesehatan keluarga sehat sebagai
tujuan utama.
c. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai
peningkatan kesehatan keluarga.
d. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan keluarga, perawat melibatkan peran
aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan kebutuhan keluarga
dalam mengatasi masalah kesehatannya.
e. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat proinotif dan preventif
dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
f. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga, keluarga
memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk kepentingan
kesehatan keluarga.
g. Sasaran Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara
keseluruhan.
h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan Asuhan Keperawatan
kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan
menggunakan proses keperawatan.
i. Kegiatan utama dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga
adalah penyuluhan kesehatan dan Asuhan Keperawatan kesehatan dasar atau
perawatan dirumah.
3. Konsep TB Paru
3.1. Defenisi TB Paru
Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium
tuberculosa Tipe Humanus (jarang oleh Tipe M.Bovinos). TB paru merupakan
penyakit infeksi penting saluran napas bagian bawah setelah eradikasi penyakit
malaria. TB paru merupakan penyakit infeksi menular, menyerang pada paru,
disebabkan oleh Basil Micobakterium tuberkulose. (Depkes, 2007).
Penyakit Tubercolusis atau yang sering disebut TB Paru adalah infeksi
menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolusis.Tuberculosis merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Bersama dengan HIV/AIDS, Malaria dan TB Paru merupakan penyakit yang pengendaliannya
menjadi komitmen global dalam program MDGs.
3.2. Etiologi TB Paru
Penyakit tuberkulosis dahulu disingkat TBC,sekarang dipopulerkan sebagai
TB saja untuk menghindari stigma di masyarakat terhadap pasien-pasien TB.
Penyakit ini disebabkan oleh kuman jenis Mycrobacterium tuberculosis. Kuman ini pertama kali ditemukan oleh Dokter Robert Koch. Kuman ini sangat kecil,
untuk melihat kuman ini perlu dilihat dengan mikroskop. Kuman ini dapat
ditemukan dalam dahak atau sputum seseorang yang sedang sakit TB. Kuman ini
bersifat tahan terhadap larutan asam sehingga mendapat julukan atau bahkan lebih
terkenal dengan nama Basil Tahan Asam (BTA). Jadi untuk pemeriksaan dahak
Pemeriksaan dahak BTA lazimnya dilakukan 3x berturut-turut untuk menghindari
faktor kebutulan. Bila hasil pemeriksaan dahak minimal 2x positif, maka sudah
dapat dipastikan orang tersebut sakit TB Paru.
3.3. Manifestasi Klinis
Penyakit tuberculosis atau TB paling sering menyerang organ paru, tetapi
sebagian kecil dapat menyerang organ – organ lain, misalnya otak, tulang,
kelenjar getah bening, kulit, usus, mata, telinga, dll. Gejala dan tanda yang
muncul tergantung organ mana yang terkena. Seorang disangka menderita TB,
terutma TB Paru dijumpai keluhan dan tanda – tanda sebagai berikut :
1. Nafsu makan berkurang
2. Berat badan turun
3. Keringat malam hari
4. Batuk – batuk (lebih 3 minggu)
5. Demam – demam (terutama sore hari)
6. Batuk darah
7. Dahak bercampur darah
8. Badan terasa lemah/mudah capek/rasa malas
9. Sesak napas (bila penyakit sudah lanjut)
10. Sakit dada (bila terjadi peradangan selaput paru/dinding paru)
11. Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan
12. Demam meriang lebih dari sebulan
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru).Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC paru
dibagi dalam :
1. Tuberkulosis Paru BTA Positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif
2. Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasil BTA negatif dan foto rotgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TBC paru BTA negatif rontgen positif
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu berat dan ringan. Bentuk
berat bila digambarkan foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan
paru yang luas.
3. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalkan pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. TBC ekstra paru
dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :
1. TBC ekstra paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar lymfe, pleuritis, eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.
Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa
tipe pasien, yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih
BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
3.5. Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita TBC BTA Positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke
bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut, bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh
konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
3.6. Penatalaksanaan TB Paru
3.6.1 Pencegahan
Ada beberapa cara untuk pencegahan TB Paru yaitu:
1. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu-individu yang
bergaul erat dengan sipenderita tubekulosis paru BTA positif. Pemeriksaan
meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes teberkulin positif, maka
Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi
konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2. Mass chest X-tray, yaitu pemeriksaanmassal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/ puskesmas/ balai
pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.
3. Vaksinasi BCG
4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bekteri yang masih
sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu
pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan
bagi kelompok berikut:
Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena risiko
timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja dibawah 20 tahun
dengan hasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang
menular, individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif
menjadi positif, penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes melitus.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang pneyakit tuberkulosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh
petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
3.6.2 Pengobatan
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk
mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan
mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru,
berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk diketahui.
Mekanisme kejrja Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.
Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Streptomisin.
Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid
(INH).
2. Aktivitas strerilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant). Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid.
Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z). 3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.
Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam
para-amino salisilik (PAS), dan sikloserine.
Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam
keadaan telah terjadi resistensi sekunder.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri atas
rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan
Etambutol (Depkes, RI, 2004)
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi TB, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bekeriologi,
apusan sputum, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping itu, perlu
pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC).
DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen
yaitu:
1. Adanya komponen politis berupa dukungan para pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung,
sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis
dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana
tersebut.
3. Pengobatan TB dengan OAT jangka pendek dibawah pengawasan langsung
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya dalam dua bulan pertama
dimna penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
3.7. Efek samping OAT
Efek samping yang ditimbulkan oleh OAT bisa dibedakan menjadi dua
1. Efek samping ringan
Nafsu makan menurun, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai
rasa terbakar dikaki, dan warna kemerahan pada air seni.
2. Efek samping berat
Gatal dan kemerahan kulit, tuli/gangguan pendengaran, gangguan
keseimbangan, kulit menjadi kekuning-kuningan, bingung dan muntah-muntah,
dan gangguan penglihatan.
4. Peran perawat Keluarga
Sebagai kekhususan perawat keluarga memiliki peran yang cukup banyak
dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga diantaranya :
1. Peran perawat sebagai pendidik/educator
Perawat memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga dalam rentang
sehat sakit.
2. Peran perawat sebagai penghubung/koordinator/kolaborator
Dalam menjalankan peran ini, perawat mengkoordinasikan keluarga dengan
pelayanan kesehatan
3. Peran perawat sebagai pelindung/advocate
Perawat memberikan perlindungan atas kesamaan keluarga dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan.
4. Peran perawat sebagai pemberi pelayanan langsung.
Perawat memberikan pelayanan kesehatan langsung pada keluarga.
Perawat memberikan beberapa alternatif pemecahan masalah berkaitan
dengan masalah yang dihadapi keluarga tanpa harus ikut dalam
pengambilan keputusan keluarga tersebut.
6. Peran perawat sebagai modifikator lingkungan
5. Peran keluarga dalam merawat penderita TB paru
Agar keluarga dapat menjadi sumber kesehatan yang efektif dan utama
keluarga harus lebih terlibat dalam tim perawatan kesehatan dan keseluruhan
proses terapetik. Pada penderita TB, peran keluarga sangat dibutuhkan khususnya
dalam memberikan perawatan, tidak hanya perawatan secara fisik namun juga
perawatan secara psikososial (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease, 2007). Hal ini dikarenakan keluarga merupakan orang terdekat dari klien
dan juga sesuai dengan salah satu fungsi keluarga yaitu memberikan perawatan
pada anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998).
Penderita TB sangat membutuhkan dukungan, kasih sayang, dan perhatian
khususnya dari keluarga, hal ini dapat ditunjukkan dari keikutsertaan keluarga
dalam membantu perawatan pada penderita TB, baik memberikan perawatan
secara fisik maupun secara psikis karena banyaknya stigma buruk berkembang
dimasyarakat terhadap penderita TB, sehingga dengan adanya dukungan, kasih
sayang serta perawatan yang baik tersebut akan membantu mempercepat
kesembuhan pasien TB.
Hal-hal yang dapat lakukan keluarga dalam merawat penderita TB paru
diantaranya mengawasi klien dalam meminum obat secara teratur hingga klien
tersebut paling baik bekerja ketika pagi hari, keluarga juga harus dapat
memotivasi pasien agar sabar dalam pengobatannya, menempatkan obat di tempat
yang bersih dan kering, tidak terpapar langsung dengan sinar matahari dan aman
dari jangkauan anak-anak, selain itu keluarga dapat membawa atau mengajak
pasien ke fasilitas kesehatan setiap dua minggu sekali untuk melihat
perkembangan penyakitnya atau jika pasien mengalami keluhan-keluhan yang
harus segera di tangani.
Keluarga juga harus lebih terbuka dan memahami serta menghargai perasaan
klien, mendengarkan keluhan-keluhan yang disampaikan klien, menanyakan apa
yang saat ini klien rasakan, ini merupakan salah satu bentuk dukungan dari
keluarga secara psikis.
Untuk kebutuhan nutrisinya keluarga harus memberikan makan yang cukup
gizi pada pasien untuk menguatkan dan meningkatkan daya dahan tubuh agar bisa
menangkal kuman TB yang merusak paru-paru, kebersihan lingkungan rumah
juga harus diperhatikan misalnya dengan pengaturan ventilasi yang cukup, ajarkan
keluarga untuk tidak meludah sembarangan, menutup mulut ketika batuk atau
bersin, keluarga juga dapat menjemur tempat tidur bekas pasien secara teratur,
membuka jendela lebar-lebar agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk,
karena kuman TB paru akan mati bila terkena sinar matahari (BPN, 2007).
6. Riset Fenomenologi
Riset fenomenologi didasarkan pada falsafah fenomenologi yang didukung
oleh Edmund Husserl. Husserl menyatakan bahwa “makna” merupakan
secara objektif dan diambil intinya saja agar orang lain lebih cepat memahami.
Penelitian fenomenologi berusaha untuk memahami respon seluruh manusia
terhadap suatu hal atau sejumlah situasi (Dempsey & Dempsey, 2002).
Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan
fenomena, penampilan dari sesuatu yang khusus, misalnya pengalaman hidup.
Fokus utama fenomenologi adalah pengalaman nyata (Saryono & Anggraeni,
2010). Tujuan dari penelitian fenomenologi adalah mengembangkan makna
pengalaman hidup dari suatu fenomena dalam mencari kesatuan makna dengan
mengidentifikasi inti fenomena dan menggambarkan secara akurat dalam
pengalaman hidup sehari-hari (Streybert & Carpenter, 2003).
Fokus pendekatan fenomenologi adalah memahami keunikan fenomenal
dunia kehiduipan individu, bahwa realitas dunia kehidupan masing-masing
individu itu berbeda, dalam hal ini adalah respon-respon yang unik dan spesifik
yang dialami tiap individu termasuk interaksinya dengan orang lain, untuk
selanjutnya mengeksplorasi makna atau arti dari fenomena tersebut.
Penelitian fenomenologi menggunakan penjelasan-penjelasan secara rinci
sehingga menghasilkan deskripsi padat (thick description) dan anlisis yang rinci tentang berbagai pengalaman (seperti apa) yang dialami individu dalam dunia
kehidupannya dari situasi atau peristiwa (bagaimana) yang dialami seorang
individu sehingga dapat memperoleh intisari (essence) dari pengalaman tersebut dengan menambah berbagai persepsi (Sandelowski, 2004). Interpretasi dan
analisis hasil-hasil temuannya memungkinkan peneliti mengungkapkan suatu
individu, sekaligus melalui perspektif mereka bersama sebagai pemahaman yang
universal.
Khusus penelitian fenomenologi deskripsi, peneliti wajib melakukan
“braketing” yaitu usaha yang dilakukan peneliti untuk menyimpan dan
mengurung asumsi, pengetahuan dan kepercayaannya tentang segala hal yang
diketahuinya tentang fenomena yang sedang diteliti selama melakukan riset
dengan tujuan agar memperdalam pemahaman peneliti tentang fenomena yang
sedang dipelajari (Straubert & Carpenter, 2012). Peran peneliti adalah memberi
penjelasan berupa deskripsi dan interpretasi fenomena tersebut berdasarkan sudut
pandang para partisipannya.
Fenomenologist dalam proses analisis data untuk fenomenologi deskriptif adalah Colaizi (1978), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1959). Ketiga tokoh
tersebut berpedoman pada filosofi Husserl yang mana fokus utamanya adalah
mengetahui gambaran sebuah fenomena. Untuk pendekatan interpretif, tokoh
yang terkenal adalah Diekelmann, Allen dan Tannes (1989). Van Mannen (1990)
percakapan yang mendalam, dengan peneliti dan informan sebagai partisipan.
Peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidup tanpa
memimpin diskusi. Selanjutnya, dalam percakapan yang mendalam, peneliti
berusaha untuk masuk kedalam dunia informan untuk mendapatkan akses penuh
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain fenomenologi.
Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan
fenomena penampilan dari sesuatu yang khusus, misalnya pengalaman hidup.
Fokus utama dari studi fenomenologi adalah bagaimana orang mengalami suatu
pengalaman hidup dan menginterpretasikan pengalamannya (Polit & Beck, 2012).
Sehingga dari pendekatan fenomenologi ini diharapkan memperoleh pemahaman
yang mendalam tentang pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB Paru
di Rumah Wilayah Kota Sibolga.
2. Partisipan
Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu metode pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukkan dalam penelitian
(Polit & Beck, 2012). Adapun kriteria partisipan dalam penelitian ini adalah (1)
Keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami TB Paru, (2) Bertempat
tinggal di kota Sibolga, Sumatera Utara, (3) keluarga dalam kondisi yang sehat,
tidak dalam kondisi yang sakit yang dapat menyulitkan proses wawancara, (4)
Bersedia diwawancarai atau menjadi partisipan dengan menandatangani lembar
persetujuan (informed concent), (5) Komunikatif.
Jumlah partisipan pada penelitian ini berjumlah 8 orang. Pengambilan
sampel pada penelitian kualitatif tidak diarahkan pada jumlah tetapi berdasarkan
(Polit & Beck, 2012). Pada penelitian ini sudah terjadi saturasi data saat partisipan
kedelapan.
3. Tempat dan waktu penelitian
3.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rumah keluarga yang menderita TB Paru yaitu di
kota Sibolga. Pemilihan lokasi ini adalah insidensi kelaurga dengan penderita TB
paru pada daerah ini sering ditemukan. Selain itu, karakteristik keluarga didaerah
ini sangat beragam sehingga penelitian ini dapat mewakili pengalaman keluarga
yang merawat penderita TB Paru dengan latar budaya, agama, suku dan
kehidupan sosial yang berbeda.
3.2 Waktu penelitian
Pengumpulan data dimulai dari Februari 2015 sampai Mei 2015, yaitu mulai
pengumpulan data sampai dengan selesai pengumpulan data.
4. Pertimbangan etik
Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu mengajukan
surat ethical clearance oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (Lampiran 6). Setelah mendapatkan
izin, selanjutnya peneliti mencari partisipan sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan. Setelah terbina hubungan saling percaya antara peneliti dan partisipan,
peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian.
Apabila calon partisipan bersedia berpatisipasi dalam penelitian, maka partisipan
Peneliti tidak memaksa jika partisipan menolak untuk diwawancarai dan
menghormati hak-haknya sebagai partisipan dalam penelitian ini. Untuk menjaga
kerahasiaan identitas partisipan maka peneliti tidak mencantumkan nama dari
partisipan (anonymity). Nama partisipan dibuat dengan inisial. Selanjutnya identitas partisipan juga dirahasiakan (confidentiality) dimana hanya informasi yang diperlukan saja yang akan dituliskan dan dicantumkan dalam penelitian.
5. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dua bagian. Pertama
merupakan Kuesioner Data Demografi (KDD) yang berisi pernyataan mengenai
data umum partisipan meliputi inisial, usia, jenis kelamin, agama, suku bangsa
dan program pendidikan yang sedang ditempuh oleh partisipan (Lampiran 3).
Instrumen kedua merupakan panduan wawancara. Panduan wawancara ini berisi
pertanyaan yang diajukan kepada partisipan, dimana pertanyaan tersebut dibuat
sendiri oleh peneliti. Panduan wawancara ini berisi lima pertanyaan yang diajukan
seputar pengalaman keluarga dalam merawat penderita TBParu di rumah wilayah
kota Sibolga (Lampiran 4). Instrumen panduan wawancara ini telah divalidasi
oleh salah satu dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang
expert dalam bidangnya yaitu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS. Hasil dari validasi pertanyaan tersebut didapatkan lima pertanyaan yang dibuat peneliti telah
relevant dengan judul penelitian.
6. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari Dekan Fakultas
Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara. Selanjutnya peneliti melakukan pilot study. Pilot study dilakukan dengan cara mewawancarai seorang keluarga yang dengan anggota kelaurga yang
mengalami TB Paru. Pilot study pada penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah peneliti sebagai instrumen sudah cukup baik dalam melakukan wawancara
dan melakukan analisa data kualitatif. Setelah melakukan pilot study, hasil wawancara dari pilot study dibuat dalam bentuk transkrip. Selanjutnya dikonsultasikan dengan pembimbing. Setelah mendapat persetujuan pembimbing,
kemudian peneliti melanjutkan wawancara kepada partisipan berikutnya.
Setelah pilot study dilakukan, peneliti melakukan wawancara kepada partisipan. Proses wawancara dimulai dengan melakukan prolonged engagement yaitu dengan cara mengadakan hanya 1 kali pertemuan dengan partisipan
dikarenakan peneliti sudah membina hubungan yang baik dengan partisipan
sebelumnya. Dengan demikian, antara peneliti dan partisipan tumbuh hubungan
saling percaya dan memiliki keterkaitan yang lama sehingga akan semakin akrab,
semakin terbuka dalam memberikan informasi dan informasi yang diperoleh akan
lebih lengkap. Pada tahap ini, peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan maksud,
tujuan dan pengumpulan data yang dilakukan terhadap partisipan.
Langkah selanjutnya, setelah partisipan bersedia untuk diwawancarai maka
partisipan diminta membaca dan mengisi lembar persetujuan dan data demografi
untuk mendapatkan data dasar kemudian peneliti melakukan wawancara
dengan partisipan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang
makna-makna subjektifitas yang dipahami oleh individu (Polit & Beck, 2012). Pada
metode ini peneliti dan partisipan bertemu secara langsung untuk mendapatkan
informasi secara jelas dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan
permasalahan penelitian. Dalam hal ini wawancara dilakukan di rumah keluarga
yaitu di kota Sibolga.
Wawancara dilakukan sekitar 60 menit. Pada penelitiani ini, 8 partisipan
dilakukan wawancara dengan 1 kali pertemuan. Peneliti menggunakan panduan
wawancara yang telah dibuat untuk memandu peneliti dalam mengumpulkan
informasi. Kemudian peneliti melanjutkan mengajukan berbagai pertanyaan
dengan menggunakan teknik probing. Peneliti menggunakan alat perekam untuk merekam wawancara..
Langkah selanjutnya adalah peneliti membuat transkrip hasil wawancara
setiap kali selesai wawancara. Peneliti mengelompokan data dan menguraikan
data kedalam bentuk narasi kedalam bentuk tema, sub tema dan kategori yang
utama. Kemudian peneliti membahas ulang hasil penelitian sesuai dengan analisa
data yang telah dilakukan. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan
kepada delapan partisipan.
7. Analisa Data
Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri dan orang lain (Polit & Beck, 2012).
Proses analisa data dilakukan segera setelah selesai setiap satu proses
wawancara, yaitu bersamaan dengan dibuatnya transkrip wawancara, kemudian
transkrip tersebut dibaca berulang kali atau dilakukan seleksi data satu persatu
(kata perkata). Peneliti menggunakan metode Colaizzi (1978, dalam Polit & Beck,
2012) meliputi : (a) membaca semua transkip wawancara untuk mendapatkan
perasaan mereka, (b) meninjau setiap transkip dan menarik pernyataan yang
signifikan, (c) menguraikan arti dari setiap setiap pernyataan yang signifikan, (d)
mengelompokkan makna-makna tersebut kedalam kelompok-kelompok tema, (e)
mengintegrasikan hasil kedalam bentuk deskripsi, (f) memformulasikan deskripsi
lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas
mungkin, (g) memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai
tahap validasi akhir. Dalam menganalisa data karena metode ini memberikan
langkah-langkah yang jelas, sistematis, rinci dan sederhana. Ini adalah salah satu
metode yang umum untuk analisa data yang direkomendasikan untuk studi
fenomenologi.
8. Tingkat Kepercayaan Data
Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data di
validasi dengan beberapa kriteria, yaitu credibility, transferability, dependability, dan confirmability (Lincoln & Guba, 1985 dalam Polit & Beck, 2004). Kredibilitas (uji tingkat kepercayaan) merupakan kriteria untuk memenuhi nilai
teknik prolonged engagement dan member checking. Teknik prolonged engagement yaitu mengadakan pertemuan dengan beberapa kali kerumah partisipan untuk menjalin hubungan yang baik. Peneliti akan berkunjung kerumah
partisipan untuk melihat kondisi penderita TB Paru dan berbincang-bincang
dengan keluarga untuk semakin mendekatkan diri dengan partisipan, sehingga
antara peneliti dan partisipan memiliki keterkaitan yang lama dan akan semakin
akrab, semakin terbuka, dan saling mempercayai dalam memberikan informasi
dan informasi yang diperoleh akan lebih lengkap.
Peneliti juga akan melakukan member checking yaitu melakukan pengecekan data yang peneliti peroleh kepada partisipan dan hasil dari
pengecekan tersebut disebut tema. Pengecekan tersebut langsung dilakukan pada
saat wawancara dengan cara peneliti mengkonfirmasi perkataan dari partisipan
secara berulang sehingga antara peneliti dan partisipan memiliki pemahaman yang
sama terhadap perkataan partisipan.
Transferabilitas menagcu pada sejauh mana hasil penelitian dapat
diterapkan dalam situasi atau kelompok yang lain. Kriteria ini digunakan untuk
melihat bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks (setting) tertentu dapat ditransfer kesubjek lain yang memilki karakteristik yang sama.
Dependabilitas merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai kualitas
dari proses yang peneliti lakukan. Teknik utama untuk menilai kriteria
dependabilitas ini adalah dengan cara mereview semua proses penelitian meliputi
catatan mulai dari menentukan masalah, pengambilan data penelitian, analisa data,
dsiebut audit trail sehingga penelitian ini terjamin kebenarannya. Dalam penelitian ini, bebrapa catatan yang dapat digunakan untuk memperoleh audit trail yang adekuat adalah data mentah yang diperoleh melalui pengumpulan transkip-transkip wawancara, catatan lapangan (field note), hasil analisa data, membuat koding-koding (pengkodean), dan draft hasil laporan penelitian untuk menunjukkan adanya kesimpulan yang ditarik pada akhir penelitian.
Konfirmabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan memeriksa seluruh
wawancara, catatan lapangan (field note) dan tabel analisis tema kepada ahli kualitatif. Dalam hal ini dilakukan oleh pembimbing yang merupakan pakatr
penelitian kualitatif. Kemudian peneliti menentukan tema dari penelitian dalam
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam
pengalaman keluarga dalam merawat penderita Tb Paru di rumah wilayah kota
Sibolga. Hasil penelitian yang dibahas adalah karakteristik partisipan dan tema
hasil analisa data penelitian.
2. Karakteristik Partisipan
Kedelapan partisipan dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria dan
bersedia untuk diwawancarai. Para partisipan adalah keluarga dengan anggota
keluarga yang mengalami TB Paru yang bertempat tinggal di kota Sibolga. Usia
kedelapan partisipan berkisar antara 25-50 tahun. Satu orang partisipan menganut
agama kristen protestan dan tujuh partisipan lainnya menganut agama islam. Dari
delapan partisipan, tiga orang partisipan berasal dari suku batak toba, empat orang
partisipan berasal dari suku batak mandailing, satu orang partisipan berasal dari
suku jawa. Dan dari delapan partisipan, dua orang partisipan memiliki pendidikan
terakhir SMA, satu orang partisipan memiliki pendidikan terakhir perguruan
tinggi, dan dua orang lainnya partisipan memiliki pendidikan terakhir D3. Tiga
orang partisipan bekerja sebagai PNS, satu orang partisipan bekerja dibidang
wiraswasta, dua orang partisipan bekerja sebagai IRT dan dua orang paritisipan
bekerja lain-lain. Dari delapan partisipan, 2 orang anak partisipan memiliki
anggota keluarga yang menderita TB, 3 orang partisipan ayah nya yang menderita
TB, dan 3 orang partisipan ibu nya yang menderita TB paru. Dari delapan
berobat kurang dari 6 bulan, dan 5 orang penderita berobat lebih dari 6 bulan.
Dari delapan partisipan, tujuh orang pernah mengalami putus obat, dan satu orang
tidak pernah mengalami putus obat. Dari delapan partisipan, delpan orang
menagalami kekambuhan penyakit. Data demografi partisipan dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
TABEL 4.1
KARAKTERISTIK PARTISIPAN
K P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
IN Ny. R Ny. A Nn. I Ny. M Ny. H Nn. P Ny. K Ny. Y
U 42 30 27 35 38 25 45 48
AG Islam Islam Islam Islam KP Islam Islam Islam
SK J BT BM BM BT BT BM BM
PT SMP SMA S1 D3 SMP D3 SMP SMA
PJ WS IRT PNS PNS LL LL IRT PNS
Keterangan:
IN : Iisial Nama p : Partisipan
U : Usia KP : Kristen Protestan
AG : Agama J : Jawa
SK : Suku BT : Batak Toba
PT : Perguruan Tinggi BM : Batak Mandailing
PJ : Pekerjaan WS : Wiraswasta
IRT : Ibu Rumah Tangga PNS : Pegawai Negeri Sipil
LL : Lain-lain
3. Pengalaman keluarga dalam merawat penderita TB paru di rumah
Hasil penelitian ini mendapatkan 5 tema terkait pengalaman keluarga dalam
merawat penderita Tb Paru di Rumah wilayah kota Sibolga meliputi (1)
melakukan pencegahan terhadap penularan Tb paru pada keluarga, (2) Respon
keluarga dalam merawat penderita TB Paru, (3) Mengidentifikasi gejala TBC
pada penderita, (4) Dampak selama perawatan penderita TB Paru, (5) Hambatan
yang dialami kelaurga dalam merawat penderita TB Paru. Matriks tema dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
3.1. Melakukan pencegahan terhadap penularan Tb Paru pada keluarga
Berdasarkan analisa data didapatkan ada 4 makna yang dilakukuan keluarga
dalam pencegahan menurut partisipan yaitu (1) menggunakan alat pelindung diri
(APD), (2) tindakan yang dilakukan dirumah, (3) memodifikasi lingkunagn
rumah, (4) memotivasi penderita TB Paru selama proses penyembuhan.
1. Menggunakan alat pelindung diri (APD)
Partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa melakukan pencegahan
terhadap penularan TB Paru dengan selalu memakai alat pelindung diri ketika
berkomunikasi. Bentuk dari alat pelindung diri yaitu memakai masker ketika
berkomunikasi.
a. Memakai masker ketika berkomunikasi
Beberapa partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa salah satu alat
pelindung diri yang dilakukan keluarga terhadap penderita dengan menggunakan
masker ketika berkomunikasi dan pada saat keluar rumah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan partisipan sebagai berikut :